EVALUASI MANAJEMEN OBAT DI RUMAH SAKIT * ) A. Pengertian Obat Dalam Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan Bab I pasal 1 tidak disebutkan mengenai pengertian obat, tetapi pengertian tentang sediaan farmasi. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik. 10 Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43/Menkes/SK/II/1988 tentang Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB), obat adalah tiap bahan atau campuran bahan yang dibuat, ditawarkan untuk dibuat, ditawarkan untuk dijual atau disajikan untuk digunakan dalam pengobatan, peredaran, pencegahan atau diagnosa suatu penyakit, suatu kelainan fisik atau gejala-gejalanya pada manusia atau hewan, atau dalam pemulihan, perbaikan atau pengubahan fungsi organis pada manusia atau hewan. 11 Beberapa istilah yang perlu diketahui tentang obat, antara lain : 12 1. Obat jadi adalah obat dalam keadaan murni atau campuran dalam bentuk serbuk, cairan, salep, tablet, pil, supositoria, atau bentuk lain yang mempunyai nama teknis sesuai dengan Farmakope Indonesia (FI) atau buku lain. 2. Obat paten yakni obat jadi dengan nama dagang yang terdaftar atas nama si pembuat atau yang dikuasakan dan dijual dalam bungkus asli dari pabrik yang memproduksinya. *) SUTOPO PATRIA JATI, AKK-FKM UNDIP 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
EVALUASI MANAJEMEN OBAT DI RUMAH SAKIT * )
A. Pengertian Obat
Dalam Undang-Undang RI Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan
Bab I pasal 1 tidak disebutkan mengenai pengertian obat, tetapi pengertian
tentang sediaan farmasi. Sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat
tradisional dan kosmetik.10
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
43/Menkes/SK/II/1988 tentang Cara Pembuatan Obat Yang Baik (CPOB),
obat adalah tiap bahan atau campuran bahan yang dibuat, ditawarkan untuk
dibuat, ditawarkan untuk dijual atau disajikan untuk digunakan dalam
pengobatan, peredaran, pencegahan atau diagnosa suatu penyakit, suatu
kelainan fisik atau gejala-gejalanya pada manusia atau hewan, atau dalam
pemulihan, perbaikan atau pengubahan fungsi organis pada manusia atau
hewan.11
Beberapa istilah yang perlu diketahui tentang obat, antara lain :12
1. Obat jadi adalah obat dalam keadaan murni atau campuran
dalam bentuk serbuk, cairan, salep, tablet, pil, supositoria, atau bentuk
lain yang mempunyai nama teknis sesuai dengan Farmakope Indonesia
(FI) atau buku lain.
2. Obat paten yakni obat jadi dengan nama dagang yang
terdaftar atas nama si pembuat atau yang dikuasakan dan dijual dalam
bungkus asli dari pabrik yang memproduksinya.
3. Obat baru adalah obat yang terdiri atau berisi suatu zat baik
sebagai bagian yang berkhasiat maupunan mutunya terjamin yang tidak
berkhasiat, misalnya lapisan, pengisi, pelarut, bahan pembantu atau
komponen lain yang belum dikenal, hingga tidak diketahui khasiat dan
keamanannya.
4. Obat esensial adalah obat yang paling dibutuhkan untuk
pelayanan kesehatan bagi masyarakat terbanyak yang meliputi diagnosa,
profilaksis terapi dan rehabilitasi yang diupayakan tersedia pada unit
pelayanan kesehatan sesuai dengan fungsi dan tingkatnya.13 Konsep
obat esensial merupakan pendekatan untuk menyediakan pelayanan
*) SUTOPO PATRIA JATI, AKK-FKM UNDIP
1
2
bermutu dan terjangkau, yang diwujudkan dengan Daftar Obat Esensial
Nasional.14
5. Obat generik berlogo adalah obat esensial yang tercantum
dalam Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan mutunya terjamin
karena diproduksi sesuai dengan persyaratan CPOB dan diuji ulang oleh
Pusat Pemeriksaan Obat dan Makanan Departemen Kesehatan (PPOM
Depkes). PPOM Depkes saat sekarang telah menjadi Badan Pengawas
Obat dan Makanan (BPOM) yang bertanggung jawab langsung kepada
Presiden.
