ii EVALUASI DRUG THERAPY PROBLEMS PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN KANKER PARU YANG MENJALANI KEMOTERAPI DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA PERIODE 2006-2008 SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.) Program Studi Ilmu Farmasi Oleh : Denok Hafsari NIM: 058114152 FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2010
109
Embed
EVALUASI DRUG THERAPY PROBLEMS - repository.usd.ac.id · Pemberian obat-obatan kemoterapi memberikan efek samping mielosupresi. ... Sebanyak 16 kasus tidak terjadi DTPs. Kata kunci
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ii
EVALUASI DRUG THERAPY PROBLEMS
PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN KANKER PARU YANG
MENJALANI KEMOTERAPI DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA
PERIODE 2006-2008
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Denok Hafsari
NIM: 058114152
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
ii
EVALUASI DRUG THERAPY PROBLEMS
PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA PADA PASIEN KANKER PARU YANG
MENJALANI KEMOTERAPI DI RSUP DR. SARDJITO YOGYAKARTA
PERIODE 2006-2008
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Ilmu Farmasi
Oleh :
Denok Hafsari
NIM: 058114152
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2010
v
HALAMAN PERSEMBAHAN
Kupersembahkan karyaku ini untuk :
Bapaku yang baik yang ada setiap saat bersamaku
Papa dan mamaku tercinta
My lovely sista and brother
Keluarga rohaniku di Jogja
Sahabat dan teman-temanku
dan....
Almamaterku
Hellen Keller, seorang yang buta pernah ditanya, “Apa yang
lebih buruk daripada dilahirkan dengan kebutaan?” Dia menjawab,
“punya penglihatan tetapi tidak mempunyai visi/tujuan hidup”
(from buku Generasi Maximal).
Kegagalan boleh terjadi, namun tanpa bangkit kembali dan meneruskan
perjuangan tujuan hidup adalah suatu hal yang tidak boleh terjadi..
Keep FIGHTING only…!!
Segala perkara dapat kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan kepadaku
(Filipi 4 : 13).
vi
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yesus, karena hanya oleh anugerahNya penulis
dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Evaluasi Drug Therapy Problems
Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Kanker Paru Yang Menjalani Kemoterapi di
RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2006-2008” sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar sarjana farmasi pada program studi ilmu farmasi, Jurusan Farmasi,
Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Sejak awal pembuatan skripsi ini sampai penyelesaian, penulis telah
mendapatkan bantuan, motivasai, semangat, kritik dan saran dari berbagai pihak.
Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan visiNya dalam hidupku.
2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt.
3. dr. Fenty, MKes, Sp.PK. selaku dosen pembimbing I dan Maria Wisnu
Donowati, M.Si, Apt. selaku dosen pembimbing II yang telah memberikan
bimbingan, arahan, saran dan kritik selama penyusunan skripsi ini.
4. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt sebagai dosen penguji yang telah banyak memberi
saran dan masukan sehingga memperkaya pengetahuan penulis.
5. Bapak Ipang Djunarko, S.Si., Apt selaku dosen penguji yang memberi motivasi
membangun.
6. Para dosen, pegawai dan laboran di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
yang telah memberi bekal ilmu dan membantuku selama proses perkuliahan.
ix
INTISARI
Kanker paru merupakan penyebab kematian terutama pada pria, dan dapatpula terjadi pada wanita. Kemoterapi merupakan salah satu pengobatan kanker.Pemberian obat-obatan kemoterapi memberikan efek samping mielosupresi. Untukmenekan terjadinya infeksi, dibutuhkan antibiotika. Penggunaan antibiotika yangtidak tepat dapat menimbulkan resistensi. Penelitian ini bertujuan untukmengevaluasi penggunaan antibiotika pada pasien kanker paru yang menjalanikemoterapi di RSUP Dr. Sardjito periode 2006-2008.
Penelitian ini merupakan jenis penelitian non eksperimental denganrancangan deskriptif evaluatif yang bersifat retrospektif. Bahan penelitian yangdigunakan adalah lembar rekam medis pasien kanker paru di RSUP Dr. SardjitoYogyakarta periode 2006-2008.
Jumlah kasus yang dianalisis sebanyak 27 kasus. Kasus terbanyak adalahpasien berumur 41-50 tahun (37%) dan terjadi pada laki-laki (70%). Antibiotika yangpaling banyak digunakan pasien kanker paru adalah golongan sefalosporin generasiIII (47,73%), dengan bentuk sediaan paling banyak berupa sediaan serbuk injeksi(40,91%), dan jalur pemberian antibiotika paling banyak diberikan secara injeksi i.v.bolus (65,91%). Evaluasi Drug Therapy Problem pada pasien kanker paru diketahui4 kasus tidak perlu antibiotika, 3 kasus perlu antibiotika tambahan, 2 kasusantibiotika tidak tepat, 1 kasus dosis antibiotika terlalu rendah, dan 2 kasus indikasiADR. Sebanyak 16 kasus tidak terjadi DTPs.
Kata kunci : kanker paru, antibiotika, kemoterapi, Drug Therapy Problems
x
ABSTRACT
Lung cancer is the first death cause especially man, but lung cancer also canbecame of woman. Chemotherapy represent one of cancer medication give the sideeffect mielosupresi. To depress the happening of the infection, required by antibiotic.Imprecise use antibiotics can generate resistance. The aim of this research is toevaluate antibiotics use in chemotherapy lung cancer patients in RSUP Dr. SardjitoPeriod 2006-2008.
This research represent non-experimental type with the descriptiveevaluative with retrospective characteristic. Research substance used by medicalrecord sheet of lung cancer patients in RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta period 2006-2008.
Case amount analysed as much 27 cases. Found cases of most patients old,age 40-50 year (37%) and became of the men (70%). Antibiotics which is at mostused by lung cancer patients are from third generation of sefalosporin classes(47.73%), with the most dosage form are powder hypodermic (40.91%), andantibiotics given by i.v. bolus hypodermic (65.91%). Evaluation of Drug TherapyProblems for lung cancer patients is known 4 cases unnecessary therapy, 3 casesneed for additional therapy, 2 cases wrong drug, 1 case dosage too low, and 2 case ofADR. As much 16 cases are not happened DTPs.
Keywords : lung cancer, antibiotics, chemotherapy, Drug Therapy Problems
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.............................................................................................. ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING..................................................... iii
HALAMAN PENGESAHAN................................................................................ iv
HALAMAN PERSEMBAHAN............................................................................. v
PRAKATA............................................................................................................. vi
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA................................................................. viii
INTISARI............................................................................................................... ix
ABSTRACT........................................................................................................... x
DAFTAR ISI.......................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL.................................................................................................. xv
DAFTAR GAMBAR............................................................................................. xx
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................................... xxi
BAB I. PENGANTAR........................................................................................... 1
A. Latar Belakang.................................................................................................. 1
Faktor genetik juga berpengaruh pada risiko kanker paru dengan adanya
perubahan/mutasi beberapa gen yang berperan, yaitu : proto onkogen, tumor gen
supresor, enkoding enzyme gene (Sudoyo, et al., 2002).
5. Gejala
Gejala paling umum yang ditemui pada penderita kanker paru adalah batuk
yang terus menerus atau batuk hebat, dahak berdarah, berubah warna dan makin
banyak, napas sesak dan pendek-pendek, sakit kepala, nyeri atau retak tulang dengan
sebab yang tidak jelas, kelelahan kronis, kehilangan selara makan atau turunnya berat
badan tanpa sebab yang jelas, suara serak/parau, pembengkakan di wajah atau leher.
Gejala pada kanker paru umumnya tidak terlalu terlihat, sehingga
kebanyakan pasien kanker paru yang mencari bantuan medis telah berada dalam
stadium lanjut. Stadium awal sering ditemukan tanpa sengaja ketika seseorang
melakukan pemeriksaan kesehatan rutin (Anonim, 2008c).
6. Patogenesis
Karsinoma paru muncul dari sel epitel bronki yang telah didapatkan dari
unsur genetik dan dapat menghasilkan macam-macam fenotipe. Sejarah kanker paru
dimulai dengan lebih banyaknya sel normal terkena karsinogen, yang menyebabkan
inflamasi kronis, yang akhirnya membawa perubahan genetik dan sitologi yang
berkembang menjadi karsinoma. Kanker paru dihitung sebagai perubahan molekuler
yang tidak hanya berpengaruh pada perpindahan dari sel normal ke sel yang
12
membahayakan tetapi juga mempengaruhi perkembangan penyakit, respon terapi,
dan prognosis pasien (Finley dan Mccune, 2005).
Karsinoma bronkogenik terbagi atas kategori histologi yang mempunyai
implikasi klinik yang berbeda. Disamping perbedaan-perbedaan ini, tampak
gambaran-gambaran seperti berikut : timbul dalam lapisan epitel bronkus utama
biasanya dekat hilus paru; semua ada hubungannya dengan asap rokok, paling sering
adalah jenis skuamosa dan karsinoma sel kecil; semuannya neoplasama agresif,
invasi lokal, yang dapat mengadakan metastase jauh (terutama varian sel kecil) yang
dapat ke hepar, adrenal, otak dan tulang, tetapi hampir semua organ dalam tubuh
dapat terkena; semua, terutama kanker jenis sel kecil, mempunyai kapasitas
mensintesis produk bioaktif yang menimbulkan sindrom paraneoplastik (Stanley,
1995).
7. Klasifikasi kanker paru
World Health Organisation (WHO) mengklasifikasikan kanker paru yang
telah diterima oleh seluruh dunia. Empat tipe sel utama karsinoma (sel squamous,
adenokarsinoma, karsinoma sel besar, dan karsinoma sel kecil) dihitung lebih dari
semua tumor paru. Dalam istilah strategi dan seluruh prognosis, adenokarsinoma, sel
squamous, dan karsinoma sel besar dikelompokkan bersama dan disebut sebagai Non
Small Cell Lung Cancer (NSCLC). Meskipun tipe paling umum, karsinoma sel
squamous terhitung lebih rendah 30% dari semua kanker paru. Karsinoma sel
squamous lebih tinggi terjadi pada perokok dan diantaranya laki-laki yang
dihubungkan dengan penggunaan tembakau.
13
Meskipun tumbuh dengan cepat, tetapi sebagian besar karsinoma sel
squamous cenderung berkembang dengan lambat dan hanya terbatas pada paru
(khususnya pada tahap awal penyakit). Beberapa tumor menyebar ke hilar, limfa
mediastinum, hati, kelenjar adrenal, ginjal, tulang, dan saluran pencernaan.
