Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Definisi Eosinofilia adalah sekelompok kondisi yang diturunkan dan ditandai dengan ditandai eosinofilia persisten dan keterlibatan satu atau lebih sitem organ. Keadaan hipereosinophilic (HE) didefinisikan oleh jumlah eosinofil persisten melebihi 1,5 x 10 9 / L darah. Penyebab eosinofilia dapat bermacam-macam, dapar berupa keganasan, infeksi maupun reaksi alergi. Keadaan eosinifilia ini dapat menginduksi kerusakan organ dengan symptom yang ringan sampai berat. Diagnosis dapat ditegakkan dari hasil pemeriksaan klinis, molekular dan histopatologi serta gejala klinis yang menunjukkan kerusakan organ , yang akhirnya disebut sebagai sindrom hipereosinophilic, Keadaan klinis, prognosis, dan respon terhadap obat tertentu sangat bervariasi antara pasien dan di antara varian penyakit. Selama beberapa tahun terakhir, beberapa penanda penyakit dan target organ baru telah diidentifikasi, meningkatkan diagnosis, prognosis, dan terapi untuk pasien dengan HE. Selain itu, beberapa upaya telah dilakukan untuk menetapkan kriteria umum yang berhubungan kuat dan klasifikasi untuk penyakit HE-terkait. Namun, pathogenesis dan mekanisme kerusakan organ yang diinduksi HE masih belum pasti. 1
16

EOSINOFILIA

Dec 09, 2015

Download

Documents

Budiono Mulyo

#eosinofilia #imunitas #alergi #hematologi #onkologi #referat #jurnal
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: EOSINOFILIA

BAB I

PENDAHULUAN

Definisi Eosinofilia adalah sekelompok kondisi yang diturunkan dan

ditandai dengan ditandai eosinofilia persisten dan keterlibatan satu

atau lebih sitem organ. Keadaan hipereosinophilic (HE) didefinisikan

oleh jumlah eosinofil persisten melebihi 1,5 x 109 / L darah.

Penyebab eosinofilia dapat bermacam-macam, dapar berupa

keganasan, infeksi maupun reaksi alergi. Keadaan eosinifilia ini dapat

menginduksi kerusakan organ dengan symptom yang ringan sampai

berat. Diagnosis dapat ditegakkan dari hasil pemeriksaan klinis,

molekular dan histopatologi serta gejala klinis yang menunjukkan

kerusakan organ , yang akhirnya disebut sebagai sindrom

hipereosinophilic,

Keadaan klinis, prognosis, dan respon terhadap obat tertentu

sangat bervariasi antara pasien dan di antara varian penyakit. Selama

beberapa tahun terakhir, beberapa penanda penyakit dan target organ

baru telah diidentifikasi, meningkatkan diagnosis, prognosis, dan

terapi untuk pasien dengan HE. Selain itu, beberapa upaya telah

dilakukan untuk menetapkan kriteria umum yang berhubungan kuat

dan klasifikasi untuk penyakit HE-terkait. Namun, pathogenesis dan

mekanisme kerusakan organ yang diinduksi HE masih belum pasti.

Mengingat meningkatnya jumlah penderita penyakit alergi,

Organisasi Alergi Dunia; membuat serangkaian konsensus yang

disebut International Consensus ON (ICON) yangsedang dikembangkan

mendukung dokter dalam mengelola berbgai penyakit alergi yang

berbeda-beda. ICON memberikan usulan untuk memperbaharui

nomenklatur dan klasifikasi gangguan terkait HE.

1

Page 2: EOSINOFILIA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Secara umum, sindrom hipereosinophilic (HES) telah digambarkan sebagai kondisi

yang ditandai eosinofilia pada pemeriksaan darah perifer yang persisten, kerusakan

sistem organ, dan tidak termasuk kriteria eksklusi dari penyakit yang mendasari atau

kondisi medis yang lain bisa menyebabkan eosinofilia peristen.1-5

KLASIFIKASI

HES adalah kondisi yang sangat heterogen mengakibatkan keterlibatan organ yang

dimediasi oleh eosinofil. HES yang diturunkan secara familial juga telah ditemukan

dalam penelitian. Akhirnya HES telah didefinisikan ulang sebagai bentuk HE (bukan

hanya idiopatik) terkait dengan kerusakan organ. Dengan demikian, HES dapat dibagi

