ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN UANG DI INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER (1990 : 1 – 2005 : 4) SKRIPSI Oleh : Nama : Ardiyadi Widyarto No. Mahasiswa : 04313008 Program Studi : Ilmu Ekonomi UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA FAKULTAS EKONOMI YOGYAKARTA 2007
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR
YANG MEMPENGARUHI PERMINTAAN UANG DI INDONESIA
SEBELUM DAN SETELAH KRISIS MONETER
(1990 : 1 – 2005 : 4)
SKRIPSI
Oleh :
Nama : Ardiyadi Widyarto
No. Mahasiswa : 04313008
Program Studi : Ilmu Ekonomi
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
FAKULTAS EKONOMI
YOGYAKARTA
2007
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERMINTAAN UANG DI INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH
KRISIS MONETER
(1990 : 1 – 2005 : 4)
SKRIPSI
disusun dan diajukan untuk memenuhi syarat ujian akhir
guna memperoleh gelar Sarjana jenjang strata 1
Jurusan Ilmu Ekonomi,
pada Fakultas Ekonomi
Universitas Islam Indonesia
Oleh
Nama : Ardiyadi Widyarto
Nomor Mahasiswa : 04313008
Program Studi : Ilmu Ekonomi
UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
FAKULTAS EKONOMI
YOGYAKARTA
2007
i
PERNYATAAN BEBAS PLAGIARISME
“ Saya yang bertandatangan dibawah ini menyatakan bahwa skripsi ini telah
ditulis dengan sungguh-sungguh dan tidak ada bagian yang merupakan
penjiplakan karya orang lain seperti dimaksud dalam buku pedoman penyusunan
skripsi Jurusan Ilmu Ekonomi FE UII. Apabila di kemudian hari terbukti bahwa
pernyataan ini tidak benar maka Saya sanggup menerima hukuman/sanksi apapun
sesuai peraturan yang berlaku.
Yogyakarta, Desember 2007
Penulis,
Ardiyadi Widyarto
ii
PENGESAHAN
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERMINTAAN UANG DI INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH
KRISIS MONETER
(1990 : 1 – 2005 : 4)
Nama : Ardiyadi Widyarto
Nomor Mahasiswa : 04313008
Program Studi : Ilmu ekonomi
Yogyakarta, Desember 2007
Telah disetujui dan disahkan oleh
Dosen Pembimbing,
Sahabudin Sidiq,,SE.,MA.
iii
PENGESAHAN UJIAN
Telah dipertahankan/diujikan dan disahkan untuk
memenuhi syarat guna memperoleh gelar
Sarjana jenjang Strata 1 pada Fakultas Ekonomi
Universitas Islam Indonesia
Nama : Ardiyadi Widyarto
Nomor Mahasiswa : 04313008
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Yogyakarta, Desember 2007
Disahkan Oleh,
Pembimbing Skripsi : Sahabudin Sidiq,,SE.,MA. ………
Penguji I : ………
Penguji II : ………
Mengetahui
Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Islam Indonesia
Drs. Asmai Ishak, M.Bus, Ph.D
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
Skripsi ini Kupersembahkan untuk :
♦ Allah SWT yang telah memberiku kekuatan
untuk menyelesaikan amanah ini.
♦ Keempat orang tuaku yang telah memberikan
do’a, cinta, kasih sayang, dukungan moral,
spiritual dan material yang takkan pernah
ternilai.
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur bagi Allah Rabb alam semesta. Shalawat dan
salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan dan tauladan, Muhammad
Rasulullah, keluarga dan para sahabatnya.
Alhamdulillah, Puji dan Syukur atas rahmat dan karunia kekuatan yang
diberikan Allah padaku, hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi
dengan berjudul ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
PERMINTAAN UANG DI INDONESIA SEBELUM DAN SETELAH
KRISIS MONETER (1990 : 1 – 2005 : 4).
Skripsi ini tersusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan
pendidikan program Sarjana Strata Satu (S1) pada Fakultas Ekonomi Universitas
Islam Indonesia.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kata sempurna
karena keterbatasan yang penulis miliki, karenanya penulis mengucapkan terima
kasih untuk saran dan kritik yang penulis telah terima maupun yang akan
diterima. Penulis juga menyadari bahwasanya penyusunan skripsi ini tidak akan
berjalan dengan baik tanpa bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis ingin
mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Drs. Asmai Ishak, M.Bus, Ph.D selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Islam Indonesia
vi
2. Yth. Bapak Jaka Sriyana, Drs., MSi. Selaku Ka-Prodi Ilmu Ekonomi
Skripsi ini berjudul Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Uang Sebelum dan Setelah Krisis (1990:1 – 2005:4) . Adapun data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang di peroleh dari BI (Bank Indonesia) dan BPS (Badan Pusat Statistik). Variabel yang di gunakan antara lain : produk domestik bruto, tingkat suku bunga, tingkat inflasi (IHK), kurs Dollar dan variabel dummy.
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode destkriptif dan kuantitatif, yaitu mendiskripsikan suatu permasalahan dengan menganalisis data dan hal-hal yang berhubungan dengan angka-angka atau rumus-rumus perhitungan yang digunakan untuk menganalisis masalah yang sedang diteliti. Adapun metode analisis yang digunakan peneliti yaitu dengan metode OLS (Ordinary Least Squares).
Hasil analisis dari penelitian ini menyebutkan bahwa dalam produk domestik bruto, inflasi, kurs Dollar berpengaruh positif dan signifikan terhadap permintaan uang M1 dan M2, sedangkan tingkat bunga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap permintaan uang M1 dan M2, kemudian variabel dummy menunjukkan adanya perubahan permintaan uang M1 dan M2 pada saat krisis di Indonesia pada tahun penelitian.
xv
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Krisis ekonomi di Indonesia tergolong paling parah jika dibandingkan dengan
krisis serupa yang pernah terjadi dibeberapa negara selama ini. Pecahnya
gelombang krisis pada tahun 1997 tidak saja memporak-porandakan industri
perbankan nasional tetapi juga menyeret perekonomian ke dalam pertumbuhan
ekonomi yang begitu lambat. Tidak sedikit bank-bank yang sakit secara finansial
tumbang dalam hempasan badai krisis tersebut, krisis moneter setidaknya
berdampak langsung terhadap permintaan uang. Naik-turunnya suku bunga SBI
yang diikuti oleh naik turunnya suku bunga deposito dan kredit perbankan yang
pada gilirannya berdampak pada volume dana dan kredit yang diberikan.
Kebijakan suku bunga nampaknya menjadi pilihan penting bagi pemerintah
dalam upaya mengendalikan gejolak moneter.
Salah satu penyebab krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia adalah proses
integrasi perekonomian Indonesia kedalam perekonomian global yang
berlangsung cepat. Faktor lain yang juga berperan menciptakan krisis tersebut
adalah kelemahan fundamental mikroekonomi yang tercermin dari kerentanan
(fragility) sektor keuangan nasional, khususnya perbankan. Salah satu krisis
2
keuangan tersebut adalah gejolak nilai tukar yang telah menimbulkan berbagai
kesulitan ekonomi yang sangat parah. Pada kuartal pertama tahun 1998, kegiatan
ekonomi mengalami kontraksi sebesar 12% per tahun sebagai akibat banyaknya
perusahaan yang mengurangi aktivitas atau bahkan menghentikan produksinya.
Laju inflasi juga melambung tinggi, yakni 69,1% dalam periode Januari-Agustus
1998 lalu. Tingginya laju inflasi menyebabkan menurunnya daya beli
masyarakat (Syahril, 2003 : xvii).
Pada saat krisis terjadinya peningkatan jumlah uang yang cukup pesat,
peningkatan keinginan masyarakat untuk memegang uang tunai disebabkan
hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap system perbankan yang ada dengan
terjadinya rush (pengambilan uang besar-besaran secara serentak oleh
masyarakat) diberbagai bank diseluruh Indonesia, sedangkan kenaikan M2
terjadi karena peningkatan uang kuasi yang terdiri dari simpanan rupiah dan
simpanan valuta asing (Darmansyah : 2005).
Seperti yang dikatakan oleh Keynes (Nopirin : 1992; 117) dimana permintaan
uang kas untuk tujuan transaksi ini tergantung dari pendapatan. Makin tinggi
pendapatan, makin besar keinginan akan uang kas untuk transaksi. Seseorang
atau masyarakat yang tingkat pendapatannya tinggi, biasanya melakukan
transaksi yang lebih banyak dibandingkan seseorang atau masyarakat yang
pendapatannya lebih rendah. Penduduk yang tinggal di kota besar cenderung
3
melakukan transaksi lebih besar dibanding penduduk yang tinggal di kota kecil
(atau pedesaan).
Dalam hal ini bank sentral mempunyai fungsi dan peranan yang strategis
pada umumnya dan pembangunan ekonomi pada khususnya. Yang paling
mendasar adalah peranannya dalam mencetak dan mengedarkan uang. Bank
sentral merupakan satu-satunya lembaga yang berwenang untuk mengeluarkan
dan mengedarkan mata uang sebagai sarana pembayaran yang sah disuatu
negara. Peran ini vital karena begitu penting dan luasnya fungsi uang dalam
perekonomian. Seluruh kegiatan ekonomi dan keuangan dilakukan dengan uang.
Fungsi uang tidak lagi dipergunakan sebagai alat pembayaran, tetapi juga
sebagai media menyimpan kekayaan dan bahkan untuk berspekulasi bagi
sebagian masyarakat. Pengertian uang tidak lagi sebatas pada uang kartal, yaitu
uang kertas maupun logam, tetapi telah berkembang menjadi berbagai bentuk
dan variasinya, dari uang giral, simpanan di bank, kartu kredit dan sebagainya,
seiring dengan perkembangan pada sektor keuangan. Oleh karena itu,
perkembangan jumlah uang beredar akan berpengaruh langsung terhadap
berbagai kegiatan ekonomi dan keuangan dalam perekonomian, apakah itu
konsumsi, investasi, ekspor-impor, suku bunga, nilai tukar, pertumbuhan
ekonomi, dan juga inflasi.
