1
TERIMA KASIH TELAH MENDOWLOAD ajak teman2 anda kunjungi terus
http://tugas2kuliah.wordpress.com untuk mendapatkan kebutuhan
dokumen anda lainnya secara GRATISS!!! atau tolong sebarkan website
ini : see u at the top!!!Ingat!!! Hidup ini adalah memberi bukan
menerima!!!Jika bermanfaat dan jika berkenan, sedekahkan pulsa Anda
seikhlasnya ke nomor kami : 0813 4209 2137 hehehehe.. SMS kami jika
membutuhkan sebuah dokumen..!!! akan kami upload
BAB IPENDAHULUANA. Latar BelakangWalaupun rasa takut terhadap
perawatan yang dilakukan oleh dokter gigi bukan masalah kesehatan
yang serius, akan tetapi merupakan hambatan bagi para
dokter/perawat gigi dalam usaha peningkatan kesehatan gigi
masyarakat. Oleh karena itu penanggulangan rasa takut terhadap
perawatan gigi perlu dicarikan jalan keluarnya. (Heriandi
Sutadi,1992)Rasa takut menghadapi perawatan gigi merupakan reaksi
yang pada umumnya dirasakan pasien gigi baik anak maupun orang
dewasa. Perasaaan ini seringkali menjadi penyebab sesorang
menghindar dari perawatan gigi. (Sri H Soemartono, 2003) Rasa takut
pada anak merupakan naluri yang berkembang sesuai proses
perkembangan anak. Perasaan ini timbul melalui pengamatan terhadap
objek yang tidak menyenanangkan yang secara naluri dihindari dalam
usaha melindungi dirinya dari bahaya. Dalam perawatan gigi , hal
ini merupakan alasan untuk mengabaikan perawatan giginya. (Sri H
Soemartono, 2003)
Beberapa survei memperlihatkan bahwa sebagian besar populasi
umum menghindari kunjungan rutin ke dokter gigi karena mereka
takut. Dari survey terhadap 6000 orang, 43% mengatakan bahwa mereka
menghindari pergi ke dokter gigi,kecuali mengalani masalah pada
giginya. (Todd dan Walker, 1980) Dari sampel tersebut 58%
mengatakan bahwa sebagian alasannya adalah karena mereka takut pada
dokter gigi. (Todd dkk, 1982) insidensi rasa takut dan cemas
terhadap perawatan gigi sebanyak 16% ditemukan pada anak-anak usia
sekolah. Hasil penelitian di Indonesia ditemukan sebanyak 22%
menyatakan rasa takut dan cemas terhadap perawatan gigi.
(Asmaraningtyas Andini, 2010)Beberapa ahli melaporkan bahwa pada
umumnya rasa takut dan cemas timbul akibat perawatan gigi semasa
kanak kanak. Oleh karena itu perlu diperhatikan bahwa pencegahan
terhadap timbulnya rasa takut dan cemas harus dimulai pada anak
anak. Dengan demikian dokter/perawat gigi cukup berperan dalam
usaha pencegahan rasa takut dan cemas. (Heriandi Sutadi,1992) Hasil
penelitian William pada tahun 1985 memberikan gambaran bahwa
anak-anak yang cemas cenderung menarik diri dari lingkungan sekitar
dan sulit beradaptasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa anak-anak
seperti itu akan mendatangkan lebih banyak masalah pada kunjungan
ke praktik dokter gigi. Manifestasi dari kecemasan anak dapat
berupa tingkah laku kurang kooperatif terhadap perawatan gigi
sehingga anak menolak untuk dilakukan perawatan gigi, misalnya
mendorong instrumen agar menjauh darinya, menolak membuka mulut,
menangis, sampai meronta-ronta, dan membantah. (Arlette Suzy Puspa
Pertiwi, Yetty Herdiyati Nonong, Inne Suherna Sasmita, 2010)Adapun
upaya yang dilakukan oleh dokter gigi menggadapi rasa takut anak
adalah menempatkan anak senyaman mungkin dan mengarahkannya bahwa
pengalamannya ini bukanlah hal yang tidak biasa. Jika tempat
praktik tidak terbatas hanya untuk pasien anak-anak, salah satu
metode yang efektif di antaranya adalah dengan pembuatan ruang
tunggu yang dibuat sedemikian rupa sehingga anak merasa berada di
lingkungan rumahnya sendiri. Membuat ruang penerimaan yang nyaman
dan hangat sehingga anak merasa tidak asing ketika memasukinya.
(Arlette Suzy Puspa Pertiwi, Yetty Herdiyati Nonong, Inne Suherna
Sasmita 2010)B. Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang yang
telah di uraikan diatas , maka dirumuskan masalah yaitu : Apakah
masih banyak anakanak utamanya anak sekolah dasar yang memiliki
perasaan takut dalam melakukan perawatan gigi?
C. Tujuan PenelitianAdapun tujuan penelitian ini adalah1. Tujuan
umum :Untuk mengetahui seberapa banyak anak yang merasa takut untuk
melakukan perawatan gigi.2. Tujuan khusus :1. Untuk mendapatkan
gambaran yang konkret rasa takut pada anak.2. Mengetahui banyak
tidaknya anak yang merasa takut terhadap perwatan gigi pada SD.
Negeri 22 Beloparang Kec.Bissappu Kab.Bantaeng .kelas IV dan VD.
