FASE – FASE PERKEMBANGAN SEJARAH SENIRUPA INDONESIA Secara garis besar fase perkembangan sejarah senirupa Indonesia dapat dikategorikan kedalam 7 fase, yaitu : 1. Masa Perintisan yaitu sekitar tahun 1817 sampai tahun 1880 Pada masa perintisan ini tokoh yang paling dikenal adalah Raden Saleh, dengan nama lengkap Raden Saleh Syarif Bustaman Lahir di Terbaya, pada tahun 1814 -1880, putra keluarga bangsawan pribumi yang mampu melukis gaya atau cara barat, baik dari segi alat, media maupun teknik, dengan penggambaran yang natural dan Raden Saleh banyak mendapat bimbingan dari pelukis Belgia Antonio Payen, pelukis Belanda A. Schelfhouf dan C. Kruseman di Den Haag. Dia sering berkeliling dunia dan pernah tinggal di Negara-Negara Eropa. Ciri-ciri karya lukisan pada masa ini dengan Raden Saleh sebagai pelopornya adalah : Bergaya natural dan romantisme Kuat dalam melukis potret dan binatang Pengaruh romantisme Eropa terutama dari Delacroix. Pengamatan yang sangat baik pada alam maupun binatang Beberapa judul Karya Raden Saleh: Hutan terbakar Perkelahian antara hidup dan mati Pangeran Diponegoro Berburu Banteng di Jawa Potret para Bangsawan Contoh karya-karya masa perintisan Deanles Karya Raden Saleh
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
FASE – FASE PERKEMBANGAN SEJARAH SENIRUPA INDONESIA
Secara garis besar fase perkembangan sejarah senirupa Indonesia dapat dikategorikan kedalam 7 fase, yaitu :
1. Masa Perintisan yaitu sekitar tahun 1817 sampai tahun 1880
Pada masa perintisan ini tokoh yang paling dikenal adalah Raden Saleh, dengan nama
lengkap Raden Saleh Syarif Bustaman Lahir di Terbaya, pada tahun 1814 -1880, putra keluarga bangsawan pribumi yang mampu melukis gaya atau cara barat, baik dari segi alat, media maupun teknik, dengan penggambaran yang natural dan
Raden Saleh banyak mendapat bimbingan dari pelukis Belgia Antonio Payen, pelukis Belanda A. Schelfhouf dan C. Kruseman di Den Haag. Dia sering berkeliling dunia dan
pernah tinggal di Negara-Negara Eropa. Ciri-ciri karya lukisan pada masa ini dengan Raden Saleh sebagai pelopornya adalah :
Bergaya natural dan romantisme
Kuat dalam melukis potret dan binatang
Pengaruh romantisme Eropa terutama dari Delacroix.
Pengamatan yang sangat baik pada alam maupun binatang Beberapa judul Karya Raden Saleh:
Hutan terbakar
Perkelahian antara hidup dan mati Pangeran Diponegoro
Berburu Banteng di Jawa
Potret para Bangsawan
Contoh karya-karya masa perintisan
Deanles Karya Raden Saleh
Berburu Rusa - karya Raden Saleh
Badai/TheStorm 1851 - Raden Saleh
2. Masa Indonesia Jelita
Selanjutnya muncul pelukis-pelukis muda yang memiliki konsep berbeda dengan masa
perintisan, yaitu melukis keindahan dan keelokan alam Indonesia.Keadaan ini ditandai pula dengan datangnya para pelukis luar/barat atau sebagian ada yang menetap dan melukis keindahan alam
Masa ini dinamakan Indonesia Jelita karena pada masa ini Karya-karya yang dihasilkan para Seniman Lukis lebih banyak menggambarkan tentang keindahan alam, serta lebih banyak
menonjolkan nada erotis dalam melukiskan manusia.
Tokoh Pelukis pada Masa Indonesia Jelita ini adalah : Abdullah Suriosubroto (1878-1941)
Mas Pirngadi (1875-1936)
Wakidi Basuki Abdullah
Henk Ngantung, Lee Man Fong (dll)
Rudolf Bonnet (Bld), Walter Spies (Bel), Romuldo Locatelli, Lee Mayer (Jerman) dan
W.G. Hofker. Ciri-ciri lukisan yang dihasilkan yaitu:
Pengambilan obyek alam yang indah
Tidak mencerminkan nilai-nilai jiwa merdeka
Kemahiran teknik melukis tidak dibarengi dengan penonjolan nilai spirituil
Menonjolkan nada erotis dalam melukiskan manusia
Contoh karya pada masa ini adalah :
The Day’s end Mount
Lukisan cat minyak, karya Abdullah SR
Mountain Landscape karya Wakidi
Cat minyak diatas kanvas, 139.5 x 197 cm
Gunung Merapi, karya Basoeki Abdullah
Balinese legend,W. Spies
Village life in Sanur
Willem Gerard Hofker (1902-1981), oil on canvas
Full moon ceremony(1994)
oil on canvas by Arie Smith
3. Masa Cita Nasional
Masa Cita Nasional yaitu Bangkitnya kesadaran nasional yang dipelopori oleh Boedi Oetomo pada Tahun 1908. Seniman S. Sudjojono, Surono, Abd. Salam, Agus Djajasumita mendirikan PERSAGI (Persatuan Ahli Gambar Indonesia). Perkumpulan pertama di Jakarta, berupaya
mengimbangi lembaga kesenian asing Kunstring yang mampu menghimpun lukisan-lukisan bercorak modern. PERSAGI berupaya mencari dan menggali nilai-nilai yang mencerminkan
kepribadian Indonesia yang sebenarnya
Hasil karya mereka mencerminkan :
Mementingkan nilai-nilai psikologis; Tema perjuangan rakyat ;
Tidak terikat kepada obyek alam yang nyata; Memiliki kepribadian Indonesia ;
Didasari oleh semangat dan keberanian; Karya-karya seni lukis masa PERSAGI antara lain :
