Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberi gejala yang
berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung koroner untuk
pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Hipertensi atau sering disebut penyakit darah tinggi
adalah suatu keadaan dimana pembuluh darah kehilangan elastisitas (yang dosebabkan salah satunya
adalah oleh kondisi pembuluh darah yang sudah tua, kaku dan rapuh), sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan darah pada pembuluh nadi atau arteri melebihi nilai normal. Menurut WHO,
seseorang dikatakan menderita hipertensi apabila tekanan darahnya lebih dari 140/90 mmHg.
Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan mesyarakat yang ada di Indonesia maupun
di beberapa negara yang ada di dunia karena tekanan darah tinggi merupakan penyebab kematian dan
kesakitan yang tinggi. Darah tinggi sering diberi gelar The Silent Killer karena hipertensi merupakan
pembunuh tersembunyi. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara
berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15
milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan
pertambahan penduduk saat ini.
Di Indonesia banyaknya penderita Hipertensi diperkirakan 15 juta orang tetapi hanya 4%
yang merupakan hipertensi terkontrol. Saat ini penyakit degeneratif dan kardiovaskuler sudah
merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Hasil survei kesehatan rumah
tangga (SKRT) tahun 1972, 1986, dan 1992 menunjukkan peningkatan prevalensi penyakit
kardiovaskuler yang menyolok sebagai penyebab kematian dan sejak tahun 1993 diduga sebagai
penyebab kematian nomor satu.
Hipertensi pada penderita penyakit jantung iskemik ialah 16,1%, suatu persentase yang
rendah bila dibandingkan dengan prevalensi seluruh populasi (33,3%), jadi merupakan faktor risiko
yang kurang penting. Juga kenaikan prevalensi dengan naiknya umur tidak dijumpai. Golongan umur
45 tahun ke atas memerlukan tindakan atau program pencegahan yang terarah. Tujuan program
penanggulangan penyakit kardiovaskuler adalah mencegah peningkatan jumlah penderita risiko
penyakit kardiovaskuler dalam masyarakat dengan menghindari faktor penyebab seperti hipertensi,
diabetes, hiperlipidemia, merokok, stres, obesitas, riwayat keluarga dan lain-lain
Faktor penyebab hipertensi 90% belum diketahui secara pasti, tapi berkaitan dengan gaya hidup/ life
style (pola makan tidak sehat, tingkat kesibukan yang sangat tinggi dan tingkat stress tinggi, kurang
istirahat dan olah raga).
Page 2
Bab II
Kunjungan Rumah
Puskesmas : UPTD Puskesmas Batu Jaya
Tanggal kunjungan rumah : 26 Desember 2012
Data Riwayat Keluarga
I. Identitas pasien :
Nama : Ny. T
Umur : 64 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : Tamat SD
Alamat : Teluk ambulu RT 003/008 Batu Jaya
II. Riwayat biologis keluarga :
a. Keadaan kesehatan sekarang : Sehat
b. Kebersihan perorangan : Cukup
c. Penyakit yang sering diderita : Batuk-batuk
d. Penyakit keturunan : Hipertensi
e. Penyakit kronis/ menular : Tidak ada
f. Kecacatan anggota keluarga : Tidak ada
g. Pola makan : Cukup (menu tidak bervariasi: nasi, sayur,
tahu)
h. Pola istirahat : Sedang
i. Jumlah anggota keluarga : 6 orang / rumah, 3 orang dalam KK
III. Psikologis keluarga
a. Kebiasaan buruk : Tidak ada
b. Pengambilan keputusan : -
c. Ketergantungan obat : Tidak ada
d. Tempat mencari pelayanan kesehatan : Puskesmas
e. Pola rekreasi : Kurang
Page 3
IV. Keadaan rumah/ lingkungan
a. Jenis bangunan : permanen
b. Lantai rumah : kramik
c. Luas rumah : 30m2 (6m X 5m)
d. Penerangan : Kurang
e. Kebersihan : Sedang
f. Ventilasi : Kurang
g. Dapur : Ada
h. Jamban keluarga : Ada
i. Sumber air minum : Air Tanah
j. Sumber pencemaran air : Ada
k. Pemanfaatan pekarangan : Untuk menjemur pakaian
l. Sistem pembuangan air limbah : Ada (lancar)
m. Tempat pembuangan sampah : Ada namun jauh
n. Sanitasi lingkungan : Kurang
V. Spiritual keluarga
a. Ketaatan beribadah : Baik
b. Keyakinan tentang kesehatan : Sedang
VI. Keadaan sosial keluarga
a. Tingkat pendidikan : Rendah
b. Hubungan antar anggota keluarga : Baik
c. Hubungan dengan orang lain : Baik
d. Kegiatan organisasi sosial : Kurang
e. Keadaan ekonomi : Kurang
VII. Kultural keluarga
a. Adat yang berpengaruh : Tidak ada
b. Lain-lain : Tidak ada
Page 4
1 2
3 4
VIII. Anggota keluarga :
Keterangan
1. Suami os : Laki-laki, sehat (+)
2. Os : Perempuan, sakit (64 tahun)
3. Anak I os : Perempuan, sehat (30 tahun)
4. Anak II os : Perempuan, sehat (21 tahun)
IX. Keluhan utama : Kepala terasa pusing
X. Keluhan tambahan : Leher terasa pegal-pegal
XI. Riwayat penyakit sekarang :
Os rutin datang berobat ke Puskesmas batu jaya sejak 4 tahun yang lalu dengan
keluhan kepala Os sering pusing (kepala terasa seperti berputar), sehingga Os sulit
beraktifitas. Os juga mengaku mempunyai riwayat darah tinggi semenjak 4 tahun
yang lalu. Selain itu Os mengaku kadang terasa pegal dan tegang pada daerah
belakang leher.
