PENDAHULUAN APAKAH ETIKA KEFARMASIAN ITU?Perhatikan kaus-kasus
berikut ini, yang sangat mungkin terjadi hampir di semua negara: 1.
Apoteker M menjadi penanggungjawab apotek di Kota W yang sekaligus
sebagai pemilik sarana apotek. Suatu saat ia mendapatkan tawaran
untuk menjadi penanggungjawab PBF PP dan ia menerima tawaran
tersebut. Tanpa melepas status sebagai APA, ia menjadi
penanggungjawab PBF PP. Untuk mencapai target yang telah ditetapkan
perusahaan (PBF PP), apoteker M melakukan kerjasama dengan apotek
miliknya untuk mendistribusikan obat ke klinik dan balai pengobatan
atau rumah sakit-rumah sakit. Apotek akan mendapatkan fee dari
kerjasama ini sebesar 2% faktur penjualan. Semua administrasi dapat
ia kendalikan dan lengkap (surat pesanan, faktur pengiriman, faktur
pajak, tanda terima, surat pesanan klinik dan balai pengobatan atau
rumah sakit ke apotek, pengiriman dari apotek ke sarana tersebut
dll.). Semua disiapkandengan rapi sehingga setiap ada pemeriksaan
Badan POM tidak terlihat adanya penyimpangan secara administrasi.2.
P, apoteker praktek di sebuah kota kecil, didekati oleh organisasi
penelitian agar ikut serta dalam uji klinik suatu obat AINS untuk
osteoartritis. Dia ditawari sejumlah uang untuk setiap pasien yang
dia ikut sertakan dalam uji tersebut. Wakil organisasi tersebut
meyakinkan bahwa penelitian ini telah mendapatkan semua ijin yang
diperlukan termasuk dari Komite Etik Kedokteran. Apoteker P belum
pernah ikut serta dalam uji klinik sebelumnya dan merasa senang
dengan kesempatan ini, terutama dengan uang yang ditawarkan. Dia
menerima tawaran tersebut tanpa lebih jauh lagi menanyakan aspek
etis dan ilmiah dari penelitian tersebut. 3. dll
Dari setiap kasus tersebut mengandung refleksi etis. Kasus-kasus
tersebut menimbulkan pertanyaan mengenai pembuatan keputusan dan
tindakan apoteker bukan dari segi ilmiah ataupun teknis seperti
bagaimana menangani resep atau produksi obat ataupun bagaimana
melakukan penelitian yangsesuai dengan ethical clearence, namun
pertanyaan yang muncul adalah mengenai nilai, hak-hak, dan tanggung
jawab. Apoteker akan menghadapi pertanyaan-pertanyaan ini sesering
dia menghadapi pertanyaan ilmiah maupun teknis. Di dalam praktek
kedokteran, tidak peduli apakah spesialisasinya maupun tempat
kerjanya, beberapa pertanyaan lebih mudah dijawab dibandingkan
pertanyaan lain. Jadi apakah sebenarnya etika itu dan bagaimanakah
etika dapat menolong apoteker berhadapan dengan
pertanyaan-pertanyaan seperti itu? Secara sederhana etika merupakan
kajian mengenai moralitas - refleksi terhadap moral secara
sistematik dan hati-hati dan analisis terhadap keputusan moral dan
perilaku baik pada masa lampau, sekarang atau masa mendatang.
Moralitas merupakan dimensi nilai dari keputusan dan tindakan yang
dilakukan manusia. Bahasa moralitas termasuk kata-kata seperti hak,
tanggung jawab, dan kebaikan dan sifat seperti baik dan buruk (atau
jahat), benar dan salah, sesuai dan tidak sesuai. Menurut dimensi
ini, etika terutama adalah bagaimana mengetahuinya (knowing),
sedangkan moralitas adalah bagaimana melakukannya (doing). Hubungan
keduanya adalah bahwa etika mencoba memberikan kriteria rasional
bagi orang untuk menentukan keputusan atau bertindak dengan suatu
cara diantara pilihan cara yang lain. Karena etika berhubungan
dengan semua aspek dari tindakan dan keputusan yang diambil oleh
manusia maka etika merupakan bidang kajian yang sangat luas dan
kompleks dengan berbagai cabang dan subdevisi. MENGAPA HARUS
BELAJAR ETIKA KEFARMASIAN?Ini beberapa alasan umum yang dikemukakan
untuk tidak memberikan pelajaran etika kefarmasian di kurikulum
farmasi padahal etika mempunyai peran yang besar dalam kurikulum
sekolah pendidikan apoteker. 1. Asalkan apoteker memiliki
pengetahuan dan keterampilan, maka etika tidak akan jadi masalah 2.
Etika itu dipelajari di dalam keluarga, tidak di sekolah
kefarmasian 3. Etika kefarmasian dipelajari dengan mengamati
bagaimana apoteker senior bertindak, bukan dari buku atau kuliah 4.
........etika merupakan kajian mengenai moralitas - refleksi
terhadap moral secara sistematik dan hati-hati dan analisis
terhadap keputusan moral dan perilaku....... 5. Etika itu penting,
tapi kurikulum kita sudah terlalu penuh dan tidak ada ruang untuk
mengajarkan etika Sebagian, hanya sebagian saja, yang valid. Secara
bertahap sekolah-sekolah pendidikan apoteker di dunia mulai
menyadari bahwa mereka perlu membekali mahasiswanya dengan sumber
dan waktu yang cukup untuk belajar etika. Etika merupakan dan akan
selalu menjadi komponen yang penting dalam praktek pengobatan.
Prinsip-prinsip etika seperti menghargai orang, tujuan yang jelas
dan kerahasiaan merupakan dasar dalam hubungan apoteker-pasien.
Walaupun begitu, penerapan prinsip-prinsip tersebut dalam situasi
khusus sering problematis, karena dokter, apoteker, pasien,
keluarga mereka, dan profesi kesehatan lain mungkin tidak setuju
dengan tindakan yang sebenarnya benar dilakukan dalam situasi
tersebut. Belajar etika akan menyiapkan mahasiswa kefarmasian untuk
mengenali situasi-situasi yang sulit dan melaluinya dengan cara
yang benar sesuai prinsip dan rasional. Etika juga penting dalam
hubungan apoteker dengan masyarakat dan kolega mereka dan dalam
melakukan penelitian kedokteran. Sangat sering, bahkan etika
membuat standar perilaku yang lebih tinggi dibanding hukum, dan
kadang etika memungkinkan apoteker perlu untuk melanggar hukum yang
menyuruh melakukan tindakan yang tidak etis.ETIKA KEFARMASIAN,
PROFESIONALISME, HAK ASASI MANUSIA DAN HUKUMEtika telah menjadi
bagian yang integral dalam pengobatan setidaknya sejak masa
Hippocrates, seorang ahli pengobatan Yunani yang dianggap sebagai
pelopor etika kedokteran pada abad ke-5 SM. Dari Hippocrates muncul
konsep pengobatan sebagai profesi, dimana ahli pengobatan membuat
janji di depan masyarakat bahwa mereka akan menempatkan kepentingan
pasien mereka di atas kepentingan mereka sendiri. Saat ini etika
kedokteran telah banyak dipengaruhi oleh perkembangan dalam hak
asasi manusia. Di dalam dunia yang multikultural dan pluralis,
dengan berbagai tradisi moral yang berbeda, persetujuan hak asasi
manusia internasional utama dapat memberikan dasar bagi etika
kefarmasian yang dapat diterima melampaui batas negara dan
kultural. Lebih dari pada itu, apoteker sering harus berhubungan
dengan masalah-masalah medis dan obat karena pelanggaran hak asasi
manusia, seperti migrasi paksa, penyiksaan, dan sangat dipengaruhi
oleh perdebatan apakah pelayanan kesehatan merupakan hak asasi
manusia karena jawaban dari pertanyaan ini di beberapa negara
tertentu akan menentukan siapakah yang memiliki hak untuk
mendapatkan perawatan medis. Etika kefarmasian juga sangat
berhubungan dengan hukum. Hampir di semua negara ada hukum yang
secara khusus mengatur bagaimana dokter harus bertindak berhubungan
dengan masalah etika dalam perawatan pasien dan penelitian. Badan
yang mengatur dan memberikan ijin praktek apoteker di setiap negara
bisa dan memang menghukum apoteker yang melanggar etika. Namun
etika dan hukum tidaklah sama. Bahkan etika membuat standar
perilaku yang lebih tinggi dibanding hukum, dan kadang etika
memungkinkan apoteker perlu untuk melanggar hukum yang menyuruh
melakukan tindakan yang tidak etis. Hukum juga berbeda untuk
tiap-tiap negara sedangkan etika dapat diterapkan tanpa melihat
batas negara. Namun pengobatan ilmiah memiliki keterbatasan
terutama jika berhubungna dengan manusia secara individual, budaya,
agama, kebebasan, hak asasi, dan tanggung jawab. Seni pengobatan
melibatkan aplikasi ilmu dan teknologi pengobatan terhadap pasien
secara individual, keluarga, dan masyarakat sehingga keduanya
tidaklah sama. Lebih jauh lagi bagian terbesar dari perbedaan
individu, keluarga, dan masyarakat bukanlah non-fisiologis namun
dalam mengenali dan berhadapan dengan perbedaan-perbedaan ini di
mana seni, kemanusiaan, dan ilmu-ilmu sosial bersama dengan etika,
memiliki peranan yang penting. Bahkan etika sendiri diperkaya oleh
disiplin ilmu yang lain, sebagai contoh, presentasi dilema klinis
secara teatrikal dapat menjadi stimulus yang lebih baik dalam
refleksi dan analisis etis dibanding deskripsi kasus
sederhana.Secara umum apoteker diharapkan dapat mengaktualisasikan
prinsip etika profesi dengan derajat yang lebih tinggi dibanding
orang lain. Prinsip etika profesi itu meliputi belas kasih,
kompeten, dan otonomi. Belas kasih, memahami dan perhatian terhadap
masalah orang lain, merupakan hal yang pokok dalam praktek
pengobatan. Agar dapat mengatasi masalah pasien, apoteker harus
memberikan perhatian terhadapkeluhan/gejala yang dialami pasien dan
memberikan nasehat yang meredakan gejala tersebut dengan pengobatan
dan harus bersedia membantu pasien mendapatkan pertolongan. Pasien
akan merespon dengan lebih baik jika dia merasa bahwa apotekernya
menghargai masalah mereka dan tidak hanya sebatas melakukan
pengobatan terhadap penyakit mereka. Kompetensi yang tinggi
diharapkan dan harus dimiliki oleh apoteker. Kurang kompeten dapat
menyebabkan kematian atau morbiditas pasien yang serius. Apoteker
harus menjalani pelatihan yang lama agar tercapai kompetensinya.
