EVALUASI HASIL PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KELURAHAN TERHADAP PENGEMBANGAN EKONOMI KELUARGA MELALUI PELATIHAN TATA BOGA (PEMBUATAN KUE KERING) DI KELURAHAN MANGGARAI SELATAN Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I) Oleh: Hafiz Kurnia NIM: 102054025782 JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H / 2010 M
107
Embed
EVALUASI HASIL PROGRAM PEMBERDAYAAN …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/5786/1/HAFIZ... · Karena kasih dan sayangNya pulalah, setelah tertunda sekian tahun ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
EVALUASI HASIL PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KELURAHAN
TERHADAP PENGEMBANGAN EKONOMI KELUARGA MELALUI PELATIHAN TATA BOGA
(PEMBUATAN KUE KERING) DI KELURAHAN MANGGARAI SELATAN
Skripsi Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Kom.I)
Oleh: Hafiz Kurnia
NIM: 102054025782
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1431 H / 2010 M
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa: 1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk
memenuhi salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar strata satu (S1) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti ini bukan karya asli saya atau merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi berdasarkan undang-undang yang berlaku di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Maret 2010
Hafiz Kurnia NIM: 102054025782
i
EVALUASI HASIL PROGRAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT KELURAHAN (PPMK)
TERHADAP PENGEMBANGAN EKONOMI KELUARGA MELALUI PELATIHAN PEMBUATAN KUE KERING (TATA BOGA)
DI KELURAHAN MANGGARAI SELATAN
Skripsi Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi
Untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Komunikasi Islam
Oleh:
Hafiz Kurnia NIM: 102054025782
Dibawah Bimbingan:
Dra. Nurul Hidayati,M.Pd NIP. 196903221996032001
JURUSAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA 2010
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Skripsi berjudul “Evaluasi Hasil Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) Terhadap Pengembangan Ekonomi Keluarga Melalui Pelatihan Pembuatan Kue Kering (Tata Boga) Di Kelurahan Manggarai Selatan” diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasyah pada 18 Maret 2010 dihadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak memperoleh gelar Sarjana S1 (S.Kom.I) dalam bidang Pengembangan Masyarakat Islam.
Jakarta, 18 Maret 2010
Panitia Ujian Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota
Drs. H. Mahmud Jalal, MA Faza Amri, S.Th.I NIP: 195204221981031002 NIP: 197807032005011006
Anggota, Penguji I Penguji II Dra. Mahmudah F, M.Pd Wati Nilamsari, M.Si NIP: 196402121997032001 NIP: 197105201999032002
Pembimbing
Dra. Nurul Hidayati, M.Pd NIP: 196903221996032001
iii
ABSTRAK
Hafiz Kurnia Evaluasi Hasil Program Pemberdayan Masyarakat Kelurahan Terhadap Pengembangan Ekonomi Keluarga Melalui Pelatihan Tata Boga (Pembuatan Kue Kering)
Evaluasi Hasil Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK) Dalam Pengembangan Ekonomi Keluarga Melalui Pelatihan Membuat Kue Kering (Tata Boga) Di Kelurahan Manggarai Selatan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh Pelatihan Tata Boga dalam hal membuat kue kering yang dilakukan di Kelurahan Mangarai Selatan melalui Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan atau yang lebih kita kenal dengan PPMK memberikan pengaruh terhadap pengembangan ekonomi keluarga yang ada di Kelurahan Manggarai Selatan Jakarta.
Pengumpulan data dilakukan melalui penelitian lapangan yang dilakukan dengan metode observasi/pengamatan termasuk wawancara. Metode Observasi adalah metode pengumpulan data yang dikumpulkan secara sistematis dan sengaja melalui pengamatan dan pencatatan terhadap gejala objek yang diteliti langsung di lapangan. Pengamatan dilakukan secara langsung karena merupakan alat ampuh untuk menguji suatu kebenaran. Observasi yang dilakukan peneliti dilakukan dalam bentuk wawancara untuk memperoleh data yang luas dan valid sebagai bahan evaluasi terhadap objek yang penulis teliti.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa tujuan pelatihan dapat dikatakan tercapai. Walaupun tujuan pelatihan telah tercapai namun tidak secara otomatis mempengaruhi perekonomian keluarga yang menjadi peserta pelatihan. Kebutuhan individu yang terpenuhi sebagai akibat dari pelatihan membuat kue kering ini adalah kebutuhan terkait dengan hal pangan, kebutuhan sosial di tengah masyarakat yang ditendai dengan terjalinnya silaturahmi dan hiburan yang secara tidak langsung terjadi ketika pelatihan ini dilaksanakan. Sedangkan program jangka panjang yang tampak dari pelatihan ini hampir dikatakan tidak ada.
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur hanyalah bagi Allah penguasa langit dan bumi beserta
seluruh isinya yang tampak maupun tak tampak, di utara, selatan, timur maupun
di barat. Karena kasih dan sayangNya pulalah, setelah tertunda sekian tahun
akhirnya peneliti bisa menyelesaikan skripsi ini guna mencapai gelar Sarjana
Sosial Islam pada Fakultas Dakwah dan Komunikasi Univesitas Islam Negeri
Jakarta.
Tak luput sebagai sopan santun logika cinta dan kemestian sejarah, sajak-
sajak sholawat dan bait-bait salam terpuisikan bagi Baginda tercinta Nabi
Muhammad SAW, sang suri teladan agung kaum akhir zaman. Semoga kita
semua masuk dalam umat yang mendapat restu cintanya di akhir nanti, berkumpul
dan bertemu dengannya untuk memenuhi hasrat kangen rindu agung sebagai umat
yang mencintainya dengan dalam dan jujur.
Karena berbagai sebab-musabab tugas skripsi ini tertunda sekian lama.
Namun akhirnya, setelah lintang pukang membagi waktu dan menguatkan niat,
peneliti berhasil juga menyelesaikan tugas akhir ini. Peneliti menyadari bahwa
penyusunan skirpsi ini terwujud bukan semata-mata atas upaya pribadi peneliti,
melainkan berkat bantuan dan dorongan dari semua pihak. Oleh karena itu,
sebagai rasa syukur kepada Allah, dalam kesempatan yang berbahagia ini peneliti
ingin mengucapkan rasa hormat dan terima kasih yang terdalam dan tak terhingga
kepada:
1. Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
2. Ketua Jurusan dan Sekretaris Jurusan Pengembangan Masyarakat Islam
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Dosen penasehat akademik Ibu Wati Nilamsari, M.Si yang dengan
keikhlasan dan kesabarannya membimbing dan membantu peneliti
selama studi di kampus.
4. Dosen pembimbing Ibu Dra. Nurul Hidayati, M.Pd yang telah
meluangkan waktu serta kesabaran Beliau yang tidak pernah merasa
lelah sedikit pun untuk memberikan bimbingan, membantu dan
mengarahkan peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.
v
5. Seluruh Dosen jurusan Pengembangan Masyarakat Islam UIN yang telah
mendidik dan mendewasakan peneliti tentang berbagai wawasan dan
ilmu perguruan yang sangat berguna selama mengikuti studi di kampus.
6. Seluruh staf dan karyawan perpustakaan utama dan perpustakaan
Dakwah yang membantu peneliti dalam peminjaman buku untuk
menyelesaikan skirpsi ini.
7. Lurah Manggarai Selatan beserta seluruh jajarannya yang telah ikhlas
meluangkan waktu dan memberikan kesempatan kepada peneliti untuk
melakukan penelitian di wilayahnya.
8. Ayahanda dan Ibunda yang selalu memberikan semangat, doa dan kasih
sayangnya. Salam mahabbah dan ta’dzim ananda sepanjang masa.
9. Kakak dan adikku tercinta, tetap semangat dalam ikatan ukhuwah.
10. Terima kasih yang tiada berbatas kepada “Pembangkit Semangat Jiwa
dan Pujaan Hati Pencari Ridho Ilahi” yang kucinta “Nur Fariza” yang
mendampingi setiap langkahku dengan penuh kecermatan, keikhlasan
dan kesabarannya. Semoga tahta pelaminan kita menjadi tangga yang
meneduhkan setiap kesetiaan yang engkau berikan.
11. Motivator dan sahabatku di Asrama Putra Pesantren As-Syafi’iyah,
Bung Idrus, Kang Aep, dan Ust. Anwar yang tiada henti membakar
semangat peneliti untuk menyelesaikan studi ini. Terima kasih untuk
teguran halus dan kasar Anda semua.
12. Teman-teman seperjuangan yang meninggalkanku sendirian sebagai
anak bungsu S.Kom.I.
13. Bagi semua pihak yang membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi
ini.
Akhirnya peneliti menyadari bahwa skripsi ini sangat sederhana dan jauh
dari kesempurnaan, untuk itu saran dan kritik sangatlah diharapkan. Semoga Allah
memberikan balasan yang berlipat ganda atas segala bantuannya kepada peneliti.
Penulis
DAFTAR ISI
vi
SURAT PERNYATAAN PENULIS............................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING............................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI......................................................... iii
ABSTRAKSI................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR…………………………………………………….... v
DAFTAR ISI………………………………………………………………... vii
DAFTAR TABEL........................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................. 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................... 7
D. Metodologi Penelitian .................................................................... 8
E. Sistematika Penulisan ..................................................................... 14
BAB II LANDASAN TEORI ....................................................................... 16
A. Evaluasi .......................................................................................... 16
Pemberdayaan Masyarakat. 5. Ekonomi Keluarga : Pengertian
Ekonomi Keluarga, dan Kesejahteraan Ekonomi Keluarga. 6.
Pelatihan Tata Boga (membuat kue kering) : Mengenal Pelatihan
Tata Boga (membuat kue kering), dan Jenis-jenis Pelatihan Tata
Boga (membuat kue kering).
