Top Banner
FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KINERJA PERAWAT ANDI KHAERAT PADUPPA
37

Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Tenaga Perawat

Jun 25, 2015

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Tenaga Perawat

FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KINERJA PERAWAT

ANDI KHAERAT PADUPPA

Page 2: Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Tenaga Perawat

KATA PENGANTAR:

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 mengamanatkan bahwa dalam rangka melaksanakan upaya kesehatan, diperlukan sumber daya kesehatan yang memadai. Sumber daya kesehatan tersebut meliputi tenaga kesehatan yang bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan status kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan (Anonim, 1992)

Menurut Departemen Kesehatan RI. tahun 2007, jumlah sumber daya manusia kesehatan belum memadai. Rasio tenaga kesehatan dengan jumlah penduduk masih rendah. Produksi dokter setiap tahun sekitar 2.500 dokter baru, sedangkan rasio dokter terhadap jumlah penduduk 1 : 5.000. Produksi perawat setiap tahun sekitar 40.000 perawat baru dengan rasio terhadap jumlah penduduk 1 : 2850. Sedangkan produksi bidan setiap tahun sekitar 600 bidan baru dengan rasio terhadap jumlah penduduk 1 : 2.600. Namun daya serap tenaga kesehatan oleh jaringan pelayanan kesehatan masih terbatas (Anonim, 2004)

Penyebaran tenaga kesehatan juga belum menggembirakan, sekalipun sejak tahun 1992 telah diterapkan kebijakan penempatan tenaga dokter dan bidan dengan sistem Pegawai Tidak Tetap (PTT). Tercatat rasio dokter terhadap Puskesmas di Provinsi Sumatera Utara = 0,84 dibanding dengan Provinsi Nusa Tenggra Timur =0,26 dan Papua = 0,12 (Anonim, 2004)

Mutu sumber daya kesehatan masih membutuhkan pembenahan. Hal ini tercermin dari kepuasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang belum optimal. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Tahun 2004 ditemukan 23,2% masyarakat yang bertempat tinggal di Pulau Jawa dan Bali menyatakan tidak atau kurang puas terhadap pelayanan rawat jalan yang diselenggarakan oleh rumah sakit pemerintah di kedua pulau tersebut (Anonim, 2004)

Dalam hal peningkatan tenaga keperawatan, Carpetino (1999) mengemukakan bahwa perkembangan pelayanan keperawatan saat ini telah melahirkan paradigma keperawatan yang menuntut adanya pelayanan keperawatan yang bermutu. Hal ini dapat dilihat dari adanya dua fenomena sistem pelayanan keperawatan yakni perubahan sifat pelayanan dari fakasional menjadi profesional dan terjadinya pergeseran fokus pelayanan asuhan keperawatan. Fokus asuhan keperawatan berubah dari peran kuratif dan promotif menjadi peran promotif, pereventif,kuratif dan rehabilitatif. Disiplin dan motivasi tenaga keperawatan yang baik dalam pelayanan kesehatan bagi masyarakat merupakan harapan bagi semua pengguna pelayanan. Disiplin dan motivasi yang rendah akan berdampak negatif, karena pengguna jasa pelayanan akan meninggalkan Puskesmas dan beralih ketempat pelayanan kesehatan lainnya. Untuk itu

Page 3: Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Tenaga Perawat

diperlukan tenaga perawat yang profesional yang dapat memberikan pelayanan keperawatan yang efektif, efisien dan bermutu.

Di Indonesia, perawat profesional baru mencapai 2% dari total perawat yang ada. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan Filipina yang sudah mencapai 40% dengan pendidikan strata satu dan dua (Ilyas, 2001).

Penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Keperawatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia bekerjasama dengan World Health Organization (WHO) tahun 2000 di Provinsi Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Jawa Barat dan Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta menemukan bahwa 70% perawat dan bidan selama 3 tahun terakhir tidak pernah mengikuti pelatihan, 39,8% masih melakukan tugas-tugas kebersihan, 47,4% perawat dan bidan tidak memiliki uraian tugas dan belum dikembangkan monitoring dan evaluasi kinerja perawat dan bidan khususnya mengenai keterampilan, sikap, kedisiplinan dan motivasi kerjanya (Anonim, 1992)

Penelitian tentang waktu kerja produktif personil Puskesmas di Indonesia ditemukan bahwa waktu kerja produktif personil adalah 53,2% dan sisanya 46,8% digunakan untuk kegiatan non produktif. Dari 53,2% kinerja produktif, hanya 13,3% waktu yang digunakan untuk kegiatan pelayanan kesehatan, sedangkan sisanya 39,9% digunakan untuk kegiatan penunjang pelayanan kesehatan (Ilyas,2001) Kenyataan ini akan mempengaruhi kinerja personil itu sendiri dan kinerja institusi pelayanan kesehatan pada umumnya.

Page 4: Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Tenaga Perawat

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 1992 mengamanatkan bahwa dalam rangka melaksanakan upaya kesehatan, diperlukan sumber daya kesehatan yang memadai. Sumber daya kesehatan tersebut meliputi tenaga kesehatan yang bertugas menyelenggarakan atau melakukan kegiatan kesehatan sesuai dengan bidang keahlian dan status kewenangan tenaga kesehatan yang bersangkutan (Anonim, 1992)

Menurut Departemen Kesehatan RI. tahun 2007, jumlah sumber daya manusia kesehatan belum memadai. Rasio tenaga kesehatan dengan jumlah penduduk masih rendah. Produksi dokter setiap tahun sekitar 2.500 dokter baru, sedangkan rasio dokter terhadap jumlah penduduk 1 : 5.000. Produksi perawat setiap tahun sekitar 40.000 perawat baru dengan rasio terhadap jumlah penduduk 1 : 2850. Sedangkan produksi bidan setiap tahun sekitar 600 bidan baru dengan rasio terhadap jumlah penduduk 1 : 2.600. Namun daya serap tenaga kesehatan oleh jaringan pelayanan kesehatan masih terbatas (Anonim, 2004)

Penyebaran tenaga kesehatan juga belum menggembirakan, sekalipun sejak tahun 1992 telah diterapkan kebijakan penempatan tenaga dokter dan bidan dengan sistem Pegawai Tidak Tetap (PTT). Tercatat rasio dokter terhadap Puskesmas di Provinsi Sumatera Utara = 0,84 dibanding dengan Provinsi Nusa Tenggra Timur =0,26 dan Papua = 0,12 (Anonim, 2004)

