RESPONSI KASUS JANTUNG UNSTABLE ANGINA PASCA INFARK (ISKEMIA INFERIOR DAN ANTEROLATERAL) Oleh : Anies Dyaning Astuti (H1A 010 009) Dzaky Ahmada (H1A010 011) Pembimbing : dr. Yusra Pintaningrum, Sp.JP 1
RESPONSI KASUS JANTUNG
UNSTABLE ANGINA PASCA INFARK
(ISKEMIA INFERIOR DAN ANTEROLATERAL)
Oleh :
Anies Dyaning Astuti (H1A 010 009)
Dzaky Ahmada (H1A010 011)
Pembimbing :
dr. Yusra Pintaningrum, Sp.JP
DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA
SMF INTERNA/ SMF JANTUNG
RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2015
1
BAB ILAPORAN KASUS
I. Identitas
Nama : Tn. L.S.
Umur : 63 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Pelowok, Lombok Barat
Pekerjaan : Pensiunan
Suku : Sasak
Agama : Islam
Status : Menikah
RM : 54-20-59
MRS : 3 Februari 2015
Tanggal Pemeriksaan : 4 Februari 2015
II. Anamnesis
A. Keluhan Utama : Nyeri dada kiri
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke IGD, dalam keadaan sadar, diantar keluarganya,
dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri. Nyeri dada sebelah dirasakan
sejak pukul 17.00 (2-2-2015), nyeri dirasakan >30 menit. Nyeri dada
dirasakan menjalar ke arah kanan seperti tertindih benda berat. Nyeri
dirasakan muncul tiba-tiba, saat pasien duduk, tanpa didahului kegiatan
angkat-tarik-dorong, nyeri tidak hilang ataupun memberat dengan gerak
dan perubahan posisi. Pasien sering mengeluh nyeri dada 3 hari terakhir,
namun reda dengan minum obat dari RS.
Pasien juga merasakan sesak bersamaan dengan nyeri. Sesak tidak
disertai bunyi ngik dan tidak dipengaruhi oleh suhu. Sesak tidak membaik
2
dengan istrahat. Pasien juga mengeluh badannya menggigil disertai
keringat dingin.
Pasien juga mengeluh nyeri pada perut, dan perutnya semakin
mengeras. Nafsu makan pasien menurun. BAB (+), 1 kali sehari dengan
konsistensi lembek, darah (-), tapi semenjak di RS pasien belum pernah
BAB. BAK (+) 2 kali sehari, warna kuning agak pekat, darah (-).
C. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat hipertensi (-)
- Riwayat Diabetes mellitus (-)
- Penyakit ginjal (-)
- Asma (-)
- Pasien telah didiagnosis dengan penyakit jantung koroner sejak 7
bulan yang lalu.
D. Riwayat Penyakit Keluarga :
Riwayat DM (-), Hipertensi (-), Riwayat penyakit jantung (-), Asma (-)
E. Riwayat pengobatan :
Saat serangan, pasien sempat meminum obat yang didapatkan dari rumah
sakit, nyeri sempat hilang sebentar namun muncul kembali. Obat yang
diminum pasien adalah:
- ISDN 1 tab
- Aspilet 1 tab
- Clopidogrel 2 tab
- Simvastatin 1x 20 mg
F. Riwayat Alergi :
Pasien menyangkal adanya riwayat alergi obat ataupun makanan tertentu
G. Riwayat Pribadi dan Sosial
Pasien seorang pensiunan PNS, yang memiliki kegiatan berkebun. Pasien
tinggal bersama istrinya saja. Riwayat merokok (+) sejak SMP. Pasien
3
biasa menghabiskan 1 bungkus rokok perhari. Riwayat minum alkohol
disangkal.
III. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis 04/02/2015
a. Keadaan Umum : Sedang
b. Kesadaran : Compos Mentis (E4V5M6)
c. Tanda Vital :
- Tekanan Darah : 150/80 mmHg
- Nadi radialis : 42x/menit
- Pernapasan : 24x/menit
- Suhu (aksila) : 36,8 C
Status generalis
a. Status Gizi :
- Kesan Gizi : cukup
- Berat Badan : 60kg
- Tinggi Badan : 165
- IMT : 22,2 normal
b. Kepala
- Bentuk dan Ukuran : normal
- Rambut : normal
- Edema :(-)
- Parese N. VII :(-)
- Hiperpigmentasi :(-)
- Nyeri Tekan Kepala : (-)
c. Mata
- Bentuk : normal, simetris
- Alis : normal
- Bola mata: exopthalmus (-/-),nystagmus (-/-), strabismus (-/-)
- Palpebra: edema (-/-), ptosis (-/-)
4
- Konjungtiva : anemia (-/-), hiperemia (-/-)
- Sklera : ikterus (-/-), perdarahan (-), hiperemia (-/-), pterigium (-/-)
- Kornea : normal, jernih
- Pupil : bulat, isokor, refleks cahaya (+/+)
- Lensa: tampak jernih, katarak (-)
d. Telinga
- Bentuk : normal
- Liang telinga (MAE) : normal, sekret (-/-)
- Nyeri tekan tragus : (-/-)
- Pendengaran : kesan normal
e. Hidung
- Bentuk: simetris,
- Deviasi septum : (-)
- Napas cuping hidung : (-)
- Perdarahan : (-), sekret (-)
- Penciuman : kesan normal
f. Mulut
- Bentuk : simetris
- Bibir : sianosis (-), stomatitis (-), pursed lips breathing (-)
- Gigi : karang gigi (+)
- Gusi : hiperemia (-), edema (-), perdarahan (-), benjolan (-)
- Mukosa : normal
- Lidah : glositis (-), atropi papil lidah (-)
- Faring : hiperemia (-)
g. Leher
- Simetris
- Deviasi trakea : (-)
- Kaku kuduk : (-)
- Pembesaran KGB : (-)
5
- JVP: tidak meningkat
- Hipertrofi otot sternocleidomastoideus: (-)
- Otot bantu nafas SCM tidak aktif
- Pembesaran thyroid (-)
h. Thoraks
Pulmo :
Inspeksi :
- Bentuk: simetris
- Ukuran: normal, barel chest (-)
- Pergerakan dinding dada : simetris
- Permukaan kulit :scar(- ), petekie (-), purpura (-), ekimosis (-), spider
nevi (-), vena kolateral (-), massa (-), sikatrik (-)
- Iga dan sela antar iga: Pelebaran ICS (-), retraksi (-)
- Penggunaan otot bantu napas: sternocleidomastoideus (-), otot
intercostalis interna dan eksterna (-)
- Fossa supraclavicula, fossa infraclavicula dan fossa jugularis normal
- Tipe pernapasan torakoabdominal, frekuensi napas 24 x/menit
Palpasi :
- Posisi mediastinum : deviasi trakea (-), ictus cordis teraba di linea
midklavikula sinistra ICS V, thrill (-)
- Nyeri tekan (-)
- Pergerakan dinding dada simetris
- Fremitus raba +/+ simetris
Perkusi :
- Sonor pada keenam lapang paru
- Batas jantung paru : Dextra ICS II linea parasternalis dekstra
Sinistra ICS V linea midklavikula sinistra
- Batas paru-hepar : Inspirasi ICS VI
Ekspirasi ICS IV
6
- Nyeri ketok (-)
Auskultasi :
- Suara napas vesikuler +/+
- Suara tambahan rhonki -/-
- Suara tambahan wheezing -/-
Cor :
- Inspeksi: Iktus cordis tidak tampak
- Palpasi: Iktus cordis teraba ICS 5 linea midklavikula sinistra
- Perkusi: - batas kanan jantung : ICS II linea parasternal dextra
-batas kiri jantung : ICS V linea midklavikula sinistra
- Auskultasi : S1S2 tunggal regular, murmur (+), gallop (-)
i. Abdomen
Inspeksi :
- Bentuk : distensi (+)
- Umbilicus : masuk merata
- Permukaan Kulit : sikatrik (-), pucat (-), sianosis (-), vena kolateral (-),
caput meducae (-), petekie (-), purpura (-), ekimosis (-)
Auskultasi :
- Bising usus (+) normal
- Metallic sound (-)
- Bising aorta (-)
Palpasi :
- Turgor : normal
- Tonus : normal
- Nyeri tekan (-)
- Massa (-)
- Hepar / Lien/renal tidak teraba.
Perkusi :
- Timpani (+) pada seluruh lapang abdomen
7
- Redup beralih (-)
- Nyeri ketok CVA: -/-
j. Extremitas
Ekstremitas atas :
- Akral hangat : +/+
- Deformitas : -/-
- Sendi : dalam batas normal
- Edema: -/-
- Sianosis : -/-
- Ptekie : -/-
- Clubbing finger: -/-
- Koilonikia : -/-
Ekstremitas bawah:
- Akral hangat : +/+
- Deformitas : -/-
- Sendi : dalam batas normal
- Edema: -/-
- Sianosis : -/-
- Ptekie : -/-
- Clubbing finger: -/-
- Koilonikia : -/-
k. Genitourinaria : tidak dievaluasi
IV. Resume
Pasien laki-laki usia 63 tahun datang ke IGD RSUP NTB, keadaan
sadar, dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri. Nyeri dada sebelah dirasakan
sejak pukul 17.00 (2-2-2015), Nyeri dirasakan >30 menit. Nyeri dada
dirasakan menjalar ke arah kanan seperti tertindih benda berat. Nyeri
dirasakan muncul tiba-tiba. Pasien tidak melakukan aktivitas apapun sebelum
8
nyeri datang. Pasien sering mengeluh nyeri dada 3 hari terakhir, namun reda
dengan minum obat dari RS
Pasien juga merasakan sesak bersamaan dengan nyeri. Sesak tidak
disertai bunyi ngik dan tidak dipengaruhi oleh suhu. Sesak tidak membaik
dengan istrahat. Pasien juga mengeluh badannya menggigil disertai keringat
dingin.
