-
LEVEL KECEMASAN PADA PRIA DAN WANITA YANG
MENJALANI LONG DISTANCE RELATIONSHIP
OLEH
VERNANDA DINARSARI
802013 027
TUGAS AKHIR
Ditujukan Kepada Fakultas Psikologi Guna Memenuhi Sebagian
Dari
Persyaratan Untuk Mencapai Gelar Sarjana Psikologi
Progam Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2018
-
LEVEL KECEMASAN PADA PRIA DAN WANITA YANG
MENJALANI LONG DISTANCE RELATIONSHIP
Vernanda Dinarsari
Aloysius L.S Soesilo
Progam Studi Psikologi
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2018
-
i
Abstrak
Penelitian komparatif ini bertujuan untuk mengetahui ada
tidaknya perbedaan
level kecemasan pada pria dan wanita yang menjalani Long
Distance
Relationship. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini
adalah ada perbedaan
level kecemasan antara pria dan wanita yang menjalani Long
Distance
Relationship. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 70 orang
yang terdiri dari 35
orang pria dan 35 orang wanita dengan menggunakan teknik
snowball sampling.
Metode pengumpulan data menggunakan skala Long Distance
Relationship yang
disusun oleh peneliti, dan skala Hamilton Anxiety Rating Scale
(HARS) yang
dimodifikasi oleh peneliti. Teknik analisa yang dipakai adalah
teknik Mann-
Whitney, hasilnya diperoleh uji beda sebesar 0,186 pada variabel
Kecemasan dan
0,290 pada variabel Long Distance Relationship. Kedua hasil ini
menunjukkan
bahwa p > 0,05 yang berarti tidak ada perbedaan level
kecemasan pada pria dan
wanita yang menjalani Long Distance Relationship.
Kata Kunci: Kecemasan, Long Distance Relationship.
-
ii
Abstract
This comparative research has a purpose to finding out whether
there are any
differences of anxiety level between male and female who had a
Long Distance
Relationship or not. The hyphothesis which submitted in this
research is about the
differences between male and female that had a Long Distance
Relationship. The
subject of this research was 70 persons, consisting 35 males and
35 females who
were taken by using snowball sampling technique. In collecting
data that
supporting this research, the writer using Long Distance
Relationship scale
method which designed by researchers, and Hamilton Anxiety Scale
(HARS)
modified by researchers. The datas were analyzed by Mann-Whitney
technique;
so that, the researchers enlist the difference test; 0,186 in
anxiety variable and
0,290 in Long Distance Relationship. Both of this results
showing that p > 0,05
which means there are no differences of anxiety level between
male and female
who had Long Distance Relationship.
Keywords: Anxiety, Long Distance Relationship.
-
1
PENDAHULUAN
Sebagian besar hidup individu dihabiskan dalam berinteraksi
dengan orang lain (Rowe dalam Baron & Bryne, 2004).
Baumeister dan
Leary (dalam Baron & Bryne, 2004) menjelaskan bahwa
kebutuhan untuk
membina hubungan dengan orang lain dan mendapat penerimaan
menjadi
hal yang mendasar bagi kebutuhan psikologis tiap individu. Myers
(2012),
menyebutkan bahwa kehidupan setiap individu yang selalu
saling
bergantung, menempatkan hubungan sebagai pusat eksistensi
individu.
Sedangkan Miller dan Perlman (2009) memiliki pendapat bahwa
hubungan dengan orang lain adalah aspek utama dari kehidupan
seorang
individu yang dapat menimbulkan kebahagiaan besar ketika
hubungan
tersebut berjalan dengan baik, tapi juga sebaliknya, dapat
menimbulkan
kesedihan luar biasa ketika hubungan itu memburuk. Myers (2012)
juga
mengatakan bahwa ada berbagai bentuk hubungan sosial, salah
satunya
hubungan intim lawan jenis atau hubungan romantis. Selain itu
manusia
memiliki kebutuhan untuk memiliki serta terhubung dengan orang
lain
dalam hubungan yang erat dan saling menguatkan.
Membina hubungan dengan lawan jenis menjadi tugas
psikososial
pada tahap perkembangan dewasa muda (Papalia, Olds, &
Feldman,
2007). Menurut Erikson (dalam Upton, 2012) individu yang
termasuk
dalam usia dewasa muda memiliki rentang usia dari 19-40 tahun.
Menurut
Santrock (2002) individu yang termasuk dalam tahap
perkembangan
dewasa awal memiliki tugas perkembangan salah satunya adalah
memilih
pasangan hidup. Menurut Nisa dan Sedjo (dalam Irawati, 2015)
proses
-
2
membentuk dan membangun relasi personal dengan lawan jenis ini
dapat
berlangsung melalui apa yang biasa disebut sebagai hubungan
pacaran.