Adenokarsinoma merupakan tipe yang paling umum kanker paru di
Amerika, 40% dari semua kasus. Hasil yang didapat kejadian kanker paru meningkat
pada wanita, cenderung lebih banyak adenokarsinoma dibanding kanker epidermoid.
Tumor ini biasanya berada dibagian tepi paru dan dibedakan secara patofisiologi,
penyebarannya lebih dini (sering sebelum diagnosis tumor tahap awal) dan menyebar
secara luas termasuk di paru, hati, tulang, kelenjar adrenal, ginjal dan sistem saraf
pusat. Hasilnya, prognosis adenokarsinoma lebih buruk daripada karsinoma sel
squamous.
Karsinoma sel besar merupakan tumor anaplastik. Tumor ini hanya 15%
dari semua kanker paru. Tumor ini cenderung besar, muncul ditepi paru, cenderung
menyebar di daerah yang sama dengan karsinoma sel squamous dan juga
prognosisnya buruk.
Karsinoma sel kecil kira-kira 20% dari semua tumor paru. Hampir semua
kasus dihubungkan dengan sejarah merokok. Yang membedakannya pada proliferasi
sel neoplastik dengan nukleus bulat atau oval. Tumor ini muncul dibagian pusat paru
tetapi juga ditemukan di tepi paru. Karsinoma sel kecil sangat agresif dan tumor yang
pertumbuhannya cepat kira-kira 60-70% (Finley and Mccune, 2005).
14
8. Diagnosis
Pemeriksaan histopatologis merupakan baku emas diagnosis kanker paru.
Pemeriksaan sitologi sputum merupakan pemeriksaan rutin bila pasien ada keluhan
batuk dan gambaran klinisnya dicurigai suatu keganasan. Pemeriksaan sputum
sitologi tidak selalu positif, tergantung pada letak kanker tersebut. Pada kanker paru
yang letaknya sentral, pemeriksaan sputum yang baik dapat memeberikan hasil
sampai 67-85% pada karsinoma sel skuamosa.
Langkah awal dengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
teliti, selanjutnya pemeriksaan foto thoraks. Apabila ditemukan lesi, bila fasilitas
ada, dengan teknik positron emission tomography (PET) dapat dibedakan tumor
jinak dan ganas. Bila tidak ada fasilitas PET, dapat langsung dilakukan pemeriksaan
CT scan thoraks dengan kontras sehingga lokasi lesi tampak jelas. Untuk lesi yang
letaknya perifer biopsi transtorakal/aspirasi dengan tuntutan USG ataupun CT scan
akan memberikan hasil yang lebih baik. Untuk yang letaknya sentral lebih baik
dilakukan pemeriksaan bronkoskopi dengan biopsi, aspirasi, sikatan, dan bilasan.
dari spesimen-spesimen tersebut dilakukan pemeriksaan sitologi atau histopatologi.
Setelah jelas ditemukan sel keganasan melalui histopatologi selanjutnya menentukan
staging dengan melalui beberapa pemeriksaan, diantaranya USG abdomen atau CT
scan abdomen, CT scan otak, dan bone scan (Sudoyo, et al., 2002).
9. Stadium
Penentuan stadium penting sebelum dilakukan pengobatan. Beberapa
penulis mengajukan klasifikasi stadium, namun yang banyak dipergunakan adalah
15
sistem TNM menurut AJC (American Joint For Cancer Staging) yang telah direvisi
tahun 1986 (Tambunan, 1995).
Tabel I. Sistem TNM Untuk Karsinoma Paru Menurut AJC (1986)(Tambunan, 1995).
TNM InterpretasiT Tumor primerTo Tidak terbukti adanya tumor primerTx Occult carcinoma, sekresi bronkopulmuner mengandung sel ganas, tetapi tidak
dapat dibuktikan adanya tumor primerTIS Karsinoma in situT1 Diameter tumor 3 cm atau kurang, dikelilingi jaringan paru atau pleura viseralis
dan pada bronkoskopi tidak terlihat perluasan tumor ke bagian proksimalbronkus lobaris.
T2 Diameter tumor lebih dari 3 cm atau tumor berbagai ukuran yang menyebar keberbagai pleura atau disertai atelektasis atau pneumonitis obstruktif yangmenyebar sampai pada hilus. Pada bronkoskopis terlihat tumor meluas sampaike proksimal bronkus lobaris atau paling sedikit 2 cm di sebelah distal karina.Atelektasis atau pneumonitis obstruktif yang meliputi kurang dari satu bagianparu dan tidak disertai efusi dalam pleura.
T3 Tumor dengan berbagai ukuran disertai perluasan ekstrapulmonal misalnyapada pleura perietalis, dinding toraks, diagfragma, mediastinum, perikardium,atau pada bronkoskopi tumor meluas sampai ke bronkus utama kurang 2 cmdari sebelah distal karina. Atau setiap tumor yang disertai atelektasis ataupneumonitis obstriktif yang meliputi semua bagian dari satu paru atau adanyaefusi dalam pleura.
N Metastasis ke KGB regionalNo Tidak terdapat metastasis pada KGB regionalN1 Adanya metastasis pada KGB peribronkial atau daerah hilus ipsilateral atau
keduanya termasuk metastasis perkontinuitatum.N2 Adanya metastasis pada KGB mediastinum atau supraklavikulerM Metastasis jauhMo Tidak ada metastasis pada organ-organ jauhM1 Ada metastasis pada organ jauh misalnya otak, tulang, hati dan ginjal
Tabel II. Klasifikasi Stadium Klinis Karsinoma Paru Menurut AJC (1986)(Tambunan, 1995).
Stadium KriteriaOccult Tx No MoI T1 No Mo; T1 N1 Mo; T2 No MoII T2 N1 MoIII T3 dengan setiap N dan M
N2 dengan setiap T dan MM1 dengan setiap T dan N
16
B. Pengobatan Suportif pada Kanker Paru
Pengobatan suportif penting pada pasien kanker paru karena data
metaanalisis menunjukkan bahwa walaupun bermacam-macam protokol pengobatan
memberikan respon yang berbeda bermakna, namun tidak dapat dilihat adanya
perbedaan yang berarti dalam harapan hidup. Keberhasilan mencapai kualitas yang
baik lebih penting daripada mencapai pengecilan ukuran tumor tetapi kualitas hidup
pasien buruk.
Perlu selalu diingat bahwa apapun jenis pengobatan yang diberikan baik
pembedahan, radiasi, apalagi sitostatika hasilnya akan lebih baik apabila pasien
berada dalam keadaan prima. Karena itu pengobatan suportif menduduki peranan
yang amat penting pada jenis kanker ini, lebih-lebih bila diputuskan akan
memberikan sitostatika karena pendeknya rentang antara dosis toksik dengan dosis
tidak efektif.
Seperti pasien kanker lainnya, pasien kanker paru juga memerlukan
pengobatan suportif umum yang terutama terdiri atas pencegahan dan pengobatan
infeksi, pengobatan nyeri, pemberian transfusi serta pencegahan dan perbaikkan
fungsi berbagai organ, yang tak kalah pentingnya adalah aspek nutrisi. Untuk
diperhatikan beberapa kriteria yang dipakai sebagai landasan pengobatan nutrisi
suportif pada pasien kenker antara lain :
a. bila pasien tidak mampu untuk mengkonsumsi 1000 kalori per hari.
b. bila terjadi penurunan berat badan > 10 % berat badan pasien sebelum sakit.
c. kadar albumin < 3,5 g %
17
d. kadar transferin menurun, dan
e. ada tanda-tanda penurunan daya tahan tubuh.
Pengobatan suportif khusus pada kanker bergantung pada dampak langsung
kanker tersebut terhadap organ tubuh lainnya. Dampak kanker paru terhadap organ-
organ lain dapat dibagi atas beberapa kelompok gejala :
a. gejala yang diakibatkan oleh pertumbuhan tumor primer ke arah sentral atau
endobronkial. Dapat berupa : batuk, batuk darah, stridor, sesak nafas, dan
pneumonitis yang diakibatkan oleh obstruksi.
b. gejala yang diakibatkan oleh pertumbuhan tumor primer ke arah perifer. Dapat
berupa : nyeri pleura batuk sesak nafas, atau sindrom abses paru kavitas tumor.
c. gejala yang dihubungkan dengan penyebaran regional tumor di dalam thoraks
secara langsung atau metastasis melalui kelenjar limfe regional. Dapat berupa :
Dari hasil penelitian yang diperoleh, maka didapatkan bahwa jalur
pemberian dari sediaan antibiotika yang paling banyak adalah melalui injeksi
intravena bolus. Hal ini menggambarkan bahwa efek terapi yang diharapkan cepat
tercapai. Dapat disimpulkan bahwa terdapat korelasi antara bentuk sediaan dan jalur
penggunaan antibiotika.
C. Evaluasi Penggunaan Antibiotika Berdasarkan
Drug Therapy Problems (DTPs)
Tujuan dari suatu proses terapi yang utama adalah sutu terapi yang aman
dan tercapainya efek terapetik. Untuk tercapainya keberhasilan terapi ini, maka
masalah-masalah yang berhubungan dengan obat harus diminimalkan. Permasalahan
farmasi klinik dalam pemakaian obat sering muncul dalam terapi. Peristiwa atau
permasalahan yang tidak diinginkan dan yang potensial terjadi tersebut dirumuskan
sebagai Drug Therapy Problems (DTPs). Oleh karena itu pada penelitian ini
dilakukan evaluasi Drug Therapy Problems penggunaan antibiotika pada pasien
kanker paru yang menjalani kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode
2006-2008 untuk mengetahui ada tidaknya kejadian Drug Therapy Problems (DTPs)
yang berkaitan dengan penggunaan antibiotika pada pasien kanker paru yang
menjalani kemoterapi.
60
Dalam penelitian ini diperoleh 27 kasus. Sebanyak 15 kasus mengalami
leukositosis disertai dengan kenaikan netrofil. Ini merupakan akibat dari respon
terhadap infeksi, toksik, dan peradangan, juga terjadi keganasan, khususnya
payudara, ginjal, pari-paru, dan karsinoma metastatik (Price and Wilson, 1984). Total
kasus dengan jumlah leukosit dan netrofil normal sebanyak 5 kasus. Sedangkan
sisanya, sebanyak 7 kasus mengalami hal sebagai berikut : 1 kasus hanya mengalami
leukositosis tanpa disertai kenaikan netrofil, 2 kasus mengalami kenaikan netrofil
tanpa leukositosis, 2 kasus mengalami leukositopenia disertai dengan netropenia, 1
kasus hanya mengalami leukositopenia tanpa netropenia, dan 1 kasus hanya
mengalami netropenia tanpa leukositopenia.