Dengan peran seperti ini wajar apabila bank sentral mempunyai tujuan dan
diberi tanggung jawab untuk mencapai dan memelihara kestabilan nilai dari
4
mata uang yang diedarkan tersebut. Terlebih lagi pada dunia modern sekarang
ketika uang menjadi fiat money, dalam arti bahwa Negara memberikan
kewenangan kepada bank sentral untuk menerbitkan dan mengedarkan uang
tersebut atas dasar kepercayaan, tanpa adanya kewajiban untuk menyediakan
sejumlah emas atau cadangan lain sebagai jaminan dari penerbitan uang tersebut
seperti pernah dialami pada jaman standar emas. Karena itu kestabilan rupiah
dari mata uang merupakan kewajiban mendasar bagi bank sentral agar
kepercayaan Negara dan masyarakat dapat tetap terjaga. Dalam prakteknya,
kestabilan nilai dari mata uang dimaksud mencakup kestabilan nilai mata uang
terhadap barang dan jasa yang diukur dan tercermin pada perkembangan nilai
tukar atau kurs mata uang.
Kestabilan nilai mata uang, baik dalam artian inflasi maupun nilai tukar,
sangat penting untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan
dan peningkatan kesejahteraan rakyat. Nilai uang yang stabil dapat
menumbuhkan kepercayaan masyarakat dan dunia usaha dalam melakukan
kegiatan perekonomian, baik konsumsi maupun investasi sehingga
perekonomian nasional dapat bergairah. Lebih dari itu, inflasi yang terkendali
dan rendah dapat mendukung terpeliharanya daya beli masyarakat, khususnya
yang berpendapatan tetap seperti pegawai negeri dan masyarakat kecil. Bagi
golongan masyarakat ini, yang umumnya mencakup sebagian besar penduduk,
harga-harga yang terus membumbung menyebabkan kemampuan daya beli
5
untuk memenuhi kebutuhan dasar akan semakin rendah. Demikian pula inflasi
dan nilai tukar yang tidak stabil akan mempersulit dunia usaha dalam
perencanaan kegiatan bisnis, baik dalam kegiatan produksi dan investasi maupun
dalam penentuan harga barang dan jasa yang diproduksinya. Pengalaman
Indonesia dengan terjadinya krisis nilai tukar sejak tahun 1997 menunjukkan
betapa penting mencapai dan menjaga laju inflasi yang rendah dan nilai tukar
yang stabil tersebut.
Pengalaman menunjukkan bahwa jumlah uang beredar diluar kendali dapat
menimbulkan konsekuensi atau pengaruh yang buruk bagi perekonomian secara
keseluruhan. Konsekuensi atau pengaruh yang buruk dari kurang terkendalinya
jumlah uang beredar tersebut antara lain dapat dilihat pada kurang terkendalinya
perkembangan variable-variabel ekonomi utama, yaitu tingkat produksi (output)
dan harga. Peningkatan jumlah uang beredar yang berlebihan dapat mendorong
peningkatan harga melebihi tingkat yang diharapkan sehingga dalam jangka
panjang dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, apabila
peningkatan jumlah uang beredar rendah maka kelesuan ekonomi akan terjadi.
Apabila hal ini berlangsung terus menerus, kemakmuran masyarakat secara
keseluruhan akan mengalami penurunan. Kondisi tersebut antara lain melatar
belakangi upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah atau otoritas-otoritas
moneter dalam mengendalikan jumlah uang beredar dalam perekonomian.
Kegiatan mengendalikan jumlah uang beredar tersebut lazimnya disebut
6
Kebijakan moneter, yang pada dasarnya merupakan salah satu bagian integral
dari Kebijakan ekonomi makro yang ditempuh oleh otoritas moneter (Bank
Indonesia, 2003 : 62).
Permintaan uang di Indonasia mengalami perkembangan sesuai dengan
berkembangnya kebijakan-kebijakan pemerintah yang memungkinkan
berkembangnya jenis tabungan dan deposito berjangka. Keinginan masyarakat
untuk menabung dan mendepositokan uangnya sangat dipengaruhi oleh
kemudahan dalam memperolehnya dan berbagai fasilitas yang ditawarkan
perbankan. Hal ini memungkinkan jika pemerintah juga turut campur tangan
dalam berbagai kebijakan deregulasi maupun regulasi bidang moneter dan
ekonomi pada umumnya.
Perkembangan M1 dan M2 di Indonesia pada Pembangunan Jangka Panjang
Tahap Pertama (PJP I) mengalami perkembangan yang relatih besar.
Pertumbuhan uang dalam arti sempit setiap tahun rata-rata selama PJP I sebesar
25.29% dan pertumbuhan uang dalam arti luas sebesar 30.75%, sedangkan
pertumbuhan Quasy Money (QM) sebesar 38.18% (data BI beberapa terbitan,
diolah). Pertumbuhan uang dalam arti luas ternyata lebih cepat dibanding
dengan uang dalam arti sempit, hal ini disebabkan karena adanya kenaikan yang
pesat dari deposito berjangka dan tabungan di bank-bank di Indonesia dengan
suku bunga yang relatif besar (Prawoto : 2000).
7
Dengan adanya permasalahan yang cukup rumit, maka dalam hal ini
pemerintah harus bisa memutuskan kebijaksanaan moneter yang harus diambil
sehingga dapat memperbaiki stabilitas perekonomian di Indonesia, atas dasar
pemikiran tersebut maka penulis tertarik melakukan penelitian untuk
menyelesaikan permasalahan ini secara ilmiah, untuk mewujudkan hal tersebut
maka penulis tertarik untuk mengangkat masalah ini menjadi sebuah penelitian
dalam bentuk skripsi dengan judul : ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PERMINTAAN UANG DI INDONESIA SEBELUM
DAN SETELAH KRISIS (1990 : 1 – 2005 : 4).
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka permasalahan yang akan
diangkat dalam penelitian ini adalah :
1. Apakah PDB berpengaruh terhadap permintaan uang M1 dan M2 di
Indonesia sebelum dan setelah krisis?
2. Apakah tingkat suku bunga berpengaruh terhadap permintaan uang
M1 dan M2 di Indonesia sebelum dan setelah krisis?
3. Apakah inflasi berpengaruh terhadap permintaan uang M1 dan M2 di
Indonesia sebelum dan setelah krisis?
4. Apakah kurs Dollar Amerika terhadap Rupiah berpengaruh terhadap
permintaan uang M1 dan M2 di Indonesia sebelum dan setelah krisis?
8
5. Apakah krisis berpengaruh terhadap permintaan uang M1 dan M2 di
Indonesia?
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1. Tujuan Penelitian
1. Untuk menganalisis pengaruh pendapatan nasional terhadap
permintaan uang baik M1 maupun M2 sebelum dan setelah krisis
ekonomi di Indonesia.
2. Untuk menganalisis pengaruh tingkat suku bunga deposito Rupiah
terhadap permintaan uang baik M1 maupun M2 sebelum dan setelah
krisis ekonomi di Indonesia.
3. Untuk menganalisis pengaruh inflasi terhadap permintaan uang baik
M1 maupun M2 sebelum dan setelah krisis ekonomi di Indonesia.
4. Untuk menganalisis pengaruh kurs US Dollar terhadap Rupiah
terhadap permintaan uang baik M1 maupun M2 sebelum dan setelah
krisis ekonomi di Indonesia.
5. Untuk menganalisis pengaruh krisis terhadap permintaan uang baik
M1 maupun M2 di Indonesia.
1.3.2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Bahan referensi atau input bagi peneliti lain yang mempunyai kaitan
dengan masalah yang diangkat dalam skripsi ini.
9
2. Untuk para pembaca di harapkan bisa mengetahui dan mendapat
informasi tentang permintaan uang.
3. Sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan terkait dengan
kebijakan moneter.
1.4. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Dalam bab ini menguraikan tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan metode penelitian.
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
Bab ini berisi pendokumentasian dan pengkajian hasil dari penelitian-
penelitian yang pernah dilakukan pada area yang sama, Landasan
teori merupakan bagaimana cara peneliti menteorikan hubungan
antara variabel yang terlibat dalam permasalahan yang diangkat pada
penelitian tersebut, Hipotesis merupakan jawaban sementara atas
rumusan masalah, sehingga hipotesis yang disusun adalah pernyataan
yang menjawab pertanyaan pada rumusan masalah.
BAB III METODE PENELITIAN
Bab ini menguraikan tentang metode analisis yang digunakan dalam
penelitian dan data-data yang digunakan berserta sumber data.
10
BAB IV HASIL DAN ANALISIS
Bab ini berisi semua temuan-temuan yang dihasilkan dalam
penelitian. Menguraikan tentang deskripsi data dan analisis hasil
regresi.
BAB V SIMPULAN DAN IMPLIKASI
Berisi uraian mengenai kesimpulan dan implikasi yang dapat penulis
ajukan sehubungan dengan penelitian yang telah dilakukan.
11
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Pustaka
Dalam kajian pustaka ini memuat berbagai panelitian yang telah di lakukan
peneliti lain, dan permasalahan yang di angkat juga pernah dilakukan oleh beberapa
peneliti lain, baik itu melalui penelitian biasa ataupun skripsi. Yang mana mendasari
pemikiran penulis dalam penyusunan skripsi ini, seperti oleh beberapa penelitian di
bawah ini :
Penelitian yang dilakukan oleh Nano Prawoto (2000) yang berjudul ”
Permintaan Uang di Indonesia : Konsep Keynesian dengan Pendekatan PAM”. Data
yang digunakan pada penelitian ini adalah pendapatan, tingkat bunga, perubahan
harga. Pada penelitian ini mengaplikasikan kembali model Keynesian yang pernah
dilakukan secara empiris oleh Daquila dan Phua (1993) mengenai permintaan uang
dengan model dinamis penyesuaian parsial. Selain itu menguji besarnya faktor-faktor
yang mempengaruhi yaitu pendapatan riil, tingkat bunga dan tingkat inflasi.
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah terbukti bahwa
elastisitas pendapatan permanen lebih tinggi dari elastisitas suku bunga dan tingkat
inflasi. Hal tersebut mengindikasikan bahwa banyaknya uang yang dipegang untuk
motif transaksi dan berjaga-jaga lebih dominan jika dibanding dengan motif
spekulasi. Dengan demikian untuk meminimumkan biaya yang ditanggung
12
masyarakat karena memegang uang tersebut maka pemerintah perlu meningkatkan
pengetahuan kepada masyarakat akan biaya memegang uang, menambah kantor
bursa efek sehingga transaksi saham dan obligasi dapat dilakukan didaerah-daerah,
meningkatkan peranan teknologi informasi pasar uang, dan meningkatkan penjualan
saham-saham perusahaan yang go-public didaerah-daerah.
