-
1
Efek Cekaman Kromium terhadap Profil Protein dan Aktivitas Enzim
Glutathion Reduktase pada Biji Sorghum
bicolor (L.) Moench
(The Effect of Stress Chromium on Protein Profile and
Glutathione Reductase Activity of Sorghum bicolor (L.)
Moench Seeds)
Oleh :
Nisvi Kusumawardani NIM: 412011006
SKRIPSI
Diajukan untuk memenuhi sebagian dari persyaratan untuk
memperoleh gelar sarjana Sains (Biologi) dari Program Studi
Biologi, Fakultas Biologi
Fakultas Biologi Universitas Kristen Satya Wacana
Salatiga 2015
-
2
-
3
-
4
-
1
ABSTRAK
Soil contamination by chromium is increasing due to
anthropogenic
activities. Chromium is known to be toxic to plants. Toxicity
effects of
chromium inhibits most physiological processes at all levels of
plant
metabolism. In this study, Cr toxicity on SDS-PAGE protein
profile and
glutathione reductase activity was studied in sorghum seeds.
Seeds were
harvested from three varieties sorghum plants which were growth
in Hoagland
medium with 5 treatments i.e. control, trivalent chromium (two
treatments
i.e. 500 mg Cr/L CrCl3 and 500 mg Cr/L KCr(SO4)2) and hexavalent
treatments
(two treatments i.e. 5 mg Cr/L K2CrO4 and 5 mg Cr/L K2Cr2O7).
Characterization
using SDS PAGE showed that the protein profile of three
varieties of sorghum
seeds from chomium treated plants was different from control
plants. The
banding patterns of protein profile in seeds from chromium
treated sorghum
plants revealed both qualitative and quantitative changes.
Chromium
treatments, either trivalent or hexavalent increased the number
of
polypeptides synthesized in Kawali and Keris M3 varieties seeds,
but inhibited
in Numbu. In three sorghum varieties were used, the band
intensity of
glutathione reductase enzyme was increased by chromium
treatments.
Moreover, in the three varieties of sorghum seeds, glutathione
reductase
activity increased significantly as a result of treatments of
chromium. The total
protein content in the seeds of three varieties of sorghum also
increased
significantly as a result of treatment of chromium. In
conclusion, the seeds
proteins extracted from chromium treated sorghum plants showed
variation in
the range of molecular weights, total protein contents, and
glutathione
reductase activity compared to control plants.
Key words: Chromium, seed, sorghum, protein profile, glutathione
reductase
LATAR BELAKANG
Kromium (Cr) secara alami tersedia di alam, dan biasanya
terdapat di
batu-batuan, tanah, tumbuhan, udara, dan hewan (Shanker et al.
2005).
Aktivitas manusia seperti pembuatan asam kromat, pelapisan
logam, industri
tekstil, penyamakan kulit (Liu et al. 2009; Yadav, 2010;
Mongkhonsin et al.
2011), produksi senyawa kimia mengandung Cr, dan penggunaan
pupuk dan
pestisida dapat meningkatkan pencemaran Cr di lingkungan
(Bielicka et al.
2005). Cr termasuk kelompok logam transisi yang berada pada
kelompok VIB
pada tabel periodik unsur dan ditemukan dalam beberapa bentuk,
seperti ion,
-
2
kompleks senyawa anorganik dan ligand organik, serta partikel
koloid (Bielicka
et al. 2005). Cr digolongkan ke dalam logam berat karena
memiliki sifat-sifat
logam, memiliki berat spesifik lebih dari 5 g/m3, dan memiliki
nomor atom
>20 (Zayed dan Terry, 2003). Menurut Revathi et al. (2011),
konsentrasi Cr
dalam tanah berkisar antara 0,1 sampai dengan 250 ppm, dan di
daerah
tertentu terdapat tanah yang mengandung kromium sebesar 400 ppm.
Secara
keseluruhan, sebagian besar tanah telah terbukti mengandung
kromium
dengan rata-rata 50 ppm (Hartel, 1986).
Spesies Cr yang bentuknya stabil di lingkungan adalah Cr (III)
dan Cr (VI)
(Shanker et al. 2005; Yu dan Gu, 2008). Cr(III) dan Cr(VI)
memiliki perbedaan
dalam hal mobilitas, kelarutan, reaktivitas, ketersediaan, dan
toksisitas (Yu dan
Gu, 2008; Oliveira, 2012). Berdasarkan toksisitasnya, diketahui
bahwa Cr(VI)
lebih toksik dibandingkan dengan Cr(III) (Panda dan Patra,
1997). Jenis Cr(VI)
yang paling dominan dilaporkan adalah kromat (CrO42-) dan
dikromat (CrO7
2-).
Menurut Bartlett (1991), Cr(VI) dalam bentuk kromat dan dikromat
memiliki
kelarutan sangat tinggi di dalam air. Cr(III) keberadaannya
lebih dominan, dan
dapat dioksidasi menjadi Cr(VI) (Hashim et al. 2011; Violante et
al. 2007).
Cr merupakan logam berat non essensial dan bersifat toksik
bagi
tumbuhan (Shanker et al.2005). Menurut Shanker et al. (2005)
Cr(VI) adalah
oksidan kuat dengan potensial redoks tinggi pada
kisaran1,33-1,38 Ev untuk
generasi yang cepat dan ROS yang tinggi serta toksisitas yang
dihasilkannya,
sehingga mengakibatkan cekaman oksidatif (Manara, 2012). Cr(VI)
memicu
terbentuknya spesies oksigen reaktif, seperti oksida (O2-),
hidrogen peroksida
(H2O2), dan hidroksil (OH-) (Zhou et al. 2009). Cr(VI) juga
dapat mengakibatkan
penurunan biomassa tanaman (Shanker et al. 2005; Zhang et al.
2009),
mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman, serta
mengakibatkan
kerusakan protein (Vajpayee et al. 2000; Panda dan Choudhury,
2004), lemak,
dan DNA (Kohen dan Nyska, 2002).