Bab III Gambaran Umum Tentang PPMK Manggarai
Selatan : Sejarah Berdirinya PPMK Manggarai Selatan, Visi, Misi
8 Ibid, h. 17
15
dan Tujuan PPMK Manggarai Selatan, Azas dan Prinsip PPMK
Manggarai Selatan, Gambaran Umum Tentang Kelurahan
Manggarai Selatan.
Bab IV. Analisis Tentang Evaluasi Hasil Program
Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan Dalam Pengembangan
Ekonomi Keluarga Melalui Pelatihan Tata Boga (membuat kue
kering), dimana didalamnya akan dibahas mengenai tujuan-tujuan
manakah yang sudah dicapai PPMK dari kegiatan pelatihan Tata
Boga (membuat kue kering), Program Pelatihan Tata Boga
Berpengaruh Pada Pengembangan Ekonomi Keluarga, Kebutuhan
Individu Manakah Yang Telah Terpenuhi Sebagai Akibat Dari
Program Pelatihan Tata Boga, Hasil Jangka Panjang Apakah Yang
Nampak Sebagai Akibat Dari Kegiatan Pelatihan Tata Boga
(membuat kue kering)
Bab V. Sebagai penutup akan diisi dengan kesimpulan dan
saran-saran.
16
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. EVALUASI
1. Pengertian Evaluasi
Secara etimologi, evaluasi artinya penilain, sehingga
mengevaluasi artinya memberi penilaian atau menilai.1 Secara
terminologi, Suharsimi Arikunto mengartikan evaluasi sebagai
suatu kegiatan yang bertujuan untuk mengukur tingkat
keberhasilan suatu kegiatan. Dengan demikian, penelitian evaluasi
dilakukan dalam rangka mengetahui tingkat efektifitas pelaksanaan
program dengan cara mengukur hal-hal yang berkaitan dengan
keterlaksanaan program tersebut.2
Sedikit berbeda dengan Suharsimi Arikunto, Viji
Srinivasan mengatakan bahwa mengevaluasi berarti menguji dan
menentukan suatu nilai, kualitas, kadar kepentingan jumlah, derajat
atau keadaan. Ia juga mengartikan evaluasi sebagai “proses
penentuan keputusan tentang lingkup perhatian, pemilihan
informasi yang perlu, serta pengumpulan dan analisis informasi
guna memberi ringkasan data yang berguna bagi para pengambil
1 Tim penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi Kedua, Jakarta: Balai Pustaka,
1995, cet. ke-4 2 Suharsimi Arikunto, Penilaian Program Pendidikan, Jakarta: PT Bina Aksara, 1998.
cet. ke-1, h. 8
17
keputusan dalam memilih berbagai alternatif yang ada”.3 Dapat
dikatakan evaluasi dimaksudkan untuk menyusun nilai-nilai
indicator dalam mencapai suatu sasaran. Dengan kata lain kegiatan
evaluasi adalah “suatu cara atau kegiatan untuk mengecek
kekuatan dan kelemahan sebuah program serta suatu cara untuk
menentukan ukuran-ukuran perbaikan bagi para pengambil
keputusan”.4
Dari uraian diatas dapat diambil kesimpulan bahwa
evaluasi adalah penilaian pada efektifitas dan efisiensi pelaksanaan
suatu program dengan memperhatikan indikator-indikator atau
faktor-faktor pendukung dan penghambat terhadap pelaksanaan
suatu program. Ketika evalusi dilakukan maka akan terlihat faktor-
faktor apa saja yang perlu dipertahankan, diperbaiki atau
dihilangkan sama sekali. Dengan melihat berbagai indikator yang
sudah disepakati dalam suatu evalusi maka hasil suatu program
dapat disimpulkan. Hasil evaluasi ini akan dijadikan sebagai bahan
pertimbangan dalam mengambil keputusan terhadap suatu
program. Apakah program itu dilanjutkan, diperbaiki, atau
dihentikan tergantung dari hasil evaluasi pelaksanaan program
tersebut.
2. Model Evaluasi
3 Viji Srinivasan, Metode Evaluasi Pertisipatoris, Dalam Walter Fernandes dan Rajesh
Tandon (Editor), Risset Partisipatoris-Riset, Jakarta:Gramedia Putaka Utama,1993, h. 68 4 Ibid, h. 71
18
Dalam proses evaluasi, biasanya dikaitkan dengan model-
model evaluasi yang akan digunakan. Banyak model yang
ditawarkan berbagai penulis dalam hal proses evaluasi.
Sebagaimana setiap kasus memiliki karakteristik, maka model
evaluasipun demikian. Ada model yang cocok untuk suatu kasus
ada juga yang tidak. Salah satu yang penulis ambil adalah apa yang
ditulis Isbandi Rukminto Adi. Ia mengambil dari Pieterzak,
Ramler, Renner, Ford dan Gilbert yang mengemukakan bahwa
model evaluasi meliputi: a). Evaluasi Input, b). Evaluasi Proses dan
c). Evaluasi Hasil.5
a. Evaluasi Input
Evaluasi ini dilakukan pada berbagai unsur yang masuk
dalam pelaksanaan suatu program. Unsur atau bisa juga
dikatakan variable adalah bagian yang menjadi syarat
berjalannya suatu program. Tanpa variable ini, program tak
akan terlaksana. Jikapun bagian ini kurang atau hilang salah
satunya, kemungkinan program akan berajan timpang bahkan
gagal.
Dalam hal PPMK ada tiga variabel utama yang terkait
dengan Evaluasi Input ini, yaitu:
1) Masyarakat, yaitu personal atau keluarga yang masuk
dalam program yang dilaksanakan oleh PPMK.
5 Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Komunitas (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis) Edisi Revisi, Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI, 2003. h. 189
19
2) Pengurus PPMK, yaitu Tim atau Staf yang meliputi aspek
demografi staf seperti latar belakang pendidikan dan
pengalaman staf dalam mengelola sebuah program.
3) Program yang meliputi lama waktu pelaksanaan program
dan sumber-sumber rujukan yang tersedia.6
Terkait dengan tiga variable input ini, ada empat kriteria
yang dapat dikaji, yaitu:
1) Tujuan Program
2) Penilaian terhadap kebutuhan komunitas
3) Standar dari suatu praktek yang berkualitas
4) Biaya untuk pelaksanaanprogram
b. Evaluasi Proses
Evaluasi Proses berarti menilai bagaimana pelaksanaan
suatu program ketika program tersebut sudah atau sedang
berjalan dilapangan. Ketika program itu telah selesai
dilaksanakan maka evaluasi ini dilakukan untuk menilai
bagaimana proses kegiatan yang telah dilaksanakan, apakah
telah sesuai dengan rencana yang dirumuskan.7
Evaluasi ini memfokuskan pada aktifitas program yang
melibatkan interaksi langsung antara peserta program dengan
fasilitator. Tipe evaluasi ini diawali dengan analisis terhadap
system pemberian bantuan atau kegiatan program seperti,
6 Ibid, h.189 7Elly Irawan. Dkk, Pengembangan Masyarakat, Jakarta: Penerbit Universitas Terbuka,
1995. cet. ke-1, h. 18.
20
bagaimana pendampingan itu dilakukan, kebijakan lembaga
dan kepuasan peserta program.8
c. Evaluasi Hasil
Dalam tahap ini, evaluasi dilaksanakan pada hasil akhir
dari pelaksanaan suatu program yang telah berjalan atau telah
selesai. Evaluasi ini dilakukan untuk menilai seberapa jauh
tujuan-tujuan yang sudah direncanakan telah tercapai. Dengan
demikian, evaluasi ini diarahkan pada dampak keseluruhan dari
suatu program terhadap masyarakat yang menjadi peserta
program ketika program itu telah selesai. Untuk mempermudah
mengevaluasi hasil, maka dimunculkan pertanyaan-pertanyaan
utama yang terkait hasil dari suatu program. Pertanyaan
tersebut adalah:
1) Kapan suatu program bisa dikatakan telah berhasil
mencapai tujuannya?
2) Bagaimana perubahan masyarakat (terutama yang
menjadi peserta program) setelah menerima “bantuan”
program tersebut?
Adapun kriteria-kriteria keberhasilan suatu program ini bisa
berorientasikan pada dua hal, yakni:
a. Berorientasi pada program.
8 Isbandi Rukminto Adi, Pemberdayan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi
Komunitas, edisi revisi. Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI. 2003. h. 190
21
Kriteria keberhasilan pada umumnya dikembangkan
berdasarkan cakupan ataupun hasil dari suatu program.
Misalnya, persentase cakupan program terhadap populasi
sasaran.
b. Berorientasi pada masyarakat.
Kriteria keberhasilan pada umumnya juga
dikembangkan berdasarkan pada perubahan prilaku
masyarakat. Misal, munculnya sikap kemandirian dan lain
sebagainya9 setelah program yang dicanangkan itu bergulir.
B. Monitoring Evaluasi
1. Pengertian Monitoring
Secara sederhana yang dimaksud dengan monitoring adalah
pemantauan terhadap sesuatu. Jika yang menjadi sasaran adalah
suatu program maka monitoring ini ditujukan untuk memantau
suatu program yang menjadi objeknya sesuai dengan aturan yang
telah ditetapkan dan disepakati.
Prof. DR. Suharsimi Arikunto dan Cepi Safrudin Abdul
jabar dalam buku Evaluasi Program Pendidikan mengatakan bahwa
pemantauan memiliki dua fungsi, yaitu untuk mengetahui
kesesuaian pelaksanaan program dengan rencana program dan
untuk mengetahui seberapa pelaksanaan program yang sedang
9 Ibid, 190.
22
berlangsung dapat diharapkan akan menghasilkan perubahan yang
diinginkan. Fungsi kedua merupakan fungsi terpenting, mengingat
pemantauan harus dapat mengenali sejak dini peluang terjadinya
perubahan positif sesuai dengan harapan.10
Sasaran pemantauan terhadap suatu program adalah untuk
menemukan hal-hal diantaranya:
a. Sejauh mana pelaksanaan program telah sesuai dengan
rencana program.
b. Sampai seberapa jauh pelaksanaan program telah
menunjukkan tanda-tanda tercapainya tujuan program
c. Apakah terjadi dampak tambahan atau lanjutan yang
positif meskipun tidak direncanakan
d. Apakah terjadi dampak sampingan yang negatif,
merugikan, atau kegiatan yang mengganggu.
