Laporan Kasus EXTRASKELETAL MESENCHYMAL CHONDROSARCOMA PADA SINONASAL Oleh: Christina Kurniasih, I Ketut Suanda, Agus Rudi Asthuta Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok – Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar I. PENDAHULUAN Chondrosarcoma pada daerah kepala leher merupakan kasus yang jarang terjadi dan terhitung hanya sebesar 0,1% dari seluruh kanker kepala leher. Chondrosarcoma dapat berasal dari tulang dan jaringan lunak, tetapi sebanyak kurang dari 1% tumor ini berasal dari ekstraskeletal. 1,2 Chondrosarcoma memiliki gambaran peningkatan selularitas, nukleus atipikal termasuk binuklei dan multinuklei, dan kecenderungan menginvasi dan menghancurkan struktur di sekitarnya. Dibagi menjadi beberapa subtipe yaitu myxoid, dedifferentiated, clear cell dan mesenchymal. Mesenchymal chondrosarcoma terjadi sebanyak 2% dari seluruh chondrosarcoma. 1,2 Mesenchymal chondrosarcoma merupakan neoplasma jenis baru yang pertama kali dideskripsikan pada tahun 1959 oleh Lichtenstein dan Bernstein. Mesenchymal chondrosarcoma merupakan tumor kartilago maligna yang termasuk kasus jarang. Mesenchymal chondrosarcoma termasuk dalam subtipe chondrosarcoma dengan jumlah mencapai hingga 8% dari seluruh kasus chondrosarcoma terlepas dari lokasinya. 1,3 Mesenchymal chondrosarcoma merupakan neoplasma yang sifatnya agresif pada tulang dengan tendensi tinggi untuk kambuh dan metastase jauh. Mesenchymal chondrosarcoma pada sinonasal merupakan tumor yang jarang, dimana hanya terdapat tujuh kasus yang didokumentasikan dengan baik dan dikonfirmasi secara histopatologi dalam literatur berbahasa Inggris. 1 1
37
Embed
EXTRASKELETAL MESENCHYMAL CHONDROSARCOMA PADA … · CT scan dan MRI bermanfaat dalam mengevaluasi perluasan tumor.11,14 Pemeriksaan diagnostik berupa biopsi, dimana jaringan awal
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Laporan Kasus
EXTRASKELETAL MESENCHYMAL
CHONDROSARCOMA PADA SINONASAL
Oleh:
Christina Kurniasih, I Ketut Suanda, Agus Rudi Asthuta
Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok – Kepala Leher Fakultas
Kedokteran Universitas Udayana / RSUP Sanglah Denpasar
I. PENDAHULUAN
Chondrosarcoma pada daerah kepala leher merupakan kasus yang jarang
terjadi dan terhitung hanya sebesar 0,1% dari seluruh kanker kepala leher.
Chondrosarcoma dapat berasal dari tulang dan jaringan lunak, tetapi sebanyak
kurang dari 1% tumor ini berasal dari ekstraskeletal.1,2
Chondrosarcoma memiliki gambaran peningkatan selularitas, nukleus
atipikal termasuk binuklei dan multinuklei, dan kecenderungan menginvasi dan
menghancurkan struktur di sekitarnya. Dibagi menjadi beberapa subtipe yaitu
myxoid, dedifferentiated, clear cell dan mesenchymal. Mesenchymal
chondrosarcoma terjadi sebanyak 2% dari seluruh chondrosarcoma.1,2
Mesenchymal chondrosarcoma merupakan neoplasma jenis baru yang
pertama kali dideskripsikan pada tahun 1959 oleh Lichtenstein dan Bernstein.
Mesenchymal chondrosarcoma merupakan tumor kartilago maligna yang
termasuk kasus jarang. Mesenchymal chondrosarcoma termasuk dalam subtipe
chondrosarcoma dengan jumlah mencapai hingga 8% dari seluruh kasus
chondrosarcoma terlepas dari lokasinya.1,3
Mesenchymal chondrosarcoma merupakan neoplasma yang sifatnya
agresif pada tulang dengan tendensi tinggi untuk kambuh dan metastase jauh.