Salt et al. (1998) menyatakan bahwa mekanisme molekuler dalam
proses
detoksifikasi logam berat sangat penting untuk mengembangkan
tanaman
sebagai agen fitoremediasi pada daerah terkontaminasi. Protein
merupakan
ekspresi dari gen, karakter fenotip sebagai hasil interaksi
antara faktor genotip
dan lingkungan (Brock et al. 1992). Beberapa penelitian
melaporkan bahwa
tanaman mengekspresikan protein spesifik sebagai respon terhadap
akumulasi
logam berat dan kadar garam di lingkungan, seperti senyawa
osmolit dan
fitokelatin (Hirata et al. (2005); Inouhe (2005); dan Nayer dan
Reza (2007).
http://www.hindawi.com/56125080/
-
3
Rodriguez (1996) dan Jemal et al. (1998) menyatakan bahwa salah
satu cara
untuk mengetahui keberadaan protein cekaman dapat dilakukan
dengan
analisa profil protein. Analisa profil protein dapat dilakukan
dengan metode
SDS-PAGE (Laemmli, 1970) yang merupakan metode pemisahan
protein
berdasarkan perbedaan berat molekulnya (Bollag et al. 1991).
Mekanisme toleransi pada spesies dan varietas tumbuhan yang
berbeda
dikontrol oleh gen yang berbeda serta melalui lintasan biokimia
yang berbeda
pula. Kelompok tumbuhan akumulator mempunyai mekanisme khusus
untuk
dapat mengakumulasi logam dengan kadar tinggi dan dapat
mendetoksifikasinya di dalam sel. Tumbuhan memiliki mekanisme
toleransi
terhadap toksisitas Cr, yaitu melalui detoksifikasi dengan
mengubah valensi Cr
(VI) menjadi Cr (III). Pengubahan valensi tersebut dengan proses
reduksi secara
enzimatis maupun oleh senyawa pereduksi di dalam sel,
misalnya
menggunakan enzim kromat reduktase seperti pada bakteri (Thato
et al. 2014).
Salah satu jenis tumbuhan potensial yang perlu dikaji mekanisme
toleransinya
terhadap cekaman kromium adalah Sorgum (Sorghum bicolor), karena
belum
banyak diteliti dan dilaporkan. Sorghum bicolor merupakan
tanaman sereal
yang tumbuhnya mencapai 5 m, termasuk ke dalam famili Poaceae
(Dial,
2012). Tanaman ini mampu tumbuh di daerah dengan curah hujan
marjinal,
dan suhu tinggi (Barcelos et al. 2011). Sorgum dipilih dalam
penelitian, karena
merupakan tanaman pangan, banyak dibudidayakan di Indonesia,
mudah
diperoleh, mampu tumbuh pada kondisi tanah yang terkontaminasi
logam
berat, dan toleran pada kondisi tanah yang basah maupun kering
(Agustina et
al. 2010; Revathi et al. 2011). Pernyataan ini diperkuat oleh
Revathi et al.
(2011) yang menyatakan bahwa sorgum adalah salah satu jenis
tanaman
akumulator logam berat yang produktivitasnya sangat dipengaruhi
oleh adanya
cekaman logam berat.
Gambar 1. Siklus reduksi-oksidasi glutathion (Testa et al.
1995)
-
4
Mekanisme sorgum dalam menghambat toksisitas Cr, yaitu
dengan
menggunakan enzim glutathion reduktase (Malmir, 2011). Enzim
glutathione
reduktase berperan dalam mengkatalisis substratnya, yaitu GSSG
(glutathion
teroksidasi) menjadi GSH (glutathion tereduksi) dengan bantuan
NADPH
sebagai koenzimnya (Winarsi, 2007). Enzim ini berlokasi di
berbagai
kompartemen subselular seperti kloroplas, sitosol, mitokondria
dan
peroksisom (Edwards et al. 1990; Jimenez et al. 1997). Malmir
(2011),
melaporkan bahwa hiperaktivitas glutathion reduktase menunjukkan
bahwa
enzim ini memainkan peran penting dalam melindungi sorgum dari
toksisitas
Cr(VI).
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh cekaman
Cr(III) dan
Cr(VI) terhadap profil protein dan menganalisis aktivitas enzim
gluthation
reduktase pada biji S. bicolor.
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian dilakukan secara eksperimental. Rancangan penelitian
yang
digunakan adalah rancangan acak faktorial dengan 2 faktor, yaitu
perlakuan Cr
dan varietas biji sorgum. Setiap perlakuan dengan 5 ulangan,
setiap sub-unit
percobaan terdiri dari 1 bulir sorgum.
Gambar 2. Biji S. bicolor varietas Numbu Keris M3, dan
Kawali
Keterangan:
a. Kontrol
b. CrCl3
c. KCr(SO4)2d. K2CrO4
e. K2Cr2O7
-
5
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi, biji
sorgum dari 3
varietas, yaitu varietas Numbu, Kawali, dan Keris M3. Biji
sorgum diperoleh
dari hasil panen tanaman sorgum yang berumur 90 hari, yang
yang
sebelumnya telah diberi perlakuan Cr(III) dan Cr(VI). Perlakuan
Cr(III) dan Cr(VI)
dengan konsentrasi sebagai berikut, 0 mg Cr/L untuk kontrol, 500
mg Cr/L
untuk CrCl3 dan KCr(SO4)2, serta 5 mg Cr/L untuk K2CrO4 dan
K2Cr2O7. Bahan
yang digunakan untuk pengukuran kandungan Cr(VI) pada biji
sorgum, yaitu
H2SO4 pekat, tissue, HCl, HNO3, kertas saring, aseton,
difenilkarbasid, dan
akuades. Bahan yang digunakan untuk pengukuran aktivitas enzim
glutation
reduktase, yaitu NADPH (nikotinamida adenin dinukleotida
fosfat), EDTA (asam
etilen diamin tetra asetat), Na-fosfat, GSSG (glutathion
disulfida), dan DNTB
(dinitrothiocyanobenzene). Bahan yang digunakan untuk pengukuran
total
protein dan profil protein SDS-PAGE (elektroforesis gel
poliakrilamida- sodium
dodesil sulfat), di antaranya sukrosa, mercapto ethanol, Tris
hidroklorida (HCl),
MgCl2, asam trikloroasetat (TCA), NaOH, Kalium fosfat, H2O,
tissue, Tris-base,
Acrylamide/ Bis, SDS (sodium dodesil sulfat), APS (amonium
persulfat), TEMED
(tetra metil etilen diamin), Coomassie Brilliant Blue G-250,
methanol, asam
asetat, dan glisin.