Pasien juga mengeluh nyeri pada perut. Nafsu makan pasien menurun.
BAB (+) dalam batas normal, BAK (+) dalam batas normal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan Keadaan Umum : Sedang,
Kesadaran : Compos Mentis. Tanda Vital :Tekanan Darah : 150/80 mmHg,
Nadi radialis : 42 x/menit, Pernapasan : 24x/menit, Suhu (aksila) : 36,8 C.
Dari pemeriksaan status lokalis didapatkan kepala leher dalam batas normal,
thoraks inspeksi, palpasi, perkusi dalam batas normal, auskultasi jantung
didapatkan S1S2 tunggal regular, terdapat murmur (+), dan tidak dipatkan
gallop (-). Auskultasi pasru didapatkan bunyi vesikuler pada paru kanan dan
kiri, tidak ada wheezing (-) dan rhonki (-).
V. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Darah Lengkap
Paramete
r
2/2/2015 Normal
HGB 11,1 L : 13,0-18,0 g/dL
RBC 4,07 L : 4,5 – 5,5 [10^6/µL]
HCT 33,4 L : 40-50 [%]
MCV 82,1 82,0 – 92,0 [fL]
MCH 27,3 27,0-31,0 [pg]
MCHC 33,2 32,0-37,0 [g/dL]
WBC 7,31 4,0 – 11,0 [10^3/ µL]
9
PLT 286 150-400 [10^3/ µL]
2. Pemeriksaan Kimia Klinik
Parameter 2/2/2014 Normal
GDS 137 < 160 mg/dl
Creatinin 0,7 L : 0,9-1,3 mg/dl
Ureum - 10-50
SGOT 16 <40 mg/dl
SGPT 16 <41 mg/dl
CKMB 17 <16 µ/l
3. Pemeriksaan elektrolit
Parameter 2/2/2014 Normal
Na 137 135-146mmo/l
K 3,4 3,4-5,4mmo/l
Cl 106 95-108 mmo/l
4. Pemeriksaan seroimunologi
HbSAg Reaktif
5. Pemeriksaan EKG (2-2-2015)
10
Interpretasi
• Identitas EKG : sesuai
• Irama : sinus
• Ritme : reguler
• HR : 42 x /menit
• Axis : deviasi ke kiri
• Abnormalitas gelombang :
- T inversi pada lead II,III, AVF, V1, V2, V3, V4, V5, V6
Interpretasi
• Identitas EKG : sesuai
• Irama : sinus
• Ritme : reguler
• HR : 42 x /menit
• Axis : deviasi ke kiri
• Abnormalitas gelombang :
- T inversi pada lead II,III, AVF, V1, V2, V3, V4, V5, V6
11
EKG 3/2/2015
EKG 4/2/2014
Interpretasi :
• Identitas EKG : sesuai
• Irama : sinus
• Ritme : reguler
• HR : 42 x /menit
• Axis : deviasi ke kiri
• Abnormalitas gelombang :
- T inversi pada lead II,III, AVF, V1, V2, V3, V4, V5, V6
12
FOTO RONTGEN (2/02/2015)
Interpretasi:
- Identitas : sesuai,tanggal 2 Februari 2015
- Proyeksi : AP posisi supine
- Soft tissue : normal, tidak terdapat emfisema subkutis, tidak ditemukan masa
- Tulang: intak, fraktur (-), deformitas (-), tidak ada pelebaran sela iga
- Trakea : ditengah (normal)
- Hilus : tidak ada pembesaran hilus
- Sudut costofrenikus kanan dan kiri tajam
- Cor: tidak tampak pembesaran jantung, dengan CTR <50% dan tampak
adanyapinggang jantung
- Hemidiafragma kanan & kiri : bentuk kubah
- Pulmo : tidak terdapat infiltrat, tidak terdapat perselubungan
- Kesan : normal
13
Tanggal S O A P
3/02/2015
(ICCU)
Sesak
berkurang,
Nyeri dad
berkurang
GCS : E4V5M6
T 150/80 mmHg
N: 48 x/menit
P: 24x/menit
S: 36,80C
Thorax
P: Ves (+/+), Rh(-/-),
Wh(-/-)
C: S1S2 Tunggal
reguler, Murmur(+)
Gallop(-)
Abdomen : massa (-),
distensi (+), nyeri tekan
(+)
Ekstremitas: edema
ekstremitas atas (-/-),
ekstremitas bawah (-/-)
Angina
pasca infark
(Iskemia
Inferior dan
Anterolateral
)
O22 lpm
IVFD NaCl 0,9% 500
cc/24 jam
Inj. Ranitidine 2x1
ampul
Inj arixtra 1x1 SC
Aspilet 1 x 80 mg tab
CPG 1 x 7 mg
Simvastatin 20 mg
Valsartan 80 mg 1x1
Diazepam 5 mg
4/2/2015
(ICCU)
Sesak
berkurang,
Nyeri dada
berkurang,
makan (+)
minum
(+), BAB
dbn, BAK
