Top Banner
EKSTRAKSI KARAGENAN LAPORAN RESMI PRAKTIKUM TEKNOLOGI HASIL LAUT Disusun oleh: Nama: Nita Silviani Arifin NIM: 13.70.0069 Kelompok : C2 PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA SEMARANG 2015 Acara V
19

Ekstraksi Karagenan_Nita Silviani Arifin_13.70.0069_C2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

Dec 04, 2015

Download

Documents

Praktikum Teknologi Hasil Laut kloter C mengenai Ekstraksi Karagenan dilakukan pada tanggal 30 September 2015 - 1 Oktober 2015 di Laboratorium Rekayasa Pangan Unika Soegijapranata, dengan diampu oleh asisten dosen Ignatius Dicky A. W. Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui proses pembuatan surimi sebagai salah satu alternatif produk perantara dalam industri pengolahan ikan.
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Ekstraksi Karagenan_Nita Silviani Arifin_13.70.0069_C2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

EKSTRAKSI KARAGENAN

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM

TEKNOLOGI HASIL LAUT

Disusun oleh:

Nama: Nita Silviani Arifin

NIM: 13.70.0069

Kelompok : C2

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

UNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA

SEMARANG

2015

Acara V

Page 2: Ekstraksi Karagenan_Nita Silviani Arifin_13.70.0069_C2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

1

1. MATERI METODE

1.1. Alat dan Bahan

1.1.1. Alat

Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah timbangan digital, mangkok, blender,

panci, kompor, pH meter, pipet tetes, beaker glass, kain saring, gelas ukur, corong,

pengaduk, wadah tahan panas (loyang), dan oven.

1.1.2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah rumput laut (Eucheuma cottonii),

HCl 0,1 N, NaOH 0,1 N, NaCl 10%, isopropil alkohol (IPA), dan aquades.

1.2. Metode

Rumput laut dipotong kecil-kecil dan diblender dengan sedikit air.

Rumput laut direbus dalam 1 L air selama 1 jam dengan suhu 80-90oC.

Rumput laut basah ditimbang sebanyak 40 gram.

Page 3: Ekstraksi Karagenan_Nita Silviani Arifin_13.70.0069_C2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

2

Volume larutan diukur dan ditambahkan NaCl 10% sebanyak 5%

dari volume tersebut, lalu dipanaskan hingga suhu 60oC.

Dengan melakukan penambahan HCl 0,1 N atau NaOH 0,1 N,

pH larutan diatur menjadi 8.

Hasil ekstraksi disaring dengan kain saring dan filtrat

ditampung dalam wadah.

Page 4: Ekstraksi Karagenan_Nita Silviani Arifin_13.70.0069_C2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

3

Filtrat dituang ke dalam wadah yang berisi cairan IPA sebanyak 2x volume

filtrat untuk diaduk dan diendapkan sampai terbentuk endapan karagenan.

Endapan karaenan ditiriskan dan direndam dalam IPA

sampai menjadi lebih kaku.

Serat karagenan dibentuk tipis-tipis, diletakkan dalam

loyang, dan dikeringkan selama 12 jam.

Serat karagenan kering ditimbang dan diblender menjadi

tepung karagenan.

Page 5: Ekstraksi Karagenan_Nita Silviani Arifin_13.70.0069_C2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

4

% Rendemen =berat kering

berat basah× 100%

Persentase rendemen dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Page 6: Ekstraksi Karagenan_Nita Silviani Arifin_13.70.0069_C2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

5

2. HASIL PENGAMATAN

Hasil pengamatan karagenan pada masing-masing kelompok dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Hasil Pengamatan Karagenan

Kelompok Berat Basah (gram) Berat Kering (gram) % Rendemen

C1 40 3,14 7,85

C2 40 3,04 7,60

C3 40 0,28 0,70

C4 40 3,50 8,75

C5 40 2,86 7,15

Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa masing-masing kelompok mendapatkan

persentase rendemen yang berbeda-beda meskipun berat awalnya sama-sama sebesar 40

gram. Persentase rendemen pada umumnya berkisar antara 7,15% hingga 8,75%,

kecuali pada kelompok C3 di mana rendemen yang dihasilkan sangat sedikit, yaitu

hanya sebesar 0,70%.