Cepatnya perkembangan pengetahuan dan teknologi di bidang
kefarmasian dan kedokteran, merupakan tantangan tersendiri bagi
apoteker agar selalu menjaga kompetensinya. Terlebih lagi tidak
hanya pengetahuan ilmiah dan ketrampilan teknis yang harus dijaga
namun juga pengetahuan etis, ketrampilan, dan tingkah laku. Masalah
etis akan muncul sejalan dengan perubahan dalam praktek
kefarmasian, lingkungan sosial dan politik. Otonomi, atau penentuan
sendiri, merupakan nilai inti dari pengobatan yang berubah dalam
tahun-tahun terakhir ini. Apoteker secara pribadi telah lama
menikmati otonomi pengobatan yang tinggi dalam menetukan bagaimana
menangani pasien mereka. Apoteker secara kolektif (profesi
kesehatan) bebas dalam menentukan standar pendidikan farmasi dan
praktek pengobatan. Masih ada ditemukan (walaupun sedikit),
apoteker yang menghargai otonomi profesional dan klinik mereka, dan
mencoba untuk tetap menjaganya sebanyak mungkin. Pada saat yang
sama, juga terjadi penerimaan oleh apoteker di penjuru dunia untuk
menerima otonomi dari pasien, yang berarti pasien seharusnya
menjadi pembuat keputusan tertinggi dalam masalah yang menyangkut
diri mereka sendiri. Selain terikat dengan ketiga nilai inti
tersebut, etika kefarmasian berbeda dengan etika secara umum yang
dapat diterapkan terhadap setiap orang. Etika kefarmasian masih
terikat dengan Sumpah dan Kode Etik Apoteker. Sumpah dan kode etik
beragam di setiap negara bahkan dalam satu negara, namun ada
persamaan, termasuk janji bahwa apoteker akan mempertimbangkan
kepentingan pasien diatas kepentingannya sendiri, tidak akan
melakukan deskriminasi terhadap pasien karena ras, agama, atau hak
asasi menusia yang lain, akan menjaga kerahasiaan informasi pasien,
dan akan memberikan pertolongan darurat terhadap siapapun yang
membutuhkan.SIAPAKAH YANG MENENTUKAN SESUATU ITU ETIS?Etika
bersifat pluralistik. Setiap orang memiliki perbedaan terhadap
penilaian benar atau salah bahkan jika ada persamaan bisa saja hal
tersebut berbeda dalam alasannya. Di beberapa masyarakat, perbedaan
tersebut dianggap sebagai sesuatu yang normal dan ada kebebasan
besar bagi seseorang untuk melakukan apa yang dia mau, sejauh tidak
melanggar hak orang lain. Namun di dalam masyarakat yang lebih
tradisional, ada persamaan dan persetujuan pada etika dan ada
tekanan sosial yang lebih besar, kadang bahkan didukung oleh hukum,
dalam bertindak berdasarkan ketentuan tertentu. Dalam masyarakat
tersebut budaya dan agama sering memainkan peran yang dominan dalam
menentukan perilaku yang etis. Jawaban terhadap pertanyaan,
siapakah yang menentukan sesuatu itu etis untuk seseorang secara
umum? karena itu bervariasi dari satu masyarakat dibanding
masyarakat yang lain dan bahkan dalam satu masyarakat sendiri.
Dalam masyarakat liberal, setiap individu memiliki kebebasan yang
besar dalam menentukan bagi dirinya sendiri apakah yang etis,
walaupun sepertinya mereka akan sangat dipengaruhi oleh keluarga,
teman, agama, media, dan sumbersumber eksternal lain yang mereka
dapat. Dalam masyarakat yang lebih tradisional, keluarga dan garis
keturunan, pemimpin agama, dan tokoh politik biasanya memiliki
peran lebih besar dalam menentukan apa yang etis dan tidak etis
bagi seseorang. Terlepas dari perbedaan ini, sepertinya sebagian
besar manusia setuju dengan beberapa prinsip fundamental dari
etika, sebut saja, hak asasi manusia yang dinyatakan dalam United
Nations Universal Declaration of Human Rights serta dokumen lain
yang telah diterima dan tertulis secara resmi. Hak-hak asasi
manusia yang terutama penting dalam etika kefarmasian adalah hak
untuk hidup, bebas dari deskriminasi, bebas dari siksaan dan
kekejaman, bebas dari perlakuan yang tidak manusiawi dan tidak
pantas, bebas beropini dan berekspresi, persamaan dalam mendapatkan
pelayanan umum di suatu negara, dan pelayanan kefarmasian. Bagi
apoteker, pertanyaan siapakah yang menentukan sesuatu etis atau
tidak? sampai saat ini memiliki jawaban yang berbeda-beda. Selama
berabad-abad profesi kesehatan telah mengembangkan standar
perilakunya sendiri untuk anggotanya, yang tercermin dalam kode
etik dan dokumen kebijakan yang terkait. Dalam tingkatan yang
global, IPF (International Pharmachist Federation) telah menetapkan
pernyataan etis yang sangat luas yang mengatur perilaku yang
diharuskan dimiliki oleh apoteker tanpa memandang dimana dan kapan
dia berada dan melakukan praktek. Banyak ikatan apoteker di suatu
negara (jika tidak sebagian besar) bertanggung jawab terhadap
pengembangan dan pelaksanaan standar etis yang aplikatif. Standar
tersebut mungkin memiliki status legal, tergantung pendekatan
negara tersebut terhadap hukum praktek medis. Meskipun demikian,
kehormatan profesi kefarmasian tidaklah bersifat absolut. Sebagai
contoh: Apoteker akan selalu dihadapkan pada hukum yang berlaku
dimana dia berada dan kadang dihukum karena melanggar hukum.