Mutu sumber daya kesehatan masih membutuhkan pembenahan. Hal ini tercermin dari kepuasan masyarakat terhadap pelayanan kesehatan yang belum optimal. Menurut Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) Tahun 2004 ditemukan 23,2% masyarakat yang bertempat tinggal di Pulau Jawa dan Bali menyatakan tidak atau kurang puas terhadap pelayanan rawat jalan yang diselenggarakan oleh rumah sakit pemerintah di kedua pulau tersebut (Anonim, 2004)

Dalam hal peningkatan tenaga keperawatan, Carpetino (1999) mengemukakan bahwa perkembangan pelayanan keperawatan saat ini telah melahirkan paradigma keperawatan yang menuntut adanya pelayanan keperawatan yang bermutu. Hal ini dapat dilihat dari adanya dua fenomena sistem pelayanan keperawatan yakni perubahan sifat pelayanan dari fakasional menjadi profesional dan terjadinya pergeseran fokus pelayanan asuhan keperawatan. Fokus asuhan keperawatan berubah dari peran kuratif dan

Page 5: Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Tenaga Perawat

promotif menjadi peran promotif, pereventif,kuratif dan rehabilitatif. Disiplin dan motivasi tenaga keperawatan yang baik dalam pelayanan kesehatan bagi masyarakat merupakan harapan bagi semua pengguna pelayanan. Disiplin dan motivasi yang rendah akan berdampak negatif, karena pengguna jasa pelayanan akan meninggalkan Puskesmas dan beralih ketempat pelayanan kesehatan lainnya. Untuk itu diperlukan tenaga perawat yang profesional yang dapat memberikan pelayanan keperawatan yang efektif, efisien dan bermutu.

Di Indonesia, perawat profesional baru mencapai 2% dari total perawat yang ada. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan Filipina yang sudah mencapai 40% dengan pendidikan strata satu dan dua (Ilyas, 2001).

Penelitian yang dilakukan oleh Direktorat Keperawatan Departemen Kesehatan Republik Indonesia bekerjasama dengan World Health Organization (WHO) tahun 2000 di Provinsi Kalimantan Timur, Sumatera Utara, Sulawesi Utara, Jawa Barat dan Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta menemukan bahwa 70% perawat dan bidan selama 3 tahun terakhir tidak pernah mengikuti pelatihan, 39,8% masih melakukan tugas-tugas kebersihan, 47,4% perawat dan bidan tidak memiliki uraian tugas dan belum dikembangkan monitoring dan evaluasi kinerja perawat dan bidan khususnya mengenai keterampilan, sikap, kedisiplinan dan motivasi kerjanya (Anonim, 1992)

Penelitian tentang waktu kerja produktif personil Puskesmas di Indonesia ditemukan bahwa waktu kerja produktif personil adalah 53,2% dan sisanya 46,8% digunakan untuk kegiatan non produktif. Dari 53,2% kinerja produktif, hanya 13,3% waktu yang digunakan untuk kegiatan pelayanan kesehatan, sedangkan sisanya 39,9% digunakan untuk kegiatan penunjang pelayanan kesehatan (Ilyas,2001) Kenyataan ini akan mempengaruhi kinerja personil itu sendiri dan kinerja institusi pelayanan kesehatan pada umumnya.

Menurut laporan Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2007 diperoleh informasi bahwa pada ruang rawat inap dengan kapasitas tempat tidur pada Ruma Sakit dan Puskesmas perawatan, rata-rata pemanfaatan tempat tidur atau Bed Occupancy Rate (BOR) sebesar 38,10%, Serta rata-rata lama hari perawatan (LOS) sebesar 30,90%, sedangkan standar nasional adalah >60%.

Di Kabupaten Konawe pada tahun 2007, dari 204 tenaga perawat Puskesmas 71,1% (145 orang) diantaranya adalah tamatan Diploma III keperawatan, 28,4% (58 orang) adalah tamatan Sekolah Perawat Kesehatan (SPK), dan sisanya hanya 0,5% (1 orang) sarjana keperawatan. Jika asumsi profesionalitas ditentukan oleh tingkat pendidikan, maka di Kabupaten Konawe baru 44,87% tenaga perawat profesional (Anonim, 2007)

Page 6: Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Tenaga Perawat

Menurut laporan Dinas Kesehatan Kabupaten Konawe tahun 2007 diperoleh informasi bahwa pada ruang rawat inap dengan kapasitas tempat tidur pada Puskesmas perawatan sebanyak 71 buah rata-rata pemanfaatan tempat tidur atau Bed Occupancy Rate (BOR) sebesar 38,10%, sedangkan standar nasional adalah >60%. Indikator ini memberikan gambaran tentang rendahnya tingkat pemanfaatan tempat tidur rumah sakit, rata-rata hari tempat tidur tidak ditempati atau Turn Over Interval (TOI) selama 6 hari, sedangkan standar nasional adalah 1 – 3 hari. Indikator ini memberikan gambaran tidak efisiensinya penggunaan tempat tidur, rata-rata lamanya perawatan atau Average Length of Stay (ALOS) selama 4 hari sedangkan standar nasional adalah 7 – 10 hari, indikator ini memberikan gambaran tidak efisiensinya manajemen pasien di sebuah Puskesmas perawatan dan untuk mengukur mutu pelayanan apabila diagnosa penyakit tertentu dijadikan tracernya (sesuatu yang perlu diamati lebih lanjut), sedangkan untuk frekuensi pemakaian tempat tidur dalam satu satuan waktu atau Bed Turn Over (BTO) selama 13 kali, sedangkan standar nasional adalah 5 – 45 kali, inidikator ini memberikan gambaran tentang tingkat pemakaian tempat tidur di sebuah Puskesmas perawatan yang masih relatif rendah (Anonim, 2006).

Berdasarkan fenomena diatas, penulis akan melaksanakan penelitian tentang faktor yang berhubungan dengan kinerja perawat pada Puskesmas perawatan di Kabupaten Konawe tahun 2009.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka masalah penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Apakah ada hubungan pelatihan dengan kinerja perawat pada Puskesmas perawatan di Kabupaten Konawe tahun 2009?

