-
i
EFEK HEPATOPROTEKTIF EKSTRAK METANOL : AIR DAUN
Macaranga tanarius (L.) PADA TIKUS JANTAN TERINDUKSI
PARASETAMOL
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh :
Elisa Eka Adrianto
NIM : 078114091
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2011
-
ii
Skripsi
EFEK HEPATOPROTEKTIF EKSTRAK METANOL : AIR DAUN
Macaranga tanarius (L.) PADA TIKUS JANTAN TERINDUKSI
PARASETAMOL
Yang diajukan oleh :
Elisa Eka Adrianto
NIM : 078114091
telah disetujui oleh
Pembimbing
(Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. )
Tanggal :
-
iii
HALAMAN PENGESAHAN
Pengesahan Skripsi
Berjudul
EFEK HEPATOPROTEKTIF EKSTRAK METANOL : AIR DAUNMacaranga
tanarius (L.) PADA TIKUS JANTAN TERINDUKSI
PARASETAMOL
Oleh :
Elisa Eka Adrianto
NIM : 078114091
Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
pada tanggal :
Mengetahui,
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
Dekan
(Ipang Djunarko, M.Sc.,Apt.)
Pembimbing :
(Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt.)
Panitia Penguji : Tanda tangan
1. Phebe Hendra, M.Si., Ph.D., Apt. ………………..
2. Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. ………………..
3. Dr. C.J. Soegihardjo, Apt. ………………...
-
iv
HALAMAN PERSEMBAHAN
“I CAN DO EVERYTHING THROUGH HIM GIVES ME STRENGTH”
(Philippians 4:13)
“Akhir dari upaya terbaik kita adalah awal dari campur
tangan
Tuhan. Maka bekerjalah sebaik mungkin, lalu bersabarlah
seyakin
mungkin.”
Kupersembahkan skripsi ini untuk……
Tuhan Yesus dan Bunda Maria yang selalu menjaga dan memberiku
kekuatan
Papa Mamaku tercinta, Kedua adikku Vina dan Vani, dan keluarga
besarku
yang selalu memberiku dukungan dan doa
Marco Vincentius penyemangatku
Sahabat-sahabatku tersayang
Almamaterku tercinta
-
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang berjudul
efek
hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun Macaranga tanarius L.
pada tikus jantan
terinduksi parasetamol, tidak memuat karya atau bagian karya
orang lain, kecuali
yang telah disebutkan dalam kutipan dan daftar pustaka,
sebagaimana layaknya karya
ilmiah.
Yogyakarta, 28 Januari 2011
Penulis
(Elisa Eka Adrianto)
-
vi
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
vi
-
vii
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kasih atas berkatnya yang
melimpah,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi berjudul “Efek
Hepatoprotektif
Ekstrak Metanol:Air Daun Macaranga tanarius L. Pada Tikus
Jantan
Terinduksi Parasetamol” dengan baik.
Skripsi ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana
Farmasi (S.Farm.) program studi Farmasi Universitas Sanata
Dharma.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam pelaksanaan dan
penyusunan
skripsi, tidak terlepas dari bantuan dan campur tangan dari
berbagai pihak. Oleh
karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Tuhan Yang Maha Kasih atas berkat, rahmat dan penyertaan-Nya
selama ini.
2. Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
3. Ibu Phebe Hendra, M.Si., Apt. sebagai Dosen Pembimbing Utama
skripsi ini
atas segala kesabarannya telah memberikan bimbingan, pengarahan,
tuntunan,
dukungan dan motivasi selama penelitian dan penyusunan
skripsi.
4. Bapak Yosef Wijoyo, M.Si., Apt. sebagai Dosen Penguji skripsi
atas bantuan,
masukkan dan perhatian kepada penulis demi kemajuan skripsi
ini.
5. Bapak Dr. C.J. Soegihardjo, Apt sebagai Dosen Penguji skripsi
yang telah
banyak memberikan masukan dan saran.
-
viii
6. Ibu Rini Dwiastuti, M.Si., Apt selaku Pimpinan Laboratorium
Farmasi yang
telah memberikan ijin penggunaan semua fasilitas laboratorium
guna
penelitian skripsi ini.
7. Bapak Ign. Y. Kristio Budiasmoro, M.Si. yang telah membimbing
dalam
determinasi tanaman Macaranga tanarius L.
8. Mas Heru, Mas Parjiman, Mas Kayat, Mas Yuwono dan Pak Timbul
yang
telah banyak membantu menyediakan fasilitas yang dibutuhkan
untuk
melakukan penelitian ini.
9. Papa Miming, Mama Ina, Oma, Opa, Vina, Vani, dan Yozh yang
telah
membantu dari awal sampai akhir penelitian ini, atas doa,
dukungan semangat
dan perhatiannya.
10. Mikael Marco Vincentius Karyadi sebagai sahabat seperjalanan
yang tak
pernah selesai, atas doa, kasih sayang, perhatian, bantuan,
motivasi dan
waktunya.
11. Teman-teman “Tim Macaranga” Andreas Arry Mahendra, Arry
Widya
Nugraha, Aryanti Prima Andini dan Dina Wulandari, atas kerja
sama,
bantuan, suka duka, dan perjuangan dalam menyelesaikan
penelitian ini
sampai akhir.
12. Teman-teman tercinta Sano, Tika, Yesia, Siska, Ina, Paul,
Mbak Dewi, dan
Fenny atas semangat keceriaan selama penyelesaian skripsi
ini.
13. Seluruh warga FKK angkatan 2007 kelas C dan semua teman
farmasi USD
-
ix
atas kebersamaannya selama kuliah S1 di Fakultas Farmasi
Universitas Sanata
Dharma ini.
14. Teman-teman KKN-ku Lusi, Nana, Selly, Suster Yusta, Heri dan
Andri yang
telah memberikan semangat dan kerja sama dalam penyelesaian
skripsi ini.
15. Semua pihak yang penulis tidak dapat sebutkan satu persatu
yang turut
membantu selama penyusunan skripsi ini berlangsung.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
kesempurnaan, karena itu
penulis menerima kritik dan saran yang membangun dan bermanfaat
bagi
pengembangan ilmu pengetahuan, serta dapat menjadi acuan bagi
penelitian-
penelitian selanjutnya.
Yogyakarta, 28 Januari 2011
Penulis
ix
-
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL………………………………………………………..... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING……………………………. ii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………..... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………….. iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA……………………………………. v
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA …….. vi
ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN
AKADEMIS.......................................... vii
PRAKATA………………………………………………………………….... viii
DAFTAR ISI………………………………………………………………..... x
DAFTAR TABEL…………………………………………………………..... xiv
DAFTAR
GAMBAR........................................................................................
xvi
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………..... xviii
INTISARI…………………………………………………………………..... xx
ABSTRACT………………………………………………………………....... xxi
BAB I. PENGANTAR…………………………………………….................. 1
A. Latar Belakang…………………………………………..……………….... 1
1. Perumusan masalah.......…………………………………......……….... 3
2. Keaslian penelitian…………………………………………….......…… 4
3. Manfaat penelitian…………………………………………………..…. 5
B. Tujuan
Penelitian...........................................................................................
5
-
xi
BAB II. PENELAHAAN
PUSTAKA..............................................................
6
A. Anatomi dan Fisiologi
Hati.............................................................................6
B. Kerusakan
Hati................................................................................................9
C.
Hepatotoksin....................................................................................................12
D.
Parasetamol....................................................................................................
13
E. Metode Uji
Hepatotoksisitas...........................................................................
15
F. Macaranga tanarius
(L.).................................................................................
17
1.
Taksonomi.................................................................................................
17
2. Nama
Daerah.............................................................................................
18
3.
Morfologi...................................................................................................
18
4. Kandungan
kimia......................................................................................
18
5. Khasiat dan
kegunaan...............................................................................
19
6. Ekologi penyebaran dan
budidaya.............................................................
21
G. Metode
Penyarian...........................................................................................
21
H. Landasan
Teori...............................................................................................
22
K. Hipotesis
.......................................................................................................
25
BAB III. METODE
PENELITIAN.....................................................................
26
A. Jenis dan Rancangan
Penelitian.....................................................................
26
B. Variabel dan Definisi
Operasional..................................................................
26
1. Variabel………..……………………………………………..................26
2. Definisi operasional
................................................................................27
C. Bahan
Penelitian............................................................................................28
-
xii
D. Alat atau Instrumen
Penelitian........................................................................30
E. Tata Cara Penelitian
.......................................................................................31
F. Tata Cara Analisis Hasil
.................................................................................37
BAB IV . HASIL DAN PEMBAHASAN
..........................................................38
A. Hasil Determinasi
Tanaman………...............................................................38
B. Hasil Penimbangan Bobot Ekstrak Metanol-Air Daun M.
tanarius..............39
C. Uji
Pendahuluan……….................................................................................40
1. Penentuan dosis hepatotoksik parasetamol………………………………40
2. Penentuan waktu kehepatotoksikan parasetamol mencapai
maksimal…...40
3. Penetapan lama pemejanan ekstrak metanol-air daun M.
tanarius……….43
4. Penetapan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius
…………………..44
D. Perbandingan Aktivitas ALT-AST-serum tiap
kelompok...............................45
1. Kontrol hepatotoksin Parasetamol dosis 2,5
g/kgBB.................................48
2. Kontrol negatif CMC Na 1% dosis 3,84 g/Kg
BB.....................................50
3. Kontrol ekstrak daun M. tanarius dosis 3,84 g/kg
BB..............................51
4. Efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius
dosis 0,426;
1,280; dan 3,840 g/kgBB pada tikus jantan terinduksi
parasetamol...........52
E. Rangkuman
Pembahasan...................................................................................63
BAB V. KESIMPULAN DAN
SARAN............................................................…65
A.
Kesimpulan....................................................................................................…65
B.
Saran..............................................................................................................…65
DAFTAR
PUSTAKA.............................................................................................66
-
xiii
LAMPIRAN...........................................................................................................70
BIOGRAFI
PENULIS...........................................................................................106
-
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel I Aktivitas ALT-AST serum sel hati tikus setelah
pemberian parasetamol dosis 2,5 g/kgBB pada selang
waktu 24, 48, dan 72
jam...................................................................41
Tabel II Purata ± SE aktivitas ALT-serum tikus jantan setelah
pemberian
ekstrak metanol-air daun M. tanarius 1 x sehari selama 6 hari
yang
diberikan secara per oral berturut-turut terinduksi
parasetamol
dosis 2,5
g/kgBB................................................................................45
Tabel III. Purata ± SE aktivitas AST-serum tikus jantan setelah
pemberian
ekstrak metanol-air daun M. tanarius 1 x sehari selama
6 hari yang diberikan secara per oral berturut-turut
terinduksi
parasetamol dosis
2,5g/kgBB............................................................46
Tabel IV. Efektif Dosis Tengah Hepatoprotektif (ED50)
...................................60
Tabel V. Data aktivitas ALT-serum pada tikus jantan terinduksi
parasetamol
setelah praperlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius selama
6
hari......................................................................................................79
Tabel VI. Data aktivitas AST-serum pada tikus jantan terinduksi
parasetamol
setelah praperlakuan ekstrak metanol-air daun M. tanarius selama
6
hari.......................................................................................................92
Tabel VII. Rangkuman signifikansi hasil uji Mann Whitney
ALT-serum tikus
setelah praperlakuan ekstrak metanol-air daun M.
tanarius.................97
-
xv
Tabel VIII. Rangkuman signifikansi hasil uji Anova oneway (Post
Hoc)
AST-serum tikus setelah praperlakuan ekstrak metanol-air daun
M.
tanarius..................................................................................................98
Tabel IX. Dosis, log dosis, % efek hepatoprotektif dan ED50 pada
masing- masing
kelompok
perlakuan................................................................................103
Tabel X. Hasil rendemen ekstrak metanol-air daun M.
tanarius............................105
Tabel XI. Bobot pengeringan ekstrak metanol-air daun M.
tanarius.....................105
-
xvi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Struktur mikroskopik
hati…....................................................................8
Gambar 2. Struktur
Parasetamol..............................................................................13
Gambar 3. Struktur kandungan senyawa daun M.
tanarius.....................................20
Gambar 4. Mekanisme toksik
parasetamol...............................................................23
Gambar 5 Prediksi perpindahan elektron ikatan α-β
unsaturated
pada macarangiosida
A...........................................................................25
Gambar 6. Diagram batang rata-rata aktivitas ALT-serum sel hati
tikus setelah
pemberian parasetamol dosis 2,5 g/kgBB pada selang waktu 24,
48, dan 72 jam.
