EVALUASI PROGRAM BANTUAN DEPARTEMEN KELAUTAN DAN PERIKANAN TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN PEMBUDIDAYA RUMPUT LAUT (Eucheumacottoni ) DI KABUPATEN BANTAENG AN EVALUATION ON AID PROGRAM OF MARITIME AND FISHERY DEPARTMENT FOR THE IMPROVEMENT OF THE INCOME OF SEAWEED (Eucheumacottoni) FARMERS IN BANTAENGREGENCY FARHANAH WAHYU PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2013
143
Embed
EVALUASI PROGRAM BANTUAN DEPARTEMEN ...digilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/Digital...Kabupaten Bantaeng, tidak akan terlepas dari masyarakat pesisir yang berprofesi sebagai
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
EVALUASI PROGRAM BANTUAN DEPARTEMEN KELAUTAN
DAN PERIKANAN TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN
PEMBUDIDAYA RUMPUT LAUT (Eucheumacottoni)
DI KABUPATEN BANTAENG
AN EVALUATION ON AID PROGRAM OF MARITIME AND
FISHERY DEPARTMENT FOR THE IMPROVEMENT OF THE
INCOME OF SEAWEED (Eucheumacottoni) FARMERS
IN BANTAENGREGENCY
FARHANAH WAHYU
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
EVALUASI PROGRAM BANTUAN DEPARTEMEN KELAUTAN
DAN PERIKANAN TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN
PEMBUDIDAYA RUMPUT LAUT (Eucheumacottoni)
DI KABUPATEN BANTAENG
TESIS
Sebagai Salah SatuSyarat Untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Ilmu Perikanan
Disusun dan diajukan oleh
FARHANAH WAHYU
kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawahini
Nama : FARHANAH WAHYU
Nomor mahasiswa : P3300211 413
Program Studi : Ilmu Perikanan
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini benar-
benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan pengambil alihan
tulisan atau pemikiran orang lain. Apabila di kemudian hari terbukti atau dapat
dibuktikan bahwa sebagian atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain,
Saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, 20Agustus 2013
Yang menyatakan,
Farhanah Wahyu
MOTTO PENULIS
Ilmu Itu Adalah Mahkotanya Orang Beriman,
Tanpa Iman, Ilmu Tidak Berarti
Dan Tanpa Mahkota Tidak Kan Dimuliakan.
Ilmu Itu Adalah Wadah Antara Kebenaran Dan Kepalsuan, Tanpa
Ilmu, Letak Kebenaran Dan Kepalsuan Hanya Sebatas Kata Tanpa
Makna.
Jangan Mengejar Ilmu Untuk Dihargai Dan Dihormati
Jangan Mengejar Ilmu tuk Gelar Dan Jabatan
Akan Tetapi, Jadikanlah Ilmu Yang Memuliakan Kita
Karena Apalah daya Gelar Dan Jabatan Jika Kita Tak Sanggup Memantaskan Diri
Kita Untuk Memilikinya!!!
“Yaa Allah, sesungguhnya aku berlindung kepadaMU, jangan sampai aku
sesat atau disesatkan (oleh setan atau orang yang berwatak setan),
berbuat kesalahan atau disalahi, menganiaya atau dianiaya (orang), dan
berbuat bodoh atau dibodohi”.aamiin….
(Riwayat Imam Abu Daud, Imam at Tirmidzi)
“If Allah is all you have, you have all you need”
_farhanah wahyu_
PRAKATA
Segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah
SWT, pemilik segala kesempurnaan, segala ilmu dan kekuatan yang tak
terbatas, yang telah memberikan karunia-Nya kepada penulis sehingga penulis
dapat menyelesaikan tesis ini.
Gagasan yang melatari tajuk permasalahan tesis Evaluasi Program
Bantuan Departemen Kelautan dan Perikanan Terhadap Peningkatan
Pendapatan Pembudidaya Rumput Laut (Euchema cottoni) di Kabupaten
Bantaeng adalah masyarakat di sepanjang pesisir Kabupaten Bantaeng
umumnya bekerja sebagai pembudidaya rumput laut, yang perkembangan
perikanan budidaya tersebut sejalan dengan adanya program DKP dalam
membantu pengembangan dan peningkatan pendapatan mereka.
Banyak kendala yang dihadapi oleh penulis dalam rangka penyusunan
tesis ini, namun Alhamdulillah berkat bantuan dari berbagai pihak baik berupa
doa dan tenaga maka tesis ini dapat selesai tepat waktu. Dalam kesempatan ini
penulis dengan tulus menyampaikan terima kasih kepada keluargaku tercinta
abah H.Wahyudin Thahir, dan umi Hj. Hudriah Harun beserta adik-adikku
Thalhah (alm), Muhtadin, Adnan dan Aqidatul Izzah. Terima kasih pula yang
sebesar-besarnya kepada Prof. Dr. Ir. Aris Baso, M.Si. selaku Ketua Komisi
Penasehat dan Prof. Dr. Ir. Sutinah Made, M.Si. selaku Anggota Komisi
Penasehat atas bimbingannya dalam penyempurnaan tesis ini. Terima kasih
juga penulis sampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Rajuddin Syamsuddin,M.Sc.,
Bapak Dr. Andi Adri Arief, S.Pi, M.Si, dan Ibu Dr. Ir. Hj. Mardiana E.Fachry,
M.Si. selaku penguji yang senantiasa bersedia memberikan masukan dan
saran untuk penyempurnaan tesis ini. Terima kasih juga penulis sampaikan
kepada Ir. Amriani M.Si dan Dwi Ratna S.Pi. dari Dinas Kelautan dan Perikanan
Kab. Bantaeng yang telah banyak membantu dalam rangka pengumpulan data
dan informasi. Terima kasih kepada kanda Arni, kanda Rianty, Bu’yusriani dan
teman-teman seperjuangan mahasiswa Program Pascasarjana Sarjana Ilmu
Perikanan Angkatan 2011, dan penulis ucapkan pula terima kasih kepada
mereka yang namanya mohon maaf tidak tercantum tetapi telah banyak
membantu penulis dalam menyelesaikan penulisan tesis ini.
Akhir kata, meskipun penulis telah bekerja dengan maksimal tentunya
tesis ini tidak luput dari kekurangan. Harapan penulis kiranya tesis ini dapat
memberikan manfaat tambahan ilmu kepada pembacanya dan semoga Allah
SWT senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua.
Aamiin.
Makassar, Agustus 2013
Farhanah Wahyu
ABSTRAK
FARHANAH WAHYU. Evaluasi Program Bantuan Departemen Kelautan dan
Perikanan Terhadap Peningkatan Pendapatan Pembudidaya Rumput Laut (Eucheuma cottoni) di Kabupaten Bantaeng (dibimbing oleh ArisBaso dan Sutinah Made).
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi mekanisme atau prosedur
program bantuan DKP, menganalisis pengaruh program bantuan, dan mengevaluasi program tepat sasaran, tepat jumlah dan tepat waktu pelaksanaan program bantuanDKP.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret sampai April 2013, di Kabupaten Bantaeng. Lokasi penelitian ini dipilih dengan sengaja (purposive) bahwa daerah tersebut merupakan daerah pengembangan usaha budidaya rumput laut (E. cottonii) dan sebagai sentra produksi rumput laut di Sulawesi Selatan.dengan menggunakan metode analisis data kuantitatif, kualitatif dan AHP.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mekanisme masing-masing program memiliki prosedur yang berbeda-beda, dengan hasil pendapatan rata-rata kelompok pembudidaya pada program bantuan APBD-TK I mengalami tingkat pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan program bantuan DKP lainnya. Berdasarkan hasil AHP menunjukkan bahwa sasaran bantuan program bantuan DKP terhadap pembudidaya masih kurang efektif disebabkan kurangnya pengawasan dan pendampingan langsung oleh DKP kepada pembudidaya rumput laut mengenai prosedur program bantuan. Namun, mengenai ketepatan jumlah dan ketepatan waktu penyaluran program pada kelompok pembudidaya yang sudah menerima bantuan menunjukkan hasil AHP yang efesien.
Kata kunci: Evaluasi, Program, DKP, Pendapatan, Pembudidaya rumput laut.
ABSTRACT
FARHANAH WAHYU. An Evaluation on Aid Program of Maritime and Fishery Department for the Improvement of the Income of Seaweed (Eucheumacottoni) Farmers.(supervised by Aris Baso and Sutinah Made).
The aims of research are to evaluate the mechanism or procedure of aid program of Maritime and Fishery Department, to analyze the influence of aid program, and to evaluate the program regarding the appropriateness of target, the appropriateness of number, and punctuality of the implementation of aid program of Maritime and Fishery Department.
The research was conducted in Bantaeng Regency from March to April 2013. The research location was selected purposively in that the area was a center of seaweed (Eucheuma cottoni) and as the center of seaweed production in South Sulawesi. The data were analyzed using quantitative, qualitative, and AHP methods.
The results of the research indicate that mechanism of each program has different procedures in which the average income of farmer groups of the aid program of Kindergarten I Budget has a higher income than the income of aid programs of other Maritime and Fishery Departments. The result of AHP indicates that the target of aid program of Maritime and Fishery Department for the cultivation is still less effective because of the lack of control and direct assistance by Maritime and Fishery Department to farmers of seaweed about the procedure of air program. However, regarding the appropriate number and punctuality of program distribution to farmer groups that have accepted the aid, it is indicated that AHP is efficient.
Key words: evaluation, program, Maritime and Fishery Department, income,
DAFTAR ISI ...........................................................................................
DAFTAR TABEL ....................................................................................
DAFTAR GAMBAR ................................................................................
DAFTAR LAMPIRAN .............................................................................
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .....................................................................
B. Rumusan Masalah ...............................................................
C. Tujuan penelitian ..................................................................
D. Kegunaan Penelitian ............................................................
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Evaluasi Program .....................................................
B. Aspek Kehidupan Masyarakat Pesisir ....................................
C. Konsep Pemberdayaan Masyarakat Pesisir........................
D. Pembangunan Pemerintah Dalam Pemberdayaan Masyarakat Pesisir ......................................
E. Program Bantuan DKP ..........................................................
F. Pengembangan Budidaya RL ................................................
G. Pendapatan ...........................................................................
H. Kerangka Pikir .......................................................................
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian ...........................................................
B. Waktu dan Lokasi Penelitian .................................................
C. Populasi dan Teknik Sampel .................................................
D. Teknik Pengumpulan Data ....................................................
E. Metode Analisis Data .............................................................
F. Analisis Pengolahan Data ......................................................
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sejarah Program Bantuan
DKP Terhadap Pembudidaya RL ..........................................
B. Prosedur penerimaan bantuan
program bantuan DKP .........................................................
C. Pengaruh tingkat pendapatan, kelayakan usaha (R/C)
Ratio dan efesiensi pemasaran pembudidaya RL .................
D. Evaluasi program saluran bantuan dalam tepat
sasaran, tepat waktu dan tepat jumlah..................................
BAB V. PENUTUP
A. Kesimpulan ...........................................................................
B. Saran .....................................................................................
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Daftar nama kelompok pembudidaya RL yang menerima program bantuan DKP ........................................... 2. Hasil rata-rata biaya produksi, total penerimaan, jumlah produksi dan pendapatan .........................
3. Hasil rata-rata kelayakan usaha (R/C) ratio pembudidaya RL ............................................................................ 4. Hasil efesiensi pemasaran pembudidaya RL ....................................
3. Prosedur Kebijakan ........................................................................... 4. Kerangka Konseptual ........................................................................ 5. Mekanisme penerimaan bantuan PNPM-MKP .................................. 6. Mekanisme penerimaan bantuan APBD-TK I ................................... 7. Mekanisme penerimaan bantuan APBD-TK II .................................. 8. Mekanisme penerimaan bantuan PUMP .......................................... 9. Nilai faktor terhadap fokus demi peningkatan keberhasilan program bantuan DKP ................................................. 10. Nilai sasaran bantuan berdasarkan faktor modal Pada evaluasi program ................................................................... 11. Nilai sasaran bantuan berdasarkan faktor luas lahan pada evaluasi program ..................................................................... 12. Nilai jumlah bantuan berdasarkan faktor modal pada evaluasi program ..................................................................... 12. Nilai jumlah bantuan berdasarkan faktor sasaran produksi pada evaluasi program .......................................................
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
1. Peta Lokasi Penelitian....................................................................... ....
2. Data Responden Penerima Program Bantuan DKP .......................... ....
3. Analisis Pendapatan Pembudidaya Rumput Laut ............................. ...
Menurut Korten (1988:69) pemberdayaan adalah peningkatan
kemandirian rakyat berdasarkan kapasitas dan kekuatan internal rakyat atas
SDM baik material maupun non material melalui redistribusi modal.
Selain itu menurut Paul (1987) pemberdayaan berarti pembagian
kekuasaan yang adil (equitable sharing of power) sehingga meningkatkan
kesadaran politis dan kekuasaan kelompok yang lemah serta memperbesar
pengaruh mereka terhadap proses dan hasil-hasil pembangunan.
Pemberdayaan (empowerment) berasal dari Bahasa Inggris, power
diartikan sebagai kekuasaan atau kekuatan. Menurut Robert Dahl (1983:92),
pemberdayaan diartikan pemberian kuasa untuk mempengaruhi atau
mengontrol. Manusia selaku individu dan kelompok berhak untuk ikut
berpartisipasi terhadap keputusan-keputusan sosial yang menyangkut
komunitasnya. Sementara Hulme dan Turner (1990:78) berpendapat bahwa
pemberdayaan mendorong terjadinya suatu proses perubahan sosial yang
memungkinkan orang-orang pinggiran yang tidak berdaya untuk memberikan
pengaruh yang lebih besar di arena politik secara lokal maupun nasional. Oleh
karena itu pemberdayaan sifatnya individual dan kolektif. Pemberdayaan juga
merupakan suatu proses yang menyangkut hubungan kekuasaan kekuatan
yang berubah antar individu, kelompok dan lembaga.