2. Apakah ada hubungan fasillitas dengan kinerja perawat pada Puskesmas perawatan di Kabupaten Konawe tahun 2009?

3. Apakah ada hubungan motivasi dengan kinerja perawat pada Puskesmas perawatan di Kabupaten Konawe tahun 2009?

4. Apakah ada hubungan tingkat pendidikan dengan kinerja perawat pada Puskesmas perawatan di Kabupaten Konawe tahun 2009?

C. Tujuan Penelitian 1. Tujuan umum

Untuk mengetahui faktor faktor yang berhubungan dengan kinerja perawat pada Puskesmas Perawatan di Kabupaten Konawe tahun 2009.

Page 7: Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Tenaga Perawat

2. Tujuan khusus 2.1 Untuk mengetahui hubungan pelatihan kerja dengan kinerja perawat

pada Puskesmas perawatan di Kabupaten Konawe tahun 2009. 2.2 Untuk mengetahui hubungan fasilitas kerja dengan kinerja perawat

pada Puskesmas perawatan di Kabupaten Konawe tahun 2009. 2.3 Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan dengan kinerja

perawat pada Puskesmas perawatan di Kabupaten Konawe tahun 2009.

2.4 Untuk mengetahui hubungan motivasi kerja dengan kinerja perawat pada Puskesmas perawatan di Kabupaten Konawe tahun 2009.

D. Manfaat penelitian 1. Bagi penulis, penelitian ini pada hakikatnya adalah merupakan proses

belajar memecahkan masalah secara sistimatis dan logis. 2. Hasil penelitian ini di harapkan dapat manambah khasanah ilmu kesehatan

masyarakat khususnya dalam upaya meningkatkan kinerja perawat di Puskesmas perawatan.

3. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada institusi dan dijadikan sebagai dokumentasi ilmiah untuk merangsang minat peneliti selanjutnya.

4. Hasil penelitian ini di harapkan dapat menjadi masukan bagi pemerintah Kabupaten Konawe dalam rangka meningkatkan pelayanan kesehatan melalui peningkatan kinerja perawat.

Page 8: Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Tenaga Perawat

BAB II.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Perawat1. Pengertian kinerja

Kata kinerja (performance) dalam konteks tugas, sama dengan prestasi kerja. Para pakar banyak memberikan definisi tentang kinerja secara umum.

a. Achmad S. Ruky,(2001)) menyatakan bahwa kinerja adalah catatan tentang hasil hasil yang diperoleh dari fungsi fungsi pekerjaan atau kegiatan tertentu selama kurun waktu tertentu.

b. Kemudian WHO (2000) menyatakan bahwa kiinerja adalah keberhasilan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan

Kinerja (performance) menjadi isu dunia saat ini. Hal tersebut terjadi sebagai konsekuensi tuntutan masyarakat terhadap kebutuhan akan pelayanan prima atau pelayanan yang bermutu tinggi. Mutu tidak terpisahkan dari standar, karena kinerja diukur berdasarkan standar.

Melalui kinerja klinis perawat atau bidan, diharapkan dapat menunjukkan kontribusi profesionalnya secara nyata dalam meningkatkan mutu pelayanan keperawatan atau kebidanan, yang berdampak terhadap pelayanan kesehatan secara umum pada organisasi tempatnya bekerja, dan dampak akhir bermuara pada kualitas hidup dan kesejahteraan masyarakat,

2. Pengertian perawatPerawat adalah seseorang yang telah lulus pendidikan formal dalam

bidang keperawatan yang program pendidikannya telah disyahkan oleh pemerintah, sedangkan perawat profesional adalah perawat yang mengikuti pendidikan keperawatan sekurang-kurangnya Diploma III keperawaatan. Keperawatan sebagai profesi terdiri atas komponen disiplin dan praktik (Gartinah.dkk, 1999).

Karakteristik keperawatan sebagi profesi menurut Gillies (1996) yaitu (a) memiliki ilmu pengetahuan tentang tubuh manusia yang sistemis dan khusus, (b) mengembangkan ilmu pengetahuan tentang tubuh manusia secara konstan melalui penelitian, (c) melaksanakan pendidikan melalui pendidikan tinggi, (d) menerapkan ilmu pengetahuan tentang tubuh manusia dalam pelayanan, (e) berfungsi secara otonomi dalam merumuskan kebijakan dan pengendalian praktek profesional, (f) memberikan pelayanan untuk kesejahteraan masyarakat diatas kepentingan pribadi, berpegang teguh pada tradisi leluhur dan etika profesi serta (g)

Page 9: Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Tenaga Perawat

memberikan kesempatan untuk pertumbuhan profesional dan mendokumentasikan proses perawatan

3. Peran dan fungsi perawatGartinah,dkk (1999) mengemukakan bahwa dalam praktek

keperawatan, perawat melakukan peran dan fungsi sebagai berikut :

3.1. Sebagai pelaku atau pemberi asuhan keperawatan langsung kepada pasien dengan menggunakan proses keperawatan.

3.2. Sebagai advokat pasien, perawat berfungsi sebagai penghubung pasien dengan tim kesehatan yang lain, membela kepentingan pasien dan membantu klien dalam memahami semua informasi dan upaya kesehatan yang diberikan. Peran advokasi sekaligus mengharuskan perawat bertindak sebagai nara sumber dan fasilitator dalam pengambilan keputusan terhadap upaya kesehatan yang harus dijalani oleh pasien atau keluarganya.

3.3. Sebagai pendidik pasien, perawat membantu pasien meningkatkan kesehatannya melalui pemberian pengetahuan yang terkait dengan keperawatan dan tindakan medik sehingga pasien dan keluarganya dapat menerimanya.

3.4. Sebagai koordinator, perawat memanfaatkan semua sumber-sumber dan potensi yang ada secara terkoordinasi.

3.5. Sebagai kolaborator, perawat bekerja sama dengan tim kesehatan lain dan keluarga dalam menentukan rencana maupun pelaksanaan asuhan keperawatan guna memenuhi kesehatan pasien.

3.6. Sebagai pembaharu, perawat mengadakan inovasi dalam cara berpikir, bersikap, bertingkah laku dan meningkatkan keterampilan pasien atau keluarga agar menjadi sehat.

