Top Banner
EPISTEMOLOGI SINTESISME RASIONALISME EMPIRISME IMMANUEL KANT DAN RELEVANSINYA BAGI ILMU PENDIDIKAN ISLAM Disusun Guna Memenuhi Tugas Akademik Mata Kuliah: Filsafat Ilmu Dosen Pengampu : Dr. Shofiyullah Muzamil, M.Ag Disusun oleh: Afik Ahsanti (1320411038) 1 PAI A (Non Reguler) PROGRAM PASCASARJANA PRODI PENDIDIKAN ISLAM KONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTA TAHUN AKADEMIK 2013/2014 BAB I PENDAHULUAN
43

Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

Feb 05, 2023

Download

Documents

Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

EPISTEMOLOGI SINTESISME RASIONALISME EMPIRISMEIMMANUEL KANT DAN RELEVANSINYABAGI ILMU PENDIDIKAN ISLAM

Disusun Guna Memenuhi Tugas AkademikMata Kuliah: Filsafat Ilmu

Dosen Pengampu : Dr. Shofiyullah Muzamil, M.Ag

Disusun oleh:Afik Ahsanti (1320411038)1 PAI A (Non Reguler)

PROGRAM PASCASARJANA PRODI PENDIDIKAN ISLAMKONSENTRASI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UIN SUNAN KALIJAGA YOGYAKARTATAHUN AKADEMIK

2013/2014

BAB I

PENDAHULUAN

Page 2: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

A. Latar Belakang Masalah

Perkembangan ilmu pengetahuan masa sekarang ini

adalah sebuah hasil dari berbagai polemik

pemikiran-pemikiran  baik dari kalangan profesional

pendidikan atau pun dari pengkajian para filosof

yang tak henti-hentinya mengembangkan pemikiran–

pemikiran mengenai kemajuan dalam berfikir kritis

ataupun berfikir tentang segala hal yang ada di

dunia dengan problemanya yang sangat kompleks.

Timbulnya pemikiran-pemikiran dari Aristoteles,

Plato dan para fiolosof lainnya sampai dengan

pemikir era kontemporer merupakan bukti bahwa ilmu

pengetahuan senantiasa berubah dan tidak berhenti

pada kebenaran yang absolut.

Pada abad ke-18 di Jerman yang disebut dengan

Aufklarung atau zaman pencerahan di Inggris yang

dikenal dengan Enlightenment. Pemberian nama itu

dikarenakan pada zaman itu manusia berusaha mencari

cahaya baru dalam rasionya.1 Pada zaman ini orang

harus memilih salah satu semangat filosofis yang

berlawanan secara paradigmatik. Kedua filsafat

tersebut adalah rasionalisme dan empirisme.

Immanuel Kant berkeyakinan bahwa pilihan salah satu

dari keduanya adalah tidak realistis, karena

terjebak dalam kepalsuan pengetahuan.

1 Juhaya S. Praja. Aliran-Aliran Filsafat Dan Etika (Jakarta: Kencana,2003), hal 113.

2

Page 3: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

Immanuel Kant hidup pada abad dimana kaum

empiris Inggris seperti Jhon Loke, Berkeley dan

David Hume, mendominasi serta lambat laun menyebar

ke Jerman, dimana Immanuel Kant tinggal. Sebelum

pengaruh empirisme terutama Hume merasuk ke Jerman,

Jerman lebih didominasi oleh kaum rasionalis

Leibniz, lebih-lebih ketika faham tersebut

disebarluaskan oleh Wolf dengan memasukkannya dalam

kurikulum wajib seluruh Universitas Jerman. Jadi,

Kant hidup pada zaman pertempuran antara faham

rasionalis dan kaum empirisme.

Munculnya rasionalisme dan empirisme menjadi

indikator lahirnya periode modern dalam alam

pikiran Barat. Masing-masing ingin menang sendiri,

rasionalisme meragukan pandangan empirisme.

Demikian juga, empirisme memandang rasionalisme

penuh dengan subjektivitas dan sangat

personalistik.2 Oleh karena itu, Immanuel Kant

berusaha untuk mendamaikan keduanya.

Upaya menyintesiskan kedua sumber pengetahuan

tersebut menjadi paradigma episteme yang baru

merupakan prior research-nya Kant. Dari upaya pemaduan

ini, Kant memberikan argumentasi-argumentasi

logisnya untuk membuktikan penemuannya itu. Dari

2 Beni Ahmad Saebani. Filsafat Ilmu : Kontemplasi Filosofis Tentang Seluk-Beluk Sumber, Dan Tujuan Ilmu Pengetahuan, ( Bandung: CV. Pustaka Setia,2009), hal, 96

3

Page 4: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

sini pula, kita bisa mengetahui pemikiran logika

Kant.3

Filsuf Jerman ini dikenal juga sebagai tokoh

Kritisisme. Filsafat kritis yang ditampilkannya

bertujuan untuk menjembatani pertentangan antara

kaum Rasionalisme dengan kaum Empirisme. Bagi Kant,

baik rasionalisme maupun Empirisme belum berhasil

membimbing kita untuk memperoleh pengetahuan yang

pasti, berlaku umum, dan terbukti dengan jelas.4

Dengan filsafat kritisisme Kant tersebut

memberikan relevansi terhadap ilmu pendidikan

Islam, yang bertujuan untuk melatih peserta didik

agar berfikir kritis.

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana riwayat hidup Immanuel Kant?

2. Bagaimana epistemologi sintesisme

rasionalisme empirisme Immanuel Kant?

3. Bagaimana relevansi pemikiran Immanuel Kant

terhadap Ilmu Pendidikan Islam?

BAB II

PEMBAHASAN3 Zubaedi dkk, Filsafat Barat, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media,

2007), hal, 46.4 Rizal Mustansyi, Filsafat Analitik, (Yogyakarta: Pustaka

Pelajar, 2001), hal, 33.

4

Page 5: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

A. Riwayat Hidup Immanuel Kant

Immanuel Kant (1724-1804) adalah seorang

filosof besar yang muncul dalam pentas pemikiran

filosofis zaman Aufklarung Jerman menjelang akhir

abad ke-18. Ia lahir di Konigsberg, sebuah kota

kecil di Prussia Timur, pada tanggal 22 April 1724.

Kant memulai pendidikan formalnya di Collegium

Fridericianum, sekolah yang berlandaskan semangat

Peitisme. Di sekolah ini ia dididik dengan disiplin

sekolah yang keras. Sebagai seorang anak, Kant

diajar untuk menghormati pekerjaan dan

kewajibannya, suatu sikap yang kelak amat dijunjung

tinggi sepanjang hidupnya. Di sekolah ini pula Kant

mendalami bahasa Latin, bahasa yang sering dipakai

oleh kalangan terpelajar dan para ilmuwan saat itu

untuk mengungkapkan pemikiran mereka.5

Immanuel Kant belajar hampir semua mata kuliah

yang diberikan di universitas kotanya. Karena

alasan keuangan, Kant kuliah sambil bekerja. Kant

menjadi guru pribadi di beberapa keluarga kaya di

Konigsberg. Di universitasnya dia berkenalan baik

dengan Martin Knutzen (1713-1751), dosen yang

mempunyai pengaruh besar terhadap Kant. Knutzen

adalah seorang murid dari Chistian Von Wolff (1679-

1754), dan seorang profesor logika dan metafisika.5 Mohammad Muslih, Filsafat Ilmu, (Yogyakarta: Belukar, Cetakan

keenam, 2010), hal 69.

