EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT (TEAMS GAMES TOURNAMENTS) DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN ENERGI DAN USAHA DI SMP Skripsi Oleh : Hesti Purnamasari K.2304026 FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2009
80
Embed
EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE TGT …...TGT (TEAMS GAMES TOURNAMENTS) DITINJAU DARI KEMAMPUAN AWAL TERHADAP PRESTASI ... dengan dinamika perkembangan pendidikan senantiasa
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE
TGT (TEAMS GAMES TOURNAMENTS) DITINJAU DARI
KEMAMPUAN AWAL TERHADAP PRESTASI
BELAJAR SISWA PADA POKOK BAHASAN
ENERGI DAN USAHA
DI SMP
Skripsi
Oleh :
Hesti Purnamasari
K.2304026
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2009
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
”Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar
dapat menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dan dengan
demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya
untuk berfungsi secara adekuat dalam kehidupan masyarakat” (Oemar Hamalik,
2003: 79). Sejalan dengan usaha tersebut, maka pendidikan disesuaikan dengan
perkembangan zaman, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sesuai
dengan dinamika perkembangan pendidikan senantiasa diinginkan sifat-sifat yang
baru yang kualitasnya lebih baik daripada sifat sebelumnya. Pendidikan selalu
diinginkan bertambah maju untuk menciptakan nilai-nilai baru dan membangun
masyarakat baru. Maka dari itu, sistem pendidikan nasional perlu secara sistematis
mengadakan pembaharuan agar anak didik dapat mengembangkan segala potensi
yang ada padanya semaksimal mungkin. Hal tersebut dapat tercapai dengan
mencari dan menerapkan sistem dan metode-metode baru dalam bidang
pendidikan atau pembelajaran (Isjoni, 2006: 2).
”Pendidikan dapat berlangsung secara formal, informal ataupun
nonformal” (Abu Ahmadi, 1991: 105). Dalam pendidikan formal di sekolah, guru
dan siswa memegang peranan yang sangat penting dalam proses belajar mengajar.
”Proses belajar mengajar merupakan suatu kegiatan yang integral antara siswa
sebagai pelajar yang sedang belajar dan guru sebagai pengajar yang sedang
mengajar, sehingga terjadi interaksi timbal balik dalam situasi instruksional”
(Muhibin Syah, 2004: 237). Dari kegiatan belajar mengajar tersebut serta dengan
latihan dan pengalaman yang diperoleh diharapkan nantinya akan terjadi
perubahan tingkah laku ke arah yang positif. ”Tingkah laku yang mengalami
perubahan menyangkut berbagai aspek kepribadian, baik aspek fisik maupun
psikis seperti: perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, pola pikir, apresiasi
maupun sikap” (Slameto, 1995: 3-4).
1
3
”Mengajar bukan merupakan suatu pekerjaan yang mudah. Mengajar
merupakan salah satu komponen dari kompetensi-kompetensi guru dan setiap
guru harus menguasainya serta terampil melaksanakan mengajar itu” (Slameto,
1995: 29). Untuk dapat menjalankan tugas dan tanggung jawabnya itu, guru
berkewajiban merealisasikan segenap upaya yang mengarah pada pengertian
membantu dan membimbing siswa dalam melapangkan jalan menuju perubahan
positif seluruh ranah kejiwaannya (Muhibin Syah, 2004: 181).
Tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran IPA
dinilai masih rendah. Berdasar penelitian yang dilakukan oleh Departemen
Pendidikan Nasional yang menunjukkan bahwa kemampuan siswa SMP
dalam penguasaan IPA secara nasional dinilai masih rendah
kualitas pembelajaran dipengaruhi oleh banyak faktor, baik dari dalam diri siswa
maupun dari luar diri siswa. Faktor dari dalam diri siswa misalnya intelegensi,
minat, sikap, keadaan jasmani, motivasi dan kemampuan awal. Sedangkan faktor
dari luar misalnya lingkungan belajar, kurikulum, serta sarana dan prasarana
sekolah. Seperti yang dikemukakan oleh Basuki wibowo (2001: 2), ”Keberhasilan
kegiatan belajar siswa dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut
dapat bersifat eksternal dan internal, yang kemudian dapat menjadi penghambat
atau penunjang proses belajar mereka”.
Suasana belajar mengajar di sekolah-sekolah sering dijumpai beberapa
masalah, guru telah mengajar dengan baik, ada siswa yang belajar giat, ada siswa
yang pura-pura belajar, dan ada pula siswa yang tidak belajar. Hal ini dikarenakan
guru yang masih menganggap siswa sebagai objek didik dalam proses belajar
mengajar. Anggapan itu terpengaruh oleh konsep tabularasa bahwa anak didik
diibaratkan sebagai kertas putih yang dapat ditulisi sekehendak hati oleh para
guru. Dalam konsep ini siswa seolah-olah ”barang” terserah mau diapakan, mau
dibawa kemana, terserah kepada guru. Sebaliknya guru akan sangat dominan,
ibarat raja dalam kelas (Sardiman, 2004: 111). Banyaknya siswa yang kurang aktif
dalam proses belajar mengajar karena didominasi oleh guru berakibat suasana
kelas terasa gersang, membosankan dan mengikat. Oleh karena itu diperlukan
4
upaya pengembangan pelajaran. Pengembangan pembelajaran yang diperlukan
untuk meningkatkan kualitas pendidikan adalah pembelajaran yang menitik
beratkan kepada siswa sebagai subjek didik dalam proses belajar mengajar.
Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah pengembangan teknis
belajar bersama, saling membantu dan bekerja sebagai sebuah tim (kelompok)
(Slavin, 1995: 2). Sedangkan menurut Effandi Zakaria dan Zanatin Iksan
”Cooperative learning is generally understood as learning that takes place in
small groups where students share ideas and work collaborativelly from each
other”. Jadi pembelajaran kooperatif berarti belajar bersama, saling membantu
dalam pembelajaran agar setiap anggota kelompok dapat mencapai tujuan atau
menyelesaikan tugas yang diberikan dengan baik. Berdasarkan sifat khas bangsa
Indonesia yang suka bekerja sama, pembelajaran kooperatif sangat dimungkinkan
diterapkan di Indonesia. Di dalam pembelajaran kooperatif akan didapatkan
proses kebersamaan dalam pembelajaran. Pembelajaran kooperatif merupakan
salah satu bentuk pengajaran atau pembelajaran yang didasarkan pada teori belajar
konstruktivisme sosial, dimana diyakini bahwa keberhasilan peserta didik akan
tercapai jika setiap anggota kelompoknya berhasil.
Berdasarkan penelitian Julia Nursitawati (2006: 88), model pembelajaran
kooperatif bisa membantu meningkatkan pemahaman siswa terhadap materi
pembelajaran yang ada dikarenakan adanya interaksi siswa di dalam kelompoknya
dan juga adanya interaksi dengan guru sebagai pengajar. Di dalam setiap
kelompok siswa yang berkemampuan lebih tinggi akan membantu dalam proses
pemahaman bagi siswa yang berkemampuan rendah dan siswa yang
berkemampuan sedang akan segera dapat menyesuaikan dalam proses
pemahaman materi. Interaksi dalam setiap kelompok akan berjalan dengan baik
jika setiap kelompok memiliki kemampuan yang heterogen.
Belajar merupakan suatu proses yang kompleks, sebab siswa tidak hanya
sekedar menerima dan menyerap informasi yang diberikan guru, tetapi melibatkan
diri dalam proses untuk mendapatkan ilmu sendiri (Dimyati, 2002: 7). Makin
banyak siswa yang aktif dalam belajar maka prestasi belajar dimungkinkan makin
tinggi. Dalam usaha meningkatkan keaktifan siswa dalam belajar maka perlu
5
dikembangkan melalui pengajaran yang didasarkan pada teori kebersamaan
dengan menggunakan model pembelajaran kooperatif.
Berdasarkan pemikiran tersebut maka penulis ingin meneliti apakah ada
pengaruh penggunaan model pembelajaran kooperatif ditinjau dari kemampuan
awal terhadap prestasi belajar siswa dalam mata pelajaran fisika sehingga penulis
mengambil judul ” EKSPERIMENTASI PEMBELAJARAN KOOPERATIF
TIPE TGT (TEAMS GAMES TOURNAMENTS) DITINJAU DARI
KEMAMPUAN AWAL TERHADAP PRESTASI BELAJAR SISWA PADA
POKOK BAHASAN ENERGI DAN USAHA DI SMP ”
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan diatas, maka
dapat diidentifikasikan masalah-masalah yang timbul antara lain :
1. Tingkat penguasaan peserta didik terhadap materi pelajaran IPA dinilai masih
rendah.
2. Banyaknya siswa yang kurang aktif dalam proses belajar mengajar karena
didominasi oleh guru yang menyebabkan suasana belajar menjadi
membosankan dan mengikat.
3. Adanya guru yang masih menganggap siswa sebagai objek didik dalam proses
belajar mengajar.
4. Faktor internal dan eksternal berpengaruh terhadap keberhasilan belajar siswa.
C. Pembatasan Masalah
Agar penelitian ini terfokuskan, lebih efektif dan efisien maka objek
penelitian perlu dibatasi pada hal-hal sebagai berikut :
1. Pengajaran dilakukan dengan model pembelajaran kooperatif tipe TGT dan
tipe jigsaw II.
2. Faktor dari dalam diri siswa yang diungkapkan dalam penelitian ini adalah
kemampuan awal siswa.