Mesenchymal chondrosarcoma pada sinonasal merupakan tumor yang jarang,
dimana hanya terdapat tujuh kasus yang didokumentasikan dengan baik dan
dikonfirmasi secara histopatologi dalam literatur berbahasa Inggris.1
1
Tumor ini berasal dari primitive cartilage-forming mesenchyme dan sebanyak 65-
80% kasus dapat timbul pada tulang atau jaringan lunak sebanyak 20-35% kasus. Tumor
ini dapat tumbuh secara multifokal dan mengenai beberapa tulang dan jaringan lunak
yaitu sebanyak kurang dari 1% pada seluruh kasus.
Mesenchymal chondrosarcoma jarang mengenai tubular bone atau tulang panjang.
Tulang pendek atau tulang pipih lebih umum terutama pada tulang kosta dan rahang.
Meningen, ekstrimitas bawah, dan jaringan lunak orbita merupakan daerah ekstraskeletal
yang sering terkena.3
Kasus ini menarik untuk dilaporkan oleh karena insiden yang sangat jarang dan
masih sedikitnya literatur yang membahas tentang kasus ini.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi hidung dan sinus paranasal
Hidung luar berbentuk piramida yang terdiri dari enam bagian yaitu pangkal
hidung, batang hidung, puncak hidung, ala nasi, kolumela dan nares anterior. Hidung luar
dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan. Rongga hidung berbentuk terowongan
dari depan ke belakang dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengah menjadi kavum nasi
kanan dan kiri. Septum terdiri dari tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh mukosa.4
Pada dinding lateral terdapat konka nasi. Konka nasi inferior adalah yang
terbesar dan letaknya paling bawah. Kemudian yang lebih kecil adalah konka media,
lebih kecil lagi konka superior, yang terkecil adalah konka suprema. Konka suprema
biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os
maksila dan labirin etmoid sedangkan konka lainnya merupakan bagian dari labirin
etmoid.4
Diantara konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang disebut
meatus. Meatus inferior terletak diantara konka inferior dan dasar hidung, terdapat
muara dari duktus nasolakrimalis. Meatus medius terletak diantara konka inferior dan
media. Pada meatus medius terdapat muara dari
sinus frontalis, maksilaris dan etmoidalis anterior. Meatus superior merupakan
ruang diantara konka media dan superior. Pada meatus ini bermuara sinus
2
etmoidalis posterior dan sfenoidalis.4
Hidung dibatasi di bagian inferior oleh dasar rongga hidung yang dibentuk oleh
os maksila dan os palatum, bagian superior oleh lamina kribriformis dan bagian
posterior oleh os sfenoid.4
Gambar 1. Anatomi dinding lateral rongga hidung5
Secara histologi dan fungsional, terdapat dua mukosa rongga hidung yaitu
mukosa pernafasan dan penghidu. Mukosa pernafasan terdapat pada sebagian besar
rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu bersilia dan
diantaranya terdapat sel goblet. Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung,
konka superior dan sepertiga atas septum. Mukosa ini dilapisi oleh epitel torak
berlapis semu tidak bersilia dan dibentuk oleh tiga macam sel yaitu sel penunjang, sel
basal dan sel reseptor penghidu.4
Sinus paranasal merupakan hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala sehingga
terbentuk rongga di dalam tulang. Pada orang sehat, rongga terutama berisi udara.