Beberapa organisasi kesehatan sangat kuat dipengaruhi oleh ajaran
agama, yang mengakibatkan adanya kewajiban tambahan terhadap
anggotanya selain kewajiban apoteker secara umum. Di banyak negara
organisasi yang menetapkan standar bagi perilaku apoteker dan
memonitor kepatuhan, mereka memiliki anggota yang berpengaruh yang
bukan apoteker. Instruksi etis resmi dari organisasi profesi
apoteker secara umum sama, mereka tidak selalu dapat diterapkan di
setiap situasi yang mungkin dihadapi apoteker dalam praktek
kefarmasian mereka. Di dalam kebanyakan situasi, apoteker harus
memutuskan untuk dirinya sendiri apakah yang benar untuk dilakukan,
namun dalam mengambil keputusan tersebut, akan sangat membantu jika
mereka mengetahui apa yang dilakukan apoteker lain dalam situasi
yang sama. Kode etik apoteker dan kebijakan yang berlaku merupakan
konsensus umum bagaimana seorang apoteker harus bertindak dan harus
diikuti kecuali ada alasan yang lebih baik mengapa harus
melanggarnya.APAKAH ETIKA KEFARMASIAN DAPAT BERUBAH?Sampai saat ini
apoteker memiliki hak dan tugas untuk memutuskan bagaimana pasien
harus diberi obat dan tidak ada keharusan mendapatkan ijin tertulis
pasien. Namun sejak Declaration on the Right of the Patient tahun
1995 dimulai dengan kalimat: Hubungan antara dokter, pasien mereka,
dan masyarakat yang lebih luas telah mengalami perubahan yang nyata
saat ini. Walaupun seorang dokter harus selalu bertindak benar
menurut pemikirannya, dan selalu berdasarkan kepentingan terbaik
dari pasien, usaha yang sama juga harus tetap dilakukan dalam
menjamin otonomi dan keadilan pasien. Saat ini orang-orang mulai
berfikir bahwa diri mereka sendiri merupakan penyedia kesehatan
utama bagi mereka sendiri dan bahwa peran tenaga kesehatan adalah
bertindak sebagai konsultan dan instruktur. Walaupun penekanan
terhadap perawatan sendiri ini jauh dari keumuman, namun sepertinya
terus menyebar dan menggejala dalam perkembangan hubungan
pasien-dokter-tenaga kesehatan lainnya yang memunculkan kewajiban
etik yang berbeda bagi apoteker dibanding sebelumnya. Hingga
akhir-akhir ini apoteker menganggap diri mereka sendiri bertanggung
jawab terhadap diri sendiri, kepada kolega profesi kesehatan
mereka, dan terhadap agama yang dianut, Tuhan Yang Maha Kuasa. Saat
ini, mereka memiliki tanggung jawab tambahan terhadap pasien
mereka, kepada pihak ketiga seperti rumah sakit, organisasi yang
mengambil keputusan medis terhadap pasien, kepada pemegang
kebijakan dan perijinan praktek, dan bahkan sering kepada
pengadilan. Berbagai tanggung jawab yang berbeda ini dapat saling
bertentangan satu sama lain, yang akan terlihat dalam bahasan
loyalitas ganda. Etika kefarmasian juga telah berubah dengan cara
yang lain. Ontoh keterlibatan dalam aborsi dilarang dalam kode etik
dokter sampai beberapa saat yang lalu, namun sekarang dapat
ditoleransi dalam kondisi tertentu oleh profesi kesehatan di
beberapa negara. Sedangkan dalam etika kedokteran tradisional
dokter hanya bertanggung jawab terhadap pasien mereka secara
pribadi. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi medis memunculkan
masalah etis baru yang tidak dapat dijawab oleh etika kefarmasian
tradisional. Reproduksi buatan, genetika, informatika kesehatan
serta teknologi perbaikan kehidupan dan teknologi untuk
memperpanjang kehidupan, kesemuanya memerlukan keterlibatan dokter
dan tenaga kesehatan lainnya, sangat berpotensi menguntungkan
pasien namun juga sangat berpotensi merugikan pasien tergantung
bagaimana menerapkannya. Untuk membantu bagaimana memutuskan dan
dalam kondisi apa apoteker dapat melakukan hal tersebut, organisasi
profesi apoteker harus menggunakan metode analisis yang berbeda
tidak hanya berdasarkan kode etik yang telah ada. Selain perubahan
dalam etika kefarmasian yang jelas memang terjadi, sudah ada
persetujuan diantara apoteker atau ornagisasi profesi bahwa nilai
fundamental dan prinsip-prinsip etis tidaklah berubah, karena tidak
bisa dihindari bahwa manusia akan selalu memiliki masalah kesehatan
sehingga mereka akan terus memerlukan tenaga kesehatan yang otonom,
kompeten, dan berbelas kasih untuk merawat mereka.APAKAH ETIKA
KEFARMASIAN BERBEDA DI SETIAP NEGARA?Dalam merespon perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi medis dan nilai-nilai sosial, maka
etika kefarmasian bervariasi dari satu negara dengan negara yang
lain tergantung faktot-faktor tersebut. Suatu contoh pada kasus
euthanasia, terdapat perbedaan yang nyata terhadap opini dari
ikatan dokter di setiap negara. Beberapa organisasi mengutuknya,
sedangkan Ikatan Dokter Kerajaan Belanda memperbolehkannya dalam
kondisi tertentu. Demikian juga yang berhubungan dengan kesempatan
memperoleh pelayanan medis, beberapa ikatan dokter disuatu negara
mendukung persamaan hak untuk semua warga negara, sedangkan di
negara lain mentoleransi ketidaksamaan hak memperoleh pelayanan
kesehatan bagi warganya. Di beberapa negara ada ketertarikan yang
besar terhadap masalah-masalah etik yang muncul karena adanya
kemajuan teknologi pengobatan sedangkan di negara yang tidak
memiliki akses terhadap teknologi tersebut, masalah-masalah etik
tentu tidak muncul. Apoteker di beberapa negara cukup yakin bahwa
mereka tidak akan ditekan oleh pemerintah untuk melakukan sesuatu
yang tidak etis namun di negara lain mungkin akan sulit bagi mereka
memenuhi kewajiban etis, seperti menjaga kerahasiaan pasien jika
berhadapan dengan polisi atau permintaan angkatan bersenjata untuk
melaporkan adanya jejak/luka yang mencurigakan pada seorang
pasienWalaupun perbedaan ini terlihat sangat nyata, persamaan yang
ada jauh lebih besar lagi. Apoteker di seluruh dunia memiliki
banyak persamaan, dan ketika mereka berhimpun bersama dalam suatu
organisasi seperti IPF akan mencapai suatu kesepakatan mengenai
masalah-masalah etik yang kontroversial, walaupun kadang harus
melewati debat yang panjang. Nilai pokok dari etika kefarmasian,
seperti belas kasih, kompetensi, dan otonomi, bersamaan dengan
pengalaman dan ketrampilan di semua bidang pengobatan dan pelayanan
kesehatan yang dimiliki oleh apoteker memberikan dasar dalam
menganalisa masalah masalah etik dalam pengobatan dan memunculkan
suatu solusi yang berdasarkan kepentingan terbaik bagi pasien
secara pribadi dan warga negara serta kesehatan masyarakat secara
umum.BAGAIMANA SESEORANG MEMUTUSKAN SESUATU ITU ETIS?Setiap orang
bertanggung jawab terhadap diri sendiri dalam mengambil keputusan
etis dan dalam mengimplementasikannya. Bagi apoteker secara pribadi
dan mahasiswa farmasi, etika kefarmasian tidak hanya terbatas pada
rekomendasi-rekomendasi yang dikeluarkan oleh IPF atau organisasi
kesehatan yang lain karena rekomendasi tersebut sifatnya sangat
umum dan setiap orang harus memutuskan apakah hal itu dapat
diterapkan pada situasi yang sedang dihadapi atau tidak dan
terlebih lagi banyak masalah etika yang muncul dalam praktek
kefarmasian yang belum ada petunjuk bagi ikatan apoteker. Ada
berbagai cara berbeda dalam pendekatan masalah-masalah etika
seperti dalam contoh kasus pada bagian awal tulisan ini. Secara
kasar cara pendekatan penyelesaian masalah etika dapat dibagi
menjadi dua kategori rasional dan non-rasional. Penting untuk
mengingat bahwa non-rasional bukan berarti irrasional namun hanya
dibedakan dari sistematika, dan alasan yang dapat digunakan dalam
mengambil keputusan.1. Pendekatan-pendekatan non-rasional:
Kepatuhan merupakan cara yang umum dalam membuat keputusan etis,
terutama oleh anak-anak dan mereka yang bekerja dalam struktur
kepangkatan (militer, kipolisian, beberapa organisasi keagamaan,
berbagai corak bisnis). Moralitas hanya mengikuti aturan atau
perintah dari penguasa tidak memandang apakah anda setuju atau
tidak. Imitasi serupa dengan kepatuhan karena mengesampingkan
penilaian seseorang terhadap benar dan salah dan mengambil
penilaian orang lain sebagai acuan karena dia adalah panutan.
Moralitas hanya mengikuti contoh yang diberikan oleh orang yang
menjadi panutan. Ini mungkin cara yang paling umum mempelajari
etika kedokteran, dengan panutannya adalah konsultan senior dan
cara belajar dengan cara mengobservasi dan melakukan asimilasi dari
nilai-nilai yang digambarkan. Perasaan atau kehendak merupakan
pendekatan subjektif terhadap keputusan dan perilaku moral yang
diambil. Yang dianggap benar adalah apa yang dirasakan benar atau
dapat memuaskan kehendak seseorang sedangkan apa yang salah adalah
yang dirasakan salah atau tidak sesuai dengan kehendak seseorang.
Ukuran moralitas harus ditemukan di dalam setiap individu dan tentu
saja akan sangat beragam dari satu orang ke orang lain, bahkan
dalam individu itu sendiri dari waktu ke waktu. Intuisi merupakan
persepsi yang terbentuk dengan segera mengenai bagaimana bertindak
di dalam sebuah situasi tertentu. Intuisi serupa dengan kehendak
dimana sifatnya sangat subjektif, namun berbeda karena intuisi
terletak pada pemikiran dibanding keinginan. Karena itu intuisi
lebih dekat kepada bentuk rasional dari keputusan etis yang diambil
dari pada kepatuhan, imitasi, perasaan, dan kehendak. Meskipun
begitu, intuisi sistematis ataupun penuh pemikiran namun hanya
sebatas mengarahkan keputusan berdasarkan apa yang terbersit dalam
pikiran saat itu. Seperti halnya perasaan dan kehendak, intuisi
dapat bervariasi dari setiap individu, dan bahkan dari individu itu
sendiri. Kebiasaan merupakan metode yang sangat efisien dalam
mengambil keputusan moral karena tidak diperlukan adanya
pengulangan proses pembuatan keputusan secara sistematis setiap
masalah moran muncul dan sama dengan masalah yang pernah dihadapi.