3. Prestasi belajar siswa dibatasi pada kemampuan kognitif dan kemampuan
afektif siswa.
6
D. Perumasan Masalah
Berdasarkan identifikasi dan pembatasan masalah diatas maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Adakah pengaruh penggunaan model kooperatif tipe Teams Games
Tournaments (TGT) dengan Jigsaw II terhadap prestasi belajar ranah kognitif
siswa pada pokok bahasan energi dan usaha?
2. Adakah pengaruh kemampuan awal kategori tinggi dengan kemampuan awal
kategori rendah terhadap prestasi belajar ranah kognitif siswa pada pokok
bahasan energi dan usaha?
3. Adakah interaksi pengaruh antara penggunaan model kooperatif dan
kemampuan awal siswa terhadap prestasi belajar ranah kognitif siswa pada
pokok bahasan energi dan usaha?
4. Adakah pengaruh penggunaan model kooperatif tipe Teams Games
Tournaments (TGT) dengan Jigsaw II terhadap prestasi belajar ranah afektif
siswa pada pokok bahasan energi dan usaha?
5. Adakah pengaruh kemampuan awal kategori tinggi dengan kemampuan awal
kategori rendah terhadap prestasi belajar ranah afektif siswa pada pokok
bahasan energi dan usaha?
6. Adakah interaksi pengaruh antara penggunaan model kooperatif dan
kemampuan awal siswa terhadap prestasi belajar ranah afektif siswa pada
pokok bahasan energi dan usaha?
E. Tujuan Penelitian
Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk :
1. Mengetahui ada atau tidaknya pengaruh penggunaan model kooperatif tipe
Teams Games Tournaments (TGT) dengan Jigsaw II terhadap prestasi belajar
ranah kognitif siswa pada pokok bahasan energi dan usaha.
2. Mengetahui ada atau tidaknya pengaruh kemampuan awal kategori tinggi
dengan kemampuan awal kategori rendah terhadap prestasi belajar ranah
kognitif siswa pada pokok bahasan energi dan usaha.
7
3. Mengetahui ada atau tidaknya interaksi pengaruh antara penggunaan model
kooperatif dan kemampuan awal siswa terhadap prestasi belajar ranah kognitif
siswa pada pokok bahasan energi dan usaha.
4. Mengetahui ada atau tidaknya pengaruh penggunaan model kooperatif tipe
Teams Games Tournaments (TGT) dengan Jigsaw II terhadap prestasi belajar
ranah afektif siswa pada pokok bahasan energi dan usaha.
5. Mengetahui ada atau tidaknya pengaruh kemampuan awal kategori tinggi
dengan kemampuan awal kategori rendah terhadap prestasi belajar ranah
afektif siswa pada pokok bahasan energi dan usaha.
6. Mengetahui ada atau tidaknya interaksi pengaruh antara penggunaan model
kooperatif dan kemampuan awal siswa terhadap prestasi belajar ranah afektif
siswa pada pokok bahasan energi dan usaha.
F. Manfaat Penelitian
Setelah perumusan masalah diatas diperoleh jawabannya, diharapkan
penelitian ini berguna untuk :
1. Memberikan masukan kepada guru dan calon guru agar dapat memilih
pendekatan dan metode yang tepat dalam penyampaian materi.
2. Memberikan informasi dan gambaran kepada guru dan calon guru mengenai
penggunan model kooperatif tipe TGT dan tipe jigsaw II yang menampilkan
kegiatan proses belajar sambil bermain
3. Memberi masukan kepada guru dan calon guru yang mengadakan penelitian
selanjutnya yang berhubungan dengan penelitian ini dalam ruang lingkup yang
lebih luas dan pembahasan yang lebih mendalam.
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kajian Teori
1. Belajar dan Mengajar
a. Belajar
1) Pengertian Belajar
Umumnya masyarakat beranggapan bahwa belajar adalah kegiatan
menghafal data-data atau informasi yang tersaji dalam materi pelajaran. Namun
sebenarnya yang dinamakan belajar tidak sebatas pada perbuatan menghafal, akan
tetapi banyak sekali perbuatan yang termasuk kegiatan belajar (Muhibin Syah,
2004: 89).
Belajar bukan hanya menghafal dan bukan pula mengingat. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuannya, pemahamannya, sikap dan tingkah lakunya, kecakapan dan kemampuannya, daya kreasinya, daya penerimaannya dan lain aspek yang ada pada individu (Nana Sudjana, 1998: 28). Perubahan-perubahan itu terbentuk kemampuan-kemampuan baru yang dimiliki dalam waktu relatif lama. Sedangkan menurut Hilgard dan Bower yang dikutip oleh Ngalim Purwanto : ”Belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seseorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya berulang-ulang dalam situasi itu, dimana perubahan tingkah laku itu dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon pembawaan, kematangan, keadaan-keadaan sesaat seseorang (misalnya kelelahan, pengaruh obat dan sebagainya)”(Ngalim Purwanto, 1992: 84). Perubahan itu bersifat konstan dan berbekas.
Pengertian belajar yang serupa seperti pendapat para pakar di atas
dikemukakan oleh Slameto (1995: 2) bahwa ”belajar adalah suatu proses usaha
yang dilakukan seseorang untuk memperoleh sesuatu perubahan tingkah laku
yang baru secara keseluruhan sebagai hasil pengalamannnya sendiri dalam
interaksi dengan lingkungannya”.
Berdasarkan pengertian belajar yang dikemukakan oleh para pakar
pendidikan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa belajar adalah suatu proses
7
9
perubahan tingkah laku pada individu yang bersifat permanen sebagai hasil dari
pengalaman yang diperoleh dan adanya interaksi dengan lingkungan.
2). Prinsip-prinsip Belajar
Prinsip-prinsip belajar yang dikemukakan oleh Roestiyah (1989: 159):
a) Siswa harus diusahakan berpartisipasi aktif. b) Belajar bersifat keseluruhan dan materi harus memiliki struktur. c) Dapat menimbulkan reinforcement dan motivasi pada siswa. d) Belajar merupakan proses yang kontinue, maka harus tahap demi tahap
menurut perkembangannya. e) Dapat mengembangkan kemampuan tertentu sesuai dengan tujuan
instruksional yang dicapainya. f ) Perlu ada interaksi anak dengan lingkungannya. g) Repetisi, dalam proses belajar perlu ulangan berkali-kali agar
pengertian itu mendalam pada anak. Guru diharapkan dapat memahami dan menjalankan dengan baik
kesepuluh prinsip di atas agar dalam proses mengajar dapat membangkitkan minat
siswa guna meningkatkan prestasi belajarnya. Siswa harus diusahakan
berpartisipasi aktif sehingga proses belajar mengajar menjadi berkualitas karena
proses interaksi terjadi diantara guru dan siswa. Belajar juga harus dilakukan
secara bertahap dan secara keseluruhan sehingga siswa bisa mengembangkan
kemampuannya.
3). Tujuan Belajar
Tujuan belajar merupakan komponen sistem pembelajaran yang sangat
penting, karena semua komponen yang ada dalam sistem pembelajaran
dilaksanakan atas dasar pencapaian tujuan belajar. Dalam usaha pencapaian tujuan
belajar perlu diciptakan adanya sistem lingkungan belajar yang baik. Sistem
lingkungan yang baik itu terdiri dari komponen-komponen pendukung antara lain
tujuan belajar yang akan dicapai, bahan pengajaran yang digunakan mencapai
tujuan, guru dan siswa yang memainkan peranan dalam pembelajaran, jenis
kegiatan dan sarana prasarana yang tersedia.
Menurut Bloom tujuan belajar dikelompokkan menjadi tiga kelompok
yakni kognitif, afektif dan psikomotorik.
10
Ranah kognitif meliputi 6 tingkatan yaitu pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis dan evaluasi. Ranah afektif (sikap) meliputi kemampuan menerima, kemampuan menanggapi berkeyakinan, penerapan kerja dan ketelitian. Sedangkan ranah psikomotor meliputi gerak tubuh, koordinasi gerak, komunikasi non verbal dan perilaku berbicara (Gino,1997: 19).
Tiap-tiap tujuan belajar tertentu mebutuhkan sistem lingkungan tertentu
yang relevan. Sistem lingkungan belajar untuk mencapai tujuan belajar kognitif
berbeda dengan lingkungan yang diarahkan untuk mencapai tujuan belajar afektif
maupun psikomotorik. Ketiga ranah tujuan belajar ini diharapkan bisa
dipahamioleh guru sehingga bisa tercapai tujuan belajar yang diharapkan.
b. Mengajar
1).Pengertian Mengajar
Mengajar merupakan suatu kegiatan menyampaikan pesan berupa
pengetahuan, keterampilan dan penanaman sikap-sikap tertentu dari guru kepada
peserta didik. Sebenarnya kegiatan mengajar bukan sekedar menyangkut
persoalan penyampaian pesan-pesan dari seorang guru kepada peserta didik, tetapi
menyangkut persoalan guru membimbing dan melatih peserta didik untuk belajar.
Definisi tentang mengajar dikemukakan oleh Slameto (1995: 30)
mengutip dari pakar negara-negara maju yang mengemukakan bahwa ”Mengajar
adalah bimbingan kepada siswa dalam proses belajar”. Pengertian ini menunjukan
bahwa yang aktif adalah siswa yang mengalami proses belajar. Sedangkan guru
membimbing, menunjukkan jalan dengan cara memperhitungkan kepribadian
siswa.
Mulyani Sumantri dan Johar Permana mengutip dari T.Raka Joni tentang
pengertian mengajar sebagai pencipta dan suatu sistem lingkungan yang
memungkinkan terjadinya proses belajar (2001: 21).
Sedangkan menurut Nana Sudjana (1996: 7) ”Mengajar adalah
membimbing kegiatan siswa belajar, mengatur, dan mengorganisasi lingkungan
yang ada di sekitar siswa sehingga dapat mendorong dan menumbuhkan siswa
melakukan belajar”.
11
Menurut pengertian ini dapat dilihat bahwa mengajar sebagai proses,
yaitu proses yang dilakukan oleh guru dalam menumbuhkan kegiatan belajar
siswa. Dengan perkataan lain, hasil proses mengajar adalah kegiatan belajar siswa.
2). Prinsip-prinsip Mengajar
Guru harus berhadapan dengan sekelompok manusia yang memerlukan
bimbingan dan pembinaan untuk menuju kedewasaan, sehingga sadar akan
tanggung jawab masing-masing. Karena tugas guru yang berat tersebut, maka
guru harus mempunyai prinsip-prinsip mengajar seperti yang dikemukakan oleh
Slameto (1995: 35-39) sebagai berikut :
a) Perhatian Waktu mengajar guru harus dapat membangkitkan perhatian siswa pada pelajaran yang diberikan sehingga pelajaran tersebut dapat diterima, dihayati dan diolah siswa sehingga menimbulkan pengertian dari diri siswa.
b) Aktivitas Guru perlu menumbuhkan aktivitas siswa baik aktivitas berpikir maupun berbuat dalam proses belajar mengajar.
c) Appersepsi Setiap guru dalam mengajar perlu mengembangkan pelajaran yang akan diberikan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa ataupun pengalamannya.
d) Peragaan Guru harus menggunakan bermacam-macam media dalam penyampaian materinya. Hal ini ditujukan agar siswa tidak merasa bosan, dan lebih terangsang dalam berpikir dalam rangka membentuk struktur kognitif dalam jiwa siswa.
e) Repetisi Guru perlu mengulang-ulang pelajaran dalam menjelaskan suatu unit pelajaran, karena pelajaran yang sering diulang akan memberikan tanggapan yang jelas dan tidak akan mudah dilupakan.
f) Korelasi Guru harus memperhatikan hubungan antar setiap mata pelajaran dalam mengajar sehingga dapat memperluas pengetahuan siswa.
g) Konsentrasi Guru harus konsentrasi dalam berbagai situasi yang dijumpainya selama mengajar sehingga proses belajar mengajar tidak menyimpang.
h) Sosialisasi Siswa hendaknya diberi kesempatan untuk melaksanakan kegiatan bersama walaupun berada di dalam kelas maupun di luar kelas dalam
12
menerima pelajaran, karena bekerja di alam kelompok dapat meningkatkan cara berpikir siswa untuk memecahkan masalah secara baik.
i) Individualisasi Siswa merupakan makhluk yang unik, yang mempunyai perbedaan yang khas antara yang satu dengan yang lainnya. Dalam hal ini guru dituntut untuk dapat mendalami perbedaan tersebut sehingga dapat melayani pendidikan tanpa menyimpang dari tujuan.
j) Evaluasi Semua kegiatan belajar mengajar perlu evaluasi, dengan begitu baik siswa maupun guru dapat termotivasi untuk meningktkan peran aktifnya guna keberhasilan proses belajar mengajar.
Guru diharapkan dapat memahami dan menjalankan dengan baik
kesepuluh prinsip di atas agar dalam proses mengajar dapat membangkitkan minat
siswa guna meningkatkan prestasi belajarnya. Disamping itu guru perlu
membangkitkan siswa agar belajar dengan perasaan senang, karena belajar akan
efektif jika dilakukan pada kondisi senang. Guru harus memulai dari apa yang
telah diketahui sebelumnya, sehingga diharapkan siswa mempunyai pemahaman
yang baik karena yang mereka pelajari adalah hal-hal yang telah ada pada mereka.
Atau secara singkat dapat dinyatakan bahwa dalam mengajar perlu
memperhatikan prinsip-prinsip mengajar. Kegiatan mengajar merupakan
serangkaian kegiatan yang bertujuan untuk menciptakan kondisi yang
memungkinkan terjadinya interaksi antara siswa dengan guru dalam rangka
mencapai tujuan pembelajaran. Hal ini dilakukan sedemikian rupa agar membantu
perkembangan siswa secara optimal, baik perkembangan fisik, maupun mental
sehingga yang berperan aktif dalam proses belajar mengajar adalah siswa itu
sendiri dan guru hanya fasilitator dan pembimbing siswa dalam proses belajar
mengajar.
2. Pengajaran Fisika di SMP
a. Pengertian Fisika
Fisika merupakan salah satu cabang dari IPA. Untuk mengetahui arti
Fisika perlu diketahui dahulu pengertian IPA. Menurut Fisher, yang dikutip oleh
Muhammad Amien (1987: 3) menyatakan bahwa ”IPA adalah salah satu
13
kumpulan pengetahuan yang tersusun secara sistematis yang di dalamnya secara
umum terbatas pada gejala alam”.
Pengertian Fisika dapat diperoleh dari beberapa pendapat para pakar
diantaranya :
1) Bronckhaus (1972) ”Fisika adalah ilmu yang mempelajari tentang kejadian
alam yang memungkinkan penelitian dengan percobaan, pengukuran yang
didapat, serta penyajian secara sistematis dan berdasarkan peraturan-peraturan
umum” (Herbert Druxes, 1986: 3).
2) Gerthsen menyatakan bahwa ”Fisika adalah suatu teori yang menerangkan
gejala-gejala alam sesederhananya dan berusaha menemuka hubungan antara
kenyataan-kenyataannya. Persyaratan pemecahan persoalannya adalah dengan
Menurut pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa fisika adalah
cabang ilmu pengetahuan yang mempelajari tentang gejala-gejala alam serta
interaksinya dan menerangkan bagaimana gejala alam tersebut terukur melalui
pengamatan-pengamatan dan penyelidikan-penyelidikan.
b. Tujuan Pengajaran Fisika di SMP
Fisika mempunyai peranan yang sangat penting dalam kehidupan sehari-
hari, sehingga perlu diberikan dalam dunia penidikan. Sesuai dengan
perkembangan ilmu dan teknologi, pengajaran fisika di sekolah khususnya di
Sekolah Menengah Pertama (SMP) juga mengalami perkembangan. Sejalan
dengan itu, maka dilaksanakan usaha untuk menyempurnakan Garis-Garis Besar
Program Pengajaran (GBPP) fisika di SMP. Sesuai dengan GBPP dalam
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan 2006, pemberian mata pelajaran IPA di
SMP bertujuan agar ”Siswa memperoleh kompetensi dasar ilmu pengetahuan dan
teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri”
(E. Mulyasa, 2007: 20)
14
c. Fungsi Pengajaran Fisika di SMP
Adapun fungsi mata pelajaran fisika di Sekolah Menengah Pertama
(SMP) seperti yang dikemukakan oleh Widha Sunarno (2001: 4) yaitu:
1). Menanamkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasakan keindahan yang terkandung dalam aturan alam ciptaan-Nya.
2). Memupuk sikap ilmiah yang mencakup :sikap jujur dan obyektif terhadap data, sikap terbuka yaitu bersedia menerima pendapat orang lain serta mau mengubah pandangannya jika ada bukti bahwa pandangannya tidak benar.
3). Memperoleh pengalaman dalam penerapan metode ilmiah melalui percobaan atau eksperimen, dimana siswa melakukan pengujian hipotesis dengan merancang eksperimen melalui pemasangan instrumen, pengambilan, pengolahan dan interpretasi data serta mengkomunikasikan hasil eksperimen secara lisan dan tulisan.
4). Mengembangkan kemampuan berpikir analitis deduktif dengan menggunakan berbagai konsep dan prinsip fakta untuk menjelaskan berbagai peristiwa alam dan penyelesaian masalah baik secara kualitatif maupun kuantitatif dengan menggunakan matematika sederhana.
5). Menguasai berbagai konsep dan prinsip fisika untuk mengembangkan pengetahuan, ketrampilan, dan sikap percaya diri sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi.
6). Pembentukan sikap yang positif terhadap fisika, yaitu merasa tertarik untuk mempelajari fisika lebih lanjut karena merasa keindahan dalam keteraturan perilaku alam serta keampuhan fisika dalam menjelakan berbagai peristiwa alam dan penerapan fisika dalam teknologi.
Berdasarkan hal-hal di atas, diharapkan pembelajaran fisika di Sekolah
Menengah Pertama (SMP) tidak hanya penguasaan prinsip dan hukum saja, tetapi
penelitian dan penemuan serta pemecahan masalah dengan kemampuan sendiri.
Dengan demikian siswa akan terbekali dengan pengetahuan untuk diterapkan
dalam kehidupan sehari-hari.
3. Pembelajaran Kooperatif
Pembelajaran kooperatif merupakan sebuah pengembangan teknis
belajar bersama, saling membantu dan bekerja sebagai sebuah tim (kelompok).
Jadi pembelajaran kooperatif berarti belajar bersama, saling membantu dalam
15
pembelajaran agar setiap anggota kelompok dapat mencapai tujuan atau
menyelesaikan tugas yang diberikan dengan baik.