Ada 4 pasang sinus paranasal yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid dan
sinus sfenoid.4,6,7 Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa
rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus
sfenoid dan sinus frontal.6,7 Sinus maksila dan etmoid sudah ada saat anak lahir
sedangkan sinus frontal mulai berkembang pada anak berusia 8 tahun sebagai
perluasan dari sinus etmoid
3
anterior dan sinus sfenoid mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dari bagian postero-
superior rongga hidung.4,8,9 Sinus-sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada
usia antara 15-18 tahun. Seluruh sinus dilapisi oleh epitel saluran pernapasan yang
mengalami modifikasi, bersilia dan mampu menghasilkan mukus yang disalurkan ke
dalam rongga hidung.9
Gambar 2. Anatomi sinus paranasal10
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar.4,6,7 Dinding anterior
sinus ialah permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya
adalah permukaan infratemporal maksilaris, dinding medialnya ialah dinding lateral
rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding inferiornya ialah
prosesus alveolaris dan palatum.4 Ostium sinus maksila berada di sebelah superior
dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.7
Pada orang dewasa sinus etmoid seperti piramid dengan dasarnya di bagian
posterior.4,8 Berdasarkan letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior
yang bermuara di meatus medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus
superior.8 Sel-sel sinus etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di
bawah perlekatan konka media, sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih
besar dan lebih sedikit jumlahnya dan terletak di posterosuperior dari perlekatan konka
media.4,8 Di bagian
4
terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal, yang
berhubungan dengan sinus frontal.4
Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid posterior.8,9
Sinus sfenoid dibagi dua oleh sekat yang disebut septum intersfenoid.9 Batas-batasnya
adalah sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar hipofisa, sebelah
inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus kavernosus dan
arteri karotis interna serta di sebelah posteriornya berbatasan dengan fosa serebri
posterior di daerah pons.9
Sinus frontal terletak pada tulang frontal mulai terbentuk sejak fetus bulan
keempat yang berasal dari sel-sel resessus frontal atau dari sel-sel infundibulum
etmoid.6,7 Pneumatisasi tulang frontal bagian atas dan bawah membentuk sinus frontal
dimulai sejak tahun pertama kehidupan dan mulai berkembang pada usia 8 tahun dan
akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia 20 tahun.6
2.2. Epidemiologi
Secara umum chondrosarcoma jarang terjadi pada daerah tulang wajah. Sejumlah
kurang dari 16% dari seluruh kasus sarcoma terdapat pada kavum nasi, sinus paranasal,
dan nasofaring.11
Mesenchymal chondrosarcoma merupakan kasus yang sangat jarang. Biasa terjadi
pada dewasa muda, umumnya usia 15 sampai 35 tahun. Insiden pada perempuan lebih
tinggi dibandingkan laki-laki.1,3,11,12
Mesenchymal chondrosarcoma pada sinonasal memiliki presentase yang sangat
kecil dari seluruh neoplasma primer yang terjadi pada sinonasal, baik jinak ataupun
ganas, yaitu hanya sebesar 0,07%.1
2.3. Etiopatogenesis
Chondrosarcoma dapat dibagi menjadi lesi primer dan sekunder
berdasarkan asalnya. Chondrosarcoma primer timbul secara de novo, sedangkan
chondrosarcoma sekunder muncul dari lesi tulang rawan yang telah ada
5
sebelumnya.13
Chondrosarcoma sekunder terjadi pada individu dengan penyakit Ollier, sindrom
secara sitologi mirip dengan enchondroma. Selularitasnya lebih tinggi dengan nukleus
besar dan struktur kromatin terbuka. Derajat 2 (intermediate grade), ditandai dengan
peningkatan selularitas, nukleoli yang berbeda tampak pada sebagian besar sel, dan
tampak perubahan fokus myxoid. Derajat 3 (high grade), ditandai dengan selularitas yang
tinggi, nukleus atipikal yang besar, dan adanya mitosis.2,13
Semakin tinggi derajatnya maka semakin besar kemungkinan tumor untuk
menyebar dan bermetastasis. Dimana metastasis jarang terjadi pada derajat 1, sedangkan
10-15% metastasis terjadi pada derajat 2 dan lebih dari 50% terjadi pada derajat 3.13
Mesenchymal chondrosarcoma diduga berasal dari sel-sel tulang rawan prekursor
atau kondroblas yang telah gagal untuk berkembang menjadi kondrosit yang matang.