dbn
GCS : E4V5M6
T 140/70 mmHg
N: 60 x/menit
P: 22 x/menit
S: 36,80C
Thorax
P: Ves (+/+), Rh(-/-),
Wh(-/-)
C: S1S2 Tunggal
Angina
pasca infark
(Iskemia
Inferior dan
Anterolateral
)
Terapi dilanjutkan
14
6. Catatan Perkembangan Pasien
reguler, Murmur(+)
Gallop(-)
Abdomen : massa (-),
distensi (-), nyeri tekan
(-)
Ekstremitas: edema
ekstremitas atas (-/-),
ekstremitas bawah (-/-)
VI. Assessment
Diagnosis fungsional : Unstable Angina pasca infark
Diagnosis etiologi : Aterosklerosis
Diagnosis anatomi : Iskemia miokard anterolateral dan inferior
VII. Planning Diagnosa
Ekokardiografi
VIII. Planning Terapi
Medikamentosa
- O2 2 lpm
- IVFD NaCl 0,9% 500 cc/24 jam
- Inj. Ranitidine 2x1 ampul
- Inj arixtra 1x1 SK
- Aspilet 1 x 80 mg tab
- CPG 1 x 7 mg
- Simvastatin 20 mg
- Valsartan 80 mg 1x1
- Diazepam 5 mg
15
Non-medikamentosa
- Bed rest
- Balance cairan
- Diet rendah lemak
- Diet rendaah garam
IX. Monitoring
Keadaan umum
tanda vital
Keluhan
EKG harian
Input-output cairan
X. Prognosis
Ad vitam: dubia ad bonam
Ad functionam: dubia ad malam
Ad sanactionam: dubia ad malam
16
BAB 2
PEMBAHASAN
Pasien laki-laki usia 63 tahun datang ke IGD RSUP NTB, keadaan
sadar, dengan keluhan nyeri dada sebelah kiri. Nyeri dada sebelah dirasakan
sejak pukul 17.00 (2-2-2015), Nyeri dirasakan >30 menit. Nyeri dada
dirasakan menjalar ke arah kanan seperti tertindih benda berat. Nyeri
dirasakan muncul tiba-tiba. Pasien tidak melakukan aktivitas apapun sebelum
nyeri datang. Pasien sering mengeluh nyeri dada 3 hari terakhir, namun reda
dengan minum obat dari RS
Pasien juga merasakan sesak bersamaan dengan nyeri. Sesak tidak
disertai bunyi ngik dan tidak dipengaruhi oleh suhu. Sesak tidak membaik
dengan istrahat. Pasien juga mengeluh badannya menggigil disertai keringat
dingin.
Pasien juga mengeluh nyeri pada perut. Nafsu makan pasien
menurun. BAB (+) dalam batas normal, BAK (+) dalam batas normal.
Nyeri dada
Nyeri dada yang dirasakan pada pasien ini bersifat tumpul, menjalar ke
punggung, dan berdurasi >30menit. Karakteristik nyeri seperti ini mirip
dengan nyeri akibat angina pectoris. Angina pectoris timbul apabila
kebutuhan oksigen miokardium lebih besar dari pada suplainya.
Pada saat beban kerja suatu jaringan meningkat, kebutuhan oksigen
jaringan tersebut juga meningkat. Apabila kebutuhan oksigen meningkat pada
jantung, yang sehat, arteri-arteri koroner akan berdilatasi dan mengalirkan
lebih banyak darah dan oksigen ke jantung. Akan tetapi, apabila arteri koroner
mengalami kekakuan atau menyempit akibat aterosklerosis dan tidak dapat
berdilatasi sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan oksigen, dan
kemudian terjadi iskemia, mioklardium mulai menggunakan glikolisis
anaerob untuk memenuhi kebutuhan energinya.
17
Proses pembentukan energi ini tidak efesien dan terbentuknya asam
laktat. Asam laktat menurunkan pH miokardium, dan menyebabkan rasa nyeri
yang berkaitan dengan angina pektoris. Apabila kebutuhan energi sel-sel otot
kembali ke proses fosforilasi oksidatif untuk menghasilkan energi, proses ini
tidak menimbulkan asam laktat. Dengan menghilangnya penimbunan asam
laktat, nyeri angina pectoris menghilang. Dengan demikian, angina pectoris
adalah suatu keadaan yang berlangsung singkat (Guyton, 2009).
