Page 1
MAKALAH TEKNOLOGI ENZIM
PENGGUNAAN ENZIMDALAM INDUSTRI PANGAN
Disusun oleh:
Dimas Adi Prayitno L2C009012
Richa Rachmawaty L2C009094
Hanik Handayani L2C009097
Fransisca Selvy L2C009104
Ratna Paramitha Sari L2C009109
TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS DIPONEGORO
Page 3
BAB I
PENDAHULUAN
Enzim berperan sangat penting dalam industri pangan,
baik produk pangan tradisional maupun maupun desain produk
pangan yang baru. Sebelum dikenalnya teknologi modern,
pemanfaatan enzim sudah dilakukan dengan tidak sengaja.
Misalnya, pada proses pengolahan minuman beralkohol dan
keju. Proses malting pada pengolahan minuman beralkohol
berkembang aktivitas enzim amilase dan protease yang memecah
pati dan protein pada mashing biji-bijian menghasilkan gula
dan zat gizi lain yang dibutuhkan oleh yeast pada proses
selanjutnya. Demikian pula pada pengolahan keju, peran enzim
protease sangat penting dalam memecah misel kasein sehingga
terbentuk curd pada tahapan pembuatan keju. Dengan kemajuan
teknologi, peran enzim dalam produksi pangan sudah dilakukan
optimasi terhadap kondisi proses sehingga aktivitas enzim
dapat berjalan seperti yang diharapkan.
Contoh lain dari peran enzim untuk menghasilkan mutu
pangan yang baik adalah proses produksi daging saat
pemotongan hewan. Proses perubahan otot menjadi daging
diperlukan kerja enzim, sehingga daging yang dihasilkan
mempunyai mutu yang baik. Pentingnya hewan diistirahatkan
sebelum dipotong, membunuhnya tanpa trauma, dan melayukan
daging beberapa jam atau hari, dilakukan sebelum peran enzim
selama proses tersebut diketahui. Sekarang telah diketahui
bahwa pada saat hewan diistirahatkan sebelum dipotong
Page 4
menjamin ketersediaan glikogen sebagai substrat dari kerja
enzim post mortem enzim. Proses glikolisis post mortem dan
protease dalam proses konversi otot menjadi daging sangat
penting untuk proses selanjutnya dan memperbaiki mutu
daging.
Banyak produk pangan lain yang didesain dengan
mengembangkan kerja enzim, baik langsung maupun tidak
langsung. Contoh produk-produk pangan akibat kerja enzim
secara tidak langsung adalah produk pangan fermentasi yang
melibatkan mikroorganisme seperti yogurt, tempe, kecap,
tape, sosis, dan lain-lainnya. Aktivitas enzim yang
dimanfaatkan dalam proses produksi pangan secara endogenus
berasal dari tanaman, hewan, maupun mikroorganisme.
Aktivitas enzim endogenus dapat dimanipulasi dengan
melakukan optimasi terhadap kondisi kerja enzim (pH dan
suhu) atau meningkatkan ekspresi enzim dengan teknik
rekayasa genetik. Karena keterbatasan penggunaan teknik
manipulasi tersebut, maka berkembang ide untuk menambahkan
enzim dari sumber lain (enzim eksogenus) untuk memperbaiki
reaksi-reaksi yang sudah ada atau menginisiasi reaksi-reaksi
baru. Pemanfaatan dan manipulasi kerja enzim telah pula
dipergunakan untuk mendesain produk pangan fungsional.
Ada beberapa enzim yang telah digunakan secara umum
dalam industri pangan, salah satunya enzim a-amilase. Enzim
a-amilase digunakan dalam industri hidrolisis pati, bir,
roti, dan deterjen. Dalam industri hidrolisis pati, enzim
digunakan untuk mencairkan pati yang tergelatinasi. Enzim
Page 5
tersebut berfungsi menurunkan viskositas pati dan
menghidrolisis menjadi maltodekstrin. Enzim a-amilase (1,4-
a-glukanohidrolase) merupakan endoglukanase yang
menghidrolisis ikatan internal a-l,4 glikosidik. Sebelum
digunakan a-amilase termostabiI, enzim amilase dari B.sllbtilis
dan B. amyloliquefaciens yang digunakan harus ditambahkan sebelum
dan sesudah tahap gelatinasi pada suhu tinggi. Dengan
ditemukan a-amilase dari B. Licheniformis maka tahap ini dapat
dieliminasi. Enzim a-amiloglukosidase (1,4-a-D-glukan
glukohidrolase atau glukoamilase) dari cendawan digunakan
dalam produksi sirup glukosa yang setara dengan dekstrosa
sebesar 95 sampai 97%. Enzim tersebut memiliki aktivitas
exoacting yaitu melepaskan glukosa dari ujung pereduksi
maltodekstrin. Bila diinginkan diperoleh sirup glukosa yang
setara dengan dektrosa lebih dari 98% perIu ditambahkan
pululanase dari Klebsiella aerogenes. Enzim ini ternyata tidak
stabil karena secara cepat dapat kehilangan aktivitas pada
pH 4.5 dan suhu 60°C (Thomas & Kenealy 1986).
