II. TINJAUAN LITERATUR Bagian ini akan memaparkan tinjauan literatur yang telah dilakukan, antara lain adalah penjelasan inti Total Quality Management, model penelitian yang dibangun berdasarkan berbagai pemikiran para pakar kualitas, elemen-elemen yang dianalisa, serta hipotesa awal yang diambil dalam mengerjakan penelitian ini. Disamping itu akan dijelaskan pemikiran para tokoh kualitas serta beberapa penghargaan yang melatarbelakangi pembentukan model. 1. TOTAL QUALITY MANAGEMENT Dalam subbab ini, akan dibahas secara garis besar beberapa definisi dari Manajemen Kualitas Terpadu, yang lebih sering dikenal dengan sebutan TQM (Total Quality Management). Sebelumnya akan dijabarkan pula perabahan fase- fase kualitas yang dimulai dari fase inspeksi, dimana fase terakhir perubahannya adalah munculnya bentuk TQM. 1.1 Sejarah Perabahan Fase-Fase Kualitas Manajemen kualitas telah beberapa kali mengalami perabahan. Dale 1 mengatakan bahvva pada era awal, pengendalian kualitas hanya merupakan inspeksi, kemudian berkembang menjadi kontrol kualitas {quality control). Lebih jauh lagi, kontrol kualitas ini membentuk sebuah jaminan kualitas {quality assurance), dimana pada puncaknya membentuk TQM, yang dikenal sebagai era terakhir yang ada. Carrie G. Dale. Managing Quality, 2nd ed. (UK: Prentice Hall, 1994). p. 5.
32
Embed
Evolusi manajemen kualitas dimulai dari prinsip kualitas yang · Evolusi manajemen kualitas dimulai dari prinsip kualitas yang paling awal pada tahun tujuh puluhan, yaitu inspeksi.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
II. TINJAUAN LITERATUR
Bagian ini akan memaparkan tinjauan literatur yang telah dilakukan, antara
lain adalah penjelasan inti Total Quality Management, model penelitian yang
dibangun berdasarkan berbagai pemikiran para pakar kualitas, elemen-elemen yang
dianalisa, serta hipotesa awal yang diambil dalam mengerjakan penelitian ini.
Disamping itu akan dijelaskan pemikiran para tokoh kualitas serta beberapa
penghargaan yang melatarbelakangi pembentukan model.
1. TOTAL QUALITY MANAGEMENT
Dalam subbab ini, akan dibahas secara garis besar beberapa definisi dari
Manajemen Kualitas Terpadu, yang lebih sering dikenal dengan sebutan TQM
(Total Quality Management). Sebelumnya akan dijabarkan pula perabahan fase-
fase kualitas yang dimulai dari fase inspeksi, dimana fase terakhir perubahannya
adalah munculnya bentuk TQM.
1.1 Sejarah Perabahan Fase-Fase Kualitas
Manajemen kualitas telah beberapa kali mengalami perabahan.
Dale1 mengatakan bahvva pada era awal, pengendalian kualitas hanya
merupakan inspeksi, kemudian berkembang menjadi kontrol kualitas
{quality control). Lebih jauh lagi, kontrol kualitas ini membentuk sebuah
jaminan kualitas {quality assurance), dimana pada puncaknya membentuk
TQM, yang dikenal sebagai era terakhir yang ada.
Carrie G. Dale. Managing Quality, 2nd ed. (UK: Prentice Hall, 1994). p. 5.
Evolusi manajemen kualitas dimulai dari prinsip kualitas yang
paling awal pada tahun tujuh puluhan, yaitu inspeksi. Berdasarkan
BS.4778: Part 1, 1987; ISO 8402: 1994, definisi inspeksi adalah:
Aktivitas-aktivitas seperti mengukur, memeriksa, menguji, danmengukur tingkat satu atau lebih karakteristik sebuah produk ataupelayanan dan membandingkannya dengan kebutuhan-kebutuhanyang telah dispesifikasikan sebelumnya untuk menentukankesesuaian.
Era inspeksi ini meliputi beberapa kegiatan antara lain tindakan
penyelamatan produk (salvage), pemilihan (sorting), pengurutan (grading),
pencampuran ulang (reblending), tindakan pembetulan (corrective action),
dan mengidentifikasi penyebab ketidaksesuaian (sources of
nonconformance).
Dari inspeksi ini akan berkembang menjadi aktivitas kontrol
kualitas yang didefinisikan dalam BS.4778: Part 1, 1987; ISO 8402 :1994
adalah sebagai berikut:
Kontrol kualitas adalah sekumpulan teknik dan aktivitasoperasional, dimana kesemuanya ini digunakan dalam usahamemenuhi permintaan-permintaan untuk kepentingan kualitas.
