embuatan Briket dari cangkang Kakao dengan menggunakan perekat
tapioka ABSTRAK
Indonesia mempunyai potensi energi biomassa yang cukup besar
termasuk limbah pertanian. Biomassa berupa limbah pertanian dapat
digunakan secara langsung sebagai sumber energi panas atau bahan
bakar. Salah satu biomassa dari limbah pertanian adalah cangkang
kakao dan sampah organik yang diduga dapat digunakan sebagai bahan
baku pembuatan biobriket. Tujuan dari penelitian ini adalah melihat
pengaruh komposisi biobriket yang terdiri dari dari (1) komposisi
campuran biomassa dengan variasi 50:50, 75:25, dan 90:10% dan (2)
komposisi campuran biomassa dan perekat dengan variasi 90:10, 80:20
dan 70:30%. Bahan baku biomassa cangkang kakao dan sampah organik
diperoleh dari Desa Saree, Kabupaten Aceh Besar. Metode yang
digunakan untuk membuat biobriket dari biomassa tersebut adalah
menggunakan metode tanpa proses karbonisasi. Parameter uji untuk
mengetahui kualitas briket yang dihasilkan adalah uji nilai kalor,
uji kuat tekan dan uji Index Shatter.
Kata kunci: biomassa, sampah organik, cangkang kakao,
biobriket
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar BelakangTerobosan terbaru untuk mencengah terjadinya
krisis energi bahan bakar perlu dilakukan mengingat kecendrungan
kebutuhan energi nasional akan terus meningkat, sedangkan cadangan
energi nasional dari bahan bakar minyak semakin menipis. Salah satu
terobosan baru dalam pemecahan masalah ketergantungan energi dari
bahan bakar minyak adalah dengan pemanfaatkan dan pengembangan
sumber energi berbasiskan biomassa. Biomassa merupakan sumber
energi utama ketiga terbesar di dunia, setelah minyak dan batu bara
(Bapat dkk, 1997). Sampai saat ini, biomassa masih merupakan sumber
energi bagi lebih dari separuh penduduk dunia dan dapat memasok
energi setara dengan 1250 juta ton minyak atau sekitar 14% dari
konsumsi energi dunia (Purohit dkk, 2006). Oleh karena itu,
pemanfaatan biomassa sebagai bahan bakar alternatif pengganti bahan
bakar fosil merupakan salah satu pilihan pengembangan mekanisme
bersih (clean develoment mechanism, CDM) untuk mengurangi emisi
karbon ke atmosfer.Indonesia khususnya Aceh mempunyai potensi
energi biomassa yang cukup besar termasuk limbah pertanian.
Biomassa dapat berupa sisa kayu, sampah organik, bongkol jangung,
jerami, cangkang sawit maupun sisa proses produk pertanian. Menurut
Widarto dan Suryanta (1995), biomassa berupa limbah pertanian dapat
digunakan secara langsung sebagai sumber energi panas atau bahan
bakar karena biomassa tersebut mengandung energi yang dihasilkan
dalam proses fotosintesis saat tumbuhan tersebut masih hidup. Bahan
bakar yang akan dihasilkan dari biomassa ini adalah bahan bakar
yang berwujud padat dan berasal dari sisa-sisa bahan organik yang
telah mengalami proses pemampatan dengan daya tekan tertentu dan
dikenal dengan nama biobriket. Biomassa dari limbah pertanian,
antara lain: sekam padi, limbah perkebunan sawit (cangkang sawit,
tandan sawit, pelepah sawit, dan serabut), cangkang kakao, cangkang
kelapa, jerami, kayu, dan lain-lain. Dalam penelitian ini, sumber
energi biomassa yang diteliti adalah biomassa dari cangkang kakao
dan sampah organik. Cangkang kakao merupakan limbah hasil
perkebunan rakyat yang belum termanfaatkan sepenuhnya, padahal
cangkang kakao merupakan biomasa yang memiliki potensi cukup besar
untuk menghasilkan energi pengganti minyak bumi yang diolah menjadi
briket dengan nilai kalor yang relatif besar (4060 kal/gram) dan
cocok digunakan sebagai penganti bahan bakar skala rumah tangga.
Sedangkan sampah organik terdiri dari bahan-bahan yang dapat
terurai secara alamiah/biologis. Sampah organik yang terdapat di
alam dan masih belum terolah dengan maksimal dapat menjadi pencemar
lingkungan. Contoh sampah organik yang dapat diolah antara lain
daun-daunan yang kering, kulit pisang, bongkol jagung, dan
lain-lain. Untuk menghasilkan bioenergi dari biomassa, teknologi
biobriket memberikan peranan yang cukup besar terhadap tingkat
kemudahan dalam penggunaan sumber energi ini. Pembriketan biomassa
adalah proses penggumpalan butiran-butiran kecil dengan atau tanpa
bahan perekat dalam bentuk, ukuran, serta sifat-sifat tertentu yang
bertujuan untuk meningkatkan mutu dan daya guna biomassa sehingga
tidak berasap dan berbau, juga mudah dipakai (Rustina,
1987).Syamsiro dan Harwin (2007) melakukan study pembuatan briket
dengan meninjau pengaruh temperatur udara preheat terhadap
pengurangan massa dan laju pembakaran. Sedangkan Munir, dkk (2010)
meneliti tentang eksperimental karakteristik biobriket dengan bahan
baku dari limbah cangkang kakao yang terdapat di Sumatra Barat
dalam penelitian ini variable yang ditinjau merupakan tekstur dan
bentuk briket terhadap laju pembakaran. Sebelumnya Subroto (2006)
juga telah melakukan penelitian karakteristik pembakaran biobriket
campuran batubara, ampas tebu, dan jerami dengan membandingkan
komposisi batubara untuk melihat pengaruh laju pembakaran dan emisi
polutan yang dihasilkan dari pembakaran. Berdasarkan penelitian
yang telah dilakukan komposisi biomassa mempunyai peranan penting
dalam pembuatan biobriket sama halnya dengan perbandingan komposisi
perekat yang akan dicampurkan dengan biomassa. Melihat peranan
perekat penting dalam pembuatan biobriket maka perlu dilakukan
penelitian untuk pengaruh komposisi cangkang kakao dan komposisi
perekat terhadap laju pembakaran yang akan dihasilkan oleh
biobriket
1.2. Perumusan Masalah Dari berbagai macam biomassa yang bisa
dijadikan biobriket seperti jerami, cangkang sawit, sampah, dan
lain-lain. Cangkang kakao dan sampah organik merupakan biomassa
yang belum luas penggunaannya sehingga pemanfaatan biomassa
tersebut untuk pembuatan biobriket memberikan solusi untuk
pengganti bahan bakar alternatif. Dalam pembuatan biobriket
komposisi biomassa dan perekat diduga mempengaruhi laju pembakaran,
nilai kalor yang dihasilkan dan kekuatan dari biobriket yang
terbentuk. Dari uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah, untuk melihat pengaruh komposisi bahan
baku terhadap karakteristik biobriket yang dihasilkan dan pengaruh
komposisi perekat terhadap karakteristik biobriket yang
dihasilkan.1.3. Tujuan PenelitianPenelitian ini secara umum
bertujuan untuk menghasilkan biobriket dengan pembakaran yang
sempurna dan tidak menghasilkan asap. Sedangkan secara khusus
penelitian ini bertujuan untuk melihat pengaruh komposisi biobriket
berdasarkan campuran cangkang kakao dan sampah organik juga melihat
pengaruh komposisi perekat terhadap karakteristik briket yang
dihasilkan. 1.4. Manfaat PenelitianBerdasarkan tujuan penelitian
diatas, maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan
penyelesaian dari pencemaran lingkungan dan pengganti bahan bakar
sehingga dapat mengurangi ketergantungan terhadap minyak bumi untuk
keperluan rumah tangga maupun industri. Hasil penelitian ini
diharapkan akan memberikan kontribusi bukan saja kepada
pengembangan ilmu dan teknologi, tetapi juga dapat dimanfaatkan
langsung oleh masyarakat pedesaan untuk memenuhi penyediaan
kebutuhan energi sebagai pengganti minyak tanah atau kayu bakar dan
dapat mengurangi limbah padat hasil pertanian.
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1. BiomassaBiomassa merupakan produk fotosintesis, yakni
butir-butir hijau daun yang bekerja sebagai sel-sel surya, menyerap
energi matahari dan mengkonversikan karbon dioksida dengan air
menjadi suatu senyawa karbon, hidrogen dan oksigen. Senyawa ini
dapat dipandang sebagai suatu penyerapan energi yang dapat
dikonversi menjadi suatu produk lain. Hasil konversi dari senyawa
itu dapat berbentuk arang atau karbon, alkohol kayu, dan sebagainya
(Kadir, 1982).Biomassa merupakan segala jenis material organik yang
tersedia dalam bentuk terbarukan, dimana di dalamnya termasuk
tanaman dan limbah pertanian, kayu dan limbah hasil hutan, limbah
hewan, tanaman akuatik, dan limbah domestik dan industri. Energi
biomassa berarti energi kimia yang disimpan di dalam bahan organik
dan berasal dari energi surya melalui fotosintesa. (Matsumura dkk,
2005).Sumber biomassa yang banyak didapati berasal dari limbah
pertanian/perkebunan dan hutan, seperti jerami, sekam padi, serbuk
gergaji, tongkol jagung, ampas tebu, cangkang kakao, sabut dan
cangkang kelapa sawit. Hasil limbah ini masih belum dimanfaatkan
secara optimal dan masih banyak dibuang begitu saja. Biomassa
tersebut sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai bahan
bakar/sumber energi alternatif pengganti minyak tanah untuk
kebutuhan masyarakat pada umumnya (Saptoadi, 2006 ; Kadir, 1982 ;
Siemers, 2006 ; Supomo, 1978 dan Mahfud, 2006).Khususnya dalam
kasus pada limbah pertanian atau energi tumbuhan, yang secara
periodik mengalami masa tumbuh dan pemanenan. Selama mengalami masa
pertumbuhan tumbuhan maka akan menyerap CO2 dari atmosfer untuk
fotosintesis, yang mana hal ini akan dilepaskan lagi apabila
biomassa ini mengalami pembakaran lagi (Wether et al, 2000).