Alat-alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi,
timbangan analitik
(Shimadzu model TX323L), oven (Memmert), spektrofotometer
(Shimadzu UV-
mini 1240), seperangkat alat elektroforesis (Bio-Rad), kuvet,
mortar, pestel,
sentrifus (Eppendorf 5418), baki, beaker glass 10 ml; 100 ml;
250 ml; 500 ml;
1000 ml, microtube 1,5 ml; 2 ml, yellow tip, blue tip,
mikropipet (Gilson), strirer,
batang pengaduk, spin bar, kaca, plastik, pipet ukur 5 ml; 10
ml, dan pilius.
METODE PENELITIAN
Pengukuran berat basah dan berat kering biji S. bicolor
Pengamatan pertumbuhan biji berdasarkan pada penentuan berat
basah
dan berat kering. Biji S. bicolor ditimbang berat basahnya,
kemudian
dikeringkan selama 3 hari menggunakan oven (Memmert) pada suhu
80oC.
Setelah kering, ditimbang berat keringnya menggunakan timbangan
analitik
(Shimadzu model TX323L).
-
6
Pengukuran kandungan Cr(VI) pada biji S. bicolor
Pengukuran Cr(VI) dilakukan dengan metode difenilkarbazid
secara
spektrofotometrik dengan cara destruksi kering menggunakan
furnace
menurut metode Gheju et al. (2009). Biji yang telah dikeringkan,
dihaluskan
menggunakan blender. Sebanyak 0,1 g serbuk sampel diabukan pada
suhu
500OC selama 5 jam menggunakan furnace. Hasil pengabuan
ditambahkan 5 ml
campuran 2 M HCl dan 1 M HNO3, disaring menggunakan kertas
saring,
kemudian kandungan Cr(VI) diukur menggunakan metode
difenilkarbazid
(Anonim, 1992).
Sampel yang telah didestruksi, diencerkan 50x dengan akuades.
H2SO4
pekat digunakan untuk mengatur pH
-
7
protein ditambahkan pada campuran yang terdiri atas 810 μL
buffer Kalium
fosfat yang mengandung 2mM EDTA, 375 μL DTNB, dan 150 μL NADPH
0,1
mM. Sebanyak 150 μL GSSG 1 mM ditambahkan terakhir saat
pengukuran nilai
absorbansi. Selanjutnya serapan dibaca pada panjang gelombang
412 nm
selama 3 menit pada suhu 25°C. Aktivitas enzim glutathione
reduktase diukur
dengan mengikuti reduksi 5,5’-dithio-bis-(2-nitrobenzoic acid)
(DTNB) menjadi
2-nitro-5-thiobenzoic (TNB) oleh GSH. DTNB dan glutathion (GSH)
bereaksi
untuk menghasilkan asam TNB yang memiliki warna kuning. GSSG
(glutathione
teroksidasi) yang dihasilkan dari siklus oksidasi GSH dapat
direduksi kembali
menjadi GSH oleh enzim glutation reduktase, kemudian GSH
bereaksi dengan
DTNB lagi untuk menghasilkan lebih banyak asam
2-nitro-5-thiobenzoic (TNB).
Peningkatan absorbansi per satuan waktu dikarenakan pembentukan
TNB
(Sunkar, 2011). Nilai koefisien ekstingsi TNB untuk penentuan
aktivitas enzim
Glutathion reduktase adalah 14,15/M/cm. Aktivitas enzim
dinyatakan dalam
mol TNB/mg protein.
Aktivitas enzim= (∑ GSH yang diproduksi/ 3 menit) x (1/
koefisien ekstingsi) x (volume total reaksi/ volume ekstrak yang
diukur) x (total volume ekstrak/ berat basah sampel x total protein
x 1000)
Analisis Profil Protein dengan SDS-PAGE
Ekstraksi protein
Proses ekstraksi protein dilakukan menurut metode Debbritto et
al.
(2011). Sampel biji ditimbang sebanyak 500 mg, lalu dihaluskan
dengan mortar
dan pestel dalam buffer ekstraksi (0,1 M Tris HCl pH 8,0; 0,01 M
MgCl2; 18%
(w/v) Sukrosa; 40mM β-mercaptoethanol). Homogenat tersebut
disentrifus
pada kecepatan 10.000 rpm selama 10 menit, kemudian supernatan
diambil,
lalu dicatat volumenya. 10% TCA ditambahkan sebanyak volume
supernatan
(1:1). Campuran disentrifus dengan kecepatan 10.000 rpm selama
10 menit.
Pellet diambil, dan dilarutkan dalam 50µl 0,2 N NaOH. Setelah
itu disimpan
pada suhu -20OC untuk dianalisis lebih lanjut.
Running elektroforesis
Proses running elektroforesis dilakukan menurut metode Debbritto
et al.
(2011). Separating gel 10% disiapkan dengan komposisi sebagai
berikut, 2,45
ml H2O, 1,25 ml Tris 1,5 M pH 8,8, 1,25 ml Acrylamide/ Bis, SDS
10%, APS 10%,
dan 0,005 ml Temed. Setelah separating gel membeku ditambahkan
stacking
-
8
gel 4% dengan komposisi sebagai berikut, 3,14 ml H2O, 1,25 ml
Tris-base 1,5 M
pH 8,8, 0,5625 ml Acrylamide/ Bis, SDS 10%, APS 10%, dan 0,005
ml Temed.