2. Teknik dan alat Monitoring
Fungsi pokok pemantauan adalah mengumpulkan data
tentang pelaksanaan suatu program. Untuk melaksanakan
pengumpulan data yang berlaku dalam sebauh program tersebut
diperlukan teknik dan alat. Adapun teknik dan alat monitoring
yang diperlukan adalah sebagai berikut:
a. Teknik pengamatan partisipatif dengan
menggunakan lembar pengamatan, catatan
10 Prof. Dr. Suharsimi Arikunto dan Cepi Safruddin Abdul Jabar, Evaluasi Program
Pendidikan, Jakarta: PT Bumi Aksara, 2007, h. 90.
23
lapangan, dan alat perekam elektronik. Yang
dimaksud pengamatan partisipatif adalah
pengamatan yang dilakukan oleh orang yang terlibat
secara aktif dalam proses pelaksanaan program.
b. Teknik wawancara, secara bebas atau tersetruktur
dengan alat pedoman wawancara dan perekaman
wawancara.
c. Teknik pemanfaatan dan analisis data dokumentasi
yang terkait dengan program yang telang menjadi
objek penelitian.
Hasil dalam bentuk data yang diperoleh melalui monitoring
ini harus segera dianalisis untuk diinterpretasikan atau dimaknai
sehingga dapat segera diketahui dari data tersebut apakah tujuan
program yang diharapkan telah tercapai atau belum.
C. Pengembangan Masyarakat Islam
1. Pengertian Pengembangan Masyarakat Islam
Secara etimologi, Pengembangan berarti membina dan
meningkatkan kualitas. Sedangkan masyarakat Islam berarti
kumpulan manusia yang beragama Islam. Secara terminologi,
Pengembangan Masyakarat Islam berarti mentransformasikan
dan melembagakan semua segi ajaran Islam dalam kehidupan
keluarga, kelompok sosial, dan masyarakat.
24
Amrullah Ahmad mengatakan bahwa Pengembangan
Masyarakat Islam adalah suatu sistem tindakan nyata yang
menawarkan alternatif model pemecahan masalah ummah
dalam bidang sosial, ekonomi dan lingkungan dalam perspektif
Islam.11 Dengan demikian, pengembangan Masyarakat Islam
merupakan model empiris pengembangan prilaku individual
dan kolektif dalam dimensi amal shaleh, dengan titik tekan
pada pemecahan masalah yang dihadapi oleh masyarakat.
Sasaran individualnya adalah setiap individu muslim, dengan
orientasi sumber daya manusia. Sasaran komunalnya adalah
kelompok muslim dengan orientasi pengembangan sistem
masyarakat. Sasaran institusionalnya adalah organisasi Islam
dan pranata sosial kehidupan dengan orientasi pengembangan
kualitas dan Islamisitas kelembagaan.12
Dalam buku Islam Konsep Implementasi
Pemberdayaan, Syahril Harahap mengemukakan bahwa yang
ingin dikerjakan dengan pengembangan masyarakat melalui
dakwah Islam adalah menggerakkan masyarakat yang
tradisional atau transisi menjadi masyarakat yang modern,
masyarakat yang berorientasi pada masa lalu menjadi
masyarakat yang berorientasi pada masa depan, dari
11 Amrullah Ahmad, Strategi Dakwah Islam di Tengah Reformasi Manuju Indonesia
Baru dalam Memasuki Abad ke-21, Bandung: Makalah pada Sarasehan Nasional SMF Dakwah, IAIN 1999, h. 9
12 Nanih Machendrawaty dan Agus A.Syafe’i, Pengembangan Masyarakat Islam: Dari Idiologi, strategi sampai tradisi, Bandung: Rosda Karya, 2001, cet. ke-1, h. 44
25
masyarakat yang pasrah pada takdir menjadi masyarakat yang
dinamis, dari masyarakat yang stagnan menjadi masyarakat
yang memiliki perencanaan dalam hidupnya. Jika hal ini
terlaksana, maka masyarakat akan memberikan partisipasi
maksimal terhadap usaha memerangi kemiskinan. Dengan
demikian, masyarakat kita akan memiliki kekuatan untuk
mengembangkan diri sendiri untuk bangkit.
Dalam surah Al-Insyiroh ayat 7-8 sudah jelas bahwa
Islam mengarahkan manusia agar merencanakan kehidupan
dengan beroriantasi pada masa depan. “maka apabila kamu
telah selesai (dari suatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-
sungguh (urusan yang lain). Dan hanya kepada Tuhanmulah
hendaknya kamu berharap” .
Oleh karena itu manusia mesti merencanakan
peningkatan taraf hidup dan tidak menyerah pada takdir
Tuhan13 dalam arti takdir-takdir yang terkait dengan
kemampuan manusia dalam memilih dan mengambil
keputusan.
Dalam bukunya Pedoman Pendidikan Masyarakat
Islam Modern, Muhammad Amin Al-Misri mengatakan bahwa
masyarakat Islam ialah masyarakat yang berbeda dari
masyarakat-masyarkat lainnya. Mereka meemilik aturan khas
13 Syahril Harahap, Islam Konsep Implementasi Pemberdayaan, Yogyakarta: PT. Tiara
Wacana Yogya,1999, cet.. ke 1, h. 132.
26
berupa perundang-undangan yang bersifat Qur’aniyah dan
individu-individunya sama-sama berada dalam satu kaidah
serta sama-sama menghadap satu kiblat. Masyarakat ini, mesti
terbentuk dari beraneka ragam kaum umum dan tradisi-tradisi
yang sama.
Dari uraian diatas penulis menyimpulkan bahwa
Pengembangan Masyarakat Islam adalah upaya-upaya
mengembangkan seluruh potensi masyarakat secara Islami
dalam rangka membangun kemampuan untuk menghadapi
masa kini dan masa mendatang, menjadikan masyarakatnya
dinamis dan terus berkembang ke arah yang lebih baik, tidak
mudah menyerah pada keadaan dan memiliki kegigihan untuk
bangkit dan bertahan.
2. Ruang Lingkup Pengembangan Masyarakat Islam
Edi Soeharto dalam Metodologi Pengembangan
Masyarakat mengatakan bahwa Ruang lingkup pengembangan
masyarakat atau Community Development mencakup segala
aspek kehidupan sosial masyarakat yang hampir tidak ada batas
waktunya, karena selalu dituntut untuk terus melakukan
perbaikan atau pengembangan diberbagai aspek untuk
mencapai kesejahteraan bersama, terutama dalam proses
pengentasan kemiskinan. Walaupun titik tekannya adalah
pengentasan kemiskinan hal ini tidak bisa dibangun secara
27
parsial dengan menitik beratkan pada pembangunan bidang
ekonomi saja sebab pembangunan ekonomi secara langsung
dan tak langsung berkaitan dengan berbagai aspek yang
lainnya. Itu sebabnya secara umum pengembangan masyarakat
meliputi berbagai bidang pembangunan seperti pembangunan
dibidang ekonomi, pendidikan, kesehatan, keagamaan juga
kebudayaan.14
Beberapa bidang yang hingga saat ini masih berpotensi
untuk dikembangkan antara lain adalah bidang-bidang yang
terkait dengan usaha kesejahteraan sosial terhadap anak,
perempuan, keluarga, perlindungan/advokasi, sektor industri
kecil, golongan masyarakat yang tertindas dan lain-lain.15
Arif Budimanta mengatakan bahwa ruang lingkup
pengembangan masyarakat mencakup beberapa hal, yaitu:16
a. Community Services, yakni pelayanan sosial
terhadap masyarakat untuk memenuhi
kepentingan mereka seperti pembangunan fasilitas
umum (pembangunan atau peningkatan sarana
transportasi, pendidikan, kesehatan, peribadatan,
dan perbaikan sanitasi lingkungan).
14 Edi Soeharto, Metodologi Pengembangan Masyarakat, Jurnal Comdev, Jakarta: BEMJ
PMI,2004, vol.1, h. 3 15 Isbandi Rukminto Adi, Makalah tentang Pengembangan Masyarakat yang disampaikan
pada Work Shop “Program Com-Dev Comite” Fakultas Dakwah dan Komunikasi tanggal 23 September 2003
16 Bambang Rudito (ed), Akses Peran Serta Masyarakat; Lebih Jauh Memahami Community Developmnet. Jakarta: ICDS,2003. cet. ke 1, h. 43.
28
Pengembangan kualitas SDM dan pendidikan
seperti penyediaan guru dan operasi sekolah.
Dibidang kesehatan seperti penyediaan bantuan
medis, obat-obatan. Dibidang lingkungan seperti
penyuluhan tentang peningkatan kualitas sanitasi
lingkungan pemukiman. Dibidang keagamaan
seperti penyediaan ustadz, pastur dan lain
sebagainya.
b. Community Empowering, yakni program-program
pengembangan masyarakat yang menyangkut
pemberian akses yang lebih luas kepada
masyarakat untuk menunjang kemandiriannya.
Program tersebut meliputi pengembangan atau
penguatan kelompok-kelompok swadaya
masyarakat, masyarakat adat, serta peningkatan
kapasitas usaha masyarakat yang berbasiskan pada
sumber daya setempat atau lokal (Resaurces
Based)
c. Community Relation, yakni kegiatan-kegiatan
yang menyangkut pengembangan komunikasi dan
informasi kepada pihak-pihak yang terkait seperti
penyuluhan dan konsultasi publik.
