Page 1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian evaluasi
Evaluasi non-tes merupakan penilaian atau
evaluasi hasil belajar peserta didik yang
dilakukan dengan tanpa ”menguji” peserta didik,
melainkan dilakukan dengan menggunakan pengamatan
secara sistematis (observation), melakukan wawancara
(interview), menyebarkan angket (questionnaire) dan
memeriksa atau meniliti dokumen-dokumen
(documentary analysis).1
Teknik penilaian non tes jika dilihat dari
kata yang menyusunya, maka non tes dapat kita
artikan sebagai teknik penilaian yang dilakukan
tanpa menggunakan tes. Sehingga teknik ini
dilakukan lewat pengamatan secara teliti dan tanpa
menguji peserta didik. Non tes biasanya dilakukan
untuk mengukur hasil belajar yang berkenaan dengan
soft skill, terutama yang berhubungan dengan apa
yang dapat dibuat atau dikerjakan oleh peserta
didik dari apa yang diketahui atau dipahaminya.
Dengan kata lain, instrument ini berhubungan
dengan penampilan yang dapat diamati dari pada
pengetahuan dan proses mental lainnya yang tidak
1 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 76
Page | 1
Page 2
dapat diamati dengan Panca indera (Widiyoko,
2009).2
Instrument untuk memperoleh hasil belajar
non-tes terutama dilakukan untuk mengukur hasil
belajar yang berkenaan dengan soft skill, terutama
yang berhubungan dengan apa yang dapat dibuat atau
dikerjakan oleh peserta didik dari apa yang
diketahui atau dipahaminya. Dengan kata lain,
instrument seperti itu terutama berhubungan dengan
penampilan yang dapat diamati dari pada
pengetahuan dan proses mental lainnya yang tidak
dapat diamati dengan panca indra. Selain itu,
instrument seperti ini memang merupakan satu
kesatuan dengan instrument lainnya, karena tes
pada umumnya mengukur apa yang diketahui, dipahami
atau yang dapat dikuasai oleh peserta didik dalam
tingkatan proses mental yang lebih tinggi. Akan
tetapi, belum ada jaminan bahwa mereka memiliki
mental itu dalam mendemonstrasikan dalam tingkah
lakunya. Dengan demikian, instrument non-tes
merupakan bagian dari alat ukur hasil peserta
didik.3
2 http://www.academia.edu/5741777/Makalah_Evaluasi_Pendidikan_NON_TES
3 S. Eko Putra Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran: Panduan PraktisBagi Pendidik dan Calon Didik, (Yogyakarta: Pustaka Belajar: 2009), hlm. 104
Page | 2
Page 3
B. Jenis-jenis evaluasinon test
1. Observasi (observation)
observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan
keterangan (data) yang dilakukan dengan
mengadakan pengamatan dan pencatatan secara
sistematis, logis, objektif dan rasional
terhadap fenomena-fenomena yang sedang
dijadikan sebagai sasaran pengamatan.4
Tujuan utama observasi adalah:
a. Untuk mengumpulkan data dan inforamsi
mengenai suatu fenomena, baik yang berupa
peristiwa maupun tindakan, baik dalam
situasi yang sesungguhnya maupun dalam
situasi buatan
b. Untuk mengukur perilaku kelas (baik
perilaku guru maupun peserta didik),
interaksi antara peserta didik dan guru,
dan faktor-faktor yang dapat diamati
lainnya, terutama kecakapan sosial (social
skill)
Dalam evaluasi pembelajaran, observasi
dapat digunakan untuk menilai proses dan hasil
belajar peserta didik pada waktu belajar
belajar, berdiskusi, mengerjakan tugas, dan
4 Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, Prosedur, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hlm76
Page | 3
Page 4
lain-lain. Selain itu, observasi juga dapat
digunakan untuk menilai penampilan guru dalam
mengajar, suasana kelas, hubungan sosial
sesama, hubungan sosial sesama peserta didik,
hubungan guru dengan peserta didik, dan
perilaku sosial lainnya
Observasi mempunyai beberapa karakteristik,
antara lain:
a) Mempunyai arah dan tujuan yang jelas. Hal
ini dimaksudkan agar pelaksanaan
observasi tidak menyimpang dari
permasalahan. Oleh karena itu, dalam
pelaksanaannya evaluator harus menggunakan
alat yang disebut dengan pedoman
observasi.