Enzim a-amilase dari cendawan termostabil Aspergillus niger
dan A. oryzae digunakan untuk produksi sirupmaltosa. Enzim
cendawan tersebut berbeda dari enzim a-amilase bakteri,
yaitu produk utamanya adalah maltosa,disamping itu juga
menghasilkan dekstrin dan glukosa dalam jumlah terbatas.
Berdasarkan alasan ekonomi,a-amilase cendawan sering
digunakan bersamaan dengan amiloglukosidase untuk
menghasilkan sirup campuran yang setara dengan dekstran
sebesar 60%. Sirup campuran yang dihasilkan dapat digunakan
sebagai substrat murah dalam industri bir dan fermentasi.
Page 6
Enzim isomerase digunakan untuk mengubah glukosa menjadi
fruktosa dalam industri sirup jagung berkadar fruktosa
tinggi. Fruktosa yang merupakan isomer D-glukosa adalah
pemanis alami yang paling manis. Untuk tujuan isomerisasi
ini digunakan enzim xilosa isomerase. Dalam industri modern,
penggunaan xilosa isomerase dilakukan dalam reaktor fixed-bed
dalam bentuk terimobilisasi. Xilosa isomerase yang sering
digunakan berasal dari B. coagulans,Streptomyces albus, Arthrobacter
spp., dan Actinoplanes missouriellsis.
Dua enzim karbohidrase penting lainnya yang digunakan
dalam industri ialah pektinase dan laktase. Pektinase
digunakan untuk menjernihkan jus buah. Laktase digunakan
pada industri keju untuk memecah laktosa menjadi glukosa dan
galaktosa (Thomas & Kenealy 1986). Enzim proteolitik
memiliki peranan kira-kira dua pertiga dari total pasar
industri berbasis enzim. Dari total protease yang digunakan
dalam industri, 25% di antaranya merupakan protease alkalin
termostabil yang digunakan dalam industri deterjen. Dari
uraian tersebut terlihat betapa enzim termostabil sangat
berpotensi untuk diaplikasikan dalam industri modern yang
berbasis enzim.
Meskipun kemajuan yang dicapai dalam aplikasi enzim
telah sangat luas selama dekade terakhir ini, namun
pengetahuan tentang fisiologi, metabolisme, enzimologi, dan
genetika dari mikrob penghasil enzim masih terbatas. Oleh
karena itu, penelitian mendalam tentang sifat-sifat
molekuler enzim dan gen-gennya untuk dapat memahami
Page 7
bagaimana mereka menjalankan fungsinya pada suhu tinggi,
bahkan pada suhu di atas 1000 masih diperlukan.
Page 8
BAB II
PEMBAHASAN
Enzim dalam pengolahan pangan
Penggunaan enzim dalam industri pangan dilakukan karena
enzim merupakan alat yang ideal digunakan untuk memanipulasi
bahan-bahan biologis. Beberapa keuntungan penggunaan enzim
dalam pengolahan pangan adalah aman terhadap kesehatan
karena bahan alami, mengkatalisis reaksi yang sangat
spesifik tanpa efek samping, aktif pada konsentrasi yang
rendah, dapat diinaktivasi, dan dapat digunakan sebagai
indikator kesesuaian proses pengolahan. Walaupun demikian,
dari ribuan enzim ditemukan oleh para ahli biokimia, hanya
sebagian kecil enzim dapat dimanfaatkan dalam industri
pangan. Hal ini disebabkan oleh ketidaksesuaian kondisi
reaksi enzim, ketidakstabilan enzim selama pengolahan, atau
karena biaya yang terlalu mahal untuk menggunakan enzim
dalam pengolahan pangan.
Page 9
Pada saat enzim dipertimbangkan untuk digunakan dalam
industri pangan, maka sangat penting dijamin bahwa
pemanfaatan enzim tersebut akan memberikan keuntungan secara
komersial. Enzim dapat bermanfaat untuk konversi bahan baku
menjadi bahan yang lebih mudah diolah pada tahapan proses
selanjutnya. Selain untuk pengolahan yang lebih efisien dan
aman, enzim dalam industri pangan dapat dimanfaatkan untuk
mendesain produk pangan yang lebih mudah dicerna saat
dikonsumsi. Degradasi makromolekul menjadi senyawa yang
lebih sederhana dan mudah diserap di dalam saluran
pencernaan sangat diperlukan oleh orang yang bermasalah
dengan produksi enzim-enzim pencernaan.