.......................................................................................41
Gambar 7. Diagram batang rata-rata aktivitas AST-serum sel hati
tikus setelah
pemberian parasetamol dosis 2,5 g/kgBB pada selang waktu 24,
48, dan 72 jam.
.......................................................................................42
Gambar 8. Diagram batang rata-rata aktivitas ALT-serum sel hati
tikus
setelah pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius 1 x
sehari
selama 6 hari yang diberikan secara per oral berturut-turut
terinduksi
parasetamol dosis 2,5
g/kgBB...............................................................47
Gambar 9. Diagram batang rata-rata aktivitas AST-serum sel hati
tikus
setelah pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius 1 x
sehari
selama 6 hari yang diberikan secara per oral berturut-turut
terinduksi
parasetamol dosis 2,5
g/kgBB...............................................................47
-
xvii
Gambar 10. Persamaan garis ED50 ekstrak metanol-air daun M.
tanarius.................61
Gambar 11. Prediksi perpindahan elektron ikatan α-β unsaturated
pada
macarangiosida
A...................................................................................63
-
xviii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto daun M.
tanarius...........................................................................70
Lampiran 2. Foto ekstrak metanol-air daun M.
tanarius......................................... 70
Lampiran 3. Foto larutan ekstrak metanol-air daun M.
tanarius.............................. 70
Lampiran 4. Surat Determinasi Tanaman M.
tanarius............................................ 71
Lampiran 5. Hasil uji anova waktu pencuplikan
darah............................................. 72
Lampiran 6. Hasil data aktivitas ALT-serum pada tikus jantan
terinduksi
parasetamol setelah praperlakuan ekstrak metanol-air daun
M. tanarius selama 6
hari......................................................................78
Lampiran 7. Hasil Uji Kolmogorov Smirnov, ANOVA oneway, Uji
Kruskall Wallis
dan Uji Mann Whitney ALT-serum tikus jantan setelah
praperlakuan
ekstrak metanol-air daun M. tanarius selama 6
hari..............................79
Lampiran 8. Hasil data aktivitas AST-serum pada tikus jantan
terinduksi
parasetamol setelah praperlakuan ekstrak metanol-air daun
M. tanarius selama 6
hari.......................................................................92
Lampiran 9. Hasil Uji Kolmogorov Smirnov, ANOVA oneway
AST-serum
tikus jantan setelah praperlakuan ekstrak metanol-air daun M.
tanarius
selama 6
hari..........................................................................................93
Lampiran 10. Rangkuman Hasil Uji Statistik Kolmogorov Smirnov,
ANOVA
oneway, Uji Kruskall Wallis dan Uji Mann Whitney ALT- serum
-
xix
tikus jantan setelah praperlakuan ekstrak metanol-air daun
M. tanarius
..........................................................................................97
Lampiran 11. Rangkuman Hasil Uji Statistik Kolmogorov Smirnov
dan ANOVA
oneway AST-serum tikus jantan setelah praperlakuan ekstrak
metanol-air daun M.
tanarius.................................................................98
Lampiran 12. Perhitungan penetapan peringkat dosis ekstrak
metanol daun
Macaranga tanarius (L.) kelompok
perlakuan......................................99
Lampiran 13. Perhitungan konversi dosis untuk
manusia.........................................100
Lampiran 14. Perhitungan efek
hepatoprotektif.......................................................101
Lampiran 15. Perhitungan efektif dosis tengah (ED50)
hepatoprotektif ekstrak
metanol-air daun Macaranga tanarius (L.) pada tikus jantan
terinduksi parasetamol.
.....................................................................103
-
xx
INTISARI
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi tentang
efek ekstrakmetanol-air daun M. tanarius untuk menurunkan aktivitas
ALT-AST serum sehinggadapat digunakan sebagai hepatoprotektor,
serta mendapatkan besar dosis efektifnya.
Penelitian ini bersifat eksperimental murni dengan rancangan
acak lengkappola searah. Penelitian ini menggunakan tikus jantan
galur Wistar, umur 2-3 bulan,dan berat ± 150-250 gram. Tikus dibagi
secara acak ke dalam enam kelompokperlakuan. Kelompok I (kontrol
hepatotoksin) diberi parasetamol 2,5 g/kg BB.Kelompok II (kontrol
negatif) diberi CMC Na 1% 3,840 g/kg BB. Kelompok III(kontrol
ekstrak daun M. tanarius 3,840 g/kg BB. Kelompok IV-VI (perlakuan)
diberiekstrak metanol-air daun M. tanarius dosis 0,426 g/kg BB;
1,280 g/kg BB; dan 3,840g/kg BB secara oral sekali sehari selama 6
hari berturut-turut kemudian pada hari ke-7 semua kelompok
perlakuan diberi suspensi parasetamol dosis 2,5 g/kg BB secaraoral.
Empat puluh delapan jam sesudahnya, darah diambil dari sinus
orbitalis matauntuk ditetapkan aktivitas ALT-AST serumnya. Data
ALT-AST serum yang didapatdianalisis dengan uji Kolmogorov-Smirnov
untuk melihat distribusi datanya,dilanjutkan analisis dengan
Kruskal Wallis untuk mengetahui perbedaan aktivitasALT-AST serum
antar kelompok. Kemudian dilanjutkan uji dengan Mann Whitneyuntuk
melihat perbedaan tiap kelompok. Dosis efektif hepatoprotektif
(ED50) dihitungdengan analisis regresi linier.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekstrak metanol-air daun M.
tanariusmempunyai efek hepatoprotektif pada tikus jantan terinduksi
parasetamol pada dosis0,426 g/kg BB; 1,280 g/kg BB; dan 3,840 g/kg
BB dengan memberikan efekhepatoprotektif berturut-turut sebesar
39,5%; 69,2%; dan 90,7%. Nilai ED50 ekstrakmetanol-air daun M.
tanarius adalah 0,629 g/kg BB.
Kata kunci : Macaranga tanarius (L.), ekstrak metanol-air,
hepatoprotektif,parasetamol
-
xxi
ABSTRACT
The research has purpose to get information about the effect of
water-methanol extract M. tanarius leaf for reducing activity of
ALT-AST serum so that itcan be used as hepatoprotector and
estimated quantity of effective dose.
The research was pure experimental with direct sampling design.
The researchused Wistar male rats, age 2-3 months and the weight ±
150-250 grams. Rats can bedivided into six treatment groups. First
group (hepatotoxin control) givenparacetamol 2.5 g/kg BW. Second
group (negative control) given CMC Na 1% 3.840g/kg BW. Third group
(extract control M. tanarius leaf) 3.840 g/kg BW. Fourth-sixthgroup
(treatment) given water-methanol extract M. tanarius leaf dose
0.426 g/kg BW;1.280 g/kg BW; and 3.840 g/kg BW orally once a day
for six days and then in theseventh day all treatment groups were
given suspention of paracetamol dose 2.5 g/kgBW orally. After 48
hours, blood taken from sinus orbitalis eyes for measuring ALT-AST
serum activity. Data ALT-AST serum that got and analyzed with
Kolmogorov-Smirnov test to see the distribution the data and
continue to the Kruskal Wallis toknow the different ALT-AST serum
among the groups. Then it was continued the testwith Mann Whitney
test to see the difference among the groups.
Hepatoprotectiveeffective dose (ED50) was calculated by linier
regresion analysis.
The result of this research showed that water-methanol extract
M. tanariusleaf has hepatoprotective effect on male rat induced by
paracetamol at dose 0.426g/kg BW; 1.280 g/kg BW; and 3.840 g/kg BW
and give hepatoprotective effects39.5%, 69.2%, and 90.7%.
Hepatoprotective effective dose (ED50) as of the water-methanol
extract M. tanarius leaf was 0,629 g/kg BW.
Keyword: Macaranga tanarius (L.), methanolic extract,
hepatoprotective,paracetamol
-
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
Faktor-faktor penyebab kerusakan pada hati adalah karena induksi
oleh obat
atau racun seperti alkohol, infeksi viral dan reaksi imunologi
(Williamson, David, dan
Fred, 1996). Kerusakan hati yang disebabkan oleh induksi obat
menjadi hal yang
sangat penting untuk diteliti karena jumlah keracunan hati pada
pasien yang
menderita penyakit kuning diperkirakan 2% disebabkan oleh
induksi obat dan 3-10%
diantaranya mempengaruhi hati. Penelitian yang dilakukan pada
tahun 1960-1970
memberikan gambaran bahwa obat atau toksikan menyebabkan
kira-kira 10% dari
seluruh kasus hepatitis atau kira-kira 20-30% dari kasus
penyakit hati akut. Beberapa
penelitian terbaru melaporkan bahwa 15-40% kasus penyakit hati
akut diperantarai
oleh obat-obatan (Cadman, 2000). Obat-obatan untuk mengatasi
kerusakan hati masih
jarang ditemukan di Indonesia. Maka dari itu, dalam penelitian
ini akan dicari
alternatif terapi pengobatan dari sumber daya alam.
Tanaman macaranga adalah salah satu tanaman yang tersebar di
daerah Asia
Tenggara, Afrika, Madagaskar, Australia dan daerah sekitar
Pasifik. Di daerah
Malaysia akar tanaman ini dimanfaatkan sebagai dekok yang
khasiatnya sebagai
antitusif dan antipiretik (Lim, Lim, dan Yule, 2009). Beberapa
penelitian sudah
dilakukan untuk meneliti kandungan-kandungan kimia dalam daun
Macaranga
1
-
2
tanarius (L.) Berdasarkan penelitian Matsunami, Takamori,
Shinzato, Aramoto,
Kondo, Otsuka (2006), tanaman Macaranga tanarius (L.) mempunyai
aktivitas
sebagai antioksidan yang sangat bermanfaat untuk kesehatan,
yaitu macarangiosida
A-D, dan malofenol B yang didapat dari isolasi ekstrak metanol
daun Macaranga
tanarius (L.) yang mana mempunyai aktivitas penangkapan terhadap
DPPH.
Penelitian Matsunami, Otsuka, Kondo, Shinzato, Kawahata,
Yamaguchi, dkk (2009)
yang terbaru melaporkan hasil isolasi daun Macaranga tanarius
(L.) menghasilkan
kandungan lignin glukosida yang memiliki aktivitas penangkapan
DPPH oleh
antioksidan. Hasil penelitian Phommart, Sutthivaiyakit, Chimnoi,
Ruchirawat dan
Sutthivaiyakit (2005) menyebutkan bahwa ada kandungan senyawa
antioksidan
dalam daun Macaranga tanarius (L.) yang terbukti dapat
menghambat radikal DPPH
yaitu tanariflavanon C dan tanariflavanon D, nymphaeol A,
nymphaeol B, nymphaeol
C.
Salah satu senyawa yang dapat digunakan sebagai senyawa model
yang dapat
menimbulkan kerusakan pada hati adalah parasetamol. Umumnya,
parasetamol aman
jika diberikan pada dosis terapetik, yaitu 1-4 g per hari,
tetapi jika diberikan pada
dosis yang berlebih akan menyebabkan hepatotoksik (Forrest,
2006). Ketoksikan
parasetamol akan terjadi pada manusia normal pada dosis sebesar
15 g (Madan,
1977). Akibat overdosis, parasetamol akan menghasilkan metabolit
yang dapat
mengakibatkan kerusakan sel hati, yaitu N-acetyl, p-benzoquinone
imine (NAPQI)
(Williamson dkk, 1996).