Menurut Talcot Parsons dalam Prijono (1996:123), Power merupakan
sirkulasi dalam subsistem suatu masyarakat, sedangkan power dalam
empowerment adalah daya sehingga empowerment dimaksudkan sebagai
kekuatan yang berasal dari bawah. Pemberdayaan ini memiliki tujuan dua arah,
yaitu melepaskan belenggu kemiskinan dan keterbelakangan dan memperkuat
posisi lapisan masyarakat dalam struktur kekuasaan. Keduanya harus ditempuh
dan menjadi sasaran dari upaya pemberdayaan. Sehingga perlu dikembangkan
pendekatan pemberdayaan masyarakat dalam pembangunan masyarakat.
Pemberdayaan lebih mudah dijelaskan pada saat manusia dalam
keadaan powerlessness (baik dalam keadaan aktual atau sekedar perasaan),
tidak berdaya, tidak mampu menolong diri sendiri, kehilangan kemampuan
untuk mengendalikan kehidupan sendiri (Prijono, 1996:86).
Kieffer (1984:112) menyimpulkan dari penelitiannya bahwa
pemberdayaan mempunyai tiga dimensi yang saling berpotongan dan
berhubungan :
a. Perkembangan konsep diri yang lebih positif.
b. Kondisi pemahaman yang lebih kritis dan analitis mengenai lingkungan
sosial dan politis.
c. Sumberdaya individu dan kelompok untuk aksi-aksi sosial maupun
kelompok.
Grand Theories dari konsep empowerment (pemberdayaan) ini mengacu
pada pengaruh Marx mengenai ada yang berkuasa dan ada juga dikuasai ada
perbedaan kelas semisal majikan dan buruh, distribusi pendapatan yang tidak
merata sampai kekuatan ekonomi yang merupakan dasar dari pemberdayaan
(Prijono, 1996:137).
Pada dasarnya, pemberdayaan masyarakat nelayan bertujuan untuk
mencapai kesejahteraan sosial-budaya dan hal ini menjadi basis membangun
fondasi civil society di kawasan pesisir (Kusnadi, 2007). Untuk mencapai tujuan
ini diperlukan dukungan kualitas sumberdaya manusia, kapasitas, dan fungsi
kelembagaan social ekonomi yang optimal dalam kehidupan warga, serta
tingkat partisipasi politik warga yang tinggi. Oleh karena itu, diperlukan
perencanaan yang komprehensif dan tujuan yang terukur, yang pencapaiannya
dilakukan secara bertahap, dengan memperhatikan kemampuan sumberdaya
pembangunan yang dimiliki oleh masyarakat lokal.
D. Pembangunan Pemerintah Dalam Pemberdayaan Masyarakat Pesisir
Pembangunan adalah proses alami mewujudkan cita-cita bernegara,
yaitu terwujudnya masyarakat makmur sejahtera secara adil dan merata
(Wrihatnolo dan Dwidjowijoto, 2007). Kesejahteraan ditandai dengan
kemakmuran, yaitu meningkatnya konsumsi yang disebabkan oleh
meningkatnya pendapatan. Pendapatan meningkat sebagai akibat hasil
produksi yang semakin meningkat pula.
Proses alami di atas dapat terlaksana jika asumsi-asumsi pembangunan
yang ada, yaitu kesempatan kerja atau partisipasi termanfaatkan secara penuh
(full employment), setiap orang memiliki kemampuan yang sama (equal
productivity), dan masing-masing pelaku ekonomi bertindak rasional (efficient),
dapat dipenuhi. Namun demikian, dalam realitas asumsi-asumsi di atas sangat
sulit dipenuhi.
Pasar seringkali tidak mampu memanfaatkan tenaga kerja dan
sumberdaya alam sedemikian rupa sehingga tak mampu berada pada kondisi
full employment. Tingkat kemampuan dan produktivitas pelaku ekonomi juga
sangat beragam. Kondisi di atas diperburuk oleh kenyataan bahwa tidak setiap
pelaku ekonomi mendasarkan perilaku pasarnya atas pertimbangan-
pertimbangan yang rasional dan efisien. Dalam kondisi demikian, pasar atau
ekonomi telah terdistorsi. Dalam jangka panjang hal tersebut akan melahirkan
masalah-masalah pembangunan, seperti kesenjangan, pengangguran, dan
akhirnya kemiskinan.
Di tengah kondisi distortif tersebut, proses natural dalam pembangunan
tidak dapat terjadi begitu saja. Proses natural harus diciptakan melalui
intervensi pemerintah, dengan kebijakan- kebijakan yang akan mendorong
terciptanya kondisi yang mendekati asumsi-asumsi di atas. Dengan demikian,
dalam pelaksanaan pembangunan nasional ada tiga pertanyaan dasar yang
perlu dijawab.
Pertama, pembangunan perlu diletakkan pada arah perubahan struktur.
Kedua, pembangunan perlu diposisikan pada arah pemberdayaan masyarakat
untuk menuntaskan masalah kesenjangan berupa pengangguran, kemiskinan,
dan ketidakmerataan dengan memberikan ruang dan kesempatan yang lebih
besar kepada rakyat banyak untuk berpartisipasi secara aktif dalam
pembangunan. Ketiga, pembangunan perlu ditempatkan pada arah koordinasi
lintas sektor yang mencakup program pembangunan antar sektor,
pembangunan antar daerah, dan pembangunan khusus.
Dalam implementasinya, usaha untuk menjawab ketiga arah
pembangunan itu harus dilaksanakan secara terpadu, terarah, dan sistematis.
Pemberian ruang dan kesempatan yang lebih besar kepada rakyat untuk
berpartisipasi dapat bersinergi dengan upaya untuk menanggulangi masalah
penganggguran dan kemiskinan (Wrihatnolo dan Dwidjowijoto, 2007).
Konsep pemberdayaan (empowerment) muncul karena dua premis
mayor, yakni kegagalan dan harapan (Friedmann,1992). Kegagalan yang
dimaksud adalah gagalnya model-model pembangunan ekonomi dalam
menaggulangi masalah kemiskinan dan lingkungan yang berkelanjutan.
Sementara itu, harapan muncul karena adanya alternatif-alternatif
pembangunan yang memasukkan nilai-nilai demokrasi, persamaan gender,
persamaan antar generasi, dan pertumbuhan ekonomi yang memadai.
Kegagalan dan harapan bukanlah alat ukur dari hasil kerja ilmu-ilmu
sosial, melainkan lebih merupakan cermin dari nilai-nilai normatif dan moral.
Kegagalan dan harapan akan terasa sangat nyata pada tingkat individu dan
masyarakat. Pada tingkat yang lebih luas, yang dirasakan adalah gejala
kegagalan dan harapan. Dengan demikian, “pemberdayaan masyarakat”, pada
hakekatnya adalah nilai kolektif pemberdayaan individual (Friedmann, 1992).
Keberdayaan masyarakat ini menjadi sumber dari apa yang dalam
wawasan politik pada tingkat nasional disebut ketahanan nasional.
Memberdayakan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan
martabat lapisan masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu
melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata
lain, memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat.
Pemberdayaan masyarakat bukan semata-mata konsep ekonomi,
namun juga secara implisit mengandung arti menegakkan demokrasi ekonomi.
Demokrasi ekonomi secara harfiah berarti kedaulatan rakyat di bidang ekonomi,
dan kegiatan ekonomi yang berlangsung adalah dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat. Konsep ini menyangkut masalah penguasaan teknologi, pemilikan
modal, akses ke pasar dan sumber-sumber informasi, serta ketrampilan
manajemen. Agar demokrasi ekonomi dapat berjalan, aspirasi masyarakat yang
tertampung harus diterjemahkan menjadi rumusan-rumusan kegiatan yang
nyata.
Untuk menerjemahkan rumusan menjadi kegiatan nyata, negara
mempunyai birokrasi. Birokrasi ini harus dapat berjalan efektif, artinya mampu
menjabarkan dan melaksanakan rumusan-rumusan kebijaksanaan Negara
(public policies) dengan baik untuk mencapai tujuan dan sasaran yang
dikehendaki. Dalam konteks Indonesia, masyarakat adalah pelaku utama
pembangunan, sedangkan pemerintah (birokrasi) berkewajiban untuk
mengarahkan, membimbing, serta menciptakan iklim yang kondusif bagi
masyarakat miskin.
E. Program Bantuan Dinas Kelautan dan Perikanan
Strategi pembangunan perikanan dan kelautan provinsi Sulawesi
Selatan meliputi pengelolaan perikanan tangkap, perikanan budidaya,
pengolahan dan pemasaran hasil perikanan, industri kelautan (seperti industri
maritim, perikanan, wisata bahari) yang dikembangkan secara sinergi, optimal,
dan berkelanjutan, maka guna mendukung hal tersebut ditetapkan strategi
sebagai berikut :
1. Mendukung kegiatan Nasional Pengembangan Usaha Mina Pedesaan
(PUMP)
* Pengembangan pelayanan usaha komoditas unggulan rumput laut.
* Pembinaan mutu (pengadaan alat pengolahan) dan pelatihan pengolahan
hasil perikanan)
2. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat – Mandiri Kelautan dan
Perikanan (PNPM-MKP)
* Pengembangan usaha perikanan tangkap usaha skala kecil
* Pengembangan usaha kecil perikanan budidaya
3. Mendukung kegiatan Nasional Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat
(PUGAR)
* Koordinasi dan pemetaan potensi tambak garam
4. Mendukung kegiatan Nasional Penyediaan 4 unit kapal penangkapan ikan
> 30GT
* Penyediaaan alat tangkap kapal (pendampingan APBD)
5. Mendukung kegiatan Nasional Peningkatan ketrampilan nelayan, fasilitas
permodalan, pembinaan KUB perikanan tangkap, asuransi SEHAT (sertifikat
Hak Tanah Nelayan), kartu nelayan
* Pengembangan unit usaha dan ekonomi masyarakat pesisir (pendataan)
6. Mendukung kegiatan Nasional Penyediaan Induk Unggul
* Pengembangan kawasan budidaya air tawar
7. Mendukung kegiatan Nasional Pembinaan UMK perikanan
* Pengembangan dan pembinaan kelembagaan nelayan dan petani ikan
8. Mendukung kegiatan Nasional Gemar Ikan
* Diversifikasi pangan produk lokal
a. Dukungan Program dan Kegiatan Daerah Sul-Sel terhadap Penanggulangan Kemiskinan
Untuk mengimplementasikan kebijakan penanggulangan kemiskinan
Bidang Kelautan dan Perikanan secara terpadu dan tepat sasaran, maka
diperlukan prioritas-prioritas pembangunan yang dianggap dapat memberi
pengaruh yang signifikan terhadap upaya percepatan penanggulangan
kemiskinan yang pada dasarnya dapat menyelesaikan permasalahan yang
dihadapi oleh daerah dan masyarakat miskin diuraikan sebagai berikut:
1. Terpenuhinya hak-hak dasar atas cakupan dan kualitas layanan bagi
masyarakat nelayan dan pembudidaya ikan miskin.
2. Meningkatkan kualitas pelayanan dan bantuan dasar kesejahteraan sosial
bagi masyarakat miskin khususnya di bidang kelautan dan perikanan.
b. Kelompok Program
Kelompok program perlindungan dan bantuan sosial bidang kelautan
dan perikanan terdiri dari beberapa program aksi sebagai berikut:
1. Program pengembangan budidaya perikanan.
2. Pengembangan Pelayanan usaha komoditas unggulan rumput laut.
3. Program perikanan Tangkap, pesisir dan pulau-pulau kecil
4. Tersedianya sarana dan paket teknologi perikanan tangkap
5. Pengelolaan Produksi Perikanan Budidaya, Penyediaan induk dan benih
unggul.
c. Prioritas Kelompok Program Pemberdayaan Masyarakat
Kelompok Program Pemberdayaan Masyarakat tujukan untuk
meningkatkan kemampuan dan pendapatan masyarakat miskin dengan
karakteristik kegiatan program yang bersifat pendekatan partisipatif
berdasarkan kebutuhan masyarakat, penguatan kapasitas kelembagaan
masyarakat, dan pelaksanaan kegiatan oleh masyarakat secara swakelola dan
kelompok. Sasarannya pada kelompok Rumah Tangga Miskin dan Hampir
Miskin.
Prioritas program ini secara operasional diarahkan untuk meningkatkan
kemampuan masyarakat dan atau masyarakat miskin untuk berperan aktif
dalam mengatasi kemiskinan dan ketertinggalannya baik dibidang ekonomi,
social budaya maupun akses pelayanan infrastruktur fisik lainnya.
Pemberdayaan masyarakat merupakan proses pengembangan kemampuan
atau kapasitas, pengembangan peluang dan pengelolaan modal sosial lokal
yang akan difokuskan pada pemenuhan kebutuhan sosial dasar masyarakat;
kemampuan dan keterampilan masyarakat; dan efisiensi dan efektifitas
penyediaan pelayanan umum bagi masyarakat miskin.
d. Sasaran Strategik
1. Terjaminnya partisipasi masyarakat nelayan/pembudidaya ikan miskin
dalam pembangunan daerah.
2. Meningkatnya ketahanan pangan keluarga, kualitas hidup penyandang
masalah kesejahteraan sosial sesuai harkat dan martabat kemanusiaan
3. Meningkatnya kemampuan kelembagaan masyarakat, kelembagaan
kelompok nelayan dan pembudidaya ikan baik laki-laki maupun perempuan
dalam melakukan aktivitas sosial ekonominya khususnya dibidang kelautan
dan perikanan.
4. Meningkatnya akses masyarakat nelayan dan pembudidaya ikan miskin
dalam pemanfaatan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan secara arif dan
berkelanjutan yang didukung dengan ketersediaan sarana dan prasarana
infrastruktur fisik serta teknologi.
e. Program Operasional Pemberdayaan Masyarakat
Beberapa program operasional yang mendukung upaya Pemberdayaan
Masyarakat sebagai berikut :
1. Pengembangan Usaha Mina Perdesaan (PUMP) Budidaya, Tangkap, dan
P2HP
2. Pemberdayaan Usaha Garam Rakyat (PUGAR)
3. Pemberdayaan masyarakat nelayan, pembudidaya ikan, dan pelaku usaha
perikanan lainnya.
