KETERKAITAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH (LKMS),
USAHA MIKRO DAN KECIL (UMK) SERTA TINGKAT
KEMISKINAN DI INDONESIA
TESIS
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Master Ekonomi
(M.E) pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Program Studi Magister Perbankan Syariah
Diajukan Oleh:
SITI NURJANAH
NIM: 21140850100024
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
i
KETERKAITAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH (LKMS),
USAHA MIKRO DAN KECIL (UMK) SERTA TINGKAT KEMISKINAN
DI INDONESIA
TESIS
Diajukan untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Master Ekonomi
(M.E) pada Fakultas Ekonomi dan Bisnis
Program Studi Magister Perbankan Syariah
Diajukan Oleh:
SITI NURJANAH
NIM: 21140850100024
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2018
ii
iii
iv
v
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini adalah
benar-benar merupakan
hasil karya pribadi saya dan tidak terdapat karya yang pernah
diajukan oleh orang
lain pada perguruan tinggi lain, dan sepanjang pengetahuan saya
juga tidak
terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain,
kecuali yang secara tertulis dikutip dalam tesis ini dan
disebutkan dalam daftar
pustaka.
Jakarta, 11 Mei 2018
(Siti Nurjanah)
vi
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
I. IDENTITAS DIRI
1. Nama : Siti Nurjanah
2. Tempat, Tanggal Lahir : Majalengka, 8 Februari 1991
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Alamat : Jln. Akasia No.12 A Rt003/Rw00,
Kel. Tajur, Kec. Ciledug, Kota
Tangerang, Banten
5. No. HP : 08176767893
6. Email : [email protected]
II. PENDIDIKAN
1. SDN Margajaya II Majalengka Tahun 1997 - 2003
2. MTs N Lemahsugih Majalengka Tahun 2003 2006
3. Takhasus/Persamaan, MA Persis 67 Tahun 2006 2007
4. SMA Persis 67 Benda Tasikmalaya Tahun 2007 - 2010
5. Universitas Islam Negeri (UIN) Tahun 2010 - 20014
Syarif Hidayatullah Jakarta
III. PENGALAMAN ORGANISASI
1. OSIS MTs N Lemahsugih, Majalengka sebagai Wakil Ketua
OSIS
tahun 2005
2. PMR MTs N Lemahsugih, Majalengka sebagai Ketua PMR tahun
2005
3. Ummahatul Ghad MA PERSIS 67 benda, Tasikmalaya sebagai
Ketua Bidang Kaderisasi tahun 2009
4. Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ciputat, Tangerang
sebagai anggota tahun 2011
5. Himpuan Mahasiswa Persatuan Islam (HIMI PERSIS) Cabang
Jakarta sebagai anggota tahun 2011
6. Ikatan Mahasiswa Muhammaddiyyah (IMM) Jakarta sebagai
Sekretaris Bidang Keilmuan tahun 2012
mailto:[email protected]
vii
7. BEM-J bidang Kajian dan Keilmuan UIN Syahid Jakarta
sebagai
anggota tahun 2012
8. BEM-F bidang ekonomi dan kewirausahaan UIN Syahid Jakarta
sebagai Anggota tahun 2013
9. COINS UIN Syahid Jakarta sebagai Ketua Bidang
Kewirausahaan
tahun 2013
10. Bidang pendidikan dan pengembangan kewirausahaan Ikatan
Ahli
Ekonomi Islam (IAEI), Jakarta sebagai Anggota tahun 2015
viii
THE RELATIONSHIP BETWEEN ISLAMIC MICRO FINANCE
ISTITUTION (LKMS), MICRO AND SMALL ENTERPRISES (UMK) AND
THE LEVEL OF POVERTY IN INDONESIA
ABSTRACT
The purpose of this study is to analyze the relationship of
islamic micro finance (LKMS), small and micro enterprises (UMK) and
the level of poverty in Indonesia. This
study used is secondary data for the period of 2013-2015, which
is sourced from the
publication report of Sharia Banking Statistics and publication
report of Statistic center
department (BPS). This study used a sample of 63 samples. Data
analysis method used in
this research is Partial Least Sqaure (PLS) with the help of
data analysis tool SmartPLS
3.0.
The results of this research showed that BPRS has an influence
on poverty, with
t-statistics of 3.315 and p values 0.000. The BPRS has an effect
on UMK with a statistical
t value of 28.436 and a p value of 0,000. UMK has an influence
on poverty with a t
statistic value of 2.244 and p values of 0,000, and the BPRS has
an indirect effect on
poverty through UMK with a t statistic of 2.191 and p values of
0.014. Found value of R
Square generated poverty variable equal to 25,4% and rest 74,6%
influenced by other
variable outside research model. While the value of R Square
generated variable of UMK
80,5% and the rest 19,5% influenced by other variable outside
this research model.
Keywords: Islamic Financing Bank (BPRS), Small and Micro
Enterprises (UMK),
Poverty, and Partial Least Square (PLS).
ix
KETERKAITAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO SYARIAH (LKMS),
USAHA MIKRO DAN KECIL (UMK) SERTA TINGKAT KEMISKINAN
DI INDONESIA
ABSTRAK
Tujuan dari penelitian ini untuk menganalisis keterkaitan
lembaga
keuangan mikro syariah (LKMS), usaha mikro dan kecil (UMK) serta
tingkat
kemiskinan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan data
sekunder periode tahun
2013-2015, yang bersumber dari laporan publikasi Statistik
Perbankan Syariah
dan laporan publikasi Badan Pusat Statistik. Penelitian ini
menggunakan sampel
sebanyak 63 sampel. Metode analisis data yang digunakan dalam
penelitian ini
adalah Partial Least Sqaure (PLS) dengan bantuan alat analisis
data SmartPLS
3.0. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa BPRS memiliki
pengaruh terhadap
kemiskinan, dengan nilai t-statistik sebesar 3,315 dan nilai p
values 0,000. BPRS
memiliki pengaruh terhadap UMK dengan nilai t statistic sebesar
28,436 dan nilai p
values sebesar 0,000. UMK memiliki pengaruh terhadap kemiskinan
dengan nilai t
statistic sebesar 2,244 dan nilai p values sebesar 0,000, dan
BPRS memiliki pengaruh
tidak langsung terhadap kemiskinan melalui UMK dengan nilai t
statistic sebesar 2,191
dan nilai p values sebesar 0,014. Ditemukan nilai R Square yang
dihasilkan variable kemiskinan sebesar 25,4% dan sisanya 74,6%
dipengaruhi oleh variable lain di luar
model penelitian. Sedangkan nilai R Square yang dihasilkan
variable UMK 80,5% dan
sisanya 19,5% dipengaruhi oleh variable lain di luar model
penelitian ini.
Kata kunci: Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS), Usaha Mikro
dan Kecil
(UMK), Kemiskinan, dan Partial Least Square (PLS).
x
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahiim
Puji syukur kehadirat Allah Azza Wa Jalla yang telah memberikan
penulis
kesehatan dan keselamatan, sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis dengan
judul Keterkaitan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS), Usaha
Mikro dan
Kecil (UMK) Serta Tingkat Kemiskinan Di Indonesia sebagai salah
satu
persyaratan untuk menyelesaikan Program Pascasarjana (S2)
Jurusan Magister
Perbankan Syariah, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Universitas
Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta. Shalawat dan salam senantiasa tercurahkan
kepada Nabi
Besar Muhammad Shallallahu Alaihi Wa Sallam sebagai pembawa
risalah,
penyampai amanah, dan pemberi nasihat kepada umat manusia serta
para sahabat,
keluarga, dan orang-orang sholeh maupun sholehah yang diridhoi
Allah Azza Wa
Jalla.
Dalam penyusunan tesis ini banyak pihak yang memberi
bantuan,
motivasi, dan doa kepada penulis. Maka dari itu penulis ingin
mengucapkan
terimakasih kepada banyak pihak. Yang paling utama penulis ingin
mengucapkan
terimakasih kepada kedua orangtua penulis, ayahanda Kidi
Rahimahullah dan
ibunda Erum, orangtua paling luar biasa yang telah membimbing
penulis dengan
penuh kasih sayang yang tulus serta atas segala doa, kesabaran,
jerih payah,
pengorbanan, nasihat yang senantiasa memberikan semangat tanpa
jemu hingga
Ananda bisa melakukan penelitian ini. Tiada kata yang pantas
selain ucapan doa,
sungguh jasamu tiada tara dan tak akan pernah terbalaskan.
Keluarga yang penulis
cintai dan sayangi, kakanda Saefullah, Iis Aisyah, Mawardinur,
Elly, Zaenal
xi
Abidin Akhlaq, Nurhanifah, Muhammad Rijal, Luki Winanti dan
adinda
Burhanudin Robani, serta kelima keponakan penulis, Naila
Nurhusaini, Lutfhi
Alfaturijal, Farel Ghozi, Emir dan Azzam yang telah memberi
semangat dan doa
kepada penulis.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya
kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam
menyelesaikan
penyusunan tesis ini:
1. Bapak Dr. Arief Mufraini, Lc., M.Si selaku Dekan Fakultas
Ekonomi dan
Bisnis UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Dr. Amilin, SE., Ak., M.Si., BKP selaku Wakil Dekan I
Bidang
Akademik, Bapak Dr. Ade Sofyan Mulazid, S.Ag., MH selaku Wakil
Dekan
II Bidang Administrasi Umum, dan Bapak Dr. Desmadi Saharuddin,
MA
selaku Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan yang telah
memberikan
masukan kepada penulis dalam mengerjakan tesis ini.
3. Bapak Dr. Herni Ali HT, SE., MM selaku Ketua Prodi Magister
Perbankan
Syariah dan Bapak Ade Suherlan, SE, MM., MBA selaku Sekretaris
Prodi
Magister Perbankan Syariah.
4. Bapak Prof. Dr. Abdul Hamid, MS selaku Dosen Pembimbing Tesis
I yang
dengan kerendahan hatinya bersedia meluangkan waktu untuk
memberikan
pengarahan, ilmu yang bermanfaat seta masukan yang sangat
berarti selama
mengerjakan tesis ini.
5. Bapak Dr. Sofyan Rizal, M.Si. selaku Dosen Pembimbing II
dengan
kerendahan hatinya bersedia meluangkan waktu untuk
memberikan
xii
pengarahan dan ilmu yang bermanfaat serta masukan yang sangat
berarti
selama mengerjakan tesis ini.
6. Terimakasih kepada Suamiku yang sholeh Mohammad Foerqan
selalu sabar
menghadapi keluh kesah dari penulis dalam penyusan penelitian
ini, dan
mendorong penulis untuk semangat melakukan penelitian. Dan
Anandaku
tercinta Fukayna Shaquille Al Foerqan, berkah kehadiran mu
membuat
penulis semangat melakukan penelitian agar menjadi seorang ibu
yang cerdas
dan bisa memberikan ilmu yang bermanfaat kelak.
7. Terimakasih kepada bapak dan ibu mertua yakni Bapak Husaini
Muhammad
dan Ibu Siti Aisyah Goh yang telah membantu berupa tenaga dan
immateri
lainnya sehingga penulis bisa melakukan penelitian ini.
8. Terimakasih kepada sahabat Ika Maiyastri dan Eka, yang telah
memberi
motivasi, arahan serta sharing kepada penulis.
9. Sahabat-sahabat Magister Perbankan Syariah Angkatan II
(2015), Mba Sri,
Mba Rini, Mba Ratih, Fitri, Bang Erwin, Bang Frizan, Bang
Syauzi, Brian,
dan Alfian yang memberi bimbingan, motivasi, dan semangat kepada
penulis.
Penulis menyadari bahwa tesis ini tidak lepas dari kekurangan
dan
keterbatasan, semoga tesis ini bermanfaat bagi para pembaca dan
semua pihak,
khususnya dalam bidang perbankan syariah.
Jakarta, 12 Mei 2018
Siti Nurjanah
xiii
DAFTAR ISI
COVER
COVER DALAM
..................................................................................................
i
LEMBAR PENGESAHAN TESIS
........................................................................
ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN TESIS
.......................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN
.................................................................................
iv
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ILMIAH
................................ v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
..............................................................................
vi
ABSTRACT
..........................................................................................................
viii
ABSTRAK
...........................................................................................................
ix
KATA PENGANTAR
...........................................................................................
x
DAFTAR ISI
.......................................................................................................
xiii
DAFTAR TABEL
...................................................................................................
x
DAFTAR GAMBAR
..........................................................................................
xii
DAFTAR GRAFIK
............................................................................................
xiii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
...........................................................................................
1
B. Identifikasi Masalah
..................................................................................
15
C. Batasan Masalah
.......................................................................................
16
D. Perumusan Masalah
.................................................................................
17
E. Tujuan Penelitian
.....................................................................................
17
F. Manfaat Penelitian
...................................................................................
18
xiv
BAB II: TINJAUAN PUSTAKA
A. Kemiskinan
.............................................................................................
20
a. Pengertian Kemiskinan
......................................................................
20
b. Macam-Macam Kemiskinan
..............................................................
23
c. Teori Lingkaran Setan Kemiskinan
................................................... 26
d. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan
................................................. 29
e. Pengentasan dan Penanggulangan Kemiskinan
................................. 31
f. Konsep Kemiskinan Menurut BPS
.................................................... 33
B. Usaha Mikro Kecil
....................................................................................
40
a. Pengertian Usaha Mikro Kecil
.......................................................... 40
b. Jenis dan Bentuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
....... 43
c. Peranan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
...................... 44
d. Tenaga Kerja
.....................................................................................
48
e. Nilai Tambah Bruto
...........................................................................
49
C. Lembaga Keuangan Mikro
.......................................................................
50
a. Pengertian Lembaga Keuangan Mikro
.............................................. 50
b. Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
.................................................... 55
1. Pengertian Bank Pembiayaan Rakyat Syariah
............................ 56
2. Tinjauan dan Karakteristik BPRS
............................................... 58
3. Kegiatan Usaha BPRS
.................................................................
60
c. Pembiayaan
.......................................................................................
62
d. Dana Pihak Ketiga
.............................................................................
66
D. Penelitian Terdahulu
................................................................................
68
xv
E. Ringkasan Penelitian Terdahulu
..............................................................
74
F. Kerangka Pemikiran
.................................................................................
83
G. Hipotesis
...................................................................................................
87
BAB III: METODOLOGI PENELITIAN
A. Ruang Lingkup Penelitian
........................................................................
89
B. Metode Penentuan Sampel
.......................................................................
89
C. Metode Pengumpulan Data
......................................................................
90
D. Metode Analisis Data
...............................................................................
92
a. Konseptualisasi Model
.......................................................................
93
b. Metode Analisis Algorithm
................................................................
94
c. Metode Resampling
...........................................................................
95
d. Diagram Jalur
.....................................................................................
95
e. Evaluasi Model
...................................................................................
96
E. Operasional Variabel Penelitian
.............................................................
102
a. Variabel Eksogen
............................................................................
102
b. Variabel Endogen
............................................................................
104
BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sekilas Gambaran Objek
........................................................................
108
a. Sejarah Perkembangan BPRS
.......................................................... 108
b. Perkembangan Jumlah BPRS di Indonesia
...................................... 112
c. Perkembangan DPK BPRS di Indonesia
......................................... 115
d. Perkembangan Pembiayaan BPRS di Indonesia
.............................. 118
e. Perkembangan Persentase Penduduk Miskin (P0) di Indonesia
...... 121
xvi
f. Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Indonesia
... 124
g. Perkembangan Jumlah Unit Usaha di Indonesia
.............................. 126
h. Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja di Indonesia
.......................... 129
i. Perkembangan Nilai Tambah Bruto di Indonesia
............................ 132
B. Analisis Data
..........................................................................................
135
a. Hasil Uji Statistik Deskriptif
............................................................
135
b. Konseptualisasi Model Jalur (Path Anlysis)
.................................... 139
c. Evaluasi Model
.................................................................................
142
1. Evaluasi Outer Model
................................................................
143
2. Evaluasi Inner Model
.................................................................
148
BAB V: PENUTUP
A. Kesmipulan
............................................................................................
158
B. Saran
.......................................................................................................
160
DAFTAR PUSTAKA
........................................................................................
162
LAMPIRAN
.........................................................................................................
168
xvii
DAFTAR TABEL
Tabel Keterangan
1.1 Persentase Jumlah Unit Ssaha, Jumlah Tenaga Kerja, dan Nilai
Tambah Bruto
Menurut Provinsi Tahun 2015
.........................................................................
9
1.2 Pembiayaan BPRS di Indonesia Menurut Provinsi Tahun
2013-2015 ......... 13
2.1 Klasifikasi Lembaga Keuangan Mikro
........................................................... 55
2.2 Penelitian Terdahulu
.......................................................................................
74
3.1 Tahap Pengambilan Sampel
...........................................................................
90
3.2 Sumber Pengumpulan Data
............................................................................
91
3.3 Ringkasan Rule Of Thumb Evaluasi Model Pengukuran Indikator
Formatif 100
3.4 Ringkasan Rule Of Thumb Evaluasi Model Struktural
............................... 102
3.5 Tabel Ringkasan Operasional Variabel Penelitian
....................................... 107
4.1 Perkembangan Jumlah BPRS di Indonesia Tahun 2013-2015
.................... 113
4.2 Perkembangan Dana Pihak Ketiga BPRS di Indonesia Tahun
2013-2015 .. 116
4.3 Perkembangan Pembiayaan BPRS di Indonesia Tahun 2013-2015
............ 119
4.4 Perkembangan Persentase Penduduk Miskin (P0) di Indonesia
Tahun 2013-
2015
..............................................................................................................
122
4.5 Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di Indonesia
Tahun 2013-
2015
..............................................................................................................
125
4.6 Perkembangan Jumlah Unit Usaha di Indonesia Tahun 2013-2015
............ 128
4.7 Perkembangan Jumlah Tenaga Kerja di Indonesia Tahun
2013-2015 ......... 131
4.8 Perkembangan Nilai Tambah Bruto di Indonesia Tahun 2013-2015
............ 134
xviii
4.9 Hasil Uji Statistik Deskriptif
........................................................................
137
4.10 Outer Weight
..............................................................................................
145
4.11 Nilai Outer Collinearity Statistik (VIF)
..................................................... 147
4.12 Nilai Inner Collinearity Statistik (VIF)
...................................................... 148
4.14 R Square
.....................................................................................................
149
4.15 F Square
.....................................................................................................
150
4.16 Pengaruh Total
...........................................................................................
151
4.17 Pengaruh Tidak Langsung
..........................................................................
152
xix
DAFTAR GAMBAR
Gambar Keterangan
2.1 Lingkaran Setan Kemiskinan (The vicious circle of poverty)
........................ 27
2.2 Kerangka Pemikiran
........................................................................................
86
3.1 Diagram Jalur
.................................................................................................
96
4.1 Konseptualiasi Model
..................................................................................
141
4.2 Diagram Jalur Ouput Bootsrapping
.............................................................
147
4.3 Diagram Jalur Output PLS Algorithm
......................................................... 155
xx
DAFTAR GRAFIK
Grafik Keterangan
1.1 Perkembangan jumlah dan persentase penduduk miskin di
Indonesia tahun
2013 2015
.......................................................................................................
4
1.2 Persentase penduduk miskin perprovinsi tahun 2015
....................................... 5
4.1 Perkembangan Jumlah BPRS Menurut Pulau Tahun 2013-2015
................ 114
4.2 Perkembangan Dana Pihak Ketiga Menurut Pulau Tahun 2013-2015
........ 117
4.3 Perkembangan Pembiayaan Menurut Pulau Tahun 2013-2015
................... 120
4.4 Perkembangan Persentase Penduduk Miskin (P0) Menurut Pulau
Tahun 2013-
2015
............................................................................................................
124
4.5 Perkembangan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) Menurut Pulau
Tahun
2013-2015
...................................................................................................
127
4.6 Perkembangan Jumlah Unit Usaha Menurut Pulau Tahun 2013-2015
........ 130
4.7 Perkembangan Jumlah Jumlah Tenaga Kerja Menurut Pulau Tahun
2013-2015
.......................................................................................................................
132
4.8 Perkembangan Nilai Tambah Bruto Menurut Pulau Tahun
2013-2015 ...... 133
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Smith (sebagaimana dikutip dalam Dama, 2016)
kemiskinan
merupakan salah satu masalah mendasar yang menjadi pusat
perhatian pemerintah
di negara manapun. Di hampir semua negara berkembang, standar
hidup dari
sebagaian besar penduduknya cenderung sangat rendah, jika
dibandingkan dengan
standar hidup orang-orang di negara kaya, atau dengan golongan
elit di negara
mereka sendiri. Standar hidup yang rendah tersebut terwujud
salah satunya dalam
bentuk tingkat pendapatan yang sangat rendah atau
kemiskinan.
Kemiskinan merupakan ketidakmampuan seseorang dalam memenuhi
kebutuhan dasarnya karena ketidakberdayaan dalam mengakses atau
menguasai
sumber-sumber ekonomi. Ketidakmerataan pembangunan ekonomi
menjadi salah
satu penyebab terjadinya kemiskinan. Oleh karena itu,
pengentasan kemiskinan
dan pemerataan pembangunan menjadi aspek yang penting dalam
agenda
kebijakan pemerintah. (Firdaus, 2014)
Menurut Sumanto (sebagaimana dikutip dalam Rubiyanah, 2016)
permasalahan utama dalam upaya pengentasan kemiskinan di
Indonesia saat ini
terkait dengan adanya fakta bahwa pertumbuhan ekonomi tidak
tersebar secara
merata di seluruh wilayah Indonesia, ini dibuktikan dengan
tingginya disparitas
pendapatan antar daerah. Selain itu kemiskinan juga merupakan
sebuah hubungan
sebab akibat (kausalitas melingkar) artinya tingkat kemiskinan
yang tinggi terjadi
2
karena rendahnya pendapatan perkapita, pendapatan perkapita yang
rendah terjadi
karena investasi perkapita yang juga rendah. Tingkat investasi
perkapita yang
rendah disebabkan oleh permintaan domestik perkapita yang rendah
juga dan hal
tersebut terjadi karena tingkat kemiskinan yang tinggi dan
demikian seterusnya,
sehingga membentuk sebuah lingkaran kemiskinan sebagai sebuah
hubungan
sebab dan akibat (teori Nurkse) dan telah dibuktikan untuk
contoh kasus lingkar
kemiskinan di Indonesia.
Lingkaran setan kemiskinan ini disebabkan oleh keadaan yang
menyebabkan timbulnya hambatan terciptanya tingkat pembentukan
modal.
Sedangkan pembentukan modal diperoleh dari tingkat tabungan. Ada
dua jenis
lingkaran perangkap kemiskinan, yaitu dari sisi penawaran dan
permintaan modal.
Pertama, penawaran modal. Tingkat pendapatan masyarakat yang
rendah
diakibatkan oleh produktivitas rendah, menyebabkan kemampuan
masyarakat
untuk menabung rendah. Pada akhirnya, tingkat pembentukan modal
juga rendah.
Efek dari pembentukan modal rendah adalah negara menghadapi
kekurangan
barang modal, implikasinya tingkat produktivitas tetap rendah.
Kedua, permintaan
modal. Di negara miskin keinginan untuk menanamkan modal rendah.
Hal ini
lebih disebabkan luas pasar untuk berbagai jenis barang
terbatas. Di samping itu,
pendapatan masyarakat juga rendah yang diakibatkan produktivitas
mereka
rendah (Suman, 2007).
Logika berpikir yang dikemukakan Nurkse (sebagaimana dikutip
dalam
Suman, 2007) mengemukakan bahwa negara miskin itu miskin karena
dia miskin
(a poor country is poor because it is poor). Pernyataan a poor
country is poor
3
because it is poor sungguh sangat menyedihkan. Sebuah pernyataan
yang tidak
berujung pangkal bahwa negara miskin karena tidak punya apa-apa,
dan tidak
punya apa-apa menyebabkan negara menderita kemiskinan. Ada
beberapa solusi
yang ditawarkan oleh para sarjana untuk memotong lingkaran setan
kemiskinan di
Indonesia, yaitu:
1. Menggali potensi kekayaan alam.
2. Meningkatkan produktivitas kerja.
3. Menggiatkan masyarakat untuk menabung.
4. Memberikan pinjaman untuk modal usaha.
Yunus (sebagaimana dikutip dalam Sawahlunto, 2009) sang peraih
nobel
perdamaian asal dari Bangladesh, dikenal sebagai seorang tokoh
yang membidani
lahirnya Grameen Bank (bank untuk orang miskin). Konsep profesor
yang belajar
dari lapangan dalam menelurkan ide-ide pokok penanggulangan
kemiskinan ini
sangat idealis dan kontradiktif bagi para pengusaha bank dan
pemegang
saham/modal. Beberapa ide pokok dari konsep itu, antara lain,
pertama,
mengidentifikasi permasalahan kemiskinan dengan benar. Kemudian
mempelajari
kemiskinan dengan terjun langsung ke lapangan. Kedua, memahami
masalah
kemiskinan dari pihak yang mengalami masalah. Ketiga, desain
program
kemiskinan yang tidak meluas dan tidak memberikan janji, tapi
bukti. Program
yang berhasil bukan dinilai dari segi kuantitas tetapi kualitas.
Keempat,
penyelesaian masalah bersifat struktural. Timbulnya masalah
sangat kompleks dan
kadang bersifat struktural, maka untuk menanganinya juga harus
bersifat
struktural. Di sinilah pentingnya lobi-lobi bagi pihak
pengambilan keputusan agar
4
para pihak eksekutif menelurkan keputusan-keputusan yang pro
poor. Kelima,
membongkar kepalsuan dalam menanggulangi masalah kemiskinan.
Grafik 1.1
Perkembangan Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Di
Indonesia
Tahun 2013 - 2015
Sumber: Badan Pusat Statistik (2017)
Grafik 1.1 di atas menjelaskan diagram Jumlah penduduk
miskin
(penduduk dengan pengeluaran per kapita per bulan di bawah Garis
Kemiskinan)
di Indonesia pada tahun 2013 mencapai 28,60 juta jiwa (11,47
persen), kemudian
pada tahun 2014 jumlah penduduk miskin berkurang sebesar 0,87
juta jiwa dari
jumlah penduduk miskin sebesar 27,73 juta jiwa (10,96%).
Sedangkan pada tahun
2015, jumlah penduduk miskin kembali meningkat sebesar 28,51
juta jiwa
(11,13%), bertambah sebesar 0,78 juta jiwa dibandingkan dengan
kondisi tahun
sebelumnya. (BPS, 18 Juli 2016)
0
5
10
15
20
25
30
2013 2014 2015
28,60 Juta jiwa 27,73 Juta jiwa 28,51 Juta jiwa
11,47% 10,96 % 11,13 %
Jumlah Penduduk Persentase Penduduk
5
Adapun persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada
2014
sebesar 8,16 persen, naik menjadi 8,29 persen pada tahun 2015.
Sementara
persentase penduduk miskin di daerah perdesaan naik dari 13,76
persen pada
tahun 2014 menjadi 14,21 persen pada tahun 2015. Selama periode
2014-
2015, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebanyak
0,29 juta
orang (dari 10,36 juta orang pada tahun 2014 menjadi 10,65 juta
orang pada
tahun 2015), sementara di daerah perdesaan naik sebanyak 0,57
juta orang
(dari 17,37 juta orang pada tahun 2014 menjadi 17,94 juta orang
pada tahun
2015). (BPS, 15 September 2015).
Grafik 1.2
Persentase Penduduk Miskin Per Provinsi Tahun 2015
Sumber: BPS, data diolah
Berdasarkan keterangan grafik di atas dapat dicermati bahwa
persentase penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan antar
provinsi
masih memiliki kesenjangan yang cukup tinggi, dengan
persentase
17.11
10.79
6.71
8.82
13.77
17.16
13.53
4.83 5.78
3.61
9.57
13.32 13.16 12.28
5.75 5.25
16.54
4.72 6.1
10.12
6.22
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
%
6
penduduk miskin yang paling tinggi terjadi di provinsi Bengkulu
sebesar
17.6% sedangkan yang terendah sebesar 3.61% daerah provinsi
DKI
Jakarta.
Menurut Amalia (2009:2) banyak program pengentasan
kemiskinan
telah dilakukan, tetapi masih dirasakan belum banyak
keberhasilannya, hasil
yang dicapai tidak efisien dan tidak tepat sasaran. Di sisi
lain, banyak yang
belum mengerti bagaimana mengawali upaya penanggulan
kemiskinan
tersebut. Berbagai forum, dari tingkat nasional hingga lokal
menggelar diskusi
yang intinya hanya satu, yaitu bagaimana membebaskan manusia
dari
belenggu kemiskinan. Salah satu upaya penanggulangan kemiskinan
adalah
dengan memutus mata rantai kemiskinan melalui pemberdayaan
kelompok
melalui pengembangan microfinance, yakni suatu model penyedian
jasa
keuangan bagi masyarakat yang memiliki usaha pada sektor paling
kecil yang
tidak dapat mengakses bank karena keterbatasannya.
Rahman (2010) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa kredit
mikro
merupakan program pengentasan kemiskinan yang mapan yang
sedang
dilaksanakan di banyak bagian dunia untuk menangani berbagai
kegiatan
pembangunan, terutama di Bangladesh. Selain menyediakan
fasilitas kredit,
semua lembaga semacam itu juga memberikan pelatihan untuk
pengembangan
keterampilan dan mempekerjakan sendiri orang miskin. Sayangnya,
semua
lembaga ini memberikan kredit berbasis bunga dan tingkat bunga
seringkali
sangat tinggi, untuk sepadan dengan risiko dalam pinjaman
keuangan mikro.
Islamic Bank Bangladesh Limited (IBBL) meluncurkan Skema
Pengembangan
7
Pedesaan/Rural Development Scheme (RDS) pada tahun 1995. Tujuan
utama
skema ini adalah untuk mengurangi kemiskinan pedesaan dengan
menyediakan
investasi mikro kecil berbasis syariah untuk pertanian dan
sektor pedesaan untuk
menciptakan lapangan kerja dan meningkatkan pendapatan bagi kaum
miskin
pedesaan. Skema ini juga memberikan layanan kesejahteraan, moral
dan etika
kepada masyarakat pedesaan di negara tersebut. Skema tersebut
dilaksanakan
melalui 129 cabang meliputi 10.023 desa di 60 kabupaten. Sekitar
0,52 juta
anggota kelompok tercakup 94% adalah perempuan.
Harsono (2006) menuliskan bahwa memberdayakan masyarakat
miskin melalui usaha kecil/mikro (UMK) dengan membuka peluang
dan
kesempatan luas bagi masyarakat miskin untuk berpartisipasi
dalam
pembangunan ekonomi, merupakan salah satu upaya dalam
penanggulangan
kemiskinan.
Berdasarkan Sensus Ekonomi 2016, jumlah usaha dan perusahaan
sebanyak 26,21 juta usaha. Sebanyak 98,33% merupakan usaha
mikro, kecil dan
menengah (UMKM) serta koperasi (Sukmana, 2017). Dengan
penyerapan
tenaga kerja sekitar 87 persen dari total tenaga kerja produktif
di Indonesia dan
sumbangan terhadap PDB mencapai lebih dari 50 persen. Hal
ini
menunjukkan bahwa UMK yang sebagian besar pelakunya tergolong
sebagai
penduduk miskin, memiliki peranan yang cukup penting dalam
perekonomian
dan memiliki potensi besar untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat
yaitu mengatasi masalah kemiskinan dan pengangguran.
Amalia (2009:8) mengatakan bahwa peran dan sumbangsih sektor
UMKM
8
sebagai tulang punggung perekonomian dalam penciptaan lapangan
kerja dan
penanggulan kemiskinan di Indonesia tidak dapat dipungkiri. Ada
beberapa alasan
yang menjadikan UMKM sebagai prioritas terhadap perekonomian
nasional,
UMKM memberikan kontribusi, antara lain:
1) Sebagai penampung tenaga kerja dalam jumlah besar (sekitar
99,5%);
2) Sebagai penyumbang pendapatan domestic bruto (PDB) sebesar
56,7%;
3) Dalam ekspor non migas kontribusinya sebesar 19,1%;
4) Berkontribusi dalam pertumbuhan perekonomian nasional
(perekonomian tumbuh UMKM turut tumbuh);
5) Sebagai penopang perekonomian nasional (dalam situasi mata
uang
berfluktuasi seperti pengalaman masa krisis moneter, UMKM
relative
bertahan karena fleksibel dan tidak bergantung bahan impor);
6) Tidak menjadi beban negara meskipun hamper seluruh sector
usaha
terkena dampak krisis moneter.
Menurut Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (2015),
Andil
UMKM bagi perekonomian Indonesia sudah tidak diragukan lagi.
UMKM
mempunyai tingkat penyerapan tenaga kerja sekitar 97% dari
seluruh tenaga kerja
nasional dan mempunyai kontribusi terhadap produk domestik bruto
(PDB)
sekitar 57%. Namun demikian, persoalan klasik seputar pembiayaan
dan
pengembangan usaha masih tetap melekat pada UMKM. Pemerintah
mencatat,
pada 2014, dari 56,4 juta UMK yang ada di seluruh Indonesia,
baru 30% yang
mampu mengakses pembiayaan.
9
Tabel 1.1
Persentase Jumlah Unit Usaha, Jumlah Tenaga Kerja dan Nilai
Tambah
Bruto Menurut Provinsi Tahun 2015
PROVINSI Jumlah Unit
Usaha
Jumlah
Tenaga Kerja Nilai Tambah
Bruto
Aceh 1.96% 1.52% 1.08%
Sumatera Utara 2.96% 2.42% 2.29%
Sumatera Barat 2.03% 1.80% 1.87%
Riau 0.52% 0.48% 0.58%
Sumatera Selatan 1.48% 1.17% 1.14%
Bengkulu 0.37% 0.33% 0.46%
Lampung 2.41% 2.33% 2.18%
Kep. Bangka Belitung 0.18% 0.15% 0.18%
Kep. Riau 0.22% 0.15% 0.18%
DKI Jakarta 1.05% 1.45% 3.18%
Jawa Barat 14.38% 16.06% 21.71%
Jawa Tengah 30.85% 31.82% 25.08%
DI Yogyakarta 1.73% 1.63% 1.46%
Jawa Timur 24.58% 23.71% 21.05%
Banten 3.52% 3.37% 4.91%
Bali 3.09% 2.76% 3.31%
Nusa Tenggara Barat 2.82% 4.00% 3.73%
Kalimantan Selatan 1.72% 1.37% 1.18%
Kalimantan Timur 0.36% 0.31% 0.64%
Sulawesi Selatan 3.55% 3.04% 3.65%
Maluku Utara 0.21% 0.14% 0.13%
Sumber: BPS, data diolah
Tabel 1.1 menunjukan persentase jumlah unit usaha, jumlah tenaga
kerja,
dan nilai tambah bruto di 21 provinsi seluruh Indonesia, dimana
untuk jumlah
unit usaha, jumlah tenaga kerja, dan nilai tambah bruto masih
terpusat di
provinsi yang sebagian sebasar masih terpusat pulau jawa. Dengan
jumlah
unit usaha tertinggi sebesar 30.85%, sedangkan nilai tambah
bruto yang
10
dihasilkan adalah sebesar 31.82% dengan penyerapan tenaga kerja
di pulau
jawa mencapai 25.08%.
Bukti lain dari peranan strategis sektor Usaha Mikro, Kecil
dan
Menengah (UMK) yakni kemampuan sektor ini menjadi pilar utama
ekonomi
Indonesia. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) 2005,
jumlah
UMKM mencapai 42,39 juta unit atau sekitar 99,85% dari total
unit usaha di
Indonesia dan mampu menyerap lebih kurang 99,45% lapangan kerja
dari total
sekitar 76,54 juta pekerja (Krisna Wijaya, Kompas, Senin 22
Agustus 2005, hal
21). Selain itu, sektor UMKM juga mampu menyediakan sekitar 57%
kebutuhan
barang dan jasa, 19% kontribusinya terhadap ekspor serta
kontribusi terhadap
pertumbuhan ekonomi nasional mencapai 2-4%.
Ismawan (sebagaimana dikutip dalam Harsono, 2006) menuliskan
bahwa terdapat dua pendekatan dalam menanggulangi
permasalahan
kemiskinan di Indonesia. Pendekatan pertama dilakukan dengan
memberikan berbagai bantuan langsung kepada penduduk miskin
sedangkan pendekatan kedua dilakukan dengan menggunakan
keuangan
mikro sebagai jalan utamanya. Pelayanan keuangan mikro secara
efektif dan
konsisten diselenggarakan oleh lembaga yang disebut dengan
Lembaga
Keuangan Mikro (LKM). Aspek permodalan merupakan salah satu
masalah
mendasar yang dihadapi UMK dengan terbatasnya akses mereka
terhadap
sumber-sumber pembiayaan dari lembaga keuangan perbankan.
Menurut Wijono (2005) pengentasan kemiskinan dapat
dilaksanakan
melalui banyak sarana dan program baik yang bersifat langsung
maupun tak
11
langsung. Usaha ini dapat berupa transfer payment dari
pemerintah misalnya,
program pangan, kesehatan, pemukiman, pendidikan, keluarga
berencana,
maupun usaha yang bersifat produktif misalnya melalui pinjaman
dalam bentuk
micro credit.
LKM sebagai pelaku utama dalam pengembangan keuangan mikro
dan
lebih fleksibel dalam hal pelayanan khususnya permodalan, dapat
menjadi
solusi permasalahan UMK tersebut. Hal ini pada akhirnya akan
berpotensi
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan mengurangi
kemiskinan.
Berdasarkan penjelasan tersebut menyiratkan adanya keterkaitan
antara lembaga
keuangan mikro (LKM), usaha mikro dan kecil (UMK), serta
kemiskinan
(Wijono, 2005).
Menurut Direktorat Pembiayaan Departemen Pertanian (Deptan)
tahun
2004, pengembangan LKM dilakukan dengan dasar semangat untuk
membantu
dan memfasilitasi masyarakat miskin, baik untuk kegiatan
konsumtif maupun
produktif (Ashari, 2006). Pelayanan keuangan tersebut
dimaksudkan untuk
membantu masyarakat miskin dalam meningkatkan ketahanan
keuangan
mereka (financial security), sehingga akan memberikan kesempatan
bagi
mereka untuk memanfaatkan adanya peluang usaha serta
memfasilitasi
pertumbuhan usaha mereka (Ashar, 2008). Semakin banyak
keberadaan
LKM akan semakin mempermudah akses bagi masyarakat khususnya
yang
miskin dalam rangka meningkatkan kesejahteraan mereka. Pada
akhirnya
permasalahan kemiskinan dapat berkurang seiring dengan
meningkatnya
keberadaan LKM.
12
Salah satu cara mengurangi kemiskinan dan pengangguran
adalah
dengan menggerakkan perekonomian yang banyak melibatkan rakyat
kecil
seperti pemberdayaan UMK. Prasetyo (2008) menuliskan bahwa salah
satu
peran UMK yang paling menonjol dalam perekonomian adalah
kemampuannya
dalam penyerapan tenaga kerja dengan jumlah yang cukup besar
dibandingkan
jenis usaha lainnya. Penyerapan tenaga kerja melalui UMK ini
akan
meningkatkan pendapatan khususnya masyarakat miskin sehingga
dapat
memenuhi kebutuhan minimum yang berarti keluar dari kondisi
miskin.
Menurut Bank Indonesia (sebagaimana dikutip dalam Wijono,
2005)
mengemukakan bahwa LKM di Indonesia terbagi kepada dua kategori
yakni Bank
dan Non Bank, dalam hal ini BPRS termasuk kedalam kategori LKM
berbentuk
Bank.
Menurut Asian Development Bank (sebagaimana dikutip dalam
Wijono,
2005), lembaga keuangan mikro (microfinance) adalah lembaga
yang
menyediakan jasa penyimpanan (deposits), kredit (loans),
pembayaran berbagai
transaksi jasa (payment services) serta money transfers yang
ditujukan bagi
masyarakat miskin dan pengusaha kecil (insurance to poor and
low-income
households and their microenterprises).
Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) merupakan salah satu
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang berwujud bank, bertindak
sebagai
lembaga intermediasi dalam keuangan mikro yang ditujukan untuk
melayani
usaha- usaha kecil dan masyarakat di pedesaan. Hal ini senada
dengan
pernyataan Arifin (2014) yang menyebutkan bahwa Lembaga Keuangan
Mikro
13
Syariah (LKMS) di Indoensia terdiri dari berbagai lembaga
diantaranya BPRS
(Bank Pembiayaan Rakyat Syariah), BMT (Baitul Mal Wat Tamwil),
serta
Koperasi Syariah. Ketiga lembaga tersebut mempunyai hubungan
yang erat dan
saling mempengaruhi satu sama lain dan berhubungan erat dengan
lembaga
syariah lainnya yang lebih besar.
Tabel 1.2
Pembiayaan BPRS di Indonesia Menurut Provinsi Tahun
2013-2015
PROVINSI PEMBIAYAAN
2013 2014 2015
Aceh 62.280.000.000 79.524.000.000 102.690.000.000
Sumatera Utara 74.402.000.000 78.560.000.000 89.949.000.000
Sumatera Barat 130.385.000.000 135.167.000.000
132.519.000.000
Riau 16.842.000.000 99.528.000.000 112.990.000.000
Sumatera Selatan 7.923.000.000 10.102.000.000 11.262.000.000
Bengkulu 97.651.000.000 90.546.000.000 82.833.000.000
Lampung 174.073.000.000 202.850.000.000 248.614.000.000
Kep. Bangka Belitung 252.605.000.000 288.233.000.000
316.229.000.000
Kep. Riau 114.024.000.000 40.882.000.000 44.281.000.000
DKI Jakarta 21.303.000.000 20.749.000.000 12.793.000.000
Jawa Barat 1.479.766.000.000 1.566.258.000.000
1.838.021.000.000
Jawa Tengah 404.572.000.000 477.829.000.000 561.107.000.000
DI Yogyakarta 177.370.000.000 218.446.000.000 269.103
000.000
Jawa Timur 772.016.000.000 924.000.000.000 1.037.156.000.000
Banten 42.6894.000.000 527.062.000.000 592.099.000.000
Bali 6.236.000.000 4.005.000.000 6.035.000.000
Nusa Tenggara Barat 80.490.000.000 103.198.000.000
147.048.000.000
Kalimantan Selatan 19.908.000.000 18.856.000.000
19.626.000.000
Kalimantan Timur 4.897.000.000 1.132.000.000 1.437.000.000
Sulawesi Selatan 100.301.000.000 101.013.000.000
117.051.000.000
Maluku Utara 8.405.000.000 12.088.000.000 14.685.000.000
Sumber: BI, data diolah
Tabel 1.2 menunjukkan jumlah nilai pembiayaan yang
disalurkan
oleh BPRS meliputi 21 provinsi Indonesia tahun 2013-2015.
Jumlah
14
pembiayan selama tiga tahun di setiap provinsi cenderung
mengalami
peningkatan setiap tahunnya. Pada tahun 2013 jumlah pembiayaan
terbesar
yakni provinsi Jawa Barat sebesar Rp.1.479.766.000.000, diikuti
oleh
provinsi Jawa Timur sebesar Rp.772.016.000.000, pada tahun 2014
dan 2015
masih provinsi Jawa Barat dan Jawa timur tertinggi jumlah
pembiayaannya
sebesar Rp.1.566.258.000.000, Rp. 1.838.021.000.000 untuk
provinsi Jawa Barat
dan Rp.924.000.000.000, Rp.1.037.156.000.000 untuk provinsi Jawa
Timur.
Apabila dicermati tabel diatas tersebut menggambarkan bahwa
pembiayaan yang
disalurkan oleh BPRS masih terpusat di pulau Jawa.
BPRS memiliki pelayanan keuangan yang fleksibel dan sesuai
dengan
kebutuhan unit Usaha Mikro dan Kecil (UMK), yang akan membuka
akses
permodalan bagi UMK untuk membiayai kegiatan produksi maupun
memperluas kapasitas produksi agar dapat tumbuh dan berkembang.
Hal
tersebut mengindikasikan adanya hubungan positif antara LKM
dalam hal ini
BPRS dengan perkembangan UMK. (BI, 2012)
Berdasarkan latar belakang dan penjelasan-penjelasan di atas,
dapat
digambarkan adanya ketimpangan tingkat kemiskinan antar provinsi
yang masih
tinggi, akan tetapi UMK sebagai bagian dari aktiftas ekonomi
masyarakat miskin
masih terpusat di Jawa saja. Sehingga perlu adanya penelitian
lebih dalam
mengenai hal tersebut. Dalam kesempatan ini penulis melakukan
penelitian yang
berjudul: Keterkaitan Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS),
Usaha
Mikro dan Kecil (UMK) serta Tingkat Kemiskinan Di Indonesia.
15
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di
atas ada
beberapa masalah yang dapat diidentifikasi. Kemiskinan merupakan
masalah
yang kronis melanda bangsa Indonesia. Banyak program
pengentasan
kemiskinan telah dilakukan, tetapi masih dirasakan belum
banyak
keberhasilannya, hasil yang dicapai tidak efisien dan tidak
tepat sasaran.
Bahkan pengentasan kemiskinan menjadi tujuan pertama dalam
target
pembangunan MDGs (Millenium Development Goals).
Kemiskinan juga merupakan sebuah hubungan sebab akibat
(kausalitas
melingkar) artinya tingkat kemiskinan yang tinggi terjadi karena
rendahnya
pendapatan perkapita, pendapatan perkapita yang rendah terjadi
karena investasi
perkapita yang juga rendah. Tingkat investasi perkapita yang
rendah disebabkan
oleh permintaan domestik perkapita yang rendah juga dan hal
tersebut terjadi
karena tingkat kemiskinan yang tinggi dan demikian seterusnya,
sehingga
membentuk sebuah lingkaran kemiskinan sebagai sebuah hubungan
sebab dan
akibat.
Berdasarkan Badan Pusat Statistik pada tahun 2015, jumlah
penduduk
miskin meningkat sebesar 28,51 juta jiwa (11,13%), bertambah
sebesar 0,78 juta
jiwa dibandingkan tahun 2014 sebesar 27,73 juta jiwa (10,96%).
Sedangkan
persentase penduduk yang berada dibawah Garis Kemiskinan antar
provinsi
masih memiliki kesenjangan yang cukup tinggi, dengan
persentase
penduduk miskin yang paling tinggi terjadi di provinsi Bengkulu
sebesar
17.6% sedangkan yang terendah sebesar 3.61% daerah provinsi
DKI
16
Jakarta. Adapun data mengenai sebaran BPRS dan UMK serta
banyaknya
penyerapan tenaga kerja masih terpusat di pulau Jawa, sedangkan
tingkat
kemiskinan di Indonesia masih menggambarkan ketimpangan yang
cukup
tinggi. Sehingga berdasarkan kepada beberapa permasalahan
tersebutlah
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian lebih lanjut
mengenai
keterkaitan lembaga keuangan mikro syariah (LKMS), usaha mikro
dan kecil
(UMK) serta tingkat kemiskinan di Indonesia.
C. Batasan Masalah
Agar penelitian dalam penelitian ini terfokus pada permasalahan
yang
akan dibahas, maka penulis membatasi masalah yang akan dikaji
sebagai berikut:
a. Materi yang dibahas dalam penelitian ini adalah keterkaitan
lembaga
keuangan mikro syariah (LKMS), usaha mikro dan kecil (UMK)
serta
tingkat kemiskinan di 21 provinsi Indonesia tahun 2013 sampai
tahun
2015.
b. Objek penelitian ini dilakukan pada seluruh Bank Pembiayaan
Rakyat
Syariah (BPRS), UMK dan Kemiskinan di Indonesia.
c. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data tahunan
yang
dipublikasikan oleh Bank Indonesia yakni data statistik
perbankan Syariah
yang difokuskan pada data BPRS mengenai dana pihak ketiga,
pembiayaan, dan jumlah bank. Dan data tahunan yang
dipublikasikan oleh
Badan Pusat Statistik yakni data UMK mengenai jumlah unit
usaha,
jumlah tenaga kerja dan nilai tambah bruto sedangkan untuk
data
17
kemiskinan yakni persentase penduduk miskin (P0) dan indeks
keparahan
kemiskinan (P2).
d. Variabel penelitian terdiri dari variabel eksogen meliputi
BPRS (X),
sedangkan variabel endogen meliputi kemiskinan (Y) dan UMK
(Z).
D. Perumusan Masalah
Perumusan masalah merupakan langkah yang sangat penting
karena
langkah ini akan menentukan kemana suatu penelitian diarahkan.
Perumusan
masalah pada dasarnya adalah merumuskan pertanyaan yang
jawabannya akan
dicari melalui penelitian berdasarkan seputar keterkaitan
lembaga keuangan mikro
syariah (LKMS), usaha mikro dan kecil (UMK) serta tingkat
kemiskinan di
Indonesia tahun 2013 sampai tahun 2015.
Berdasarkan pembatasan masalah yang ada, pembahasan yang
akan
dilakukan, dirumuskan dalam beberapa pertanyaan sebagai
berikut:
1. Apakah terdapat pengaruh BPRS terhadap kemiskinan ?
2. Apakah terdapat pengaruh BPRS terhadap UMK ?
3. Apakah terdapat pengaruh UMK terhadap kemiskinan ?
4. Apakah terdapat pengaruh BPRS dan UMK terhadap kemiskinan
?
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan pada perumusan masalah di atas, maka tujuan
dilaksanakan
penelitian ini adalah:
1. Untuk mengetahui pengaruh BPRS terhadap kemiskinan.
2. Untuk mengetahui pengaruh BPRS terhadap UMK.
3. Untuk mengetahui pengaruh UMK terhadap kemiskinan.
4. Untuk mengetahui pengaruh BPRS dan UMK terhadap
kemiskinan.
18
F. Manfaat Penelitian
Dengan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka penulis
ingin
memberikan beberapa manfaat terkait dengan penelitian ini, yaitu
:
1. Bagi akademisi:
a. Penulis
Penelitian ini diharapkan akan memberikan pembelajaran
terbaru
bagi penulis, khususnya terkait dengan bagaimana
mengimplementasikan ilmu/teori yang didapat selama mengikuti
perkuliahan, kedalam sebuah tulisan karya ilmiah.
b. Lembaga Universitas/Perguruan Tinggi
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi
dalam
memberikan sebuah informasi baru bagi civitas akademisi
sehingga
bermanfaat untuk masa yang akan datang.
c. Peneliti Berikutnya
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu referensi
dalam
memberikan sebuah informasi baru bagi mahasiswa dalam
penulisan karya tulis ilmiahnya.
2. Bagi Praktisi:
a. Pemerintah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan yang
relevan
dan berguna bagi pemerintah dalam upaya pengentasan
kemiskinan yang merupakan salah satu permasalahan utama
dalam pembangunan di Indonesia.
19
b. Pembuat Kebijakan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan sebagai
bahan pertimbangan bagi regulator untuk membuat kebijakan
dalam
upaya pengentasan kemiskinan di Indonesia.
20
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kemiskinan
a. Pengertian Kemiskinan
Menurut Badan Pusat Statistik (2016) dalam perhitungan dan
analisis
kemiskinan makro Indonesia tahun 2016 mengemukakan bahwa
kemiskinan
merupakan isu global maupun nasional karena masih menjadi
keprihatinan banyak
pihak. Untuk keperluan perencanaan, monitoring, dan evaluasi
berbagai program
terkait penanggulangan kemiskinan diperlukan sejumlah indikator
yang dapat
menunjukkan status dan perkembangan penduduk miskin di Indonesia
antar
waktu, jumlah penduduk miskin, dan persentase penduduk miskin.
Adapun
definisi kemiskinan menurut BPS yakni sebagai suatu kondisi
kehidupan yang
serba kekuarangan yang dialami seseorang yang mempunyai
pengeluaran per
kapita selama sebulan tidak cukup memenuhi kebutuhan hidup
standar minimum.
BAPPENAS dalam diagnosis kemiskinan mendefinisakan
kemiskinan
merupakan kondisi di mana seseorang atau sekelompok orang,
laki-laki dan
perempuan, tidak mampu memenuhi hak dasarnya untuk
mempertahankan dan
mengembangkan kehidupan yang bermartabat. (Badan Perencanaan
Pembangunan
Nasional, n.d.).
Sedangkan menurut Bank Dunia kemiskinan adalah kondisi di
mana
seseorang tidak dapat menikmati segala macam pilihan dan
kesempatan dalam
pemenuhan kebutuhan dasarnya seperti tidak dapat memenuhi
kesehatan, standar
hidup layak, kebebasan, harga diri dan rasa dihormati seperti
orang lain. Bank
21
Dunia mengelompokkan kemiskinan dalam dua kategori, yaitu
kemiskinan
absolut dan kemiskinan relatif. Kemiskinan absolut mengacu pada
satu set
standard yang konsisten, tidak terpengaruh oleh waktu dan
tempat/negara. Sebuah
contoh dari pengukuran absolut adalah persentase dari populasi
yang makan
dibawah jumlah yang cukup menopang kebutuhan tubuh manusia
(kira-kira 2000
- 2500 kalori per hari untuk laki-laki dewasa). Bank Dunia
mengukur kemiskinan
absolut sebagai orang yang hidup dengan pendapatan dibawah USD
$1 per hari
dan kemiskinan menengah untuk pendapatan dibawah $2 per hari.
(The World
Bank, 2007).
Menurut Suharto (2005), kemiskinan merupakan masalah global
yang
sering dikaitkan dengan masalah kebutuhan, kesulitan dan
kekurangan-
kekurangan dalam hidup. Kemiskinan memiliki beberapa ciri,
yaitu:
1. Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan konsumsi dasar (pangan,
sandang
dan papan).
2. Ketiadaan akses terhadap kebutuhan hidup dasar lainnya
(kesehatan,
pendidikan, sanitasi, air bersih dan transportasi).
3. Ketiadaan jaminan masa depan (karena tiada investasi untuk
pendidikan
dan keluarga).
4. Kerentanan terhadap goncangan yang bersifat individual maupun
massal.
5. Rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM) dan keterbatasan
sumber
daya alam (SDA).
6. Ketidak-terlibatan dalam kegiatan sosial masyarakat.
22
7. Ketiadaan akses terhadap lapangan kerja dan mata pencaharian
yang
berkesinambungan.
8. Ketidakmampuan untuk berusaha karena cacat fisik maupun
mental.
9. Ketidakmampuan dan ketidakberuntungan sosial (anak terlantar,
wanita
korban tindak kekerasan rumah tangga, janda miskin, kelompok
marjinal
dan terpencil).
Menurut Nugroho (sebagaimana dikutip dalam Silpiintansuseno7,
2016)
kemiskinan adalah suatu kondisi ketidakmampuan secara ekonomi
untuk
memenuhi standar hidup rata-rata masyarakat di suatu daerah.
Kondisi
ketidakmampuan ini ditandai dengan rendahnya kemampuan
pendapatan untuk
memenuhi kebutuhan pokok baik berupa pangan, sandang, maupun
papan.
Kemampuan pendapatan yang rendah ini juga akan berdampak
berkurangnya
kemampuan untuk memenuhi standar hidup rata-rata seperti standar
kesehatan
masyarakat dan standar pendidikan. Kondisi masyarakat yang
disebut miskin
dapat diketahui berdasarkan kemampuan pendapatan dalam memenuhi
standar
hidup.
Pada prinsipnya, standar hidup di suatu masyarakat tidak
sekedar
tercukupinya kebutuhan akan pangan, akan tetapi juga
tercukupinya kebutuhan
akan kesehatan maupun pendidikan. Tempat tinggal ataupun
pemukiman yang
layak merupakan salah satu dari standar hidup atau standar
kesejahteraan
masyarakat di suatu daerah. Berdasarkan kondisi ini, suatu
masyarakat disebut
miskin apabila memiliki pendapatan jauh lebih rendah dari
rata-rata pendapatan
sehingga tidak banyak memiliki kesempatan untuk mensejahterakan
dirinya
(Suryawati, 2005).
23
Akan tetapi rendahnya pendapatan dan kemampuan untuk
memenuhi
kebutuhan dasar bersifat relati, bergantung pada ruang dan
waktu. Apa yang dulu
dianggap sebagai barang berpenghasilan tinggi atau mewah seabad
yang lalu
dapat dianggap sebagai pendapatan rendah atau kebutuhan dasar di
dunia
kontemporer. Demikian pula pendapatan rendah di satu tempat
dapat dianggap
sebagai pendapatan menengah atau bahkan tinggi di tempat lain,
sementara
kebutuhan dasar satu tempat dapat dianggap mewah di tempat lain.
Hal ini
tercermin dalam menentukan garis kemiskinan dalam hal tingkat
pendapatan yang
berbeda di berbagai negara. (Sadeq, 1997)
Pengertian kemiskinan yang saat ini populer dijadikan studi
pembangunan
adalah kemiskinan yang seringkali dijumpai di negara-negara
berkembang dan
negara-negara dunia ketiga. Persoalan kemiskinan masyarakat di
negara-negara
ini tidak hanya sekedar bentuk ketidakmampuan pendapatan, akan
tetapi telah
meluas pada bentuk ketidakberdayaan secara sosial maupun politik
(Suryawati,
2005). Kemiskinan juga dianggap sebagai bentuk permasalahan
pembangunan
yang diakibatkan adanya dampak negatif dari pertumbuhan ekonomi
yang tidak
seimbang sehingga memperlebar kesenjangan pendapatan antar
masyarakat
maupun kesenjangan pendapatan antar daerah (inter region income
gap)
(Harahap, 2006).
b. Macam-Macam Kemiskinan
Menurut Badan Pusat Statistik (2015), kemiskinan secara asal
penyebabnya terbagi menjadi 2 macam.
24
1. Kemiskinan kultural, yaitu kemiskinan yang disebabkan oleh
adanya
faktor-faktor adat atau budaya suatu daerah tertentu yang
membelenggu
seseorang atau sekelompok masyarakat tertentu sehingga
membuatnya
tetap melekat dengan kemiskinan. Kemiskinan seperti ini bias
dihilangkan
atau bisa dikurangi dengan mengabaikan faktor-faktor yang
menghalanginya untuk melakukan perubahan ke arah tingkat
kehidupan
yang lebih baik.
2. Kemiskinan struktural, yaitu kemiskinan yang terjadi sebagai
akibat
ketidakberdayaan seseorang atau sekelompok masyarakat tertentu
terhadap
sistem atau tatanan sosial yang tidak adil, karenanya mereka
berada pada
posisi tawar yang sangat lemah dan tidak memiliki akses
untuk
mengembangkan dan membebaskan diri mereka sendiri dari
perangkap
kemiskinan atau dengan perkataan lain seseorang atau
sekelompok
masyarakat menjadi miskin karena mereka miskin.
Secara konseptual, kemiskinan dapat dibedakan menurut
kemiskinan
relatif dan kemiskinan absolut, dimana perbedaannya terletak
pada standar
penilaiannya. Standar penilaian kemiskinan relatif merupakan
standar kehidupan
yang ditentukan dan ditetapkan secara subyektif oleh masyarakat
setempat dan
bersifat lokal serta mereka yang berada dibawah standar
penilaian tersebut
dikategorikan sebagai miskin secara relatif. Sedangkan standar
penilaian
kemiskinan secara absolut merupakan standar kehidupan minimum
yang
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhaan dasar yang diperlukan, baik
makanan
25
maupun non makanan. Standar kehidupan minimum untuk memenuhi
kebutuhan
dasar ini disebut sebagai garis kemiskinan. (BPS, 2015)
a. Kemiskinan Relatif merupakan kondisi miskin karena pengaruh
kebijakan
pembangunan yang belum mampu menjangkau seluruh lapisan
masyarakat
sehingga menyebabkan ketimpangan pada distribusi pendapatan.
Standar
minimum disusun berdasarkan kondisi hidup suatu negara pada
waktu
tertentu dan perhatian terfokus pada golongan penduduk
termiskin,
misalnya 20 persen atau 40 persen lapisan terendah dari total
penduduk
yang telah diurutkan menurut pendapatan/pengeluaran. Kelompok
ini
merupakan penduduk relatif miskin. Dengan demikian, ukuran
kemiskinan
relatif sangat tergantung pada distribusi pendapatan/
pengeluaran
penduduk.
b. Kemiskinan Absolut atau mutlak berkaitan dengan standar
hidup
minimum suatu masyarakat yang diwujudkan dalam bentuk garis
kemiskinan. Pembentukan garis kemiskinan tergantung pada
definisi
mengenai standar hidup minimum. Sehingga kemiskinan absolut ini
bisa
diartikan dengan melihat seberapa jauh perbedaan antara
tingkat
pendapatan seseorang dengan tingkat pendapatan yang dibutuhkan
untuk
memenuhi kebutuhan dasarnya. Kemiskinan secara absolut
ditentukan
berdasarkan ketidakmampuan untuk mencukupi kebutuhan pokok
minimum seperti pangan, sandang, kesehatan, perumahan dan
pendidikan
yang diperlukan untuk bisa hidup dan bekerja. Kebutuhan pokok
minimum
diterjemahkan sebagai ukuran finansial dalam bentuk uang.
Nilai
26
kebutuhan minimum kebutuhan dasar tersebut dikenal dengan
istilah garis
kemiskinan.
c. Teori Lingkaran Setan Kemiskinan
Penyebab kemiskinan menurut Kuncoro (2000) sebagai berikut:
1. Secara mikro, kemiskinan muncul karena adanya ketidaksamaan
pola
kepemilikan sumber daya yang menimbulkan distribusi
pendapatan
timpang, penduduk miskin hanya memiliki sumber daya dalam
jumlah
yang terbatas dan kualitasnya rendah;
2. Kemiskinan muncul akibat perbedaan kualitas sumber daya
manusia
karena kualitas sumber daya manusia yang rendah berarti
produktivitas
juga rendah, upahnya pun rendah;
3. Kemiskinan muncul disebabkan perbedaan akses dan modal.
Ketiga penyebab kemiskinan itu bermuara pada teori lingkaran
setan
kemiskinan (vicious circle of poverty) lihat Gambar 2.1. Adanya
keterbelakangan,
ketidak-sempurnaan pasar, kurangnya modal menyebabkan
rendahnya
produktivitas. Rendahnya produktivitas mengakibatkan rendahnya
pendapatan
yang mereka terima. Rendahnya pendapatan akan berimplikasi pada
rendahnya
tabungan dan investasi, rendahnya investasi akan berakibat pada
keterbelakangan
dan seterusnya. Logika berpikir yang dikemukakan Nurkse
(sebagaimana dikutip
dalam Kuncoro, 2000) yang mengemukakan bahwa negara miskin itu
miskin
karena dia miskin (a poor country is poor because it is
poor).
27
Gambar 2.1
Lingkaran Setan Kemiskinan (The Vicious Circle of Poverty)
Sumber: Nurkse (sebagaimana dikutip dalam Kuncoro, 2000)
Dalam mengemukakan teorinya tentang lingkaran setan kemiskinan,
pada
hakikatnya Nurkse berpendapat bahwa kemiskinan bukan saja
disebabkan oleh
ketiadaan pembangunan masa lalu tetapi juga disebabkan oleh
hambatan
pembangunan di masa yang akan datang. Sehubungan dengan hal ini
Nurkse
mengatakan : Suatu negara menjadi miskin karena ia merupakan
negara miskin
(A country is poor because it is poor). Menurut pendapatnya,
inti dari lingkaran
setan kemiskinan adalah keadaan-keadaan yang menyebabkan
timbulnya
hambatan terhadap terciptanya tingkat pembentukan modal yang
tinggi. Di satu
pihak pembentukan modal ditentukan oleh tingkat tabungan, dan di
lain pihak
Ketidaksempurnaan
Pasar, Keterbelakangan,
Ketertinggalan.
Kekurangan
Modal
Produktivitas
Rendah
Pendapatan
Rendah
Tabungan
Rendah
Investasi
Rendah
28
oleh perangsang untuk menanam modal. Di negara berkembang kedua
faktor itu
tidak memungkinkan dilaksanakannya tingkat pembentukan modal
yang tinggi.
Menurut pandangan Nurkse (sebagaimana dikutip dalam Suman,
2007)
terdapat dua jenis lingkaran setan kemiskinan yang menghalangi
negara
berkembang mencapai tingkat pembangunan yang pesat, yaitu dari
segi
penawaran modal dan dari segi permintaan modal. Dari segi
penawaran modal
lingkaran setan kemiskinan dapat dinyatakan secara berikut.
Tingkat pendapatan
masyarakat yang rendah, yang diakibatkan oleh tingkat
produktivitas yang rendah,
menyebabkan kemampuan masyarakat untuk menabung juga rendah. Ini
akan
menyebabkan tingkat pembentukan modal yang rendah. Keadaan yang
terakhir ini
selanjutnya akan dapat menyebabkan suatu negara menghadapi
kekurangan
barang modal dan dengan demikian tingkat produktivitas akan
tetap rendah. Dari
segi permintaan modal, corak lingkaran setan kemiskinan
mempunyai bentuk
yang berbeda. Di negara-negara miskin perangsang untuk
melaksanakan
penanaman modal rendah karena luas pasar untuk berbagi jenis
barang terbatas,
dan hal yang belakangan disebutkan ini disebabkan oleh
pendapatan masyarakat
yang rendah. Sedangkan pendapatan yang rendah disebabkan oleh
produktivitas
yang rendah yang diwujudkan oleh pembentukan modal yang terbatas
pada masa
lalu. Pembentukan modal yang terbatas ini disebabkan oleh
kekurangan
perangsang untuk menanam modal.