-
3
Bentuk sediaan yang digunakan pada penelitian ini yaitu ekstrak.
Hal ini
berdasar pada penelitian Matsunami dkk (2006) bahwa senyawa
antioksidan yang
dapat diperoleh dari daun Macaranga tanarius (L.) adalah dari
hasil isolasi ekstrak
metanol yang bersifat polar. Oleh karena itu, dengan penggunaan
pelarut penyari
metanol-air, diharapkan dapat diperoleh senyawa antioksidan.
Keberadaan
antioksidan dari macaranga yang diharapkan dapat mencegah
terjadinya oksidasi
parasetamol menjadi metabolitnya (NAPQI). Eksplorasi terhadap
tanaman M.
tanarius di Indonesia masih belum banyak dilakukan. Oleh karena
itu penelitian efek
hepatoprotektif jangka panjang ekstrak metanol-air daun M.
tanarius pada tikus
jantan terinduksi parasetamol menarik untuk diteliti.
1. Perumusan masalah
Berdasarkan uraian di atas, dapat dirumuskan permasalahan
sebagai berikut :
a. Apakah ekstrak metanol-air daun M. tanarius mempunyai efek
hepatoprotektif
pada tikus jantan terinduksi parasetamol dengan cara menurunkan
aktivitas
Alanine Aminotransferase (ALT) serum dan Aspartate Transaminase
(AST)
serum?
b. Berapa besar ED50 ekstrak metanol-air daun M. tanarius untuk
menimbulkan efek
hepatoprotektif pada tikus jantan terinduksi parasetamol?
-
4
2. Keaslian penelitian
Sejauh pengamatan penulis, penelitian tentang efek
hepatoprotektif jangka
panjang ekstrak metanol-air daun tanaman M. tanarius pada tikus
jantan
terinduksi parasetamol belum pernah dilakukan sebelumnya.
Penelitian yang telah
dilakukan oleh Matsunami dkk (2006,2009) , M. tanarius
mengandung senyawa
glukosida yang dinamai macarangiosida A-C dan malofenol B, yang
diisolasi dari
ekstrak metanol daun M. tanarius. Senyawa tersebut menunjukkan
aktivitas
penangkapan radikal terhadap DPPH.
Phommart, dkk (2005) melaporkan dari daun M. tanarius ditemukan
3
kandungan senyawa baru yaitu tanarifuranonol, tanariflavanon C,
dan
tanariflavanon D bersama dengan 7 kandungan yang telah diketahui
yaitu
nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol C, tanariflavanon B,
blumenol A
(vomifoliol), blumenol B (7,8 dihydrovomifoliol dan
annuionon).
Penelitian terkait pengujian daun M. tanarius melaporkan
kandungan ekstrak
metanol M. tanarius berupa corilagin mallotinic acid, chebulagic
acid dan novel
ellagitannin (macatannin A) mempunyai aktivitas menghambat
α-glukosidase
(Puteri dan Kawabata, 2010).
Ekstrak n-heksan dari daun M. tanarius dilaporkan mengandung
nymphaeol
dan tanariflavanon sebagai antioksidan terhadap uji DPPH serta
nymphaeol B
sebagai agen antiinflamasi pada uji siklooksigenase-2 (Phommart,
dkk, 2005).
-
5
Selain itu telah dilakukan penelitian oleh James, Mayeux, dan
Hinson
(2003) yaitu mengenai analisis terhadap dosis hepatotoksik dari
parasetamol pada
subyek uji mencit.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan tambahan
ilmu
pengetahuan baik kefarmasian ataupun di bidang obat herbal.
b. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan penggunaan
tanaman M.
tanarius oleh masyarakat khususnya sebagai alternatif pengobatan
bagi para
penderita penyakit hati.
B. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui:
1. Untuk mengetahui efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air
daun M. tanarius pada
tikus jantan terinduksi parasetamol dengan cara menurunkan
aktivitas ALT-AST
serum.
2. Untuk mengetahui besar ED50 ekstrak metanol-air daun M.
tanarius untuk
menimbulkan efek hepatoprotektif pada tikus jantan terinduksi
parasetamol.
-
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Anatomi dan Fisiologi Hati
Hati adalah organ lunak lentur yang dicetak oleh struktur
sekitarnya dan
merupakan kelenjar terbesar dalam tubuh, berat rata-rata sekitar
1.500 gram atau 2%
berat badan orang dewasa normal. Hati memiliki permukaan
superior yang cembung
dan terletak di bawah kubah kanan diafragma dan sebagian kubah
kiri. Bagian bawah
hati berbentuk cekung dan merupakan atap dari ginjal kanan,
lambung, pankreas dan
usus (Price dan Wilson, 2005). Kedua pembuluh darah ini akan
bertemu di hati, dan
darah yang dibawa akan keluar melalui vena sentralis menuju vena
hepatika dan
akhirnya sampai di vena kava inferior (Lingappa, 1995).
Hati memiliki dua lobus utama yaitu kanan dan kiri. Lobus kanan
dibagi
menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis
kanan yang tidak
terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan
lateral oleh
ligamentum falsiformis yang terlihat dari luar. Setiap lobus
hati terbagi menjadi
struktur-struktur yang disebut sebagai lobulus, yang merupakan
unit mikroskopis dan
fungsional organ. Setiap lobulus merupakan badan heksagonal yang
terdiri atas
lempeng-lempeng sel hati berbentuk kubus, tersusun radial
mengelilingi vena
sentralis yang mengalirkan darah dari lobulus (Price dan Wilson,
2005). Hati manusia
berisi 50.000 sampai 100.000 lobulus berbentuk silindris dengan
panjang beberapa
6
-
7
millimeter dan berdiameter 0,8 sampai 2 milimeter (Guyton dan
Hall, 1996). Diantara
lempengan sel hati terdapat kapiler-kapiler yang disebut sebagai
sinusoid, yang
merupakan cabang vena porta dan arteria hepatika. Tidak seperti
kapiler lain, sinusoid
dibatasi oleh sel fagositik atau sel Kupffer. Sel Kupffer
merupakan sistem monosit-
makrofag, dan fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda
asing lain dalam
darah. Sejumlah 50% dari semua makrofag dalam hati adalah sel
Kupffer ; sehingga
hati merupakan salah satu organ penting dalam pertahanan melawan
invasi bakteri
dan agen toksik (Price dan Wilson, 2005). Sel Kupffer merupakan
bagian penting dari
sistem retikuloendotelial tubuh. Darah dipasok melalui vena
porta dan arteri hepatika,
dan disalurkan melalui vena sentral dan kemudian vena hepatika
ke dalam vena kava.
Saluran empedu mulai sebagai kanalikuli yang kecil sekali yang
dibentuk oleh sel
parenkim yang berdekatan. Kanalikuli bersatu menjadi duktula,
saluran empedu
interlobular, dan saluran hati yang lebih besar. Saluran hati
utama menghubungkan
duktus kistik dari kandung empedu dan membentuk saluran empedu
biasa, yang
mengalir ke dalam duodenum (Lu, 1995). Skema struktur hati dapat
dilihat pada
gambar 1.
-
8
Gambar 1. Struktur mikroskopik hati (Chandrasoma dan Taylor,
1995)
Hati memiliki dua sumber suplai darah dari saluran cerna limpa
melalui vena
porta hepatika, dan dari aorta melalui arteria hepatika. Sekitar
sepertiga darah yang
masuk adalah darah arteria dan duapertiganya adalah darah vena
dari vena porta.
Volume total darah yang melewati hati setiap menitnya adalah
1.500 ml dan dialirkan
melalui vena hepatika kanan dan kiri, yang selanjutnya bermuara
pada vena kava
inferior (Price dan Wilson, 2005).
Hati mempunyai bermacam-macam fungsi dengan 3 fungsi utama
dalam
tubuh yaitu untuk sintesis, ekskresi dan metabolisme
(Chandrasoma dan Taylor,
1995). Fungsi utama hati adalah membentuk dan mengekskresi
empedu; saluran
empedu mengangkut empedu sedangkan kandung empedu menyimpan
dan
-
9
mengeluarkan empedu ke dalam usus halus sesuai kebutuhan (Price
dan Wilson,
2005).
Fungsi metabolisme hati yang lain adalah metabolisme lemak ;
penimbunan
vitamin, besi dan tembaga; konjugasi dan ekskresi steroid
adrenal dan gonad, serta
detoksifikasi sejumlah zat endogen dan eksogen. Fungsi
detoksifikasi sangat penting
dan dilakukan oleh enzim hati melalui oksidasi, reduksi,
hidrolisis, atau konjugasi
zat-zat yang dapat berbahaya, dan mengubahnya menjadi zat yang
secara fisiologis
tidak aktif (Price dan Wilson, 2005). Untuk menjalankan fungsi
tersebut, hati
dilengkapi dengan sistem vaskuler hepatika, sistem
retikuloendotelial, sistem saluran
empedu, dan sistem parenkim hepatika (Guyton, 1983). Sistem
vaskuler hepatika
memungkinkan hati sebagai tempat utama metabolisme
(biotransformasi) obat induk
menjadi metabolitnya (Donatus, 1992).
Hati yang normal mempunyai kapasitas cadangan yang besar
untuk
melakukan fungsinya. Dalam keadaan normal, 80% bagian dari hati
dapat dihentikan
aktivitasnya tanpa harus mengurangi fungsinya (Chandrasoma dan
Taylor, 1995).
B. Kerusakan Hati
Risiko klinis yang paling parah dari penyakit hati disebabkan
oleh kegagalan
hati. Hal ini dapat terjadi secara tiba-tiba dan menjadi
kerusakan hati yang paling
besar (Kumar, Contran, Ramzi, Robbins, dan Stanley, 1992).
Karena hati mempunyai
-
10
fungsi cadangan yang sangat besar, kegagalan hati hanya terjadi
ketika ada penyakit
hati yang menyerang hingga 80% organ (Chandrasoma dan Taylor,
1995).
Kerusakan hati karena obat atau senyawa kimia dibagi menjadi
dua, yaitu
kerusakan hati akut dan kerusakan hati kronis
(Zimmerman,1978).
a. Kerusakan hati akut
Kerusakan hati akut umumnya disebabkan oleh sel nekrosis masif
akut yang
dikarenakan adanya hepatitis viral dan toksisitas obat.
Kerusakan hati akut
digolongkan oleh : (1) penyakit kuning, (2) hipoglikemia, (3)
luka yang cenderung
disebabkan oleh penyebaran koagulasi intravaskular dan kerusakan
sintesis faktor
penggumpalan darah dalam hati, (4) elektrolit dan gangguan
asam-basa (hipokalemia
paling berbahaya), (5) peradangan hati, (6) sindrom hepatorenal,
dan (7) peningkatan
enzim serum (LDH, AST, ALT) (Chandrasoma dan Taylor, 1995).
b. Kerusakan hati kronis
Kerusakan hati kronis biasanya disebabkan oleh sirosis, dimana
terjadi
pertambahan sel nekrosis hati, fibrosis, dan regenerasi nodular
(Chandrasoma dan
Taylor, 1995).
-
11
Akibat kerusakan hati akut dapat diikuti dengan mengamati
perubahan
sebagai berikut :
(1) pengurangan sintesis albumin, yang menimbulkan rendahnya
tingkat serum
albumin, edema, dan efusi,
(2) pengurangan tingkat protrombin dan faktor VII, IX, dan X
yang dihasilkan saat
terjadi luka,
(3) hipertensi portal
(4) peradangan hati
(5) sindrom hepatorenal
(6) perubahan endokrin yang disebabkan oleh gangguan metabolisme
beberapa
hormon. Akumulasi estrogen karena gynecomastia, testicular
atrophy, dan lesi
vaskular yang terbentuk oleh dilatasi sekelompok pembuluh darah
kecil di dalam
kulit. Kerusakan metabolisme aldosteron dikarenakan sodium dan
retensi air dan
dapat berkontribusi menjadi edema. Kerusakan metabolisme dari
hormon
antidiuretik dapat berkontribusi pada ketidaknormalan tingkat
serum ADH pada
kasus tertentu disebabkan oleh hyponatremia.