Slavin (1995: 2) mendefinisikan secara spesifik model pembelajaran
kooperatif sebagai ”...model pembelajaran dimana siswa bekerja sama dalam
suatu kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan yang berbeda dan saling
berinteraksi antar anggota kelompok”. Sedangkan menurut Effandi Zakaria dan
Zanatin Iksan, ”Cooperative learning is grounded in the belief that learning in
sharing ideas and work cooperatively to complete academic tasks”. Di dalam
pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok kecil
yang terdiri dari 4-5 orang siswa”. Setiap kelompok yang heterogen maksudnya
terdiri dari campuran kemampuan siswa, jenis kelamin dan suku.
Slavin (1995: 5) membedakan pembelajaran kooperatif dalam beberapa
tipe yaitu:
1) Student Team Achievement Division ( STAD )
2) Teams Games Tournaments ( TGT )
3) Team Assisted Individualization ( TAI )
4) Cooperative Integrated Reading And Composition ( CIRC )
5) Jigsaw
Kelebihan model pembelajaran kooperatif yaitu: 1) Meningkatkan kemampuan siswa 2) Meningkatkan rasa percaya diri 3) Menumbuhkan keinginan untuk menggunakan pengetahuan dan keahlian
yang ada 4) Memperbaiki hubungan antar kelompok Kelemahan model pembelajaran kooperatif yaitu: 1) Memerlukan persiapan yang rumit untuk melaksanakannya 2) Bila terjadi persaingan negatif maka hasilnya akan buruk 3) Bila ada siswa yang malas atau ada yang ingin berkuasa maka dalam
kelompok akan terjadi kesenjangan sehingga usaha kelompok tidak berjalan sebagaimana mestinya. (Slavin, 1995: 2) Pembelajaran kooperatif membuat setiap siswa saling bekerja sama satu
lain, berdiskusi dan berpendapat, menilai kemampuan pengetahuan dan saling
mengisi kekurangan anggota lainnya. Apabila dapat diorganisasikan secara tepat
maka siswa akan lebih menguasai konsep yang diajarkan. Bagi siswa yang kurang
16
mampu mereka akan diberi masukan dari teman-teman satu kelompoknya yang
mempunyai kemampuan lebih. Dan bagi siswa yang mampu, diharapkan bisa
lebih berkembang dengan menyalurkan pengetahuannya kepada siswa yang
kurang mampu.
Tipe pembelajaran kooperatif yang digunakan dalam penelitian ini
adalah Teams Games Tournaments dan Jigsaw II.
a). Teams Games Tournaments (TGT)
Salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif adalah tipe TGT.
TGT pertama kali dikembangkan oleh David de Vries dan Keith Edward di
Universitas John Hopkins. Pelaksanaan TGT di bagi menjadi tiga tahap
pembelajaran (Slavin, 1995: 84-90) yaitu :
(1) Tahap Presentasi Kelas (Penyampaian Materi Pelajaran)
(a) Pendahuluan
Materi pelajaran disampaikan melalui pengajaran secara
langsung di kelas. Disini guru menekankan pada apa yang akan
dipelajarai siswa. Ini dilakukan untuk mendorong siswa supaya lebih
siap belajar dalam mempelajari konsep yang akan dipelajari. Presentasi
kelas dalam TGT berbeda dengan pengajaran biasa. Dalam hal ini
siswa harus penuh perhatian, karena apa yang akan dipelajarinya akan
diterapkan dalam kuis, dan skor kuis mereka akan membedakan skor
kelompoknya. Dalam prakteknya, guru memotivasi siswa dengan
memberikan pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan materi
yang akan dipresentasikan tapi yang berhubungan dengan kejadian
yang dialami sendiri oleh siswa.
(b) Pengembangan
1) Guru menentukan tujuan-tujuan pembelajaran yang hendak dicapai.
2) Menekankan pada siswa bahwa pada pembelajaran kooperatif,
belajar adalah memahami arti dan bukannya menghafal.
3) Mengontrol pemahaman siswa sesering mungkin.
4) Memberikan penjelasan mengenai alasan mengapa jawaban benar
atau salah.
17
5) Beralih ke konsep yang lain apabila siswa sudah menguasai pokok
masalahnya.
(c) Praktek Terkendali
Guru memanggil siswa secara acak untuk menyelesaikan
soal. Hal ini dilakukan agar semua siswa mempersiapkan diri dengan
jawabannya sendiri. Setelah siswa memberikan jawaban, guru segera
memberikan penjelasan yang berkaitan dengan soal tersebut.
(2) Kegiatan Kelompok
Tiap kelompok terdiri atas 4 atau 5 siswa yang pembagiannya
didasarkan atas kemampuan / kepandaian siswa. Selama kegiatan
kelompok berlangsung, masing-masing siswa bertugas untuk mempelajari
materi yang disajikan oleh guru dan saling membantu apabila ada teman
satu kelompok yang belum menguasai materi tersebut. Guru akan
membagikan lembar kegiatan untuk dikerjakan siswa. Disini guru
menekankan pada siswa bahwa lembar kegiatan untuk dipelajari. Apabila
siswa mempunyai suatu permasalahan, sebaiknya ditanyakan terlebih
dahulu pada anggota kelompoknya, jika tidak mampu baru ditanyakan ke
guru. Dalam prakteknya, langkah-langkahnya sebagai berikut :
- membagi anggota kelompok berdasar atas kemampuan siswa.
- menjelaskan pada siswa arti bekerja dalam kelompok.
- menjelaskan aturan kelompok.
- membagikan LKS dan lembar jawab untuk setiap kelompok.
- kelompok mendiskusikan kegiatan yang ada dalam LKS dan berusaha
menjawab pertanyaan yang ada di LKS pada lembar jawab yang
tersedia.
- mengingatkan siswa, jika mempunyai pertanyaan harus ditanyakan
terlebih dahulu pada anggota kelompoknya sebelum bertanya pada guru.
- guru mengontrol jalannya diskusi kelompok dengan berkeliling kelas,
memuji kelompok yang bekerja dengan baik, duduk pada masing-masing
kelompok untuk mendengar bagaimana anggota kelompok bekerja.
18
(3).Permainan dan Pertandingan
Permainan berisi pertanyaan-pertanyaan yang didisain untuk
mengetes hasil pengetahuan siswa dari presentasi kelas dan kegiatan
kelompok.
Pertandingan disini adalah bagaimana struktur permainan berjalan.
Pertandingan biasa diselenggarakan di akhir minggu atau akhir sub pokok
bahasan setelah guru presentasi kelas dan kelompok berlatih dengan
lembar kerja siswa (LKS). Pertandingan dimainkan pada meja dengan
beberapa pemain, masing-masing dari kelompok yang berbeda. Pada tiap
meja berisi pemain, kartu bernomor, pertanyaan-pertanyaan bernomor
pada lembaran kertas, lembar penilaian pertandingan, dan lembar jawaban
soal. Seorang pemain mengambil kartu yang bernomor dan berusaha
menjawab pertanyaan sesuai nomor kartu yang telah diambil. Pemain yang
tidak bisa menjawab pertanyaan diijinkan untuk menantang pemain yang
lain.
(4).Penghargaan Tim
Setelah mengikuti pertandingan, guru akan menentukan kejuaraan
dari kegiatan tersebut. Nilai dari masing-masing kelompok dirangking dan
untuk kelompok yang mempunyai nilai tertinggi akan memperoleh
penghargaan atau sejenisnya.
Secara skematis, model pembelajaran kooperatif tipe TGT dapat
dilihat pada gambar 2.1.
b). Jigsaw II
”Pembelajaran jigsaw dikembangkan oleh Elliot Aronson pada
tahun 1978” (Slavin, 1995: 122). Jigsaw II merupakan modifikasi dari jigsaw.
Jigsaw II mirip dengan jigsaw asli tapi juga memiliki beberapa perbedaan
yang penting. Pada jigsaw asli, siswa membaca bagian yang berbeda dengan
apa yang dibaca teman satu tim, sedangkan pada jigsaw II siswa membaca
keseluruhan materi agar memiliki gambaran besar suatu materi. Waktu
pembelajaran jigsaw asli juga lebih sedikit daripada jigsaw II, tahap membaca
juga relatif pendek, hanya sebagian dari keseluruhan bab yang dipelajari.
19
Pembelajaran jigsaw II seperti halnya dengan tipe-tipe model
pembelajaran kooperatif lainnya, siswa belajar pada tim yang berbeda
kemampuan awalnya. Siswa mendapatkan bagian atau unit untuk dibaca dan
diberi ”lembar ahli” yang terdiri dari topik-topik yang berbeda untuk masing-
masing anggota tim fokuskan pada saat membaca. Ketika semua siswa sudah
selesai membaca, siswa dari tim yang berbeda dengan topik yang sama
bertemu dalam ”grup ahli” untuk mendiskusikan topik mereka. Ahli-ahli
tersebut kemudian kembali ke tim mereka masing-masing dan mengajarkan
pada anggota timnya tentang topik mereka. Pada akhirnya, siswa diberi
penilaian yang mencakup keseluruhan topik dan skor kuis menjadi skor tim.
Nilai-nilai yang disumbangkan ke tim berdasarkan peningkatan nilai individu,
dan siswa pada tim nilai tertinggi berhak menerima sertifikat atau
penghargaan. Dengan demikian, siswa termotivasi untuk belajar materi
dengan baik dan bekerja keras dalam ”grup ahli” agar bisa menyumbangkan
nilai yang baik bagi tim. Kunci dari jigsaw adalah setiap siswa bergantung
pada anggota timnya untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan agar
memperoleh nilai yang baik pada saat kuis.
