BAB I PENDAHULUAN Perkembangan manusia dimulai sebagai organisme bersel dua selama fertilisasi. Pertumbuhan dan perkembangan organ terjadi di uterus. Semua organ berkembang melalui fase-fase pematangan dan tidak mampu mempertahankan hidup pada awal perkembangannya, sehingga memerlukan plasenta maternal untuk bertahan hidup dalam uterus. Suatu titik kritis dicapai saat organ-organ telah berkembang hingga fase matang yang mampu bertahan hidup tanpa bantuan plasenta ibu dan pada saat inilah kelahiran terjadi. Jika fetus dilahirkan prematur, organ-organ tidak akan berkembang dengan sempurna dan tidak selalu mampu bertahan hidup diluar uterus. Anak-anak adalah mahluk yang sedang tumbuh dengan organ yang secara anatomi dan fisiologi belum matang dan harus beradaptasi dengan dunia yang dinamis. Proses adaptasi paling awal adalah perubahan lingkungan dari intrauterin ke lingkungan ekstrauterin. Seorang anak bisa menjadi sangat sakit dalam beberapa menit hingga jam akibat tidak matangnya sistem fisiologi tidak adanya perlindungan tubuh. Perkembangan dari hidung tersumbat menjadi meningitis preterminal bisa terjadi dalam beberapa jam. Gastroenteritis bisa berkembang menjadi dehidrasi preterminal dan syok dalam hitungan menit. Sebaliknya, seorang anak yang menerima terapi 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
Perkembangan manusia dimulai sebagai organisme bersel dua selama fertilisasi.
Pertumbuhan dan perkembangan organ terjadi di uterus. Semua organ
berkembang melalui fase-fase pematangan dan tidak mampu mempertahankan
hidup pada awal perkembangannya, sehingga memerlukan plasenta maternal
untuk bertahan hidup dalam uterus. Suatu titik kritis dicapai saat organ-organ
telah berkembang hingga fase matang yang mampu bertahan hidup tanpa bantuan
plasenta ibu dan pada saat inilah kelahiran terjadi. Jika fetus dilahirkan prematur,
organ-organ tidak akan berkembang dengan sempurna dan tidak selalu mampu
bertahan hidup diluar uterus.
Anak-anak adalah mahluk yang sedang tumbuh dengan organ yang secara
anatomi dan fisiologi belum matang dan harus beradaptasi dengan dunia yang
dinamis. Proses adaptasi paling awal adalah perubahan lingkungan dari intrauterin
ke lingkungan ekstrauterin. Seorang anak bisa menjadi sangat sakit dalam
beberapa menit hingga jam akibat tidak matangnya sistem fisiologi tidak adanya
perlindungan tubuh. Perkembangan dari hidung tersumbat menjadi meningitis
preterminal bisa terjadi dalam beberapa jam. Gastroenteritis bisa berkembang
menjadi dehidrasi preterminal dan syok dalam hitungan menit. Sebaliknya,
seorang anak yang menerima terapi yang tepat dapat sembuh dengan cepat dan
pulih sempurna.
Selama 30 tahun belakangan ini, anestesi regional telah berkembang pesat
menjadi teknik utama manajemen nyeri pasien pediatri dalam bidang bedah dan
nonbedah. Hal ini makin dipermudah oleh perkembangan jarum dan kateter yang
didesain khusus untuk pasien pediatri. Beberapa tahun terakhir, banyak penelitian
pediatri yang melibatkan banyak pasien dari masa neonatus hingga akhir masa
remaja telah menguji hampir semua teknik blok saraf, sehingga mempermudah
kita menentukan indikasi yang tepat, kontraindikasi, dan efek sampingnya.
