Page 1
EVALUASI HASIL TERAPI OKUPASI BAGI ANAK TUNAGRAHITA DI
YAYASAN PENDIDIKAN LUAR BIASA NUSANTARA DEPOK
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi
Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh:
Muhamad Hafiz Zuldi
1110054100008
PROGRAM STUDI KESEJAHTERAAN SOSIAL
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1438 H/2017 M
Page 5
i
ABSTRAK
Muhamad Hafiz Zuldi
Evaluasi Hasil Terapi Okupasi Bagi Anak Tunagrahita di Yayasan
Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok
Dalam perkembangannya, anak tunagrahita memiliki keterbatasan dalam
berbagai aspek misalnya perkembangan personal, sosial kognitif, keterampilan
berbahasa, motorik dan sensorik yang dapat diamati melalui ketidakmatangan
perilaku sosialnya. Untuk membantu anak tunagrahita dalam melatih keterampilan
motorik, personal dan perilaku sosial salah satunya melalui sebuah terapi yaitu
terapi okupasi. Terapi okupasi yang dilakukan oleh Yayasan Pendidikan Luar
Biasa Nusantara Depok untuk membantu dalam meningkatkan keterampilan
motorik anak terutama anak tunagrahita dalam bentuk kegiatan sehari-hari dan
pemanfaatan waktu luang. Dengan adanya terapi okupasi ini anak tunagrahita
diharapkan dapat mengalami perubahan pada perkembangannya.
Dengan demikian penelitian ini bertujuan untuk mengetahui evaluasi hasil dari
terapi okupasi bagi anak tunagrahita di YPLB Nusantara Depok. Pendekatan
dalam penelitian ini menggunakan kualitatif jenis deskriptif. Teknik pengumpulan
data penelitian ini merupakan kumpulan data dari wawancara dan observasi yang
diperoleh dari informan; satu orang ketua yayasan, dua orang pengasuh, satu
terapis, dua orang siswa tunagrahita berasrama dan satu orang siswa tunagrahita
non-asrama serta tiga orangtua dari siswa tunagrahita. Dalam penelitian ini,
peneliti menggunakan teori evaluasi hasil dari Isbandi Rukminto yang digunakan
untuk menganalisa.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tujuan dari terapi okupasi yang diberikan
kepada anak tunagrahita di YPLB Nusantara Depok lebih terlihat hasilnya pada
siswa yang berasrama yaitu dengan adanya perubahan pada aspek bina diri
dimana siswa yang berasrama sudah dapat mandiri dalam melaksanakan kegiatan
sehari-hari dan dalam pemanfaatan waktu luang siswa yang berasrama dapat
mengembangkan minat dan bakatnya melalui kegiatan ekstrakurikuler. Perubahan
tersebut dapat dilihat dalam kurun waktu 2 tahun. Sedangkan pada siswa non-
asrama masih belum banyak menunjukkan perubahan dikarenakan kurang
konsistennya orang tua dalam menerapkan bina diri dan pemanfaatan waktu luang
anak ketika di rumah.
Kata Kunci : Terapi Okupasi, Anak Tunagrahita, Yayasan Pendidikan Luar Biasa
Nusantara Depok.
Page 6
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum warrahmatullahi wabarakaatuh
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul “Evaluasi Hasil Terapi Okupasi Bagi Anak Tunagrahita di Yayasan
Pendidikan Luar Biasa Nusantara, Depok”. Shalawat serta salam senantiasa selalu
tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad SAW beserta keluarga dan sahabat-
sahabatnya, dan semoga kita termasuk dalam golongan yang istiqomah
menjalankan sunnahnya hingga hari kiamat.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat
guna meraih gelar Sarjana Sosial Jurusan Kesejahteraan Sosial Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta. Penulis menyadari banyak pihak yang telah membantu dalam proses
penyelesaian skripsi ini. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis
ingin mengucapkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah
membantu hingga selesainya penyusunan skripsi ini baik secara langsung maupun
tidak langsung kepada:
1. Bapak Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
Bapak Suparto, M.Ed, Ph.D selaku Wakil Dekan Bidang Akademik, Ibu
Dr. Roudhonah, MA selaku Wakil Dekan Bidang Administrasi Umum,
Bapak Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan Bidang Kemahasiswaan.
2. Ibu Lisma Dyawati Fuaida, M.Si selaku Ketua Program Studi
Kesejahteraan Sosial, Ibu Nunung Khairiyah, MA selaku Sekretaris
Program Studi Kesejahteraan Sosial. Terima kasih atas nasehat dan
bimbingannya.
3. Bapak Ismet Firdaus, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah
membantu mengarahkan, memberikan masukan dan selalu bersedia
meluangkan waktunya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
Page 7
iii
4. Seluruh dosen Program Studi Kesejahteraan Sosial, Fakultas Ilmu Dakwah
dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah banyak memberikan ilmu dan pengalamannya kepada
penulis.
5. Kedua orang tua yang sangat penulis cintai, H. Abdul Madjid, S.Sos.I dan
Hj. Mulyati yang tidak pernah berhenti mendoakan dan memberikan
dukungan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi. Dan untuk
keluarga besar Lambarasa yang sangat penulis sayangi, Kak Erna, Kak
Laila, Kak Fitri, Kak Nita, Bang Irpan, Bang Mpun, Bang Abi dan Mas
Fajar yang turut memberikan motivasi kepada penulis dan dukungan demi
kelancaran skripsi ini.
6. Untuk Mayangsari yang penulis banggakan yang tidak pernah berhenti
memberikan dukungan kepada penulis hingga terciptanya skripsi ini.
7. Sahabat yang penulis banggakan Reizky, Ihsan, Tari, Vina dan Dinda yang
memberikan banyak masukan dalam penulisan skripsi ini.
8. Rekan-rekan Praktikum 1 dan Praktikum 2 dan seluruh teman-teman
Kesejahteraan Sosial angkatan 2010 yang tidak bisa penulis sebutkan
namanya satu-persatu.
Jakarta, Maret 2017
Muhamad Hafiz Zuldi
Page 8
iv
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................ i
KATA PENGANTAR ............................................................................. ii
DAFTAR ISI ........................................................................................... iv
DAFTAR TABEL .................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... vii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ........................................... 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 8
D. Metodologi Penelitian ................................................................... 9
E. Sistematika Penulisan .................................................................... 18
BAB II TINJAUAN TEORI ................................................................... 20
A. Evaluasi ......................................................................................... 20
B. Terapi Okupasi .............................................................................. 25
C. Anak Tunagrahita .......................................................................... 32
BAB III GAMBARAN UMUM YAYASAN PENDIDIKAN LUAR
BIASA NUSANTARA DEPOK ............................................................ 40
A. Sejarah Berdirinya Lembaga ......................................................... 40
B. Profil Yayasan ............................................................................... 41
C. Visi, Misi dan Tujuan
Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara .................................. 41
Page 9
v
D. Struktur Kepengurusan
Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara .................................. 43
E. Prosedur Penerimaan Anak Didik di
Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara ................................... 43
F. Program Kegiatan
Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara ................................... 44
G. Keadaan Guru dan Siswa di
Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara ................................... 49
H. Profil Informan .............................................................................. 50
BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISA .............................. 52
A. Temuan Lapangan ......................................................................... 52
B. Analisis Evaluasi Hasil Terapi Okupasi Di Yayasan
Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok ..................................... 71
BAB V PENUTUP ................................................................................... 78
A. Kesimpulan ................................................................................... 78
B. Saran .............................................................................................. 79
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 80
Page 10
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Data Anak Penyandang Mental Cacat di Kota Depok Tahun 2014 ..... 5
Tabel 2 Rancangan Penelitian dalam Pemilihan Informan ............................... 12
Tabel 3 Hasil Terapi Okupasi di YPLB Nusantara Depok ............................... 77
Page 11
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian
Lampiran 2 Surat Bimbingan Skripsi
Lampiran 3 Pedoman Wawancara
Lampiran 4 Pedoman Observasi
Lampiran 5 Transkrip Wawancara
Lampiran 6 Hasil Observasi
Lampiran 7 Dokumentasi
Page 12
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Anak adalah kebanggaan dan sumber kebahagiaan bagi keluarga.
Kelahiran seorang anak sangat dinantikan oleh seluruh anggota keluarga.
Anak merupakan harapan keluarga karena mempunyai banyak arti dan fungsi.
Oleh karena itu memiliki anak merupakan suatu hal yang sangat didambakan
oleh pasangan suami istri. Itulah mengapa anak diberikan limpahan perhatian
dan kasih sayang oleh keluarga. Anak dianggap sebagai pembawa rejeki oleh
keluarga sehingga ada pepatah yang menyebutkan “Banyak Anak Banyak
Rejeki”. Kehadiran seorang anak dalam keluarga dapat dilihat sebagai faktor
yang menguntungkan bagi orang tua baik dari segi psikologis, ekonomis dan
sosial.
Dalam setiap kebudayaan, anak merupakan pemberian dari Tuhan Yang
Maha Esa yang harus dijaga, dirawat dan diasuh sehingga sejak lahir ke dunia
orang tua akan menjaga dan merawat anak tersebut dengan kasih sayang.
Anak memiliki nilai yang amat penting dalam kehidupan seseorang atau
keluarga sehingga kadang melebihi harta dan kekayaan. Nilai anak itu bagi
orang tua dalam kehidupan sehari-hari dapat diketahui antara lain sebagai
tempat bagi orang tua untuk mencurahkan kasih sayang, sumber kebahagiaan
keluarga, anak sebagai tempat menggantungkan berbagai harapan serta
sebagai hiasan hidup bagi keluarga. Sebagaimana Allah telah berfirman dalam
surah Ali-Imron/3:14 berikut:
Page 13
2
“Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa
yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis
emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak dan sawah lading. Itulah
kesenangan di dunia dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang lebih baik
(surga).”
Berdasarkan ayat al-Qur’an telah dijelaskan bahwa anak merupakan satu
dari kesenangan dunia. Anak sebagai hiasan yang menghiasi hidup orangtua
nya menjadi berwarna indah, anak ibarat pelangi dengan warna yang berbeda-
beda mereka membuat suasana rumah menjadi begitu indah.
Pada diri tiap anak ada kemampuan atau potensi yang unik bagi dirinya.
Dan hak-hak anak (child right) yang menyatakan bahwa semua anak
memiliki hak dan kewajiban yang sama untuk hidup dan berkembang secara
penuh sesuai dengan potensi yang dimilikinya termasuk pada anak dengan
berkebutuhan khusus. Anak berkebutuhan khusus adalah anak yang
mengalami hambatan dalam perkembangan perilakunya. Perilaku anak-anak
ini antara lain terdiri dari wicara dan okupasi, tidak berkembang seperti pada
anak yang normal. Pada umumnya anak berkebutuhan khusus ini biasa
disebut anak tunagrahita.
Page 14
3
Anak tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan dalam
perkembangan mental dan intelektual sehingga berdampak pada
perkembangan kognitif dan perilaku adaptifnya seperti tidak mampu
memusatkan pikiran, emosi tidak stabil, suka menyendiri dan lain-lain. Anak
tunagrahita adalah individu yang secara signifikan memiliki intelegensi
dibawah normal. Menurut American Asociation on Mental Deficiency
mendefinisikan tunagrahita sebagai suatu kelainan yang fungsi intelektual
umumnya di bawah rata-rata, yaitu IQ 84 ke bawah. Biasanya anak-anak
tunagrahita akan mengalami kesulitan dalam “Adaptive Behavior” atau
penyesuaian perilaku. Hal ini berarti anak tunagrahita tidak dapat mencapai
kemandirian yang sesuai dengan ukuran standar kemandirian dan tanggung
jawab sosial anak normal yang lainnya dan juga akan mengalami masalah
dalam keterampilan akademik dan berkomunikasi dengan kelompok usia
sebaya sehingga anak tunagrahita membutuhkan bantuan atau bahkan
terkadang mereka harus bergantung dengan orang lain dalam melakukan
aktivitas sehari-hari.
Tunagrahita memiliki tiga klasifikasi dintaranya tunagrahita ringan,
tunagrahita sedang dan tunagrahita berat. Tunagrahita ringan adalah mereka
yang memiliki IQ antara 69-55 menurut skala Weschler. Mereka masih dapat
membaca, menulis, dan berhitung sederhana. Pada umumnya anak
tunagrahita ringan tidak mengalami gangguan fisik, mereka tampak seperti
anak normal lainnya. Hanya saja mereka tidak mampu melakukan
penyesuaian sosial secara independen.
Page 15
4
Tunagrahita sedang adalah mereka dengan IQ antara 54-40 menurut skala
Weschler. Mereka sangat sulit bahkan tidak dapat belajar secara akademik
seperti belajar menulis, membaca dan berhitung walaupun mereka masih
dapat menulis seperti menulis namanya sendiri dan menulis alamat rumahnya.
Tetapi mereka masih bisa dididik untuk mengurus diri seperti mandi,
berpakaian, makan minum, mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan
sebagainya. Namun dalam kehidupan sehari-hari mereka membutuhkan
pengawasan yang terus-menerus.
Terakhir adalah tunagrahita berat, mereka memiliki IQ antara 39-25
menurut skala Weschler. Anak tunagrahita berat sangat sulit bahkan tidak
bisa lepas dari bantuan orang lain untuk memenuhi kehidupannya sehari-hari.
Mereka memerlukan bantuan perawatan total dalam hal merawat diri, makan
dan lainnya. Bahkan mereka memerlukan perlindungan dari bahaya sepanjang
hidupnya.1
Anak tunagrahita seperti ini tersebar di seluruh penjuru tanah air, salah
satunya di kota Depok. Berikut tabel jumlah anak penyandang cacat mental di
kecamatan yang berada di Kota Depok pada tahun 2014.2
1 Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN, 2009), h. 139-141 2 Data Penduduk Kota Depok, Artikel diakses pada 11 Juli 2016,
http://satudata.bappeda.depok.go.id/Data/DataGenderdanAnak2014.pdf
Page 16
5
Tabel 1. Data Anak Penyandang Cacat Mental di Kota Depok
No. Wilayah Laki-laki Perempuan Jumlah
1 Kec. Sawangan 8 1 9
2 Kec. Bojongsari 6 2 8
3 Kec. Pancoranmas 8 2 10
4 Kec. Cipayung 9 3 12
5 Kec. Sukmajaya 16 4 20
6 Kec. Cilodong 11 3 14
7 Kec. Cimanggis 11 5 16
8 Kec.Tapos 13 1 14
9 Kec. Beji 29 19 48
10 Kec. Limo 7 2 9
11 Kec. Cinere 7 3 10
Kota Depok 125 45 170
Sumber : Data Bappeda Kota Depok Tahun 2014
Hingga saat ini penanganan anak tunagrahita tidak dipahami secara
mendalam oleh orang tua dan lembaga atau sekolah khusus anak tunagrahita.
Namun di Kota Depok terdapat Yayasan Pendidikan Luar Biasa (YPLB)
Nusantara Depok yang menerapkan dua sistem pengajaran. Sistem pengajaran
tersebut yaitu sekolah asrama (boarding school) dan sekolah non-asrama.
Pada sistem asrama dimana para siswa tinggal menetap di asrama YPLB
Nusantara Depok, sedangkan pada sekolah non-asrama, para siswa setiap pagi
datang ke YPLB Nusantara untuk mengikuti kegiatan belajar dan kembali ke
Page 17
6
rumah pada siang hari. Yayasan ini merupakan yayasan swasta yang didirkan
oleh Drs.Sujono, MM. Dengan menerapkan sistem sekolah asrama dan
sekolah non-asrama bagi anak tunagrahita, menjadikan yayasan ini berbeda
dengan sekolah luar biasa pada umumnya, sehingga atas pertimbangan
tersebut peneliti memilih siswa tunagrahita ringan baik yang asrama maupun
non-asrama untuk dijadikan subyek dalam penelitian ini agar dapat diketahui
perbedaan hasil dari terapi okupasi.
Tujuan didirikannya yayasan ini adalah untuk membantu, melayani dan
mendidik anak berkebutuhan khusus (ABK) usia dini sampai usia lanjut,
sehingga dari segi kognisi, afeksi dan psikomotornya diharapkan dapat
mandiri dan bermanfaat bagi masyarakat, agama, nusa dan bangsa. Untuk
dapat mewujudkan tujuan tersebut YPLB Nusantara Depok memiliki program
terapi okupasi bagi anak tunagrahita.
Terapi okupasi adalah terapi yang dilakukan melalui kegiatan atau
pekerjaan terhadap anak yang mengalami gangguan kondisi sensori motor.3
Terapi okupasi umumnya menekan pada kemampuan motorik halus, selain itu
terapi okupasi juga bertujuan untuk membantu seseorang agar dapat
melakukan kegiatan keseharian, aktivitas produktifitas dan pemanfaatan
waktu luang.
Terapi okupasi bertujuan untuk menimbulkan, meningkatkan atau
memperbaiki tingkat kemandirian seseorang yang mengalami gangguan fisik
maupun mental. Terapi okupasi terpusat untuk memperbaiki kemampuan
3 E. Kosasih, Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: Yrama Widya,
2012), h. 13.
Page 18
7
penyandang tunagrahita agar dapat merasakan sentuhan, rasa, bunyi dan
gerakan serta mengurangi ketergantungan terhadap orang lain. Terapi okupasi
juga meliputi pemanfaatan waktu luang diantaraanya dengan melakukan
permainan dan keterampilan sosial, melatih kekuatan tangan, genggaman,
kognitif dan mengikuti arah.4 Selain itu tujuan dari terapi okupasi adalah
untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan ruang gerak sendi, kegiatan
otot dan koordinasi gerakan, mengajarkan aktivitas kehidupan sehari-hari,
seperti makan, berpakaian, belajar menggunakan fasilitas umum (telepon,
televisi, dan lain-lain baik dengan maupun tanpa alat bantu, mandi yang
bersih, dan sebagainya), membantu untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaan
rutin di rumahnya, dan memberi saran penyederhanaan ruangan maupun letak
alat-alat kebutuhan sehari-hari.5
Namun pada program terapi okupasi yang telah berjalan di YPLB
Nusantara Depok, pihak sekolah tidak melakukan evaluasi terhadap terapi
okupasi yang telah dilakukan. Padahal evaluasi tersebut penting dilakukan
untuk mengetahui apakah terapi yang diberikan berjalan sesuai dengan tujuan
dari terapi okupasi dan memberikan dampak bagi anak tunagrahita serta faktor
pendukung dan penghambat keberhasilan terapi okupasi. Selain itu, penulis
juga ingin mengetahui hasil dari terapi okupasi bagi siswa yang asrama dan
siswa yang non-asrama.
Untuk dapat melihat apakah terapi okupasi bagi anak tunagrahita di
YPLB Nusantara Depok telah mencapai tujuan, maka perlu dilakukan
4 Geraldine Garner, Social and Rehabilitation Service, (United States: McGraw-Hill,
2008), h.111. 5 Charles H. Christiansen dan Carolyn M. Baum, Occupational Therapy: Enabling Function
and Well Being, (United States of America: Slack Incorporated, 1997), h. 5.
Page 19
8
evaluasi dari hasil terapi okupasi untuk mengetahui keberhasilan terapi
okupasi. Untuk itu, penulis tertarik melakukan penelitian yang berjudul
Evaluasi Hasil Terapi Okupasi Bagi Anak Tunagrahita di Yayasan
Pendidikan Luar Biasa (YPLB) Nusantara Depok.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan diatas,
maka penulis membatasi penelitian ini pada persoalan mengenai evaluasi
hasil dari terapi okupasi yang dilakukan pada anak tunagrahita ringan yang
berada di asrama atau boarding school dan siswa yang non-asrama di
Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok.
2. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang dilakukan oleh peneliti pada penelitian
ini yaitu:
a. Bagaimana evaluasi hasil dari terapi okupasi bagi anak tunagrahita
di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Berdasarkan permasalahan penelitian di atas, maka tujuan penelitian
ini yaitu:
a. Untuk menjelaskan evaluasi hasil dari terapi okupasi bagi anak
tunagrahita di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok.
2. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :
Page 20
9
a. Secara akademik, penelitian ini diharapkan mampu memberikan
sumbangan pengetahuan dan wawasan baru bagi seluruh mahasiswa
yang berkaitan dengan pelayanan bagi penyandang tunagrahita.
b. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
masukan bagi lembaga untuk melakukan evaluasi hasil pada
pelaksanaan terapi okupasi.
D. Metodologi Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan secara
kualitatif. Menurut Sugiyono, penelitian kualitatif adalah suatu metode
penelitian yang berlandaskan pada filsafat post-positivisme, digunakan
untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah dimana peneliti adalah
sebagai instrument kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan
secara purposive, teknik pengumpulan dengan triangulasi, analisis data
bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan
makna daripada generalisasi.6
Sedangkan menurut Bogdan Taylor, metodologi penelitian kualitatif
merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.7
Data yang dikumpulkan sesuai dengan tujuan penelitian yang
dideskripsikan yaitu berbentuk uraian-uraian atau kalimat, merupakan
informasi dari sumber data yang berhubugan dengan masalah yang diteliti.