Agus Djajasumita : Barata Yudha, Arjuna Wiwaha, Nirwana, Dalam Taman Nirwana
S. Sudjojono: Djongkatan, Didepan Kelambu Terbuka, Mainan, Cap Go meh.
Otto Djaya: Penggodaan, Wanita Impian
- Di Depan Kelambu Terbuka,1939, Sudjojono, 86 x 66 cm
- Laki-laki Bali dan Ayam Jago, 1958, Agus Djaja S.,
cat minyak di atas kanvas, 100 x 140 cm
Kawan - kawan Revolusi,
1947 karya S. Sudjojono, cat minyak di atas kanvas, 95 x 149 cm
Cita PERSAGI masih melekat pada para pelukis, serta menyadari pentingnya seni lukis untuk kepentingan revolusi.
Pemerintah Jepang mendirikan KEIMIN BUNKA SHIDOSO,Lembaga Kesenian Indonesia –Jepang ini pada dasarnya lebih mengarah pada kegiatan propaganda
Jepang. Tahun 1943 berdiri PUTERA (Pusat Tenaga Rakyat) oleh Bung Karno, Bung Hatta,
Ki Hajar Dewantara dan KH Mansur. Tujuannya memperhatikan dan memperkuat
perkembangan seni dan budaya. Khusus dalam seni lukis dikelola oleh S. Sudjojono dan Afandi, selanjutnya bergabung pelukis Hendara, Sudarso, Barli, Wahdi dan
sebagainya Hasil karya mereka mencerminkan kelanjutan dari masa cita Nasional Tokoh utama pada masa ini antara lain:
S. Sudjojono
Basuki Abdullah, Emiria Surnasa
Agus Djajasumita, Barli
Affandi, Hendra dan lain-lain
Mengungsi, 1947, karya S. Sudjojono,
cat minyak diatas kanvas, 95 x 149 cm
Keluarga Pemusik , 1971, karya Hendra Gunawan,
cat minyak diatas kanvas, 150 x 90 cm
Pengemis karya Affandi,
Cat minyak di atas kanvas, 99 x 129 cm
Kemudian masih ada 3 masa yang terakhir yaitu : 5. Masa Setelah Kemerdekaan
6. Masa Pendidikan Formal, dan
7. Masa Seni Rupa Baru Indonesia - See more at: http://bilik-seni.blogspot.com/2014/08/fase-perkembangan-sejarah-senirupa-indonesia-
1.html#sthash.oN9kLtrf.dpuf
1. 1. MOOI INDIE (PENDAHULUAN)
Pada mulanya istilah Mooi Indie pernah dipakai untuk memberi judul reproduksi
sebelas lukisan pemandangan cat air Du Chattel yang diterbitkan dalam bentuk
portfolio di Amsterdam tahun 1930. Namun demikian istilah itu menjadi popular di
Hindia Belanda semenjak S. Sudjojono memakainya untuk mengejek pelukis-pelukis
pemandangan dalam tulisannya pada tahun 1939. Dia mengatakan bahwa lukisan-
lukisan pemandangan yang serba bagus, serba enak, romantis bagai di surga, tenang
dan damai, tidak lain hanya mengandung satu arti: Mooi Indie (Hindia Belanda yang
Indah).
Berawal dari para pelukis yang karena kelahiran dan tempat tinggalnya di Indonesia
(Hindia Belanda) menjadi para pelukis Indo Belanda atau biasa disebut Indische
Schilderer, serta ditambah para pelukis asing yang datang dari berbagai negara
Eropa. Sehingga ada proses asimilasi dan alkulturasi yang kental yang
mempengaruhi corak mooi indie.
Lukisan-Iukisan Mooi Indie dapat dikenali dari penampilan fisiknya. Bentuk atau
subyek maternya adalah pemandangan alam yang dihiasi gunung, sawah, pohon
penuh bunga, pantai atau telaga. Selain itu kecantikan dan eksotisme wanita-wanita
pribumi, baik dalam pose keseharian, sebagai penari, atau pun dalam keadaan
setengah busana. Laki-Iaki pribumi juga sering muncul sebagai obyek lukisan,
biasanya sebagai orang desa, penari atau bangsawan yang direkam dalam setting
suasana Hindia Belanda.
Menurut M. Agoes Burhan, wama yang dipakai untuk mengungkapkan obyek-obyek
itu kebanyakan cerah dan mengejar cahaya yang menyala. Karakter garisnya lembut
sebagaimana lukisan Du Chattel, sampai lincah dan spontan seperti Isaac Israel,
tetapi tidak ada yang sampai liar sebagaimana goresan orang-orang ekspresionis.
Mereka menempatkan obyek-obyek dalam komposisi yang formal, seimbang,
sehingga menghasilkan suasana tenang. Konsekuensinya, komposisi yang mengarah
pada struktur diagonal atau bloking objek-objek dari sudut kanvas untuk
menimbulkan suasana tegang dan dramatis jarang dipakai. Ciri-ciri fisik yang
demikian itu merupakan manifestasi dari ide pelukisnya yang ingin merealisasikan
impian untuk melihat negeri Timur, yang bagi pelukis-pelukis Belanda merupakan
dunia dongeng sejak masa kanak-kanak mereka. Terdapat empat kelompok pelukis
dari aliran Indie Mooi ini yang mulai berkembang pada awal abad ke-20 ini, yaitu: