FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELENGKAPAN IMUNISASI
DASAR BAYI UMUR 12-24 BULAN DI PUSKESMAS MEDAN KOTA TAHUN 2015
Oleh:DIAN DORA KUMBARA111001368MUHAMMAD RAZI
BAKHTIAR091001060SAHRIAL SOBTU LUBIS091001108
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS ISLAM SUMATERA UTARAMEDAN2015
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangPembangunan nasional bertujuan mendorong
tercapainya kesejahteraan keluarga sebagai unit terkecil dari
kehidupan bangsa. Kemandirian keluarga dalam bidang politik,
ekonomi, sosial, budaya, ketahanan, dan keamanan keluarga akan
menentukan secara berantai kehidupan bangsa secara nasional.
Semakin diterima konsep pelayanan kesehatan modern, angka kesakitan
dan kematian akan semakin dikendalikan (Manuaba, 2007).Angka
Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Balita (AKABA) di Indonesia
sangat tinggi. Diperkirakan setiap jam, 18 bayi dan 24 balita di
Indonesia meninggal dunia. Berdasarkan Survey Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI), AKB di Indonesia yaitu 34 bayi per 1000
kelahiran. Bila dirincikan 157.000 bayi meninggal per tahun atau
430 bayi per hari. Sedangkan AKABA yaitu 46 dari 1000 balita
meninggal setiap tahunnya. Bila dirincikan, kematian balita ini
mencapai 206.580 balita per tahun, dan 569 balita per hari
(Departemen Kesehatan RI, 2007). Dalam Millenium Development Goals
(MDGs), Indonesia menargetkan pada tahun 2015 AKB menurun menjadi
17 bayi per 1000 kelahiran. Sedangkan AKABA ditargetkan menjadi 23
per 1000 balita. Dengan demikian maka perlu adanya program
kesehatan anak yang mampu menurunkan angka kesakitan dan kematian
pada anak. Tingginya AKI dan AKABA di Indonesia disebabkan oleh
berat badan lahir, asfiksia, tetanus, infeksi, dan pemberian
minuman. Masalah tersebut dapat dicegah salah satunya dengan
imunisasi. (Anonim, 2011).Menteri Kesehatan Dr. dr. Siti Fadilah
Supari, Sp. JP (K) dalam sambutan pada Acara Nasional Imunisasi
Anak, tanggal 1 November 2007 mengatakan Program Peningkatan
Cakupan Imunisasi sebagai salah satu program peningkatan kesehatan
masyarakat dalam rangka pencapaian visi masyarakat yang mandiri
untuk hidup sehat, dimana salah satu targetnya adalah untuk
menurunkan angka kematian bayi. Diperkirakan 1,7 juta kematian pada
anak atau 5% pada balita di Indonesia adalah akibat penyakit
Tuberculosis (TBC), Diphteri, Pertusis, Campak, Tetanus, Polio, dan
Hepatitis B. Semua penyakit tersebut sebenarnya dapat diantisipasi
dengan pelaksanaan imunisasi (Anonim, 2011). Target nasional dan
global agar tercapai eradikasi (pembasmian) dan eliminasi terhadap
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), maka cakupan
imunisasi yang merata sampai mencapai tingkat Population Immunity
(kekebalan masyarakat) yang tinggi harus ditingkatkan. Kegagalan
untuk mencapai tingkat cakupan imunisasi yang tinggi dan merata
dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) PD3I (Departemen
Kesehatan RI, 2007).
Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2007, jumlah anak yang tidak
pernah mendapatkan imunisasi terbesar ada di 3 Provinsi di Pulau
Jawa (29%) yaitu Provinsi Jawa Barat (46.863), Jawa Timur (47.332),
dan Banten (28.359) serta jumlah anak dengan imunisasi yang tidak
lengkap (dropout tinggi) ada di 5 Provinsi di Pulau Jawa (55,3%)
yaitu Provinsi Jawa Barat (471.281), Jawa Timur (289.040), Jawa
Tengah (199.030), Banten (138.428) dan Jakarta (102.037).
1.2 Rumusan MasalahBerdasarkan latar belakang di atas maka dapat
dikemukakan rumusan masalahnya adalah "belum diketahuinya
faktor-faktor yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi dasar
di puskesmas medan kota tahun 2015", sehingga pertanyaan penelitian
ini adalah "Faktor apa yang berhubungan dengan kelengkap imunisasi
dasar".
1.3Ruang LingkupRuang lingkup penelitian ini terbatas pada
variabel bebas pendidikan ibu, pengetahuan ibu dan informasi media
masa. Sedangkan variabel terikatnya adalah kelengkapan imunisasi
dasar. Subyek penelitian ini adalah ibu yang mempunyai bayi berusia
12-24 bulan pada tahun 2015. Penelitian ini dilaksanakan di Wilayah
Kerja Puskesmas medan kota.
1.4 Tujuan Penelitian1.4.1 Tujuan UmumDiketahui faktor-faktor
yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi dasar di Wilayah
Kerja UPT Puskesmas medan kota tahun 2015.1.4.2 Tujuan
Khusus1.4.2.1Diketahuinya gambaran kelengkapan imunisasi dasar di
Wilayah Kerja UPT Puskesmas medan kota tahun
20151.4.2.2Diketahuinya gambaran pendidikan ibu di Wilayah Kerja
UPT Puskesmas medan kota tahun 20151.4.2.3Diketahuinya gambaran
pengetahuan ibu di Wilayah Kerja UPT Puskesmas medan kota tahun
2015.1.4.2.4Diketahuinya gambaran informasi ibu di Wilayah Kerja
UPT Puskesmas medan kota tahun 2015.1.4.2.5Diketahuinya hubungan
antara pendidikan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar di Wilayah
Kerja UPT Puskesmas medan kota tahun 20151.4.2.6Diketahuinya
hubungan antara pengetahuan ibu dengan kelengkapan imunisasi dasar
di Wilayah Kerja UPT Puskesmas medan kota tahun
20151.4.2.7Diketahuinya hubungan antara informasi dengan
kelengkapan imunisasi dasar di Wilayah Kerja UPT Puskesmas medan
kota tahun 2015
1.5Manfaat Penelitian1.5.1 Bagi PuskesmasDiharapkan dapat
memberikan informasi secara objektif tentang faktor-faktor yang
berhubungan dengan kelengkapan imunisasi dasar di wilayah kerjanya
sehingga dapat dijadikan pedoman dalam pelaksanaan penyuluhan bagi
ibu bayi dan ibu balita sehingga dapat melaksanakan jadwal
kelengkapan imunisasi dasar dengan tepat. 1.5.2 Bagi
PendidikanPenelitian ini diharapkan bermanfaat bagi dokumentasi
pada perpustakaan program Studi Kedokteran umum universitas
sumatera islam utara sehingga dapat berguna bagi mahasiswa
kedokteran khususnya dan pembaca umumnya serta sebagai bahan
pertimbangan bagi penelitian yang lebih luas kedepannya.1.5.3 Bagi
PenelitiPenelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan tentang
faktor-faktor yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi dasar,
serta menjadi suatu kesempatan yang berharga bagi peneliti untuk
dapat mengaplikasikan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama masa
kuliah.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Imunisasi2.1.1 Pengertian ImunisasiImunisasi adalah upaya
yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan (imunitas) pada
bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit (Departemen
Kesehatan RI, 2000). Pentingnya imunisasi didasarkan pada pemikiran
bahwa pencegahan penyakit merupakan upaya terpenting dalam
pemeliharaan kesehatan anak (Supartini, 2008).Imunisasi berasal
dari kata imun, kebal atau resisten. Jadi Imunisasi adalah suatu
tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara memasukkan vaksin
ke dalam tubuh manusia. Sedangkan kebal adalah suatu keadaan dimana
tubuh mempunyai daya kemampuan mengadakan pencegahan penyakit dalam
rangka menghadapi serangan kuman tertentu. Kebal atau resisten
terhadap suatu penyakit belum tentu kebal terhadap penyakit lain
(Departemen Kesehatan RI, 1994)Dalam ilmu kedokteran, imunitas
adalah suatu peristiwa mekanisme pertahanan tubuh terhadap invasi
benda asing hingga terjadi interaksi antara tubuh dengan benda
asing tersebut. Adapun tujuan imunisasi adalah merangsang sistim
imunologi tubuh untuk membentuk antibodi spesifik sehingga dapat
melindungi tubuh dari serangan Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan
Imunisasi (PD3I). Departemen Kesehatan RI (2004), menyebutkan
imunisasi adalah suatu usaha yang dilakukan dalam pemberian vaksin
pada tubuh seseorang sehingga dapat menimbulkan kekebalan terhadap
penyakit tertentu.
2.1.2 Program ImunisasiDi Indonesia, program imunisasi telah
dimulai sejak abad ke 19 untuk membasmi penyakit cacar di Pulau
Jawa. Kasus cacar terakhir di Indonesia ditemukan pada tahun 1972
dan pada tahun 1974 Indonesia secara resmi dinyatakan Negara bebas
cacar. Tahun 1977 sampai dengan tahun 1980 mulai diperkenalkan
imunisasi BCG, DPT dan TT secara berturut-turut untuk memberikan
kekebalan terhadap penyakit-penyakit TBC anak, difteri, pertusis
dan tetanus neonatorum. Tahun 1981 dan 1982 berturut-turut mulai
diperkenalkan antigen polio dan campak yang dimulai di 55 buah
kecamatan dan dikenal sebagai kecamatan Pengembangan Program
Imunisasi (PPI) (Departemen Kesehatan RI, 2000).Pada tahun 1984,
cakupan imunisasi lengkap secara nasional baru mencapai 4%. Dengan
strategi akselerasi, cakupan imunisasi dapat ditingkatkan menjadi
73% pada akhir tahun 1989. Strategi ini terutama ditujukan untuk
memperkuat infrastruktur dan kemampuan manajemen program. Dengan
bantuan donor internasional (antara lain WHO, UNICEF, USAID)
program berupaya mendistribusikan seluruh kebutuhan vaksin dan
peralatan rantai dinginnya serta melatih tenaga vaksinator dan
pengelola rantai dingin . Pada akhir tahun 1989, sebanyak 96% dari
semua kecamatan di tanah air memberikan pelayanan imunisasi dasar
secara teratur (Abednego, 1997).Dengan status program demikian,
pemerintah bertekad untuk mencapai Universal Child Immunization
(UCI) yaitu komitmen internasional dalam rangka Child Survival pada
akhir tahun 1990. Dengan penerapan strategi mobilisasi sosial dan
pengembangan Pemantauan Wilayah Setempat (PWS), UCI ditingkat
nasional dapat dicapai pada akhir tahun 1990. Akhirnya lebih dari
80% bayi di Indonesia mendapat imunisasi lengkap sebelum ulang
tahunnya yang pertama (Depkes RI, 2000).
2.1.3 Pentingnya Imunisasi dan Penyakit yang Dapat Dicegah
dengan Imunisasi Imunisasi merupakan salah satu cara yang efektif
dan efisien dalam mencegah penyakit dan merupakan bagian kedokteran
preventif yang mendapatkan prioritas. Sampai saat ini ada tujuh
penyakit infeksi pada anak yang dapat menyebabkan kematian dan
cacat, walaupun sebagian anak dapat bertahan dan menjadi kebal.
Ketujuh penyakit tersebut dimasukkan pada program imunisasi yaitu
penyakit tuberkulosis, difteri, pertusis, tetanus, polio, campak
dan hepatitis-B.1. TuberkulosisTuberkulosis (TBC) adalah suatu
penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB
(Mycobacterium tuberculosis). Penyakit TBC ini dapat menyerang
semua golongan umur dan diperkirakan terdapat 8 juta penduduk dunia
diserang TB denga kematian 3 juta orang per tahun. Di negara-negara
berkembang kematian ini merupakan 25% dari kematian penyakit yang
sebenarnya dapat diadakan pencegahan. Diperkirakan 95% penderita
TBC berada di Negara berkembang (Depkes RI, 1992).2. DifteriDifteri
merupakan penyakit infeksi yang disebabkan oleh Corynebacterium
diphtheriae merangsang saluran pernafasan terutama terjadi pada
balita. Penyakit difteri mempunyai kasus kefatalan yang tinggi.