B. Dasar Kebijakan Umum Obat
Dalam Sistem Kesehatan Nasional (SKN)15 telah disebutkan bahwa
Subsistem obat dan perbekalan kesehatan adalah tatanan yang menghimpun
berbagai upaya yang menjamin ketersediaan, pemerataan serta mutu obat
dan perbekalan kesehatan secara terpadu dan saling mendukung dalam
rangka tercapainya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.
Tujuan dari subsistem obat dan perbekalan kesehatan adalah
tersedianya obat dan perbekalan kesehatan yang aman, bermutu dan
bermanfaat, serta terjangkau oleh masyarakat untuk menjamin
terselenggaranya pembangunan kesehatan guna meningkatkan derajat
kesehatan yang setinggi-tingginya.
Subsistem obat dan perbekalan kesehatan terdiri dari tiga unsur utama
yakni jaminan ketersediaan, jaminan pemerataan serta jaminan mutu obat
dan perbekalan kesehatan. Jaminan ketersediaan obat dan perbekalan
kesehatan adalah upaya pemenuhan kebutuhan obat dan perbekalan
kesehatan sesuai dengan jenis dan jumlah yang dibutuhkan oleh masyarakat.
Jaminan pemerataan obat dan perbekalan kesehatan adalah upaya
penyebaran obat dan perbekalan kesehatan secara merata dan
berkesinambungan sehingga mudah diperoleh dan terjangkau oleh
masyarakat. Jaminan mutu obat dan perbekalan kesehatan adalah upaya
menjamin khasiat, keamanan serta keabsahan obat dan perbekalan
kesehatan sejak dari produksi hingga pemanfaatannya. Ketiga unsur utama
tersebut, yakni jaminan ketersediaan, jaminan pemerataan serta jaminan
mutu obat dan perbekalan kesehatan, bersinergi dan ditunjang dengan
2
3
teknologi, tenaga pengelola serta penatalaksanaan obat dan perbekalan
kesehatan.
Penyelenggaraan subsistem obat dan perbekalan kesehatan mengacu
pada prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Obat dan perbekalan kesehatan adalah kebutuhan dasar
manusia yang berfungsi sosial, sehingga tidak boleh diperlakukan
sebagai komoditas ekonomi semata.
2. Obat dan perbekalan kesehatan sebagai barang publik harus
dijamin ketersediaan dan keterjangkauannya, sehingga penetapan
harganya dikendalikan oleh pemerintah dan tidak sepenuhnya diserahkan
kepada mekanisme pasar.
3. Obat dan Perbekalan Kesehatan tidak dipromosikan secara
berlebihan dan menyesatkan.
4. Peredaran serta pemanfaatan obat dan perbekalan kesehatan
tidak boleh bertentangan dengan hukum, etika dan moral.
Unsur sarana fisik 1. Ruang operasional: ruang apotik, ruang pengawasan mutu, ruang penyimpanan berbagai bahan kimia dan obat, ruang penerimaan dan penyerahan obat, ruang bahan dan alat, ruang dokumentasi.
2. Ruang administrasi: ruang administrasi/resep, ruang apoteker/staf, ruang perpustakaan/rapat.
3. Ruang penunjang: gudang, ruang tunggu, kamar mandi/WC, ruang tempat pembuangan bahan berbahaya.
Unsur peralatan 1. Alat pharmaceutical sederhana: alat meracik obat powder, alat meracik obat bentuk pil/kapsul, alat meracik bentuk larutan, alat meracik bentuk emulsi, alat meracik suppositoria, alat meracik salep sederhana, alat sterilisasi sederhana, alat menimbang bahan dan obat.