Keringat dingin
Rasa nyeri dapat mengaktifkan sistem simpatis yang akan merangsang
pengeluaran hormon-hormon simpatis seperti adrenalin dan noreadrenalis.
Pengeluaran hormon –hormon ini dapat menyebabkan peningkatan aktifitas
dari kelenjar keringat, yang menimbulkan gejala diaphoresis, keringat dingin
serta merangsang timbulnya mual dan muntah (Guyton, 2009).
Nyeri perut
Pada pasien yang mengalami iskemia miokard, akan terjadi penurunan
perfusi oksigen ke jaringan atau organ lain sebagai kompensasi untuk
menyalurkan oksigen pada organ vital seperti jantung dan otak.. Salah satu
organ yang yang mengalami penurunan aliran oksigen adalah hepar, sehingga
akan menyebabkan iskemia hepar. Iskemia pada hepar ini akan memicu
proses glikolisis anaerob yang akan menghasilkan produk sisa asam laktat.
Hasil inilah yang akan menyebabkan rasa nyeri pada daerah perut
(Price&Sylvia, 2008).
Sesak
Pada pasien ini sesak nafas terjadi saat pasien merasa nyeri. Pada saat
melakukan aktivitas, otot yang aktif membutuhkan pasokan O2 yang
meningkat, untuk memenuhi kebutuhan ini pada orang normal akan
meningkatkan kerja jantung untuk memompa darah yang menyuplai oksigen
dan meningkatkan ventilasi paru untuk meningkatkan penggantian O2 pada
alveolus. Pada pasen yang mengalami iskemia, akan terjadi pengurangan dan
18
dapat menggangggu proses kompensasi pada keadaan kebutuhan O2 perifer
yang meningkat. Pada pasien ini akan mengalami kekurangan oksigen dan
otot yang aktif tidak mendapat pasokan darah yang tinggi oksigen namun
tinggi akan zat-zat sisa metabolik seperti asam laktat, hal ini semua yang
dapat menyebabkan gejala sesak nafas (Price&Sylvia, 2008).
SINDROM KORONER AKUT
Definisi Sindrom Koroner Akut (SKA) tergantung karakteristik spesifik pada
manifestasi klinis, riwayat penyakit pembuluh koroner sebelumnya, perubahan
elektrokardiografi, dan marker biokimia (SIGN, 2013). Gangguan ini berupa
sekumpulan sindrom yang mencakup suatu rangkaian, yang dimulai dari gambaran
unstable angina pectoris sampai infark miokard akut yang luas (STEMI dan
NSTEMI) (Lilly, 2007).
Iskemia akut pada Angina tidak stabil dapat karena peningkatan kebutuhan
oksigen miokard, dan atau karena pengurangan suplai, misalnya pada penurunan
diameter lumen oleh trombi platelet, vasospasme, atau hipotensi. Adanya penyakit
jantung koroner sebelumnya juga turut berpengaruh. Trombosis pada arteri koroner
dapat diobservasi dengan (libby, 2007) :
1. Otopsi, trombus biasanya terdapat pada plak koroner yang ruptur
2. Spesimen atherectomy
3. Angioskopi koroner
4. Angiografi koroner
5. Peningkatan beberapa marker pada aktivitas platelet dan fibrin
6. Perbaikan dengan terapi antitrombotik
Angina tidak stabil terjadi akibat ketidakseimbangan suplai oksigen dan
kebutuhan karena kondisi ekstrinsik arteri koroner pada pasien dengan stenosis
koroner sebelumnya. Kondisi yang merupakan peningkatan kebutuhan oksigen yaitu
takikardia, demam, tirotoksikosis, hiperadrenergik, dan elevasi afterload ventrikel kiri
seperti hipertensi atau stenosis aorta. Angina tidak stabil sekunder dapat pula karena
19
gangguan hantaran oksigen, terjadi pada anemia, hipoksemia, hiperviskositas, atau
hipotensi. Angina tidak stabil sekunder lebih buruk prognosisnya daripada primer.
Manifestasi Klinis Karakteristik
Angina Perasaan berupa rasa berat di dada,
sesak, nyeri, rasa penuh, rasa
terbakar di retrosternal dada ataupun
menjalar ke leher, rahang,
epigastrium, bahu, maupun lengan
kiri.
Dicetuskan oleh aktivitas fisik,
cuaca dingin, stress emosional,
durasi <2-10 menit.
Angina tidak
stabil
Sama seperti angina, tetapi lebih
berat.
Biasanya kurang dari 20 menit;
toleransi minimal pada aktivitas
AMI
(STEMI,
NSTEMI)
Sama seperti angina, tetapi lebih
berat.
Onset mendadak, biasanya 30
menit atau lebih, biasanya
terjadi bersamaan dengan gejala
lain seperti sesak, lemah, mual
dan muntah.