3.7. Sebagai pengelola, perawat menata kegiatan dalam upaya mencapai tujuan yang diharapkan yaitu terpenuhinya kepuasan dasar dan kepuasan perawat melakukan tugasnya.

4. Tanggung jawab perawatSecara umum perawat mempunyai tanggung jawab dalam

memberikan asuhan keperawatan, meningkatkan ilmu pengetahuan dan meningkatkan diri sebagai profesi. Tanggung jawab memberikan asuhan keperawatan kepada pasien mencakup aspek bio-psiko-kultural-spiritual dalam upaya pemenuhan kebutuhan dasarnya dengan menggunakan proses keperawatan yang meliputi :

4.1. Membantu pasien memperoleh kesehatannya.4.2. Membantu pasien yang sehat untuk memelihara kesehatannya.4.3. Membantu pasien yang tidak bisa disembuhkan untuk menerima

kondisinya.4.4. Membantu pasien yang menghadapi ajal untuk memperlakukan secara

manusiawi sesuai martabatnya sampai meninggal.

Page 10: Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Tenaga Perawat

5. Lingkup kewenangan perawatGartinah,dkk (1999) membagi kewenangan perawat menjadi lima,

yaitu :

5.1 Melaksanakan pengkajian perawat terhadap status bio-psiko-sosio-kultural spiritual pasien.

5.2 Merumuskan diagnosis keperawatan terkait dengan fenomena dan garapan utama yaitu tidak terepenuhinya kebutuhan dasar pasien.

5.3 Menyusun rencana tindakan keperawatan.5.4 Melaksanakan tindakan keperawatan.5.5 Melaksanakan evaluasi terhadap tindakan keperawatan yang telah

dilakukan.

B.Tinjauan Tentang Puskesmas Perawatan1. Pengertian

Puskesmas perawatan adalah suatu kesatuan organisasi fungsional yang merupakan pusat pengembangan masyarakat yang memberikan pelayanan rawat inap kepada pasien. Selain itu juga membina peran serta masyarakat, memberikan pelayanan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya dalam bentuk kegiatan pokok. Dengan kata lain Puskesmas mempunyai wewenang dan tanggung jawab atas pemeliharaan kesehatan masyarakat dalam wilayah kerjanya (Anonim, 1999).

Pelayanan kesehatan yang diberikan di Puskesmas perawatan meliputi pelayanan kuratif (pengobatan) preventif (pencegahan), promotif (peningkatan) dan rehabilitatif (pemulihan). Adapun kegiatan pokok di Puskesmas perawatan umumnya hampir sama dengan Puskesmas non perawatan yakni KIA, KB, untuk peningkatan gizi, kesehatan lingkungan dan penyediaan air bersih, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, pengobatan termasuk pelayanan darurat karena kecelakaan, penyuluhan kesehatan masyarakat, usaha kesehatan sekolah, kesehatan olahraga, perawatan kesehatan masyarakat (Anonim, 1999).

2. Fungsi Puskesmas perawatanFungsi Puskesmas perawatan adalah sebagai berikut:

2.1. Sebagai pusat pengembangan kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya.

2.2. Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan.

2.3. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu kepada masyarakat di wilayah kerjanya.

Page 11: Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Tenaga Perawat

C. Tinjauan Tentang Kinerja Perawat1. Pengertian

Menurut Prawirosentono (1999) kinerja atau performance adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggung jawabnya masing-masing dalam rangka mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika.

Menurut Bernadin dan Kussel (1994) dalam Ilyas (2001), kinerja adalah hasil dari fungsi-fungsi suatu pekerjaan dan kegiatan tertentu selama satu periode waktu tertentu. Sesuai pengertian tersebut ada tiga aspek yang perlu dipahami yakni : (a) kejelasan tugas atau pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya, (b). kejelasan hasil yang diharapkan dari suatu pekerjaan atau fungsi dan (c) waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan pekerjaan agar hasil yang diharapkan dapat terwujud.

2. Tujuan penilaian atau evaluasi kinerja

Tujuan evaluasi kinerja adalah untuk memperbaiki atau meningkatkan kinerja organisasi melalui peningkatan kinerja dari SDM organisasi. Secara lebih spesifik, tujuan evaluasi kinerja sebagaimana dikemukakan Sunyoto (1999 : 1) dalam Mangkunegara (2005) adalah

2.1. Meningkatkan saling pengertian antara karyawan tentang persyaratan kinerja

2.2. Mencatat dan mengakui hasil kerja seorang karyawan, sehingga mereka termotivasi untuk berbuat yang lebih baik, atau sekurang-kurangnya berprestasi sama dengan prestasi yang terdahulu.

2.3. Memberikan peluang kepada karyawan untuk mendiskusikan keinginan dan aspirasinya dan meningkatkan kepedulian terhadap karier atau terhadap pekerjaan yang diembannya sekarang.

2.4. Mendefinisikan atau merumuskan kembali sasaran masa depan, sehingga karyawan termotivasi untuk berprestasi sesuai dengan potensinya.

2.5. Memeriksa rencana pelaksanaan dan pengembangan yang sesuai dengan kebutuhan pelatihan, khusus rencana diklat, dan kemudian menyetujui rencana itu jika tidak ada hal-hal yang perlu diubah.

3. Sasaran penilaian atau evaluasi kinerja

Sasaran-sasaran dan evaluasi kinerja karyawan yang dikemukakan Sunyoto (1999) dalam Mangkunagara (2005) sebagai berikut :

3.1. Membuat analisis kinerja dari waktu yang lalu secara berkesinambungan dan periodik, baik kinerja karyawan maupun kinerja organisasi.

Page 12: Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Tenaga Perawat

3.2. Membuat evaluasi kebutuhan pelatihan dari para karyawan melalu audit keterampilan dan pengetahuan sehingga dapat mengembangkan kemampuan dirinya. Atas dasar evaluasi kebutuhan pelatihan itu dapat menyelenggarakan program pelatihan dengan tepat.

3.3. Menentukan sasaran dari kinerja yang akan datang dan memberikan tanggung jawab perorangan dan kelompok sehingga untuk periode selanjutnya jelas apa yang harus diperbuat oleh karyawan, mutu dan baku yang harus dicapai, sarana dan prasarana yang diperlukan untuk meningkatkan kinerja karyawan.