Di sisi lain Nurkse (sebagaimana dikutip dalam Suman, 2007)
menyatakan
bahwa peningkatan pembentukan modal bukan saja dibatasi oleh
lingkaran
perangakap kemiskinan seperti yang dijelaskan di atas, tetapi
juga oleh adanya
29
international demonstration effect. Yang dimaksudkan dengan ini
adalah
kecenderungan untuk mencontoh gaya konsumsi di kalangan
masyarakat yang
lebih maju.
d. Faktor-Faktor Penyebab Kemiskinan
Tidak terlalu sulit menentukan faktor-faktor penyebab
kemiskinan, tetapi
dari faktor-faktor tersebut sangat sulit untuk menentukan mana
yang merupakan
penyebab sebenarnya atau utama, atau faktor-faktor mana yang
berpengaruh
langsung dan tidak langsung terhadap perubahan kemiskinan. Jika
diuraikan satu
persatu, jumlah faktor-faktor yang dapat mempengaruhi tingkat
kemiskinan cukup
banyak. Mulai dari tingkat laju pertumbuhan output atau
produktivitas, tingkat
upah neto, distribusi pendapatan, kesempatan kerja, tingkat
investasi, tingkat
inflasi, pajak dan subsidi, alokasi serta kualitas sumber daya
alam, penggunaan
teknologi, tingkat dan jenis pendidikan, kondisi fisik dan alam
di suatu wilayah,
etos kerja dan motivasi kerja, kultur budaya atau tradisi,
bencana alam hingga
peperangan, politik dan lain-lain (Tambunan, 2001).
Menurut Bank Dunia (sebagaimana dikutip dalam Khairunnisa,
2015)
penyebab dasar kemiskinan adalah: (1) kegagalan kepemilikan
terutama tanah dan
modal; (2) terbatasnya ketersediaan bahan kebutuhan dasar,
sarana dan prasarana;
(3) kebijakan pembangunan yang bias perkotaan dan bias sektor;
(4) adanya
perbedaan kesempatan di antara anggota masyarakat dan sistem
yang kurang
mendukung; (5) adanya perbedaan sumber daya manusia dan
perbedaan antara
sektor ekonomi (ekonomi tradisional versus ekonomi modern); (6)
rendahnya
produktivitas dan tingkat pembentukan modal dalam masyarakat;
(7) budaya
30
hidup yang dikaitkan dengan kemampuan seseorang mengelola sumber
daya alam
dan lingkunganya; (8) tidak adanya tata pemerintahan yang bersih
dan baik (good
governance); (9) pengelolaan sumber daya alam yang berlebihan
dan tidak
berwawasan lingkungan.
Nasikun (sebagaiamana dikutip dalam Suryawati, 2005) selain
beberapa
faktor di atas, penyebab kemiskinan di masyarakat khususnya di
pedesaan
disebabkan oleh keterbatasan aset yang dimiliki yaitu:
a. Natural assets: seperti tanah dan air, karena sebagian besar
masyarakat
desa hanya menguasai lahan yang kurang memadai untuk mata
pencahariannya.
b. Human assets: menyangkut kualitas sumber daya manusia yang
relatif
masih rendah dibandingkan masyarakat perkotaan (tingkat
pendidikan,
pengetahuan, keterampilan maupun tingkat kesehatan dan
penguasaan
teknologi).
c. Physical assets: minimnya akses ke infrastruktur dan
fasilitas umum
seperti jaringan jalan, listrik, dan komunikasi di pedesaan.
d. Financial assets: berupa tabungan (saving), serta akses
untuk
memperoleh modal usaha.
e. Social assets: berupa jaringan, kontak dan pengaruh politik,
dalam hal
ini kekuatan bargaining position dalam pengambilan
keputusan-
keputusan politik.
31
e. Pengentasan dan Penanggulangan Kemiskinan
Menurut Wijono (2005) pengentasan kemiskinan dapat
dilaksanakan
melalui banyak sarana dan program baik yang bersifat langsung
maupun tak
langsung. Usaha ini dapat berupa transfer payment dari
pemerintah misalnya,
program pangan, kesehatan, pemukiman, pendidikan, keluarga
berencana,
maupun usaha yang bersifat produktif misalnya melalui pinjaman
dalam bentuk
micro credit. Menurut Robinson (sebagaimana dikutip dalam
Wijono, 2005),
pinjaman dalam bentuk micro credit merupakan salah satu upaya
yang ampuh
dalam menangani kemiskinan.
Sedangkan Wijaya (sebagaimana dikutip dalam Wijono, 2005)
mengemukakan secara hipotesis, kaitan antara pemberdayaan kredit
mikro dengan
upaya pengentasan kemiskinan merupakan pintu masuk relatif mudah
bagi orang
yang akan menjadi pengusaha pemula. Jika pengusaha pemula ini
tumbuh dan
berkembang akan terentaskan karena menjadi pengusaha atau karena
trickle down
effect dari semakin banyaknya pengusaha mikro.
Kebijakan penanggulangan kemiskinan menurut Sumodiningrat
(1997)
digolongkan dalam 3 kelompok, yaitu (1) kebijaksanaan yang
secara tidak
langsung mengarah pada sasaran tetapi memberikan dasar
tercapainya suasana
yang mendukung kegiatan sosial ekonomi penduduk miskin, (2)
kebijaksaan yang
secara langsung mengarah pada peningkatan kegiatan ekonomi
kelompok sasaran,
dan (3) kebijaksanaan khusus yang menjangkau masyarakat miskin
dan daerah
terpencil melalui upaya khusus.
32
Menurut Tambunan (2001) ada tiga pilar utama yang dapat
dijadikan
sebagai strategi pengurangan kemiskinan, yaitu: 1) Pertumbuhan
ekonomi yang
berkelanjutan dan pro kemiskinan, 2) pemerintahan yang baik
(good corporate
governance), 3) pembangunan sosial terutama di bidang pendidikan
dan
kesehatan. Selanjutnya, ada tiga strategi pengurangan kemiskinan
menurut Teori
Klasik:
1. Perubahan struktural dan ketenagakerjaan
Transformasi struktural dari sektor pertanian ke sektor industri
dan dari
sector industri ke sektor jasa akan mampu menyerap tenaga kerja
baru
yang lebih banyak dan lebih berkualitas.
2. Memperluas kesempatan kerja
Pelaksanaan proyek-proyek padat karya baik yang bersifat
komersial
maupun sosial akan mampu menyerap tenaga kerja yang lebih
banyak
dan beragam keterampilannya.
3. Redistribusi pendapatan (pajak, subsidi)
Pajak dan subsidi dapat difungsikan sebagai sarana untuk
lebih
memeratakan lagi distribusi pendapatan nasional dalam bentuk
penyediaan barang-barang public dan infrastruktur yang lebih
baik.
Pengalaman penanggulangan kemiskinan pada masa lalu telah
memperlihatkan berbagai kelemahan, antara lain : (1) masih
berorientasi kepada
pertumbuhan makro tanpa memperhatikan aspek pemerataan, (2)
kebijakan yang
bersifat sentralistik, (3) lebih bersifat karikatif daripada
transformatif, (4)
memposisikan masyarakat sebagai obyek daripada subyek, (5)
orientasi
33
penanggulangan kemiskinan yang cenderung karikatif dan sesaat
daripada
produktivitas yang berkelanjutan, serta (6) cara pandang dan
solusi yang bersifat
generik terhadap permasalahan kemiskinan yang ada tanpa
memperhatikan
kemajemukan yang ada. Karena beragamnya sifat tantangan yang
ada, maka
penanganan persoalan kemiskinan harus menyentuh dasar sumber dan
akar
persoalan yang sesungguhnya,baik langsung maupun tak langsung
(Bappenas,
2008).
f. Konsep Kemiskinan Menurut Badan Pusat Statistik
Dalam mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan
memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan
pendekatan ini,
kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi
untuk
memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur
dari sisi
pengeluaran. Pendekatan ini dapat dihitung dengan Headcount
Index, yaitu
persentase penduduk miskin terhadap total penduduk. Sedangkan
Bappenas
menggunakan beberapa pendekatan utama untuk mewujudkan hak
dasar
masyarakat miskin (terpenuhinya kebutuhan pangan, kesehatan,
pendidikan,
pekerjaan, perumahan, air bersih, pertahanan, sumber daya alam
dan lingkungan
hidup, rasa aman dari perlakuan atau ancaman tindak kekerasan
dan hak untuk
berpartisipasi dalam kehidupan sosial politik), yaitu pendekatan
kebutuhan dasar,
pendekatan pendapatan, pendekatan kemampuan dasar, dan
pendekatan objektif
dan subjektif. (BAPPENAS, n.d.).
Adapun konsep kemiskinan menurut Badan Pusat Statistik yang
diakses
melalui website BPS Indonesia, (BPS, 2016):
http://www.bps.go.id/
34
1. Penduduk Miskin
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan
memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan
pendekatan ini,
kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi
untuk
memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur
dari sisi
pengeluaran. Jadi Penduduk Miskin adalah penduduk yang memiliki
rata-rata
pengeluaran perkapita perbulan dibawah garis kemiskinan.
2. Garis Kemiskinan (GK)
Garis Kemiskinan (GK) merupakan penjumlahan dari Garis
Kemiskinan
Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penduduk
yang
memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan dibawah Garis
Kemiskinan
dikategorikan sebagai penduduk miskin.
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran
kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100
kilokalori perkapita
perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52
jenis komoditi
(padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu,
sayuran, kacang-
kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll)
Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum
untuk perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan. Paket
komoditi kebutuhan
dasar non makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan
dan 47 jenis
komoditi di pedesaan.
35
Rumus Penghitungan :
GK = GKM + GKNM
GK = Garis Kemiskinan
GKM = Garis Kemiskinan Makanan
GKNM = Garis Kemiskinan Non Makan
Teknik penghitungan GKM
Tahap pertama adalah menentukan kelompok referensi
(reference
population) yaitu 20 persen penduduk yang berada diatas Garis
Kemiskinan
Sementara (GKS). Kelompok referensi ini didefinisikan sebagai
penduduk kelas
marginal. GKS dihitung berdasar GK periode sebelumnya yang
di-inflate dengan
inflasi umum (IHK). Dari penduduk referensi ini kemudian
dihitung Garis
Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non-Makanan
(GKNM).
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) adalah jumlah nilai pengeluaran
dari
52 komoditi dasar makanan yang riil dikonsumsi penduduk
referensi yang
kemudian disetarakan dengan 2100 kilokalori perkapita perhari.
Patokan ini
mengacu pada hasil Widyakarya Pangan dan Gizi 1978. Penyetaraan
nilai
pengeluaran kebutuhan minimum makanan dilakukan dengan
menghitung harga
rata-rata kalori dari ke-52 komoditi tersebut. Formula dasar
dalam menghitung
Garis Kemiskinan Makanan (GKM) adalah :
36
Dimana :
GKMj = Garis Kemiskinan Makanan daerah j (sebelum
disetarakan
menjadi 2100 kilo kalori).