BAK lancar dan BAB lancar. Alergi terhadap obat-obat tertentu ataupun makanan
disangkal oleh pasien. Riwayat sakit maag disangkal oleh Os. Riwayat merokok
disangkal oleh pasien.
XII. Riwayat penyakit dahulu :
Riwayat hipertensi sejak 4 tahun yang lalu
Page 5
XIII. Pemeriksaan fisik :
Keadaan umum : Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos mentis
Tanda-tanda vital :
a. Tekanan darah : 170/90 mmHg
b. Frekuensi nadi : 80 x/menit
c. Frekuensi napas : 32 x/menit
d. Suhu : afebris
Kepala : Normosefali
Mata : Kedua konjungtiva tidak anemis dan kedua sklera tidak ikterik
Hidung : Tidak tampak septum deviasi dan tidak tampak sekret
Telinga : Kedua telinga tidak tampak sekret, meatus akustikus eksternus lapang
Leher : Tidak tampak pembesaran KGB regional, kelenjar tiroid tidak tampak
membesar.
Thorak
Paru : Suara napas vesikuler, ronkhi (-) dan wheezing (-) di kedua lapang
paru.
Jantung : Bunyi jantung I -II reguler dan tidak terdengar gallop maupun
murmur
Abdomen : Tampak datar, supel, bising usus terdengar normal, tidak nyeri tekan,
Hepar dan lien tidak teraba membesar
Ekstremitas : Edema (-) dan akral hangat
Tinggi badan : 160 cm
Berat badan : 58 Kg
XIV. Diagnosis penyakit : Hipertensi
XV. Diagnosis keluarga : -
XVI. Anjuran penatalaksanaan penyakit :
a. Promotif : menghimbau kepada orang tua lain yang berusia di atas 45 tahun dan
yang berisiko tinggi untuk memiliki hipertensi, agar dapat menjalankan pola hidup
Page 6
sehat dengan mengkonsumsi makanan yang sehat, tidak tinggi kolesterol,
menghindari rokok, melakukan olahraga ringan dan mengurangi aktivitas yang
berat dan menyita banyak pikiran.
b. Preventif : menjalankan pola atau gaya hidup yang sehat dengan mengkonsumsi
makanan yang tidak tinggi kandungan kolesterolnya, mengurangi konsumsi
kacang-kacangan, menghindari rokok, berolahraga ringan, mengurangi aktivitas
yang membutuhkan banyak pikiran, menghindari stress.
c. Kuratif : Terapi medikamentosa :
1. Obat anti hipertensi : Captopril 2 X 12,5 mg
Terapi non medikamentosa:
1. Diet rendah garam
2. Menjalankan pola hidup sehat (olah raga dan hindari stress)
d. Rehabilitatif: Minum obat yang teratur
XVII. Prognosis
Penyakit : dubia ad bonam
Keluarga : dubia
Masyarakat : dubia
XVIII. Resume :
Telah diperiksa seorang pasien perempuan berinisial Ny. T berusia 64 tahun dengan
keluhan utama kepala terasa pusing. Os juga mengaku sering merasa pegal-pegal di bagian
lehernya. Selama 4 tahun terakhir ini os teratur berobat ke Puskesmas Batu Jaya untuk
mengontrol darah tingginya.
Pemeriksaan Fisi k
Tekanan darah : 170/90 mmHg
Paru : Vesikuler, ronkhi -/-, wheezing -/-.
Abdomen : Supel, hepar dan lien tidak teraba membesar
Extremitas : Edema -/-, akral hangat
Diagnosis : Hipertensi
Page 7
Analisa Kasus
Berikut adalah pembahasan hipertensi dengan pendekatan dokter keluarga
Dari hasil pemeriksaan saat kunjungan rumah pada tanggal 29 November 2012,
didapatkan bahwa pasien menderita hipertensi. Pasien berusia 64 tahun. Pasien memberi
perhatian yang cukup baik akan keadaan kesehatan dirinya dan anggota keluarganya. Pasien
seorang Ibu rumah Tangga Pasien memiliki 2 orang anak.
Rumah pasien tergolong sehat tetapi dilihat dari ventilasi yang kurang . Penerangan
rumah kurang baik, Rumah pasien berlantaikan kramik. Di dalam rumah terdapat dapur dan
2 kamar. Pasien mengatakan yang tidur di tempat tidur hanya pasien saja sedangkan
suaminya sudah tidak ada . Pasien dan keluarganya menggunakan air sumur di sekitar
rumahnya sebagai sumber air minum, untuk mandi dan mencuci. Terdapat pembuangan
sistem pembuangan air limbah dan sampah di depan rumah pasien. Rumah pasien tidak
terdapat pekarangan yang dapat dimanfaatkan. Terdapat satu kamar mandi yang digunakan
bersama keluarganya.