Meskipun begitu ada kebiasaan yang buruk (seperti berbohong) dan
juga kebiasaan baik (seperti mengatakan dengan jujur) terlebih lagi
ada berbagai keadaan yang sepertinya serupa namun tetap membutuhkan
keputusan yang sangat berbeda. Walaupun kebiasaan ini sangat
berguna, namun kita tidak boleh terlalu mengandalkannya.2.
Pendekatan rasional: Deontologi melibatkan pencarian aturan-aturan
yang terbentuk dengan baik yang dapat dijadikan sebagai dasar dalam
pembuatan keputusan moral seperti perlakukan manusia secara sama.
Dasarnya dapat saja agama (seperti kepercayaan bahwa manusia
sebagai ciptaan Tuhan adalah sama) atau juga non-religius (seperti
manusia memiliki gen-gen yang hampir sama). Sekali aturan ini
terbangun maka hal tersebut harus diterapkan dalam situasi ilmiah,
dan akan sangat mungkin terjadi perbedaan aturan mana yang
diperlukan (seperti apakah aturan bahwa tidak boleh membunuh orang
lain atau hukuman yang menjadi dasar larangan aborsi).
Konsekuensialisme mendasari keputusan etis yang diambil karena
merupakan cara analisis bagaimana konsekuensi atau hasil yang akan
didapatkan dari berbagai pilihan dan tindakan. Tindakan yang benar
adalah tindakan yang memberikan hasil yang terbaik. Tentunya ada
berbagai perbedaan mengenai batasan hasil yang terbaik. Salah satu
bentuk konsekuensialisme yang sangat dikenal adalah
utilitarianisme, menggunakan utility untuk mengukur dan menentukan
mana yang memberikan hasil yang paling baik diantara semua pilihan
yang ada. Ukuran-ukuran outcome yang digunakan dalam pembuatan
keputusan medis antara lain cost-effectiveness dan kualitas hidup
diukur sebagai QALYs (quality-adjusted life-years) atau DALYs
(disablility-adjusted life-years). Pendukung teori ini umumnya
tidak banyak menggunakan prinsip-prinsip karena sangat sulit
mengidentifikasi, menentukan prioritas dan menerapkannya dan dalam
suatu kasus mereka tidak mempertimbangkan apakah yang sebenarnya
penting dalam pengambilan keputusan moral seperti hasil yang ingin
dicapai. Karena mengesampingkan prinsip-prinsip maka
konsekuensialisme sangat memungkinkan timbulnya pernyataan bahwa
hasil yang didapat akan membenarkan cara yang ditempuh seperti hak
manusia dapat dikorbankan untuk mencapai tujuan sosial.
Prinsiplisme, seperti yang tersirat dari namanya, mempergunakan
prinsip-prinsip etik sebagai dasar dalam membuat keputusan moral.
Prinsip-prinsip tersebut digunakan dalam kasus-kasus atau keadaan
tertentu untuk menentukan hal yang benar yang harus dilakukan,
dengan tetap mempertimbangkan aturan dan konsekuensi yang mungkin
timbul. Prinsiplisme sangat berpengaruh dalam debat-debat etika
baru-baru ini terutama di Amerika. Keempat prinsip dasar,
penghargaan otonomi, berbuat baik berdasarkan kepentingan terbaik
dari pasien, tidak melakukan tindakan yang dapat menyakiti pasien
serta keadilan merupakan prinsip dasar yang digunakan dalam
pengambilan keputusan etik di dalam praktek. Prinsip-prinsip
tersebut jelas memiliki peran yang penting dalam pengambilaan
keputusan rasional walaupun pilihan terhadap keempat prinsip
tersebut dan terutama prioritas untuk menghargai otonomi di atas
yang lain merupakan refleksi budaya liberal dari Barat dan tidak
selalu universal. Terlebih lagi keempat prinsip tersebut sering
kali saling bergesekan di dalam situasi tertentu sehingga
diperlukan beberapa kriteria dan proses untuk memecahkan konflik
tersebut. Etika budi pekerti kurang berfokus kepada pembuatan
keputusan tetapi lebih kepada karakter dari si pengambil keputusan
yang tercermin dari perilakunya. Nilai merupakan bentuk moral
unggul. Seperti disebutkan di atas, satu nilai yang sangat penting
untuk apoteker adalah belas kasih, termasuk kejujuran, bijak, dan
dedikasi. Apoteker dengan nilai-nilai tersebut akan lebih dapat
membuat keputusan yang baik dan mengimplementasikannya dengan cara
yang baik juga. Namun demikian, ada orang yang berbudi tersebut
sering merasa tidak yakin bagaimana bertindak dalam keadaan
tertentu dan tidak terbebas dari kemungkinan mengambil keputusan
yang salah. Tidak satupun dari empat pendekatan ini, ataupun
pendekatan yang lain dapat mencapai persetujuan yang universal.
Setiap orang berbeda dalam memilih pendekatan rasional yang akan
dipilih dalam mengambil keputusan etik. Seperti juga orang yang
memilih pendekatan yang non-rasional. Hal ini dikarenakan setiap
pendekatan mempunyai kelebihan dan kekurangannya sendiri. Mungkin
dengan mengkombinasikan keempat pendekatan tersebut maka akan
didapatkan keputusan etis yang rasional. Harus diperhatikan aturan
dan prinsip-prinsip dengan cara mengidentifikasi pendekatan mana
yang paling sesuai untuk situasi yang baru dihadapi dan
mengimplementasikan sebaik mungkin. Harus dipikirkan juga
konsekuensi dari keputusan alternatif dan konsekuensi mana yang
akan diambil. Yang terakhir adalah mencoba memastikan bahwa
perilaku si pembuat keputusan tersebut dalam membuat dan
mengimplementasikan keputusan yang sudah diambil juga baik. Proses
yang dapat ditempuh adalah:1. Tentukan apakah masalah yang sedang
dihadapai adalah masalah etis.2. Konsultasi kepada sumber-sumber
kewenangan seperti kode etik dan kebijakan ikatan apoteker serta
kolega lain untuk mengetahui bagaimana apoteker biasanya berhadapan
dengan masalah tersebut.3. Pertimbangkan solusi alternatif
berdasarkan prinsip dan nilai yang dipegang serta konsekuensinya.4.
Diskusikan usulan solusi anda dengan siapa solusi itu akan
berpengaruh.5. Buatlah keputusan dan lakukan segera, dengan tetap
memperhatikan orang lain yang terpengaruh.6. Evaluasi keputusan
yang telah diambil dan bersiap untuk bertindak berbeda pada
kesempatan yang lain.ETIKAPENGERTIAN ETIKA Etika merupakan studi
tentang nilai dengan pendekatan kebenaran. Kata etik (atau etika)
berasal dari kata ethos (bahasa Yunani) yang berarti karakter,
watak kesusilaan atau adat. Sebagai suatu subyek, etika akan
berkaitan dengan konsep yang dimilki oleh individu ataupun kelompok
untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah dikerjakannya itu
salah atau benar, buruk atau baik. Kata etika sering disebut dengan
istilah etik atau ethics (bahasa Inggris) atau ethicus (bahasa
Latin) yang berarti kebiasaan. Maka secara etimologi, yang
dikatakan baik adalah yang sesuai dengan kebiasaan masyarakat.
Namun dalam perkembangannya, pengertian etka tersebut telah
mengalami perubahan yang jauh dari makna awal.Etika adalah studi
tentang nilai-nilai manusiawi yang berhubungan dengan nilai
kebenaran dan ketidakbenaran yang didasarkan atas kodrat manusia
serta manifestasinya di dalam kehendak dan perilaku manusia.
Pelanggaran etika belum tentu melanggar UU, namun hanya melanggar
sumpah (etika). Sedang pelanggaran UU pasti melanggar etika
juga.Dalam pergaulan hidup bermasyarakat, bernegara hingga
pergaulan hidup tingkat internasional di perlukan suatu system yang
mengatur bagaimana seharusnya manusia bergaul. Sistem pengaturan
pergaulan tersebut menjadi saling menghormati dan dikenal dengan
sebutan sopan santun, tata krama, protokoler dan lain-lain. Maksud
pedoman pergaulan tidak lain untuk menjaga kepentingan
masing-masing yang terlibat agara mereka senang, tenang, tentram,
terlindung tanpa merugikan kepentingannya serta terjamin agar
perbuatannya yang tengah dijalankan sesuai dengan adat kebiasaan
yang berlaku dan tidak bertentangan dengan hak-hak asasi umumnya.