Sumber : Libby, 2007
20
Pada pasien Tn.S gejala klinis yang ditemukan adalah adanya :
• Nyeri angina ( nyeri pada dada sebelah kiri, dengan karekteristik nyeri
seperti tertekan benda berat, menjalar ke punggung dan leher, dengan
durasi >30 menit)
• Efek simpatis : keringat dingin
• Respon inflmasi : nyeri pada daerah perut
• Sesak
Penegakan diagnosis
Diagnosis secara umum untuk SKA dibuat berdasarkan : (1) anamnesis yang
mengarah pada manifestasi klinis SKA, (2) hasil EKG yang abnormal, (3) terdeteksi
atau tidaknya penanda serum spesifik dari miokard yg mengalami nekrosis (Lilly,
2007). Beberapa pemeriksaan penunjang yang dianjurkan adalah :
- Elektrokardiografi (EKG). Pemeriksaan ini harus dilakukan berkala untuk
memantau adanya perubahan pada gelombang ST (SIGN, 2013).
- Pemeriksaan biokimia, yaitu Troponin T atau I dan CKMB, dapat digunakan
untuk menentukan prognosis maupun diagnosis pasien (SIGN, 2013). Marker
serum nekrosis miokard yang lain adalah myoglobin.
Pada pasien Tn.S yang kami laporkan dapat dikatakan mengalami Unstable angina karena dari anamnesis ditemukan gejala nyeri dada yang berat dengan durasi >30 menit, reda dengan pengobatan kemudian timbul kembali. Dari pemeriksaan fisik umum maupun jantung tidak ditemukan kelainan yang spesifik.
Pemeriksaan fisik umum maupun jantung biasanya tidak sensitif maupun spesifik
untuk angina tidak stabil dan NSTEMI. Hasil pada pemeriksaan fisik mungkin
normal atau dapat mendukung diagnosis iskemia jantung. Tanda-tanda yang biasanya
ditemukan pada pemeriksaan fisik dan jantung adalah diaforesis, kulit pucat dingin,
suara jantung ketiga (S3) atau keempat (S4) (Libby, 2007).
21
Menurut definisi WHO, definisi dari infark miokard membutuhkan setidaknya 2
dari 3 kriteria, yang terdiri dari gejala klinis, abnormalitas EKG, peningkatan creatine
kinase (CK) > 2x batas nilai normal (Lansky J, 2010).
Selama infark miokard akut, gambaran EKG berubah melalui tiga stadium :
1. Gelombang T meninggi (T hiperakut yang diikuti inverse gelombang T)
2. Elevasi segmen ST
3. Munculnya gelombang Q baru.
Di awal infark, gelombang T meninggi dan menyempit, suatu fenomena yang
disebut memuncak (peaking). Gelombang T yang memuncak ini sering disebut
sebagai gelombang T hiperakut. Segera setelah itu biasanya beberapa jam kemudian
gelombang T mengalami inverse. Perubahan gelombang T ini menggambarkan
iskemia miokardium, yaitu kurangnya darah yang adekuat menuju miokardium.
Iskemia kemungkinan besar bersifat reversible jika aliran darah dipulihkan atau
kebutuhan oksigen jantung dipenuhi, gelombang T akan kembali normal. Sebaliknya
jika kematian sel miokardium yang sebenarnya (infark miokardium) terjadi, maka
inverse gelombang T akan menetap selama berbulan-bulan atau bertahun-tahun
(Malcolm, 2007).
Temuan EKG 12 lead pada infark miokard menurut evolusinya dapat berupa
gelombang T hiperakut, perubahan segmen ST, dan gelombang Q patologis. Menurut
lokasi anatomis infark miokard temuan abnormalitas EKG adalah sebagai berikut
(Verdy, 2012):
• Dinding inferior: lead II, III, dan aVF
• Dinding anterior: lead V1-V4
• Dinding lateral: lead I, aVL, V5-V6
• Ventrikel kanan: lead V1R-V6R
• Dinding posterior: lead V7-V9
Kriteria biomarker jantung untuk mendiagnosis MI (Verdy, 2012):
- CK-MB meningkat secara serial dan kemudian turun dengan perbedaan dua
hasil pemeriksaan lebih dari 25%
22
- CK-MB 10 – 13 U/L atau lebih dari 5% dari total aktivitas CK
- Pada dua pemeriksaan berbeda waktu minimal 4 jam didapatkan peningkatan
aktivitas CK-MB lebih dari 50%
- Pada satu pemeriksaan CK-MB didapatkan peningkatan dua kali lipat nilai
normal
- Lebih dari 72 jam didapatkan peningkatan Troponin T atau I, atau LDH-1 >
LDH-2
Menurut definisi WHO, definisi dari infark miokard membutuhkan setidaknya 2
dari 3 kriteria, yang terdiri dari gejala klinis, abnormalitas EKG (ST Elevasi),
peningkatan creatine kinase (CK) > 2x batas nilai normal (Lansky J, 2010).