5

Page 6: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

Meskipun demikian, ia menaruh minat khusus pada

ilmu alam, dan sanggup mengajarkan fisika,

astronomi dan matematika. Dalam bidang filsafat

Kant dididik dalam suasana rasionalisme yang memang

merajalela di universitas-universitas Jerman kala

itu. 6

Pada tahun 1755, Immanuel Kant memperoleh gelar

“Doktor” dengan disertasi yang berjudul

“Penggambaran Singkat dari Sejumlah Pemikiran Mengenai Api”

(Meditationum Quarundum de Igne Succinta Delineatio), sebuah

karya di bidang ilmu alam. Setelah itu, Immanuel

Kant bekerja sebagai privatdozent di Konigsberg dengan

mengajarkan mata kuliah: metafisika, geografi,

pedagogi, fisika dan matematika, logika, filsafat,

teologi, ilmu falak, dan mineralogi. Kant dijuluki

dengan “Sang Guru yang Cakap” (Der Schone Magister)

karena cara mengajarnya hidup dengan kepandaian

seorang orator. Immanuel Kant mampu menggerakkan

pikiran dan perasaan para pendengarnya dan dengan

ketajaman pikirannya.

Pikiran dan tulisan-tulisannya yang sangat

penting dan membawa revolusi yang jauh jangkauannya

dalam filsafat modern. Ia terpengaruh oleh lahiran

Piettisme dari ibunya, tetapi ia hidup dalam zaman

Scepticism serta membaca karangan-karangan Voltaire

6 K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, (Yogyakarta: Kanisius,cet. 15, 1998), hal, 59.

6

Page 7: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

dan Hume. Akibat dari itu semua ialah bahwa ia

mempunyai problema: what can we know? (Apa yang dapat

kita ketahui?) what is nature and what are the limits of human

knowledge? (Apakah alam ini dan apakah batas-batas

pengetahuan manusia itu?) Sebagian besar hidupnya

telah ia pergunakan untuk mempelajari logical process of

thought (proses penalaran logis), the external world

(dunia eksternal) dan the reality of things ( realitas

segala wujud).7

Kehidupannya sebagai filsuf dibagi menjadi dua

periode yaitu zaman pra-kritis dan zaman kritis.

Pada zaman pra-kritis ia menganut pendirian

rasionalis yang dilancarkan oleh Wolff, dkk. Tetapi

karena terpengaruh oleh Hume, berangsur-angsur Kant

meninggalkan rasionalisme. Ia sendiri mengatakan

bahwa Hume itulah yang membangunkannya dari tidur

dogmatisnya. Pada zaman kritisnya, Kant merubah

wajah filsafatnya secara radikal. Ia menanamkan

filsafatnya sekaligus mempertanggungjawabkannya

dengan dogmatismenya.8 Kritisismenya

dipertentangkan dengan rasionalisme-dogmatis

sekaligus empirisme-skeptis.9

Karyanya yang terkenal dan menampakkan

kritisismenya ialah Kritik Der Reinen Vernuft Reason dan

Critique Of Pure Reason yang membicarakan tentang reason7 Juhaya S. Praja. Aliran-Aliran Filsafat Dan Etika..Op, Cit, hal, 115.8 Juhaya S. Praja. Aliran-Aliran Filsafat Dan Etika.., ibid, hal, 115.9 K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, ibid, hal,  59

7

Page 8: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

dan the knowing process yang ditulisnya selama lima

belas tahun. Buku ini amat terkenal di dunia

filsafat. Dalam literatur bahasa Indonesia biasanya

disebut “kritik atas rasio praktis”. Buku kedua

adalah Kritik Der Practischen Vernuft (1781) atau biasa

disebut Critique Of Partical Reason alias kritik atas

rasio praktis yang menjelaskan filsafat moralnya.

Ketiga, buku Kritik Der Arteilskraft (1970) atau Critique Of

Judgement alias kritik atas daya pertimbangan.10

Akhirnya pada tanggal 12 Februari 1804 Kant

meninggal dunia pada usia 80 tahun dalam keadaan

pikun. Banyak pelayat berdatangan dari segenap

penjuru Konigsberg, dan seluruh Jerman. Jenazahnya

dikuburkan di perkuburan kota. Kubur itu kemudian

rusak dan diperbaiki pada tahun 1881, pada tahun

1924, pada peringatan 200 tahun kelahiran Kant,

sisa-sisa tulang-belulangnya dipindahkan ke serambi

katedral di pusat kota Konigsberg. 11 Di suatu

tikungan, dekat jembatan besar menuju ke kuburan

Kant, orang memasang sebuah lempeng besi yang

memuat kutipan dari buku Kritik Der Praktischen Vernunft

(KpV, A 289)

“Zwei ding erfullen das Gemut mit immer neuer und

zunehmender Bewunderung und Ehrfucht, je ofter und

10 Juhaya S. Praja. Aliran-Aliran Filsafat Dan Etika.., ibid, hal, 11511 http://www.referensimakalah.com/2012/11/biografi-

immanuel-kant.html diakses pada tanggal 24 Oktober 2013.

8

Page 9: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

anhaltender sich das Nachdenken damit beschaftigt : der

bestirte Himmel iiber mir und das moralische Gezetz in mir.”

(Dua hal memenuhi hati sanubari dengan rasa

takjub dan takzim yang senantiasa baru dan semakin

bertambah, dengan kedua hal inilah pemikiran

menyibukkan diri tanpa henti: Langit berbintang dia

atasku dan hukum moral di dalam diriku).12

B. Epistemologi Sintesisme Rasionalisme Empirisme

Immanuel Kant

1. Tujuan Filsafat Kant

Melalui filasafatnya, Kant bermaksud memugar

sifat objektivitas dunia ilmu pengetahuan. Agar

maksud itu terlaksana, orang harus menghindarkan

diri dari sifat sepihak rasionalisme dan sifat

sepihak empirisme. Rasionalisme mengira telah

menemukan kunci bagi pembukaan realitas pada diri

subjeknya, lepas dari pengalaman. Adapun

empirisme mengira telah memperoleh pengetahuan

dari pengalaman saja. Ternyata bahwa empirisme,

sekalipun dimulai dengan ajaran yang murni

tentang pengalaman, tetap melalui idealisme

subjektif bermuara pada suatu skeptisisme yang

radikal.

12 Simon Petrus L, Tjahjadi, Petualangan Intelektual: KonfrontasiDengan Para Filsuf Dari Zaman Yunani Hingga Zaman Modern (Yogyakarta:Kanisius, 2008), hal,280

9

Page 10: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

Menurut Kant, syarat dasar bagi ilmu

pengetahuan adalah:

a. Bersifat umum dan mutlak

b. Memberi pengetahuan baru.13

Immanuel Kant memandang rasionalisme dan

empirisme senantiasa berat sebelah dalam menilai

akal dan pengalaman sebagai sumber pengetahuan.

Ia mengatakan bahwa pengenalan manusia merupakan

sistesis antara unsur-unsur a priori dan unsur-

unsur aposteriori. Kant tidak menentang adanya akal

murni. Ia hanya menunjukkan bahwa akal murni itu

terbatas. Akal murni menghasilkan pengetahuan

tanpa dasar inderawi atau independen dari alat

pancaindra. Pengetahuan inderawi tidak dapat

menjangkau hakikat objek, tidak sampai pada

kebenaran umum. Adapun kebenaran umum harus bebas

dari pengalaman, artinya harus jelas dan pasti

dnegan sendirinya.14

Perbedaan mendasar tentang rasionalisme dan

empirisme tampak dalam tabel dibawah ini:

PERBEDAANRASIONALISME EMPIRISME

13 Juhaya S. Praja. Aliran-Aliran Filsafat Dan Etika.., ibid, hal, 116.14 Beni Ahmad Saebani. Filsafat Ilmu: Kontemplasi Filosofis Tentang Seluk-

Beluk Sumber, Dan Tujuan Ilmu Pengetahuan, ibid, hal, 96.