3.4. Menemukan potensi karyawan yang berhak memperoleh promosi dan kalau mendasarkan hasil diskusi antara karyawan dengan pimpinannya itu untuk menyusun suatu proposal mengenai sistem bijak (merit system) dan sistem promosi lainnya, seperti imbalan. Evaluasi kinerja merupakan sarana untuk memperbaiki mereka yang tidak melakukan tugasnya dengan baik di dalam organisasi. Banyak organisasi berusaha mencapai sasaran suatu kedudukan yang terbaik dan terpercaya dalam bidangnya (Mangkunegara, 2005)

4. Prinsip dasar penilaian atau evaluasi kinerja

Secara singkat dapat disimpulkan bahwa prinsip dasar evaluasi kinerja sebagai berikut :

4.1 Fokusnya adalah membina kekuatan untuk menyelesaikan setiap persoalan yang timbul dalam pelaksanaan evaluasi kinerja. Jadi bukan semata-mata menyelesaikan persoalan itu sendiri, namun pimpinan dan karyawan mampu menyelesaikan persoalannya dengan baik setiap saat, setiap ada persoalan baru. Jadi yang penting adalah kemampuannya.

4.2 Selalu didasarkan atas suatu pertemuan pendapat, misalnya cari hasil diskusi antara karyawan penyelia langsung, suatu diskusi yang konstruktif untuk mencari jalan terbaik dalam meningkatkan mutu dan baku yang tinggi.

4.3 Suatu proses manajemen yang alami, jangan merasa dan menimbulkan kesan terpaksa, namun dimasukkan secara sadar ke dalam corporate planning, dilakukan secara periodik, terarah dan terprogram bukan kegiatan yang hanya setahun sekali.

5. Faktor-faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja

Faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ablity) dan faktor motivasi (motivation). Hal ini sesuai dengan pendapat Davis dalam Mangkunegara (2005) yang merumuskan bahwa :

5.1. Faktor kemampuan (ability)Secara psikologis kemampuan (ability) terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemapuan reality (knowledge + Skill). Artinya,

Page 13: Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Tenaga Perawat

pimpinan dan karyawan yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110-120) apalagi IQ superior, very superior, gifted dan genius dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka akan lebih mudah mencapai kinerja maksimal.

5.2. Faktor motivasi (motivation)Motivasi diartikan suatu sikap (attitude) pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan organisasinya. Mereka yang bersikap positif (pro) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja tinggi dan sebaliknya jika mereka bersikap negatif (kontra) terhadap situasi kerjanya akan menunjukkan motivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja, kebijakan pimpinan, pola kepemimpinan kerja dan kondisi kerja (Mangkunegara, 2005).

D. Tinjauan Tentang Pendidikan PerawatSalah satu upaya untuk meningkatkan sumber daya keperawatan adalah

melalui pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, mengikuti pelatihan perawatan keterampilan teknis atau keterampilan dalam hubungan interpersonal. Sebagian besar pendidikan perawat adalah vokasional (D3 Keperawatan).

Untuk menjadi perawat profesional, lulusan SLTA harus menempuh pendidikan akademik S1 Keperawatan dan Profesi Ners. Tetapi bila ingin menjadi perawat vokasional, (primary nurse) dapat mengambil D3 Keperawatan/Akademi Keperawatan. Lulusan SPK yang masih ingin menjadi perawat harus segera ke D3 Keperawatan atau langsung ke S1 Keperawatan. Selanjutnya, lulusan D3 Keperawatan dapat melanjutkan ke S1 Keperawatan dan Ners. Dari pendidikan S1 dan Ners, baru ke Magister Keperawatan/spesialis dan Doktor/Konsultan (Gartinah, dkk., 1999)

E.Tinjauan Tentang Pelatihan KerjaSecara umum pelatihan merupakan bagian dari pendidikan yang

menggambarkan suatu proses dalam pengembangan organisasi maupun masyarakat. Pendidikan dengan pelatihan merupakan suatu rangkaian yang tak dapat dipisahkan dalam sistem pengembangan sumberdaya manusia, yang di dalamnya terjadi proses perencanaan, penempatan, dan pengembangan tenaga manusia. Dalam proses pengembangannya diupayakan agar sumberdaya manusia dapat diberdayakan secara maksimal, sehingga apa yang menjadi tujuan dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia tersebut dapat terpenuhi.

Page 14: Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Tenaga Perawat

Moekijat (1993:3) juga menyatakan bahwa “pelatihan adalah suatu bagian pendidikan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan diluar sistem pendidikan yang berlaku, dalam waktu yang relatif singkat dan dengan metode yang lebih mengutamakan praktek daripada teori.

Alex S. Nitisemito (1982:86) mengungkapkan tentang tujuan pelatihan sebagai usaha untuk memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku dan pengetahuan, sesuai dari keinginan individu, masyarakat, maupun lembaga yang bersangkutan. Dengan demikian pelatihan dimaksudkan dalam pengertian yang lebih luas, dan tidak terbatas sematamata hanya untuk mengembangkan keterampilan dan bimbingan saja. Pelatihan diberikan dengan harapan individu dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik. Seseorang yang telah mengikuti pelatihan dengan baik biasanya akan memberikan hasil pekerjaan lebih banyak dan baik pula dari pada individu yang tidak mengikuti pelatihan.

Dengan demikian, kegiatan pelatihan lebih ditekankan pada peningkatan pengetahuan, keahlian/keterampilan (skill), pengalaman, dan sikap peserta pelatihan tentang bagaimana melaksanakan aktivitas atau pekerjaan tertentu. Hal ini sejalan dengan pendapat Henry Simamora (1995:287) yang menjelaskan bahwa pelatihan merupakan serangkaian aktivitas yang dirancang untuk meningkatkan keahlian, pengetahuan, pengalaman ataupun perubahan sikap seorang individu atau kelompok dalam menjalankan tugas tertentu.