Pendekatan secara kualitatif dipilih karena peneliti ingin
6 Prof. Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D),
(Bandung: Alfabeta, 2009), h.15. 7 Syamsir Salam, Metode Penelitian Sosial, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h.30.
Page 21
10
mendeskripsikan, memperoleh gambaran nyata dan menggali informasi
yang jelas mengenai hasil dari terapi okupasi bagi anak tunagrahita di
Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok serta memberikan
penilaian terhadap terapi okupasi yang telah dilakukan untuk anak
tunagrahita.
2. Jenis Penelitian
Dilihat dari jenis penelitian, maka jenis penelitian yang peneliti
gunakan adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan
untuk mengetahui nilai variabel mandiri, baik satu variabel atau lebih
(independen) tanpa membuat perbandingan, atau menghubungkan dengan
variabel yang lain.8
Pada jenis penelitian deskriptif, data yang dikumpulkan berupa kata-
kata, gambar dan bukan angka. Dengan demikian, laporan penelitian akan
berisi kutipan data untuk memberi gambaran penyajian laporan tersebut.
Data tersebut berasal dari naskah wawancara, catatan lapangan dan
dokumen resmi lainnya.9
Jadi pada penelitian kualitatif yang dilakukan oleh peneliti berisi
kutipan wawancara dari kepala sekolah, terapis, pengasuh, orang tua anak
dan melakukan observasi pada anak tunagrahita yang terlibat pada terapi
okupasi tersebut serta dokumentasi yang terkait dengan penelitian
tersebut untuk menggambarkan kegiatan dari terapi okupasi bagi anak
tunagrahita di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok.
8Prof. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung: Alfabeta,
2012), h. 13. 9Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2010), cet.28, h.11.
Page 22
11
3. Lokasi dan Waktu Penelitian
a) Lokasi Penelitian
Lokasi penelitian yang diambil oleh peneliti dalam mencari
informasi dan data-data terkait dengan objek penelitian adalah di
Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara yang beralamat di Jalan
Sempu I Rt. 006 Rw. 004 No. 7-8 Beji, Depok.
b) Waktu Penelitian
Sedangkan waktu penelitian atau kegiatannya terhitung mulai
bulan September 2015 sampai dengan September 2016.
4. Teknik Pemilihan Informan
Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif, tehnik pemilihan
informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling
yaitu teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan
tertentu.10
Dengan demikian, pertimbangan dalam pemilihan informan,
peneliti melakukan diskusi dengan ketua YPLB Nusantara Depok, yaitu
Drs. Sujono, MM. Hal tersebut dilakukan mengingat tidak semua anak
tunagrahita dapat diajak berkomunikasi, sehingga dalam memilih
informan anak, ketua yayasan merekomendasikan anak tunagrahita
ringan untuk menjadi informan karena mereka masih dapat
berkomunikasi. Selain itu ketua yayasan juga merekomendasikan orang
tua anak yang bersedia terlibat dalam penelitian ini karena peneliti akan
melakukan wawancara kepada orangtua anak tersebut untuk mengetahui
10
Prof. Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D, (Bandung:
Alfabeta,2010), h.218.
Page 23
12
sejauh mana perkembangan anak sebelum dan sesudah mengikuti terapi
okupasi.
Pengambilan data dilakukan kepada orang yang terlibat langsung
dalam penelitian ini. Peneliti melakukan penelitian ini dengan mengambil
subjek penelitian sebanyak 10 orang. Berikut ini tabel informan yang
terpilih dalam pengumpulan data yang diperlukan dalam penelitian.
Tabel 2. Rancangan Penelitian dalam Pemilihan Informan
No. Informan
(Sumber Data)
Jumlah Informasi Yang Dicari
1) Ketua YPLB
Nusantara
1 orang Mengetahui tentang profil
dari Yayasan Pendidikan
Luar Biasa Nusantara
Depok melalui wawancara
2) Terapis (Ibu Novi) 1 orang Mengetahui pelaksanaan
dari terapi okupasi yang
dilakukan bagi anak
tunagrahita di YPLB
Nusantara Depok.
3) Siswa Tunagrahita
ringan Boarding
School dan Non
Boarding School
(SA, AR dan DA)
3 orang Untuk mengetahui
aktivitas sehari-hari anak
tunagrahita selama di
Yayasan Pendidikan Luar
Biasa Nusantara, Depok.
4) Pengasuh (Ibu Irma
dan Bapak Hendra)
2 orang Untuk mengetahui
perubahan yang terjadi
pada anak setelah
melakukan terapi okupasi.
5) Orang Tua Anak
(Ibu Tini, Ibu
Nurlina dan Ibu
Sri)
3 orang Untuk mengetahui
perubahan yang terjadi
pada anak tunagrahita
sebelum dan sesudah
melakukan terapi okupasi.
JUMLAH INFORMAN 10 Orang
Sumber : Penentuan informan peneliti
5. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis
dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan
Page 24
13
data.11
Teknik pengumpulan data ini dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
a) Teknik Observasi
Observasi (pengamatan) merupakan sebuah teknik pengumpulan
data yang mengharuskan peneliti turun ke lapangan mengamati hal-hal
yang berkaitan dengan ruang, tempat, pelaku, kegiatan, benda-benda,
waktu, peristiwa, tujuan dan perasaan.12
Inti dari observasi adalah
adanya perilaku yang tampak dan adanya tujuan yang ingin dicapai.
Perilaku yang tampak dapat berupa perilaku yang dapat dilihat
langsung oleh mata, dapat didengar, dapat dihitung, dan dapat
diukur.13
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik observasi
partisipasi pasif, dimana peneliti datang ke tempat kegiatan orang yang
akan diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut.14
Peneliti akan melakukan observasi hanya kepada anak tunagrahita
ringan yaitu SA, AR dan DA.
b) Teknik Wawancara
Wawancara merupakan percakapan antara dua orang yang salah
satunya bertujuan untuk menggali dan mendapatkan informasi untuk
suatu tujuan tertentu.15
Bentuk wawancara yang digunakan adalah
11
Prof. Dr. Sugiyono, Memahami Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2005), h.10. 12
M.Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodelogi Penelitian Kualitatif ,
(Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012), h. 165. 13
Haris Herdiansyah, Metodelogi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta:
Salemba Humanika, 2010), h.131. 14
M.Djunaidi Ghony dan Fauzan Almanshur, Metodelogi Penelitian Kualitatif, h. 170. 15
Haris Herdiansyah, Metodelogi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial, (Jakarta:
Salemba Humanika, 2010), h.118.
Page 25
14
wawancara tidak terstruktur karena peneliti akan melakukan
wawancara secara mendalam dan percakapan ini mirip dengan
percakapan informal.
Penggunaan metode wawancara dipilih karena peneliti dapat
menggali informasi secara mendalam dari para informan tentang
pelaksanaan dan hasil dari terapi okupasi bagi anak tunagrahita di
YPLB Nusantara Depok. Selain itu peneliti juga bisa menggali
informasi dari sumber-sumber yang sudah ditentukan seperti ketua
yayasan, kepala sekolah, terapis, pengasuh dan orang tua informan.
6. Sumber Data
Dilihat dari sumbernya, teknik pengumpulan data terbagi dua
bagian, yaitu :
a) Data primer, merupakan data penelitian yang diperoleh secara langung
dari sumber asli (tidak perantara) yang secara khusus dikumpulkan
oleh penulis untuk menjawab permasalahan dalam penelitian.16
Jadi
data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari narasumber,
sehingga penulis terlibat langsung. Dalam penelitian ini, data diperoleh
dari terapis, pengasuh, orang tua didik serta anak tunagrahita.
b) Data sekunder, adalah data yang sudah tersedia atau sudah
dikumpulkan dari bahan bacaan.17
Data ini merupakan data yang
diperoleh dari catatan-catatan atau dokumen yang berkaitan dengan
penelitian maupun instansi yang terkait lainnya. Dalam penelitian ini
16
Rosadi Ruslan, Metode Penelitian Pubic Relation dan Komunikasi, (Jakarta: Rajagrafindo
Persada, 2004), h.24 17
Nasution, Metode Research: Penelitian Ilmiah, (Jakarta: Bumi Aksara, 2011) cet. 12,
h.143
Page 26
15
diantaranya data yang diperoleh dari studi kepustakaan.
7. Teknik Analisis Data
Setelah data lapangan terkumpul, hasil penelitian tersebut diolah dan
dianalisis dengan teknik deskriptif analisis secara komprehensif dan
mendalam sesuai dengan data dan informasi dari hasil wawancara
kemudian dipadukan dengan catatan lapangan yang dibuat oleh penulis
pada saat penelitian berlangsung, kemudian mengelompokkan data-data
yang ada, yaitu dengan menggunakan data yang bersifat deskriptif untuk
mendapatkan gambaran yang konkrit tentang evaluasi hasil terapi okupasi
pada anak penyandang tunagrahita. Metode yang digunakan dalam skripsi
ini adalah analisis deskriptif.
Ada berbagai cara untuk menganalisis data, tetapi secara garis
besarnya dengan langkah-langkah sebagai berikut :
a) Reduksi data, yaitu dimana penulis mencoba memilih data yang
relevan dengan evaluasi hasil dari terapi okupasi bagi anak
tunagrahita.
b) Penyajian data, setelah reduksi data selanjutnya data tersebut disusun
dan disajikan dalam bentuk narasi, visual gambar, matrik, bagan, tabel
dan lain sebagainya.
c) Penyimpulan atas apa yang disajikan, pengambilan kesimpulan
dengan menghubungkan dari tema tersebut sehingga memudahkan
untuk menarik kesimpulan.
8. Keabsahan Data
Di dalam buku penelitian kualitatif Burhan Bugin mengatakan bahwa
Page 27
16
dalam melakukan penelitian kualitatif seringkali menghadapi persoalan
dalam menguji keabsahan hasil penelitian, hal tersebut dikarenakan oleh
beberapa hal, yaitu karena; (1) subjektifitas penulis merupakan hal yang
dominan dalam penelitian kualitatif, (2) alat peneliti yang diandalkan
adalah wawancara dan observasi (apapun bentuknya) mendukung banyak
kelemahan ketika dilakukan secara terbuka dan apalagi tanpa kontrol
dalam observasi partisipasi, (3) sumber data kualitatif yang kurang
credible akan mempengaruhi hasil akurasi penelitian.18
Teknik pemeriksaan keabsahan data dalam penelitian kali ini
pendekatannya lebih kepada triangulasi. Adapun triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu diluar data itu
untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data itu.19
Teknik keabsahan data yang digunakan oleh peneliti adalah triangulasi
sumber dan metode. Menurut Burhan Bungin, triangulasi yaitu
membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara,
sedangkan triangulasi sumber membandingkan apa yang dikatakan di
depan umum dengan apa yang dikatakan orang tentang situasi penelitian
dengan apa yang dikatakan sepanjang waktu.20
9. Pedoman Penulisan Skripsi
Dalam melakukan penulisan skripsi ini, penulis penulis berpedoman
pada buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah”, (skripsi, tesis, disertai).
18
Burhan Bugin, Penelitian Kuantitatif Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu Sosial,
(Jakarta: Kencana, 2009) 19
Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya,
2010) h.330 20
Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif Ekonomi, Kebijakan public, dan Ilmu Sosial
Lainnya, (Jakarta: Kencana, 2009), h. 156.
Page 28
17
Diterbitkan oleh CeQDA (Center For Quality Development an Assurance)
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Press tahun
2007.21
10. Tinjauan Pustaka
Dalam penulisan penelitian ini, penulis melakukan tinjauan pustaka
sebagai langkah dari penyusunan skripsi yang penulis teliti, agar terhindar
dari kesamaan judul dan lain-lain dari skripsi yang sudah ada sebelum-
sebelumnya. Setelah mengadakan tinjauan pustaka, maka peneliti
menggunakan skripsi sebagai tinjauan pustaka pada skripsi ini.
Peneliti menggunakan literatur berupa skripsi yang dianggap relevan
dengan penelitian ini. Skripsi pertama membahas tentang “Pola
pengasuhan lembaga untuk mengembangkan potensi dan fungsi sosial
anak tunagrahita di SLB-C Khrisna Murti Jakarta” oleh Imam Panji
Saputro, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada
penelitian ini membahas memaparkan tentang bagaimana pola asuh
lembaga, hambatan serta solusi yang tepat untuk mengembangkan potensi
anak tunagrahita di SLB-C Khrisna Murti Jakarta.22
Skripsi kedua membahas tentang “Pengaruh terapi okupasi terhadap
kemandirian penderita stroke di instalasi rehabilitasi medik RSPAD Gatot
Soebroto Ditkesad tahun 2011” oleh Galih Puteri Ardhiyani, Universitas
Indonesia tahun 2013. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh terapi okupasi dalam pengembalian kemandirian penderita
21
Pedoman Penulisan skripsi, Tesis, dan Disertai UIN, (Jakarta, UIN Jakarta Press: 2007) 22
Imam Panji Saputro, Pola pengasuhan lembaga untuk mengembangkan potensi dan
fungsi sosial anak tunagrahita di SLB-C Khrisna Murti Jakarta, (Skripsi S1) Jurusan
Kesejahteraan Sosial, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Page 29
18
stroke. Sampel penelitian ini adalah penderita stroke yang mengikuti terapi
okupasi dan yang tidak mengikuti terapi okupasi di Instalasi Rehab Medik
RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad pada tahun 2011. Sampel diambil
menggunakan teknik purposive sampling. Hasil penelitian ini adalah terapi
okupasi memiliki pengaruh yang besar dalam mengembalikan
kemandirian penderita stroke.23
Pada penelitian ini akan membahas
tentang evaluasi hasil dari terapi okupasi bagi anak tunagrahita di YPLB
Nusantara Depok. Terjadi kesamaan dalam objek antara penelitian
sebelumnya yaitu terapi okupasi.
E. Sistematika Penulisan
Adapun sistematika penulisan penyajian dalam skripsi ini dijabarkan
atas 5 bab yang terdiri dari sub-sub bab yang saling berkaitan sebagai
berikut:
BAB I : Pendahuluan
Dalam bab ini peneliti membahas mengenai latar belakang
masalah, batasan dan rumusan masalah, tujuan dan manfaat
penelitian, metode penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika
penulisan.
BAB II : Landasan Teori
Dalam bab ini peneliti membahas mengenai definisi evaluasi,
model evaluasi, kriteria evaluasi, tujuan dan manfaat evaluasi,
definisi terapi, fungsi dan tujuan terapi, definisi terapi okupasi,
indikasi terapi okupasi, fungsi terapi okupasi, jenis terapi
23
Galih Puteri Ardhiyani, Pengaruh terapi okupasi terhadap kemandirian penderita stroke
di instalasi rehabilitasi medik RSPAD Gatot Soebroto Ditkesad tahun 2011, (Skripsi S1) Jurusan
Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, 2013.
Page 30
19
okupasi, definisi anak tunagrahita, klasifikasi tunagrahita,
hambatan tunagrahita, penyebab tunagrahita dan karakteristik
tunagrahita.
BAB III : Profil Lembaga
Dalam bab ini penulis membahas mengenai gambaran umum
dari Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok yaitu
sejarah berdirinya YPLB Nusantara Depok, profil YPLB
Nusantara Depok, visi, misi, tujuan YPLB Nusantara Depok,
struktur kepengurusan YPLB Nusantara Depok, prosedur
penerimaan siswa YPLB Nusantara Depok, program kegiatan
YPLB Nusantara Depok serta keadaan guru dan murid YPLB
Nusantara Depok dan profil siswa.
BAB IV : Temuan dan Analisis
Pada bab ini memuat tentang temuan-temuan dan analisis yang
mendukung secara garis besar mengenai evaluasi hasil terapi
okupasi bagi anak tunagrahita di YPLB Nusantara Depok
berupa pelaksanaan terapi okupasi di YPLB Nusantara, tujuan
dari terapi okupasi yang telah dicapai oleh YPLB Nusantara
dan perubahan siswa YPLB Nusantara Depok dari hasil terapi
okupasi.
BAB V : Penutup
Dalam bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran.
Page 32
20
BAB II
TINJAUAN TEORI
A. Evaluasi
1. Pengertian Evaluasi
Evaluasi secara etimologi adalah penaksiran, perkiraan keadaaan dan
penentuan nilai. Sedangkan berdasarkan pengertiannya evaluasi adalah
mengkritisi suatu program dengan melihat kekurangan, kelebihan, pada
konteks, input, proses, dan produk pada sebuah program. Ada beberapa
konsep tentang evaluasi dan bagaimana melakukannya, kita namakan
sebagai pendekatan evaluasi. Istilah pendekatan evaluasi ini diartikan
sebagai beberapa pendapat tentang apa tugas evaluasi dan bagaimana
dilakukan, dengan kata lain tujuan dari prosedur evaluasi.1
Tetapi pada dasarnya evaluasi dibutuhkan dalam setiap program untuk
mengetahui keberhasilan dan kemajuannya serta sasaran apakah sudah
tercapai atau belum dan hasilnya nanti diperbaiki menjadi lebih baik pada
program selanjutnya. Selain itu dapat dikatakan bahwa evaluasi
merupakan proses penting yang harus dilakukan secara seksama agar
tujuan yang hendak dicapai dapat terlaksana dengan baik.2
Evaluasi dapat mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi formatif, evaluasi
dipakai untuk perbaikan dan pengembangan kegiatan yang sedang berjalan
(program, orang, produk, dan sebagainya). Fungsi sumatif, evaluasi
1 Nurul Hidayati, Metodologi Penelitian Dakwah: Dengan Pendekatan Kualitatif,
(Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, Desember 2006), h.124.
2 Nurul Hidayati, Evaluasi Program, (Jakarta: Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
2008), h. 4.
Page 33
21
dipakai untuk pertanggungjawaban, keterangan, seleksi atau lanjutan. Jadi
evaluasi hendaknya membantu pengembangan implementasi, kebutuhan
suatu program, perbaikan program, pertanggungjawaban, seleksi, motivasi,
menambah pengetahuan dan dukungan dari mereka yang terlibat.3
2. Model Evaluasi
Dalam kegiatan evaluasi, terdapat beberapa model-model evaluasi
yang dapat digunakan. Menurut Pietrzak, Ramler, Renner, Ford, dan
Gilbert, mengemukakan tiga tipe evaluasi, yaitu evaluasi input (inputs),
evaluasi proses (process), dan evaluasi hasil (outcomes). Ketiga model
evaluasi tersebut dijelaskan sebagai berikut:4
a) Evaluasi Input
Evaluasi ini memfokuskan pada berbagai unsur yang masuk dalam
pelaksanaan suatu program. Tiga unsur (variable) utama yang terkait
dengan evaluasi input adalah klien, staf, dan program. Dari ketiga
unsur diatas penulis akan menguraikan sebagai berikut:
1) Peserta program (klien), meliputi: usia, jenjang pendidikan dan
latar belakang keluarga.
2) Pelaksanaan (staf), meliputi: aspek demografi, seperti latar
belakang pendidikan dan pengalaman profesi.
3) Program, meliputi: cara pelaksanaan program, lama waktu
layanan dan sumber-sumber rujukan yang tersedia.
3 Farida Yusuf Tayibnapis, Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi: Untuk Program
Pendidikan dan Penelitian, (Jakarta, Rineka Cipta, 2008), h.4. 4 Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi
Komunitas, (Jakarta: FEUI, 2001), h. 128.
Page 34
22
b) Evaluasi Proses
Evaluasi proses menurut Pietrzak, dkk adalah memfokuskan diri
pada aktifitas program yang melibatkan interaksi langsung antara klien
dengan staf yang merupakan pusat dari pencapaian tujuan. Dalam
evaluasi ini yang dinilai adalah pelaksanaan terapi okupasi yang
dilakukan lembaga dan kualitas layanan yang diberikan. Tipe evaluasi
ini diawali dengan analisis dari sistem pemberian layanan dari suatu
program. Dalam upaya mengkaji nilai komponen pemberian layanan,
hasil analisis harus dikaji berdasarkan kriteria yang relevan seperti;
kebijakan lembaga, tujuan proses (process goals) dan kepuasan klien.
c) Evaluasi Hasil
Evaluasi ini dilakukan untuk menilai seberapa jauh tujuan-tujuan
yang sudah direncanakan tercapai (overall impact) dari suatu
pelayanan terhadap penerima layanan.5 Dengan demikian, evaluasi ini
diarahkan pada dampak keseluruhan dari suatu pelayanan terhadap
klien yang menjadi penerima layanan ketika layanan telah selesai.
Pertanyaan utama yang akan muncul dalam evaluasi ini adalah bila
suatu layanan telah berhasil mencapai tujuannya, apakah penerima
layanan mengalami perubahan setelah ia menerima layanan tersebut.