Dari 27 kasus kanker paru rawat inap yang meperoleh terapi antibiotika dan
menjalani kemoterapi, jumlah kasus yang tidak terjadi DTPs sebanyak 16 kasus,
sedangkan jumlah kasus yang mengalami DTPs yaitu sebanyak 11 kasus. Dalam satu
kasus dapat terjadi satu atau lebih dari satu DTPs.
Evaluasi DTPs ini dilakukan dengan menganalisis data menggunakan
analisa Subyektif, Obyektif, Assessment, Rekomendasi. Masing-masing analisa kasus
dicantumkan dalam tabel analisis DTPs penggunaan antibiotika pada pasien kanker
paru yang menjalani kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2006-
2008, pada lampiran 1. Berikut ini adalah jenis DTPs yang terjadi pada setiap kasus :
61
1. Terapi antibiotika yang tidak perlu
Tabel VIII. Kasus DTPs Antibiotika yang Tidak Diperlukan pada Terapi Kanker Paruyang Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2006-2008
Kasus Jenisantibiotika
Assessment Rekomendasi
3, 7,18
Seftriakson Pada kasus 3 Penggunaanantibiotika seftriakson kurangtepat karena suhu tubuh normaldan hasil laboratorium awal belumterjadi kenaikan netrofil, meskipunkemudian terjadi kenaikannetrofil.
Pada kasus 7 penggunaanantibiotika seftriakson tidak tepat,karena tidak ada indikasi yangmenunjukkan perlunya antibiotikasebagai anti infeksi.
Pada kasus 18 penggunaanantibiotika seftriakson di awalsudah tepat dan diduga sebagaiantibiotika kuratif, namunkemudian diberikan seftazidimpadahal suhu tubuh dan hasillaboratorium kedua tidakmenunjukkan tanda-tanda infeksi.
Pada kasus 3 dan 7sebaiknya terusdilakukan monitoringdata laboratorium dantanda-tanda infeksi. Bilakemudian muncul tanda-tanda infeksi, antibiotikadapat diberikan.
Pada kasus 18 sebaiknyaterus dilakukanmonitoring datalaboratorium dan tanda-tanda infeksi.
20 Sefadroksil Penggunaan sefadroksil kurangtepat karena dari hasil laboratoiumtidak ada kondisi klinis yangmenunjukkan infeksi.
Sebaiknya pemberiansefadroksil dihentikanuntuk menghindari ADRyang mungkin terjadipada penggunaan jangkapanjang
Pada penelitian ini terdapat 4 kasus yang mengalami DTPs berdasarkan
terapi antibiotika yang tidak perlu, maksudnya adalah tidak adanya indikasi medis
yang valid untuk terapi obat yang digunakan saat itu, banyaknya pemakaian banyak
obat untuk kondisi tertentu padahal hanya memerlukan terapi obat tunggal ataupun
kondisi medis yang lebih sesuai diobati tanpa terapi obat antibiotika.
2. Perlu terapi antibiotika tambahan
Pada kasus ini perlunya terapi antibiotika tambahan dikarenakan adanya
indikasi penyakit yang tidak diberikan terapi. Hal ini terlihat dari adanya tanda-tanda
sedang); < 500/µL (risiko infeksi berat) (Anonim,2010). Jumlah kasus yang
ditemukan berdasarkan perlunya terapi tambahan pada penelitian ini sebanyak 3
kasus yang terangkum dalam tabel berikut :
Tabel IX. Kasus DTPs yang Perlu Terapi Antibiotika Tambahan pada TerapiKanker Paru yang Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode 2006-2008Kasus Jenis
antibiotikaAssessment Rekomendasi
9 dan16
Seftriakson Pada kasus 9 dan 16 penggunaanantibiotika seftriakson sudah tepatsebagai antibiotik kuratif, namun masihperlu diberikan terapi karena dari hasillaboratorium selanjutnya masihmenunjukkan leukositosis
Pada kasus 9 dan 16sebaiknya penggunaanseftriakson dilanjutkansampai hasillaboratorium mencapainilai normal
21 Levofloksasin Penggunaan antibiotika levofloksasinsudah tepat, namun pemberian dapatdikatakan terlambat karena dua harisebelumnya hasil laboratoriummenunjukkan leukositosis dan kenaikannetrofil.
Sebaiknya pemberianlevofloksasin diberikanlebih di awal terapi.
3. Terapi antibiotika yang tidak tepat
Tabel X. Kasus DTPs Antibiotika yang Tidak Tepat pada Terapi Kanker Paru yangMenjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode 2006-2008Kasus Jenis
antibiotikaAssessment Rekomendasi
14 Seftriakson Pemberian antibiotika seftriaksondan azitromisin yang hampirbersamaan diduga sebagaipenatalaksanaan setelah pasienmenjalani punksi pleura yangberpotensi terjadi infeksi, namunsebaiknya hanya dipilih salah satusaja.
Sebaiknya hanya diberikanantibiotika azitromisin yanglebih aktif pada infeksi salurannafas yang diduga terjadikarena punksi pleura.
24 Azitromisin Pemberian pemberian azitromisinyang diberikan ditengah terapikurang tepat.
Sebaiknya azitromisin tidakperlu diberikan sebagai terapitambahan, karena azitromisintidak efektif apabila tujuanpemberian sebagai terapikombinasi.
63
Terapi antibiotika yang tidak tepat pada analisis DTPs ini adalah terapi
antibiotika yang bukan merupakan obat yang paling efektif terhadap masalah medis
yang dialami, kondisi medis terbiaskan dengan adanya obat, bentuk sediaan obat
tidak sesuai, dan obat tidak efektif terhadap indikasi yang dialami. Dari 27 kasus
yang ada, ditemukan 2 kasus yang mengalami DTPs berdasarkan terapi antibiotika
yang tidak efektif yaitu pada kasus 14 dan 24.
4. Dosis terapi antibiotika yang terlalu rendah
Tabel XI. Kasus DTPs Dosis Antibiotika yang Terlalu Rendah pada Terapi KankerParu yang Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2006-2008
Kasus Jenisantibiotika
Assessment Rekomendasi
21 Levofloksasin Durasi penggunaanlevofloksasin kurang dari7 hari.
Levofloksasin efektif dengandosis 500 mg tiap 24 jam selama7-14 hari. Sebaiknya diberikanantibiotika sebagai terapilanjutan rawat jalan sepertisiprofloksasin 2 x 500 mg.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemberian antibiotika seftriakson,
amoksiklav dan levofloksasin kurang dari 7 hari yang dapat berpotensi menimbulkan
resistensi pada penggunaan jangka panjang, sehingga perlu adanya penambahan
penggunaan antibiotika setidaknya sampai 7-14 hari (Godwin, 2005).
5. Indikasi adverse dug reaction
Indikasi adverse drug reaction menyangkut interaksi obat yang
menyebabkan reaksi yang tidak diinginkan yang tidak berhubungan dengan besarnya
dosis, adanya regimen dosis atau berubah sangat cepat, obat menyebabkan alergi dan
obat kontraindikasi terhadap faktor risiko.
64
Tabel XII. Kasus DTPs Antibiotika yang Memiliki Indikasi ADR pada Terapi KankerParu yang Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2006-2008Kasus Jenis
antibiotikaAssessment Rekomendasi
13 Seftriakson6 Siprofloksasin
Pada kasus 6 dan 13 pemberianseftriakson dan siprofloksasinberpotensi menimbulkan efeksamping berupa rasa tidak enakpada saluran cerna, mual danmuntah.
Sebaiknya bila perlu diberilanantiemetik untuk mengatasiindikasi ADR sepertimetoklopramide 10mg/2mlkarena akan lebih efektifuntuk pasien dengan keluhanmual dan muntah.
Pada kasus ADR di atas efek samping memang belum terjadi pada pasien,
sehingga penulis mengemukakan adanya potensi efek samping yang mungkin akan
muncul. Oleh karena itu, direkomendasikan pemberian antiemetik (metoklopramide
1A/8jam) mengingat riwayat mual atau muntah yang pernah dialami oleh pasien.
6. Dosis terapi antibiotika yang berlebihan
Pada kasus ini tidak ditemukan DTPs berdasarkan dosis antibiotika yang
berlebihan. Hal ini menyatakan bahwa kemungkinan terjadinya over dosis pada
kasus pasien kanker paru yang memperoleh terapi antibiotika dan menjalani
kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2006-2008 tidak terjadi. Dapat
disimpulkan bahwa pada pasien rawat inap tidak memiliki risiko DTPs over dosis.
D. Rangkuman Pembahasan
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya kejadian Drug
Therapy Problems (DTPs) yang berkaitan dengan penggunaan antibiotika pada
pasien kanker paru yang menjalani kemoterapi. Pada penelitian ini terdapat 27 kasus
kanker paru yang menjalani kemoterapi dan memperoleh terapi antibiotika.
Karakteristik pasien kanker paru di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2006-
2008 digambarkan sebagai berikut : pasien yang mengalami kanker paru paling
65
banyak pada range umur 41-50 tahun sebesar 37 % dan terjadi paling banyak pada
laki-laki sebesar 70 %.
Gambaran penggunaan antibiotika diklasifikasikan sebagi berikut :
berdasarkan golongan dan jenis antibiotika yang diberikan pada pasien kanker paru
yang memperoleh terapi antibiotika dan menjalani kemoterapi, paling banyak dari
golongan sefalosporin generasi III (56,4 %), berdasarkan bentuk sediaan yang
diberikan paling banyak berupa sediaan serbuk injeksi (38,5 %), dan berdasarkan
jalur pemberian antibiotika pada pasien kanker paru paling banyak diberikan secara
injeksi i.v. bolus (61,5 %).
Evaluasi Drug Therapy Problem pada pasien kanker paru yang memperoleh
terapi antibiotika dan menjalani kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
periode 2006-2008 yaitu sebagai berikut : berdasarkan terapi antibiotika yang tidak
diperlukan sebanyak 4 kasus; berdasarkan perlu terapi antibiotika tambahan
sebanyak 3 kasus; berdasarkan terapi antibiotika yang tidak tepat sebanyak 2 kasus;
berdasarkan dosis terapi antibiotika yang terlalu rendah sebanyak 1 kasus; dan
berdasarkan indikasi adverse dug reaction sebanyak 2 kasus. Berdasarkan dosis
terapi antibiotika yang berlebihan tidak dijumpai adanya DTPs, sedangkan sebanyak
16 kasus tidak terjadi DTPs.