4. Pemberdayaan perempuan pesisir.
5. Peningkatan pembinaan keterampilan nelayan dan pemahaman tentang
penangkapan ikan ramah lingkungan
6. Pembinaan masyarakat nelayan dengan pola penangkapan ikan secara
sederhana
7. Program optimalisasi Pengolahan dan pemasaran Produk Perikanan,
Kegiatan Pelatihan Nelayan penerima Paket Bantuan.
f. Prioritas Kelompok Program Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil
Kelompok Program Pemberdayaan Usaha Mikro Kecil (UMK) ditujukan
untuk mengembangkan dan menjamin keberlanjutan usaha mikro dan kecil.
dengan karakteristik kegiatan program memberikan bantuan modal atau
pembiayaan dalam skala mikro, memperkuat kemandirian berusaha, dan akses
pada pasar, meningkatkan keterampilan dan manajemen usaha.
Kelompok program ini secara operasional diarahkan dalam rangka
Pengembangan ekonomi lokal daerah didasarkan pada upaya menggali potensi
sumber daya lokal baik SDA, SDM maupun kelembagaan masyarakat yang
mencakup: kemampuan dan keterampilan masyarakat; akses
masyarakat/pelaku KUKM terhadap permodalan, pasar, informasi dan
teknologi; berjalannya system agribisnis, dan kerjasama dan keterkaitan
kegiatan ekonomi dengan daerah lain khususnya dibidang kelautan dan
perikanan.
g. Sasaran Strategik
1. Meningkatnya partisipasi angkatan kerja dan menurunnya angka
pengangguran.
2. Meningkatknya keterampilan dan semangat wirausaha dibiang kelautan dan
perikanan khususnya bagi masyarakat nelayan dan pembudidaya ikan
miskin.
3. Terciptanya kemitraan masyarakat, perusahaan/swasta, pemerintah dan
lembaga perbankan dalam rangkan mengembangkan sistem agribisnis
usaha tani masyarakat.
h. Program operasional pemberdayaan usaha mikro kecil
Beberapa program operasional yang mendukung upaya pemberdayaan
usaha mikro kecil sebagai berikut :
1. Program optimalisasi Pengolahan dan pemasaran produk Perikanan,
Kegiatan Pembinaan Mutu dan Pelatihan Pengolahan
2. Hasil perikanan
3. Program Pengembangan Unit Usaha Ekonomi Masyarakat Pesisir
4. Pelatihan pemantapan penanganan mutu ikan (handling) pasca tangkap
5. Program Peningkatan dan Pengetahuan keterampilan UMKM dan
penguatan modal
6. Program Pengembangan usaha kecil dan mata pencaharian alternative
7. Pengembangan usaha perikanan tangkap skala tradisional
Kelompok Program-program pendukung yang dapat meningkatkan
aktivitas ekonomi dan kesejahteraan masyarakat miskin antara lain:
1. Bimbingan teknis penanganan hasil perikanan dan bernilai tambah
2. Pengembangan Minapolitan Berbasis Perikanan Budidaya, Penangkapan,
Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan
3. Pengembangan Kualitas dan Kuantitas Komoditas Unggulan Perikanan
4. Penyuluhan Hukum dalam Pendayagunaan Sumberdaya Laut
Dengan kebijakan, strategi, serta program kegiatan di atas diharapkan
dapat menjawab permasalahan yang selama ini dihadapi atau setidaknya
meminimalisir banyaknya permasalahan yang dihadapi khususnya dalam
rangka pengentasan kemiskinan dibidang kelautan dan perikanan.
F. Pengembangan Budidaya Rumput laut
Rumput laut merupakan salah satu hasil komoditi yang sudah banyak
dibudidayakan pemanfaatan yang terbesar adalah sebagai bahan ekspor dalam
bentuk rumput laut kering. Berdasarkan data statistik, pada tahun 2009 total
ekspor rumput laut Indonesia adalah sebesar 17,161.01 ton. Jumlah ini
sebenarnya masih bisa ditingkatkan jika ditinjau dari luas wilayah perairan
Indonesia yaitu sekitar 62% dari keseluruhan wilayah teritorial (Dahuri, 2003).
yang berarti bahwa pengembangan potensi masih kurang dikelola secara
optimal. Hal ini jelas menjadi tantangan bagi kita untuk mencurahkan perhatian
dan upaya yang lebih serius dalam meningkatkan kualitas dan kuantitas
produksi rumput laut di Indonesia.
Sebagai Inkubator atau pusat pembudidayaan komoditas rumput laut
adalah Kabupaten Takalar dan daerah sekitarnya seperti Jeneponto, Bantaeng,
Bulukumba, Sinjai, Selayar dan Pangkep menjadi pendukung/Klaster (DKP,
2004). Untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, juga menghindari
rakyat dari praktek rentenir dan juragan. Program pemerintah yang digalakkan
tersebut, menunjukkan perkembangan yang memuaskan dengan semakin
banyaknya masyarakat pesisir yang mengusahakan budidaya rumput laut yang
secara otomatis mempengaruhi perkembangan luas areal budidaya rumput laut
dan meningkatnya volume produksi rumput laut.
Upaya pengembangan budidaya rumput laut pada tahun 2003 dilakukan
melalui program Intensifikasi Budidaya (Inbud) Rumput Laut di 18 provinsi pada
areal seluas 17.416 hektar. Dengan mendistribusikan benih atau bibit rumput
laut sebanyak hampir 209 ribu ton. Program Inbud Rumput Laut itu dilakukan
dari hulu hingga hilir, mulai dari penyuluhan hingga penyediaan modal. Selain
itu, diharapkan terjadi jaringan kerja sama antar kelompok pembudidaya dari
tingkat kecamatan hingga provinsi untuk mengembangkan bisnis rumput laut
(Dahuri, 2003).
Keberhasilan kegiatan budidaya rumput laut sangat ditentukan oleh
faktor ketersediaan dan kesesuai lahan perairan, oleh karena itu untuk
memperoleh hasil yang optimal dari kegiatan tersebut hendaknya dipilih lokasi
yang sesuai dengan aspek ekobiologinya (persyaratan tumbuhnya).
Bagaimanapun bermutunya bibit yang digunakan kalau lahannya tidak sesuai
dengan karakteristik yang dibutuhkan oleh rumput laut maka hasilnya pasti
tidak seperti yang diharapkan (Ikhsan, 2012).
Selain itu, untuk pengembangan rumput laut tersebut dibutuhkan
partisipasi dari semua pihak yaitu dari pemerintah daerah dalam hal penetapan
kebijakan-kebijakan pengelolaan sumberdaya alam termasuk rumput laut yang
ramah lingkungan dari kalangan perguruan tinggi Universitas Hasanuddin yang
memiliki pola ilmiah pokok “Ilmu Kelautan” yang dicanangkan sejak tahun 1978.
Memiliki banyak staf ahli yang menguasai bidang rumput laut ini.
Kontribusi ilmu pengetahuan ini sebenarnya sudah sering diterapkan
dalam, bentuk penyuluhan lapangan ke daerah-daerah, namun masih bersifat
insidentil. Untuk itu diupayakan adanya partisipasi bersama secara kontinyu
dari pihak universitas, pemerintah daerah dan masyarakat setempat yang
dilakukan dalam bentuk kegiatan-kegiatan bertahap dan menyeluruh dari
rangkaian pengembangan dan pengelolaan rumput laut.
G. Pendapatan
Salah satu dari unsur laporan keuangan adalah pendapatan.
Pendapatan merupakan tolak ukur untuk menilai keberhasilan dari manajemen
dalam pengelolaan suatu usaha. Pengertian pendapatan sering kali disamakan
dengan istilah penghasilan tetapi sebenarnya keduanya berbeda. Seperti yang
dikemukakan oleh IAI (2004: 23.1):
“Penghasilan didefinisikan sebagai peningkatan manfaat ekonomi selama suatu periode akuntansi tertentu dalam bentuk pemasukan atau penambahan aktiva atau penurunan kewajiban yang mengakibatkan kenaikan ekuitas, yang tidak berasal dari kontribusi penanaman modal. Penghasilan (income) meliputi baik pedapatan (revenue) maupun keuntungan (gain).”
Dari definisi di atas kita lihat perbedaan antara penghasilan dan
pendapatan, penghasilan mencakup pendapatan dan keuntungan, sedangkan
pendapatan merupakan arus masuk bruto yang berasal dari usaha atau
kegiatan yang belum dikurangi dengan beban-beban yang ada hubungannya
dengan pendapatan yang bersangkutan. Dalam buku Analisis Laporan
Keuangan, Mahmud M Hanafi dan Abdul Halim (2003: 57) menyatakan bahwa:
Pendapatan didefinisikan sebagai aset masuk atau aset yang naik nilainya atau
hutang yang semakin berkurang atau kombinasi ketiga hal dimuka selama
periode dimana perusahaan memproduksi dan menyerahkan barang atau
memberikan jasa, atau aktivitas lain yang merupakan operasi pokok
perusahaan.
Menurut Zaki Baridwan (2004: 29) pendapatan adalah: Aliran masuk
atau kenaikan lain aktiva suatu badan usaha atau pelunasan utangnya (atau
kombinasi keduanya) selama suatu periode yang berasal dari penyerahan atau
pembuatan barang, penyerahan jasa atau dari kegiatan lain yang merupakan
kegiatan utama badan usaha.
Pada dasarnya ada dua pendekatan terhadap konsep pendapatan
(revenue) yang dapat ditemukan dalam literatur akuntansi. Pertama pendekatan
yang memusatkan perhatian kepada arus masuk (inflow) dari pada assets yang
ditimbulkan oleh kegiatan operasional perusahaan. Pendekatan yang kedua
adalah pendekatan yang memusatkan perhatian kepada penciptaan barang
atau jasa oleh perusahaan dan transfer barang dan jasa tersebut kepada
konsumen atau produsen lain. Dalam hal ini, Kieso, et al (2005: 56)
mengemukan pendapatan sebagai berikut:
“Revenues is inflows or other enhancements of assets of on entity or settlement of its liabilities (or a combination of both) during a period from delivering or producing goods, rendering, services, or other activities that constitute the entity’s ongoing major or central operations”.
Dalam bahasa Indonesia berarti, pendapatan adalah arus kas masuk
atau penambahan lain atas harta atau suatu kesatuan atau penyelesaian suatu
kewajiban (atau kombinasi keduanya) selama suatu periode dari penyerahan
atau produksi barang, penyerahan jasa atau aktivitas lain yang merupakan
operasi utama perusahaan tersebut.
Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa pendapatan merupakan
dasar arus masuk bruto dari manfaat ekonomis yang timbul dari aktivitas
kegiatan normal perusahaan, baik berasal dari aktivitas operasi perusahaan
maupun dari aktivitas non operasi.
1. Pengukuran Pendapatan
Pendapatan harus dapat disajikan secara wajar, tidak boleh diantisipasi
terlalu besar atau terlampau kecil. Pengukuran pendapatan menurut Ikatan
Akuntansi Indonesia (2004: 23.3) dijelaskan bahwa, “Pendapatan harus dapat
diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang dapat diterima.”
Lebih lanjut Ikatan Akuntansi Indonesia menyatakan bahwa: Jumlah
pendapatan yang timbul dari suatu transaksi biasanya ditentukan oleh
persetujuan antara perusahaan dan pembeli atau pemakai aktiva tersebut.
Jumlah tersebut diukur dengan nilai wajar imbalan yang diterima atau yang
dapat diterima perusahaan dikurangi jumlah diskon dagang dan rabat volume
yang diperbolehkan oleh perusahaan (IAI, 2004: 23.3).
Dari penjelasan di atas, maka pengukuran pendapatan mengacu pada
nilai sekarang (present value) dari uang yang akhirnya akan diterima sebagai
hasil proses produksi atau transaksi pendapatan. Dari kriteria ini, jelas bahwa
seluruh retur dan potongan penjualan harus dihubungkan pada pendapatan
yang bersangkutan.
2. Pengakuan Pendapatan
Salah satu masalah yang akan segera timbul dalam pengakuan
pendapatan ini adalah kapan pendapatan itu diakui. Proses penentuan waktu
pengakuan pendapatan, umumnya berkaitan dengan konsep realisasi
pendapatan, bahkan sebenarnya realisasi tersebut lebih penting daripada
timbulnya pendapatan itu sendiri. Dalam hal ini, Harahap (2004: 113) secara
teoritis mengemukan bahwa ”suatu penghasilan akan diakui sebagai
pendapatan pada periode kapan kegiatan utama yang perlu untuk menciptakan
dan menjual barang dan jasa itu setelah selesai”. Penentuan waktu yang
dimaksud Harahap, (2004: 114) ada empat alternatif yaitu:
a. Selama produksi
b. Pada saat proses produksi selesai
c. Pada saat penjualan
d. Pada saat penagihan kas
Keempat alternatif itu sama-sama dipakai dalam pengakuan
pendapatan. Pengakuan pendapatan pada saat produksi berlangsung
diterapkan kepada proyek pembangunan jangka panjang. Pada saat selesainya
produksi dapat diterapkan pada kegiatan pertanian atau pertambangan, pada
saat penjualan dipakai untuk barang perdagangan.
H. Kerangka Pikir
Pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir merupakan program
unggulan dari Dinas Kelautan dan Perikanan di Kabupaten Bantaeng. Program
bantuan DKP secara umum bertujuan untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat pesisir melalui pengembangan kegiatan ekonomi, peningkatan
kualitas sumberdaya manusia dan penguatan kelembagaan sosial ekonomi
dengan mendaya gunakan sumberdaya perikanan dan kelautan secara optimal
dan berkelanjutan.