Dengan penggunaan stimulator saraf, blok perifir sekarang bisa dilakukan dengan
aman pada pasien yang teranestesi jika sebelumnya tidak pernah diberi pelumpuh
otot.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perbedaan Antara Anak-Anak dan Dewasa
Pasien pediatri bukanlah manusia dewasa dalam bentuk kecil. Neonatus (0-1
bulan), bayi (1-12 bulan), batita (1-3 tahun), dan anak kecil (4-12 tahun) memiliki
kebutuhan anestesi yang berbeda. Manajemen anestesi yang aman membutuhkan
perhatian yang penuh terhadap karakteristik fisiologi, anatomi, dan farmakologi
masing-masing kelompok umur. Karakteristik yang berbeda antar anak-anak dan
anak-anak dengan dewasa, memerlukan modifikasi peralatan dan teknik anestesi.
Bayi memang memiliki risiko besar mengalami morbiditas dan mortalitas akibat
anestesi dibandingkan anak-anak yang lebih tua. Risiko ini berbanding terbalik
dengan usia, dimana neonatus memiliki risiko yang paling besar. Selain itu pasien
pediatri rentan terhadap penyakit sehingga membutuhkan strategi operasi dan
anestesi yang unik.
2.1.1 Ukuran Tubuh
Perbedaan yang paling jelas antara anak-anak dan dewasa bisa dilihat dari ukuran
tubuh. Neonatus cukup bulan yang normal memiliki berat 3 sampai 3,5 kg dengan
tinggi 50 cm, dan dalam 10 hingga 15 tahun mereka akan bertambah berat hingga
lebih dari 12 kali berat mereka sekarang dan tinggi badan mereka bertambah
hingga lebih dari 3 kali tinggi mereka sekarang. Selama tahap awal
perkembangan, medula spinalis menempati seluruh ruang spinal, tapi kemudian
pertumbuhan vertebra melebihi pertumbuhan medula spinalis, dan saraf spinal
terakhir, medula dan pembungkusnya tertarik di dalam ruang spinal. Pada saat
lahir dura mater berakhir pada tingkat vertebra sakrum ketiga atau keempat dan
conus medularis pada ketinggian L3 atau L4. Pada umur 1 tahun, ketinggian
konus medularis dan kantong dura sudah sesuai dengan ketinggian normal orang
dewasa.
Hubungan anatomis dan penanda permukaan berubah secara konstan
sepanjang masa balita dan anak-anak, sehingga menyulitkan prosedur regional
dan memerlukan pengetahuan yang cukup banyak tentang anatomi perkembangan
dan bantuan teknik yang akurat untuk penentuan ruang anatomi dan serabut saraf.
2
Kejadian malformasi kongenital, kelainan genetik, dan konsekuensi dari asfiksia
fetal/neonatal (serebral palsy) cukup sering ditemui dan terjadi hanya pada masa
anak-anak. Hal ini menyebabkan perkembangan abnormal dan deformitas dari
tulang/sendi dan struktur neurologis yang cenderung bertambah buruk selama
masa kanak-kanak. Faktor anatomi pediatri yang mempengaruhi indikasi atau
pilihan prosedur blok regional diperlihatkan dalam tabel.
Faktor Anatomi Pediatri yang Mempengaruhi Indikasi atau Pilihan
Prosedur Blok Regional
Faktor Pediatri (Khususnya Bayi)
Bahaya yang Diakibatkan
Pengaruh Terhadap Anestesi Regional
Ujung medula spinalis yang lebih rendah
Peningkatan risiko trauma langsung medula spinalis.
Hindari pendekatan epidura di atas vertebra L3 bila memungkinkan.
Proyeksi kantong dura yang lebih rendah.
Peningkatan risiko penetrasi dura mater yang tidak disengaja.
Periksa adanya refluks cairan serebrospinal, termasuk selama pendekatan kaudal. Pendekatan ruang epidura yang lebih redah lebih mudah dilakukan.
Belum sempurnanya mielinisasi serabut saraf
Memudahkan penetrasi anestesi lokal ke intraneural.
Waktu onset memendek, dan anestesi lokal encer sama efektifnya dengan anestesi yang lebih pekat pada orang dewasa.
Struktur tulang dan vertebra yang masih bersifat tulang rawan
Menurunkan tahanan terhadap penetrasi oleh jarum tajam. Trauma langsung dan kontaminasi bakteri pada nuklei osifikasi bisa menyebabkan gangguan pertumbuhan tulang/sendi.