Karakteristik pengendalian kualitas yang digolongkan sebagai bagian dari
kontrol kualitas adalah aktivitas pembuatan panduan kualitas (develop
quality manual), pengadaan data kinerja proses (process performance
data), inspeksi pribadi (self-inspection), pengujian produk (product
testing), perencanaan dasar kualitas (basic quality planning), penggunaan
statistika dasar (use of basic statistic), dan pemakaian kertas kontrol
(paperwork controls).
Setelah itu, tingkat manajemen kualitas meningkat menjadi
jaminan kualitas yang terdiri dari aktivitas pengembangan sistem kualitas
10
{quality system developments), perencanaan kualitas yang lebih maju
{advanced quality planning), pembuatan panduan kualitas yang
kualitas {quality cost), pelibatan dalam operasi-operasi manajemen
{involvement of non-production operation), analisa jenis kegagalan dan
efeknya {failure mode and effect analysis), dan penggunaan peta kendali
mutu {statistical process control). Di dalam BS.4778: Part 1, 1987; ISO
8402 : 1994 juga disebutkan definisi jaminan kualitas secara global
sebagai berikut:
Seluruh perencanaan dan berbagai tindakan sistematik inidiperlukan untuk menyediakan kepercayaan yang cukup bahvvasebuah produk atau pelayanan akan memuaskan denganpemenuhan pertnintaan kualitas.
Dari bentuk jaminan kualitas ini, akan berkembang menjadi
sebuah manajemen kualitas yang lebih terpadu, yang lebih dikenal dengan
nama TQM. Adapun karakteristik bentuk TQM ini adalah penyebaran
kebijakan {policy deployment), pelibatan seluruh pemasok dan seluruh
pelanggan, pelibatan seluruh bentuk operasional, manajemen proses,
pengukuran kinerja {performance measurement), kelompok kerja
{teamwork), dan pelibatan karyawan {employee involvement).
Selain pemaparan di atas, terdapat pula pemaparan lain yang tidak
jauh berbeda. Garvin" salah satunya, membagi era evolusi kualitas ini
menjadi empat era kualitas utama. Adapun keempat era tersebut dibagi
berdasarkan tingkat pengendalian kualitas yang dilakukan, yaitu era
2David A. Garvin. Managing Quality. (New York: The Free Press,1988). p. 37.
11
inspeksi, era penggunaan peta kendali mutu, era jaminan kualitas, dan
terakhir adalah era manajemen kualitas. Dapat dilihat pada tabel 2.1 :
Tabel2.1.
Era Evolusi Kualitas iVlenurut Garvin
Identifikasikarakteristik
Konsentrasiutama
Pandangankualitas
Penekanan
Metode
Inspeksi(1800-an)
Deteksi
Masalah yang haaisdiselesaikan
Keseragaman produk
Pengukuran
Tahapan perubahan fase-fase kualitas
Kontrol kualitassecara statistik(1930-an)
Kontrol
Masalah yang harusdiselesaikan
Keseragaman produkdengan penguranganinspeksi
Alat-alat dan teknik-teknik statistik
Jaminan kualitas(1950-an)
Koordinasi
Masalah yang hamsdiselesaikan dan dita-ngani secara proaktif
Keseluruhan rang-kaian produksi, mulaidesain sampai pema-saran, dan kontribusidari seluruh keiompokfungsional, khususnyapara desainer, untukmencegah kegagalankualitas
Program-program dansistem-sistem
Strategi manajemenkualitas(1980-an)
Dampak strategi
Kesempatankompetitrf
Kebutuhan pasar danpelanggan
Strategi perenca-naan, penetapantujuan, dan meng-gerakkan organisasi
Peran divisi Inspeksi, pemilahan, Penyelesaian masalahkualitas penghitungan, dan dan aplikasi metode
penentuan tingkat statistik
Penanggung Departemen inspeksi Departemen produksijawab kualitas
Pengukuran kualitas, Penentuan tujuan,perencanaan kualitas, pendidikan dandan desain program pelatihan, tugas-
tugas konsultasi antardepartemen, dandesain program
Seluruh departemen,tapi manajemen pun-cak hanya terlibat da-lam desain, perenca-naan, dan pelaksana-an kebijakan kualitas
Seluruh bagian dalamorganisasi, denganmanajemen puncakmempraktekkankepemimpinan yangkuat.
Orientasi dan Kualitas dalam inspeksi Kualitas dalampendekatan pengontrolan
Kualitas dalam proses Kualitas dalampengaturan
Sumber: David A. Garvin. Managing Quality.
Bila kita perhatikan, skema Garvin di atas mempunyai banyak kesamaan pembagian
era dengan Dale. Sebagai catatan, yang dimaksud Garvin dengan era strategi
manajemen kualitas adalah era TQM.
12
1.2 Definisi Total Quality Management
Banyak pakar kualitas yang berusaha mendefinisikan TQM, tetapi
sampai saat ini belum ada suatu rumusan baku. Meskipun demikian inti
dari pendefinisian tersebut mempunyai dasar pemikiran yang hampir sama.