29
Ada juga pendapat lain yang dikatakan oleh Surna T.
Djajadiningrat. Ia mengatakan bahwa ruang lingkup
Pengembangan Masyarakat ditentukan oleh hal-hal sebagai
berikut:17
a. Wilayah yang terkena dampak negatif
pembangunan baik itu dampak fisik maupun
dampak sosial.
b. Wilayah yang memiliki potensi sumber daya alam
(SDA) yang selama ini belum dikembangkan.
c. Wilayah dimana terdapat kelompok masyarakat
terbelakang dalam kehidupan ekonomi maupun
sosial seperti suku terasing atau pedalaman. Hal
ini berkaitan dengan tujuan dari pengembangan
masyarakat itu sendiri yang memfokuskan pada
pengembangan kehidupan sosial kemasyarakatan
dengan cara meningkatkan taraf hidup masyarakat
secara luas.
d. Wilayah dimana terdapat masyarakat yang hidup
dibawah garis kemiskinan. Dengan demikian
dapat membantu meningkatkan pendapatan dan
pendidikan yantg diperlukan bagi masyarakat
tersebut.
17 Ibid, h. 29
30
Menurut Agus Efendi, setidaknya terdapat tiga
kompleks pengembangan atau pemberdayaan yang mendesak
untuk segera diperjuangkan dalam konteks pengembangan
masyarakat Islam. Kompleks pengembangan masyarakat
tersebut meliputi pengembangan pada tataran ruhiyah, tataran
intelektualitas masyarakat, dan pengembangan pada tataran
ekonomi masyarakat.18
3. Tahap-tahap Pengembangan Masyarakat
Upaya dalam rangka merealisasikan Pengembangan
Masyarakat Islam harus dilakukan secara gradual atau
bertahap. Dengan mengklasifikasikan proyek Pengembangan
Masyarakat Islam dalam beberapa tahap, maka target yang
harus dipenuhi akan mudah untuk dievaluasi. Hal ini dilakukan
untuk mempermudah mencapai hasil dimana setiap tahap bisa
dikelola dengan maksimal hingga sampai pada tujuan
puncaknya.
Pembagian dalam tahap-tahap tertentu ini dilakukan
guna mengantisipasi terjadinya akumulasi problem atau
menumpuknya kendala yang dihadapi dalam upaya
Pengembangan Masyarakat Islam. Jika dilakukan secara
bertahap, maka setiap kendala, problem atau bahkan kesalahan
implementasi dapat dikoreksi, dievaluasi serta diantisipasi
18 Nanih Machendrawaty, Agus Ahmad Syafe’ie. Pengembangan Masyarakat Islam Dari
Idiologi, Strategi Sampai Tradisi. Bandung: Rosda Karya, 2001. h. 44.
31
sejak dini. Tentu saja hal ini juga diorientasikan untuk
mencapai efektifitas serta efisiensi dalam pelaksanaan program
pengembangan.
Merujuk pada apa yang dicontohkan Rosulullah ketika
membangun masyarakat, setidaknya mesti ditempuh tiga tahap
atau proses Pengembangan Masyarakat Islam. Tahap-tahap itu
adalah takwin, tanzim, taudi.19
1. Tahap Takwin
Tahap ini merupakan tahap pertama dan utama
dalam proses pembentukan masyarakat Islam. Kegiatan
pokok dalam tingkat ini adalah dakwah bil lisan sebagai
ikhtiar sosialisasi aqidah, ukhuwah serta ta’awun. Ketiga
aspek itu kemudian ditata sehingga membentuk sebuah
instrument sosiologis. Adapun proses sosiologisnya
dilakukan secara strategis dan taktis, dimulai dari unit
terkecil dan terdekat hingga mencapai sebuah
kesepakatan lalu kemudian melangkah ke unit yang lebih
besar dan luas.
Sasaran utama tahap pengembangan ini adalah
adalah terjadinya internalisasi ajaran Islam dalam
kepribadian masyarakat yang kemudian diekspresikan
dalam bentuk motivasi, komitment serta konsistensi untuk
19 Ibid, h. 31-34.
32
membela dan mempertahankan keimanan dari tekanan
struktur.
Menurut Amrullah Ahmad, pada tahap tanwin ini,
fundamental sosial Islam dalam bentuk aqidah, ukhuwah
Islamiyah dan ta’awun diharapkan telah tertanam pada
kesadaran tiap personal muslim. Demikian juga tauhid,
mesti sudah menjadi instrument sosiologis dalam
pembentukan persatuan komunitas muslim dalam sebuah
motivasi dan komitmen yang besar terhadap Islam.
Jika kita bercermin pada sejarah Nabi Muhammad
SAW, maka tahap ini ditandai dengan upaya Beliau untuk
menanamkan kesadaran sosial masyarakat Arab untuk
tidak tunduk pada system yang menindas serta
diskriminatif. Caranya adalah dengan menanamkan
kesadaran tauhid dalam masing-masing individu muslim
sehingga mereka memiliki komitmen dan motivasi untuk
keluar dari segala bentuk system yang menindas sebagai
jalan mengekpresikan keimanan mereka. Sebab pada
tahap seperti ini, tentunya mereka sudah memandang
bahwa manusia berada dalam garis sejajar akan hak dan
martabatnya sebagai manusia dihadapan Tuhan. Karena
keyakinan akan persamaan ini maka mereka akan
berusaha keluar dari tataran yang diskrimatif.
33
Penindasan yang dihidupkan oleh sebuah sistem
yang tidak adil harus ditumbangkan karena bertentangan
dengan aqidah mereka yang sudah menginternal didalam
jiwa. Dalam tahap ini seorang muslim sudah memiliki
karakter keislaman mendalam yang tercermin dalam
pemikiran, perkataan dan prilakunya. Sehingga setiap
pemikiran, perkataan dan tindakan menjadi sebuah
ekspresi pencerminan prinsip dasar ajaran Islam.
Inilah sasaran yang paling fundamental bagi
seorang individu muslim, internalisasi nilai dalam tataran
pribadi dan akan memancar dalam tiap perkataan dan
tindakan mereka. Apabila tahap pada unit terkecil
(Individu) ini sudah mewujud maka untuk meningkat
pada lingkup yang lebih besar lagi akan lebih mudah.
Keluarga akan lebih mudah dibentuk sebab ia adalah
lingkup dari beberapa individu yang tentunya sudah
terbentuk aqidahnya. Masyarakat juga akan lebih mudah
dibentuk karena merupakan satuan-satuan keluarga yang
sudah terbentuk dengan baik.
2. Tahap Tanzim
Setelah melalui tahap takwin, proses
Pengembangan Masyarakat Islam menginjak pada tahap
selanjutnya, yaitu tahap tanzim. Yang dimaksud dengan
34
tahap tanzim adalah pembinaan dan penataan masyarakat.
Pada tahap ini proses internalisasi prinsip Islam dilakukan
secara komprehensif dan mendalam pada realita sosial
masyarakat.
Berkaca pada sejarah yang dilakukan Nabi
Muhammad SAW, tahap tanzim dilakukan sejak periode
hijarh ke Madinah. Pasca hijrah ini Rosulullah secara
intensif melakukan proses institusionalalisasi Islam. Hal
ini dilakukan oleh Rosulullah dengan beberapa tahap.
Pertama pembangunan Masjid Quba’ dan Masjid Nabawi
di Madinah. Hal ini dimaksudkan untuk menjadikan
masjid sebagai pusat dan tempat proses implementasi
dakwah Islam secara sistematis, terarah dan
terkonsentrasi. Kedua, membantuk lembaga Ukhuwah
Islamiyah antara Muhajirin dan Anshor. Langkah ini
adalah titik kulminasi penguatan komunitas muslim
dalam sebuah ikatan sosial yang kuat dan bersatu. Ketiga,
membuat piagam Madinah sebagai sistem penataan
kemasyarakatan dalam bidang politik yang disetujui oleh
berbagai suku yang ada di Madinah termasuk kaum
Yahudi.
Dalam pandangan pembangunan masyarakat,
langkah yang ditempuh oleh Beliau dapat disebut sebagai
35
menciptakan memorandum of agreement antara da’i dan
mad’u sebagai landasan kerja untuk membangun dan
mengembangkan masyarakat di Madinah.
Meninjau taktik yang dilakukan oleh Nabi di
Madinah itu, maka pengembangan masyarakat Islam
dewasa ini dapat menempuh cara yang serupa. Tentunya
dengan perangkat, metode serta orientasi yang lebih
kontemporer dan aktual. Dalam tahap ini, yang menjadi
titik tekan adalah proses institusionalnya. Hal ini agar
proses pengembangan masyarakat Islam tidak lagi
bergerak pada tataran individual secara personal. Akan
tetapi bergerak lebih maju dan luas dengan ditunjang dan
dirancang dalam sebuah sistem yang teratur dan terarah
serta terimplementasi melalui sebuah lembaga formal
yang memiliki visi dan misi yang jelas.
3. Tahap Taudi’
Tahap Taudi’ adalah keterlepasan dan
kemandirian. Pada tahap ini masyarakat Islam telah
mengalami keterlepasan dari segala bentuk problematika
fundamental yang mengikat baik itu sosial, politik
maupun lingkungan hidup. Disini ummat telah siap
menjadi masyarakat yang mandiri terutama secara
menejerial. Hal ini berlaku baik secara personal atau
36
individu maupun masyarakat, dalam arti terlepasnya
kebergantungan dari individu maupun komunitas.
Tahapan ini dapat disebut sebagai tahap puncak. Jika
tahap ini telah dicapai maka proses pengembangan
masyarakat Islam dapat disebut telah berhasil dengan
baik.