Saxton (dalam Khoman & Meilona, 2008) menjelaskan bahwa
hubungan pacaran adalah suatu peristiwa yang telah direncanakan
dan
meliputi berbagai aktivitas bersama antara dua orang (biasanya
dilakukan
oleh kaum muda yang belum menikah dan berlainan jenis).
Karsner
(dalam Khoman & Meilona, 2008) mengatakan ada empat
komponen
penting dalam hubungan pacaran, yaitu: saling percaya (trust
each other),
komunikasi (communicate your-self), keintiman (keep the romance
alive),
dan meningkatkan komitmen (increase commitment).
Hampton (2014) membagi hubungan pacaran berdasarkan jarak
menjadi dua tipe yaitu hubungan pacaran lokal (proximal
relationship) dan
hubungan pacaran jarak jauh (long distance relationship).
Proximal
relationship dijelaskan sebagai hubungan pacaran dimana pasangan
yang
menjalin hubungan ini berada dalam satu lokasi atau satu kota
sehingga
memungkinkan bagi mereka untuk bertemu dan bertatap muka
secara
intens. Sedangkan long distance relationship diartikan sebagai
hubungan
pacaran jarak jauh karena pasangan yang menjalin hubungan
pacaran
berada pada dua lokasi yang berbeda, seperti berbeda kota,
provinsi, pulau,
atau bahkan negara. Suwito (2013) memaparkan bahwa pasangan
Long
Distance Relationship (LDR) melakukan perjalanan untuk
bertemu,
seringkali dalam beberapa hari atau bahkan beberapa jam,
kemudian
kembali berpisah untuk jangka waktu tertentu.
-
3
Lydon, Pierce, O’Regan, dan Knox (dalam Skinner, 2005)
menyebutkan bahwa mereka menggunakan jarak 200 mil (320 km)
atau
lebih. Sementara Schwebel, Dunn, Moss, dan Renner (dalam
Skinner,
2005) menjelaskan bahwa jarak 50 mil atau sekitar 75 km
setidaknya
cukup untuk mendefinisikan LDR. Namun Canary, Stafford, Hause,
dan
Wallace (dalam Suwito, 2013) mendefinisikan hubungan pacaran
jarak
jauh sebagai suatu hubungan dua individu tersebut tinggal di
kota berbeda.
Suwito (2013) menyimpulkan bahwa hubungan pacaran jarak jauh
merupakan hubungan personal yang romantis yang dijalin oleh dua
orang
individu sebagai usaha untuk memenuhi tugas perkembangannya
namun
berada pada dua lokasi yang berbeda, baik berbeda kota, pulau,
maupun
negara.
Menurut Stafford dan Merolla (dalam Merolla, 2012) hambatan
yang mendasar pada pasangan LDR adalah kebebasan dalam
berkomunikasi dan frekuensi pertemuan tatap muka yang minim.
Komunikasi tatap muka yang intensif diperlukan untuk mendalami
dan
lebih mengenal karakter masing-masing pasangan serta percakapan
kecil
sehari-hari dibutuhkan untuk kelangsungan sebuah hubungan karena
pada
dasarnya, percakapan dengan kualitas penting seperti
penyelesaian konflik,
rencana masa depan, dan masalah pribadi akan lebih nyaman
untuk
dibicarakan dengan kondisi tatap muka. Namun pada
kenyataannya
pasangan yang menjalani hubungan LDR ini hanya mampu
mengandalkan
alat komunikasi untuk menjaga kedekatan mereka. Kondsi
berjauhan
inilah yang terkadang bisa menimbulkan rasa cemas pada salah
satu pihak
-
4
atau bahkan kedua pihak. Kecemasan sendiri menurut Ramaiah
(2003)
adalah reaksi yang ditunjukkan terhadap bahaya yang
memperingatkan
orang dari dalam secara naluriah bahwa ada bahaya dan orang
yang
bersangkutan mungkin kehilangan kendali dalam situasi tertentu
dan
menimpa hampir semua orang pada waktu tertentu dalam
kehidupannya.
Menurut Hurlock (1999) kecemasan datang dari perasaan tidak
mampu
menghadapi tantangan hidup, tidak adanya kepastian tentang apa
yang
dihadapi dan adanya kurang rasa percaya pada diri sendiri.
Chaplin (1999)
menjelaskan bahwa kecemasan merupakan bentuk ketakutan pada
hal-hal
yang dirasakan sebagai ancaman individu. Dalam menghadapi
kecemasan
biasanya individu akan nampak gelisah, khawatir, dan kurang
percaya diri.
