Top Banner
BAB II PEMBAHASAN A. Pengertian evaluasi Evaluasi non-tes merupakan penilaian atau evaluasi hasil belajar peserta didik yang dilakukan dengan tanpa ”menguji” peserta didik, melainkan dilakukan dengan menggunakan pengamatan secara sistematis (observation), melakukan wawancara (interview), menyebarkan angket (questionnaire) dan memeriksa atau meniliti dokumen-dokumen (documentary analysis). 1 Teknik penilaian non tes jika dilihat dari kata yang menyusunya, maka non tes dapat kita artikan sebagai teknik penilaian yang dilakukan tanpa menggunakan tes. Sehingga teknik ini dilakukan lewat pengamatan secara teliti dan tanpa menguji peserta didik. Non tes biasanya dilakukan untuk mengukur hasil belajar yang berkenaan dengan soft skill, terutama yang berhubungan dengan apa yang dapat dibuat atau dikerjakan oleh peserta didik dari apa yang diketahui atau dipahaminya. Dengan kata lain, instrument ini berhubungan dengan penampilan yang dapat diamati dari pada pengetahuan dan proses mental lainnya yang tidak 1 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 76 Page | 1
21

evaluasi pembelajaran

Mar 29, 2023

Download

Documents

Chothibul Umam
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: evaluasi pembelajaran

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian evaluasi

Evaluasi non-tes merupakan penilaian atau

evaluasi hasil belajar peserta didik yang

dilakukan dengan tanpa ”menguji”  peserta didik,

melainkan dilakukan dengan menggunakan pengamatan

secara sistematis (observation), melakukan wawancara

(interview), menyebarkan angket (questionnaire) dan

memeriksa atau meniliti dokumen-dokumen

(documentary analysis).1

Teknik penilaian non tes jika dilihat dari

kata yang menyusunya, maka non tes dapat kita

artikan sebagai teknik penilaian yang dilakukan

tanpa menggunakan tes. Sehingga teknik ini

dilakukan lewat pengamatan secara teliti dan tanpa

menguji peserta didik. Non tes  biasanya dilakukan

untuk mengukur hasil belajar yang berkenaan dengan

soft skill, terutama yang berhubungan dengan apa

yang dapat dibuat atau dikerjakan oleh peserta

didik dari apa yang diketahui atau dipahaminya.

Dengan kata lain, instrument ini berhubungan

dengan  penampilan yang dapat diamati dari pada

pengetahuan dan proses mental lainnya yang tidak

1 Anas Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2009), hlm. 76

Page | 1

Page 2: evaluasi pembelajaran

dapat diamati dengan Panca indera (Widiyoko,

2009).2

Instrument untuk memperoleh hasil belajar

non-tes terutama dilakukan untuk mengukur hasil

belajar yang berkenaan dengan soft skill, terutama

yang berhubungan dengan apa yang dapat dibuat atau

dikerjakan oleh peserta didik dari apa yang

diketahui atau dipahaminya. Dengan kata lain,

instrument seperti itu terutama berhubungan dengan

penampilan yang dapat diamati dari pada

pengetahuan dan proses mental lainnya yang tidak

dapat diamati dengan panca indra. Selain itu,

instrument seperti ini memang merupakan satu

kesatuan dengan instrument lainnya, karena tes

pada umumnya mengukur apa yang diketahui, dipahami

atau yang dapat dikuasai oleh peserta didik dalam

tingkatan proses mental yang lebih tinggi. Akan

tetapi, belum ada jaminan bahwa mereka memiliki

mental itu dalam mendemonstrasikan dalam tingkah

lakunya. Dengan demikian, instrument non-tes

merupakan bagian dari alat ukur hasil peserta

didik.3

2 http://www.academia.edu/5741777/Makalah_Evaluasi_Pendidikan_NON_TES

3 S. Eko Putra Widoyoko, Evaluasi Program Pembelajaran: Panduan PraktisBagi Pendidik dan Calon Didik, (Yogyakarta: Pustaka Belajar: 2009), hlm. 104