Abdul Munir Mulkan mengatakan20 bahwa pada
fase ini problem agama seharusnya tidak lagi berkutat
pada pemujaan terhadap Tuhan. Problem mendasar
agama pada tahap ini adalah pembebasan manusia dan
dunia dari kemiskinan, konflik etis, dan juga penindasan
atas nama Negara, ideologi, politik, bahkan atas nama
agama. Pada tahap ini agama harus dipahami sebagai
wacana kebudayaan sebab bagaimanapun wahyu Tuhan
akan berubah menjadi masalah kebudayaan begitu
disentuh oleh manusia. Lebih jauh, ia menilai bahwa
praktek keagamaan dan dakwah terkadang bisa menjadi
tidak manusiawi serta tidak memperdulikan persoalan
kongkrit yang dihadapi manusia. Tentu saja hal ini jika
agama dipahami secara terbatas atau tekstual buta.
Seharusnya praktek keagaaman serta orientasi dakwah
tidak lagi terjebak pada paradigma yang demikian.
20 Abdul Munis Mulkan, Humanisasi Agama dan Dakwah, Yogyakarta: 1999, h. 1.
37
Konsep dan strategi dakwah harus diarahkan pada
pemecahan masalah ini dan diharapkan mampu
menciptakan tiga kondisi sebagai berikut:21
a. Tumbuhnya kepercayaan dan kemandirian
ummat serta masyarakat sehingga
berkembang sikap optimis.
b. Tumbuhnya kepercayaan terhadap kegiatan
dakwah guna mencapai tujuan kehidupan
yang lebih ideal.
c. Berkembangnya suatu kondisi sosial-
ekonomi-budaya-politik-iptek sebagai
landasan peningkatan kualitas sumber daya
ummat.
Tahap ini merupakan parameter untuk mengukur
puncak keberhasilan proses pengembangan masyarakat
Islam. Bila kondisi seperti ini tercapai maka proses
pengembangan masyarakat Islam dapat dinilai telah
mencapai kesuksesan.
D. Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK)
1. Pengertian Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan
(PPMK)
21 Abdul Munir Mulkan, Teologi Kebudayaan dan Demokrasi Modernisasi, Yogyakarta:
Pustaka Pelajar, 1995. h. 56.
38
PPMK merupakan system dan pola proses perubahan
yang dikehendaki dan direncanakan secara konseptual untuk
memberdayakan masyarakat yang mencakup seluruh aspek
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang ada di Kelurahan.
Program Pembedayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK)
adalah suatu model pembangunan Kelurahan yang menggunakan
pendekatan pemberdayaan masyarakat ditingkat Rukun Warga
(RW), dimana masyarakat diberi kepercayaan untuk mengelola
dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang bersumber dari
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk
merencanakan, melaksanakan dan mengawasi sendiri program
pembangunan yang ada di keluarahan masing-masing. Program
ini meliputi pembinaan tiga bidang pembangunan, yakni bina
ekonomi berupa pinjaman bergulir, bina sosial berupa pelatihan
keterampilan masyarakat dan bina fisik lingkungan berupa
pembangunan sarana dan prasarana yang bermanfaat bagi
masyarakat.22
2. Hakikat Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK)
Hakikat PPMK adalah memberikan peranan jauh lebih
besar kepada masyarakat untuk merencanakan, melaksanakan
dan mengawasi serta diharapkan dapat meningkatkan partisipasi
masyarakat baik dalam bentuk pemikiran, tenaga maupun
22 Modul Pelatihan TPK RW, Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan (PPMK),
Jakarta: Lembaga Daya Sejahtera Bersama, 2004, h. 54
39
financial dalam membangun pemberdayaan masyarakat itu
sendiri. PPMK ini dirancang untuk mempercepat upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui pemberdayaan
masyarakat yang berbasis komunitas seperti Dewan Kelurahan,
RW dan lembaga kemasyarakatan lainnya.
3. Program PPMK
Sebagaimana telah disinggung diatas, Program PPMK
terdiri atas tiga binaan pembangunan masyarakat (Tribina), yaitu:
Program ekonomi pinjman bergulir, program sosial pelatihan
keterampilan masyarakat dan program pembangunan fisik
wilayah.23
4. Pengelolaan PPMK
PPMK dikelola oleh organisasi pelaksana PPMK yang
terdiri atas: Gubernur DKI Jakarta sebagai Pembina PPMK,
Walikotamadya dan Bupati kabupaten Administrasi Kepulauan
Seribu, Kepala BPM kotamadya termasuk kabupaten
Administrasi Kepulauan Seribu, Camat, Lurah, LSM
Pendamping, Fasilitator Kelurahan, Tim Pelaksana Kegiatan
Rukun Warga (TPK-RW), Unit Pengaduan Masyarakat
(DUMAS), dan lain-lain.
E. Ekonomi Kelurga
23 Petunjuk Teknis Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan, Jakarta: Badan
Pemberdayaan Masyarakat Kotamadya Jakarta Selatan, 2008, h. 1.
40
1. Pengertian Ekonomi Keluarga
Untuk mendapat pemahamann yang baik dan mendasar
tentang Ekonomi Keluarga maka penulis memisahkan dua kata
tersebut untuk kemudian menguraikannya dengan terperinci.
Secara Etimologi, ekonomi berasal dari bahasa Yunani
yaitu oikonomia. Kata Oikonomia itu sendiri terdiri atas dua kata,
yakni oikos yang artinya rumah tangga dan nomos yang artinya
aturan. Dengan demikian, ekonomi memiliki arti mengatur
rumah tangga. Dalam bahasa Inggris ia disebut economic.24
Pengertian secara terminologi dikatakan bahwa ekonomi
adalah pengetahuan tentang peristiwa dan persoalan yang
berkaitan dengan upaya manusia secara perseorangan dan
kelompok dalam memenuhi kebutuhan yang tidak terbatas yang
dihadapkan pada sumber yang terbatas.25
Pengertian lain dikemukakan oleh Anshori. Dimana ia
mengartikan ekonomi adalah kegiatan manusia dan kegiatan
masyarakat untuk mempergunakan unsur-unsur produksi seperti
kekayaan alam, modal, tenaga kerja dan skill dengan sebaik-
baiknya guna memenuhi berbagai macam kebutuhan.26
24 Murasa Sarkaniputra, Pengantar Ekonomi Islam, Bahan Pengajaran Ekonomi dan
Perbankan Syariah di IAIN Syahid Jakarta, 1999, h. 5. 25 Ahmad Muhammad Al-Assal dan Fathi Ahmad Abdul Karim, Sistem Prinsip dan
Tujuan Ekonomi Islam, Bandung: CV Pustaka Setia, 1999, cet. ke 1, h. 143. 26 Endang Syaifuddin Anshori, Wawasan Islam, Pokok-pokok Pokiran Tentang Islam dan
Ummatnya, Bandung: CV Pustaka Perpustakaan Salman ITB, 1983, h. 145.
41
Sedangkan para ahli ekonomi Islam mendefinisikan
ekonomi sebagai sesuatu yang berkenaan dengan perilaku
manusia yang berhubungan dengan kegiatan mendapatkan uang
dan membelanjakannya27 sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan.28
Ekonomi menerangkan bagaimana individu dan masyarakat
memilih untuk menggunakan sumber daya yang langka dan
barang-barang material dengan sebaik-baiknya untuk memuaskan
keinginan mereka.29
Dari berbagai pengertian diatas dapat ditarik kesimpulan
bahwa ekonomi adalah pengetahuan tentang upaya manusia baik
secara individu maupun kelompok dalam rangka memenuhi
kebutuhan dan membangun tingkat kesejahteraan kehidupan
mereka melalui pembuatan berbagai aturan rumah tangga yang
baik melalui pemaksimalan penggunaan berbagai sumber daya
yang ada.
Sedangkan pengertian keluarga adalah satuan terkecil
dalam sebuah masyarakat yang terdiri atas ayah, ibu dan anak.
Didalam satuan terkecil ini terdapat berbagai komitmen yang
mengikat mereka untuk hidup bersama dan membangun
kebahagiaan.
27 Fuad Muhammad Fachruddin, Ekonomi Islam, Jakarta: Penerbit Mutiara, 1982, h.75 28 M. Abdul Mannan, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta: Dana Bhakti
Wakaf, 1995, h. 23. 29 Maskur Wiratmo, Pengantar Ekonomi Makro, Seri Diktat Guna Darma, Jakarta: Guna
Darma,1994, h. 1.
42
Jika demikian, yang dimaksud Ekonomi keluarga adalah
upaya sebuah keluarga (satuan terkecil masyarakat) untuk
memenuhi kebutuhan dasar mereka sekaligus upaya dalam
rangka membangun tingkat kesejahteraan kehidupan mereka
melalui pembuatan berbagai aturan rumah tangga yang baik
dengan memaksimalkan penggunaan berbagai sumber daya yang
mereka miliki.
2. Kesejahteraan Keluarga
Terpenuhi atau tidaknya kebutuhan keluarga dengan
berbagai tingkatannya menentukan sejahtera atau tidaknya sebuah
keluarga. Sebuah keluarga dapat dikatakan sejahtera manakala
kebutuhan pokok mereka terpenuhi. Diantara kebutuhan-kebutuhan
pokok tersebut adalah:
4. Kebutuhan Vital Biologis atau kebutuhan jasmani,
seperti: makanan, pakaian, kesehatan, pendidikan dan
seterusnya.
5. Kebutuhan rohani, seperti filsafat hidup, agama,
moral dll
6. Kebutuhan social cultural, seperti: pergaulan,
kebudayaan, dll
Kebutuhan-kebutuhan ini saling terkait satu sama lain.
Secara minimal kebutuhan ini mesti terpenuhi untuk dapat
dikatakan sebagai keluarga yang sejahtera.