2. Alat penunjang: refrigerator, intercom, sound system.
Unsur prosedur kerja tetap
1. Prosedur kerja tetap administrasi:a. Tatalaksana permintaan bahan, alat, dan obat
dari unit UPF di rumah sakitb. Tatalaksana permintaan bahan, alat dan obat
dari pasienc. Uraian tugas petugasd. Tatalaksana permintaan bahan berbahaya/
narkotik e. Pedoman tarif
2. Prosedur kerja tetap kefarmasian: protap meracik powder, protap membuat pil/kapsul, protap membuat larutan, protap membuat emulsi, protap membuat suppositoria, protap membuat salep.
Sumber: Pudjaningsih, D., Pengembangan Indikator Efisiensi Pengelolaan Obat di
Farmasi Rumah Sakit. Magister Manajemen Rumah Sakit, UGM.
39
40
2. Adapun instumen penilaian penampilan kerja rumah sakit umum yang
digunakan dalam rangka Hari Kesehatan Nasional tahun 1994 khususnya
untuk farmasi rumah sakit adalah sebagai berikut:
Tabel 2.3 Instrumen Penilaian Penampilan Kerja Rumah Sakit
Unsur yang dinilai Indikator
1 2
Perencanaan 1. Ada komite farmasi dan terapi dengan surat keputusan direktur a. Tidak ada kegiatanb. Rapat rutin 1 tahun kurang dari 4 kalic. Rapat rutin 1 tahun minimal 4 kalid. Telah membuat konsep formulariume. Telah mempunyai pedoman diagnosa dan terapi
serta formularium
40
41
Unsur yang dinilai Indikator1 2
Penggunaan obat generik
Akses pelayanan
Catatan farmasi/gudang obat
2. Perencanaan obat tidak dibuat perencanaana. Dibuat 1 macam, yaitu berdasarkan kebutuhan
sebenarnya dengan salah satu polab. Dibuat 1 macam, yaitu berdasarkan alokasi dana
dan kebutuhan sebenarnya dengan salah satu pola yang ada
c. Dibuat 2 macam, yaitu berdasarkan alokasi dana dan berdasarkan kebutuhan sebenarnya dengan salah satu pola yaitu epidemiologi atau konsumsi
d. Dibuat 2 macam, yaitu berdasarkan alokasi dana dan berdasarkan kebutuhan sebenarnya dengan pola kombinasi
3. Jumlah jenis obat generik, dibandingkan dengan seluruh obat yang ada di farmasi rumah sakit tahun lalu. (Bukti tertulis)
4. Prosentase penulisan resep dengan generik, tahun lalu, sampling dari kumpulan resep tahun lalu. (Bukti tertulis)
5. Prosentase resep yang dilayani di farmasi rumah sakit dari resep rawat jalan dan rawat inap. (Bukti tertulis)
6. Laporan pemakaian obat a. Laporan obat generikb. Laporan keseluruhan pemakaian obatc. Laporan bulanan pemakaian obat untuk apotikd. Laporan bulanan pemakain obat untuk gudange. Laporan pemakaian obat masing-masing poli/UGD
7. Visualisasi data di instalasi farmasi rumah sakit a. Tidak ada datab. Data penulisan obat generikc. Data penulisan obat generik dibandingkan dengan
obat yang adad. Data jumlah obat yang dilayanie. Data penggunaan anggaran
Sumber: Pudjaningsih, D., Pengembangan Indikator Efisiensi Pengelolaan Obat di Farmasi
Rumah Sakit. Magister Manajemen Rumah Sakit, UGM.