Sisir (comb) dimasukkan pada puncak glass plate dan ditunggu
hingga menjadi
gel. Sisir dikeluarkan sehingga terbentuk sumur-sumur pada gel.
Seperangkat
glass plate dipasang, kemudian dimasukkan ke dalam chamber yang
berisi
running buffer. Secara berurutan, sumuran diisi dengan 10 µL
marker protein
untuk dijadikan patokan skala berat molekul protein, lalu 5 µL
enzim
glutathione reduktase, 20 µL sampel biji kontrol, 20 µL sampel
biji CrCl3, 20 µL
sampel biji KCr(SO4)2, 20 µL sampel biji kromat, dan 20 µL
sampel biji dikromat.
Voltase yang digunakan, yaitu 30 V selama 30 menit, dilanjutkan
75 V selama 1
jam, dan 100 V selama 30 menit. jika elektroforesis sudah
selesai, kemudian
diwarnai dengan Coomassie Brilliant Blue G-250 selama 30 menit.
Setelah itu
proses destaining selama 30 menit, kemudian gel dipacking. Data
hasil
elektroforesis dianalisis dengan membuat kurva kalibrasi untuk
estimasi berat
molekul. Nilai Rf diukur dan ditempatkan sebagai sumbu x,
sedangkan berat
molekul (biasanya dinyatakan dalam sebagai fungsi dari log berat
molekul)
ditempatkan sebagai sumbu y. Grafik yang didapatkan berupa
grafik linear
dengan persamaan garis y= a + bx.
Rf=
ANALISIS DATA
Data yang telah diperoleh dianalisis menggunakan program SPSS
11,5 for
Windows. Analisis varian (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh
perlakuan atau
kombinasi perlakuan terhadap parameter yang diukur, dengan taraf
pengujian
5%. Uji posterior yang digunakan adalah Tukey. Uji
Kruskal-Wallis dilakukan jika
data tidak memenuhi syarat ANOVA meskipun telah dilakukan
transformasi
data. Profil protein biji sorgum yang telah diperoleh dianalisis
menggunakan
cluster analysis program MPSV (Multivariate Statistical
Package).
HASIL
Berat basah dan Berat kering
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa berat basah
dari
ketiga varietas cenderung mengalami penurunan akibat perlakuan
Cr(III) dan
Cr(VI). Penurunan berat basah pada varietas Numbu, Kawali, dan
Keris M3
secara berurutan adalah 37,66%, 24,99%, dan 22,64%. Hampir
seluruh
-
9
perlakuan Cr(III) dan Cr(VI) tidak memperlihatkan beda nyata
terhadap kontrol.
Hanya Numbu perlakuan dikromat, Keris perlakuan K2CrO4 dan
K2Cr2O7 yang
berbeda nyata dengan kontrol.
Perlakuan Cr(III) dan Cr(VI) juga menyebabkan penurunan berat
kering
pada ketiga varietas sorgum. Penurunan berat kering pada
varietas Numbu,
Kawali, dan Keris M3 secara berurutan adalah 35,95%, 32,50%, dan
27,95%.
Hampir seluruh perlakuan Cr(III) dan Cr(VI) tidak memperlihatkan
beda nyata
terhadap kontrol. Hanya Numbu perlakuan K2CrO4 dan K2Cr2O7 yang
berbeda
nyata dengan kontrol. Penurunan (P0,05) berat basah dan berat
kering paling
tinggi terjadi pada varietas Numbu, tepatnya pada varietas Numbu
perlakuan
Cr(VI) (Tabel 1).
Tabel 1. Berat basah dan berat kering biji Sorghum bicolor
varietas Numbu,
Keris, dan Kawali pada kondisi cekaman Cr
Varietas Perlakuan Berat basah (g) Berat kering (g)
Numbu
Kontrol 15,53 ± 0,85a
9,95 ± 1,65ab
CrCl3 12,7 ± 1,21abcd
8,59 ± 0,90abc
KCr(SO4)2 11,76 ± 1,50abcde
7,73 ± 1,03abcd
K2CrO4 7,33 ± 1,48de
4,52 ± 0,60d
K2Cr2O7 6,93 ± 1,81e
4,65 ± 0,90d
Keris M3
Kontrol 14,83 ± 1,45a
10,49 ± 2,02a
CrCl3 14,66 ± 3,35a
7,42 ± 2,08abcd
KCr(SO4)2 14,60 ± 3,4a
7,34 ± 1,05abcd
K2CrO4 7,86 ± 1,92cde
6,90 ± 0,98bcd
K2Cr2O7 7,37 ± 0,88cde
6,66 ± 0,62bcd
Kawali
Kontrol 13,83 ± 1,55ab
8,45 ± 0,58abc
CrCl3 12,63 ± 1,25abcde
7,13 ± 0,99abcd
KCr(SO4)2 13,10 ± 1,85abc
6,25 ± 1,31cd
K2CrO4 8,26 ± 1,79bcde
5,50 ± 0,50cd
K2Cr2O7 8,80 ± 2,17bcde
5,47 ± 0,34cd
Catatan= Data ditampilkan dalam purata berat basah dan berat
kering (±SD)(n=5) a,b,c,d,e menunjukkan beda signifikan (P≤0,05)
antar perlakuan Cr pada ketiga varietas untuk tiap parameter.