Penggunaan biomassa sebagai sumber energi semakin menarik perhatian
dunia karena ramah lingkungan (Coll dkk, 1998). Dalam kurun
beberapa dekade terakhir, propaganda penggunaan biomassa sebagai
pengganti bahan bakar fosil semakin gencar disuarakan, karena
kelebihan-kelebihannya. Paling tidak ada 2 (dua) keuntungan utama
yang diberikan oleh biomassa, yaitu yang pertama ketersediaanya
yang tidak terbatas dan terbarukan, dan kedua penggunaannya tidak
menimbulkan dampak terhadap lingkungan (Nendel dkk., 1998). Selain
itu, penggunaan biomassa juga dapat mereduksi kandungan CO2 di
atmosfer (Gemtos dan Tsiricoglou, 1999). Dibandingkan dengan sumber
energi terbarukan lainnya seperti energi surya dan tenaga angin,
biomassa lebih murah dan mudah disimpan untuk waktu yang lama
(Scholz dan Berg, 1998).Di Indonesia, kontribusi pasokan energi
nasional yang berasal dari biomassa relatif cukup besar yaitu
sekitar 21,5% sebanding pasokan gas alam, LPG dan LNG, seperti yang
ditunjukan pada Gambar 2.1 (ESDM, 2004). Akan tetapi perlu dicatat,
bahwa komposisi biomassa yang paling besar dalam angka 21,5% adalah
kayu bakar dan limbah kelapa sawit yang dibakar langsung, sedangkan
limbah biomassa pertanian seperti jerami dan sekam padi yang
jumlahnya melimpah belum memberikan kontribusi sama sekali terhadap
kebutuhan energi nasional. Gambar 2.1. Pasokan energi utama
Indonesia pada tahun 2003 (ESDM, 2004)
Apabila ketergantungan kita terhadap minyak bumi terus
berlanjut, dikhawatirkan Indonesia akan menghadapi masalah energi
yang serius, karena cadangan minyak bumi yang semakin menurun
sehingga kita menjadi net importer minyak bumi. Dengan cadangan
sebesar 8,6 miliar barel dan tingkat produksi sekitar 400 juta
barel per tahun maka rasio antara cadangan dan produksi atau dengan
kata lain cadangan minyak bumi akan habis dalam waktu sekitar 22
tahun (http://www.endonesia.com, 28/10/2009).
2.2. Cangkang KakaoPada perkebunan kakao masyarakat, limbah
kulit kakao selalu tersedia mengingat buah kakao pada perkebunan
rakyat dapat dipanen sepanjang tahun. Kini, daya serap industri
kakao domestik baru 27 persen. Terutama untuk industri bahan
makanan dan kosmetika. Kandungan gizi kulit buah kakao terutama
kandungan protein kasar yaitu 8,5 %.
(a) (b)Gambar 2.1. (a) buah kakao, (b) cangkang kakao
Salah satu pengolahan cangkang kakao yang telah dilakukan yaitu
membuat untuk makanan ternak. Kulit buah kakao merupakan unsur
pokok yang menjadi system pokok pakan ternak (Roesmanto, 1991).
Adapun kandungan gizi kulit buak kakao dapat dilihat pada Tabel
2.1.
Tabel 2.1. Kandungan Gizi Kulit Buah KakaoKomponenSmith dan
Adegbola (1982)Amirroenas(1990)Roesmanto(1991)
Bahan kering (%) Protein kasar (%) Lemak (%) Serat kasar (%) Abu
(%) BETN (%) Kalsium (%) Pospor (%)84,00 90,006,00 10,000,50
1,5019,00 28,0010,00 13,8050,00
55,60--91,336,000,9040,3314,8034,26--90,406,000,9031,5016,40-0,670,10
Tabel 2.2. Kandungan Theobromin dalam Bagian Buah KakaoBagian
Buah KakaoKandungan theobromin (%)
- Kulit buah- Kulit biji- Biji0,17 0,201,80 2,101,90 2,0
Sumber : Wong, dkk (1988) Dari buah kakao yang sering
dimanfaatkan adalah biji kakao, dan apabila pengolahannya kurang
baik maka harganya pun akan rendah, dengan memanfaatkam limbah
kulit buah kakao disamping dapat mengurangi limbah, petani dapat
meraih keuntungan yang lebih besar.2.3. Sampah OrganikMurtadho dan
Said (1997) mengklasifikasikan sampah organik menjadi 2 (dua)
kelompok yaitu :1. Sampah organik yang mudah membusuk (garbage)
yaitu limbah padat semi basah berupa bahan-bahan organik yang
berasal dari sektor pertanian dan pangan termasuk dari sampah
pasar. Sampah ini mempunyai ciri mudah terurai oleh mikroorganisme
dan mudah membusuk, karena mempunyai rantai kimia yang relatif
pendek. Sampah ini akan menjijikkan jika sudah membusuk apalagi
bila terkena genangan air sehingga masyarakat enggan
menanganinya.2. Sampah organik yang tak mudah membusuk (rubish)
yaitu limbah padat organik kerinyang sulit terurai oleh
mikroorganisme sehingga sulit membusuk. Hal ini karena rantai kimia
panjang dan kompleks yang dimilikinya, contoh dari sampah ini
adalah kertas dan selulosa.
Penggunaan sampah sebagai bahan untuk membuat biobriket
berangkat dari keprihatinan bahwa, semakin hari jumlah produksi
sampah semakin banyak, bahkan di kota besar malah menimbulkan
permasalahan yang berat dan berkepanjangan, dan tentunya semua kota
yang berkembang akan menghadapi permasalahan ini. Upaya penggunaan
sampah sebagai briket tidak akan dapat menyelesaikan permasalahan
sampah secara keseluruhan dimana penyelesaian permasalahan sampah
harus diselesaikan secara integralistik dari beberapa faktor, namun
upaya ini merupakan salah satu cara untuk mengurangi produksi
sampah organik.2.4. PerekatPerekat adalah suatu bahan yang
ditambahkan pada komposisi zat utama untuk memperoleh sifat-sifat
tertentu, misalnya kekentalan (viskositas), ketahanan (stabilitas)
dan sebagainya. Beberapa jenis perekat yang berfungsi menaikkan
viskositas adalah Carboxy Menthyl Cellulosa (CMC), gypsum, kanji,
gliseral, clay, biji jarak/jatropha dan sebagainya. Adapun
penambahan perekat pada campuran briket biomassa adalah selain
bahan yang didapat itu mudah dan terbarukan, juga bisa berfungsi
untuk membantu penyulutan awal dan sekaligus perekat terhadap
pembriketan biomassa.Pati atau amilum adalah karbohidrat kompleks
yang tidak larut dalam air, berwujud bubuk putih, tawar atau tidak
berbau. Pati merupakan bahan utama yang dihasilkan oleh tumbuhan
untuk menyimpan kelebihan glukosa (sebagai produk fotosintesis)
dalam jangka panjang. Amilum juga tersimpan dalam bahan makanan
cadangan yang permanen untuk tanaman, dalam biji, jari jari teras,
kulit batang dan akar tanaman menahun dan umbi. Amilum merupakan 50
65 % berat kering biji gandum dan 80 % bahan kering umbi kentang
(Gunawan, 2004).Banyak sekali bahan yang biasa digunakan untuk
perekat. Asalkan bahan tersebut memiliki sifat lengket atau mampu
merekatkan bahan lainnya. Tetapi perlu diingat bahwa bahan yang
digunakan sebagai perekat tersebut tidak berbahaya untuk produksi.
Beberapa bahan yang dapat dan biasa digunakan sebagai perekat
antara lain adalah :a. Bahan organik : molasses dan tepung
tapiocab. Bahan mineral : bentonit, kaoline, kalsium untuk semen,
dan gypsumc. Tanah liat juga bisa digunakan sebagai perekat
(Gunawan, 2004).2.4.1. Tepung Tapioka Tepung tapioka yang dibuat
dari ubi kayu mempunyai banyak kegunaan, antara lain sebagai bahan
pembantu dalam berbagai industri. Dibandingkan dengan tepung
jagung, kentang, dan gandum atau terigu, komposisi zat gizi tepung
tapioka cukup baik sehingga mengurangi kerusakan tenun, juga
digunakan sebagai bahan bantu pewarna putih.Ampas tapioka banyak
dipakai sebagai campuran makanan ternak. Pada umumnya masyarakat
kita mengenal dua jenis tapioka, yaitu tapioka kasar dan tapioka
halus. Tapioka kasar masih mengandung gumpalan dan butiran ubi kayu
yang masih kasar, sedangkan tapioka halus merupakan hasil
pengolahan lebih lanjut dan tidak mengandung gumpalan lagi.Kualitas
tapioka sangat ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu :1. Warna
Tepung; tepung tapioka yang baik berwarna putih.2. Kandungan Air;
tepung harus dijemur sampai kering benar sehingga kandungan airnya
rendah.3. Banyaknya serat dan kotoran; usahakan agar banyaknya
serat dan kayu yang digunakan harus yang umurnya kurang dari 1
tahun karena serat dan zat kayunya masih sedikit dan zat patinya
masih banyak (Margono dkk, 1993).2.5. BiobriketBiobriket merupakan
salah satu sumber energi alternatif yang dapat digunakan untuk
menggantikan sebagian dari kegunaan minyak tanah. Biobriket
merupakan bahan bakar yang berwujud padat dan berasal dari
sisa-sisa bahan organik. Bahan baku pembuatan arang biobriket pada
umumnya berasal dari, tempurung kelapa, serbuk gergaji, dan bungkil
sisa pengepresan biji-bijian.