b) Bersifat ilmiah, yaitu dilakukan secara
sistematis, logis, kritis, objektif, dan
rasional.
c) Terdapat berbagai aspek yang akan
diobservasi.
d) Praktis penggunaannya.
Dilihat dari kerangka kerjanya, observasi
dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
a) Observasi berstruktur, yaitu semua
kegiatan guru sebagai observer telah
ditetapkan terlebih dahulu berdasarkan
kerangka kerja yang berisi faktor yang
Page | 4
Page 5
telah diatur kategorisasinya. Isi dan luas
materi observasi telah ditetapkan dan
dibatasi dengan jelas dan tegas.
b) Observasi tak berstruktur, yaitu semua
kegiatan guru sebagai obeserver tidak
dibatasi oleh suatu kerangka kerja yang
pasti. Kegiatan obeservasi hanya dibatasi
oleh tujuan observasi itu sendiri.
Apabila dilihat dari teknis pelaksaannya,
observasi dapat ditempuh melalui tiga cara,
yaitu:
a. Observasi langsung, observasi yang
dilakukan secara langsung terhadap objek
yang diselidiki.
b. Observasi tak langsung, yaitu observasi
yang dilakukan melalui perantara, baik
teknik maupun alat tertentu.
c. Observasi partisipasi, yaitu observasi
yang dilakukan dengan cara ikut ambil
bagian atau melibatkan diri dalam situasi
objek yang diteliti.
Adapaun langkah-langkah penyusunan pedoman
observasi adalah sebagai berikut:
a. Merumuskan tujuan observasi
b. Membuat lay-out atau kisi-kisi observasi
c. Menyusun pedoman observasi
Page | 5
Page 6
d. Menyusun aspek-aspek yang akan
diobservasi, baik yang berkenaan
proses belajar peserta didik dan
kepribadiaanya maupun penampilan guru
dalam pembelajaran
e. Melakukan uji coba pedoman observasi untuk
melihat kelemahan-kelemahan pedoman
observasi
f. Merifisi pedoman obsevasi berdasarkan
hasil uji coba
g. Melaksanakan observasi pada saat kegiatan
berlangsung
h. Mengolah dan menafsirkan hasil observasi.5
2. Wawancara
Wawancara adalah komunikasi langsung antara
yang mewancarai dan yang diwancarai.6 Secara
umum, yang dimaksud dengan wawancara adalah
cara menghimpun bahan keterangan yang dikakukan
dengan melakukan tanya jawab lisan secara
sepihak, berhadapan muka dan dengan arah serta
tujuan yang telah ditentukan.
Ada dua jenis wawancara yang dapat dipergunakan
sebagai alat evaluasi, yaitu:
5 Zaenal Arifin, Ibid, hlm. 1536 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta), hlm. 220
Page | 6
Page 7
a. Wawancara terpimpin (guided interview), yang
juga sering dikenal dengan istilah
wawancara berstruktur (structured interview)
atau wawancara sistematis (systematic
interview), yaitu wawancara yang dilakukan
oleh evaluator dengan cara mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun
terlebih dahulu. Jadi, dalam hal ini
responden pada waktu menjawab pertanyaan
tinggal memilih jawaban yang sudah
disediakan oleh evaluator.7
b. Wawncara tidak terpimpin (un-guided
interview), yang sering dikenal dengan
istlah wawancara sederhana (simple interview)
atau wawancara tidak sistematis (non-
systematic interview) atau wawancara bebas,
diamana responden mempunyai kebebasan
untuk mengutarakan pendapatnya, tanpa
dibatasi oleh patokan-patokan yang telah
dibuat oleh evaluator. Dalam wawancara
bebas, pewancara selaku evaluator
mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada
peserta didik atau orang tuanya tanpa
dikendalikan oleh pedoman tertentu, mereka
dengan bebas mengemukakan jawabannya.