F.Tinjauan Tentang Motivasi KerjaSecara ilmiah setiap orang selalu diliputi kebutuhan dan sebagain besar

kebutuhan itu tidak cukup kuat untuk mendorong seseorang berbuat sesuatu pada suatu waktu tertentu. Kebutuhan menjadi suatu dorongan bila kebutuhan itu muncul hingga mencapai taraf intensitas yang cukup. Pemenuhan kebutuhan selalu diwarnai oleh motif untuk memenuhinya, atau dengan kata lain motivasi dipakai untuk menunjukan suatu keadaan dalam diri seseorang yang berasal dari akibat suatu kebutuhan (Minardi, 2001).

Istilah yang digunakan untuk menyebut motivasi atau motif antara lain kebutuhan (need), keinginan (wish) dan dorongan (drive). Demikian pula dengan pengertian motivasi sendiri banyak ditafsirkan secara berbeda-beda oleh para ahli sesuai dengan tempat dan keadaan dari masing-masing ahli tersebut. Siagian (1998 :134) misalnya mendefinisikan motivasi yaitu sebagai daya pendorong yang mengakibatkan seorang anggota organisasi mau dan rela untuk menyelenggarakan berbagai kegiatan yang menjadi tanggung jawab dan menunaikan kewajiban-kawajibannya.

Teori tentang motivasi yang diyakini dengan harapan agar dapat membangun komitmen yang tinggi dalam suatu organisasi, karena

Page 15: Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Tenaga Perawat

bagaimanapun juga tidak ada organisasi yang dapat berhasil dengan baik tanpa adanya komitmen yang tinggi dari para anggotanya. Pemikiran tentang motivasi telah berkembang mulai dari pendekatan awal yang mencapai suatu model untuk memotivasi individu sampai ke pendekatan yang lebih kontemporer, dengan menyadari bahwa motivasi bertumbuh dari pengaruh timbal balik antara faktor individu dan faktor lingkungan (Wahjosamidjo, 1984).

Pengertian motivasi kerja dalam manajemen sering digunakan untuk menerangkan motivasi yang ada kaitannya dengan pekerjaan. Motivasi merupakan kegiatan yang mengakibatkan, meyalurkan dan memelihara perilaku manusia, cerminan yang paling sederhana tentang motivasi dapat dilihat dari aspek perilaku ini. Motivasi merupakan masalah yang sangat penting dalam setiap usaha sekelompok orang yang bekerja sama dalam rangka pencapaian tujuan tertentu. Menurut A.W.Widjaya dalam Zainun (1994), bahwa : “Semua kegiatan organisasi/perusahaan tidak berfaedahjika anggota-anggota yang sudah di organisasi/perusahaan tersebut tidak berhasrat menyumbangkan usahanya guna memenuhi tugas yang di bebankan kepadanya. Bagaimanapun dengan cara-cara lain, masing-masing individu harus menjalankan tugas-tugasnya dengan aktif”.

Pendapat di atas dapat disimpulkan, bahwa motivasi merupakan bagian integral dari kegiatan organisasi atau perusahaan dari dalam proses pembinaan, pengembangan dan pengerahan tenaga kerja manusia. Karyawan akan bekerja dengan lebih baik dalam lingkungan dimana mereka merasa dihargai dan program pemberian insentif dapat membantu karyawan merasa bahwa perusahaan memperhatikan kesejahteraan mereka dan mengakui prestasi yang telah dicapai.

Page 16: Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Tenaga Perawat

: Variabel diteliti

: Variabel tidak diteliti

Kinerja Perawat

Pendidikan Perawat

Fasilitas Kerja

Pelatihan Kerja

Motivasi Kerja

Kepemimpinan

Dukungan teman

Disiplin kerja

G. Kerangka Pemikiran dan Hipotesis

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Keterangan :

Page 17: Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Tenaga Perawat

Berdasarkan kerangka pemikiran penelitian diatas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini :

1. Ho : Tidak ada hubungan pendidikan perawat dengan kinerja perawat pada Puskesmas di Kabupaten Konawe tahun 2009.

Ha : Diduga ada hubungan pendidikan perawat dengan kinerja perawat pada Puskesmas di Kabupaten Konawe tahun 2009.

2. Ho : Tidak ada hubungan fasilitas kerja perawat dengan kinerja perawat pada Puskesmas di Kabupaten Konawe tahun 2009.

Ha : Diduga ada hubungan fasilitas kerja dengan kinerja perawat pada Puskesmas di Kabupaten Konawe tahun 2009.

3. Ho : Tidak ada hubungan motivasi kerja perawat dengan kinerja perawat pada Puskesmas di Kabupaten Konawe tahun 2009.

Ha : Diduga ada hubungan motivasi kerja dengan kinerja perawat pada Puskesmas perawatan di Kabupaten Konawe tahun 2009.

4. Ho : Tidak ada hubungan pelatihan kerja perawat dengan kinerja perawat pada Puskesmas di Kabupaten Konawe tahun 2009.

Ha : Diduga ada hubungan pelatihan kerja dengan kinerja perawat pada Puskesmas di Kabupaten Konawe tahun 2009.

Page 18: Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Tenaga Perawat

BAB III.

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan menggunakan

pendekatan cross sectional yang bertujuan untuk mengetahui dinamika hubungan antara tingkat pendidikan perawat, fasilitas kerja, motivasi kerja, serta pelatihan yang pernah diikuti dengan kinerja perawat. Pengumpulan data dilakukan sekaligus pada suatu saat (point time approach) artinya tiap subjek penelitian hanya diobervasi sekali dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan (Notoatmodjo, 2002).

B. Tempat dan waktu penelitian.

1. Tempat penelitian.Penelitian ini rencana dilaksanakan pada lima puskesmas perawatan

yang berada di Kabupaten Konawe (Puskesmas: Unaaha, Abuki, Wawotobi, Pondidaha, dan Lambuya). Dengan alasan bahwa pada kelima puskesmas tersebut telah menyelenggarakan pelayanan rawat inap pada masyarakat yang membutuhkan.

2. Waktu penelitan.Penelitian ini rencana dilaksanakan selama 5 bulan yakni dari awal

observasi awal lapangan pada bulan Desember 2008 hingga rencana penelitian pada bulan Maret sampai April 2009.

C. Populasi dan Sampel.

1. Populasi. Populasi dalam penelitian ini adalah semua tenaga perawat di

Puskesmas perawatan (Unaaha, Abuki, Wawotobi, Pondidaha, danLambuya) Kabupaten Konawe yang berjumlah 59 orang (Anonim, 2008).