2.5.1. Jenis dan bentuk briket biomassaJenis briket yang
dimasyarakatkan sampai saat ini ada dua bentuk briket, yaitu:a.
bentuk bantal, jengkol dan telur; untuk mendapatkan briket dalam
bentuk ini diperlukan semacam mesin pengepresan double roll.b.
bentuk sarang tawon; bentuknya bervariasi mulai dari silinder, segi
lima atau segi empat dan berlubang-lubang untuk memudahkan
sirkulasi udara pada saat pembakarannya (Basyuni dkk, 1993, Indra,
1999, Najib, 1998).
2.5.2. Kriteria briket biomassa Sebagai bahan bakar untuk rumah
tangga dan industri kecil, briket biomassa harus dapat memenuhi
kriteria sebagai berikut :1. Mudah dinyalakan2. Tidak mengeluarkan
asap yang berlebihan (smokeless)3. Emisi gas hasil pembakaran tidak
mengandung racun secara fisik harus kuat atau tidak mudah pecah
untuk memudahkan dalam penanganan dan pengangkutan sampai radius
maksimum 200 km4. Kedap air dan tidak berjamur atau tidak mengalami
degradasi jika disimpan dalam kurun waktu yang lama5. Menunjukkan
unjuk kerja pembakaran (waktu, laju pembakaran dan suhu puncak
pembakaran) yang baik 6. tidak berbau (oderless)7. efisiensi
pancaran panasnya tinggi,8. teksturnya sebaiknya seragam,9. kadar
abu sebaiknya dibawah 8 %,10. kadar zat terbang tidak kurang dari 3
% dan tidak lebih besar dari 20 % (Indra, 1999; Najib, 1998;
Stefano, 1993).
2.6. Proses Pembuatan Briket a. Proses penggerusanUkuran yang
dikehendaki dalam pembuatan briket adalah lolos saringan dengan
ukuran < 3 mm (Indra, 1999). Untuk menghasilkan biomassa dengan
ukuran yang dimaksud, digunakan mesin penggerus dengan kapasitas
dan distribusi ukuran yang tepat seperti terlihat pada Gambar
2.2
Gambar 2.2. Alat penggerusan
b. Proses pencampuran dan pembuatan adonanProses pencampuran
bahan baku biomassa ukuran < 3 mm dengan bahan pengikat
(suspensi biji jarak yang telah digrinding dengan ukuran yang sama)
dilakukan dengan menggunakan mixer (Gambar 2.3) agar diperoleh
kondisi adonan yang homogen.
Gambar 2.3. Alat pengaduk (mixer)
c. Pembuatan briket dan pengepresan Campuran biomassa yang telah
diaduk sampai homogen kemudian dibriket berbentuk selinder atau
kubus. Karena adanya perekat dalam campuran biomassa tersebut, maka
pembriketan hanya dibutuhkan tekanan pengepresan yang rendah, yaitu
200 kg/cm3 (Suprapto, 2006). Meskipun demikian, mengingat biomassa
bersifat mudah meregang (plastisitas tinggi), maka pada proses
pembriketannya tidak cukup hanya dengan menambahkan bahan pengikat,
namun juga memerlukan tekanan pengepresan yang tinggi, sekitar 2
ton/cm2 (Permen ESDM, 2006). Selanjutnya tinggi rendahnya kadar air
dan kehalusan penggerusan biomassa sangat berpengaruh terhadap
tingkat pengepresan (Yaman dkk, 2001). Bentuk alat pembriketan
ditunjukkan oleh Gambar 2.4
Gambar 2.4. Alat pembriketan
d. Pengeringan Produk briket biomassa yang keluar dari mesin
pencetak masih mempunyai kandungan air yang tinggi. Untuk
mengurangi kandungan air tersebut sampai < 7,5 %, maka cukup
dikeringkan di udara terbuka untuk menguapkan sebagian kandungan
airnya. Pada proses pengeringan biasanya digunakan alat pengering
dengan sistem aliran udara panas yang dihasilkan dari pembakaran
biomassa yang dialirkan ke dalam ruang pengering/oven dengan
bantuan blower (Najib dkk, 2005).
BAB IIIMETODOLOGI PENELITIAN3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
akan ini dilakukan di Laboratorium Sumber Daya dan Energi Jurusan
Teknik Kimia dan Laboratorium Produksi Jurusan Teknik Mesin
Fakultas Teknik. Penelitian ini akan dilakukan selama enam bulan
termasuk penyusunan laporan.3.2. Alat dan Bahan Penelitian3.2.1.
Alata. Crusherb. Ayakan (test sieve, ukuran 15, 25, 35, dan 50
mesh)c. Mixerd. Alat pembriketan spesifikasi: elektrik punching
press (capacity 0,5- 400 kN)e. Tox Pressotechnikf. Termometerg.
Stopwatchh. Timbangan digital Explorer Pro maksimum: 110 gram,
Pancii. Stop watchj. Gelas ukur.
3.2.2. Bahan Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini
adalah cangkang kakao (diambil dari limbah perkebunan Saree-Aceh
Besar), tepung tapioka (komersial).
3.3. Variabel Penelitian3.3.1. Variabel Tetap - Ukuran partikel-
Bentuk briket- Tekanan pengepresan3.3.2. Variabel Berubah -
Komposisi bahan baku (cangkang kakao dan sampah) - Komposisi
perekat3.4. Rancangan PercobaanVariable yang ingin diteliti yaitu
perbandingan komposisi campuran biomassa terdiri dari 3
perbandingan yaitu A1 = 50:50 %; A2 = 75:25%; A3 = 90:10%,
sedangkan untuk perbandingan campuran biomassa dengan perekat yaitu
B1 = 90:10 %; B2 = 80:20 %; dan B3 = 70:30 % kombinasi perlakuan
adalah 3 x 3 = 9 dengan ulangan 2 kali sehingga diperoleh 18 satuan
percobaan.Tabel 3.1. Rancangan Percobaan PenelitianKomposisi
Campuran Biomassa (%)Komposisi Perekat (%)
Cangkang Kakao (%)Sampah Organik (%)10(B1)20(B2)30(B3)
50(A1)50(A1)A1 B1A1 B1A1 B2A1 B2A1 B3A1 B3
75(A2)25(A2)A2 B1A2 B1A2 B2A2 B2A2 B3A2 B3
90(A3)10(A3)A3 B1A3 B1A3 B2A3 B2A3 B3A3 B3
3.5. Prosedur Penelitian3.5.1. Persiapan bahan baku Bahan baku
yang digunakan untuk penelitian diambil berupa cangkang kakao dan
sampah organik. Untuk mempermudah proses pengayakan bahan baku
terlebih dahulu dikeringkan dan sebagian dikarbonisasi seterusnya
dihancurkan dengan menggunakan crusher/mill. Hasil gilingan diayak
dengan menggunakan sieve vibrator sampai mencapai ukuran yang telah
ditentukan.3.4.2. Prosedur PercobaanBiomassa yang telah diayak
sesuai dengan ukuran yang ditentukan dicampurkan dengan tepung
tapioka sebagai perekat ukurannya juga disesuaikan dengan biomassa.
Campuran biomassa dan tepung tapioka yang telah dihaluskan tersebut
di campur secara merata dengan menggunakan mixer. Campuran dari
biomassa dan tepung tapioka tersebut dimasukkan ke dalam alat
pencetak dengan tekanan pengepresan yang ditentukan. Secara
skematis prosedur percobaan ditunjukkan pada gambar 3.1.