Hanya saja pada saat menganilis dan
7 Daryanto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008), cet V, hlm. 33
Page | 7
Page 8
menarik kesimpulan hasil wawancara bebas
ini evaluator akan dihadapkan kesulitan-
kesulitan, terutama apabila jawaban mereka
beraneka ragam. Mengingat bahwa daya ingat
manusia itu dibatasi ruang dan waktu, maka
sebaiknya hasil wawancara itu dicatat
seketika.8
Tujuan wawancara adalah sebagai berikut:
a. Untuk memperoleh informasi secara langsung
guna menjelaskan suatu hal atau situasi
dan kondisi tertentu
b. Untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah
c. Untuk memperoleh data agar dapat
mempengaruhi situasi atau orang tertentu
3. Skala sikap (attitude scales)
Untuk dapat memahami pengukiran sikap, pertama-
tama harus dikuasai pengertian sikap. Johson &
johson (2002:168) “an attitude is a possitive
or negative reaction to a person, object, or
idea”. Muhajir (1992:75) mengatakan bahwa sikap
merupakan kecenderungan afeksi suka atau tidak
suka pada suatu objek sosial.9
Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
sikap merupakan reaksi seseorang dalam
menghadapi suatu objek.
8 Anas Sudijono, Op. Cit, hlm. 849 Eko putro widoyoko, evaluasi program pembelajaran,(yogyakarta:pustaka pelajar,2014),cet VI,hlm.113
Page | 8
Page 9
Ada beberapa bentuk skala sikap, antara lain;
1. Skala likert
Prinsip pokok skala likert adalah menentukan
lokasi kedudukan seseorang dalam suatu
kontinum sikap terhadap objek sikap, mulai
dari sangat negativ sampai dengan sangat
positif .penentuan lokasi dilakukan dengan
mengkuantifikasi pernyataan seseorang
terhadap butir pernyataan yang disediakan.
Untuk skala likertdigunakan skala dengan lima
angka. Skala 1(satu) berarti sangat
negativdan skala 5(lima) berarti sangat
positif. Skala ini disusun dalam bentuk dalam
suatu pernyataan dan diikuti oleh pilihan
respons yang menunjukkan tingkatan. Contoh
pilihan respons.
SS = sangat setuju
S = setuju
TB/R = tidak punya pendapat/ragu-ragu
TS = tidak setuju
STS = sangat tidak setuju
Contoh instrumen untuk mengukur sikap
siswa terhadap mata pelajaran matematika
Tabel
Contoh instrumen untuk mengukur sikap siswa
NO Sikap Siswa STS TS R S SS
Page | 9
Page 10
1 Pelajaran matematika
bermanfaat
2 Pelajaran matematika
sulit
3 Tidak semua siswa harus
belajar matematika
4 Pelajaran matematika
harus dibuat mudah
5 Harus banyak latihan pada
pelajaran matematika
2. Skala Thurstone
Skala Thurstone meminta responden untuk
memilih pernyataan yang ia setujui dari
beberapa pernyataan yang menyajikan pandangan
yang berbeda-beda. Setiap item mempunyai
asosiasi antara 1 sampai dengan 10, tetapi
nilai-nilainya tidak diketahui oleh
responden. Pemberian nilai ini berdasarkan
jumlah tertentu pernyataan yang dipilih oleh
responden mengenai angket tersebut.