Penelitian yang dilakukan oleh Darmansyah (2005) yang berjudul ”Dampak
Krisis Terhadap Permintaan Uang di Indonesia Periode 1994-2004”. Data yang
digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari Bank
Indonesia Jakarta.
Data yang digunakan pada penelitian ini antara lain : Gross Domestic Bruto
(GDP), tingkat bunga, Inflasi, dummy yang memakili masa sebelum krisis dan
setelah krisis. Penelitian ini membahas tentang bagaimana pengaruh krisis terhadap
permintaan uang di Indonesia, pada penelitian ini data-data yang ada dibandingkan
untuk melihat kecenderungan serta pengaruhnya terhadap permintaan uang di
Indonesia.
Kesimpulannya dari penelitian ini adalah :
1. GDP riil yang mewakili pendapatan nasional, tingkat bunga dan inflasi
menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap permintaan uang M1 dan
M2, dengan GDP berpengaruh positif, tingkat bunga berpengaruh negatif dan
inflasi berpengaruh positif terhadap permintaan uang M1 dan M2. Variabel
13
dummy menunjukkan bukti bahwa krisis berpengaruh terhadap permintaan
uang M1 dan M2, jadi adanya perbedaan pengaruh antara masa sebelum
krisis dengan masa krisis. Variabel yang paling dominan, dari hasil estimasi
diperoleh dari persamaan permintaan uang M1 dan M2, adalah variabel
dummy yang mewakili periode sebelum krisis =0 dan krisis=1. Dari hasil uji
stabilitas untuk permintaan uang M1 dan M2 dengan pendekatan variabel
dummy, terjadi ketidakstabilan fungsi dari permintaan uang M1 dan M2.
2. Krisis berpengaruh secara signifikan dan mempengaruhi paling dominan
terhadap permintaan uang M1 dan M2, hal ini membuktikan krisis telah
merubah perilaku ekonomi masyarakat di Indonesia oleh karena itu
pemerintah harus berhati-hati dalam menentukan kebijakan moneter yang
digunakan untuk mengatasi krisis ekonomi di Indonesia. Ketidakstabilan
fungsi dari permintaan uang M1 dan M2 yang secara tidak stabil dipengaruhi
oleh GDP, tingkat bunga dan tingkat inflasi mengakibatkan ketidakstabilan
sektor moneter, hal ini mengakibatkan tidak efektifnya penerapan kebijakan
moneter yang pada akhirnya mengakibatkan kebijakan makro ekonomi tidak
dapat berjalan secara optimal dalam usaha mengatasi krisis.
Penelitian yang dilakukan oleh Wasis Prasojo (2003) yang berjudul
”Permintaan Uang Menurut Teori Portofolio”, data yang diperoleh dalam penelitian
ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS),
Laporan Tahunan Bank Indonesia, JSX Monthly Statistic, serta berbagai penerbitan
14
lainnya. Bentuk data yang digunakan merupakan data time series, berdasarkan data
kwartalan yang dimulai tahun 1995 kwartal I sampai dengan tahun 2002 kwartal III.
Penelitian ini menggunakan alat analisis OLS (Ordinary Least Square) yang
menggunakan model regresi. Data yang dipergunakan adalah sebagai berikut :
1. Permintaan uang, merupakan rata-rata tertimbang penutupan setiap akhir
bulan dari jumlah uang beredar dalam arti luas (M2)
2. Produk Domestik Bruto (PDB), menggunakan data PDB atas dasar harga
konstan dengan tahun dasar 1993.
3. Tingkat bunga, tingkat bunga yang dimaksud disini adalah rata-rata
tertimbang tingkat bunga diskonto SBI jangka waktu 1 bulan setelah
dikurangi dengan tingkat inflasi.
4. Inflasi triwulan, merupakan akumulasi dari tingkat inflasi yang terjadi setiap
bulannya.
5. Kurs, kurs yang digunakan dalam penelitian ini merupakan rata-rata
tertimbang dari kurs tengah yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia.
6. IHSG, diperoleh dari rata-rata tertimbang penutupan pasar setiap akhir bulan.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah :
1. Dari hasil pengujian secara keseluruhan (uji F) didapat nilai F-hitung lebih
besar dari F-tabel, berarti secara bersamaan variabel-variabel penjelas yaitu
PDB, tingkat bunga, inflasi, nilai kurs Dollar Amerika Serikat, dan Indeks
Harga Saham Gabungan mempengaruhi permintaan uang di Indonesia.
15
2. Elastisitas kekayaan (PDB) yang lebih tinggi dari elastisitas tingkat bunga
dan inflasi, mengindikasikan bahwa banyaknya uang yang dipegang oleh
masyarakat untuk motif transaksi dan berjaga-jaga lebih dominan jika
dibandingkan dengan motif untuk spekulasi. Ketika tingkat kekayaan
masyarakat semakin meningkat maka akan semakin banyak rupiah yang
mereka butuhkan untuk transaksi, demikian juga sebaliknya.
3. Pada variabel tingkat bunga terdapat hubungan yang tidak sesuai dengan
hipotesis, dimana kenaikan tingkat bunga justru meningkatkan permintaan
uang dan sebaliknya penurunan tingkat bunga maka akan menurunkan
permintaan uang. Kondisi ini kemungkinan terjadi karena kurang sensitifnya
tingkat bunga terhadap permintaan uang, terbukti dengan elastisitasnya yang
rendah dan secara statistik tidak signifikan.
4. Variabel inflasi memiliki tanda parameter yang negatif sesuai dengan
hipotesis. Setiap kenaikan atau penurunan inflasi sebesar 1% akan
menyebabkan penurunan atau kenaikan permintaan uang di Indonesia sebesar
0,018644%. Variabel inflasi secara statistik berpengaruh signifikan terhadap
permintaan uang di Indonesia.
5. Variabel kurs Dollar Amerika Serikat memiliki hubungan yang signifikan
positif terhadap permintaan uang di Indonesia dengan koefisien sebesar
0,8767. Berarti setiap terjadi depresiasi rupiah terhadap Dollar Amerika
Serikat akan maka akan meningkatkan permintaan uang di Indonesia,
16
demikian juga sebaliknya. Hal ini disebabkan ketika nilai rupiah terdepresiasi
maka harga barang-barang impor menjadi lebih mahal sehingga diperlukan
rupiah yang lebih banyak guna untuk membeli barang impor tersebut.
6. Pengaruh yang secara statistik signifikan dari dari perubahan kurs Dollar
Amerika Serikat terhadap permintaan uang di Indonesia menunjukkan bahwa
dalam membuat model perekonomian makro di Indonesia hendaknya
dimasukkan variabel yang relevan untuk mendeteksi pengaruh fluktuasi pasar
dunia terhadap perilaku masyarakat di dalam negeri.
7. Tanda koefisien pada variabel IHSG positif menunjukkan bahwa semakin
tinggi harga saham maka jumlah uang yang dipegang semakin banyak. Hal
ini tidak sesuai dengan hipotesis, dimana return saham memiliki hubungan
negatif terhadap permintaan uang. Namun menurut Sugianto (1995), bahwa
kenaikan harga saham dapat dipandang sebagai kenaikan secara rupiah
volume transaksi keuangannya, dengan demikian menaikkan jumlah uang
yang dipegang untuk transaksi.
2.2 Landasan Teori
2.2.1 Uang
2.2.1.1 Pengertian Uang
Uang adalah sesuatu yang secara umum diterima di dalam pembayaran
untuk pembelian barang-barang dan jasa-jasa serta untuk pembayaran utang-
17
utang. Dan juga sering dipandang sebagai kekayaan yang dimilikinya yang
dapat digunakan untuk membayar sejumlah tertentu utang dengan kepastian
dan tanpa penundaan. Apa yang menjadikan sesuatu menjadi uang adalah
tergantung pada pemilihan masyarakat, hukum dan sejarahnya. Meskipun
pemilihan tentang apa yang bertindak sebagai uang adalah tergantung kepada
faktor-faktor tersebut, namun ada beberapa kriteria yang digunakan sebagai
pedoman (Iswardono, 1994 : 4).
2.2.1.2 Kriteria Uang
2.2.1.2.1 Acceptability dan Cognizability
Persyaratan utama dari suatu uang adalah diterima secara umum dan
diketahui secara umum. Diterima secara umum serta penggunaannya sebagai
alat tukar, penimbun kekayaan , standard pencicilan utang tumbuh secara luas
karena penggunaan (manfaat) dari uang untuk ditukarkan nya dengan barang-
barang dan jasa.
2.2.1.2.2 Stability of Value
Manfaat dari sesuatu yang menjadi uang memberikan adanya nilai
uang. Maka diperlukan menjaga kestabilan nilai uang. Karena kalau tidak,
uang tidak akan diterima secara umum, karena masyarakat mencoba
menyimpan kekayaannya dalam bentuk barang-barang yang nilainya stabil.
18
2.2.1.2.3 Elastisity of Supply
Jumlah uang beredar harus mencukupi kebutuhan dunia usaha
(perekonomian). Ketidakmampuan penyediaan uang untuk mengimbangi
kegiatan usaha akan mengakibatkan perdagangan macet dan pertukaran
dilakukan seperti pada perekonomian barter, dimana barang ditukar dengan
barang lain secara langsung. Oleh karena itu Bank Sentral sebagai pencipta
uang tunggal harus mampu melihat perkembangan perekonomian yang
selanjutnya harus mampu menyediakan uang yang cukup bagi perkembangan
perekonomian tersebut. Dan sebaliknya Bank Sentral harus bertindak cepat
seandainya dirasa uang yang beredar terlalu banyak dan dibandingkan
kegiatan perekonomian, dalam hal ini Bank Sentral harus mengurangi jumlah
uang beredar.
2.2.1.2.4 Portability
Uang harus mudah dibawa untuk urusan seiap hari. Bahkan transaksi
dalam jumlah besar dapat dilakukan dengan uang dalam jumlah (fisik) yang
kecil jika nilai nominalnya besar.
2.2.1.2.5 Durability
Dalam pemindahan uang dari tangan yang satu ke tangan yang lain
mengharuskan uang tersebut dijaga nilai fisiknya. Kalau tidak, rusak ataupun
19
robek akan menyebabkan penurunan nilainya dan merusakkan kegunaan
moneter dari uang tersebut.