Gambar 3.1. Proses Pembuatan Briket
3.5. Pengujian Biomassa3.5.1. Uji KalorPengukuran nilai kalor
pembakaran dilakukan pada akir penelitian guna melihat nilai kalor
yang terbaik dari berbagai variasi yang dilakukan. Abu hasil
pembakaran briket tersebut digunakan untuk analisa kalor
menggunakan alat DSC 60. Saat dilakukan uji nilai kalor digunakan
sampel reference berupa alumina silika.3.5.2. Uji Kuat TekanUji
kuat tekan dilakukan untuk mengetahui kekuatan dari biobriket yang
dihasilkan untuk menahan beban tertentu.3.5.3. Uji Index Shatter
Pada percobaan uji index shatter digunakan media air untuk merendam
briket dengan volume sebesar 500 ml. Digunakan air dengan suhu
kamar, selanjutnya ditunggu sampai struktur briket perlahan lahan
hancur (Yaman, 2000). 3.6. Jadwal Kegiatan Adapun jadwal
pelaksanaan penelitian pembuatan briket biomassa dilakukan
ditunjukkan pada tabel 3.2.Tabel 3.2. Jadwal
PenelitianNoKegiatanBulan ke-
12345
1Pengadaan peralatan dan bahan
2Setup alat penelitian/ Analisa sampel
3Eksperimen
4Pengumpulan data
5Pengolahan data/analisis penelitian
6Pembuatan/penyusunan laporan
Diposkan oleh Nyun_Yun Jeumpa Atjeh di 07.52 Kirimkan Ini lewat
EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest1 komentar:1. inoe24 Desember 2011 00.18makasih
infonya.... minta izin untuk penerapan dilapangan... kebetulan
sulawesi barat juga sentra kakao... jadi ilmu yang bermanfaat untuk
bisa diterapkan di sulawesi barat... semoga bisa menjadi amal
jariyah bagi anda...BalasMuat yang lain...Posting Lebih Baru
Posting Lama Beranda Langganan: Poskan Komentar (Atom) Selalu
Mengalirmengalir mengikuti arah angin dan air Ini Aquhh
Nyun_Yun Jeumpa Atjeh hanya seorang hamba AllahLihat profil
lengkapku Waktu PedangLanggananPos Komentar My flendCoreT-Coret
2011 (11) Desember (7) "Jodohku" Jika fadhu kewajiban maka "harus"
yg jadi hukumnya... Bibir Biru Apa yang Salah penanganan Limbah
Macam-macam produk sederhana Pembuatan Briket dari cangkang Kakao
dengan menggu... April (4)
https://www.blogger.com/profile/15547390766266704657 desember
2011
PEMBUATAN BRIKET BIOARANG DARI ARANG SERBUK GERGAJI KAYU JATI
Angga Yudanto (L2C605116) dan Kartika Kusumaningrum (L2C605152)
Jurusan Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Diponegoro Jln.
Prof. Sudharto, Tembalang, Semarang, 50239, Telp/Fax: (024)7460058
Pembimbing: Ir. Diah Susetyo Retnowati, MT. Abstrak Kebutuhan
energi di Indonesia dipenuhi oleh bahan bakar minyak. Untuk rumah
tangga sebagian besar kebutuhan energinya mengandalkan minyak dan
gas elpiji. Oleh karena itu, usaha untuk mencari bahan bakar
alternatif yang dapat diperbarui (renewable), ramah lingkungan dan
bernilai ekonomis,semakin banyak dilakukan. Serbuk gergaji kayu
jati belum termanfaatkan sepenuhnya, padahal serbuk gergaji kayu
jati merupakan biomasa dengan nilai kalor yang relatif besar.
Apabila serbuk gergaji kayu jati tersebut dipirolisis kemudian
arang yang terbentuk dicampur dengan bahan perekat lem dari tepung
kanji, maka akan menjadi briket sebagai bahan bakar alternatif yang
dapat terbarukan. Proses pembuatan briket diawali dengan cara
mengeringkan serbuk gergaji, kemudian di ayak dengan alat pengayak
untuk mendapatkan ukuran partikel tertentu, setelah itu serbuk
gergaji dipirolisis dengan alat pirolisis. Arang yang telah
terbentuk dari hasil pirolisis dicampur dengan perekat lem tepung
kanji setelah itu dicetak dengan alat pres. Faktor perubah yang
digunakan dalam penelitian ini adalah ukuran partikel serbuk
gergaji yaitu 40, 60, 80, 100 mesh dan perbandingan berat lem kanji
dengan berat arang yaitu 0,3 bagian; 0,5 bagian; 0,7 bagian dan 0,9
bagian. Dan faktor tetapnya adalah massa arang serbuk gergaji 10
gram, untuk proses pembakaran waktu pirolisis 3 jam, tekanan
pengempaan untuk briket 20 kali gaya tekan. Dari hasil penelitian
menunjukkan bahwa nilai kuat tekan yang paling tinggi diperoleh
pada variable ukuran partikel serbuk gergaji kayu jati 100 mesh,
dengan perbandingan berat lem kanji dan berat arang 0,9 bagian
yaitu sebesar 0,0152 kN/cm2 dan nilai kalornya sebesar 5786,37
kal/g. Kata kunci : Arang serbuk gergaji kayu jati, Biobriket, lem
tepung kanji I. PENDAHULUAN British Petroleum (BP) , 2005,
menyatakan bahwa 47,5 % kebutuhan energi di Indonesia dipenuhi oleh
bahan bakar minyak. Jumlah ini setara dengan 55,3 juta ton minyak
bumi, sehingga pemerintah diperkirakan akan mengalami kerugian
subsidi sebesar 93 triliun rupiah. Untuk rumah tangga sebagian
besar kebutuhan energinya masih mengandalkan minyak dan gas elpiji.
Saat ini saja, cadangan minyak bumi Indonesia tinggal 1 persen dan
gas bumi hanya 1,4 % dari total cadangan minyak dan gas bumi dunia,
sedangkan cadangan batubara hanya 3 persen dari cadangan batubara
dunia (1). Dari data tersebut dapat diperkirakan beberapa tahun
lagi, Indonesia akan menjadi pengimpor penuh minyak bumi (net oil
importer). Oleh karena itu, usaha untuk mencari bahan bakar
alternatif yang dapat diperbarui (renewable), ramah lingkungan, dan
bernilai ekonomis, semakin banyak dilakukan. Kayu jati sebagian
besar terdiri dari selulosa (40-50%), hemiselulosa (20-30%), lignin
(20-30%) (2), dan sejumlah kecil bahan-bahan anorganik. Karena
sifat dan karakteristiknya yang unik, kayu jati paling banyak
digunakan untuk keperluan konstruksi dan dekorasi. Sehingga
Kebutuhan kayu jati terus meningkat dan potensi hutan yang terus
berkurang menuntut penggunaan kayu secara efisien dan bijaksana.
Umumnya sebagian limbah serbuk gergaji ini hanya digunakan sebagai
bahan bakar tungku, atau dibakar begitu saja, sehingga dapat
menimbulkan pencemaran lingkungan (3). Padahal serbuk gergaji kayu
jati merupakan biomassa yang belum termanfaatkan secara optimal dan
memiliki nilai kalor yang relatif besar. Dengan mengubah serbuk
gergaji menjadi briket, maka akan meningkatkan nilai ekonomis bahan
tersebut, serta mengurangi pencemaran lingkungan.
Briket arang merupakan bahan bakar padat yang mengandung karbon,
mempunyai nilai kalori yang tinggi, dan dapat menyala dalam waktu
yang lama. Bioarang adalah arang yang diperoleh dengan membakar
biomassa kering tanpa udara (pirolisis). Sedangkan biomassa adalah
bahan organik yang berasal dari jasad hidup. Biomassa sebenarnya
dapat digunakan secara langsung sebagai sumber energi panas untuk
bahan bakar, tetapi kurang efisien. Nilai bakar biomassa hanya
sekitar 3000 kal, sedangkan bioarang mampu menghasilkan 5000 kal
(4). Pirolisis adalah proses dekomposisi kimia dengan meggunakan
pemanasan tanpa adanya oksigen. Proses ini atau disebut juga proses
karbonasi atau yaitu proses untuk memperoleh karbon atau arang,
disebut juga High Temperature carbonization pada suhu 4500 C-5000C.
Dalam proses pirolisis dihasilkan gas-gas, seperti CO, CO2, CH4,
H2, dan hidrokarbon ringan. Jenis gas yang dihasilkan
bermacam-macam tergantung dari bahan baku. Salah satu contoh pada
pirolisis dengan bahan baku batubara menghasilkan gas seperti CO,
CO2, NOx, dan SOx. Yang dalam jumlah besar, gas-gas tersebut dapat
mencemari lingkungan dan membahayakan kesehatan manusia baik secara
langsung maupun tidak langsung. Proses pirolisis dipengaruhi
factor-faktor antara lain: ukuran dan distribusi partikel, suhu,
ketinggan tumpukan bahan dan kadar air. Briket bioarang mempunyai
beberapa kelebihan dibandingkan arang biasa (konvensional), antara
lain: 1. Panas yang dihasilkan oleh briket bioarang relatif lebih
tinggi dibandingkan dengan kayu biasa dan nilai kalor dapat
mencapai 5.000 kalori (5). Beberapa nilai kalor dari beberapa jenis
bahan bakar ditunjukkan oleh Tabel 1. 2. Briket bioarang bila
dibakar tidak menimbulkan asap maupun bau, sehingga bagi masyarakat
ekonomi lemah yang tinggal di kota-kota dengan ventilasi
perumahannya kurang mencukupi, sangat praktis menggunakan briket
bioarang. 3. Setelah briket bioarang terbakar (menjadi bara) tidak
perlu dilakukan pengipasan atau diberi udara. 4. Teknologi
pembuatan briket bioarang sederhana dan tidak memerlukan bahan
kimia lain kecuali yang terdapat dalam bahan briket itu sendiri. 5.