Pada penduduk yang belum divaksinasi ternyata anak yang berumur 1-5
tahun paling banyak diserang karena kekebalan (antibodi) yang
diperolah dari ibunya hanya berumur satu tahun.3. PertusisPertusis
atau batuk rejan adalah penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh
Bordotella pertusis pada saluran pernafasan. Penyakit ini merupakan
penyakit yang cukup serius pada bayi usia dini dan tidak jarang
menimbulkan kematian. Seperti halnya penyakit infeksi saluran
pernafasan akut lainnya, pertusis sangat mudah dan cepat
penularannya. Penyakit ini dapat merupakan salah satu penyebab
tingginya angka kesakitan terutama di daerah yang padat penduduk.4.
Tetanus Penyakit tetanus merupakan penyakit yang disebabkan oleh
kuman bakteri Clostridium tetani. Kejadian tetanus jarang dijumpai
di negara yang telah berkembang tetapi masih banyak terdapat di
negara yang sedang berkembang, terutama dengan masih seringnya
kejadian tetanus pada bayi baru lahir (tetanus neonatorum).
Penyakit terjadi karena kuman Clostridium tetani memasuki tubuh
bayi lahir melalui tali pusat yang kurang terawat. Kejadian seperti
ini sering kali ditemukan pada persalinan yang dilakukan oleh dukun
kampong akibat memotong tali pusat memakai pisau atau sebilah bambu
yang tidak steril. Tali pusat mungkin pula dirawat dengan berbagai
ramuan, abu, daun-daunan dan sebagainya. Oleh karena itu, untuk
mencegah kejadian tetanus neonatorum ini adalah dengan pemberian
imunisasi.5. PoliomielitisPolio adalah penyakit yang disebabkan
oleh virus polio. Berdasarkan hasil surveilans AFP (Acute Flaccide
Paralysis) dan pemeriksaan laboratorium, penyakit ini sejak tahun
1995 tidak ditemukan di Indonesia. Namun kasus AFP ini dalam
beberapa tahun terkahir kembali ditemukan di beberapa daerah di
Indonesia.6. Campak Penyakit campak (Measles) merupakan penyakit
yang disebabkan oleh virus campak, dan termasuk penyakit akut dan
sangat menular, menyerang hampir semua anak kecil. Penyebabnya
virus dan menular melalui saluran pernafasan yang keluar saat
penderita bernafas, batuk dan bersin (droplet). Penyakit ini pada
umumnya sangat dikenal oleh masyarakat terutama para ibu rumah
tangga. Dibeberapa daerah penyakit ini dikaitkan dengan nasib yang
harus dialami oleh semua anak, sedangkan di daerah lain dikaitkan
dengan pertumbuhan anak.7. Hepatitis BPenyakit hepatitis merupakan
penyakit menular yang disebabkan oleh virus hepatitis B. Penyakit
ini masih merupakan satu masalah kesehatan di Indonesia karena
prevalensinya cukup tinggi. Prioritas pencegahan terhadap penyakit
ini yaitu melalui pemberian imunisasi hepatitis pada bayi dan
anak-anak. Hal ini dimaksudkan agar mereka terlindungi dari
penularan hepatitis B sedini mungkin dalam hidupnya. Dengan
demikian integrasi imunisasi Hepatitis B ke dalam imunisasi dasar
pada kelompok bayi dan anak-anak merupakan langkah yang sangat
diperlukan.
2.1.4 Tujuan Pelaksanaan Imunisasi Tujuan pemberian imunisasi
adalah untuk mencegah terjadinya infeksi penyakit yang dapat
menyerang anak-anak. Hal ini dapat dicegah dengan pemberian
imunisasi sedini mungkin kepada bayi dan anak-anak. Menurut
Departemen Kesehatan RI (2001), tujuan pemberian imunisasi adalah
untuk mencegah penyakit dan kematian bayi dan anak-anak yang
disebabkan oleh wabah yang sering muncul. Pemerintah Indonesia
sangat mendorong pelaksanaan program imunisasi sebagai cara untuk
menurunkan angka kesakitan, kematian pada bayi, balita/ anak-anak
pra sekolah. Untuk tercapainya program tersebut perlu adanya
pemantauan yang dilakukan oleh semua petugas baik pimpinan program,
supervisor dan petugas imunisasi vaksinasi. Tujuan pemantauan
menurut Azwar (2003) adalah untuk mengetahui sampai dimana
keberhasilan kerja, mengetahui permasahan yang ada. Hal ini perlu
dilakukan untuk memperbaiki program.Hal-hal yang perlu dilakukan
pemantauan sebagaimana disebutkan oleh Sarwono (1998) adalah
sebagai berikut: Pemantauan ringan adalah memantau hal-hal sebagai
berikut apakah pelaksanaan pemantauan sesuai dengan jadwal yang
telah ditetapkan, apakah vaksin ckup tersedia, pengecekan lemari es
normal, hasil imunisasi dibandingkan dengan sasaran yang telah
ditetapkan, peralatan yang cukup untuk penyuntikan yang aman dan
steril, apakah diantara 6 penyakit yang dapat discegah dengan
imunisasi dijumpai dalam seminggu. Cara memantau cakupan imunisasi
dapat dilakukan melalui cakupan dari bulan ke bulan dibandingkan
dengan garis target, dapat digambarkan masing-masing desa. Untuk
mengetahui keberhasilan program dapat dengan melihat seperti, bila
garis pencapaian dalam 1 tahun terlihat antara 75-100% dari target,
berarti program sangat berhasil. Bila garis pencapaian dalam 1
tahun terlihat antara 50-75% dari target, berarti program cukup
berhasil dan bila garis pencapaian dalam 1 tahun dibawah 50% dari
target berarti program belum berhasil. Bila garis pencapaian dalam
1 tahun terlihat dibawah 25% dari target berarti program sama
sekali tidak berhasil. Untuk tingkat kabupaten dan provinsi, maka
penilaian diarahkan pada penduduk tiap kecamatan dan kabupaten.