Page | 2

Page 3: evaluasi pembelajaran

B. Jenis-jenis evaluasinon test

1. Observasi (observation)

observasi adalah cara menghimpun bahan-bahan

keterangan (data) yang dilakukan dengan

mengadakan pengamatan dan pencatatan secara

sistematis, logis, objektif dan rasional

terhadap fenomena-fenomena yang sedang

dijadikan sebagai sasaran pengamatan.4

Tujuan utama observasi adalah:

a. Untuk mengumpulkan data dan inforamsi

mengenai suatu fenomena, baik yang berupa

peristiwa maupun tindakan, baik dalam

situasi yang sesungguhnya maupun dalam

situasi buatan

b. Untuk mengukur perilaku kelas (baik

perilaku guru maupun peserta didik),

interaksi antara peserta didik dan guru,

dan faktor-faktor yang dapat diamati

lainnya, terutama kecakapan sosial (social

skill)

     

Dalam evaluasi pembelajaran, observasi

dapat digunakan untuk menilai proses dan hasil

belajar peserta didik pada waktu belajar

belajar, berdiskusi, mengerjakan tugas, dan

4 Zaenal Arifin, Evaluasi Pembelajaran: Prinsip, Teknik, Prosedur, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), hlm76

Page | 3

Page 4: evaluasi pembelajaran

lain-lain. Selain itu, observasi juga dapat

digunakan untuk menilai penampilan guru dalam

mengajar, suasana kelas, hubungan sosial

sesama, hubungan sosial sesama peserta didik,

hubungan guru dengan peserta didik, dan

perilaku sosial lainnya

Observasi mempunyai beberapa karakteristik,

antara lain:

a) Mempunyai arah dan tujuan yang jelas. Hal

ini  dimaksudkan agar pelaksanaan

observasi tidak menyimpang dari

permasalahan. Oleh karena itu, dalam

pelaksanaannya evaluator harus menggunakan

alat yang disebut dengan pedoman

observasi.

b) Bersifat ilmiah, yaitu dilakukan secara

sistematis, logis, kritis, objektif, dan

rasional.

c) Terdapat berbagai aspek yang akan

diobservasi.

d) Praktis penggunaannya.

Dilihat dari kerangka kerjanya, observasi

dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:

a) Observasi berstruktur, yaitu semua

kegiatan guru sebagai observer telah

ditetapkan terlebih dahulu berdasarkan

kerangka kerja yang berisi faktor yang

Page | 4

Page 5: evaluasi pembelajaran

telah diatur kategorisasinya. Isi dan luas

materi observasi telah ditetapkan dan

dibatasi dengan jelas dan tegas.

b) Observasi tak berstruktur, yaitu semua

kegiatan guru sebagai obeserver tidak

dibatasi oleh suatu kerangka kerja yang

pasti. Kegiatan obeservasi hanya dibatasi

oleh tujuan observasi itu sendiri.

Apabila dilihat dari teknis pelaksaannya,

observasi dapat ditempuh melalui tiga cara,

yaitu:

a. Observasi langsung, observasi yang

dilakukan secara langsung terhadap objek

yang diselidiki.

b. Observasi tak langsung, yaitu observasi

yang dilakukan melalui perantara, baik

teknik maupun alat tertentu.

c. Observasi partisipasi, yaitu observasi

yang dilakukan dengan cara ikut ambil

bagian atau melibatkan diri dalam situasi

objek yang diteliti.

Adapaun langkah-langkah penyusunan pedoman

observasi adalah sebagai berikut:

a. Merumuskan tujuan observasi

b. Membuat lay-out atau kisi-kisi observasi

c. Menyusun pedoman observasi

Page | 5

Page 6: evaluasi pembelajaran

d. Menyusun aspek-aspek yang akan

diobservasi, baik yang berkenaan

proses belajar peserta didik dan

kepribadiaanya maupun penampilan guru

dalam pembelajaran

e. Melakukan uji coba pedoman observasi untuk

melihat kelemahan-kelemahan pedoman

observasi

f. Merifisi pedoman obsevasi berdasarkan

hasil uji coba

g. Melaksanakan observasi pada saat kegiatan

berlangsung

h. Mengolah dan menafsirkan hasil observasi.5

2. Wawancara

Wawancara adalah komunikasi langsung antara

yang mewancarai dan yang diwancarai.6 Secara

umum, yang dimaksud dengan wawancara adalah

cara menghimpun bahan keterangan yang dikakukan

dengan melakukan tanya jawab lisan secara

sepihak, berhadapan muka dan dengan arah serta

tujuan yang telah ditentukan.