Ada dua cara penggunaan enzim dalam pengolahan pangan,
yaitu memanfaatkan enzim yang alami ada dalam produk pangan
Page 10
(enzim endogenus) dan menambahkan enzim dari luar ke dalam
bahan pangan yang diolah (enzim eksogenus). Enzim endogenus
dapat berasal dari bahan baku pangan (nabati atau hewani)
maupun dari mikroorganisme yang digunakan dalam proses
fermentasi produk pangan. Enzim eksogenus sudah banyak
diproduksi secara komersial untuk dapat dimanfaatkan dalam
proses pengolahan pangan. Beberapa produk enzim yang
digunakan dalam pengolahan pangan dapat dilihat pada Tabel
1.
Secara alami enzim terdapat dalam sel dari
mikroorganisme, jaringan tanaman dan jaringan hewan.
Keterlibatan enzim dalam pengolahan pangan tidak semua
menguntungkan. Enzim yang merugikan dapat menyebabkan
kerusakan pangan seperti pembusukan, perubahan flavor,
warna, tekstur dan kandungan gizi pangan. Untuk itu, dalam
pengolahan pangan, inaktivasi enzim yang tidak menguntungkan
tersebut perlu dilakukan. Namun beberapa enzim alami pada
makanan apabila dikonsumsi segar dapat membantu kerja
pencernaan dan kerja pankreas untuk sekresi enzim tidak
bekerja berat. Bahan pangan yang melalui pemasakan
(pemanasan) akan menginaktifkan enzim-enzim alami yang
terdapat dalam makanan segar. Apabila kita selalu
mengonsumsi makanan yang dimasak dalam waktu yang lama, maka
akan terjadi kekurangan enzim yang kronis (chronic enzyme
deficiency) yang memberi kecendrungan pada penyakit kanker.
II.1. ENZIM PADA INDUSTRI BIR
Page 11
Pembuatan bir (bahasa Inggris: brewing, dibaca;
bruwing) adalah proses yang menghasilkan minuman beralkohol
melalui fermentasi. Metode ini digunakan dalam produksi bir,
sake, dan anggur. Brewing memiliki sejarah yang panjang, dan
bukti arkeologi menunjukkan bahwa teknik ini telah digunakan
di Mesir kuno. Berbagai resep bir ditemukan dalam tulisan-
tulisan Sumeria. Tempat pembuatan bir dinamakan brewery
(bahasa Inggris) atau brauerei (bahasa Jerman). Teknologi
pembuatan bir mengalami perubahan yang cukup besar dari abad
ke abad, dan bahkan dewasa ini setiap pembuat punya caranya
sendiri. Tetapi, secara umum, hampir semua bir mengandung
empat bahan dasar: barli, hop, air dan ragi.
Seluruh proses pembuatan bir dapat dibagi menjadi empat
tahap: pembuatan malt, pengolahan wort, fermentasi dan
pematangan. Pembuatan malt : semua bir dibuat dari malt.
Malt ini, tergantung kebiasaan, dibuat dari bulir jelai,
gandum, atau kadang gandum hitam. Selama tahap ini, barli
disortir, ditimbang, dan dibersihkan. Setelah itu, barli
direndam dalam air dengan tujuan supaya barli itu
berkecambah. Prosesnya memakan waktu antara lima sampai
tujuh hari pada suhu sekitar 14oC. Hasilnya adalah malt
hijau, yang dipindahkan ke oven khusus untuk dikeringkan di
kiln. Proses perkecambahan menghasilkan beberapa enzim,
terutama α-amilase dan β-amilase, yang akan digunakan untuk
mengubah pati dalam bulir menjadi gula. Kadar air dalam malt
hijau itu diturunkan hingga antara 2% sampai 5% agar
berhenti berkecambah. Setelah dikeringkan, kecambah dibuang
dari butiran malt, lalu malt itu digiling. Kemudian, tahap
Page 12
berikutnya bisa dimulai. Pengolahan wort Malt yang telah
digiling dicampur dengan air untuk menghasilkan adonan, yang
kemudian dipanaskan perlahan-lahan dalam sebuah proses yang
dinamai mashing. Mashing biasanya memakan waktu 1 sampai 2
jam.