Berdasarkan pertanyaan diatas, maka seorang evaluator akan
mengkonstruksikan kriteria keberhasilan dari suatu layanan yang
diberikan. Kriteria keberhasilan ini akan dapat dikembangkan sesuai
5 Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi
Komunitas, (Jakarta: FEUI, 2001), h. 129.
Page 35
23
dengan kemajuan suatu program (programme oriented) ataupun pada
terjadinya perubahan klien (client oriented).6
Pertanyaan kunci yang ingin dijawab dalam evaluasi ini adalah :
1) Apakah tujuan pelayanan klien tercapai pada tingkat yang
sesuai dengan yang diharapkan?
2) Apakah pelayanan menghasilkan perubahan pada penerima
layanan?
3. Kriteria Evaluasi
Dalam hubungan dengan kriteria keberhasilan yang digunakan untuk
suatu proses evaluasi, Feurstein mengajukan beberapa indikator yang perlu
untuk dipertimbangkan. Indikator yang penulis gunakan menurut
Feurstein, yaitu:
a) Indikator Efisiensi
Dalam indikator ini menunjukkan apakah sumber daya dan aktifitas
yang dilaksanakan guna mencapai tujuan dimanfaatkan secara tepat
guna atau tidak memboroskan sumber daya yang ada.
b) Indikator Pemanfaatan
Indikator ini melihat seberapa banyak suatu layanan yang sudah
disediakan oleh pemberi layanan dipergunakan oleh kelompok
sasaran.7
6 Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi
Komunitas, (Jakarta: FEUI, 2001), h. 129. 7 Ulfa Andriani, (Skripsi Evaluasi Program Terapi Untuk Anak Berkebutuhan Khusus di
Yayasan Panti Nugraha Jakarta Selatan, h. 133.
Page 36
24
4. Tujuan dan Manfaat Evaluasi
Suatu program yang diselenggarakan perlu dilakukan evaluasi, karena
biasanya evaluasi lebih difokuskan pada pengidentifikasian mengenai apa
yang sebenarnya terjadi pada pelaksanaan atau penerapan program. Maka
dari itu tujuan evaluasi antara lain:
a) Mengidentifikasi tingkat pencapaian tujuan.
b) Mengukur dampak langsung yang terjadi pada kelompok sasaran.
c) Mengetahui dan menganalisis konsekuensi-konsekuensi lain yang
mungkin terjadi diluar rencana (externalities).8
Sedangkan manfaat evaluasi menurut Isbandi Rukminto dengan
mengutip pendapat Feurstein menyatakan ada 10 alasan mengapa suatu
evaluasi perlu dilakukan, antara lain:
a) Melihat apa yang sudah dicapai.
b) Mengukur kemajuan, yang dikaitkan dengan tujuan program.
c) Meningkatkan pemantauan, agar tercapai manajemen yang lebih
baik.
d) Mengidentifikasi kekurangan dan kelebihan untuk memperkuat
program itu sendiri.
e) Melihat apakah usaha sudah dilakukan secara efektif, guna melihat
perbedaan apa yang telah terjadi setelah diterapkan suatu program.
f) Melakukan analisa biaya dan manfaat (cost benefit), apakah biaya
yang dikeluarkan cukup masuk akal (reasonable).
8
Edi Suharto, Membangun Masyarakat Memberdayakan Masyarakat: Kajian Strategis
Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial, (Jakarta: Refika Aditama, 2005), h.
119.
Page 37
25
g) Mengumpulkan berbagai informasi yang bisa dimanfaatkan dalam
merencanakan dan mengelola kegiatan program secara lebih baik.
h) Berbagi pengalaman, sehingga pihak lain tidak terjebak dalam
kesalahan yang sama, atau mengajak pihak lain untuk ikut
melaksanakan metode yang serupa bila metode yang dijalankan telah
berhasil dengan baik.
i) Meningkatkan keefektifan, agar program tersebut memberikan
dampak yang lebih luas.
j) Memungkinkan terciptanya perencanaan yang lebih baik,
memberikan kesempatan untuk mendapatkan masukan dari
masyarakat, komunitas fungsional dan komunitas lokal.9
B. Terapi Okupasi
1. Pengertian Terapi
Terapi berasal dari bahasa Yunani yaitu Therapia yang berarti
penyembuhan.10
Terapi adalah upaya pelengkap dalam memperbaiki
disfungsi pada tubuh.11
Sehingga terapi merupakan proses pengobatan atau
penyembuhan yang terdiri dari seorang terapis dan klien dengan tujuan
untuk memulihkan keadaan seseorang agar dapat kembali normal.
2. Fungsi dan Tujuan Terapi
Terapi sendiri mempunyai fungsi dan tujuan sebagai berikut :
a) Memperkuat motivasi klien untuk melakukan hal yang benar
b) Mengurangi tekanan emosional
9 Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat, dan Intervensi
Komunitas: Pengantar Pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis, h. 127. 10
Richard Nelson Jones, Teori dan Praktik Konseling dan Terapi, (Jakarta: Pustaka
Belajar, 2011), h.2. 11
Susandiaji, Terapi Alternatif, (Yogyakarta: Yayasan Spiritia, 2004), h. 27.
Page 38
26
c) Mengembangkan potensi klien
d) Mengubah kebiasaan
e) Memodifikasi struktur kognisi
f) Memperoleh pengetahuan tentang diri
g) Mengembangkan kemampuan berkomunikasi dan hubungan
interpersonal
h) Meningkatkan kemampuan mengambil keputusan
i) Mengubah kondisi fisik
j) Mengubah kesadaran diri
k) Mengubah lingkungan sosial.12
3. Pengertian Terapi Okupasi
Terapi okupasi atau occupational theraphy berasal dari kata
occupational dan theraphy, occupational sendiri berarti aktivitas dan
theraphy adalah penyambuhan dan pemulihan. Eleonor Clark Slagle
adalah salah satu pioneer dalam pengembangan ilmu OT atau terapi
okupasi, bersama dengan Adolf Meyer dan William Rush Dutton. Terapi
okupasi pada anak memfasilitasi sensori dan fungsi motorik yang sesuai
pada pertumbuhan dan perkembangan anak untuk menunjang
kemampuan anak dalam bermain, belajar dan berinteraksi di
lingkungannya. Terapi okupasi adalah terapi yang dilakukan melalui
12
Purwandari, Buku Pegangan Kuliah Psikoterapi, Universitas Negeri Yogyakarta, 2003,
h. 39, diakses pada tanggal 12 Januari 2016 (artikel dapat didownload di
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/scan0003_6.pdf)
Page 39
27
kegiatan atau pekerjaan terhadap anak yang mengalami gangguan
kondisi sensori motor.13
Terapi okupasi umumnya menekan pada kemampuan motorik
halus, selain itu terapi okupasi juga bertujuan untuk membantu
seseorang agar dapat melakukan kegiatan keseharian, aktivitas
produktifitas dan pemanfaatan waktu luang. Terapi okupasi adalah salah
satu jenis terapi kesehatan yang merupakan bagian dari rehabilitasi
medis. Pada terapi okupasi penyandang cacat akan dilatih untuk
melakukan kegiatan aktivitas sehari-hari sehingga nantinya dapat
mengurangi ketergantungan terhadap orang lain.
Prinsip-prinsip terapi okupasi antara lain untuk menimbulkan
gerakan dan melakukan aktivitas sehari-hari. Tujuan terapi okupasi
adalah untuk membantu individu mencapai kemandirian dalam semua
aspek kehidupan mereka.14
Pada dasarnya terapi okupasi terpusat pada
pendekatan sensori atau motorik atau kombinasinya untuk memperbaiki
kemampuan dengan merasakan sentuhan, rasa, bunyi, dan gerakan.
Selain itu, terapi okupasi juga meliputi permainan dan keterampilan
sosial, melatih kekuatan tangan, genggaman, kognitif, dan mengikuti
arah. Dalam terapi okupasi biasanya terapis berkonsultasi dengan dokter,
perawat, guru, dan pekerja sosial atau konselor.
13
E. Kosasih, Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus, (Bandung: Yrama
Widya, 2012), h. 13. 14
Geraldine Garner, Social and Rehabilitation Service, (United States: McGraw-Hill,
2008), h. 109.
Page 40
28
4. Tujuan Terapi Okupasi
Adapun tujuan dari terapi okupasi antara lain:
a) Mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan ruang gerak sendi,
kegiatan otot dan koordinasi gerakan.
b) Mengajarkan aktivitas kehidupan sehari-hari, seperti makan,
berpakaian, belajar menggunakan fasilitas umum (telepon, televisi,
dan lain-lain baik dengan maupun tanpa alat bantu, mandi yang
bersih, dan sebagainya).
c) Membantu untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaan rutin di
rumahnya, dan memberi saran penyederhanaan ruangan maupun
letak alat-alat kebutuhan sehari-hari.15
5. Indikasi Terapi Okupasi
Indikasi dilakukannya terapi okupasi antara lain jika:
a) Seseorang yang kurang berfungsi dalam kehidupannya karena
kesulitan-kesulitan yang dihadapi dalam mengintegrasikan
perkembangan psikososialnya.
b) Terdapat kelainan tingkah laku yang terlibat dalam kesulitannya
berkomunikasi dengan orang lain.
c) Terdapat tingkah laku yang tidak wajar dalam mengekspresikan
perasaan atau kebutuhan yang primitif.
d) Terdapat ketidakmampuan menginterpretasikan rangsangan
sehingga reaksi terhadap rangsangan tersebut tidak wajar.
15
Charles H. Christiansen dan Carolyn M. Baum, Occupational Therapy: Enabling
Function and Well Being, (United States of America: Slack Incorporated, 1997), h. 5.
Page 41
29
e) Terhentinya seseorang dalam fase pertumbuhan tertentu atau
seseorang yang mengalami kemunduran.
f) Seseorang yang lebih mudah mengekspresikan perasaannya
melalui aktivitas daripada percakapan.
g) Seseorang yang merasa lebih mudah mempelajari sesuatu dengan
cara mempraktekannya daripada membayangkannya.
h) Seseorang yang cacat tubuh yang mengalami gangguan dalam
kepribadiannya.16
6. Fungsi Terapi Okupasi
Adapun fungsi terapi okupasi antara lain:
a) Sebagai perlakuan psikiatri yang spesifik untuk membangun
kesempatan-kesempatan demi hubungan yang lebih memuaskan,
membantu pelepasan, atau sublimasi dorongan emosional, sebagai
suatu alat diagnostik.
b) Terapi khusus untuk mengembalikan fungsi fisik, meningkatkan
ruang gerak sendi, kekuatan otot dan koordinasi gerakan.
c) Mengajarkan aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan,
berpakaian, belajar menggunakan fasilitas umum, baik dengan
maupun tanpa alat bantu.
16
Monique Prillagia Nurzhafarina, Perencanaan dan Perancangan Alat Bantu Terapis
bagi Anak Penderita Autis, (Skripsi S1), Jurusan Tehnik Industri, Universitas Sebelas Maret, 2015,
dari: https://eprints.uns.ac.id/18664/3/BAB_II.pdf diakses pada tanggal 6 Januari 2016.
Page 42
30
d) Membantu pasien untuk menyesuaikan diri dengan pekerjaan rutin
dirumahnya dan memberi saran penyederhanaan ruangan maupun
letak alat-alat kebutuhan sehari-hari.
e) Meningkatkan toleransi kerja, memelihara dan meningkatkan
kemampuan yang masih ada.
f) Eksplorasi prevokasional untuk memastikan kemampuan fisik dan
mental pasien, penyesuaian sosial, dan ketertarikan, kebiasaan-
kebiasaan kerja, keterampilan dan potensial untuk dikerjakan.
g) Mengarahkan minat dan hobi agar dapat digunakan.17
7. Jenis Terapi Okupasi
Adapun jenis terapi okupasi antara lain18
:
a) Activity of daily living (aktivitas sehari-hari)
Aktivitas yang dituju untuk merawat diri yang juga disebut
basic activities of daily living atau personal activities of daily
living terdiri dari kebutuhan dasar fisik (makan, cara makan,
kemampuan berpindah, merawat benda pribadi, tidur, buang air
besar, mandi dan menjaga kebersihan pribadi) dan fungsi
kelangsungan hidup (memasak, berpakaian, berbelanja dan
menjaga lingkungan hidup seseorang agar tetap sehat).
17
Monique Prillagia Nurzhafarina, Perencanaan dan Perancangan Alat Bantu Terapis
bagi Anak Penderita Autis, (Skripsi S1), Jurusan Tehnik Industri, Universitas Sebelas Maret, 2015,
dari: https://eprints.uns.ac.id/18664/3/BAB_II.pdf, artikel diakses pada tanggal 6 Januari 2016. 18
Nurdayati Praptiningrum, Terapi Okupasi, dari
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Pengertian%20TO.pdf, artikel diakses pada 8 Maret 2017.
Page 43
31
b) Pekerjaan
Kerja adalah kegiatan produktif, baik dibayar atau tidak
dibayar. Pekerjaan dimana seseorang menghabiskan sebagian
besar waktunya biasanya menjadi bagian penting dari identitas
pribadi dan peran sosial, memberinya posisi dalam masyarakat dan
rasa nilai sendiri sebagai anggota yang ikut berperan.
Pekerjaan yang berbeda diberi nilai-nilai sosial yang
berbeda pada masyarakat. Termasuk aktivitas yang diperlukan
untuk dilibatkan pada pekerjaan yang menguntungkan/
menghasilkan atau aktivitas sukarela seperti minat pekerjaan,
mencari pekerjaan dan kemahiran, tampilan pekerjaan, persiapan
pengunduran dan penyesuaian, partisipasi sukarela dan relawan
sukarela.
c) Leisure (pemanfaatan waktu luang)
Aktivitas mengisi waktu luang adalah aktivitas yang
dilakukan pada waktu luang yang bermotivasi dan memberikan
kegembiraan, hiburan, serta mengalihkan perhatian pasien.
Aktivitas yang tidak wajib yang pada hakekatnya kebebasan
beraktivitas. Adapun jenis-jenis aktivitas waktu luang seperti
menjelajah waktu luang (mengidentifikasi minat, keterampilan,
kesempatan, dan aktivitas waktu luang yang sesuai) dan partisipasi
waktu luang (merencanakan dan berpartisipasi dalam aktivitas
waktu luang yang sesuai, mengatur keseimbangan waktu luang
Page 44
32
dengan kegiatan yang lainnya, dan memperoleh, memakai, dan
mengatur peralatan dan barang yang sesuai).
C. Anak Tunagrahita
1. Pengertian Anak
Anak merupakan anugrah terindah yang dititipkan Tuhan kepada para
pasangan suami isteri yang harus dijaga dengan baik. Anak membutuhkan
kasih sayang, perhatian, rasa aman dalam setiap tumbuh kembangnya.
Pengertian anak menurut pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, yang dimaksud anak menurut
undang undang tersebut adalah seseorang yang belum berumur 18
(delapan belas) tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan.19
Menurut John Locke, anak adalah pribadi yang masih bersih dan peka
terhadap rangsangan-rangsangan yang berasal dari lingkungan.20
Berdasarkan definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa anak merupakan
manusia yang berusia 0 hingga mencapai 18 tahun dan memiliki pribadi
yang bersih dan peka terhadap rangsangan dari lingkungan.
2. Pengertian Tunagrahita
Tunagrahita adalah istilah yang digunakan untuk menyebut anak yang
mempunyai kemampuan intelektual dibawah rata-rata. Dalam bahasa asing
istilah yang digunakan seperti mental retardation, mentally retarded, dan
mental deficiency.21
19
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak, (Surabaya: Kesindo Utama, 2003), h. 4. 20
Hastuti, Psikologi Perkembangan Anak, (Jakarta: Tugu Publisher, 2012), cet.1, h. 11. 21
Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN, 2009), h. 136
Page 45
33
Seseorang dikategorikan berkelainan mental subnormal atau
tunagrahita jika ia memiliki tingkat kecerdasan di bawah normal, sehingga
untuk meningkatkan kemampuannya memerlukan bantuan atau layanan
spesifik, termasuk dalam program pendidikannya.22
3. Klasifikasi Tunagrahita23
a) Tunagrahita Ringan
Tunagrahita ringan sering disebut juga moron atau debil.
Kelompok ini memiliki IQ antara 69-55 menurut skala Weschler.
Mereka masih dapat membaca, menulis, dan berhitung sederhana.
Dengan bimbingan dan pendidikan yang baik, anak terbelakang mental
ringan pada saatnya dapat memperoleh penghasilan untuk dirinya
sendiri karena mereka dapat dididik menjadi tenaga kerja seperti
pekerjaan laundry, pertanian, peternakan dan pekerjaan rumah tangga.
Pada umumnya anak tunagrahita ringan tidak mengalami gangguan
fisik, mereka tampak seperti anak normal lainnya. Hanya saja mereka
tidak mampu melakukan penyesuaian sosial secara independen.
b) Tunagrahita Sedang
Anak tunagrahita sedang disebut juga imbisil. Kelompok ini
memiliki IQ antara 54-40 menurut skala Weschler. Mereka sangat sulit
bahkan tidak dapat belajar secara akademik seperti belajar menulis,
membaca dan berhitung walaupun mereka masih dapat menulis, secara
sosial seperti menulis namanya sendiri dan menulis alamat rumahnya.
22
Bratanata, “Pendidikan Anak Terbelakang Mental” dalam Mohammad Effendi,
Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 88. 23
Sumaryana, Pembelajaran Keterampilan Membuat Conblok pada Anak Tunagrahita,
artikel diakses pada 8 Maret 2017 dari http://eprints.uny.ac.id/9906/2/bab%202%20-
%2008103247020.pdf
Page 46
34
Tetapi mereka masih bisa dididik untuk mengurus diri seperti mandi,
berpakaian, makan minum, mengerjakan pekerjaan rumah tangga dan
sebagainya. Namun dalam kehidupan sehari-hari mereka
membutuhkan pengawasan yang terus-menerus.
c) Tunagrahita Berat
Anak tunagrahita berat sering disebut idiot. Kelompok ini memiliki
IQ antara 39-25 menurut skala Weschler. Anak tunagrahita berat
sangat sulit bahkan tidak bisa lepas dari bantuan orang lain untuk
memenuhi kehidupannya sehari-hari. Mereka memerlukan bantuan
perawatan total dalam hal merawat diri, makan dan lainnya. Bahkan
mereka memerlukan perlindungan dari bahaya sepanjang hidupnya.24
4. Hambatan Tunagrahita
Pada dasarnya tunagrahita menunjukkan kecenderungan
kemampuan yang rendah pada fungsi umum kecerdasannya karena
keterbatasan fungsi kognitif. Fungsi kognitif sendiri merupakan
kemampuan seseorang untuk mengenal atau memperoleh pengetahuan.
Beberapa hambatan yang tampak pada anak tunagrahita dari segi
kognitif yang juga menjadi karakteristiknya yaitu:
a) Cenderung memiliki kemampuan berpikir konkret
b) Mengalami kesulitan dalam konsentrasi
c) Kemampuan sosialisasinya terbatas
d) Tidak mampu menyimpan instruksi yang sulit
e) Kurang mampu menganalisis dan menilai kejadian yang dihadapi
24
Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN, 2009), h. 139-141
Page 47
35
f) Pada tunagrahita mampu didik, prestasi tertinggi bidang baca, tulis
dan hitung tidak lebih dari anak normal setingkat kelas III-IV SD.25
Menurut Hallahan, terdapat empat bidang hambatan kognisi pada
anak yang tergolong kategori retardasi mental. Empat bidang tersebut
antara lain hambatan perhatian, ingatan, bahasa dan prestasi akademik.
a) Hambatan perhatian merupakan hambatan ketika mereka kesulitan
mencurahkan perhatiannya kepada aspek yang bermacam-macam.
b) Hambatan ingatan yaitu ketika mereka sulit mengingat suatu benda
atau proses yang telah dialaminya.
c) Hambatan bahasa yaitu mengalami kesulitan dalam mengingat apa
yang dilihat dan didengar sehingga menyebabkan kesulitan dalam
berbicara.
d) Prestasi akademik yaitu terlambat dalam perkembangan mental,
tunagrahita mengalami masalah dalam keterampilan akademik
dibanding kelompok usia sebaya.26
5. Penyebab Tunagrahita
Terdapat banyak faktor yang dapat menyebabkan seseorang
menjadi tunagrahita. Para ahli dari berbagai ilmu telah berusaha
membagi faktor-faktor penyebab ini diantaranya sebagai berikut:27
25
Mohammad Effendi, Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan, (Jakarta: Bumi
Aksara, 2006), h. 98 26
Agustyawati dan Solicha, Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus, (Jakarta:
Lembaga Penelitian UIN, 2009), h. 155 27
Bandi Delphie, Sebab-Sebab Keterbelakangan Mental Seseorang, (Bandung: Mitra
Grafika, 1996), h.49
Page 48
36
a) Faktor keturunan
Adanya kelainan kromosom baik autosom (mempunyai
kromosom 3 ekor pada kromosom nomor 21 sehingga anak
mengalami Langdon Down’s Syndrome dan pada trisomi
kromosom nomor 15 anak akan menderita Patau’s Syndrome
dengan ciri-ciri berkepala kecil, mata kecil, berkuping aneh,
sumbing dan kantung empedu yang besar. Adanya kegagalan
meiosis sehingga menimbulkan duplikasi dan translokasi) maupun
pada kelainan gonosom (gonosom yang seharusnya XY, karena
kegagalan menjadi XXY atau XXXY.
b) Gangguan metabolisme dan gizi.