Ada dua jenis wawancara yang dapat dipergunakan

sebagai alat evaluasi, yaitu:

5 Zaenal Arifin, Ibid, hlm. 1536 Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif, (Jakarta: PT. Rineka Cipta), hlm. 220

Page | 6

Page 7: evaluasi pembelajaran

a. Wawancara terpimpin (guided interview), yang

juga sering dikenal dengan istilah

wawancara berstruktur (structured interview)

atau wawancara sistematis (systematic

interview), yaitu wawancara yang dilakukan

oleh evaluator dengan cara mengajukan

pertanyaan-pertanyaan yang telah disusun

terlebih dahulu. Jadi, dalam hal ini

responden pada waktu menjawab pertanyaan

tinggal memilih jawaban yang sudah

disediakan oleh evaluator.7

b. Wawncara tidak terpimpin (un-guided

interview), yang sering dikenal dengan

istlah wawancara sederhana (simple interview)

atau wawancara tidak sistematis (non-

systematic interview) atau wawancara bebas,

diamana responden mempunyai kebebasan

untuk mengutarakan pendapatnya, tanpa

dibatasi oleh patokan-patokan yang telah

dibuat oleh evaluator. Dalam wawancara

bebas, pewancara selaku evaluator

mengajukan pertanyaan-pertanyaan kepada

peserta didik atau orang tuanya tanpa

dikendalikan oleh pedoman tertentu, mereka

dengan bebas mengemukakan jawabannya.

Hanya saja pada saat menganilis dan

7 Daryanto, Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2008), cet V, hlm. 33

Page | 7

Page 8: evaluasi pembelajaran

menarik kesimpulan hasil wawancara bebas

ini evaluator akan dihadapkan kesulitan-

kesulitan, terutama apabila jawaban mereka

beraneka ragam. Mengingat bahwa daya ingat

manusia itu dibatasi ruang dan waktu, maka

sebaiknya hasil wawancara itu dicatat

seketika.8

Tujuan wawancara adalah sebagai berikut:

a. Untuk memperoleh informasi secara langsung

guna menjelaskan suatu hal atau situasi

dan kondisi tertentu

b. Untuk melengkapi suatu penyelidikan ilmiah

c. Untuk memperoleh data agar dapat

mempengaruhi situasi atau orang tertentu

3. Skala sikap (attitude scales)

Untuk dapat memahami pengukiran sikap, pertama-

tama harus dikuasai pengertian sikap. Johson &

johson (2002:168) “an attitude is a possitive

or negative reaction to a person, object, or

idea”. Muhajir (1992:75) mengatakan bahwa sikap

merupakan kecenderungan afeksi suka atau tidak

suka pada suatu objek sosial.9

Dari pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa

sikap merupakan reaksi seseorang dalam

menghadapi suatu objek.

8 Anas Sudijono, Op. Cit, hlm. 849 Eko putro widoyoko, evaluasi program pembelajaran,(yogyakarta:pustaka pelajar,2014),cet VI,hlm.113

Page | 8

Page 9: evaluasi pembelajaran

Ada beberapa bentuk skala sikap, antara lain;

1. Skala likert

Prinsip pokok skala likert adalah menentukan

lokasi kedudukan seseorang dalam suatu

kontinum sikap terhadap objek sikap, mulai

dari sangat negativ sampai dengan sangat

positif .penentuan lokasi dilakukan dengan

mengkuantifikasi pernyataan seseorang

terhadap butir pernyataan yang disediakan.

Untuk skala likertdigunakan skala dengan lima

angka. Skala 1(satu) berarti sangat

negativdan skala 5(lima) berarti sangat

positif. Skala ini disusun dalam bentuk dalam

suatu pernyataan dan diikuti oleh pilihan

respons yang menunjukkan tingkatan. Contoh

pilihan respons.