10

Page 11: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

Sumber pengetahuanadalah rasio

Sumber pengetahuanadalah pengalaman

Manusia lahir dibekaliide bawaan

Manusia lahir as whitepaper

Setiap benda memilikisubstansi

Setiap benda tidakmemiliki substansihanya ilusi

Pola pikir deduktif Pola pikir induktif

Ada kausalitas yangtetap

Hukum kausalitas tidakberlaku tetap danuniversal

Pusat pengenalanbersumber pada subjek

Pusat pengenalanbersumber pada objek

Upaya Kant adalah mendamaikan rasionalisme

dan empirisme agar berjalan lebih harmonis. Upaya

Kant ini dikenal dengan kritisisme atau filsafat

kritis. Kritisisme adalah filsafat yang memulai

perjalanannya dengan terlebih dahulu menyelidiki

kemampuan rasio dan batas-batasnya. Isi utama

dari kritisisme adalah gagasan Immanuel Kant

tentang teori pengetahuan, etika dan estetika.

Gagasan ini muncul karena adanya pertanyaan-

pertanyaan mendasar yang timbul pada pikiran

Immanuel Kant. Pertanyaan-pertanyaan tersebut

adalah; (a) Apa yang dapat saya ketahui?; (b) Apa

yang harus saya lakukan?; (c) apa yang boleh saya

harapkan? Langkah Kant ini dimulai dengan kritik

atas rasio murni, lalu kritik atas rasio praktis,

dan terakhir kritik atas daya pertimbangan.

11

Page 12: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

2. Sistem Dan Metode Ilmu Dalam Filsafat

Immanuel Kant

Filsafat Kant diarahkan untuk

mengkombinasikan pandangan Rasionalime dan

Empirisme. Pertama menyatakan bahwa ilmu

pengetahuan muncul dari rasio dengan mengabaikan

pengalaman inderawi (a priori) sementara yang kedua

menyatakan sebaiknya yakni ilmu pengetahuan hanya

didapat dari pengalaman inderawi dengan

mengabaikan rasio (aposteriori). Para rasionalis

menganggap bahwa manusia bisa mendapat

pengetahuan dengan analitis apriori sementara kaum

empirisme mengatakan bahwa manusia memperoleh

pengetahuan melalui sintesis aposteriori. Namun

pemikiran Kant ialah diantara apriori dan aposteriori,

ia menawarkan adanya sintesis apriori atau

pengetahuan manusia diperoleh dengan proses

sintesis antara a priori dan apesteriori.15 Seperti

yang dijelaskan diatas

bahwa apriori adalah pengetahuan atau unsur-unsur 

yang terlepas dari segala pengalaman, sementara

aposteriori adalah  pengetahuan atau unsur-unsur 

yang berasal dari pengalaman, baik inderawi

sendiri atau inderawi orang lain.16

15 http://eurikaalfiana.blogspot.com/2010/12/epistemologi-immanuel-kant.html, diakses pada tanggal 25 Oktober 2013.

16 K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, ibid, hal, 924-925

12

Page 13: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2003)

sintesis diartikan sebagai “paduan berbagai

pengertian atau hal sehingga merupakan kesatuan

yang selaras atau penentuan hukum yang umum

berdasarkan hukum yang khusus”. Pengertian ini

sejalan dengan pendapat Kattsoff (1986) yang

menyatakan bahwa logika sintesis adalah kegiatan

berfikir logis yang melakukan penggabungan semua

pengetahuan yang diperoleh untuk menyusun suatu

pandangan atau konsep.17

Dari sintesis antara rasionalisme dan

empirisme, maka dapat digambarkan dalam skema

sebagai berikut:

Truth

Fenomena Nomena

By Kategories Non kategories

Space Time Ego transendental

Sintesis

17 Sabarti Akhadiah dan Winda Dewi Listyasari, Ed, Filsafat IlmuLanjutan (Jakarta: Kencana, 2011) hal, 7.

13

Page 14: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

Langkah Kant yang tertuang dalam karyanya ini

dimulai dengan kritik atas rasio murni, lalu

kritik atas rasio praktis, dan terakhir kritik

atas daya pertimbangan:

a. Kritik der Reinen Vernunft Reason, Critique of Pure Reason

(Kritik atas Rasio Murni)

Immanuel Kant menyatakan bahwa pengetahuan

manusia tidak melebihi dari pengalaman

inderawinya. Hal ini bukan berarti bahwa

pengetahuan berasal hanya dari pengalaman, akan

tetapi sintesis antara a priori dan aposteriori.

Sebab, menurutnya, dalam setiap proses

mengetahui kedua unsur tersebut muncul

bersamaan. Indera menangkap sensasi dari objek,

sementara “ruang dan waktu” yang bersifat a

priori memberikan kemungkinan manusia untuk

mengetahuinya.18 Terkait dengan objek Kant

membaginya menjadi dua, yakni apa yang berada

dibalik objek (nomena) dan yang menampakkan diri

kepada kita (fenomena). Bagian yang terakhir

inilah yang dapat diketahui oleh manusia,

bukannya “nomena” sebagaimana klaim para

metafisis.19

18 J. Sudarminta,  Epistemologi Dasar: Pengantar FilsafatPengetahuan, (Yogyakarta: Kanisius, 2002), hal, 110-111.

19 Aholiab Watoly, Tanggung Jawab Pengetahuan: MempertimbangkanEpistemologi Secara Kultural, (Yogyakarta: Kanisius, 2001), hal, 76

14

Page 15: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

Immanuel Kant dapat dianggap sebagai usaha

raksasa untuk mendamaikan rasionalisme dengan

empirisme. Rasionalisme mementingkan unsur-

unsur yang terlepas dari segala pengalaman

(seperti misalnya “ide-ide bawaan” ala

Descartes). Emprisme menekankan unsur-unsur

aposteriori, berarti unsur-unsur yang berasal dari

pengalaman (seperti Locke yang menganggap rasio

sebagai “lembaran putih” –as a white paper-).20

Walaupun Kant sangat mengagumi empirisme

Hume, empirisme yang bersifat radikal dan

konsekuen, maupun ia tidak dapat menyetujui

skeptisisme yang dianut Hume dengan

kesimpulannya bahwa ilmu pengetahuan kita tidak

mampu mencapai kepastian. Pada waktu Kant hidup

sudah menjadi jelas bahwa ilmu pengetahuan alam

yang dirumuskan Newton memperoleh sukses besar.

Hukum-hukum ilmu pengetahuan berlaku dimana-

mana, misalnya air mendidih dalam 100°C, selalu

begitu dan begitu dan begitulah dimana-mana.

Yang menjadi soal adalah, bagaimana hal itu

mungkin terjadi? Syarat-syarat manakah yang

harus terpenuhi untuk menjadikan ilmu

pengetahuan alam dapat menghasilkan pengetahuan

yang begitu mutlak dan perlu pasti? Untuk

menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, Kant

20 Juhaya S. Praja. Aliran-Aliran Filsafat Dan Etika.., ibid, hal, 116

15

Page 16: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

mengadakan suatu revolusi filsafat. Ia berkata

bahwa ia mau mengusahakan suatu “Revolusi

Kopernikan”, berarti suatu revolusi yang dapat

dibandingkan dengan perubahan revolusioner yang

dijadikan Copernicus dalam bidang astronomi.