2.2.1.2.6 Divisibility
Uang digunakan untuk memantapkan transaksi dari berbagai jumlah.
Sehingga uang dari berbagai nominal (satuan/unit) harus dicetak untuk
mencukupi/melancarkan transakasi jual-beli. Untuk menjamin dapat
ditukarkannya uang satu dengan yang lainnya, semua jenis uang harus dijaga
agar tetap nilainya.
2.2.1.3 Fungsi Uang
Dalam kepustakaan teori meneter uang dikenal mempunyai 4 fungsi, 2
diantaranya merupakan fungsi yang sangat mendasar sedangkan 2 lainnya adalah
fungsi tambahan. Dua fungsi dasar tersebut adalah peranan uang sebagai :
(1) alat tukar (means of exchange)
(2) alat penyimpan nilai/daya beli (store of value)
Sebagai alat tukar, peranan uang sangat menentukan kegiatan
perekonomian. Peranan uang sebagai alat tukar mensyaratkan bahwa uang
tersebut harus diterima oleh masyarakat sebagai alat pembayaran. Artinya, si
penjual barang mau menerima uang sebagai pembayaran untuk barangnya
karena ia percaya bahwa uang tersebut juga diterima oleh orang lain
20
(masyarakat umum) sebagai alat pembayaran apabila ia nanti memerlukan
untuk membeli suatu barang. Unsur kepercayaan ini penting sekali dan
melandasi pemilihan “barang” apa yang bisa digunakan sebagai uang.
Sekarang kebanyakan Negara menggunakan uang kertas, karena murah
membuatnya dan mudah menyimpannya. Jadi kertas pun bisa berperan
sebagai uang apabila orang percaya bahwa secarik kertas tersebut juga
diterima oleh orang lain sebagai alat pembayaran (Boediono, 2005 :10).
Fungsi dasar yang kedua dari uang, yaitu sebagai alat penyimpan daya
beli (nilai), terkait dengan sifat manusia sebagai pengumpul kekayaan.
Pemegangan uang merupakan salah satu cara untuk menyimpan kekayaan.
Tentu kekayaan bisa dipegang dalam bentuk-bentuk lain, seperti tanah,
kerbau, berlian, emas, saham, mobil dan sebagainya. Tetapi uang memang
salah satu pilihan untuk menyimpan kekayaan. Syarat utama untuk ini adalah
bahwa uang harus bisa menyimpan daya beli atau “nilai”. Apabila tidak,
maka daya tarik uang sebagai penyimpan kekayaan juga berkurang. Jadi,
misalnya dalam keadaan inflasi yang parah, nilai uang (untuk ditukar barang)
merosot cepat, sehingga orang enggan memegang uang dan lebih suka
memegang barang. Uang kehilangan fungsinya sebagai store of value.
Sebaliknya dalam masa stabil atau masa deflasi (harga-harga turun) uang
sangat dicari orang sebagai penyimpan kekayaan (Boediono, 2005 : 11).
21
Penyimpanan uang ini dimaksud untuk mempermudah transaksi di saat
ini ataupun di masa yang akan datang. Kenapa uang yang disimpan?, karena
uang dapat segera digunakan langsung untuk membeli barang-barang dan
jasa atau karena uang mempunyai sifat yang liquid, mudah digunakan dalam
transaksi atau dalam pembayaran cicilan utang (Iswardono, 1994 : 9).
Dua fungsi lainnya adalah sebagai :
(3) satuan hitung (unit of account)
(4) ukuran untuk pembayaran masa depan (standard for deffered
payments)
Salah satu fungsi uang secara umum adalah sebagai satuan hitung “ unit
of account”. Satuan hitung dalam hal ini dimaksud sebagai alat yang
digunakan untuk menunjukkan nilai dari barang-barang dan jasa yang dijual
(beli), besarnya kekayaan serta menghitung besar-kecilnya kredit atau hutang
atau dapat dikatakan sebagai alat yang digunakan dalam menentukan harga
barang dan jasa. Seandainya tidak ada uang misalnya maka akan terjadi
ketidakseragaman di dalam satuan hitung (Iswardono, 1994 : 6).
Sebagai satuan hitung, uang juga mempermudah tukar-menukar. Fungsi
ini kurang fundamental dibanding dengan kedua fungsi sebelumnya. Karena
fungsi ini hampir otomatis mengikuti fungsi uang sebagai alat tukar. Dan
22
kalaupun uang tidak dipakai sebagai satuan hitung, sebenarnya pertukaran
lewat uang masih bisa terjadi.
Sebagai ukuran pembayaran masa depan, uang terkait dengan transaksi
pinjam-meminjam atau transaksi kredit, artinya barang sekarang dibayar
nanti atau “uang sekarang” dibayar dengan “uang nanti”. Dalam hubungan
ini, uang merupakan salah satu cara menghitung pembayaran masa depan
tersebut (Boediono, 2005 : 13).
2.2.2 Teori-teori Permintaan Uang
2.2.2.1 Teori Klasik
Teori ini sebenarnya adalah teori mengenai permintaan dan penawaran
akan uang, beserta interaksi antara keduanya. Fokus dari teori ini adalah pada
hubungan antara penawaran uang atau jumlah uang beredar dengan nilai uang
atau tingkat harga. Hubungan dua variable dijabarkan lewat konsepsi teori
mereka mengenai permintaan akan uang. Perubahan akan jumlah uang
beredar atau penawaran uang berinteraksi dengan permintaan akan uang dan
selanjutnya menentukan nilai uang.
2.2.2.1.1 Irving Fisher
MVt = PT…………………………………….(1)
23
Dalam setiap transaksi selalu ada pembeli dan penjual. Jumlah uang yang
dibayarkan oleh pembeli harus sama dengan uang yang diterima oleh penjual.
Hal ini berlaku juga untuk seluruh perekonomian: didalam suatu periode
tertentu nilai dari barang-barang atau jasa-jasa yang dibeli harus sama dengan
nilai dari barang yang dijual. Nilai dari barang yang dijual sama dengan
volume transaksi (T) dikalikan harga rata-rata dari barang tersebut (P). Dilain
pihak nilai dari barang yang ditransaksikan ini harus sama dengan volume
uang yang ada dimasyarakat (M) dikalikan berapa kali rata-rata uang bertukar
dari tangan satu ke tangan yang lain, atau rata “perputaran uang”, dalam
periode tersebut (Vt). MVt = PT adalah suatu identitas, dan pada dirinnya
bukan merupakan suatu teori moneter. Identitas ini bisa dikembangkan,
seperti oleh Fisher, menjadi teori moneter sebagai berikut:
Vt, atau “transaction velocity of circulation” adalah suatu variable yang
ditentukan oleh faktor-faktor kelembagaan yang ada didalam suatu
masyarakat, dan dalam jangka pendek bisa dianggap konstan. T, atau volume
transaksi, dalam periode tertentu ditentukan oleh tingkat output masyarakat
(pendapatan nasional). Identitas tersebut diberi “nyawa” dengan
mentransformasikannya dalam bentuk:
Md = 1/Vt PT…………………………………….(2)
24
Permintaan atau kebutuhan akan uang dari masyarakat adalah suatu
proporsi tertentu 1/Vt dari nilai transaksi (PT). Persamaan 2, bersama dengan
persamaan yang menunjukkan posisi equilibrium di sektor moneter
Md = Ms………………………………………….(3)
Dimana Ms = supply uang beredar (yang dianggap ditentukan oleh
pemerintah) menghasilkan
Ms = 1/Vt PT……………………………………..(4)
Persamaan (4) berbunyi: dalam jangka pendek tingkat harga umum (P)
berubah secara proporsional dengan perubahan uang yang diedarkan oleh
pemerintah. Dalam teori ini T ditentukan oleh tingkat output equilibrium
masyarakat, yang untuk Fisher dan para ahli ekonomi Klasik, adalah selalu
pada posisi “full employment” (Hukum Say atau Say’s Law). Vt atau
transaction velocity of circulation, Fisher mengatakan bahwa permintaan
akan uang timbul dari penggunaan uang dalam proses transaksi. Besar-
kecilnya Vt ditentukan oleh sifat proses transaksi yang berlaku di masyarakat
dalam suatu periode (Boediono,2005 : 18).
2.2.2.1.2 Teori Cambridge (Marshall-Pigou)
Teori ini seperti halnya teori Fisher dan teori-teori klasik lainnya,
berpangkal pokok pada fungsi uang sebagai alat tukar umum (means of
25
exchange). Karena itu, teori-teori Klasik melihat kebutuhan uang atau
permintaan akan uang dari masyarakat sebagai kebutuhan akan alat tukar
yang likuid untuk tujuan transaksi. Perbedaan utama antara teori ini dengan
Fisher, terletak pada tekanan dalam teori permintaan uang Cambridge pada
perilaku individu dalam mengalokasikan kekayaannya antara berbagai
kemungkinan bentuk kekayaan, yang salah satunya berbentuk uang. Perilaku
ini dipengaruhi oleh pertimbangan untung-rugi dari pemegang kekayaan
dalam bentuk uang. Teori Cambridge lebih menekankan faktor-faktor
perilaku (pertimbangan untung-rugi) yang menghubungkan antara
permintaan akan uang seseorang dengan volume transaksi yang
direncanakannya. Teoritisi Cambridge mengatakan bahwa permintaan akan
uang selain dipengaruhi oleh volume transaksi dan faktor kelembagaan
(Fisher), juga dipengaruhi oleh tingkat bunga, besar kekayaan warga
masyarakat, dan ramalan/harapan dari masyarakat mengenai masa
mendatang.
Jadi dalam jangka pendek, teoritisi Cambridge menganggap bahwa
jumlah kekayaan, volume transaksi dan pendapatan nasional mempunyai
hubungan yang proporsional-konstan satu sama lainnya. Teori Cambridge
menganggap bahwa, ceteris paribus permintaan akan uang adalah
proporsional dengan tingkat pendapatan nasional.
Md = k PY………………………………………(1)
26
dimana Y adalah pendapatan nasional riil.