Pada dasarnya TQM didefiniskan sebagai suatu cara meningkatkan
performansi secara terus-menerus pada setiap tingkat operasi atau proses
dalam setiap area fungsional dari suatu organisasi, dengan menggunakan
sumber daya manusia dan modal yang tersedia. Berdasarkan BS.4778: Part
2 (1991), TQM didefinisikan sebagai berikut:
Filsafat manajemen melingkupi semua aktivitas yang di dalamnyakebutuhan-kebutuhan dan ekspektasi-ekspektasi pelanggan danmasyarakat serta tujuan-tujuan dari organisasi dipuaskan dengancara yang paling efisien dan cara pembiayaan yang paling efektifmelalui pemaksimalan potensi seluruh karyawan dalam suatugerakan yang terus berkelanjutan untuk perbaikan.
Menurut Dale3, TQM mencakup komitmen dan kepemimpinan
manajemen puncak, perencanaan dan pengorganisasian, penggunaan
peralatan-peralatan manajemen kualitas dan berbagai teknik pengendalian
kualitas, pendidikan dan training karyavvan, pelibatan karyawan, kelompok
kerja, umpan balik, serta perubahan budaya perusahaan. Berdasarkan
definisi ini, dapat terlihat bahwa TQM merupakan kesatuan yang utuh dan
mencakup seluruh bagian perusahaan.
Beberapa pakar lain memberikan sumbangsih beberapa
pengertian, antara lain Deming Prize Committee4 mendeskripsikan TQM
3Barrie G. Dale. Managing Quality, 2nd ed. (UK: Prentice Hall, 1994). p. 3.4Robin Stephen Mann. "The Development A Framework to assist in the
implementation of TQM'- Disertasi Ph.D. University of Liverpool, 1992.
13
sebagai sebuah sistem dari aktivitas-aktivitas untuk memastikan bahwa
produk dan pelayanan yang diminta oleh pelanggan telah diproduksi sesuai
dengan kualitas yang dibutuhkan dan dikirim secara ekonomis. Disamping
itu menurut Feigenbaum, TQM adalah sebuah sistem kualitas secara total
yang didefinisikan sebagai satu-satunya yang melingkupi keseluruhan
siklus kepuasan pelanggan dari interpretasi atas permintaan utamanya
sampai pada tahap-tahap pemesanan, melalui penyediaan produk dan
pelayanan pada harga yang ekonomis dan pada persepsinya terhadap
produk setelah pelanggan menggunakannya melebihi periode waktu yang
sesuai.
Dale5 berpendapat, elemen TQM meliputi pengadaan dan
penerapan kebijakan, pelibatan pemasok (supplier) dan pelanggan,
pelibatan seluruh operasi yang ada, manajemen proses, pengukuran
kinerja, kelompok kerja, dan pelibatan karyawan. Namun beberapa pakar
kualitas yang lain menitikberatkan TQM pada aspek-aspek yang berbeda.
Empat di antaranya adalah sebagai berikut6:
« Menurut Baldridge, elemen TQM mencakup kepemimpinan, analisa dan
informasi, strategi perencanaan, pengembangan sumber daya manusia,
manajemen proses, hasil-hasil bisnis, fokus pada pelanggan dan
kepuasannya, kualitas yang dikendalikan pelanggan, perbaikan yang
terus menerus, keikutsertaan secara menyeluruh, respon yang cepat,
pencegahan dan perencanaan desain, wawasan jangka panjang,
manajemen berdasarkan fakta, pengembangan secara rekanan
5Barrie G. Dale, op.cit.
14
{partnership), dan tanggung jawab masyarakat.
• Menurut Juran, elemen TQM mencakup identifikasi pelanggan dan
kebutuhan mereka, pengadaan tujuan kualitas yang optimal, pembuatan
ukuran-ukuran kualitas, perencanaan proses pencapaian tujuan, dan
tercapainya hasil-hasil yang saling berkesinambungan dan semakin baik
dalam pangsa pasar, harga pokok, dan pengurangan kesalahan.
° Menurut Crosby, elemen TQM mencakup komitmen manajemen, tim
perbaikan kualitas, ukuran-ukuran, tindakan perbaikan, perencanaan
tanpa cacat (zero-defect), pelatihan kualitas, hari kerja tanpa cacat,
o Menurut Feigenbaum, efek TQM adalah kepemimpinan kualitas,
perkenalan badan usaha secara meiuas, pemotivasian secara
berkelanjutan, pelatihan, dan pengukuran.
2. BEBERAPA PENELITIAN MODEL MANAJEMEN KUALITAS
Dari elemen-elemen yang telah dipelajari di atas, dikembangkan suatu
model yang representatif, yang didukung pula dengan model yang didapatkan
berdasarkan penelitian awal yang diperoleh melalui studi literatur. Terdapat dua
model yang digabungkan untuk diambil intinya dimana penelitian bisa di
fokuskan pada masaiah internal perasahaan terlepas dari ekonomi makro yang
ada. Kedua model tersebut adalah model yang dikembangkan oleh Donald. G.