Disamping itu, pada kedua tingkat ini perlu mempertimbangkan pula
memonitoring evaluasi pemakaian vaksin (Notoatmodjo, 2003).
2.1.5 Jadwal Pemberian Imunisasi 2.1.5.1Vaksinasi BCGVaksinasi
BCG diberikan pada bayi umur 0-12 bulan secara suntikan intrakutan
dengan dosis 0,05 ml. Vaksinasi BCG dinyatakan berhasil apabila
terjadi tuberkulin konversi pada tempat suntikan. Ada tidaknya
tuberkulin konversi tergantung pada potensi vaksin dan dosis yang
tepat serta cara penyuntikan yang benar. Kelebihan dosis dan
suntikan yang terlalu dalam akan menyebabkan terjadinya abses
ditempat suntikan. Untuk menjaga potensinya, vaksin BCG harus
disimpan pada suhu 20 C (Depkes RI, 2005).
2.1.5.2Vaksinasi DPTKekebalan terhadap penyakit difteri,
pertusis dan tetanus adalah dengan pemberian vaksin yang terdiri
dari toksoid difteri dan toksoid tetanus yang telah dimurnikan
ditambah dengan bakteri bortella pertusis yang telah dimatikan.
Dosis penyuntikan 0,5 ml diberikan secara subkutan atau
intramuscular pada bayi yang berumur 2-12 bulan sebanyak 3 kali
dengan interval 4 minggu. Reaksi spesifik yang timbul setelah
penyuntikan tidak ada. Gejala biasanya demam ringan dan reaksi
lokal tempat penyuntikan. Bila ada reaksi yang berlebihan seperti
suhu yang terlalu tinggi, kejang, kesadaran menurun, menangis yang
berkepanjangan lebih dari 3 jam, hendaknya pemberian vaksin DPT
diganti dengan DT (Depkes RI, 2005).
2.1.5.3Vaksinasi PolioUntuk kekebalan terhadap polio diberikan 2
tetes vaksin polio oral yang mengandung virus polio yang mengandung
virus polio tipe 1, 2 dan 3 dari Sabin. Vaksin yang diberikan
melalui mulut pada bayi umur 2-12 bulan sebanyak 4 kali dengan
jarak waktu pemberian 4 minggu (Depkes RI, 2005).
2.1.5.4Vaksinasi CampakVaksin yang diberikan berisi virus campak
yang sudah dilemahkan dan dalam bentuk bubuk kering atau freezeried
yang harus dilarutkan dengan bahan pelarut yang telah tersedia
sebelum digunakan. Suntikan ini diberikan secara subkutan dengan
dosis 0,5 ml pada anak umur 9-12 bulan. Di negara berkembang
imunisasi campak dianjurkan diberikan lebih awal dengan maksud
memberikan kekebalan sedini mungkin, sebelum terkena infeksi virus
campak secara alami. Pemberian imunisasi lebih awal rupanya
terbentur oleh adanya zat anti kebal bawaan yang berasal dari ibu
(maternal antibodi), ternyata dapat menghambat terbentuknya zat
kebal campak dalam tubuh anak, sehingga imunisasi ulangan masih
diberikan 4 6 bulan kemudian. Maka untuk Indonesia vaksin campak
diberikan mulai berumur 9 bulan (Departemen Kesehatan RI,
2005).
2.1.6 Manfaat dan Efek Samping ImunisasiImunisasi bertujuan
untuk merangsang sistem imunologi tubuh untuk membentuk antibodi
spesifik sehingga dapat melindungi tubuh dari serangan penyakit
(Musa, 1985). Walaupun cakupan imunisasi tidak sama dengan 100%
tetapi sudah mencapai 70% maka anal-anak yang tidak mendapatkan
imunisasi pun akan terlindungi oleh adanya suatu herd
immunity.Berdasarkan hasil penelitian Ibrahim (1991), menyatakan
bahwa bila imunisasi dasar dilaksanakan dengan lengkap dan teratur,
maka imunisasi dapat menguragi angka kesakitan dan kematian balita
sekitar 80-95%. Pengertian teratur dalam hal ini adalah teratur
dalam mentaati jadwal dan jumlah frekuensi imunisasi, sedangkan
yang dimaksud imunisasi dasar lengkap adalah telah mendapat semua
jenis imunisasi dasar (HB 1 kali, BCG 1 kali, DPT+HB 3 kali, Polio
4 kali dan Campak 1 kali) pada waktu anak berusia kurang dari 11
bulan. Imunisasi dasar yang tidak lengkap, maksimal hanya dapat
memberikan perlindungan 25-40%. Sedangkan anak yang sama sekali
tidak diimunisasi tentu tingkat kekebalannya lebih rendah
lagi.Pemberian tetanus toksoid pada ibu hamil dapat mencegah
terjadinya tetanus neonatorum pada bayi baru lahir yang ditolong
dengan tidak steril dan pemotongan tali pusat memakai alat tidak
steril. Imunisasi terhadap difteri dan pertusis dimulai sejak umur
2-3 bulan dengan selang 4-8 minggu sebanyak 3 kali akan memberikan
perlindungan mendekati 100% sampai anak berusia 1 tahun. Imunisasi
campak diberikan 1 kali akan memberikan perlindungan seumur hidup.