Sebagian besar penduduk masyarakat pesisir Kabupaten Bantaeng
pada umumnya berprofesi sebagai pembudidaya rumput laut. Usaha rumput
laut merupakan mata pencaharian baru bagi masyarakat pesisir yang hanya
menggunakan teknologi seadanya yang masih tidak mampu untuk
memanfaatkan sumberdaya alam pesisir secara optimal. Dengan peralatan
yang sangat sederhana, maka tidak dapat dipungkiri bahwa pembudidaya
rumput laut masih identik dengan kemiskinan. Dengan semua keterbatasan
yang dimiliki oleh pembudidaya rumput laut, program bantuan pemerintah dari
DKP baik berupa bantuan dana dan peralatan sangat dapat membantu usaha
budidaya rumput laut mereka hingga proses pemasarannya.
Adanya saluran program bantuan pemerintah ini melalui Dinas Kelautan
dan Perikanan di Kabupaten Bantaeng diharapkan tidak hanya sekedar
memberikan bantuan saja materi dan non-materi saja tanpa adanya
peningkatan pendapatan pembudidaya rumput laut pada saat sebelum dan
setelah penerimaan bantuan program. Akan tetapi, program unggulan ini bisa
menjadi jalan keluar atau sebuah langkah awal yang dapat menyelesaikan
masalah-masalah pembudidaya rumput laut baik dalam kehidupan sosial
maupun ekonomi. Oleh karena itu, dengan adanya penerimaan program
bantuan ini perlu dilakukan evaluasi terhadap peningkatan pendapatan
pembudidaya rumput laut sebelum dan setelah penerimaan bantuan. Sehingga,
dapat dijadikan rekomendasi kepada pemerintah DKP mengenai pentingnya
pengaruh program tersebut kepada para pembudidaya. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada skema kerangka pikir sebagai berikut:
Gambar 4. Skema Kerangka Pikir
PUMP
Program Bantuan DKP
Mekanisme dan Prosedur Bantuan DKP
Evaluasi
APBDP-TK1
APBD-TK2
Pengaruh Program Bantuan DKP
PNPM-MKP
Sebelum Setelah
Pembudidaya Rumput Laut
Jenis Bantuan
Pendapatan
Analisis:- Kuantitatif Kualitatif
AHP
Rekomendasi
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang
mendeskripsikan upaya pemecahan masalah atau tindakan yang yang telah
dilakukan untuk mengetahui tingkat pendapatan pembudidaya rumput laut
dalam rangka adanya program bantuan dari DKP Kabupaten Bantaeng, yang
memuat: Subyek penelitian, langkah-langkah atau prosedur penelitian, metode
pengumpulan data, jenis instrumen penelitian yang akan digunakan serta teknik
dan pengolahan analisis datanya.
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian dilakukan mulai bulan Februari sampai April 2013 di
Kabupaten Bantaeng. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (metode
purposive), bahwa Kabupaten Bantaeng yaitu kecamatan Bantaeng,
kecamatan Bissapu dan kecamatan Pa’jukukang masyarakat pesisir di
sepanjang pesisir kecamatan tersebut bergerak sebagai pembudidaya
rumput. Selain itu, Kabupaten Bantaeng juga merupakan sentra industri
pengolahan rumput laut di Sulawesi Selatan yang hingga kini jumlah kelompok
industri rumah tangga yang bergerak dalam bidang pengolahan Rumput Laut
sudah mencapai 48 kelompok (DKP Kab. Bantaeng, 2013).
C. Populasi dan Teknik Sampel
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan teknik cluster sampling. Menurut Setiawan, N (2005) teknik
cluster sampling yaitu populasi dibagi ke dalam satuan-satuan sampling yang
besar, teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel jika sumber data
sangat luas.
Pengambilan sampel didasarkan populasi yang telah ditetapkan, yaitu
pegawai DKP yang berperan penting sebagai pengambil kebijakan terhadap
pelaksanan program bantuan sebanyak 4 orang, kelompok pembudidaya
rumput laut yang tidak mendapatkan program bantuan sebanyak 3 orang, dan
kelompok pembudidaya rumput laut yang memperoleh program bantuan DKP
tahun 2012 sebanyak 68 orang yang terdiri dari ketua dan bendahara kelompok
yaitu kelompok PUMP sebanyak 5 kelompok, PNPM-MKP sebanyak 15
kelompok, APBD-TK II sebanyak 10 kelompok dan APBDP-TK I sebanyak 5
kelompok. Sehingga, jumlah sampel yang dianalisis dalam penelitian ini
sebanyak 75 orang.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan 2 cara yaitu
teknik pengumpulan data primer dan teknik pengumpulan data sekunder,
sebagai berikut :
1. Teknik pengumpulan data primer
a. Pengamatan (observation), yaitu Pengamatan dilakukan dengan dua
cara yaitu, pengamatan biasa dan berpartisipasi. Data yang
dikumpulkan melalui pengamatan biasa adalah data yang dapat
diamati oleh peneliti tanpa menuntut keterlibatan secara langsung.
Jenis data yang diperoleh dengan cara ini adalah antara lain, keadaan
pemukiman penduduk, peranan dalam aktifitas budidaya rumput laut,
pola aktivitas dan kegiatan sehari-hari penduduk.
b. Wawancara mendalam, yaitu mengumpulkan data secara langsung melalui
diskusi ataupun tanya jawab antara pewancara dengan informan.
Wawancara mendalam ( in-depth interview) didalamnya berlangsung
tanya jawab dan pembicaraan terlibat mengenai berbagai aspek
permasalahan yang akan dicari dalam penelitian.
b. Kuesioner ( Angket ), yaitu jenis teknik pengumpulan data yang
digunakan sebagai pendamping dalam pengumpulan data. Angket
berisikan format daftar pertanyaan yang memberi pilihan jawaban pada
responden dan berkaitan dengan permasalahan.
2. Teknik pengumpulan data sekunder
a. Studi Pustaka, Studi pustaka dilakukan untuk menelaah sejumlah
sumber tertulis, dalam rangka memperoleh data, baik primer maupun
sekunder yang berkaitan dengan tujuan penelitian yang dimaksud.
b. Dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang relevan dengan penelitian
dan tersedia pada instansi atau lembaga yang terkait serta
pengambilan gambar di lapangan (pemotretan).
E. Metode Analisis Data
Metode yang digunakan untuk mencapai tujuan penelitian digunakan
Analisis kuantitatif, kualitatif dan Analitycal Hierarchy Process (AHP).
1. Analisis Kuantitatif dan Kualitatif
Metode analisis data dalam penelitian ini dilakukan pada saat pengumpulan
data berlangsung, dan selesai setelah pengumpulan data dalam periode
tertentu. Metode analisis kualitatif digunakan untuk menganalisis data yang
memberi keterangan dan menjelaskan hasil data analisis yang telah diperoleh
dari data yang diolah dan analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis
sesuai dengan pengukuran yang dinyatakan dalam bentuk angka. Rumusan
masalah yang digunakan dalam metode analisis ini adalah rumusan masalah
pertama tentang mekanisme program bantuan, rumusan masalah kedua
mengenai pengaruh program bantuan Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP)
terhadap peningkatan pendapatan pembudidaya rumput laut dan rumusan
masalah ketiga yaitu evaluasi program bantuan DKP dalam sasaran bantuan,
jumlah dan waktu. Komponen tersebut adalah reduksi data, kajian data dan
penarikan kesimpulan dalam bentuk narasi untuk mengetahui hasil evaluasi
pelaksanaan program bantuan DKP berdasarkan dari input (masukan), process
(proses), output (keluaran), outcome (hasil), benefit (manfaat) dan impact
(dampak) terhadap pendapatan pembudidaya rumput laut.
2. Analitycal Hierarchy Process (AHP)
Analitycal Hierarchy Process (AHP) AHP merupakan suatu model
pendukung keputusan yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty. Model
pendukung keputusan ini akan menguraikan masalah multi faktor atau multi
kriteria yang kompleks menjadi suatu hirarki, menurut Saaty (1993), hirarki
didefinisikan sebagai suatu representasi dari sebuah permasalahan yang
kompleks dalam suatu struktur multi level dimana level pertama adalah tujuan,
yang diikuti level faktor, kriteria, sub kriteria, dan seterusnya ke bawah hingga
level terakhir dari alternatif. Rumusan masalah yang menggunakan metode
analisis ini adalah rumusan masalah pada poin pertama dan ketiga yaitu
mekanisme dan prosedur program bantuan Dinas Kelautan dan Perikanan
(DKP) dan rumusan masalah poin ketiga yaitu proses pemberian bantuan
program terhadap pembudidaya rumput laut. Sehingga AHP dapat digunakan
untuk merangsang timbulnya gagasan untuk melakukan tindakan kreatif dan
untuk mengevaluasi keefektifan program tersebut. Selain itu untuk membantu
para pemimpin dalam menetapkan informasi apa yang patut dikumpulkan guna
mengevaluasi pengaruh faktor-faktor relevan dalam situasi yang kompleks.
F. Analisis Pengolahan Data
Adapun analisis pengolahan data yang nantinya akan diperoleh dari
pembudidaya rumput laut yang akan diolah sesuai variabelnya, sebagai berikut:
1. Analisis Evaluasi Peningkatan Pendapatan
a. Pendapatan
Untuk mengetahui Jumlah pendapatan yang diperoleh pembudidaya
rumput laut digunakan rumus sebagai berikut :
π = TR - TC
Dimana :
TC = FC + VC
TR = Y . Py
Keterangan :
π : Pendapatan pembudidaya rumput laut (Rp)
TR : Total penerimaan dari usaha pembudidaya (Rp)
TC : Total Biaya (Rp)
FC : Biaya tetap (Rp)
VC : Biaya variabel (Rp)
Y : Produksi (Kg)
Py : Harga Y (Rp/Kg)
Dengan kaidah keputusan Jika TR > TC, maka peningkatan pendapatan
pembudidaya rumput laut yang dilakukan mampu menghasilkan laba dengan
adanya program bantuan pemerintah DKP di Kabupaten Bantaeng.
b. Produksi
Selanjutnya, diterapkan analisis pendapatan dan biaya, digunakan untuk
mengetahui hasil yang akan diperoleh dari usaha tersebut cukup
menguntungkan atau sebaliknya. Analisis perhitungan ini menggunakan rumus
:
R/C Ratio =
Dimana :
TR : Total penerimaan usaha budidaya rumput laut
TC : Total biaya usaha pembudidaya
Kriteria yang digunakan :
R/C Ratio > 1 = usaha dikatakan menguntungkan
R/C Ratio < 1 = usaha dapat dikatakn merugikan
R/C Ratio = 1 = maka usaha dapat dikatakan imbas.
c. Efisiensi Pemasaran
Soekartawi (2003) menyatakan bahwa efisiensi pemasaran adalah
nisbah antara total biata dengan total nilai produk yang dipasarkan, atau dapat
dirumuskan :
EPs = (TB / TNP) X 100%
Dimana :
EPs : Efesiensi Pemasaran
TB : Total biaya
TNP : Total nilai produk
Kriteria yang digunakan :
0 - 30% : efesien
30% - 60% : kurang efesien
60%-100% : tidak efesien
2. Analisis Evaluasi Program Tepat Sasaran, Waktu, dan Jumlah Melalui Analitycal Hierarchy Process (AHP)
Suatu elemen dalam matriks dibandingkan dengan dirinya sendiri maka
hasil perbandingan diberi nilai 1. Skala 9 telah terbukti dapat diterima dan bisa
membedakan intensitas antar elemen. Hasil perbandingan tersebut diisikan
pada sel yang bersesuaian dengan elemen yang dibandingkan. Skala
perbandingan perbandingan berpasangan dan maknanya yang diperkenalkan
oleh Saaty (1993) dapat dilihat di bawah ini:
1 = Kedua elemen sama pentingnya, Dua elemen mempunyai pengaruh yang
sama besar
3 = Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen yanga lainnya,
Pengalaman dan penilaian sedikit menyokong satu elemen dibandingkan
elemen yang lainnya.
5 = Elemen yang satu lebih penting daripada yang lainnya, Pengalaman dan
penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan elemen yang
lainnya
7 = Satu elemen jelas lebih mutlak penting daripada elemen lainnya, Satu
elemen yang kuat disokong dan dominan terlihat dalam praktek.
9 = Satu elemen mutlak penting daripada elemen lainnya, Bukti yang
mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat
penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan.
2,4,6,8 = Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan-pertimbangan yang
berdekatan, Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi di antara 2 pilihan
Kriteria yang digunakan :
AHP ≤ 0.1 : efektif
AHP > 0.1 : tidak efektif
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sejarah Program Bantuan DKP Terhadap Pembudidaya Rumput Laut
Pengentasan kemiskinan melalui program pemberian bantuan di wilayah
pesisir merupakan salah satu pelaksanaan pembangunan Dinas Kelautan dan
Perikanan. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penduduk
miskin Kabupaten Bantaeng pada tahun 2009 mencapai 40,13% jiwa. Sebagian
besar dari jumlah tersebut adalah masyarakat pesisir, termasuk pembudidaya
rumput laut. Kemiskinan memang merupakan salah satu masalah pokok yang
harus ditanggulangi oleh pemerintah khususnya Dinas Kelautan dan Perikanan
dalam pelaksanaan pembangunan kesejahteraaan sosial masyarakat peisisir.
Salah satu usaha dalam pembangunan kesejahteraan sosial yang telah
dilaksanakan oleh Dinas Kelautan dan Perikanan yaitu dengan adanya program
bantuan modal dan peralatan dalam peningkatan pendapatan pembudidaya
rumput laut. Beberapa program bantuan tersebut adalah Pengembangan
Usaha Mina Pedesaan (PUMP), Anggaran Perubahan Belanja Daerah - Tingkat
II (APBD- TK.II), Anggaran Perubahan Belanja Daerah Provinsi - Tingkat I
(APBDP- TK.I), dan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat – Mandiri
Kelautan dan Perikanan (PNPM-MKP).