Dahulu para filsuf telah mencoba memahami

pengenalan dengan mengandaikan bahwa si subjek

mengarahkan diri pada kepada objek. Kant

mengerti pengenalan dengan berpangkal dari

anggapan bahwa objek mengarahkan diri kepada

subjek. Sebagaimana Copernicus menetapkan bahwa

bumi berputar sekitar matahari dan bukan

sebaliknya, demikia pun Kant memperlihatkan

bahwa pengenalan berpusat pada subjek bukan

objek.21

Ada tiga tahap pengenalan yaitu:

1)Pengenalan pada Taraf Indra

Pengenalan sebagai sintesis antara unsur-

unsur a priori dan aposteriori, yang masing-masing

memainkan peranan sebagai bentuk (a priori) dan

materi (aposteriori). Pada taraf indra, yang

menjadi unsur a priori adalah kesan-kesan atau

cerapan-cerapan indrawi yang hanyalah

penampakan gejala atau fenomenon. Oleh

karena itu dalam daya-daya fisikal dan

21 Juhaya S. Praja. Aliran-Aliran Filsafat Dan Etika.., ibid, hal, 117

16

Page 17: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

metafisikal yang disebut dengan

“penampakan”.22

Menurut Kant, unsur a priori itu sudah

terdapat pada panca indera. Ia berpendapat

bahwa pengetahuan inderawi selalu ada dua

bentuk, yaitu ruang dan waktu. Jadi, ruang

tidak merupakan ruang kosong, di mana benda-

benda diletakkan; ruang tidak merupakan:

ruang dalam dirinya” (ruang an sincli). Dan waktu

bukan merupakan suatu arus tetap, di mana

penginderaan-penginderaan bisa diciptakan.

Keduanya merupakan bentuk a priori sensibilitas.

Atau dengan kata lain, kedua-duanya berakar

dalam struktur subjek sendiri.23

2)Pengenalan pada Taraf Akal Budi

Immanuel Kant membedakan akal (verstrand)

dari rasio dan budi (vernuft). Tugas akal

adalah mengatur data-data iderawi, yaitu

dengan mengemukakan “putusan-putusan”.

Sebagaimana ketika kita melihat sesuatu,

suatu itu ditransmisikan ke dalam akal,

selanjutnya akal memberi kesan. Hasil indra

diserap sedemikian rupa oleh akal,

selanjutnya akal bekerja dengan daya fantasi

untuk menyusun kesan-kesan itu sehingga

menjadi suatu gambar yang dikuasai oleh

22 Beni Ahmad Saebani, ibid, hal, 97.23 Juhaya S. Praja. Aliran-Aliran Filsafat Dan Etika.., ibid, hal, 118.

17

Page 18: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

bentuk ruang dan waktu. Pengenalan pada taraf

akal ini merupakan sintesis antara bentuk dan

materi. Materi adalah data-data indrawi,

sedangkan bentuk adalah pengertian-pengertian

apriori yang terdapat pada akal.24

Namun yang dipermasalahkan Kant ialah

proposisi sintesis apriori, seperti dalam

kalimat “segala kejadian ada sebabnya”. Dalam

kalimat itu, predikat menambah hal baru pada

subjek sehingga masuk kategori sintesis,

sementara predikat itu tidak didapat dari

proses pengalaman dan tidak memerlukan

analisis subjek. Menurut Kant, sintesis a

priori ini mungkin karena dalam akal budi kita

terdapat unsur-unsur a priori yang disebut

kategori kategori yang bersintesis dengan

data inderawi (aposteriori).25  Kategori-kategori

itu dibagi Kant menjadi empat bagian yang

masing-masing terdiri dari tiga kategori,

yakni kuantitas: kesatuan (unity),

kemajemukan (plurality), keseluruhan (totality); (2)

kualitas: realitas, negesi, limitasi; (3)

relasi: substansi dan aksidensi, sebab

akibat, timbal balik; (4)

Modalitaskemungkinan (possibility), keberadaan (exsi

24 Beni Ahmad Saebani, ibid, hal, 97.25 Francis Budi Hardiman, Kritik Ideologi: Menyikap Kepentingan

Pengetahuan Bersama Jurgen Habermas, (Yogyakarta: Buku Baik, 2004), hal,130-131.

18

Page 19: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

stence),kepastian (necessity). Kesemuanya ini

bersifat subjektif sebagaimana ruang dan

waktu.26

Kedua belas kategori tersebut sejajar

dengan dua belas putusan, yakni;27 

I II III IVQuantity

UniversalParticula

rSingular

QualityAffirmativeNegativeInfinite

RelationCategoricalHypotheticalDisjunctive

ModalityPrpblemati

calAssertoricApodictica

l

Bagaimana skema tersebut bisa dipahami?

Mari kita bahas skema tersebut. Setiap

penilaian harus memiliki suatu kuantitas.

Misalnya, penilaian tentang kucing, maka ia

pasti mengatakan tentang semua kucing,

beberapa kucing dan seekor kucing tertentu

saja. Dengan melihat kuantitasnya, suatu

penilaian bisa merupakan penilaian universal,

penilaian particular dan penilaian singular.

Disamping kuantitas, suatu penilaian pasti

mengandung kualitas. Ketika kita mengatakan

“ini adalah kucing”, maka kita sedang membuat

penilaian affirmatif. Pernyataan” ini adalah

bukan kucing” menunjukkan penilaian negative.26 Betrand Rusel, Sejarah Filsafat Barat, ibid,  hal, 924.27Alim Roswantoro “Logika Transendental Kant dan Relevansinya bagi

Humanitas Kontemporer” dalam Zubaedi dkk ,Filsafat Barat, (Yogya: Arruz,2007), hal, 50.

19

Page 20: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

Tetapi, kita mengatakan “ini adalah bukan

kucing (a not cat), maka kita telah membuat

penilaian infinite. A not cat berarti menunjukkan

kelas binatang yang tak terbatas yang tidak

termasuk ke dalam konsep kucing.28

Di dalam penilaian ada relasi-realasi

pikiran. Hubungan-hubungan struktur logis

dari penilaian itu bisa kategorikal atau

hubungan subjek-objek-predikat, hipotetrikal

atau hubungan prinsip (dasar) dengan

konsekuensinya, dan disjunctive atau hubungan di

antara bagian-bagian dari seluruh ruang suatu

kognisi; ruang masing-masing bagian adalah

komplemental terhadap ruang dari bagian-

bagian lain yang masing-masing mengkontribusi

kesatuan total dari suatu kognisi.29

Proposisi “kucing ini adalah abu-abu”

mempunyai struktur logis penilaian relasi

subjek-predikat. Kucing adalah subjek,

sedangkan abu-abu adalah predikat. Oleh

karena itu, ia adalah kategorikal. Contoh

penilaian hipotetikal adalah seperti

diberikan oleh Kant, “Jika ada keadilan

sejati, maka orang yang luar biasa jahatnya

pasti dihukum.” Dalam penilaian ini keadilan28 Zubaedi, dkk, Filsafat Barat: Dari Logika Baru Rene Descartes Hingga

Revolusi Sains Ala Thomas Kuhn ( Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2007), hal,50.