Page 7: Ekstraksi Karagenan_Nita Silviani Arifin_13.70.0069_C2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

6

3. PEMBAHASAN

Rumput laut atau seaweed merupakan salah satu jenis alga yang berbentuk tumbuhan

berklorofil yang hidup berkoloni. Habitatnya dapat menempel pada bagian dasar laut,

perairan dangkal, berpasir, maupun berlumpur, ataupun menempel pada karang mati.

Seaweed merupakan jenis makroalga multiseluler dan diklasifikasikan ke dalam divisi

Thalophyta. Divisi ini memiliki empat kelas besar, yaitu Rhodophyceae (alga merah),

Phaeophyceae (alga coklat), Chlorophyceae (alga hijau), dan Cyanophyceae (alga

hijau-biru). Seaweed yang banyak dikembangkan biasanya berasal dari kelompok alga

merah, karena alga merah dapat menghasilkan agar-agar, algin, maupun karagenan.

Seaweed yang banyak dimanfaatkan adalah jenis Eucheuma sp., Gracilaria sp., dan

Gelidium sp (Sediadi & Budiharjo, 2000).

Salah satu jenis seaweed yang paling banyak diaplikasikan di bidang pangan adalah

Eucheuma cottonii. Eucheuma cottonii hidup menempel pada karang dan termasuk ke

dalam jenis Rhodophyceae atau makroalga merah. Eucheuma cottonii memiliki

kandungan karagenan yang bersifat hidrokoloid, di mana penyusun utamanya terdiri

dari kalium, natrium, magnesium, dan kalsium sulfat, ester dari galaktosa dan kopolimer

3,6-anhidrogalaktosa (Anonim, 2004). Secara umum, rumput laut memang tidak

memproduksi karagenan murni, melainkan serangkaian struktur hibrida, di mana ketika

prekursor yang berupa mu dan nu dibuat menjadi kondisi alkali, mu dan nu akan

termodifikasi menjadi kappa dan iota, masing-masing melalui pembentukan jembatan

3,6-anhidrogalaktosa (Pereira et al., 2013). Eucheuma cottonii sendiri menghasilkan

kappa karagenan yang mempunyai sifat khas, yaitu dapat membentuk gel yang paling

kuat jika dikombinasikan dengan kehadiran ion kalium (K+). Tipe gel yang dibentuk

memang kuat, namun rapuh terhadap sineresis, serta memiliki sifat sinergis terhadap

beberapa gum. Struktur dari kappa karagenan ini dapat memungkinkan terjadinya

pembentukan double helix yang dapat mengikat molekul rantai pada bidang tiga

dimensi yang disebut gel (Anonim, 2004).

Menurut Campo et al. (2009), karagenan merupakan senyawa polimer yang terdiri dari

unit-unit disakarida. Galaktan tersulfatasi ini diklasifikasikan berdasarkan kehadiran

Page 8: Ekstraksi Karagenan_Nita Silviani Arifin_13.70.0069_C2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

7

unit 3,6-anhydro galactose yang dihubungkan dengan ikatan glikosidik α-1,3 dan β-1,4

secara bergantian, dan juga posisi gugus sulfat. Terdapat tiga jenis karagenan komersial

yang juga memiliki peranan penting dalam bidang pangan karena telah terbukti aman

untuk diolah menjadi produk pangan. Jenis-jenis karagenan tersebut adalah karagenan

iota, kappa, dan lambda. Karagenan kappa tersusun atas (1-3) D-galaktosa-4 sulfat dan

(1-4) 3,6-anhidro-D-galaktosa, sedangkan karagenan iota mengandung gugus 3,6-

anhidro-D-galaktosa, dan lambda karagenan memiliki sebuah residu disulfat (1-4) D-

galaktosa.