PNPM-MKP merupakan program bantuan yang mulai menyalurkan
program bantuannya kepada pembudidaya rumput laut sejak tahun 2002.
Program bantuan ini memberikan bantuan berupa bantuan dana uang tunai
kepada para pembudidaya dalam pengembangan budidaya rumput laut
mereka. Program DKP kedua adalah APBD-TK I yang merupakan program
bantuan DKP yang berumber dari dana bantuan pemerintah tingkat provinisi.
Program bantuan ini mulai tersalurkan kepada pembudidaya rumput laut sejak
tahun 2002, yang memberikan bantuannya kepada pembudidaya rumput laut
berupa alat dan bibit rumput laut.
Program DKP ketiga adalah APBD-TK II yang merupakan program
bantuan DKP yang dananya bersumber dari dana pemerintah Kabupaten
Bantaeng yang program bantuannya kepada pembudidaya rumput laut sejak
tahun 2002.
Berikut ini kutipan wawancara dari saudari Ani (38 thn) seorang pegawai
negeri DKP, sebagai berikut :
“Penyaluran bantuan Progam dari APBD-TK I, APBD-TK II dan PNPM-MKP kepada pembudidaya rumput laut berjalan sejak tahun 2002. Progam bantuan tersebut tersalurkan seiring dengan perkembangan budidaya rumput laut di Kabupaten Bantaeng”
Selanjutnya, program bantuan ke-empat adalah PUMP yang merupakan
program bantuan baru dari DKP yang berdiri mulai tahun 2011 hingga
sekarang, program bantuan ini merupakan bagian dari program bantuan
sebelumnya yaitu PNPM-MKP yang menyalurkan bantuan kepada para
pembudidaya berupa bantuan modal atau yang tunai.
Berikut ini kutipan wawancara dari saudari Marwah (42 thn) seorang
pegawai negeri DKP, sebagai berikut :
“Program bantuan PUMP merupakan program bantuan baru, program bantuan ini sama halnya dengan program bantuan PNPM-MKP. Hanya nama program bantuan yang berbeda akan tetapi penyalurannya tetap sama”
Berdasarkan kutipan wawancara di atas menunjukkan bahwa koordinasi
program bantuan PNPM-MKP kepada pembudidaya rumpu laut yang telah
mendapatkan program bantuan tetap berjalan, meskipun pada tahun 2011
nama program tersebut diubah Pengembangan Usaha Mina Pedesaan
(PUMP). Hal tersebut dipertegas dalam buku pedoman teknis PUMP perikanan
budidaya tahun 2011, bahwa program bantuan PNPM-MKP dilaksanakan
melalui kegiatan pengembangan usaha mina pedesaan (PUMP) perikanan
budidaya yang berada pada Direktorat Jendral Perikanan Budidaya (DKP,
2011).
B. Prosedur Penerimaan Bantuan Program DKP
Salah satu hal penting yang mendukung kelancaran program bantuan
DKP adalah diperlukan hubungan kerjasama yang baik antara pemerintah
dengan pembudidaya rumput laut untuk mencapai tujuan bersama. Hal tersebut
mengacu kepada salah satu kebijakan program bantuan pembangunan DKP
selama periode 2008-2013 adalah peningkatan produksi rumput laut sebagai
produk unggulan melalui peningkatan kelembagaan jumlah kelompok
pembudidaya rumput laut.
Untuk memudahkan penyaluran program bantuan usaha yang dilakukan
oleh Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) adalah dibentuknya beberapa
kelompok pembudidaya berdasarkan jenis program bantuan yang ada. Jumlah
kelompok dari masing-masing program tersebut berbeda-beda sesuai dengan
kelompok pembudidaya yang sanggup memenuhi prosedur atau mekanisme
pada tiap-tiap program.
Berikut ini tabel 1 daftar nama-nama kelompok pembudidaya rumput laut
yang menerima bantuan dari program DKP Kabupaten Bantaeng dimana daftar
penerima program tersebut diambil pada tahun 2010 khusus untuk program
PNPM-MKP dan daftar penerima program APBD TK I, APBD TK II dan PUMP
pada tahun 2012.
Tabel 1 : Daftar nama-nama kelompok pembudidaya yang menerima program
bantuan DKP Kab. Bantaeng.
No Nama Program
DKP
Nama Kelompok
Pembudidaya
Jumlah anggota
(orang)
1 PNPM-MKP
(2010)
BAKAL TIMUR 10
TAMPUNG TIMUR I 10
TAMPUNG TIMUR II 10
SINAR LAUT 10
ALGA LEMBANG 10
PESISIR TAMALANGE II 13
HIDAYAT II 10
SIPAKAINGA LEMBANG II 10
MANNGGARA BOMBANG 10
ASSAMATURU 10
JULU ATI 10
TUNAS MANDIRI II 10
SIPAKALA' BIRI 10
ABULO SIBATANG II 10
KASOREANG JAYA 10
2 APBD-TK I
(2012)
MANGGARA BOMBANG 10
BIOTA LAUT 10
SEJAHTERA 10
KARANG BATU 10
SIPAKAINGA 10
3 APBD-TK II
(2012)
PASIR PUTIH 10
ASSIANA 10
ABBULO' SIBATANG 10
SINAR PICO' 10
PESISIR UJUNG KATINTING 10
BINGKAPPO JAYA 10
SEJATI 10
RL. SEJAHTERA 10
SIPAKAINGA' 10
SEJALAN 10
Lanjutan Tabel 1 : Daftar nama-nama kelompok pembudidaya yang menerima
program bantuan DKP Kab. Bantaeng.
4 PUMP
PANOANG II 10
SETIA KAWAN 10
BARUGA 10
UJUNG KATINTING 10
MANDIRI 10
Sumber: Data Sekunder DKP Bantaeng, 2013.
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa masing-masing
kelompok penerima program bantuan tersebut memiliki prosedur bantuan yang
berbeda-beda untuk memperoleh bantuan dari program DKP Kabupaten
Bantaeng. Perbedaan mekanisme atau prosedur yang dilakukan untuk
mendapatkan bantuan program tersebut dapat dilihat dari masing-masing
program sebagai berikut:
1. PNPM-MKP
Hasil data dari program PNPM-MKP Kabupaten Bantaeng diambil pada
tahun 2010, dengan jumlah penerima sebanyak 15 kelompok. Masing-masing
kelompok terdiri dari 10 orang dan salah satu kelompok diantaranya terdiri 13
orang karena kelompok tersebut merupakan kelompok kedua yang dibentuk
oleh DKP Kabupaten Bantaeng dengan nama kelompok Pesisir Tamalange II.
Mekanisme masing-masing kelompok program ini memiliki prosedur sebagai
berikut:
Gambar 5: Mekanisme program PNPM-MKP
Berdasarkan gambar di atas dapat dijelaskan bahwa mekanisme
penerima program bantuan PNPM-MKP terdiri dari pembudidaya rumput laut
yang sudah menjalankan usaha budidaya tersebut minimal sejak 2 tahun
terakhir. Dimana masing-masing identitas pembudidaya tersebut memiliki
merupakan asli penduduk setempat yang memiliki lokasi usaha yang jelas dan
bersedia untuk dibina oleh pihak DKP selama program tersebut berjalan.
2. APBD-TK I
Program bantuan dari APBD-TK I merupakan program bantuan dari
tingkat provinsi yang memberikan bantuannya kepada pembudidaya rumput
laut berupa bibit dan peralatan budidaya. Jumlah kelompok pembudidaya yang
menerima program bantuan ini pada tahun 2012 sebanyak 10 kelompok yang
masing-masing kelompok terdiri dari 10 orang. Adapun mekanisme untuk
Kelompok pembudidaya RL
Jenis usaha sudah berjalan 2 tahun
Kelembagaan diketahui oleh
pemerintah setempat
Diprioritaskan pada masing-masing
yang bergerak kemitraan
Lokasi usaha yang jelas
Siap dibina oleh DKP
mendapatakan penerimaan bantuan program DKP APBD-TK I ini sebagai
berikut:
Gambar 6: Mekanisme program APBD-TK I
Berdasarkan gambar tersebut menjelaskan bahwa mekanisme penerima
program bantuan APBD-TK I terdiri dari pembudidaya rumput laut yang
berdomisili sebagai masyarakat pesisir setempat dan tidak memiliki mata
pencaharian lain selain sebagai pembudidaya rumput laut. mekanisme program
bantuan ini juga mensyaratkan bahwa penerima program bantuan tidak
mendapatkan program bantuan lain selain APBD-TK I itu sendiri dan masing-
masing anggota kelompok bersedia untuk dibina selama kurang lebih dua
tahun.
Memiliki kelompok usaha
Tidak memiliki usaha lain selain
budidaya Rumput Laut
Berdomisili masyarakat pesisir
Bukan Pegawai Negeri Sipil
(PNS) atau ABRI
Pemberian bantuan sekaligus
Pendampingan dari KKP ± 2 tahun
3. APBD-TK II
Program bantuan APBD-TK II merupakan program bantuan dari
pemerintah daerah Kabupaten Bantaeng kepada pembudidaya rumput laut.
jumlah kelompok penerima bantuan tersebut pada tahun 2012 terdiri dari 10
kelompok dimana masing-masing kelompok tersebut terdiri dari 10 orang.
Seperti halnya dengan program bantuan sebelumnya, program bantuan ini
memiliki prosedur atau mekanisme sebagai berikut:
Gambar 7: Mekanisme program APBD-TK II
Mekanisme program bantuan APBD-TK II teridiri dari pembudidaya
rumput laut yang tidak pernah atau sedang mendapatkan program bantuan
usaha budidaya rumput laut dari program bantuan lain. Mekanisme selanjutnya
yaitu pembudidaya tersebut mendapatkan izin dari kelurahan setempat yang
telah dinyatakan layak untuk menerima program bantuan yang tiap kelompok
terdiri dari 10 orang anggota dan pemberian bantuan sesuai dengan
permintaan kelompok yang kemudian akan menjalani monitoring selama 3
bulan.
Tidak pernah menerima atau sedang menerima program bantuan lain
Mendapatkan izin dari kelurahan setempat
Anggota terdiri 10 orang
Bantuan diberikan sesuai permintaan
Monitoring selama 3 bulan
4. PUMP
Pengembangan Usaha Mina Pedesaan Perikanan Budidaya yang
selanjutnya disebut dengan PUMP Perikanan Budidaya merupakan program
bantuan baru dari Dinas Kelautan dan Perikanan dan PUMP tersebut
merupakan bagian dari program bantuan PNPM-MKP. Jumlah kelompok
pembudidaya yang menerima program bantuan ini terdiri dari 5 kelompok,
dimana jumlah anggota pada masing-masing kelompok sama halnya dengan
program bantuan sebelumnya yang terdiri dari 10 orang. Seperti yang
dijelaskan sebelumnya bahwa program bantuan ini merupakan program
bantuan baru, sehingga prosedur atau mekanisme untuk memperoleh bantuan
ini memiliki aturan yang berbeda dengan program bantuan sebelumnya. berikut
ini gambar mekanisme penerimaan bantuan dari program PUMP sebagai
berikut:
Sosialisasi oleh DKP
Penyusunan dan pengusulan RUK dan
RUB serta dokumen lainnya
Identifikasi dan seleksi calon
Penyaluran BLM
Pemanfaatan BLM
Pendampingan
Pembinaan, pengawasan, dan pengendalian
Pemantauan dan evaluasi
Pelaporan
Gambar 8: Mekanisme program PUMP
Pelaksanaan dan mekanisme pada program PUMP yaitu pihak DKP
melakukan sosialisasi kepada pembudidaya mengenai pemberian program
bantuan ini, kemudian diadakan seleksi dan identifikasi penerima bantuan.
Kelompok pembudidaya yang lolos pada tahap seleksi dan identifikasi tersebut
selanjutnya wajib menyusun Rencana Usaha Kelompok (RUK) dan Rencana
Usaha Bersama (RUB) mengenai budidaya rumput laut mereka yang kemudian
penyaluran dananya akan ditujukan kepada masing-masing kelompok. Tiap
kelompok pembudidaya bersedia untuk dibina, dievaluasi dan mendapatkan
pengawasan langsung oleh DKP mengenai pemanfaatan dana yang diterima
dan membuat laporan mengenai perkembangan budidaya rumput laut mereka
setelah menerima program bantuan tersebut.
Berdasarkan keempat prosedur atau mekanisme dari masing-masing
program di atas pada umumnya memproriitaskan penerima program
bantuannya kepada pembudidaya rumput laut yang berdomisili pada daerah
pesisir setempat dan memiliki tingkat perekonomian yang masih rendah.
Namun, kenyataannya terdapat beberapa anggota dari kelompok pembudidaya
rumput laut yang menerima program bantuan tersebut tergolong mampu dalam
hal ekonomi akan tetapi tetap memperoleh bantuan dari DKP meskipun mereka
tinggal pada daerah pesisir. Sehingga, hal tersebut tidak sesuai dengan
prosedur program yang dibuat oleh DKP sendiri.
Berikut ini kutipan wawancara dari saudara Adi (32 thn) pembudidaya
rumput laut yang tidak mendapatkan program bantuan, sebagai berikut :
“mereka mendapatkan program bantuan dari DKP karena mereka dapat membaca dan menulis untuk membuat proposal permintaan bantuan. Selain itu, mereka memiliki hubungan dekat dengan orang-orang yang bekerja di kantor kecamatan”
Kutipan wawancara tersebut menunjukkan bahwa beberapa anggota
kelompok pembudidaya rumput laut yang menerima program bantuan adalah
pembudidaya rumput laut yang mampu dalam ekonomi dan pendidikan.
Sehingga, pelaksana program bantuan DKP yang bertugas sebagai
pendamping pembudidaya rumput laut harus betul-betul mendampingi dan
membantu para pembudidaya rumput laut dalam pembentukan kelompok dan
pembuatan proposal mereka agar prosedur masing-masing program berjalan
dengan lancar dan sesuai dengan tujuan DKP dalam meningkatkan
kesejahteraan mereka.