-
10
Kandungan Cr(VI) dalam biji S. bicolor
Tabel 2 menunjukkan bahwa kandungan Cr(VI) pada ketiga
varietas
perlakuan kontrol berbeda nyata dengan seluruh biji sorgum
perlakuan Cr(III)
dan Cr(VI). Biji sorgum varietas Numbu dan Kawali terdeteksi
paling banyak
mengandung Cr(VI), sedangkan varietas Keris M3 terdeteksi paling
rendah
mengandung Cr(VI). Perlakuan Cr(III) pada ketiga varietas
terdeteksi adanya
Cr(VI), namun tidak berbeda nyata antar varietas (Tabel 2).
Tabel 2. Kandungan Cr(VI) (mg-1 berat kering sampel) pada biji
sorgum varietas
Numbu, Keris, dan Kawali yang diberikan perlakuan Cr(III) dan
Cr(VI).
Varietas Perlakuan Kandungan Cr(VI)
(mg-1 berat kering sampel)
Numbu
Kontrol Td
CrCl3 0,032 ± 0,012b
KCr(SO4)2 0,036 ± 0,012b
K2CrO4 0,069 ± 0,004a
K2Cr2O7 0,071 ± 0,005a
Keris M3
Kontrol Td
CrCl3 0,021 ± 0,006b
KCr(SO4)2 0,024 ± 0,009b
K2CrO4 0,029 ± 0,007b
K2Cr2O7 0,030 ± 0,008b
Kawali
Kontrol Td
CrCl3 0,030 ± 0,007b
KCr(SO4)2 0,030 ± 0,011b
K2CrO4 0,060 ± 0,007a
K2Cr2O7 0,060 ± 0,004a
Catatan= Data ditampilkan dalam purata kandungan Cr(±SD), Td
(Tidak terdeteksi) a,b menunjukkan beda signifikan (P≤0,05) antar
perlakuan Cr pada ketiga varietas
Aktivitas glutathion reduktase
Tabel 3 menunjukkan aktivitas glutation reduktase pada S.
bicolor yang
dipengaruhi oleh adanya cekaman Cr. Aktivitas enzim glutatione
reduktase
-
11
pada perlakuan Cr(III) dan Cr(VI) lebih tinggi dibandingkan
kontrol. Aktivitas
enzim glutation reduktase paling tinggi terjadi pada perlakuan
Cr(VI) varietas
Keris M3.
Tabel 3. Aktivitas Glutation reduktase biji sorgum varietas
Numbu, Keris M3, dan Kawali pada kondisi cekaman Cr
Varietas Perlakuan
Aktivitas Glutation reduktase
(mol TNB/mg protein)
Numbu
Kontrol 8,60 ± 1,12g
CrCl3 19,34 ± 3,13def
KCr(SO4)2 20,31 ± 3,84def
K2CrO4 39,98 ± 3,93b
K2Cr2O7 36,08 ± 3,09bc
Keris M3
Kontrol 11,13 ± 1,71 efg
CrCl3 26,87 ± 4,78cd
KCr(SO4)2 22,25 ± 3,17d
K2CrO4 53,50 ± 3,53a
K2Cr2O7 52,61 ± 6,59a
Kawali
Kontrol 9,80 ± 0,97fg
CrCl3 23,05 ± 2,57cd
KCr(SO4)2 20,99 ± 3,23de
K2CrO4 46,47 ± 3,10ab
K2Cr2O7 43,58 ± 2,35ab
Catatan= Data ditampilkan dalam purata aktivitas enzim Glutation
reduktase (±SD) a,b,c,d,e,f,g menunjukkan beda signifikan (P≤0,05)
antar perlakuan Cr pada ketiga varietas.
Profil protein Gambar 3 menunjukkan jumlah pita protein biji S.
bicolor berdasarkan
berat molekulnya. Jumlah pita protein pada varietas Numbu
mengalami
penurunan ketika diberi perlakuan Cr(III) dan Cr(VI). Pita
protein dengan berat
molekul 10 kDa, 13 kDa, 47 kDa, 81 kDa, 91 kDa, dan 103 kDa yang
terdapat
pada kontrol, tidak ditemukan pada perlakuan Cr. Perlakuan Cr
memiliki pita
protein baru, meskipun terdapat beberapa pita protein yang
hilang. Varietas
Kawali cenderung mengalami peningkatan jumlah pita protein
ketika diberi
perlakuan Cr(III) dan Cr(VI). Perlakuan Cr(VI) banyak ditemukan
pita protein
-
12
baru sehingga memiliki jumlah pita protein paling banyak. Jumlah
pita protein
varietas Keris M3 meningkat pada perlakuan Cr(III), namun
cenderung
menurun pada perlakuan Cr(VI).
Gambar 3. Jumlah pita protein biji S. bicolor varietas Numbu,
Keris M3, dan Kawali pada kondisi cekaman Cr(III) dan Cr(VI)
Gambar 4 menunjukkan bahwa baik pada kontrol maupun perlakuan
Cr
pada ketiga varietas terlihat memiliki pita protein yang berat
molekulnya sama
dengan enzim glutathion reduktase. Enzim glutathion reduktase
pada varietas
Numbu, Keris M3, dan Kawali secara berurutan memiliki berat
molekul 57 kDa,
58 kDa, dan 60 kDa. Berdasarkan ketebalan pitanya, perlakuan Cr,
baik Cr(III)
maupun Cr(VI) meningkatkan ketebalan pita protein enzim
glutathion
reduktase. Pada varietas Numbu dan Kawali yang diberi perlakuan
Cr(III), pita
protein glutathion reduktase lebih tebal dibandingkan Cr(VI),
sedangkan pada
Keris M3, pita protein glutathion reduktase paling tebal
terlihat pada perlakuan
K2Cr2O7. Semakin tebal pita protein menunjukkan bahwa
intensitasnya tinggi
dan jumlah protein yang terkandung dalam pita protein tersebut
juga tinggi.