Slavin mengemukakan persiapan pembelajaran jigsaw II (1995:
122-126) meliputi:
(1) Materi Untuk membuat materi pada jigsaw II, langkah-langkahnya yaitu memilih satu atau lebih bab yang mencakup untuk dua atau tiga hari kemudian membuat ”lembar ahli” untuk masing-masing bab kemudian membuat kuis sebagai penilaian untuk setiap bab.
(2) Penempatan siswa ke tim Setiap tim terdiri dari 4-5 anggota yang berbeda kemampuan awalnya. Tidak boleh membiarkan siswa memilih sendiri timnya untuk menghindari adanya siswa dengan kemampuan awal yang sama dalam anggota tim.
(3) Penempatan siswa ke ”grup ahli” Guru menempatkan siswa ke ”grup ahli” secara sederhana dan acak untuk setiap tim. Yang harus diperhatikan adalah pada setiap ”grup ahli” terdiri dari siswa yang berkemampuan tidak sama.
(4) Penilaian Lembar skor kuis digunakan untuk mencatat nilai-nilai yang diperoleh masing-masing siswa.
20
(5) Penghargaan tim Setiap tim yang sukses akan mendapatkan penghargaan dalam rangka menghargai usaha mereka. Penghargaan bisa berupa hadiah, sertifikat atau penghargaan lain yang sejenis.
Kegiatan-kegiatan pada pembelajaran jigsaw II menurut Slavin
(1995: 124-126) antara lain:
(1) Membaca Pada kegiatan membaca, siswa menerima topik ahli dan membaca materi untuk mendapatkan informasi mengenai topik mereka. Sebagai alternatif, siswa dibiarkan membaca terlebih dahulu kemudian membagikan topik ahli. Ini membuat siswa mendapatkan gambaran besar sebelum mereka kembali membaca untuk mendapat informasi sesuai topik mereka masig-masing.
(2) Diskusi grup ahli Siswa dengan topik ahli yang sama bersama pada satu meja untuk mendiskusikan topik mereka. Sebagai pimpinan diskusi, guru menunjuk salah satu siswa. Pimpinan diskusi tidak harus siswa yang pintar, dan semua siswa harus mempunyai kesempatan mengisi peran ini pada suatu waktu. Tugas pimpinan diskusi adalah memimpin diskusi dan memastikan kalau semua anggota ikut berpartisipasi. Tugas dari setiap anggota grup ahli adalah membagi informasi yang diketahui dengan grup dan harus membuat catatan dari setiap poin yang didiskusikan.
(3) Laporan tim Siswa harus kembali ke timnya masig-masing dari diskusi grup ahli dan mempersiapkan diri untuk mengajarkan topiknya pada anggota tim. Guru menekankan pada setiap siswa bahwa mereka bertanggung jawab pada anggota timnya untuk menjadi ”guru” yang baik sebagaimana menjadi ”pendengar” yang baik.
(4) Test Guru mengadakan kuis dan memberikan waktu yang cukup untuk
setiap siswa menyelesaikan. Secara skematis, model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw II dapat
dilihat pada gambar 2.2.
21
Gambar 2.1 Skema Model Pembelajaran Kooperatif Tipe TGT
Pembentukan Kelompok
Presentasi Kelas oleh Guru
Pelaksanaan Kegiatan Kelompok
Berdasarkan Kemampuan Awal Siswa
Pelaksanaan Permainan dan Pertandingan
Penghargaan Kelompok
Pembentukan Kelompok Berdasarkan Kemampuan Awal Siswa
Kegiatan Membaca Materi dalam Kelompok
Pembagian Topik Ahli untuk Masing-masing Anggota Kelompok
Penempatan Siswa ke Meja Pertandingan
Kegiatan Membaca Materi Sesuai Topik Ahli
Pelaksanaan Diskusi Grup Ahli oleh Siswa yang
Mempunyai Topik Sama
22
Gambar 2.2 Skema Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw II
4. Kemampuan Awal
Kemampuan, karakteristik dan segala aktivitas yang dilakukan oleh
siswa berpengaruh terhadap keberhasilan proses belajar mengajar. Gagne yang
dikutip oleh Ratna Wilis Dahar (1998: 134) menyatakan bahwa ”Penampilan-
penampilan yang diamati sebagai hasil-hasil belajar adalah kemampuan-
kemampuan”. Menurut Abdul Ghafur (1982: 57) ”Kemampuan awal dan
karakteristik siswa adalah pengetahuan dan ketrampilan yang relevan termasuk di
dalamnya antara lain latar belakang informasi karakteristik siswa yang telah ia
miliki pada saat akan mengikuti suatu pengajaran”. Sedangkan menurut Gagne
yang dikutip oleh Nana Sudjana (1991: 158) ”Kemampuan awal atau pengetahuan
yang dimiliki oleh seseorang sebelum mendapat kemampuan atau pengetahuan
baru yang lebih tinggi”. Jadi, dapat disimpulkan bahwa kemampuan awal adalah
pengetahuan yang dimiliki seseorang pada saat akan mengikuti suatu program
pengajaran.
Menurut Ngalim Purwanto (2003: 55-57), faktor-faktor yang
mempengaruhi kemampuan awal antara lain :
a. Pembentukan Pembentukan adalah segala keadaan di luar diri seseorng yang dapat
mempengaruhi perkembangan intelegensi, misalnya lingkungan. b. Pembawaan Pembawaan ini ditentukan oleh sifat-sifat dan ciri-ciri yang dibawa sejak lahir. c. Kematangan Setiap orang mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Kadar gizi
mempunyai pengaruh yang besar terhadap perkembangan intelektualnya. Sehingga akan berkembang sesuai perkebangan fisik dan mentalnya.
Laporan Hasil Diskusi Grup Ahli pada Kelompok
Test Penilaian (Kuis) Pemberian Penghargaan Kelompok
23
d. Minat dan Pembawaan yang Khas Minat mengarahkan perbuatan kepada suatu tujuan dan merupakan dorongan
bagi perbuatan itu. e. Kebebasan Kebebasan berarti bahwa manusia dapat memilih metode-metode tertentu
dalam memecahkan masalah.
Menurut Kozma dalam Abdul Gafur (1982: 60-61) teknik yang
digunakan untuk mengetahui kemampuan awal ada 4 yaitu :
a. Menggunakan catatan atau dokumen yang tersedia b. Menggunakan tes pra-syarat dan tes awal (pre-requisite dan pre-test) c. Mengadakan konsultasi individu d. Menggunakan angket
Kemampuan awal sangat berpengaruh dalam keberhasilan proses belajar
mengajar oleh karena itu kemampuan awal sering diikutsertakan sebagai titik
tolak dalam perencanaan dan pengelolaan pengajaran. Dalam pelajaran fisika
kemampuan awal merupakan pengetahuan suatu konsep yang akan digunakan
untuk menjelaskan konsep fisika selanjutnya. Diharapkan siswa yang mempunyai
kemampuan awal tinggi memperoleh hasil akhir yang tinggi jika dibandingkan
dengan siswa yang mempunyai kemampuan awal rendah tetapi tidak menutup
kemungkinan siswa yang mempunyai kemampuan awal rendah memperoleh hasil
yang tinggi pula.
5. Prestasi Belajar
Berhasil atau tidaknya suatu proses belajar mengajar dapat dilihat dari
hasil balajarnya. Hasil belajar seorang siswa dapat ditunjukkan dari prestasi yang
dicapainya. Sutratinah Tirtonegoro (2001: 43),”Prestasi belajar adalah penilaian
hasil usaha kegiatan belajar yang dinyatakan dalam bentuk simbol, angka, huruf,
maupun kalimat yang dapat mencerminkan hasil yang sudah dicapai oleh setiap
anak dalam periode tertentu”.
Prestasi belajar mencakup tiga aspek penilaian yaitu aspek kognitif,
aspek afektif dan aspek psikomotorik. Berikut akan dijelaskan aspek kognitif dan
aspek afektif sebagai prestasi belajar siswa menurut pendapat Cece Rakhmat dan
Didi Suherdi (2001: 50-54) :
24
a). Aspek Kognitif
Kognitif adalah sesuatu yang berhubungan dengan atau melibatkan
suatu kegiatan atau proses memperoleh pengetahuan (termasuk kesadaran,
perasaan dan sebagainya) atau usaha mengenai sesuatu melalui pengalaman
sendiri, juga suatu proses pengenalan dan penafsiran lingkungan oleh
seseorang serta hasil perolehan pengetahuan.
Cara penalaran atau kognitif seseorang terhadap suatu objek selalu
berbeda-beda dengan orang lain. Artinya objek penalaran yang sama mungkin
akan mendapat penalaran yang berbeda dari dua orang atau lebih. Jadi, karena
berbeda dalam penalaran, berbeda pula dalam kepribadian maka terjadilah
perbedaan individu.
Aspek kognitif ini secara garis besar meliputi jenjang-jenjang yang
dikembangkan oleh Bloom diantaranya adalah sebagai berikut :
1) Mengetahui Kemampuan ini merupakan jenjang yang paling rendah dalam ranah
kognitif. Kemampuan mengetahui merupakan kemampuan siswa untuk mengingat atau menghafal sesuatu yang pernah dipelajari sebelumnya.