Pada suhu tertentu, enzim-enzimnya mulai mengubah
sarinya menjadi gula sederhana. Tetapi ini berlangsung lebih
dari empat jam dan menghasilkan wort yang kemudian disaring
sampai bersih. Berikutnya adalah proses pendidihan, yang
menghentikan kegiatan enzim. Selama pendidihan, hop
ditambahkan ke dalam wort untuk menghasilkan rasa pahit bir
yang khas. Setelah kira-kira dua jam dididihkan, wort
didinginkan sampai suhu tertentu. Fermentasi inilah tahap
terpenting dalam proses pembuatan bir. Dengan bantuan ragi,
gula sederhana dalam wort diubah menjadi alkohol dan karbon
dioksida. Lama fermentasi yang berlangsung tidak lebih dari
seminggu, dan suhu proses itu bergantung pada jenis bir
misalnya ale (bir keras) atau lager (bir ringan) yang
dihasilkan.
Bir mentah itu kemudian dipindahkan ke dalam tangki-
tangki di ruang penyimpanan bawah tanah untuk dimatangkan.
Selama tahap ini, terbentuklah rasa serta aroma bir yang
khas dan juga gelembung-gelembung dari karbon dioksida. Bir
mengalami pematangan selama suatu periode dari tiga minggu
sampai beberapa bulan, bergantung pada jenis bir. Akhirnya,
bir yang telah jadi itu dikemas dalam gentong atau botol dan
siap dikirim ke tempat tujuan akhir.
Page 13
II.2. ENZIM PADA PRODUKSI HIGH FRUCTOSE CORN SYRUP (HFCS)
Pembuatan HFCS (High Fructose Corn Syrup) dapat
dilakukan dengan tersediaanya substrat pati jagung dan enzim
isomerase yang mampu merubah glukosa menjadi fruktosa. Kini
telah berkembang penggunaan “immobilized enzymes”, suatu
enzim yang dikurung dalam sejenis kapsul, sehingga substrat
dan produknya saja yang dapat masuk ke luar, sedang enzimnya
tidak ke luar (immobilize) dari kapsulnya. Dengan demikian
penggunaannya dapat berulang-ulang, sampai mengalami stadium
“fatigue”.
Salah satu produk HFCS (yang pertama diproduksi)
mengandung 71 persen padatan terlarut, dengan susunan 42
persen fruktosa, 52 persen dekstrosa (glukosa) dan 6 persen
gula-gula lain. Karena kandungan dektrosanya, suhu
penyimpanan sebaiknya dilakukan pada 80 – 900F, untuk
mencegah terjadinya kristalisasi glukosa. Skema produksi
HFCS terlihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Skema produksi HCFS 42 %
Page 14
Untuk per ton pati diperlukan enzym liquefaction amylase
sebanyak 1.15 kg, enzim sacharifikasi 0.85 kg, enzim
isomerase 0.70 kg, filter aw 5.54, “active carbon” 6.00 kg.
NaCI 10.9 kg dan HCI 56.20 kg. Untuk perhitungan tahun 1983
biaya bahan tambah tersebut meliputi Rp. 80.000,- per ton
HFCS.
a. Likuifikasi
Kanji pati jagung (40 – 45%) dimasukkan ke dalam pompa
dengan dicampur enzim amilase dan cofaktor. PH diatur sampai
sekitar 6.8 sebelum ditambah dengan enzim. Dan kemudian
dinjeksikan uap air panas sehingga mencapai suhu reaksi
enzim yaitu 1040C. Dengan tekanan uap, mampu sekaligus
mengocok sehingga mempercepat reaksi.
Penambahan enzim dilakukan dan produk dibiarkan pada suhu
930C selama 60 menit sehingga proses likuifikasi berlangsung
lengkap. Pada tahap tersebut seluruhpati telah dirubah
sehingga mencapai dekstrose-eqivalen (DE) sekitar 15 – 20.
b. Sacharifikasi
Campuran didinginkan sehingga mencapai 600C, suhu yang
optimal untuk proses sacharifikasi. Karena reaksinya
exotherm maka ada kecenderungan proses menyebabkan
bertambahnya suhu, karena itu harus diturunkan dan
dikendalikan. Pengendalian suhu sangat penting pada tahap
sacharifikasi. Produk akhir mencapai DE 95 – 98.
Whitaker (1972) mengatakan dalam kurun waktu 50 tahun
mendatang, khususnya dalam penelitian daging, perkembangan
Page 15
teknologi enzim akan mengarah ke masalah pemanfaatan enzim
selama pemeraman daging (kaskas) sehingga dapat dicapai
sesingkat mungkin. Dengan teknologi enzim yang maju misalnya
dengan pengendalian enzim dalam daging, digabung dengan
penambahan enzim yang spesifik akan dapat mencernakan
polimer-polimer yang bertanggung jawab terhadap keempukan
daging berbagai enzim daging tersebut, enzim kolagenase akan
banyak berperan, diharapkan daging yang memenuhi mutu yang
dikehendaki tanpa mengalami proses pemeraman. Dengan
demikian cara tersebut akan sangat lebih ekonomis dibanding
harus menunggu proses pemeraman yang lamanya 2 – 3 minggu
atau lebih.