Hal itulah yang mendasari tumbuh kembangnya etika di masyarakat
kita. Menurut para ahli, etika adalah aturan perilaku, adat
kebiasaan manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan
mana yang baik dan mana yang buruk. Perkataan etika atau lazim juga
disebut etik, yang berarti norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah
dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia yang baik. Drs. O.P.
SIMORANGKIR merumuskan etika atau etik sebagai pandangan manusia
dalam berprilaku menurut ukuran dan nilai yang baik. Drs. Sidi
Gajalba dalam sistematika filsafat menjelaskan bahwa etika adalah
teori tentang tingkah laku perbuatan manusia dipandang dari segi
baik dan buruk, sejauh yang dapat ditentukan oleh akal. Drs. H.
Burhanudin Salam menyebut etika adalah cabang filsafat yang
berbicara mengenai nilai dan norma moral yang menentukan prilaku
manusia dalam hidupnya.Dalam perkembangannya, etika sangat
mempengaruhi kehidupan manusia. Etika memberi manusia orientasi
bagaimana ia menjalani hidupnya melalui rangkaian tindakan
sehari-hari. Ini berarti etika membantu manusia untuk mengambil
sikap dan bertindak secara tepat dalam menjalani hidup ini. Etika
pada akhirnya membantu kita untuk mengambil keputusan tentang
tindakan apa yang perlu kita lakukan dan yang pelru kita pahami
bersama bahwa etika ini dapat diterapkan dalam segala aspek atau
sisi kehidupan kita, dengan demikian etika ini dapat dibagi menjadi
beberapa bagian sesuai dengan aspek atau sisi kehidupan
manusianya.Menurut Sonny Keraf, etika dapat dibagi menjadi :a.
ETIKA UMUM, berbicara mengenai kondisi-kondisi dasar bagaimana
manusia bertindak secara etis, bagaimana manusia mengambil
keputusan etis, teori-teori etika dan prinsip-prinsip moral dasar
yang menjadi pegangan bagi manusia dalam bertindak serta tolak ukur
dalam menilai baik atau buruknya suatu tindakan. Etika umum dapat
di analogkan dengan ilmu pengetahuan, yang membahas mengenai
pengertian umum dan teori-teori.b. ETIKA KHUSUS, merupakan
penerapan prinsip-prinsip moral dasar dalam bidang kehidupan yang
khusus. Penerapan ini bisa berwujud : 1) Bagaimana saya mengambil
keputusan dan bertindak dalam bidang kehidupan dan kegiatan khusus
yang saya lakukan, yang didasari oleh cara, teori dan
prinsip-prinsip moral dasar. 2) Namun, penerapan itu dapat juga
berwujud : Bagaimana saya menilai prilaku saya dan orang lain dalam
bidang kegiatan dan kehidupan khusus yang dilatarbelakangi oleh
kondisi yang memungkinkan manusia bertindak etis : cara bagaimana
manusia mengambil suatu keputusan atau tindakan, dan teori serta
prinsip moral dasar yang ada dibaliknya.ETIKA KHUSUS dibagi lagi
menjadi dua bagian :a) Etika individual, yaitu menyangkut kewajiban
dan sikap manusia terhadap dirinya sendiri.b) Etika sosial, yaitu
berbicara mengenai kewajiban, sikap dan pola perilaku manusia
sebagai anggota umat manusia. Etika sosial menyangkut hubungan
manusia dengan manusia baik secara langsung maupun secara
kelembagaan (keluarga, masyarakat, negara), sikap kritis terhadap
pandangan-pandangan dunia dan idiologi-idiologi maupun tanggung
jawab umat manusia terhadap lingkungan hidup.Perlu diperhatikan
bahwa etika individual dan etika sosial tidak dapat dipisahkan satu
sama lain dengan tajam, karena kewajiban manusia terhadap diri
sendiri dan sebagai anggota umat manusia saling berkaitan. Dengan
demikian luasnya lingkup dari etika sosial, maka etika sosial ini
terbagi atau terpecah menjadi banyak bagian atau bidang. Dan
pembahasan bidang yang paling aktual saat ini adalah sebagai
berikut :1. Sikap terhadap sesama2. Etika keluarga3. Etika profesi
4. Etika politik5. Etika lingkungan6. Etika idiologiAda dua macam
etika yang harus kita pahami dalam menentukan baik dan buruknya
perilaku manusia :1. ETIKA DESKRIPTIF, yaitu etika yang berusaha
meneropong secara kritis dan rasional sikap dan prilaku manusia dan
apa yang dikejar oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang
bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk
mengambil keputusan tentang perilaku atau sikap yang mau diambil.2.
ETIKA NORMATIF, yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap
dan pola perilaku ideal yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam
hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai. Etika normatif memberi
penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dan kerangka
tindakan yang akan diputuskan.Sistematika etika dapat digambarkan
sebagai berikut:MORALMoral merupakan kualitas perbuatan manusia
sesuai atau tidak dengan hati nuraninya. Moral merupakan
pengetahuan yang menyangkut budi pekerti manusia yang beradab.
Menurut etimologi, moral berasal dari kata mores (Bahasa Latin)
yang diartikan sebagai aturan kesusilaan. Kata moral selalu mengacu
pada baik buruknya manusia sebagai manusia. Di sisi lain banyak
para ahli menyatakan bahwa moral dikaitkan dengan sejumlah
kewajiban-kewajiban susila, yang meliputi semua norma untuk
kelakuan, perbuatan tingkah laku yang baik. Kata susila berasal
dari Bahasa Sansekerta yaitu kata su yang berarti lebih baik dan
sila yang berarti dasar-dasar, prinsip-prinsip atau
peraturan-peraturan. Jadi susila berarti peraturan-peraturan hidup
yang lebih baik. Moral adalah keseluruhan aturan, kaidah atau hukum
yang berbentuk perintah atau larangan yang mengatur perilaku
manusia dan masyarakat dimana manusia itu berada. Dalam
perkembangannya, kata moral ini menjadi moralis moralitas.
Moralitas dipergunakan untuk menyebut perbutan yang memiliki makna
lebih abstrak, dimana apabila dinyatakan moralitas suatu perbuatan
berarti menunjuk baik buruknya suatu perbuatan. Bermoral atau
tidaknya suatu perbuatan tergantung dari kesadaran dan kebebasan
kehendak si pelaku (manusia itu sendiri). Kesadaran dan kebebasan
kehendak itu ada alam hati manusia, sedangkan makhluk primata
lainnya tidak memiliki hal tersebut.Moralitas adalah kualitas
perbuatan manusiawi untuk berperilaku benar atau salah, baik atau
buruk dan perbuatan yang demikian itu dikehendaki atau tidak
(obyektif) serta perbuatan itu sesuai atau tidak dengan suara hati
nuraninya (subyektif).ETIKA = / MORALEtika Ethikos (bahasa Yunani)
Adat istiadat / KebiasaanMoral Moralitas (bahasa Latin) Adat
istiadat / KebiasaanMoral : tuntutan perilaku dan keharusan
masyarakat, Etika : prinsip di belakang keharusan moral(Thompson
& Thompson, 1981)Etika : sistem dari prinsip prinsp moral atau
aturan perilaku Moral: prinsip-2 yg berkaitan dg perlaku baik dan
buruk (Priharjo, 1995)ETIKETEtiket Etiqutte (bahasa Prancis) Sopan
santunEtiket Etiket (bahasa Belanda) Secarik kertas yang ditempel
di barangEtika (ethics) = moralEtiket (etiqutte) = sopan santun
Persamaan etika dan etiket:a. Menyangkut perilaku manusia b. Atur
prilaku manusia scr normatif artinya memberi norma pd manusia apa
yg hrs dilakukan dan tdk boleh dilakukan PERBEDAAN ETIKA &
ETIKETEtikaEtiket
1. Tdk terbatas cara, namun norma perilaku itu sendiri (dg
tangan mana aja bila mencuri tetap salah)
1. Menyangkut cara perbuatan hrs dilakukan (memberidan
menerimadg tangan kanan)
2. Tdk tergantung ada/tidak ada orang lain
2. Berlaku dalam pergaulan,tp orang lain tidak ada etiket
3. Bersifat absolut
3. Bersifat relatif
4. Memandang manusia dari sisi batiniah
4. Hanya memandang manusia dari sisi lahiriah
Bertens, 2005
ETIKA PROFESIMenurut Martin (1993), etika didefinisikan sebagai
the discpline which can act as the performance index or reference
for our control system. Dengan demikian, etika akan memberikan
semacam batasan maupun standar yang akan mengatur pergaulan manusia
di dalam kelompok sosialnya. Dalam pengertiannya yang secara khusus
dikaitkan dengan seni pergaulan manusia, etika ini kemudian
dirupakan dalam bentuk aturan (code) tertulis yang secara
sistematik sengaja dibuat berdasarkan prinsip-prinsip moral yang
ada dan pada saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai
alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang secara