menjadi HES primer (neoplastik) , HES sekunder (reaktif) dan HES idiopatik. 1

Dalam HES primer atau HES sekunder, penyakit yang mendasari penting untuk

diidentifikasi dan dimasukkan dalam diagnosis akhir, misalnya, leukemia kronis

eosinofilik (CEL) menyebabkan HES primer. Sebaliknya, diagnosis idiopathic HES

menyiratkan tidak diketahui etiologinya.1-5

Gambar 1. Diagram Alur Diagnostik Eosinofilia1

2

Page 3: EOSINOFILIA

Menggunaka kriteria ini, dalam menegakkan diagnosis HES dokter wajib untuk

menyelidiki dan mencari mekanisme yang mendasarinya. Dibandingkan dengan

klasifikasi WHO sebelumnya, HES dikatakan sebagai sinonim dari CEL. Namun dalam

klasifikasi terbaru dari WHO istilah HES tidak dianjurkan sebagai sinonim dari CEL.

Spektrum luas gangguan non neoplastik dan neoplastik yang dapat mendasari HES dan

gangguan alergi sering menjadi pertimbangan penting dalam diferensial diagnosis. 6

Pemeriksaan molekuler , imunologi, dan histopatologi dari sel myeloid (eosinofil)

serta klinis dan laboratorium menunjukkan adanya proses reaktif harus dicari pada

pasien. 6 Algoritma diagnostik dapat dilihat pada tabel 1.

3

Page 4: EOSINOFILIA

Perlu diingat bahwa hipereosinofilia (HE) belum tentu disertai dengan kerusakan

organ (kriteria untuk HES tidak terpenuhi), Keadaan ini sangat mungkin terjadi ketika

pasien dengan HE terdeteksi pada awal proses penyakit. Karena itu kita tetaop harus

waspada dalam mengamati perkembangan penyakit pada pasien ini.7

ETIOLOGI

4

Page 5: EOSINOFILIA

Gambar 2. Etiologi Eosinofilia

Algoritma diagnostik harus dimulai dari pemeriksaan darah perifer. HE

didefinisikan sebagai elevasi persisten eosinofil darah di atas 1,5x109 / Liter darah.

Istilah "HE jaringan" juga telah diusulkan dan mungkin berguna dalam evaluasi ,

klasifikasi penyakit dan kelainan terkait HE. Namun, pemeriksaan isolasi jaringan HE

(tanpa periksaan darah HE) adalah sulit untuk ditentukan, karena data dari penelitian

yang terpercaya tidak tersedia. Selain itu, pemeriksaan jaringan HE kadang-kadang

membutuhkan reagen khusus untuk protein granul dari eosinofil. Oleh karena itu,

pemeriksaan darah perifer HE dianggap yang paling penting untuk diagnosis.1,5,7

Pada beberapa pasien, pemeriksaan darah perifer didapatkan hasil normal, tetapi

pemeriksaan molekuler dan klinis positif termasuk dalam indikasi gangguan eosinophilic

tertentu, dengan atau tanpa HES. Pasien-pasien ini harus terus diamati karena dapat

berkembang menjadi HES dari waktu ke waktu. 1

Dua pertanyaan kritis harus terjawab untuk membuat diagnosis akhir: (1) apakah

ada yang mendasari penyakit atau kondisi dan (2) yang ada tanda-tanda klinis dan gejala

atau kelainan laboratorium yang mengarah ke HES. Misalnya, pemeriksaan darah perifer

5

Page 6: EOSINOFILIA

mengkonfirmasi leukemia eosinophilic (CEL), dan klinis menunjukkan adanya trombi

endomiokard trombosis / fibrosis. Diagnosis akhir pada pasien ini adalah CEL dengan

HES primer. Pada pasien tersebut, dengan manifestasi klinis yang khas dari HES,

pemeriksaan histopatologi jarang diperlukan lagi untuk diagnosis. 1

Namun dalam manifestasi sistem organ yang langka atau atipikal (seperti gagal

ginjal atau diare berdarah), biopsi jaringan mungkin diperlukan untuk

mendokumentasikan jaringan HE, dan akhirnya untuk menegakkan diagnosis HES.