(7) Fetor hepaticus
Diduga disebabkan oleh defisiensi katabolisme metionin
(Chandrasoma dan
Taylor, 1995).
-
12
C. Hepatotoksin
Hepatotoksin merupakan zat yang mempunyai efek toksik pada hati
dengan
dosis berlebih atau diberikan dalam jangka waktu lama sehingga
dapat menimbulkan
kerusakan hepar akut, subkronik, maupun kronik
(Zimmerman,1978).
Obat atau senyawa kimia yang dapat menyebabkan kerusakan hati
dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu :
1. hepatotoksin teramalkan (intrinsik)
Merupakan obat atau senyawa kimia yang pada dasarnya mempunyai
sifat
toksik terhadap sel hati. Contoh hepatotoksin teramalkan yang
dapat menimbulkan
kerusakan nekrosis hepatoseluler adalah racun jamur (Amanita
phalloides),
aflatoksin, karbontetraklorida, kloroform, parasetamol, dan lain
sebagainya
(Chandrasoma dan Taylor, 1995). Prosesnya dikenal sebagai
toksisitas-intrinsik, dan
aksinya dapat terjadi secara langsung atau tidak langsung.
Secara langsung,
maksudnya obat induk atau bentuk metabolitnya langsung berikatan
dengan
komponen membran sel dan merusak sel hati beserta seluruh
organelnya, seperti
ditunjukkan oleh CCl4 dan parasetamol. Secara tidak langsung,
maksudnya obat
induk atau bentuk metabolitnya dalam menimbulkan luka hepatik
dengan cara
mengganggu jalur metabolik-khas (misalnya tetrasiklin), atau
mengganggu jalur
ekskresi hepatik (misalnya rifampisin) (Donatus,1992). Kerusakan
yang ditimbulkan
-
13
bergantung dosis dan dapat dicobakan pada hewan uji dan
menyebabkan lesi yang
mirip manusia (Zimmerman,1978).
2. hepatotoksin tak teramalkan (idiosinkratik)
Senyawa yang termasuk golongan ini yaitu senyawa yang mempunyai
sifat
tidak toksik pada hati, akan tetapi dapat menyebabkan penyakit
hati pada individu
yang hipersensitif terhadap senyawa tersebut yang diperantarai
oleh mekanisme alergi
(misalnya sulfonamid, halotan) atau karena keabnormalan
metabolik menuju
penumpukan metabolit toksik (misalnya iproniazid, isoniazid)
(Zimmerman, 1978;
Donatus, 1992). Kerusakan hati yang ditimbulkan oleh
hepatotoksin golongan ini
tidak dapat diperkirakan dan tidak tergantung pada dosis
(Donatus, 1992).
D. Parasetamol
Gambar 2 . Struktur Parasetamol (Anonim,1979)
Parasetamol atau N-asetil-p-aminofenol (gambar 2) merupakan
derivat para
amino fenol yang memiliki khasiat sebagai analgesik-antipiretik.
Parasetamol
-
14
merupakan serbuk hablur, putih, tidak berbau dan rasanya sedikit
pahit (Anonim,
1979).
Parasetamol memiliki efek analgesik-antipiretik. Mekanisme aksi
parasetamol
tidak jelas. Parasetamol merupakan inhibitor siklooksigenase
lemah pada jaringan
perifer (Katzung dan Trevor, 1995).
Parasetamol sejumlah 10-15 g (20-30 tablet) dapat menyebabkan
nekrosis
hepatoselular berat dan kadang-kadang nekrosis tubuli ginjal.
Kadar dalam darah
antara 4-10 jam setelah minum obat, yang mencapai 300 µg/ml
dapat menyebabkan
kerusakan hati (Wenas,1999). Gejala dini kerusakan hati meliputi
mual, muntah,
diare dan nyeri abdomen (Katzung, 1989).
Pada dosis terapi, parasetamol tidak bersifat toksik. Pada
pemakaian over
dosis, parasetamol bersifat hepatotoksik. Mekanisme toksik
parasetamol memerlukan
proses oksidasi dan melalui reaksi fase I (Katzung dan Trevor,
1995). Parasetamol
dimetabolisme dengan cara konjugasi oleh glukoronida dan
komponen sulfat yang
kemudian akan diekskresi dalam urine. Sebagian kecil (5-10%)
dioksidasi oleh enzim
oksidasi membentuk metabolit reaktif, yaitu
N-acetyl-p-benzoquinoneimine (NAPQI)
(Forrest, 2006). Pada kondisi overdosis akut parasetamol,
persediaan sulfat tidak
memadai untuk mengkonjugasi seluruh parasetamol sehingga lebih
banyak
parasetamol yang dimetabolisme oleh sitokrom P450, dengan
demikian jumlah
glutation yang digunakan untuk mendetoksifikasi metabolit
reaktif juga tidak
-
15
memadai. Kemudian NAPQI bereaksi dengan gugus sulfidril lain
yang terdapat
dalam hepatoselular seperti sitosol, dinding sel, dan retikulum
endoplasma. Hal ini
mengakibatkan nekrosis sentrilobuler hepatic (DiPiro dkk,
2005).
E. Metode Uji Hepatotoksisitas
Studi tentang senyawa-senyawa yang dapat menyebabkan efek toksik
pada
hati dapat dilakukan secara invivo maupun invitro. Model invivo
dapat menunjukkan
bahwa senyawa eksogen secara nyata menimbulkan kerugian pada
hati berdasarkan
pada tanda-tanda fisiologi yang terjadi. Model invitro
menjelaskan mekanisme
kerusakan yang terjadi.
Zimmerman (1978) mengemukakan beberapa parameter yang dapat
digunakan
untuk mengevaluasi kerusakan hati antara lain : (1) uji enzim
serum ; (2) pemeriksaan
asam amino dan protein; (3) perubahan penyusun kimia dalam hati;
(4) uji ekskretori
hati; dan (5) analisis histologi.
1. Uji enzim serum
Pengukuran enzim serum (atau plasma) dilakukan untuk
mendeteksi
ketoksikan pada hati yang kemudian didukung dengan analisis
histologi.
Apabila terjadi kerusakan hati, enzim akan dilepaskan ke dalam
darah dari
-
16
sitosol dan organela subsel, seperti mitokondria, lisosom, dan
nukleus
(Zimmerman, 1978).
Enzim-enzim transaminase adalah contoh yang paling utama
kelompok enzim hati yang level serumnya berubah selama
gangguan
hepatoseluler. Transaminase terdiri atas glutamate piruvat
transaminase (GPT)
dan glutamat oksaloasetat transaminase (GOT). Sebagian besar GOT
terdapat
di hati dan otot rangka, serta tersebar ke seluruh jaringan.
Meskipun enzim
GPT terdapat pula pada beberapa bagian jaringan, konsentrasi
terbesarnya
pada semua spesies adalah di hati sehingga GPT merupakan
petunjuk yang
lebih spesifik terhadap nekrosis hati daripada GOT. Pada keadaan
nekrosis,
sel hati akan dipecah sehingga enzim GPT yang terdapat di dalam
sel hati
keluar dan masuk ke dalam aliran darah. Peningkatannya bisa
mencapai 10-
100 kali lipat dari harga normal (Zimmerman,1978).
2. Pemeriksaan asam amino dan protein
Pemeriksaan asam amino dan protein penting dilakukan karena
metabolisme asam amino di hati membentuk ammonia dan ureum
terjadi
secara lebih lambat dan meningkatkan kadar globulin (Zimmerman,
1978).
-
17
3. Perubahan penyusun kimia dalam hati
Perubahan penyusun kimia dalam hati menjelaskan mekanisme
kerusakan hati. Pengukuran jumlah lemak di dalam hati mempunyai
hubungan
yang dekat dengan terjadinya steatosis (Zimmerman, 1978).
4. Uji ekskretori hati
Kemampuan hati untuk mensintesis urea, kolesterol, plasma
protein,
dan mempertahankan kadar glukosa darah serta asam amino
merupakan
sebagian contoh fungsi hati. Adanya ketidaknormalan dari
beberapa fungsi
hati tersebut dapat menunjukkan terjadinya kerusakan hati.
Perubahan
kecepatan metabolisme obat yang terjadi di hati dapat dijadikan
parameter
hepatotoksisitas (Zimmerman, 1978).
F. Macaranga tanarius (L.)
Tanaman Macaranga tanarius (L.)
1. Taksonomi
Kingdom : Plantae
Subkingdom : Tracheobionta
Divisio : Spermatophyta
Sub- Divisi : Magnoliophyta
-
18
Classis : Magnoliopsida
Sub-classis : Rosidae
Ordo : Euphorbiales
Familia : Euphorbiaceae
Genus : Macaranga
Spesies : Macaranga tanarius (L.) (Anonim, 2008).
2. Nama daerah
Tutup ancur (Jawa), mapu (Batak), mara (Sunda) (Anonim,
2010).
3. Morfologi
Merupakan pohon kecil sampai sedang, berdaun hijau memiliki
ketinggian 4-
5 meter dengan dahan agak besar. Daun berseling, agak membundar,
dengan
stipula besar yang luruh. Perbungaan bermalai di ketiak, bunga
ditutupi oleh
daun gagang. Buah kapsul berkokus 2, ada kelenjar kekuningan di
luarnya.
Biji membulat, menggelembur. Jenis ini juga mengandung tanin
yang cukup
untuk menyamak jala dan kulit (Anonim, 2010).
4. Kandungan kimia
Dalam penelitian kandungan kimia daun M. tanarius yang sudah
dilakukan
dilaporkan bahwa terdapat empat kandungan senyawa didalam daun
M.
tanarius megastigman glukosida dinamai macarangiosida, bersama
dengan
malofenol B, lauroside E, methyl brevifolin carboxylate, dan
hyperin dan
isoquercitrin (Matsunami, dkk, 2006), serta lignan glukosida,
pinoresinol, dan
-
19
2 megastigman glukosida, dinamai macarangiosida E dan F, bersama
dengan
15 komponen lain yang telah diketahui dilaporkan terdapat pada
daun M.
tanarius (Matsunami, dkk, 2009). Uji kandungan kimia dari tanin
daun M.
tanarius melaporkan kandungan tanin baru, yaitu 7 hydrolyzable,
bersama
dengan 21 tanin yang telah diketahui sebelumnya (Lin, Nonaka dan
Nishioka,
1990). Dari daun M. tanarius ditemukan 3 kandungan senyawa baru
yaitu
tanarifuranonol, tanariflavanon C, dan tanariflavanon D bersama
dengan 7
kandungan yaitu nymphaeol A, nymphaeol B, nymphaeol C,
tanariflavanone
B, blumenol A (vomifoliol), blumenol B (7,8 dihydrovomifoliol,
dan
annuionone) (Phommart,dkk, 2005). Gambar 4 menunjukkan
struktur
senyawa tanariflavanon C dan D, nymphaeol A, B dan C, malofenol
serta
macarangiosida A-D.
5. Khasiat dan kegunaan
Daun M. tanarius secara tradisional digunakan untuk fermentasi
tempe dan
pakan hewan (Puteri dan Kawabata, 2010). Daun M. tanarius selain
kaya akan
tanin, dapat digunakan sebagai obat diare, luka dan antiseptik
(Lin, dkk,
1990). Di Malaysia dan Thailand, dekok akar Macaranga digunakan
sebagai
antipiretik dan antitusif. Untuk agen emetik dapat diambil dari
akar keringnya,
dan untuk penutup luka dapat diambil dari daun segarnya guna
mencegah
terjadi inflamasi. Di Cina tanaman Macaranga ini menjadi
tumbuhan yang
komersil, karena dapat dijadikan sebagai produk minuman
kesehatan (Lim,
Lim, Yule, 2009).