Peralatan yang digunakan juga sederhana, cukup dengan alat yang ada
dibentuk sesuai kebutuhan (5)
Oleh karena itu perlu dikembangkan pembuatan briket bioarang
dalam upaya pemanfaatan serbuk gergaji kayu jati. Untuk mencapai
hal tersebut dilakukan penelitian untuk menghasilkan briket
bioarang yang berkualitas baik , ramah lingkungan dan memiliki
nilai ekonomis tinggi. Dengan pemanfaatan serbuk gergaji kayu jati
menjadi briket bioarang, maka diharapkan dapat mengurangi
pencemaran lingkungan, memberikan alternatif sumber bahan bakar
yang dapat diperbarui dan bermanfaat untuk masyarakat. Tabel 1
Nilai Kalor Rata-rata dari Beberapa Jenis Bahan Bakar (6) Bahan
Bakar Nilai Kalor (kal/g)
Kayu (kering mutlak) 4491,2
Batubara muda (lignit) 1887,3
Batubara 6999,5
Minyak bumi (mentah) 10081,2
Bahan bakar minyak 10224,6
Gas alam 9722,9
Browse > Home > Fisika , Fisika Material , Tugas ,
Universitas > Serbuk Gergaji Kayu Jati Serbuk Gergaji Kayu Jati
Serbuk Gergaji Kayu JatiSerbuk gergaji adalah serbuk kayu berasal
dari kayu yang dipotong dengan gergaji. Kayu jati memiliki nama
botani Tectona grandits L.f. Di Indonesia kayujati memiliki
berbagai jenis nama daerah yaitu delek, dodolan, jate, jatih,
jatos, kiati, kulidawa, dan lain-lain. Kayu ini merupakan salah
satu kayu terbaik didunia. Berdasarkan PPKI 1961 termasuk kayu
dengan tingkat pemakaian I,tingkat kekuatan II dan tingkat keawetan
I. Pohon jati tumbuh baik pada tanah sarang terutama tanah yang
mengandung kapur pada ketinggian 0-700 m di atas permukaan laut, di
daerah dengan musim kering yang nyata dan jumlah curah hujan
rata-rata 1200-2000 mm per-tahun. Banyak terdapat di seluruh Jawa,
Sumatra, Nusa Tenggara Barat, Maluku dan Lampung. Pohon jati dapat
tumbuh mencapai tinggi 45 m dengan panjang batang bebas cabang
15-20 m dan diameter batang 50-220 mm dengan bentuk batang beralur
dan tidak teratur. Kayu jati memiliki serat yang halus dengan warna
kayu mula-mula sawo kelabu. Kemudian berwarna sawo matang apabila
lama terkena cahaya matahari dan udara. Serat kayu memiliki arah
yang lurus dan kadang-kadang terpadu, memiliki panjang serat
rata-rata 1316 dengan diameter 24,8 dan tebal dinding 3,3. Struktur
pori sebagian besar soliter dalam susunan tata lingkaran, memiliki
diameter 20-40 dengan frekuensi 3-7 per-mm.
Karena sifat-sifatnya yang baik, kayu jati merupakan jenis kayu
yang paling banyak dipakai untuk berbagai keperluan. Sifat-sifat
kayu jati secara lengkap dapat dilihat pada tabel 2.1. Pada
industri pengolahan kayu, jati diolah menjadi kayu gergajian,
plywood, blackbord, particleboard, mebel air dan sebagainya.
Tabel 2.1 Sifat-Sifat Kayu Jati No.SifatSatuan Nilai
1Berat jenisKg/cm30,62-0,75 (rata-rata 0,67)
2Tegangan pada batas proporsiKg/cm3718
3Tegangan pada batas patahKg/cm31031
4Modulus elastisitasKg/cm3127700
5Tegangan tekan sejajar seratKg/cm3550
6Tegangan geser arah radialKg/cm380
7Tegangan geser arah tangensialKg/cm389
8Kadar selulosa%47,5
9Kadar lignin%29,9
10Kadar pentose%14,4
11Kadar abu%1,4
12Kadar silica%0,4
13Serabut%66,3
14Kelarutan dalam alcohol bensena%4,6
15Kelarutan dalam air dingin%1,2
16Kelarutan dalam air panas%11,1
17Kelarutan dalam NaOH 1 %%19,8
18Kadar air saat titik jenuh serat%28
19Nilai kalorCal/gram5081
20KerapatanCal/gram0,44
Sumber : Anonim 1991
Kayu jati merupakan kayu serba guna, umumnya digunakan untuk
berbagai keperluan seperti furniture dan perkakas, selain itu
serbuk gergajinya dapat pula digunakan sebagai bahan pembuat briket
dan juga sebagai zat penyerap. Serbuk gergaji kayu merupakan limbah
industri kayu ternyata dapat digunakan sebagai zat penyerap logam
berat (Freedman dan Waias, 1972, Randall, 1974 dan Henderson 1977,
dalam Amalia (2001).
Gambar Serbuk Kayu Jati
Sifat KimiaSerbuk Gergaji Kayu JatiKandungan kimia kayu adalah
selulosa 60 %,lignin 28 % dan zat lain (termasuk zat gula) 12 %.
Dinding sel tersusun sebagian besar oleh selulosa.Lignin adalah
suatu campuran zat zat organik yang terdiri dari zat karbon (C),
zat air , dan oksigen. Serbuk gergaji kayu mengandung komponen
utama selulosa, hemiselulosa, lignin da zat ekstraktif kayu. Lignin
mempunyai ikatan kimia dengan hemiselulosa bahkan ada indikasi
mengenal adanya ikatan ikatan antara lignun dan selulosa. Ikatan
iaktan tersebut dapat berupa tipe tipe ester atau eter diusulkan
bahwa ikatan ikatan glikosida merupakan penyatu lignin dan
polisakarida. Komponen kimia didalam kayu mempunyai arti penting,
karena menentukan kegunaan sesuatu jenis kayu juga dengan
mengetahuinya kita dapat membedakan jenis kayu.Komponen kayu dapat
dilihat pada tabel 2.2. Komponen kimia kayu: 1. Karbon terdiri dari
selulosa dan hemiselulosa 2. Ion karbonhidrat terdiri dari lignin
kayu 3. Unsur yang diendapkan: a. Karbon : 50% b. Hidrogen : 6 % c.
Nitrogen : 0,04 % - 0,10 % d. Abu :0,20 % - 0,50 % Tabel 2.2
Komponen komponen kayu KomponenKayu KerasKayu lunak
Selulosa 1558
Pentosan 187
Lignin 2326
Resin,gum,minyak28
Abu 11
Sifat fisikSerbuk Gergaji Kayu JatiSifat sifat ini antara lain
daya hantar panas, daya hantar listrik, angka muai dan berat jenis.
Perambatan panas pada kayu akan tertahan oleh pori pori dan rongga
rongga pada sel kayu. Karena itu kayu bersifat sebagai penyekat
panas. Semakin banyak pori dan rongga udaranya kayu semakin kurang
penghantar panasnya. Selain itu daya hantar panas juga dipengaruhi
oleh kadar air kayu, pada kadar air yang tinggi daya hantar
panasnya juga semakin besar.
Sifat HigroskopikSerbuk Gergaji Kayu JatiAkibat air yang keluar
dari rongga sel dan dinding sel, kayu akan menyusut dan sebaliknya
kayu akan mengembang apabila kadar airnya bertambah. Sifat kembang
susut kayu dipengaruhi oleh kadar air, angka rapat kayu dan
kelembaban udara. Kembang susut kayu pada berbagai arah dapat
dilihat pada tabel 2.3. Tabel 2.3 Kembang Susut Kayu pada Berbagai
Arah ArahPresentase serat
Tangensial (sejajar garis singgung)4 14
Radial (menuju ke pusat)2 10
Aksial (sejajar serat)0,1 0,2
Volumetric 7 21
Sumber : Wirjmartono 1991
Sifat MekanikSerbuk Gergaji Kayu JatiKayu bersifat anisotrop
(non isotropic material), dengan kekuatan yang berbeda beda pada
berbagai arah . Sel kayu jika mendapat gaya tarik sejajar serat
akan mengalami patah tarik sehingga kulit sel hancur dan patah.
Jika gaya tarik terjadi pada arah tegak lurus serat, maka gaya
tarik menyebabkan zat lekat lignin akan rusak. Dukungan gaya tarik
pada arah tegak lurus serat jauh lebih kecil dibandingkan dengan
pada arah sejajar serat. Sel kayu yang mengalami gaya desak dengan
arah sejajar serat, menyebabkan sel kayu tertekuk. Sel sel kayu
disampingnya akan menghalangi tekuk ke arah luar, sehingga sel kayu
patah karena tertekuk ke dalam. Jika daya desak terjadi pada arah
tegak lurus serat, sel kayu akan tertekan atau seolah olah sel kayu
dipejet saja. Jadi dukungan gaya desak pada arah tegak lurus serat
akan lebih besar dibandingkan dengan pada arah serat sejajar. Gaya
geser sejajar serat pada sel kayu akan menyebabkan rusaknya zat
lekat lignin. Jika gaya geser terjadi pada arah tegak lurus serat,
maka gaya seolah - olah memotong dinding dinding sel. Gaya untuk
memotong dinding sel lebih besar daripada gaya untuk mematahkan zat
lekat lignin. Jadi dukungan gaya geser pada arah tegak lurus serat
akan lebih besar dibandingkan dengan pada arah sejajar serat.
Judul :Serbuk Gergaji Kayu JatiDisusun Oleh :Dedek Febriana |
Maulidya Dara | Henni Elika S | Sri Wahyuni Batubara | Ria
Yuliana
Read more :
http://www.sharemyeyes.com/2013/09/serbuk-gergaji-kayu-jati.html#ixzz3CnMihHEdhttp://www.sharemyeyes.com/2013/09/serbuk-gergaji-kayu-jati.html
http://madanitec.com/2011/03/pembuatan-briket-arang/
Mesin pembuat briket adalah mesin yang digunakan untuk memproses
limbah dan residu usaha kehutanan dan pertanian menjadi briket.