Keberadaan deposit derivate protein eosinofil, missal eosinofil major basic protein

(MBP) mendukung kesimpulan bahwa organopathy adalah terkait HE. 1

Akhirnya 4 kelompok penting dari gangguan yang mendasari HE dapat

diidentifikasi:

(1) Hematopoietic neoplasma,

(2) lainnya (nonhematopoietic) neoplasma atau paraneoplastic HE

(3) Reaksi Alergi, reaktif, atau imunologi

(4) Sindrom klinis disertai dengan HE, termasuk kelainan bawaan yang langka. 1-5

Keganasan Darah

Meskipun banyak keganasan darah yang ditandai dengan eosinofilia, hanya sedikit

yang merupakan neoplastik HES primer (neoplastik) atau disebut juga Hipereosinophilic

Neoplasm (HEN) dan sangat sedikit keganasan darah yang diikuti HE dan HES. 1-5

6

Page 7: EOSINOFILIA

Kondisi Keganasan non-hematopoietic yang diasosiasikan dengan HE

Ada beberapa tipe kanker yang diikuti dengan esoinofilia, antara lain

adenokarsinoma pada paru, saluran cerna, pankreas dan tiroid, tumor ginekologikal serta

kanker kulit. Meskpun patogenesisnya belum jelas, hipotesis umumnya yaitu sel-sel

kanker memproduksi eosinophilopoetic cytokines. 1-5

7

Page 8: EOSINOFILIA

Reaksi Imunologi

Beberapa proses reaksi sistem imunmenyebabkan Hipereosinophilic Reactive

(HER). Termasuk didalamnya penyakit infeksi (infeksi parasit, cacing, HIV) , penyakit

alergi (Alergi makanan, asma, dermatitis atopik, maupun alergi obat/ Drug Reaction

With Eosinophilia and Systemic Symptoms - DRESS) dan penyakit autoimun. Pada

pemeriksaan imunoserologi , seringkali ditemukan peningkatan produksi

eosinophilopoietic cytokines in vitro oleh limfosit T. 1-5

Gambar 3. Manifestasi Klinis DRESS

8

Page 9: EOSINOFILIA

Sindrom langka yang diikuti oleh HE

Termasuk diantaranya yaitu Gleich Syndrome, Chug-strauss Syndrome,

Eosinophilia Myalgia Syndrome, Omenn Syndrome, dan Hyper IgE Syndrome.

Gleich Syndrome ditandai dengan angioedema episodic yang rekurens , eosinofilia,

peningkatan serum IL-5 dan IgM (polyclonal IgM). Pada Chug-strauss Syndrome

vaskulitis nekrotikans diikuti dengan asma dan eosinofilia.

Eosinophilia Myalgia Syndrome (EMS) ditandai dengan myalgia, eosinofilia,

simptom neurologis dan kulit yang abnormal. Pada kasus epidemis didapatkan EMS

disebabkan oleh eksposur dari L-triptofan yang terkontaminasi dan toxic oil syndrome.

Sedangkan Omenn Syndrome, dan Hyper IgE Syndrome merupakan sindrom

imunodefisiensi langka yang dapat diturunkan.

Dapat disimpulkan dari keseluruhan kondisi ini, eosinofilia dipicu oleh faktor

eosinophilopoietic contohnya IL-5 atau GM-CSF. 1-5

EPIDEMIOLOGI

Data epidemiologi kasus HE dan HES saat ini belum jelas. Hal ini dikarenakan

penyakit ini langka dan umumnya dikategorikan berdasarkan penyakit keganasan darah

yang mendasarinya. Beberapa keganasan yang terkait dengan eosinofilia menunjukkan

prevalensi terhadap gender tertentu, misalnya PDGFRA-reaaranged CEL , yang

biasanya mengenai kaum lelaki. 1

PATOFISIOLOGI

Secara garis bear dibagi menjadi 2. Pertama, peningkatan produksi eosinofil

menyebabkan HE dan kemudian bermanifestasi menjadi HES. Kedua, aktivasi persisten

dari eosinofil menyebabkan HES.

Beberapa mekanisme dasar dapat menjelaskan penumpukan eosinofil pada

pembuluh darah dan jaringan, termasuk peningkatan proliferasi , peningkatan progenitor

sel eosinofil, dan pemanjangan usia dari sel eosinofil yang matur. Terjadi mutasi

progenitor sel osinofil diantaranya PDGFR atau FGFRI dan over produksi sitokin IL-5

yang menstimulasi perkembangan, diferensiasi dan perpanjangan usia dari eosinofil dan

prekusornya.6,7

9

Page 10: EOSINOFILIA

Mekanisme terjadinya HES sendiri dapat dijelaskan sebagai berikut. Eosinofil

merupakan mediator sel dan sitokin, memiliki faktor pertumbuhan dan peptide

kemotaktik, vasoaktif , profibrotik dan molekul angiogenik. Eosinofil juga memproduksi

mediator lipid dan protein yaitu eosinophil cationic protein (ECP) , eosinophil major

basic protein (MBP 1 dan MBP 2), eosinophil peroxidase (EPO) dan eosinophil derived

neurotoxin (EDN). Protein inilah yang toksik terhadap sel maupun mikroorganisme

asing, atau juga secaratidak langsung mengaktifasi sitem imun yang menghancurkan sel.