29 Zubaedi, dkk, Filsafat Barat, Op, Cit, hal, 51.

20

Page 21: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

sejati menjadi prinsip yang konsekuensinya

adalah dihukumnya penjahat karena kejahatan

adalah lawan dari keadilan. Akhirnya, jika

kita mengatakan bahwa,” Jika dunia ada baik

melalui kebetulan belaka, atau melalui

kepastian internal, atau melalui sebab

eksternal, “ maka kita sedang membuat

penilaian disjunctive. Pernyataan itu adalah

tentang kemungkinan kita mengenai eksistensi

dunia. Jika kita katakan eksistensi dunia

melalui kebetulan belaka, maka bisa kita

katakan bahwa eksistensi dunia adalah tidak

melalui kepastian internal atau melalui sebab

eksternal. Apabila kita menyatakan bahwa

dunia ada melalui kebetulan belaka atau

melalui kepastian internal atau melalui sebab

eksternal, maka dengan begitu kita

menghilangkan kemungkinan-kemungkinan

lainnya. Eksistensi dunia tidak mungkin

melalui selain ketiganya. Dengan kata lain,

apa yang ditegaskan adalah eksistensi dunia

melalui salah satu dari ketiganya. Jika kita

tahu bahwa eksistensi duna tidak melalui

kebetulan belaka dan kepastian internal, kita

pun tahu bahwa eksistensi dunia adalah

melalui sebab eksternal.30

30 Zubaedi, dkk, Filsafat Barat ,ibid, hal, 52.

21

Page 22: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

Yang terakhir, setiap penilaian mempunyai

suatu modalitas. Penialaian itu mungkin benar

atau benar sebagai masalah fakta, atau benar

sevara pasti. Bahwa saya akan hidup selama 80

tahun adalah suatu kemungkinan dan tidak bisa

diputuskan secara pasti. Kant menyebut

penilaian seperti ini sebagai problematik.

Bahwa Kant dilahirkan pada 1724 dan wafat

1804 adalah suatu fakta. Kant menyebut

penilaian ini assetoric. Karena saya tak

mempunyai faktor-faktor apa yang menyebabkan

ia lahir pada tanggal 22 April dan tidak 23

April, atau hal yang sama dengan kematiannya,

saya tak bisa berkata bahwa penilaian itu

benar secara pasti. Seandainya saya mempunyai

pengetahuan seperti itu, saya akan

menyebutnya penilaian yang secara pasti

benar. Inilah yang disebut apodictic

(kepastian).31

Semua kategori tersebut, jika digunakan

pada sesuatu yang tidak alami menurut Kant

kita akan terkacaukan oleh ‘antinomi’ atau

proposisi yang saling bertentangan yang

masing-masing jelas-jelas dapat dibuktikan.

Kant menyajikan empat antitomi tersebut yang

masing masing terdiri dari tesis dan

31Zubaedi, dkk, Filsafat Barat, ibid, hal 52.

22

Page 23: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

antitesis. Pertama, tesis yang mengatakan

“dunia memiliki permulaan waktu dan juga

terbatas dalam ruang” Antitesisnya

mengatakan: “dunia memiliki permulaan waktu

dan juga terbatas dalam ruang”, ia tidak

terbatas baik ruang maupun waktunya”. Kedua,

membuktikan bahwa setiap substansi campuran

ada yang terdiri dari bagian-bagian sederhana

dan ada yang tidak. Ketiga, menyatakan ada dua

jenis kausalitas, yang pertama menurut hukum

alam dan yang kedua hukum kebebasan; 

antitesisnya menyatakan bahwa hanya ada satu

yakni kausalitas hukum alam. Keempat,

membuktikan adanya entitas mutlak dan tidak

mutlak.32

Dengan adanya ke-12 kategori tersebut,

yang terpenting yaitu substansi dan

kausalitas. Jika kita umpamakan membentuk

putusan A menyebabkan B, maka sahnya putusan

itu tidak berlangsung berasal dari realitas,

melainkan kita harus memikirkan hubungan

antara data A dan data B berdasarkan kategori

kausalitas (sebab akibat). Maksud Kant

kiranya dapat diterangkan sedikit dengan

perumpamaan berikut: Jika seorang tertentu

memakai kacamata yang kacanya berwarna merah,

32 Betrand Rusel, Sejarah Filsafat Barat , ibid, hal,  925

23

Page 24: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

maka ia melihat segala benda berwarna merah.

Tentu itu tidak berarti bahwa benda-benda itu

sendiri berwarna merah. Keadaan tersebut

karena jalan melalui mana pengalaman tersebut

dilakukan (jalan pengemnalan yang ditempuh),

memuat suatu faktor (kacamata berwarna

merah) yang karenanya (karena faktor itu) ia

terpaksa hanya bisa melihat hal-hal yang

berwarna merah. Nah demikian halnya dengan

akal budi kita. Akal budi mempunyai struktur

sedemikian rupa, sehingga dengan memikirkan

data-data inderawi sebagai substansi atau

menurut ikatan sebab akibat atau menurut

kategori lainnya.33

Menurut Kant, pada tingkat akal budi

(verstand) inilah kita bisa mendapatkan

pengetahuan yang tepat dan mutlak, seperti

ilmu pengetahuan alam. Dengan demikian, bagi

Kant, pengetahuan adalah pengalaman ditambah

dengan kategori-kategori akal budi. Dengan

ini Kant menolak pandangan Hume yang

menyatakan bahwa ilmu pengetahuan alam tidak

bisa mencapai kepastian, namun hanya

memberikan kemungkinan.34

3)Pengenalan pada Taraf Rasio

33 Juhaya S. Praja. Aliran-Aliran Filsafat Dan Etika.., ibid, hal, 119.34 Simon Petrus L, Tjahjadi, Petualangan Intelektual: Konfrontasi

Dengan Para Filsuf Dari Zaman Yunani Hingga Zaman Modern, ibid, hal, 284.

24

Page 25: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

Tugas rasio adalah menarik kesimpulan

dari keputusan-keputusan. Dengan kata lain,

rasio mengadakan ergumentasi-argumentasi.

Seperti akal budi menggabungkan data-data

inderawi dengan mengadakan putusan-putusan.

Kant memperlihatkan bahwa rasio membentuk

argumentasi-argumentasi itu dengan dipimpin

oleh tiga ide: jiwa, dunia dan Allah. Apa

yang dimaksud dengan ide menurut Kant adalah

suatu cita-cita yang menjamin kesatuan

terakhir dalam bidang gejala-gejala psikis

(jiwa), dalam bidang kejadian-kejadian

jasmani (dunia) dan dalam bidang segala-

galanya yang ada (Allah). Ketiga ide tersebut

mengatur argumentasi-argumentasi kita tentang

pengalaman, tetapi ketika ide sendiri tidak

termasuk pengalaman kita. Karena kategori

akal budi hanya berlaku untuk pengalaman,

kategori-kategori itu tidak dapat diterapkan

pada ide-ide. Tetapi justru itulah yang

diusahakan oleh metafisika. Misalnya,

metafisika merupakan pembuktian bahwa Allah

adalah penyebab pertama alam semesta. Tetapi

dengan itu metafisika melewati batas-batas

yang ditentukan untuk pengenalan manusia.

Adanya Allah dan immoralitas jiwa tidak dapat

25

Page 26: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

dibuktikan, sekalipun metafisika senantiasa

berusaha demikian.35

Tugas rasio ialah menggabungkan putusan-

putusan dari akal budi menjadi pengetahuan.

Jadi pengetahuan ialah hasil sintesis dari

keputusan-keputusan yang dihasilkan oleh

tahap akal budi. Dari sini dihasilkan oleh

orde argumen-argumen. Pada tahap ini, unsur -

unsur apesteriori tidak diterima secara

lansung, melainkan secara tidak langsung dari

akal budi. Unsur apriori pada tahap ini

adalah ide-ide36  yang mengatur proposisi-

proposisi menjadi argumentasi. Ide-ide ini

hanyalah cita-cita yang berguna untuk

menjamin kesatuan dari segala bentuk

pengetahuan kita. Kita tidak akan puas dengan

pengetahuan yang terpisah-pisah, maka

pengetahuan yang khusus akan memberi

sumbangan dalam membentuk “gambaran” tertentu

tentang materi. Inilah pengetahuan teoritis

murni.37 

b. The Critique Of Practical Reason (Pembahasan Tentang

Rasio Praktis)

35 Juhaya S. Praja. Aliran-Aliran Filsafat Dan Etika.., ibid, hal, 120.36 K. Bertens, Ringkasan Sejarah Filsafat, ibid, hal, 62.37 Francis Budi Hardiman, Kritik Ideologi, ibid, hal, 131-132.