Supply akan uang (Ms) dianggap ditentukan oleh pemerintah. Dalam
posisi keseimbangan maka :
Ms = Md………………………………………...(2)
sehingga :
Ms = k PY………………………………………(3)
atau :
P = 1/k Ms Y…………………………………....(4)
Jadi ceteris paribus tingkat harga umum (P) berubah secara proporsional
dengan perubahan volume uang yang beredar. Tidak banyak berbeda dengan
teori Fisher, kecuali tambahan ceteris paribus (yang berarti tingkat harga,
pendapatan nasional riil, tingkat bunga dan harapan adalah konstan).
Perbedaan ini cukup penting, karena teori Cambridge tidak menutup
kemungkinan bahwa faktor-faktor seperti tingkat bunga dan expectation
berubah, walaupun dalam jangka pendek. Dan kalau faktor-faktor berubah
maka k juga berubah. Teori Cambridge mengatakan kalau tingkat bunga naik,
ada kecenderungan masyarakat mengurangi uang yang ingin mereka pegang,
meskipun volume transaksi yang mereka rencanakan tetap. Demikian juga
faktor expectation mempengaruhi: bila seandainya masa datang tingkat bunga
27
akan naik (yang berarti penurunan surat berharga atau obligasi) maka orang
akan cenderung untuk mengurangi jumlah surat berharga yang dipegangnya
dan menambah jumlah uang tunai yang mereka pegang, dan ini pun bisa
mempengaruhi “k” dalam jangka pendek (Boediono, 2005: 23).
2.2.2.2 Teori Keynes
Meskipun bisa dikatakan bahwa teori uang Keynes adalah teori yang
bersumber dari teori Cambridge, tetapi Keynes mengemukakan sesuatu yang
berbeda dengan teori moneter tradisi klasik. Pada hakekatnya perbedaan ini
terletak pada penekanan pada fungsi uang yang lain, yaitu sebagai store of
value dan bukan hanya sebagai means of exchange. Teori ini kemudian
dikenal dengan nama teori Liquidity Preference.
2.2.2.2.1 Motif Transaksi dan Berjaga-jaga
Orang memegang uang guna memenuhi dan melancarkan transaksinya,
dan permintaan akan uang dari masyarakat untuk tujuan ini sangat
dipengaruhi oleh tingkat pendapatan nasional dan tingkat bunga. Semakin
tinggi tingkat pendapatan semakin besar volume transaksi dan semakin besar
pula kebutuhan uang untuk tujuan transaksi. Permintaan uang untuk tujuan
transaksi ini pun tidak merupakan suatu proporsi yang selalu konstan, tetapi
dipengaruhi pula oleh tinggi rendahnya tingkat bunga. Hanya saja faktor
tingkat bunga untuk permintaan transaksi untuk uang ini tidak ditekankan
28
oleh Keynes, akan tetapi tingkat bunga ditekankan pada permintaan uang
untuk tujuan spekulasi.
Motif berjaga-jaga (precautionary motive), orang akan mendapat manfaat
dari memegang uang untuk menghadapi keadaan-keadaan yang tidak terduga,
karena sifat uang yang liquid, yaitu mudah ditukarkan dengan barang-barang
lain. Menurut Keynes permintaan uang untuk tujuan berjaga-jaga ini
dipengaruhi oleh faktor-faktor yang sama dengan faktor yang mempengaruhi
permintaan uang untuk transaksi, yaitu terutama dipengaruhi pula oleh
tingkat penghasilan orang tersebut, dan mungkin dipengaruhi pula oleh
tingkat bunga (meskipun tidak kuat pengaruhnya).
2.2.2.2.2 Motif Spekulasi
Sesuai dengan namanya , motif dari memegang uang ini adalah terutama
untuk tujuan memperoleh keuntungan yang bisa diperoleh dari seandainya si
pemegang uang tersebut meramal apa yang akan terjadi dengan benar. Pada
teori Cambridge faktor ketidaktentuan masa depan (uncertainly) dan faktor
harapan (expectations) dari pemilik kekayaan bisa mempengaruhi permintaan
akan uang dari pemilik kekayaan tersebut. Namun sayangnya teori ini tidak
pernah membakukan faktor-faktor ini ke dalam perumusan teori moneter
mereka. (Kita lihat bahwa bentuk permintaan dari teori Cambridge tidak
berbeda dengan Fisher, dan faktor-faktor ini hanya masuk analisa secara
29
kualitatif). Perumusan permintaan uang untuk motif spekulasi dari Keynes
merupakan langkah “formalisasi” dari faktor-faktor ini ke dalam teori
moneter.
Keynes tidak membicarakan faktor “uncertainly” dan “expectations”
hanya secara umum, seperti teori Cambridge. Tetapi ia membatasi
“uncertainly” dan “expectations” mengenai satu variable yaitu tingkat bunga.
Pada garis besarnya teori Keynes membatasi pada keadaan dimana pemilik
kekayaan bisa memilih memegang kekayaannya dalam bentuk uang tunai
atau obligasi (bond). Uang tunai dianggap tidak memberikan penghasilan
sedangkan obligasi dianggap memberikan berupa sejumlah uang tertentu
setiap periode. Dalam teori Keynes dibicarakan khusus obligasi yang
memberikan suatu penghasilan berupa sejumlah uang tertentu setiap periode
selama waktu yang tak terbatas (perpetuity).
Secara umum bisa ditulis dengan persamaan sebagai berikut :
K = RP………………………………………(1)
Dimana K adalah hasil per tahun yang diterima, R adalah tingkat bunga,
dan P adalah harga pasar atau nilai sekarang dalam obligasi “perpetuity”
tersebut. Persamaan tersebut bisa juga ditulis sebagai berikut :
P = K/R………………………………………..(2)
30
yang menunjukkan bahwa (karena K adalah konstan) harga pasar obligasi
(P) berbanding terbalik dengan tingkat bunga R bila tingkat bunga turun,
maka berarti harga pasar obligasi naik, dan sebaliknya bila tingkat bunga naik
maka harga pasar obligasi turun, atau dengan kata lain semakin tinggi tingkat
suku bunga semakin rendah permintaan uang tunai oleh seseorang atau
masyarakat. Karena, semakin tinggi tingkat suku bunga, maka semakin besar
ongkos memegang uang tunai sehingga seseorang atau masyarakat lebih baik
membeli obligasi. Sebaliknya apabila tingkat suku bunga semakin rendah
maka semakin rendah pula ongkos memegang uang tunai dan semakin besar
seseorang atau masyarakat untuk menyimpan uang tunai.
Permintaan total akan uang :
Bentuk yang sederhana dari fungsi permintaan (total) akan uang dari teori
Keynes adalah:
Md/P = [ k Y + Ø (R, W) ]…………………………….(1)
Md/P adalah permintaan uang total dalam arti riil, suku pertama dalam
kurung, yaitu k Y adalah permintaan uang untuk transaksi dan berjaga-jaga,
yang dinyatakan sebagai suatu proporsi (k) dari pendapatan nasional riil. Ø
(R, W) adalah permintaan akan uang untuk motif spekulasi yang dinyatakan
sebagai fungsi dari tingkat bunga yang berlaku (R) dan nilai asset (kekayaan
atau wealth) yang ada di masyarakat (W). Variable W ini dimasukkan karena
31
permintaan uang untuk motif spekulasi dinyatakan sebagai bagian dari W
yang dipegang dalam bentuk uang tunai. Persamaan (1) tersebut bisa pula
dinyatakan dalam bentuk permintaan akan uang dalam satuan moneter
sebagai berikut :
Md = [ k Y + Ø (R, W) ] P…………………………..(2)
dalam analisa jangka pendek W biasanya dianggap konstan sehingga
fungsi (2) menjadi :
Md = [ k Y + Ø (R) ] P………………………………(3)
dimana Ø (R) = Ø (R,W), dalam posisi equilibrium, supply uang (Ms),
yang dianggap juga oleh Keynes sebagai variable yang ditentukan oleh
pemerintah, sama dengan Md. Sehingga :
Ms = [ k Y + Ø (R) ] P………………………………(4)
Teori permintaan uang Keynes mempunyai implikasi bahwa fungsi
permintaan akan uang (Liquidity Preference) adalah fungsi yang tidak stabil,
dalam arti bahwa fungsi ini bisa bergeser dari waktu ke waktu. Hal ini karena
Keynes menekankan faktor uncertainly dan expectation dalam menentukan
posisi permintaan uang untuk tujuan spekulasi (Boediono, 2005 : 27).
32
2.2.2.3 Teori Kuantitas Modern (Friedman)
Friedman tidak bertitik tolak dari pembahasan yang mendalam mengenai
motif-motif memegang uang. Secara umum dianggap bahwa orang mau
memegang uang karena uang adalah salah satu bentuk aktiva (asset) yang
memberikan manfaat karena merupakan sumber daya beli yang liquid
(readily available source of purchasing power). Teori permintaan uang
Friedman menganggap bahwa “pemilik kekayaan” memutuskan aktiva-aktiva
apa (termasuk uang tunai) dan berapa yang akan ia pegang atas dasar
perbandingan manfaat (penghasilan dalam bentuk uang ataupun dalam
bentuk in natura ataupun “utility”), selera dan jumlah kekayaannya.
Pengertian “kekayaan” dari Friedman mempunyai ciri khas, yaitu bahwa
yang dimasukkan dalam definisi “kekayaan” tidak hanya aktiva-aktiva yang
berbentuk uang atau bisa diubah (dijual) menjadi uang, tetapi juga nilai
(tepatnya,”nilai sekarang” atau “present value”) dari aliran aliran penghasilan
di tahun-tahun mendatang dari tenega kerjanya. Friedman berpendapat bahwa
“kekayaan” tidak lain adalah nilai sekarang dari aliran-aliran penghasilan
yang diharapkan dari aktiva - aktiva yang dipegang. Konsep “kekayaan” dari
Friedman ini merupakan suatu inovasi dalam teori ekonomi mengenai capital,
dan sekaligus merupakan jembatan antara teori permintaan biasa (untuk
barang dan jasa) dengan teori capital.