Gambar 1. Perbedaan Struktur Karagenan Kappa, Iota, & Lambda (Campo et al., 2009)

Secara alami, karagenan jenis iota dan kappa dibentuk melalui proses enzimatis dari

prekursornya, yaitu oleh enzim sulfohydrolase. Namun, secara komersial jenis ini

diproduksi melalui proses ekstraksi dengan alkali. Karagenan kappa didominasi oleh

rumput laut tropis Kappaphycus alvarezii, di mana di dunia perdagangan lebih dikenal

sebagai Eucheuma cottonii, sedangkan karagenan iota diperoleh dari Eucheuma

spinosum dam karagenan lambda diperoleh dari spesies Gigartina dan Condrus (Van

De Velde et al., 2002).

Kadi & Atmadja (1988) menambahkan bahwa karagenan kappa yang berikatan dengan

air akan menghasilkan gel yang bersifat kaku dan keras, yang juga dihasilkan dari

Kappaphycus alvarezii. Peran ion kalium sangat penting dalam pembentukan struktur

gel. Karagenan iota juga dapat berikatan dengan air, namun gel yang terbentuk relatif

Page 9: Ekstraksi Karagenan_Nita Silviani Arifin_13.70.0069_C2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

8

lebih elastis dan lembut, terutama apabila terdapat garam kalsium. Sementara itu,

karagenan lambda memiliki kandungan gugus sulfat yang tinggi, sehingga nyaris tidak

dapat membentuk gel sama sekali. Karagenan lambda biasanya digunakan untuk

membentuk lapisan tipis atau mengubah tekstur makanan. Karagenan kappa, iota dan

lambda juga dapat dibedakan berdasarkan kelarutannya pada media yang berbeda.

Gambar 2. Daya Kelarutan Karagenan dalam Berbagai Pelarut (Glicksman, 1983)

Karakteristik dari masing-masing karagenan sangat berpengaruh terhadap

pemanfaatannya (Prasad et al., 2006). Seperti pada Gambar 2 di atas, secara umum

karagenan bersifat larut dalam air panas, air dingin, susu, maupun dalam larutan gula,

sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan penstabil atau pengental, serta sebagai

pembentuk struktur emulsi untuk produk makanan dan minuman. Selain itu, karagenan

juga dapat digunakan untuk kosmetik, cat, obat, tekstil, dan pakan ternak (Poncomulyo

et al., 2006). Proses pembentukan gel karagenan dimulai pada saat atom hidrogen pada

residu 3,6-anhidro-L-galaktosa menekan molekul untuk membentuk struktur heliks.

Kemudian keberadaan senyawa 3,6-anhidro-L-galaktosa dalam menggantikan senyawa

L-galaktosa sulfat menimbulkan kekakuan pada struktur heliks dan pada akhirnya

terjadi pembentukan gel (Glicksman, 1983).

Dari ketiga jenis karagenan tersebut, karagenan iota lebih baik untuk dimanfaatkan jika

dibandingkan dengan lambda dan kappa. Hal ini dikarenakan oleh sifatnya yang tidak

Page 10: Ekstraksi Karagenan_Nita Silviani Arifin_13.70.0069_C2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

9

mudah rusak serta tidak mudah ditumbuhi oleh bakteri. Sebaliknya, karagenan kappa

termasuk sangat mudah ditumbuhi oleh bakteri (Bernadette, 2010). Winarno (1990)

menyatakan bahwa gel karagenan bersifat rapuh, mudah dibentuk, serta rigid atau kaku.

Kekuatan gel yang dihasilkan tersebut sangat ditentukan oleh perbandingan kandungan

agarosa dan agaropektin, di mana semakin besar kandungan agarosa dibandingkan

agaropektin, maka gel yang terbentuk semakin kuat.

Pada praktikum kali ini, untuk melakukan proses ekstraksi karagenan pertama-tama

rumput laut basah (Eucheuma cottonii) ditimbang sebanyak 40 gram, kemudian

dipotong kecil-kecil dan diblender terlebih dahulu. Arpah (1993) menyatakan bahwa

penghalusan rumput laut yang dilakukan dengan menggunakan blender ini bertujuan

untuk mempercepat proses ekstraksi. Hal ini disebabkan karena semakin kecil ukuran

sampel maka luas permukaan yang mengalami kontak dengan pereaksi atau pelarut juga

semakin besar, sehingga waktu ekstraksi akan menjadi lebih optimal.