2) Memahami Jenjang kemampuan ini menunjukkan kepada kemampuan berpikir siswa
untuk memahami bahasa-bahasa atau bahan ajar yang dipelajari, dengan kata lain siswa mampu menerjemahkan an mengorganisasikan bahan-bahan yang diterima kedalam bahasanya sendiri.
3) Menerapkan Kemampuan menerapkan merupakan kemampuan untuk menggunakan
teori-teori, prinsip-prinsip, rumus-rumus atau abstraksi-abstraksi dalam situasi tertentu atau dalam situasi konkret.
4) Menganalisis Kemampuan ini menunjukkan kepada kemampuan siswa untuk
menguraikan suatu keseluruhan atau suatu sistem hubungan kedalam unsur-unsur yang membentuknya.
5) Mensintesis Ini merupakan kemampuan siswa untuk memadukan atau menyatukan
bagian-bagian atau unsur-unsur secara logis menjadi suatu pola struktur yang menunjukkan keseluruhan.
6) Mengevaluasi Kemampuan evaluai merupakan jejang kemampuan kgnitif yang paling
kompleks. Tahap ini menunjukkan kemampuan siswa untuk mempertimbangkan suatu ide, situasi, nilai, dan metode berdasarkan suatu aturan atau kriteria tertentu.
25
Kategori-kategori ini disusun secara hierarkis, sehingga menjadi
taraf-taraf yang semakin bersifat kompleks, nilai dari yang pertama sampai
dengan yang terakhir.
b). Aspek Afektif
Aspek afektif merupakan perilaku siswa dalam menerima dan
menginternalisasikan sesuau yang dikomunikasikan kepadanya sehingga
menjadi bagian yang menyatu dengan dirinya. Aspek perilaku ini biasanya
berkenaan dengan bahan ajar yang berupa nilai, moral, norma, aturan-aturan
perilaku, dan sejenisnya. Perilaku afektif mencakup 5 tahap perilaku yaitu
(Cece Rakhmat dan Didi Suherdi, 2001: 55) :
1) Penerimaan Pada tahap yang dasar ini, mulanya siswa menyadari akan sesuatu
fenomena yang menjadi stimulus baginya. Ia menerima dan memperhatikan stimulus tersebut.
2) Respon Pada tahap ini, secara internal siswa melibatkan diri dan berpartisipasi
aktif terhadap sesuatu yang menjadi stimulus baginya. Ia berkeinginan dan memiliki kepuasan untuk merespon.
3) Penghargaan Pada tahap ini siswa memberikan nilai tertentu kepada sesuatu yang
diterimanya. Ia tidak hanya menerima atau menyetujui tetapi sudah memberikan penghayatan dan makna tertentu serta menjalin keterikatan.
4) Pengorganisasian Setelah siswa memberikan penghargaan dan makna tertentu terhadap
sesuatu yang ia terima, kemudian ia mengorganisasikan hal tersebut ke dalam sistem dan struktur nilai yang telah ia miliki. Jadi, pada tahap ini siswa mengkonseptualisasikan suatu nilai dan mengorganisasikannya ke dalam sistem nilai yang sudah ada.
5) Karakterisasi Pada tahap ini siswa mengintegrasikan dan menetapkan suatu nilai
menjadi bagian terpadu dari dirinya. Hal ini tercermin dalam pola-pola perilakunya seperti teguh dalam pendirian, konsisten dalam bertindak dan punya keyakinan diri.
6. Pokok Bahasan Energi dan Usaha
a. Energi
1). Energi
Benda dan makhluk hidup yang memiliki energi dapat melakukan kerja.
Setiap kali makhluk hidup melakukan kerja, seperti mengangkat buku, berlari
26
mengelilingi lapangan, mengeluarkan energi. Dari contoh tersebut, batasan
energi dapat dinyatakan sebagai kemampuan untuk melakukan kerja. Energi
dapat berubah dari satu bentuk ke bentuk lain.
2). Bentuk-bentuk Energi
Bentuk energi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu energi potensial dan
energi kinetik. Namun, bentuk-bentuk energi yang ada di alam sangat
beragam. Energi-energi tersebut antara lain :
- Energi gerak : yaitu energi yang dimiliki benda yang bergerak. Misalnya,
mobil bergerak, angin bergerak
- Energi potensial : yaitu energi yang dimiliki oleh benda karena kedudukan
benda. Misalnya, energi potensial durian saat masih di pohonnya.
- Energi listrik : yaitu energi yang timbul karena perpindahan muatan-
muatan listrik. Misalnya, listrik batu baterai.
- Energi kalor : yaitu energi yang dapat mempengaruhi suhu, volume, atau
wujud benda. Misalnya, kalor setrika.
- Energi cahaya : yaitu energi yang dapat membuat terang. Misalnya, energi
cahaya matahari.
- Energi otot : yaitu energi dalam tubuh yang terbentuk dari makanan,
minuman dan oksigen. Misalnya, otot lengan.
- Energi bunyi : yaitu energi yang dihasilkan oleh getaran benda. Misalnya,
suara orang berbicara, bunyi telepon.
- Energi nuklir : yaitu energi yang terjadi karena reaksi inti. Energi nuklir
dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit tenaga listrik dan pembuatan bom
nuklir.
- Energi biogas : yaitu energi yang memanfaatkan kotoran ternak seperti
sapi, kerbau, kambing dan ayam. Misalnya, untuk bahan bakar penerangan
dan pengganti bahan bakar untuk kompor.
- Energi kimia : yaitu energi yang tersimpan dalam bahan makanan dan
bahan bakar. Misalnya, energi pada bensin, baru dapat dimanfaatkan
setelah bahan bakar itu dibakar.
27
3). Perubahan Bentuk Energi
Energi akan tampak ketika berubah bentuk, misalnya dalam
peristiwa-peristiwa berikut ini :
- Energi listrik diubah menjadi energi gerak pada penggunaan blender untuk
melumatkan buah.
- Energi kimia diubah menjadi energi cahaya pada senter untuk menerangi
saat gelap.
- Energi listrik diubah menjadi energi gerak pada peristiwa berputarnya
baling-baling kipas angin.
- Energi listrik diubah menjadi energi kalor pada penggunaan setrika.
4). Sumber-Sumber Energi
Sumber energi dibedakan menjadi dua, yaitu sumber energi yang
tidak dapat diperbarui dan sumber energi yang dapat diperbarui.
a). Sumber energi yang tidak dapat diperbarui
Sumber energi yang tidak dapat diperbaharui adalah sumber energi dengan
persediaan terbatas di alam ini dan suatu saat akan habis apabila terus-
menerus dipakai, contohnya bahan bakar minyak (BBM), batu bara, dan
gas alam. BBM merupakan sumber energi yang banyak digunakan, namun
sumber energi ini terancam habis karena tidak dapat diperbarui.
b). Sumber energi yang dapat diperbarui
Sumber energi yang dapat diperbaharui adalah sumber energi dengn
jumlah yang tidak terbatas di alam. Sumber energi ini diantaranya adalah
energi angin, air, matahari, pasang surut air laut, biogas dan nuklir.
5). Konservasi Energi
Konservasi energi adalah pemeliharaan dan perlindungan sumber
energi secara teratur untuk mencegah kerusakan dan kemusnahan dengan cara-
cara tertentu. Pada umumnya masyarakat masih menggunakan sumber energi
yang tidak dapat diperbaharui. Hampir seluruh manusia di dunia
menggunakan energi yang terbatas ini, sedangkan persediaan energi ini
semakin menipis dan penggunaanya dapat menimbulkan polusi udara. Karena
28
itu, penghematan energi dan kemungkinan pemanfaatan sumber energi yang
dapat diperbaharui harus terus dipikirkan.
6). Energi Kinetik dan Energi Potensial
a). Energi Kinetik
Energi kinetik adalah energi yang dimiliki suatu benda akibat benda itu
bergerak. Seorang pemain sepak bola menendang bola yang semula diam,
bola tersebut bergerak. Bola yang diam tidak mempunyai energi kinetik,
sedangkan bola yang bergerak memilik energi kinetik.
Ek = 2
21
mv
Dengan Ek = energi kinetik benda (joule atau erg);
m = massa benda (kg atau g);
v = kecepatan benda (m/s atau cm/s).
b). Energi Potensial
Energi potensial adalah energi yang dimiliki oleh suatu benda karena
kedudukannya. Misalnya, buah mangga yang telah masak yang berada di
ketinggian h pada pohon. Saat mangga jatuh, mangga bergerak ke bawah
dengan kecepatan makin besar dan akhirnya menyentuh tanah.
mghEp =
Dengan Ep = energi potensial benda (joule atau erg);
m = massa benda (kg atau g);
g = percepatan gravitasi (m/s2 atau cm/s2);
h = ketinggian (m atau cm).
7). Kekekalan Energi
Hukum kekekalan energi menyatakan : bahwa energi tidak dapat
diciptakan dan tidak dapat dimusnahkan, dan energi hanya dapat berubah dari
satu bentuk ke bentuk yang lain.
Energi mekanik merupakan hasil penjumlahan antara energi kinetik
dan energi potensial. Secara matematis ditulis :
EpEkEm +=
29
Dengan Em = energi mekanik (joule);
Ek = energi kinetik (joule);
Ep = energi potensial (joule).