33
Pengertian yang kedua adalah konsep “manfaat”. Manfaat dari setiap
bentuk aktiva merupakan faktor pertimbangan dari pemilik kekayaan untuk
memutuskan berapa jumlah dari masing-masing bentuk aktiva yang akan ia
pegang. Disebut diatas bahwa Marginal Rate of Substitution dari suatu aktiva
terhadap aktiva-aktiva lain menurun dengan makin besarnya jumlah aktiva
tersebut yang dipegang. Ini berarti bahwa bila seseorang memegang terlalu
banyak satu bentuk aktiva, misalnya uang maka manfaat marginal dari uang
akan menjadi lebih kecil dari pada marginal returns dari aktiva-aktiva yang
lain. Ini berarti bahwa ia bila ia mengurangi jumlah uang yang ia pegang dan
menggantinya dengan aktiva-aktiva lain berupa obligasi, surat-surat berharga
lainnya ataupun aktiva fisik seperti mobil, rumah, mesin dan sebagainya,
maka orang tersebut akan memperoleh manfaat total yang lebih besar.
Jadi, menurut pandangan Friedman permintaan uang ditentukan oleh
faktor seperti berikut : tingkat harga, suku bunga obligasi, suku bunga
“equities”, modal fisik dan kekayaan mengenai peranan harga dalam
menentukan permintaan uang, Friedman berpendapat dikarenakan memegang
uang adalah salah satu cara untuk menyimpan kekayaan. Cara-cara yang lain
adalah menyimpan uang dalam bentuk harta keuangan (financial asset)
seperti obligasi, deposito dan saham, menyimpan dalam bentuk harta tetap
(tanah dan rumah) dan kekayaan manusiawi (Boediono, 2005 : 63).
34
Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan uang seperti
diatas, teori permintaan yang didasarkan pada teori kuantitas modern yang
dikembangkan oleh Friedman dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :
Md = f (P, r, rFC, Y)
Dimana Md adalah permintaan uang nominal, P adalah tingkat harga, r
adalah tingkat suku bunga, rFC adalah tingkat pengembalian modal fisik dan
Y adalah pendapatan dan kekayaan. Apabila dipertimbangkan pula
pandangan Friedman mengenai permintaan uang riil, maka persamaan
permintaan uang dinyatakan :
Md/P = f (ΔP, r, Y*)
Dimana Md/P adalah permintaan uang riil, ΔP adalah tingkat kenaikan
harga, r adalah tingkat bunga dan Y* adalah nilai pendapatan dan kekayaan
riil.
Model permintaan uang riil diatas masih dalam bentuk umum, secara
spesifik, bentuk fungsi diatas masih sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
lain seperti perkembangan institusi keuangan dan kelembagaan lainnya yang
terkait didalam perekonomian dan juga oleh kebijakan-kebijakan yang
dilakukan oleh pemerintah (Sidiq, 2005 : 33).
35
2.3 Penjelasan Teoritis Variable Penelitian
2.3.1 Pengaruh PDB Terhadap Permintaan Uang
Pendapatan Nasional menggambarkan tingkat produksi negara yang dicapai
dalam satu tahun tertentu dan perubahannya dari tahun ke tahun. Maka ia
mempunyai peranan penting dalam menggambarkan (i) tingkat kegiatan ekonomi
yang dicapai, dan (ii) perubahan pertumbuhannya dari tahun ke tahun. Produk
nasional atau pendapatan nasional adalah istilah yang menerapkan tentang nilai
barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksikan sesuatu negara dalam suatu tahun
tertentu (Sukirno, 2004 : 17)
Implikasi dari teori Fisher bahwa Permintaan akan uang didalam suatu
masyarakat merupakan suatu proporsi tertentu dari volume transaksi, dan volume
transaksi merupakan suatu proporsi konstan pula dari tingkat output masyarakat
(pendapatan nasional). Jadi permintaan akan uang pada analisa akhir ditentukan oleh
tingkat pendapatan nasional saja (Boediono, 2005 : 20).
2.3.2 Pengaruh Tingkat Bunga Terhadap Permintaan Uang
Permintaan uang untuk tujuan spekulasi hanya dikenal oleh pengikut Keynes
sedang kaum klasik tidak sependapat tentang hal tersebut. Dalam permintaan uang
untuk spekulasi ini tergantung pada tingkat bunga. Semakin tinggi tingkat suku
bunga semakin rendah permintaan uang tunai oleh seseorang atau masyarakat.
Alasannya adalah semakin tinggi tingkat suku bunga, maka semakin besar ongkos
36
memegang uang tunai sehingga seseorang atau masyarakat lebih baik membeli
obligasi. Sebaliknya semakin rendah tingkat suku bunga maka semakin rendah
ongkos memegang uang tunai dan semakin besar seseorang atau masyarakat
menyimpan uang tunai (Sidiq, 2005).
2.3.3 Pengaruh Inflasi Terhadap Permintaan Uang
Pada saat krisis terjadi peningkatan jumlah uang yang cukup pesat,
peningkatan keinginan masyarakat untuk memegang uang tunai disebabkan karena
hilangnya kepercayaan terhadap system perbankan yang ada dengan terjadinya rush
atau pengambilan uang secara serentak yang dilakukan oleh masyarakat pada bank-
bank di seluruh Indonesia, adanya inflasi menyebabkan masyarakat membutuhkan
uang yang lebih banyak karena harga barang-barang membumbung tinggi, sehingga
masyarakat membutuhkan uang yang lebih banyak untuk melakukan transaksi.
2.3.4 Pengaruh Kurs Dollar Terhadap Permintan Uang
Variabel kurs Dollar Amerika Serikat memiliki hubungan yang signifikan
positif terhadap permintaan uang di Indonesia. Berarti setiap terjadi depresiasi rupiah
terhadap Dollar Amerika Serikat maka akan meningkatkan permintaan uang di
Indonesia, demikian juga sebaliknya. Hal ini disebabkan ketika nilai rupiah
terdepresiasi maka harga barang-barang impor menjadi lebih mahal sehingga
diperlukan rupiah yang lebih banyak guna untuk membeli barang impor tersebut
(Prasojo, 2003).
37
2.4 Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang digunakan dalam melakukan penelitian ini antara lain :
a. Diduga PDB berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap
permintaan uang baik M1 maupun M2.
b. Diduga tingkat suku bunga akan berpengaruh secara negatif dan
signifikan terhadap permintaan uang baik M1 maupun M2.
c. Diduga inflasi akan berpengaruh secara positif dan signifikan
terhadap permintaan uang baik M1 maupun M2.
d. Diduga kurs Dollar Amerika terhadap Rupiah akan berpengaruh
secara positif dan signifikan terhadap permintaan uang baik M1
maupun M2.
e. Diduga krisis akan berpengaruh terhadap permintaan uang baik M1
maupun M2.
38
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data
Data yang di gunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data
yang diperoleh dan dibuat oleh pihak lain yang dikumpulkan dalam rentan waktu
tertentu. Data ini dikumpulkan dalam interval waktu secara kontinu (time series).
Merupakan data sekunder yang diperoleh dari :
a. Kantor BPS (Biro Pusat Statistik) DIY.
b. Bank Indonesia.
c. Sumber-sumber lain yang mendukung penelitian ini.
3.2 Metode Analisis Data
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif dan kuantitatif,
yaitu mendiskripsikan suatu permasalahan dan menganalisis data dan hal-hal yang
berhubungan dengan angka-angka atau rumus-rumus perhitungan yang digunakan
untuk menganalisis masalah yang sedang diteliti.
39
3.2.1 Pemilihan Model Regresi
Pemilihan model regresi ini menggunakan uji Mackinnon, White and
Davidson (MWD) yang bertujuan untuk menentukan apakah model yang akan di
gunakan berbentuk linier atau log linier.
Persamaan matematis untuk model regresi linier dan regresi log linier adalah
sebagai berikut :
- Linier Y = αo + α1 X1 + α2 X2 + α3X3 + α4X4 + α5Di + e
R-squared 0.250647 Mean dependent var 3.78E+08 Adjusted R-squared 0.125754 S.D. dependent var 4.81E+08 S.E. of regression 4.49E+08 Akaike info criterion 42.82705 Sum squared resid 1.09E+19 Schwarz criterion 43.16437 Log likelihood -1360.465 F-statistic 2.006903 Durbin-Watson stat 2.123887 Prob(F-statistic) 0.056231
Sumber : Hasil Eviews.
87
Dari hasil uji heterokedasitisitas dengan menggunakan uji white test yang
menggunakan no cross term, dari tabel 4.21 diketahui bahwa koefisien determinasi
(R2) sebesar 0.250647. Nilai Chi-squares hitung sebesar 16.04138 yang diperoleh
dari informasi Obs*R-squared, sedangkan nilai kritis Chi-squares (χ2) pada α = 5%
dengan df sebesar 9 adalah 16.9190. Karena nilai Chi-squares hitung (χ2) lebih kecil
dari nilai kritis Chi-squares (χ2) maka dapat disimpulkan tidak ada masalah
heteroskedastisitas.
Ada tidaknya model yang mengandung heteroskedastisitas juga bisa dilihat
dari nilai probabilitas Chi-Squares sebesar 0.066022 yang lebih besar dari nilai α
(alpha) sebesar 0,05. kesimpulannya tidak terdapat masalah heteroskedastisitas.
4.5 Analisis Ekonomi
4.5.1 Pengaruh Produk Domestik Bruto Terhadap Permintaan Uang
Pada permintaan uang M1 variabel pertama menjelaskan bahwa Produk
Domestik Bruto (X1) sebesar 0.768627. Hal ini berarti tanda parameter untuk
Produk Domestik Bruto (X1) adalah positif serta signifikan dan berpengaruh
terhadap permintaan uang M1. Produk Domestik Bruto yang signifikan dengan
probabilitas 0.0000 dikarenakan pendapatan nasional mempengaruhi tingkat
transaksi di masyarakat. Permintaan uang di suatu masyarakat merupakan proporsi
tertentu dari volume transaksi dan volume transaksi merupakan suatu proporsi
konstan dari tingkat pendapatan nasional. Ini berarti jika PDB naik 1 milyar rupiah
maka permintaan uang M1 akan naik sebesar 0.768627 milyar rupiah.
88
Pada permintaan uang M2 variabel pertama menjelaskan bahwa Produk
Domestik Bruto (X1) sebesar 2.267252. Hal ini berarti tanda parameter untuk
Produk Domestik Bruto (X1) adalah positif serta signifikan dengan probabilitas
0.0000 dan berpengaruh terhadap permintaan uang M2. Produk Domestik Bruto
yang signifikan dikarenakan pendapatan nasional mempengaruhi tingkat transaksi
dan plus deposito berjangka dan tabungan milik masyarakat pada bank-bank. Ini
berarti jika PDB naik 1 milyar rupiah maka permintaan uang M2 akan naik sebesar
2.267252 milyar rupiah.