Pada pasien Tn.S yang kami laporkan dapat dikatakan mengalami iskemia pada
miokard anterolateral dan inferior karena didapatkan T inversi pada lead II,III,
AVF, V1, V2, V3, V4, V5, V6.
Pada pasien Tn.S yang kami laporkan belum dapat didiagnosa sebagai infark tidak
doda miokard karena tidak didapatkan adanya ST Elevasi dan kadar CKMB
pasien meningkat tidak signifikan yakni 17 (normal < 16 u/l).
Tatalaksana
Pasien-pasien yang tiba di UGD, harus segera dievaluasi karena kita berpacu
dengan waktu dan bila makin cepat tindakan reperfusi dilakukan hasilnya akan lebih
baik. Tujuannya adalah mencegah terjadinya infark miokard ataupun membatasi
luasnya infark dan mempertahankan fungsi jantung. Di Penanganan sindroma koroner
akut STEMI ditekankan untuk melakukan tindakan reperfusi segera baik dengan
medikamentosa (trombolisis) atau dengan tindakan intervensi (percutaneous
coronary intervention, PCI).
Manajemen yang dilakukan saat pasien berada di Unit Gawat Darurat adalah
sebagai berikut(Karo, S., et all. 2012) :
23
a. Dalam 10 menit pertama harus selesai dilaksanakan adalah:
1) Oksigen 4 Lpm nasal kanul, terutama bila saturasi <94%
2) Pemeriksaan klinis dan penilaian rekaman EKG 12 sadapan,
3) Periksa enzim jantung CK/CKMB atau CKMB/cTnT,
4) Berikan segera: infus NaCl 0,9% atau dekstrosa 5%,
5) Pasang monitoring EKG secara kontinu,
6) Pemberian obat:
- Nitrat sublingual / transdermal / nitrogliserin intravena titrasi
(kontraindikasi bila TD sistolik < 90 mmHg, bradikardia (< 50 kpm)
- Aspirin 160-325 mg: bila alergi / tidak responsif diganti dengan
dipiridamol, tiklopidin atau klopidogrel, dan
- Mengatasi nyeri: morfin 2,5 mg (2-4 mg) intravena, dapat diulang tiap 5
menit sampai dosis total 20 mg atau petidin 25-50 mg intravena atau
tramadol 25-50 mg intravena.
b. Hasil penilaian EKG, Elevasi segmen ST :
Elevasi segmen ST > 0,1 mV pada 2 atau lebih sadapan ekstremitas
berdampingan atau > 0,2 mV pada dua atau lebih sadapan prekordial
berdampingan atau blok berkas (BBB) dan anamnesis dicurigai adanya IMA
maka sikap yang diambil adalah dilakukan reperfusi dengan :
Terapi trombolitik bila waktu mulai nyeri dada sampai terapi < 12 jam,
usia < 75 tahun dan tidak ada kontraindikasi.
o Streptokinase: BP > 90 mmHg
o tPA: BP < 70mmHg
o Kontraindikasi: Riwayat stroke hemoragik, active internal bleeding,
diseksi aorta, AVM, gangguan sistem pembekuan darah, riwayat
cedera kepala tertutup atau cedera wajar dalam 3 bulan terakhir,
o Jika bukan kandidate reperfusi maka perlakukan sama dengan
NSTEMI/UAP.
24
Angioplasti koroner (PTCA) primer bila fasilitas alat dan tenaga
memungkinkan. PTCA primer sebagai terapi alternatif trombolitik
atau bila syok kardiogenik atau bila ada kontraindikasi terapi
trombolitik. PCI primer efektif dilakukan pada:
o Pasien dengan syok kardiogenik
o STEMI usia >75 tahun dan syok kardiogenik
o Pasien dengan kontraindikasi terhadap fibrinolitik
Terapi anti koagulan
Pasien dengan STEMI yang mendapatkan trombolitik juga dapat
dilanjutkan dengan pemberian antikoagulan (enoxaparin, UFH
atau fondaparinux).
Terapi adjuvan
Antiaritmia
Tidak diberikan secara rutin pada SKA STEMI
Penyekat beta
Tidak diberikan secara rutin pada SKA, diberikan bila didaptkan
takikardia dan hipertensi
ACE inhibitor dan ARB
Terbukti mengurangi angka morbiditas dan mortalitas pada SKA
STEMI
Statin (HMG Co-A inhibitor)
Diberikan segera setelah onset SKA dengan tujuan menstabilkan
plak.
25
26
Algoritme Sindroma Koroner Akut (Karo, S., et all. 2012).