Ditinjau dari spiritual keluarga keluarga pasien merupakan keluarga yang cukup taat
beribadah beragama Islam. Keluarga pasien juga keluarga merupakan yang sehat dan tidak
mengidap penyakit apapun baik yang diderita secara per orangan maupun yang
memungkinkan untuk diturunkan.
Saat ini kondisi pasien cukup baik, pasien teratur memeriksakan dirinya ke Puskesmas
pedes untuk mendapat obat darah tinggi. Selain pengobatan secara medis, untuk mencapai
tingkat kesehatan yang lebih optimal hendaknya didukung pula oleh kondisi rumah yang
lebih sehat, kebersihan diri yang lebih baik, cukupnya asupan gizi, serta mengontrol pola
makan dan berolah raga secara teratur.
Page 8
Bab III
Tinjauan Pustaka
DEFINISI HIPERTENSI
Suatu keadaan dimana seseorang mengalami peningkatan tekanan darah di atas normal
yang mengakibatkan peningkatan angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian
(mortalitas). Penulisan tekanan darah (contoh: 120/80 mmHg) didasarkan pada dua fase
dalam setiap denyut jantung.
Hipertensi adalah tekanan sistolik >140 mmHg dan tekanan diastolik >90 mmHg secara
kronik. Berdasarkan penyebabnya Hipertensi dibagi menjadi 2 golongan, yaitu :
1. Hipertensi essensial/primer. Jenis hipertensi yang penyebabnya masih belum dapat
diketahui. disebut juga hipertensi idiopatik. Sekitar 90% penderita hipertensi menderita
jenis hipertensi ini. Oleh karena itu, penelitian dan pengobatan lebih banyak ditujukan
bagi penderita hipertensi essensial ini.
2. Hipertensi sekunder atau hipertensi renal. Jenis hipertensi yang menjadi penyebabnya
dapat diketahui, sering disebut hipertensi renal karena kelainan ginjal menjadi penyebab
tersering. Penyebab hipertensi sekunder ini antara lain kelainan pada pembuluh darah
ginjal, gangguan kelenjar tiroid, atau penyekit kelenjar adrenal.Terdapat pada sekitar 5%
kasus. Penyebab spesifiknya diketahui seperti penggunaan estrogen, penyakit ginjal,
hipertensi vaskular renal, hiperaldosteronisme primer dan sindrom Cushing,
feokromositoma, koarktasio aorta, hipertensi yang berhubungan dengan kehamilan dan
lain-lain.
Tabel I. Klasifikasi tekanan darah untuk dewasa diatas 18 tahun
Klasifikasi Tekanan Darah Tekanan Sistolik dan Diastolik (mmHg)
Normal <120 dan <80
Prehipertensi 120-139 atau 80-89
Hipertensi Stadium I 140-159 atau 90-99
Hipertensi Stadium II >160 atau >100
Sumber JNC VII 2003 JNC 7 (the Seventh US National Committee on Prevention,
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure)
Page 9
BATASAN
Menurut WHO (1978), batasan tekanan darah yang masih dianggap normal adalah
140/90 mmHg dan tekanan darah sama dengan atau diatas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai
hipertensi. Tekanan darah di antara normotensi dan hipertensi disebut borderline
hypertension. Batasan tersebut tidak membedakan usia dan jenis kelamin sedangkan batasan
hipertensi yang memperhatikan perbedaan usia dan jenis kelamin diajukan oleh kaplan
(1985) sebagai berikut: pria yang berusia <45 dinyatakan hipertensi jika tekanan darah pada
waktu berbaring 130/90 mmHg atau lebih, sedangkan yang berusia >45 dinyatakan hipertensi
jika tekanan darahnya 145/95 mmHg atau lebih. Wanita yang mempunyai tekanan darah
160/95 mmHg atau lebih dinyatakan hipertensi.
The Sixth Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation,
and Treatment of High Blood Pressure (1997) mendefinisikan hipertensi sebagai tekanan
darah sistolik 140 mmHg atau lebih atau tekanan darah diastolik 90 mmHg atau lebih atau
sedang dalam pengobatan antihipertensi.
PATOGENESIS
Sampai sekarang pengetahuan tentang patogenesis hipertensi primer terus berkembang
karena belum didapat jawaban yang memuaskan yang dapat menerangkan terjadinya
peningkatan tekanan darah. Tekanan darah dipengaruhi oleh curah jantung dan tahan perifer.
Berbagai faktor yang mempengaruhi curah jantung dan tahanan perifer akan mempengaruhi
tekanan darah, seperti yang telihat pada gambar 1.
Page 10
Gambar 1. Faktor yang Berpengaruh Terhadap Tingginya Tekanan Darah
Selain curah jantung dan tahanan perifer, sebenarnya tekanan darah dipengaruhi juga
oleh tekanan atrium kanan. Oleh karena tekanan atrium kanan mendekati nol, nilai tersebut
tidak mempunyai banyak pengaruh.
Didalam tubuh terdapat sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara
akut yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha untuk mempertahankan
kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang. Berdasarkan kecepatan reaksinya, sistem
kontrol tersebut dibedakan dalam sistem yang bereaksi segera, yang bereaksi kurang cepat,
dan yang bereaksi dalam jangka panjang. Refleks kardiovasular melalui sitem saraf termasuk
sitem kontrol yang bereaksi segera. Sebagai contoh adalah baroreseptor yang terletak pada
sinus karotis dan arkus aorta berfungsi mendeteksi perubahan tekanan darah. Contoh lain
sistem kontrol saraf terhadap tekanan darah yang bereaksi segera adalah refleks
kemoreseptor, respon iskemia susunan saraf pusat, dan refleks yang berasal dari atrium, arteri
pulmonalis, dan otot polos.