Manfaat Penelitian1. Dapat memberikan pengetahuan tentang rasa
takut anak terhadap perawatan gigi dan cara menanganinya2. Sebagai
bahan pelajaran bagi para mahasiswa (i) perawat gigi dalam
menangani anak yang memiliki perasaan takut terhadap perawatan
gigi.3. Dapat menambah ilmu pengetahuan dan dapat menjadi acuan,
masukan atau referensi bagi peneliti berikutnyaBAB IITINJAUAN
PUSTAKAA. Mengetahui Rasa Takut Takut merupakan suatu perasaan yang
bisa dialami oleh setiap orang dalam kehidupannya setiap hari.
Takut sering berhubungan erat.Saat orang merasa takut akan sesuatu,
walaupun perasaan takut merupakan sesuatu perasaan gelisah terhadap
suatu yang diharapkan.. Sebaliknya rasa takut merupakan respon
terhadap sesuatu bahaya yang timbul pada saat ini. Maka di sini
rasa takut berkaitan erat dengan di sini dan sekarang (masa kini).
(http://id.shvoong.com/social-sciences/psycology/1669724-Rasa-Takut-Dan-Cemas/4juni2010)
Rasa takut yang dialami anak adalah hal biasa. Namun, ada baiknya
Anda membantu mengatasinya agar ketakutan tersebut tak berlanjut
menjadi fobia. Merasa takut dalam situasi tertentu yang tidak
nyaman, tentu tidak pernah menyenangkan. Namun, ketakutan
sebenarnya merupakan suatu keadaan alamiah yang membantu individu
melindungi dirinya dari suatu bahaya, sekaligus memberi pengalaman
baru. Bahkan, pada anak-anak, perasaan seperti ini tidak hanya
normal, tetapi juga sangat dibutuhkan.Merasakan dan mengatasi
rasa.takut dapat membantu anak-anak mempersiapkan diri untuk
menghadapi pengalaman-pengalaman yang membingungkan dan situasi
yang menantang dalam kehidupan. Memiliki ketakutan terhadap hal-hal
tertentu sebenarnya bisa membantu untuk menjaga tingkah lakunya.
(http://www.dechacare.com/Menghilangkan - Rasa- Takut -
pada-Anak-1747html, 4 juni 2010)1. Pengertian dan Perbedaan Rasa
Takut Rasa takut adalah emosi primer yang diperoleh bayi setelah
lahir. Rasa takut merupaka respon primitif dan merupakan suatu
mekanisme protektif untuk melindungi seseorang dari bahaya dan peng
rusakan diri. Rasa takut dapat digunakan untuk menghindarkan anak
dari keadaan bahaya, baik fisik maupun sosial.Rasa takut kebanyakan
diperoleh pada masa anak dan remaja, dan rasa takut ini menetap
sampai dewasa. Rasa takut lebih banyak ditemukan pada anak
perempuan daripada laki-laki. (E Arlia Budiyanti, Yuke Yulianingsih
H, 2001). Rasa takut juga dapat didefenisikan sebagai suatu unsur
utama dari perasaan, dalam kehidupan dan merupakan naluri yang
memperingatkan manusia akan adanya bahaya agar siap melindungi dan
mempertahankan diri dari ancaman tersebut. (Fajriani Hendrastuti,
2003) Rasa takut adalah sifat kepribadian dan dapat berubah
kebimbangan, ketegangan, atau kegelisahan yang berasal dari
antisipasi terhadap bahaya,yang sumbernya umumnya tidak diketahui
dan tidak dikenal2. Macam-Macam Rasa Takut Rasa takut pada anak ada
dua macam yaitu : (Fajriani Hendrastuti, 2003)a. Rasa Takut
SubyektifRasa takut subyektif merupakan rasa takut yang bersifat
sugesti yaitu adanya rasa takut yang timbul oleh cerita-cerita dan
pengalaman orang lain, tanpa seorang anak pernah mengalaminya. Rasa
takut ini didapatkan terutama oleh orangtua dan lingkungan
sekitarnya,dapat pula timbul karena pengaruh menonton televisi,
karikatur, radio dab buku yang biasanya tersimpan dalam pikiran
seorang anak yang dapat menimbulkan rasa takut akibat image yang
salah. Seorang anak belum mempunyai banyak pengalaman sehingga jika
ada orang yang bercerita atau melihat sesuatu yang menyakitkan,
dalam diri seorang anak akan berkembang rasa takut yang berkesan
dalam pikiran dan imajinasinya yang hidup sehingga sesuatu dapat
menjadi hebat dan besar, karena seorang anak sangat peka terhadap
sugesti. Rasa takut seorang anak biasanya akan hilang apabila dapat
dibuktikan atau diyakinkan bahwa suatu obyek atau hal itu tidak
sesuai dengan yang dipikirkannya.b. Rasa Takut ObjektifMerupakan
rasa takut yang dirasakan sendiri oleh penderita yang disebabkan
oleh rangsangan fisik yang langsung diterima oleh panca indera
anak. Tanda-tanda fisik yang nampak pada seseorang apabila dalam
keadaan takut berupa peningkatan debaran jantung, ketegangan otot
dan tanda-tanda emosi lainnya. Rasa takut obyektif juga dapat
bersifat asosiatif seperti seperti pengalaman yang dialami seorang
anak yang tidak adanya hubungannya dengan sakit gigi, misalnya anak
pernah dirawat dirumah sakit dan mengalami hal-hal yang tidak
menyenangkan, pengalaman ini membuat anak merasa takut apabila
melihat orang yang berbaju putih. Adanya rasa takut dapat
merendahkan ambang rasa sakit, sehingga rasa sakit yang ringan saja
dapat membuat ketakutan yang meningkat.B. Tingkah Laku Anak Saat
Perawatan Gigi4 kategori tingkah laku anak yang di kenal oleh
Frankl dkk adalah: (G.G.Kent, A.S. Blinkhorn, 2005)1. Sangat
negatif : menolak perawatan, meronta-ronta dan membantah, amat
takut, menangis kuat-kuat, menarik atau mengisolasi diri, atau
keduanya.2. Sedikit negatif : mencoba bertahan, menyimpan rasa
takut dari minimal sampai sedang , nervus atau menangis.3. Sedikit
positif : berhati-hati menerima perawatan dengan agak segan, dengan
taktik bertanya atau menolak,cukup bersedia bekerja sama dengan
dokter/perawat gigi.4. Sangat positif : bersikap baik dengan
operator, tidak ada tanda-tanda takut, tertarik pada prosedur, dan
membuat kontak verbal yang baik.C. Perasaan Takut Anak Pada
Perwatan Gigi Pada anak, perkembangan fungsi penguasaan diri,
perkembangan emosi seperti rasa takut, maupun perkembangan
motoriknya belum berkembang sepenuhnya. Sehingga pada suatu
perawatan, perilaku anak masih sulit dikendalikan.