Kondrosit adalah sel yang ditemukan pada tulang rawan normal. Penamaan mesenchymal
merujuk pada penampilan sel tumor sebagai sel jaringan ikat primitif.12
Kanker muncul pada sel-sel yang telah mengalami beberapa mutasi genetik yang
menyebabkan pertumbuhannya menjadi abnormal. Pada sel sehat, mekanisme molekuler
yang kompleks mencegah sel-sel agar tidak tumbuh ketika mereka tidak seharusnya
tumbuh. Diperkirakan bahwa serangkaian peristiwa genetik terjadi sehingga mekanisme
molekular ini tidak terjadi.12
Perubahan genetik awal mungkin tidak langsung menimbulkan kanker, tetapi
menghilangkan pertahanan sel sehingga menimbulkan mutasi genetik tertentu yang
akhirnya berubah menjadi tumor ganas. Seluruh urutan perubahan genetik pada sel masih
belum diketahui secara jelas termasuk pada sarcoma. Pada
6
beberapa jenis tumor, translokasi merupakan hal yang penting dalam fase awal
perkembangan tumor.12
Pada kebanyakan kasus mesenchymal chondrosarcoma, tidak ada translokasi
spesifik yang ditemukan. Ada beberapa kasus yang ditemukan dengan perubahan tertentu.
Perubahan ini dapat menyebabkan disregulasi gen tertentu, dimana perubahan ini terkait
dengan ketidakmampuan sel untuk tumbuh menjadi sel tulang rawan khusus dan
berproliferasi tanpa kontrol.12
Peneliti menemukan sepotong kromosom 13 melekat pada sepotong kromosom
21 dalam dua kasus mesenchymal chondrosarcoma. Rearrangement ini ditemukan dalam
kasus tumor skeletal dan ekstraskeletal, menunjukkan dua entitas yang sama. Hal ini
menunjukkan bahwa pengembangan kedua jenis sarcoma ini mungkin melibatkan
setidaknya beberapa perubahan genetik, termasuk translokasi yang sama yang mampu
menimbulkan dua jenis kanker yang berbeda.12
Pada kebanyakan kasus mesenchymal chondrosarcoma, dimana belum ditemukan
adanya translokasi atau mutasi genetik, para peneliti menganggap bahwa ada sesuatu
yang bermutasi pada tumor ini yang masih belum ditemukan.12
2.4. Diagnosis
Mesenchymal chondrosarcoma cenderung timbul dengan keluhan bengkak
atau nyeri pada bagian tubuh yang terkena, dan gejala yang muncul biasanya
berhubungan dengan lokasi tempat tumor ini berada.11,12 Pada pasien dengan
mesenchymal chondrosarcoma di daerah sinonasal, keluhan yang paling sering muncul
adalah epistaksis dan obstruksi nasi.1
Secara umum mesenchymal chondrosarcoma dapat terjadi di seluruh bagian tubuh.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan gambaran berupa massa, pembengkakan, dan dapat pula
menimbulkan nyeri maupun paralisis apabila terdapat kompresi pada sistem saraf. Beratnya
gejala dan nyeri yang terjadi berkaitan dengan besar tumor serta lokasi dan keterlibatan
struktur di sekitarnya.12
Pemeriksaan radiologi secara umum menunjukkan gambaran massa dengan
densitas bervariasi mengisi sinus dan kavum nasi, dengan gambaran
7
kalsifikasi di dalam tumor yang halus dengan punctat berbintik hingga kasar. Hampir