Perpindahan cairan antara sirkulasi kapiler dan rongga interstisial yang dikontrol oleh
hormon angiotensin dan vasopresin termasuk sitem kontrol yang bereaksi kurang cepat.
Page 11
Kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang mengatur
jumlah cairan tubuh yang melibatkan berbagai organ terutama ginjal.
Jadi terlihat bahwa sistem pengendalian tekanan darah sangat kompleks. Pengendalian
dimulai oleh sistem yang bereaksi cepat diikuti oleh sistem yang bereaksi kurang cepat dan
dilanjutkan oleh sistem yang poten dan berlangsung dalam jangka panjang.
Berbagai faktor seperti faktor genetik yang menimbulkan perubahan pada ginjal dan
membran sel, aktifitas saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin yang mempengaruhi
keadaan hemodinamik, asupan natrium dan metabolisme natrium dalam ginjal, serta obesitas
dan faktor endotel mempunyai peran dalam peningkatan tekanan darah pada hipertensi
primer (gambar1).
Peran faktor genetik terhadap hipertensi primer dibuktikan dengan berbagai fakta yang
dijumpai. Adanya bukti bahwa kejadian hipertensi lebih banyak dijumpai pada pasien kembar
monozigot daripada heterozigot, jika salah satu diantaranya mendertia hipertensi, menyokong
pendapat bahwa faktor genetik mempunyaio pengaruh terhadap timbulnya hipertensi.
Percobaan binatang memberikan banyak bukti tambahan tentang peran faktor genetik ini.
Tikus golongan japanese spontaneously hypertensive rat (SHR), New Zealand genetically
hypertensive (GH), Dahl salt sensitive (S) dan salt resistant (R) dan Milan hypertensive rat
strain (MHS) menunjukan bukti tersebut. Dua turunan tikus yang disebutkan pertama
mempunyai faktor neurogenik yang secara genetik diturunkan sebagai faktor penting pada
timbulnya hipertensi, sedangkan dua turunan yang lain menunjukan faktor kepekaan terhadap
garam yang juga diturunakan secara genetik sebagai faktor utama timbulnya hipertensi.
Pada tahap awal hipertensi primer curah jantung meninggi sedangkan tahanan perifer
normal. Keadaan ini disebabkan peningkatan aktivitas simpatik. Pada tahap selanjutnya curah
jantung kembali normal sedangkan tahanan perifer meningkat yang disebabkan oleh refleks
aoturegulasi. Yang dimaksud dengan refleks autoregulasi ialah mekanisme tubuh untuk
mempertahankan keadaan hemodinamik yang normal. Oleh karena curah jantung yang
meningkat terjadi konstriksi sfingter prekapiler yang mengakibatkan penurunan curah jantung
dan peninggian tahanan perifer.
Menurut Lund-Johansen (1989), pada stadium awal sebagian besar pasien hipertensi
menunjukan curah jantung yang meningkat dan kemudian diikuti dengan kenaikan tahanan
perifer yang mengakibatkan kenaikan tekanan darah yang menetap. Guyton (1989)
berpendapat bahwa hipertensi terjadi perubahan autoregulasi dan sebagai penyebab awal
perubahan ini adalah retensi garam oleh ginjal. Mengenai perubahan di ginjal ini, Brenner
Page 12
dan kawan-kawan (1988) menyatakan bahwa penurunan permukaan filtrasi pada ginjal dapat
terjadi secara kongenital atau didapat.
Peningkatan tahanan perifer pada hipertensi primer terjadi secara bertahap dalam waktu
yang lama sedangkan proses autoregulasi terjadi dalam waktu singkat. Oleh karena itu,
diduga terdapat faktor lain selain faktor hemodinamik yang berperan pada hipertensi primer.
Secara pasti belum diketahui faktor hormonal atau perubahan anatomi yang terjadi pada
pembuluh darah yang berpengaruh pada proses tersebut. Kelainan hemodinamik tersebut
diikuti pula kelainan struktural pada pembuluh darah dan jantung. Pada pembuluh darah
terjadi hipertrofi dinding sedangkan pada jantung terjadi penebalan dinding ventrikel.
Folkow (1987) menunjukan bahwa stress dengan peninggian aktivitas saraf simpatis
menyebabkan kontriksi fungsional dan hipertrofi struktural. Berkaitan dengan hal ini Swales
(1990) mengemukakan bahwa perubahan fungsi membran sel juga dapat menyebabkan
konstriksi fungsional dan hipertrofi struktural. Sedangkan Lever (1986) menyatakan bahwa
mekanisme trofik dapat menyebabkan hipertrofi vaskular secara langsung. Faktor lain yng
diduga ikut berperan adalah endotelin yang bersifat vasokonstriktor.
Berbagai promotor pressor-growth bersama dengan kelainan fungsi membran sel yang
mengakibatkan hipertrofi vaskular akan menyebabkan peninggian tahanan perifer dan
peningkatan tekanan darah, seperti terlihat pada gambar 2.