-
20
Tanariflavanon C Tanariflavanon D
Nymphaeol A Nymphaeol B Nymphaeol C
Malofenol Macarangiosida A Macarangiosida B
Macarangiosida C Macarangiosida D
Gambar 3. Struktur kandungan senyawa daun M. tanarius (Phommart,
dkk,
2005) dan (Matsunami, 2006)
-
21
6. Ekologi penyebaran dan budidaya
M. tanarius tersebar luas, dari Kepulauan Andaman dan Nicobar,
Indo-Cina,
Cina Selatan, Taiwan dan Kepulauan Ryukyu, seluruh Malesia,
sampai ke
Australia Utara dan Timur dan Melanesia. Jenis ini umum dijumpai
di daratan
Asia Tenggara (Thailand Selatan, Semenanjung Malaya), dan pada
banyak
pulau di Malesia (yaitu Sumatera, Borneo, Kepulauan Sunda Kecil,
Sulawesi,
Nugini, seluruh Kepulauan Filipina). Selain itu M. tanarius
ditemukan di
daerah bersemak di sepanjang Asia Selatan dan Timur, khususnya
bagian
Selatan Cina, Korea, dan Okinawa, Jepang (Anonim, 2010).
G. Metode Penyarian
Secara umum ekstraksi senyawa metabolit sekunder dari seluruh
bagian
tumbuhan seperti bunga, buah, daun, kulit batang dan akar
menggunakan sistem
maserasi dengan menggunakan pelarut organik.
Maserasi merupakan cara penyarian yang sederhana dengan cara
merendam
serbuk simplisia dalam cairan penyari. Cairan penyari akan
menembus dinding sel
dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat
aktif akan larut
dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif
di dalam dan di
luar sel, maka larutan yang terpekat didesak keluar. Peristiwa
tersebut terjadi
secara berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara
larutan di luar
dan di dalam sel (Anonim, 1986).
-
22
Ekstrak merupakan sediaan pekat yang diperoleh dengan cara
mengekstraksi zat aktif yang berasal dari simplisia nabati atau
hewani dengan
menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir
semua pelarut
diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan
sedemikian rupa
hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan (Anonim, 1995).
H. Landasan Teori
Di dalam hati, terdapat bermacam-macam bentuk kerusakan hati.
Kerusakan
hati akibat induksi obat yang biasa terjadi yaitu nekrosis
(Forrest, 2006). Pada
keadaan nekrosis terjadi pemecahan sel hepatosit sehingga enzim
ALT yang
terdapat dalam sel hati keluar dan masuk ke aliran darah.
Kerusakan ini ditandai
dengan adanya peningkatan aktivitas ALT (Zimmerman, 1978).
Pemberian parasetamol sebagai senyawa model dengan dosis
berlebih (dosis
hepatotoksik) akan menimbulkan nekrosis. Di dalam hati, sebagian
besar
parasetamol akan terkonjugasi dengan asam glukoronat dan sulfat,
dan kurang
lebih 5% nya akan dioksidasi oleh enzim sitokrom P-450 menjadi
metabolit
reaktif (NAPQI) (Forrest, 2006). NAPQI bersifat elektrofilik dan
didetoksifikasi
oleh glutation (GSH). Jika jumlah GSH di dalam hati mengalami
penurunan,
maka GSH tidak dapat mengikat semua NAPQI yang terbentuk, karena
jumlah
GSH yang sedikit, sehingga NAPQI yang bebas akan berikatan
dengan
-
23
makromolekul protein hati dan menimbulkan hepatotoksisitas
(Zimmerman,
1978). Mekanismenya sebagai berikut :
Gambar 4. Mekanisme toksik parasetamol (Lee, 1995)
Hepatotoksisitas dapat dihambat dengan pemberian senyawa
antioksidan.
Antioksidan akan menghambat terjadinya oksidasi parasetamol oleh
enzim
-
24
sitokrom P-450 menjadi NAPQI. Salah satu kandungan daun M.
tanarius yang
dapat tersari dari ekstrak metanol-air adalah glikosida, yang
mempunyai aktivitas
antioksidan terhadap penangkapan radikal DPPH (Matsunami, dkk,
2006, 2009).
Secara umum dapat dikatakan bahwa senyawa turunan glikosida
mampu
memberikan efek antioksidan karena adanya senyawa didalamnya
yaitu
malofenol B dan macarangiosida A (Matsunami, dkk, 2006).
Kemungkinan
mekanisme kerja antioksidan ini dalam memberikan efek
hepatoprotektif adalah
dengan menghambat oksidasi parasetamol menjadi metabolit
reaktifnya yaitu
NAPQI oleh sitokrom P-450. Selain sebagai antioksidan,
kemungkinan lain
senyawa malofenol B dan macarangiosida A mampu meningkatkan
jumlah enzim
glutation S-transferase dalam hati yang berfungsi sebagai enzim
penetralisir setiap
metabolit reaktif, sehingga dapat dieliminasi dengan mudah oleh
tubuh.
Kemungkinan lain mekanisme kerja antioksidan, yaitu malofenol B
dan
macarangiosida A yang dilihat dari pendekatan struktur memiliki
penangkapan
radikal bebas (Matsunami, dkk, 2006) akibat adanya gugus
karbonil (C=O)
dengan ikatan rangkap terkonjugasi serta memiliki ikatan α-β
unsaturated. Ikatan
α-β unsaturated ini mempunyai ciri khusus yaitu memiliki ikatan
sigma dan
ikatan phi. Seperti telah diketahui bahwa elektron pada ikatan
sigma kuat dan
elektron pada ikatan phi lemah, hal ini menyebabkan elektron
pada ikatan phi
dapat berpindah atau melompat. Jika terjadi protonasi pada
ikatan α-β
unsaturated, maka terjadi perpindahan elektron seperti pada
gambar 5.
-
25
Gambar 5. Prediksi perpindahan elektron ikatan α-β
unsaturated
pada macarangiosida A
Pada gambar diatas, atom C pada posisi β akan bermuatan positif
karena pada
ikatan phi terdapat lompatan elektron. Dimungkinkan atom C pada
posisi β ini
yang akan menangkap radikal bebas.
I. Hipotesis
Ekstrak metanol-air daun M. tanarius memiliki efek
hepatoprotektif pada
tikus jantan terinduksi parasetamol.
O O
+- -OH
a
b
α
β
-
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian eksperimental murni
dengan
rancangan acak lengkap pola searah.
B. Variabel dan Definisi Operasional
1. Variabel Utama
a. Variabel bebas
Variabel bebas dari penelitian ini adalah pemberian ekstrak daun
M. tanarius
dalam variasi dosis. Dosis ekstrak daun M. tanarius adalah
sejumlah (gram)
ekstrak daun M. tanarius tiap satuan kg berat badan subyek uji
yang
bersangkutan. Ekstrak daun M. tanarius dibuat dengan
mengekstraksi
sejumlah (gram) serbuk daun M. tanarius dalam pelarut polar
(metanol-air).
b. Variabel tergantung
Variabel tergantung dari penelitian ini adalah efek
hepatoprotektif ekstrak
metanol-air daun M. tanarius secara jangka panjang terhadap sel
hati tikus
terinduksi parasetamol, ditandai dengan tolok ukur kuantitatif
berupa
penurunan aktivitas Alanine Aminotransferase (ALT) dan
Aspartate
Transaminase (AST).
26
-
27
2. Variabel pengacau terkendali
a. Hewan uji tikus jantan galur Wistar, berat badan 150-250
gram, umur antara
2-3 bulan.
b. Frekuensi pemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius 1x
sehari selama 6
hari berturut-turut dengan waktu pemberian yang sama.
c. Cara pemberian obat pada tikus dilakukan secara per oral.
d. Bahan uji yang digunakan berupa daun M. tanarius yang
diperoleh dari kebun
obat Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta dan
diambil
pada tanggal 10 Agustus 2010.
3. Variabel pengacau tak terkendali
Kondisi patologis hewan uji
4. Definisi Operasional
Definisi operasional penelitian ini adalah
a. Ekstrak metanol-air daun M. tanarius
Ekstrak daun M. tanarius adalah ekstrak kental yang diperoleh
dengan
mengekstraksi serbuk kering daun M. tanarius seberat 10,0 gram
yang
dilarutkan dalam 100 ml pelarut metanol 50% secara maserasi
selama 72 jam,
dengan putaran 140 rpm. Kemudian disaring dengan kertas saring
dan
diuapkan di oven selama 24 jam pada suhu 50oC, hingga bobot
pengeringan
tetap dengan susut pengeringan sebesar 0%.
-
28
b. Efek hepatoprotektif
Efek hepatoprotektif adalah kemampuan ekstrak metanol-air daun
M. tanarius
pada dosis tertentu dapat melindungi hepar dari
hepatotoksin.
C. Bahan Penelitian
1. Bahan Utama
a. Hewan uji yang digunakan berupa tikus jantan galur Wistar,
umur 2-3 bulan
dengan berat badan berkisar antara 150-250 gram yang diperoleh
dari
Laboratorium Imono Fakultas Farmasi, Universitas Sanata
Dharma
Yogyakarta.
b. Daun M. tanarius yang dipanen dari Kebun Obat Fakultas
Farmasi
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta pada tanggal 10 Agustus
2010.
2. Bahan Kimia
a. Pelarut ekstrak yang digunakan adalah metanol dan air yang
diperoleh dari
Laboratorium Farmakognosi Fitokimia Fakultas Farmasi Universitas
Sanata
Dharma Yogyakarta.
b. Bahan hepatotoksin yang digunakan yaitu Parasetamol, berwarna
putih, tidak
berbau, dan berasa pahit yang diperoleh dari PT. Konimex,
Solo.
c. Bahan pensuspensi parasetamol berupa serbuk CMC-Na 1%
berwarna putih,
terdispersi dalam air yang diperoleh dari Laboratorium
Farmakologi
Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
-
29
d. Aquadest dan aquabidest yang diperoleh dari Laboratorium
Farmakologi
Toksikologi Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
e. Bahan untuk mengukur aktivitas ALT dan AST serum berupa bahan
kit-
ALAT (GPT) FS* dan kit-ASAT (GOT) FS* produksi Dyasis yang
digunakan
untuk mengukur aktivitas ALT-AST serum. Masing- masing bahan
terdiri atas
dua reagen yaitu Reagen 1 dan Reagen 2.
Kit-ALAT (GPT) FS* :
R1 TRIS pH 7.15 140 mmol/L
L-Alanine 700 mmol/L
LDH (Lactate dehydrogenase) ≥ 2300 U/L
R2 2-Oxoglutarate 85 mmol/L
NADH 1 mmol/L
Pyridoxal-5-phosphate FS :
Good’s buffer pH 9.6 100 mmol/L
Pyridoxal-5-phosphate 13 mmol/L
Kit-ASAT (GOT) FS* :
R1 TRIS pH 7.65 110 mmol/L
L-Aspartate 320 mmol/L
MDH (Malate dehydrogenase)≥ 800 U/L
LDH (Lactate dehydrogenase) ≥ 1200 U/L
R2 2-Oxoglutarate 65 mmol/L
NADH 1 mmol/L
-
30
Pyridoxal-5-phosphate FS :
Good’s buffer pH 9.6 100 mmol/L
Pyridoxal-5-phosphate 13 mmol/L
D. Alat atau Instrumen Penelitian
1. Alat ekstraksi
a. Seperangkat alat gelas berupa bekker glass, erlenmeyer, gelas
ukur, labu ukur,
cawan porselen. pipet tetes, batang pengaduk (Pyrek Iwaki
Glass)
b. Shaker
c. Timbangan analitik
d. Oven (Memmert)
e. Mesin penyerbuk (Retsch)
2. Alat uji hepatoprotektif
a. Seperangkat alat gelas (Pyrex)
b. Timbangan elektrik
c. Sentrifuge
d. Vortex
e. Spuit per oral dan syringe 3 cc
f. Pipa kapiler
g. Vitalab mikro (Microlab 200, Merck)
-
31
E. Tata Cara Penelitian
1. Determinasi Tanaman M. tanarius
Determinasi tanaman M. tanarius dilakukan dengan mencocokan
ciri-ciri
tanaman M. tanarius dengan buku acuan (Koorders dan
Valeton,1918).