43
Dalam pengertian lahiriyah, sebuah keluarga yang sejahtera
biasanya diukur dari segi kecukupan pangan, sandang, papan,
Kondisi sosial ekonomi di perkotaan sangat kompleks. Hal
ini dikarenakan masyarakat kota yang plural dengan latar belakang
pendidikan masyarakat, daerah asal dan budaya mereka yang
beragam. Bila dilihat dari segi tingkat ekonomi secara umum jika
dibandingkan antara penduduk yang kaya dengan yang miskin
maka perbandingannya jauh. Penduduk yang kaya apalagi
konglomerat (super kaya) jumlahnya sangat sedikit. Mayoritas
tingkat ekonomi penduduk kota adalah menengah ke bawah.
Dalam hal ini tak terkecuali, terlihat juga pada tingkat ekonomi
masyarakat kelurahan Manggarai Selatan.
Wilayah kelurahan Manggarai Selatan sebagaimana
tergambar dari data laporan tahunan 2008 memiliki komposisi
54
mata pencaharian sebagai berikut: karyawan (negeri,TNI dan
swasta) sebanyak 3.624 orang, sektor pendidikkan 531 orang,
pedagang 3.689, buruh 261 orang dan jasa 75 orang. Tabel di
bawah ini secara jelas menggambarkan bagaimana komposisi mata
pencaharian masyarakat Manggarai Selatan sebagaimana tersebut
di atas.
Tabel 4.
Penduduk menurut mata pencaharian
Tingkat pendidikan suatu masyarakat jelas memainkan
peran penting dalam arus perubahan suatu masyarakat dalam
segala bidang. Tak terkecuali didalamnya (bahkan yang utama)
adalah tingkat perekonomian keluarga. Tingkat pendidikan akan
menentukan model perekonomian suatu keluarga dari mulai jenis
1 Karyawan1. Pegawai Negeri Sipil 8702. TNI 783. Swasta 2,676
5 Pendidikan 5316 Pedagang 3,6897 Tani 08 Pertukangan 09 Nelayan 0
10 Pemulung 011 Buruh 26112 Jasa 75
KeteranganJumlahPekerjaanNo
55
pekerjaannya, jumlah pendapatannya dan pola-pola usaha yang
dimainkan dalam memutar roda ekonomi mereka.
Tingkat pendidikan masyarakat Manggarai selatan
didominasi oleh tingkat SD untuk kemudian disusul oleh SMP dan
selanjutnya SMA. Pada tabel di bawah hal ini terlihat jelas
bagaimana strata pendidikan masyarakat Manggarai Selatan.
Tabel 5.
Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan
1 Taman Kanak-kanak 3992 Lulus Pendidikan Umum
1. Sekolah Dasar 12,6612. SMP/SLTP 8,0533. SMA/SLTA/SMK 5,5614. Akademi (D1-D3) 5575. Sarjana (S1-S3) 575
3 Lulusan Pendidikan Khusus1. Pondok Pesantren 952. Madrasah 1973. Pendidikan keagamaan lainnya 0
4 Buta huruf (latin)
KeteranganJumlahTingkat PendidikanNo
Jumlah 28,098
3. Kondisi Sosial Keagamaan
Sebagaimana diketahui bahwa penduduk beragama Islam
menjadi pendudk mayoritas di Indonesia termasuk di Kota Jakarta.
Di kelurahan Manggarai Selatan agama Islam juga menjadi agama
yang dipeluk oleh mayoritas penduduk. Dari kompsisi ini maka
56
tidak aneh jika rutinitas kegiatan keagamaan, dalam hal ini Islam,
sangat terasa di keluarahan Manggarai selatan. Kegiatan
keagamaan dalam berbagai perayaan dan skala seperti maulid,
pengajian-pengajian, dakwah, takblig akbar dll, sangat mudah
dijumpai di kelurahan ini dalam setiap kondisi dan situasi.
Beberapa ulama terkenal dan cukup berpengaruh di
masyarakat bertempat tinggal di keluarahan Manggarai Selatan. Di
antara mereka yang menonjol adalah KH. Abdul Rasyid Abdullah
Syafi’ie, KH. Saman Husni dan KH. Zaki Mubarok MA. Mereka
ini mengayomi kehidupan masyarakat Manggarai Selatan dalam
tiap kesempatan di masjid dengan rutin pada jadwal pengajian yang
mereka buat atau dalam berbagai acara.
Pergesekan budaya atau salah paham terutama dalam hal
agama tidak pernah terjadi di kelurahan ini. Adapun sesekali
keributan terjadi seperti tawuran lebih dikarenakan hal sepele yang
terjadi antar satu kelompok atau satu sekolah yang sama sekali
alasannya bukan agama. Di Manggarai Selatan masyarakat yang
berbeda agama dapat hidup dengan rukun dan damai penuh
harmoni dengan masyarakat lainnya.
57
Tabel di bawah ini memperjelas komposisi agama yang
dipeluk penduduk Manggarai selatan.
Tabel 6.
Jumlah Penduduk Menurut Agama
1 Islam 27,1102 Kristen Protestan 5633 Kristen Katolik 3404 Hindu 355 Budha 50
Jumlah 28,098
KeteranganJumlahAgamaNo
Analisis Gender dan kontribusi Terhadap Ekonomi Keluarga
Kegiatan membuat kue kering secara umum diikuti oleh
kaum perempuan baik perempuan yang sudah menikah maupun
yang belum menikah. Alasan mereka mengikuti kegiatan pelatihan
tata boga (membuat kue kering) ini cukup beragam. Namun secara
rata-rata dapat dibagi menjadi tiga alasan. Ada yang mengikuti
untuk menambah skill atau keterampilan. Alasan ini biasanya
datang dari mereka yang belum menikah. Ada yang bertujuan
membantu ekonomi keluarga dalam hal ini menambah pemasukan
karena suaminya memiliki pendapatan kecil. Jelas sekali
pendapatan suami yang kecil tidak mencukupi untuk memutar roda
58
kehidupan di rumah. Ada juga yang menjadikan pelatihan sebagai
sarana yang pada waktunya menjadi mata pencaharian utama.
Alasan yang terakhir ini dilontarkan oleh mereka yang single
parent (orang tua tunggal yang ditinggal mati suaminya atau telah
bercerai) atau oleh istri yang memiliki suami pengangguran (tidak
bekerja).
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN ANALISIS
A. Tujuan – tujuan yang sudah dicapai PPMK dari kegiatan pelatihan
Tata Boga (Pembuatan Kue Kering)
Sebagaimana diketahui dan telah dijelaskan dalam landasan teori
skripsi ini bahwa PPMK merupakan sebuah sistem dan pola proses
perubahan yang dikehendaki dan direncanakan secara konseptual untuk
memberdayakan masyarakat yang mencakup seluruh aspek kehidupan
dan penghidupan masyarakat yang ada di Kelurahan. Terkait dengan hal
ini ada tiga jenis aspek yang diberdayakan dalam pembinaan melalui
PPMK yang disebut dengan
Tribina. Aspek-aspek tersebut yaitu pembinaan sosial, pembinaan fisik dan
pembinaan ekonomi. Pelatihan tata boga dalam hal ini pelatihan khusus
membuat kue kering yang menjadi objek penelitian peneliti ini sendiri
merupakan bagian dari program Bina sosial.
Tujuan Bina Sosial di dalam PPMK sendiri adalah dalam rangka
meningkatkan daya saing anggota masyarakat, meningkatkan peran serta
lembaga kemasyarakatan dalam menghimpun dan mengembangkan
kemampuan masyarakat dan meningkatkan kesetiakawanan sosial,
kepedulian sosial dan kerja sama antar unsur masyarakat.
59
Setelah program PPMK ini dilaksanakan, apakah tujuan-tujuan
tersebut telah tercapai? Kalau memang tercapai mana saja yang berhasil
dicapai?
Setelah menganalisis hasil wawancara dan observasi, peneliti di
lapangan selama penelitian ini ada temuan yang dapat peneliti tarik terkait
dengan tujuan-tujuan PPMK dalam hal pelatihan membuat kue kering.
Bapak Wahyono selaku pejabat kelurahan mengatakan bahwa
tujuan pelatihan ini diharapkan dapat berimbas pada peningkatan ekonomi
masyarakat1. Pak Bahcri selaku TPK di tingkat RW yang secara langsung
bersinggungan dengan peserta pelatihan mengatakan secara lebih spesifik
bahwa tujuan dari pelatihan ini dalam rangka pemberdayaan masyarakat
melalui usaha2. Namun pandangan kedua orang ini sama yaitu
peningkatan ekonomi sebagai standar pencapaian akhir.
Sedikit berbeda dengan dua orang di atas, dua pelatih yang terlibat
memberikan pelatihan membuat kue kering yaitu Ibu Yuyun dan Ibu Emi,
mengatakan sama bahwa tujuan pelatihan ini adalah agar peserta pelatihan
mampu membuat kue kering dan lain sebagainya yang terkait tata boga
dengan baik, tepat, terukur3. Artinya, dua pelatih ini memiliki fokus pada
peningkatan kemampuan peserta dalam hal keterampilan tata boga.
Fakta di atas secara tertulis berbeda. PPMK sendiri tujuan
utamanya pemberdayaan masyarakat. Sedangkan tujuan aspek bina
sosialnya diantaranya meningkatkan daya saing dan kemampaun
1 Bapak Wahyono, Wawancara Pribadi, Pejabat Kelurahan Manggarai Selatan, 20 Oktober 2009. 2 Bapak Bachri, Wawancara Pribadi, Tim Pemantau Kegiatan Tingkat RW, 9 Oktober 2009. 3 Ibu Yuyun dan Ibu Emi, Wawancara Pribadi, Pelatih Tata Boga, 9 Oktober 2009.
60
masyarakat. Hal ini berbeda dengan pejabat kelurahan dan TPK yang
mengatakan bahwa tujuannya peningkatan ekonomi. Bahkan dua pelatih
itu sendiri mengatakan tujuan pelatihan ini adalah meningkatkan
keterampilan peserta dalam hal tata boga.