Pada hakekatnya yang menyebabkan kekerasan daging itu
bukan jumlahnya kolagen tetapi mutu atau jenis kolagen yang
menentukan kekerasan daging. Enzim spesifik tersebut
(kolagenase) diperlukan untuk mencegah pemeraman dan
terjadinya penuaan.
Page 16
Enzim kolagenase tersebut dapat diperoleh dari mikroba
khususnya yang diisolasi dari kulit yang telah disamak C.
histolyticum, yang memiliki keaktifan enam kali lebih aktif
dari kolagenase ternak.
Bahkan enzim kolagenase tersebut telah berkembang
penggunaannya untuk mencegah proses penuaan pada manusia
sehingga dapat lebih awet muda. Usaha-usaha mencari enzim
anti crosslink tersebut akan berkembang maju di masa depan.
Bjorksten (1977) dalam mencari jenis enzim tersebut telah
menemukan dan mengisolasi Ca-activated (“micro-protease”)
dari B. ceresu, yang istimewa dari enzim tersebut adalah
ukurannya yang sangat kecil, dengan demikian memungkinkan
memasuki dan menembus serat-serat kolagen. Enzim-enzim yang
mampu memecah ikatan C-N akan besar perannya dalam
memecahkan cross-link.
Enzim yang mampu menghambat bahkan menyetop terjadinya
senescen = kelayuan dan penuaan pada buah khususnya
memantapkan kemudaan, kelayuan dan kerenyahan produk
hortikultura akan terus mendapat perhatian khususnya enzim
yang berasal dari mikroba.
c. Refining sirup dekstrosa
Proses refining dimulai dengan proses filtrasi.
Filtrasi dilakukan secara vakum yang mampu menjaring
protein, serat atau padatan lain dengan cara sirup ampas
dikeringkan untuk kemudian dibuat pellet untuk makanan
ternak.
Page 17
Sirup yang telah disaring tersebut dipompakan ke dalam
kolom karbon aktif dan ion exchange dalam bentuk seri untuk
lebih memurnikan sirup. Kolom karbon aktif biasanya terdiri
dari dua buah kolom yang mampu menampung aliran sirup dnegan
“retention time” 400 jam, yang diperlengkapi dengan alat
distributor yang menjamin distribusi sehomogen mungkin.
Setelah melalui karbon aktif, sirup tersebut dialirkan
dalam tangki-tangki “ion exchange” dan kemudian disaring
lagi untuk memisahkan adanya karbon yang terikut dalam
sirup.
Fungsi “ion-exchange” ialah untuk menghilangkan zat-zat
mineral dalam sirup dan residu protein atau zat-zat warna
yang mungkin lolos dari kolom karbon aktif.
Tahap berikutnya adalah pengentalan kembali dengan dilakukan
evaporator.
Page 18
d. Isomerisasi
Glukosa dan fruktosa adalah merupakan isomer satu
dengan yang lainnya, artinya memilih berat molekul dan
susunan atom yang sama tetapi dengan struktur konfigurasi
yang berbeda.
Glukosa dapat dirubah strukturnya menjadi fruktosa atau
sebaliknya, fruktosa dapat dirubah menjadi glukosa dengan
pertolongan enzim yang sama yaitu glukosa-isomerase. Proses
perubahan tersebut disebut “enzymatic glucose-
isomerization”.
Karena enzim tersebut “reversible” artinya dapat
mengkatalis ke aksi bolak-balik maka produk akhir selalu
merupakan campuran dari biak glukosa maupun fruktosa.
Relatif komposisi campuran dari kedua jenis gula tersbut
dapat bervariasi tergantung kondisi reaksi, suhu dan
keasaman dimana proses isomerasi berlangsung. High Fructose
yang diproduksi mengandung fruktosa 42 persen, 50 persen
glukosa dan 8 persen oligomerasi (gula lain).
Sirup kental dengan kadar padatan 45 persen dimasukkan
ke dalam isomerasi selama 15 menit untuk mengatur pH 8.0 dan
penambahan Mg sulfat sebagai promts, sirup dipompakan ke
dalam kolom-kolom isomerasi. Sebelum proses dimulai, suhu
kasar dan suhu tepat (600C) diatur secara cermat, dilakukan
di aerasi dalam kolom sehingga mencapai kevakuman 254 mm Hg
dan enzim gluko isomerasenya telah pula disiapkan. Adanya
oksigen terlarut dapat memblokir reaksi isomerasi.