logika-rasional umum (common sense) dinilai menyimpang dari kode
etik. Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang disebut
dengan self control, karena segala sesuatunya dibuat dan diterapkan
dari dan untuk kepentingan kelompok sosial (profesi) itu
sendiri.Selanjutnya, karena kelompok profesional merupakan kelompok
yang berkeahlian dan berkemahiran yang diperoleh melalui proses
pendidikan dan pelatihan yang berkualitas dan berstandar tinggi
yang dalam menerapkan semua keahlian dan kemahirannya yang tinggi
itu hanya dapat dikontrol dan dinilai dari dalam oleh rekan
sejawat, sesama profesi sendiri. Kehadiran organisasi profesi
dengan perangkat built-in mechanism berupa kode etik profesi dalam
hal ini jelas akan diperlukan untuk menjaga martabat serta
kehormatan profesi, dan di sisi lain melindungi masyarakat dari
segala bentuk penyimpangan maupun penyalah-gunaan kehlian
(Wignjosoebroto, 1999). Oleh karena itu dapatlah disimpulkan bahwa
sebuah profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari masyarakat,
bilamana dalam diri para elit profesional tersebut ada kesadaran
kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin
memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang
memerlukannya. Tanpa etika profesi, apa yang semual dikenal sebagai
sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh terdegradasi
menjadi sebuah pekerjaan pencarian nafkah biasa (okupasi) yang
sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-nilai idealisme dan
ujung-ujungnya akan berakhir dengan tidak-adanya lagi respek maupun
kepercayaan yang pantas diberikan kepada para elite profesional
ini.SISTEM PENILAIAN ETIKATitik berat penilaian etika sebagai suatu
ilmu, adalah pada perbuatan baik atau jahat, susila atau tidak
susila. Perbuatan atau kelakuan seseorang yang telah menjadi sifat
baginya atau telah mendarah daging, itulah yang disebut akhlak atau
budi pekerti. Budi tumbuhnya dalam jiwa, bila telah dilahirkan
dalam bentuk perbuatan namanya pekerti. Jadi suatu budi pekerti,
pangkal penilaiannya adalah dari dalam jiwa; dari semasih berupa
angan-angan, cita-cita, niat hati, sampai ia lahir keluar berupa
perbuatan nyata. Burhanuddin Salam, Drs. menjelaskan bahwa sesuatu
perbuatan di nilai pada 3 (tiga) tingkat :1. Tingkat pertama,
semasih belum lahir menjadi perbuatan, jadi masih berupa rencana
dalam hati, niat.2. Tingkat kedua, setelah lahir menjadi perbuatan
nyata, yaitu pekerti.3. Tingkat ketiga, akibat atau hasil perbuatan
tersebut, yaitu baik atau buruk.Dari sistematika di atas, kita bisa
melihat bahwa ETIKA PROFESI merupakan bidang etika khusus atau
terapan yang merupakan produk dari etika sosial. Kata hati atau
niat biasa juga disebut karsa atau kehendak, kemauan, wil. Dan isi
dari karsa inilah yang akan direalisasikan oleh perbuatan. Dalam
hal merealisasikan ini ada (4 empat) variabel yang terjadi :a.
Tujuan baik, tetapi cara untuk mencapainya yang tidak baik.b.
Tujuannya yang tidak baik, cara mencapainya ; kelihatannya baik.c.
Tujuannya tidak baik, dan cara mencapainya juga tidak baik.d.
Tujuannya baik, dan cara mencapainya juga terlihat baik.PENGERTIAN
PROFESIProfesi adalah kelompok terbatas dari orang-orang yang
mempunyai keahlian khusus yang diperoleh dari pendidikan tinggi
atau pengalaman yang khusus dan dengan keahlian itu mereka dapat
berfungsi dalam masyarakat untuk berperilaku atau pelayanan yang
lebih baik dibandingkan dengan warga masyarakat lain pada umumnya.
Istilah profesi telah dimengerti oleh banyak orang bahwa suatu hal
yang berkaitan dengan bidang yang sangat dipengaruhi oleh
pendidikan dan keahlian, sehingga banyak orang yang bekerja tetap
sesuai. Tetapi dengan keahlian saja yang diperoleh dari pendidikan
kejuruan, juga belum cukup disebut profesi. Tetapi perlu penguasaan
teori sistematis yang mendasari praktek pelaksanaan, dan hubungan
antara teori dan penerapan dalam praktek. Kita tidak hanya mengenal
istilah profesi untuk bidang-bidang pekerjaan seperti kedokteran,
guru, militer, pengacara, dan semacamnya, tetapi meluas sampai
mencakup pula bidang seperti manajer, wartawan, pelukis, penyanyi,
artis, sekretaris dan sebagainya. Sejalan dengan itu, menurut DE
GEORGE, timbul kebingungan mengenai pengertian profesi itu sendiri,
sehubungan dengan istilah profesi dan profesional. Kebingungan ini
timbul karena banyak orang yang profesional tidak atau belum tentu
termasuk dalam pengertian profesi. Berikut pengertian profesi dan
profesional menurut DE GEORGE :PROFESI, adalah pekerjaan yang
dilakukan sebagai kegiatan pokok untuk menghasilkannafkah hidup dan
yang mengandalkan suatu keahlian.PROFESIONAL, adalah orang yang
mempunyai profesi atau pekerjaan purna waktu danhidup dari
pekerjaan itu dengan mengandalkan suatu keahlian yang tinggi. Atau
seorang profesional adalah seseorang yang hidup dengan
mempraktekkan suatu keahlian tertentu atau dengan terlibat dalam
suatu kegiatan tertentu yang menurut keahlian, sementara orang lain
melakukan hal yang sama sebagai sekedar hobi, untuk senang-senang,
atau untuk mengisi waktu luang. Profesional adalah bekerja dengan
tujuan mulia untuk membuat orang lain menjadi sejahtera. Yang harus
kita ingat dan fahami betul bahwa PEKERJAAN / PROFESI
danPROFESIONAL terdapat beberapa perbedaan :PROFESI:- Mengandalkan
suatu keterampilan atau keahlian khusus.- Dilaksanakan sebagai
suatu pekerjaan atau kegiatan utama (purna waktu).- Dilaksanakan
sebagai sumber utama nafkah hidup.- Dilaksanakan dengan
keterlibatan pribadi yang mendalam.PROFESIONAL:- Orang yang tahu
akan keahlian dan keterampilannya.- Meluangkan seluruh waktunya
untuk pekerjaan atau kegiatannya itu.- Hidup dari situ.- Bangga
akan pekerjaannya.CIRI-CIRI PROFESI:Secara umum ada beberapa ciri
atau sifat yang selalu melekat pada profesi, yaitu :1. Adanya
pengetahuan khusus, yang biasanya keahlian dan keterampilan ini
dimiliki berkat pendidikan, pelatihan dan pengalaman yang
bertahun-tahun.2. Adanya kaidah dan standar moral yang sangat
tinggi. Hal ini biasanya setiap pelaku profesi mendasarkan
kegiatannya pada kode etik profesi.3. Mengabdi pada kepentingan
masyarakat, artinya setiap pelaksana profesi harus meletakkan
kepentingan pribadi di bawah kepentingan masyarakat.4. Ada izin
khusus untuk menjalankan suatu profesi. Setiap profesi akan selalu
berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dimana nilai-nilai
kemanusiaan berupa keselamatan, keamanan, kelangsungan hidup dan
sebagainya, maka untuk menjalankan suatu profesi harus terlebih
dahulu ada izin khusus.5. Kaum profesional biasanya menjadi anggota
dari suatu profesi.Dengan melihat ciri-ciri umum profesi di atas,
kita dapat menyimpulkan bahwa kaumprofesional adalah orang-orang
yang memiliki tolak ukur perilaku yang berada di atas
rata-rata.CIRI-CIRI PROFESI:1. Menjalankan pekerjaan yang
memerlukan dasar dari pendidikan tinggi. 2. Bekerja berdasarkan
perkembangan standar sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan. 3.
Pekerjaan yang dilakukan untuk kepentingan kemanusiaan dan
kemasyarakatan 4. Menaati kode etik profesi beserta kewenangan
peradilannya dalam menjaga kualitas pekerjaan. 5. Menjalin hubungan
baik dengan asosiasi/organisasi profesi yang berwenang norma
disiplin di lingkungan intern para anggotanya. Di satu pihak ada
tuntutan dan tantangan yang sangat berat, tetapi di lain pihak ada
suatu kejelasan mengenai pola perilaku yang baik dalam rangka
kepentingan masyarakat. Seandainya semua bidang kehidupan dan
bidang kegiatan menerapkan suatu standar profesional yang tinggi,
bisa diharapkan akan tercipta suatu kualitas masyarakat yang
semakin baik.PRINSIP-PRINSIP ETIKA PROFESI:1. Tanggung jawab-
Terhadap pelaksanaan pekerjaan itu dan terhadap hasilnya.- Terhadap
dampak dari profesi itu untuk kehidupan orang lain atau masyarakat
pada umumnya.2. Keadilan. Prinsip ini menuntut kita untuk
memberikan kepada siapa saja apa yang menjadi haknya.3. Otonomi.