2. SampelSampel dalam penelitian ini adalah semua perawat yang bertugas

pada puskesmas perawatan Kabupaten Konawe (Unaaha, Abuki,

Page 19: Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Tenaga Perawat

Wawotobi, Pondidaha, dan Lambuya) sehingga terpilih sebagai sampel sebesar 59 orang (total sampel).

D. Jenis dan Cara Pengumpulan Data

1. Jenis data. Jenis data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder.

Data primer meliputii tingkat pendidikan perawat, fasilitas kerja, motivasi kerja, serta pelatihan yang pernah diikuti. Sedangkan data sekunder adalah jumlah perawat, jumlah Puskesmas, cakupan pelayanan asuhan keperawatan, keadaan umum wilayah kerja Kabupaten Konawe dan lain-lain yang sesuai dengan kebutuhan penelitian.

2. Cara pengumpulan data. Data primer pengumpulannya dilakukan melalui wawancara dengan

menggunakan kuesioner yang telah disediakan, sedangkan data sekunder dilakukan dengan cara melihat dokumen pada instansi terkait sesuai dengan kebutuhan data penelitian.

E. Pengolahan Data dan Analisis Data

Pengolahan data di lakukan dengan menggunakan program komputerisasi program SPSS windows versi 10.0. Sedangkan analisis data menggunakan statistik inferensial sebagai berikut:

1. Univariat Analisis univariat digunakan untuk mengetahui distribusi dan

persentase dari tiap variabel bebas (Pendidikan, Fasilitas kerja, motivasi kerja, dan Pelatihan ) dengan variabel terikat (kinerja perawat)

2. Bivariat Analisis bivariat dilakukan untuk melihat hubungan antara variabel

dependent dan independent (pendidikan, fasilitas kerja, motivasi kerja, dan pelatihan) dengan variabel terikat (kinerja perawat). Karena rancangan penelitian ini adalah analitik observasional, hubungan antara variabel independent dengan variabel dependen digunakan uji statistik Odds Ratio (OR) tabel kontigensi 2x2 dengan tingkat kepercayaan 95 % (α = 0,05). Berdasarkan hasil uji tersebut di atas ditarik kesimpulan dengan kriteria sebagai berikut :

a. Jika nilai p < α maka Ho ditolak, berarti ada hubungan antara variabel dependent dengan independent.

Page 20: Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Tenaga Perawat

b. Jika nilai p ≥ α maka Ho diterima, berarti tidak ada hubungan antara variabel dependent dengan independent.

dengan menggunakan rumus :

(Bungin, 2005 : 192)

Keterangan :

X2 : Chi kuadrat

Fo : Frekuensi yang diobservasi

Fh : Frekuensi yang diharapkan

: Sigma

F. Penyajian Data

G. Data dalam penelitian ini di sajikan dalam bentuk grafik dan tabel distribusi frekuensi.

H. Definisi Operasional dan Kriteria Objektif

1. Kinerja perawat adalah hasil kerja perawat berdasarkan standar baku yang ditetapkan Puskesmas dan diukur berdasrkan 10 pertanyaan kinerja, Berdasarkan hal diatas, merujuk pada skala Gutman : a. Bila jawaban “ya” = 1b. Bila jawaban “tidak” = 0Jumlah pertanyaan = 10

Jawaban tertinggi berbobot 1 dan terendah berbobot 0

Skor tertinggi = jumlah pertanyaan kali bobot tertinggi

= 10 x 1 = 10 (100%)

Skor Terendah = jumlah pertanyaan kali bobot terendah

= 10 x 0 = 0 (0%)

Skor antara = skor tertinggi – skor terendah

= 100% - 0%

X2 = ∑ [ ( fo−fh)2

fh ]

Page 21: Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Tenaga Perawat

= 100%

Kriteria objektif sebanyak 2 kategori : cukup dan kurang

Interval = skor antara/kategori

= 100%/2

= 50%

Sehingga:

Cukup = bila jawaban responden > 50%

Kurang = bila jawaban responden < 50%

Sumber, Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, 2000.

2. Tingkat pendidikan adalah jenjang pendidikan keperawatan yang pernah diikuti secara formal, pada institusi pendidikan. dengan kriteria objektif : Cukup : bila responden tamat pendidikan minimal Diploma tiga (D3)

Kurang : bila reponden hanya tamat pendidikan Diploma satu (D1)

3. Fasilitas adalah sarana dan prasarana yang diberikan kepada tenaga perawat untuk membantu mempercepat proses penyelesaian pekerjaanya dengan baik dengan kriteria objektif :b. Bila jawaban “ya” = 1c. Bila jawaban “tidak” = 0Jumlah pertanyaan = 10

Jawaban tertinggi berbobot 1 dan terendah berbobot 0

Skor tertinggi = jumlah pertanyaan kali bobot tertinggi

= 10 x 1 = 10 (100%)

Skor Terendah = jumlah pertanyaan kali bobot terendah

= 10 x 0 = 0 (0%)

Skor antara = skor tertinggi – skor terendah

= 100% - 0%

= 100%

Kriteria objektif sebanyak 2 kategori : cukup dan kurang

Interval = skor antara/kategori

= 100%/2

Page 22: Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Tenaga Perawat

= 50%

Sehingga:

Cukup = bila jawaban responden > 50%

Kurang = bila jawaban responden < 50%

Sumber, Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, 2000

4. Motivasi kerja perawat adalah hal-hal yang mendorong atau menimbulkan spirit perawat dalam melaksaanakan asuhan keperawatan dan diukur berdasarkan 12 pernyataan tes motivasi dengan kriteria objektif sebagai berikut:1. Selalu2. Sering3. Jarang 4. Tidak pernah

Jumlah pertanyaan = 12

Jawaban tertinggi berbobot 4 dan terendah berbobot 1

Skor tertinggi = jumlah pertanyaan kali bobot tertinggi

= 12 x 4 = 48 (100%)

Skor Terendah = jumlah pertanyaan kali bobot terendah

= 12 x 1 = 12 (25%)