26

Page 27: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

Rasio dapat menjalankan ilmu pengetahuan,

sehingga rasio disebut rasio teoritis atau

menurut istilah Kant sendiri rasio murni. Akan

tetapi, disamping rasio murni terdapat apa yang

disebut dengan rasio praktis, yaitu rasio yang

mengatakan apa yang harus kita lakukan; atau

dengan kata lain, rasio yang memberi perintah

kepada kehendak kita. Kant memperlihatkan bahwa

rasio praktis memberikan perintah yang mutlak

yang disebutnya sebagai imperatif kategori.

Misalnya, bila kita meminjam barang kepunyaan

orang lain, maka kita harus mengembalikan

kepada pemiliknya.38

Kehidupan memerlukan kebenaran, kebenaran

tidak dapat seluruhnya diperoleh dengan indra

dan akal, indra dan akal itu terbatas

kemampuannya. Menurut Kant, dasar a priori itu

ada pada sains, akan tetapi, indra (sains) itu

terbatas, disinilah Critique of The Practical Reason

berbicara, Kant bertanya: Bila akal dan indra

tidak dapat diandalkan dalam mempelajari agama,

apa selanjutnya? Jawabannya adalah akal atau

indra dapat terus berkembang dan dikembangkan,

namun setelah semua itu, moral merupakan ukuran

kebenaran.

38 Juhaya S. Praja. Aliran-Aliran Filsafat Dan Etika.., ibid, hal, 122.

27

Page 28: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

Moral adalah suara hati, perasaan,

menentukan sesuatu itu benar atau salah. Moral

itu imperatif kategori, perintah tanpa syarat yang

ada dalam kesadaran kita. Kata hati itu

memerintah, perintah itu ialah perintah untuk

berbuat sesuai dengan keinginan tetapi dalam

batas kewajaran. Hukum kewajaran bersifat

universal. Ia merincikan moral sebagai berikut:

1.Heteronomi moral adalah sikap dimana orang

memenuhi kewajibannya bukan karena ia insaf

bahwa kewajiban itu pantas dipenuhi,

melainkan karena tertekan, takut berdosa, dan

sebagainya. Dalam tuntutan agama, moralitas

heteronom berarti bahwa orang menaati

peraturan tetapi tanpa melihat nilai dan

maknanya. Heteronomi moral ini merendahkan

pandangan terhadap seseorang, dan merupakan

penyimpangan dari sikap moral yang sebenar-

benarnya.

2.Otonomi moral berarti bahwa manusia menaati

kewajibannya karena ia sadar diri, bukan

karena terbebani, terkekang, tuntutan, dsb.

Otonomi juga menuntut kerendahan hati untuk

menerima bahwa kita menjadi bagian dari

masyarakat dan bersedia untuk hidup sesuai

dengan aturan-aturan masyarakat yang

28

Page 29: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

berdasarkan hukum. Hukum adalah tatanan

normatif lahiriah masyarakat. 

Kant beranggapan bahwa ada tiga hal yang

harus disadari sebaik-baiknya bahwa ketiga hal

tersebut dibuktikan, hanya dituntut. Itulah

sebabnya Kant menyebutnya ketiga postulat dari rasio

praktis. Ketiga postulat yang dimaksud itu ialah:

1.Kebebasan berkehendak;

2.Immoralitas jiwa;

3.Adanya Allah.39

Menerima ketiga postulat tersebut dinamakan

Kant sebagai glaube atau kepercayaan. Maka dari

sinilah kita bisa melihat kant sebagi filsuf

yang mengulik filsafat untuk memperteguh

keimanannya, keimanan Kristianinya.

c. Critique Of Judgement (Kritik Atas Daya Pertimbangan)

Problem-problem yang dibentangkan dalam

karya yang berjudul Critique of Judgement ini adalah

konsekuensi dari “kritik atas rasio umum dan

kritik atas rasio praktis” adalah munculnya dua

lapangan tersendiri, yaitu: lapangan keperluan

mutlak di bidang alam dan lapangan di bidang

tingkah laku manusia. Maksud dari Kritik Der

Urteilskraft ialah mengerti kedua persesuaian

39 Juhaya S. Praja. Aliran-Aliran Filsafat Dan Etika.., ibid, hal, 122.

29

Page 30: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

kedua lapangan ini. Hal ini terjadi dengan

menggunakan konsep finalitas (tujuan).

Finalitas bisa bersifat subjektif dan objektif.

Kalau finalitas bisa bersifat subjektif,

manusia mengarahkan objek pada diri manusia itu

sendiri. Inilah yang terjadi di dalam

pengalaman estetis (seni). Pengalaman estetis

itu diselidiki dalam bukunya yang berjudul Kritik

der Astheischen Urteilskraft. Dengan finalitas yang

bersifat objektif dimaksudkan keselarasan satu

sama lain dari benda-benda alam. Finalitas

dalam alam itu diselidiki dalam bagian kedua,

yaitu Kritik Der Theologischen Unteilskraft.40

C. Relevansi Terhadap Ilmu Pendidikan Islam

Dengan adanya pemikiran kritis dari Immanuel

Kant tersebut, maka dapat direlevansikan bagi ilmu

pendidikan, khususnya ilmu pendidikan Islam, dimana

dalam filsafatnya, Kant berusaha menyintesiskan

rasionalisme dan empirisme.

Telah dijelaskan bahwa sumber pengetahuan

adalah rasio dan pengalaman, yang masing-masing

saling mengklaim sebagai yang paling utama. Dengan

gagasan dalam pikiran pengetahuan tanpa pengalaman

mampu dikeluarkan.41 Rasio disebut juga dengan akal.

Demikian juga dengan empirisme yang menekankan

40Juhaya S. Praja. Aliran-Aliran Filsafat Dan Etika.., ibid, hal, 123.41 Beni Ahmad Saebani, Op, Cit, hal, 99

30

Page 31: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

bahwa pengalamanlah yang merupakan sumber utama

pengetahuan.

Akal berfungsi untuk melakukan penalaran

terhadap berbagai kejadian, dari pengalaman dan

pengetahuan inderawinya, penalaran yang valid

adalah wahyu yang ditransmisikan oleh akal sehingga

akal sesuai dengan wahyu. Kesahihan transmisi data

otoritatif melahirkan ilmu pengetahuan yang

kemudian menjadi landasan ilmu-ilmu lainnya.

Islam merupakan agama yang rasional, agama yang

sejalan dengan akal, bahkan agama yang didasarkan

atas akal. Sebagaimana Muhammad Abduh berpendapat

bahwa “Iman seseorang belum sempurna jika tidak

didasarkan pada akal; keimanan harus berdasarkan

pada keyakinan, bukan pada pendapat, dan akallah

yang menjadi sumber keyakinan pada Tuhan, ilmu

serta kemahakuasaan-Nya dan pada Rasul.42

Keharusan manusia menggunakan akalnya, bukanlah

hanya merupakan ilham yang terdapat pada dirinya,

tetapi juga ajaran yang termuat dalam wahyu. Kitab

suci al-Quran memerintahkan manusia untuk berpikir

dan mempergunakan akal dan melarang bersikap

taklid. Tuhan tidak semata-mata memberi perintah,

tetapi juga memotivasi manusia untuk berpikir.