Imunisasi poliomyelitis dapat memberikan perlindungan seumur hidup
apabila telah diberikan 4 kali (Ibrahim, 1991).Vaksin sebagai suatu
produk biologis dapat memberikan efek samping yang tidak
diperkirakan sebelumnya dan tidak selalu sama reaksinya antara
penerima yang satu dengan penerima lainnya. Efek samping imunisasi
yang dikenal sebagai Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) atau
Adverse Events Following Immunization (AEFI) adalah suatu kejadian
sakit yang terjadi setelah menerima imunisasi yang diduga
berhubungan dengan imunisasi. Penyebab kejadian ikutan pasca
imunisasi terbagi atas empat macam, yaitu kesalahan program/tehnik
pelaksanaan imunisasi, induksi vaksin, faktor kebetulan dan
penyebab tidak diketahui. Gejala klinis KIPI dapat dibagi menjadi
dua yaitu gejala lokal dan sistemik. Gejala lokal seperti nyeri,
kemerahan, nodelle/ pembengkakan dan indurasi pada lokasi suntikan.
Gejala sistemik antara lain panas, gejala gangguan pencernaan,
lemas, rewel dan menangis yang berkepanjangan (Departemen Kesehatan
RI, 2000).
2.1.7Kelengkapan Imunisasi DasarImunisasi dasar lengkap adalah
imunisasi yang mencakup semua jenis imunisasi dasar yaitu HB 1
kali, BCG 1 kali, DPT+HB 3 kali, Polio 4 kali dan Campak 1 kali
pada waktu anak berusia kurang dari 11 bulan. Imunisasi merupakan
upaya memberikan kekebalan aktif kepada seseorang dengan cara
memberikan vaksin. Dengan imunisasi, seseorang akan memiliki
kekebalan terhadap penyakit, sebaliknya bila tidak, akan mudah
terkena penyakit infeksi berbahaya. Imunisasi dasar yang tidak
lengkap, maksimal hanya dapat memberikan perlindungan 25-40%.
Sedangkan anak yang sama sekali tidak diimunisasi tentu tingkat
kekebalannya lebih rendah lagi (Tawi M., 2008).Adapun jadwal
pemberian imunisasi dapat dilihat pada tabel berikut ini:Tabel
2.1Jadwal Pemberian Imunisasi Dasar AnakJenis ImunisasiUmur
(bulan)
Lahir123456910
Program Pengembangan Imunisasi (PPI), diwajibkan
BCGBCG
Hepatitis BHepatitis B1
Hepatitis B2Hepatitis B3
DPTDPT1
DPT2
DPT3
PolioPolio 1Polio 2
Polio 3
Polio 4
CampakCampak
Sumber : Depkes RI, Pedoman Penyelenggaraan Imunisasi
2.2 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Kelengkapan Imunisasi
Dasar2.2.1 PendidikanPendidikan seseorang merupakan salah satu
proses perubahan tingkah laku, semakin tinggi pendidikan seseorang
maka dalam memilih tempat-tempat pelayanan kesehatan semakin
diperhitungkan. Menurut Azwar (1996), merupakan suatu faktor yang
mempengaruhi perilaku seseorang dan pendidikan dapat mendewasakan
seseorang serta berperilaku baik, sehingga dapat memilih dan
membuat keputusan dengan lebih tepat.Menurut Undang-undang No. 20
tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (SPN), menyatakan:
pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan
suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara
aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,
akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara.Peran seorang ibu pada program
imunisasi sangatlah penting. Karenanya suatu pemahaman tentang
program ini amat diperlukan untuk kalangan tersebut. Pemahaman ibu
atau pengetahuan ibu terhadap imunisasi sangat dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan ibu (Ali Muhammad, 2002).Slamet (1999),
menyebutkan semakin tinggi tingkat pendidikan atau pengetahuan
seseorang maka semakin membutuhkan pusat-pusat pelayanan kesehatan
sebagai tempat berobat bagi dirinya dan keluarganya. Dengan
berpendidikan tinggi, maka wawasan pengetahuan semakin bertambah
dan semakin menyadari bahwa begitu penting kesehatan bagi kehidupan
sehingga termotivasi untuk melakukan kunjungan ke pusat-pusat
pelayanan kesehatan yang lebih baik. Menurut Undang-Undang No. 2
tahun 1999, pengukuran tingkat pendidikan formal digolongkan
menjadi 4 (empat) yaitu:1. Tingkat pendidikan sangat tinggi, yaitu
minimal pernah menempuh pendidikan tinggi.2. Tingkat pendidikan
tinggi, yaitu pendidikan SLTA/sederajat.3. Tingkatan pendidikan
sedang, yaitu pendidikan SMP/sederajat.4. Tingkat pendidikan
rendah, yaitu pendidikan SD/sederajat.Berdasarkan penelitian Idwar
(2001) juga disimpulkan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan
seorang ibu maka makin besar peluang untuk mengimunisasikan bayinya
yaitu 2,215 kali untuk pendidikan tamat SLTA/ke atas dan 0,961 kali
untuk pendidikan tamat SLTP/sederajat. Ibu yang berpendidikan
mempunyai pengertian lebih baik tentang pencegahan penyakit dan
kesadaran lebih tinggi terhadap masalah-masalah kesehatan yang
sedikit banyak telah diajarkan di sekolah. Berdasarkan hasil
penelitian Cahyono (2003), memberikan gambaran bahwa anak mempunyai
kesempatan lebih besar untuk tidak diimunisasi lengkap, bila ibunya
tinggal di perdesaan, berpendidikan rendah dan ayahnya
berpendidikan SD ke bawah.Berdasarkan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Khalimah (2007) karakteristik ibu yang berhubungan
dengan penerapan imunisasi adalah pendidikan.
2.2.2 PengetahuanPengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu,
dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan dapat melalui
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. (Notoatmodjo,
1997 : 48). Pengetahuan yang dicakup dalam domain kognitif
mempunyai 6 tingkatan yakni :1. Tahu (Know)Diartikan sebagai
mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Termasuk
mengingat kembali atau recall terhadap sesuatu yang spesifik dari
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
Merupakan tingkat paling rendah.2. Memahami (Comprehension)Suatu
kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang
diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara
benar.3. Aplikasi (Aplication)Kemampuan untuk menggunakan materi
yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang
sebenarnya.