Prinsip ini menuntut agar setiap kaum profesional memiliki dan di
beri kebebasan dalam menjalankan profesinya.SYARAT-SYARAT SUATU
PROFESI :- Melibatkan kegiatan intelektual.- Menggeluti suatu
batang tubuh ilmu yang khusus.- Memerlukan persiapan profesional
yang alam dan bukan sekedar latihan.- Memerlukan latihan dalam
jabatan yang berkesinambungan.- Menjanjikan karir hidup dan
keanggotaan yang permanen.- Mementingkan layanan di atas keuntungan
pribadi.- Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin
erat.- Menentukan baku standarnya sendiri, dalam hal ini adalah
kode etik.Pekerjaan yang dapat kita sebut dengan profesi adalah
yang mempunyai karakter sebagai berikut; bekerja penuh waktu,
orientasi kerja lebih untuk melayani daripada sekedar mencari
nafkah (komitmen untuk membantu orang lain, bahkan di luar waktu
kerja), bekerja berdasar ilmu dan keterampilan yang didapat dari
pendidikan khusus, bekerja secara otonom (berdasar keputusannya
sendiri), bekerja berdasarkan etika, mempunyai tanda atau simbol
identitas terorganisir dalam asosiasi profesi(Latham, 2002). Etika
pokok profesional kesehatan adalah: primum non nocere (Latin)
first, do no harm primary rule, was to do no harm. Tenaga kesehatan
yang profesional mengacu prima-facie, yaitu: autonomy, beneficence,
non-maleficence justice (Monagle & Thomasma, 1998). Prinsip
autonomy (self-governance): menghormati hak pasien dalam menentukan
sikap dan dilindungi kerahasiaannya. mencerminkan konsep bahwa
professional memberikan layanan mediknya (pengobatan) berdasarkan
kehendak pasiennya. mengikutsertakan pasien pada penentuan
pengobatan dan tindakan medis, harus merahasiakan informasi medis
pasiennya. Prinsip beneficence (do good): meningkatkan
kesejahteraan pasiennya. mencerminkan konsep bahwa profesional
dalam pekerjaannya selalu memberikan keuntungan bagi pasiennya.
Prinsip non-maleficence (do no harm): menjauhi tindakan yang
merugikan pasiennya. Kompetensinya harus selalu dijaga tetap tinggi
dan selalu diperbarui (up-date), serta menyadari keterbatasannya.
Prinsip justice (fairness): selalu adil dalam mengobati
pasien-pasiennya, berusaha agar semua orang mudah mendapatkan
pelayanannya (Jonsen dkk, 1982). PERANAN ETIKA DALAM
PROFESINilai-nilai etika itu tidak hanya milik satu atau dua orang,
atau segolongan orang saja, tetapi milik setiap kelompok
masyarakat, bahkan kelompok yang paling kecil yaitu keluarga sampai
pada suatu bangsa. Dengan nilai-nilai etika tersebut, suatu
kelompok diharapkan akan mempunyai tata nilai untuk mengatur
kehidupan bersama.Salah satu golongan masyarakat yang mempunyai
nilai-nilai yang menjadi landasan dalam pergaulan baik dengan
kelompok atau masyarakat umumnya maupun dengan sesama anggotanya,
yaitu masyarakat profesional. Golongan ini sering menjadi pusat
perhatian karena adanya tata nilai yang mengatur dan tertuang
secara tertulis (yaitu kode etik profesi) dan diharapkan menjadi
pegangan para anggotanya.Sorotan masyarakat menjadi semakin tajam
manakala perilaku-perilaku sebagian para anggota profesi yang tidak
didasarkan pada nilai-nilai pergaulan yang telah disepakati bersama
(tertuang dalam kode etik profesi), sehingga terjadi kemerosotan
etik pada masyarakat profesi tersebut. Sebagai contohnya adalah
pada profesi hukum dikenal adanya mafia peradilan, demikian juga
pada profesi dokter dengan pendirian klinik super spesialis di
daerah mewah, sehingga masyarakat miskin tidak mungkin
menjamahnya.KODE ETIK PROFESIKode; yaitu tanda-tanda atau
simbol-simbol yang berupa kata-kata, tulisan atau benda yang
disepakati untuk maksud-maksud tertentu, misalnya untuk menjamin
suatu berita, keputusan atau suatu kesepakatan suatu organisasi.
Kode juga dapat berarti kumpulan peraturan yang sistematis.Kode
etik; yaitu norma atau azas yang diterima oleh suatu kelompok
tertentu sebagai landasan tingkah laku sehari-hari di masyarakat
maupun di tempat kerja. Kode etik: susunan moral yang normatif yang
disebut etika/susila yang dirumuskan.MENURUT UU NO. 8 (POKOK-POKOK
KEPEGAWAIAN)Kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku
dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan
sehari-hari. Kode etik profesi sebetulnya tidak merupakan hal yang
baru. Sudah lama diusahakan untuk mengatur tingkah laku moral suatu
kelompok khusus dalam masyarakat melalui ketentuanketentuan
tertulis yang diharapkan akan dipegang teguh oleh seluruh kelompok
itu. Salah satu contoh tertua adalah ; SUMPAH HIPOKRATES, yang
dipandang sebagai kode etik pertama untuk profesi dokter.Hipokrates
adalah doktren Yunani kuno yang digelari : BAPAK ILMU KEDOKTERAN.
Beliau hidup dalam abad ke-5 SM. Menurut ahli-ahli sejarah belum
tentu sumpah ini merupakan buah pena Hipokrates sendiri, tetapi
setidaknya berasal dari kalangan murid-muridnya dan meneruskan
semangat profesional yang diwariskan oleh dokter Yunani ini.
Walaupun mempunyai riwayat eksistensi yang sudah-sudah panjang,
namun belum pernah dalam sejarah kode etik menjadi fenomena yang
begitu banyak dipraktekkan dan tersebar begitu luas seperti
sekarang ini. Jika sungguh benar zaman kita di warnai suasana etis
yang khusus, salah satu buktinya adalah peranan dan dampak
kode-kode etik ini.Profesi adalah suatu MORAL COMMUNITY (MASYARAKAT
MORAL) yang memiliki cita-cita dan nilai-nilai bersama. Kode etik
profesi dapat menjadi penyeimbang segi segi negative dari suatu
profesi, sehingga kode etik ibarat kompas yang menunjukkan arah
moral bagi suatu profesi dan sekaligus juga menjamin mutu moral
profesi itu dimata masyarakatKode etik bisa dilihat sebagai produk
dari etika terapan, seban dihasilkan berkat penerapan pemikiran
etis atas suatu wilayah tertentu, yaitu profesi. Tetapi setelah
kode etik ada, pemikiran etis tidak berhenti. Kode etik tidak
menggantikan pemikiran etis, tapi sebaliknya selalu didampingi
refleksi etis. Supaya kode etik dapat berfungsi dengan semestinya,
salah satu syarat mutlak adalah bahwa kode etik itu dibuat oleh
profesi sendiri. Kode etik tidak akan efektif kalau di drop begitu
saja dari atas yaitu instansi pemerintah atau instansi-instansi
lain; karena tidak akan dijiwai oleh cita-cita dan nilai-nilai yang
hidup dalam kalangan profesi itu sendiri.Instansi dari luar bisa
menganjurkan membuat kode etik dan barang kali dapat juga membantu
dalam merumuskan, tetapi pembuatan kode etik itu sendiri harus
dilakukan oleh profesi yang bersangkutan. Supaya dapat berfungsi
dengan baik, kode etik itu sendiri harus menjadi hasil SELF
REGULATION (pengaturan diri) dari profesi. Dengan membuat kode
etik, profesi sendiri akan menetapkan hitam atas putih niatnya
untuk mewujudkan nilai-nilai moral yang dianggapnya hakiki. Hal ini
tidak akan pernah bisa dipaksakan dari luar. Hanya kode etik yang
berisikan nilai-nilai dan citacita yang diterima oleh profesi itu
sendiri yang bis mendarah daging dengannya dan menjadi tumpuan
harapan untuk dilaksanakan untuk dilaksanakan juga dengan tekun dan
konsekuen. Syarat lain yang harus dipenuhi agar kode etik dapat
berhasil dengan baik adalah bahwa pelaksanaannya di awasi terus
menerus. Pada umumnya kode etik akan mengandung sanksi-sanksi yang
dikenakan pada pelanggar kode etik.PERKEMBANGAN KODE ETIK
Masyarakat primerbila terjadi pelanggaran moralpenyelesaian relatif
lebih mudah Masyarakat sekunder berkembang masalah moral lebih
komplekspenyelesaian lebih sulit menyadari pentingnya pembagian
kerja dan upaya spesialisasi agar semakin terampil dan bermutu
untuk pelayanan yang lebih baik bagi peningkatan kesejahteraan
hidup bersama. Ada sebagian ahli ( spesialis) yang bekerja tidak
profesional ( amatir). Garis batas demarkasi antara seorang yang
profesional dengan yang tidak profesional menjadi tidak jelas norma
moral bagi pekerjaan profesi terancam. Ancaman bagi pekerjaan
profesi perlu diatasi dengan menyusun norma moral yang mudah dan
jelas bagi anggota kelompok spesialis seprofesi membedakan mana
yang profesional dan mana yang tidak professional. Susunan moral
yang normatif disebut etika/susiladirumuskan tertuliskode etik
profesi. TUJUAN KODE ETIK PROFESI:1. Untuk menjunjung tinggi
martabat profesi.2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para
anggota.3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi.4.