Perbedaan antara skala Thurstone dan skala
likert ialah pada skala thurstone interval
Page | 10
Page 11
yang panjangnya sama memiliki intensitas
kekuatan yang sama. Sedangkan pada skala
likert tidak perlu sama.
Contoh:
Merekrut calon dosen IAIT kediri, toloh pilih
5 dari 10 pertanyaan sesuai dengan presepsi
daudara:
1. Saya memilih pekerjaan sebagai dosen
karena pekerjaan yang mulia dan terhormat
untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.
2. Bila saya seorangmahasiswa IAIT kediri
saya akan mengusulkan agar mahasiswa
memakai simbol-simbol tertentu yang dapat
dibanggakan
3. Saya merasa tersanjung bila saya lebih
memiliki kemampuan dalam mengajarkan
sesuatu daripada menguasai bidang studi
saja
4. Apa yang bisa dibanggakan seorag dosen,
bila gaji hanya pas-pasan, berangjkat
mengajar jalan kaki, di kampussering
berhadapan dengan tugas dengan masalah
yang rumit dan mahasiswa yang bandel.
5. Senangnya menjadi dosen apabila berhasil
mendemontrasikan kompetensipada mahasiswa
yang menghadapi kesulitan di kelas
Page | 11
Page 12
6. Sebagai dosen, saya bangga karena dosen
sebagai pewaris ilmuwan yang mengajarkan
para mahasiswauntuk dipersiapkan menjadi
manusia yang tangguh, berkualitas, kreatif
dan profesional untuk mengisi pembangunan
bangsa.
7. Semestinya gaji dosen lebih besar dari
gaji pegawai lain.
8. Apakah perlu dosen berbangga diri atas
keberhasiln mahasiswa karena dosen sendiri
sering tidak pernah merasa diawasi
9. Sebaiknya dosen membimbing mahasiswa
dengan sepenuh hati memberikan ilmunya,
karena jika saya menjadi dosen pembimbing
nanti akan mewarisi ilmunya dan bisa
dikembangkan sesuai dengan tuntutan zaman.
10. Jika saya mahasiswa IAIT kediri, saya
akan menyembunyikan identitas saya
Berdasarkan pernyataan terbebut dapat
dianalisis dengan cara sebagai berikut;
No. Item
pertanyaan
1 2 3 4 5 6 7 8 91
0
skor 10 7 6 2 8 9 4 3 51
Jawaban
responden
1 2 3 - 5 6 - - --
Page | 12
Page 13
perhitungan 10+7+6+9+8=40 skor 40:5=8
kesimpulan Skor 8 dari Paijo adalah
mempunyai respon yang tinggi
untuk menjadi dosen.
3. Skala Guttman
Skala Guttman merupakan skala komulatif.
Jika seseorang menyisakan pertanyaan yang
berbobot lenih berat, ia akan mengiyakan
pertanyaan yang kurang berbobot lainnya.
Skala guttman mengukur suatu dimensi saja
dari suatu variabel yang multidimensi. Skala
Guttman disebut juga skala scalogram yang
sangat baik untuk meyakinkan peneliti tentang
kesatuan dimensi dan sikap atau sifat yang
diteliti yang sering disebut dengan attribut
universal.
Pada skala guttman terdapat beberapa
pernyataan yang diurutkan secara hierarki
untuk melihat sikap tertentu seseorang. Jadi
skala guttman ialah skala yang yang digunakan
untuk jawaban yang bersifat jelas (tegas) dan
konsisten. Misalnya yakin-tidak yakin, benar-
salah, positif-negatif, pernah-tidak pernah,
setuju-tidak setuju,dll.10
10 http://www.academia.edu/5077784/Skala_Pengukuran
Page | 13
Page 14
Contoh :
Apakah anda setuju dengan kenaikan harga
BBM ?