Hancuran rumput laut tersebut kemudian direbus dalam 1 liter air selama 1 jam dengan

suhu 80-90oC sambil diaduk sesekali. Dari metode tersebut, dapat dikatakan bahwa

proses pembuatan karagenan ini dilakukan dengan menggunakan metode ekstraksi,

yaitu metode pemisahan suatu komponen dari campurannya dengan menggunakan

pelarut, atau peristiwa perpindahan massa dari fase padat ke fase cair. Perpindahan

massa tersebut berlangsung melalui dua tahap utama, yaitu tahap difusi dari bagian

dalam padatan ke permukaan padatan, serta tahapan perpindahan massa dari permukaan

padatan ke dalam cairan (Treybal, 1981). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi

proses ekstraksi, seperti jenis pelarut yang digunakan, perbandingan antara jumlah

bahan dengan pelarut, cara dan waktu pengadukan (ekstraksi), suhu, dan ukuran padatan

(Distantina, et al., 2011). Dalam hal ini, pelarut yang digunakan adalah air, dan padatan

yang diekstrak tentunya adalah karagenan. Proses pengadukan dilakukan supaya

karagenan yang dihasilkan tidak menjadi gosong ataupun berbusa, serta dapat

menghasilkan produk karagenan dengan struktur gel yang lebih kental dan kuat

(Fachruddin, 1997). Peningkatan viskositas yang terjadi juga menandakan adanya

peningkatan konsentrasi polimer (Sen & Erboz, 2010).

Page 11: Ekstraksi Karagenan_Nita Silviani Arifin_13.70.0069_C2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

10

Anonim (2004) mengatakan bahwa proses pembentukan gel disebabkan oleh

terbentuknya ikatan double helix. Pada temperatur yang lebih tinggi dari titik leleh gel,

agitasi panas akan menyebabkan karagenan cenderung membentuk helix, kemudian

polimer akan muncul dalam larutan sebagai ikatan yang acak. Pada proses pendinginan,

jaringan tiga dimensi mengalami pembentukan ikatan silang melalui double helix

dengan sumbu yang sama, sehingga jaringan tersebut membentuk kelompok kecil yang

larut air, dengan kandungan sekitar 10 rantai tanpa menyebabkan pembentukan gel.

Selanjutnya, ikatan silang ini semakin jauh mengikat ke dalam struktur gel yang

menyatu dan dengan demikian membentuk titik pertemuan di dalam struktur gel.

Selanjutnya, dengan melakukan penambahan HCl 0,1 N atau NaOH 0,1 N, pH larutan

diatur menjadi 8. Dilakukannya proses netralisasi ini bertujuan supaya karagenan tidak

terhidrolisis, karena nilai pH di bawah 3,5 akan menyebabkan ikatan glikosidik pada

karagenan terhidrolisis dan rusak. Sementara itu, pada pH netral karagenan memiliki

stabilitas yang paling baik (Prasetyowati et al., 2008). Hal ini juga didukung oleh

Glicksman (1983) pada gambar di bawah ini.

Gambar 3. Stabilitas Karagenan di dalam Berbagai Tingkat pH

Menurut Winarno (1990), jika pH semakin rendah maka kekuatan gel akan semakin

menurun. Pada saat gel dipanaskan, terjadi proses pembentukan gel karena molekul

karagenan dan air dapat bergerak secara bebas. Sedangkan apabila gel didinginkan,

molekul gel satu dengan yang lain menjadi saling merapat dan memadat, sehingga air di

dalamnya terikat. Hal inilah yang menyebabkan terbentuknya sistem koloid padat-cair.