Pada saat kelapa jatuh, terjadi perubahan energi dari potensial menjadi energi
kinetik, dengan mengabaikan gesekan dari udara. Ketika mendekati tanah,
energi kinetik kelapa bertambah, sedang energi poensial berkurang. Jumlah
energi potensial dan kinetik buah kelapa setiap saat selalu tetap.
(Tim Abdi Guru, 2004: 80-85)
b. Usaha
1). Hubungan antara Usaha, Gaya, dan Perpindahan
Usaha terjadi bila gaya yang bekerja pada sebuah benda
mengakibatkan benda berpindah tempat. Bila gaya yang bekerja pada sebuah
benda tidak mengakibatkan benda berpindah tempat, maka dikatakan gaya
tidak melakukan usaha. Besar usaha sama dengan hasil kali gaya yang bekerja
pada sebuah benda dengan perpindahan yang searah dengan arah gaya :
W = F x s
Dengan W = Usaha atau kerja (joule atau erg)
F = Gaya yang bekerja pada benda (newton atau Dyne)
s = Jarak perpindahan (m atau cm).
Usaha satu joule adalah usaha yang dilakukan oleh gaya sebesar
satu newton sehingga dapat memindahkan benda sejauh satu meter. Energi
adalah kemampuan untuk melakukan usaha, sedangkan usaha dapat diartikan
sebagai jumlah energi yang diubah dari bentuk yang satu menjadi bentuk yang
lain. Macam-macam usaha ditinjau dari arah gaya dan arah perpindahan benda
antara lain :
a). Usaha oleh Gaya yang Searah dengan Arah Perpindahan
Gambar 2.3. Gaya searah perpindahan benda
30
Dengan memperhatikan gambar di atas, sebuah balok A yang ditarik
dengan gaya sebesar F bergeser sejauh s, yang arahnya searah gaya yang
bekerja. Balok A berpindah tempat menjadi A1. Usaha yang dilakukan
terhadap benda tersebut adalah W, yang besarnya dapat dirumuskan
sebagai berikut :
W = F x s
b). Usaha oleh Gaya-gaya yang Berlawanan Arah
Gambar 2.4. Gaya berlawanan arah dengan perpindahan benda
Sebuah balok terletak pada lantai yang kasar. Bila balok itu ditarik dengan
gaya F1 akan ada gaya gesekan antar balok dengan lantai tersebut. Gaya
gesek itulah yang dimaksud gaya yang berlawanan dengan arah
perpindahan benda, maka gaya itu diberi tanda negatif (-), menunjukkan
berlawanan arah. F1 ke kanan, gaya gesek (Fges) ke kiri. Usaha yang
dilakukan dapat dirumuskan sebagai berikut :
W = - Fgesek x s
c). Usaha oleh Gaya yang Tegak Lurus Arah Perpindahan Benda
Gambar 2.5. Orang menjinjing koper
31
Bila arah gaya yang bekerja pada benda tegak lurus dengan arah
perpindahan benda, gaya tersebut tidak melakukan usaha (perhatikan
gambar di atas). Besar gaya yang dilakukan dapat dirumuskan sebagai
berikut : W = 0.
(Widagdo Mangunwiyoto, 1994: 126-131)
2). Hubungan antara Usaha dan Energi
Contoh-contoh peristiwa usaha antara lain:
a. Untuk dapat bergerak sebuah mobil memerlukan bahan bakar (bensin).
Bila mobil bergerak terus-menerus bensin akan habis.
b. Agar abang becak dapat mengayuh becak dari suatu tempat ke tempat lain,
abang becak memerlukan makanan. Bila abang becak mengayuh terus-
menerus maka lama-kelamaan akan letih.
c. Budi mempunyai robot mainan. Untuk menggerakkannya diperlukan
beterai. Bila sumber energi dari baterai sudah habis, robot tidak bisa
berjalan.
Dari peristiwa-peristiwa tersebut dapat diambil kesimpulan kaitan antara
usaha dan energi adalah pada saat usaha dilakukan terjadi perubahan energi.
3). Hubungan antara Daya, Usaha dan Kecepatan
Daya adalah kecepatan dalam melakukan usaha.
tW
P =
dengan P = (watt atau joule/s);
W = usaha (joule);
t = waktu (detik atau sekon).
(Sri Rahmini, 2004: 142-144)
32
B. Kerangka berpikir
Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model pengajaran dimana
siswa belajar dalam kelompok-kelompok kecil yang memiliki tingkat kemampuan
berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompok, setiap anggota saling
bekerjasama dan membantu untuk memahami suatu bahan pembelajaran
Teams Games Tournaments (TGT) merupakan salah satu tipe dari model
pembelajaran kooperatif. Dalam pembelajaran tipe TGT belajar dapat dilakukan
sambil bermain. Belajar sambil bermain tidaklah selalu berakibat pada rendahnya
kemampuan kognitif dan afektif siswa. Penyajian materi yang melibatkan siswa
aktif dalam belajar dan bermain bersama kelompoknya diharapkan mampu
memberikan kontribusi pada peningkatan kemampuan kognitif dan afektif siswa.
Jigsaw II juga merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran
kooperatif. Dalam pembelajaran tipe ini melibatkan partisipasi aktif individu dan
kerjasama kelompok. Setiap anggota kelompok memiliki informasi masing-
masing yang dibutuhkan kelompok agar berhasil dalam penilaian (kuis). Hal ini
diharapkan mampu membuat setiap siswa tertarik dan melakukan yang terbaik
bagi kelompok sehingga berdampak baik pada kemampuan kognitif dan afektif
siswa.
Sebelum mendapatkan pembelajaran, siswa sudah mempunyai
kemampuan awal yang diperoleh dari pengalaman kehidupan sehari-hari dan
pembelajaran yang telah diikuti sebelumnya. Penelitian ini membatasi
kemampuan awal siswa yang diperoleh dari hasil ulangan IPA Fisika bab Gaya.
Siswa yang memiliki kemampuan awal tinggi akan lebih siap dalam menerima
pelajaran karena siswa cenderung mempunyai keinginan belajar tinggi sehigga
akan menghasilkan kemampuan kognitif dan afektif yang tinggi. Sedangkan siswa
yang mempunyai kemampuan awal rendah akan kurang siap dalam menerima
pelajaran karena siswa cenderung mempunyai keinginan belajar yang kurang
sehingga akan menghasilkan kemampuan kognitif dan afektif yang kurang baik. .
Berdasarkan pemikiran di atas dapat digambarkan alur paradigma
penelitiannya sebagai berikut:
33
C. Perumusan Hipotesis
Berdasarkan kerangka pemikiran diatas, maka dapat dirumuskan
hipotesis sebagai berikut :
1. Ada pengaruh penggunaan model kooperatif tipe Teams Games Tournaments
(TGT) dengan Jigsaw II terhadap prestasi belajar ranah kognitif siswa pada
pokok bahasan energi dan usaha.
2. Ada pengaruh kemampuan awal kategori tinggi dengan kemampuan awal
kategori rendah terhadap prestasi belajar ranah kognitif siswa pada pokok
bahasan energi dan usaha.
3. Ada interaksi pengaruh antara penggunaan model kooperatif dan kemampuan
awal siswa terhadap prestasi belajar ranah kognitif siswa pada pokok bahasan
energi dan usaha.
4. Ada pengaruh penggunaan model kooperatif tipe Teams Games Tournaments
(TGT) dengan Jigsaw II terhadap prestasi belajar ranah afektif siswa pada
pokok bahasan energi dan usaha.
Kelas Eksperimen
Model Kooperatif Tipe TGT
Kemampuan Awal Kategori
Rendah
Kemampuan Awal Kategori
Tinggi
Kemampuan Awal Kategori
Rendah
Kelas Kontrol
Model Kooperatif
Tipe Jigsaw II
Kemampuan Awal Siswa
Prestasi Belajar Siswa
Kemampuan Awal Kategori
Tinggi
34
5. Ada pengaruh kemampuan awal kategori tinggi dengan kemampuan awal
kategori rendah terhadap prestasi belajar ranah afektif siswa pada pokok
bahasan energi dan usaha.
6. Ada interaksi pengaruh antara penggunaan model kooperatif dan kemampuan
awal siswa terhadap prestasi belajar ranah afektif siswa pada pokok bahasan
energi dan usaha.
35
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP Negeri 2 Grogol Sukoharjo pada tahun
ajaran 2007/2008. Pertimbangan yang mendasari untuk memilih SMP Negeri 2
Grogol Sukoharjo sebagai tempat penelitian adalah karena SMP tersebut memiliki
fasilitas yang mendukung pelaksanaan penelitian, seperti adanya jumlah siswa dan
kelas yang cukup mendukung
2. Waktu Penelitian
Secara operasional penelitian ini meliputi tiga tahap, yaitu :
1. Tahap persiapan
Meliputi : pengajuan judul skripsi, permohonan pembimbing, pembuatan
proposal, permohonan ijin, survei sekolah yang bersangkutan,
pembuatan instrumen dan uji coba instrumen.
2. Tahap pelaksanaan
Meliputi : semua kegiatan penelitian yang berlangsung di lapangan, antara
lain: dan pelaksanaan pegambilan data.
3. Tahap penyelesaian
Meliputi : analisis data dan penyusunan laporan penelitian.