Sementara itu Pudjaningsih dari Magister Manjemen Rumah Sakit UGM
menetapkan beberapa indikator efisiensi untuk pengelolaan obat di farmasi
rumah sakit yang meliputi tahap perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan
distribusi, yang digunakan peneliti untuk mengukur tahap-tahap proses
pengelolaan obat, indikator-indikator itu yaitu sebagai berikut:
1. Perencanaan Obat
Beberapa indikator yang digunakan dalam perencanaan adalah:
a. Persentase dana
Data diperoleh dengan cara penelusuran data, yaitu dana yang
tersedia, dan data kebutuhan dana secara keseluruhan berdasarkan
41
42
metode konsumsi, dikombinasi dengan epidemiologi, kemudian
dihitung persentase dana yang tersedia pada IFRS dibanding
kebutuhan yang sesungguhnya. Nilai standar persentase dana yang
tersedia adalah ≥ 100%.
b. Penyimpangan perencanaan
Data yang digunakan adalah macam item obat, kemudian
dihitung jumlah item obat dalam perencanaan dan jumlah item obat
dalam kenyataan pakai. Nilai standar batas penyimpangan
perencanaan adalah 20-30%.
2. Pengadaan Obat
Indikator-indikator dalam pengelolaan obat di rumah sakit antara lain:
a. Frekuensi pengadaan tiap item obat
Frekuensi pengadaan tiap item obat setiap tahunnya dapat
digolongkan menjadi 3 kategori yaitu frekuensi rendah (<12), sedang
(12-24), dan tinggi (>24). Banyaknya obat dengan frekuensi sedang
dan tinggi menunjukkan kemampuan IFRS dalam merespon
perubahan kebutuhan obat dan melakukan pembelian obat dalam
jumlah sesuai dengan kebutuhan saat itu. Pengadaan obat yang
berulang juga menunjukkan bahwa yang tersedia di IFRS merupakan
obat dengan perputaran cepat (fast moving). Banyaknya obat yang
masuk kedalam jenis slow moving dapat berarti kerugian bagi rumah
sakit. Cara analisisnya yaitu dengan mengambil secara acak
sejumlah kartu stok dalam setahun, dicatat nama masing-masing
obat, kemudian dilihat pada catatan pengadaan selama tahun
tersebut.
b. Frekuensi kesalahan faktur
Kriteria kesalahan faktur pembelian yang digunakan adalah
adanya ketidak cocokan jenis obat, jumlah obat dalam suatu item,
atau jenis obat dalam faktur terhadap surat pesanan yang
bersesuaian. Cara analisisnya adalah dengan mengambil secara
acak sejumlah faktur pembelian dalam setahun, kemudian masing-
masing faktur tersebut dicocokkan dengan surat pesanan.
Ketidaksesuaian faktur dengan surat pesanan dapat disebabkan oleh
beberapa kemungkinan, yaitu:
42
43
1) Tidak ada stok, atau barang habis di PBF, jadi barang yang
dipesan pada distributor atau PBF sedang mengalami
kekosongan.
2) Stok barang yang tidak sesuai. Barang yang dipesan pada PBF
isi dalam kemasannya tidak baik atau rusak sehingga barang
tidak digunakan.
3) Reorder atau frekuensi pemesanan terlalu banyak, menyebabkan
petugas bersangkutan tidak sempat untuk melakukan pembukuan
dengan cermat.
c. Frekuensi tertundanya pembayaran oleh rumah sakit terhadap waktu
yang telah disepakati
Tingkat frekuensi tertundanya pembayaran menunjukkan kurang
baiknya manajemen keuangan pihak rumah sakit. Hal ini dapat
menunjukkan kepercayaan pihak pemasok kepada rumah sakit
sehingga potensial menyebabkan ketidaklancaran suplai obat
dengan antibiotik di Indonesia adalah sebesar 43%.
4. Persentase injeksi yang diresepkan
Tujuannya untuk mengukur penggunaan injeksi yang berlebihan.
Dalam hal ini, imunisasi biasanya tidak dimasukkan dalam perhitungan.
5. Persentase obat yang diresepkan dari daftar
obat esensial atau formularium
Tujuannya untuk mengukur derajat kesesuaian praktek dengan
kebijaksanaan obat nasional yang diindikasikan dengan peresepan dari
daftar obat esensial atau formularium. Sebelumnya rumah sakit harus
mempunyai kopi daftar obat esensial nasional atau formularium sehingga
dapat dijadikan acuan dalam penulisan resep.