Selanjutnya hasil ekstraksi disaring dengan kain saring dan filtrat ditampung dalam

wadah. Penyaringan dengan kain saring ini bertujuan untuk memisahkan partikel-

partikel yang terdapat di dalam cairan, di mana jumlah filtrat yang dihasilkan tergantung

Page 12: Ekstraksi Karagenan_Nita Silviani Arifin_13.70.0069_C2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

11

pada sifat dan bentuk partikel, serta frekuensi pergerakan selama penyaringan (Earle,

1969). Setelah itu, volume larutan diukur dan ditambahkan NaCl 10% sebanyak 5% dari

volume tersebut, lalu dipanaskan hingga suhu 60oC. Penambahan larutan NaCl 10% di

sini bertujuan untuk mengendapkan karagenan yang terkandung dalam larutan ekstrak,

di mana NaCl termasuk pada jenis garam yang bersifat thermoreversible (Campo et al.

2009). Menurut Ciancia (1997), selain NaCl, hexadecyl-trimethylamonium juga dapat

digunakan untuk mengendapkan karagenan. Penggunaan pelarut yang berupa air akan

menghasilkan persentase rendemen yang tinggi, namun sifat gel yang didapatkan

kurang baik. Satuhu (1996) menambahkan bahwa penambahan NaCl dalam filtrat juga

dapat meningkatkan kekuatan gel, sehingga karagenan terbentuk dalam suasana basa di

mana perlakuan tersebut juga merupakan salah satu cara pengawetan secara kimia.

Setelah itu, filtrat dituang ke dalam wadah yang berisi cairan IPA sebanyak dua kali

volume filtrat untuk kemudian diaduk dan diendapkan sampai terbentuk endapan

karagenan. Larutan IPA (isopropil alkohol) adalah larutan yang digunakan untuk

memurnikan karagenan karena karagenan bersifat larut di dalam air, namun tidak dapat

larut dalam alkohol. Dengan demikian, karagenan akan terpresipitasi apabila

direaksikan dengan larutan IPA (Distantina et al., 2011). Isopropil alkohol merupakan

salah satu jenis pelarut yang sudah sering digunakan dalam skala industri. Apabila

dibandingkan dengan pelarut lainnya, hargamya relatif lebih mahal. Oleh karena itu,

diperlukan proses recovery dengan cara distilasi, sehingga larutan IPA dapat digunakan

kembali (Anggadireja et al., 2006).

Endapan karagenan yang dihasilkan lalu ditiriskan dan direndam lagi dalam IPA sampai

menjadi lebih kaku. Hal ini sesuai dengan pernyataan Angka & Suhartono (2000), yaitu

bahwa pengendapan karagenan dalam filtrat dapat dilakukan dengan cara penambahan

larutan isopropil alkohol, penambahan metanol, pembekuan, atau pengeringan. Produk

yang dihasilkan dengan metode pengeringan langsung biasanya kurang baik, karena

kandungan garamnya masih tinggi dan warnanya juga agak gelap. Sementara itu,

metode pengendapan dengan menggunakan alkohol menghasilkan karagenan dengan

kualitas yang terbaik. Alkohol yang digunakan adalah sebanyak 1,5 hingga 4 kali dan

berfungsi untuk menggumpalkan karagenan dengan cara mencuci koagulan yang

Page 13: Ekstraksi Karagenan_Nita Silviani Arifin_13.70.0069_C2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

12

diperoleh. Spesifikasi mutu karagenan pada skala industri ditunjukkan oleh kandungan

beberapa senyawa, seperti senyawa volatil, sulfat, abu, termasuk abu yang tidak larut

asam, dan beberapa logam berat.

Selanjutnya, serat karagenan dibentuk tipis-tipis di dalam loyang, dan dikeringkan

selama 12 jam. Proses pengeringan ini bertujuan untuk menghilangkan kadar air yang

terdapat dalam serat karagenan (Aslan, 1998). Serat karagenan kering kemudian

ditimbang dan diblender menjadi tepung karagenan. Menurut Anisuzzaman (2014),

tepung karagenan yang dijual secara komersial memiliki warna kuning dan tidak berbau

sehingga meningkatkan penggunaannya pada bidang pangan, farmasi, dan kosmetik

sebagai bahan tambahan untuk meningkatkan tekstur, stabilitas gelasi, dan viskositas.