SS = sangat setuju

S = setuju

TB/R = tidak punya pendapat/ragu-ragu

TS = tidak setuju

STS = sangat tidak setuju

Contoh instrumen untuk mengukur sikap

siswa terhadap mata pelajaran matematika

Tabel

Contoh instrumen untuk mengukur sikap siswa

NO Sikap Siswa STS TS R S SS

Page | 9

Page 10: evaluasi pembelajaran

1 Pelajaran matematika

bermanfaat

2 Pelajaran matematika

sulit

3 Tidak semua siswa harus

belajar matematika

4 Pelajaran matematika

harus dibuat mudah

5 Harus banyak latihan pada

pelajaran matematika

2. Skala Thurstone

Skala Thurstone meminta responden untuk

memilih pernyataan yang ia setujui dari

beberapa pernyataan yang menyajikan pandangan

yang berbeda-beda. Setiap item mempunyai

asosiasi antara 1 sampai dengan 10, tetapi

nilai-nilainya tidak diketahui oleh

responden. Pemberian nilai ini berdasarkan

jumlah tertentu pernyataan yang dipilih oleh

responden mengenai angket tersebut.

Perbedaan antara skala Thurstone dan skala

likert ialah pada skala thurstone interval

Page | 10

Page 11: evaluasi pembelajaran

yang panjangnya sama memiliki intensitas

kekuatan yang sama. Sedangkan pada skala

likert tidak perlu sama.

Contoh:

Merekrut calon dosen IAIT kediri, toloh pilih

5 dari 10 pertanyaan sesuai dengan presepsi

daudara:

1. Saya memilih pekerjaan sebagai dosen

karena pekerjaan yang mulia dan terhormat

untuk mengembangkan ilmu pengetahuan.

2. Bila saya seorangmahasiswa IAIT kediri

saya akan mengusulkan agar mahasiswa

memakai simbol-simbol tertentu yang dapat

dibanggakan

3. Saya merasa tersanjung bila saya lebih

memiliki kemampuan dalam mengajarkan

sesuatu daripada menguasai bidang studi

saja

4. Apa yang bisa dibanggakan seorag dosen,

bila gaji hanya pas-pasan, berangjkat

mengajar jalan kaki, di kampussering

berhadapan dengan tugas dengan masalah

yang rumit dan mahasiswa yang bandel.

5. Senangnya menjadi dosen apabila berhasil

mendemontrasikan kompetensipada mahasiswa

yang menghadapi kesulitan di kelas

Page | 11

Page 12: evaluasi pembelajaran

6. Sebagai dosen, saya bangga karena dosen

sebagai pewaris ilmuwan yang mengajarkan

para mahasiswauntuk dipersiapkan menjadi

manusia yang tangguh, berkualitas, kreatif

dan profesional untuk mengisi pembangunan

bangsa.

7. Semestinya gaji dosen lebih besar dari

gaji pegawai lain.

8. Apakah perlu dosen berbangga diri atas

keberhasiln mahasiswa karena dosen sendiri

sering tidak pernah merasa diawasi

9. Sebaiknya dosen membimbing mahasiswa

dengan sepenuh hati memberikan ilmunya,

karena jika saya menjadi dosen pembimbing

nanti akan mewarisi ilmunya dan bisa

dikembangkan sesuai dengan tuntutan zaman.

10. Jika saya mahasiswa IAIT kediri, saya

akan menyembunyikan identitas saya

Berdasarkan pernyataan terbebut dapat

dianalisis dengan cara sebagai berikut;

No. Item

pertanyaan

1 2 3 4 5 6 7 8 91

0

skor 10 7 6 2 8 9 4 3 51

Jawaban

responden

1 2 3 - 5 6 - - --

Page | 12

Page 13: evaluasi pembelajaran

perhitungan 10+7+6+9+8=40 skor 40:5=8

kesimpulan Skor 8 dari Paijo adalah

mempunyai respon yang tinggi

untuk menjadi dosen.

3. Skala Guttman

Skala Guttman merupakan skala komulatif.

Jika seseorang menyisakan pertanyaan yang

berbobot lenih berat, ia akan mengiyakan

pertanyaan yang kurang berbobot lainnya.

Skala guttman mengukur suatu dimensi saja

dari suatu variabel yang multidimensi. Skala

Guttman disebut juga skala scalogram yang

sangat baik untuk meyakinkan peneliti tentang

kesatuan dimensi dan sikap atau sifat yang

diteliti yang sering disebut dengan attribut

universal.