Berdasarkan pengertian yang sudah disebutkan di atas, maka dapat
ditarik
kesimpulan bahwa kecemasan adalah sebuah reaksi sebagai
bentuk
ketakutan, kekhawatiran, dan kegelisahan yang ditunjukkan oleh
seorang
individu saat menghadapi keadaan yang sekiranya dapat
mengancam.
Clark (2010) menyebutkan empat aspek sebagai penanda
kecemasan, yaitu:
1. Aspek afektif
Ciri afektif dari kecemasan merupakan perasaan seseorang
yang
mengalami kecemasan, seperti gugup, tersinggung, takut,
tegang,
gelisah, tidak sabar, atau kecewa.
2. Aspek fisiologis
Ciri fisiologis merupakan ciri dari kecemasan yang terjadi di
fisik
seseorang seperti peningkatan denyut jantung, sesak napas, napas
cepat,
-
5
nyeri dada, sensasi tersedak, pusing, berkeringat, kepanasan,
menggigil,
mual, sakit perut, diare, gemetar, kesemutan atau mati rasa di
lengan
atau kaki, lemas, pingsan, otot tegang atau kaku, dan mulut
kering.
3. Aspek kognitif
Ciri kognitif merupakan ciri yang terjadi dalam pikiran
seseorang saat
merasakan kecemasan. Ciri ini dapat berupa takut akan
kehilangan
kontrol, takut tidak mampu mengatasi masalah, takut evaluasi
negatif
oleh orang lain, adanya pengalaman yang menakutkan, adanya
persepsi
tidak nyata, konsentrasi rendah, kebingungan, mudah
terganggu,
rendahnya perhatian, kewaspadaan berlebih terhadap ancaman,
memori
yang buruk, kesulitan dalam penalaran, serta kehilangan
objektivitas.
4. Aspek perilaku
Ciri perilaku dari kecemasan tercermin dari perilaku individu
saat
mengalami kecemasan, seperti menghindari situasi atau tanda
yang
mengancam, melarikan diri, mencari keselamatan,
mondar-mandir,
terlalu banyak bicara, terpaku, diam, atau sulit berbicara.
Rasa cemas yang dialami setiap orang, khususnya pasangan
yang
sedang menjalani hubungan jarak jauh sudah pasti berbeda.
Menurut Stuart
dan Sundeen (2007) tingkat kecemasan dibagi menjadi empat,
yaitu:
a. Kecemasan ringan
Merupakan kecemasan yang normal, meningkatkan motivasi
sehingga dapat menyiapkan untuk bertindak, rangsangan siap
diinternalisasi, motivasi individu dalam kehidupan, individu
mampu memecahkan masalah secara efektif.
-
6
b. Kecemasan sedang
Individu mengalami lapang persepsi yang menyempit, belajar
dengan arahan orang lain, rangsang luar tidak mampu diterima
tapi
sangat memperhatikan hal-hal yang menjadi pusat perhatian.
c. Kecemasan berat
Pusat perhatian detail dan kecil, lapang persepsi sangat kurang
dan
individu tidak mampu memecahkan masalah dengan cara belajar.
d. Panik
Individu kacau sehingga berbahaya untuk diri dan orang,
tidak
mampu bertindak, agitasi, dan hiperaktif.
Myers (1983) menyebutkan bahwa perempuan lebih cemas akan
ketidakmampuannya dibanding laki-laki. Maccoby & Jacklin
(1974)
menyatakan bahwa lebih jauh lagi, dalam berbagai studi kecemasan
secara
umum, perempuan lebih cemas daripada laki-laki.
Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan
dikaji
dalam penelitian ini adalah seberapa besar level kecemasan yang
dialami
oleh pria dan wanita yang sedang menjalin hubungan jarak jauh
(Long
Distance Relationship).
Hipotesis
Berdasarkan latar belakang dan landasan teori yang
dikemukakan,
maka hipotesis dari penelitian ini adalah “ada perbedaan level
kecemasan
antara pria dan wanita yang menjalani hubungan long distance
relationship”.
-
7
METODE
Partisipan
Subjek dalam penelitian ini adalah pria dan wanita yang
masih
berstatus sebagai mahasiswa Universitas Kristen Satya Wacana
dan
berumur 19-30 tahun yang sedang menjalani hubungan jarak jauh
atau
Long Distance Relationship. Dengan menggunakan teknik
snowball
sampling, peneliti pada akhirnya memperoleh sampel sebesar 70
sampel
dengan jumlah pria dan wanita yang seimbang. Pemilihan
patisipan
dengan memperhatikan karakeristik yang dikemukan oleh
Guldner
(2003):
a. Memiliki pasangan yang tinggal di daerah atau kota yang
berbeda
dengan jarak lokasi minimal ± 50 km atau 30 mil.
b. Mengalami pertemuan dengan pasangan minimal seminggu
sekali
hingga empat bulan sekali pertemuan. Namun dalam hal ini
peneliti
mengambil sampel penelitian bagi sampel yang mengalami
pertemuan
maksimal satu bulan sekali.