Sebelum dijadikan briket, bahan mentah harus diberikan perlakuan
tertentu seperti pemurnian dan pengecilan ukuran partikel.Mesin
press briket bekerja dengan tiga mekanisme dasar: Tipe ulir (screw
type). Briket ditekan dengan memanfaatkan mekanisme ulir
archimedes. Umumnya digerakkan oleh motor. Tipe stamping, yaitu
mekanisme menekan dengan tuas sehingga seolah bahan baku briket
"terinjak" dan membentuk briket yang padat. Tipe ini memungkinkan
briket dibuat dalam berbagai bentuk dan ukuran. Tipe hidrolik yang
bekerja dengan mekanisme hidrolik.Fasilitas pembuatan briket harus
memiliki berbagai langkah dalam pembuatan bahan baku hingga selesai
menjadi briket. Perlakuan awal yang biasanya diberikan dalam
pembuatan briket adalah debarking (penghilangan kulit kayu, bark),
pengecilan ukuran partikel, pengeringan, dan pengayakan. Kadar air
harus rendah untuk mendapatkan nilai kalori tertinggi, namun
pengeringan lebih lanjut umumnya menjadi tidak efisien. Kadar air
antara 12-15% diperkirakan angka yang ideal, tergantung bahan baku
yang digunakan.[5]
Sumber
ilustrasi:http://static.republika.co.id/uploads/images/detailnews/kakao_100930142059.jpegPerkembangan
ekonomi Indonesia di era globalisasi saat ini menyebabkan
peningkatan konsumsi energi di semua sector ekonomi. Diperkirakan
kebutuhan energi nasional akan meningkat dari 674 juta SBM (setara
barel minyak) tahun 2002 menjadi 1680 juta SBM pada tahun 2020,
meningkat sekitar 2,5 kali lipat atau naik dengan laju pertumbuhan
rerata tahunan sebesar 5,2%. Sedangkan cadangan energi nasional
semakin menipis apabila tidak ditemukan cadangan energi baru.
Sehingga perlu dilakukan berbagai terobosan untuk mencegah
terjadinya krisis energi. Kenaikan akan permintaan energi juga akan
menyebabkan peningkatan emisi lingkungan. Diperkirakan terjadi
peningkatan emisi CO2 dari 183,1 juta ton di tahun 2002 menjadi
584,9 juta ton di tahun 2020 yang berarti terjadi kenaikan 3,2 kali
lipat (KNRT, 2006).Untuk mengantisipasi hal tersebut Pemerintah
Indonesia telah mengeluarkan blueprint pengelolaan energi nasional
tahun 2005-2025. Penyusunan Kebijakan Energi Nasional dimulai
dengan dituangkannya dokumen Kebijakan Umum Bidang Energi (KUBE).
KUBE yang telah dirumuskan oleh Badan Koordinasi Energi Nasional
(BAKOREN) mulai tahun 1981 hingga yang terakhir tahun 1998 terdiri
dari lima prinsip pokok, yaitu : diversifikasi energi,
intensifikasi energi, konservasi energi, mekanisme pasar dan
kebijakan lingkungan. Kemudian dilanjutkan dengan Kebijakan Energi
Nasional tahun 2003 dengan kebijakan utama meliputi intensifikasi,
diversifikasi, dan konservasi energi.Kebijakan energi ini khususnya
ditekankan pada usaha untuk menurunkan ketergantungan penggunaan
energi hanya pada minyak bumi. Dalam Peraturan Presiden Republik
Indonesia Nomor 5 Tahun 2006 Tentang Kebijakan Energi Nasional
dirumuskan bahwa perlu adanya peningkatan pemanfaatan sumber energi
baru dan sumber energi terbarukan. Sasaran Kebijakan Energi
Nasional adalah tercapainya elastisitas energi lebih kecil dari 1
pada tahun 2025 dan terwujudnya energi mix yang optimal meliputi
penggunaan minyak bumi menjadi kurang dari 20%. Termasuk di
dalamnya adalah energi baru dan terbarukan (termasuk biomassa)
menjadi lebih dari 5%. Walaupun kebijakan ini terlihat kurang
revolusioner, tetapi paling tidak memberikan harapan baik bagi
ketahanan energi nasional.Salah satu energi terbarukan yang
mempunyai potensi besar di Indonesia adalah biomassa. Dalam
Kebijakan Pengembangan Energi Terbarukan dan Koservasi Energi
(Energi Hijau) Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral yang
dimaksud energi biomasa meliputi kayu, limbah
pertanian/perkebunan/hutan, komponen organik dari industri dan
rumah tangga. Biomassa dikonversi menjadi energi dalam bentuk bahan
bakar cair, gas, panas, dan listrik. Teknologi konversi biomassa
menjadi bahan bakar padat, cair dan gas, antara lain teknologi
pirolisis, esterifikasi, teknologi fermentasi, anaerobik digester
(biogas). Dan teknologi konversi biomassa menjadi energi panas yang
kemudian dapat diubah menjadi energi mekanis dan listrik, antara
lain teknologi pembakaran dan gasifikasi (DESDM, 2003).Sebagai
negara agraris, Indonesia mempunyai potensi energi biomassa yang
besar. Pemanfaatan energi biomassa sudah sejak lama dilakukan dan
termasuk energi tertua yang peranannya sangat besar khususnya di
pedesaan. Diperkirakan kira-kira 35% dari total konsumsi energi
nasional berasal dari biomassa. Energi yang dihasilkan telah
digunakan untuk berbagai tujuan antara lain untuk kebutuhan rumah
tangga (memasak dan industri rumah tangga), pengering hasil
pertanian dan industri kayu, pembangkit listrik pada industri kayu
dan gula.
Gambar 1. Buah kakao dan bagian cangkangnyaPemerintah melalui
Kementerian Negara Riset dan Teknologi (KNRT) juga telah menyusun
peta jalan pengembangan energi sektor bahan bakar padat dan gas
dari biomassa baik jangka pendek, menengah maupun panjang. Dalam
jangka pendek pemerintah mendukung program karakterisasi biomassa
di seluruh Indonesia berikut teknologi pembriketannya dan
difokuskan dua hal yaitu pengurangan dampak lingkungan dan
perbaikan efisiensi (KNRT, 2006).Tabel 1. Analisis proksimasi dan
kandungan energi limbah cangkang kakao
Salah satu sumber biomassa yang potensial dan selama ini tidak
banyak digunakan adalah limbah biomassa cangkang kakao. Cangkang
kakao ini dihasilkan setelah pengambilan biji cokelat dari buahnya.
Indonesia merupakan negara terbesar ketiga produsen kakao dunia,
oleh karenanya cangkang kakao ini sangat melimpah dan masih
terbuang percuma. Pada tahun 2008 areal tanaman kakao di Indonesia
mencapai lebih dari sejuta hektar yang meningkat dibandingkan
tahun-tahun sebelumnya. Produksinya cokelatnya sendiri mencapai
sekitar delapan ratus ribu ton di tahun yang sama. Sebagai
gambaran, di dalam satu buah kakao akan terkandung 10,93% biji
cokelat dan 14,7% cangkang kakao kering, sehingga dapat
diperkirakan berapa potensi cangkang yang ada.Salah satu metode
pemanfaatan cangkang kakao ini adalah dengan pembriketan dan
karbonisasi untuk dijadikan bahan bakar briket. Proses pembriketan
sendiri bertujuan untuk meningkatkan densitas dari cangkang kakao
sehingga kandungan energi untuk satu satuan volume yang sama
menjadi meningkat. Karbonisasi adalah proses pembuatan arang dari
biomassa untuk meningkatkan nilai kalor dengan pemanasan pada suhu
tinggi atau yang lebih dikenal dengan proses pirolisis. Pada proses
ini, uap air dan zat mudah menguap (volatile matter) akan terlepas
dari biomassa sehingga yang tertinggal di biomassa adalah kandungan
karbon terikat dan abu. Proses ini akan mengubah warna biomassa
menjadi hitam.