Hasil dari Produk Domestik Bruto riil dalam penelitian ini sesuai dengan
teori yang dikemukakan oleh Keynes tentang motif memegang uang yaitu pada motif
transaksi dan berjaga-jaga yang ditentukan oleh tingkat pendapatan, pada saat
pendapatan tinggi lebih banyak uang yang diminta untuk motif transaksi dan berjaga-
jaga, maka pada saat pendapatan naik akan menyebabkan permintaan uang
mengalami peningkatan.
4.5.2 Pengaruh Tingkat Suku Bunga Terhadap Permintaan Uang
Pada permintaan uang M1 variabel kedua menjelaskan bahwa tingkat bunga
(X1) sebesar -734.7768. Hal ini berarti tanda parameter untuk tingkat bunga (X2)
adalah negatif serta signifikan dengan probabilitas 0.0006 dan berpengaruh terhadap
permintaan uang M1. Ini berarti jika tingkat suku bunga naik 1% maka permintaan
uang M1 akan mengalami penurunan sebesar 734.7768 milyar rupiah.
89
Pada permintaan uang M2 variabel kedua menjelaskan bahwa tingkat bunga
(X1) sebesar -1793.637. Hal ini berarti tanda parameter untuk tinkat bunga (X2)
adalah negatif serta signifikan dengan probabilitas 0.0001 dan berpengaruh terhadap
permintaan uang M2. Tingkat bunga yang signifikan disebabkan karena pada
kenyataanya apabila tingkat bunga dinaikkan maka masyarakat cenderung lebih
senang menyimpan uangnya di bank daripada untuk transaksi. Ini berarti jika tingkat
suku bunga naik 1% maka permintaan uang M2 akan mengalami penurunan sebesar
1793.637 milyar rupiah.
Dengan demikian tingkat bunga berpengaruh negatif terhadap permintaan
uang M1 dan M2, pengaruh ini sesuai dengan teori yang ada dimana semakin tinggi
tingkat bunga akan menurunkan tingkat permintaan uang. Dengan demikian salah
satu kunci sukses bank ke depan ialah menjaga suku bunga untuk kredit tetap rendah
supaya dapat mengguggah pertumbuhan di sektor riil terutama kredit investasi dan
modal kerja yang dapat diartikan permintaan uang di masyarakat meningkat.
Artinya, ketika Bank Indonesia menaikkan BI rate, bank harus berupaya tidak
menaikkan suku bunga kreditnya. Akan lebih baik jika perbankan terus menurunkan
suku bunga kredit sehingga masyarakat bisa mempunyai uang lebih untuk
melakukan transaksi ataupun untuk berinvestasi.
4.5.3 Pengaruh Inflasi Terhadap Permintaan Uang
Pada permintaan uang M1 variabel ketiga menjelaskan bahwa inflasi (X3)
sebesar 658.8330. Hal ini berarti tanda parameter untuk inflasi(X3) adalah positif
90
serta signifikan dengan probabilitas 0.0000 dan berpengaruh terhadap permintaan
uang M1. Ini berarti jika inflasi (X3) naik 1%, maka akan mengakibatkan naiknya
volume permintaan uang M1 sebesar 658.8330 milyar rupiah.
Pada permintaan uang M2 variabel ketiga menjelaskan bahwa inflasi (X3)
sebesar 2572.442. Hal ini berarti tanda parameter untuk inflasi (X3) adalah positif
serta signifikan dengan probabilitas 0.0000 dan berpengaruh terhadap permintaan
uang M2. Ini berarti jika inflasi (X3) naik 1%, maka akan mengakibatkan naiknya
volume permintaan uang M2 sebesar 2572.442 milyar rupiah.
Dari hasil intepretasi diatas senada dengan penelitian yang dilakukan oleh
Darmansyah (2005), yang menunjukkan bahwa kenaikan tingkat inflasi
mempengaruhi kenaikan permintaan uang M1 dan M2, hasil penelitian ini sesuai
dengan teori yang diungkapkan Irving Fisher, dimana MV = PT, jika V dan T
dinggap tetap konstan maka kenaikan P (inflasi) akan menyebabkan kenaian M
(jumlah permintaan uang).
Pada tahun 2007 kinerja perbankan dinilai telah bagus, tak terlepas dari
beberapa faktor, yakni tren penurunan suku bunga, sektor riil yang mulai bergairah,
dan kestabilan makro ekonomi seperti Inflasi dan nilai tukar. Akan tetapi,
masyarakat harus mewasdai kenaikan inflasi pada tahun 2008 akibat kenaikan harga
minyak yang akan menyebabkan kenaikan permintaan uang baik itu M1 dan M2.
91
Tekanan inflasi ini akan memaksa bank sentral untuk meningkatkan lagi suku
bunganya yang baru-baru ini baru saja menurunkan tingkat BI rate menjadi 8%.
4.5.4 Pengaruh Kurs Dollar Terhadap Permintaan Uang
Pada permintaan uang M1 variabel keempat menjelaskan bahwa kurs (X4)
sebesar 2.4994092. Hal ini berarti tanda parameter untuk kurs(X4) adalah positif
serta signifikan dengan probabilitas 0.0065 dan berpengaruh terhadap permintaan
uang M1. Ini berarti jika kurs Dollar (X4) mengalami apresiasi sebesar 1 rupiah,
maka akan mengakibatkan naiknya volume permintaan uang M1 sebesar 2.4994092
milyar rupiah.
Pada permintaan uang M2 variabel keempat menjelaskan bahwa kurs (X4)
sebesar 15.97112. Hal ini berarti tanda parameter untuk kurs(X4) adalah positif serta
signifikan dengan probabilitas 0.0000 dan berpengaruh terhadap permintaan uang
M2. Ini berarti jika kurs Dollar (X4) mengalami apresiasi sebesar 1 rupiah, maka
akan mengakibatkan naiknya volume permintaan uang M2 sebesar 15.97112 milyar
rupiah. Ini menandakan apabila kurs Dollar meningkat maka akan berpengaruh pada
barang-barang impor dan dengan naiknya harga barang-barang impor akan
menyebabkan permintaan uang akan meningkat untuk melakukan transaksi impor
tersebut. Nilai tukar suatu mata uang didefinisikan sebagai harga relatif dari suatu
mata uang terhadap mata uang lainnya. Walaupun sasaran akhir kebijakan moneter
lebih diarahkan pada pengendalian laju inflasi, Bank Indonesia tidak akan
membiarkan perkembangan nilai tukar rupiah di pasar bergerak secara bergejolak
92
dan menimbulkan ketidakpastian, yang tentunya akan mempengaruhi permintaan
uang M1 dan M2. Berkaitan dengan hal itu, Bank Indonesia menempuh langkah-
langkah untuk menstabilkan nilai tukar rupiah dengan dua pertimbangan utama, yaitu
: (1) kestabilan nilai tukar rupiah diperlukan untuk memberikan kepastian dalam
perekonomian, dan (2) nilai tukar rupiah yang bergejolak dan merosot drastis akan
menyulitkan Bank Indonesia dalam mencapai sasaran inflasi yang ditetapkan.
4.5.5 Pengaruh Variabel Dummy terhadap Permintaan Uang
Pada permintaan uang M1 variabel kelima menjelaskan bahwa variabel
dummy (d97) sebesar -16462.80. Hal ini berarti tanda parameter untuk variabel
dummy (d97) adalah negatif serta signifikan dengan probabilitas 0.0291 dan
berpengaruh terhadap permintaan uang M1. Variabel dummy ini menunjukkan bukti
bahwa ada perbedaan pengaruh antara masa sebelum krisis (1990:1 sampai 1997:2)
dengan masa setelah krisis (1997:3 sampai 2005:4). Pada persamaan M1 tanda
negatif berarti menunjukkan bahwa krisis justru akan menurunkan permintaan uang
M1. Hal ini menunjukkan bahwa krisis menyebabkan masyarakat enggan melakukan
transaksi dikarenakan meningkatnya harga barang-barang secara umum.
Pada permintaan uang M2 variabel kelima menjelaskan bahwa variabel
dummy (d97) sebesar 40299.27. Hal ini berarti tanda parameter untuk variabel
dummy (d97) adalah positif serta signifikan dengan probabilitas 0.0103 dan
berpengaruh terhadap permintaan uang M2. Variabel dummy ini menunjukkan bukti
bahwa ada perbedaan pengaruh antara masa sebelum krisis (1990:1 sampai 1997:2)
93
dengan masa setelah krisis (1997:3 sampai 2005:4). Pada persamaan M2 tanda
positif berarti menunjukkan bahwa krisis justru akan menyebabkan peningkatkan
permintaan uang M2. Hal ini membuktikan bahwa masyarakat pada umumnya akan
lebih banyak menyimpan uangnya dalam bentuk tabungan ataupun deposito seiring
dengan dinaikkannya tingkat suku bunga dimana Bank Indonesia harus menyerap
kelebihan likuiditasnya di masyarakat malalui kebijakan kontraktif.
Perubahan struktural pada penelitian ini membuktikan bahwa krisis
mempengaruhi permintaan uang M1 dan M2, krisis ini menyebabkan Bank Indonesia
melakukan proses pengendalian moneter yang disebut “program moneter”, Bank
Indonesia (2003) program moneter pada dasarnya merupakan suatu perencanaan
kebijakan pengendalian jumlah uang beredar yang ditujukan untuk pencapaian
sasaran akhir kebijakan moneter. Selanjutnya Bank Indonesia harus menetapkan
langkah-langkah yang harus dilakukan serta menggunakan instrumen untuk
mencapai target tersebut. Instrumen moneter tersebut ialah Operasi Pasar Terbuka
(OPT), Fasilitas Diskonto, Giro Wajib Minimum, ataupun imbauan. Instrumen OPT
dilakukan melalui lelang surat berharga, yang ditujukan untuk menambah atau
mengurangi likuiditas di pasar uang. Kemudian fasilitas diskonto adalah fasilitas
kredit yang diberikan kepada bank-bank dengan tingkat diskonto yang ditetapkan
Bank Indonesia. GWM merupakan alat likuid minimum yang wajib dipelihara oleh
bank di Bank Indonesia. Selanjutnya beberapa imbauan dari Bank Indonesia kepada
94
bank-bank dan masyarakat agar mengikuti langkah kebijakan moneter Bank
Indonesia.