(Hendrastuti,fajriani, 2003)Rasa takut terhadap perawatan yang
dilakukan oleh dokter/perwat gigi, pada umumnya merupakan asumsi
pribadi. Ketidak tahuan penderita akan perawatan yang dilakukan
oleh dokter/perawat gigi, merupakan faktor utama untuk timbulnya
rasa takut. Selain itu pula, masih ada anggapan bahwa perawatan
atau pengobatan gigi ke dokter/perwat gigi merupakan hukuman
penderita terhadap keadaan gigi dan mulutnya yang buruk. Adanya
asumsi diatas akan merupakan hambatan untuk berobat gigi. (Heriandi
Sutadi,1992)Beberapa ahli melaporkan bahwa pada umumnya rasa takut
timbul akibat pengalaman perawatan gigi semasa anak-anak. (Heriandi
Sutadi,1992)1. Sumber Rasa Takut Anak Dalam Perawatan GigiSumber
utama rasa takut dalam perawatan gigi pada anak adalah riwayat
medic yang telah dialami, kecemasan maternal, dan kepeduliannya
terhadap masalah gigi. Bagi seorang anak, mungkin tidak ada bedanya
antara seorang dokter umum dan dokter gigi, karena mereka memakai
baju putih yang sama. Rasa sakit pada kunjungan ke dokter, di
bayangkan oleh anak akan dialaminya saat berkunjung ke dokter gigi.
(Sri H Soemartono, 2003) Pada anak yang sedang berkembang terutama
anak pra sekolah (3-5 tahun) mereka baru mulai memfomulasikan
konsep waktu dan diri (self) serta membedakan suasana hati mereka
dengan kejadian-kejadian eksternal. Anak belajar dari lingkungan
dan keluarga merupakan yang pertama kali berpengaruh terhadap sikap
anak. Telah dibuktikan bahwa, ada hubungan yang yang bermakna
antara rasa takut itu dan tingkah laku anak pada usia 3-7 tahun
pada kunjungan pertama ke dokter gigi.dan selanjutnya ada pula
hubungan yang sangat bermakna pada anak usia 3-4 tahun. Demikian
juga dari saudara kandung, anak mulai mendengar cerita mengenai
hal-hal yang tidak menyenagkan tentang perawatn gigi. Juga dari
seluruh anggota keluarga, yang secara tidak sadar membicarakan
bagaimana mereka menerima perawatan gigi, yang diikuti pula oleh
anak yang belum pernah mempunyai pengalaman dalam perawatan gigi.
Pengalaman yang tidak menyenangkan dalam perawatan gigi pada anak
akan berpengaruh pula pada tingkah lakunya sehingga memerlukan
bwaktu untuk mengembalikan kepercayaannya. (Sri H Soemartono,2003)
Rasa takut pada seorang anak kebanyakan terjadi pada kunjungan
pertama ke dokter gigi tetapi pada umumnya anak dapat mengontrol
rasa takut ini dengan daya pikirnya seorang anak tidak dapat
mengontrol rasa takutnya sering disebabkan juga oleh sikap orang
tua yang salah sehingga menyebabkan rasa takut yang sudah ada sejak
dari rumah. Biasanya sikap seorang anak sering berubah-ubah dalam
waktu singkat, terkadang anak mau menerima perwatan gigi debgan
baik tetapi disaat lain menjadi tidak patuh, perubahan sikap ini
biasanya disebabkan keinginan seorang anak untuik menghindarkan
diri dari rasa sakit atau rasa tidak nyaman yang ditafsirkan
sebagai sesuatu yang menggangu kesenangannya.
(Hendrastuti,fajriani, 2003)
2. Penyebab Rasa Takut Anak Dalam Perawatan GigiPada umumnya
penyebab rasa takut dalam perwatan gigi pada anak timbul terutama
pada alat yang dilihatnya, yang sepertinya akan membuatnya merasa
sakit. Itu situasi dan keadaan lingkungan perawtan gigi sangat
berpengaruh timbulnya rasa takut sebagai contoh ruang tunggu yang
pengap atau panas berbeda dengan ruang tunggu yang adem sejuk dan
nyaman. Kecemasan pasien anak terhadap perawatan gigi sering kali
timbul karena anak merasa takut berada di ruang praktik dokter
gigi. Ruangan praktik dokter gigi sebaiknya dibuat senyaman mungkin
sehingga anak merasa seperti di rumahnya sendiri. Ruangan praktik
tersebut dibedakan antara ruang tunggu dan ruang perawatan. Jika
tempat praktik tidak terbatas hanya untuk pasien anak-anak, salah
satu metode yang efektif diantaranya adalah dengan pembuatan ruang
tunggu yang dibuat sedemikian rupa khusus untuk anak. Membuat ruang
penerimaan yang nyaman dan hangat sehingga anak merasa tidak asing
ketika memasukinya, oleh karena itu dekorasi ruangan sangat
memegang peranan penting dan erat kaitannya dengan kondisi
psikologis mereka.