seluruh tumor memiliki bentukan kalsifikasi. Tumor digambarkan dengan massa
radiolusen yang menginvasi ke dalam dan merusak tulang kavum nasi dan sinus.1
Walaupun bukan tanda patognomonis, pemeriksaan dengan pencitraan yang menemukan
kalsifikasi matriks, peningkatan neovaskularisasi, lobulasi dan osteolisis dan destruksi
tulang mengarah kepada proses sarcoma.1
Pada foto polos tumor menunjukkan gambaran osteolitik dengan stippled
calcification, destruksi korteks dan kemungkinan perluasan ke jaringan lunak. CT scan
dan MRI bermanfaat dalam mengevaluasi perluasan tumor.11,14
Pemeriksaan diagnostik berupa biopsi, dimana jaringan awal diambil kemudian
diperiksa akan membantu dalam menegakkan diagnosis.14 Mesenchymal
chondrosarcoma memiliki gambaran histologi yang bimorfik, yaitu tampak daerah seluler
yang sebagian besar terdiri dari sel-sel kanker dan gambaran tulang rawan yang
berdiferensiasi baik.12,14 Secara histopatologi mesenchymal chondrosarcoma
menunjukkan gambaran berupa gabungan hyaline cartilage dan small round to oval cells
dengan nuklei hiperkromatik, biasanya tersusun dalam pericytomatous vascular
pattern.11
Untuk membantu menegakkan diagnosis dapat dilakukan pemeriksaan
imunohistokimia berupa Vimentin, S100 protein dan CD99 serta Ki-67. Vimentin,
merupakan protein dengan ukuran 57-kDa, memberikan reaksi positif untuk pemeriksaan
sel mesenchymal. S-100 protein adalah protein kalsium mengikat asam berukuran 20-
kDa, dinamakan demikian karena kelarutannya 100% dalam amonium sulfat.
Pemeriksaan bagian tulang rawan dari tumor biasanya menunjukkan hasil pemeriksaan S-
100 protein positif kuat, termasuk sel-sel yang terisolasi di daerah berdiferensiasi baik.
Sedangkan imunohistokimia CD99 adalah produk dari gen pseudoautosomal MIC2 yang
merupakan glikoprotein transmembran dengan ukuran 30-32 kDa. Ekspresi CD99 terlihat
sekitar 50% dari seluruh kejadian mesenchymal chondrosarcoma. Sedangkan Ki-67
merupakan sebuah antigen nuklear dengan ukuran 395-kDa, yang menentukan indeks
prognosis dan metastasis pada sarkoma jaringan lunak.11,15-19
8
2.5. Diagnosis Banding
Diagnosis banding dari extraskeletal mesenchymal chondrosarcoma
adalah sinonasal hemangiopericytoma, synovial sarcoma, Ewing’s sarcoma / peripheral
neuroectodermal tumor (ES/PNET), olfactory neuroblastoma, rhabdomyosarcoma, small
cell carcinoma, sinonasal undifferentiated carcinoma, dan malignant lymphoma.11,15-19
2.6. Penatalaksanaan
Pembedahan merupakan modalitas terapi utama, walaupun prosedur
spesifik bervariasi tergantung lokasi dan luasnya tumor. Karena anatomi yang kompleks
dari traktus sinonasal, sulit untuk mencapai reseksi onkologi yang sempurna sambil
menjaga kosmetik dan fungsi.1,2
Kemoterapi umumnya diberikan setelah operasi, hal ini dikenal sebagai
kemoterapi adjuvan. Keuntungan dari pendekatan ini adalah bahwa kemoterapi dapat
bekerja untuk membunuh sel tumor ketika sel-sel tumor dalam jumlah terendah.