4. Analisis (Analysis)Kemampuan untuk menjabarkan materi atau
suatu objek ke dalam komponen-komponen tetap masih di dalam satu
struktur organisasi dan masih kaitannya satu sama lain.5. Sintesis
(Synthesis)Kemampuan untuk meletakkan/menghubungkan bagian-bagian
di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. 6. Evaluasi
(Evaluation)Kemampuan untuk melakukan penelitian terhadap sesuatu
materi atau objek. (Notoatmodjo, 2003 : 42).Adapun pengetahuan
seseorang dapat ditunjang dengan banyak mendapat informasi dan
pengalaman. Seseorang mendapat informasi yang lebih banyak akan
menambah pengetahuan lebih luas (Sarwono, 2004), dan sesuatu yang
pernah dilakukan seseorang akan menambah pengetahuan menjadi lebih
luas (Sukamto, 1998). Apabila seorang ibu mempunyai pengetahuan
yang tinggi tentang imunisasi ,maka ia akan mengerti pentingnya
imunisasi dan termotivasi untuk memberikan imunisasi kepada anak
balitanya.Penilaian untuk faktor pengetahuan dilakukan dengan cara
membandingkan jumlah skor jawaban dengan skor yang diharapkan
(tertinggi) kemudian dikalikan 100% dan hasilnya berupa prosentase
dengan rumus yang digunakan sebagai berikut:
Keterangan :N = Nilai pengetahuanSp = Skor yang didapatSm = Skor
tertinggi maksimumSelanjutnya prosentase jawaban diinterpretasikan
dalam kalimat kualitatif dengan acuan sebagai berikut :1.Baik :
Nilai = 76-100%2.Cukup : Nilai = 56-75%3.Kurang : Nilai =
40-55%4.Tidak baik : Nilai < 40%Berdasarkan hasil penelitian
Cahyono (2003), memberikan gambaran bahwa anak mempunyai kesempatan
lebih besar untuk tidak diimunisasi lengkap, bila ibunya mempunyai
pengetahuan kurang dan tidak memiliki KMS (Kartu Menuju Sehat).
2.2.3 Informasi Media masa merupakan alat atau sarana guna
menyampaikan informasi yang ingin disampaikan kepada orang lain.
Pengetahuan seseorang dapat bertambah jika memperoleh informasi
mengenai sesuatu, dan pengetahuannya bertambah apabila informasi
yang diperolehnya pun semakin banyak. Penyampaian mengenai
imunisasi kepada ibu bayi dan ibu balita oleh pihak instansi
kesehatan salah satunya melalui media baik elektronik maupun
cetak.Informasi yang diperoleh dari berbagai sumber akan
mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang. Bila seseorang banyak
memperoleh informasi maka ia cenderung mempunyai pengetahuan yang
lebih luas (Notoadmodjo, 2003). Berdasarkan hasil penelitian
Cahyono (2003), memberikan gambaran bahwa anak mempunyai kesempatan
lebih besar untuk tidak diimunisasi lengkap, bila ibunya kurang
mendapatkan informasi.
BAB IIIKERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka KonsepKerangka konsep adalah suatu hubungan atau
kaitan antara konsep-konsep variabel yang akan di amati,diukur
melalui penelitian yang akan di maksud (Notoatmodjo,
2002:44)Berdasarkan latar belakang dan tinjauan pustaka diketahui
bahwa faktor-faktor yang berhubungan dengan kelengkapan imunisasi
dasar adalah pendidikan ibu, pengetahuan ibu, dan informasi
(sebagai variabel bebas) sedangkan kelengkapan imunisasi dasar
(sebagai variabel terikat). Slamet (1999), menyebutkan semakin
tinggi tingkat pendidikan atau pengetahuan seseorang maka semakin
membutuhkan pusat-pusat pelayanan kesehatan sebagai tempat berobat
bagi dirinya dan keluarganya. Dengan berpendidikan tinggi, maka
wawasan pengetahuan semakin bertambah dan semakin menyadari bahwa
begitu penting kesehatan bagi kehidupan sehingga termotivasi untuk
melakukan kunjungan ke pusat-pusat pelayanan kesehatan yang lebih
baik.
2727Pengetahuan adalah merupakan hasil dari tahu, dan ini
terjadi setelah orang melakukan penginderaan dapat melalui
penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. (Notoatmodjo,
1997 : 48). Berdasarkan hasil penelitian Cahyono (2003), memberikan
gambaran bahwa anak mempunyai kesempatan lebih besar untuk tidak
diimunisasi lengkap, bila ibunya mempunyai pengetahuan kurang dan
tidak memiliki KMS (Kartu Menuju Sehat). Informasi yang diperoleh
dari berbagai sumber akan mempengaruhi tingkat pengetahuan
seseorang. Bila seseorang banyak memperoleh informasi maka ia
cenderung mempunyai pengetahuan yang lebih luas (Notoadmodjo,
2003). Secara sistematis kerangka konsep ini dapat dilihat pada
gambar berikut:1. Visualisasi Kerangka Konsep Variabel independen
Variabel dependen
PendidikanPengetahuan
Kelengkapan Imunisasi Dasar
Informasi
Diagram 3.1Visualisasi Kerangka Konsep Faktor-faktor yang
Berhubungan dengan Kelengkapan Imunisasi Dasar
3.2 Variabel PenelitianVariabel adalah sesuatu yang digunakan
sebagai ciri, sifat, atau ukuran yang memiliki atau yang didapatkan
oleh satuan-satuan penelitian tentang suatu konsep tertentu
(Notoatmodjo, 2002).Variabel dibedakan menjadi 2 bagian yaitu
variabel dependen (variabel yang dipengaruhi variabel yang lain),
dan variabel independen (variabel yang mempengaruhi variabel
lain).Dalam penelitian ini variabel yang dapat digunakan adalah
dependen dan independen. Variabel independen adalah pendidikan,
pengetahuan, dan informasi. Sedangkan variabel dependen adalah
kelengkapan imunisasi dasar.