a. Setuju b. tidak
setuju
4. Skala Differential
Skala diferensial yaitu skala untuk
mengukur sikap, tetapi bentuknya bukan
pilihan ganda maupun checklist, tetapi
tersusun dalam satu garis kontinum di mana
jawaban yang sangat positif terletak dibagian
kanan garis, dan jawaban yang sangat negative
terletak dibagian kiri garis, atau
sebaliknya. Data yang diperoleh melalui
pengukuran dengan skala semantic differential
adalah data interval. Skala bentuk ini
biasanya digunakan untuk mengukur sikap atau
karakteristik tertentu yang dimiliki
seseorang.11
Instrumen inidisusun oleh Osgood dan kawan-
kawan ini mengukur konsep-konsep untuk tiga
dimensi. Dimensi-dimensiyang ada diukur dalam
11 https://bellashabrina.wordpress.com/2013/09/17/5-skala-pengukuran-sikap/
Page | 14
Page 15
kategori; menyenangkan-membosankan, sulit-
mudah, baik-tidak baik, kuat lemah, berguna-
tidak berguna, dll.
4. Angket
angket juga dapat digunakan sebagai alat
bantu dalam rangka penilaian hasil belajar.
Berbeda dengan wawancara, dimana penilai
(evaluator) berhadapan secara langsung (face to
face) dengan peserta didik atau dengan pihak
lainnya, maka dengan menggunakan angket,
pnegumpulan data sebagai bahan penilai hasil
belajar jauh lebih praktis, menghemat waktu dan
tenaga. Hanya saja, jawaban yang diberikan
seringkali tidak sesuai dengan kenyataan yang
sebanarnya.12
Pada umunya tujuan penggunaan angket atau
kuesioner dalam proses pembelajaran terutama
adalah untuk memperoleh data mengenai latar
belakang peserta didik sebagai salah satu bahan
dalam menganilisis tingkah laku dan proses
belajar mereka. Disamping itu, juga dimaksudkan
untuk memperoleh data sebagai bahan dalam
menyusun kurikulum dan progam pembelajaran.
Data yang dapat dihimpun melalui kuesioner,
misalnya adalah data yang berkenaan dengan
12 Anas Sudijono, Ibid, hlm. 84
Page | 15
Page 16
kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh para
peserta didik dalam proses pembelajaran, cara
belajar, fasilitas belajar, bimbingan belajar,
motivasi dan minat belajar, sikap belajarnya,
sikap terhadap mata pelajaran tertentu,
pandangan siswa terhadap mata pelajaran
tertentu, pandangan siswa terhadap proses
pembelajaran dan sikap mereka terhadap guru.
Kuesioner sering digunakan untuk menilai
hasil belajar ranah afektif. Ia dapat berupa
kuesioner bentuk pilihan ganda (mutiple choice
item) dan dapat pula berbentuk skala sikap.
Skala yang mengukur sikap, sangat terkenal dan
sering digunakan untuk mengungkap sikap peserta
didik adalah skala likert.13
Kuesioner sebagai alat evaluasi juga sangat
berguna untuk mengungkap latar belakang orang
tua peserta didik maupun peserta didik sendiri,
dimana data yang telah diperoleh melalui
kuesioner itu pada suatu saat akan diperlukan,
terutama apabila terjadi kasus-kasus tertentu
yang menyangkut dari peserta didik.14
5. Study kasus (case Study)
Studi kasus adalah mempelajari individu
dalam proses tertentu secara terus menerus
untuk melihat perkembangannya.
13 Ibid. hlm. 8514 Ibid, hlm. 88
Page | 16
Page 17
Misalnya peserta didik yang sangat cerdas,
sangat lamban, sangat rajin, sangat nakal, atau
kesulitan dalam belajar. Untuk itu guru
menjawab tiga percayaan inti dalam studi kasus,
yaitu:
a. Mengapa kasus tersebut bisa terjadi?
b. Apa yang dilakukan oleh seseorang
dalam kasus tersebut?
c. Bagaimana pengaruh tingkah laku
seseorang terhadap lingkungan?