Metabolisme dan gizi merupakan hal yang penting bagi
perkembangan individu terutama perkembangan sel-sel otak.
Beberapa kelainan yang disebabkan oleh kegagalan metabolisme
dan kekurangan gizi diantaranya adalah sebagai berikut:
1) Phenylketonuria
Salah satu akibat gangguan metabolisme asam amino juga
kelainan gerakan enzym phenylalanine hydroxide. Gejala
umum yang nampak adalah tunagrahita, kekurangan pigmen,
microchepally, serta kelainan tingkah laku.
2) Cretinisme
Disebabkan oleh keadaan hypohyroidism kronik yang
terjadi selama masa janin atau segera setelah melahirkan. Berat
ringan kelainan tergantung pada tingkat kekurangan thyroxin.
Page 49
37
Gejala umum yang nampak adalah adanya ketidaknormalan
fisik yang khas dan ketunagrahitaan dan awal gejalanya dengan
kurangnya nafsu makan, anak menjadi sangat pendiam, jarang
tersenyum dan tidur yang berlebihan.
3) Infeksi dan keracunan
Adanya infeksi dan keracunan terjangkitnya penyakit-penyakit
selama janin masih berada dalam kandungan ibunya yang
menyebabkan anak lahir menjadi tunagrahita, antara lain:
a) Rubella
Penyakit ini menjangkiti ibu pada dua belas minggu
pertama kehamilan. Selain tunagrahita,
ketidaknormalan yang disebabkan penyakit ini adalah
kelainan pendengaran, penyakit jantung bawaan, berat
badan yang sangat rendah pada waktu lahir dan lain-
lain.
b) Syndrome Gravidity Beracun
Ketunagrahitaan yang timbul dari Syndrome Gravidity
Beracun terjadi pada sebagian bayi yang lahir prematur,
kerusakan janin yang disebabkan oleh zat beracun dan
berkurangnya aliran darah pada rahim dan plasenta.
4) Masalah pada kelahiran
Adanya kelahiran yang disertai hypoxia (kejang dan nafas
pendek) dipastikan bahwa bayi yang akan dilahirkan menderita
kerusakan otak.
Page 50
38
5) Faktor lingkungan
Latar belakang pendidikan orangtua sering juga
dihubungkan dengan masalah-masalah perkembangan.
Kurangnya kesadaran orangtua akan pentingnya pendidikan
dini serta kurangnya pengetahuan dalam memberikan segala
rangsangan yang bersifat postif dalam masa perkembangan
anak dapat menjadi salah satu penyebab timbulnya gangguan
atau hambatan dalam perkembangan anak. Kurangnya kontak
pribadi dengan anak, misalnya dengan tidak mengajaknya
berbicara, tersenyum dan bermain yang mengakibatkan
timbulnya sikap tegang, dingin dan menutup diri. Kondisi yang
demikian akan berpengaruh buruk terhadap perkembangan
anak baik fisik maupun mental intelektualnya.
6. Karakteristik Tunagrahita28
a) Karakteristik Anak Tunagrahita Ringan
Dalam berbicaranya banyak yang lancar, tetapi perbendaharan
katanya minim, mereka mengalami kesulitan dalam berpikir abstrak,
tetapi mereka masih mampu mengikuti pelajaran yang bersifat
akademik atau tool subject, baik di sekolah biasa maupun di sekolah
luar biasa (SLB). Umur kecerdasannya apabila sudah dewasa sama
dengan anak normal yang berusia 12 tahun
.
28
Junal tentang mengenal anak luar biasa, artikel diakses pada 12 Januari 2016 dari
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195706131985031-
MAMAN_ABDURAHMAN_SAEPUL_R/MENGEANAL_ANK__LUAR__BIASA.pdf.
Page 51
39
b) Karakteristik Anak Tunagrahita Sedang
Anak tunagrahita sedang tidak bisa mempelajari pelajaran-
pelajaran yang bersifat akademik, belajarnya secara membeo.
Perkembangan bahasanya sangat terbatas karena perbendaharaan
kata yang sangat kurang. Mereka memerlukan perlindungan orang
lain, meskipun begitu masih mampu membedakan bahaya dan bukan
bahaya. Umur kecerdasannya sama dengan anak normal umur tujuh
tahun.
c) Karakteristik Anak Tunagrahita Berat
Anak ini sepanjang hidupnya memerlukan pertolongan dan
bantuan orang lain, sehingga berpakaian, ke WC, dan sebagainya
harus dibantu. Mereka tidak tahu bahaya atau tidak bahaya. Kata-
kata dan ucapannya sangat sederhana. Kecerdasannya sampai
setinggi anak normal yang berusia tiga tahun.
Page 52
40
BAB III
GAMBARAN UMUM YAYASAN PENDIDIKAN LUAR BIASA
NUSANTARADEPOK
A. Sejarah Berdirinya
Berawal dari rasa prihatin terhadap adik kelas sewaktu kuliah di
Pendidikan Luar Biasa, Bapak Sujono menampung dua belas adik kelasnya
tersebut di dua tempat yaitu di Depok dan Jakarta Selatan. Mereka mulai
mencari murid hingga muridnya terus bertambah banyak. Karena para guru
tinggal dan makan di sekolah, maka dibuatlah sekolah berasrama. Akhirnya
pada tahun 1989 beliau membeli tanah di daerah Beji, Depok dari uang
pribadi hasil penjualan rumah.Saat ini beliau telah membangun dua Sekolah
Luar Biasa di dua daerah yaitu di Beji, Depok dan Srengseng Sawah,
Jakarta Selatan. 1
Sekolah Luar Biasa Nusantara Ber-asrama tidak hanya menerima
siswa-siswi ABCD (Tunanetra, Tunarungu, Tunagrahita, Tunadaksa), tetapi
juga Hiperaktif, Down Syndrom, Autis dan Epilepsi, mulai dari usia dini
sampai usia lanjut. Motto sekolah adalah PAIKEM GEMBROT yang
artinya Pendidikan Aktif Inovatif Kreatif Efektif Menyenangkan Gembira
Berbobot.2
1 Hasil wawancara pribadi dengan Bapak Sujono, 5 Oktober 2015.
2 Dokumen Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok.
Page 53
41
B. Profil Yayasan3
Nama Yayasan : Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara
Alamat Yayasan : Jalan Sempu Raya RT.06 RW.04 No. 7-8
Kelurahan Beji, Kecamatan Beji, Kota Depok
Tahun Berdiri : 1989
No. Akte Notaris / Tahun : 117/2001
Nama Ketua Yayasan : Drs. Sujono, S.Psi, MM
Nama Sekolah : SLB B-C-D Nusantara Ber-Asrama
Nomor Statistik Sekolah : 8020206605002
Status Sekolah : Swasta
Alamat Sekolah : Jalan Sempu Raya RT.06 RW.04 No. 7-8
Kelurahan Beji, Kecamatan Beji, Kota Depok
Ijin Operasional : No. 421.9/3/3124-disdik/2003
SK Kemenkumham : No.AHU-0010632.AH.01.04/2015
Status Akreditasi : C
Nama Kepala Sekolah : Neni Sulastri Pratiwi, M.Psi
SK Jabatan Kepsek : j.005/YPLB-n/I/15
C. Visi, Misi dan Tujuan Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara
Depok4
1. Visi Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok
Mewujudkan Sekolah Anak Cacat Nusantara Ber-Asrama (Boarding
School) sebagai salah satu sekolah unggulan dan terbaik.
3 Dokumen Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok.
4 Dokumen Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok.
Page 54
42
2. Misi Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok
Adapun misi dari YPLB Nusantara Depok sebagai berikut:
a) Meningkatkan kinerja aparatur sekolah ber-asrama yang efektif,
efisien dan profesional.
b) Meningkatkan segala potensi sumber daya sekolah ber-asrama.
c) Mengembangkan wawasan keunggulan kreatif dan inovatif di bidang
pendidikan.
d) Membangun komitmen kebersamaan dan keteladanan warga sekolah
ber-asrama yang harmonis, religius, yang dilandasi Iman dan Taqwa.
3. Tujuan Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok
Adapun maksud dan tujuan berdirinya YPLB Nusantara Depok
adalah membantu, melayani dan mendidik Anak Berkebutuhan Khusus
(ABK) usia dini sampai usia lanjut, sehingga dari segi kognisi, afeksi dan
psikomotornya diharapkan mereka dapat mandiri dan bermanfaat bagi
masyarakat, agama, nusa dan bangsa.
Page 55
43
D. Struktur Kepengurusan Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara
Depok5
E. Prosedur Penerimaan Anak Didik di Yayasan Pendidikan Luar Biasa
Nusantara Depok
Adapun tahapan penerimaan anak didik yang akan mengikuti kegiatan
pendidikan disini antara lain:6
a) Orangtua datang ke sekolah. Jika tidak ada orangtua maka dapat
diwakili oleh pihak keluarga calon anak didik.
5 Dokumen Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok.
6 Hasil wawancara pribadi dengan Bapak Sujono, 5 Oktober 2015.
Page 56
44
b) Pihak sekolah melakukan wawancara dengan pihak keluarga.
c) Pihak sekolah melakukan analisa terhadap calon anak didik.
d) Mengisi formulir yang berisi data siswa dan orangtua.
e) Surat keterangan dari Dokter dan Psikolog.
f) Surat pernyataan orangtua siap mengikuti masa observasi selama 6
bulan.
Setelah syarat tersebut lengkap secara keseluruhan kemudian calon
siswa diberikan tes psikologi untuk mengetahui anak tersebut dapat
dikategorikan sebagai anak berkebutuhan khusus dengan kategori apa.
Keseluruhan dari hasil wawancara dan pengamatan bahwa prosedur
pelayanan yang diberikan YPLB Nusantara teratur dan jelas. Setelah
melengkapi administrasi maka siswa akan mendapatkan pelayanan terapi.
Biasanya siswa dapat mengikuti lebih dari 1 macam terapi, seperti terapi
okupasi, terapi musik dan terapi perilaku, namun semua bergantung kepada
kebutuhan masing-masing siswa.
F. Program Kegiatan Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok
Selain pendidikan formal, sekolah ini juga menyediakan beberapa
program umum seperti:7
a) Lembaga Pendidikan Komputer Nusantara untuk anak berbakat usia
sekolah, SMKLB dan alumni SMALB.
b) Paket wisata alam nusantara, diadakan setiap minggu, maksimal 15 peserta
di wilayah Jabodetabek, waktunya satu hari. Kegiatan ini ditujukan untuk
menghilangkan kejenuhan dari rutinitas sehari-hari.
7 Hasil wawancara pribadi dengan Bapak Sujono, 5 Oktober 2015.
Page 57
45
c) Klinik tumbuh kembang “Bunga Nusantara” yaitu layanan terapi untuk
anak berkebutuhan khusus seperti terapi air, terapi perilaku, terapi okupasi,
terapi wicara, terapi sensor integrasi, konsultasi anak dan tes psikologi.
Beberapa program kegiatan yang menjadi unggulan di sekolah ini antara
lain:
a) Program keterampilan yang meliputi sablon elektrik, membuat mug, pin,
topi, kaos bergambar, menyulam dan memasang manik-manik.
b) Program bina diri yaitu keterampilan dalam mengerjakan pekerjaan
sehari-hari, mulai dari makan, minum, bersih-bersih, ke toilet, ganti baju
dan sebagainya.
c) Program kesenian diantaranya seni musik dan seni tari.
d) Olahraga yang meliputi renang dan bulu tangkis.
Adapun beberapa jenis terapi yang ada di YPLB Nusantara yang
diberikan kepada siswa berkebutuhan khusus antara lain:
a) Terapi wicara
Terapi wicara adalah terapi untuk membantu siswa yang
berkebutuhan khusus di YPLB Nusntara untuk bisa berkomunikasi
dengan lebih baik. Terapi ini biasa diberikan kepada anak-anak yang
mengalami keterlambatan bicara (speech delay). Ini merupakan salah
satu hambatan tumbuh kembang yang paling umum dialami anak, di
mana seorang anak masih belum mencapai kemampuan bicara yang
semestinya sudah dikuasai pada usia tertentu.
Page 58
46
b) Terapi okupasi
Terapi okupasi di YPLB Nusantara bertujuan mengajarkan kepada
siswa untuk melakukan kegiatan bina diri yang meliputi mandi, makan,
berpakaian dan aktivitas merawat diri lainnya. Terapi okupasi yang
diberikan oleh YPLB Nusantara yakni melalui bina diri dan pemanfaatan
waktu luang. Hasil akhir dari kegiatan bina diri ialah diharapkan siswa
dapat mandiri dalam kegiatan sehari-hari seperti merawat diri.
Sedangkan dalam pemanfaatan waktu luang, siswa dapat menyalurkan
minat dan bakatnya melalui kegiatan ekstrakurikuler seperti musik, bulu
tangkis dan kegiatan keterampilan.8
Ada beberapa langkah yang dilakukan oleh pihak Yayasan
Pendidikan Luar Biasa Nusantara dalam memberikan terapi okupasi:
1. Tahap Assessment (Pengkajian)
Tahap awal dimana pihk sekolah melakukan identifikasi terhadap
siswa baru yang bersekolah di YPLB Nusantara Depok. Tahap ini
bertujuan untuk mengetahui terapi yang akan diperoleh dan dijalankan
oleh siswa baru misalnya apakah siswa itu membutuhkan terapi
okupasi atau tidak. Tahap assessment dilakukan dengan cara membaca
atau melakukan observasi perilaku siswa itu selama enam bulan.
2. Tahap Pelaksanaan Terapi Okupasi
Tahap ini dilakukan ketika siswa tunagrahita didiagnosa
membutuhkan terapi okupasi. Dalam hal ini, terapis akan memberikan
pengenalan kegunaan dari perlengkapan yang biasa digunakan dalam
8 Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Novi, 22 Oktober 2015.
Page 59
47
kegiatan sehari-hari. Dalam proses pelaksanaan terapi okupasi ini,
siswa akan dibantu oleh masing-masing pengasuh yang terdapat di
Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok.9
Pelaksanaan terapi okupasi berupa bina diri bagi siswa yang
berasrama dilakukan setiap hari karena kegiatan tersebut merupakan
aktivitas sehari-hari yang biasa dilakukan siswa. Namun untuk
pelaksanaan pemanfaatan waktu luang biasanya dilaksanakan
seminggu dua kali yakni pada hari Sabtu dan Minggu.10
Pihak sekolah tidak secara khusus melakukan evaluasi hasil dari
terapi okupasi, akan tetapi laporan perkembangan siswa tetap
disampaikan kepada orang tua ketika pembagian rapor yang termasuk
di dalamnya hasil kegiatan bina diri dan pemanfaatan waktu luang
siswa di sekolah.11
c) Fisioterapi
Fisioterapi adalah terapi yang dilakukan untuk membantu anak
mengembangkan kemampuan motorik kasar (gross motor skill).
Kemampuan motorik kasar meliputi otot-otot besar pada seluruh tubuh
yang memungkinkan tubuh melakukan fungsi berjalan, melompat,
jongkok, lari, menendang, duduk tegak, mengangkat, dan melempar
bola. Kemampuan motorik kasar sangat penting karena membuat tubuh
bisa melakukan aktivitasnya, menjaga keseimbangan, koordinasi, dan
lain-lain. Kemampuan motorik kasar juga sangat berhubungan dengan
fungsi fisik lainnya.
9 Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Novi, 22 Oktober 2015.
10 Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Irma, 25 April 2016.
11 Hasil wawancara pribadi dengan Bapak Sujono, 5 Oktober 2015.
Page 60
48
d) Terapi bermain
Terapi bermain dalam YPLB Nusantara biasanyadilakukandengan
pemanfaatan permainan sebagai media yang efektif oleh terapis, untuk
membantu siswa mencegah atau menyelesaikan kesulitan-kesulitan
psikososial, mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal
melalui eksplorasi atau ekspresi diri.
e) Terapi musik
Terapi musik adalah usaha meningkatkan kualitas fisik dan mental
dengan rangsangan suara yang terdiri dari melodi, ritme, harmoni,
timbre, bentuk dan gaya yang diorganisir sedemikian rupa hingga
tercipta musik yang bermanfaat untuk kesehatan fisik dan mental.
f) Terapi perilaku
Terapi perilaku (behaviour therapy, behavior modification) adalah
pendekatan untuk psikoterapi yang didasari oleh Teori Belajar (learning
theory) yang bertujuan untuk menyembuhkan psikopatologi seperti;
depression, anxietydisorders, phobias, dengan memakai teknik yang
didesain menguatkan kembali perilaku yang diinginkan dan
menghilangkan perilaku yang tidak diinginkan.
g) Terapi sensori integrasi
Disfungsi SI menunjukkan ketidakmampuan tubuh untuk
menangkap dan menggunakan informasi yang diterima oleh panca
indera secara benar. Anak dengan disfungsi SI mempunyai kesulitan
mengolah infomasi yang diterima panca inderanya untuk melaksanakan
tugas sehari-hari. Disfungsi SI bisa muncul dengan berbagai kombinasi
Page 61
49
dari indera-indera, yaitu penglihatan, penciuman, pendengaran,
pengecapan, peraba, atau pergerakan.
G. Keadaan Guru dan Siswa di Yayasan Pendidikan Luar Biasa
Nusantara Depok
Jumlah guru yang ada di sekolah ini yaitu 6 orang dengan rincian 1
orang tamatan S2, 1 orang tamatan S1 PLB, 1 orang tamatan S1 Non-PLB,
1 orang tamatan D3 dan 2 orang tamatan SMA. Sedangkan jumlah
muridnya sebanyak 66 orang dengan rincian 1 orang tunanetra, 48 orang
tunagrahita, 1 orang tunadaksa, 9 orang autis dan 7 orang tunaganda.12
Jam belajar di sekolah yaitu mulai dari pukul 07.30-11.30, dengan jam
istirahat pukul 09.30-10.00. Pada jam istirahat anak-anak akan tetap berada
di dalam kelas untuk makan bekal yang dibawa masing-masing, sementara
guru mengawasi mereka karena makan merupakan salah satu pelajaran bina
diri bagi anak-anak tunagrahita yang memang diharapkan setelah keluar dari
sekolah mereka dapat mengurus dirinya sendiri. Waktu istirahat ini bisa
dimanfaatkan oleh guru untuk lebih mendekatkan diri kepada muridnya dan
menilai kemandiriannya.
Bahasa yang disampaikan pengajar kepada murid disini semuanya
diucapkan dengan bahasa yang baik karena sesuai dengan ejaan bahasa
Indonesia seperti: “tidak boleh bicara seperti itu”, “kalau tidak selesai, tidak
boleh pulang”, “bersihkan sampahnya”.13
12
Dokumen Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok. 13
Hasil wawancara pribadi dengan Bapak Sujono, 5 Oktober 2015.
Page 62
50
Selain bertanggung jawab terhadap pelajaran dan akademiknya, guru
juga bertanggung jawab dengan keadaan muridnya. Anak tunagrahita
cenderung mempunyai perilaku yang tidak dapat mengatur diri sendiri
termasuk saat mereka ingin buang air kecil maupun buang air besar. Jadi
jika ada yang buang air kecil di celana maka guru yang harus membantunya
ke kamar mandi dan menggantikan celananya.14
H. Profil Informan
1. Profil SA
SA merupakan siswa tunagrahita ringan yang mendapatkan terapi
okupasi di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok. SA
merupakan siswa laki-laki kelas 1 SMPLB-C yang lahir di Jakarta, 30
Agustus 2002 yang sekarang berusia 15 tahun. SA merupakan anak dari
alm. Benny Lumintang dan Ibu Orbariah Agustini seorang karyawan
swasta, mereka bertempat tinggal di Komplek Atsiri Permai, Citayam,
Depok. SA berada di YPLB Nusantara Depok kurang lebih sudah 7
tahun. SA merupakan siswa yang berasrama di YPLB Nusantara Depok.
Selama di asrama, dalam melakukan kegiatan sehari-harinya SA dibantu
oleh seorang pengasuh yang bernama Ibu Irma.
2. Profil AR
AR adalah siswa laki-laki tunagrahita ringan di Yayasan
Pendidikan Luar Biasa. AR mengikuti pendidikan computer di Yayasan
Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok. AR berusia 25 tahun, lahir di
Jakarta pada tanggal 30 Maret 1992. Ibu AR bernama Nurlina Ganefi
14
Hasil wawancara pribadi dengan Bapak Sujono, 5 Oktober 2015.