Gambar 2. Briket cangkang kakaoBriket biomassa hasil dari proses
ini kemudian bisa digunakan untuk aplikasi sederhana seperti untuk
pemanasan tungku maupun aplikasi skala besar seperti untuk bahan
bakar boiler untuk pembangkit listrik. Briket ini bisa juga
digunakan untuk sumber panas pada proses pengeringan biji cokelat
sehingga bisa langsung digunakan di lokasi perkebunan atau areal
pengeringan cokelat. Dengan membakar briket ini, kemudian panas
yang dihasilkan dihembuskan ke ruang pengering dengan bantuan
blower diharapkan bisa menghemat penggunaan energi.Sebagai penutup
tentunya perlu keterlibatan pemangku kepentingan untuk penerapan
teknologi pemanfaatan limbah biomassa cangkang kakao ini, khususnya
dari perusahaan yang mempunyai lahan kakao. Masyarakat yang
mempunyai lahan kakao, umumnya skala kecil, juga bisa
memanfaatkannya untuk kebutuhan bahan bakar mereka seperti telah
disebutkan di atas. Dengan demikian, akan mengurangi penggunaan
energi yang tidak terbarukan khususnya fosil sehingga bisa
mengurangi ketergantungan pada energi fosil dan tentunya mengurangi
dampak pencemaran lingkungan dari energi fosil.Mochamad
SyamsiroPengajar di Jurusan Teknik Mesin, Universitas Janabadra,
YogyakartaReferensi1. Syamsiro, M., Saptoadi, H., Tambunan, B.H.,
Pambudi, A.N., A Preliminary Study on Use of Cocoa Pod Husk as a
Renewable Source of Energy in Indonesia, Energy for Sustainable
Development 16, pp. 74-77, Elsevier, 2012.2. Syamsiro, M.,
Saptoadi, H., Tambunan, B.H., Experimental Investigation on
Combustion of Bio-Pellets from Indonesian Cocoa Pod Husk, Asian
Journal of Applied Science 4 (7) : 712-719, 2011.3. Departemen
Energi dan Sumber Daya Mineral (DESDM), 2003, Kebijakan
Pengembangan Energi Terbarukan dan Konservasi Energi (Energi
Hijau).4. Kementerian Negara Ristek (KNRT), 2006, Buku Putih
Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi Bidang Sumber Energi Baru dan Terbarukan untuk Mendukung
Keamanan Ketersediaan Energi Tahun 2025,
Jakarta.http://beranda-miti.com/pemanfaatan-limbah-biomassa-cangkang-kakao-sebagai-sumber-energi-terbarukan/
B. BriketBriket adalah merupakan bahan bakar alternative
pengganti BBM. Adanya limbah menimbulkan masalah penanganannya yang
selama ini dibiarkan memburuk, ditumpuk dan dibakar yang dampaknya
berakibat buruk terhadap lingkungan hidup sehingga
penanggulangannya perlu dipikirkan. Salah satu jalan yang dapat
ditempuh adalah memanfaatkannya menjadi produk yang bernilai tambah
dengan teknologi aplikatif dan kerakyatan sehingga hasilnya mudah
disosialisasikan kepada rakyat (Pari, G., 2003). i Cangkang keras
dari dapur sebagai bahan bakaralternatifPosted on November 19, 2011
by atiraaa
PENGERTIAN BRIKET
Briket adalah sumber energi alternatif pengganti Minyak Tanah
dan Elpijidari bahan-bahan bekas atau bahan yang sudah tidak
terpakai..
MANFAAT BRIKET ARANGDengan penggunaan briket arang sebagai bahan
bakar maka kita dapat menghemat penggunaan serbuk gergaji sebagai
limbah produksi yang gampang di jumpai. Selain itu penggunaan
briket dari sebuk gergaji dapat menghemat pengeluaran biaya untuk
membeli minyak tanah atau gas elpiji.Dengan memanfaatkan serbuk
gergaji sebagai bahan pembuatan briket arang maka akan
menningkatkan pemanfaatan limbah hasil hutan sekaligus mengurangi
pencemaran udara, karena selama ini serbuk gergaji kayu yang ada
hanya dibakar begitu saja.Manfaat lainnya adalah dapat meningkatkan
pendapatan masyarakat bila pembuatan briket arang ini dikelola
dengan baik untuk selanutnya briket arang dijual.Bahan pembuatan
briket arang mudah didapatkan disekitar kita berupa serbuk kayu
gergajian.
BRIKET SEBAGI BAHAN BAKER ALTERNATIVE
Pengamatan yang jeli akan lingkungan sekitar dan sedikit kreatif
ternyata bisa menjadi mata pencaharian baru. Setidaknya itu yang
dilakukan Kaffi, warga Desa Langkea Raya, Kecamatan Towuti,
Kabupaten Luwu Timur, Sulawesi Selatan.
"Gara-gara istri di rumah marah-marah melulu ketika BBM
menghilang seperti minyak tanah dan harganya yang naik turun, saya
lalu jalan-jalan di lingkungan sekitar sini. Saya perhatikan ada
serbuk gergaji yang menumpuk dan kurang termanfaatkan di kecamatan
ini.
Sementara saya pernah menonton di televisi pembuatan briket dari
ampas tebu. Maka saya coba-coba buat secara manual untuk kebutuhan
sendiri membuat briket dari serbuk gergaji dan ternyata bisa," ujar
Kaffi, menjelaskan ide awalnya membuat briket dari serbuk
gergaji.
Sejak memakai briket serbut gergaji, tambah Kaffi, istri menjadi
lebih tenang. "Selain tidak pusing lagi dengan BBM, juga tidak
perlu abu gosok untuk membersihkan peralatan masak. Karena dengan
briket serbuk gergaji, tidak menjadi alat-alat masak menjadi hitam
atau terlihat gosong. Selain itu tentu menghemat belanja bulanan,"
terang Kaffi. Keberhasilan Kaffi membuat briket serbuk gergaji
menarik tim community development PT Inco.
"Dalam pertemuan dengan Karang Taruna dan tim community
development PT Inco, saya sampaikan tentang briket serbuk gergaji
yang saya buat, yang saya konsumsi sendiri. Dari Inco, ternyata
diusulkan supaya tidak hanya dinikmati sendiri, tapi briket ini
bisa juga digunakan oleh masyarakat sebagai bahan bakar alternatif.
Untuk itu, Inco bantu peralatan produksi yang saya butuhkan,"
ungkap Kaffi.
Hasilnya, sementara ini, setiap hari Kaffi bisa memproduksi 100
briket besar dan 50 kg briket kecil. "Saya menjual untuk satu
briket besar seharga Rp.500 rupiah, sedang briket kecil harganya 3
ribu rupiah perkilogram. satu briket besar bisa tahan untuk memasak
kurang lebih selama satu setengah jam. kalau apinya ingin lebih
besar tinggal tambah briket-briket kecil. ini ada kompornya
sekalian, harganya lima puluh ribu rupiah per satuan," ujar kaffi.
http://sakan-community.blogspot.com/2009/06/briket-serbuk-gergaji.html
penggilingan jagung di desa Mangunsari kecamatan Gunung Pati dan
tepung kanji sebagai bahan perekat Pembuatan briket dilakukan
dengan langkah-langkah sebagai berikut: a) Awal mula bahan diambil
dari alam, yaitu berupa tongkol jagung yang sudah tidak terpakai,
b) Tongkol jagung dikarbonisasi menggunakan oven, dengan suhu 207oC
selama 10-11 jam, c) Untuk meminimalisir udara dalam oven batang
jagung ditutup menggunakan alumunium foil, d) Arang tongkol jagung
yang sudah menjadi arang dihaluskan sehingga menjadi
butiran-butiran kecil, e) Saring serbukt tongkol jagung dengan
ayakan mesh nomor 60, f) Serbuk arang tongkol jagung siap dicampur
dengan perekat. Proses pencampuran arang tongkol jagung dengan
perekat serta pengompaksian dilakukan dengan: a) Menghitung dengan
prosentase berat antara arang tongkol jagung dengan perekat dengan
prosentase yang telah ditentukan, b) Timbang serbuk arang tongkol
5627 28 27 Gambar 1. Alat cetak briket 4 PROFESIONAL,VOL. 8, No. 1,
Mei 2010, ISSN 1693-3745 dan perekat, c) Berat keseluruhan campuran
adalah 6 gram, d) setelah ditimbang perbandingan antara serbuk
arang tongkol jagung dan perekat, lalu dicampur dalam plastik
sehingga menjadi satu dan homogen. Bahan baku briket dikompaksi
dengan cetakan bertenaga hidrolik. Kompaksi menggunakan pembebanan
9 ton selama 10 detik. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian
meliputi nilai kalor, kadar air, berat jenis, kadar abu, fixed
carbon, volatile metter, stability, shatter index, dan durability.
Data dan analisis pada penelitian ini berupa nilai rata-rata,
analisis varians dan grafik. Stability Gambar 3 dan 4 menunjukkan
briket berperekat 0,4,6 & 8 %, dilihat dari posisi atas dan
samping. Hasil pengujian stability menunjukkan kecenderungan
peningkatan ukuran briket sejak briket dikeluarkan dari cetakan
hingga hari ke - 12. Setelah itu ukuran briket mulai stabil dan
tidak menunjukkan adanya tanda-tanda kenaikan ukuran. Dari grafik
dapat kita lihat bahwa yang menunjukkan peningkatan paling pesat
bila dilihat dari diameternya adalah briket yang mempunyai
komposisi campuran perekat 0 % sebesar 0,53 mm atau Pompa Handle
pemompa pembebanan Alat cetak Gambar 2. Proses
pengkompaksihttp://journal.unnes.ac.id/nju/index.php/profesional/article/viewFile/287/275
Karbonisasi merupakan suatu proses untuk mengkonversi bahan
organik menjadi arang. Pada proses karbonisasi akan melepaskan zat
yang mudah terbakar seperti CO, CH4, H2, formaldehid, metana,
formik dan acetil acid serta zat yang tidak terbakar seperti
seperti CO2, H2O dan tar cair. Gas-gas yang dilepaskan pada proses
ini mempunyai nilai kalor yang tinggi dan dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan kalor pada proses karbonisasi.Proses karbonisasi
dapat merupakan reaksi endoterm atau eksoterm tergantung pada
temperatur dan proses reaksi yang sedang terjadi. Secara umum hal
ini dipengaruhi oleh hubungan temperatur karbonisasi, sifat reaksi,
perubahan fisik/kimiawi yang terjadi. Perubahan fisika terdiri atas
pelunakan, aliran material, penggabungan dan pengerasan, sedangkan
perubahan kimia terdiri atas perekahan polimerisasi dan
penguapan.