Sluti dan model sistem manajemen kualitas formal masyarakat ekonomi Eropa
6Sudan disimpulkan dalam penelitian Robin Stephen Mann, loc. cit.
15
(European Quality Award, EQA).
Model manajemen kualitas beserta dampaknya menurut Sluti7 dapat
dilihat pada Gambar 2.1 di bawah ini.
ProduktivitasManufaktur
Gambar 2.1
Model Manajemen Kualitas Menurut Sluti
Sluti beranggapan ada korelasi yang kuat antara elemen-elemen di atas dimana
aktivitas kualitas akan mempengaruhi produktivitas manufaktur dan kinerja
manufaktur, dimana pada akhirnya kedua elemen tersebut akan memberikan
kontribusi yang nyata pada kinerja bisnis. Yang dimaksud dengan kualitas di sini
mencakup kualitas internal berupa tingkat scrap, rework, biaya kualitas, dan
kualitas ekstemal berupa hubungan dengan pelanggan. Produktivitas manufaktur
mencakup pendayagunaan proses serta pengukuran output proses. Kinerja
manufaktur meliputi tingkat WIP dan keterlambatan pengiriman. Kinerja bisnis
meliputi rasio profitabilitas seperti ROA dan ROS.
Meskipun penelitian ini juga mempertimbangkan masalah kegiatan
pengendalian kualitas, tetapi terbatas pada kegiatan yang berkaitan langsung
dengan lantai produksi, seperti model inspeksi yang dilakukan dan training
"Donald.G. Sluti, et al. "Empirical Analysis of Quality Improvement inManufacturing: Survey Instrument Development and Preliminary Results", AsiaPasific Journal of Quality Management, IV, (No. 1. 1995). p. 49.
16
karyawan. Keterbatasan model ini adalah tidak dipertimbangkannya masalah
manajemen kualitas dari awaL, padahal aktivitas kualitas tidak akan berjalan
dengan baik bila tidak didukung dengan sistem manajemen yang baik. Karena itu,
model ini akan dikembangkan lebih luas lagi dengan mempertimbangkan
masalah-masalah manajemen kualitas.
Model kedua adalah model sistem manajemen kualitas formal
masyarakat ekonomi Eropa8. Sistem ini pertama kali ditawarkan pada tahun 1992
oleh suatu lembaga yang disebut EPQM (the European Pondation for Quality
Management). Organisasi EFQM pertama kali didirikan pada tahun 1988 di
Belanda. Pada tahun 1996, EFQM menciptakan sistem manajemen kualitas
dengan misi untuk mendukung manajemen dari perusahaan-perusahaan Eropa
Barat dalam mempercepat proses penciptaan kualitas untuk mencapai keunggulan
kompetitif global. Adapun model tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2 di
bawah ini:
Kepemim-pinan
Kualitas
Strategi danKebijakan
ManajemenSumber Daya
Manusia
Sumber Daya
Proses
KepuasanKaryawan
KepuasanPelanggan
>
Dampak PadaMasyarakat
Hasil-hasilBisnis
Gambar 2.2
Model Sistem Manajemen Kualitas Formal Masyarakat Ekonomi Eropa
Model di atas menggambarkan bahwa kepemimpinan kualitas
8David Lascelles et al. Self-assessment for Business Excellence.(McGrawHill, 1996). p. 107.
17
merupakan dasar dari seluruh kegiatan manajemen kualitas, dimana
kepemimpinan ini nantinya akan mempengaruhi strategi dan kebijakan,
manajemen sumber daya manusia, dan sumber daya. Disamping saling
mempengaruhi satu sama lain, ketiga elemen tersebut juga mempengaruhi proses
produksi. Proses ini akan menimbulkan dampak pada kepuasan karyawan,
kepuasan pelanggan, dan masyarakat. Pada akhirnya, ketiga elemen ini akan
mempengaruhi hasil-hasil bisnis.
Model ini sangat luas, yaitu selain mencakup hal-hal internal seperti
kepemimpinan sampai proses produksi, tetapi juga menilai masalah kepuasan
pelanggan dan dampak pada masyarakat. Untuk kedua elemen terakhir ini tidak
bisa didapatkan informasi hanya berdasarkan data perusahaan secara internal,
tetapi harus dilakukan survei kepada pengguna produk tersebut dan juga pada
masyarakat yang merasakan dampak positif maupun negatif dari industri tersebut.
Berdasarkan pertimbangan ini, model di atas akan disederhanakan untuk dapat
diuji coba terbatas pada kondisi internal perusahaan.
3. PEMBANGUNAN MODEL YANG DUELITI
Dengan mengacu pada banyak hal yang telah dipaparkan di atas, maka
diambil empat elemen utama yang memberikan pengaruh secara langsung
terhadap kualitas, yaitu kepemimpinan, strategi dan kebijakan {strategy and
policy), pekerja {employee)9, dan aktivitas kualitas {quality activity). Secara
keseluruhan, model yang dibangun dapat dilihat pada Gambar 2.3.