Kemoterapi cenderung lebih efektif dalam keadaan ini. Kadang-kadang tumor tumbuh
dan melibatkan struktur anatomi penting seperti pembuluh darah, arteri atau saraf
sehingga sulit bagi ahli bedah untuk mengangkat sepenuhnya tanpa menyebabkan
morbiditas yang berlebihan.12
Beberapa tumor dapat berespons baik terhadap kemoterapi dan berkurang
ukurannya sehingga memungkinkan dokter untuk mengangkatnya setelah beberapa seri
pengobatan. Pendekatan ini dikenal sebagai neo-adjuvan kemoterapi.12
Terlepas dari apakah dapat atau tidaknya tumor dapat ditangani dengan operasi,
ahli onkologi umumnya merekomendasikan untuk melibatkan dokter radiologi onkologi
untuk merencanakan radiasi untuk tumor ini. Radiasi dapat digunakan sebagai terapi pada
pasien yang diketahui memiliki tumor yang masih tersisa setelah operasi, misalnya ketika
ahli bedah tidak dapat mengangkat seluruh tumor karena melibatkan struktur anatomi
vital.2,12,14
Untuk pasien lain, radiasi dapat digunakan untuk mengatasi sel-sel tumor yang
dianggap masih berada di daerah asalnya, bahkan ketika reseksi tampaknya
9
telah mengangkat seluruh tumor. Kebanyakan dokter onkologi akan merekomendasikan
operasi, kemoterapi dan terapi radiasi jika memungkinkan bagi semua pasien dengan
mesenchymal chondrosarcoma. Terapi radiasi neoadjuvan juga dapat digunakan untuk
mengurangi ukuran tumor. Standarisasi terapi chondrosarcoma kepala leher sulit
dilakukan karena perbedaan perilaku biologis tumor pada tempat anatomi yang
bervariasi.12
2.7. Prognosis
Dalam studi Kohort pada penelitian Knott dkk. di Amerika Serikat
didapatkan angka harapan hidup dalam 5 tahun sebesar 64% dan dalam 10 tahun sebesar
55%, dengan rata-rata survival 12,1 tahun.1
III. LAPORAN KASUS
Pasien dengan inisial UR, perempuan, usia 19 tahun, suku Jawa, datang ke
poliklinik THT-KL RSUP Sanglah pada tanggal 7 Januari 2015. Pasien mengeluhkan
timbul benjolan pada hidung kiri sejak sekitar 6 bulan yang lalu. Awalnya benjolan
tersebut kecil lalu semakin lama semakin membesar, sehingga hidung menjadi terasa
penuh dan tersumbat. Riwayat alergi dan sering bersin disangkal oleh pasien. Sakit
kepala tidak ada. Pandangan dobel tidak ada. Telinga mendenging tidak ada. Riwayat
mimisan berulang sejak sekitar bulan Agustus 2014 dan setiap keluar darah dari hidung,
darah masih dapat berhenti sendiri. Benjolan pada leher tidak ada.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran kompos
mentis, tekanan darah 120/80mmHg, nadi 84x/menit, pernafasan 20x/menit, temperatur
aksila 36,5°C. Status lokalis THT-KL, pada pemeriksaan telinga tidak didapatkan
kelainan. Pemeriksaan hidung didapatkan kavum nasi kanan sempit dan pada kavum nasi
kiri tampak massa penuh menonjol hingga ke nares anterior kiri, berwarna coklat
kehitaman dengan ukuran 2x2 cm . Mukosa hidung kanan merah muda dengan konka
kongesti. Mukosa hidung kiri dan septum sulit dievaluasi. Pemeriksaan tenggorok tidak
didapatkan adanya kelainan. Pada pemeriksaan leher tidak didapatkan adanya
pembesaran kelenjar getah
10
bening. Diagnosis kerja pasien saat itu adalah tumor kavum nasi sinistra.
Gambar 3. Tampak massa penuh menonjol hingga ke nares anterior kiri
Pemeriksaan penunjang yang selanjutnya dilakukan berupa CT scan fokus hidung
dan sinus paranasal irisan axial coronal dengan kesan massa solid densitas heterogen
dengan kalsifikasi di dalam kavum nasi kanan kiri, meluas ke sinus etmoid dan sinus
maksila kiri, massa mendestruksi septum nasi, celulae ethmoidalis dan dinding medial
sinus maksila kiri, curiga malignancy.
Pasien juga menjalani biopsi massa tumor dengan hasil berupa small round
cell tumor with differentiated cartilage component, konsisten untuk extraskeletal
mesenchymal chondrosarcoma.