Page 63
51
yang merupakan pegawai negeri sipil dan Ayah AR bernama Imam
seorang karyawan swasta. AR bertempat tinggal di Jalan Poltangan 3,
Pasar Minggu, Jakarta Selatan. AR berada di YPLB Nusantara dari kelas
3 SMP sampai dengan lulus SMA dan sekarang AR melanjutkan
pendidikan komputer. AR juga merupakan siswa yang berasrama di
YPLB Nusantara Depok. Selama di asrama, AR dibantu oleh Bapak
Hendra Kurnia sebagai pengasuhnya.
3. Profil DA
DA merupakan siswa laki-laki tunagrahita ringan di YPLB
Nusantara Depok. DA merupakan anak dari pasangan Bapak Jonal
Listiawan dan Ibu Sri Suliah yang bertempat tinggal di Kp. Bojong RT.
001 RW. 026 Baktijaya, Sukmajaya, Depok. DA lahir di Bogor pada
tanggal 30 November 2007 yang sekarang berusia 10 tahun. DA
merupakan siswa tunagrahita ringan kelas 3 SDLB-C. DA sudah hampir
tiga tahun mengikuti pendidikan di YPLB Nusantara. DA merupakan
siswa tunagrahita non-asrama.
Page 64
52
BAB IV
HASIL TEMUAN PENELITIAN DAN ANALISA
Pada Bab ini, penulis akan memaparkan hasil temuan di lapangan berupa
penjelasan dari pelaksanaan dan hasil terapi okupasi yang dilakukan oleh Yayasan
Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok serta hasil analisa dari temuan lapangan
penelitian yang berfokus pada evaluasi dari hasil terapi okupasi bagi anak
tunagrahita di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok. Berikut
pemaparan hasil temuan dan analisa dari penelitian tersebut:
A. Temuan Lapangan
1. Terapi Okupasi Bagi Anak Tunagrahita di Yayasan Pendidikan
Luar Biasa Nusantara Depok
Pada bagian ini, penulis akan memberikan informasi terkait dengan
hasil temuan lapangan yang berkaitan dengan terapi okupasi yang ada di
Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok, meliputi; tujuan terapi
okupasi, jenis terapi okupasi, tahapan pelaksanaan terapi okupasi, hasil
pelaksanaan terapi okupasi dan faktor pendukung dan penghambat
keberhasilan terapi okupasi.
a. Tujuan Terapi Okupasi di Yayasan Pendidikan Luar Biasa
Nusantara Depok
Tujuan diadakannya terapi okupasi bagi anak tunagrahita di
Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok adalah untuk
mengajarkan siswa dalam melakukan kegiatan bina diri meliputi
kegiatan sehari-hari seperti mandi, makan, berpakaian dan lain
Page 65
53
sebagainya. Hal tersebut dilakukan agar mereka dapat mandiri dan
mengurangi rasa bergantung terhadap orang lain. Selain itu tujuan dari
terapi okupasi juga untuk mengembangkan minat dan bakat melalui
kegiatan ekstrakulikuler di sekolah. Berikut penuturan dari ketua
Yayasan, Bapak Sujono:
“Tujuan dari terapi okupasi itu agar mereka bisa hidup mandiri,
mengurangi ketergantungan dengan orang lain. Misalnya
mereka dulu kalau makan harus disuapin sama Ibunya, nah
kalau disini kita ajarkan bagaimana siswa itu bisa makan sendiri,
caranya ya melalui program bina diri yang ada di sini. Selain itu
juga untuk mengetahui minat dan bakat siswa. Contohnya anak
ini sukanya musik, kita coba ikutsertakan di ekskul musik, dan
sebagainya.”1
Hal senada juga disampaikan oleh Ibu Novi selaku terapis bagi siswa
tunagrahita. Beliau mengatakan bahwa tujuan dari terapi okupasi
adalah untuk mengajarkan aktivitas sehari-hari pada siswa
tunagrahita:
“Tujuannya itu untuk melatih kemandirian, minimal mereka bisa
melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari
secara mandiri.”2
Berdasarkan pernyataan di atas, diperoleh informasi bahwa tujuan dari
terapi okupasi di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok
adalah untuk mengurangi rasa ketergantungan siswa terhadap orang
lain dan melatih siswa untuk melakukan aktivitas sehari-hari secara
mandiri. Selain itu terapi okupasi juga digunakan untuk mengetahui
minat dan bakat siswa yang nantinya akan diarahkan oleh pihak
sekolah dalam bentuk kegiatan ektrakurikuler.
1 Hasil wawancara pribadi dengan Bapak Sujono, 5 Oktober 2015.
2 Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Novi, 22 Oktober 2015
Page 66
54
b. Jenis Terapi Okupasi di Yayasan Pendidikan Luar Biasa
Nusantara Depok
Terdapat dua jenis terapi okupasi bagi anak tunagrahita yang
dilaksanakan oleh Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok
adalah bina diri dan pemanfaatan waktu luang. Bentuk kegiatan dari
bina diri meliputi aktivitas merawat diri seperti makan, mandi,
berpakaian dan menjaga kebersihan lingkungan agar tetap sehat serta
pemanfaatan waktu luang dengan adanya kegiatan pengembangan
bakat dan minat siswa melalui ekstrakurikuler. Berikut hasil
wawancara penulis dengan Bapak Sujono:
“Kalau disini ada dua jenis untuk terapi okupasinya. Nah untuk
terapinya lebih ke arah merawat diri atau kita kenal dengan bina
diri misalnya mandi, makan, pakai baju, merapikan baju,
menjaga kebersihan lingkungan dengan adanya piket dan ada
pendidikan akhlak juga untuk siswa disini. Kalau untuk waktu
luangnya mereka ikut dalam ekstrakurikuler sesuai minat
mereka. Ada kegiatan marawis, sablon, komputer, musik, buku
tangkis.”3
Ibu Novi selaku terapis juga mengatakan hal serupa, bahwa jenis
terapi okupasi yang ada di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara
Depok adalah bina diri dan pemanfaatan waktu luang. Berikut hasil
wawancara penulis dengan Ibu Novi:
“Untuk jenis terapi okupasi disini ada dua ya Mas, ada yang
namanya bina diri sama pemanfaatan waktu luang. Kalau untuk
bina diri, disini anak-anak kita arahkan untuk belajar yang
namanya melakukan aktivitas sehari-hari seperti menggunakan
baju. Nah untuk belajar menggunakan baju saja, siswa
tunagrahita itu butuh waktu lama, bisa dua tahun hanya untuk
belajar pakai baju. Pakai baju juga kita kasih tau dulu, misalnya
ya ini namanya kemeja, ini namanya kancing, ini namanya
bagian lengan kanan, dan seterusnya. Kuncinya untuk ngajarin
3 Hasil wawancara pribadi dengan Bapak Sujono, 5 Oktober 2015.
Page 67
55
mereka itu harus continue, tidak bisa langsung dilepas. Kalau
anak sudah bisa pakai baju sendiri itu adalah goals terapi
okupasi. Untuk pemanfaatan waktu luang itu biasanya pihak
sekolah mengarahkan anak-anak ke minat dan bakatnya,
misalnya saja ada siswa yang tenaganya cukup kuat, kan kalau
mereka lagi kesel, marah, itu biasanya keliatan powernya, nah
itu biasanya kita arahin untuk ke kegiatan olahraga misalnya
bulu tangkis.”4
Selain itu penulis juga melakukan wawancara dengan Ibu Irma selaku
pengasuh. Beliau mengatakan bahwa jenis terapi di Yayasan
Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok adalah bina diri dan
pemanfaatan waktu luang. Kegiatan bina diri adalah bagaimana para
pengasuh bisa mengarahkan para siswa untuk melakukan kegiatan
sehari-hari secara mandiri. Pemanfaatan waktu luang adalah untuk
mengarahkan waktu senggang anak-anak dengan kegiatan positif.
Berikut kutipan wawancara dengan Ibu Irma:
“Disini itu ada bina diri Mas. Nah bina diri itu kaya kita ngajarin
anak-anak untuk bisa ngerjainapa-apa sendiri, misalnya bangun
pagi sendiri, mandi sendiri, makan sendiri, intinya mah
membuat anak lebih mandiri aja. Kalau pemanfaatan waktu
luang itu biasanya diisi dengan kegiatan-kegiatan yang sifatnya
positif kayamain marawis, main bulu tangkis, sama
keterampilan.”5
Berdasarkan hasil wawancara di atas diperoleh informasi bahwa
terdapat dua jenis terapi okupasi di Yayasan Pendidikan Luar Biasa
Nusantara Depok, diantaranya adalah bina diri dan pemanfaatan waktu
luang. Kegiatan bina diri mencakup aktivitas merawat diri seperti
mandi, makan, pendidikan akhlak dan sebagainya. Untuk semua jenis
aktivitas bina diri dilakukan secara continue dan ketika siswa sudah
bisa melakukan aktivitas secara mandiri, maka terapi okupasi dapat
4 Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Novi, 22 Oktober 2015.
5 Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Irma, 25 April 2016.
Page 68
56
dikatakan berhasil. Kegiatan pemanfaatan waktu luang yaitu pihak
sekolah mengarahkan siswa ke dalam kegiatan positif seperti
mengikuti kegiatan keterampilan, olahraga bulu tangkis dan bermain
alat musik.
c. Tahapan Pelaksanaan Terapi Okupasi di Yayasan Pendidikan
Luar Biasa Nusantara Depok
Pada tahapan pelaksanaan tarapi okupasi di Yayasan Pendidikan Luar
Biasa Nusantara Depok memiliki perbedaan antara siswa yang
berasrama dan non asrama. Perbedaan tersebut terletak pada intensitas
pelaksanaannya.
1) Assessment
Kegiatan assessment merupakan tahap awal dimana pihak
Sekolah melakukan identifikasi terhadap siswa baru yang bersekolah
di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok. Tujuan dari
assessment ini adalah untuk mengetahui terapi yang akan diberikan
kepada siswa, hal ini seperti yang dijelaskan oleh Ibu Novi:
“Pertama pihak sekolah melakukan assessment terhadap calon
siswa yang akan mengikuti kegiatan di sekolah. Setelah calon
siswa memenuhi persyaratan, kemudian siswa mengikuti proses
observasi selama enam bulan di asrama. Dalam proses observasi
ini, pihak sekolah dalam hal ini terapis dan pengasuh
“membaca” perilaku siswa. Kemudian saya membuat rencana
program terapi yang bersifat jangka pendek dan jangka panjang.
Program terapi ini dibuat berdasarkan hasil asessment dan
kesimpulan diagnosis yang terjadi pada anak. Setelah keluar
hasil assessment tersebut baru deh kita tahu anak tersebut
mengikuti terapi okupasi atau tidak.”6
6 Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Novi, 22 Oktober 2015.
Page 69
57
Tahapan assessment ini digunakan bagi seluruh siswa yang ada
di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok, baik bagi siswa
yang asrama maupun yang non-asrama. Hal tersebut sesuai dengan
pernyataan dari Bapak Sujono:
“Jadi sebelum siswa-siswa itu mendapatkan terapi dan
sebagainya, kita melakukan identifikasi atau assessment untuk
siswa baru, untuk yang asrama dan yang non-
asrama.Assessment itu salah satu bentuknya adalah observasi,
kita melakukan observasi pada tingkah laku siswa selama enam
bulan.jadi semua siswa yang ada disini itu sudah melalui
tahapan assessment.”7
Berdasarkan pernyataan di atas, diketahui bahwa tahapan
pertama dalam melakukan terapi okupasi adalah assessment atau
identifikasi siswa. Tujuan dari tahapan assessment adalah untuk
melakukan observasi tingkah laku terhadap siswa dan observasi
tersebut dilakukan selama enam bulan oleh para terapis dan pengasuh.
Tahap assessment ini berlaku untuk seluruh siswa yang ada di
Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok, baik siswa yang
berasrama maupun yang non-asrama.
2) Pelaksanaan Terapi Okupasi
Pelaksanaan terapi okupasi dilakukan ketika siswa tunagrahita
didiagnosa perlu mendapatkan terapi okupasi. Bagi siswa yang
berasrama, mereka mendapatkan pelajaran bina diri serta praktik
dengan pengawasan pengasuh. Praktik tersebut adalah melakukan
aktivitas sehari-hari seperti praktik mandi, praktik makan dan praktik
merawat diri lainnya. Dalam praktik pelaksanaan terapi okupasi
7 Hasil wawancara pribadi dengan Bapak Sujono, 5 Oktober 2015.
Page 70
58
diperlukan kesabaran dan waktu yang cukup lama, karena anak
tunagrahita sulit mengingat sesuatu, jadi semua dilakukan secara
bertahap dan diulang.Sebagaimana penjelasan dari Bapak Hendra:
“Anak-anak disini selain dia dapet pelajaran di kelas, kita
praktekin di asrama. Disini kan mereka lebih sering praktek,
misalnya mandi sehari dua kali, makan sehari tiga kali, pake
baju, beresin tempat tidur sama ada piket juga.Kita disini
dituntut untuk selalu sabar untuk mengajarkan mereka, karena
anak tunagrahita itukan sulit untuk mengingat sesuatu, sekarang
diajarin caranya pegang gayung misalnya, besok, ya bisa lupa,
Jadi semua harus bertahap dan diulang setiap hari. Dan untuk
anak yang asrama, itu biasanya perkembangannya lebih cepat ya
Mas, karena kita sebagai pengasuh itu selalu ngawasin mereka
24 jam jadi perkembangannya cepat terlihat.”8
Hal serupa juga dikatakan oleh Ibu Irma selaku pengasuh:
“Kalau yang asrama itu langsung praktek bina diri, jadi kita
ajarin kegiatan sehari-hari siswa, sama untuk waktu luangnya
kita ikutin ke ekskul. Semuanya masih tetep diawasin, kalo
engga nanti mereka ngerjainnya asal-asalan. Prakteknya juga
harus setiap hari biar mereka ga lupa.”9
Namun berbeda dengan siswa yang non-asrama, mereka hanya
mendapatkan pelajaran bina diri dan tidak dapat diawasi oleh
pengasuh, sehingga tingkat keberhasilannya tergantung dari
lingkungan siswa tersebut, seperti pernyataan dari Ibu Novi:
“Bagi siswa yang pulang pergi, mereka hanya mendapatkan
pendidikan bina diri di kelas. Selebihnya orang tua yang
berperan dalam prakteknya di rumah. Orang tua siswa juga
diberikan pengarahan agar selalu mengajarkan anaknya untuk
bisa mandiri dan tidak bergantung pada orang lain,.jadi tingkat
keberhasilannya itu ya gimana lingkungan si anak aja di rumah,
kalau orang dilingkungannya tidak intensif dalam mengulang
materi yang sudah ada, ya perkembangan pada anak juga akan
lebih lama.”10
8 Hasil wawancara pribadi dengan BapakHendra, 11 Mei 2016.
9 Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Irma, 25 April 2016.
10 Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Novi, 22 Oktober 2015.
Page 71
59
Pihak sekolah tidak melakukan evaluasi hasil khususnya pada
kegiatan terapi okupasi, namun hasil tetap disampaikan kepada orang
tua siswa ketika pembagian rapor menyangkut akademik dan bina diri
siswa. Berikut hasil wawancara penulis dengan Bapak Sujono:
“Kalau evaluasi khusus terapi okupasinya ga ada. Hanya saja
kami ada laporan hasil secara keseluruhan termasuk hasil
kegiatan akademik dan bina diri.”11
Berdasarkan pernyataan di atas diperoleh informasi bahwa
dalam pelaksanaan terapi okupasi pada siswa tunagrahita di Yayasan
Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok dimulai dari pemberian
materi bina diri di dalam kelas, baik pada siswa yang berasrama dan
non asrama. Namun terdapat perbedaan dalam pelaksanaan
praktiknya. Bagi siswa yang berasrama, mereka dapat langsung
mempraktikan materi bina diri tersebut di asrama dengan pengawasan
pengasuh. Kegiatan praktik bina diri juga lebih intensif karena para
pengasuh selalu mendampingi siswa tersebut selama 24 jam sehingga
hal tersebut berdampak pada perkembangan siswa yang dinyatakan
lebih cepat dibandingkan dengan siswa yang non asrama. Pihak
sekolah juga tidak melaksanakan evaluasi hasil secara khusus pada
terapi okupasi.
Bagi siswa yang non asrama, praktik bina diri dikatakan kurang
intensif karena tidak dalam pengawasan pengasuh, mereka hanya
diawasi oleh orang-orang disekitar mereka, sehingga tingkat
perkembangan siswa cenderung lebih lama terlebih jika orang
11
Hasil wawancara pribadi dengan Bapak Sujono, 5 Oktober 2015.
Page 72
60
disekitar mereka tidak memiliki waktu yang cukup untuk mendidik
anak. Selain itu, dalam pelaksanaan terapi okupasi sangat dituntut
kesabaran dari para pengasuh karena anak dengan tunagrahita
memiliki kesulitan untuk mengingat sehingga segala macam bentuk
praktik bina diri harus dilakukan secara bertahap dan selalu diulang.
d. Hasil Pelaksanaan Terapi Okupasi di Yayasan Pendidikan Luar
Biasa Nusantara Depok
Pada bagian ini akan dibahas hasil dari pelaksanaan terapi okupasi
bagi anak tunagrahita, baik siswa yang asrama maupun yang non
asrama.
1) Bina Diri Siswa Asrama (Boarding School)
a) Siswa SA
Hasil pelaksanaan terapi okupasi pada SA dilakukan secara
terus menerus selama SA berada di asrama hingga SA bisa
melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.Selama berada di
asrama, SA diajarkan kegiatan bina diri seperti makan,
membersihkan tempat tidur dan merawat diri. Hasil dari terapi
okupasi yang telah dilaksanakan menunjukkan hasil yang positif
dan dalam kurun waktu 2 tahun perkembangan pada SA sudah bisa
dilihat. Ibu Irma juga menyatakan bahwa ketika SA baru menjadi
siswa, SA termasuk anak yang manja dan sangat bergantung pada
Ibunya seperti dimandikan, disuapin dan sebagainya.Hal tersebut
diperoleh dari hasil wawancara penulis dengan Ibu Irma:
“Sandi selama disini diajarin kegiatan bina diri seperti makan,
mandi, pakai baju, bersihin tempat tidur. Awalnya saya ajarin
Page 73
61
mandi sama saya kenalin alat-alat mandi ini fungsinya buat apa.
Semua dilakukan terus menerus itu kurang lebih dua tahun udah
bisa makan sama mandi sendiri, pake baju juga udah bisa bedain
depan sama belakangnya. Dulu mah dia kayanya manja sama
ibunya, makan ya harus disuapin, tapi sekarang Alhamdulillah
sudah jauh perubahannya.”12
Selain itu orangtua dari SA, Ibu Orbariah juga menyatakan
bahwa perkembangan SA selama berada di asrama sangat
memuaskan. SA menjadi anak yang mandiri dalam menjalankan
aktivitas sehari-hari, berikut pernyataan dari Ibu Orbariah:
“Kalau ditanya perkembangannya Sandi mas, saya senang
sekali. Sekarang dia jadi lebih mandiri, apa-apa sudah enggak
bergantung sama Ibunya, kadang kalau habis pulang dari rumah
terus mau balik lagi ke panti tidak mau dianter, terus juga kalau
dirumah habis bangun tidur langsung beresin kamar sendiri
karena sudah kebiasaan di asrama.”13
Berdasarkan pernyataan di atas terlihat bahwa kegiatan bina
diri, membuat SA sudah dapat melakukan aktivitas sehari-hari
dengan mandiri seperti mandi, makan, berpakaian dan
membersihkan tempat tidur, orangtua serta pengasuh dari SA juga
menyatakan bahwa perkembangan SA sudah mulai terlihat.
Kegiatan bina diri juga telah berjalan dengan efisien karena tidak
membutuhkan banyak sumber daya.
b) Siswa AR
AR juga mendapatkan terapi okupasi selama berada di
asrama yakni kegiatan merawat diri. AR sudah bisa melakukan
aktivitas sehari-hari secara mandiri seperti mandi, makan dan
membersihkan tempat tidur. Pada awalnya AR memilik banyak
12
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Irma, 25 April 2016. 13
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Orbariah, 30 Juli 2016.
Page 74
62
jerawat di bagian tubuhnya dikarenakan AR malas menjaga
kebersihan badan. AR memiliki kesulitan untuk mandi dengan
benar. AR sulit menjangkau tubuhbagian belakang ketika ingin
mengusapkan sabun. Dalam waktu 2 tahun, perkembangan AR
sudah dapat terlihat hasilnya. Pak Hendra selaku pengasuh AR
mengatakan bahwa sekarang AR sudah dapat mandi sendiri dan
jerawat pada tubuhnya mulai hilang. Berikut hasil wawancara
penulis dengan Bapak Hendra:
“Dia itu waktu dateng kesini kulitnya ada korengan gitu. Dia
kan kalo luka itu suka digarukin jadi kan berbekas kalo belum
kering. Terus dulu banyak jerawat di bagian punggung sekarang
udah hampir tidak keliatan lagi. Jadi dia tuh kalo mandi
depannya aja yang disabunin, terus saya ajarin supaya tangannya
bisa ngejangkau sampe belakang. Sekarang udah bisa sendiri
dia, tapi tetep harus diawasin terus.”14
Selain itu penulis juga melakukan observasi terhadap kondisi
fisik AR.