Skala Pengumpulan Data
Skala Long Distance Relationship disusun berdasarkan empat
komponen penting dalam hubungan menurut Karsner (dalam Khoman
&
Meilona, 2008) yaitu: saling percaya, komunikasi, keintiman,
dan
meningkatkan komitmen. Hal ini didukung juga oleh oleh
pendapat
Stafford dan Reske (dalam Dargie, Blair, Goldfinger, &
Pukall, 2015)
yang menyebutkan empat komponen yang sama dalam berpacaran.
Skala
-
8
ini akan dikembangkan sendiri oleh peneliti dan diukur
dengan
menggunakan skala Likert yang terdiri dari empat kategori
jawaban yaitu,
“Sangat Sesuai” hingga “Sangat Tidak Sesuai”.
Skala Kecemasan disusun berdasarkan aspek-aspek kecemasan
menurut Clark (2010) yaitu aspek afektif, aspek fisiologis,
aspek kognitif,
dan aspek perilaku. Skala ini akan dikembangkan berdasarkan
skala
Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS) milik Max Hamilton yang
dimodifikasi dan diukur dengan menggunakan angket dengan skala
Likert
yang terdiri dari empat kategori jawaban yaitu, “Sangat Sesuai”
hingga
“Sangat Tidak Sesuai”.
-
9
HASIL PENELITIAN
1. Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada tanggal 7 Oktober – 7 November
2017 di lingkungan Universitas Kristen Satya Wacana.
Sebelumnya
peneliti melakukan survey dan dengan teknik snowball
sampling
peneliti memperoleh 70 subjek yang sedang menjalani hubungan
Long
Distance Relationship dengan mempertimbangkan pertimbangan
jumlah pria dan wanita. Jumlah ini juga sejalan dengan teori
Roscoe
(dalam Sekaran, 2006) yang menjelaskan bahwa jika sampel
dipecah
ke dalam subsampel (pria/wanita, junior/senior, dan
sebagainya),
ukuran sampel minimum 30 untuk tiap kategori. Dari semua
skala
yang terkumpul, seluruhnya memenuhi persyaratan untuk diuji
dalam
penelitian ini.
2. Analisis Deskriptif
Analisa deskriptif digunakan untuk melihat hasil perhitungan
nilai
rerata, minimal, maksimal, dan standar deviasi sebagai hasil
pengukuran
skala kecemasan pada pria dan wanita yang menjalani hubungan
Long
Distance Relationship. Untuk menentukan tinggi rendahnya
hasil
pengukuran kecemasan pada pria dan wanita yang menjalani
hubungan
Long Distance Relationship digunakan 4 kategori, yaitu
“Tinggi”,
“Sedang”, “Rendah”, dan “Sangat Rendah”.
Berdasarkan perhitungan yang sudah dilakukan, tampak pada
skala
Kecemasan pada pria sebanyak 71,43% atau 25 orang berada
pada
-
10
katogeri rendah. Sedangkan skala Kecemasan pada wanita sebanyak
16
orang atau 45,71% berada pada kategori rendah dan 45,71% pada
karegori
sedang. Pada skala Long Distance Relationship sebanyak 25 orang
pria
atau 71,43% berada pada kategori sedang. Skala Long Distance
Relationship pada wanita, 65,71% atau 23 orang berada pada
kategori
sedang seperti terlihat pada Tabel 1 dan Tabel 2 berikut:
Tabel 1
Kategorisasi Pengukuran Kecemasan
No Pria Interval Wanita
N % N %
1.
0 0%
Tinggi
84,5 < x ≤ 104
1 2,87%
2.
9 25,71%
Sedang
65 < x ≤ 84,5
16 45,71%
3.
25 71,43%
Rendah
45,5 ≤ x ≤ 65
16 45,71%
4.
1 2,86%
Sangat Rendah
26 ≤ x ≤ 45,5
2 5,71%
35 100% Jumlah 35 100%
Mean = 60,71 SD = 8,76 Mean = 60,71 SD = 8,76
-
11
Tabel 2
Kategorisasi Pengukuran Long Distance Relationship
No Pria Interval Wanita
N % N %
1.
8 22,86%
Tinggi
84,5 < x ≤ 104
11 31,43%
2.
25 71,43%
Sedang
65 < x ≤ 84,5
23 65,71%
3.