Gambar 4. CT scan dengan kesan massa solid densitas heterogen dengan kalsifikasi di dalam kavum nasi kanan kiri, meluas ke sinus etmoid dan sinus maksila kiri,massa mendestruksi septum nasi, celulae ethmoidalis dan dinding
medial sinus maksila kiri, curiga malignancy
11
Pasien kemudian didiagnosis dengan extraskeletal mesenchymal chondrosarcoma
pada sinonasal dan direncanakan untuk tindakan ekstirpasi tumor dengan anestesi umum.
Dalam rangka persiapan tindakan, dilakukan pemeriksaan laboratorium lengkap dan foto
Thoraks PA.
Gambar 5. Gambaran histopatologi berupa small round cell tumor with differentiated cartilage component, konsisten untuk extraskeletal mesenchymal
chondrosarcoma.
Pada pemeriksaan darah lengkap didapatkan hasil leukosit 9,47x103/μL,
hemoglobin 14,0 g/dL, hematokrit 43%, trombosit 473x103/μL. Pada pemeriksaan kimia
darah didapatkan SGOT 16,9 U/L, SGPT 8 U/L, albumin 4,75 g/dL, BUN 6 mg/dL,
berupa biopsi ini dilakukan untuk membantu dalam menegakkan diagnosis.12
Penatalaksanaan pada pasien ini adalah tindakan pembedahan berupa
ekstirpasi tumor dengan anestesi umum, kemudian pasien menjalani kemoterapi sebanyak
6 seri. Tindakan pembedahan, kemoterapi dan terapi radiasi direkomendasikan jika
memungkinkan bagi semua pasien dengan mesenchymal chondrosarcoma.12
Hasil pemeriksaan histopatologi dengan hasil berupa gambaran potongan jaringan
tumor yang sebagian ditutupi oleh epitel permukaan berupa epitel respiratorius, tersusun
atas sel-sel neoplastik yang berbentuk bulat hingga spindle dengan sitoplasma sempit, inti
bulat, kromatin bergranular halus hingga kasar dengan anak inti inconspicuous, tampak
infiltratif diantara stroma. Tampak pula fokus-fokus pulau tulang rawan dengan
diferensiasi baik diantara sel tumor. Stroma tampak mengandung banyak pembuluh darah
dengan membentuk pola hemangiopericytic. Tampak pula nekrosis dan ekstravasasi
eritrosit. Didiagnosis sebagai suatu small round cell with differentiated cartilage
component konsisten untuk extraskeletal mesenchymal chondrosarcoma. Hal ini sesuai
dengan literatur bahwa secara histopatologi mesenchymal chondrosarcoma menunjukkan
gambaran berupa gabungan hyaline cartilage dan small round to oval cells dengan nuklei
hiperkromatik, biasanya tersusun dalam pericytomatous vascular pattern.11 Kemudian
dilanjutkan dengan pemeriksaan imunohistokimia secara panel yaitu Vimentin, S100
protein, CD99 dan Ki 67 yang hasilnya terpulas positif. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
membantu menegakkan diagnosis.11,15-19 Kesimpulan berdasarkan gambaran histologik
dan profil imunohistokimia menyokong extraskeletal mesenchymal chondrosarcoma.
V. KESIMPULAN
Dilaporkan satu kasus extraskeletal mesenchymal chondrosarcoma
sinonasal pada pasien perempuan berusia 19 tahun. Kasus ini merupakan kasus yang
sangat jarang terjadi. Korelasi gejala klinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi,
dan histopatologi merupakan prasyarat keberhasilan penatalaksanaan pasien. Diagnosis
ditegakkan dengan bantuan pemeriksaan histopatologi dan
16
imunohistokimia. Penatalaksanaan yang direkomendasikan antara lain dengan
pembedahan, kemoterapi dan terapi radiasi.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Knott PD, Gannon FH, Thompson LDR. Mesenchymal chondrosarcoma of thesinonasal tract: a clinicopathological study of 13 cases with a review of theliterature. The Laryngoscope. 2003;113:783-90.