Page 19
Dalam industri yang berskala besar proses isomerasi
dilakukan pada sembilan kolom reaktor (fixed bed, densiflow)
dan beberapa “immobilized enzym” kolom reaktor. Enzim dalam
kolom secara cepat berubah secara isomerisasi, glukose
menjadi fruktosa.
Kadar sirup glukosa harus diatur selalu tetap yaitu
antara 42.5 – 43 persen agar “flowrate”nya konstan.
e. Refining HFS
“High Fructose Syrup” yang diperoleh kemudian ditampung
dalam tangki penampung dan kemudian dialirkan ke dalam
filter, karbon aktif dan “ion-exchange” kolom seperti yang
digunakan dalam proses pemurnian sirup glukosa.
Karbon aktif mengambil senyawa berwarna yang terjadi
selama proses isomerasi dan “ion-exchange” mengambil garam
anorganik yang digunakan dalam proses isomerasi sehingga
kadar abu dapat ditekan menjadi serendah mungkin.
Sirup HFS yang diperoleh disaring lagi, dipanaskan pada
suhu di bawah diskolom HFS untuk meningkatkan kekentalan
sirup sehingga mencapai kadar padatan terlarut 71 persen,
disaring lagi baru ditampung ke dalam tangki-tangki
penyimpanan.
II.3. ENZIM PADA PRODUKSI GULA XILOSA dengan ENZIM XILANASE
Jenis mikroorganisme yang sudah umum menghasilkan
xilanase ialah jamur dan bakteri. Beberapa jenis bakteri dan
jamur diketahui mampu menghasilkan xilanase secara
ekstraseluler. Xilanase dari Clostridium acetobuty-licum telah
Page 20
diteliti oleh Lee et al. (1985), yaitu dari 20 strain Clostri-dium
sp. ternyata C. acetobutylicum NRRL B527 dan ATCC 824
menghasilkan xilanase terbanyak. Strain NRRL B527
menghasilkan xilanase pada pH 5,2, sedangkan strain ATCC 824
menghasilkan xilanase, xilopiranosidase, dan
arabinofuranosidase pada kultur anaerob. Bacillus sp. penghasil
xilanase bersifat alkalofilik yang telah diteliti adalah
Bacillus sp. YC 335 (Park etal., 1992), Bacillus sp. 41M-1 (Nakamura
et al., 1993), dan Bacillus sp.TAR-1 yang juga bersifat termofilik
(Nakamura et al., 1994). Kubata et al. (1992) telah mengisolasi
Aeromonascaviae ME-1 penghasil xilanase I dari usus herbivorous
insect, sedangkan Dung et al. (1993) melakukan penelitian β-1,4-
xilanase 2 dan 3 dari A. caviae W-61. Irawadi (1992) berhasil
memproduksi selulase dan xilanase dari Neurospora sitophila pada
substrat padat limbah kelapa sawit. Richana et al. (2000) telah
melakukan isolasi bakteri penghasil xilanase alkalofilik
yang berasal dari tanah berkapur pH 7,9.
Dalam memproduksi enzim dari mikroorganisme, hal yang
penting untuk dikerjakan adalah mulai menggunakan strain
mikroorganisme yang paling aktif yang tersedia. Suatu
program seleksi strain harus dilakukan dengan mengambil
kultur dari alam atau koleksi kultur, dan melakukan
pengujian-pengujian aktivitas enzim. Persyaratan utama dalam
seleksi adalah kemudahan metodologi, sehingga pengujian yang
cepat untuk sejumlah besar strain dapat dikerjakan.
Jenis mikroorganisme yang sudah umum menghasilkan
xylanase ialah dari golongan jamur dan bakteri. Meskipun
enzim yang dihasilkan oleh golongan bakteri memiliki
Page 21
ketahanan pada temperatur yang lebih tinggi dibanding jamur,
namun aktifitas xylanase dari golongan jamur jauh lebih
tinggi dari bakteri. Disamping itu, level produksi yang
tinggi dan kemudahan dalam cultivikasi membuat jamur lebih
banyak digunakan dalam produksi enzim skala industri
(Bergquist et al, 2002).
Adapun jenis jamur yang berpotensi menghasilkan enzim
xylanase yaitu jamur Aspergillus niger dan Trichoderma ressei.