Skor antara = skor tertinggi – skor terendah

= 100% - 25%

= 75%

Kriteria objektif sebanyak 2 kategori : cukup dan kurang

Interval = skor antara/kategori

= 75%/2

= 37,5%

Skor standar = 100% - 37,5%

= 62,5%

Sehingga:

cukup = bila jawaban responden > 62,5% dari total skor pertanyaan

Page 23: Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Tenaga Perawat

Kurang = bila jawaban responden 25% sampai dengan < 62%

Sumber, Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, 2000

5. Pelatihan adalah pendidikan yang diikuti responden selama menjadi perawat untuk meningkatkan kinerjanya yang dihitung berdasarkan 10 pertanyaan. Skor pelatihan ini akan dikategorikan menurut cukup dan kurang dengan kriteria objektif :a. Bila jawaban “ya” = 1b. Bila jawaban “tidak” = 0

Jumlah pertanyaan = 10

Jawaban tertinggi berbobot 1 dan terendah berbobot 0

Skor tertinggi = jumlah pertanyaan kali bobot tertinggi

= 10 x 1 = 10 (100%)

Skor Terendah = jumlah pertanyaan kali bobot terendah

= 10 x 0 = 0 (0%)

Skor antara = skor tertinggi – skor terendah

= 100% - 0%

= 100%

Kriteria objektif sebanyak 2 kategori : cukup dan kurang

Interval = skor antara/kategori

= 100%/2

= 50%

Sehingga:

cukup = bila jawaban responden > 50%

Kurang = bila jawaban responden < 50%

Sumber, Sugiyono, Metode Penelitian Administrasi, 2000

Page 24: Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Tenaga Perawat

DAFTAR PUSTAKA

Achmad S. Ruky,2001. Sistem Manajemen Kinerja. PT Gramedia, Jakarta.

Anonim, 1980. Bahan Materi Latihan Prajabatan Pegawai Negeri Sipil, Jakarta

_______, 2000. Standar Pelayanan Keperawatan. Universitas Indonesia, Jakarta.

_______, 2007. Profil Kesehatan Kabupaten Konawe, Unaaha.

Bungin.B.2005. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Kencana, Jakarta

Carpetino.L,1999. Dokumentasi Keperawatan. EGC, Jakarta

Depkes.RI, 1992. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tentang Kesehatan, Jakarta

________, 1999. Perencanaan Program Puskesmas Perawatan, Jakarta.

________, 2004. Sistem Kesehatan Nasional. Jakarta.

Dinkes Sultra, 2007. Profil Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara, Kendari

Gillies.DA, 1996. Manajemen Keperawatan, Suatu Pendekatan Sistem. Philadelphia : Souders Company.

Gartinah.dkk, 1999. Keperawatan & Praktek Keperawatan. Dewan Pimpinan Pusat PPNI, Jakarta.

Ilyas.Y, 2001. Kinerja Teori Penilaian & Penelitian. Pusat Kajian Ekonomi Kesehatan FKM UI,Depok

Page 25: Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Tenaga Perawat

Karjadi.M, 1981. Kepemimpinan (Leadership). PT Karya Nusantara, Bandung.

Lim.Y, 2000. Metode Sukses Pribadi Dalam Studi, Karier & Bisnis. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Malayu.SP, 1997. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bumi Aksara, Jakarta.

Mangkunegara. AP, 2005. Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia, PT. Refika Aditama, Bandung.

Mansyur.A, 2005. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Perawat di RSU Madiun Jawa Timur. Skripsi Yang Tidak Dipublikasikan, FKM Undip,Semarang.

Madura, J, 2001. Pengantar Bisnis. Terjemahan Saruyini. W.R.Salib, Salemba Empat, Jakarta.

Minardi, 2001. Motivasi dan Pemotivasian Dalam Manajemen. PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Moekijat. (1993). Evaluasi Pelatihan Dalam Rangka Peningkatan Produktivitas. Mandar Maju. Bandung.

Montegue.B, 1977. Manajemen Perawatan Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran,EGC,Jakarta.

Nitisemito, A.S. 1982. Manajemen Personalia. P.T Gramedia. Jakarta.

Notoatmodjo. S, 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat.Rineka Cipta, Jakarta.

Pamudji, 1995. Kepemimpinan Pemerintahan di Indonesia. Bina Aksara, Jakarta.

Page 26: Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Tenaga Perawat

Prawirosentono.S, 1999. Manajemen Sumber Daya Manausia, Kebijakan Kinerja Karyawan. BPFE, Yogyakarta.

Prijosaksono. A & Hartono. P, 2002. Lima Prinsip Mengembangkan Kepemimpinan. PT. Elex Media Komputindo. Jakarta.

Siagian.SP, 1998. Filsafat Administrasi. PT Gunung Agung Jakarta.

_______,1993. Organisasi Kepemimpinan & Perilaku Organisasi. PT. Gunung Agung, Jakarta.

Simamora, H. 1995. Manajemen Sumberdaya Manusia. STIE YPKN . Jakarta.

Sugiyono, 2000. Metode Penelitian Administrasi, 2000. Rineka Cipta, Jakarta.

Soeprihanto.JM, 1999. Penilaian Kinerja & Pengembangan Karyawan. BPFE, Anggota IKAPI, Jakarta.

STIK Avicenna, 2003. Pedoman Akademik, Kendari.

Sunarti.A, 2003. Studi Tentang Pelayanan Perawat Pada Pasien Rawat Inap di RSUD Provinsi Sulawesi Tenggara. Skripsi Yang Tidak Dipublikasikan, Poltekkes Kendari.

Toruntju.SA, 2005. Faktor Sosial Ekonomi Yang Berhubungan Dengan Asupan Yodium Pada Ibu Hamil di Daerah Endemik GAKY Kabupaten Gunung Kidul,DIY. Thesis IKM UGM Dipublikasikan, Yogyakarta.

Utomo.B 2002. Tinjauan Mutu Pelayanan Kesehatan Pada Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Umum Kabupaten Kendari. Skripsi yang tidak di Publikasikan FKM Unhas, Makassar.

Page 27: Faktor Yang Berhubungan Dengan Kinerja Tenaga Perawat

Wahjosamidjo, 1984. Kepemimpinan & Motivasi, Ghalia, Jakarta.

World Health Organization (2000). Design and Implementation of HealthInformation System, Genewa.

Zainun, B, 1994. Manajemen & Motivasi. Balai Aksara Baru, Jakarta.