66
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil evaluasi terhadap penggunaan antibiotika pada pasien kanker
paru yang menjalani kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta periode 2006-
2008 maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Berdasarkan kelompok umur, kanker paru paling banyak terjadi pada umur 41-50
tahun (37%) dan berdasarkan jenis kelamin paling banyak terjadi pada laki-laki
(70%).
2. Antibiotika yang paling banyak digunakan oleh pasien kanker paru yang
menjalani kemoterapi adalah golongan sefalosporin generasi III (56,4 %), dengan
bentuk sediaan paling banyak berupa sediaan serbuk injeksi (38,5 %), dan jalur
pemberian antibiotika paling banyak diberikan secara injeksi i.v. bolus (61,5 %).
3. Kejadian Drug Therapy Problem pada pasien kanker paru yang memperoleh
terapi antibiotika dan menjalani kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
periode 2006-2008 yaitu sebagai berikut :
a. terapi antibiotika yang tidak diperlukan sebanyak 4 kasus
b. perlu terapi antibiotika tambahan sebanyak 3 kasus
c. terapi antibiotika yang tidak tepat sebanyak 2 kasus
d. dosis terapi antibiotika yang terlalu rendah sebanyak 1 kasus
e. indikasi adverse dug reaction sebanyak 2 kasus.
4. Sebanyak 16 kasus tidak terjadi DTPs.
67
B. Saran
Saran yang dapat disampaikan dari hasil penelitian ini adalah :
1. Bagi RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta :
a. perlu adanya pengembangan Standar Pelayanan Medis mengenai kasus
kanker paru terutama dalam hal penggunaan antibiotika.
b. perlu adanya pemeriksaan kultur kuman sehubungan dengan infeksi yang
terjadi pada pasien kanker paru sehingga penggunaan antibiotika dapat lebih
dispesifikkan.
2. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian mengenai evaluasi DTPs penggunaan
antibiotika pada pasien kanker paru yang menjalani kemoterapi dapat dilanjutkan
kembali dengan periode yang berbeda, dan sebaiknya dengan metode penelitian
yang bersifat retrospektif.
53
DAFTAR PUSTAKA
Amin, M.M., Alsagaff, H., W.B.M.T.,Saleh., 1989, Pengantar Ilmu Penyakit Paru,91, Airlangga University Press, Surabaya
Anonim, 1996, Standar Pelayanan Medis RSUP Dr.Sardjito Cetakan 1, 393-413,Komite Medis RSUP Dr.Sardjito dengan MMR Universitas Gadjah Mada,Yogyakarta
Anonim, 1998, Kamus Saku Kedokteran Dorland, edisi 25, 736, 1016, Penerbit BukuKedokteran EGC, Jakarta
Anonim, 2000, Informatorium Obat Nasional Indonesia, 199-203, DepartemenKesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Anonim, 2002, Formularium RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, 43-53, Gadjah MadaUniversity Press, Yogyakarta
Anonim, 2004, Lung Cancer, http://www.globalcancer.com, diakses tanggal 17Desember 2009
Anonim, 2005, Produk Baru Terapi dan Profilaksis Netropenia Akibat Kemoterapi,http:google.co.id, diakses tanggal 17 Desember 2009
Anonim, 2007, MIMS Indonesia Petunjuk Konsultasi, edisi 7 2007/2008, 173-238,PT Info Master Lisensi dan CAMP Medika, Indonesia
Anonim, 2008a, Kemoterapi, http://doeljoni.blogsome.com, diakses tanggal 24Januari 2010
Anonim, 2008b, Organ_respirasi, http://images.google.co.id, diakses tanggal 12November 2008
Anonim, 2008c, Kaker Paru-paru, http://www.w3.org/TR/xhtml1/DTD/xhtml1-transitional.dtd, diakses tanggal 12 November 2008
Anonim, 2009a, Lung Cancer Overview, National Comperhansive Cancer Network,http://www.nccn.org, diakses tanggal 17 Desember 2009
Anonim, 2009b, Usia Perokok di Indonesia, http://www.bisnis.com, diakses tanggal15 Januari 2010
Anonim, 2010, Fever and Netropenia Treatment Guidelines for Patients CancerVersion II/March 2006, National Comperhansive Cancer Network,http://www.nccn.org, diakses tanggal 27 Januari 2010
54
Cipolle, R.,J., Strand, L.M., P.C., 1998, Pharmaceutical Care Practice, Chapter3,73-105, Mc Graw-Hili, New York
Davey, P., 2006, At a Glance Medicine, 62-69, 337, Erlangga, Jakarta
Finley. R.S and Mccune, J.S., 2005, Pharmacotheraphy: A Pathophysiologyapproach,6rd Ed., 2365-2369, Appleton and Lange, Connecticut
Godwin, 2005, Neutropenia, http://www.emedicine.com, diakses tanggal 17Desember 2009
Katzung, B.G., 2004, Farmakologi Dasar dan Klinik, 180-197, Penerbit SalembaMedika, Jakarta
Kuswibawati, L., 2000, Apa itu Kanker, dalam Kanker, 1-3, Penerbit UniversitasSanata Dharma, Yogyakarta
Mutschler, E., 1999, Dinamika Obat, edisi kelima, 634, Penerbit ITB, Bandung
Pratiknya, W., 2003, Dasar-dasar Metodologi Penelitian Kedokteran DanKesehatan, 197, Raja Grafindo Persad, Jakarta
Pratiwi., S.T., 2008, Mikrobiologi Farmasi, 155-161, Erlangga, Jakarta.
Price, S.A., and Wilson, L.M., 1984, Phathophysiology Clinical Concepts of DiseaseProcesses, chapter I, alih bahasa Adji Dharma, 220-221, Penerbit BukuKedokteran EGC, Jakarta
Setiyani., R.D., 2006, Pola Peresepan dan Drug Related Problem PenggunaanAntibiotika Pada Pasien Kanker Paru di RSUP Dr. Sardjito YogyakartaPeriode Tahun 2005, Skripsi, Fakultas Farmasi Universitas Sanata DharmaYogyakarta
Setyabudi, R., dan Ganiswarna, V.M.S., 1995, Antimikroba, dalam Farmakologi danTerapi, edisi keempat, 571-575, Bagian Farmakologi Fakultas KedokteranUniversitas Indonesia, Jakarta
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simodibrata, K.M., Setiati, S., et al., 2002,Naskah Lengkap Penyakit Dalam, 91-92, 94-96, 99-101,Pusat Informasidan Penerbitan Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI,Jakarta Pusat
55
Sudoyo, A.W., Setiyohadi, B., Alwi, I., Simodibrata, K.M., Setiati, S., et al., 2006,Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Pusat Informasi dan Penerbitan BagianIlmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI, Jakarta Pusat
Stanley, L., Robbins., 1995, Buku Ajar Patologi, 128, 171, Penerbit BukuKedokteran EGC, Jakarta
Tambunan, G.W., 1995, Diagnosis dan Tatalaksana Sepuluh Jenis KankerTerbanyak di Indonesia, 144-147, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta
Velde, C.J.H van de., Bosman, F.T., dan Wagener, D.J.Th., 1999, Onkologi,diterjemahkan oleh Panitia Kanker RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta, edisikelima, 217-218, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
LAMPIRAN
56
Lampiran 1. Analisis Drug Therapy Problems (DTPs) Penggunaan AntibiotikaPada Pasien Kanker Paru Yang Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr.Sardjito Yogyakarta periode 2006-2008
Tabel XIV. Kasus 1 Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Kanker Paru YangMenjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2006-2008
No. RM : 00.04.31.89 (05/03/07 – 15/03/07)Subyektif :Wanita 59 tahun, BB : 52 kg, TB : 147 cm.DU : adenocarcinoma paru dextra post SS IVKU : sedang, sadar, gizi baik.Pasien adalah penderita adenocarcinoma dextra tegak sejak tahun 2006. Pasien telah menjalanikemoterapi sebanyak 3 kali, dengan regimen : Cysplatin (hari I danVIII), Gemcitabin (hari Idan VIII), dan erlotimibe/placebo (hari 15 – 30). Keluhan post SS mual (+), muntah (-), nafsumakan , minum dbn, timbul bintik kemerahan di muka.HMRS pasien merasa lemas (+), mual (-), bercak merah di muka (+), panas, nyeri, gatal (+),demam(-), batuk (+), dahak (+) agak kuning. Penurunan BB 4 kg dalam 6 bulan.Obyektif :
Cysplatin 106,5 mg Gemcitabin 1775 mg Fluimucyl (3 x 1 C) Siprofloksasin (2 x 500 mg) Radin tab (2 x 1)
Metokloprusid (2 x 1)
Assessment :Penggunaan antibiotika siprofloksasin talah tepat sebagai antibiotika profilaksis terhadapkemoterapi yang akan dilakukan, didukung dengan hasil laboratorium yang menunjukkanterjadinya netropenia.DTP : -Rekomendasi :Sebaiknya tetap dilakukan pemeriksaan laboratorium secara berkala sebagai penunjangpenetapan keputusan selama proses terapi selanjutnya.
57
Tabel XV. Kasus 2 Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Kanker Paru YangMenjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2006-2008
No. RM : 01.16.32.38 (21/08/08 – 26/08/08)Subyektif :Wanita 43 tahun, BB : 45 kg TB : 152 cm.DU : carcinoma paru dextraKU : sedang, tampak kesakitan, sadar, gizi cukupPasien adalah penderita massa mediastinum tegak sejak tahun 2005. Telah menjalanikemoterapi sebanyak 6 kali dan radioterapi 25 kali.HMRS pasien merasakan benjolan tumbuh besar, nyeri (++), batuk (-), sesak nafas (-).
Assessment :Penggunaan antibiotika seftriakson sudah tepat sebagai antibiotika kuratif, karena sesuaidengan hasil laboratorium yang menyatakan peningkatan WBC dan netrofil. Dimana terjadileukositosis > 10.000 L yang memungkinkan terjadinya infeksi.DTPs : -Rekomendasi :Sebaiknya tetap dilakukan pemeriksaan laboratorium secara berkala sebagai penunjangpenetapan keputusan selama proses terapi.