Menurut Abul ‘Ala Al-Maududi, ada pengetahuan

yang empirik dan ada yang metafisik. Pengetahuan

42 Beni Ahmad Saebani, ibid, hal, 101

31

Page 32: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

empirik sebagai pengetahuan yang telah terbukti,

sebagai “ilm al-yaqin”; kedua, ilmu inderawi yang

memperkuat pengetahuan hasil pembuktian dengan

kalimat ”ain al-yaqin”, artinya dengan terlihat oleh

indera manusia, karena dilengkapi dengan kalimat,

”latarawunnaha ‘ain al-yaqin”. Penafsiran Al-Maududi

tersebut semakin mempertegas bahwa ilmu pengetahuan

senantiasa berdasarkan kepada akal dan pengalaman.43

Pengetahuan rasional yang hanya mengandalkan

kekuatan indrawi terjebak dalam kenisbian, sehingga

ilmu yang didapatkan kebenarannya realatif dan

senantiasa berubah-ubah. Seolah-olah indra sebagai

alat mencari pengetahuan bergantung pada situasi

dan kondisi. Hasil dari pancaindra terbatas oleh

ruang dan waktu dan tidak mencirikan sebagai

hakikat ilmu.

Untuk memperdalam ilmu atau memperoleh ilmu

pengetahuan, akal bekerja sama dengan hati karena

hati mempunyai kedudukan yang penting dalam

memperoleh ilmu pengetahuan. Ilmu yang digeluti

oleh hati atau kalbu dapat mendekati hakikatnya

sehingga kalbu yang potensial dapat menangkap

ilham. Kemampuan menangkap hakikat dengan jalan

ilham diperoleh dengan ‘aql al-mustafad. Dalam hal ini

Al-Ghazali menyatakan bahwa kemuliaan akal bagi

manusia membedakan dirinya dengan binatang, tetapi

43 Beni Ahmad Saebani, Op,Cit, hal, 102

32

Page 33: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

akal tanpa hati adalah juga binatang, meskipun

binatang tidak berakal.

Akal diasah pengembangannya melalui bebagai

cara berpikir, sedangkan hati diasah melalui cara

merasa. Cara pengembangan berpikir akal menekankan

pendekatan-pendekatan analogis dan kausalitas (al-

qiyas dan sabab musabab) sedangkan pengembangan

kekuatan hati dengan cara “merasa disebut al-wijdan”.

Al-qiyas menggunakan al-mutakhayyilat, sedangkan al-

wijdan menggunakan al-iradat. Otak berhubungan dengan

akal, dan qalb berhubungan dengan dzawq.44

Dalam hal ini, agama Islam menempatkan manusia

sebagai manusia yang mempunyai potensi akal, dan

hati yang dapat dididik untuk memperoleh ilmu

pengetahuan. Sebagai makhluk Allah yang bertugas

memakmurkan bumi, manusia diberi kelebihan dan juga

keistimewaan, yakni kecerdasan akal dan kepekaan

hati yang mampu berpikir rasional dan merasakan

sesuatu di balik materi dan perbuatan. Keutamaan

yang diberikan Allah kepada manusia yang lain

adalah fitrah, yakni potensi manusia yang educable.

Dengan bekal itulah memungkinkan bagi manusia untuk

mencapai taraf kehidupan yang amat tinggi dalam

aspek peradaban dan kedekatan dengan Allah.

Secara lebih detail, potensi yang dimiliki

manusia bersifat kompleks yang terdiri atas: ruh

44 Beni Ahmad Saebani, ibid, hal, 103.

33

Page 34: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

(roh), qalb (hati), ‘aql (akal), dan nafs (jiwa).

Potensi-potensi tersebut bersifat ruhaniyah atau

mental-psikis. Selain itu, manusia juga dibekali

potensi fisik-sensual berupa seperangkat pancaindra

yang berfungsi sebagai instrumen untuk memahami

alam luar dan berbagai peristiwa yang terjadi di

lingkungannya. Semua potensi tersebut bersifat

educable, dapat dan harus dididik agar berkembang

secara aktual. Jika semua potensi tersebut dididik

dengan baik maka akan memungkinkan manusia mencapai

tingkat kemampuan yang luar biasa.45

Allah pun telah menganugerahi manusia dengan

berbagai sarana untuk belajar, yaitu seperangkat

pancaindra. Sebagaimana firman Allah berikut:

”...., dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan, dan

hati agar kamu bersyukur.” (QS. An-Nahl: 78).

Pendengaran merupakan pemeliharaan pengetahuan yang

diperoleh dari orang lain. Penglihatan merupakan

pengembangan pengetahuan dengan hasil observasi dan

penelitian yang berkaitan dengannya. Hati merupakan

sarana membersihkan ilmu pengetahuan dari kotoran

dan noda sehingga lahirlah ilmu pengetahuan yang

murni.46

45 Moh.Roqib. Ilmu Pendidikan Islam:Pengembangan Pendidikan Integratif diSekolah, Keluarga dan Masyarakat (Yogyakarta: LKiS, 2009), hal, 59-60.

46 Moh. Roqib dan Nurfuadi. Kepribadian Guru: Upaya MengembangkanKepribadian Guru yang Sehat Di Masa Depan (Purwokerto: STAIN PurwokertoPress bekerja sama dengan Grafindo Litera Media, 2009), hal, 41.

34

Page 35: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

Mengacu pada pembahasan dia atas, para pakar

pendidikan membangun berbagai teori tentang

perkembangan manusia yang masing-masing mempunyai

fokus yang berbeda. Teori tersebut ialah: nativisme,

empirisme, dan konvergensi. Nativisme menyatakan bahwa

perkembangan manusia dipengaruhi oleh faktor

pembawaan, Empirisme menyatakan bahwa perkembangan

manusia dipengaruhi oleh lingkungan, sedangkan

konvergensi menyatakan bahwa perkembangan manusia

dipengaruhi oleh keduanya yaitu pembawaan sejak

lahir (fitrah: dalam bahasa Islam) dan lingkungan.

Potensi fitrah yang dibawa sejak lahir ini

memerlukan upaya-upaya manusia untuk tumbuh menjadi

aktual dan faktual. Islam memberikan prinsip-

prinsip dasarnya berupa nilai-nilai Islami sehingga

pertumbuhan potensi manusia tersebut terbimbing dan

terarah. Dalam proses inilah, lingkungan belajar

sangat besar peranannya, bahkan dapat menentukan

bentuk dan corak kepribadian seseorang. Oleh karena

itu, filsafat Immanuel Kant, yang menggabungkan

rasionalisme dan empirisme berkembang dalam teori

konvergensi, dimana peserta didik yang mempunyai

potensi fitrah yang dilengkapi dengan seperangkat

pancaindra dapat dididik dan dikembangkan melalui

lingkungan yang mendorongnya untuk memahami alam

sekitar.

35

Page 36: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

Dengan adanya potensi manusia tersebut, metode

pembelajaran yang dapat diterapkan ialah “discovery

learning”. Kenaikan dari potensi intelektual

menimbulkan harapan peserta didik untuk sukses.

Dengan menekankan pada metode pembelajaran discovery

learning, peserta didik akan belajar mengorganisasi

problem-problem yang terjadi di lingkungannya

daripada menghadapi problem-problem itu sendiri.

Ganjaran eksternal akan menghasilkan rote learning

dengan sedikit pengertian atau penguasaan daripada

lingkungan. Discovery learning lebih mengarah pada self

reward. Dengan pembelajaran ini, peserta didik akan

mencapai kepuasan karena telah menemukan pemecahan

problemnya sendiri. Peserta didik yang telah

terlatih dengan discovery learning akan mempunyai skill

dan teknik dalam pekerjaannya lewat problem-problem

riil di dalam lingkungannya. Aspek penting di dalam

memory ialah retrival, dan memory yang telah

diperbaiki akan memperbaiki susunan daripada

pengetahuan. Peserta didik akan lebih mudah

menemukan kembali (retrive) pengetahuan peserta didik

dapat mengorganisasikannya menurut sistem coding

sesuai dengan dirinya.