“Kondisi kulit AR sudah terlihat bersih. Hanya terdapat sedikit
sisa bintik-bintik jerawat pada bagian punggungnya.”15
Orang tua AR juga merasakan perubahan pada AR setelah
mendapatkan kegiatan bina diri di asrama. Berikut pernyataan Ibu
Nurlina:
“Arif sekarang kelihatan lebih segar lagi badannya.
Alhamdulillah yang saya denger itu sekarang Arif udah rajin
mandi sama jerawatnya udah mulai ilang.”16
Faktor yang mendukung keberhasilan merawat diri pada AR
ialah karena AR sudah lama berada di asrama sehingga AR setiap
14
Hasil wawancara pribadi dengan Bapak Hendra, 11 Mei 2016 15
Hasil observasi pribadi AR. 16
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Nurlina, 26 Juli 2016.
Page 75
63
hari selalu diajarkan untuk dapat mandi dengan benar serta
mendapatkan pengawasan pengasuh. Berikut pernyataan Bapak
Hendra:
“Faktor yang mendukung perubahan Arif itu ya karena dia udah
lama tinggal di asrama, jadi setiap hari selalu kita ajarin untuk
bisa mandiri. Disini kan semua yang dilakuin anak itu ada
pengawasan dari pengasuh.”17
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat dilihat bahwa setelah
mengikuti terapi okupasi melalui kegiatan bina diri, fisik AR
menjadi lebih bersih. AR sudah mulai bisa melakukan aktivitas
merawat diri seperti mandi dengan benar. Dengan demikian
menjadikan kulit AR bersih dan jerawat pada punggungnya mulai
hilang.
2) Bina Diri Siswa Non Asrama
a) Siswa DA
Pelaksanaan terapi okupasi pada DA hanya dilakukan ketika
pelajaran bina diri. Hal tersebut dikarenakan DA merupakan siswa
non-asrama, sehingga pelaksanaannya lebih sering dilakukan di
rumah oleh orang tua DA. Namun sayangnya orang tua DA
terkadang tidak membiasakan DA untuk mandiri. Hal tersebut
diperoleh dari hasil wawancara dengan orang tua DA:
“Ga ikut terapi Mas di sini, jadi cuma sekolah biasa aja. Kalo di
rumah suka dibilangin sama mbahnya suruh mandiri, tapi kalo
mandi masih saya mandiin soalnya kalo mandi sendiri itu
sabun bisa abis buat dimainin. Saya juga kan ga bisa ngajarin
dia terus karena saya sibuk jualan. Perubahannya sih belum
banyak karena masih sering saya yang ngerjain kalo saya lagi
di rumah”18
17
Hasil wawancara pribadi dengan Bapak Hendra, 11 Mei 2016. 18
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sri, 21 Maret 2017
Page 76
64
Orang tua DA juga mengatakan bahwa pihak sekolah hanya
memberi pengarahan kepadanya ketika pengambilan rapor agar DA
selalu diajarkan untuk mandiri ketika di rumah. Berikut pernyataan
orang tua DA:
“Ga ada sih Mas. Paling kalo pas bagi rapot itu dibilangin ibu
kalo di rumah biasain Dani mandiri ya. Kalo makan jangan
disuapin terus, suruh makan sendiri.”19
Bapak Sujono juga menyatakan bahwa tidak ada pelatihan
khusus yang diberikan kepada orang tua siswa untuk menerapkan
terapi okupasi di rumah. Berikut pernyataan Bapak Sujono:
“Tidak ada. Hanya saja kami memberikan pengarahan kepada
orang tua siswa untuk membiasakan anaknya melakukan
aktivitas secara mandiri. Selalu ajarkan anak gimana cara
mandi yang benar, makan yang benar, pakai baju dan lain-lain.
Jadi perubahan pada anak itu tergantung gimana orang tua
menerapkannya di rumah.”20
Berdasarkan pernyataan di atas, perkembangan siswa non-
asrama sangat tergantung dengan bagaimana orang tua
membiasakan kepada anak agar bisa mandiri dalam melakukan
aktivitas sehari-hari. Perkembangan pada DA agak lambat
dikarenakan orang tua yang sibuk dan tidak bisa setiap hari
mengajarkan bina diri kepada anaknya. Padahal orang tualah yang
memegang peranan penting terhadap pendidikan anak ketika di
rumah.
19
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sri, 21 Maret 2017 20
Hasil wawancara pribadi dengan Bapak Sujono, 21 Maret 2017.
Page 77
65
3) Pemanfaatan Waktu Luang Siswa Asrama (Boarding School)
a) Siswa SA
Pelaksanaan pemanfaatan waktu luang pada SA yaitu melalui
kegiatan ekstrakurikuler olahraga bulu tangkis. Sejak awal SA
memilih mengikuti ekstrakurikuler bulu tangkis. Hal itulah yang
mendorong pihak sekolah untuk terus mengasah kemampuan SA
dalam kegiatan tersebut. Berikut hasil wawancara dengan Ibu Irma:
“Pemanfaatan waktu luangnya lewat ekskul bulu tangkis. Dari
awal dia seneng bulu tangkis, jadi kita support dia supaya bisa
berkembang di bulu tangkis.”21
Hal tersebut juga dinyatakan oleh orang tua SA yang
mengatakan bahwa sekarang SA memiliki bakat pada olahraga bulu
tangkis. Berikut hasil wawancara penulis dengan Ibu Orbariah:
“Selain Sandi bisa mandiri, sekarang dia juga punya bakat main
bulu tangkis. Sering ditunjuk sama sekolah buat jadi wakil
sekolah kalau ada perlombaan. Alhamdulillah udah sering dapet
juara Mas”22
Penulis juga melakukan observasi ketika SA sedang bermain
bulu tangkis di lapangan YPLB Nusantara Depok.
“SA memiliki kemampuan yang baik dalam bermain bulu
tangkis. SA menunjukkan bakatnya dalam bermain bulu
tangkis.”23
Berdasarkan pernyataan di atas, kegiatan pemanfaatan waktu
luang yang diberikan YPLB Nusantara Depok kepada SA
menunjukkan hasil yang baik. SA sudah dapat mengembangkan
21
Hasil wawancarapribadi dengan Ibu Irma, 25 April 2016. 22
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Orbariah, 30 Juli 2016. 23
Hasil observasi pribadi SA
Page 78
66
bakatnya melalui olahraga bulu tangkis. Dengan kemampuannya
tersebut, SA sering menjadi wakil sekolah dalam berbagai
perlombaan.
b) Siswa AR
Selama berada di asrama YPLB Nusantara Depok, AR
mengikuti kegiatan pemanfaatan waktu luang dengan kegiatan
keterampilan membuat desain pin dan mug. AR sangat senang
bermain komputer dan ia juga belajar cara mendesain gambar
untuk mug. Berikut pernyataan Bapak Hendra:
“Untuk yang pemanfaatan waktu luangnya itu Arif ikut
keterampilan bikin mug. Dia itu seneng banget main komputer,
ikut pendidikan komputer di sini, sekarang udah bisa desain
gambar juga, jadi dia yang desain sendiri gambarnya buat
mug.”24
Orang tua AR juga mengatakan bahwa AR sangat senang
dengan aktivitasnya di asrama dengan adanya pendidikan komputer
dan keterampilan membuat mug. Berikut pernyataan orang tua AR:
“Sekarang kan Arif ikut pendidikan komputer di sekolah karena
dia senang sama komputer, kalo pulang kesini pasti buka-buka
laptop. Di sana juga ikut keterampilan sablon buat mug. Arif
sekarang udah bisa bikin desain sendiri.”25
Berdasarkan pernyataan di atas, pelaksanaan terapi okupasi
dengan pemanfaatan waktu luang yang diberikan kepada AR
melalui keterampilan sablon mug menunjukkan hasil yang positif.
AR sudah bisa mendesain gambar untuk mug. Hal tersebut juga
didukung oleh kemampuan AR pada bidang komputer.
24
Hasil wawancara pribadi dengan Bapak Hendra, 11 Mei 2016. 25
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Nurlina, 26 Juli 2016.
Page 79
67
Program bina diri dan pemanfaatan waktu luang bagi siswa
yang asrama di YPLB Nusantara Depok dilaksanakan dengan tepat
dan tidak memboroskan sumber daya yang ada dalam mencapai
tujuan. Berikut hasil wawancara penulis dengan Ibu Novi:
“Sudah tepat dalam hal penggunaan sumber daya karena bina
diri ini kan aktivitas sehari-hari anak, jadi ya kita cukup awasin
aja aktivitas mereka, ketika lagi makan kalo ada yang masih
salah ya kita ajarin yang bener seperti. Jadi cukup kita awasin
dan ga ada pemborosan sumber daya disini.”26
Selain itu siswa yang berasrama dapat dengan mudah
mengakses semua aktivitas bina diri dan pemanfaatan waktu luang
di sekolah. Berikut hasil wawancara dengan Bapak Hendra:
“Kalo yang asrama karena mereka tinggal di sini ya jadi bisa
dengan mudah ikutin kegiatan di sini. Jadi ga cape seperti yang
non-asrama kan harus pulang pergi terus ikut ekskul juga.”27
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa sistem
asrama memudahkan pihak sekolah dalam mengawasi aktivitas
sehari-hari siswa dan siswa yang asrama dapat dengan mudah
mengikuti kegiatan yang ada tanpa harus takut kelelahan
dikarenakan mereka tinggal di dalam asrama.
4) Pemanfaatan Waktu Luang Siswa Non Asrama
a) Siswa DA
DA merupakan siswa tunagrahita ringan yang sekolah non-
asrama. Pemanfaatan waktu luang DA tidak dilakukan di sekolah
melainkan di rumah. Namun orang tua DA tidak memberikan
26
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Novi, 22 Maret 2016. 27
Hasil wawancara pribadi dengan Bapak Hendra, 11 Mei 2016.
Page 80
68
aktivitas pemanfaatan waktu luang ketika DA di rumah. Berikut
hasil wawancara dengan Ibu Sri:
“Kalau di rumah ya ga ngapa-ngapain Mas. Saya juga ga
ngizinin dia maen sama temennya karena suka dikatain gagu.
Jadi ya di rumah main aja sama sepupunya, gitu aja tiap hari.
Kalo harus ikut ekskul saya kasihan sama dia Mas, takut
kecapean karena sekolah tiap hari pulang pergi terus harus ikut
ekskul juga”28
Berdasarkan pernyataan di atas, orang tua DA tidak
memberikan aktivitas untuk mengisi waktu luang DA dikarenakan
orang tua khawatir akan fisik DA akan mudah lelah jika harus
sekolah pulang pergi dan mengikuti ekstrakurikuler. Hal ini
menyebabkan DA kesulitan untuk mengembangkan minat dan
bakatnya padahal aktivitas tersebut perlu dilakukan untuk
mengetahui bakat yang ada pada DA.
Berdasarkan hasil temuan lapangan mengenai pelaksanaan
terapi okupasi di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara
Depok, dari ketiga informan dapat dilihat bahwa perkembangan
anak yang tinggal di asrama lebih baik dibandingkan dengan anak
yang non-asrama dikarenakan aktivitas sehari-hari anak di asrama
selalu diajarkan untuk mandiri namun masih dalam pengawasan
pengasuh. Berbeda dengan anak yang non-asrama, dikarenakan
kesibukan orang tua membuat anak jarang diajarkan untuk bisa
hidup mandiri sehingga menyebabkan perkembangan kemandirian
menjadi lambat.
28
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sri, 21 Maret 2017.
Page 81
69
Hasil temuan lapangan juga menyebutkan pihak sekolah tidak
melakukan evaluasi hasil pada terapi okupasi sehingga menjadi
faktor penghambat bagi orang tua untuk mengasramakan anaknya.
Padahal perkembangan anak yang asrama lebih baik dibandingkan
dengan anak non-asrama. Jika pihak sekolah melakukan evaluasi
hasil terapi okupasi, maka tidak menutup kemungkinan banyak
orang tua siswa tunagrahita yang ingin mengasramakan anaknya.
e. Faktor Pendukung dan Penghambat Keberhasilan Terapi
Okupasi
Setelah diketahui bahwa hasil dari terapi okupasi di YPLB
Nusantara Depok menunjukkan hasil yang lebih terlihat pada anak
yang berasrama dibandingkan dengan anak yang non-asrama, maka
penulis akan menjelaskan faktor pendukung dan faktor penghambat
dalam pelaksanaan terapi okupasi.
1) Faktor pendukung dalam pelaksanaan terapi okupasi
Pada bagian ini, penulis hanya akan fokus pada faktor
pendukung pelaksanaan terapi okupasi pada siswa berasrama, hal
tersebut dilakukan karena pada siswa yang non asrama penulis
tidak dapat melihat adanya faktor pendukung dalam pelaksanaan
terapi okupasi mengingat pada siswa non asrama hanya
mendapatkan pelajaran bina diri namun tidak diketahui apakah
siswa tersebut konsisten dalam mempraktekannya ketika sudah di
rumah. Berikut akan peneliti jelaskan faktor pendukung dalam
pelaksanaan terapi okupasi pada siswa berasrama.
Page 82
70
Berikut hasil wawancara penulis dengan Ibu Irma:
“Ada faktor pendukungnya, salah satunya ini ya karena dia
masih mudah untuk kita didik. Dia juga kan tinggal disini jadi
kita bisa setiap saat praktekin di kegiatannya sehari-hari.”29
Bapak Hendra juga mengatakan bahwa faktor yang
mendukung keberhasilan AR dalam melaksanakan terapi okupasi
karena AR berada di asrama sehingga dapat setiap hari diajarkan
kegiatan bina diri. Berikut pernyataan Bapak Hendra:
“Karena dia tinggal di asrama jadi setiap hari bisa kita terapkan
kemandirian pada kegiatan bina dirinya.”30
Berdasarkan pernyataan di atas, dapat diketahui bahwa faktor
yang mendukung keberhasilan dari terapi yang diberikan kepada
siswa SA dan AR antara lain dikarenakan masih mudah untuk
dididik. Selain itu, keberadaan SA dan AR di asrama juga
memudahkan pengasuh untuk mengajarkan dan mengawasi praktek
dari aktivitas bina diri tersebut secara langsung.
2) Faktor penghambat dalam pelaksanaan terapi okupasi
Pada penjelasan mengenai faktor yang menghambat
keberhasilan terapi okupasi, penulis hanya melihat adanya
penghambat keberhasilan terapi okupasi pada siswa yang non-
asrama. Hal ini dikarenakan pada kegiatan bina diri dan
pemanfaatan waktu luang anak yang non-asrama belum terlihat
hasilnya. Berikut hasil wawancara penulis dengan orang tua DA:
29
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Irma, 25 April 2016. 30
Hasil wawancara pribadi dengan Bapak Hendra, 11 Mei 2016.
Page 83
71
“Ya kaya itu tadi Mas karena saya sibuk jadi ga sempet buat
ngajarin dia setiap hari supaya bisa mandiri, lagian biar cepet aja
jadi kalau ngerjain apa-apa ya saya bantu.”31
Ibu Novi selaku terapis juga mengatakan bahwa anak yang
non-asrama masih belum terlihat hasilnya karena kurangnya
kesadaran orang tua tentang pentingnya mengajarkan kemandirian
pada anak. Berikut pernyataan Ibu Novi:
“Faktor penghambatnya salah satunya karena orang tua kurang
menyadari tentang pentingnya menanamkan kemandirian pada
anak padahal itu penting agar kelak meskipun anak tersebut
memiliki kekurangan, ia tidak selalu bergantung dengan orang
lain.”32
Berdasarkan pernyataan diatas, maka dapat diketahui bahwa
faktor penghambat dalam pelaksanaan terapi okupasi adalah
kurangnya motivasi orang tua untuk mengajarkan siswa untuk
menjadi lebih mandiri agar ia tidak bergantung dengan orang lain.
B. Analisis Evaluasi Hasil Terapi Okupasi di Yayasan Pendidikan Luar
Biasa Nusantara Depok
Untuk dapat melihat apakah terapi okupasi yang dilakukan oleh
Yayasan Pendidikan Luar Biasa Depok memberikan perubahan bagi siswa
tunagrahita, maka peneliti akan melakukan analisis dengan menggunakan
teori yang relevan. Aspek yang akan dibahas adalah tujuan terapi okupasi di
Yayasan Pendidikan Luar Biasa Depok dan bagaimana hasil pelaksanaan
terapi okupasi di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Depok.
31
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Sri, 21 Maret 2017. 32
Hasil wawancara pribadi dengan Ibu Novi, 22 Oktober 2015.
Page 84
72
1. Tujuan Terapi Okupasi di Yayasan Pendidikan Luar Biasa
Nusantara Depok
Tujuan dari terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok adalah untuk
membantu siswa dalam melakukan kegiatan atau aktivitas sehari-hari
seperti makan, mandi, membersihkan lingkungan kamar secara mandiri
tanpa bergantung pada orang lain.33
Hal tersebut senada dengan tujuan
dari terapi okupasi adalah untuk mengajarkan aktivitas kehidupan sehari-
hari seperti makan, berpakaian dan sebagainya.34
Selain itu tujuan dari
terapi okupasi yang ada di YPLB Nusantara Depok juga untuk
mengembangkan minat dan bakat melalui ekstrakurikuler yang
diselenggarakan pihak Yayasan.35
2. Jenis Terapi Okupasi
Jenis terapi yang ada di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara
Depok adalah jenis terapi bina diri dan pemanfaatan waktu luang. Bentuk
dari kegiatan bina diri meliputi aktivitas merawat diri seperti makan,
mandi, berpakaian, menjaga kebersihan lingkungan serta pendidikan
akhlak.36
Kegiatan pemanfaatan waktu luang adalah para siswa
tunagrahita diarahkan oleh pihak sekolah untuk mengikuti kegiatan
seperti olahraga, marawis dan bermain alat musik.37
Kedua jenis terapi okupasi yang ada di Yayasan Pendidikan Luar Biasa
Nusantara Depok ternyata sudah sesuai dengan jenis terapi okupasi,
33
Lihat Bab 4, h. 53. 34
Lihat Bab 2, h. 28. 35
Lihat Bab 4, h. 53. 36
Lihat Bab 4, h. 54. 37
Lihat Bab 4, h. 55.
Page 85
73
diantaranya adalah activity daily living (ADL) yang termasuk pada
kegiatan bina diri dan pemanfaatan waktu luang.38
3. Hasil Pelaksanaan Terapi Okupasi di Yayasan Pendidikan Luar
Biasa Nusantara Depok
Hasil pelaksanaan terapi okupasi di Yayasan Pendidikan Luar Biasa
Nusantara Depok akan dibedakan antara siswa yang berasrama dan yang
non asrama. Hasil pelaksanaan pada siswa berasrama terlihat pada kedua
siswa yaitu SA dan AR. Pada siswa non-asrama terlihat pada siswa DA.
a. Bina Diri
Setelah mengikuti terapi okupasi, SA sudah memperlihatkan
perkembangannya selama dua tahun mengikuti terapi okupasi. Awalnya
SA adalah anak yang manja dan sangat bergantung pada ibunya, namun
setelah mengikuti terapi okupasi SA menjadi lebih mandiri.39
Keberhasilan terapi okupasi pada SA tidak lepas dari peran para
pengasuh yang selalu sabar dalam mempraktekan dan mengajarkan
siswa. Faktor pendukung dalam keberhasilan terapi okupasi ini adalah
karena SA sebagai siswa asrama sehingga membuat SA untuk selalu
mempraktekan kegiatan bina diri dan selalu dalam pengawasan
pengasuh.
AR juga memperlihatkan perkembangannya pada aspek bina diri.Hal
yang sangat terlihat adalah dari aspek kebersihan. Ketika baru bergabung
di asrama, kondisi kulit AR memiliki bekas luka dan berjerawat karena
AR malas untuk mandi, namun setelah mengikuti terapi okupasi kondisi
38
Lihat Bab 2, h. 30. 39
Lihat Bab 4, h. 60.