Determinasi dilakukan oleh Bapak Ign. Y. Kristio Budiasmoro,
M.Si., dosen
Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas JP MIPA, Universitas Sanata
Dharma
Yogyakarta.
2. Pengumpulan bahan
Bahan uji yang digunakan adalah daun M. tanarius yang masih
segar dan
berwarna hijau, dipetik dari Kebun Obat Fakultas Farmasi
Universitas Sanata
Dharma Yogyakarta pada tanggal 10 Agustus 2010.
3. Pembuatan Serbuk
Daun M. tanarius dicuci bersih dibawah air mengalir. Setelah
bersih daun
diangin-anginkan hingga daun tidak tampak basah lagi kemudian
untuk
mengoptimalkan pengeringan, pengeringan dilakukan dengan
menggunakan
oven pada suhu 50°C selama 24 jam. Setelah kering daun dibuat
serbuk dan
diayak dengan ayakan nomor 50.
4. Pembuatan ekstrak metanol-air daun M. tanarius
Sebelum pembuatan ekstrak, daun M. tanarius dibuat serbuk
terlebih dahulu
supaya kandungan fitokimia yang terkandung dalam daun M.
tanarius lebih
mudah terekstrak karena luas permukaan serbuk yang kontak dengan
pelarut
makin besar. Sebanyak 10 g serbuk kering daun M. tanarius
diekstraksi secara
-
32
maserasi dengan melarutkan serbuk dalam 100 ml pelarut metanol
50% pada
suhu kamar selama 3x24 jam dengan kecepatan 140 rpm. Tujuan
dilarutkan
dalam pelarut metanol adalah agar senyawa kimia yang terkandung
dalam
daun M. tanarius dapat larut dalam pelarut. Setelah dilakukan
perendaman,
hasil maserasi disaring dengan kertas saring. Larutan hasil
saringan
dipindahkan dalam cawan porselen yang telah ditimbang
sebelumnya, agar
mempermudah perhitungan randemen ekstrak yang akan
diperoleh.
Selanjutnya, cawan porselen yang berisi larutan hasil maserasi
tersebut
dimasukkan dalam oven untuk diuapkan selama 24 jam dengan suhu
50°C
agar mendapatkan ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang
kental dengan
bobot pengeringan ekstrak yang tetap yaitu sebesar 1,92 g
(Andini, 2010).
5. Penetapan konsentrasi pekat ekstrak
Menghitung rata-rata randemen ke-6 replikasi ekstrak metanol-air
daun M.
tanarius kental yang telah dibuat.
Randemen ekstrak = Berat cawan ekstrak kental – berat cawan
kosong
Konsentrasi ekstrak didapat dari hasil rata-rata randemen
ekstrak. Konsentrasi
yang dapat digunakan adalah konsentrasi pekat yang dapat dibuat
dimana
pada konsentrasi tersebut ekstrak dapat dimasukkan serta
dikeluarkan dari
spuit oral. Cara pembuatannya adalah dengan melarutkan
ekstrak
percawannya yaitu 1,92 g dalam labu ukur terkecil dengan pelarut
yang sesuai
-
33
CMC Na 1%. Labu ukur terkecil yang tersedia adalah labu ukur 5
ml sehingga
konsentrasi ekstrak dapat ditetapkan yaitu sebesar 0,384 g/ml
atau 384 mg/ml
atau 38,4% b/v (Andini, 2010).
6. Penetapan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius
Dasar penetapan peringkat dosis adalah dari bobot tertinggi
tikus dan
pemberian cairan secara peroral separuhnya yaitu 2,5 ml.
Penetapan dosis tertinggi ekstrak metanol-air daun M. tanarius
adalah:
Dua dosis lainnya diperoleh dengan menurunkan 3 dan 6 kalinya
dari dosis
tertinggi sehingga didapatkan dosis 1280 mg/Kg BB dan 426 mg/Kg
BB.
Dosis yang akan digunakan dalam penelitian adalah 426 ; 1280 ;
dan 3840
mg/kg BB.
7. Pembuatan suspending agent CMC- Na 1%
Suspending agent CMC-Na 1% dibuat dengan cara mendispersikan
lebih
kurang 1,0 g CMC-Na yang telah ditimbang seksama ke dalam
air
mendidih sampai volume 100,0 ml dan digunakan untuk membuat
suspensi
parasetamol.
-
34
8. Pembuatan suspensi Parasetamol konsentrasi 25%
Suspensi parasetamol dalam CMC-Na 1% dibuat dengan cara
mensuspensikan 25 g parasetamol yang telah ditimbang seksama ke
dalam
suspending CMC-Na 1% sebanyak 100 ml.
9. Uji pendahuluan
a. Penetapan dosis hepatotoksin parasetamol
Pemilihan dosis parasetamol dilakukan untuk mengetahui pada
dosis
berapa parasetamol mampu menyebabkan kerusakan pada hati tikus
yang
ditandai dengan peningkatan aktivitas GPT-serum paling tinggi.
Dosis
hepatotoksik yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada
penelitian
Linawati, Apriyanto, Susanti, Wijayanti, dan Donatus (2006),
bahwa dosis
2,5 g/kg BB sudah terbukti mampu meningkatkan aktivitas ALT
serum
pada tikus bila diberikan secara per oral.
b. Penetapan waktu pencuplikan darah
Menurut Olson (2006), kenaikan serum ALT dan AST akan terjadi
pada
waktu 24-48 jam setelah pemejanan parasetamol. Untuk
mendapatkan
waktu pencuplikan darah dilakukan orientasi dengan 3 kelompok
perlakuan
waktu. Masing-masing kelompok sejumlah 5 ekor tikus. Kelompok
I
diambil darah pada jam ke-24 setelah pemejanan parasetamol,
kelompok II
diambil darah pada jam ke-48 setelah pemejanan parasetamol
dan
kelompok III diambil darah pada jam ke-72 setelah pemejanan
-
35
parasetamol. Setelah pengambilan darah, darah diukur aktivitas
serum ALT
dan AST-nya.
c. Penetapan lama pemejanan ekstrak metanol-air daun M.
tanarius
Lama waktu pemejanan ekstrak metanol-air daun M. tanarius
dilakukan
selama 6 hari berturut-turut, pada hari ketujuh dipejankan
senyawa
hepatotoksin dan ukur aktivitas ALT dan AST-nya setelah 48
jam
pemejanan senyawa hepatotoksin.
10. Pengelompokkan dan perlakuan hewan uji
Sejumlah tiga puluh ekor tikus dibagi secara acak ke dalam enam
kelompok
perlakuan masing-masing sejumlah 5 ekor. Kelompok I (kontrol
hepatotoksin)
diberi suspensi parasetamol 2,5 g/kgBB secara oral. Kelompok II
(kontrol
negatif) diberi suspensi CMC-Na 1% dosis 3,84 g/kgBB selama 6
hari
berturut-turut secara oral. Kelompok III (kontrol ekstrak daun
M. tanarius
3,84 g/kgBB diberikan selama 6 hari berturut-turut secara oral.
Kelompok IV
sampai dengan kelompok VI berturut-turut diberi ekstrak
metanol-air daun M.
tanarius dosis 0,426 g/kgBB; 1,280 g/kgBB; dan 3,840 g/kgBB
secara oral
sekali sehari selama 6 hari berturut-turut kemudian pada hari
ke-7 semua
kelompok perlakuan diberi suspensi parasetamol dosis 2,5 g/kgBB
secara
oral. Setelah 48 jam diambil darahnya melalui sinus orbitalis
mata. Cuplikan
darah diambil serumnya untuk diukur aktivitas ALT-AST
serumnya.
-
36
11. Pembuatan serum
Darah tikus diambil melalui sinus orbitalis mata dan ditampung
dalam
tabung sentrifugasi melalui dinding tabung, diamkan selama 15
menit,
kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3000 rpm selama 15
menit dan
diambil supernatannya (serum).
12. Penetapan aktivitas ALT-AST serum
Alat yang digunakan untuk menganalisis aktivitas ALT-AST serum
adalah
vitalab mikro.
Aktivitas enzim diukur pada panjang gelombang 340nm, suhu
37°C,
dengan faktor koreksi -1745. Aktivitas serum ALT dan AST
dinyatakan
dalam U/L. Pengukuran aktivitas serum ALT dan AST dilakukan
di
laboratorium Farmakologi Toksikologi, Fakultas Farmasi,
Universitas Sanata
Dharma, Yogyakarta.
Analisis dilakukan dengan cara sebagai berikut, 100 µL serum
atau plasma
dicampur dengan reagen I sebanyak 800 µL, setelah itu
dicampurkan 200 µL
reagen II, dan dibaca resapan setelah 1 menit. Untuk analisis
fotometri dengan
AST-serum dilakukan sebagai berikut, 100 µL serum atau plasma
dicampur
dengan reagen I sebanyak 800 µL, setelah itu dicampurkan 200 µL
reagen II,
dan dibaca resapan setelah 1 menit.
-
37
F. Tata Cara Analisis Hasil
Data aktivitas ALT-AST diuji dengan Kolmogorov-Smirnov untuk
mengetahui distribusi data dan analisis varian untuk melihat
homogenitas
varian antar kelompoknya sabagai syarat analisis parametrik.
Jika data
terdistribusi normal maka dilanjutkan dengan analisis variansi
pola searah
(ANOVA one way) dengan taraf kepercayaan 95% untuk
mengetahui
perbedaan masing-masing kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan
uji LSD
untuk melihat perbedaan antar kelompok bermakna (signifikan)
(p0,05). Tetapi bila distribusi tidak normal
dilakukan analisis dengan Kruskal Wallis untuk mengetahui
perbedaan
aktivitas ALT-AST serum antar kelompok. Kemudian dilanjutkan uji
dengan
Mann Whitney untuk melihat perbedaan tiap kelompok.
Data derajat kerusakan hati juga dianalisis sesuai prosedur
diatas dengan
taraf kepercayaan 95%. Perhitungan persen efek hepatoprotektif
terhadap
hepatotoksin parasetamol diperoleh dengan rumus :
-
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan membuktikan
khasiat
ekstrak metanol-air daun M. tanarius sebagai hepatoprotektor
tikus terinduksi
parasetamol serta untuk mengetahui kisaran dosis hepatoprotektif
dari ekstrak
metanol-air daun M. tanarius. Agar tujuan tersebut dapat
tercapai, maka
dilakukan serangkaian pengujian. Aktivitas ALT-AST serum
digunakan sebagai
tolok ukur kuantitatif pengujian tersebut.
A. Hasil Determinasi Tanaman
Determinasi tanaman ini dilakukan untuk membuktikan
kebenarannya
bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini adalah benar
M. tanarius,
dimana tanaman ini sering digunakan untuk pakan ternak hewan.
Bagian tanaman
yang digunakan dalam determinasi adalah batang, daun, biji, buah
dan bunga.
Determinasi dilakukan secara benar dengan mencocokkan ciri-ciri
yang
dimiliki sesuai dengan buku acuan. Dari determinasi dinyatakan
bahwa batang,
daun, biji, buah dan bunga yang digunakan adalah benar M.
tanarius.