2 5,71%
Rendah
45,5 ≤ x ≤ 65
1 2,86%
4.
0 0%
Sangat Rendah
26 ≤ x ≤ 45,5
0 0%
35 100% Jumlah 35 100%
Mean = 79 SD = 8,62 Mean = 80,8 SD = 7,68
-
12
3. Pengujian Instrumen Penelitian
a. Analisis Item
Setelah dilakukan seleksi item, maka diperoleh hasil pada
item
Kecemasan terdapat 8 item tidak valid dan 26 item valid. Delapan
item
yang tidak valid adalah sebagai berikut: 2 dari aspek afektif, 1
item
dari aspek fisiologis, 3 item dari aspek kognitif, 2 item dari
aspek
perilaku. Sedangkan pada skala Long Distance Relationship
diperoleh
6 item yang tidak valid dan 27 item valid. Enam item yang tidak
valid
tersebut adalah 2 item dari aspek saling percaya, 3 item dari
aspek
komunikasi, 1 item dari aspek keintiman.
b. Uji Reliabilitas
Dari hasil uji coba yang dilakukan, maka diperoleh hasil
reliabilitas
0,803 untuk variabel Kecemasan dan 0,760 untuk variabel Long
Distance Relationship.
4. Analisis Data
4.1. Uji Asumsi
a. Uji Normalitas
Uji normalitas skor kecemasan pria dalam menjalani
hubungan Long Distance Relationship diperoleh p sebesar
0,925,
karena p > 0,05 maka distribusi skor kecemasan pria dalam
menjalani hubungan Long Distance Relationship dikatakan
normal.
Uji normalitas skor kecemasan wanita dalam menjalani
hubungan
Long Distance Relationship diperoleh p sebesar 0,698, karena p
>
-
13
0,05 maka distribusi skor kecemasan wanita dalam menjalani
hubungan Long Distance Relationship dikatakan normal.
b. Uji Homogenitas
Uji homogenitas dilakukan untuk melihat apakah sampel-
sampel dalam penelitian berasal dari populasi yang sama.
Data
dapat dikatakan homogen apabila nila p > 0,05. Dari
perhitungan
yang dilakukan diperoleh hasil bahwa varians tersebut tidak
homogen karena nilai p < 0,05 sehingga peneliti menggunakan
uji
beda Mann Whitney sebagai pengganti dari uji-t.
5. Uji Hipotesis
Dalam uji Mann-Whitney, jika nilai signifikansi lebih kecil
dari
0,05 maka h0 ditolak. Sebaliknya, jika nilai signifikansi lebih
besar dari
0,05 maka h0 diterima. Berdasarkan dari uji Mann-Whitney pada
variabel
Long Distance Relationship tidak ditemukan perbedaan kualitas
Long
Distance Relationship dengan hasil uji beda sebesar 0,290. Pada
variabel
Kecemasan diperoleh uji beda sebesar 0,186 yang berarti tidak
ada
perbedaan kecemasan antara pria dan wanita yang menjalani
hubungan
Long Distance Relationship.
-
14
PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dengan
menggunakan
teknik uji beda Mann-Whitney yang dianalisa melalui program SPSS
for
Windows versi 16.0 terbukti bahwa hasil penelitian pengujian ini
tidak
sesuai dengan hipotesis awal. Hal ini berarti tidak terdapat
perbedaan
tingkat kecemasan antara pria dan wanita dalam menjalani
hubungan Long
Distance Relationship. Perbedaan jenis kelamin ternyata tidak
membuat
tingkat kecemasan antara pria dan wanita berbeda ketika sedang
menjalani
hubungan Long Distance Relationship. Hal ini dapat diketahui
dari hasil
uji Mann-Whitney, diperoleh hasil sebesar 0,186 pada variabel
Kecemasan
dan 0,290 pada variabel Long Distance Relationship. Berdasarkan
nilai
yang diperoleh, maka berarti H0 ditolak (p < 0,05).
Menurut Rachmawati (2007), hubungan Long Distance
Relationship atau sering dikenal dengan LDR dipandang banyak
orang
sulit untuk menjalaninya karena banyak stigma negatif tentang
hubungan
ini yang membuat takut seperti perselingkuhan sehingga banyak
orang
merasa cemas sehingga hubungan mereka harus terputus atau
sengaja
diputuskan. Pendapat lain mengenai penyebab gagalnya hubungan
jarak
jauh adalah biasanya pada tempat yang baru, individu berkenalan
dengan
orang-orang baru yang menarik sehingga ia memutuskan pacarnya
(Opel
dalam Rachmawati, 2007). Purba dan Siregar (2006) juga
mengatakan
bahwa hubungan LDR sangat rawan akan konflik, serta dapat
memicu
stress baik secara biologis maupun psikologis. Kecemasan
sendiri
-
15
merupakan suatu keadaan fisiologis dari tubuh dalam menghadapi
situasi
tertentu, tetapi kecemasan juga dapat berubah menjadi gangguan
apabila
berlebihan dan tidak sebanding dengan situasi (Bachri, Cholid,
& Rochim,
2017).