58
Tabel XVI. Kasus 3 Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Kanker Paru YangMenjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2006-2008
No. RM : 01.17.01.95 (15/11/07 – 23/11/07)Subyektif :Laki-laki 67 tahun, BB : 50 kg, TB : 160 cm.DU : adenocarcinoma paru post SS IDL : hipertensi stase IIKU : sedang, sadar, gizi kesan kurangPasien mengeluh sesak nafas terutama saat tiduran miring. Nafsu makan , BB 8 kg dalam 1bulan, BAB/BAK dbn. Pasien memiliki riwayat merokok + 30 tahun, 1 bungkus/hari.HMRS keluhan sesak nafas bertambah, batuk (-), demam (-), nafas .RPD : Operasi prostate tahun 2005.
Adalat 30 g (0-0-1) Hidroklortiazid 12,5 g (1-0-0) Paxus 265 mg Carboplatin 345 mg
Assessment :Penggunaan antibiotika seftriakson kurang tepat karena suhu normal dan hasil laboratorium awalbelum terjadi kenaikan netrofil, meskipun kemudian terjadi kenaikan netrofil.DTPs : terapi tidak perlu
Rekomendasi :Sebaiknya terus dilakukan monitoring data laboratorium dan tanda-tanda infeksi. Bila kemudianmuncul tanda-tanda infeksi, antibiotika dapat diberikan.
59
Tabel XVII. Kasus 4 Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Kanker Paru YangMenjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Periode 2006-2008
No. RM : 01.21.47.84 (13/07/06 – 21/07/06)Subyektif :Wanita 39 tahun, BB : 39 kg, TB : 140 cm.DU : NSCLC (Non Small Cell Lung Cancer)KU : sedang, sadar, gizi cukupPasien adalah penderita NSCLC tegak sejak Maret 2006. NSCLC jenis bronkoalveolar. Pasien telahmenjalani kemoterapi 3 kali dengan regimen Paxus 240 mg (hari I) dan Carboplatin (hari I-V),karena alergi regimen SS III diganti dengan cyclofosfamid, doxorubicin dan carboplatin. Keluhanpost SS III mual (+), muntah (+), rambut rontokHMRS pasien merasa lemas (+), mual (-), bercak merah di muka (+), panas, nyeri, gatal (+), demam(-), batuk (+), dahak (+) agak kuning.
Assessment :Penggunaan antibiotika telah tepat sebagai profilaksis. Risiko efek samping dari siprofloksasinberupa rasa tidak enak pada saluran cerna, mual dan muntah, telah diantisipasi dengan pemberiansukralfat sebagai antitukak.DTP : -Rekomendasi :Sebaiknya tetap dilakukan pemeriksaan laboratorium secara berkala sebagai penunjang penetapankeputusan selama proses terapi selanjutnya.
60
Tabel XVIII. Kasus 5 Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Kanker Paru YangMenjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2006-2008
No. RM : 01.22.10.91 (21/02/06 – 27/02/06)Subyektif :Laki-laki 48 tahun, BB : 42 kg, TB : 162 cm.DU : post SS II pada adenocarcinoma paruKU : baik, sadar, gizi kurangPasien adalah penderita adenocarcinoma paru tegak sejak Januari 2006, sel ganas (+), riwayatmerokok (+).Enam BSMRS pasien mengeluh batuk darah (+), sesak (+), demam (-). 2BSMRS pasien berobat keRS dilakukan pelacakan dan disarankan kemoterapi. Keluhan post kemoterapi mual (+), sesak (-).HMRS pasien mengeluh batuk (+), sesak (+), nyeri dada (+).Obyektif :
Tanggal (Februari 2006)PemeriksaanLaboratorium 21 23 25
Assessment :Penggunaan antibiotika siprofloksasin telah tepat bila digunakan sebagi profilaksis, dimana terjadileukositopenia dan netropenia yang potensial terjadi infeksi.DTP : -
Rekomendasi :Sebaiknya tetap dilakukan pemeriksaan laboratorium secara berkala sebagai penunjang penetapankeputusan selama proses terapi selanjutnya.
61
Tabel XIX. Kasus 6 Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Kanker Paru YangMenjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2006-2008
No. RM : 01.22.10.91 (06/04/06 – 13/04/06)Subyektif :Laki-laki 48 tahun, BB : 42 kg, TB : 162 cm.DU : kemoterapi IV pada adenocarcinoma paruKU : sedang, sadar, gizi kurangPasien adalah penderita adenocarcinoma paru tegak sejak Januari 2006. pasien telah menjalanikemoterapi sebanyak 3 kali. Keluhan post SS mual (+), muntah (+), rambut rontok (+), dada masihterasa sakit, sesak berkurang , riwayat merokok (+).HMRS pasien mondok pro SS IV dengan TD : 100/70, N : 80, RR : 20, T : 36C.
Obyektif :Tanggal (April 2006) Nilai NormalPemeriksaan
Assessment :Penggunaan antibiotika siprofloksasin telah tepat sebagai profilaksis, sesuai hasil laboratorium awalyang menunjukkan leukopenia dan netropenia, tetapi siprofloksasin juga berpotensi menimbulkanefek samping berupa rasa tidak enak pada saluran cerna, mual dan muntah, mengingat riwayatpasien pernah mengalami mual dan muntah setelah kemoterapi sehingga ini dapat menjadi ADR.DTP : indikasi ADRRekomendasi :Sebaiknya perlu diberilan antiemetik untuk mengatasi indikasi ADR seperti metoklopramide10mg/2ml karena akan lebih efektif untuk pasien dengan keluhan mual dan muntah.
62
Tabel XX. Kasus 7 Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Kanker Paru YangMenjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2006-2008
No. RM : 01.23.09.94 (10/03/06 – 03/04/06)Subyektif :Laki-laki 71 tahun, BB : 36 kg, TB : 148 cm.DU : kemostatika I pada NSCLCKU : sedang, sadar, gizi kurangPasien adalah penderita NSCLC, merokok (+) + 50 tahun.Satu TSMRS pasien mengeluh batuk tak sembuh-sembuh dengan dahak putih, darah (-), sesak (-),demam (-), nyeri dada (-). 2BSMRS pasien mengeluh batuk berdarah dengan dahak putih kental,sesak (+), demam (-), nyeri dada (-). 3 bulan terakhir BB .HMRS pasien merasa keluhan tetap, mondok untuk penatalaksanaan lebih lanjut.
Obyektif :Tanggal (Maret 2006) Nilai NormalPemeriksaan
Griseofulvin (1 x 500 mg) 10/03/06Inj. Seftriakson (1 g /12jam) 10/03/06 – 25/03/06Inj. Ranitidin (1 A/12jam) 10/03/06Allopurinol (1 x 300 mg) 29/03/06 – 01/04/06Fluimucyl syr (3 x C I) 01/04/06Durolane 25/03/06Etopuside 150 mg 25/03/06Carboplatin 350 mg 25/03/06
Assessment :Penggunaan antibiotika seftriakson tidak tepat, karena suhu normal dan hasil laboratorium tidakmenunjukkan tanda-tanda adanya potensi infeksi.DTP : terapi tidak perluRekomendasi :Sebaiknya antibiotika seftriakson tidak diberikan karena hasil laboratorium tidak menunjukkanadanya tanda-tanda infeksi atau potensial infeksi. Bila kemudian muncul tanda-tanda infeksi,antibiotika dapat diberikan.
63
Tabel XXI. Kasus 8 Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Kanker Paru YangMenjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2006-2008
No. RM : 01.24.27.01 (10/07/06 – 24/07/06)Subyektif :Wanita 50 tahun, BB : 58 kg, TB : 155 cm.DU : post kemoterapi II pada adenocarcinomaKU : lemah, sadar, gizi baikPasien adalah penderita adenocarcinoma paru tegak sejak tahun 2006.Satu BSMRS pasien dirawat karena adenocarcinoma paru susp metastase hepar pro perbaikan KU.Selama dirawat pasien menjalani kemoterapi 1 kali. HMRS pasien mengeluh sesak nafas (+), batuk(+), dahak dan darah (-), demam (-). Dilakukan punksi pleura 1000 cc warna semihemoragik.
Assessment :Pemberian antibiotika seftriakson sudah tepat, diduga sebagai penatalaksanaan setelah pasienmenjalani punksi pleura yang berpotensi terjadi infeksi.DTP : -Rekomendasi :Sebaiknya masih diperlukan pemeriksaan laboratorium secara berkala sehingga ada data yangmendukung kondisi pasien dinyatakan membaik.
64
Tabel XXII. Kasus 9 Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Kanker Paru YangMenjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2006-2008
No. RM : 01.25.06.73 (21/07/06 –18/08/06)Subyektif :Laki-laki 61 tahun, BB : 48 kg, TB : 164 cm.DU : LCLC (Large Cell Lung Carcinoma) dextra post SS IDL : kemoroid internaKU : sedang, sadar, gizi kurangPasien adalah penderita Ca paru tegak, massa paru sel ganas (+). Riwayat merokok > 30 tahun, 2bungkus/hari. Satu setengah BSMRS pasien mengeluh sering batuk, dahak (+) warna putih kentalsusah keluar, bila batuk kadang disertai sesak nafas. Satu BSMRS keluhan menetap nyeri dada dibagian kanan, demam (-), BAB/BAK dbn, nafsu makan biasa, terasa pegal-pegal di ekstremitasterutama bawah.HMRS dilakukan pemeriksaan AJH dan disarankan mondok untuk penatalaksanaan lebih lanjut.RPD : DM (+), ayah pasien mengalami gangguan paru-paruObyektif :
Tanggal (Juli – Agustus 2006)PemeriksaanLaboratoriu
Inj. Kalnex (1 A/8jam) 25/07/06, 01/08/06 – 08/08/06Kalnex (3 x 1 tab) 27/07/06Inj. Ranitidin (1 A/12jam) 30/07/06 – 18/08/06Paracetamol (3 x 1) 31/07/06, 15/08/06 – 18/08/06Inj. Dycinon (1 A) 21/078/06 – 02/08/06Inj. Seftriakson (1 A/12jam) 03/08/06 – 08/08/06Codein (3 x 1) 01/08/06 – 18/08/06Anusol (2 x 1 supp) 02/08/06Laxadial syr (2 x 1 cth) 02/08/06Paxus (125 mg/m2) 03/08/06Carboplatin (5 AUC) 03/08/06Laxadin (3 x 1) 09/08/06 – 16/08/06
Assessment :Penggunaan antibiotika seftriakson sudah tepat sebagai antibiotik kuratif, namun masih perludiberikan terapi karena dari hasil laboratorium selanjutnya masih menunjukkan leukositosis.DTP : perlu terapi tambahanRekomendasi :
Sebaiknya penggunaan seftriakson dilanjutkan sampai tanda-tanda infeksi tidak muncul lagi.