Secara lebih rincinya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
46
47
Tabel 2.4 Indikator Efisiensi Pengelolaan Obat
Tahap Macam Indikator Tujuan Cara Menghitung1 2 3 4
A. Perencanaan
B. Pengadaan
C. Penyimpanan
1. Persentase dana yang tersedia dengan keseluruhan dana yang sesungguhnya dibutuhkan
2. Perbandingan antara jumlah item obat yang ada dalam perencanaan dengan jumlah item obat dalam kenyataan pemakaian
1. Frekuensi pengadaan tiap item obat.
2. Frekuensi kesalahan faktur
3. Frekuensi tertundanya pembayaran oleh rumah sakit terhadap waktu yang disepakati
1. Kecocokan antara barang dengan kartu stok
2. Turn Over Ratio
3. Sistem penataan gudang
1. Untuk mengetahui seberapa jauh persediaan dana memberikan dana kepada farmasi
2. Untuk mengetahui seberapa ketepatan perkiraan dalam perencanaan
1. Untuk mengetahui berapa kali obat-obat tersebut dipesan tiap bulannya.
2. Untuk mengetahui berapa kali petugas melakukan kesalahan
3. Untuk mengetahui kualitas pembayaran rumah sakit
1. Untuk mengetahui ketelitian petugas gudang
2. Untuk mengetahui berapa kali perputaran modal dalam satu tahun
3. Untuk menilai sistem penataan obat digudang, standar adalah FIFO dan FEFO
1. Hitung:A : Dana yang tersedia. B : Kebutuhan berdasar metode konsumsi, epidemiologiPersentase =A/B x 100%
2. Hitung :C : Jumlah item obat dalam perencanaanD : Jumlah item obat dalam kenyataan pemakaianHitung C : D
1. Ambil 30 kartu stok obat, diamati berapa kali obat dipesan tiap tahun
2. Ambil surat pesanan selama 3 bulan, kemudian cocokkan dengan nota pengiriman fakturnya.
3. Ambil daftar hutang, cocokkan dengan daftar pembayarannya
1. Ambil 30 kartu stok obat (A) cocokkan dengan barang yang ada (B), apakah A = B atau A B
2. Omzet 1 tahun = A, Hasil stok opname 1 tahun = B, TOR = A/B
3. Ambil 30 kartu stok secara acak (X), cocokkan dengan
47
48
1
23
keadaan barang dalam no batch, tanggal kadaluarsa dan tanggal pembelian, dicatat berapa yang tidak cocok (Y), hitung berapa persen yang tidak cocok = Y/X x 100%
4
D. Distribusi
4. Persentase nilai obat yang kadaluarsa dan atau rusak
5. Persentase stok mati
6. Persentase nilai stok akhir obat
1. Rata-rata waktu yang digunakan untuk melayani resep sampai ketangan pasien
2. Persentase obat yang diserahkan
3. Persentase obat yang diberi label dengan benar
4. Persentase resep yang
4. Untuk mengetahui besarnya kerugian rumah sakit
5. Untuk mengetahui item obat selama tiga bulan tidak terpakai
6. Untuk mengetahui nilai stok akhir digudang
1. Untuk mengetahui tingkat kecepatan pelayanan apotik rumah sakit
2. Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan IFRS menyediakan obat yang diresepkan
3. Untuk mengetahui penguasaan dispenser tentang informasi pokok yang harus ditulis pada etiket
4. Dari catatan obat yang kadaluarsa dalam 1 tahun, hitung nilainya = X, nilai stok opname = Y, kerugian = X/Y x 100%
5. Jumlah item obat yang tidak terpakai dalam 3 bulan (X), jumlah item obat yang ada stoknya (Y)
6. Nilai persediaan stok akhir (X), nilai total persediaan (Y), Z = X/Y x 100%
1. Ambil 30 pasien rawat jalan dan rawat inap, catat waktu resep masuk keapotek (B), catat waktu selesai diterima pasien (A),
X = ∑ A-B/302. Ambil
100 lembar resep perbulan, Catat total jumlah item obat yang diserahkan kepada pasien (X), catat jumlah item obat yang diresepkan (Y), Z = X/Y x 100%