9Beberapa tinjauan literatur yang memberikan dukungan terhadap hipotesaini yaitu "Total Quality Management" (karangan John S. Oakland) dan "Introductionto Total Quality" (karangan David L. Goetsch dan Stanley B. Davis).
« Manajemen puncak menambah sasaran kualitas kepada rencana bisnis.
The Malcom Baldridge National Quality Award15 mendefinisikan
kepemimpinan dari sisi yang berbeda, sebagai pemimpin selayaknya
menciptakan nilai-nilai dan ekspektasi-ekspektasi, penentuan arah,
menekankan pemfokusan pada keinginan pelanggan, mengembangkan
sistem kepemimpinan yang efektif, serta selalu menciptakan suasana
komunikasi yang efektif. Dengan sikap pemimpin seperti dipaparkan di
atas, maka penerapan manajemen kualitas dapat dilaksanakan secara
optimal, sehingga membuahkan hasil yang berdampak pada kinerja lantai
produksi.
14Vincent Gaspersz. loc. cit.15Mark Graham Brown. Baldridge Award Winning Quality. (Wisconsin :
ASQC Quality Press). 1997. p. 20.
22
3.2 Strategi dan Kebij akan
Menurut EFQM, strategi dan kebijakan perusahaan seharusnya
didasarkan pada kualitas total. Dua hal ini merupakan landasan bagi
rencana-rencana bisnis yang disusun berdasarkan pada informasi yang
relevan dengan kualitas total dan dikomunikasikan pada semua orang
dalam perusahaan, serta ditinjau ulang dan diperbaiki secara reguler.
Dengan kata lain, seluruh strategi serta kebijakan yang diambil harus
didasarkan pada data fakta yang aktual bukan hanya berdasarkan naluri
bisnis. Seperti disebutkan Vincent16, bahwa salah satu elemen penting dari
TQM adalah membuat keputusan berdasarkan data (fakta), dan bukan
berdasarkan opini. Data-data atau informasi yang seharusnya dijadikan
pegangan dalam penyusunan strategi dan kebijakan perusahaan adalah
umpan balik pelanggan dan supllier, data perbandingan dengan kompetitor,
data kemampuan mesin dan data kecacatan produk.
Manajemen juga perlu melakukan dokumentasi setiap kebijakan
kualitas yang telah dibuat. Dikatakan dalam ISO 9000.117, pihak
manajemen bertanggung jawab atas pendokumentasian kebijakan kualitas
tersebut, termasuk juga tujuan serta komitmen atas kualitas. Kebijakan
kualitas hendaknya sesuai dengan tujuan organisasi dan memenuhi
ekspektasi dari pelanggan. Perusahaan harus memastikan kebijakan
tersebut dimengerti, diimplementasikan dan diperbaharui untuk tiap level
organisasi. Tujuan diadakannya pendokumentasian ini adalah supaya
16Vincent Gaspersz, op.cit, p. 125.17AS/NZS ISO 9000.1:1994. Quality Management and Quality Assurance
Standarts. Parti: Guidelines for Selection and Use. sec. 4.11.
23
kebijakan kualitas tersebut dapat dievaluasi secara berkala, serta bila
didokumentasikan secara spesifik dan didistribusikan secara baik pada
karyawan akan dapat mendorong karyawan untuk bekerja sesuai dengan
kebijakan kualitas yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
Salah satu kebijakan yang sangat mempengaruhi kualitas produk
adalah kebijakan atas pemilihan pemasok bahan baku. ISO 9000 sangat
menekankan hal ini, dalam bagian pembelian tercantum bagaimana
seharusnya evaluasi pemasok dilakukan. Di bawah ini merupakan kutipan
langsung subbab pembelian ISO 900118:
Pihak perusahaan seharusnya :- Mengevaluasi dan memilih pemasok berdasarkan pada
kemampuan mereka dalam memenuhi permintaan perusahaantermasuk sistem kualitas dan pennintaan jaminan kualitaslainnya.
- Mendefinisikan jenis dan tingkat kontrol pemasok. Hal iniselayaknya bergantung pada jenis produk, dampak bahan bakuyang dipasok pada kualitas produk jadi. Dan bilamemungkinkan berdampak pada laporan audit kualitas danlaporan kualitas tentang kemampuan yang telah dinyatakansebelumnya dan kinerja pemasok.
Pemilihan supplier dianggap penting karena bahan baku memberikan
dampak kualitas yang terbesar pada masalah kualitas produk. Dalam
pemilihan pemasok berkualitas ini perusahaan memang tidak diwajibkan
untuk hanya memiliki satu pemasok unggulan. Perusahaan boleh memiliki
beberapa pemasok tetap, tetapi yang terpenting adalah pelaksanaan
evaluasi pemasok secara berkala. Selain itu, hubungan yang harmonis
antara pemasok dengan perusahaan sangatlah diperlukan.