Pada skala guttman terdapat beberapa

pernyataan yang diurutkan secara hierarki

untuk melihat sikap tertentu seseorang. Jadi

skala guttman ialah skala yang yang digunakan

untuk jawaban yang bersifat jelas (tegas) dan

konsisten. Misalnya yakin-tidak yakin, benar-

salah, positif-negatif, pernah-tidak pernah,

setuju-tidak setuju,dll.10

10 http://www.academia.edu/5077784/Skala_Pengukuran

Page | 13

Page 14: evaluasi pembelajaran

Contoh :

Apakah anda setuju dengan kenaikan harga

BBM ?

a. Setuju                      b. tidak

setuju

4. Skala Differential

Skala diferensial yaitu skala untuk

mengukur sikap, tetapi bentuknya bukan

pilihan ganda maupun checklist, tetapi

tersusun dalam satu garis kontinum di mana

jawaban yang sangat positif terletak dibagian

kanan garis, dan jawaban yang sangat negative

terletak dibagian kiri garis, atau

sebaliknya. Data yang diperoleh melalui

pengukuran dengan skala semantic differential

adalah data interval. Skala bentuk ini

biasanya digunakan untuk mengukur sikap atau

karakteristik tertentu yang dimiliki

seseorang.11

Instrumen inidisusun oleh Osgood dan kawan-

kawan ini mengukur konsep-konsep untuk tiga

dimensi. Dimensi-dimensiyang ada diukur dalam

11 https://bellashabrina.wordpress.com/2013/09/17/5-skala-pengukuran-sikap/

Page | 14

Page 15: evaluasi pembelajaran

kategori; menyenangkan-membosankan, sulit-

mudah, baik-tidak baik, kuat lemah, berguna-

tidak berguna, dll.

4. Angket

angket juga dapat digunakan sebagai alat

bantu dalam rangka penilaian hasil belajar.

Berbeda dengan wawancara, dimana penilai

(evaluator) berhadapan secara langsung (face to

face) dengan peserta didik atau dengan pihak

lainnya, maka dengan menggunakan angket,

pnegumpulan data sebagai bahan penilai hasil

belajar jauh lebih praktis, menghemat waktu dan

tenaga. Hanya saja, jawaban yang diberikan

seringkali tidak sesuai dengan kenyataan yang

sebanarnya.12

Pada umunya tujuan penggunaan angket atau

kuesioner dalam proses pembelajaran terutama

adalah untuk memperoleh data mengenai latar

belakang peserta didik sebagai salah satu bahan

dalam menganilisis tingkah laku dan proses

belajar mereka. Disamping itu, juga dimaksudkan

untuk memperoleh data sebagai bahan dalam

menyusun kurikulum dan progam pembelajaran.

Data yang dapat dihimpun melalui kuesioner,

misalnya adalah data yang berkenaan dengan

12 Anas Sudijono, Ibid, hlm. 84

Page | 15

Page 16: evaluasi pembelajaran

kesulitan-kesulitan yang dihadapi oleh para

peserta didik dalam proses pembelajaran, cara

belajar, fasilitas belajar, bimbingan belajar,

motivasi dan minat belajar, sikap belajarnya,

sikap terhadap mata pelajaran tertentu,

pandangan siswa terhadap mata pelajaran

tertentu, pandangan siswa terhadap proses

pembelajaran dan sikap mereka terhadap guru.

Kuesioner sering digunakan untuk menilai

hasil belajar ranah afektif. Ia dapat berupa

kuesioner bentuk pilihan ganda (mutiple choice

item) dan dapat pula berbentuk skala sikap.

Skala yang mengukur sikap, sangat terkenal dan

sering digunakan untuk mengungkap sikap peserta

didik adalah skala likert.13

Kuesioner sebagai alat evaluasi juga sangat

berguna untuk mengungkap latar belakang orang

tua peserta didik maupun peserta didik sendiri,

dimana data yang telah diperoleh melalui

kuesioner itu pada suatu saat akan diperlukan,

terutama apabila terjadi kasus-kasus tertentu

yang menyangkut dari peserta didik.14

5. Study kasus (case Study)

Studi kasus adalah mempelajari individu

dalam proses tertentu secara terus menerus

untuk melihat perkembangannya.

13 Ibid. hlm. 8514 Ibid, hlm. 88

Page | 16

Page 17: evaluasi pembelajaran

Misalnya peserta didik yang sangat cerdas,

sangat lamban, sangat rajin, sangat nakal, atau

kesulitan dalam belajar. Untuk itu guru

menjawab tiga percayaan inti dalam studi kasus,

yaitu:

a.       Mengapa kasus tersebut bisa terjadi?

b.      Apa yang dilakukan oleh seseorang

dalam kasus tersebut?

c.       Bagaimana pengaruh tingkah laku

seseorang terhadap lingkungan?