65
Tabel XXIII. Kasus 10 Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Kanker Paru YangMenjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2006-2008
No. RM : 01.25.06.73 (27/10/06 –02/11/06)Subyektif :Laki-laki 61 tahun, BB : 48 kg, TB : 164 cm.DU : post SS III pada LCLCDL : poli neurupathy post kemoterapiKU : sedang, sadar, gizi cukupPasien adalah penderita large cell Ca paru tegak sejak tahun 2006. pasien telah menjalanikemoterapi 3 kali.HMRS pasien rencana kemoterapi IVRPD : DM (+)Obyektif :
Tanggal (Oktober – November 2006)PemeriksaanLaboratorium 27/10
Assessment :Penggunaan antibiotika siprofloksasin talah tepat diduga sebagai antibiotika profilaksis terhadapkemoterapi yang akan dilakukan.DTP : -Rekomendasi :Sebaiknya dilakukan pemeriksaan laboratorium secara berkala sebagai penunjang penetapankeputusan selama proses terapi.
66
Tabel XXIV. Kasus 11 Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Kanker Paru YangMenjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2006-2008
No. RM : 01.26.63.66 (07/05/07 – 26/05/07)Subyektif :Wanita 54 tahun, TB : 148 cm.DU : post perbaikan KU adenocarcinoma paru St.IVDL : hipertensi st.IIKU : sedang, sadar, gizi kurangPasien adalah penderita adenocarcinoma pulmonum tegak. Pasien telah menjalani kemoterapi 6kali. Keluhan post kemoterapi mual (+), muntah (-), rambut rontok (+), demam (-). Tujuh HSMRSpasien mengeluh perut kanan atas dan dada kanan terasa sakit yang menembus sampai belakang,sesak nafas (+), demam (+), batuk (-), BAB/BAK dbn, nafsu makan .HMRS pasien disarankan mondok untuk perbaikan KU dan evaluasi tumornya.
Coditam (3 x 500 mg) 07/05/07 – 21/05/07Corsel (1 x 1) 07/05/07 – 25/05/07BRM (1 x 1) 07/05/07 – 25/05/07Vometa (3 x 1 tab) 07/05/07 – 23/05/07Tramadol (3 x 500 mg)Tramadol (2 x 500 mg)Tramadol (1 A)
11/05/07 – 12/05/0726/05/0713/05/07
Antacid syr (3 x C I) 11/05/07 – 24/05/07Comsporin (2 x 100 mg) 15/05/07 – 22/05/07Inj. Ketorolax (1A/12jam) 16/05/07 – 26/05/07Codipront (2 x cth II) 26/05/07Inpepsa (3 x C I ) 26/05/07Polycrol (3 x I) 26/05/07Doncera (3 x I) 26/05/07
Assessment :Penggunaan antibiotika comsporin (sefiksim) talah tepat. Diketahui keluhan post kemoterapi berupademam dan didukung dengan hasil laboratorium yang menunjukkan terjadinya kenaikan netrofilmengindikasikan terjadi infeksi.DTP : -Rekomendasi :Terus dilakukan monitoring kondisi pasien dan sebaiknya perlu diperhatikan masalah penurunanHb dan penatalaksanaannya.
67
Tabel XXV. Kasus 12 Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Kanker Paru YangMenjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2006-2008
KU : sedang, sadar, gizi kesan kurangPasien adalah penderita Ca paru tegak post SS. Sebelumnya pasien telah menjalani kemoterapi 10kali.Tiga HSMRS pasien merasakan batuk (+), dahak bercampur darah (+), warna merah menghitam(+), mual, muntah (-), demam (-), sesak nafas (-), BAB/BAK t.a.k.HMRS pasien kontrol dengan keluhan batuk (+), dahak bercampur darah (+), badan lemas.RPD : DM sejak tahun 2006 dengan terapi metformin dan glimepyrideObyektif :
Diet TKTP / DM 1900 kal Metformin 500 (3 x 1) Glymepiride (1 x 1) Codein (2 x 10 mg) Codein (3 x 10 mg) Transfusi Albumin Co Amoxiclav (3 x 500 mg) Codipront syr (3 x CI) Kapsul garam (3 x 500 mg) Gludepatic 500 (3 x 1) ND (2 x 1) Biobras 250 (1 x 1) Dexametason (2 Amp) Inj. Taxotene 112,5 (75 mg/m2)
Assessment :Penggunaan antibiotika Co amoksiklav dapat dikatakan telah tepat, karena diketahui adanya batukyang bercampur darah yang menunjukkan adanya risiko terjadinya infeksi yang membutuhkanantibiotik meskipun hasil laboratorium belum menunjukkan tanda-tanda infeksi.DTP : -Rekomendasi :Sebaiknya tetap dilakukan pemeriksaan laboratorium secara berkala sebagai penunjang penetapankeputusan selama proses terapi selanjutnya.
68
Tabel XXVI. Kasus 13 Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Kanker Paru YangMenjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2006-2008
No. RM : 01.27.95.17 (27/01/07 –12/02/07)Subyektif :Laki-laki 80 tahun, BB : 56 kg, TB : 180 cm.DU : adenocarcinoma sinistra post SS IKU : sadar, gizi kurangPasien adalah penderita sesak nafas sejak 6 bulan yang lalu, nafsu makan/minum , mual (+),muntah(-), BAB/BAK dbn. Riwayat merokok > 20 tahun, 1 bungkus/hari.Dua BSMRS keeluhan sesak bertambah, demam (-), batu, darah, dahak (-).Tiga HSMRS pasien mengeluh sesak nafas bertambah.HMRS pasien sesak nafas, mual (+), muntah (+),nafsu makan/minum .Obyektif :
Penatalaksanaan :Nama Obat Tanggal Pemberian (Januari – Februari
2007)Diet TKTP 27/01/07 – 31/01/07 dan 12/02/07Inf. D5% 27/01/07 – 28/01/07Inj. Roborantia (1 x 1 Amp) 27/01/07 – 02/02/07Grahabion (1 x 1) 307/01/07 – 12/02/07O2 (2 – 3 L/menit) 30/01/07 – 10/02/07Inf. R/L KAEN (20 tpm) 30/01/07 – 09/02/07Produk WSD pada Inf. R/L (700 cc/24jam)Produk WSD pada Inf. R/L (30 cc/24jam)Produk WSD pada Inf. R/L (350 cc/24jam)
30/01/07 – 03/02/0707/02/07 – 08/02/07
09/02/07Inj. Ketorolak (1 A/8jam) 31/01/07 – 10/02/07Inj. Seftriakson (1 g/12jam) 01/02/07 – 06/02/07Inj. Remopein (3 x 1 Amp) 01/02/07 – 03/02/07Dexametason 20 mg (malam dan pagi) 08/02/07New Diatabs (3 x II) 09/02/07 – 10/02/07Codein (3 x 10 mg) 12/02/07
Assessment :Penggunaan antibiotika seftriakson sudah tepat sebagai antibiotika kuratif dengan terjadinyaleukositosis dan kenaikan netrofil. Pemberian seftriakson berpotensi menimbulkan efek sampingberupa rasa tidak enak pada saluran cerna, mual dan muntah, mengingat riwayat pasien pernahmengalami mual dan muntah setelah kemoterapi sehingga ini dapat menjadi ADRDTP : indikasi ADRRekomendasi :Perlu diberilan antiemetik untuk mengatasi indikasi ADR seperti metoklopramide 10mg/2ml karenaakan lebih efektif untuk pasien dengan keluhan mual dan muntah.
69
Tabel XXVII. Kasus 14 Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Kanker ParuYang Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode 2006-2008No. RM : 01.29.88.94 (31/05/07 – 25/06/07)
Subyektif :Laki-laki 60 tahun, BB : 45 kg, TB : 158 cm.DU : SCLC post sitostatika IKU : tampak sesak, sadar, gizi kurangPasien adalah penderita small cell lung carcinoma. Pasien mengeluh sesak nafas, BB bertambah 3 kgdalam sebulan. Lima BSMRS pasien mengeluh batuk (+), disertai darah(+), sesak nafas (-), demam (-),keringat malam (+). Tiga HSMRS pasien mengeluh sesak nafas (+), kaki bengkak, batuk (+), dahakwarna keputihan, demam (+), ada cairan di paru-paru, dilakukan punksi pleura + 500 cc.HMRS pasien disarankan mondok karena keluhan menetap, TD : 110/80 mmHg.Obyektif :
Tanggal (Mei – Juni 2007)PemeriksaanLab 05/06 09/06 11/06 21/06 25/06
Assessment :Pemberian antibiotika seftriakson dan azitromisin diduga sebagai penatalaksanaan setelah pasienmenjalani punksi pleura yang berpotensi terjadi infeksi, namun sebaiknya hanya dipilih salah satu saja.Pemberian sefotaksim digunakan sebagai antibiotika kuratif sebelum dilakukan kemoterapi didukungdengan hasil laboratorium yang menunjukkan leukositosis dan kenaikan netrofil.DTP : terapi tidak tepatRekomendasi :Sebaiknya hanya diberikan antibiotika azitromisin yang merupakan terapi tunggal dan lebih aktif padainfeksi saluran nafas yang diduga terjadi karena punksi pleura.
70
Tabel XXVIII. Kasus 15 Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Kanker ParuYang Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode 2006-2008No. RM : 01.30.96.22 (08/08/07 – 05/09/07)
Subyektif :Laki-laki 50 tahun, BB : 41 kg, TB : 165 cm.DU : adenocarcinoma paruKU : sedang, sadar, gizi cukupDua BSMRS pasien mengeluh sesak nafas, sesak dirasakan makin lama makin memberat, batuk (+),dahak (-).Satu BSMRS keluhan sesak dan batuk tidak berkurang, cek dahak dan dilakukan USG dikatakantumor paru.HMRS pasien mengeluh sesak nafas (+),batuk (+) , dahak (+),warna kuning kecoklatan, demam (-),nafsu makan , BB + 15 kg dalam 2 bulan terakhir, BAB/BAK t.a.k. Riwayat merokok + 20 tahun, 1bungkus/hari.Obyektif :
Tanggal (Agustus – September 2007)PemeriksaanLab 08/08 09/08 23/08 03/09 05/09
Assessment :Penggunaan seftazidim diduga sebagai terapi post kemoterapi dan terapi antibiotika kuratif padaleukositosis dan kenaikan netrofil telah tepat.DTP : -Rekomendasi :Sebaiknya dilakukan pemeriksaan laboratorium setelah pasien selesai rawat inap, karena hasillaboratorium pasien pada hari terakhir dirawat masih menunjukkan kanaikan netrofil.