(http://guswiyan.blogspot.com/2009/10/mengapa-takut-ke-dokter-gigi,html,15
juni 2010)
Faktor lain yang seringkali menimbulkan rasa takut pada
perawatan gigi anak adalah keadaan lingkungan kamar praktek,
seperti bau obat-obatan, peralatan, bunyi bur atau mesin. Dan
pengalaman rasa sakit pada perawatan terdahulu sehingga anak akan
takut pada perawatan gigi selanjutnya. ( Hendrastuti, Fajriani,
2003).Pasien biasanya mengatakan bahwa ketakutan mereka sampai pada
puncaknya ketika menunggu di ruang tunggu. Menghadapi bayangan yang
mungkin terjadi sering kali lebih buruk daripada kejadian itu
sendiri. Pasien biasanya mengatakan bahwa ketakutan mereka lebih
tinggi ketika menunggu di ruang tunggu daripada ketika mereka sudah
duduk di unit kursi gigi. (Arlette Suzy Puspa Pertiwi, Yetty
Herdiyati Nonong, Inne Suherna Sasmita, 2010). Selain itu salah
satu jawaban yang paling tepat mengapa orang takut terhadap
perawatan gigi adalah mengantisipasi penderitaan, karena rasa sakit
yang dialami. (G.G.Kent, A.S. Blinkhorn, 2005)D. Penanganan Rasa
Takut Pada Anak Dalam Perawatan GigiPada saat anak memasuki ruang
perawatan gigi dengan sejumlah perasaan takut, hal yang pertama
harus dilakukan oleh dokter gigi adalah menempatkan anak senyaman
mungkin dan mengarahkannya bahwa pengalamannya ini bukanlah hal
yang tidak biasa. Jika tempat praktik tidak terbatas hanya untuk
pasien anak-anak, salah satu metode yang efektif di antaranya
adalah dengan pembuatan ruang tunggu yang dibuat sedemikian rupa
sehingga anak merasa berada di lingkungan rumahnya sendiri. Membuat
ruang penerimaan yang nyaman dan hangat sehingga anak merasa tidak
asing ketika memasukinya, oleh karena itu dekorasi ruangan sangat
memegang peranan penting dan erat kaitannya dengan kondisi
psikologis mereka. (Arlette Suzy Puspa Pertiwi, Yetty Herdiyati
Nonong, Inne Suherna Sasmita, 2010) Selain itu juga Yang harus
dilakukan oleh sorang dokter gigi bila berhadapan dengan pasien
anak-anak dengan rasa takut adalah menghilangkan rasa takut anak,
tindakan yang dapat mengurangi rasa takut itu antara lain,
mengurangi ketakutan keluarga pasien, ketakutan pasien sendiri,
mengurangi keributan dan mengurangi perasaan sakit. Hal ini dapat
dilakukan dengan menciptakan hubungan yang baik antara dokter dan
pasien anak serta pengertian dari orang tua anak.(Fajriani
Hendrastuti,2003) Untuk menghindari ketakutan anak, perkenalkan
anak dengan dokter gigi sedini mungkin.mulailah pada usia 6 bulan
sampai 1 tahun dimana giginya sudah mulai tumbuh, ajak anak untuk
menemani orang tua untuk berkonsultasi dengan dokter gigi. Anak
akan merasa senang dan tidak takut jika dokter yang menanganinya
menyenangkan hati anak tersebut, terlihat ramah, murah senyum,
sabar dan amu menyapa anak dengan lembut. Jangan memaksa anak untuk
pergi kedokter gigi ketika suasana hatinya sedang tidak baik,pilih
waktu yang tepat agar anak merasa nyaman, tampak ceria, dan mau
berbagi cerita.(Gracianti Afrilina, Juliska Gracinia, 2006)1.
Peranan Orang Tua Terhadap Perawatan Gigi AnakOrang tua sangat
berperan pada perawatan gigi anak, sikap yang masih sering dijumpai
adalah orang tua jarang sekali mengantar anaknya kedokter gigi
untuk pemeriksaan rutin atau sekedar untuk konsultasi, biasanya
orang tua baru mengantarkan anaknya kedokter gigi apabila ada
keluhan atau anak sakit gigi. Sikap yang demikian tentunya kurang
menguntungkan sebab selain perwatannya lebih sulit bagaimanapun
juga menjegah lebih baik daripada mengobati. (Fajriani Hendrastuti,
2003).Dokter gigi perlu mengetahui beberapa informasi mengenai
kondisi anak kepada orang tuanya,serta mengamati bagaimana hubungan
anak itu kepada orang tuanya. Didikan orang tua merupakan faktor
yang sangat berpengaruh terhadap perilaku anak menerima perawatan
gigi. Sikap orang tua yang berpengaruh pada anak terhadap perawatan
gigi antara lain : . (Fajriani Hendrastuti, 2003)a. Orang tua yang
otoriter Sikap otoriter yang ditunjukkan orang tua biasanya membuat
seorang anak cenderung patuh, bertingkah laku baik, ramah dan
sopan. Sikap anak yang seperti ini akan menerima perwatan dengan
baik yang dilakukan oleh dokter/perawat gigi, tetapi meskipun
demikian dokter/perawat harus bersikap tidak menambah ketakutan
yang mungkin akan dialami anak serta mengingatkan orang tua untuk
bersikap netral.b. Orang tua yang terlalu sabar Orang tua yang
menunjukkan perhatian yang berlebihan kepada anak dan segala
permintaan/kebutuhan anak selalu dipenuhi,sehingga sikap yang
seperti ini akan membuat anak tidak mengalami perkembangan dalam
reaksinya.perilaku anak akan menjadi pemarah, tidak memiliki
kontrol diri, mempunyai keinginan yang berlebihan, menjadi lengah,
dan tidak penurut. Sikap orang tua yang demikian mengharuskan
dokter gigi memberikan pengertian kepada orang tua terhadap
tindakan yang mungkin akan dilakukan dalam perwatan.karena anak
dengan orang tua seperti ini biasanya memiliki sikap menentang.c.