C. Pengaruh Pendapatan, Kelayakan usaha (R/C) ratio dan Efesiensi Pemasaran Pembudidaya Rumput Laut
Peningkatan pendapatan merupakan hal yang sangat berpengaruh
terhadap keberhasilan suatu usaha yang dijalankan, khususnya bagi
pembudidaya rumput laut di Kabupaten Bantaeng. Dengan adanya program
bantuan dari DKP Kab. Bantaeng berupa uang tunai, bibit rumput laut maupun
berupa peralatan tentunya sangat diharapkan dapat membantu peningkatan
pendapatan pembudidaya. Oleh karena itu, untuk mengetahui pengaruh
program bantuan DKP Kab. Bantaeng dapat dilihat pada hasil evaluasi jumlah
tingkat pendapatan, kelayakan usaha dan efesiensi produk budidaya rumput
laut sebagai berikut :
a. Analisis Pendapatan
Hasil evaluasi pendapatan pembudidaya rumput laut yang menerima
program bantuan program DKP Kabupaten Bantaeng berkaitan erat dengan
tingkat harga, total produksi, total penerimaan dan biaya-biaya yang
dikeluarkan selama proses produksi berlangsung. Berikut ini tabel hasil
pengolahan data (Lampiran 3) mengenai rata-rata hasil pendapatan, total
produksi, penerimaan dan biaya produksi dari masing-masing program bantuan
tingkat pendapatan pembudidaya rumput laut.
Tabel 2 : Hasil rata-rata biaya produksi, total penerimaan, jumlah produksi dan
tingkat pendapatan
No Jenis
Program Keterangan Sebelum Setelah
1 PNPM-MKP Hasil Produksi (Kg) 433 548
Biaya Produksi (Rp) 3,331,556 4,576,778
Penerimaan (Rp) 3,900,000 4,935,000
Pendapatan (Rp) 568,444 358,222
2 APBD-TK I Hasil Produksi (Kg) 340 455
Biaya Produksi (Rp) 2,787,000 3,516,667
Penerimaan (Rp) 3,060,000 5,005,000
Pendapatan (Rp) 273,000 1,488,333
3 APBD-TK II Hasil Produksi (Kg) 322 482
Biaya Produksi (Rp) 2,772,833 5,252,667
Penerimaan (Rp) 2,902,500 5,307,500
Pendapatan (Rp) 129,667 54,884
4 PUMP Hasil Produksi (Kg) 325 485
Biaya Produksi (Rp) 2,806,500 5,263,500
Penerimaan (Rp) 2,925,000 5,335,000
Pendapatan (Rp) 118,500 71,500
Sumber: Hasil pengolahan data primer, 2013.
Berdasarkan hasil penelitian pada tabel di atas menunjukkan tingkat
perbandingan pendapatan pembudidaya rumput laut sebelum dan setelah
menerima program bantuan dari DKP Kabupaten Bantaeng. Tabel bagian
pertama menunjukkan perbandingan tingkat pendapatan dari program bantuan
dari PNPM-MKP, dimana tingkat produksi rumput laut sebelum dan setelah
menerima bantuan program meningkat dari 433 kg menjadi 548 kg. Hal ini tentu
diikuti dengan peningkatan penerimaan pembudidaya sebanyak Rp. 3,900,000
menjadi Rp. 4,935,000 dan peningkatan biaya produksi dari Rp 331,355,000
menjadi Rp. 4,576,778. Namun, berbeda halnya dengan tingkat pendapatan
yang diperoleh pembudidaya pada saat sebelum menerima program tingkat
pendapatannya sebesar Rp. 568,444 dan setelah menerima program bantuan
Rp. 358,222.
Bagian tabel kedua menunjukkan tingkat rata-rata pendapatan
pembudidaya rumput laut sebelum dan setelah menerima program APBD-TK I,
dimana tingkat produksi rata-rata sebelum menerima program bantuan adalah
340 kg dan setelah menerima program bantuan meningkat sebanyak 455 kg
dengan biaya produksi rata-rata yang dikeluarkan sebelum menerima program
adalah Rp. 2,787,000 dan setelah menerima bantuan Rp. 3,516,667. Total
penerimaan yang diterima pada saat sebelum menerima bantuan sebesar Rp.
3,060,000 dan setelah menerima program bantuan total penerimaan yang
diterima meningkat menjadi Rp. 5,005,000 dengan total pendapatan pada saat
sebelum program sebesar Rp. 273,000 dan total pendapatan setelah menerima
bantuan program meningkat menjadi Rp. 1,488,333. Hal ini menunjukkan
bahwa program APBD-TK I mampu meningkatkan pendapatan pembudidaya
rumput laut dibandingkan pendapatan sebelumnya.
Bagian tabel ketiga menunjukkan penerima program bantuan APBD-TK
II dimana tingkat rata-rata produksi sebelum menerima bantuan sebanyak 322
kg dan mengalami peningkatan setelah menerima bantuan program sebanyak
482 kg dengan total rata-rata biaya produksi sebelum program sebanyak Rp.
2,772,883 dengan biaya produksi rata-rata setelah program meningkat Rp.
5,252,667. Peningkatan biaya produksi tersebut diikuti dengan total penerimaan
rata-rata sebelum program sebanyak Rp. 2,905,500 dengan peningkatan
penerimaan rata-rata setelah program sebanyak Rp. 5,307,500. Adapun
peningkatan pendapatan pembudidaya sebelum program DKP yaitu sebanyak
Rp. 129,667 dan pendapatan setelah program Rp. 54,884.
Bagian ke-empat pada tabel 2 menunjukkan tingkat pendapatan
pembudidaya rumput laut yang menerima program bantuan PUMP. Dimana
jumlah total hasil produksi rata-rata pembudidaya sebelum menerima program
sebanyak 325 kg dan setelah penerimaan bantuan program naik menjadi 485
kg dengan biaya produksi sebelum menerima program sebanyak Rp. 2,806,500
dan setelahnya mengalami peningkatan sebanyak Rp. 5,263,500. Selanjutnya
pada total penerimaan rata-rata pada pembudidaya rumput laut sebelum
menerima program bantuan sebanyak Rp. 2,925,000 dengan penerimaan
setelah menerima bantuan meningkat menjadi Rp.5,335,000. Hal ini berbanding
terbalik dengan tingkat pendapatan sebelum menerima program sebanyak Rp.
118,500 kemudian setelah menerima bantuan berkurang menjadi Rp. 71,500.
Berdasarkan hasil analisis keseluruhan pada masing-masing penerima
program bantuan DKP Kabupaten Bantaeng, diperoleh tingkat produksi dan
jumlah penerimaan sebelum dan setelah menerima bantuan program DKP naik
secara konstan. Hal ini sesuai dengan pendapat Zaini (2010) bahwa besar
kecilnya penerimaan dipengaruhi oleh jumlah produksi. Responden yang
memiliki produksi tinggi akan mendapatkan penerimaan yang besar dan
sebaliknya untuk jumlah produksi yang rendah maka penerimaan yang
diterimapun akan lebih kecil.
Berbeda halnya dengan pendapatan yang diterima oleh pembudidaya
pada saat sebelum dan setelah menerima program bantuan. Pada program
bantuan APBD-TK I mengalami tingkat pendapatan yang semakin tinggi setelah
menerima program bantuan, karena program bantuan tersebut berupa alat dan
bibit rumput laut. Berbeda dengan program bantuan lainnya yang menyalurkan
bantuannya berupa modal (uang tunai) yang mengalami tingkat pendapatan
semakin berkurang. Perbedaan pendapatan tersebut disebabkan oleh jenis
bantuan program yang mengakibatkan perbedaan spesialisasi produk, dimana
pembudidaya yang menerima bantuan modal (uang tunai) bisa memilih jenis
peralatan sesuai yang diinginkan berdasarkan dengan jumlah bantuan yang
diterimanya.
Berikut ini kutipan wawancara dari saudari Ani (38 thn) seorang pegawai
negeri DKP, sebagai berikut :
“Pemberian bantuan berupa uang tunai kadang disalahgunakan oleh pembudidaya rumput laut, bantuan tersebut biasanya dipergunakan bukan untuk proses budidaya rumput laut.”
Pernyataan dari kutipan wawancara di atas menunjukkan bahwa
penyaluran bantuan berupa peralatan dan bibit rumput laut lebih efektif
dibandingkan dengan jenis bantuan uang tunai. Hal tersebut sesuai dengan
pendapat Aris (2012) bahwa dalam prinsip keuntungan komparatif
menunjukkan satu proses produksi akan memberikan perbedaan keuntungan
karena adanya perbedaan biaya produksi, hal ini disebabkan terutama karena
adanya pilihan biaya produksi dalam spesialisasi produk.
Berikut ini kutipan wawancara dari saudara Arifuddin (46 thn) seorang
pembudidaya rumput laut, sebagai berikut :
“Bantuan dana yang saya peroleh dapat saya gunakan untuk pembelian alat produksi rumput laut kami sesuai dengan jenis dan banyaknya jumlah yang saya inginkan dan sisanya saya gunakan untuk keperluan hidup keluarga.”
Selain perbedaan penyaluran program bantuan yang diselenggarakan
oleh DKP, perbedaan tingkat pendapatan tersebut juga dipengaruhi oleh biaya
produksi pada kelompok pembudidaya dengan adanya pertambahan biaya
variabel dan biaya tetap selama proses produksi rumput laut dilaksanakan.
Hal ini sesuai dengan pendapat Hernanto (1991) menyatakan, bahwa
dalam jangka pendek, satu kali produksi kita dapat membedakan biaya tetap dan
biaya berubah (variabel), termasuk didalamnya barang yang dibeli dan jasa yang
dibayar di dalam maupun di luar usaha tani. Tetapi dalam jangka panjang,
semuanya akan merupakan biaya peubah karena semua faktor yang digunakan
menjadi variabel. Oleh karena itu, biaya produksi merupakan salah satu alternatif
yang dapat dipilih sebagai faktor yang dapat ditekan sehingga tidak terlalu banyak
mengeluarkan biaya produksi. Sesuai dengan pendapat Pardamean (2008)
bahwa upaya untuk menciptakan dan meningkatkan pendapatan petani dapat pula
dilakukan dengan menekan biaya produksi menjadi seminimal mungkin.
b. Analisis Rasio Penerimaan Terhadap Biaya (R/C)
Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C) bertujuan untuk melihat
seberapa jauh setiap rupiah biaya yang digunakan dalam kegiatan usaha dan
untuk melihat usaha untung, rugi, atau tidak untung dan tidak rugi (impas). Hal
ini kelayakan usaha pembudidaya rumput laut di Kabupaten Bantaeng dapat
diketahui dengan menggunakan rumus Analisis Revenue Cost Ratio (R/C),
yang mana merupakan perbandingan antara penerimaan (revenue) dan biaya
(cost). Tujuan penggunaan analisis dalam penelitian ini dapat membantu
program pemerintah untuk melihat kelayakan usaha budidaya rumput laut untuk
terus dikembangkan melalui program bantuan langsung (modal, bibit atau
peralatan) dan bantuan tidak langsung berupa pelatihan budidaya rumput laut.
Berikut ini tabel hasil pengolahan data pada (Lampiran 3) berdasarkan rata-rata
kelayakan usaha budidaya rumput laut pada masing-masing jenis program
bantuan DKP.
Tabel 3 : Hasil rata-rata kelayakan usaha (R/C ratio) pembudidaya rumput laut
yang menerima program bantuan DKP Kab. Bantaeng
Jenis program
Kelayakan usaha
PNPM-MKP APBD-TK I APBD-TK II PUMP
Sebelum 1,17 1,09 1,01 1,04
Setelah 1,08 1,42 1,05 1,01
Sumber: Hasil pengolahan data primer, 2013.
Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa tingkat kelayakan
usaha pembudidaya rumput laut pada program bantuan PNPM-MKP sebelum
menerima program bantuan total rata-rata R/C Ratio sebesar 1,17 artinya
setiap satu rupiah yang dikeluarkan oleh pembudidaya akan diperoleh
keuntungan sebesar 0,17 rupiah, sedangkan setelah menerima program
bantuan total rata-rata R/C Ratio diperoleh 1,08 dengan artian setiap satu
rupiah yang dikeluarkan oleh pembudidaya diperoleh keuntungan 0,8 rupiah.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa usaha pembudidaya rumput laut
yang menerima program bantuan PNPM-MKP layak untuk diusahakan.
Daftar tabel 3 program bantuan kedua adalah APBD-TK I pada tabel
tersebut pembudidaya rumput laut sebelum menerima program bantuan total
rata-rata R/C Ratio sebesar 1,09 artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan
oleh pembudidaya akan diperoleh keuntungan sebesar 0,9 rupiah, sedangkan
setelah menerima program bantuan total rata-rata R/C Ratio diperoleh 1,42
dengan artian setiap satu rupiah yang dikeluarkan oleh pembudidaya diperoleh
keuntungan 0,42 rupiah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa usaha
pembudidaya rumput laut yang menerima program bantuan APBD-TK I juga
layak untuk diusahakan.
Selanjutnya, daftar tabel 3 bagian ke-tiga adalah program bantuan
APBD-TK II pada tabel tersebut pembudidaya rumput laut sebelum menerima
program bantuan total rata-rata R/C Ratio sebesar 1,01 artinya setiap satu
rupiah yang dikeluarkan oleh pembudidaya akan diperoleh keuntungan sebesar
0,1 rupiah, sedangkan setelah menerima program bantuan total rata-rata R/C
Ratio diperoleh 1,05 dengan artian setiap satu rupiah yang dikeluarkan oleh
pembudidaya diperoleh keuntungan 0,5 rupiah. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa usaha pembudidaya rumput laut yang menerima program
bantuan APBD-TK II juga layak untuk diusahakan.