71
Tabel XXIX. Kasus 16 Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Kanker Paru YangMenjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode 2006-2008No. RM : 01.31.53.39 (18/09/07 – 09/10/07 )
Subyektif :Laki-laki 67 tahun, BB : 51 kg, TB : 162 cm.DU : squamous cell Ca paruKU : sedang, sadar, gizi kurangPasien dengan obstruksi massa mediastinum.Tiga BSMRS pasien mengeluh sesak nafas, batuk (+), dahak (+), demam (-), nafsu makan dan minum.Dua BSMRS keluhan sesak memberat (+), batuk (+), dahak (-).Tiga MSMRS keluhan sesak membuat batuk (+), wajah dan leher membengkak.HMRS pasien mengeluh sesak nafas (+), lebih enak duduk daripada tidur terlentang, batuk (+), dahak(-), wajah dan leher membengkak (+), BB + 14 kg dalam 1 bulan. Riwayat merokok > 40 tahun, 2bungkus/hari.Obyektif :
Tanggal (September – Oktober 2007)PemeriksaanLab 18/09 25/09 02/10 03/10 09/10
Assessment :Penggunaan seftriakson sudah tepat sebagai terapi antibiotika kuratif, namun pada hasil laboratoriumakhir masih menunjukkan terjadinya leukositosis dan kenaikan netrofil.DTP : perlu terapi tambahanRekomendasi :Sebaiknya antibiotika masih diberikan selama hasil laboratorium menunjukkan tanda-tanda berupaleukositosis dan kenaikan netrofil.
72
Tabel XXX. Kasus 17 Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Kanker Paru YangMenjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode 2006-2008No. RM : 01.32.73.99 (02/03/08 – 31/03/08)
Subyektif :Laki-laki 67 tahun, BB : 51 kg, TB : 162 cm.DU : efusi pleura NSCLC post SS IDL : VCSS plurante radioterapi. Riwayat sepsis e.c. stafilococcusKU : sedang, sadar, gizi kesan kurangPasien adalah penderita efusi pleura sinistra e.c. susp NHL dan pernah dilakukan pelacakan dan biopsi.Memiliki riwayat mrokok. Satu BSMRS pasien mulai mengeluh sesak, batuk (+),dahak (-), demam (-),benjolan di leher (+), nafsu makan dan minum , BAN/BAK t.a.k. Satu MSMRS keluhan sesak (+),pasien dinyatakan ada tumor di dada.HMRS pasien mengeluh sesak nafas (+) bertambah, batuk (+) kadang-kadang, dahak (-), nafsu makandan minum . Dilakukan punksi pleura + 1000 cc warna kekuningan jernih.
Obyektif :Tanggal (Maret 2008)Pemeriksaan
Lab 05/03 14/03 17/03 25/03 27/03 30/03Nilai Normal
Assessment :Pemberian antibiotika sudah tepat. Seftriakson dan seftazidim digunakan sebagai antibiotika kuratifpada leukositosis dan kenaikan netrofil Pemberian antibiotika siprofloksasin diduga sebagaipenatalaksanaan sebelum dan setelah pasien menjalani kemoterapi yang berpotensi terjadi infeksi.DTP : -Rekomendasi :Apabila masih terjadi leukositosis dan kenaikan netrofil, pada rawat jalan perlu diberikan terapiantibiotika oral seperti siprofloksasin 500 mg/12 jam.
73
Tabel XXXI. Kasus 18 Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Kanker Paru YangMenjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2006-2008
No. RM : 01.35.08.66 (25/06/08 – 12/07/08)Subyektif :Laki-laki 65 tahun, BB : 49 kg, TB : 170 cm.DU : pro SS II pada adenocarcinoma paruKU : sedang, sadar, gizi kesan kurangPasien adalah penderita adenocarcinoma paru tegak. Pasien pernah menjalani kemoterapi I. Selamaini telah dilakukan punksi cairan paru-paru kira-kira 7 kali.HMRS pasien rencana kemoterapi II dengan keluhan sesak (+), batuk (+), dahak (+) warna putih,batuk darah (+) kadang-kadang, mual (+), muntah (-), nafsu makan dan minum , BB . Riwayatmerokok (+).Obyektif :
Tanggal (Juni – Juli 2008)PemeriksaanLaboratorium 25/06 27/06 05/07 09/07 11/07
Assessment :Penggunaan antibiotika seftriakson di awal sudah tepat dan diduga sebagai antibiotika kuratif,namun kemudian diberikan seftazidim padahal suhu tubuh dan hasil laboratorium kedua tidakmenunjukkan tanda-tanda infeksi.DTP : terapi tidak perluRekomendasi :Sebaiknya terus dilakukan monitoring data laboratorium dan tanda-tanda infeksi.
74
Tabel XXXII. Kasus 19 Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Kanker ParuYang Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode 2006-2008No. RM : 01.35.39.94 (05/06/08 – 14/06/08)
Subyektif :Laki-laki 45 tahun, BB : 54 kg, TB : 165 cm.DU : massa mediastinum carcinoid anterior dextra dd SCLC.KU : sedang, sadar, gizi cukupTiga BSMRS pasien mengeluh sesak nafas yang tiba-tiba dada terasa berat untuk bernafas,terutama dada kanan. Nyeri (+), batuk (-), demam (-), mual/muntah (-), BAB/BAK dbn. Hasilpemeriksaan adanya cairan di paru-paru. Dilakukan punksi 2 kali, pertama + 2 L warna merahkehitaman kental, kedua + 1 L warna merah kehitaman, sesak .Satu setengah BSMRS pasien merasakan sesak lagi, hasil pemeriksaan terdapat cairan di parukanan. Dilakukan punksi + 1 L warna merah kehitaman kental.HMRS pasien mengeluh sesak (+), batuk (-), demam (-), mual/muntah (-), BB 4 kg selama 4 bulan.Riwayat merokok + 30 tahun 3 bungkus/hari.
Diet TKTP Inf. NaCl 0,9 % (16 tpm) Grahabion (1 x 1) Inj. Amoksisilin (3 x 1000 mg) Neurodex (1 x 1) Curcuma (3 x 1)
Assessment :Penggunaan amoksisilin sudah tepat sebagai antibiotik kuratif, mengatasi leukositosis dan kenaikannetrofil yang memiliki potensi infeksi. Amoksisilin dapat berpotensi menimbulkan anemia, padakasus ini penanganannya sudah tepat dengan pemberian grahabion 1x1 tablet.DTP : -Rekomendasi :Sebaiknya terus dilakukan monitoring data laboratorium dan tanda-tanda infeksi. Bila kemudianmuncul tanda-tanda infeksi, antibiotika dapat diberikan.
75
Tabel XXXIII. Kasus 20 Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Kanker ParuYang Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode 2006-2008No. RM : 01.35.63.52 (01/07/08 – 10/07/08)
Subyektif :Wanita 59 tahun, BB : 86 kg, TB : 173 cm.DU : adenocarcinoma paruKU : baik, sadar, gizi kesan lebihPasien mulai merasakan batuk2 lama dahak (+), darah (-), kambuh-kambuhan (+), sesak (-), demam
(-), BAB/BAK t.a.k, makan/minum d.b.n, os periksa dan disarankan untuk Ro dada. Kemudianketahuan ada cairan di paru2 kiri, pasien disarankan ke RSS untuk pelacakan lebih lanjut.
RPK : riwayat suami perokok dan meninggal karena sakit paru-paru.
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10Diet TKTP Inf. D5% Kodein (3 x 10 mg) Ambroxol (3 x 1) Neuradex (1 x 1) Kalnex (1A/8 jam) Ketorolax k/p Sefadroksil (2 x 500 mg)
Assessment :Penggunaan sefadroksil kurang tepat karena dari hasil laboratoium tidak ada kondisi klinis yangmenunjukkan infeksi.DTP : terapi tidak perlu
Rekomendasi :Sebaiknya pemberian sefadroksil dihentikan untuk menghindari ADR yang mungkin terjadi padapenggunaan jangka panjang.
76
Tabel XXXIV. Kasus 21 Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Kanker ParuYang Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode 2006-2008No. RM : 01.35.65.92 (19/07/08 – 29/07/08)
Subyektif :Laki-laki 51 tahun, BB : 50 kg, TB : 158 cm.DU : Non small cell lung carcinoma.KU : sedang, sadar, gizi cukupPasien adalah penderita non small cell lung carcinoma tegak, didapat sel ganas kesanadenocarcinoma. Pasien rencana kemoterapi ITiga BSMRS pasien batuk (+)kadang-kadang, dahak (-), sesak (-).Satu BSMRS pasien mengeluh batuk-batuk (+), sesak (-), demam (-),Enam HMRS pasien dilakukan AJH paru dan didapatkan sel ganas kesan adenocarcinoma.RPD : HT (+) 3 bulan yang lalu.
Assessment :Penggunaan antibiotika levofloksasin sudah tepat, namun pemberian dapat dikatakan terlambatkarena dua hari sebelumnya hasil laboratoium menunjukkan leukositosis dan kenaikan netrofil.Selain itu durasi penggunaan levofloksasin kurang dari 7 hari.DTPs : perlu terapi tambahan dan dosis terlalu rendah
Rekomendasi :Sebaiknya perlu terapi diawal, setelah diketahui hasil laboratorium. Levofloksasin efektif dengandosis 500 mg tiap 24 jam selama 7-14 hari. Sebaiknya diberikan antibiotika sebagai terapi lanjutanrawat jalan seperti siprofloksasin 2 x 500 mg .