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Diah (2010) mengatakan
bahwa individu yang menjalin hubungan jarak jauh lebih sering
dilanda
rasa cemburu dan khawatir pasangannya menyukai atau disukai oleh
orang
lain, sehingga muncul kesalahpahaman dan menurunnya kepercayaan.
Hal
ini diperkuat dengan penelitian yang dilakukan oleh Gayle,
Thabitha, dan
Nugraheni (2012) menemukan bahwa konflik yang sering
dihadapi
pasangan pacaran jarak jauh diakibatkan oleh faktor kecemburuan
serta
kecurigaan pada pasangan.
Namun pada penelitian ini, tidak ditemukan perbedaan tingkat
kecemasan antara pria dan wanita yang menjalani hubungan
Long
Distance Relationship. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa 25
orang
sampel pria berada pada tingkat kecemasan yang rendah,.
Sedangkan 16
orang wanita berada tingkat kecemasan rendah dan 16 orang berada
pada
tingkat kecemasan sedang. Walaupun hasil di beberapa indikator
yang
menunjukkan kecemasan pada kuisioner yang diberikan terdapat
angka
yang tinggi baik pada pria dan wanita, seperti pada indikator
tidak
bersikap posesif, juga pada aspek afektif pada kecemasan
yang
menunjukkan kegelisahan saat pasangan tidak memberi kabar,
juga
dengan rasa takut bila ternyata pasangannya tidak setia.
Beberapa
responden yang memberikan skor yang tinggi pada indikator
yang
-
16
menunjukkan tentang kepercayaan, kejujuran dan keterbukaan.
Responden
lainnya menunjukkan hasil rendah pada beberapa aspek kecemasan
seperti
pada aspek fisiologis dan juga aspek kognitif.
Hasil dari penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian
Myers
(1983) yang menyebutkan bahwa perempuan lebih cemas akan
ketidakmampuannya dibanding laki-laki. Penelitian ini juga tidak
sejalan
dengan James (dalam Trismiati, 2004) yang mengatakan bahwa
perempuan lebih mudah dipengaruhi oleh tekanan-tekanan
lingkungan
daripada laki-laki. Penelitian ini pun tidak sependapat dengan
penelitian
Kaplan dan Sadock (2005) menyatakan bahwa kecemasan terjadi
lebih
banyak pada wanita. Perempuan memiliki tingkat kecemasan yang
tinggi
karena akibat dari reaksi saraf otonom yang berlebihan dengan
naiknya
sistem simpatis, naiknya norepineprin, terjadi peningkatan
pelepasan
kotekalamin, dan adanya gangguan regulasi serotonergik yang
abnormal.
Tidak adanya perbedaan yang signifikan pada perbedaan
tingkat
kecemasan pada pria dan wanita yang menjalani hubungan Long
Distance
Relationship ini didukung oleh Dainton dan Aylor (dalam
Nantasia, 2016)
yang menyatakan bahwa hubungan jarak jauh yang memiliki
komunikasi
yang baik sekaligus adanya kontak face to face akan memiliki
kepercayaan
dan tidak mengalami ketidakpastian. Dengan adanya kepercayaan,
maka
tingkat kecemasan pun akan berkurang. Tidak hanya itu,
individu
memiliki tingkat kecemasan yang rendah karena mereka memliki
komitmen yang kuat (Nantasia, 2016). Hal ini juga didukung
oleh
Dharmawijati (2016) yang menyatakan bahwa individu yang
berpacaran
-
17
jarak jauh juga tetap bisa mempertahankan komitmennya walaupun
sedang
menjalani hubungan jarak jauh dan meyakini pasangannya mampu
melebihi orang lain. Selain itu, dewasa ini kemajuan teknologi
seperti
sosial media sudah memungkinkan para pasangan Long Distance
Relationship untuk bekomunikasi atau bahkan bertatap muka. Hal
ini bisa
membuat jarak yang jauh dan frekuensi pertemuan yang rendah
bisa
teratasi.
-
18
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah
diuraikan, maka
didapatkan kesimpulan yaitu:
1. Tidak ada perbedaan kecemasan yang signifikan pada pria dan
wanita yang
menjalani hubungan Long Distance Relationship di lingkungan
Universitas
Kristen Satya Wacana.