Pjk = Harga komoditi k di daerah j.
Qjk = Rata-rata kuantitas komoditi k yang dikonsumsi di daerah
j.
Vjk = Nilai pengeluaran untuk konsumsi komoditi k di daerah
j.
j = Daerah (perkotaan atau pedesaan)
Selanjutnya GKMj tersebut disetarakan dengan 2100 kilokalori
dengan
mengalikan 2100 terhadap harga implisit rata-rata kalori menurut
daerah j dari
penduduk referensi, sehingga :
Dimana :
Kjk = Kalori dari komoditi k di daerah j
HKj = Harga rata-rata kalori di daerah j
Dimana :
Fj = Kebutuhan minimum makanan di daerah j, yaitu yang
menghasilkan
energi setara dengan 2100 kilokalori/kapita/hari.
Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) merupakan penjumlahan
nilai
kebutuhan minimum dari komoditi-komoditi non-makanan terpilih
yang
meliputi perumahan, sandang, pendidikan dsan kesehatan.
Pemilihan jenis
37
barang dan jasa non makanan mengalami perkembangan dan
penyempurnaan dari tahun ke tahun disesuaikan dengan perubahan
pola
konsumsi penduduk. Pada periode sebelum tahun 1993 terdiri dari
14
komoditi di perkotaan dan 12 komoditi di pedesaan. Sejak tahun
1998
terdiri dari 27 sub kelompok (51 jenis komoditi) di perkotaan
dan 25 sub
kelompok (47 jenis komoditi) di pedesaan. Nilai kebutuhan
minimum
perkomoditi /sub-kelompok non-makanan dihitung dengan
menggunakan
suatu rasio pengeluaran komoditi/sub-kelompok tersebut terhadap
total
pengeluaran komoditi/sub-kelompok yang tercatat dalam data
Susenas
modul konsumsi. Rasio tersebut dihitung dari hasil Survei Paket
Komoditi
Kebutuhan Dasar 2004 (SPKKP 2004), yang dilakukan untuk
mengumpulkan data pengeluaran konsumsi rumah tangga per
komoditi
non-makanan yang lebih rinci dibanding data Susenas Modul
Konsumsi.
Nilai kebutuhan minimum non makanan secara matematis dapat
diformulasikan sebagai berikut :
Dimana:
NFp = Pengeluaran minimun non-makanan atau garis kemiskinan
non
makanan daerah p (GKNMp).
Vi = Nilai pengeluaran per komoditi/sub-kelompok non-makanan
daerah
p (dari Susenas modul konsumsi).
Ri = Rasio pengeluaran komoditi/sub-kelompok non-makanan
menurut
daerah (hasil SPPKD 2004).
38
i = Jenis komoditi non-makanan terpilih di daerah p.
p = Daerah (perkotaan atau pedesaan).
3. Persentase Penduduk Miskin
Head Count Index (HCI-P0), adalah persentase penduduk yang
berada
dibawah Garis Kemiskinan (GK).
Rumus Penghitungan :
Dimana :
= 0
z = garis kemiskinan.
yi = Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang
berada
dibawah garis kemiskinan (i=1, 2, 3, ...., q), yi < z
q = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis
kemiskinan.
n = jumlah penduduk.
4. Indeks Kedalaman Kemiskinan
Indeks Kedalaman Kemiskinan (Poverty Gap Index-P1),
merupakan
ukuran rata-rata kesenjangan pengeluaran masing-masing penduduk
miskin
terhadap garis kemiskinan. Semakin tinggi nilai indeks, semakin
jauh rata-rata
pengeluaran penduduk dari garis kemiskinan.
Rumus Penghitungan :
39
Dimana :
= 1
z = garis kemiskinan.
yi = Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang
berada
dibawah garis kemiskinan (i=1, 2, 3, ...., q), yi < z
q = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis
kemiskinan.
n = jumlah penduduk.
5. Indeks Keparahan Kemiskinan
Indeks Keparahan Kemiskinan (Proverty Severity Index-P2)
memberikan
gambaran mengenai penyebaran pengeluaran diantara penduduk
miskin. Semakin
tinggi nilai indeks, semakin tinggi ketimpangan pengeluaran
diantara penduduk
miskin.
Rumus Penghitungan :
Dimana :
= 2
z = garis kemiskinan.
yi = Rata-rata pengeluaran per kapita sebulan penduduk yang
berada
dibawah garis kemiskinan (i=1, 2, 3, ...., q), yi < z
q = Banyaknya penduduk yang berada di bawah garis
kemiskinan.
n = jumlah penduduk.
40
B. Usaha Mikro kecil
Menurut Suhartini (2014:3) bahwa untuk menganalisis faktor
yang
dilakukan untuk membentuk suatu dimensi Usaha Mikro Kecil
disusun dari
beberapa indikator. Adapun dimensi UMK, terdiri dari indikator
jumlah unit
usaha, jumlah tenaga kerja dan Nilai Tambah Bruto UMK.
a. Pengertian Usaha Mikro Kecil
Menurut UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM), pengertian UMKM adalah sebagai berikut:
Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan
atau
badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro
sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Usaha kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang
dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan
merupakan
anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki,
dikuasai,
atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari
usaha
menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini.
Menurut UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan
Menengah (UMKM), kriteria UMKM adalah sebagai berikut:
a. Kekayaan bersih lebih dari Rp.50.000.000,00 (lima puluh juta
rupiah)
sampai dengan paling banyak Rp.500.000.000,00 (lima ratus juta
rupiah)
tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha.
41
b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp.300.000.000,00
(tiga ratus
juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp.2.500.000.000,00
(dua
milyar lima ratus juta rupiah).
Badan Pusat Statistik (BPS) memberikan definisi UMK
berdasarkan
kuantitas tenaga kerja. Usaha Mikro merupakan usaha yang
memiliki jumlah
tenaga kerja kurang dari 5 orang termasuk tenaga keluarga yang
tidak dibayar.
Usaha Kecil merupakan usaha yang memiliki jumlah tenaga kerja
sampai dengan
19 orang.
Usaha Mikro sebagaimana dimaksud menurut Keputusan Menteri
Keuangan No.40/KMK.06/2003 tanggal 29 Januari 2003, yaitu usaha
produktif
milik keluarga atau perorangan Warga Negara Indonesia dan
memiliki hasil
penjualan paling banyak Rp.100.000.000,00 (seratus juta rupiah)
per tahun. Usaha
Mikro dapat mengajukan kredit kepada bank paling banyak
Rp.50.000.000,00.
Ciri-ciri usaha mikro:
1. Jenis barang/komoditi usahanya tidak selalu tetap,
sewaktu-waktu dapat
berganti;
2. Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu-waktu dapat
pindah
tempat;
3. Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana
sekalipun, dan
tidak memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha;
Sumber
daya manusianya (pengusahanya) belum memiliki jiwa wirausaha
yang
memadai;
4. Tingkat pendidikan rata-rata relatif sangat rendah;
42
5. Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian dari
mereka
sudah akses ke lembaga keuangan non bank;
6. Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas
lainnya
termasuk NPWP.
Wuryandari (2001), menyatakan bahwa Usaha Mikro dan Kecil
berdasarkan perdagangan dan investasi dapat dikelompokan menjadi
empat
kelompok yaitu:
a. Usaha mikro dan kecil yang sudah go global, yaitu usaha mikro
dan kecil
yang telah menjalankan kegiatan internasional secara sangat
luas, meliputi
kawasan global seperti Asia, Eropa atau Amerika Utara.
b. Usaha mikro dan kecil yang sudah internationalized, yaitu
usaha mikro
dan kecil yang menjalankan satu kegiatan internasional, misalnya
ekspor.
c. Usaha Mikro dan Kecil potensial, yaitu usaha mikro dan kecil
yang
memiliki potensi menjalankan kegiatan internasional.
d. Usaha Mikro dan Kecil yang beroriantasi domestik, yaitu usaha
mikro dan
kecil yang menjalankan usaha secara domestik.
Berdasarkan beberapa definisi diatas, maka penulis dapat
menyimpulkan
bahwa definisi Usaha Kecil Menengah (UKM) adalah usaha kecil
yang memiliki
kekayaan bersih dari Rp.50 juta sampai paling banyak Rp.500 juta
tidak termasuk
tanah dan bangunan atau memiliki hasil penjualan tahunan lebih
dari Rp.300 juta
sampai dengan paling banyak Rp.2,5 miliar. Sedangkan usaha
menengah adalah
usaha yang memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp.500 juta
sampai dengan paling
banyak Rp.10 miliar tidak termasuk tanah dan bangunan atau
memiliki hasil
43
penjualan tahunan lebih dari Rp.2,5 miliar sampai dengan paling
banyak Rp.50
miliar.
b. Jenis dan Bentuk Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
Menurut Wibowo (2005), kegiatan perusahaan pada prinsipnya
dapat
dikelompokan dalam tiga jenis usaha, yaitu:
a) Jenis usaha perdagangan distribusi
Jenis usaha ini merupakan usaha yang terutama bergerak dalam
kegiatan memindahkan barang dan produsen ke konsumen atau
dari
tempat yang mempunyai kelebihan persediaan ke tempat yang
membutuhkan. Jenis usaha ini diantaranya bergerak dibidang
pertokoan,
warung, rumah makan, peragenan (fisial), penyalir (whole
saler),
pedagang perantara, tengkulak, dan sebagainya. Komisioner dan
makelar
dapat juga dimasukkan dalam kegiatan perdagangan karena
kegiatannya
dalam jual beli barang.
b) Jenis usaha produksi
Industri adalah jenis usaha yang terutama bergerak dalam
kegiatan
proses pengubahan suatu bahan/barang menjadi bahan/barang lain
yang
berbeda bentuk atau sifatnya dan mempunyai nilai tambah.
Kegiatan ini
dapat berupa produk/industri pangan, pakaian, peralatan rumah
tangga,
kerajinan, bahan bangunan, dan sebagainya. Dalam hal ini,
kegiatan dalam
budidaya sector pertanian/perikanan/peternakan/perkebunan dan
kegiatan
penangkapan ikan termasuk jenis usaha produksi.
44
c) Jenis usaha komersial
Usaha jenis komersial merupakan usaha yang bergerak dalam
kegiatan pelayanan atau menjual jasa sebagai utamanya. Contoh
jenis
usaha ini adalah asuransi, bank konsultan, biro perjalanan,
pariwisata,
pengiriman barang (ekspedisi), bengkel, salon kecantikan,
penginapan,
gedung bioskop dan sebagainya, termasuk praktek dokter dan
perencanaan
bangunan.
c. Peranan Usaha Mikro Kecil dan Menengah
UU No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
dalam
Pasal 3 disebutkan bahwa Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
bertujuan
menumbuhkan dan mengembangkan usahanya dalam rangka
membangun
perekonomian nasional berdasarkan demokrasi ekonomi yang
berkeadilan.
Menurut Anderson (sebagaimana dikutip dalam Sulistyastuti, 2004)
dalam
membangun satu tipologi untuk tahap-tahap industri suatu Negara
kontribusi
industri kecil diawali dari IKRT (Industri Keci