18AS/NZS ISO 9000.1:1994,op. cit, sec. 4.6.
24
3.3 Karyawan
Sudan menjadi rahasia umum bahwa sebagian besar kecacatan
produk disebabkan oleh sumber daya manusianya yang kurang berkualitas.
Banyak hal yang menyebabkan karyawan tidak bisa menghasilkan kerja
yang berkualitas. Pada penelitian ini akan disoroti beberapa hal utama yang
mempengaruhi kualitas kerja karyawan antara lain :
3.3.1 Pendidikan dan Pelatihan
Pendidikan dan pelatihan merupakan elemen penting
untuk pengembangan manajemen kualitas. Seluruh anggota
organisasi mulai dari manajemen puncak sampai karyawan
terendah harus memperoleh pendidikan dan pelatihan untuk
meningkatkan kemampuannya dalam menyelesaikan tugas.
Pada dasarnya pendidikan bertujuan mendidik seluruh
anggota organisasi tentang mengapa sesuatu aktivitas dilakukan,
sedangkan pelatihan bertujuan melatih seluruh anggota organisasi
tentang bagaimana melakukan aktivitas tersebut. Tanpa pendidikan,
tidak akan terjadi perubahan tingkah laku dan sikap karyawan
menjadi lebih baik. Disamping itu, tanpa adanya pelatihan,
perusahaan akan mengalami kesulitan dalam memecahkan
problem-problem yang mungkin timbul19.
Agar pendidikan dan pelatihan dapat menjadi lebih efektif
dalam pengembangan manajemen kualitas, perlu dilakukan apa
19Barrie G. Dale, op.cit. p. 11.
25
yang disebut dengan rencana belajar strategis yang disusun oleh
manajemen puncak. Hal-hal ini mencakup jenis pendidikan dan
pelatihan, siapa yang memberikan, intensitas pelatihan, dan waktu
yang dibutuhkan. Dale20 mengatakan bahwa tidak semua karyawan
akan memperoleh tingkatan yang cukup dalam pendidikan. Mated
pelatihan yang diberikan berupa teori-teori pengembangan keahlian
saja, namun yang tidak boleh dilupakan adalah mempromosikan
pendidikan berkelanjutan serta diberikannya pelatihan
pengembangan diri, sehingga potensi karyawan dapat muncul.
Menurut Feigenbaum21, disamping hal-hal di atas terdapat
dua hal lagi yang dapat menjadikan pendidikan dan pelatihan lebih
efektif. Yang pertama adalah jenis pendidikan tersebut harus
berkaitan dengan pekerjaannya. Kedua, pendidikan dan pelatihan
tersebut harus dilakukan sebagai bagian dari upaya manajemen
kualitas, bukannya merupakan kegiatan terpisah yang diharapkan
dapat memotivasi pekerja.
3.3.2 Pelibatan
Komitmen untuk pengembangan karyawan (khususnya
yang berhubungan langsung dengan proses produksi) harus selalu
ada, yang dimulai dengan kesadaran bahwa mereka juga
merupakan modal perusahaan yang nilainya semakin lama semakin
20Barrie G. Dale, op.cit. p. 12.21Armand V. Feigenbaum. Total Quality Development Into The 1990's: An
International Perspective. Springer - Verlag : IFS Publications. 1988.
26
tinggi. Disamping itu, karyawan adalah bagian dari perusahaan
yang paling mengenal proses produksi karena merekalah yang
terlibat langsung dalam pembuatan produk. Dengan melibatkan
karyawan di dalam pengendalian kualitas maka tingkat
ketidaksesuaian kualitas produk dapat dicegah sedini mungkin,
daripada hanya mengandalkan inspeksi akhir yang mengakibatkan
kerugian biaya yang lebih besar.
Karyawan selaku operator sebaiknya dilibatkan dalam hal
pencatatan dan pengujian produk yang dihasilkannya. Dengan
demikian, mereka dapat lebih berhati-hati dalam menjalankan
proses produksi. Selain itu, sebaiknya karyawan dilibatkan dalam
penyelesaian problem yang timbul dan masih dalam batas
kemampuannya untuk menangani. Hal ini akan lebili menantang
mereka dalam bekerja, bahwa mereka tidak hanya bekerja seperti
mesin tetapi mereka juga merasa puas dengan kemampuan mereka,
dan justru hal inilah yang dapat meningkatkan motivasi kerja
mereka. Selain itu dengan mendorong dan melibatkan mereka
dalam memberikan masukan berupa perbaikan atau pemecahan
permasalahan yang timbuL maka mereka dapat merasa memiliki
perusahaan tersebut karena mereka merasa dilibatkan dalam
peningkatan kinerja penisahaan.