Persentase rendemen kemudian dihitung dengan rumus sebagai berikut:

% Rendemen =berat kering

berat basah× 100%

Berdasarkan hasil pengamatan, persentase rendemen pada umumnya berkisar antara

7,15% hingga 8,75%, kecuali pada kelompok C3 di mana rendemen yang dihasilkan

sangat sedikit, yaitu hanya sebesar 0,70%. Menurut Basmal et al. (2009) persentase

rendemen ini sangat dipengaruhi oleh faktor suhu dan waktu ekstraksi. Adapun

kesalahan yang terjadi pada kelompok C3 dapat disebabkan oleh beberapa

kemungkinan. Menurut Davidek et al. (1990), kesalahan dapat disebabkan oleh adanya

ketergantungan gum karagenan terhadap temperatur, konsentrasi, derajat polimerisasi,

serta keberadaan substansi lain.

Selain itu, Mochtar et al. (2013) menyatakan bahwa umur dari rumput laut (Eucheuma

cottonii) juga mempengaruhi yield dan kekuatan gel karagenan yang dihasilkan.

Semakin tua umur rumput laut, maka kekuatan gel yang dihasilkan lebih signifikan

dibandingkan dengan rumput laut yang berusia muda. Orbita (2013) menambahkan

bahwa ada sejumlah faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi kualitas dari

karagenan, seperti suhu air, salinitas, aliran air, keberadaan fosfat dan nitrat anorganik.

Hal ini didukung oleh Treybal (1981) yang menyatakan bahwa hasil ekstraksi sangat

dipengaruhi oleh suhu, waktu ekstraksi, pengadukan, jenis pelarut dan perendaman.

Page 14: Ekstraksi Karagenan_Nita Silviani Arifin_13.70.0069_C2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

13

Perbedaan perlakuan dalam setiap tahapan pengolahan karagenan akan sangat

mempengaruhi kualitas gel yang dihasilkan, terutama pada hasil rendemennya.

Menurut Imeson (1999), karagenan dapat bermanfaat sebagai bahan pengental,

pengelmusi, stabilisator, dan bahan pembentuk gel dalam industri pangan. Contohnya

adalah pada produk olahan ikan dan daging, di mana karagenan berfungsi untuk

mempertahankan tekstur dan mencegah keluarnya lemak dari jaringan ikan ataupun

daging. Lisdiana (2000) menambahkan bahwa karagenan juga dapat dimanfaatkan

dalam industri kosmetik serta pengontrol tekstur dan kelembaman. Contohnya adalah

dalam pembuatan susu coklat, es krim, krimer untuk kopi, daging atau ikan kalengan,

pengharum ruangan, dan pasta gigi. Karagenan merupakan hidrokoloid yang paling

bermanfaat di industri susu sehubungan dengan interaksi spesifiknya dengan protein

susu (Pintor & Totosaus, 2012). Sementara itu, dalam industri farmasi, karagenan

digunakan sebagai bahan pengisi pil dan tablet (Moses et al., 2015).

Page 15: Ekstraksi Karagenan_Nita Silviani Arifin_13.70.0069_C2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

14

4. KESIMPULAN

Terdapat tiga jenis karagenan yaitu karagenan iota, kappa, dan lambda, di mana

perbedaan selain terletak pada struktur juga pada karakteristik dan kelarutannya.

Karagenan kappa dapat diperoleh dari ekstraksi rumput laut Eucheuma cottonii.

Beberapa faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi adalah jenis pelarut yang

digunakan, perbandingan antara jumlah bahan dengan pelarut, cara dan waktu

pengadukan (ekstraksi), suhu, dan ukuran padatan.

Proses netralisasi pada filtrat perlu dilakukan supaya karagenan tidak terhidrolisis.

Penambahan NaCl dalam filtrat dapat membantu pengendapan karagenan serta

meningkatkan kekuatan gel.

Cara pengendapan karagenan dalam filtrat yang paling baik dapat dilakukan dengan

penambahan larutan isopropil alkohol (IPA).

Endapan karagenan yang dihasilkan dapat dijadikan tepung karagenan dengan cara

dikeringkan.

Berdasarkan hasil pengamatan, persentase rendemen karagenan berkisar antara

7,15% hingga 8,75%.