B. Metode Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian eksperimen yang melibatkan dua
kelompok yaitu kelompok eksperimen dan kelompok kontrol. Selanjutnya
kelompok eksperimen diberikan perlakuan dengan model kooperatif tipe TGT
(Teams Games Tournaments) sedangkan kelompok kontrol diberi perlakuan
model kooperatif tipe jigsaw II setelah diketahui kemampuan awal siswa. Pada
akhir eksperimen kedua kelas diukur dengan alat ukur yang sama untuk
mengetahui prestasi belajar dari masing-masing siswa yang meliputi kemampuan
kognitif dan kemampuan afektif.
35
36
Pola penelitian ini dengan rancangan faktorial sebagai berikut :
Kemampuan Awal (B)
Tinggi (B1)
Rendah (B2)
Tipe TGT (A1)
A1B1
A1B1
A1B2
A1B2
Model Pembelajaran
Kooperatif (A) Tipe
Jigsaw II (A2)
A2B1
A2B1
A2B2
A2B2
Tabel 3.1. Rancangan Penelitian
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas VIII SMP Negeri
2 Grogol Sukoharjo tahun pelajaran 2007/2008 yang terdiri dari 6 kelas, yaitu
VIIIA sampai VIIIF.
2. Sampel Penelitian
Sampel diambil secara acak dari populasi di atas. Sampel terdiri dari 2
kelas yaitu kelas VIIIA sebagai kelas eksperimen yang terdiri dari 41 siswa dan
VIIIB sebagai kelas kontrol yang terdiri dari 41 siswa.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel dari populasi dilakukan dengan tehnik cluster
random sampling tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu,
sehingga akhirnya didapat sampel penelitian, yaitu kelas VIIIA dan kelas VIIIB.
D. Variabel Penelitian
1. Variabel Terikat
Variabel terikat pada penelitian ini adalah prestasi belajar siswa dalam
mata pelajaran fisika pada pokok bahasan energi dan usaha.
37
a) Definisi Operasional : Prestasi belajar adalah nilai atau angka yang diperoleh
siswa dalam mata pelajaran fisika sebagai hasil usaha yang telah dicapai siswa
selama kegiatan belajar mengajar, prestasi ini terdiri atas nilai kemampuan
kognitif dan nilai kemampuan afektif.
b) Skala Pengukuran : Interval
c) Indikator : Nilai hasil tes kemampuan kognitif siswa
Nilai hasil tes kemampuan afektif siswa
2. Variabel Bebas
Variabel bebas yang digunakan dalam penelitian ini adalah
a) Model Pembelajaran Kooperatif
1) Definisi Operasional : Pembelajaran kooperatif merupakan suatu model
dalam pembelajaran dimana siswa belajar bersama-sama dalam sebuah
kelompok belajar dan anggota dalam kelompok bekerja secara bersama-
sama untuk mencapai tujuan yang sama yang telah ditetapkan sebelumnya.
Kelompok belajar mempunyai anggota 4-5 orang siswa yang heterogendan
saling mendiskusikan masalah-masalah yang sulit dan saling membantu
agar anggota kelompok untuk mencapai ketuntasan materi pelajaran
2) Skala Pengukuran : Nominal, dengan 2 kategori, yaitu
(a) Model pembelajaran kooperatif tipe TGT
(b) Model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw II
b) Kemampuan Awal
1) Definisi Operasional : Kemampuan awal adalah tingkat kemampuan fisika
siswa sebelum proses belajar mengajar.
2) Skala Pengukuran : Nominal, dengan 2 kategori, yaitu
(a) Kemampuan awal kategori tinggi
(b) Kemampuan awal kategori rendah
3) Indikator
(a) Kemampuan awal kategori tinggi, nilai ≥ nilai standar kelulusan
minimal
(b) Kemampuan awal kategori rendah, nilai < nilai standar kelulusan
minimal.
38
E. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
teknik dokumentasi, teknik tes, dan teknik angket yang meliputi :
1. Teknik Dokumentasi
Teknik dokumentasi digunakan untuk memperoleh data kemampuan
awal siswa. Dokumen yang diambil adalah nilai fisika dari hasil ulangan bab
Gaya.
2. Teknik Tes
Teknik tes adalah teknik pengambilan data dengan menggunakan tes
setelah semua materi diberikan. Tes ini digunakan untuk mengukur kemampuan
kognitif siswa pada pokok bahasan energi dan usaha.
3. Teknik Angket
Teknik angket digunakan untuk mendapatkan data kemampuan afektif
siswa. Instrumen yang digunakan adalah skala sikap.
F. Instrumen Penelitian
Penelitian ini menggunakan instrumen penelitian yang meliputi :
1. Instrumen pelaksanaan yang berupa satuan pelajaran, rencana pembelajaran
dan LKS yang telah dikonsultasikan kepada pembimbing.
2. Instrumen pengambilan data yang berupa tes kemampuan kognitif dan angket
kemampuan afektif siswa pada saat mengikuti pembelajaran fisika. Sebelum
diteskan, instrumen tes kemampuan kognitif dan kemampuan afektif harus
diujicobakan terlebih dahulu.
1. Instrumen Angket
Instrumen yang dipakai untuk mendapatkan data kemampuan afektif siswa
adalah skala sikap. Skala sikap adalah sejenis angket tertutup dimana
pertanyaan/pernyataannya mengandung sifat-sifat dari nilai-nilai yang menjadi
tujuan pengajaran. Angket merupakan alat serta teknik pengumpulan data yang
mengandalkan informasi atau keterangan dari sumber data responden dan data
dikumpulkan melalui pertanyaan tertutup. Salah satu skala sikap yang sering
digunakan adalah skala Likert. Dalam metode Likert, penyusun menulis atau
39
menghimpun sejumlah pernyataan (bervariasi antara pernyataan positif dan
negatif) tentang suatu obyek. Setiap pernyataan diberi atau disertakan skala lima
titik. Setiap siswa akan menjawab pernyataan itu pada skala yang direntang dari
sangat sering – tidak pernah, dengan kode bilangan : sangat sering diberi kode 5,
sering diberi kode 4, kadang-kadang diberi kode 3, jarang diberi kode 2 dan tidak
pernah diberi kode 1. (Slameto, 2001: 124).
Berikut penjelasan mengenai validitas dan reliabilitas angket tersebut
sebagai berikut:
a. Validitas Butir Angket
Uji validitas butir angket pada penelitian ini menggunakan rumus
korelasi produk moment sebagai berikut :
( )( )( )( ) ( )( )2222 YYnXXn
YXXYnrxy
å-åå-å
åå-å=
Keterangan :
xyr = koefisien korelasi suatu butir atau item
x = skor butir nomor tertentu
Jika xyr ³ tabelr maka soal valid dan jika xyr < tabelr maka soal invalid.
(Suharsimi Arikunto, 2001: 72)
Dari 25 soal yang diujicobakan, diperoleh 24 soal tergolong valid,
sedangkan 1 soal invalid adalah nomor 20. Hasil tersebut dapat dilihat
pada lampiran 24 halaman 170-171.
b. Reliabilitas Angket
Pengujian reliabilitas angket dengan kemungkinan jawaban 1, 2, 3, 4
dan 5, digunakan rumus alpha yaitu :
( ) úû
ùêë
é å-ú
û
ùêë
é-
= 2
2
11 11 t
b
nn
rss
40
Keterangan :
11r = reliabilitas butir secara keseluruhan
n = banyaknya butir pertanyaan
tbså = jumlah varian butir
2ts = varians total
Untuk menginterpretasikan 11r yang diperoleh dari rumus alpha dilakukan
dengan cara mengartikan indeks korelasi sebagai berikut :
Besar Nilai 11r Interpretasi
0,80 < 11r £ 1,00
0,60 < 11r £ 0,80
0,40 < 11r £ 0,60
0,20 < 11r £ 0,40
0,00 £ 11r £ 0,20
Tinggi
Cukup
Agak Rendah
Rendah
Sangat Rendah
(Suharsimi Arikunto, 2001: 109)
Dari hasil ujicoba diperoleh nilai reliablitas tes, 11r , sebesar 0.811, sehingga
dapat dikatakan soal mempunyai reliabilitas tinggi.
2. Instrumen Tes
Sebelum digunakan, tes tersebut diujicobakan atau ditryoutkan terlebih
dahulu. Uji coba instrumen tes ini dilakukan untuk mengetahui taraf kesukaran,
daya pembeda, validitas dan reliabilitasnya.
a) Taraf Kesukaran
Bilangan yang menunjukkan sukar atau mudahnya sesuatu soal
disebut indeks kesukaran (difficulty index) disimbolkan P. Besarnya indeks
kesukaran antara 0.00 sampai dengan 1.0. Indeks kesukaran ini menunjukkan
41
taraf kesukaran soal. Soal dengan indeks kesukaran 0.0 menunjukkan bahwa
soal itu terlalu sukar, sebaliknya indeks 1.0 menunjukkan bahwa soalnya
terlalu mudah. Untuk menentukan indeks kesukaran (P) digunakan rumus
sebagai berikut : P = JSB
Dimana :
P = indeks kesukaran
B = banyaknya siswa yang menjawab soal itu dengan betul
JS = jumlah seluruh siswa peserta tes
(Suharsimi Arikunto,2001: 207 - 210)
Klasifikasi indeks kesukaran sebagai berikut :
- Soal dengan 0,00 < P < 0,30 adalah soal sukar
Berdasarkan ujicoba diperoleh soal yang tergolong sukar adalah nomor 6, 13
dan 20.
- Soal dengan 0,30 < P < 0,70 adalah soal sedang
Berdasarkan ujicoba diperoleh soal yang tergolong sedang adalah nomor 1,