3.3 Hipotesis3.3.1Adanya hubungan antara pendidikan ibu dengan
kelengkapan imunisasi dasar di Wilayah Kerja UPT Puskesmas medan
kota tahun 20153.3.2Adanya hubungan antara pengetahuan ibu dengan
kelengkapan imunisasi dasar di Wilayah Kerja UPT Puskesmas medan
kota tahun 20153.3.3 Adanya hubungan antara informasi dengan
kelengkapan imunisasi dasar di Wilayah Kerja UPT Puskesmas medan
kota tahun 2015
3.4 Definisi OperasionalTabel 3.1 Definisi Operasional
NoVariabelDefinisi OperasionalCara UkurAlat UkurHasil UkurSkala
Ukur
1V. Independena. PendidikanJenjang pendidikan yang dicapai oleh
ibuAngketKuesioner0:Rendah, jika pendidikan < SMP1: Tinggi, jika
pendidikan SMP Ordinal
b. PengetahuanPemahaman ibu tentang imunisasi dasar
lengkapAngketKuesioner0: Kurang, jika skor < nilai median1:Baik,
jika skor > nilai median
Ordinal
c. Informasi Pernah tidaknya ibu mendapat- kan informasi tentang
imunisasiAngket Kuesioner0: tidak pernah, jika responden tidak
mendapatkan informasi tentang imunisasi1: pernah, jika responden
mendapatkan informasi tentang imunisasi
Ordinal
2 V. DependenKelengkapan imunisasi dasarStatus bayi berdasarkan
imunisasi dasar yang diberikan atau diperoleh Melihat Buku
Imunisasi balitaBuku Imunisasi balita0: Tidak lengkap, jika bayi
tidak diberikan salah satu imunisasi dasar. 1: Lengkap, jika bayi
diberi imunisasi dasar lengkap yaitu Hepatitis B 1x, BCG 1x, DPT
3x, Polio 4x dan campak 1x.
Nominal
BAB IVMETODE PENELITIAN
4.1Metode Penelitian 4.1.1Desain Penelitian Penelitian ini
adalah penelitian kuantitatif dengan menggunakan pendekatan atau
desain penelitian cross sectional, yaitu suatu pendekatan dengan
melakukan observasi atau pengukuran variabel pada saat yang sama.
Semua subjek hanya diamati satu kali saja dan peneliti tidak
melakukan tindak lanjut (Sastro Asmoro, 2000).
4.1.2Populasi dan Sampel Populasi penelitian adalah keseluruhan
objek penelitian atau objek yang diteliti tersebut (Notoatmodjo,
2005). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh ibu yang
mempunyai bayi berusia 12-24 bulan di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas
medan kota tahun 2015Sampel penelitian adalah sebagian objek yang
diambil dari keseluruhan objek yang akan diteliti dan dianggap
mewakili seluruh populasi (Notoatmodjo, 2005). Pada penelitian ini
tidak dilakukan teknik pengambilan sampel (total sampling).
4.1.3Lokasi dan Waktu Penelitian1. Lokasi penelitian :di Wilayah
Kerja UPT Puskesmas medan kota tahun 2015
2. Waktu penelitian :
4.1.4Instrumen PenelitianInstrumen penelitian merupakan alat
yang dipakai untuk mengumpulkan data yaitu daftar pertanyaan atau
kuesioner yang disiapkan untuk mendapatkan informasi dari responden
dan daftar tilik atau daftar cheklist untuk mengetahui status
imunisasi dasar bayi. Kuesioner dalam penelitian akan dilakukan uji
coba di lapangan yang selanjutnya dilakukan uji validitas dan
reliabilitas terutama instrumen untuk mengukur varibel
pengetahuan.1.Uji ValiditasValiditas adalah suatu ukuran yang
menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihan sesuatu
instrumen (Arikunto, 2002:144).Adapun langkah uji validitas menurut
Hidayat (2007) adalah sebagai berikut:a. Menghitung harga korelasi
setiap butir pertanyaan (kuesioner)yang akan digunakan dalam
penelitian dengan rumus:
Keterangan:rhitung : Koefisien korelasiXi : Jumlah skor itemYi:
Jumlah skor total (item)n: Jumlah Respondenb. Menghitung harga t
dengan rumus:
Keterangan:t: nilai thitungr: Koefisien korelasi hasil rhitungn:
Jumlah respondenc. Cari t tabel dengan melihat tabel t dengan dk =
n-2, = 0,05d. Menganalisis keputusan, apabila nila t hitung > t
tabel berarti valid dan apabila t hitung < t tabel berarti tidak
valid.
2.Uji ReliabilitasSetelah uji validitas maka perlu mengukur
reliabilitas data, apakah alat ukur dapat digunakan atau tidak.
Dalam mengukur reliabilitas dapat digunakan beberapa rumus
diantaranya seperti belah dua dan Spearman Brown, Kuder
Richardson-20, Anova Hoyt, dan Alpha (Hidayat 2007:113). Pengujian
reliabilitas instrumen dengan Tenik Belah Dua (Split half) yang
dianalisa dengan rumus Spearman Brown dengan rumus:
Keterangan :r : reliabilitas internal seluruh itemrb : Korelasi
Product Moment antara belahan ganjil dan genap.Keputusan hasil uji
reliabilitas adalah bila r (Spearman Brown) > r tabel atau
membandingkan dengan Alfa Cronbach, apabila > r tabel, maka
pertanyaan tersebut reliabel. 4.1.5Pengumpulan DataJenis data yang
dikumpulkan adalah data primer, yaitu data yang diambil langsung
dari responden. Pengambilan data dilakukan dengan cara memberikan
kuesioner langsung kepada ibu yang mempuyai bayi usia 12-24 bulan
yang berada di Wilayah Kerja UPTD Puskesmas medan kota tahun
2015Adapun pertanyaan dibuat secara tertutup dengan maksud antara
lain : Mempermudah dalam menjawab pertanyaan Efektifitas waktu
Mempermudah penelitian dalam pengolahan data Petanyaan dibuat
sesuai dengan tujuan penelitian
4.2Teknik Pengolahan Data Menurut Effendi (1998), pengolahan
data melalui enam tahap, yaitu :1.Editing
(penyuntingan).Pemeriksaan dan menyesuaikan data dengan rencana
semula seperti yang diinginkan.2.Coding (pemberian kode)Memberi
kode pada data, dengan merubah data-data dengan angka.3.