2. 25 orang pria memiliki tingkat kecemasan rendah, 16 wanita
berada di tingkat
kecemasan rendah, dan 16 wanita berada di tingkat kecemasan
sedang.
3. Hanya ada 1 orang wanita yang memili tingkat kecemasan yang
tinggi,
sedangkan tidak ada pria yang berada pada tingkat kecemasan yang
tinggi.
SARAN
Berdasarkan hasil dari penelitian dan kesimpulan di atas, maka
penulis
menyarankan hal-hal sebagai berikut:
1. Bagi peneliti selanjutnya yang ingin melakukan dan
mengembangkan
disarankan untuk dapat melakukan penelitian dengan jumlah sampel
yang lebih
besar sehingga hasil yang didapatkan lebih dapat mewakili
populasi. Selain itu,
peneliti selanjutnya diharapkan dapat melengkapi penelitian
tentang kecemasan
dengan lebih mendalami faktor-faktor lain yang berpengaruh dalam
hubungan
Long Distance Relationship. Selain itu peneliti selanjutnya bisa
menggali
informasi lebih dalam tentang berapa lama subjek menjalin
hubungan jarak
jauh, dan sejauh mana jarak yang subjek dan pasangannya
hadapi.
2. Bagi mahasiswa yang menjalani hubungan Long Distance
Relationship, dalam
menjalani hubungan jarak jauh agar tidak cepat mengambil
keputusan sendiri
-
19
dan curiga terhadap pasangan. Juga harus berpikir dengan kepala
dingin saat
terjadi konflik agar tidak gegabah dalam menentukan keputusan
yang mungkin
akan membuat diri sendiri menjadi cemas.
-
20
DAFTAR PUSTAKA
Azwar, S. (2008). Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta:
Pustaka Belajar.
Bachri S., Cholid Z., & Rochim A. (2017). Perbedaan tingkat
kecemasan pasien
berdasarkan usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, dan
pengalaman
pencabutan gigi di RSGM FKG Universitas Jember. E-Jurnal
Pustaka
Kesehatan, 5(1): 138-144.
Baron, R.A., & Bryne, D.E. (2004). Psikologi sosial (Edisi
ke-10). Jakarta.
Erlangga.
Chaplin, J.P. (1999). Kamus lengkap psikologi. Jakarta: Raja
Grafindo Persada.
Clark, D. A. (2010). Cognitive therapy of anxiety disorders:
science and practice.
New York: Guilford Publication.
Darajat, Z. (1990). Kesehatan mental. Jakarta: Haji Mas
Agung.
Dargie, E., Blair, K.L., Goldfinger. C., & Pukall, C.F.
(2015). Go long! predictors
of positive relationship outcomes in long-distance relationship.
Journal
of Sex & Marital Therapy, 41(2), 181-202. Dalam:
http://web.b.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?sid=32e1406f-
89c8-474d-82b9-26f85f7c9a66%40sessionmgr102&vid=0&hid=124
(diakses pada 13 Oktober 2016, 10:43 WIB)
Dharmawijati, D.R. (2016). Komitmen dalam berpacaran jarak jauh
pada wanita
dewasa awal. Jurnal Psikologi, 4(2), 237-248.
Diah, M.F. (2010). Perbedaan problem focused coping dalam
menghadapi
masalah pada pria dan wanita yang menjalani pacaran jarak jauh
di
masa dewasa awal. Skripsi yang tidak diterbitkan. Yogyakarta:
Fakultas
Psikologi Sanata Dharma.
Eka. A.R. (2012). Hubungan tingkat kecemasan dengan keberhasilan
memberikan
obat melalui infus pada mahasiswa FIK UI angkatan 2010. Skripsi
yang
tidak diterbitkan. Depok: Fakultas Ilmu Kepertawatan
Universitas
Indonesia. Dalam:
http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20301345-
S42018-Angelina%20Roida%20Eka.pdf
Gayle, Thabitha N., & Nugraheni Y. (2010). Komunikasi
antar-pribadi : strategi
manajemen konflik pacaran jarak jauh. Jurnal Ilmiah Komunikasi,
1, 18-
25. Dalam:
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=114071&val=5208
(diakses pada tanggal 2 Mei 2018, 13.00 WIB).
Guldner, G. T. (2003). Long distance relationship the complete
guide. JFMilne
Publications: United States of America.
http://web.b.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?sid=32e1406f-89c8-474d-82b9-26f85f7c9a66%40sessionmgr102&vid=0&hid=124http://web.b.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?sid=32e1406f-89c8-474d-82b9-26f85f7c9a66%40sessionmgr102&vid=0&hid=124http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20301345-S42018-Angelina%20Roida%20Eka.pdfhttp://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20301345-S42018-Angelina%20Roida%20Eka.pdfhttp://download.portalgaruda.org/article.php?article=114071&val=5208
-
21
Hampton, JR. P. (2014). The effect od communication on
satisfaction in long
distance and proximal relationships of college students.