-
13
Gambar 4. Profil protein biji sorghum (A. Numbu, B. Keris M3,
dan C. Kawali)
-
14
Gambar 5. Dendogram Profil Protein Biji Varietas Numbu, Keris
M3, dan Kawali perlakuan kontrol
Gambar 6. Dendogram Profil Protein Biji Varietas Numbu, Keris
M3, dan Kawali dengan Perlakuan Cr(III)
Gambar 7. Dendogram Profil Protein Biji Varietas Numbu, Keris
M3, dan Kawali dengan Perlakuan Cr(VI)
Ketiga dendogram profil protein menunjukkan persamaan
karakterisasi
pita protein berdasarkan berat molekulnya. Perlakuan Cr
mempengaruhi
ekspresi protein yang ditunjukkan dengan adanya perbedaan
karakterisasi
antar varietas dan perlakuan. Perlakuan kontrol menunjukkan
bahwa varietas
Keris M3 dan Numbu memiliki persamaan karakterisasi pita protein
dengan
indeks similaritas 6,16, akan tetapi pada perlakuan Cr(III) dan
Cr(VI), varietas
Numbu cenderung memiliki persamaan karakter pita protein dengan
Kawali.
Indeks similaritas antara Numbu dan Kawali pada perlakuan
Cr(III) dan Cr(VI)
sebesar 6,40.
-
15
Total protein
Pemberian Cr(III) dan Cr(VI) pada S. bicolor mengakibatkan
terjadinya
peningkatan total protein pada perlakuan Cr(III) dan Cr(VI)
dibandingkan
kontrol. Perlakuan Cr(VI) mengalami peningkatan total protein
yang lebih besar
dibandingkan Cr(III). Peningkatan total protein paling tinggi
terjadi pada
varietas Keris M3, sedangkan varietas Numbu mengalami
peningkatan yang
terendah. Perlakuan Cr(III) dan Cr(VI) pada varietas Keris M3
memperlihatkan
beda nyata dengan kontrol, sedangkan pada perlakuan Cr(III)
Numbu tidak
berbeda nyata dengan Kawali kontrol. Begitu pula dengan
perlakuan Cr(III)
Kawali yang tidak berbeda nyata dengan Keris M3 perlakuan
kontrol (Gambar
1).
Gambar 8. Total protein terlarut pada biji sorgum varietas
Numbu, Keris M3, dan Kawali yang diberikan perlakuan Cr(III) dan
Cr(VI). Data ditampilkan dalam purata total protein ±SD. Notasi
a,b,c,d,e,f,g
menunjukkan beda signifikan (P≤0,05) antar perlakuan Cr pada
ketiga varietas.
PEMBAHASAN
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Cr menyebabkan
penurunan
berat basah dan berat kering biji sorgum pada ketiga varietas.
Penurunan berat
akibat perlakuan Cr(VI) lebih besar dibandingkan perlakuan
Cr(III). Hampir
seluruh perlakuan Cr(III) dan Cr(VI) tidak memperlihatkan beda
nyata terhadap
kontrol. Hal ini diduga karena tingginya aktivitas enzim
glutathion reduktase
dapat menghambat toksisitas Cr terhadap gangguan pertumbuhan
biji
sorghum.
-
16
Persentase penurunan berat basah dan berat kering yang
berbeda-beda
pada ketiga varietas tersebut terjadi akibat perlakuan Cr(III)
dan Cr(VI)
disebabkan oleh perbedaan toksisitas Cr(III) dan Cr(VI) (Chandra
et al. 2004).
Penurunan berat basah dan berat kering yang signifikan pada biji
yang diberi
perlakuan Cr(VI) mengindikasikan bahwa Cr(VI) lebih toksik
dibandingkan Cr(III)
(Mongkhonsin et al. 2011).
Cr yang terakumulasi di biji sorgum varietas Numbu dan Kawali
lebih besar
dibandingkan dengan Keris M3. Meskipun akumulasi Cr(VI) pada
varietas
Kawali tinggi, akan tetapi penurunan berat kering pada varietas
ini rendah. Hal
ini terjadi diduga karena adanya aktivitas enzim glutathion
reduktase yang
tinggi sehingga dapat menghambat Cr dalam menurunkan berat basah
dan
berat keringnya. Berbeda dengan varietas Numbu yang memiliki
akumulasi
Cr(VI) yang tinggi namun aktivitas enzim glutation reduktasenya
rendah, maka
terjadi penurunan biomassa yang tinggi. Terdeteksinya Cr(VI)
pada ketiga
varietas sorghum perlakuan Cr(III) diduga karena perlakuan
Cr(III) telah
mengalami oksidasi menjadi Cr(VI) (Hashim et al. 2011).
Profil protein pada kontrol menunjukkan adanya enzim
glutation
reduktase. Hal ini mengindikasikan bahwa enzim glutation
reduktase
merupakan enzim konstitutif (Girindra, 1986) yang selalu
dihasilkan oleh
sorgum meskipun tidak ada induksi cekaman. Perlakuan Cr
mempengaruhi
profil protein yang ditunjukkan dengan adanya perbedaan
karakterisasi antar
varietas dan perlakuan. Hal ini ditunjukkan pada perlakuan
kontrol yang
menunjukkan bahwa Keris M3dan Numbu memiliki persamaan
karakterisasi
pita protein, akan tetapi pada perlakuan Cr(III) dan Cr(VI),
Numbu cenderung
memiliki persamaan karakter pita protein dengan Kawali.
Persamaan karakter
pita protein antara Numbu dan Kawali mengindikasikan bahwa
sorgum yang
diberi perlakuan Cr diduga akan menghasilkan jenis protein yang
sama dan
digunakan dalam menghambat toksisitas Cr (Sandy et al.
2011).
Peningkatan total protein pada perlakuan Cr(III) dan Cr (VI)
mengindikasikan bahwa protein-protein seperti enzim glutation
reduktase
dihasilkan dalam jumlah yang besar dibandingkan kontrol.
Peningkatan total
protein paling tinggi terjadi pada varietas Keris M3, sedangkan
varietas Numbu
cenderung mengalami peningkatan paling rendah.