Persentase rendemen karagenan yang dihasilkan dipengaruhi oleh faktor suhu dan

waktu ekstraksi, konsentrasi, derajat polimerisasi, keberadaan substansi lain, umur

rumput laut, kondisi lingkungan, pengadukan, jenis pelarut dan perendaman.

Karagenan dapat bermanfaat sebagai bahan pengental, pengelmusi, stabilisator,

bahan pembentuk gel, pengontrol tekstur, dan pengontrol kelembaman.

Semarang, 21 Oktober 2015

Praktikan, Asisten Dosen:

- Ignatius Dicky A. W.

(Nita Silviani Arifin)

13.70.0069

Kelompok C2

Page 16: Ekstraksi Karagenan_Nita Silviani Arifin_13.70.0069_C2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

15

5. DAFTAR PUSTAKA

Anggadiredja, T. Dkk. 2006. Rumput Laut. Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.

Angka S. L. & Suhartono T. S. 2000. Bioteknoogi Hasil Laut. Pusat Kajian Sumber

Daya Pesisir dan Lautan. Institut Pertanian Bogor.

Anisuzzaman, S. M.; Awang Bono; Duduku Krishnaiah; Norazwinah Azreen Hussin.

2014. Decolorization of Low Molecular Compounds of Seaweed by Using

Activated Carbon. International Journal of Chemical Engineering and

Applications, Vol. 5, No. 2.

Anonim. 2004. Eucheuma cottonii for Carrageenan. http://www.extension.iastate.edu/.

Diakses pada tanggal 21 Oktober 2015.

Basmal, J.; B. S. B. Utomo; B. B. Sedayu. 2009. Mutu Semi Refined Carrageenan

(SRC) yang Diproses menggunakan Air Limbah Pengolahan SRC yang Didaur

Ulang. Jurnal Pasca Panen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan Vol. 4,

No. 1:1-11.

Arpah, M. 1993. Pengawetan Mutu Pangan. Tarsito. Bandung.

Aslan, M. 1998. Budidaya Rumput Laut. Kanisius. Yogyakarta.

Bernadette M. Henares; Erwin P. Enriquez; Fabian M. Dayrit; Nina Rosario L. Rojas.

2010. Iota-carrageenan hydrolysis by Pseudoalteromonas carrageenovora

IFO12985. Filipina.

Campo, V.L.; Kawano, D.F.; Silva Júnior, D.B.; Ivone Carvalho I.; 2009. Carrageenans:

Biological Properties, Chemical Modifications and Structural Analysis.

Carbohydrate Polymers, 77, 167-180.

Ciancia, M.,; Matulewicz, M.C.; Cerezo, A.S. 1997. Alkaline Modification of

Carrageenans. Part III. Use of mild alkaline media and high ionic strengths.

Carbohydrate Polymers, 32, 293-295.

Davidek, J.; J. Velisek; J. Pokorny. 1990. Chemical Changes during Food Processing.

Elsevier Science Publishing Company, Inc. New York.

Distantina, Sperisa; Fadilah; Endah R. Dyartanti; dan Enny K. Artati. (2007). Pengaruh

Rasio Berat Rumput Laut-Pelarut Terhadap Ekstraksi Karagenan-Karagenan.

Vol. 6 No. 2 Juli 2007: 53-58.

Earle, R.L. 1969. Satuan Operasi Dalam Pengolahan Pangan. Penerjemah: Zein

Nasution. Sastra Hudaya, Bogor.

Fachruddin, L. 1997. Membuat Aneka Selai. Kanisius. Yogyakarta.

Glicksman, M. 1983. Food Hydrocolloid Vol II. CRC Press, Inc. Boca Raton. Florida.

Page 17: Ekstraksi Karagenan_Nita Silviani Arifin_13.70.0069_C2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

16

Imeson, A., 1999. Thickening and Gelling Agents for Food. Aspen Pubhliser, Inc.

Maryland.

Kadi A. & Atmadja W. S. 1988, Rumput Laut Jenis Reproduksi, Budidaya dan Pasca

Panen. Seri Sumber Daya Alam No. 141. Jakarta.