Untuk meningkatkan mutu profesi.5. Untuk meningkatkan mutu
organisasi profesi.6. Meningkatkan layanan di atas keuntungan
pribadi.7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin
erat.8. Menentukan baku standarnya sendiri.TUJUAN KODE ETIK:1.
Melindungi anggota organisasi untuk menghadapi persaingan pekerjaan
profesi yang tidak jujur dan untuk mengembangkan tugas profesi
sesuai dengan kepentingan masyarakat.2. Menjalin hubungan bagi
anggota profesi satu sama lain dan menjaga nama baik profesi. 3.
Merangsang pengembangan profesi kualifikasi pendidikan yang
memadai. 4. Mencerminkan hubungan antara pekerjaan profesi dengan
pelayanan masyarakat dan kesejahteraan social. 5. Mengurangi
kesalahpahaman dan konflik baik dari antar anggota maupun dengan
masyarakat umum. 6. Membentuk ikatan yang kuat bagi seuma anggota
dan melindungi profesi terhadap pemberlakuan norma hukum yang
bersifat imperatif sebelum disesuaikan dengan saluran norma moral
profesi.FUNGSI KODE ETIK1. Memberikan arahan bagi suatu pekerjaan
profesi 2. Menjamin mutu moralitas profesi di mata masyarakat
Adapun fungsi dari kode etik profesi adalah:1. Memberikan pedoman
bagi setiap anggota profesi tentang prinsip profesionalitas yang
digariskan.2. Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas
profesi yang bersangkutan3. Mencegah campur tangan pihak di luar
organisasi profesi tentang hubungan etika dalam keanggotaan
profesi. Etika profesi sangatlah dibutuhkan dlam berbagai
bidang.Tuntutan bagi anggota profesi:1. Keharusan menjalankan
profesinya secara bertanggung jawab. 2. Keharusan untuk tidak
melanggar hak-hak orang lain.KARAKTERISTIK KODE ETIK BAGI PROFESI1.
Merupakan produk etika terapan yang dihasilkan berdasarkan
konsep-konsep pemikiran etis atas suatu profesi tertentu 2.
Merupakan hasil self regulation dari profesi itu sendiri yang
mewujudkan nilai-nilai moral yang dianggap hakiki dan pada
prinsipnya tidak pernah dipaksakan dari luar.3. Dijiwai nilai-nilai
dan cita hidup dalam kalangan profesi itu sendiri maka tidak
efektif apabila keberadaannya ditentukan dari pemerintah/instansi
atasan. 4. Bertujuan mencegah terjadinya perilaku yang tidak etis.
5. Dapat berubah dan diubah sesuai perkembangan iptek. Kode etik
harus disosialisasikan:1. Sebagai sarana kontrol sosial. 2.
Mencegah campur tangan yang dilakukan oleh pihak luar yang bukan
kalangan profesi. 3. Mengembangkan petunjuk baku dari kehendak
manusia yang lebih tinggi berdasarkan moral.PENYEBAB PELANGGARAN
KODE ETIK:1. Apoteker tidak faham/tidak mengetahui kode etik.Misal:
melaporkan teman sejawat sehingga mencoreng nama profesi, mengadu
domba organisasi.2. Persaingan kerja.Misal: ingin mendapatkan
status, sehingga menerima gaji tidak sesuai standar.3. Lemahnya
kinerja organisasi profesi dalam pembinaan anggotanya (kurang
komunikasi).4. Peraturan perUUan dan sistem regulasi yang kurang
kondusif (interpretasi ganda, tumpang tindih).5. Pekerjaan
kefarmasian masih ditempatkan sebagai lahan komersial, bukan
sebagai pelayanan profesi. Misal: Pada PBF dan industri farmasi,
penanggung jawab memang apoteker namun tidak memahami
fungsinya.Tugas apoteker di PBF:a. Pengawasan penyimpanan obat,
quality controlb. Pengaturan FEFO dan FIFOc. Pelayanan, memahami
kriteria dari masing-masing obatd. Pemusnahan obatTugas apoteker di
industri farmasi, antara lain:a. Pembuatan obat yang baik dan
benarb. Pengawasan pembuatan obat.SANKSI PELANGGARAN KODE ETIK:a.
Sanksi moral.b. Sanksi dikeluarkan dari organisasi.Kasus-kasus
pelanggaran kode etik akan ditindak dan dinilai oleh suatu dewan
kehormatan atau komisi yang dibentuk khusus untuk itu. Karena
tujuannya adalah mencegah terjadinya perilaku yang tidak etis,
seringkali kode etik juga berisikan ketentuan-ketentuan
profesional, seperti kewajiban melapor jika ketahuan teman sejawat
melanggar kode etik. Ketentuan itu merupakan akibat logis dari self
regulation yang terwujud dalam kode etik; seperti kode ituberasal
dari niat profesi mengatur dirinya sendiri, demikian juga
diharapkan kesediaan profesi untuk menjalankan kontrol terhadap
pelanggar. Namun demikian, dalam praktek sehari-hari control ini
tidak berjalan dengan mulus karena rasa solidaritas tertanam kuat
dalam anggota-anggota profesi, seorang profesional mudah merasa
segan melaporkan teman sejawat yang melakukan pelanggaran. Tetapi
dengan perilaku semacam itu solidaritas antar kolega ditempatkan di
atas kode etik profesi dan dengan demikian maka kode etik profesi
itu tidak tercapai, karena tujuan yang sebenarnya adalah
menempatkan etika profesi di atas pertimbangan-pertimbangan lain.
Lebih lanjut masing-masing pelaksana profesi harus memahami betul
tujuan kode etik profesi baru kemudian dapat melaksanakannya. Kode
Etik Profesi merupakan bagian dari etika profesi. Kode etik profesi
merupakan lanjutan dari norma-norma yang lebih umum yang telah
dibahas dan dirumuskan dalam etika profesi. Kode etik ini lebih
memperjelas, mempertegas dan merinci norma-norma ke bentuk yang
lebih sempurna walaupun sebenarnya norma-norma tersebut sudah
tersirat dalam etika profesi. Dengan demikian kode etik profesi
adalah sistem norma atau aturan yang ditulis secara jelas dan tegas
serta terperinci tentang apa yang baik dan tidak baik, apa yang
benar dan apa yang salah dan perbuatan apa yang dilakukan dan tidak
boleh dilakukan oleh seorang profesional.Kode etik yang ada dalam
masyarakat Indonesia cukup banyak dan bervariasi. Umumnya pemilik
kode etik adalah organisasi kemasyarakatan yang bersifat nasional,
misalnya Ikatan Penerbit Indonesia (IKAPI), kode etik Ikatan
Penasehat HUKUM Indonesia, Kode Etik Jurnalistik Indonesia, Kode
Etik Advokasi Indonesia dan lain-lain. Ada sekitar tiga puluh
organisasi kemasyarakatan yang telah memiliki kode etik.Suatu
gejala agak baru adalah bahwa sekarang ini perusahaan-perusahan
swasta cenderung membuat kode etik sendiri. Rasanya dengan itu
mereka ingin memamerkan mutu etisnya dan sekaligus meningkatkan
kredibilitasnya dan karena itu pada prinsipnya patut dinilai
positif.PRAKTIK PELAKSANAAN KODE ETIK1. Kewajiban Umum
a. Sumpah apoteker
b. Kode etik
c. Menjalankan sesuai standar kompetensi.
d. Aktif mengikuti perkembangan dibidang kesehatan dan
farmasi.
2. Di dalam melaksanakan praktik, apoteker menjauhkan diri dari
usaha mencari keuntungan semata bertentangan dengan martabat dan
tradisi luhur kefarmasian.
3. Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh baik bagi
orang lain.
4. Tidak ada praktik kefarmasian dengan prinsip ekonomi (melalui
usaha sekecil-kecilnya namun mendapatkan keuntungan yang
sebesar-besarnya) Tetapi yang terpenting patient safety dengan
terapi yang rasionala dengan harga terjangkau.
5. Apoteker menjadi sumber informasi.
SUMPAH APOTEKERNilai norma dari sumpah/janji seorang apoteker
mengandung 5 substansi:
1. Tidak mempergunakan pengetahuan kefarmasian untuk sesuatu
yang bertentangan dengan hukum dan perikemanusiaan.
2. Membaktikan hidup guna kepentingan kemanusiaan dalam bidang
kesehatan.
3. Menjalankan tugas dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.
4. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahui karena pekerjaan
dan keilmuan.
5. Dengan sungguh-sungguh berikhtiar agar tidak terpengaruh
pertimbangan keagamaan, kebangsaan, kesukuan, politik/kepartaian
dan kedudukan sosial.