Secara bersamaan mediator ini menyebabkan kerusakan jaringan bahkan remodeling

jaringan. 6,7

Produk eosinofil juga dapat mengaktivasi platelet dan sel endotel yang

menghasilkan protrombotik dan anti-fibrinolisis sehingga terjadi fibrosis dan thrombosis

pada jaringan tubuh. 6,7

MANIFESTASI KLINIS

Target organ yang sering terkena adalah kulit, paru, saluran cerna, jantung dan

sistem saraf pusat. 1,2,7

Pada thrombosis dan fibrosis endomicardium sering merupakan gejala HES,

diasosiasikan dengan gen FIP1LI-PDGFRA. Pemeriksaan EKG maupun ekokardiogram

merupakan protap wajib pada pasien HE. MRI jantung dan pemeriksaan kadar troponin

membantu membedakan kelainan yang disebabkan oleh HE atau bukan. Biopsi

endokardium hanya dikerjakan untuk penelitian dan bukan pemeriksaan standar. Pada

biopsi umumnya didapatkan thrombosis dan fibrosis.2

Sistem pernafasan juga dapat diperiksa dengan tes fungsi paru, rontgen, CT scan

maupun bronkoskopi. Diagnosis diferensialnya yaitu alergi obat , Chug-strauss

Syndrome, chronic eosinophilic pneumonia, Asma bronchial dengan eosinofilia, allergic

bronchopulmonary aspergilosis dan lainnya. 7

Biomarker penting untuk asma bronchial dengan eosinofilia adalah sputum dengan

eosinofilia. Pemeriksaan ini berguna dalam menilai terapi dan kontrol terhadap serangan

asma.7

Pemeriksaan biopsi kulit juga dapat dilakukan pada pasien HES. Gejala umumnya

dapat berupa papul, eksim,angioedema, urtikaria, eritrodermi, luka pada mukosa (oral

dan genital) dan vaskulitis nekrotikans.1

10

Page 11: EOSINOFILIA

Pemeriksaan sumsum tulang dilakukan apabila dicurigai HE disebabkan oleh

keganasan darah, diantaranya MPN, MDS, Acute Myeloid Leukemia (AML). 1

Gejala klinis pada sistem perncernaan termasuk nyeri perut, muntah, diare kronis

dan chronic ulcerative disease. 1

PENATALAKSANAAN

Pasien HE tanpa manifestasi klinis tidak memerlukan terapi. Namun pada HES

terapi diperlukan berdasarkan kausa penyebabnya. Pada pasien dengan HES primer

(neoplastik) , terapi dengan kemoterapi mungkin diperlukan. Eosinofilia dapat dikontrol

dengan interferon alfa (IFN-α). Pada pasien dengan HES idiopatik, diobati dengan

kortikosteroid. Namun penggunaan kortikosteroid jangka panjang menyebabkan banyak

efek samping. Penggunaan Mepolizumab (corticosteroid sparring agent) dikatakan

efektif dan aman pada pasien HES sekunder (non-neoplastik)., dan pada pasien Asma

bronchial dengan eosinofilia serta Chug-strauss Syndrome.8-10

Pada pasien dengan kelainan PDGFRA atau PDGFRB penggunaan imatinib efektif

dan merupakan pengobatan lini pertama. Berdasarkan aktifitas poten dari bloker kinase

ini , imatinib juga digunakan pada pasien suspek CEL. 8-10

Sedangkan pada pasien dengan FGFR1-derived fusion protein. imatinib tidak

efektif sehingga tidak direkomendasikan. Kondisi ini termasuk penyakit stem sel yang

agresif dan seringkali disebut sindrom 8p11. Penatalaksanannya adalah dengan

kemoterapi dan transpalantasi stem sel alogenik, atau dengan bloker kinase yang lebih

poten yaitu ponatinib. 8-10

PROGNOSIS

Prognosis penyakit ini tergantung pada penyakit yang mendasarinya. Apabila

penyakit yang mendasarinya adalah keganasan, prognosis umumnya adalah Ad malam.1

11