Orang tua yang terlalu melindungi Sikap seperti ini membuat anak
akan mengalami keterlambatan dalam pematangan sosial dan
aturan-aturan sosial anak akan memiliki perasaan selalu dibawah,
merasa tidak berdaya, malu, dan sering merasa cemas. Bisanya orang
tua yang terlalu melindungi memiilki perasaan takut yang berlebihan
untuk itu dokter/perawat gigi harus memberi lebih banyak waktu
untuk menjelaskan hal-hal yng berhubungan dengan perawatan
gigi.sebab jika rasa takut pada orang tua berkurang akan mengurangi
pada anak. d. Orang tua yang lalai Sikap ini menunjukkan kurangnya
perhatian orng tua terhadap kesehatan gigi anaknya. Biasanya tipe
orang tua seperti ini terlihat setelah kunjungan pertama dan saat
perjanjian kunjungan berikutnya anak tersebut tidak kembali. Hal
lain yang Nampak adalah penyuluhan dan motivasi-motivasi yang
diberikan oleh dokter/perawat gigi tidak dijalankan dengan
baik.penyebab ini mungkin diakibatkan oleh kesibukan orang tua
sehingga anak menjadi kurang perhatian.
e. Orang tua yang manipulatif Orang tua yang suka bertanya
secara berlebihan, dalam hal perawatan gigi pertanyaan berkisar
berapa lama perwatan, proses mendiagnosis penyakit dan proses
perawatan gigi. Keingintahuan orang tua ini biasanya justru membuat
anak semakin takut. Dokter/perawat gigi harus mengatur situasi yang
baik untuk berdiskusi dengan orang tua agar mereka dapat mengerti
dan mengenal prosedur perwatan gigi dengan baik. f. Orang tua yang
suka mencurigai Orang tua mempertanyakan perlunya perawatan gigi,
pertanyaan ini biasanya bukan karena keingintahuan dari orang tua
tetapi karena rasa ketidak percayaannya terhadap dokter
gigi.Pendekatan kejiwaan anak merupakan salah satu solusi
mengatasinya. Si buah hati yang terlanjur sudah trauma membutuhkan
kondisi kejiwaan yang stabil. Berikut ini tips yang biasa
dilakukan: (http://konsultasikesehatan.net/index.php/2010/tips
-mengatasi-rasa-takut-anak-saat-berobat-ke-dokter/,15 juni 2010)
Ajak si buah hati berkomunikasi dan bermain peran. Si buah hati
bisa diajak bermain dokter-dokteran , di mana ia berperan menjadi
dokter. Di saat si buah hati memerankan dokter tersebut, yang
dianggap sosok menakutkan, ajaklah komunikasi dan yakinkan bahwa si
buah hati yang menjadi dokter bukan tokoh yang menakutkan1. Belikan
mainan yang berhubungan dengan peran dokter. Seperti stetoskop,
baju dokter, dan lain- lain. Dengan menggabungkan langkah no 1,
tentunya si buah hati akan lebih familiar dengan dunia kesehatan.
Pada akhirnya si buah hati menjadi tidak takut pada dokter.2.
Belikan buku seri anak bercerita / mendongeng yang di dalamnya ada
cerita tentang tokoh yang berani berobat ke dokter atau diperiksa
oleh dokter.3. Buat si buah hati merasa aman dan nyaman saat
berkunjung ke dokter. Misalnya ia diperkenankan membawa mainan
kesukannya, memakai baju kesukaannya, atau sehabis berobat diajak
ke tempat bermain/ makan kesukaannya.4. Tidak salah juga apabila si
buah hati diajak menemani kakak/ saudara lainnya berobat sehingga
ia biasa melihat dan mendapatkan informsi bagaimana menjaga
kesehatan. Misalnya saat pergi ke dokter gigi, maka si buah hati
mendapat pelajaran bagaimana cara menjaga giginya dan menjauhi
permen2. Penanganan Anak Secara Psikologis Oleh Dokter GigiPada
tahun 1959 addelston mengembangkan cara membentuk tingkah laku
pasien sesuai dengan yang diinginkan dibagi dengan 3 tahap yang
dikenal dengan Tell-show-do yang dikenal dengan TSD: (Sri H
Soemartono 2003)a. Tell yaitu mengatakan kepada anak dengan bahasa
yang biasa dimengerti oleh anak tersebut, tentang apa yang akan
dilakukan. Dalam hal ini di jelaskan juga alat-alat yang mungkin
akan digunakan. Setiap kali anak akan menunjukkan hal yang positif
diberikan penghargaan .b. Show yaitu dilakukan jika anak telah
mengerti apa yang telah diceritakan. Untuk ini diperlukan model
yang pilih sesuai dengan tindakan apa yang akan dilakukan tanpa
menimbulkan rasa takut. Bertindak sebagai model mungkin
dokter/perwat giginya sendiri orang tua atau pasien lain. Pilihan
lain misalnya model gigi, poster, film, rekaman video, dan
alat-alat peraga yang lain. Pada waktu penyampaian dijaga agar
tidak menimbulkan rasa takut pada anak. Gerakan yang tiba-tiba atau
suara bor atau mesin lain kadang-kadang mengejutkan
anak,mengakibatkan anak menjadi takut.c. Do yaitu tahap terakhir
yang dilakukan jika tahap show telah dapat diterima oleh anak pada
tahap do maupun show dilakukan sesuai dengan apa yang telah
diceritakan maupun ditunjukkan. TSD dapat diterapkan pada anak
dengan sikap, umur, dan kemampuan yang berbeda-beda , Sebenarnya
TSD telah dilakukan kombinasi 3 cara untuk melakukan pendekatan
yaitu : reinforcement, modeling, desensitisasi. (Sri H Soemartono,
2003)a. ReinforcementMerupakan tindakan untuk menghargai prestasi
yang telah dicapai, agar prestasi tersebut diulang. Tindakan ini
berupa imbalan yang akan menguatkan tingkah laku anak yang di
inginkan pada waktu yang akan datang. Telah disepakati, bahwa dalam
teori belajar dalam perkembangan anak, perilaku yang ditunjukkan
adalah responnya terhadap imbalan dan hukuman dari sekitarnya.