2. Lee SY, Lim YC, Song MH, Seok JY, Lee WS, Choi EC. Chondrosarcoma of thehead and neck. Yonsei Med J. 2005;46:228-32.
3. Barnes L. Tumors and tumor-like lesions of the soft tissues. Dalam: Barnes L,penyunting. Surgical pathology of the head and neck. Edisi ke-2. New York: MarcelDekker Inc; 2001. h. 1000-2.
4. Ballenger JJ. Anatomy and physiology of the nose and paranasal sinuses. Dalam:Snow BJ, Ballenger JJ, penyunting. Ballenger’s otorhynolaryngology head and necksurgery. Edisi ke-16. Spanyol: BC Decker Inc; 2003. h. 547-61.
5. Putz R, Pabst R. Sobotta. Atlas anatomi manusia jilid 1. Edisi ke-21. Jakarta: EGC;2000.
6. Duque CS, Casiano RR. Surgical anatomy and embryology of the frontal sinus.Dalam: Kountakis S Senior B, Draf W, penyunting. The frontal sinus. Berlin:Springer; 2005. h. 83-7.
7. Leung RM, Walsh WE, Kern RC. Sinonasal anatomy and physiology. Dalam:Ferguson BJ, Ryan MW. penyunting. Bailey's head and neck surgery-otolaryngology. Edisi ke-5. Philadelphia: Lippincott Williams and Wilkins; 2014. h.359- 64.
8. Bolger WE. Anatomy of the paranasal sinuses. Dalam: Kennedy DW, Bolger WE,Zinreich SJ, penyunting. Diseases of the sinuses diagnosis and management.Hamilton: BC Decker; 2001. h. 1-13.
9. Krouse JH, Stachler RJ. Anatomy and physiology of the paranasal sinuses. Dalam:Brook I, penyunting. Sinusitis from microbiology to management. New York: Taylorand Francis; 2006. h. 95-106.
10. Probst R, Grevers G, Iro H. Anatomy, physiology, and immunology of the nose,paranasal sinuses, and face. Dalam: Probst R, Grevers G, Iro H, penyunting. Basicotorhinolaryngology a step-by-step learning guide. Stuttgart: Georg Thieme Verlag;2006. h. 4-6.
11. Saito K, Unni KK. Malignant tumours of bone and cartilage. Dalam: Barnes L,Eveson JW, Reichart P, Sidransky D, penyunting. World Health Organizationclassification of tumours. Lyon: IARC Press; 2005. h. 51-2.
12. Goldberg JM, Grier H. Mesenchymal chondrosarcoma. 2004 [diakses tanggal 1 Februari 2016]. Tersedia di: http://sarcomahelp.org/mesenchymal-chondrosarcoma.html#tpm1_1
13. Lakshmanan P, Jennings PG, Dharmarajan R. Chondrosarcoma. 2016 Sep 12 [diakses tanggal 14 September 2016]. Tersedia di: http://emedicine.medscape.com/article/1258236-overview#a3
16. Mills SE, Gaffey MJ, Frierson HF. Tumors of the upper aerodigestive tract and ear.Dalam Atlas of tumor pathology. Edisi ke-3. Washington DC: Armed Forces Instituteof Pathology; 2000. h.153-67, 175-81, 334-42.
17. Unni KK, Inward CY, Bridge JA, Kindblom LG, Wold LE. Tumors of the bone andjoints. Dalam Atlas of tumor pathology. Edisi ke-4. Washington DC: Armed ForcesInstitute of Pathology; 2005. h. 99-104.
18. Unni KK, Inward CY. Chondrosarcoma. Dalam: Unni KK, Inward CY, penyunting.Bone tumors. Edisi ke-6. Philadelphia: Lippincott William and Wilkins; 2010. h. 92-7.
19. Nakashima Y, De Pineux G, Ladanyl M. Mesenchymal chondrosarcoma. Dalam:Fletcher CDM, Bridge JA, Hogendoorn PCW, Mertens F, penyunting. World HealthOrganization classification of tumour of soft tissue and bone. Lyon: IARC Press;2012. h. 271-72.