Setelah menganalisis lebih dalam akhirnya peneliti menemukan
benang merah pada data ini. Fakta ini sama sekali tidak bertentangan.
Setidaknya dapat peneliti konklusikan (simpulkan) begini, tujuan PPMK
adalah pemberdayaan masyarakat. Salah satu indikator masyarakat yang
berdaya adalah kondisi peningkatan ekonominya. Dalam hal peningkatan
ekonomi itulah pelatihan ini berperan. Peserta yang ikut serta dalam
pelatihan diharapkan memiliki keterampilan atau mengalami peningkatan
keterampilan dalam bidang tata boga. Tentu saja dalam hal ini termasuk
keterampilan membuat kue kering. Dengan pembekalan keterampilan
inilah peserta diharapkan dapat meningkatkan ekonominya yang pada
akhirnya dapat dikatakan telah berdaya.
Menjawab pertanyaan di atas tentang tujuan mana yang sudah
tercapai dalam hal pelatihan membuat kue kering, maka menjadi absah
kalau penulis menyimpulkan inti dari pelatihan ini bertujuan
meningkatkan keterampilan atau kemampuan peserta dalam hal membuat
kue kering. Karena kemampuan ini akan berimbas pada peningkatan
ekonomi sebagai salah satu indicator berdayanya masyarakat.
Tercapaikan tujuan tersebut?
61
Peneliti meneliti 10 peserta yang telah mengikuti pelatihan ini.
Dari data ril di lapangan melalui observasi dan wawancara, peneliti
menemukan bahwa delapan (8) di antara sepuluh (10) peserta mengalami
peningkatan kemampuan dalam hal keterampilan membuat kue kering
bahkan lebih dari itu. Sedangkan sisanya, (2) dua orang lagi tidak
mengalami peningkatan yang signifikan. Hal ini mungkin dikarenakan
motivasi mereka yang kurang.
Berdasarkan data ini maka peneliti berkesimpulan bahwa tujuan
dari pelatihan membuat kue kering ini telah tercapai.
Tujuan Bina Sosial di dalam PPMK dalam rangka meningkatkan
daya saing anggota masyarakat, meningkatkan peran serta lembaga
kemasyarakatan dalam menghimpun dan mengembangkan kemampuan
masyarakat dan meningkatkan kesetiakawanan sosial, kepedulian sosial
dan kerja sama antar unsur masyarakat dengan sendirinnya telah terpenuhi.
B. Pengaruh Program Pelatihan Tata Boga (Pembuatan Kue Kering)
Pada Pengembangan Ekonomi Keluarga
Apakah dengan terpenuhi tujuan pelatihan sebagaimana dibahas
diatas secara otomatis memberikan kontribusi pada tingkat ekonomi
peserta? Harapan awal memang demikian. Sebagaimana judul penelitian
ini, apakah program PPMK dalam hal ini pelatihan membuat kue kering
akan memberikan pengaruh terhadap pengembangan ekonomi keluarga.
62
Secara teoritis tertulis, peningkatan skill individu seseorang yang
didapat dari pelatihan atau apapun itu pasti akan berimbas secara langsung
atau tak langsung pada peningkatan perekonomian atau kualitas
keberdayaan suatu keluarga. Bagaimanakah fakta di lapangan? Apakah
dengan terpenuhinya tujuan pelatihan secara otomatis perekonomi
keluarga terpengaruh.
Fakta di lapangan, sebagai hasil observasi peneliti mengatakan
bahwa dari sepuluh (10) peserta yang mengikuti pelatihan ini, lima (5)
diantaranya merasakan ekonomi keluarganya terpengaruhi. Tentu saja
tingkat pengaruh ini tidak sama, bertingkat-tingkat. Tentang apa saja yang
terpengaruh oleh pelatihan ini, akan di jawab pada point C dalam skripsi
ini.
Jika lima di antara sepuluh peserta menyatakan bahwa ekonomi
keluarganya terpengaruh setelah mengikuti pelatihan ini maka sebaliknya,
5 di antara peserta tersebut mengatakan bahwa ekonomi keluarganya tidak
terpengaruh. Baik sebelum atau sesudah, ekonomi mereka tidak terdorong
ke tingkat yang lebih baik oleh adanya pelatihan ini. Jadi sebelum atau
sesudah pelatihan membuat kue kering, ekonomi 5 peserta ini stagnan,
tidak berubah atau dengan kata lain tidak terpengaruh.
Pertanyaannya, kenapa hal ini sampai terjadi. Banyak faktor yang
memang mempengaruhi perkembangan ekonomi keluarga. Tetapi bukan
tempatnya untuk menganalisis secara general atau spasifik dalam skripsi
ini. Peneliti hanya melihat faktor yang terkait dengan pelatihan ini.
63
Dari hasil analisis, peserta yang ekonominya terpengaruh adalah
mereka yang setelah mengikuti pelatihan menindak lanjuti kemampuannya
ini dengan mulai memproduksi kue-kue dan menjualnya. Tetapi faktor ini
bukan satu-satunya. Selain pemasukan dari produksi kue-kue yang dijual,
mereka juga menambahkan faktor lain seperti kekerabatan dan moment.
Faktor kekerabatan misalnya, mereka memasarkan kue-kue hasil
produksinya ke kantor-kantor karena adanya keluarga atau kawan sejawat
yang bekerja di kantor tersebut. Sedangkan faktor moment, sebagaimana
kita ketahui, lebaran adalah moment penjualan kue yang paling signifikan
memberikan pengaruh. Bahkan ada peserta yang mengatakan bahwa hanya
terpengaruh dikarenakan moment lebaran ini. Dua faktor ini mendorong
proses penjualan yang nantinya akan berimbas pada pemasukan.
Lalu bagaimana dengan orang-orang yang tak mengalami perubahan
atau dengan kata lain tidak terpengaruh kondisi perekonomiannya setelah
mengikuti pelatihan ini. Faktor pertama jelas modal. Membuat kue perlu
modal. Inilah yang mereka tidak punya. Sebenarnya hal ini sangat aneh.
Dalam wawancara dengan pejabat kelurahan Drs. Wahyono, Beliau
mengatakan bahwa peserta bisa meminjam dana bergulir selama setahun
dari PPMK sub bina ekonomi. Apakah peserta ini tidak tertarik mengambil
pinjaman atau ada sesuatu lebih mendalam dan mendetail. Faktor kedua,
wanan dengan yang diatas. Mereka tidak memiliki jaringan untuk
memasarkan hasil-hasil produksi kue-kue tersebut. Faktor ketiga karena
niat peserta yang memang hanya sekedar iseng dalam mengikuti pelatihan
64
ini. Jadi, setelah selesai mengikuti pelatihan selesai begitu saja. Mereka
hanya menggunakan kemampuannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga
sendiri. Bahkan ada yang mengikuti pelatihan ini hanya sekedar iseng
sambil berniat mengembangkan wawasan dan memenuhi rasa ingin tahu.
C. Kebutuhan Individu Yang Telah Terpenuhi Setelah Mengikuti
Progaram Pelatihan Tata Boga (Pembuatan Kue Kering)
Pangan, sosial dan hiburan. Ketiga kebutuhan akan hal itulah yang
terpenuhi sebagai akibat dari pelatihan ini. Bukan berarti terpenuhi secara
maksimal tetapi terpenuhi secara berkala dan bertingkat. Antara satu
peserta dengan peserta lainnya berbeda tingkat pemenuhan kebutuhannya.
Perlu diketahui bahwa peserta-peserta yang mengikuti pelatihan ini
adalah peserta yang tingkat ekonominya lumayan kalau enggan dikatakan
mapan. Suami mereka semuanya rata-rata bekerja, bahkan ada diantara
mereka yang sudah memiliki usaha dan kegiatan mendiri selain sebagai
Ibu Rumah Tangga. Hal ini sesuai dengan pengakuan mereka ketika
diwawancarai. Peneliti sendiri melihat kondisi keluarga mereka dalam
kondisi yang baik, sehat dan cukup.
Jika demikian, fungsi pelatihan ini memang benar-benar dalam
rangka meningkatkan perekonomian, bukan memberdayakan dalam arti
yang sesungguhnya. Sebab kenyataan di lapangan peneliti simpulkan
sudah cukup berdaya. Mereka bukan orang miskin tapi orang yang cukup.
Namun tidak menutup kemungkinan untuk ditingkatkan.
65
Dalam hal pangan, peserta mengatakan bahwa pemasukan ekonomi
mereka sebagi akibat dari pengaruh pelatihan ini ikut serta menambah
kebutuhan akan pangan. Bukan cuma sekedar untuk tambah-tambah uang
belanja tapi juga bisa buat jajan anak-anaknya.
Terkait dengan kebutuhan sosial, peneliti berasumsi bahwa
kebutuhan ini adalah kebutuhan dasar manusia yang harus terpenuhi.
Kebutuhan ini berupa kebutuhan pergaulan dan pengakuan oleh
masyarakat bahwa dirinya ada dan diakui sebagai anggota dari komunitas
tersebut. Dari mana peneliti menarik kesimpulan bahwa kebutuhan
individu akan hal sosial ini terpenuhi ketika terjdi pelatihan? Silaturahmi.
Itulah jawabannya.
Dalam pelatihan ini, semua peserta mengakui bahwa hubungan
mereka baik-baik saja, ada peningkatan dan lebih bisa saling menghargai.
Artinya ada ketersambungan silatuhrami antara anggota masyarakat
terutama yang menjadi peserta dalam pelatihan ini. Hal ini sebagai efek
tidak langsung dengan adanya pelatihan ini. Orang-orang saling bertemu
baik yang sudah kenal atau belum, mengadakan kegiatan bersama,
bercengkrama dan bergaul. Secara langsung hal ini mempererat tali
silaturahmi social kemasyarakatn mereka, menambah pemahan dan
menambah perasaan saling memiliki dan menghargai.