Bentuk imbalan yang sangat penting adalah kasih saying dan
persetujuan yang pertama kali didapat dari orang tua dan kemudian
dari teman sebaya. Imbalan dapat pula dalam bentuk materi, imbalan
sosial misalnya dengan senyuman, belaian atau pujian. (Sri H
Soemartono, 2003)b. ModelingPrinsip teknik ini adalah dengan
mengikutsertakan anak untuk mengamati anak lain menjalani perawatan
dan memperlihatkan tingkah laku yang baik selama perawatan gigi.
Dapat pula mempergunakan film atau video yang memperlihatkan hasil
yang memuaskan pada perawatan gigi anak.c.
DesensitisasiDesensitisasi adalah suatu cara yang paling sering
digunakan oleh psikolog untuk mengatasi rasa takut. Aplikasi
desensitisasi dalam perawatan gigi anak yang pertama kali harus
diketahui adalah objek yang ditakuti. Apabila sudah diketahui dapat
disusun rangsangan yang menimbulkan rasa takut dan berdasarkan hal
ini dilakukan desensitisasi, dengan tahapan meembuat pasien merasa
relaks, dan membangun urutan rangsangan mulai yang paling rendah
dan perlahan memperkenalkan perawatan yang akan di berikan kepada
pasien tersebut.
BAB IIIMETODE PENELITIANA. Jenis penelitianJenis penelitian ini
merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan Kuisoner.B.
Lokasi dan Waktu Penelitian1. Lokasi penelitianPenelitian ini
dilakukan pada SD Negeri 22 Beloparang, Kec.Bissappu
Kab.Bantaeng.2. Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan
............C. Popalasi dan Sampel1. Populasi adalah setiap subyek
dapat berupa manusia, binatang percobaan data laboratorium,dan
lain-lain yang memenuhi karakteristik yang diperlukan. Adapun
populasi dalam penelitian ini adalah siswa SD Neg.22
Beloparang,Kec.Bissappu Kab.Bantaeng.2. Sampel adalah bagian dari
populasi yang dipilih dengan cara tertentu hingga dianggap mewakili
populasinya. Cara pengambilan sampel yang dilakukan adalah
penarikan sampel secara acak (random sampling) adapun sampel dalam
penelitan ini adalah kelas IV dan V
D. Kerangka Konsep1. Variabel bebas: Perasaan takut dan cemas2.
Variable terikat: Perawatan gigi3. Variabel perancu: Pengetahuan,
lingkungan, sosial ekonomi, mmmmmmmmmmmm dan sikap orang
tua.Variabel bebas Variabel terikat
perawatan gigi anakRasa takut
Variabel perancu 1. Pengetahuan 2. Lingkungan 3. Sosial ekonomi
4. Sikap Orang Tua
Keterangan :1. Variabel Bebas yang mempengaruhi variabel terikat
yaitu rasa takut 2. Variabel terikat adalah variabel yang
dipengaruhi variabel bebas yaitu perawatan gigi anak3. Variabel
perancu adalah variabel yang tidak diteliti yaitu pengetahuan,
lingkungan, sosial ekonomi, dan sikap orang tuaE. Alat dan Bahan1.
Lembaran Kuisoner2. Alat Tulis MenulisF. Defenisi Operasional1.
Rasa takut adalah emosi primer yang diperoleh bayi setelah lahir.
Rasa takut merupakan respon primitif dan merupakan suatu mekanisme
protektif untuk melindungi seseorang dari bahaya dan pengrusakan
diri.2. Perawatan gigi anak adalah kegiatan pemeriksaan sampai
pemberian tindakan (memasuki tahap kerja) pada gigi anak-anak.3.
Faktor lain yang mempengaruhi rasa takut adalah :a. Pengetahuan
adalah berbagai gejala yang ditemui dan diperoleh manusia melalui
pengamatan akal.Pengetahuan muncul ketika seseorang menggunakan
akal budinya untuk mengenali benda atau kejadian tertentu yang
belum pernah dilihat atau dirasakan sebelumnya seperti halnya rasa
takut akan perawatan gigi.