38
-
39
B. Hasil Penimbangan Bobot Ekstrak Metanol-Air Daun M.
tanarius
Pembuatan ekstrak metanol-air daun M. tanarius menggunakan
metode
penyarian yaitu maserasi. Alasan menggunakan metode maserasi
karena
pengerjaan dan peralatan yang digunakan sederhana. Selain itu,
metode maserasi
ini digunakan untuk menyari simplisia yang mengandung zat aktif
yang mudah
larut dalam cairan penyari. Digunakan cairan penyari metanol-air
(50:50).
Senyawa hipotesis yang diketahui adalah golongan glikosida
fenolik yang dapat
larut dalam air.
Pada standarisasi ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang
dilihat
sebagai parameternya adalah bobot pengeringan tetap dengan susut
pengeringan
0%. Tujuan dilakukan pengukuran parameter non spesifik yaitu
parameter susut
pengeringan adalah untuk menghitung sisa zat setelah dilakukan
pengeringan
pada temperatur 50°C. Ekstrak yang berada dalam cawan ditimbang
setiap 1 jam
selama 24 jam atau hingga berat menjadi konstan (dinyatakan
dalam persen).
Tujuannya adalah untuk menentukan batasan atau rentang mengenai
seberapa
banyak senyawa yang hilang selama proses pengeringan, dimana hal
ini dapat
mempengaruhi bobot ekstrak yang didapatkan sehingga akan
mempengaruhi
konsentrasi dan dosis ekstrak.
Hasil dari proses pengeringan didapatkan bahwa tidak ada
perubahan
bobot ekstrak sehingga diperoleh bobot pengeringan tetap yaitu
pada jam ke-23
dan ke-24. Untuk susut pengeringan ekstrak metanol-air daun M.
tanarius pada
jam ke-23 dan ke-24 sebesar 0% sehingga dapat diketahui pelarut
penyari ekstrak
-
40
sudah tidak ada atau tidak ada sisa. Dengan demikian, pada
penelitian ini, waktu
pengeringan 24 jam yang digunakan untuk memperoleh bobot
pengeringan tetap
ekstrak metanol-air daun M. tanarius.
C. Uji Pendahuluan
1. Penentuan dosis hepatotoksik parasetamol
Pada percobaan ini digunakan parasetamol sebagai
hepatotoksin.
Pemilihan dosis parasetamol dilakukan untuk mengetahui pada
dosis berapa
parasetamol mampu menyebabkan kerusakan pada hati tikus yang
ditandai
dengan peningkatan aktivitas ALT-AST serum paling tinggi.
Dosis yang digunakan pada percobaan ini yaitu 2,5 g/kgBB.
Dosis
tersebut mengacu pada penelitian sebelumnya (Linawati, dkk,
2006), dimana pada
dosis tersebut terbukti mampu meningkatkan aktivitas ALT-serum,
minimal 10
kali lipat terhadap kontrol negatif (Ladoangin, 2004).
2. Penentuan waktu kehepatotoksikan parasetamol mencapai
maksimal
Penentuan waktu kehepatotoksikan parasetamol mencapai
maksimal
bertujuan untuk mengetahui selang waktu dimana parasetamol dosis
2,5 g/kgBB
memberikan efek hepatotoksik maksimal. Hal ini ditunjukkan oleh
aktivitas ALT-
AST serum tertinggi pada selang waktu tertentu. Parasetamol
dosis 2,5 g/kgBB
diujikan pada tikus jantan dengan selang waktu pengambilan
cuplikan darah 24
jam, 48 jam, dan 72 jam.
-
41
Data aktivitas ALT-AST serum setelah pemberian parasetamol dosis
2,5
g/kgBB pada selang waktu 24 jam, 48 jam dan 72 jam tersaji pada
tabel I.
Tabel I. Aktivitas ALT-AST serum sel hati tikus setelah
pemberian
parasetamol dosis 2,5 g/kgBB pada selang waktu 24, 48, dan 72
jam
Selang Waktu (jam)Purata Aktivitas ALT-
serum ± SE (U/L)Purata Aktivitas AST-
serum ± SE (U/L)
24 343,7 ± 33,4 390,3 ± 32,6
48 1102,3 ± 66,5 804,7 ± 137,4
72 505,0 ± 12,7 326,7 ± 27,8
Gambar 6. Diagram batang rata-rata aktivitas ALT-serum sel hati
tikus
setelah pemberian parasetamol dosis 2,5 g/kgBB pada selang
waktu 24, 48, dan 72 jam
Rat
a-ra
taak
tivi
tas
ALT
-
42
Gambar 7. Diagram batang rata-rata aktivitas AST-serum sel hati
tikus
setelah pemberian parasetamol dosis 2,5 g/kgBB pada selang
waktu 24, 48, dan 72 jam
Berdasarkan tabel I terlihat bahwa aktivitas ALT-serum pada
selang waktu
24 jam, 48 jam, dan 72 jam berturut-turut adalah 343,7 ± 33,4
U/L, 1102,3 ± 66,5
U/L dan 505,0 ± 12,7 U/L. Dan untuk aktivitas AST- serum pada
selang waktu 24
jam, 48 jam, dan 72 jam berturut-turut adalah 390,3 ± 32,6 U/L,
804,7 ± 137,4
U/L dan 326,7 ± 27,8 U/L. Aktivitas ALT-serum tertinggi terjadi
pada pemberian
parasetamol 2,5 g/Kg BB dengan selang waktu 48 jam yakni 1102,3
± 66,5 U/L
dan aktivitas AST-serum tertinggi terjadi pada pemberian
parasetamol 2,5 g/Kg
BB dengan selang waktu 48 jam yakni 804,7 ± 137,4 U/L. Dalam
selang waktu
24 jam, aktivitas ALT-AST serum belum mencapai angka aktivitas
yang tinggi.
Hal ini dapat dikarenakan waktu untuk parasetamol menyebabkan
hepatotoksik
belum mencapai maksimal. Dan pada selang waktu 72 jam sudah
terjadi
Rat
a-ra
taak
tivi
tas
AST
-
43
penurunan aktivitas ALT-AST serum yang signifikan (p
-
44
Penetapan lama pemejanan ekstrak metanol-air daun M.
tanarius
dilakukan berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ladoangin
(2004) dan
Linawati dkk (2006), dimana penulis mengambil model penelitian
tikus diberi
ekstrak metanol-air daun M. tanarius selama 6 hari dan pada hari
ke 7 diberi
parasetamol dosis hepatotoksik.
4. Penetapan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius
Tujuan ditetapkan dosis ekstrak metanol-air daun M. tanarius
adalah
untuk menentukan tingkatan dosis ekstrak metanol-air daun M.
tanarius yang
akan digunakan dalam penelitian ini. Penentuan dosis ekstrak
metanol-air daun
M. tanarius didasarkan pada dosis maksimal ekstrak metanol-air
daun M. tanarius
pada tikus jantan. Dosis maksimal ekstrak metanol-air daun M.
tanarius pada
tikus jantan didasarkan pada konsentrasi tertinggi ekstrak
metanol-air daun M.
tanarius yang dapat dipejankan secara oral. Dari hasil orientasi
diketahui bahwa
konsentrasi tertinggi ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang
dapat dipejankan
secara oral pada tikus jantan yaitu 384 mg/ml sehingga dosis
maksimal yang
diperoleh sebesar 3,84 g/kgBB. Kemudian ditentukan 3 tingkatan
dosis ekstrak
metanol-air daun M. tanarius yaitu 0,426; 1,280; dan 3,840
g/kgBB.
-
45
D. Perbandingan Aktivitas ALT-AST serum tiap kelompok
Evaluasi terhadap efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun
M.
tanarius pada tikus jantan terinduksi parasetamol didasarkan
pada ada tidaknya
penurunan aktivitas ALT-AST serum akibat praperlakuan ekstrak
metanol-air
daun M. tanarius terhadap aktivitas ALT-AST serum kontrol
parasetamol.
Aktivitas ALT-AST serum (U/L) disajikan dalam bentuk purata ± SE
pada tabel
II.
Tabel II. Purata ± SE aktivitas ALT-serum tikus jantan
setelahpemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius 1 x sehari
selama 6 hariyang diberikan secara per oral berturut-turut
terinduksi parasetamol dosis2,5 g/kgBB
Aktivitas ALT-serum
% Perbedaan terhadapKel. Praperlakuan Purata ± SE
(U/L) Kel. I Kel. II
EfekHepatoprotektif
(%)
IKontrol Hepatotoksin
Parasetamol 2,5 g/kgBB977,2 ± 85,2 - (+) 1242,3 -
IIKontrol Negatif CMCNa 1% 3,840 g/kgBB
72,8 ± 1,7 (-) 92,5(b) - -
IIIKontrol M.tanarius
3,840 g/kgBB72,8 ± 1,3 (-) 92,5(b) 0,00(tb) -
IVM. tanarius 0,426 g/Kg
BB + parasetamol590,8 ± 36,6 (-) 39,5(b) (+) 711,5(b) 39,5
VM. tanarius 1,280 g/Kg
BB + parasetamol301,0 ± 30,7 (-) 69,2(b) (+) 313,5(b) 69,2
VIM. tanarius 3,840 g/Kg
BB + parasetamol91,2 ± 5,7 (-) 90,7(b) (+) 25,3(tb) 90,7
Ket : tb = berbeda tidak bermakna (P > 0,05)b = berbeda
bermakna (P < 0,05)
-
46
Tabel III. Purata ± SE aktivitas AST-serum tikus jantan
setelahpemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius 1 x sehari
selama 6hari yang diberikan secara per oral berturut-turut
terinduksiparasetamol dosis 2,5 g/kgBB
Aktivitas AST-serum
% Perbedaan terhadapKel. Praperlakuan Purata ± SE
(U/L)Kel. I Kel. II
EfekHepatoprotektif
(%)
IKontrol Hepatotoksin
Parasetamol 2,5 g/kgBB673,2 ± 110,4 - (+) 567,8 -
IIKontrol Negatif CMCNa 1% 3,840 g/kgBB
100,8 ± 3,6 (-) 85,0(b) - -
IIIKontrol M.tanarius
3,840 g/kgBB104,8 ± 3,5 (-) 84,4(b) (+) 3,9(tb) -
IVM. tanarius 0,426 g/Kg
BB + parasetamol499,2 ± 24,1 (-) 25,8(tb) (+) 395,2(b) 25,8
VM. tanarius 1,280 g/Kg
BB + parasetamol252,2 ± 28,7 (-) 62,5(b) (+) 150,2(tb) 62,5
VIM. tanarius 3,840 g/Kg
BB + parasetamol125,8 ± 7,3 (-) 81,3(b) (+) 24,8(tb) 81,3
Ket : tb = berbeda tidak bermakna (P > 0,05)b = berbeda
bermakna (P < 0,05)
-
47
Gambar 8. Diagram batang rata-rata aktivitas ALT-serum sel hati
tikus setelahpemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius 1 x
sehari selama 6 hariyang diberikan secara per oral berturut-turut
terinduksi parasetamol dosis2,5 g/kgBB
Gambar 9. Diagram batang rata-rata aktivitas AST-serum sel hati
tikus setelahpemberian ekstrak metanol-air daun M. tanarius 1 x
sehari selama 6 hariyang diberikan secara per oral berturut-turut
terinduksi parasetamol dosis2,5 g/kgBB
Rat
a-ra
taak
tivi
tas
ALT
Rat
a-ra
taak
tivi
tas
AST
-
48
1. Kontrol hepatotoksin Parasetamol dosis 2,5 g/kgBB
Kontrol hepatotoksin parasetamol 2,5 g/kg BB (kelompok I)
dibuat untuk mengetahui pengaruh induksi parasetamol 2,5
g/kgBB
terhadap sel hati tikus sekaligus digunakan sebagai patokan
dalam
menganalisis efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun
M.
tanarius. Uji ini dilakukan dengan memejankan parasetamol dosis
2,5
g/kgBB secara oral pada tikus. 48 jam kemudian diambil
darahnya
untuk diukur aktivitas ALT-AST serum.