Gambar 2. Mekanisme berbagai Vascular Growth Promotors dalam Menimbulkan hipertensi
Page 13
Mengenai kelainan fungsi membran sel, pada binatang percobaan dan pasien hipertensi,
Garay (1990) telah membuktikan adanya defek transpor Na+ dan atau Ca++ lewat membran
sel. Defek tersebut dapat disebabkan oleh faktor genetik atau oleh peninggian hormon
natriuretik akibat peninggian volume intravaskular. De Wardener dan Clarkson (1985)
menyatakan bahwa hormon natriuretik ini adalah penghambat pompa natrium yang bersifat
vasokonstriktor.
Mengenai perubahan yang terjadi intraselular, Blaustein (1988) berpendapat bahwa
kenaikan kadar natrium intraselular yang disebabkan oleh penghambatan pompa natrium
akan meninggikan kadar kalsium intrasel. Berbagai faktor tersebut diatas, baik akibat
perubahan dinding pembuluh darah maupun konstriksi fungsional akibat peninggian kadar
kalsium intrasel akan menyebabkan peninggian tahanan perifer dan peningkatan tekanan
darah yang menetap.
Garam merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis hipertensi. Hipertensi
hampir tidak pernah ditemukan pada suku bangsa dengan asupan garam yang minimal.
Asupan garam kurang dari tiga gram tiap hari menyebabkan prevalensi hipertensi yang
rendah sedangkan jika asupan garam antara 5-15 gram per hari prevalensi hipertensi
meningkat menjadi 15-20%. Pengaruh asupan garam terhadap timbulnya hipertensi terjadi
melalui peningkatan volume plasma, curah jantung, dan tekanan darah. Peningkatan asupan
garam ini akan diikuti oleh peninggian ekskresi garam sehingga tercapai kembali keadaan
hemodinamik yang normal. Pada pasien hipertensi primer, mekanisme (peningkatan ekskresi
garam tersebut terganggu, selain adanya faktor lain yang ikut berperan.
Sistem renin, angiotensin, dan aldosteron berperan pada timbulnya hipertensi. Produksi
renin dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain stimulasi saraf simpatis. Renin berperan
pada proses konversi angiotensin I menjadi angiotensin II yang mempunyai efek
vasokonstriksi. Angiotensin II menyebabkan sekresi aldosteron yang mengakibatkan retensi
natrium dan air. Keadaan tersebut berperan pada timbulnya hipertensi. Peran sistem renin,
angiotensin dan aldosteron pada timbulnya hipertensi primer masih merupakan bahan
perdebatan. Hal ini disebabkan oleh fakta yang menunjukan bahwa 20-30% pasien hipertensi
primer mempunyai kadar renin rendah, 50-60% kadar renin normal, sedangkan kadar renin
tinggi hanya 15%.
Page 14
FAKTOR RISIKO DAN GEJALA KLINIS HIPERTENSI
Faktor risiko terjadinya hipertensi, adalah antara lain:
1. Obesitas (Kegemukan).
Merupakan ciri khas penderita hipertensi. Walaupun belum diketahui secara pasti
hubungan antara hipertensi dan obesitas, namun terbukti bahwa daya pompa jantung dan
sirkulasi volume darah penderita obesitasobesitas dengan hipertensi lebih tinggi daripada
penderita hipertensi dengan berat badan normal.
2. Stres.
Diduga melalui aktivasi saraf simpatis (saraf yang bekerja pada saat kita beraktivitas).
Peningkatan aktivitas saraf simpatis mengakibatkan meningkatnya tekanan darah secara
intermitten (tidak menentu).
3. Faktor Keturunan (Genetik).
Apabila riwayat hipertensi didapat pada keuda orang tua, maka dugaan hipertensi
essensial akan sangat besar. Demikian pula dengan kembar monozigot (satu sel telur)
apabila salah satunya adalah penderita hipertensi.
4. Jenis Kelamin (Gender).
Pria lebih banyak mengalami kemungkinan menderita hipertensi daripada wanita.
Hipertensi berdasarkan gender ini dapat pula dipengaruhi oleh faktor psikologis. Pada
wanita seringkali dipicu oleh perilaku tidak sehat (merokok, kelebihan berat badan),
depresi dan rendahnya status pekerjaan. Sedangkan pada pria lebih berhubungan dengan
pekerjaan, seperti perasaan kurang nyaman terhadap pekerjaan dan pengangguran.
5. Usia.
Dengan semakin bertambahnya usia, kemungkinan seseorang menderita hipertensi juiga
semakin besar.
6. Asupan garam.
Melalui peningkatan volume plasma (cairan tubuh) dan tekanan darah yang akan diikuti
oleh peningkatan eksresi kelebihan garam sehingga kembali pada keadaan hemodinamik
(sistem pendarahan) yang normal. Pada hipertensi essensial mekanisme inilah yang
terganggu
7. Gaya hidup yang kurang sehat.
Walaupun tidak terlalu jelas hubungannya dengan hipertensi namun kebiasaan merokok,
minum minuman beralkohol dan kurang olahraga dapat pula mempenegaruhi
peningkatan tekanan darah.
Page 15
Adapun gejala klinis yang dialami oleh para penderita hipertensi biasanya berupa:
Pusing, Mudah marah,Telinga berdengung, Sukar tidur, Sesak nafas, Rasa berat di tengkuk,
Mudah lelah, Mata berkunang-kunang, Mimisan (jarang dilaporkan).