Hindari menggunakan jarum tipis dan panjang, gunakan jarum pendek dan jarum beveled pendek. Jangan menekan jarum terlalu keras. Jika terasa ada tahanan, hentikan usaha menusukkan jarum lebih jauh.
Fusi vertebra sakrum yang belum sempurna
Ruang intervertebra sakrum masih longgar.
Pendekatan epidural pada intervertebra sakrum bisa dilakukan selama usia anak-anak.
Larutan: 0.25% + 5 µg/mL (1/200,000) epinefrinDosis:<20 kg: 0.75 mL/kg20-40 kg: 8-10 mL (or 0.1 mL/tahun/jumlah metamer)>40 kg: sama seperti pada orang dewasa
<4bln: 0.2 mg/kg/jam (0.15 mL/kg/jam dalam larutan 0,125% atau 0.3 mL/kg/jam dalam larutan 0,0625%)4-18bln: 0.25 mg/kg/jam (0.2 mL/kg/jam dalam larutan 0.125% atau 0.4 mL/kg/jam dalam larutan 0.0625%)>18 mo: 0.3-0.375 mg/kg/jam (0.3 mL/kg/jam dalam larutan 0.125% atau 0.6 mL/kg/jam dalam larutan 0.0625%)
0.1-0.3 mL/kg tiap 6-12 jam larutan 0.25% atau 0.125% (sesuai skor nyeri)
RopivacaineLarutan: 0.2%Dosis: sama seperti bupivakain
Sama seperti bupivacaine (konsentrasi ropivakain yang biasa digunakan: 0.1%, 0.15%, atau 0.2%)Jangan berikan infus lebih dari 36 jam pada bayi < 3 bulan.
0.1-0.3 mL/kg setiap 6-12 jam larutan 0.15% atau 0.2% (sesuai skor nyeri)
Adjuvant
Hindari penggunaan untuk bayi < 6 blnFentanyl (1-2 µg/kg) atau sufentanil (0.1-0.6 µg/kg) atau clonidine (1-2 µg/kg)
Gunakan hanya satu adjuvant:Fentanyl: 1-2 µg/mLSufentanil: 0.25-0.5 µg/mLMorfin: 10 µg/mLHydromorphone: 1-3 µg/mLClonidine 0.3 dalam larutan 1 µg/mL
Morfine (tanpa pengawet): 25-30 µg/kg setiap 8 jam
Anestesi Epidura Sakrum
Anestesi epidura sakrum adalah alternatif dari anestesi kaudal, baik pada bayi
dengan lesi kulit yang menyebabkan kontraindikasi pendekatan kaudal atau pada
12
anak-anak di atas usia 6-7 tahun, dimana anestesi kaudal menjadi lebih sulit dan
kurang bisa diandalkan. Dosis dan volume anestesi lokal yang diberikan sama
seperti pada anestesi kaudal. Penggunaan ultrasound bisa digunakan untuk
mengevaluasi jarak dari kulit ke ruang epidura dan, terutama pada bayi, untuk
melihat pergerakan jarum dan kateter dan penyebaran anestesi lokal.
Karena ruang antara sakrum masih belum menyatu sampai awal usia
dewasa, ruang epidura sakrum anak-anak bisa dicapai dari bagian posterior
melalui ruang antara S2-S3, yang bisa dirasakan dengan palpasi 0,5 hingga 1 cm
di bawah garis yang menghubungkan 2 spina iliakan posterior superior (SIPS),
tapi ruang antar sakrum yang lain bisa digunakan. Prosedurnya sama seperti
pendekatan untuk lumbar. Karena prosesus spinous sakrum mengalami atrofi,
jarum Tuohy bisa diarahkan ke sefal atau ke kauda untuk menghubungkan dura
mater dengan bagian konveks dari ujung jarum, sehingga mengurangi bahaya
penetrasi dura yang tidak disengaja. Perlu diperhatikan bahwa jarak antara kulit
dan ruang epidural lebih dekat dibandingkan pendekatan lumbar. Jika diperlukan,
bisa dimasukkan kateter epidura (menggunakan teknik yang sama untuk
penempatan kateter epidura lumbar) untuk menghilangkan nyeri pascaoperatif
yang berlangsung lama.