Aspergillus niger adalah mould dari klas fungi imperfecti,
tersebar dimana-mana pada bermacam substrat antara lain
terdapat pada buah-buahan, sayur-sayuran dan makanan lain
yang telah busuk. Jamur ini berperan dalam mendekomposisi
polisakarida di dalam kayu, mempunyai suhu pertumbuhan 300C
- 370C, pH : 4 – 6 dan aerob.
Menurut tinjauan umum A.niger diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Fungi imperfecti
Sub kelas : Hyphomyces
Ordo : Monoliales
Famili : Monoleaceae
Genus : Aspergillus
Spesies : Niger
(Dwijoseputro, 1984)
Pemanfaatan Xilanase Sebagai Gula Xilosa
Xilanase juga dapat digunakan untuk menghidrolisis
xilan (hemiselulosa) menjadi gula xilosa. Xilan banyak
diperoleh dari limbah pertanian dan industri makanan.
Page 22
Pengembangan proses hidrolisis secara enzimatis merupakan
prospek baru untuk penanganan limbah hemiselulosa (Biely,
1985; Rani dan Nand, 1996;Beg et al., 2001).
Gula xilosa banyak digunakan untuk konsumsi penderita
diabetes. Di Malaysia gula xilosa banyak diguna-kan untuk
campuran pasta gigi karena dapat berfungsi memperkuat gusi.
Dengan beragamnya kegunaan gula xilosa maka perlu adanya
inovasi ke arah produksi xilosa tersebut.Inovasi tersebut
muncul diantaranya apabila enzim penghidro-lisis
lignoselulosa tersebut sudah tersedia.
Adakalanya untuk mem-proses gula xilosa belum diminati
karena kurang ekonomis meng-ingat kandungan xilan sangat
rendah dibandingkan dengan selulosa. Namun demikian, perlu
dipertimbangkan untuk melakukan proses multienzim sehingga
hasilnya tidak hanya xilosa saja (dari xilan) tetapi juga
glukosa (dari selulosa dan oligo sakarida lainnya).
Sedangkan adanya teknologi baru seperti teknologi membran,
di mana dapat memisahkan komponen sesuai ukuran molekul
maupun berat molekul maka dapat dilakukan fraksinasi glukosa
dan xilosa dengan mudah.
Pemanfaatan Xilanase untuk Makanan Ternak
Van Paridon et al. (1992) telah melakukan penelitian
pemanfaatan xilanase untuk campuran makanan ayam boiler,
dengan melihat pengaruhnya terhadap berat yang dicapai dan
efisiensi konversi makanan serta hubungannya dengan
viskositas pencernaan. Hal yang sama juga di-lakukan oleh
Bedford dan Classen (1992), yang melaporkan bahwa campuran
makanan ayam boiler dengan xilanase yang berasal dari
Page 23
T.longibrachiatum ternyata mampu mengurangi viskositas
pencernaan, sehingga meningkatkan pencapaian berat dan
efisiensi konversi makanan.
Pemanfaatan Xilanase untuk Makanan dan Minuman
Xilanase dapat juga digunakan untuk menjernihkan juice,
ekstraksi kopi, minyak nabati, dan pati (Wongdan Saddler,
1993). Kombinasi dengan selulase dan pektinase dapat untuk
penjernihan juice dan likuifikasi buah dan sayuran (Beg et
al.,2001).
Efisiensi xilanase dalam perbaikan kualitas roti yang telah
dilakukan, yaitu xilanase yang berasal dari Aspergillus niger var
awamori yang ditambahkan ke dalam adonan roti menghasilkan
kenaikan volume spesifik roti dan untuk lebih meningkatkan
kualitas roti maka perlu dilakukan kombinasi penambahan
amilase dan xilanase (Maatet al., 1992).
Sekalipun potensi penggunaan enzim xilanase cukup
beragam tetapi untuk memproduksi juga masih menghadapi
beberapa kendala, antara lain tidak tersedianya strain
mikroorganisme unggul dan kurangnya pengetahuan tentang
teknologiproduksi enzim. Di lain pihak, pakar dari negara
maju mengakui bahwa negara yang kaya akan keanekaragaman
hayati, termasuk Indonesia, merupakan sumber mikroorganisme
maupun tanaman yang potensial untuk bioproses (Fox, 1994).
Melihat potensi bahan limbah berlignoselulosa yang
melimpah, serta kekayaan sumber keanekaragaman hayati
mikroorganisme di Indonesia, maka perlu dilakukan inovasi ke
arah industri enzim. Xilanase yang sangat beragam
penggunaannya dapat diproduksi sendiri di Indonesia
Page 24
seandainya memiliki strain mikroorganisme unggul penghasil
xilanase dan menguasai teknologi produksinya.