Bagian akhir daftar tabel 3 adalah program bantuan PUMP pada tabel
tersebut pembudidaya rumput laut sebelum menerima program bantuan total
rata-rata R/C Ratio sebesar 1,04 artinya setiap satu rupiah yang dikeluarkan
oleh pembudidaya akan diperoleh keuntungan sebesar 0,4 rupiah, sedangkan
setelah menerima program bantuan total rata-rata R/C Ratio diperoleh 1,01
dengan artian setiap satu rupiah yang dikeluarkan oleh pembudidaya diperoleh
keuntungan 0,1 rupiah. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa usaha
pembudidaya rumput laut yang menerima program bantuan PUMP masih layak
untuk diusahakan.
Berdasarkan hasil evaluasi tingkat kelayakan usaha budidaya rumput
laut di atas telah diperoleh bahwa masing-masing pembudidaya rumput laut
yang menerima program bantuan dari DKP Kabupaten Bantaeng layak untuk
dikembangkan karena sangat terlihat jelas bahwa tingkat kelayakan budidaya
rumput laut masing-masing lebih besar dari 1. Hal ini sesuai dengan pendapat
Rahim dan Hastuti (2007) menyatakan bahwa R/C lebih dari 1 adalah untung
dan layak diusahakan.
c. Efesiensi pemasaran pembudidaya rumput laut
Efesiensi pemasaran menurut Agustiati (2001) dalam Sadif Rezky (2011)
apabila memasukkan kata efesiensi dalam analisis, maka variable baru harus
dipertimbangkan dalam model analisis adalah variable harga. Oleh karena itu,
ada dua hal yang perlu diperhatikan sebelum analisis efesiensi dikerjakan yaitu
tingkat transformasi antara output dan input dalam fungsi produksi, dan
perbandingan antara harga input dan harga output sebagai upaya untuk
mencapai indikator efesiensi. Berikut ini tabel hasil pengolahan data (Lampiran
3) mengenai analisis efesiensi pemasaran pembudidaya rumput laut sebelum
dan setelah menerima program bantuan DKP.
Tabel 4: Hasil analisis efesiensi pemasaran (R/C) ratio pembudidaya rumput
laut sebelum dan setelah program DKP Kab. Bantaeng
Jenis program
Efesiensi pemasaran
PNPM-MKP APBD-TK I APBD-TK II PUMP
Sebelum 9% 9% 9% 7%
Setelah 11% 9% 8% 6%
Sumber : Hasil pengolahan data primer, 2013.
Berdasarkan tabel analisis di atas, diperolah hasil analisis efesiensi
pemasaran pada pembudidaya rumput laut kelompok PNPM-MKP dengan
persentase efesiensi pemasaran sebelum menerima program bantuan DKP
sebesar 9% kemudian setelah menerima bantuan meningkat menjadi 11%.
Kenaikan persentase pada hasil analisis di atas diikuti oleh kelompok
pembudidaya rumput laut dari penerima APBD-TK I, dimana sebelum
persentase efesiensi pemasaran sebelum menerima program sebesar 9%
kemudian tetap menjadi 9%.
Hasil analisis kenaikan persentase efesiensi pemasaran dari kedua
program tersebut berbeda halnya dengan hasil persentase pada program
APBD-TK Il dan PUMP. Dimana hasil persentase efesiensi pemasaran pada
pembudidaya rumput laut dari program bantuan APBD-TK II dari 9% menurun
menjadi 8%. Begitupun dengan penerima program dari PUMP yaitu efesiensi
pembudidaya sebelum menerima program dari 7% menurun menjadi 6%.
Berdasarkan hasil persentase efesiensi pemasaran pembudidaya rumput laut
dari ke-empat program tersebut masih efektif, karena pada hasil persentse
keseluruhannya masing-masing di bawah 30%.
Keefektifan hasil analisis efesiensi pemasaran pada pembudidaya
tersebut disebabkan oleh adanya sarana pemasaran yang dilakukan oleh DKP
terhadap pembudidaya rumput laut yang menerima program bantuan dengan
menyederhanakan jalur pemasaran rumput laut mereka yaitu dari produsen ke
pedagang pengumpul. Dimana pedagang pengumpul tersebut lebih mudah
untuk mengetahui jenis kelompok pembudidaya rumput laut yang menghasilkan
produksi rumput laut terbanyak oleh data dan informasi dari DKP. Hal ini
berdasarkan pendapat Harifuddin, dkk (2011) bahwa saluran yang pendek
lebih efisien daripada saluran yang panjang dan pendapat Soekartawi (2002),
efisiensi pemasaran tidak terjadi apabila biaya pemasaran semakin besar dan
nilai produk yang dipasarkan jumlahnya tidak terlalu besar.
Selain itu, keefktifan dari efesiensi pemasaran yang dimilki oleh
pembudidaya yang menerima program DKP umumnya memiliki luas lahan atau
luas bentangan di bawah 1 hektar atau ± 800 bentangan. Sesuai dengan
pendapat Soekartawi (1993) menyatakan bahwa bukan berarti semakin luas
lahan pertanian semakin efesien lahan tersebut. Bahkan lahan yang sangat
luas dapat terjadi inefesiensi yang disebabkan oleh lemahnya pengawasan,
terbatasnya tenaga kerja dan terbatasnya persediaan modal untuk membiayai
usaha tersebut.
D. Evaluasi Program Saluran Bantuan Dalam Tepat Sasaran, Tepat Waktu, Dan Tepat Jumlah
Salah satu indikator penting untuk mengetahui keberhasilan program
bantuan dari DKP terhadap peningkatan pendapatan budidaya rumput laut
adalah dengan mengetahui ketepatan sasaran penerima program, ketepatan
waktu dalam pelaksanaan kegiatan dan ketepatan jumlah dalam penyaluran
dana demi meningkatkan proses keberhasilan budidaya rumput pada kelompok
pembudidaya.
Salah satu analisis untuk mengetahui keberhasilan program bantuan
DKP tersebut digunakan analisis hirarki proses (AHP) yang dapat membantu
evaluasi keberhasilan program bantuan DKP dan yang akan mendukung
kebijakan program bantuan DKP berikutnya. Penyusunan keseluruhan
dimensi hirarki peningkatan pendapatan rumput laut yang digunakan meliputi:
1) dimensi fokus merupakan masa depan yang diinginkan pembudidaya rumput
laut adalah peningkatan pendapatan mereka; 2) dimensi faktor merupakan
pertimbangan berbagai persoalan dan peluang internal dan eksternal yang
dihadapi dalam upaya mewujudkan keberhasilan program bantuan; 3) dimensi
sasaran merupakan tujuan dari permasalahan yang memiliki pengaruh
terhadap sebuah solusi yang ingin dicapai dalam peningkatan pendapatan; 4)
dimensi alternatif merupakan pertimbangan solusi yang dapat digunakan oleh
DKP dalam pelaksanaan kebijakan untuk peningkatan pendapatan dan
pengembangan budidaya rumput laut (lampiran 4).
Berikut ini (gambar 9) hasil analisis AHP terhadap faktor yang
mendukung keberhasilan program bantuan DKP terhadap peningkatan
pendapatan pembudidaya rumput laut. Bahwa faktor modal (MD), luas lahan
(LL) dan sarana produksi (SP) merupakan hal penunjang terhadap keberhasilan
program bantuan DKP dimana nilai AHP dari ketiga faktor tersebut 0.05 yang
berarti hasil analisis ketiga faktor tersebut efektif dalam program bantuan DKP.
Gambar 9: Nilai faktor terhadap fokus terhadap keberhasilan program bantuan DKP.
Berdasarkan gambar di atas dapat dilihat bahwa dari ketiga penunjang
keberhasilan program bantuan DKP tersebut, sarana produksi merupakan salah
satu hal yang harus diprioritaskan dibandingkan dengan faktor penunjang
lainnya yaitu modal dan luas lahan. Karena sarana produksi merupakan alat
dan langkah awal untuk melakukan kegiatan budidaya rumput laut.
Selanjutnya, dari hasil keefektifan faktor tersebut akan dijelaskan ketepatan
sasaran, jumlah dan ketepatan waktu pada program bantuan DKP melalui
dimensi sasaran terhadap alternatif yang merupakan pertimbangan solusi dari
masalah yang ada dan hasilnya dapat digunakan oleh DKP dalam
melaksanakan kebijakan untuk peningkatan pendapatan dan pengembangan
budidaya rumput laut. Berikut ini analisis program bantuan berdasarkan
ketepatan sasaran program bantuan, ketepatan jumlah dan waktu pelaksanaan
kegiatan program:
1. Tepat Sasaran
Salah satu upaya tercapainya tujuan pemberian program bantuan DKP
adalah pemberian bantuan tepat sasaran bagi pembudidya rumput laut yang
sangat membutuhkan pengembangan usaha budidaya rumput laut mereka
namun memiliki keterbatasan dalam masalah dana dan peralatan. Oleh karena
itu, sangat diperlukan hubungan kerjasama antara pemerintah DKP dengan
masyakarat pesisir kususnya pembudidaya rumput dalam mencapai ketepatan
sasaran program tersebut. Sasaran utama program bantuan PNPM-MKP,
APBD-TK I, APBD-TK II, dan PUMP dari DKP adalah masyarakat pesisir yang
kurang mampu dan memilki jenis usaha sebagai pembudidaya rumput laut.
Pemberian program bantuan tersebut tidak hanya ditujukan bagi
masyarakat pesisir yang bergerak sebagai pembudidaya rumput laut yang
kurang mampu akan tetapi juga bagi masyarakat pesisir yang bergerak sebagai
pengolahan rumput laut dan nelayan. Oleh karena itu, untuk menghindari
terjadinya tumpang tindih dalam pemberian sasaran program bantuan ini
sangat diperlukan ketelitian dan monitoriong secara terus-menerus oleh pihak
DKP dengan pemerintah setempat yang masing-masing berada pada
kecamatan di bagian pesisir.
Salah satu syarat sasaran penerima program bantuan ini adalah
pembudidaya rumput laut yang memiliki luas lahan atau bentangan rumput laut
namun tidak memiliki kelompok budidaya rumput laut. Indikator yang digunakan
untuk mengetahui bahwa sasaran penerima bantuan program efektif atau tidaknya
dalam optimalisasi penyaluran bantuan DKP yaitu melalui hasil wawancara dengan
pertimbangan analisis hirarki proses, hasil analisis sasaran penerima bantuan
program tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini:
Gambar 10: Nilai sasaran bantuan berdasarkan faktor modal pada evaluasi
program bantuan DKP.
Gambar 11: Nilai sasaran bantuan berdasarkan faktor luas lahan pada evaluasi program bantuan DKP.
Berdasarkan analisis hirarki proses di atas menunjukkan bahwa alternatif
kebijakan program bantuan DKP untuk menjawab solusi peningkatkan pendapatan
pembudidaya rumput laut secara keseluruhan pada faktor modal adalah efektif pada
(gambar 10) dengan hasil analisis menunjukkan nilai angka 0.02. Namun, salah satu
hal yang harus diproritaskan dari masing-masing penunjang keberhasilan program
bantuan tersebut adalah monitoring sasaran bantuan (MSB) karena berdasarkan
hasil wawancara dari kelompok pembudidaya rumput laut yang tidak menerima
bantuan program DKP mengungkapkan bahwa alasan mereka tidak mendapatkan
program bantuan karena kurangnya pengawasan dan pendampingan langsung oleh
pihak DKP terhadap pembuatan proposal dalam penerimaan program bantuan
tersebut.
Berikut ini kutipan wawancara dari saudara Jarre (30 thn) seorang
pembudidaya rumput laut, sebagai berikut :
“Sejak tiga tahun yang lalu namaku sudah dicatat oleh kelurahan untuk mendapatkan program bantuan DKP, tapi hingga sekarang belum mendapatkan bantuan tersebut.”
Hasil analisis hirarki proses selanjutnya adalah pada (gambar 11) nilai
sasaran pemberian program terhadap luas lahan pembudidaya rumput laut
menunjukkan angka 0.05 yang berarti sasaran program bantuan tersebut efektif.
Namun, seperti pada gambar sebelumnya salah satu hal yang harus diprioritaskan
untuk keberhasilan program bantuan DKP tersebut adalah sasaran penerimaan
bantuan. Sasaran penerima program tersebut berdasarkan luas lahan, dibuktikan
dengan tidak adanya penentuan atau kebijakan dari masing-masing program
tentang luas lahan pembudidaya yang pantas untuk menerima program bantuan.
Hal ini dibuktikan dengan data responden pada (lampiran 2) yang menunjukkan
adanya anggota kelompok pembudidaya yang memiliki luas lahan budidaya rumput
laut mencapai satu hektar atau lebih dan hal ini dikatagorikan pembudidaya tersebut
mampu dan tidak layak untuk menerima program bantuan DKP. Sehingga,
kebijakan yang dibuat dalam upaya keberhasilan program bantuan selanjutnya
adalah dengan memproritaskan sasaran penerima program bantuan demi
pengentasan kemiskinan masyarakat pesisir khususnya pembudidaya rumput laut.
2. Tepat Waktu
Ketepatan waktu dalam pemberian program bantuan dari DKP kepada
penerima program bantuan (pembudidaya rumput laut) sangat erat kaitannya
dengan keberhasilan budidaya rumput laut. Salah satu contoh ikatan tersebut
adalah pemberian bantuan dari program APBD-TK1 yang memberikan bantuan
kepada pembudidaya berupa bibit rumput laut dan peralatan, bibit rumput laut
merupakan salah satu indikator utama dalam usaha budidaya rumput laut
sedangkan peralatannya merupakan indikator kedua untuk menjalankan
indikator pertama.
Berdasarkan mekansime pemberian program bantuan baik dari program
PNPM-MKP, APBD-TK I, APBD-TK II dan dari PUMP memberikan bantuan ada
yang secara langsung dan tidak secara langsung sekali setahun akan tetapi
diberikan secara bertahap atau masing-masing memiliki jangka waktu yang
berbeda. Pemberian program bantuan dari program APBD-TK I dilakukan pada
saat pembudidaya rumput laut membutuhkan bibit sesuai dengan jumlah bibit
yang dibutuhkannya hingga batas jumlah bibit sesuai dengan dengan program
tersebut dan adapun dengan pemberian peralatannya yaitu dapat dilakukan
secara sekaligus jika pembudidaya sudah membutuhkannya.