(http://www.pdfound.com/pdf/definisi-pengetahuan-menurut-soekidjo-notoatmodjo.html,25
juni 2010)b. Lingkungan (adanya pengaruh dari luar) seperti
pengalaman dari orang lain, tetapi anak tersebut belum pernah
mengalami seebelumnya. ( Fajriani Hendrastuti, 2003)c. Sosial
ekonomi: seorang anak yang berasal dari tingkat ekonomi menengah
kebawah biasanya akan engan untuk berobat kedokter gigi, akan
menyebabkan anak merasa takut untuk berobat. d. Sikap orang tua
terhadap anaknya sangat berpengaruh pada tingkah laku anak pada
saat melakukan perawatan gigi. Seperti orang tua yang terlalu
sabar, otoriter, terlalu melindungi, dan lain lain.(Fajriani
Hendrastuti, 2003)
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil PenelitianDari hasil penelitian yang dilakukan pada
tanggal 4 - 5 Juli 2011 di SD Negeri 22 Beloparang Kab. Bantaeng
dapat dilihat dalam bentuk tabel sebagai berikut :Tabel 4.1: Data
distributor persentase rasa takut berdasarkan jenis kelamin pada
murid Kelas V da VI SD Negeri 22 Beloparang.NO.Jenis
KelaminFrekuensiPersentase
1Laki-laki1446,7%
2perempuan1653,3%
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa persentase rasa takut
pada murid perempuan lebih tinggi (53,3%), di bandingkan dengan
rasa takut pada murid laki-laki (46,7%).Tabel 4.2 :Data jawaban
quisioner Rasa takut pada murid Kelas V da VI SD Negeri 22
BeloparangNo.Pertanyaan tentang rasa takutTakutTidak takut
1Takut terhadap perawatan gigi1713
2Berkeringat saat dokter/perawat gigi melakukan perawatan
gigi1020
3Takut saat dokter/perawat gigi memegang alat pencabutan gigi
(tang)1614
4Takut melihat jarum suntik1614
5Takut melihat bor gigi1812
6Tegang pada saat berada diruangan perawatan1614
7Takut berkunjung ke Puskesmas jika sakit gigi 1318
8Takut melihat dokter/perawat gigi1119
9Takut ketika mendengar suara bor gigi1416
10Takut saat mencium bau obat obatan dalam ruangan perawatan
gigi1515
11Takut terhadap perawatan gigi sehingga tidak menjawab
pertanyaan Dokter/perawat gigi822
12Takut saat Dokter/perawat gigi memegang alat cabut (tang)
sehingga menolak membuka mulut1515
13Takut melihat jarum suntik, sehingga tidak mematuhi perintah
Dokter/perawat gigi1416
14Takut pada saat sakit gigi sehingga tidak mau berobat ke
Puskesmas
1119
15Takut ketika melihat Dokter/ perawat gigi sehingga menolak
untuk diperiksa.921
Dari tabel 4.2 di peroleh data hasil penelitian: Dari 30 siswa
terdapat 17 siswa yang merasa takut terhadap perawatan gigi
sebanyak dan 13 siswa yang tidak takut terhadap perawatan gigi.
Dari 30 siswa terdapat10 siswa yang berkeringat saat dokter/perawat
gigi melakukan perawatan gigi dan 20 tidak berkeringat saat
dokter/perawat gigi melakukan perawatan gigi. Dari 30 siswa
terdapat 16 siswa yang takut saat dokter/perawat gigi memegang alat
pencabutan gigi (tang) dan 14 siswa tidak takut saat dokter/perawat
gigi memegang alat pencabutan gigi (tang). Dari 30 siswa terdapat
16 siswa yang takut melihat jarum suntik dan 14 siswa takut melihat
jarum suntik Dari 30 siswa terdapat 18 siswa takut melihat bor gigi
dan 12 siswa takut melihat bor gigi. Dari 30 siswa terdapat 16
siswa tegang pada saat berada diruangan perawatan dan 14 siswa
tidak tegang pada saat berada diruangan perawatan. Dari 30 siswa
terdapat 12 siswa takut berkunjung ke Puskesmas dan 18 siswa yang
tidak takut berkunjung ke Puskesmas. Dari 30 siswa terdapat 11
siswa takut melihat dokter/perawat gigi dan 19 siswa yang tidak
takut melihat dokter/perawat gigi. Dari 30 siswa terdapat 14 siswa
takut ketika mendengar suara bor gigi dan 16 siswa yang tidak takut
ketika mendengar suara bor gigi. Dari 30 siswa terdapat 15 siswa
takut saat mencium bau obat obatan dalam ruangan perawatan gigi dan
15 siswa yang tidak takut saat mencium bau obat obatan dalam
ruangan perawatan gigi Dari 30 siswa terdapat 8 siswa takut
terhadap perawatan gigi sehingga tidak menjawab pertanyaan
Dokter/perawat gigi dan 22 siswa yang tidak takut terhadap
perawatan gigi sehingga tidak menjawab pertanyaan Dokter/perawat
gigi. Dari 30 siswa terdapat 15 siswa takut saat Dokter/perawat
gigi memegang alat cabut (tang) sehingga menolak membuka mulut dan
15 siswa yang tidak takut saat Dokter/perawat gigi memegang alat
cabut (tang) sehingga menolak membuka mulut. Dari 30 siswa terdapat
14 siswa takut melihat jarum suntik, sehingga tidak mematuhi
perintah Dokter/perawat gigi dan 16 siswa yang tidak takut melihat
jarum suntik, sehingga tidak mematuhi perintah Dokter/perawat gigi
Dari 30 siswa terdapat 11 siswa yang takut pada saat sakit gigi
sehingga tidak mau berobat ke Puskesmas dan 19 siswa yang tidak
takut pada saat sakit gigi sehingga tidak mau berobat ke Puskesmas.