SortingAdalah mensortir dengan memilih atau mengelompokkan data
menurut jenis yang dikehendaki.4. Entry DataMemasukkan data dengan
melalui komputer.5. Cleaning DataPembersih data yang melihat
variabel apakah data sudah bersih atau belum.6. Mengeluarkan
informasi yang diinginkan.4.3Analisis Data4.3.1Analisis
UnivariatAnalisis Univariat dalam penulisan adalah untuk
mendekripsikan masing-masing variabel penelitian menggunakan
distribusi frekuensi dan rata-rata. Langkah-langkah univariat
analisis adalah dengan mendeskripsikan karakteristik dari
masing-masing variabel bebas ke dalam distribusi frekuensi dan
presentase masing-masing variabel dari semua jawaban responden
dalam bentuk tabel distribusi frekuensi dan presentase, dengan
rumus sebagai berikut :
P = Keterangan :P = KategoriX = jumlah kategori sampel yang
diambilY = jumlah sampel4.3.2Analisis Bivariat
Analisis ini bertujuan untuk melihat hubungan antara 2 variabel
yaitu variabel independen dengan variabel dependen. Uji yang
dipakai adalah Chi-Square dengan batas kemaknaan nilai = 0,05 ( =
95%). Langkah langkah analisis bivariat adalah sebagai berikut :1.
Menyusun Tabel Silang (2 x 2)Tabel 3.3 : Tabel Silang (2 x
2)Variabel BebasVariabel Terikat (Kelengkapan Imunisasi Dasar)
Tidak LengkapLengkap
faktor resiko (+)Aba+b (m1)
faktor resiko (-)Cdc+b (m2)
a+c ( n1)b+d (n2)n
Keterangan :a = Kelengkapan Imunisasi Dasar tidak lengkap,
faktor resiko +b = Kelengkapan Imunisasi Dasar lengkap, faktor
resiko +c = Kelengkapan Imunisasi Dasar tidak lengkap, faktor
resiko -d = Kelengkapan Imunisasi Dasar lengkap, faktor resiko -
(Budiarto, 2003:136) 2. Menghitung Chi-Square dengan rumus :
Apabila terdapat sel yang kosong atau nilai < 5, maka
digunakan fisher exact dengan rumus :
3.
Menentukan uji kemaknaan hubungan dengan cara membandingkan
nilai ( value) dengan nilai = 0,05 pada taraf kepercayaan 95 % dan
derajat kebebasan = 1 dengan kaidah keputusan sebagai berikut
:1.
Nilai ( value) 0,05 maka HO ditolak, yang berarti ada hubungan
yang bermakna antara variabel bebas dengan variabel terikat.2.
Nilai ( value) > 0,05 maka Ho gagal ditolak, yang berarti
tidak ada hubungan yang bermakna antar variabel bebas dengan
variabel terikat. 4.4Jadwal Kegiatan Penelitian
DAFTAR PUSTAKA
Abednego, H.M, 1997. Strategi dan Pengembangan Program Imunisasi
di Indonesia Menjelang Abad 21. Jakarta: Balai Penerbit FK
UI.Anonim, 2011. 5% Kematian Balita Disebabkan Penyakit Yang Dapat
Dicegah Dengan Imunisasi. [online] Available http://cpddokter.com,
diakses tanggal 5 Januari 2010.Asmoro, Asmoro. 2000. Dasar-Dasar
Metodologi Penelitian Klinik. Jakarta: EGC Budiarto, E. 2003.
Biostatistik untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat. Jakarta :
EGC.Cahyono, K.D. 2008. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Ketidaklengkapan Imunisasi Anak Usia 12-23 Bulan Di Indonesia Tahun
2003. [online] Available http://www.youngstatistician.com., diakses
tanggal 10 Januari 2010. Departemen Kesehatan RI. 2000. Buku Kader
Posyandu: Usaha Perbaikan Gizi Keluarga. Jakarta.
-----------------------------------. 2001. Manajemen Laktasi Buku
Panduan Bagi Bidan dan Petugas Kesehatan di Puskesmas. Jakarta:
Dirjen Bina Kesehatan
Masyarakat.----------------------------------. 2005. Rencana
Strategi 2005-2011, Jakarta.Ibrahim,D.P., Hubungan Karakteristik
Ibu dengan Status Imunisasi Campak Anak Umur 9-36 Bulan di Sulawesi
Selatan Tahun 1991. [online] Available
http://digilib.litbang.depkes.go.id/go Manuaba, IBG. 2007. Buku
Ajar: Patologi Obstetri-Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta:
EGC.Notoatmodjo S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat (Prinsip-Prinsip
Dasar). Jakarta : Rineka Cipta.---------------------. 2005.
Metodologi Pendidikan Kesehatan, Jakarta: Rineka Cipta.
Prawirohardjo. Sarwono. 2002. Ilmu Kebidanan. Edisi II. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka.Supartini, Yupi. 2008. Buku Ajaran Konsep
Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: EGC.Tawi, M. 2002. Faktor-faktor
yang Mempengaruhi Kelengkapan Imunisasi DPT di Wilayah Kerja
Puskesmas Ulee Kareng. Skripsi. PSIK Unsyiah.Umi Khalimah. 2007.
Hubungan antara Karakteristik dan Sikap Ibu Batita dengan Penerapan
Imunisasi Campak di Wilayah Kerja Puskesmas Sekaran Gunungpati
Semarang. Semarang: UNNES.