Studi kasus sering digunakan dalam

evaluasi, bimbingan, dan penelitian. Studi ini

menyangkut integrasi dan penggunaan data yang

komprehensif tentang peserta didik sebagai

suatu dasar untuk melakukan diagnosis dan

mengartikan tingkah laku peserta didik

tersebut. Dalam melakukan studi kasus, guru

harus terlebih dahulu mengumpulkan data dari

berbagai sumber dengan menggunakan berbagai

teknik dan alat pengumpul data. Salah satu alat

yang digunakan adalah depth-interview , yaitu

melakukan wawancara secara mendalam, jenis data

yang diperlukan antara lain, latar belakang

kehidupan, latar belakang keluarga, kesanggupan

Page | 17

Page 18: evaluasi pembelajaran

dan kebutuhan, perkembangan kesehatan, dan

sebagainya.

Namun, seperti halnya alat evaluasi yang

lain, studi kasus juga mempunyai kelebihan dan

kelemahan. Kelebihannya adalah dapat

mempelajari seseorang secara mendalam dan

komprehensif, sehingga karakternya dapat

diketahui selengkap-lengkapnya. Sedangkan

kelemahannya adalah hasil studi kasus tidak

dapat digeneralisasikan, melainkan hanya

berlaku untuk peserta didik itu saja.

6. Pemeriksaan Dokumen (documentary analysis)

Evaluasi mengenai kemajuan, perkembangan atau

keberhasilan belajar peserta didik tanpa

menguji (teknik non-tes) juga dapat dilengkapi atau

diperkaya dengan cara melakukan pemeriksaan

terhadap dokumen-dokumen, misalnya: dokumen

yang menganut informasi mengenai riwayat hidup

(auto biografi), seperti kapan kapan dan dimana

peserta didik dilahirkan, agama yang dianut,

kedudukan anak didalam keluarga dan sebagainya.

Selain itu juga dokumen yang memuat informasi

tentang orang tua peserta didik, dokumen yang

memuat tentang orang tua peserta didik, dokumen

yang memuat tentang lingkungan non-sosial,

seperti kondisi bangunan rumah, ruang belajar,

lampu penerangan dan sebagainya.

Page | 18

Page 19: evaluasi pembelajaran

Beberapa informasi, baik mengenai peserta

didik, orang tua dan lingkungannya itu bukan

tidak mungkin pada saat-saat tertentu sangat

diperlukan sebagai bahan pelengkapbagi pendidik

dalam melakukan evaluasi hasil belajar terhadap

peserta didiknya15

15 Anas Sudijono, Op. Cit, hlm. 90

Page | 19

Page 20: evaluasi pembelajaran

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari uraian diatas dapatlah kita

simpulkan bahwa dalam melaksanakan evaluasi

dalam dunia pendidikan kita tidak hanya

semata dapat menggunakan instrument tes.

Namun, kita  bisa menggunakan instrument tes

dalam kegiatan pengukuran dan penilaian.

Teknik-teknik non-tes juga menempati

kedudukan yang penting dalam rangka evaluasi

hasil belajar, lebihlebih evaluasi yang

berhubungan dengan kondisi kejiwaan peserta

didik, seperti  presepsinya terhadap mata

pelajaran tertentu, prsepsi terhadap guru,

bakat dan minat, dan sebagainya. Yang semua

itu tidak mungkin dievaluasi dengan

menggunakan tes sebagai alat

pengikutnya.Bentuk-bentuk instrumren evaluasi

non-tes seperti wawancara (interview),

pengamatan (observation), angket

(questionere), studi kasus, dan pemeriksaan

dokumen (documentary)

B. Saran

Page | 20

Page 21: evaluasi pembelajaran

Diharapkan para pendidik dan calon pendidik

memahami bahwa evaluasi non tes juga sangat

penting disamping evaluasi tes. Karena dapat

dinilai sikap, afektif dan psikomotorik dari

mahasiswa sehingga dapat dijadikan panduan

untuk meningkatkan kualitas kependidikan

Page | 21