Langkah-langkah discovery learning menurut

Taba47 :

47 Wasty Soemanto, Psikologi Pendidikan: Landasan Kerja PemimpinPendidikan (Jakarta: Rineka Cipta, 2012), hal, 228.

36

Page 37: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

1. Peserta didik dihadapka pada problem-problem

yang menimbulkan suatu perasaan gagal dalam

dirinya.

2. Peserta didik mulai menyelidiki problem

tersebut secara individual.

3. Peserta didik berusaha memcahkan problem

dengan menggunakan pengetahuannya, melihat

fenomena-fenomena, menghubung-hubungkan

pengetahuan yang sebelumnya.

4. Peserta didik menunjukkan pengertian dari

generalisasi tersebut.

5. Peserta didik menyatakan konsepnya atau

prinsip-prinsip dimana generalisasi tersebut

didasarkan.

Penerapan metode discovery learning ini bertujuan

untuk memperbaiki pengajaran yang selama ini hanya

menghafal fakta-fakta saja, tidak memberikan kepada

peserta didik pengertian tentang konsep-konsep atau

prinsip-prinsip di dalam pembelajaran.

37

Page 38: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

BAB III

PENUTUP

Immanuel Kant (1724-1804) adalah seorang filosof

besar yang muncul dalam pentas pemikiran filosofis

zaman Aufklarung Jerman menjelang akhir abad ke-18.

Kehidupannya sebagai filsuf dibagi menjadi dua periode

yaitu zaman pra-kritis dan zaman kritis. Pada zaman

pra-kritis ia menganut pendirian rasionalis yang

dilancarkan oleh Wolff, dkk. Tetapi karena terpengaruh

oleh Hume, berangsur-angsur Kant meninggalkan

rasionalisme. Ia sendiri mengatakan bahwa Hume itulah

yang membangunkannya dari tidur dogmatisnya. Pada zaman

kritisnya, Kant merubah wajah filsafatnya secara

radikal. Ia menanamkan filsafatnya sekaligus

mempertanggungjawabkannya dengan dogmatismenya.

Melalui karyanya ia melakukan kritik terhadap

filsafat rasionalisme dan empirisme yang pada saat itu

saling bertentangan. Kant berupaya untuk menyintesiskan

keduanya. Karyanya yang terkenal dan menampakkan

kritisismenya ialah Kritik Der Reinen Vernuft Reason dan Critique

Of Pure Reason yang membicarakan tentang reason dan the

knowing process yang ditulisnya selama lima belas tahun.

Dalam literatur bahasa Indonesia biasanya disebut

“kritik atas rasio praktis”. Buku kedua adalah Kritik Der

38

Page 39: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

Practischen Vernuft (1781) atau biasa disebut Critique Of

Partical Reason atau kritik atas rasio praktis yang

menjelaskan filsafat moralnya. Ketiga, buku Kritik Der

Arteilskraft (1970) atau Critique Of Judgement atau kritik atas

daya pertimbangan.

Logika Kant merupakan usahanya untuk membenarkan

kemungkinan pengetahuan sintesis a priori, dari tindakan

pemahaman menemukan konsep-konsep murni pemahaman

(kategori-kategori) hingga sampai pada pengandaian akal

akan ide-ide noumenal dari realitas.

Dengan demikian, relevansi filsafat Kant sangat

jelas. Dengan filsafat kritiknya, Kant mengajak kita

untuk selalu menyadari bahwa pengetahuan yang kita

peroleh hanyalah sekedar sintesis dari kesan-kesan

inderawi (data-data dan informasi-informasi) yang bisa

kita tangkap dan jumlahnya tak terbatas. Relevansi

filsafat Kant dengan ilmu pendidikan Islam yaitu dalam

konsep manusia, Allah membekali manusia dengan potensi

fitrah, dimana manusia sejak lahir telah dianugerahi oleh

Allah dengan potensi untuk dididik dengan prinsip-

prinsip Islami. Hal ini sejalan dengan agama Islam yang

merupakan agama yang berlandaskan akal (rasio). Peserta

didik masing-masing mempunyai bekal potensi fitrah yang

dilengkapi dengan seperangkat pancaindra dalam dirinya,

yang dapat dididik melalui alam sekitar. Dalam hal ini

disebut dengan teori konvergensi.

39

Page 40: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

Implikasi metode pembelajarannya adalah dengan

menerapkan metode discovery learning. Metode discovery learning

adalah metode pembelajaran yang berusaha menghubungkan

dengan pengetahuan sebelumnya untuk memecahkan dan

mengorganisir problem-problem riil yang terjadi di

lingkungan peserta didik.

40

Page 41: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

DAFTAR PUSTAKA

Aholiab Watoly. 2001. Tanggung Jawab Pengetahuan:Mempertimbangkan Epistemologi Secara Kultural. Yogyakarta:Kanisius

Beni Ahmad Saebani. 2009. Filsafat Ilmu : Kontemplasi FilosofisTentang Seluk-Beluk Sumber, Dan Tujuan Ilmu Pengetahuan.Bandung: CV. Pustaka Setia

Francis Budi Hardiman. 2004. Kritik Ideologi: MenyikapKepentingan Pengetahuan Bersama Jurgen Habermas.Yogyakarta: Buku Baik

J. Sudarminta. 2002.  Epistemologi Dasar: Pengantar FilsafatPengetahuan. Yogyakarta: Kanisius

Juhaya S. Praja. 2003. Aliran-Aliran Filsafat Dan Etika.Jakarta: Kencana

K. Bertens. 1998. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta:Kanisius. cet. 15

Mohammad Muslih. 2010. Filsafat Ilmu. Yogyakarta: Belukar.Cet. 6

Moh.Roqib. 2009. Ilmu Pendidikan Islam: Pengembangan PendidikanIntegratif di Sekolah, Keluarga dan Masyarakat. Yogyakarta:LkiS

Moh. Roqib dan Nurfuadi. 2009. Kepribadian Guru: UpayaMengembangkan Kepribadian Guru yang Sehat Di Masa Depan.Purwokerto: STAIN Purwokerto Press bekerja samadengan Grafindo Litera Media

Rizal Mustansyi. 2001. Filsafat Analitik. Yogyakarta:Pustaka Pelajar

41

Page 42: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

Sabarti Akhadiah dan Winda Dewi Listyasari, Ed, 2011.Filsafat Ilmu Lanjutan. Jakarta: Kencana

Simon Petrus L, Tjahjadi. 2008. Petualangan Intelektual:Konfrontasi Dengan Para Filsuf Dari Zaman Yunani Hingga ZamanModern. Yogyakarta: Kanisius

Wasty Soemanto. 2012. Psikologi Pendidikan: Landasan KerjaPemimpin Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta

Zubaedi, dkk. 2007. Filsafat Barat: Dari Logika Baru Rene DescartesHingga Revolusi Sains Ala Thomas Kuhn. Jogjakarta: Ar-RuzzMedia

http://www.referensimakalah.com/2012/11/biografi-immanuel-kant.html diakses pada tanggal 24 Oktober2013

http://eurikaalfiana.blogspot.com/2010/12/epistemologi-immanuel-kant.html, diakses pada tanggal 25 Oktober2013

42

Page 43: Epistemologi Immanuel Kant (Afik Ahsanti 1320411038)

43