Page 86
74
kulit AR berubah menjadi lebih bersih karena AR selalu mempraktekan
kegiatan bina diri di asrama.40
Pada siswa DA, perkembangannya sedikit lambat dikarenakan orang tua
DA yang sibuk dan tidak bisa mengajarkan bina diri setiap hari kepada
DA.41
b. Pemanfaatan waktu luang
Selain kegiatan bina diri, terapi okupasi juga diberikan kepada SA dan
AR melalui kegiatan pemanfaatan waktu luang. SA yang sejak awal
menunjukkan minat pada olahraga bulu tangkis terus didorong agar
selalu melatih kemampuannya. Hingga sekarang SA memiliki bakat
dalam bermain bulu tangkis sehingga SA sering ditunjuk mewakili
sekolah dalam berbagai perlombaan.42
AR juga sudah terlihat kemampuannya dalam mendesain gambar untuk
sablon mug. AR sudah bisa mendesain gambar melalui komputer
dikarenakan AR juga memiliki kemampuan dalam bidang komputer.43
Kegiatan pemanfaatan waktu luang DA tidak berjalan dengan yang
seharusnya. Orang tua DA merasa kasihan jika DA harus pulang pergi
dan mengikuti kegiatan ekskul.44
40
Lihat Bab 4, h. 62. 41
Lihat Bab 4, h. 64. 42
Lihat Bab 4, h. 65. 43
Lihat Bab 4, h. 66. 44
Lihat Bab 4, h. 68.
Page 87
75
4. Evaluasi Hasil Terapi Okupasi Bagi Anak Tunagrahita di Yayasan
Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok
a. Indikator Efisiensi
Indikator ini menunjukkan apakah sumber daya dan aktivitas yang
dilaksanakan guna mencapai tujuan dimanfaatkan secara tepat guna atau
tidak memboroskan sumber daya yang ada.45
Berdasarkan temuan
lapangan, terapi okupasi yang dilakukan oleh terapis dan pengasuh pada
aspek bina diri dan pemanfaatan waktu luang SA dan AR yang
merupakan siswa asrama telah berjalan efisien. Hal tersebut dikarenakan
dalam kegiatan bina diri dan pemanfaatan waktu luang, terapis dan
pengasuh hanya mengawasi dan mengoreksi aktivitas siswa jika ada yang
tidak sesuai.46
Namun berbeda dengan siswa non-asrama, orang tua
masih kesulitan dalam menerapkan bina diri dan pemanfaatan waktu
luang di rumah yang salah satunya disebabkan oleh kesibukan orang
tua.47
b. Indikator Pemanfaatan
Pada indikator pemanfaatan ini akan diketahui seberapa banyak suatu
layanan yang sudah disediakan oleh pemberi layanan yaitu YPLB
Nusantara Depok atau dalam hal ini terapis dan pengasuh dipergunakan
oleh kelompok sasaran yang dalam hal ini adalah siswa tunagrahita. Di
YPLB Nusantara Depok terdapat program untuk anak tunagrahita yakni
kegiatan bina diri dan pemanfaatan waktu luang yang diberikan kepada
siswa agar bisa mandiri dalam kegiatan sehari-hari. Dari hasil temuan
45
Lihat Bab 2, h. 23. 46
Lihat Bab 4, h. 67. 47
Lihat Bab 4, h. 64.
Page 88
76
lapangan ternyata dapat dilihat bahwa anak yang berasrama dapat
mengakses kegiatan bina diri dan pemanfaatan waktu luang karena
mereka tinggal di asrama dan setiap saat diajarkan bina diri serta dapat
mengikuti kegiatan waktu luang dengan mudah48
, sedangkan anak yang
non-asrama hanya mengakses pelajaran bina diri saja dikarenakan orang
tua siswa yang kasihan dengan fisik anaknya jika setiap hari harus pulang
pergi sekolah namun tetap mengikuti ekstrakurikuler.49
48
Lihat Bab 4, h. 67. 49
Lihat Bab 4, h. 68.
Page 89
77
Tabel 3. Hasil Terapi Okupasi di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok Pada Siswa Tunagrahita
No. Jenis Terapi Pelaksanaan Terapi
Okupasi
Asrama Non-asrama
SA AR DA
1. Bina Diri Melalui pendidikan
tentang cara merawat
diri dan lingkungan
Siswa SA menunjukkan
hasil yang baik setelah
diberikan terapi okupasi.
SA sudah dapat
melakukan aktivitas
sehari-hari dengan mandiri
seperti mandi, makan,
berpakaian dan
membersihkan tempat
tidur
Setelah diberikan terapi
okupasi berupa cara
merawat diri, tubuh AR
sudah terlihat lebih bersih
dan jerawat pada
punggungnya sudah mulai
tidak terlihat lagi.
DA belum menunjukkan
hasil yang signifikan
setelah diajarkan terapi
okupasi. Hal tersebut
dikarenakan orang tua DA
belum membiasakan DA
untuk bisa mandiri. Orang
tua DA juga tidak bisa
setiap saat mengajarkan
DA karena kesibukannya.
2. Pemanfaatan
Waktu Luang
Melalui kegiatan
ekstra- kurikuler
pengembangan minat
dan bakat seperti bulu
tangkis, keterampilan,
musik dan sebagainya
Sejak awal SA
menunjukkan minatnya
pada olahraga bulu
tangkis. Hal itulah yang
membuat pihak sekolah
terus mendorong SA untuk
mengasah kemampuannya
pada olahraga bulu
tangkis. Hasilnya SA
sudah terlihat bakatnya
dengan sering menjuarai
berbagai perlombaan.
AR diberikan terapi okupasi
berupa pemanfaatan waktu
luang melalui keterampilan
sablon mug. Kemampuan
AR dalam bidang komputer
mendukung AR untuk
berlatih membuat desain.
Hasilnya menunjukkan
bahwa AR sudah bisa
membuat desain untuk
gambar mug
DA tidak mengikuti
kegiatan ekstrakurikuler di
sekolah. Ketika di rumah,
orang tua DA juga tidak
memberikan kegiatan
positif untuk mengisi
waktu luang DA. Hasilnya
menunjukkan bahwa minat
dan bakat DA belum dapat
diketahui.
Page 90
78
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis mengenai evaluasi hasil dari
terapi okupasi bagi anak tunagrahita di Yayasan Pendidikan Luar Biasa
Nusantara Depok melalui observasi dan wawancara, penulis dapat
menyimpulkan bahwa evaluasi hasil dari tujuan terapi okupasi ini lebih
terlihat pada siswa tunagrahita yang berasrama saja daripada siswa
tunagrahita yang non-asrama. Hal ini dapat dilihat dari pencapaian/perubahan
yang ada pada siswa yang berasrama dibandingkan dengan siswa non-asrama.
Keberhasilan dari tujuan terapi okupasi ini dilihat dari perubahan-
perubahan yang terjadi pada siswa tunagrahita yang berasrama, mulai dari
aspek bina diri dimana mereka telah dapat melakukan aktivitas sehari-hari
dengan mandiri dan pemanfaatan waktu luang dimana mereka dapat
menyalurkan minat dan bakatnya dalam kegiatan ekstrakurikuler yang
diselenggrakan oleh YPLB Nusantara Depok.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terapi okupasi yang telah
dijalankan oleh Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara telah berhasil
memberikan perubahan positif bagi perkembangan anak tunagrahita yang
berasrama saja sesuai dengan tujuan dari terapi okupasi itu sendiri karena
adanya konsistensi dari pengasuh yang mengajarkan siswa asrama agar selalu
dapat mengerjakan aktivitas sehari-hari secara mandiri. Pada siswa
tunagrahita yang non-asrama, terapi okupasi belum memberikan perubahan
Page 91
79
yang lebih baik karena faktor kurangnya konsistensi keluarga menerapkan
praktik bina diri dan pemanfaatan waktu luang kepada siswa ketika di rumah.
B. SARAN
Setelah melakukan penelitian ini, maka penulis dapat menyarankan
beberapa hal yang berkaitan dengan terapi okupasi di YPLB Nusantara
Depok. Saran dalam penelitian ini antara lain:
1. Melakukan home visit, untuk dapat mengevaluasi bagaimana penerapan
bina diri dan pemanfaatan waktu luang di rumah.
2. Melakukan konseling keluarga untuk membangun kesadaran pada diri
orang tua bahwa anak memiliki hak untuk mengembangkan diri dan
diterima di masyarakat.
3. Dibutuhkan pendampingan dari lembaga kepada orang tua tentang
pemahaman akan pentingnya kasih sayang yang utuh dari keluarga kepada
anak karena pada dasarnya anak tumbuh dan berkembang bersama
keluarga sehingga orang tua mempunyai motivasi yang kuat dalam
mendidik anak.
4. Bagi orang tua siswa agar selalu mengajarkan kepada anaknya dalam
menghadapi tekanan lingkungan supaya residensi anak itu dapat tumbuh.
5. Dibutuhkan peran lembaga di masyarakat dengan melakukan sosialisasi
kepada masyarakat sehingga masyarakat semakin sadar bahwa mereka
harus memberikan dukungan kepada keluarga-keluarga yang memiliki
anak dengan kebutuhan khusus sehingga tidak ada lagi sikap mengejek
anak dengan kebutuhan khusus dan mereka mau menerima di masyarakat.
Page 92
80
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Adi, Isbandi Rukminto. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan
Intervensi Komunitas: Pengantar Pada Pemikiran dan Pendekatan
Praktis. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI, 2001.
Agustyawati dan Solicha. Psikologi Pendidikan Anak Berkebutuhan Khusus.
Jakarta: Lembaga Penelitian UIN, 2009.
Bratanata. Pendidikan Anak Terbelakang Mental. Jakarta: Bumi Aksara, 2008.
Bugin, Burhan. Penelitian Kuantitatif Ekonomi, Kebijakan Publik dan Ilmu
Sosial. Jakarta: Kencana, 2009.
Christiansen, Charles dan Carolyn M. Baum. Occupational Therapy: Enabling
Function and Well Being. United States of America: Slack Incorporated,
1997.
Delphie, Bandi. Sebab-sebab Keterbelakangan Mental Seseorang. Bandung:
Mitra Grafika, 1996.
Effendi, Mohammad. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta:
Bumi Aksara, 2006.
Garner, Geraldine. Social and Rehabilitation Service. United States: McGraw-
Hill, 2008.
Ghony, M. Junaedi dan Fauzan Almanshur. Metodologi Penelitian Kualitatif.
Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2012.
Hastuti. Psikologi Perkembangan Anak. Jakarta: Tugu Publisher, 2012.
Page 93
81
Herdiansyah, Haris. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu Sosial.
Jakarta: Salemba Humanika, 2010.
Hidayati, Nurul. Metodologi Penelitian Dakwah: Dengan Pendekatan Kualitatif.
Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Jakarta, 2006.
Hidayati, Nurul. Evaluasi Program. Jakarta: Fakultas Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, 2008.
Jones, Richard Nelson. Teori dan Praktik Konseling dan Terapi. Jakarta: Pustaka
Belajar, 2011.
Kosasih, E. Cara Bijak Memahami Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: Yrama
Widya, 2012.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2010.
Nasution. Metode Research: Penelitian Ilmiah. Jakarta: Bumi Aksara, 2011.
Ruslan, Rosadi. Metode Penelitian Public Relation dan Komunikasi. Jakarta:
Rajagrafindo Persada, 2004.
Salam, Syamsir. Metode Penelitian Sosial. Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006.
Sugiyono. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2005.
Sugiyono. Metode Penelitian Bisnis (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan
R&D). Bandung: Alfabeta, 2009.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta,
2010.
Page 94
82
Sugiyono. MetodePenelitian Kuantitatif, Kualitatif, R&D. Bandung: Alfabeta,
2012.
Suharto, Edi. Membangun Masyarakat, Memberdayakan Masyarakat: Kajian
Strategis Pembangunan Kesejahteraan Sosial dan Pekerjaan Sosial.
Jakarta: Refika Aditama, 2005.
Susandiaji. Terapi Alternatif. Yogyakarta: Yayasan Spiritia, 2004.
Tayibnapis, Farida Yusuf. Evaluasi Program dan Instrumen Evaluasi: Untuk
Program Pendidikan dan Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta, 2008.
Skripsi
Ulfa Andriani, Evaluasi Program Terapi Untuk Anak Berkebutuhan Khusus di
Yayasan Panti Nugraha Jakarta Selatan, 2014.
Undang-undang
Undang-undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Anak, Surabaya: Kesindo Utama, 2003.
Media Online
Maman Abdurahman dan Saepul R, Mengenal Anak Luar Biasa,
http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/195706131
985031-
MAMAN_ABDURAHMAN_SAEPUL_R/MENGEANAL_ANK__LUA
R__BIASA.pdf artikel diakses pada 12 Januari 2016.
Page 95
83
Monique Prillagia Nurzhafarina, Perencanaan dan Perancangan Alat Bantu
Terapis bagi Anak Penderita Autis, (Skripsi S1), Jurusan Tehnik Industri,
Universitas Sebelas Maret, 2015,
https://eprints.uns.ac.id/18664/3/BAB_II.pdf artikel diakses pada 6 Januari
2016.
Nurdayati Praptiningrum, Terapi Okupasi,
http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/Pengertian%20TO.pdf artikel
diakses pada 8 Maret 2017.
Purwandari, Buku Pegangan Kuliah Psikoterapi, Universitas Negeri Yogyakarta,
2003, http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/scan0003_6.pdf) artikel
diakses pada 12 Januari 2016.
Sumaryana, Pembelajaran Keterampilan Membuat Conblok pada Anak
Tunagrahita, http://eprints.uny.ac.id/9906/2/bab%202%20-
%2008103247020.pdf artikel diakses pada 8 Maret 2017.
Undang-undang No. 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial,
http://www.kemsos.go.id/unduh/UU-Kesos-No11-2009.pdf artikel diakses
pada 21 April 2016.
Page 96
Lampiran 3
Pedoman Wawancara
Ketua YPLB Nusantara Depok
1. Bagaimana sejarah singkat berdirinya YPLB Nusantara Depok?
2. Apa tujuan didirikannya YPLB Nusantara Depok?
3. Berapa banyak siswa yang ada di YPLB Nusantara Depok?
4. Bagaimana prosedur penerimaan siswa baru di YPLB Nusantara Depok?
5. Apa saja program/kegiatan yang ada di YPLB Nusantara Depok?
6. Ada berapa banyak jenis terapi di YPLB Nusantara Depok?
7. Apa tujuan dari terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
8. Siapa saja yang terlibat dalam kegiatan terapi okupasi di YPLB Nusantara
Depok?
9. Adakah pelatihan bagi terapis, pengasuh dan orang tua/wali terkait dengan
kegiatan terapi okupasi?
10. Kapan terapi okupasi dilakukan?
11. Dimana terapi okupasi dilakukan?
12. Bagaimana tahapan terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
13. Bagaimana hasil dari terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
14. Apakah YPLB Nusantara Depok melakukan kegiatan evaluasi pada program
terapi okupasi?
Page 97
Terapis
1. Apa tujuan dari terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
2. Adakah pelatihan bagi pengasuh terkait dengan kegiatan terapi okupasi?
3. Apa saja jenis terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
4. Kapan terapi okupasi dilakukan?
5. Dimana terapi okupasi dilakukan?
6. Bagaimana tahapan terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
7. Bagaimana hasil terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
8. Adakah faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan terapi okupasi
di YPLB Nusantara Depok?
9. Adakah perbedaan perkembangan setelah melakukan terapi okupasi pada
siswa asrama dan non-asrama?
10. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melihat adanya
perkembangan/perubahan pada siswa yang telah mengikuti terapi okupasi?
11. Apakah terapi okupasi yang ada di YPLB Nusantara Depok telah tepat guna
dalam mencapai tujuan?
12. Sudah berapa banyak terapi okupasi yang ada di YPLB Nusantara Depok
yang dipergunakan oleh siswa tunagrahita?
Pengasuh
1. Apa tujuan dari terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
2. Adakah pelatihan bagi pengasuh terkait dengan kegiatan terapi okupasi?
3. Apa saja jenis terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
4. Kapan terapi okupasi dilakukan?
Page 98
5. Dimana terapi okupasi dilakukan?
6. Bagaimana tahapan terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
7. Bagaimana hasil terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
8. Adakah faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan terapi okupasi
di YPLB Nusantara Depok?
9. Adakah perbedaan perkembangan setelah melakukan terapi okupasi pada
siswa asrama dan non-asrama?
10. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melihat adanya
perkembangan/perubahan pada siswa yang telah mengikuti terapi okupasi?
11. Apakah terapi okupasi yang ada di YPLB Nusantara Depok telah tepat guna
dalam mencapai tujuan?
12. Sudah berapa banyak terapi okupasi yang ada di YPLB Nusantara Depok
yang dipergunakan oleh siswa tunagrahita?
Orang tua
1. Apa alasan Anda menyekolahkan anak Anda di YPLB Nusantara Depok?
2. Sudah berapa lama anak Anda bersekolah di YPLB Nusantara Depok?
3. Adakah perbedaan pada anak Anda setelah mengikuti terapi okupasi di YPLB
Nusantara Depok?
4. Apakah Anda pernah diberikan pelatihan tentang terapi okupasi di YPLB
Nusantara Depok?
5. Apakah YPLB Nusantara Depok selalu menyampaikan perkembangan anak
Anda?
Page 99
Lampiran 4
Pedoman Observasi
1. Untuk melihat hasil pelaksanaan terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok.
Page 100
Lampiran 5
Transkrip Wawancara
Nama : Drs. Sujono, S.Psi, M.M
Jabatan : Ketua Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara Depok
Tempat dan waktu : Depok, 5 Oktober 2015
Pertanyaan:
1. Bagaimana sejarah singkat berdirinya YPLB Nusantara Depok?
Jawab: Awal mula berdirinya itu saya menampung adik kelas saya sewaktu
kuliah, mereka ada yang tinggal di Depok sama Jakarta Selatan. Lalu mereka
mencari murid untuk diberikan pendidikan. Setelah muridnya semakin
banyak akhirnya saya beli tanah di sini untuk dibangun sekolah. Nah karena
gurunya tinggal dan makan di sekolah, maka dibuatlah sekolah berasrama.
2. Apa tujuan didirikannya YPLB Nusantara Depok?
Jawab: Tujuan berdirinya YPLB Nusantara ini untuk membantu, melayani
dan mendidik Anak Berkebutuhan Khusus mulai dari usia dini sampai usia
lanjut, sehingga dari segi kognisi, afeksi dan psikomotornya diharapkan
mereka dapat mandiri dan bermanfaat bagi orang banyak.
3. Berapa banyak siswa yang ada di YPLB Nusantara Depok?
Jawab: Jumlahnya ada 66 orang. Ada yang tunarungu, tunanetra, daksa,
grahita, autis dan tunaganda.
4. Bagaimana prosedur penerimaan siswa baru di YPLB Nusantara Depok?
Jawab: Yang pertama orang tua datang ke sekolah dan mengisi formulir data
diri orang tua dan calon siswa. Kami juga melakukan wawancara dengan
Page 101
keluarga dan melakukan analisa calon siswa. Setelah itu baru dilakukan
observasi selama enam bulan dengan surat pernyataan kesiapan dari orang
tua.
5. Apa saja program/kegiatan yang ada di YPLB Nusantara Depok?
Jawab: Ada lembaga pendidikan komputer Nusantara, wisata alam, program
keterampilan, kesenian, olahraga dan bina diri.
6. Ada berapa banyak jenis terapi di YPLB Nusantara Depok?
Jawab: Ada tujuh jenis terapi, ada terapi wicara, terapi musik, fisioterapi,
terapi okupasi, terapi bermain, terapi perilaku dan terapi sensori integrasi..
7. Apa tujuan dari terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
Jawab: Mengajarkan kepada siswa untuk dapat melakukan kegiatan sehari-
hari secara mandiri dan dapat mengembangkan bakat dan minat lewat
kegiatan waktu luang siswa.
8. Siapa saja yang terlibat dalam kegiatan terapi okupasi di YPLB Nusantara
Depok?
Jawab: Ada terapis, pengasuh dan siswa itu sendiri.
9. Adakah pelatihan bagi terapis, pengasuh dan orang tua/wali terkait dengan
kegiatan terapi okupasi?
Jawab: Kalau pelatihan terkait okupasi tidak ada, karena terapi okupasi ini
merupakan kegiatan sehari-hari jadi dengan mudah kita ajarkan kepada anak-
anak. Hanya saja butuh prakteknya harus sering dilakukan agar nanti anak
bisa mandiri.
10. Kapan terapi okupasi dilakukan?
Jawab: Setiap saat selalu dilakukan, kegiatan dari mulai anak bangun tidur
Page 102
sampai menjelang tidur, karena okupasi itu kan aktivitas yang dilakukan
sehari-hari.
11. Dimana terapi okupasi dilakukan?
Jawab: Bisa dilakukan dimana saja ketika anak membutuhkan okupasi,
misalnya ketika makan, mandi, ekskul dan sebagainya.
12. Bagaimana tahapan terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
Jawab: Dimulai dari asessmen calon siswa baru, dalam asessmen itu kita
wawancara orang tua lalu kita analisa anaknya, orang tua juga diminta untuk
mengisi formulir biodata keluarga dan kesediaan jika anaknya mengikuti
masa observasi selama enam bulan. Setelah diketahui anak tersebut butuh
terapi okupasi, baru masuk dalam pelaksanaan terapi okupasi, anak ini harus
diajarin apa, potensi dalam dirinya itu apa saja, itu yang kita lakukan.