Dari 30 siswa terdapat 9 siswa yang takut ketika melihat Dokter/
perawat gigi sehingga menolak untuk diperiksa.dan 21 siswa yang
tidak takut ketika melihat Dokter/ perawat gigi sehingga menolak
untuk diperiksa.
B. PembahasanBerdasarkan tabel yang diperoleh dari hasil
penelitian yang dilakukan pada murid kelas V dan VI SD Negeri 22
Beloparang pada tanggal 4 - 5 juli 2011sebagian besar dari sampel
tidak memiliki rasa takut terhadap perawatan gigi.Pada tabel yang
diperoleh dari hasil penelitian dapat dilihat bahwa sebagian murid
pada SD tersebut tidak merasa takut untuk melakukan perawatan gigi,
sebagian besar dari mereka tidak merasa takut saat melakukan
perawatan gigi. Karena dari murid-murid tersebut sebagian besar
sudah mengetahui pentingnya dalam melakukan perawatan gigi.Dalam
penelitian ini ada beberapa pertanyaan yang di berikan terhadap
murid-murid kelas V dan VI, tentang rasa takut pada perawatan gigi,
di antaranya : Takut melihat jarum suntik Takut melihat alat
pencabutan (tang) Takut mencium bau obat-obatan Takut pada saat
sakit gigi sehingga tidak mau berobat ke Puskesmas. Takut ketika
mendengar suara alat bor gigi Takut terhadap perawatan gigi
sehingga tidak mau di periksa Tegang pada saat berada di dalam
ruangan perawatanDari sebagian pertanyaan dari rasa takut yang di
tanyakan kepada murid-murid kelas V dan VI ada 15 pertanyaan dari
30 orang, dan untuk mengetahui seberapa banyak yang takut, tidak
takut, dan sangat takut. Yang di gabungkan dalam pertanyaan yang di
berikan kepada murid-murid sebanyak 15 nomor dan setalah
penelitian, sebagian besar dari sampel, tidak memiliki rasa takut
terhadap perawatan gigi.Berdasarkan dari hasil penelitian dapat di
lihat bahwa pada anak-anak SD Neg. 22 beloparang yang merasa takut
sebesar 44,9 %, dan yang tidak takut saat perawatan gigi sebesar
55,1%, Adapun data-data dari penelitian ini sebagai berikut :1.
Jumlah seluruh murid kelas V berjumlah 18 orang, terdiri dari 10
laki-laki dan 8 perempuan, sedangkan kelas VI berjumlah 24 orang
terdiri dari 13 laki-laki dan 11 perempuan.2. Jumlah murid yang
hadir pada saat penelitian adalah 30 orang, kelas V berjumlah 12
orang terdiri dari 3 orang laki-laki dan 9 orang perempuan dan
murid kelas VI berjumlah 18 orang terdiri dari 11 laki-laki dan 7
perempuan.3. Murid yang tidak hadir dalam saat penelitian berjumlah
12 orang4. Dari 15 pertanyaan yang di tanyakan pada 30 orang ada
450 total jawaban, yang terdiri dari 248 (55,1%) menjawab tidak
takut dan 202 (44,9 %) untuk menjawat takut. Ternyata setelah
pengolahan data dari hasil penelitian berbeda antara hipotesa akhir
dan hipotesa awal. Berarti anak-anak SD Negeri 22 Beloparang sudah
mengerti tentang kesehatan gigi walaupun sampelnya hanya kelas V
dan VI saja.Hal ini bisa saja terjadi karena disebabkan oleh garis
koordinasi dan kerjasama antara sekolah dan Puskesmas sudah
terjalin baik, sehingga program UKGS berjalan dengan baik. Dalam
penelitian ini antusiasme dari murid-murid sekolah tersebut sangat
menyambut baik kehadiran saya , selain itu sebelum membagikan
kuisioner terlebih dahulu diadakan penyuluhan mengenai kesehatan
gigi dan mulut. Hambatan dalam penelitian ini , banyak murid yang
tidak hadir.
BAB VPENUTUPA. KesimpulanDari hasil penelitian ini, dapat
dilihat bahwa anak-anak pada SD Neg. 22 Beloparang yang merasa
takut sebesar 44,9 %, dan yang tidak takut saat perawatan gigi
sebesar 55,1%, maka dapat disimpulkan bahwa pada murid kelas V dan
VI SD Negeri 22 Beloparang sebagian besar sudah tidak takut lagi
untuk melakukan perawatan gigi, hal ini menandakan bahwa anakanak
di daerah tersebut memiliki sifat kooperatif dalam hal perawatan
gigi.Berdasarkan tabel yang diperoleh dari hasil penelitian yang
dilakukan pada murid kelas V dan VI SD Neg. 22 Beloparang. Pada
tanggal 4-5 Juli 2011 sebagian besar dari sampel tidak memiliki
rasa takut terhadap perawatan gigi. Jadi keberanian anakanak dalam
melakukan perawatan gigi bukan hanya disebabkan oleh faktor dari
orang tua saja, melainkan juga dari faktor lingkungannya, dalam hal
ini sekolah itu sendiri, dan dukungan dari pihak Puskesmas dalam
kegiatan UKGS.
B. Saran1. Mutu dari lintas program antara Kementrian Kesehatan
dan Kementrian Pendidikan di wilayah Kerja Puskesmas masih perlu
ditingkatkan.2. Membentuk dan memperdayakan kader kesehatan
(kesehatan gigi dan mulut) melalui kegiatan Posyandu dan UKGS.