Peninggian tekanan darah tidak jarang merupakan satu-satunya tanda pada hipertensi
primer.bergantung pada tingginya tekanan darah yang timbul dapat berbeda-beda. Kadang-
kadang hipertensi primer berjalan tanpa gejala, dan baru timbul gejala setelah terjadi
komplikasi pada organ target seperti pada ginjal, mata, otak, dan jantung.
Gejala seperti sakit kepala, epistaksis, pusing, dan migrain dapat ditemukan sebagai
gejala klinis hipertensi primer meskipun tidak jarang yang tanpa gejala.
DIAGNOSIS
Seperti lazimnya pada penyakit lain, diagnosa hipertensi esensial ditegakkan berdasarkan
data anamnesis, pemeriksaan jasmani, pemeriksaan laboratorium maupun pemeriksaan
penunjang. Pada saat pasien berkonsultasi perlu ditanyakan riwayat hipertensi orang tuanya,
mengingat 70-80% kasus hipertensi esensial diturunkan dari kedua orang tuanya. Perlu juga
ditanyakan tentang pengobatan yang sedang dijalaninya pada saat itu. Ada beberapa obat-
obatan dapat menimbulkan hipertensi seperti golongan obat kortikosteroid. Pada wanita,
keterangan mengenai hipertensi pada kehamilan, riwayat eklamsia (keracunan kehamilan),
riwayat persalinan dan penggunaan pil kontrasepsi diperlukan pada saat konsultasi. Selain itu,
data mengenai penyakit yand diderita seperti diabetes melitus (kencing manis), penyakit
ginjal, serta faktor resiko terjadinya hipertensi seperti rokok, alkohol, stress, data berat badan
juga perlu ditanyakan. Peninggian tekanan darah seringkali merupakan satu-satunya tanda
klinis hipertensi esensial, sehingga diperlukan pengukuran tekanan darah secara akurat.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingginya tekanan darah adalah : faktor pasien,
faktor alat dan tempat pengukuran. Agar didapat pengukuran yang akurat, sebaiknya
pengukuran dilakukan setelah pasien beristirahat dengan cukup, minimal setelah 5 menit
berbaring dan dilakukan pada posisi berbaring, duduk dan berdiri sebanyak 3-4 kali
pemeriksaan, dengan interval antara 5-10 menit. Tempat pemeriksaan dapat pula
mempengaruhi hasil pengukuran. Pengukuran di tempat praktek, biasanya mendapatkan hasil
yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan pengukuran di rumah. Hasil pengukuran lebih
tinggi di tempat praktek disebut office hypertension. Mengingat hal tersebut di atas, untuk
keperluan follow up pengobatan sebaiknya dipakai pegangan hasil pengukuran tekanan darah
di rumah. Pengukuran yang pertama kali belum dapat memastikan adanya hipertensi, akan
tetapi dapat merupakan petunjuk untuk dilakukan observasi lebih lanjut.
Page 16
Evaluasi pasien hipertensi mempunyai tiga tujuan:
1. mengidentifikasi penyebab hipertensi
2. menilai adanya kerusakan organ target dan penyakit kardiovaskular, beratnya penyakit,
serta respons terhadap pengobatan
3. mengidentifikasi adanya faktor risiko kardiovaskular yang lain atau penyakit penyerta,
yang ikut menentukan prognosis dan ikut menentukan panduan pengobatan
Data yang diperlukan untuk evaluasi tersebut diperoleh dengan cara anamnesis,
pemeriksaan fisis, pemeriksaan laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.
Pada 70-80% kasus hipertensi primer didapatkan riwayat hipertensi dalam keluarga
meskipun hal ini belum dapat memastikan diagnosis. Jika didapatkan riwayat hipertensi pada
kedua orang tua dugaan terhadap hipertensi primer makin kuat. Sebagian besar hipertensi
primer terjadi pada usia 25-45 tahun dan hanya pada 20% terjadi pada dibawah usia 20 tahun
dan diatas 50 tahun.
Jika sudah diketahui mengidap hipertensi sebelumnya diperlukan informasi mengenai
pengobatan yang telah diperoleh yaitu tentang efektifitas dan efek samping obat. Hal ini
diperlukan untuk menentukan jenis dan dosis obat yang akan digunakan. Keterangan
mengenai obat yang sedang diminum pasien yang mungkin menimbulkan hipertensi seperti
golongan kortikosteroid, golongan penghambat monoamin oksidase (monoamine oxidase
inhibitors), dan golongan simpatonimetik sangat diperlukan. Kebiasaan makan makanan yang
banyak mengandung garam perlu ditanyakan untuk mendapatkan gambaran tentang jumlah
asupan garam pada pasien. Pada wanita diperlukan keterangan mengenai riwayat hipertensi
pada kehamilan, riwayat ekslamsia, riwayat persalinan, dan penggunaan pil kontrasepsi.
Keterangan lain yang diperlukan adalah tentang penyakit lain yang diderita seperti
diabetes melitus, penyakit ginjal, serta faktor risiko untuk terjadinya hipertensi seperti rokok,
alkohol, faktor stres, dan data berat badan. Riwayat keluarga mengenai penyakit ginjal
polikistik, kanker tiroid, feokromositoma, batu ginjal, dan hiperparatiroidisme perlu
ditanyakan untuk melengkapi anamnesis.