13. Bagaimana hasil dari terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
Jawab: Hasilnya cukup bagus, anak sudah bisa mandiri dalam melakukan
aktivitas sehari-hari namun masih dalam pengawasan guru dan pengasuh.
14. Apakah YPLB Nusantara Depok melakukan kegiatan evaluasi pada program
terapi okupasi?
Jawab: Kalau evaluasi khusus terapi okupasinya tidak ada. Hanya saja kami
ada laporan hasil secara keseluruhan termasuk kegiatan akademik, bina diri
dan ekstrakurikuler siswa.
Page 103
Transkrip Wawancara
Nama : Novi Sulistyawati
Jabatan : Terapis
Tempat dan waktu : Depok, 22 Oktober 2015
Pertanyaan:
1. Apa tujuan dari terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
Jawab: Tujuannya untuk melatih kemandirian, minimal mereka bisa
melakukan aktivitas untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
2. Adakah pelatihan bagi pengasuh terkait dengan kegiatan terapi okupasi?
Jawab: Pelatihan tidak ada, tapi saya punya basic guru pendidikan luar biasa
jadi saya sedikit banyak tau tentang terapi okupasi.
3. Apa saja jenis terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
Jawab: Untuk jenis terapi okupasi disini ada dua ya Mas, ada yang namanya
bina diri sama pemanfaatan waktu luang. Kalau untuk bina diri, disini anak-
anak kita arahkan untuk belajar yang namanya melakukan aktivitas sehari-
hari seperti menggunakan baju. Nah untuk belajar menggunakan baju saja,
siswa tunagrahita itu butuh waktu lama, bisa dua tahun hanya untuk belajar
pakai baju. Pakai baju juga kita kasih tau dulu, misalnya ya ini namanya
kemeja, ini namanya kancing, ini namanya bagian lengan kanan, dan
seterusnya. Kuncinya untuk ngajarin mereka itu harus continue, tidak bisa
langsung dilepas. Kalau anak sudah bisa pakai baju sendiri itu adalah goals
terapi okupasi. Untuk pemanfaatan waktu luang itu biasanya pihak sekolah
mengarahkan anak-anak ke minat dan bakatnya, misalnya saja ada siswa yang
Page 104
tenaganya cukup kuat, kan kalau mereka lagi kesel, marah, itu biasanya
keliatan powernya, nah itu biasanya kita arahin untuk ke kegiatan olahraga
misalnya bulu tangkis.
4. Kapan terapi okupasi dilakukan?
Jawab: Bisa kapan aja kalau dibutuhkan terapi okupasi ya kita lakukan.
5. Dimana terapi okupasi dilakukan?
Jawab: Dimana saja kita bisa ajarkan terapi okupasi kepada siswa.
6. Bagaimana tahapan terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
Jawab: Pertama pihak sekolah melakukan assessment terhadap calon siswa
yang akan mengikuti kegiatan di sekolah. Setelah calon siswa memenuhi
persyaratan, kemudian siswa mengikuti proses observasi selama enam bulan
di asrama. Dalam proses observasi ini, pihak sekolah dalam hal ini terapis dan
pengasuh “membaca” perilaku siswa. Kemudian saya membuat rencana
program terapi yang bersifat jangka pendek dan jangka panjang. Program
terapi ini dibuat berdasarkan hasil asessment dan kesimpulan diagnosis yang
terjadi pada anak. Setelah keluar hasil assessment tersebut baru deh kita tahu
anak tersebut mengikuti terapi okupasi atau tidak.Bagi siswa yang pulang
pergi, mereka hanya mendapatkan pendidikan bina diri di kelas. Selebihnya
orang tua yang berperan dalam prakteknya di rumah. Orang tua siswa juga
diberikan pengarahan agar selalu mengajarkan anaknya untuk bisa mandiri
dan tidak bergantung pada orang lain,.jadi tingkat keberhasilannya itu ya
gimana lingkungan si anak aja di rumah, kalau orang dilingkungannya tidak
intensif dalam mengulang materi yang sudah ada, ya perkembangan pada
anak juga akan lebih lama.
Page 105
7. Bagaimana hasil terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
Jawab: Hasil terapi okupasi sudah lumayan bagus hasilnya, anak-anak sudah
banyak perubahan, sudah bisa mandiri.
8. Adakah faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan terapi okupasi
di YPLB Nusantara Depok?
Jawab: Untuk anak non-asrama faktor penghambatnya salah satunya karena
orang tua kurang menyadari tentang pentingnya menanamkan kemandirian
pada anak padahal itu penting agar kelak meskipun anak tersebut memiliki
kekurangan, ia tidak selalu bergantung dengan orang lain.
9. Adakah perbedaan perkembangan setelah melakukan terapi okupasi pada
siswa asrama dan non-asrama?
Jawab: Perbedaannya kalau anak asrama perubahannya lebih cepat aja sih
dibanding yang non-asrama.
10. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melihat adanya
perkembangan/perubahan pada siswa yang telah mengikuti terapi okupasi?
Jawab: Beda-beda Mas, tergantung kondisi anaknya juga. Ada yang dua
tahun udah keliatan perubahannya, ada juga yang tiga sampai empat tahun
baru terlihat perubahan.
11. Apakah terapi okupasi yang ada di YPLB Nusantara Depok telah tepat guna
dalam mencapai tujuan?
Jawab: Sudah tepat dalam hal penggunaan sumber daya karena bina diri ini
kan aktivitas sehari-hari anak, jadi ya kita cukup awasin aja aktivitas mereka,
ketika lagi makan kalo ada yang masih salah ya kita ajarin yang bener seperti.
Jadi cukup kita awasin dan ga ada pemborosan sumber daya disini.
Page 106
12. Sudah berapa banyak terapi okupasi yang ada di YPLB Nusantara Depok
yang dipergunakan oleh siswa tunagrahita?
Jawab: Iya sudah banyak kegiatan yang didapat anak-anak dari program yang
ada di sini.
Page 107
Transkrip Wawancara
Nama : Irma
Jabatan : Pengasuh
Tempat dan waktu : Depok, 25 April 2016
Pertanyaan:
1. Apa tujuan dari terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
Jawab: Tujuannya untuk melatih siswa supaya bisa mandiri dalam melakukan
aktivitas sehari-hari
2. Adakah pelatihan bagi pengasuh terkait dengan kegiatan terapi okupasi?
Jawab: Kalo pelatihan ga ada sih Mas, paling kita belajar juga dari sesama
pengasuh.
3. Apa saja jenis terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
Jawab: Disini itu ada bina diri Mas. Nah bina diri itu kaya kita ngajarin anak-
anak untuk bisa ngerjainapa-apa sendiri, misalnya bangun pagi sendiri, mandi
sendiri, makan sendiri, intinya mah membuat anak lebih mandiri aja. Kalau
pemanfaatan waktu luang itu biasanya diisi dengan kegiatan-kegiatan yang
sifatnya positif kayamain marawis, main bulu tangkis, sama keterampilan.
4. Kapan terapi okupasi dilakukan?
Jawab: Setiap hari, karena ini menyangkut kegiatan sehari-hari siswa aja sih
Mas.
5. Dimana terapi okupasi dilakukan?
Jawab: Bisa dimana aja, kalo lagi dikamar bisa diterapin, lagi mandi juga
diterapin, dimana aja pokoknya bisa.
Page 108
6. Bagaimana tahapan terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
Jawab: Awalnya siswa itu ikut masa observasi dulu, terus kalo dia harus
diterapi ya kita terapi. Kalau yang asrama itu langsung praktek bina diri, jadi
kita ajarin kegiatan sehari-hari siswa, sama untuk waktu luangnya kita ikutin
ke ekskul. Semuanya masih tetep diawasin, kalo engga nanti mereka
ngerjainnya asal-asalan. Prakteknya juga harus setiap hari biar mereka ga
lupa.
7. Bagaimana hasil terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
Jawab: Hasilnya bagus ya, Alhamdulillah setelah Sandi ikut terapi di sini dia
udah banyak perubahannya, udah bisa melakukan aktivitas sehari-hari secara
mandiri, prestasinya juga bagus sekarang.
8. Adakah faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan terapi okupasi
di YPLB Nusantara Depok?
Jawab: Ada faktor pendukungnya, salah satunya ini ya karena dia masih
mudah untuk kita didik. Dia juga kan tinggal disini jadi kita bisa setiap saat
praktekin di kegiatannya sehari-hari.
9. Adakah perbedaan perkembangan setelah melakukan terapi okupasi pada
siswa asrama dan non-asrama?
Jawab: Perbedaannya ada, biasanya anak yang asrama itu lebih cepet keliatan
perubahannya dibanding yang pulang pergi.
10. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melihat adanya
perkembangan/perubahan pada siswa yang telah mengikuti terapi okupasi?
Jawab: Untuk liat perkembangannya macem-macem ya, ada yang cepet ada
yang lama. Sekitar dua sampai tiga tahun paling cepet.
Page 109
11. Apakah terapi okupasi yang ada di YPLB Nusantara Depok telah tepat guna
dalam mencapai tujuan?
Jawab: Kalo menurut saya sih udah cukup ya dengan sumber daya yang ada
kita masih bisa mengajarkan anak untuk bisa mandiri.
12. Sudah berapa banyak terapi okupasi yang ada di YPLB Nusantara Depok
yang dipergunakan oleh siswa tunagrahita?
Jawab: Iya anak-anak udah bisa dengan mudah dapat terapi okupasi yang ada
di sini Mas.
Page 110
Transkrip Wawancara
Nama : Hendra Kurnia
Jabatan : Pengasuh
Tempat dan waktu : Depok, 11 Mei 2016
Pertanyaan:
1. Apa tujuan dari terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
Jawab: Tujuannya ya untuk membentuk anak supaya mandiri dalam
kesehariannya.
2. Adakah pelatihan bagi pengasuh terkait dengan kegiatan terapi okupasi?
Jawab: Ga ada pelatihannya, jadi saling belajar aja dari pengasuh yang lain.
3. Apa saja jenis terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
Jawab: Jenisnya ada bina diri sama kegiatan waktu luang. Bina dirinya itu
seperti kegiatan merawat diri, kalo kegiatan waktu luangnya ada ekskul sama
keterampilan.
4. Kapan terapi okupasi dilakukan?
Jawab: Kapan aja terapi okupasi bisa diterapkan kepada anak, kalo dia belum
bisa mandi ya kita ajarin mandi ketika waktunya mandi. Kalo belum bisa
makan ya diajarin makan setiap lagi makan.
5. Dimana terapi okupasi dilakukan?
Jawab: Bisa di kamar, di lapangan, di ruang makan, di kamar mandi, di mana
aja bisa ko dilakukan terapi okupasi.
6. Bagaimana tahapan terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
Jawab: Awal masuk kan ikut masa observasi enam bulan, baru setelah itu
Page 111
ketauan terapi apa yang harus dikasih ke anak. Kalo misalkan dia belum bisa
makan atau mandi ya diajarin mandi, merawat diri. Ya termasuk aktvitas
sehari-hari juga sih.
7. Bagaimana hasil terapi okupasi di YPLB Nusantara Depok?
Jawab: Hasilnya lumayan Mas. Dia itu waktu dateng kesini kulitnya ada
korengan gitu. Dia kan kalo luka itu suka digarukin jadi kan berbekas kalo
belum kering. Terus dulu banyak jerawat di bagian punggung sekarang udah
hampir tidak keliatan lagi. Jadi dia tuh kalo mandi depannya aja yang
disabunin, terus saya ajarin supaya tangannya bisa ngejangkau sampe
belakang. Sekarang udah bisa sendiri dia, tapi tetep harus diawasin terus.
8. Adakah faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan terapi okupasi
di YPLB Nusantara Depok?
Jawab: Faktor yang mendukung perubahan Arif itu ya karena dia udah lama
tinggal di asrama, jadi setiap hari selalu kita ajarin untuk bisa mandiri. Disini
kan semua yang dilakuin anak itu ada pengawasan dari pengasuh.
9. Adakah perbedaan perkembangan setelah melakukan terapi okupasi pada
siswa asrama dan non-asrama?
Jawab: Perbedaannya sih pasti ada ya Mas karena kalo di asrama kan ada
yang ngajarin, kalo di rumah belum tentu orang tuanya sempet buat ngajarin
anak.
10. Berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk melihat adanya
perkembangan/perubahan pada siswa yang telah mengikuti terapi okupasi?
Jawab: Sekitar 2 tahun udah bisa dilihat hasilnya Mas. Udah rajin mandi
sekarang.
Page 112
11. Apakah terapi okupasi yang ada di YPLB Nusantara Depok telah tepat guna
dalam mencapai tujuan?
Jawab: Iya sudah, karena terapi ini ya susah-susah gampang, tapi dengan
sumber daya yang ada ya kita masih bisa mencapai hasil yang lumayan bagus.
12. Sudah berapa banyak terapi okupasi yang ada di YPLB Nusantara Depok
yang dipergunakan oleh siswa tunagrahita?
Jawab: Kalo yang asrama karena mereka tinggal di sini ya jadi bisa dengan
mudah ikutin kegiatan di sini. Jadi ga cape seperti yang non-asrama kan harus
pulang pergi terus ikut ekskul juga.
Page 113
Transkrip Wawancara
Nama : Orbariah Agustini
Jabatan : Orang tua siswa SA
Tempat dan waktu : Citayam, 30 Juli 2016
Pertanyaan:
1. Apa alasan Anda menyekolahkan anak Anda di YPLB Nusantara Depok?
Jawab: Dulu itu kembar sekolah di SD Negeri deket rumah, terus selama dua
tahun ga naik kelas juga. Nah akhirnya ibu gurunya nyaranin kembar sekolah
di sekolah khusus aja, ga bisa sekolah umum gitu. Akhirnya saya ketemu deh
SLB Nusantara ini.
2. Sudah berapa lama anak Anda bersekolah di YPLB Nusantara Depok?
Jawab: Dari awal masuk sampai sekarang udah tujuh tahun Mas.
3. Adakah perbedaan pada anak Anda setelah mengikuti terapi okupasi di YPLB
Nusantara Depok?
Jawab: Ada Mas, sekarang dia udah bisa mandi sendiri, makan sendiri, pake
baju pake sandal udah ga terbalik lagi, sama prestasinya di bulutangkis bagus.
4. Apakah Anda pernah diberikan pelatihan tentang terapi okupasi di YPLB
Nusantara Depok?
Jawab: Pelatihan sih ga ada Mas, cuma dibilangin kalo missal kembar lagi
pulang itu dibiasain mandiri, kalo mau apa-apa diajarin biar mandiri gitu.
5. Apakah YPLB Nusantara Depok selalu menyampaikan perkembangan anak
Anda?
Jawab: Iya selalu disampaikan gimana perkembangannya. Ibu Irma juga
sering WA saya, kasih tau keadaan anak-anak di sana.
Page 114
Transkrip Wawancara
Nama : Nurlina Ganevi
Jabatan : Orang tua siswa AR
Tempat dan waktu : Poltangan, 24 Juli 2016
Pertanyaan:
1. Apa alasan Anda menyekolahkan anak Anda di YPLB Nusantara Depok?
Jawab: Jadi waktu itu ibu pernah liat ada mobil tulisan YPLB Nusantara ada
nomor teleponnya juga kan. Terus ibu coba telepon dan tanya-tanya. Setelah
itu kami ajak abang ke sana. Kami liat-liat kondisi sekolah dan ternyata
bagus. Terus ibu tanya ke abang, abang mau ga sekolah di sini, nanti abang
punya banyak temen. Yaudah dia mau dan pindah dari kelas 3 SMP padahal
waktu itu udah deket ujian nasional.Sampe sekarang udah tamat SMA ibu
tetep sekolahin supaya ikut komputer, dia kan punya bakat di komputer juga
soalnya
2. Sudah berapa lama anak Anda bersekolah di YPLB Nusantara Depok?
Jawab: Udah sekitar enam tahun Mas, waktu itu masuk kelas 3 SMP.
Sekarang udah lulus SMA terus ikut pendidikan komputer.
3. Adakah perbedaan pada anak Anda setelah mengikuti terapi okupasi di YPLB
Nusantara Depok?
Jawab: Sekarang kan Arif ikut pendidikan komputer di sekolah karena dia
senang sama komputer, kalo pulang kesini pasti buka-buka laptop. Di sana
juga ikut keterampilan sablon buat mug. Arif sekarang udah bisa bikin desain
sendiri.
Page 115
4. Apakah Anda pernah diberikan pelatihan tentang terapi okupasi di YPLB
Nusantara Depok?
Jawab: Ga pernah dikasih pelatihan gitu Mas.
5. Apakah YPLB Nusantara Depok selalu menyampaikan perkembangan anak
Anda?
Jawab: Iya ada ketika ngambil rapot selalu disampaikan keadaan Arif gimana,
kalo saya lagi berkunjung juga kan ketemu sama pengasuhnya disana
ngomongin kegiatan sehari-hari Arif.
Page 116
Transkrip Wawancara
Nama : Sri Suliah
Jabatan : Orangtua siswa DA
Tempat dan waktu : Depok, 21 Maret 2017
Pertanyaan:
1. Apa alasan Anda menyekolahkan anak Anda di YPLB Nusantara Depok?
Jawab: Sebelumnya pernah sekolah di SDN Permata Regency, terus karena
saya ga mampu bayarnya ya akhirnya dibantu sama ibu dari Dinsos
diketemuin sama Pak Jon terus diterima sekolah di sini.
2. Sudah berapa lama anak Anda bersekolah di YPLB Nusantara Depok?
Jawab: Udah mau jalan tiga tahun di sini.
3. Adakah perbedaan pada anak Anda setelah mengikuti terapi okupasi di YPLB
Nusantara Depok?
Jawab: Perbedaanya sekarang udah bisa ngitung satu sampe dua puluh. Kalo
ngomongnya ya masih kurang jelas.
4. Apakah Anda pernah diberikan pelatihan tentang terapi okupasi di YPLB
Nusantara Depok?
Jawab: Ga ada sih Mas. Paling kalo pas bagi rapot itu dibilangin ibu kalo di
rumah biasain Dani mandiri ya. Kalo makan jangan disuapin terus, suruh
makan sendiri.
5. Apakah YPLB Nusantara Depok selalu menyampaikan perkembangan anak
Anda?
Jawab: Iya pas bagi rapot dikasih tau sama gurunya gimana dia di kelas.
Belajar apa aja, udah bisa apa aja.
Page 117
Lampiran 6
Hasil Observasi Penulis
di Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara, Depok
Tanggal : 11 Mei 2016
Waktu : 15.30 WIB
Tempat : YPLB Nusantara Depok
Fokus Observasi : Melihat kondisi fisik AR
Penulis bertemu dengan AR di ruang tamu Yayasan Pendidikan Luar Biasa
Nusantara, Depok. Penulis melakukan pembicaraan dengan AR seputar
kegiatannya sehari-hari di asrama. Selain itu penulis juga melihat kondisi fisik
AR. AR terlihat seperti anak normal pada umumnya. Cara berjalannya agak
sedikit pincang. Penulis melihat kondisi kulit AR yang sudah terlihat bersih.
Hanya ada sedikit sisa bintik-bintik jerawat pada bagian punggungnya.
Tanggal : 11 Mei 2016
Waktu : 16.30 WIB
Tempat : YPLB Nusantara Depok
Fokus Observasi : Melihat cara makan SA dan AR
Setelah penulis melakukan observasi fisik AR, penulis mendapat kesempatan
untuk melihat para siswa makan sore, termasuk SA dan AR. Di ruang makan yang
terdapat di lantai 2. Penulis melihat SA dan AR sedang makan bersama di sebuah
meja panjang. Cara makan SA dan AR terlihat sudah cukup rapi dibanding teman-
teman lainnya. Tidak ada sisa makanan yang berserakan di sekitar meja tempat
SA dan AR makan.
Page 118
Tanggal : 14 Mei 2016
Waktu : 10.00 WIB
Tempat : YPLB Nusantara Depok
Fokus Observasi : Melihat kegiatan pemanfaatan waktu luang SA
Pemulis melakukan observasi ketika SA sedang melakukan latihan bulu tangkis di
lapangan YPLB Nusantara Depok. Penulis melihat SA memiliki kemampuan yang
baik dalam bermain bulu tangkis. SA menunjukkan bakatnya dalam bermain bulu
tangkis.
Page 119
Lampiran 7
Dokumentasi
Gedung Yayasan Pendidikan Luar Biasa Nusantara yang berlokasi di Jalan
Sempu Raya, Beji, Depok
Page 120
Wawancara dengan SA dan saudara kembarnya di lapangan olahraga
YPLB Nusantara
Wawancara dengan orangtua SA, Ibu Orbalia Agustini di kediamannya
kawasan Citayam, Depok
Page 121
Rapot penilaian pembiasaan dan bina diri siswa SA
Page 122
Penulis melakukan wawancara dengan AR
Penulis melakukan observasi terhadap AR. Saat melakukan observasi, AR
menunjukkan kepada penulis bahwa ia bisa menuliskan namanya sendiri di
sebuah kertas