Ekstraksi secara mekanis memiliki keuntungan dalam
pengambilan sari buah dari daging buahnya karena caranya
yang sederhana, biaya murah, tekanan dapat disesuaikan
dengan jenis bahan, dan alat pengempa dapat untuk bermacam-
macam bahan.
II.4. ENZIM PADA PROSES PENJERNIHAN SARI BUAH dengan ENZIM
PEKTINASE
Pada proses produksi sari buah, metode pengambilan sari
buah dari buah asalnya biasa menggunakan metode ekstraksi.
Buah yang diekstrak akan menghasilkan saribuah. Sari buah
yang diperoleh biasanya masih mengandung partikel padat.
Sehingga perlu dihilangkan agar mendapatkan sari buah yang
jernih. Penghilangan dapat dilakukan dengan penyaringan.
Pemisahan dengan didiamkan beberapa waktu akan terjadi
pengendapan padat karena adanya gaya gravitasi partikel
padat, kemudian dapat diambil bagian jernihnya. Proses
penjernihan yang lebih efisien dapat dilakukan dengan
menggunakan bantuan enzim, yaitu enzim pektinase.
Enzyme treatment
Perlakuan pemberian enzim dapat membantu proses
penjernihan sari buah. Enzim yang digunakan adalah
pektinase, yaitu enzim yang memecah pektin, suatu substrat
Page 25
polisakarida yang ditemukan di dinding sel tumbuhan. Salah
satu pektinase yang banyak digunakan secara komersial adalah
poligalakturonase. Hal ini dikarenakan petin merupakan suatu
matriks mirip jelly yang merekatkan sel-sel tumbuhan dan
merekatkan antar dinding sel tumbuhan, seperti serbut
selulosa. Oleh karenanya, enzim ini berperan dalam proses
yang melibatkan degradasi bahan yang berasal dari tumbuhan,
seperti mempercepat ektraksi jus dari buah-buahan.
Pektinase biasanya merupakan campuran dari beberapa
enzim, seperti selulase, yang digunakan secara luas dalam
industri jus untuk membantu ekstraksi, menjernihkan, dan
memodifikasi jus. Selain itu, enzim yang termasuk dalam
kelompok pektinase adalah poligalakturonase, pektin metil
esterase, dan pektin lyase.
Penambahan enzim pectin membantu penjernihan dalam 2
cara: (1) enzim pektin menyebabkan koagulasi dan sedimentasi
bahan-bahan tersuspensi dan kandungan koloid yang terdapat
dalam jus, dan (2) penambahan enzim memperkecil viskositas
jus dan sebagai akibatnya mempermudah dan mempercepat
filtrasi.
II.5. ENZIM LIPASE UNTUK PRODUK BAKERY
Enzim lipase merupakan salah satu enzim yang memiliki
sisi aktif sehingga dapat menghidrolisis triasilgliserol
menjadi asam lemak dan gliserol. Enzim lipase dapat
digunakan untuk menghasilkan emulsifier, surfaktant,
mentega, coklat tiruan, protease untuk membantu pengempukan
Page 26
daging, mencegah kekeruhan bir, naringinase untuk
menghilangkan rasa pahit pada juice jeruk, glukosa oksidase
untuk mencegah reaksi pencoklatan pada produk tepung telur
dan lain-lain.
Sumber-sumber enzim lipase antara lain : bakteri (S.
aureus), kapang (Aspergillus niger, Rhizopus arrhizus),
tanaman yang menghasilkan trigliserida (kacang-kacangan),
pancreas, susu.
Aplikasi enzim lipase untuk sintesis senyawa organik
semakin banyak dikembangkan, terutama karena reaksi
menggunakan enzim lipase bersifat regioselektif dan
enansioselektif. Aktifitas katalitik dan selektivitas enzim,
tergantung dari struktur substrat, kondisi reaksi, jenis
pelarut, dan penggunaan air dalam media.Contohnya
biosintesis senyawa pentanol, hexanol & benzyl alkohol
ester, serta biosintesis senyawa terpene ester menggunakan
enzim lipase yang berasal dari Candida antartica dan Mucor
miehei.
Page 27
DAFTAR PUSTAKA
Budiman , Albar & Setyawan ,Sigit . Pengaruh Konsentrasi Substrat,
Lama Inkubasi Dan
Ph Dalam Proses Isolasi Enzim Xylanase Dengan Menggunakan Media
Jerami
Padi . Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas
Diponegoro :
http://www.foodreview.biz/login/index.php
http://sudarmantosastro.wordpress.com
http://aguskrisnoblog.wordpress.com/2011/01/13/rekayasa-
genetika-mikroorganisme-penghasil-enzim-lipase