Tabel 4.22
Quantity-Based Approach
Kestabilan
Harga
Sasaran Antara (M1, M2)
Sasaran Operasional
Instrument
(OPT,GWM, dll)
Sumber : Bank Indonesia
Dengan pengendalian uang primer sebagai sasaran operasional, maka jumlah
uang beredar di masyarakat (M1 dan M2) dapat dipengaruhi agar sejalan dengan
sasaran akhir kebijakan moneter berupa kestabilan harga. Pelaksanaan kebijakan
moneter ini disebut pendekatan kuantitas (quantity-based approach). Penggunaan
pendekatan kuantitas tersebut dilakukan dengan beberapa pertimbangan. Pertama,
dalam kondisi ekonomi dan keuangan yang sedang mengalami perubahan struktural
seperti di Indonesia, Bank Indonesia perlu memegang salah satu indikator yang dapat
dikendalikan yaitu uang primer. Kedua, perkembangan uang primer juga mempunyai
pengaruh terhadap perkembangan uang beredar, output dan inflasi.
95
BAB V
SIMPULAN DAN IMPLIKASI
5.1. Simpulan
Penelitian ini dimaksudkan untuk mengkaji pengaruh variabel Produk
Domestik Bruto riil yang mewakili pendapatan nasional, suku bunga, inflasi,
kurs Dollar terhadap Rupiah dan variabel dummy terhadap Permintaan Uang
M1 dan M2 yang terjadi di Indonesia pada kurun waktu tahun 1990 sampai
2005 dengan metode Ordinary Least Squares (OLS), dari hasil analisis data
yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil pengujian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa variabel
Produk Domestik Bruto, suku bunga, inflasi dan kurs Dollar
mengindikasikan bahwa variabel-variabel tersebut berpengaruh secara
signifikan terhadap Permintaan uang M1 dan M2. Variabel dummy
menunjukkan bukti bahwa krisis berpengaruh terhadap permintaan uang
M1 dan M2
2. Besarnya pengaruh variabel Pruduk Domestik Bruto (PDB), suku bunga,
inflasi dan kurs Dollar terhadap permintaan uang M1 yaitu 98.5714%
ditunjukkan dari variasi variabel independent mampu pengaruhi variabel
dependent sebesar 0.985714 sedangkan sisanya dipengaruhi oleh variabel
96
lain di luar model regresi yang tidak diteliti dalam penelitian ini. Pada
permintaan uang M2 variasi variabel independent mampu pengaruhi variasi
dependent sebesar 0.996958 menunjukan bahwa variabel independent lebih
mampu menjelaskan variabel dependen sebesar 99.6958% dan sisanya
dijelaskan oleh variabel lain diluar model yang tidak diikutsertakan dalam
penelitian ini.
3. Variabel Produk Domestik Bruto (PDB) secara statistik positif dan
signifikan dan sesuai dengan hipotesis, produk domestik bruto berpengaruh
terhadap permintaan uang M1 dan M2 di Indonesia periode 1990-2005.
Kenaikan produk domestik bruto mengakibatkan meningkatnya
permintaan uang M1 dan M2. Seperti kita ketahui bahwa produk domestik
bruto berpengaruh positif terhadap permintaan uang M1 dan M2.
4. Variabel suku bunga secara statistik negatif dan signifikan dan sesuai
dengan hipotesis, suku bunga berpengaruh terhadap permintaan uang M1
dan M2 di Indonesia periode 1990-2005. Kenaikan suku bunga
mengakibatkan menurunnya permintaan uang M1 dan M2. Seperti kita
ketahui bahwa suku bunga berpengaruh negatif terhadap permintaan uang
M1 dan M2.
5. Variabel inflasi secara statistik positif dan signifikan dan sesuai dengan
hipotesis, inflasi berpengaruh terhadap permintaan uang M1 dan M2 di
Indonesia periode 1990-2005. Kenaikan inflasi mengakibatkan
97
meningkatnya permintaan uang M1 dan M2. Seperti kita ketahui bahwa
suku bunga berpengaruh positif terhadap permintaan uang M1 dan M2.
6. Variabel kurs Dollar secara statistik positif dan signifikan dan sesuai
dengan hipotesis, kurs Dollar berpengaruh terhadap permintaan uang M1
dan M2 di Indonesia periode 1990-2005. Kenaikan kurs Dollar
mengakibatkan meningkatnya permintaan uang M1 dan M2. Seperti kita
ketahui bahwa kurs Dollar berpengaruh positif terhadap permintaan uang
M1 dan M2.
7. Variabel dummy menunjukkan bukti bahwa krisis berpengaruh terhadap
permintaan uang M1 dan M2. Dari hasil uji chow untuk permintaan uang
M1 dan M2 terbukti bahwa terjadi perubahan struktural pada permintaan
uang M1 dan M2.
8. Hasil analisis regresi metode OLS yang dihasilkan sudah bebas dari
masalah asumsi klasik, yaitu autokorelasi, heteroskedastisitas dan
multikolinearitas.
9. Ada keterbatasan dari penelitian bahwa dalam penelitian ini penulis
mengasumsikan permintaan uang M1 dan M2 bisa jadi penawaran uang
M1 dan M2.
98
5.2. Implikasi
1. Pemerintah sebagai penentu kebijakan lebih berhati-hati dalam menentukan
keputusan, terutama mengenai pengambilan kebijakan moneter. Hal ini
menunjukan bahwa dalam membuat kebijakan hendaknya memperhatikan
kondisi perekonomian ke depan secara makro maupun mikro baik dalam
internal (dalam negeri) maupun eksternal (luar negeri) agar perekonomian
yang sehat dapat tercapai kedepannya.
2. Pemerintah harus aktif dalam peningkatan PDB riil yang berupa
peningkatan sumber daya yaitu barang modal dan tenaga kerja. Stok barang
modal, termasuk bangunan, perangkat mesin, dan pembenahan sarana
infrastruktur yang harus dijalankan. Dengan demikian akan menyediakan
sumber lain bagi peningkatan output. Pertumbuhan yang menjadi indikator
makro diharapkan terus tumbuh dengan baik, dengan demikian akan
menambah lapangan pekerjaan bagi angkatan kerja dan mengurangi
pengangguran.
3. Pada periode setelah krisis, kebijakan moneter yang diambil dari berbagai
perubahan yang terjadi dalam perekonomian dan peralihan sistem nilai
tukar mempunyai implikasi terhadap kebijakan moneter di Indonesia.
Dalam kondisi ini, jalur nilai tukar menjadi salah satu yang terpenting
dalam mentransmisikan pengaruh kebijakan moneter pada kegiatan
ekonomi riil dan harga. Demikian pula halnya dengan jalur ekspektasi yang
99
terlihat mempunyai peranan penting dalam mempengaruhi perkembangan
inflasi, tetapi perilaku ekspektasi inflasi masih dipengaruhi secara kuat oleh
perkembangan harga dan pergerakan nilai tukar. Suku bunga masih bekerja
dengan baik, tetapi perilakunya sangat tergantung pada kondisi perbankan
yang juga menunjukkan bagaimana bekerjanya melalui jalur kredit.
4. Bank Indonesia harus dapat menerapkan pengendalian moneter yang efektif
yang berdasarkan sasaran pengandalian inflasi yang ditetapkan, serta
pertumbuhan ekonomi, suku bunga, nilai tukar, dan variabel ekonomi
lainnya. Bank Indonesia melalui program moneternya harus mampu
memperkirakan permintaan uang yang sesuai dengan kebutuhan riil
perekonomian. Dengan demikian dapat diperkirakan pertumbuhan jumlah
uang beredar (M1 dan M2) yang dibutuhkan masyarakat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. Statistik Indonesia berbagai edisi. Jakarta: Badan Pusat Statistik.
________Statistik Ekonomi Keuangan Indonesia, Berbagai Edisi. Jakarta: Bank Indonesia.
Bank Indonesia. 2003. Bank Sentral Republik Indonesia Tinjauan
Kelembagaan, Kebijakan dan Organisasi. Pusat Pendidikan dan Studi Kebanksentralan.
Boediono. 2005. Ekonomi Moneter, Seri Sinopsis Pengantar Ilmu Ekonomi
No. 5. Yogyakarta: BPFE. _______.1995 Ekonomi Moneter buku I Edisi ke-4, Yogyakarta: BPFE.
Darmansyah, Dampak Krisis Terhadap Permintaan Uang di Indonesia periode 1994-2000, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol.6, No. 2, Desember 2005, 129-142.
Dornbusch, Rudiger, Makro Ekonomi, edisi 4, Jakarta : Erlangga. Gujarati, Damodar, Ekonometrika Dasar, Alih Bahasa Sumarno Zain,
Erlangga, Jakarta, 1997. Iswardono. 1994. Uang dan Bank Uang dan Bank, edisi 4. Yogyakarta:
BPFE. Nopirin. 2000. Ekonomi Moneter – buku II, Edisi 1. Yogyakarta: BPFE.
Prasojo, Wasis. (2003), Permintaan Uang menurut Teori Portofolio Permintaan, Skripsi Sarjana (Tidak dipublikasikan), Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Prawoto, Nano, Permintaan Uang Di Indonesia Konsep Keynesian dengan
Pendekatan PAM, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 1, No.1, April 2000 Hal:1-13.
Sabirin, Syahrir. 2003. Perjuangan Keluar dari Krisis. Yogyakarta: BPFE.
Sidiq, Sahabudin, Stabilitas Permintaan Uang di Indonesia Sebelum dan Sesudah Perubahan Sistem Nilai Tukar, Jurnal Ekonomi Pembangunan, Vol. 10, No.1, April 2005 Hal:31-41.
Sukirno, Sadono, 1985. Teori Mikro Ekonomi. Jakarta: FE UI.
Widarjono, Agus. 2007. Ekonometrika : Teori dan Aplikasi untuk Ekonomi dan Bisnis. Edisi kedua Yogyakarta: Ekonisia.
LAMPIRAN I DATA MENGENAI PRODUK DOMESTIK BRUTO, TINGKAT SUKU BUNGA, INFLASI
Hasil Uji Autokorelasi M2 Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 2.634655 Probability 0.080623 Obs*R-squared 5.504156 Probability 0.063795
Test Equation: Dependent Variable: RESID Method: Least Squares Date: 12/12/07 Time: 21:55 Presample missing value lagged residuals set to zero.