Karbonisasi BatubaraKarbonisasi batubara adalah proses pemanasan
batubara dengan keadaan anaerob (tanpa oksigen) pada temperatur
beberapa ratus derajat menghasilkan material material :
1. Karbon padat (solid residu)Disebut semikokas/kokas jika
bersifat kompak dan padat, atau disebut char jika lebih berpori dan
tidak kompak.
2. Hasil cairTerbuat dari campuran hidrokarbon (zat arang cair)
disebut tar dan larutan yang mengandung air yang mengandung jenis
bahan-bahan terlarut yang disebut zat amoniak.
3. Hidrokarbon dan campuran lainDalam bentuk gas yang
didinginkan ke temperatur normal.
Berdasarkan perbedaan besarnya temperatur pemanasan, proses
karbonisasi terdiri atas:1. Low temperature carbonization pada suhu
500oC-700oC (1290oF)2. Medium temperature carbonization pada suhu
700oC-900oC3. High temperature carbonization pada suhu > 900oC
(1650oF)
Karbonisasi Bertemperatur RendahKarbonisasi bertemperatur rendah
adalah proses karbonisasi tanpa udara pada temperatur 500 700oC.
Karbonisasi bertemperatur rendah umumnya untuk memproduksi padatan,
bahan bakar tak berasap atau tar. Padatan hasil karbonisasi
bertemperatur rendah mudah pecah, berwarna kehitaman, masih banyak
mengandung zat terbang.Sebagian besar peralatan menggunakan retort
pada temperatur 500-600 C, sehingga material yang digunakan untuk
pemanasan masih dapat menggunakan besi cor/cast iron, ditinjau dari
perpindahan panas masih menguntungkan untuk proses-proses pemanasan
tidak langsung. Penggunaan refraktori/bata tahan api hanya
digunakan pada tempat-tempat yang sangat panas biasanya disekitar
pembakar atau burner.Pada gambar 2. ditunjukkan diagram alir dari
suatu proses pemanfaatan karbonisasi batubara temperatur rendah
untuk batubara dengan kandungan volatil matter tinggi.Tungku putar
horisontal dengan pemanasan menggunakan panas sensibel dari gas
buang, tungku disangga oleh dua pasang penggerak putar dan
mempunyai sedikit kemiringan untuk mengarahkan gerakan material.
Tungku dibuat dari bahan baja yang dilapisi oleh bahan tahan panas
agar tidak secara langsung gas panas mengenai baja report, yang
didesain counter current dengan aliran batubara masuk silinder
tungku putar. Diperlukan waktu 2,5 jam untuk pemanasan di dalam
tungku putar dan menghasilkan semikokas, gas dan cairan yang berupa
tar. Pada penggunaan batubara kadar rendah (brown coal) dengan
kandungan moisture 45,53%, zat terbang 37,09%, abu 6,79% dan karbon
tetap 11,0% dapat menghasilakn semikokas dengan komposisi zat
terbang 20,56%, karbon tetap 53,73% dan abu 23,41%. Untuk batubara
bituminus tiap ton dapat menghasilkan 21,6 galon minyak, 44.000 ft3
gas dan 15,2 lb amonium sulfat.Keunggulan dari KTR ini ditinjau
dari material konstruksi dapat diterapkan untuk material peralatan
baja biasa atau besi cor karena temperatur yang disyaratkan hanya
sekitar 500 oC, menggunakan baja karbon atau mild steel sudah
cukup, tersedia cukup banyak di pasaran. Walaupun untuk keperluan
khusus tempat-tempat yang kondisinya diretort oksidasi harus
digunakan pelapisan dengan bahan material tahan api seperti
castabel atau fiber keramik.Tujuan KarbonisasiTujuan dari proses
karbonisasi adalah menaikkan kadar karbon padat dan menghilangkan
zat terbang (volatile matter) yang terkandung dalam batubara
serendah mungkin sehingga dihasilkan semi kokas atau kokas dengan
kandungan zat terbang yang ideal 8-15% dengan nilai kalori yang
cukup tinggi di atas 6.000 kkal/kg. Kandungan zat terbang
berhubungan erat dengan kelas batubara, makin tinggi zat terbangnya
maka makin rendah kelas batubara, karena zat terbang akan
mempercepat pembakaran karbon padatnya. Dengan karbonisasi juga
akan menghasilkan produk akhir yang tidak berbau dan
berasap..Proses Karbonisasi BatubaraProses karbonisasi dilakukan
melalui dua cara:1. Proses Karbonisasi dengan pemanasan secara
langsungProses Karbonisasi dengan pemanasan secara langsung dalam
tungku Beehive yang berbentuk kubah. Tungku Beehive merupakan
tungku yang paling tua dimana batubara dibakar pada kondisi udara
terbatas, sehingga hanya zat terbang saja yang akan terbakar. Jika
zat terbang terbakar habis, proses pemanasan
dihentikan.Kelemahannya antara lain terdapat produk samping berupa
gas dan cairan yang tidak dapat dimanfaatkan atau habis terbakar,
disamping itu produktivitas sangat rendah.
2. Karbonisasi batubara dengan pemanasan tidak
langsungKarbonisasi batubara dengan pemanasan tidak langsung atau
proses distilasi kering di mana sirkulasi udara dikontrol seminimal
mungkin. Melalui dinding baja, panas disalurkan ke dalam tanur
bakar yang memuat batubara. Pada suhu sekitar 375oC - 475oC,
batubara mengalami dekomposisi membentuk lapisan plastis di sekitar
dinding.Ketika suhu mencapai 475oC - 600oC, terlihat kemunculan
cairan tar dan senyawa hidrokarbon (minyak), dilanjutkan dengan
pemadatan massa plastis menjadi semi-kokas. Pada suhu 600oC -
1100oC, proses stabilisasi kokas dimulai. Ketika lapisan plastis
sudah bertemu di tengah oven, berarti seluruh batubara telah
terkarbonasi menjadi kokas, dilanjutkan dengan proses pendinginan
(quenching). Setelah kokas selesai dibuat di oven, perlu
pendinginan secepatnya supaya kokas tersebut tidak berubah jadi
abu.Cara ini selain menghasilkan kokas juga diperoleh produk
samping berupa tar, amoniak, gas methana, gas hidrogen dan gas
lainnya. Gas-gas tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan bakar.
sedangkan produk cair berupa tar, amoniak dan lain-lain dapat
diproses lebih lanjut untuk menghasilkan bahan-bahan kimia, umumnya
berupa senyawa
aromatik.http://letshare17.blogspot.com/2010/12/karbonisasi.htmlBriket
batubara terkarbonisasi adalah briket yang sebelumnya mengalami
suatu proses karbonisasi. Karbonisasi adalah proses pemanasan
batubara sampai suhu dan waktu tertentu ( berkisar 200oC di atas
1000oC pada kondisi miskin oksigen untuk menghilangkan kandungan
zat terbang batubara sehingga dihasilkan padatan yang berupa arang
batubara atau kokas atau semi kokas dengan hasil samping tar dan
gas.Fungsi utama karbonisasi adalah meningkatkan nilai kalor,
karena pelepasan kandungan air, juga pembentukan tar yang bis
berfungsi sebagaicoating filmyang mencegah penyerapan kembali
kandungan air. Cara lain yang lazim digunakan adalahhigh pressure
pneumatic grinding, yang konon katanya bias mereduce sampai dengan
75% kandungan air dari jumlah semula. Untuk batu bara tiadanya
komponen pengikat/bending akan membuat pressure yang dibutuhkan
semakin besar, karena itulah ditambahkan komponen pengikat untuk
menurunkan tekanan. Beberapa pengujian untuk karbonisasi adalah
sebagai berikut:http://id.wikipedia.org/wiki/PirolisisProses
karbonisasi dapat merupakan reaksi endoterm atau eksoterm
tergantung pada temperatur dan proses reaksi yang sedang terjadi.
Secara umum hal ini dipengaruhi oleh hubungan temperatur
karbonisasi, sifat reaksi, perubahan fisik/kimiawi yang terjadi.
Proses karbonisasi dilakukan melalui dua cara, pertama dengan
pemanasan secara langsung dalam tungkuBeehiveyang berbentuk kubah.
TungkuBeehivemerupakan tungku yang paling tua dimana batubara
dibakar pada kondisi udara terbatas, sehingga hanya zat terbang
saja yang akan terbakar. Jika zat terbang terbakar habis, proses
pemanasan dihentikan.Kelemahannya antara lain terdapat produk
samping berupa gas dan cairan yang tidak dapat dimanfaatkan atau
habis terbakar, disamping itu produktivitas sangat rendah.
Cara kedua adalah karbonisasi batubara dengan pemanasan tak
langsung atau sistem destilasi kering. Dalam hal ini batubara
ditempatkan pada ruang tegak sempit dan dipanaskan dari luar
(pemanasan tak langsung). Cara ini selain menghasilkan kokas juga
diperoleh produk samping berupa tar, amoniak, gas methana,
gashidrogendan gas lainnya. Gas-gas tersebut dapat dimanfaatkan
sebagai bahan bakar. sedangkan produk cair berupa tar, amoniak dan
lain-lain dapat diproses lebih lanjut untuk menghasilkan
bahan-bahan kimia, umumnya berupa senyawa aromatik.