3.3.3 Kepuasan kerj a
Para manajer seharusnya peduli akan tingkat kepuasan
kerja karyawan dalam organisasi, karena terdapat bukti yang jelas
27
bahwa karyawan yang tak terpuaskan lebih sering melewatkan
kerja dan lebih besar kemungkinannya untuk mengundurkan diri.
Perusahaan yang mempunyai tingkat keluar masuk karyawan yang,
besar akan sangat dirugikan. Pekerjaan akan menjadi terhambat dan
produktivitas lantai produksi akan menurun. Disamping itu,
karyawan-karyawan yang baru akan membutuhkan masa
penyesuaian diri yang cukup mempengaruhi kinerja produksi,
sehingga dapat disimpulkan bahwa kepuasan karyawan mempunyai
korelasi yang cukup kuat terhadap produktivitas kerja.
Terdapat beberapa faktor22 yang menentukan kepuasan
kerja karyawan. Namun faktor-faktor tersebut berbeda-beda antara
satu jenjang organisasi dengan jenjang yang lainnya. Dalam
makalah ini, hanya akan dilakukan penelitian terhadap faktor-faktor
yang menentukan kepuasan kerja karyawan di lantai produksi, yang
meliputi sistem gaji dan bonus, jenjang karir, lingkungan kerja,
evaluasi oleh atasan, komunikasi antar karyawan, komunikasi
dengan atasan, peraturan kerja, pelibatan, dan pelatihan.
3.3.4 Motivasi kerja
Motivasi adalah suatu proses yang membangkitkan,
mengarahkan, dan memelihara perilaku manusia dalam mencapai
suatu tujuan tertentu. Penetapan kerja tidak akan dijalankan secara
optimal tanpa pemberian motivasi pada karyawan. Sebagai contoh,
22Robins, Stephen. P. Perilaku, Organisasi : Konsep-Kontroversi-Aplikasi.Jilid 1. Alihbahasa : Hadyana Pujaatmaka. Jakarta : PT. Prenhallindo. 1996.
28
meskipun karyawan dilibatkan dalam pengendalian kualitas, namun
tanpa adanya pemberian motivasi untuk menghasilkan produk yang
berkualitas, mereka tidak akan mempunyai sesuatu yang
mendorong mereka untuk bisa bekerja secara konsisten. Gaji atau
bonus hanya dapat digunakan untuk mendorong mereka sementara
waktu, tetapi di lain pihak justru hal-hal yang nonfisik seperti
pemberian pengertian akan arti penting kualitas dan penetapan
tujuan yang jelas akan dapat lebih mendorong mereka
menghasilkan produk yang berkualitas.
Menurut prinsip Maslow, terdapat lima kebutuhan dasar
manusia yang harus dipenuhi. Dari kebutuhan 5'ang paling dasar,
lima kebutuhan tersebut adalah kebutuhan fisiologis, kebutuhan
akan rasa aman, kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan,
dan kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri. Hezberg
mengembangkan teori kebutuhan Maslow dengan memisahkan
lima jenjang kebutuhan dalam dua kelompok faktor, yakni:
• Faktor pemeliharaan (hygiene), terdiri dari kebutuhan fisiologis,
kebutuhan akan rasa aman, dan kebutuhan sosial. Faktor ini
tidak dianggap sebagai faktor yang mempengaruhi motivasi
secara positif, dan perwujudannya adalah dalam bentuk
kebijakan dan tata usaha perusahaan, pengawasan, pengupahan,
hubungan antar pribadi, dan kondisi kerja.
• Faktor motivasi (motivator), terdiri dari kebutuhan akan
penghargaan dan kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri.
Faktor ini dianggap sebagai faktor yang mempengaruhi
29
motivasi secara positif, dan perwujudannya adalah dalam
bentuk pencapaian hasil kerja, pengakuan atas hasil kerja,
tanggung jawab, dan kesempatan untuk bertumbuh.
Bila disederhanakan, elemen-elemen motivator
berdasarkan teori Hezberg adalah sebagai berikut:
• Faktor pemeliharaan mencakup gaji yang didapat, bonus yang
diperoleh, dan slogan (moto) kerja.
• Faktor motivasi mencakup pemberian tanggung jawab, diskusi
teamwork, pelibatan dalam pengambilan keputusan, pelatihan,
pujian, dan kesempatan memberikan masukan.
3.4 Aktivitas Kualitas
Yang dimaksud dengan aktivitas kualitas dalam penelitian ini
adalah pelaksanaan pengendalian kualitas secara aktif di lantai produksi.
Sistem kualitas modem mempunyai satu karakteristik utama23, yaitu
berorientasi pada pelanggan. Maksud dari karakteristik ini adaiah bahwa
produk yang didesain haruslah sesuai dengan keinginan pelanggan melalui
suatu riset pasar, kemudian diproduksi dengan cara-cara yang baik dan
benar sehingga produk yang dihasilkan memenuhi spesifikasi desain
(memiliki derajat konformansi yang tinggi), serta pada akhirnya
memberikan pelayanan purna jual kepada pelanggan.