Mochtar, Andi Hasizah; Ismaya Parawansa; M. Saleh Ali; Kamaruzaman Jusoff; Reta

Rezekie; Suhartin Dewi Astuti; Nasruddin Azis; Aminah Muchdar; Marliana S.

Palad; Hikma; Maimuna Nonci; Kasmawati and Nirwana. 2013. Harvest age of

seaweed on carragenan yield and gel strength. World Applied Sciences Journal.

26 : 13-16.

Moses, R. J.; R. Anandhakumar; M. Shanmugam. 2015. Effect of alkaline treatment on

the sulfate content and quality of semi-refined carrageenan prepared from

seaweed Kappaphycus alvarezii Doty (Doty) farmed in Indian waters. African

Journal of Biotechnology Vol. 14(18), pp. 1584-1589.

Orbita, Maria L. S. 2013. Growth rate and carrageenan yield of Kappapyhcus alvarezii

cultivated in Kolambugan, Lano del Norte, Mindanao, Philippine. AAB

Bioflux Journal. Vol 5. Issue 3.

Pereira, Leonel; Saly F. Gheda; Paulo J. A. Ribeiro-Claro. 2013. Analysis by

Vibrational Spectroscopy of Seaweed Polysaccharides with Potential Use in

Food, Pharmaceutical, and Cosmetic Industries. International Journal of

Carbohydrate Chemistry, Article ID 537202.

Pintor, A. & A. Totosaus. 2012. Ice cream properties affected by lambda-carrageenan or

iota-carrageenan interactions with locust bean gum/carboxymethylcellulose

mixtures. International Food Research Journal 19(4): 1409-1414.

Poncomulyo T, Maryani H, Kristiani L. 2006. Budidaya dan Pengolahan Rumput Laut.

PT. Agro Media Pustaka. Jakarta.

Prasad, K.; A. M. K Goswami; Ramavatar M.; B.K. Ramavat; Pushpito K. G; A.K.

Prasetyowati; Corrine Jasmine A.; Devy Agustiawan. 2008. Pembuatan

Tepung Karaginan Dari Rumput Laut (Eucheuma Cottonii) Berdasarkan

Metode Pengendapan.

Siddhanta. 2006. Characterizations of Fish Gelatin Films Added with Gellan and K-

Karrageenan Swiss Society of Food Science and Technology.

Satuhu, S. 1996. Penanganan dan Pengolahan Buah. Penebar Swadaya. Jakarta.

Sediadi, A. & U. Budihardjo. 2000. Rumput Laut Komoditas Unggulan. Grasindo.

Jakarta.

Sen, Murat & Erboz, E. N. 2010. Determination of critical gelation conditions of kappa

carrageenan by viscosimetric and FT-IR analyses. Food Research International

43 (2010) 1361-1364.

Page 18: Ekstraksi Karagenan_Nita Silviani Arifin_13.70.0069_C2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

17

Treybal, R. E. 1981. Mass Transfer Operation, 3th ed., p.p. 34-37, 88. Mc Graw Hill

International Editions. Singapore.

Van de Velde,.F.,Knutsen, S.H., Usov, A.I., Romella, H.S., and Cerezo, A.S. 2002. 1H

and 13 C High Resolution NMR Spectoscopy of Carrageenans: Aplication in

Research and Industry. Trend in Food Science and Technology, 13, 73-92.

Winarno F.G. 1990. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. Pustaka Sinar Harapan.

Jakarta.

Page 19: Ekstraksi Karagenan_Nita Silviani Arifin_13.70.0069_C2_UNIKA SOEGIJAPRANATA

18

6. LAMPIRAN

6.1. Perhitungan

Rumus:

% Rendemen =berat kering

berat basah× 100%

Kelompok C1

% Rendemen =3 14

40× 100% = 7 85%

Kelompok C2

% Rendemen =3 04

40× 100% = 7 60%

Kelompok C3

% Rendemen =0 28

40× 100% = 0 70%

Kelompok C4

% Rendemen =3 50

40× 100% = 8 75%

Kelompok C5

% Rendemen =2 86

40× 100% = 7 15%

6.2. Laporan Sementara

6.3. Diagram Alir

6.4. Abstrak Jurnal