Bagimana dengan hiburan? Analisis peneliti terhadap fakta di
lapangan mengatakan bahwa, hampir sama dengan hal kebutuhan social,
kegiatan ini bukan kegiatan wajib yang menuntut banyak hal. Mereka
66
cukup datang, mendaftar dan ikut. Tak ada tuntutan apapun atau mesti
bagaimana peserta nantinya. Cukup datang saja dan mulai berlatih.
Lalu apa hubungannya?
Rutinitas rumah jelas membuat banyak kaum ibu jemu. Untuk
menghilangkan daya tekan stress dan kejenuhan setiap orang
membutuhkan kelenturan diri, mengekpresikan emosi, tertawa atau dalam
pengertian yang lebih umum, refresing. Refresing menjadi agenda hiburan
yang penting buat mempertahankan daya berpikir dan ketangguhan
seseorang dalam menghadapi berbagi rutinitas kerjanya. Dalam hal inilah
pelatihan ini, secara tidak langsung memberikan hal itu. ibu-ibu berlatih
bercanda. Sungguh sebuah refresing, coolingdown yang murah, dekat dan
sederhana. Belum lagi, setelah mengikuti pelatihan ini mereka mendapat
tambahan keterampilan dan dapat menjalin hubungan silaturahmi. Maka
dari fakta ini penulis menarik kesimpulan itu, kseimpulan bahwa
kebutuhan akan hiburan secara tidak langsung terpenuhi oleh adanya
pelatihan ini.
D. Hasil Jangka Panjang Dari Kegiatan Pelatihan Tata Boga
(Pembuatan Kue Kering)
Dari wawancara dengan pejabat kelurahan dan juga dengan dua
orang pelatih dapat diambil kesimpulan bahwa program jangka panjang
yang mereka harapkan adalah:
67
68
1. Adanya pelatihan jangka panjang yang berkala dan terus menerus
dengan berbagai resep dan variasi kegiatan lainnya.
2. Adanya kelompok usaha bersama yang dikelola secara profesional
Bagaimanakah fakta di lapangan? Apakah dua program jangka
panjang terpenuhi?
Dari hasil wawancara, terbukti fakta yang membuat peneliti kurang
bergairah. Ternyata dua program jangka panjang yang diharapkan terjadi
ini tidak terpenuhi atau belum terwujud sama sekali.
Untuk tetap mempertahankan kemampuan dari skill yang sudah
dibina atau mengembangkannya, para peserta mengajarkan anak-anak
mereka dan juga tetangga mereka prihal keterampilan membuat kue yang
didapat datri pelatihan. Disamping itu, ada di antara peserta yang mencoba
resep-resep baru sendiri dengan membeli majalah dan mencobanya.
Berbekal keterampilan awal saat pelatihan Alhamdulillah, kemampuan itu
terus berkembang.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis pada bab IV tentang evaluasi hasil dari
pelatihan membuat kue kering, peneliti menarik kesimpulan-kesimpulan
sebagai berikut:
1. Tujuan pelatihan membuat kue kering yaitu dalam rangka
meningkatkan skill individu dalam membuat kue kering dapat
dikatakan tercapai bahkan maksimal. Hal ini ditandai dengan
pengakuan seluruh peserta pelatihan bahwa kemampuan
mereka mengalami peningkatan setelah mengikuti pelatihan
membuat kue kering.
2. Walaupun tujuan pelatihan telah tercapai namun tidak secara
otomatis mempengaruhi perekonomian keluarga yang
menjadi peserta pelatihan. Tercatat hanya setengah dari
peserta pelatihan yang ekonominya terpengaruh sebagai
akibat dari adanya pelatihan ini. Sisanya sama sekali tidak
terpegaruh oleh adanya pelatihan ini.
3. Kebutuhan individu yang terpenuhi sebagai akibat dari
pelatihan membuat kue kering ini adalah kebutuhan terkait
dengan hal pangan, kebutuhan sosial di tengah masyarakat
yang ditendai dengan terjalinnya silaturahmi dan hiburan
69
yang secara tidak langsung terjadi ketika pelatihan ini
dilaksanakan.
4. Sedangkan program jangka panjang yang tampak dari
pelatihan ini hampir dikatakan tidak ada. Peserta yang ikut
serta dalam pelatihan ini hanya mengambangkan
kemampuannya untuk kebutuhan individu dan mengajarkan
keluarga serta tetangga dekat. Untuk membuka usaha secara
berkelompok dan pelatihan secara berkala dan bertingkat
sama sekali belum terwujud.
B. Saran
Berdasarkan analisis dan kesimpulan peneliti diatas terkait
Program PPMK dalam pelatihan membuat kue kering, maka saran-saran
berikut perlu peneliti ajukan, yaitu:
1. PPMK dalam hal ini pelatihan membuat kue kering (tata
boga) hendaknya tidak berhenti dengan berakhirnya
pelatihan. Perlu diadakan pendampingan setelah pelatihan
terhadap peserta tersebut untuk terus mengambangkan
talenta mereka. Karena disamping tujuan pelatihan yang
berupa peningkatan kemampuan masih ada yang perlu di
selesaikan yaitu memberdayakan/meningkatkan ekonomi
keluarga peserta secara kongkrit dengan memanfaatkan
70
71
kemampuan peserta tersebut yang diperoleh dari pelatihan
ini.
2. Memberikan pinjaman modal secara bergulir kepada
peserta untuk mengembangkan usaha sebagai akibat dari
kelanjutan pelatihan ini. Tentunya dengan diadakan
pendampingan secara profesional. Di samping itu harus
dilakukan dengan mudah, efisien, efektif dan tepat sasaran.
3. Hendaknya pelatihan dilakukan secara berkala dan
bertingkat. Bahkan kalau perlu diadakan juga pelatihan
wirausaha sebagai kemapuan tambahan untuk
mengambangkan usaha peserta dengan modal kemampuan
membuat kue kering dari pelatihan ini.
4. Pihak Keluarahan/dekel atau yang terkait khusus PPMK
hendaknya mengadakan kerja sama atau membangun
jaringan dengan pihak lain untuk mengadakan kerja sama
mutualisme terkait pengembangan usaha dari pelatihan ini
(kue kering).
5. Bisa juga pihak kelurahan mengadakan sebuah event
khusus/pameran hasil-hasil pelatihan membuat kue kering.
Dengan cara ini diharapkan hasil produksi peserta dikenal
masyarakat luas. Bukankah dengan begitu pasar akan
tercipta dengan sendirinya.
72
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Amrullah. Strategi Dakwah Islam di Tengah Reformasi Manuju Indonesia Baru dalam Memasuki Abad ke-21. Bandung: Makalah pada Sarasehan Nasional SMF Dakwah IAIN, 1999.
Al-Assal, Ahmad Muhammad dan Fathi Ahmad Abdul Karim. Sistem Prinsip dan
Tujuan Ekonomi Islam. Bandung: CV Pustaka Setia, 1999. Anshori, Endang Syaifuddin. Wawasan Islam Pokok-pokok Pikiran Tentang Islam
dan Ummatnya. Bandung: CV Pustaka Perpustakaan Salman ITB, 1983.
_______________. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta. Rieneka Cipta, 1993.
_______________. Penilaian Program Pendidikan, Jakarta: PT Bina Aksara, 1998.
Fachruddin, Muhammad Fuad. Ekonomi Islam. Jakarta: Penerbit Mutiara, 1982. Harahap, Syahril. Islam Konsep Implementasi Pemberdayaan. Yogyakarta: PT.
Tiara Wacana Yogya, 1999. Irawan, Elly. Dkk. Pengembangan Masyarakat, Jakarta: Penerbit Universitas
Terbuka. 1995 Machendrawaty, Nanih dan Agus A. Syafe’ie. Pengembangan Masyarakat Islam:
Dari Idiologi, strategi sampai tradisi. Bandung: Rosda Karya, 2001. Mannan, Muhammad Abdul. Teori dan Praktek Ekonomi Islam. Yogyakarta:
Dana Bhakti Wakaf, 1995. Munis Mulkan, Abdul. Humanisasi Agama dan Dakwah, Yogyakarta: 1999. __________________. Teologi Kebudayaan dan Demokrasi Modernisasi.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995. Murasa Sarkaniputra, Pengantar Ekonomi Islam. Bahan Pengajaran Ekonomi dan
Perbankan Syariah di IAIN Syahid Jakarta. 1999 Pemerintah Propinsi DKI Jakarta. Laporan Tahunan 2008, Kelurahan Manggarai
Selatan, 2008.
73
Petunjuk Teknis Program Pemberdayaan Masyarakat Kelurahan. Jakarta: Badan
Pemberdayaan Masyarakat Kotamadya Jakarta Selatan, 2008. Rudito, Bambang (ed). Akses Peran Serta Masyarakat; Lebih Jauh Memahami
Community Developmnet. Jakarta: ICDS, 2003. Rukminto Adi, Isbandi. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan
Intervensi Komunitas (Pengantar pada Pemikiran dan Pendekatan Praktis) Edisi Revisi. Jakarta: Lembaga Penerbit FE-UI, 2003.
___________________. Makalah tentang Pengembangan Masyarakat yang
disampaikan pada Work Shop “Program Com-Dev Comite, Fakultas Dakwah dan Komunikasi tanggal 23 September 2003.
Sutiyoso. PPMK Manual Proyek Propinsi DKI Jakarta, 2001. Soeharto, Edi. Metodologi Pengembangan Masyarakat: Jurnal Comdev. Jakarta:
BEMJ PMI, 2004. Srinivasan, Viji. Metode Evaluasi Partisipatoris, Dalam Walter Fernandes dan