Studi kasus sering digunakan dalam
evaluasi, bimbingan, dan penelitian. Studi ini
menyangkut integrasi dan penggunaan data yang
komprehensif tentang peserta didik sebagai
suatu dasar untuk melakukan diagnosis dan
mengartikan tingkah laku peserta didik
tersebut. Dalam melakukan studi kasus, guru
harus terlebih dahulu mengumpulkan data dari
berbagai sumber dengan menggunakan berbagai
teknik dan alat pengumpul data. Salah satu alat
yang digunakan adalah depth-interview , yaitu
melakukan wawancara secara mendalam, jenis data
yang diperlukan antara lain, latar belakang
kehidupan, latar belakang keluarga, kesanggupan
Page | 17
Page 18
dan kebutuhan, perkembangan kesehatan, dan
sebagainya.
Namun, seperti halnya alat evaluasi yang
lain, studi kasus juga mempunyai kelebihan dan
kelemahan. Kelebihannya adalah dapat
mempelajari seseorang secara mendalam dan
komprehensif, sehingga karakternya dapat
diketahui selengkap-lengkapnya. Sedangkan
kelemahannya adalah hasil studi kasus tidak
dapat digeneralisasikan, melainkan hanya
berlaku untuk peserta didik itu saja.
6. Pemeriksaan Dokumen (documentary analysis)
Evaluasi mengenai kemajuan, perkembangan atau
keberhasilan belajar peserta didik tanpa
menguji (teknik non-tes) juga dapat dilengkapi atau
diperkaya dengan cara melakukan pemeriksaan
terhadap dokumen-dokumen, misalnya: dokumen
yang menganut informasi mengenai riwayat hidup
(auto biografi), seperti kapan kapan dan dimana
peserta didik dilahirkan, agama yang dianut,
kedudukan anak didalam keluarga dan sebagainya.
Selain itu juga dokumen yang memuat informasi
tentang orang tua peserta didik, dokumen yang
memuat tentang orang tua peserta didik, dokumen
yang memuat tentang lingkungan non-sosial,
seperti kondisi bangunan rumah, ruang belajar,
lampu penerangan dan sebagainya.
Page | 18
Page 19
Beberapa informasi, baik mengenai peserta
didik, orang tua dan lingkungannya itu bukan
tidak mungkin pada saat-saat tertentu sangat
diperlukan sebagai bahan pelengkapbagi pendidik
dalam melakukan evaluasi hasil belajar terhadap
peserta didiknya15
15 Anas Sudijono, Op. Cit, hlm. 90
Page | 19
Page 20
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian diatas dapatlah kita
simpulkan bahwa dalam melaksanakan evaluasi
dalam dunia pendidikan kita tidak hanya
semata dapat menggunakan instrument tes.
Namun, kita bisa menggunakan instrument tes
dalam kegiatan pengukuran dan penilaian.
Teknik-teknik non-tes juga menempati
kedudukan yang penting dalam rangka evaluasi
hasil belajar, lebihlebih evaluasi yang
berhubungan dengan kondisi kejiwaan peserta
didik, seperti presepsinya terhadap mata
pelajaran tertentu, prsepsi terhadap guru,
bakat dan minat, dan sebagainya. Yang semua
itu tidak mungkin dievaluasi dengan
menggunakan tes sebagai alat
pengikutnya.Bentuk-bentuk instrumren evaluasi
non-tes seperti wawancara (interview),
pengamatan (observation), angket
(questionere), studi kasus, dan pemeriksaan
dokumen (documentary)
B. Saran
Page | 20
Page 21
Diharapkan para pendidik dan calon pendidik
memahami bahwa evaluasi non tes juga sangat
penting disamping evaluasi tes. Karena dapat
dinilai sikap, afektif dan psikomotorik dari
mahasiswa sehingga dapat dijadikan panduan
untuk meningkatkan kualitas kependidikan
Page | 21