Anestesi Epidura Toraks
Blok epidura toraks diindikasikan untuk operasi besar yang membutuhkan
penghilang nyeri jangka panjang, sehingga membutuhkan kateter epidura untuk
injeksi anestesi lokal berulang atau infus anestesi lokal berkelanjutan. Teknik ini
jarang digunakan pada anak-anak karena indikasinya terbatas untuk operasi toraks
dan abdomen bagian atas dan ada kekhawatiran terjadinya kerusakan medula
spinalis. Pada anak usia dibawah 1 tahun, prosedur ini mirip dengan pendekatan
lumbar, dengan memasukkan jarum tegak lurus garis prosesus spinosus, karena
vertebra hanya memiliki satu fleksura, terutama saat ditekuk. Setelah pasien
tumbuh dan fleksura juga terbentuk, teknik ini menjadi semakin mirip dengan
pendekatan toraks pada orang dewasa, membutuhkan orientasi sefalik jarum
Tuohy pada sudut 45 derajat terhadap kulit. Pendekatan paramedian bisa
digunakan, tapi jarang diperlukan pada anak-anak.
13
Pada bayi, USG membuat dura mater, pergerakan jarum Tuohy, dan
pergerakan serta posisi akhir ujung kateter epidura bisa terlihat dengan jelas.
Anestesi Epidura Cervikal
Tidak ada indikasi operasi untuk blok epidura cervikal pada anak-anak. Kadang-
kadang teknik ini digunakan untuk pasien nyeri kronis atau untuk mencegah
phantom limb pain sebelum amputasi lengan atas pada tingkat skapula
(osteosarkoma humerus), yang dilakukan hanya pada orang dewasa.
2.4.4 Komplikasi
Komplikasi yang bisa muncul sama seperti orang dewasa (local anesthetic–
induced systemic toxicity karena masuknya obat anestesi ke aliran darah sitemik,
risiko lesi sistem saraf, penurunan tekanan darah arteri dan penurunan denyut
jantung), tapi tingkat keparahan dan angka kejadiannya lebih parah.
2.4.5 Tindakan Pencegahan Terjadinya Bahaya dan Kriteria Pemulangan
Anestesi regional adalah teknik anestesi, jadi harus dilakukan hanya pada tempat
dimana tersedia alat-alat monitoring, anestesi dan resusitasi (termasuk obat-obat
anestesi dan gawat darurat). Selain itu, ahli anestesi harus dibantu oleh anggota staf
yang mampu menyediakan pengawasan pasien yang memadai dan terlatih untuk
membantu dalam situasi gawat. Kamar operasi merupakan tempat yang paling tepat
untuk melakukan semua jenis anestesi regional dengan aman.
Meskipun anestesi umum tidak digunakan, teknik regional harus dilakukan
oleh ahli anestesi dalam lingkungan kamar operasi dengan monitoring yang
direkomendasikan untuk anestesi umum pediatri, yaitu: monitor EKG, tekanan
darah, temperatur, laju respirasi, dan pengukuran saturasi oksigen. Jalur intravena
harus disiapkan sebelum penyuntikan anestesi lokal, dan parameter vital dan teknik
serta dosis anestesi lokal harus dilaporkan dalam diagram anestesi
Teknik penyuntikan pada orang dewasa dan anak-anak sama. Yang perlu
diperhatikan adalah mengevaluasi efek dosis uji yang berisi epinefrin (0,1 ml/kg
hingga 3 ml yang berisi 0,5-1 µg/kg epinefrin) pada gambaran EKG selama 30-60
detik. Jika terjadi elevasi segmen ST atau peningkatan amplitudo gelombang T,
diikuti peningkatan tekanan darah, kadang-kadang diikuti takikardia, berarti telah
terjadi penyuntikan ke intravena yang tidak disengaja dan harus prosedur harus
14
dihentikan. Jika pemberian epinefrin merupakan kontraindikasi, bisa digunakan
isoproterenol (0,05 sampai 0,1 µg/kg)
Pada setiap prosedur blok, kualitas dan ekstensi analgesia harus dievaluasi
sebelum operasi dimulai. Namun, evaluasi ini sulit dilakukan bahkan pada anak
yang sadar. Pencubitan lembut pada kulit adalah teknik yang paling baik untuk
menguji sensori, khususnya pada anak yang teranetesi ringan.
Jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan pada pasien setelah prosedur
regional, yang pertama dipersalahkan adalah prosedur blok meskipun setelah
dianalisis jarang menjadi penyebab ketidaknyamanan atau kerusakan. Untuk
meminimalkan klaim medikolegal yang tidak relevan, ada beberapa hal yang bisa
dilakukan:
1. Evaluasi status fisik pasien dan tanyakan hasil pemeriksaan laboratorium,
radiologi, atau pemeriksaan lain yang bisa berguna.
2. Pilih teknik yang paling tidak berbahaya untuk suatu blok.
3. Jelaskan dengan detil manajemen anestesi yang akan direncanakan,
termasuk keuntungan dan efek yang membahayakan, bahkan pada situasi
gawat.
4. Diskusikan kemungkinan kegagalan blok dan jelaskan apa prosedur
pengganti yang akan digunakan.
5. Minta izin tertulis pada pasien untuk perawatan anestesi.
6. Tangani pasien dengan cara yang sama dan dengan prosedur monitor yang
sama seperti direkomendasikan untuk prosedur operasi yang sama dalam
pengaruh anestesi umum.
7. Isi diagram anestesi dengan detil prosedur monitoring, parameter vital,
teknik dan dosis yang digunakan, dan efek samping jika ada.
8. Tangani semua komplikasi dan catat dengan detil dengan waktu yang
tepat.
9. Transfer semua pasien pediatri ke postanesthesia care unit (PACU) yang
membutuhkan monitoring tanda vital yang memadai dan evaluasi ulang
ekstensi dan kualitas blok. Data tersebuk kemudan ditulis dalam diagram
paskaanestesi yang mendetil, dan pemulangan boleh dilakukan saat ada
tanda objektif pemulihan.
15
10. Semua pasien yang diberikan morfin epidura dan intratekal harus dirawat
inap setidaknya satu malam dalam unit dimana fungsi respirasinya akan
dimonitor dengan teratur.
16
BAB III
LAPORAN KASUS
I. EVALUASI PRA ANESTHESIA
a. Identitas Pasien
1. Nama : Putu Yuliantini
2. Umur : 7 tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Suku : Bali
5. Agama : Hindu
6. Alamat : Br. Munduk, Buleleng
7. No CM. : 01279099
8. Diagnosis Bedah : Hisprung Disease
9. Tindakan : Duhamel procedure dengan stapler
10. MRS : 23/12/2009
b. Anamnesis
Anamnesis khusus (heteroanamnesis):
Post colostomy 5 bulan yang lalu di RS Sanglah. Keluhan awal BAB tidak lancar
dan perkembangan terhambat.
Anamnesis umum:
Riwayat penyakit sistemik dan penyakit bawaan disangkal oleh orang tua
penderita.
Riwayat alergi obat dan makanan disangkal oleh orang tua penderita.
Riwayat operasi sebelumnya: (08/06/2009) colostomy dengan GA-OTT +
Epidural anestesi + PET 4,5 cuff (+).
c. Status present
Kesadaran : Kompos mentis
Nadi : 112 kali/menit
Respirasi : 18 kali/menit
Suhu axila : 36,5 derajat celcius
17
BB : 16,5 kg
d. Pemeriksaan fisik
Sistim saraf pusat : Kompos mentis, refleks pupil +/+, anisokor -/-,