Peningkatan aktivitas glutation reduktase pada perlakuan Cr(III)
dan Cr(VI)
menunjukkan adanya respons sorgum terhadap stres oksidatif
yang
disebabkan oleh toksisitas Cr (Winarsi, 2007). Tingginya
aktivitas glutation
-
17
reduktase pada perlakuan Cr(VI) dibandingkan Cr(III) dan
kontrol, diduga
karena toksisitas Cr(VI) pada ketiga varietas tersebut tinggi.
Peningkatan
aktivitas glutathion reduktase dapat melindungi komponen
kloroplas terhadap
oksidasi H2O2. Enzim glutathion reduktase dapat mengubah H2O2
melalui siklus
askorbat-glutation menjadi H2O (Jiang et al. 2010). Sorghum
merespon adanya
logam berat di lingkungan dengan berbagai cara, salah satunya
dengan
mensintesis protein fitokelatin dan mengaktifkan enzim glutation
reduktase.
Enzim glutation reduktase merupakan protein spesifik yang
disintesis tanaman
untuk mereduksi Cr(VI) menjadi Cr(III), sehingga logam Cr
menjadi tidak
berbahaya (Malmir, 2011).
KESIMPULAN
Kromium mempengaruhi pola pita protein biji sorghum varietas
Numbu,
Keris M3, dan Kawali. Kromium baik dalam bentuk Cr(III) maupun
Cr(VI)
meningkatkan jumlah pita protein pada biji sorghum varietas
Keris M3 dan
Kawali, tetapi menurunkan jumlah pita protein pada varietas
Numbu. Enzim
glutathion reduktase pada biji sorgum varietas Numbu, Keris M3,
dan Kawali
terdeteksi pada profil protein dengan berat molekul
berturut-turut 57 kDa, 58
kDa, dan 60 kDa. Intensitas pita enzim glutation reduktase
meningkat oleh
perlakuan kromium. Aktivitas enzim glutathion reduktase dan
total protein
terlarut pada ketiga varietas biji sorghum meningkat secara
signifikan sebagai
akibat dari perlakuan kromium. Tingginya total protein terlarut
dan aktivitas
enzim glutathion reduktase dan rendahnya kandungan Cr(VI) pada
Keris M3
mengindikasikan penghambatan toksisitas Cr terhadap biji S.
bicolor.
DAFTAR PUSTAKA
Agustina K, Sopandie D, Trikoesoemaningtyas, dan Wirnas D. 2010.
Uji daya adaptasi sorgum pada lahan kering masam terhadap
toksisitas alumunium dan defisien fosfor Sorghum bicolor (L.)
Moench). Prosiding Pekan Serealia Nasional.
Anonim. 1992. Alpha method 3500-CR: standard methods for the
examination of water and wastewater. 18th ed. American public
health asociation.
Barcelos CA, Maeda RN, Betancur GJ, dan Pereira J. 2011. Ethanol
production from sorghum grains (Sorghum bicolor L. Moench):
Evaluation of the enzimatic hydrolysis and the hydrolysate
fermentability. Brazilian Journal of Chemical Engineering
28(04):597-604.
Bartlett RJ. 1991. Chromium cycling in soil and water: links,
gaps, and methods. Environmental Health Perspectives 92:17-24.
-
18
Bielicka A, Bojanowska I, Wisniewski A. 2005. Two faces of
chromium- pollutant and bioelement. Polish Journal of Environmental
Studies 14:5-10.
Bollag DM, dan Edelstein SJ. 1991. Protein Methods. Departement
of Biochemistry. Switzerland: University of Geneva, Geneva.
Bondareva L, Teisserenc R, Pakharkova N, Shubin A, Dantec TL,
Renon L, dan Svoboda I. 2014. Assessment of the Bioavailability of
Cu, Pb, and Zn through Petunia axillaris in Contaminated Soils.
International Journal of Ecology. 14(1):176-189.
Bradford MM. 1976. A rapid and sensitive method for quantitation
of microgram quantities of protein utilizing the principle of dye
binding. Analytical Bichemistry 72:248-254
Brock TD, Mandigan MT, Martinko JM, Parker J. 1992. Biology of
Microorganisms. Prentice Hall. New Jersey: Englewood Cliffs.
Chandra P dan Kamla K. 2004. Chromium accumulation and toxicity
in aquatic vascular plants. Journal Botanical Review 70:313-327
Debritto DB, Kumar PBJ, Gracelin DH, dan Jency SS. 2011. Drought
stress and its impact on protein in three species of Vitex. Journal
of Stress Physiology & Biochemistry. 7(3):152-158
Dial HL. 2012. Plant guide for sorghum (Sorghum bicolor L.).
USDA-Natural Resources Conservation Service. Tucson: Tucson Plant
Materials Center.
Edwards EA, Enard C, Creissen GP, dan Mullineaux P. 1994.
Synthesis and properties of glutathione reductase in stressed pea.
Planta 192: 137−143.
Gheju M, Balcu I, Ciopec M. 2009. Analysis of hexavalent
chromium uptake by plants in polluted soils. Journal of Analytical
Chemistry 20: 127-131.
Girindra, A. 1986. Biokimia 1. Jakarta: Gramedia. Hartel RF.
1986. Sources of exposure and biological effects of chromium.
IARC
Monographs 71, pp 63-77. Hashim MA, Mukhopadhyay S, Sahu JH,
Sengupta B. 2011. Remediation
technologies for heavy metal contaminated groundwater. Journal
of Environmental Management 92:2355-2388.
Hirata K, Naoki T, Kazuhisa M. 2005. Biosynthetic Regulation of
Phytochelatins, Heavy Metal-Binding Peptides. Journal of Bioscience
and bioengineering 100:293-311.
Inouhe, M. 2005. Phytochelatins. Brazilian Journal Plant
Physiology 17:65-78. Jemal L, Didierjean R, Ghrir MH, Ghorbal GB.