Aktivitas ALT-serum kontrol hepatotoksin parasetamol 2,5
g/kgBB (kelompok I) adalah sebesar 977,2 ± 85,2 U/L. Bila
dibandingkan dengan aktivitas ALT-serum kontrol negatif
CMC-Na
1% 3,84 g/kgBB (kelompok II) sebesar 72,8 ± 1,7 U/L maka
terlihat
adanya kenaikan aktivitas ALT-serum yang begitu besar, yaitu
lebih
kurang 13,4 kalinya atau sebesar 1242,3 % yang tersaji pada
tabel II.
Secara statistik, kenaikan aktivitas ALT-serum kontrol
hepatotoksin
(kelompok 1) terhadap kontrol negatif (kelompok II) tersebut
adalah
bermakna (p
-
49
atau sebesar 567,8 % yang tersaji pada tabel III. Secara
statistik,
kenaikan aktivitas AST-serum kontrol hepatotoksin (kelompok
I)
terhadap kontrol negatif (kelompok II) tersebut adalah
bermakna
(p
-
50
2. Kontrol negatif CMC Na 1% dosis 3,84 g/Kg BB
Kontrol negatif (kelompok II) dibuat dengan tujuan: (1)
memastikan bahwa peningkatan aktivitas ALT-serum (efek
hepatotoksik) pada tikus jantan adalah akibat pemberian
hepatotoksin
parasetamol dan (2) memastikan bahwa efek hepatoprotektif
pada
tikus jantan terinduksi parasetamol adalah akibat praperlakuan
ekstrak
metanol-air M. tanarius. Uji ini dilakukan dengan memberikan
CMC
Na 1% secara oral pada tikus 1x sehari selama 6 hari
berturut-turut. 48
jam kemudian diambil darahnya untuk diukur aktivitas ALT-AST
serum.
Aktivitas ALT-serum kontrol negatif CMC Na 1% 3,84
g/kgBB (kelompok II) adalah sebesar 72,8 ± 1,7 U/L dan
aktivitas
AST-serum kontrol negatif CMC Na 1% 3,84 g/kgBB adalah
sebesar
100,8 ± 3,6 U/L. Angka aktivitas ALT-serum menunjukkan bahwa
kondisi hati masih normal, hal ini dapat dilihat dari angka
aktivitas
ALT-serum yaitu 72,8 ± 1,7 U/L yang masih masuk dalam
rentang
normal serum darah tikus putih. Menurut Hastuti (2008)
rentang
normal serum darah tikus putih sebesar 29,8-77,0 U/L,
sedangkan
aktivitas AST-serum sebesar 100,8 ± 3,6 U/L tidak dapat
menjadi
patokan bahwa hati mengalami kerusakan sel atau nekrosis
walaupun
angka aktivitas tidak masuk dalam rentang normal 19,3-68,9
U/L,
(Hastuti, 2008). Meningkatnya aktivitas AST-serum yang
melebihi
-
51
batas rentang normal ini dapat disebabkan karena sebagian
besar
enzim aspartate tidak spesifik berada didalam hati, tetapi
berada dalam
otot rangka, jantung, hati, serta tersebar ke seluruh jaringan
sehingga
belum dapat digunakan sebagai patokan adanya kerusakan hati.
Pada penelitian ini, nilai aktivitas ALT-AST serum kontrol
negatif CMC Na 1% 3,84 g/kgBB dijadikan patokan nilai normal
ALT-AST serum untuk penelitian ini selanjutnya.
3. Kontrol ekstrak daun M. tanarius dosis 3,84 g/kg BB
Kontrol ekstrak daun M. tanarius (kelompok III) dibuat
dengan
tujuan melihat pengaruh ekstrak daun M. tanarius terhadap sel
hati
tikus tanpa induksi parasetamol. Uji ini dilakukan dengan
memberikan
ekstrak daun M. tanarius dosis 3,84 g/kgBB secara oral pada
tikus 1x
sehari selama 6 hari berturut-turut. 48 jam kemudian diambil
darahnya
untuk diukur aktivitas ALT-AST serumnya.
Aktivitas ALT-serum kontrol ekstrak daun M. tanarius dosis
3,84 g/kgBB (kelompok III) adalah 72,8 ± 1,3 U/L. Bila
dibandingkan
dengan aktivitas ALT-serum kontrol negatif CMC Na 1% dosis
3,84
g/kgBB (kelompok II) sebesar 72,8 ± 1,7 U/L maka terlihat
angka
aktivitas yang hampir mendekati sama (0,0). Secara statistik,
angka
aktivitas ALT-serum kontrol ekstrak daun M. tanarius (kelompok
III)
terhadap kontrol negatif CMC Na 1% dosis 3,84 g/kgBB
(kelompok
-
52
II) tersebut adalah tidak bermakna (p>0,05). Hal ini
menggambarkan
bahwa ekstrak daun M. tanarius tidak memberikan pengaruh
hepatotoksik pada sel hati tikus, karena nilai aktivitas
ALT-serum juga
masih berada dalam rentang normal yaitu 29,8-77,0 U/L,
(Hastuti,
2008)
Aktivitas AST-serum kontrol ekstrak daun M. tanarius dosis
3,84 g/kgBB (kelompok III) adalah 104,8 ± 3,5 U/L. Bila
dibandingkan dengan aktivitas AST-serum kontrol negatif CMC
Na
1% dosis 3,84 g/kgBB (kelompok II) sebesar 100,8 ± 3,6 U/L
maka
angka aktivitas keduanya hampir mendekati sama yaitu 3,9.
Secara
statistik angka aktivitas ini tidak bermakna (p>0,05).
Walaupun angka
aktivitas AST-serum kontrol ekstrak daun M. tanarius dosis
3,84
g/kgBB tidak masuk dalam rentang normal, tetapi angka ini
tidak
dapat menjadi patokan terjadinya kerusakan sel hati tikus
karena
enzim aspartate didalam tubuh, sebagian besar tidak spesifik
berada
didalam hati saja, tetapi berada dalam otot rangka, jantung,
hati, serta
tersebar ke seluruh jaringan.
4. Efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air daun M. tanarius
dosis0,426; 1,280; dan 3,840 g/kgBB pada tikus jantan
terinduksiparasetamol
Evaluasi terhadap efek hepatoprotektif ekstrak metanol-air
daun M. tanarius pada tikus jantan terinduksi parasetamol
didasarkan
-
53
pada ada tidaknya penurunan aktivitas ALT-AST serum akibat
praperlakuan ekstrak daun M. tanarius terhadap aktivitas
ALT-AST
serum kontrol parasetamol.
Dilihat dari tabel II dan III, semakin besar dosis
praperlakuan
ekstrak metanol-air daun M. tanarius yang diberikan, semakin
besar
pula perlindungan yang diberikan pada sel hati, hal ini
ditunjukkan
dengan penurunan aktivitas ALT-AST serum tikus.
Kelompok IV adalah kelompok praperlakuan ekstrak daun M.
tanarius dosis 0,426 g/kgBB. Aktivitas ALT-serum kelompok
ini
adalah sebesar 590,8 ± 36,6 U/L. Bila dibandingkan dengan
aktivitas
ALT-serum kontrol hepatotoksin parasetamol 2,5 g/kgBB
(kelompok
I) yaitu sebesar 977,2 ± 85,2 maka aktivitas ALT-serum kelompok
IV
mengalami penurunan lebih kurang 1,6 kalinya. Dapat diartikan
bahwa
ekstrak daun M. tanarius dosis 0,426 g/kgBB mampu menghambat
peningkatan aktivitas ALT-serum akibat induksi parasetamol
2,5
g/kgBB sebesar 39,5 %. Secara statistik, penurunan tersebut
menunjukkan perbedaan yang bermakna (p
-
54
Aktivitas AST-serum kelompok ini adalah sebesar 499,2 ± 24,1
U/L.
Dapat dilihat di tabel bahwa angka AST-serum juga terjadi
penurunan
dibandingkan dengan kontrol hepatotoksin parasetamol yaitu
sebesar
1,3 kalinya. Dapat diartikan bahwa ekstrak daun M. tanarius
dosis
0,426 g/kgBB mampu menghambat peningkatan aktivitas
AST-serum
akibat induksi parasetamol 2,5 g/kgBB sebesar 25,8 %. Secara
statistik, penurunan tersebut menunjukkan perbedaan yang
tidak
bermakna (p>0,05), yaitu kelompok IV pada dosis 0,426
g/kgBB
mengalami kerusakan hati. Hal ini dapat menunjukkan ekstrak
daun
M. tanarius dosis 0,426 g/kgBB dapat menurunkan aktivitas
ALT-
AST serum sel hati akibat induksi parasetamol, karena
patokan
kerusakan hati lebih spesifik pada aktivitas ALT, dimana
signifikansi
pada kontrol hepatotoksin menunjukkan perbedaan yang
bermakna.
Kelompok V adalah kelompok praperlakuan ekstrak daun M.
tanarius dosis 1,280 g/kgBB. Aktivitas ALT-serum kelompok
ini
adalah sebesar 301,0 ± 30,7 U/L. Bila dibandingkan dengan
kontrol
hepatotoksin parasetamol (kelompok I) maka aktivitas
ALT-serum
kelompok V mengalami penurunan lebih kurang 3,2 kalinya.
Dapat
diartikan bahwa ekstrak daun M. tanarius dosis 1,280 g/kgBB
mampu
menghambat peningkatan aktivitas ALT-serum akibat induksi
parasetamol 2,5 g/kgBB sebesar 69,2 %. Secara statistik,
penurunan
tersebut menunjukkan perbedaan yang bermakna (p
-
55
menunjukkan bahwa praperlakuan ekstrak daun M. tanarius
dosis
1,280 g/kgBB mampu memberikan perlindungan terhadap hati
tikus
akibat induksi parasetamol 2,5 g/kgBB.
Kemampuan perlindungan ekstrak daun M. tanarius dosis
1,280 g/kgBB juga dapat dilihat dari aktivitas AST-serumnya.
Aktivitas AST-serum kelompok ini adalah sebesar 252,2 ± 28,7
U/L.
Dapat dilihat di tabel III bahwa angka AST-serum juga
terjadi
penurunan dibandingkan dengan kontrol hepatotoksin
parasetamol
yaitu sebesar 2,6 kalinya. Dapat diartikan bahwa ekstrak daun
M.
tanarius dosis 1,280 g/kgBB mampu menghambat peningkatan
aktivitas AST-serum akibat induksi parasetamol 2,5 g/kgBB
sebesar
62,5 %. Secara statistik, penurunan tersebut menunjukkan
perbedaan
yang bermakna (p
-
56
tikus oleh ekstrak daun M. tanarius dosis 1,280 g/kgBB (kelompok
V)
sebesar 62,5 % lebih baik daripada ekstrak daun M. tanarius
dosis
0,426 g/kgBB (kelompok IV) sebesar 25,8 %.
Kelompok VI adalah kelompok praperlakuan ekstrak daun M.
tanarius dosis 3,840 g/kgBB. Aktivitas ALT-serum kelompok
ini
adalah sebesar 91,2 ± 5,7 U/L. Bila dibandingkan dengan
kontrol
hepatotoksin parasetamol (kelompok I) maka aktivitas
ALT-serum
kelompok VI mengalami penurunan lebih kurang 10,7 kalinya.
Dapat
diartikan bahwa ekstrak daun M. tanarius dosis 3,840 g/kgBB
mampu
menghambat peningkatan aktivitas ALT-serum akibat induksi
parasetamol 2,5 g/kgBB sebesar 90,7 %. Secara statistik,
penurunan
tersebut menunjukkan perbedaan yang bermakna (p
-
57
aktivitas AST-serum akibat induksi parasetamol 2,5 g/kgBB
sebesar
81,3 %. Secara statistik, penurunan tersebut menunjukkan
perbedaan
yang bermakna (p