Kualitas produk harus dimulai dari desain produk yang
23Vincent membagi sistem kualitas ini menjadi lima karakteristik, danorientasi pada pelanggan merupakan karakteristik utamanya. (Gaspersz, Vincent,op.cit, p. 13.)
30
berkualitas. Untuk mendapatkan desain yang berkualitas dengan tujuan
pemenuhan keinginan pelanggan, maka perusahaan perlu melakukan
penelitian pasar. Terdapat tiga metode untuk melakukan penelitian pasar,
yaitu adanya tim khusus j'ang secara berkala melakukan survey pasar,
hanya mengandalkan umpan balik dari pihak pemasaran, dan hanya
mengandalkan masukan dari pelanggan. Metode penelitian pasar ini
berbeda-beda untuk masing-masing jenis industri. Maka, penentuan
metode penelitian pasar sangat mempengaruhi kemampuan perusahaan
dalam memenuhi keinginan pelanggan.
TQM selalu berpusat pada pemenuhan kepuasan pelanggan,
sehingga umpan balik dari pelanggan adalah hal yang sangat penting yang
harus diperhatikan. Sikap perusahan dalam menanggapi keluhan tersebut
akan mencerminkan sejauh mana perhatian perusahaan dalam menangani
umpan balik dari pelanggan. Dengan menanggapi keluhan pelanggan
secara serius, perusahaan dapat mengevaluasi sistem pengendalian
kualitasnya sehingga kesalahan yang serupa dapat dihindari, serta kejadian
produk cacat yang sampai di tangan pelanggan tidak akan terulang
kembali. Hal ini merupakan hal yang penting, karena kerugian perusahan
akan sangat besar bila produk cacat baru diketahui setelah sampai ke
pelanggan. Beberapa kerugian yang diderita antara lain kerugian bahan
baku, biaya proses produksi (termasuk waktu dan tenaga yang dibutuhkan
untuk memproduksi produk tersebut), biaya distribusi, dan kerugian yang
paling besar adalah kehilangan pelanggan.
Pengendalian kualitas secara internal pada lantai produksi perlu
dilakukan. Metode yang digunakan hams disesuaikan dengan kondisi
31
industri dan jenis produknya. Untuk perusahaan di Surabaya, diidentifikasi
adanya enam cara pengendalian kualitas yang umum digunakan. Enam
cara tersebut antara lain adalah:
• Inspeksi.
• Penggunaan alat-alat statistik: perhitungan yang dilakukan
menggunakan teori-teori statistik untuk mengukur sampel.
Elemen-eiemen ini sangat abstrak dan luas sekali pengeitiannya antara satu
produk dengan produk yang lain. Dalam penelitian ini hanya diambil satu
ciri kualitas produk yaitu dari segi kesesuaian produk dengan standar
{conformance). Elemen kualitas produk ini lebih umum diukur dan
kebanyakan industri sudah mempunyai data-data kesesuaian produk ini.
Derajat kesesuaian produk dapat dilihat dari tingkat kecacatan yang
25Laura B. Forker, et. al. "The Contribution of Quality to BusinessPerformance". International Journal of Operation and Production Management, Vol.16, No. 8. 1996. p. 60-61.
34
dimiliki dan seberapa besar dampak kecacatan produk tersebut terhadap
penambahan biaya kualitas perusahaan. Tingkat kecacatan yang tinggi
dapat mencerminkan tingkat kemampuan industri memproduksi produk
yang sesuai dengan standar yang telah ditetapkan.
Biaya ketidaksesuaian kualitas produk26 biasanya dibagi dalam
dua kategori yaitu biaya kegagalan kualitas internal dan biaya kegagalan
kualitas eksternal. Yang digolongkan dalam biaya internal adalah biaya
yang disebabkan oleh produk cacat yang dibuang {scrap), produk cacat
yang bisa diperbaiki (rework), produk cacat yang dijual dibawah harga
{down grading), dan biaya inspeksi ulang. Biaya penanganan keluhan
peianggan {customer complain handling), produk cacat yang dikembalikan
{product return), dan jaminan keluhan {warranty claim) digolongkan
dalam biaya eksternal.
3.6 Kinerja Manufaktur
Kinerja manufaktur akan ditinjau dari tiga sudut pandang, yaitu
efisiensi penggunaan bahan baku, efisiensi proses produksi dan efisiensi
mesin. Detail elemennya adalah efisiensi bahan baku, kerusakan mesin
atau peralatan, waktu senggang karyawan, efisiensi pekerja, efisiensi
kapasitas mesin, tingkat work in process, dan keterlambatan pengirima.
Elemen kinerja manufaktur diteliti berdasarkan peneiitian yang dilakukan
oleh Sluti. Dengan mengetahui tingkat kinerja manufaktur, bisa diukur
sejauh mana perusahaan sudah mendayagunakan sumber day a yang ada,