PENATALAKSANAAN
Penanganan/pengobatan hipertensi
1. Pengobatan Non-farmakologis. Terkadang dapat mengontrol tekanan darah sehingga
pengobatan farmakologis tidak diperlukan, atau minimal ditunda.
2. Pengobatan Farmakologi. Pengobatan dengan menggunakan obat-obatan kimiawi.
Page 17
Penatalaksanaan faktor risiko dilakukan dengan cara pengobatan secara non
farmakologis, antara lain:
1. Mengatasi Obesitas. dengan melakukan diet rendah kolesterol, namun kaya dengan serat
dan protein. Dianjurkan pula minum suplemen potassium dan kalsium. Minyak ikan
yang kaya dengan asam lemak omega 3 juga dianjurkan. Diskusikan dengan dokter
ahli/ahli gizi sebelum melakukan diet.
2. Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh. Harus memperhatikan kebiasaan makan
penderita hipertensi. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan,
jadi sebaiknya dilakukan secara bertahap dan tidak dipakai sebagai pengobatan tunggal.
3. Menghindari stress. Ciptakan suasana yang menenangkan bagi pasien penderita
hipertensi. Perkenalkan berbagai metode relaksasi seperti yoga atau meditasi, yang dapat
mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
4. Memperbaiki gaya hidup yang kurang sehat. Anjurkan kepada pasien penderita
hipertensi untuk melakukan olahraga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30-
45 menit sebanyak 3-4 kali seminggu. Selain itu menghentikan kebiasaan merokok dan
mengurangi minum minuman beralkohol sebaiknya juga dilakukan
Selain cara pengobatan non farmakologis, penatalaksanaan utama hipertensi primer ialah
dengan obat. Keputusan untuk mulai memberikan obat anti hipertensi berdasarkan beberapa
faktor seperti derajat peninggian tekanan darah, terdapatnya kerusakan organ target, dan
terdapatnya manifestasi klinis penyakit kardiovaskular atau faktor resiko lain, seperti yang
terlihat pada tabel 3 dan 4.
Pengobatan hipertensi berlandaskan beberapa prinsip:
1. pengobatan hipertensi sekunder lebih mengutamakan pengobatan kausal
2. pengobatan hipertensi primer ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan
harapan memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komlikasi
3. upaya menurunkan tekanan darh dicapai dengan menggunakan obat anti hipertensi
selain dengan perubahan gaya hidup
4. pengobatan hipertensi primer adalah pengobatan jangka panjang dengan kemungkinan
besar untuk seumur hidup
5. pengobatan menggunakan algoritma yang dianjurkan The Joint National Committee on
Detection, Evaluation, and Treatment of High Blood Pressure (1997) (Gambar 5)
Page 18
Pada sebagian besar pasien pengobatan dimulai dengan dosis kecil obat anti hipertensi
yang dipilih, dan jika perlu dosisnya secara perlahan-lahan dinaikan, bergantung pada umur,
kebutuhan, dan hasil pengobatan. Obat anti hipertensi yang dipilih sebaiknya yang
mempunyai efek penurunan tekanan darah selama 24 jam dengan dosis sekali sehari, dan
setelah 24 jam efek penurunan tekanan darahnya masih diatas 50% efek maksimal. Obat
antihipertensi kerja panjang yang mempunyai efek penurunan tekanan darah selama 24 jam
lebih disukai daripada obat jangka pendek disebabkan oleh beberapa faktor antara lain:
1. kepatuhan lebih baik dengan dosis sekali sehari
2. harga obat dapat lebih murah
3. pengendalian tekanan darah perlahan-lahan dan persisten
4. mendapat perlindungan terhadap faktor risiko seperti kematian mendadak, serangan
jantung, dan strok, yang disebabkan oleh peninggian tekanan darah pada saat bangun
setelah tidur malam hari
Page 19
Gambar 5. Algoritma Pengobatan Hipertensi
KOMPLIKASI
Pada umumnya komplikasi terjadi pada hipertensi berat yaitu jika tekanan diastolik ≥
130 mmHg atau pada kenaikan tekanan darah yang terjadi secara mendadak dan tinggi.
Beberapa negara mempunyai pola komlikasi yang berbeda-beda. Di Jepang, gangguan
serebrovaskular lebih mencolok dibandingkan dengan kelainan organ yang lain, sedangkan di
Amerika dan Eropa komlikasi jantung ditemukan lebih banyak. Di Indonesia belum ada data
mengenai hal ini, akan tetapi komlikasi serebrovaskular dan komlikasi jantung sering
ditemukan.
Page 20
Pada hipertensi ringan dan sedang komplikasi yang terjadi adalah pada mata, ginjal,
jantung, dan otak. Pada mata berupa pendarahan retina, gangguan penglihatan sampai dengan
kebutaan. Gagal jantung merupakan kelainan yang sering ditemukan pada hipertensi berat
disamping kelainan koroner dan miokard. Pada otak sering terjadi pendarahan yang
disebabkan oleh pecahnya mikroaneurisma yang dapat mengakibatkan kematian. Kelainan
lain yang dapat terjadi adalah proses tromboemboli dan serangan iskemia otak sementara
(transient ischaemic attack). Gagal ginjal sering dijumpai sebagai komplikasi hipertensi yang
lama dan pada proses akut seperti pada hipertensi maligna.