1998. Characterization of
cadmium binding peptides from pepper (Capsium annuum). Plant
Science 137:143-154
Jiang HW, Liu MJ, Chen IC, Huang CH, Chao LY, Hsieh HL. 2010. A
glutathione S-
transferase regulated by light and hormones participates in
the
-
19
modulation of Arabidopsis seedling development. Plant Physiology
154:
1646–1658
Jimenez A, Hernandez JA, del Rio LA, and Sevilla F. 1997.
Evidence for the presence of the ascorbate-glutathione cycle in
mitochondria and peroxisomes of pea leaves. Plant Physiology
114:275−284.
Kohen R, Nyska A. 2002. Oxidation of biological systems:
oxidative stress phenomena, antioxidants, redox reactions,and
methods for their quantification. The Society of Toxicologic
Pathology 30:620-650.
Laemmli UK. 1970. Cleavage of structural protein during the
assembly of the head of bacteriophage T4. Nature 227:680-685
Liu J, Chang QD, Xue HZ, Yi NZ, Cheng H. 2009. Subcellular
distribution of chromium in accumulating plant Leersia hexandra
Swartz. Journal Plant Soil 322:187-195
Malmir HA. 2011. Comparison of antioxidant enzyme activities in
leaves, stems and roots of Sorghum (Sorghum bicolor L.) exposed to
chromium (VI). African Joural of Plant Science 5(8): 436-444
Manara A. 2012. Plant responses to heavy metal toxicity. Dalam
Furini A (ed), Plants and Heavy Metals. Verona: SpringerBriefs p
27-53.
Mangabeira P, Mushrifah I, Escaig F. Almeida, AF, Laffray D,
Severo MI, Oliveira AH. dan Galle P. 2005. Accumulation and
distribution of chromium in tomato plants: Studies using SIMS and
electro probe X-ray microanalysis. Department of Biology,
Universidade Estadual de Santa Cruz: Brazil.
Mongkhonsin B, Nakbanpote W, Nakai I, Hokura A, Jearanaikoon N.
2011. Distributrion and speciation of chromium accumulated in
Gynura pseudochina (L.). Journal Environmental and Experimental
Botany 74:56-64.
Nayer M. dan Reza H. 2007. Effects of drought stress on soluble
proteins in two Maize varieties. Turki Journal Biology 32:23-30
Oliveira M. 2012. Chromium as an Environmental Pollutant:
Insights on Induced Plant Toxicity. Journal of Botany
2012:193-201.
Panda SK dan Choudhury. 2005. Chromium stress in plants.
Brazilian Journal Plant Physiology 17(1):95-102.
Panda SK dan Patra HK. 1997. Physiology of Chromium Toxicity in
Plants- A Review. Plant Physiology Biochemistry 24:10-17.
Revathi K, Haribabu TE, Sudha PN. 2011. Phytoremediation of
Chromium contaminated soil using sorghum plant: International
Journal of Environmental Sciences 2(2):417-428.
Rodriguez E. Lozano, L.E. Hernandez, P. Bonay dan R.O.
Carpena-Ruiz. 1996. Distribution of cadmium in shoot and root
tissues of Maize and Pea plants: Physiological Disturbances. Oxford
University Press: USA.
http://www.hindawi.com/56125080/
-
20
Sandy NJ, Nurhidayati T, Purwani KI. 2011. Profil protein
tanaman kiambang (Salvinia molesta) yang dikulturkan pada media
modifikasi air lumpur Sidoarjo. Fakultas Matematika Ilmu
Pengetahuan Alam ITB.
Shanker AK, Cervantesb C, Loza-Taverac H, Avudainayagam S. 2005.
Chromium toxicity in plants. Environmental International
31:739-753.
Sunkar R. 2010. Plant Stress Tolerance. USA: Humana Press 639:
273-291. Testa B, Mesolella M, Testa D. 1995. Glutathione in the
upper respiratory
tract. Annals of Otology Rhinology Laryngology 104:117-119.
Thatoi H, Das S, Mishra J, Rath BP. 2014. Bacterial chromate
reductase, a
potensial enzyme for bioremediation of hexavalent chromium.
Journal Environmental Management 146:383–399.
Vajpayee P, Tripathi RD, Rai UN, Ali MB, dan Sigh SN. 2000.
Chromium (VI) accumulation reduces chlorophyll biosynthetis,
nitrate reductase activity and protein content in Nymphaea alba L.
Chemosphere 41:1075-1082.
Violante VC, L. Perelomov, AG. Caporale, dan M. Pigna. 2010.
Mobility and bioavailability of heavy metals and metalloids in soil
environments. Journal of Soil Science and Plant Nutrition
10(03)268–292.
Winarsi, H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas.
Kanisiusmedia: Jakarta Yadav SK. 2010. Heavy metals toxicity in
plants: an overview on the role of
glutathione and phytochelatins in heavy metal stress tolerance
of plants. Journal of Botany 76:167-179.
Yousuf PY, Hakeem KU, Chandna R, dan Ahmad P. 2012. Role of
glutathione reductase in plant abiotic stress. Journal of Molecular
Ecology 2012:149-158.
Yu XZ, Gu JD, Xing LQ. 2008. Differences in uptake and
translocation of hexavalent and trivalent chromium by two species
of willows. Journal Toxicology 17:747-755.
Zayed AM, Lytle CM, Qian JH, dan Terry N. 1998. Chromium
accumulation, translocation and chemical speciation in vegetable
crops. Planta 206:293-299.
Zhang X, Liu J, Wang D, Zhu Y, Hu C, Sun J. 2009.
Bioaccumulation and chemical form of chromium in Leersia hexandra
Swartz. Bulletin of Environmental Contamination Toxicology
82:358-362.
Zhou J, Keli Y, Zhonggui Z, Wusheng J, Donghua L. 2009.
Antioxidant response
system and chlorophyll fluorescence in chromium (VI) treated Zea
mays
(L.) seedling. Journal Series Botany 51:23-33.