Psychology
Loyola University N.O.
Hurlock, E. (1999). Psikologi perkembangan (Edisi 5). Jakarta.
Erlangga.
Irawati, I. (2015). Perbedaan keintiman pada mahasiswa UKSW yang
menjalani
hubungan pacaran long-distance relationship dan proximal
relationship.
Skripsi yang tidak diterbitkan. Salatiga: Fakultas Psikologi
Universitas
Kristen Satya Wacana.
Kaplan, H.I. & Saddock, B.J. (2005). Sinopsis psikiatri
(Edisi 8). Bina Rupa
Aksara: Jakarta
Khoman, M. & Meilona, R. (2008). Hubungan antara kecerdasan
emosi dengan
trust pada individu yang menjalani pacaran jarak jauh. Skripsi
yang
tidak diterbitkan. Sumatera Utara. Fakultas Psikologi
Universitas
Sumatera Utara dalam:
http://reository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19766/4/Chapter%2011.p
df (diakses pada tanggal 15 September 2016 , 09.21 WIB).
Maccoby, E.M., & Jacklin, C.N. (1974). The psychology of sex
differences.
California: Stanford University Press.
Merolla, A.J. (2012). Connecting here and there: a model of
long-distance
relationship maintance. Personal Relationships, 19, 775-795.
Dalam:
http://web.b.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?sid=2de4b39d-
790b-4be1-b3de-d610ce5e2854%40sessionmgr101&vid=0&hid=124
(diakses pada tanggal 13 Oktober 2016, 12:22 WIB)
Miller, R. S., & Perlman, D. (2009). Intimate relationship
(5th edition). Mc-Graw
Hill.
Myers, D. G. (2012). Psikologi sosial (Buku 2, Edisi 10).
Jakarta: Salemba
Humanita.
Nantasia, T. (2016). Perbedaan trust pasangan yang menjalin
hubungan jarak
jauh ditinjau dari status perkawinan. Skripsi yang tidak
diterbitkan.
Fakultas Psikologi: Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Dalam:
http://eprints.ums.ac.id/46239/1/02.%20NASKAH%20PUBLIKASI.pdf
(diakses pada tanggal 22 April 2018, 23.11 WIB).
Papalia, D. E., Olds, S. W., & Feldman, R. D. (2007). Human
development (10th
edition). Inc New York: Mc-Graw Hill.
Purba, H.R., & Siregar, H.R. (2006). Gambaran stres pada
mahasiswa yang
menjalani pacaran jarak jauh. Jurnal Psikologia, 2(2):
47-55.
http://reository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19766/4/Chapter%2011.pdfhttp://reository.usu.ac.id/bitstream/123456789/19766/4/Chapter%2011.pdfhttp://web.b.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?sid=2de4b39d-790b-4be1-b3de-d610ce5e2854%40sessionmgr101&vid=0&hid=124http://web.b.ebscohost.com/ehost/pdfviewer/pdfviewer?sid=2de4b39d-790b-4be1-b3de-d610ce5e2854%40sessionmgr101&vid=0&hid=124http://eprints.ums.ac.id/46239/1/02.%20NASKAH%20PUBLIKASI.pdf
-
22
Rachmawati, N. (2007). Pengaruh status pacaran terhadap kesepian
dan harga
diri mahasiswa. Skripsi. yang tidak diterbitkan. Depok:
Fakultas
Psikologi Universitas Indonesia.
Ramaiah, S. (2003). Kecemasan bagaimana mengatasi penyebabnya.
Jakarta:
Pustaka Populer Obor.
Santrock, J.W. (2002). Life-span development: perkembangan masa
hidup (edisi
kelima). Jakarta: Erlangga.
Sekaran, U. (2006). Metode Penelitian Bisnis. Jakarta : Salemba
Empat.
Skinner, B. (2005). Perceptions of College Students in Long
Distance
Relationship. Journal of Undergraduate Research 7, 1-5.
Stuart, G.W. & Sundeen, S.J. (2007). Buku saku keperawatan
jiwa (Edisi 5).
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Suwito, L. D. (2013). Hubungan komitmen dalam berpacaran dengan
subjective
well-being pada mahasiswa UKSW Salatiga yang menjalani
hubungan
pacaran jarak jauh. Skripsi yang tidak diterbitkan. Salatiga:
Fakultas
Psikologi Universitas Kristen Satya Wacana.
Upton, P. (2012). Psikologi perkembangan. Jakarta: Erlangga.