77
Tabel XXXV. Kasus 22 Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Kanker Paru YangMenjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2006-2008
No. RM : 01.35.68.08 (24/06/08 – 24/07/08)Subyektif :Wanita 45 tahun, BB : 45 kg, TB : 156 cm.DU : NSCLCDL : Obstruksi massa mediastinum, sirsosisKU : sedang, sadar, terjadi sesakSatu TSMRS pasien mengeluh sesak nafas, batuk (+), dahak sulit keluar. Periksa pasien didiagnosis TBC, danmendapat terapi OAT. 1,5 BSMRS pasien jatuh, lutut kiri bengkak, nyeri, Ro.thorax ada massa di paru.Sepuluh HSMRS pasien mengeluh sesak nafas kembali, pasien nyaman tidur bila miring ke kiri, kakibengkak(-), batuk (+), dahak (+) warna putih, sulit keluar, darah (-), mual (+), muntah (-), BB , BAB/BAKdbn.HSMRS pasien mengeluh sesak (+), batuk (+), dahak (-), mual/muntah (-), demam (-), BB .RPD : riwyat sakit kuning + 17 tahun yang lalu.Obyektif :
Tanggal (Juni - Juli 2008)PemeriksaanLab 24/06 01/07 05/07 10/07 12/07 15/07 16/07 22/07
Inj. Seftriakson (1g/12jam) 24/06/08 – 08/07/08Codein (2 x 10 mg) 26/06/08 – 11/07/08, 19/07/08Laxadin (3 x C I) 26/06/08 – 02/07/08, 09/07/08 – 11/07/08Drip Toradol (1 A/8jam) 30/06/08 – 09/07/08Na Diklofenak (2 x 25 mg) 04/07/08 – 23/07/08Tramadol (1 A/kp) 09/07/08New Diatab (3 x II tab) 07/07/08Kapsul garam 09/07/08 – 14/07/08KSR (1 x 1) 09/07/08 – 14/07/08Inj. Tutofuchsin 11/07/08 – 15/07/08Inj. Seftazidim (1 g/8jam) 15/07/08 – 23/07/08Impepsa (3 x C I) 15/07/08 – 23/07/08Inf. Albumin 15/07/08 – 16/07/08, 21/07/08Inj. Ranitidin (1 A/8jam) 19/07/08 – 23/07/08Frazon k/p 19/07/08 – 23/07/08Proten 21/07/08 – 23/07/08Paxus (175 mg/m2) 17/07/08Carboplatin (5 AUC) 17/07/08
Assessment :Penggunaan seftzidim sudah tepat, diduga sebagai penatalaksanaan sebelum dan setelah pasienmenjalani kemoterapi yang berpotensi terjadi infeksi. Sedangkan pemberian seftriakson didugauntuk menangani problem sirosis yang dialami pasien.DTP : -Rekomendasi : Sebaiknya terus dilakukan pemantauan sehubungan dengan problem yang terjadimengenai penurunan albumin.
78
Tabel XXXVI. Kasus 23 Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Kanker ParuYang Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode 2006-2008No. RM : 01.35.75.44 (08/07/08 – 16/07/08)
Subyektif :Laki-laki 61 tahun, BB : 62 kg, TB : 168 cm.DU : NSCLC post SS I.DL : efusi pleura dextra, HT state II dalam terapi, obstruksi hepatoslenomegali e.c susp metastaseKU : sedang, sadar, gizi kesan cukupSepuluh BSMRS pasien mulai mengeluh batuk dahak sulit keluar, sesak nafas (+) kadang-kadang.Empat BSMRS pasien kembali mengeluh batuk (+), dahak (+) warna putih, batuk darah (+) 1 kali,mual (+), muntah (-), nafsu makan/minum . Dua BSMRS pasien merasakan batuk , sesak bafas(+). Satu MSMRS keluhan batuk kembali muncul, dahak (+) putih, sesak nafas (+), mual (+),muntah (-), nafsu makan/minum , perut sebelah kanan atas semakin terasa ada benjolan yangmengeras, membesar (+). HMRS pasien periksa dengan keluhan menetap, dilakukan punksi efusi,keluar cairan kemerahan. BB 14 kg selama sakit. Riwayat merokok + 5 tahun 1-2 batang/hari(berhenti 5 tahun yang lalu), keluarga perokok.RPD : HT (+)Obyektif :
Tanggal (Juli 2008)PemeriksaanLaboratorium 08/07 12/07
Inj. Ketorolak k/p Valsartan (1 x 80 mg) Codein (3 x 1) Paxus (130 mg) Carboplatin (550 mg)
Assessment :Penggunaan antibiotika seftriakson dan seftazidim sudah tepat sebagai antibiotika kuratif.DTP : -Rekomendasi :Sebaiknya terus dilakukan monitoring data laboratorium dan tanda-tanda infeksi untuk mengetahuiperkembangan pasien.
79
Tabel XXXVII. Kasus 24 Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Kanker ParuYang Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode 2006-2008No. RM : 01.35.81.74 (04/07/08 – 24/07/08)
Subyektif :Laki-laki 45 tahun, BB : 51 kg, TB : 162 cm.DU : NSCLCDL : obstruksi massa paru dekstra, metastase paru, sirosis dan Hipertensi stage IKU : sedang, sadar, gizi kesan kurangSatu BSMRS pasien mulai mengeluh batuk (+), dahak (+) warna putih kental, sesak nafas (-), demam (-),nafsu makan dan minum , hanya makan bubur. Tiga HSMRS pasien mengeluhkan batuk (+) bercampurdarah, pada saat pertama batuk + darah seperti muntah + ½ gelas (+), sesak nafas.HMRS pasien mengeluh batuk (+), dahak (+), darah (-), sesak nafas (+), BAB/BAK t.a.k. BB 5 kg dalamsebulan. Riwayat merokok sejak muda + 1 bungkus/hari.
Assessment :Penggunaan antibiotika seftriakson sudah tepat, diduga sebagai penatalaksanaan sebelum pasienmenjalani kemoterapi yang berpotensi terjadi infeksi, (rencana awal kemoterapi tanggal 18/07/08).Sedangkan pemberian pemberian azitromisin yang diberikan ditengah terapi kurang tepat sebabseftriakson dianggap cukup untuk menghambat potensi infeksi karena memiliki spektrum terapi yangluas.DTP : terapi tidak tepatRekomendasi :Sebaiknya azitromisin tidak perlu diberikan sebagai terapi tambahan, karena azitromisin tidak efektifapabila tujuan pemberian sebagai terapi kombinasi.
80
Tabel XXXVIII. Kasus 25 Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Kanker ParuYang Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode 2006-2008No. RM : 01.36.66.26 (08/10/08 – 11/10/08)
Subyektif :Laki-laki 73 tahun, BB : 31 kg, TB : 165 cm.DU : NSCLCDL : suspect benigna prostat hiperplasi, sirs, ARDS, efusi pleura dekstraKU : lemah, tampak lesu, sadar, gizi kurang,Dua BSMRS pasien mengeluh sesak nafas (+), dikatakan terdapat tumor di dada.Sepuluh HSMRS pasien mengeluh sesak nafas menetap demam (-), batuk (+), dahak (-),nafsumakan/minum , BAB/BAK lancar.Dua HSMRS pasien mengeluh kembali sesak (+), nafsu makan/minum sangat , BAB/BAK sulit.HMRS keluhan menetap pasien tidak bisa BAK, perut amat nyeri, batuk (+), dahak (+). Memilikiriwayat merokok.Obyektif :
Tanggal (Oktober 2008)PemeriksaanLaboratorium 08/08
Pasien meninggal dunia pada tanggal 11/10/08Assessment :Penggunaan antibiotika seftriakson telah tepat karena terjadi kenaikan netrofil dan bakteri (+).Kondisi pasien terus menurun ditinjau dari sesak nafasnya yang terus meningkat dan telahdipastikan adanya infeksi bakteri. maka pasien tidak dapat tertolong lagi.DTP : -Rekomendasi :Perlu dipastikan penyebab utama terjadinya kematian.
81
Tabel XXXIX. Kasus 26 Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Kanker ParuYang Menjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode 2006-2008No. RM : 01.37.93.28 (21/11/08 – 12/12/08)
Assessment :Penggunaan antibiotika seftriakson sudah tepat sebagai antibiotika kuratif, karena terjadileukositosis dan kenaikan netrofil. Siprofloksasin digunakan sebagai penatalaksanaan sebelum dansetelah pasien menjalani kemoterapi yang berpotensi terjadi infeksi.DTP : -Rekomendasi :Apabila masih terjadi leukositosis dan kenaikan netrofil, pada rawat jalan perlu diberikan terapiantibiotika oral seperti siprofloksasin 500 mg/12 jam.
82
Tabel XL. Kasus 27 Penggunaan Antibiotika Pada Pasien Kanker Paru YangMenjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta
Periode 2006-2008No. RM : 01.37.94.27 (15/12/08 – 24/12/08)
Subyektif :Laki-laki 50 tahun, BB : 46 kg, TB : 164 cm.DU : NSCLC post SS I.KU : sedang, tampak sesak, sadar, gizi kesan kurangEmpat BSMRS pasien mengeluh sesak (+), batuk (+), tegak ½ duduk berkurang, batuk ngikil, dahak(+), demam (+). Dikatakan sakit paru-paru dan mendapat terapi TB. Dua BSMRS pasien merasasesak bertambah, dipasang selang ke dada dan keluar cairan warna kuning, sesak berkurang.Dikatakan adenocarcinoma. 2 MSMRS pasien merasa sesak (+), batuk (+), dahak (+) kuning, bau,demam (+), BB , malam hari berkeringat (+),dari luka bekas WSD timbul benjolan. Dikatakantumor dada.HMRS keluhan memberat, pasien dirawat inap. Riwayat terapi OAT 4 bulan dan riwayat merokok+ 2 bungkus/hari.Obyektif :
Assessment :Penggunaan antibiotika dikatakatkan telah tepat sebagai antibiotika profilaksis karena diketahuikeluhan pasien dengan adanya dahak kuning berbau yang semakin memberat dan suhu tubuhsubfebris, meskipun belum ada hasil laboratorium yang menunjukkan tanda-tanda infeksi.DTPs : -
Rekomendasi :Terus dilakukan monitoring kondisi pasien dan sebaiknya perlu diperhatikan masalah penurunanHb dan penatalaksanaannya.
83
Lampiran 2. Daftar Obat-obat Yang Diberikan Pada Kasus Kanker Paru YangMenjalani Kemoterapi di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta Periode 2006-2008
Tabel XLI. Obat AnalgesikNo. Golongan obat Nama obat1. Analgesik opioid Tramadol
MST2. Analgesik non opioid Sistenol
ParasetamolAnalgetika
Tabel XLII. Obat Saluran PernafasanNo. Golongan obat Nama obat1. Antitusif Codipront
CoditamCodein
2. Mukolitik FluimucylAmbroxol
3. Ekspektoran OBH4. Antiasma dan COPD Atrovent
Pulmicort
Tabel XLIII. Obat Saluran PencernaanNo. Golongan obat Nama obat1. Antitukak Radin
SukralfatPrimperanRanitidinAntacidInpepsaPolycrol
2. Pencahar Laksadin3. Antiemetik Vometa
FrazonMetoklopramide
4. Antidiare New Diatab
Tabel XLIV. Obat Sistem KardiovaskulerNo. Golongan obat Nama obat1. Antihipertensi Noperten