Berikut ini kutipan wawancara dari saudari Rahmatia (35 thn) seorang
pembudidaya rumput laut, sebagai berikut :
“Penyaluran dana bantuan dilakukan secara bertahap, dan sesuai dengan perjanjian sebelumnya.”
Berbeda halnya dengan pemberian bantuan yang berupa uang tunai
atau dana langsung yaitu dari program PNPM-MKP, APBD-TK II dan PUMP
yaitu dilakukan secara bertahap dengan pencairan dana pada rekening bank
dalam kurung waktu tiga kali dalam setahun. Berdasarkan (Gambar 10) hasil
analisis hirarki proses dari ketepatan waktu pemberian bantuan (MTB) kepada
pembudidaya rumput laut yang menerima program bantuan mencapai 0.117
yang merupakan hasil yang terendah dibandingkan dengan prioritas alternatife
lainnya, dan hal ini menunjukkan bahwa jangka waktu pemberian atau
penyaluran bantuan kepada pembudidaya rumput laut sudah efektif.
3. Tepat Jumlah
Salah satu indikator yang dapat dipakai untuk mengetahui ketepatan
jumlah bantuan program dengan menggunakan analisis hirarki proses. Hasil
analisis hirarki proses pada (Gambar 11) menunjukkkan bahwa jumlah
penerimaan bantuan dana maupun peralatan efesien terhadap keberhasilan
budidaya dan pengembangan distribusi hasil budidaya rumput dengan
konsensistensi ratio di bawah 0.1 . Berikut ini terdapat gambar tingkat efesiensi
hasil analisis hirarki proses terhadap ketepatan jumlah penerimaan bantuan
modal yang berupa dana, peralatan, maupun bibit rumput laut.
Gambar 12: Nilai jumlah bantuan berdasarkan faktor modal pada evaluasi program bantuan DKP.
Gambar 13: Nilai jumlah bantuan berdasarkan faktor sasaran produksi pada evaluasi program bantuan DKP.
Berdasarkan gambar di atas menunjukkan bahwa jumlah bantuan
program merupakan salah satu faktor penunjang terhadap peningkatan
pembudidaya rumput laut. Namun, tidak terlalu diproritaskan dibandingkan
dengan faktor penunjang lainnya karena faktor yang lainnya lebih penting untuk
mendukung keberhasilan budidaya rumput laut pada kelompok pembudidaya.
Dalam artian bahwa jumlah bantuan yang diberikan dari program DKP sudah
efesien terhadap peningkatan keberhasilan budidaya rumput laut dan
pengembangan serta penyediaan distribusi hasil budidaya rumput laut.
Tingkat efektivitas jumlah penerimaan bantuan tersebut adalah sudah
sesuai dengan permintaan jumlah dana dan jenis bantuan yang diajukan oleh
masing-masing kelompok pembudidaya. Dimana kebutuhan dan permintaan
kelompok pembudidaya rumput laut tersebut akan disesuaikan dengan jenis
bantuan program karena seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa jenis
penyaluran program bantuan yang ada di DKP berbeda-beda baik yang berupa
modal dana, peralatan dan bibit rumput laut.
Berikut ini kutipan wawancara dari saudari Ambo sani (45 thn) seorang
pembudidaya rumput laut, sebagai berikut :
“Jumlah bantuan yang kami terima sangat membantu untuk pembelian peralatan proses budidaya rumput laut, baik berupa peralatan budidaya dan bibit rumput laut.”
Salah satu penerimaan bantuan program yang berbentuk materi adalah
program bantuan APBD-TK I yang memberikan program bantuan berupa bibit
rumput laut sebanyak 500 kg perkelompok budidaya dan peralatan berupa tali
sebanyak 465 kg dengan jumlah penerima sebanyak 5 kelompok. Sedangkan
program bantuan lainnya berupa uang tunai melalui rekening bank, PNPM-MKP
sebanyak Rp 25 juta per kelompok dengan 15 kelompok pembudidaya program
APBD-TK II sebanyak Rp. 100 juta per kelompok dengan jumlah kelompok 10
kelompok pembudidaya, dan program PUMP sebanyak Rp. 6,5 juta per
kelompok dengan penerima 5 kelompok pembudidaya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian hasil penelitian dan pembahasan, dapat diambil
kesimpulan sebagai berikut:
1. Prosedur atau mekanisme program bantuan DKP Kabupaten Bantaeng
terdiri dari program bantuan PNPM-MKP, APBD-TK I , APBD-TK II, dan
PUMP dimana masing-masing program tersebut memiliki prosedur yang
berbeda-beda dan pada umumnya prosedur tersebut mengutamakan pada
pembudidaya rumput laut yang kurang mampu. Namun, kenyataannya
belum sesuai dengan prosedur yang ada.
2. Total penerimaan masing-masing kelompok pembudidaya rumput
mengalami peningkatan dengan kelayakan usaha R/C ratio dan efesiensi
pemasarannya sangat efesien. Meskipun pada kelompok pada program
APBD-TK II, PNMP-MKP, dan PUMP pendapatan yang diterima setelah
program bantuan semakin berkurang karena adanya tambahan beban biaya
tetap dan biaya operasional. Kecuali pada program APBD-TK I
pendapatannya semakin meningkat karena adanya spesialisasi produk
dimana pembudidaya menerima bantuan langsung berupa alat dan bibit
rumput.
3. Pelaksanaan program bantuan DKP berdasarkan hasil analisis hirarki
proses menunjukkan bahwa sasaran penerima program merupakan salah
satu faktor yang harus diproritaskan terhadap pengembangan pendapatan
pembudidaya rumput laut karena belum efektif. Adapun hasil analisis hirarki
proses pada kelompok penerima program bantuan menunjukkan bahwa
ketepatan waktu dan jumlah penyaluran dana program DKP sudah efektif
dan sesuai dengan tujuan dan prosedur yang ada untuk membantu
peningkatan pendapatan pembudidaya rumput laut.
B. Saran
1. Program bantuan DKP dapat meningkatkan pendapatan pembudidaya
rumput laut. Namun, pendampingan terhadap peningkatan hasil produksi
hanya aktif berjalan ± 2 tahun. Oleh karena itu, perlu penelitian lebih lanjut
mengenai evaluasi pengembangan program bantuan DKP dalam jangka
waktu yang lebih lama dalam meningkatkan perekonomian dan
kesejahteraan masyarakat pesisir.
2. Perlu diadakan pengawasan dan pendampingan langsung oleh pihak DKP
dalam mencatat calon penerima guna menghindari kesalahan sasaran
penerima program bantuan.
3. Perlu pembinaan lebih lanjut kepada penerima program untuk
pengembangan industri pengolahan hasil budidaya rumput laut dalam
bentuk diversifikasi produk olahan agar mampu meningkatkan pendapatan
mereka dalam menciptakan lapangan usaha baru.
DAFTAR PUSTAKA
Alexander ,L.K, 2006. Studi Penentuan Lokasi Untuk Pengembangan Budidaya
Laut Berdasarkan Parameter Fisika, Kimia Dan Biologi Di Teluk Kupang,
Nusa Tenggara Timur. Program Studi Magister Manajemen Sumberdaya
Pantai. Universitas Diponegoro. Semarang.
Arikunto S. 2000. Manajemen Penelitian, Edisi Baru. Jakarta: Rieneka Cipta.
Aris. 2012. Teori Ekonomi Produksi. Brilian Internasional. Makassar.
Badan Pusat Statistik Sulawesi Selatan. 2008. Artikulasi Pengentasan
Kemiskinan Lingkup Kelautan Dan Perikanan Sulawesi Selatan. Provinsi
Sulawesi Selatan.
Baridwan, Zaki. 2004. Intermediate Accounting, Edisi Kedelapan. BPFE (http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/2d3akuntansi/207102005/bab2.pdf. diakses pada tanggal 3 Februari 2013).
Dahuri. 2003. Pengelolaan Kelautan dan Perikanan Nasional. PT. Bumi Aksara. Jakarta.
Dunn. 2000. Journal of Statistics Education Volume 20, Number 1
(www.amstat.org/publications/jse/v20n1/dunn.pdf. diakses pada tanggal 3
Januari 2013).
Dinas Pertanian dan Kehutanan. 2009. Profil Dinas Pertanian dan Kehutanaan
Kab. Bantaeng. Balai pustaka. Bantaeng.
Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sulawesi Selatan. 2004. Laporan
Tahunan Dinas Perikanan Sulawesi Selatan. DKP. Makassar.
Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Sulawesi Selatan. 2009. Laporan
Tahunan Dinas Perikanan Sulawesi Selatan. DKP. Makassar.
Friedmann, John. 1992. Empowerment: The Politics of Alternative
Development, Blackwell, Cambridge.
(www.obs.rc.fas.harvard.edu/chetty/value_added.pdf. diakses pada tanggal 10
Made, S., dkk. 2001. Optimalisasi Pengembangan Usaha Sumberdaya Rumput
Laut (Eucheuma cottonii) di Kabupaten Takalar. Jurusan Perikanan.
Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan Universitas Hasanuddin. Makassar.
Macnamara, J. (2010). Public communication practices in the Web 2.0-3.0 mediascape: The case for PRevolution. PRism 7(3): (http://www.prismjournal.org. diakses pada tanggal 24 Mei 2013).
Meske. C. 1986. Fish Aquaculture Technology and Experiments. First Edition,
Robert Dahl. 1983. Political theory, Political science, and the preface: a refew of “ a preface to democracy theory” . (http://www.gobookee.org/robert-dahl-on-democracy/. Diakses pada tanggal 21 Juni 2013).
Saaty, Thomas L. 1993. Theory and Applications of the Analytic Network
Process: Decision Making with Benefits, Opportunities, Costs, and Risks, 352 pp, RWS Publications. ISBN 1-888603-06-2. (www.colorado.edu/.../leyk/.../saaty_2008.pdf. diakses pada tanggal 12 Januari 2013).
Sadif Rezky (2011). Analisis Usaha Tani Rumput Laut Di Kota Bau-Bau.
Ekonomi Sumberdaya. Pasca sarjana UNHAS. Makassar.
Setyaningsih, H. 2011. Kelayakan Usaha Budi Daya Rumput Laut
Kappaphycus Alvarezii Dengan Metode Longline Dan Strategi
Pengembangannya Di Perairan Karimunjawa. Pascasarjana IPB.
(http://dosen.narotama.ac.id/wp-content/uploads/2012/03. diakases pada
tanggal 2 Januari 2013).
Setiawan, N. 2005. Teknik Sampling. Diklat Metodelogi Penelitian
Suharyo, W.I, dkk. 2006. Peningkatan Kapasitas Pemerintah Daerah dalam Penanggulangan Kemiskinan melalui Analisis Kemiskinan Partisipatoris(AKP).(http://www.smeru.or.id/report/research/jbic2/jbic2ind.pdf. diakses pada tanggal 2 januari 2013).
Widodo, J. 2001. Prinsip Dasar Pengembangan Akuakultur dengan Contoh
Budidaya Kerapu dan Bandeng di Indonesia. (http://www.smecda.com/kajian/files/hslkajian/petani_miskin.pdf. diakses pada tanggal 2 Januari 2013).
Wrihatnolo, Randy. 2007. Manajemen Pemberdayaan. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo.
Zaini Achmad.2010. Pengaruh biaya produksi dan penerimaan terhadap
1 Kedua kriteria sama penting Dua kriteria mempunyai pengaruh yang sama besar
3 Kriteria yang satu sedikit lebih penting daripada kriteria yang lain
Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu kriteria dibanding kriteria yang lainnya
5 Kriteria yang satu lebih penting daripada kriteria yang lain
Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu kriteria dibanding kriteria yang lainnya
7 Satu kriteria jelas lebih penting dari kriteria lainnya
Satu kriteria dengan kuat didukung dan dominan terlihat dalam praktek
9 Satu kriteria mutlak lebih penting daripada kriteria yang lainnya
Bukti yang mendukung kriteria yang satu terhadap kriteria lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan
2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangaan yang berdekatan
Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi di antara dua pilihan
Kebalikan
Jika untuk kriteria A menapat satu angka bila dibandingkan dengan kriteria B, maka kriteria B mempunyai nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan kriteria A
RIWAYAT HIDUP
FARHANAH WAHYU dilahirkan di Kabupaten Bulukumba pada tanggal 19 Juli 1987.
Penulis adalah anak pertama dari lima bersaudara, pasangan Ayahanda H.
Wahyuddin Thahir dan Ibunda Hj. Hudriah Harun.
Penulis menyelesaikan Taman Kanak – kanak di TK Aisyiyah pada tahun
1993 dan Taman Pendidikan Al-Qur’an Al-Amanat pada tahun 1994. Penulis
menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN 2 Terang-Terang Bulukumba pada
tahun 2000, pendidikan Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama di Pesantren Modern
Immim Putri Minasate’ne Pangkep pada tahun 2003, Pendidikan Sekolah Tingkat Atas pada tahun 2006 di
SMAN 1 Bulukumba. Selanjutnya diterima di Universitas Hasanuddin pada Program Studi Sosial Ekonomi
Perikanan, Jurusan Perikanan, Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, melalui seleksi Jalur Pemanduan
Potensi Baru (JPPB) pada tahun 2006 dan lulus pada tahun 2010.
Pada tahun 2011, penulis memperoleh bebas seleksi untuk melanjutkan pendidikan Magister di
Program Studi Ilmu Perikanan pada Program Pascasarjana Universitas Hasanuddin (PPs UNHAS). Selama
mengikuti program magister, penulis telah mengikuti berbagai kegiatan seminar dan pelatihan yang
berhubungan dengan Ilmu Perikanan diantaranya; peserta Seminar Nasional Perikanan (2012), Seminar
Nasional Moluska (2012), Seminar Internasional Ikhtiologi (2012), dan pemakalah Seminar Sosial-Ekonomi