3. Ambil 30 pasien, hitung jumlah obat dengan etiket yang paling tdak dilabeli dengan nama pasien dan aturan pakai (X), Hitung jumlah total obat yang diberikan kepada pasien (Y), Z = X/Y x 100%
4. Ambil sampel 10 hari, hitung jumlah resep yang
48
49
E. Penggunaan
tidak bisa dilayani
1. Jumlah item obat perlembar resep
4. Untuk mengetahui cakupan pelayanan farmasi rumah sakit
1. Untuk mengukur derajat poli farmasi
diberikan pada pasien rawat jalan (M), hitung jumlah resep yang dilayani farmasi hari yang sama (N).S = M – N / M x 100%
1. Ambil 100 lembar resep tiap bulannya (Y), hitung jumlah obat yang diperoleh dari 100 lembar resep (X), rata-rata = X/Y
1 2 3 4
2. Persentase resep dengan obat generik
3. Persentase resep dengan antibiotika
4. Persentase resep injeksi
5. Persentase resep dengan obat didalam DOEN/formularium
3. Untuk mengukur penggunaan antobiotika secara berlebihan
4. Untuk mengukur penggunaan injeksi secara berlebihan
5. Untuk mengukur tingkat kepatuhan dokter terhadap DOEN/
formularium
2. Ambil 100 lembar resep obat tiap bulan, hitung jumlah obat dalam nama generik (X), hitung jumlah total obat (Y)Z = X/Y x 100%
3. Ambil 100 lembar resep obat tiap bulan, X = Jumlah pasien yang menerima antibiotika, Y = jumlah total resep. Z = X/Y x 100%
4. Ambil 100 lembar resep obat tiap bulan, X = jumlah pasien yang menerima suntikan injeksi, Y = jumlah total resep,Z = X/Y x 100%
5. X = jumlah obat yang sesuai DOEN/ formularium, Y = total jumlah obat.Z = X/Y x 100%
Sumber: Pudjaningsih, D., Pengembangan Indikator Efisiensi Pengelolaan Obat di Farmasi Rumah
Sakit. Magister Manajemen Rumah Sakit, UGM.
49
50
DAFTAR PUSTAKA
1. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit. Jakarta : Depkes RI ; 2004.
2. Cut Safrina Indriawati. Analisis Pengelolaan Obat di Rumah Sakit Umum Daerah Wates [Tesis]. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada ; 2001.
3. Charles J.P. Siregar., Lia Amalia. Farmasi Rumah Sakit : Teori dan Penerapan. Jakarta : EGC ; 2003.
4. Aditama, Chandra Yoga. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Jakarta : UI Press ; 2003.
5. Quick D. Jonathan. Managing Drug Supply (2nd ed). Management Sciences for Health. USA : Kumarian Press ; 1997.
6. Pudjaningsih, D., Pengembangan Indikator Efisiensi Pengelolaan Obat di Farmasi Rumah Sakit [Tesis]. Yogyakarta : Magister Manjemen Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada ; 1996.
7. Profil Rumah Sakit Umum Daerah Sanggau Tahun 2007.
9. Istinganah., dkk. Evaluasi Sistem Pengadaan Obat dari Dana APBD Tahun 2001-2003 Terhadap Kesediaan dan Efisiensi Obat [Jurnal]. Manajemen Pelayanan Kesehatan Vol. 09/No. 01/Maret 2006.
50
51
10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman Supervisi dan Evaluasi Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan. Jakarta : Direktorat Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Direktorat Bina Obat Publik dan Perbekalan Kesehatan ; 2002.
11. Wiyono Djoko. Manajemen Mutu. Teori Strategi dan Aplikasi. Vol. I. Surabaya : Airlangga University Press ; 1999.
12. Azwar Azrul. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta : Binarupa Aksara ; 1996.
13. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan, Jakarta : 2004.
14. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43/Menkes/SK/II/1988 tentang Cara Pembuatan Obat Yang Baik. Jakarta : 1988.
15. Anief Moh. Apa yang Perlu Diketahui tentang Obat. 4 th ed. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press ; 2003.
16. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor : 1375.A/Menkes/ SK/IX/2002 tentang Daftar Obat Esensial Nasional 2002.
17. Ida Prista Maryetty. Regulasi Obat yang Mempengaruhi Peresepan. (Online). fkuii.org/tiki-download_wiki_attachment.php?attId=199&page=pengobatan_rasional_handout diakses tanggal 18 Maret 2008.
18. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Sistem Kesehatan Nasional. Depkes RI, Jakarta, 2004.
19. Direktur Jendral Bina Kefarmasian dan Pelayanan Farmasi. Kebijakan Obat Nasional (KONAS). (Online). Http://www.litbang.depkes.go.id/download/lokakarya/ Loknas Bandung/Konas-Obat.pdf, diakses tanggal 18 Maret 2008.
20. Suryawati Sri. Efisiensi Pengelolaan Obat di Rumah Sakit [Tesis]. Yogyakarta : Magister Manajemen Rumah Sakit Universitas Gadjah Mada ; 1997.
21. Badan Pengawas Obat dan Makanan. Pengelolaan Obat Kabupaten/Kota. Jakarta : 2001.
22. Dono Utomo. Pengembangan Sistem Informasi Farmasi Untuk Pengambilan Keputusan Inventori di Instalasi Farmasi Rumah Sakit Jiwa Gondohutomo Semarang [Tesis]. Semarang : MIKM Universitas Diponegoro ; 2006.
51
52
23. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Jakarta : 2004.
24. Keputusan Presiden No. 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Barang dan Jasa Pemerintah.
26. Liliek Sulistyaningsih. Evaluasi Manajemen Obat di Rumah Sakit Umum daerah Wangaya Kotamadya Dati II Denpasar [Tesis]. Yogyakarta : MMR Universitas Gadjah Mada ; 1998.
27. Panjaitan Richard. Penggunaan Obat Rasional. (Online). www.depkes.go.id/downloads/ rakerkes, diakses tanggal 20 Maret 2008.
28. Suryawati Sri. Meningkatkan Penggunaan Obat Secara Rasional Melalui Perubahan Perilaku. Materi Kursus. Magister Manajemen dan Kebijakan Obat Universitas Gadjah Mada bekejasama dengan Yayasan melati Nusantara. Yogyakarta ; 1997.
29. Budiono Santoso. Penggunaan Obat dan Prinsip Pengobatan Rasional. Program Pengembangan Eksekutif. Magister Manajemen Rumah Sakit bekerjasama dengan Pusat Studi Farmakologi Klinik dan Kebijakan Obat Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta ; 1997.
30. Instalasi Farmasi Rumah Sakit. (Online). http://farmasi-istn.blogspot.com/2008/01/instalasi-farmasi-rumah-sakit.html diakses tanggal 22-4-2008.
31. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. Jakarta : Direktorat Jenderal Bina Pelayanan Medik Departemen Kesehatan Republik Indonesia ; 2007.
34. Analisa Tulang Ikan. fuldkt.web.ib/readerticle.php diakses tanggal 6 Juli 2008
35. Sarmini. Analisis Terhadap Faktor Keberhasilan Obat di Instalasi Rumah Sakit Pandan Arang Boyolali [Tesis]. Yogyakarta : MMR Universitas Gadjah Mada ; 1998.
36. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1457/MENKES/SK/X/2003 Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan Kabupaten/Kota.
52
53
37. Hartono Joko Puji. Analisis Proses Perencanaan Kebutuhan Obat Publik untuk Pelayanan Kesehatan Dasar (PKD) di Puskesmas Sewilayah Kerja Dinas Kesehatan Kota Tasikmalaya [Tesis]. Semarang : Program Studi Ilmu Kesehatan Masyarakat Konsentrasi AKK Universitas Diponegoro ; 2007.