KEDARURATAN HIPERTENSI
Keadaan darurat hipertensi jarang terjadi pada pasien yang sebelumnya normotensi.
Keadaan ini lebih sering terjadi sebagai komplikasi pada pasien hipertensi yang lama tak
terkendali atau hipertensi akselerasi (accelerated hypertension).
Pada hipertensi ringan dan sedang penurunan tekanan darah dilakukan secara bertahap.
Pada hipertensi maligna dan keaadaan krisis hipertensi pengobatan ditujukan untuk
menurunkan tekanan darah secara cepat dengan hitungan waktu dalam jam bahkan menit. Hal
ini sangat penting karena peningkatan tekanan darah yang cepat akan mempermudah
terjadinya komplikasi.
Keadaan darurat hipertensi dibedakan menjadi emergensis dan urgensis yang bergantung
pada kebutuhan waktu pengobatan. Apabila pengobatan harus dilakukan dalam 1 jam disebut
emergensi skoma dan urgensis jika pengobatan dapat dilakukan dalam waktu 24 jam. Yang
termasuk hipertensi emergensis antara lain hipertensis ensefalopati, hipertensi dengan
pendarahan intrakranial, gagal jantung kiri akut, aneurisma aorta yang pecah, dan pada
toksemia. Hipertensi maligna tanpa komplikasi, hipertensi perioperatif, dan hipertensi pada
pasien yang memerlukan operasi segera termasuk keadaan hipertensi urgensi. Perbedaan
antara keduanya kadang-kadang tidak jelas sehingga pengelolaan secara profesional sangat
diperlukan
Page 21
Bab IV
Penutup
Kesimpulan
Dalam Epidemiologi pengertian penyebab timbulnya penyakit adalah suatu proses
interaksi antara: Pejamu (host), Penyebab (agent), dan Lingkungan (environment). Segitiga
epidemiologi (John Gordon) menggambarkan relasi tiga komponen penyebab penyakit
seperti penjamu, agent dan lingkungan. Sedangkan Hendrik L. Blum, menggambarkannya
sebagai hubungan antara 4 faktor yaitu keturunan, lingkungan, perilaku dan pelayanan
kesehatan.1,2
Hipertensi dibedakan menjadi primer dan sekunder yang bergantung pada faktor
etiologinya. Hipertensi esensial atau primer adalah hipertensi yang tidak/belum diketahui
penyebabnya, sekitar 90% penderita hipertensi adalah hipertensi primer. Hipertensi yang
penyebabnya karena penyakit lain atau yang disebut hipertensi sekunder, diderita kira-kira
5% dari penderita hipertensi
Obat-obatan anti hipertensi yang dapat digunakan antara lain, diuretik, beta blocker,
penggantian kalium, panghambat saluran kalsium dan ace inhibitor.
Yang termasuk hipertensi emergensi antara lain hipertensi ensefalopati, hipertensi
dengan perdarahan intrakranial, gagal jantung kiri akut, aneurisma aorta yang pecah, dan
pada talasemia.
Hipertensi maligna tanpa komplikasi hipertensi perioperatif, dan hipertensi pada
pasien yang memerlukan operasi segera termasuk keadaan hipertensi urgensi. Perbedaan
antara keduanya kadang-kadang tidak jelas sehingga pengelolaan secara profesional sangat
diperlukan1,8. perlu diperhatikan pula bahwa pemberian obat oral pun untuk hipertensi
mendesak dapat menimbulkan iskemia miocard dan hipoperfusi serebral.
Hipertensi yang terkontrol dapat memberikan harapan hidup yang lebih baik.
Prognosis sangat baik, tergantung gaya hidup.
Page 22
DAFTAR PUSTAKA
1. Kasper DL, Fauci AS, Lonjo DL, Braunwald E, Hauser SL, Jameson JL: Harrison's
Principles Of Internal Medicine, 16 th ed, Mc Graw Hill Med. Publ.Div., 2005.
2. Mansjoer A, Suprohalita, Wardhani WL, Setiowulan W: Kapita Selekta Kedokteran,
Jakarta, Media Aaesculapius FKUI, 2001.
3. Noer MS: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi Ketiga, Jilid kesatu, Balai Penerbit
FKUI, 2003.
4. Wawolumaya.C.Survei Epidemiologi Sederhana, Seri No.1, 2001. Cermin Dunia
Kedokteran No. 150, 2006 35
5. Boedhi-Darmojo, R. Community Prevalence of hypertension in Indonesia 8th World
Congress of Cardiology, Tokyo, 1978
6. Boedhi-Darmojo. R, Imam Parsudi dkk. Knowledge and Attitude of doctors on
Hypertension, 3rd ASEAN Congress of Cardiology, Singapore (1980), in MEDIKA
II,7, 634-638, 1985
7. Kartari, dkk.: Blood Pressure values and Prevalence of Hypertension in certain
Ethnic Groups in Indonesia, Bull. Health Studies, 1976
8. Mustacchi P. The Interface of the work environment and hypertension, Med. Clin. N-
Am., 61.3,531, 1977
9. WHO Techn. Rep. Ser. 231, Arterial Hypertension & IHD (Preventive Aspects WHO
Chronicle 1962