Pada kasus ini pasien telah dilakukan penangan sebagai berikut:
- O2 2 lpm
- IVFD NaCl 0,9% 500 cc/24 jam
- Inj. Ranitidine 2x1 ampul
- Inj arixtra 1x1 SK
- Aspilet 1 x 80 mg tab
- CPG 1 x 7 mg
- Simvastatin 20 mg
- Valsartan 80 mg 1x1
- Diazepam 5 mg
Oksigenasi
Pemberian oksigen pada pasien dengan SKA sangat penting diberikan pada
pasien dengan sesak napas, tanda gagal jantung, syok, atau dengan saturasi <94%.
Pada suatu penelitian menunjukkan bahwa pemebrian oksigen mampu mengurangi
ST elevasi pada infark anterior, dan diutamakan pada 6 jam pertama (Karo, S., et all.
2012).
Arixtra
Arixtra (Fondaparinuks) adalah suatu derivat heparin sintetik. Heparin
biasanya ddigunakan pada penanganan awal pada pasien unstable angina atau infark
miokard akut. Obat ini memperantarai penghambatan faktor Xa oleh antitrombin.
Obat ini diberikan secara injeksi subkutan, mencapai kadar puncak plasma dalam 2
jam. Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan sekali sehari pada dosis yang tetap
tanpa pemantauan koagulasi serta memiliki kemungkinan paling kecil menyebabkan
trombositopenia dibandingkan heparin atau heparin berbobot molekul rendah
(Laurence, 2008).
Aspirin
27
Aspirin bekerja menghambat sintesis dari tromboksan A2 yang merupakan
mediator kuat untuk aktivasi platelet. Oabat ini merupakan intrvensi yang paling
penting untuk mengurangi mortalitas pada pasien dengan SKA. Obat ini
direkomendasikan pada SKA kecuali terdapat kontraindikasi dan diberikan 160-325
mg dikunyak. Kegunaannya yang lain yaitu menurunkan reoklusi koroner dan
berulangnnya iskemik setelah terpai fibrinolitik. Dosis pemeliharaan antara 75-100
mg/hari (Naik 2007; Karo, S., et all. 2012).
Clopidogrel
Clopidogrel bekerja dengan menghambat aktivasi platelet melalui ADP () dan
dapat digunakan sebagai pengganti pada pasien yang alergi aspirin. Sebagai tambahan
kombinasi aspirin dan clopidogrel dalam mengurangi mortalitas kardiovaskuler,
kejadian kardiak berulang atau stroke pada passion dengan UAP atau non STEMI.
Dosis pertama 300 mg dan dilanjutkan dosis pemeliharaan 75 mg. Pada pasien
dengan persiapan tindakan invasif diberikan 600 mg (Karo, S., et all. 2012). \
Valsartan
Valsartan merupakan obat antihipertensi golongan Antagonis Reseptor AT1
Angiotensin II. Obat ini bekerja menurunkan tekanan darah dengan mengantagonis
efek Ang II, obat ini merelaksasi otot polos sehingga memicu vasodilatasi,
meningkatkan ekskresi garam dan air dari ginjal, mengurangi volume plasma, dan
mengurangi hipertrofi seluler (Laurence, 2008).
Ranitidine
Merupakan obat golongan H2 antagonis dan berperan mengurangi sekresi
asam lambung. Obat ini digunakan untuk melindungi lambung dari resiko perdarahan
atau erosi oleh karena penggunaan obat-obatan seperti aspirin. Dosis 2 amp/ hari.
Golongan Statin (simvastatin)
Meupakan obat yang diberikan setelah onset SKA dengan tujuan unutk
menstabilkan plak aterosklerosis dalam pembuluh darah.
Diazepam
28
Merupakan golongan benzodiazepine yang bekerja sebagai muscle relaxan,
sehingga pada kasus ini digunakan untuk mengurangi kontraktilitas otot jantung.
Komplikasi
Komplikasi yang muncul pada pasien dengan STEMI dibagi menjadi dua
kelompok besar yaitu:
1) Gangguan hemodinamik
a. Gagal jantung
b. Aritmia dan gangguan konduksi
2) Kompikasi kardiak
a. Regusrgitasi katup mitral
b. Ruptur kardiak
c. Ruptur septum ventrikel
d. Infark ventrikel kanan
e. Perikarditis
f. Aneurisma ventrike kiri
g. Trombus ventrikel kiri (Steg, G, 2012).
Komplikasi gagal jantung pada ACS STEMI diklasififikasikan dalam
Klasifikasi Killip. Berikut ini klasifikasi Killip dan kaitannya dengan mortalitas di
rumah sakit (Karo, S., et all. 2012)
Kelas Killip Mortalitas di RS (%)
I Tidak ada komplikasi 6
II HF ringan, ronchi, S3, tanda bendung paru 17
III Edema paru 38
IV Shock kardiogenik 81
Pada pasien ini belum didapatkan adanya komplikasi. Oleh karena itu perlu
untuk mengedukasi pasien untuk menjalani gaya hidup sehat dan pengontrolan
29
penyakit melalui obat-obatan.
Prognosis
Prognosis ACS salah satunya dapat dilihat dari hasil pemeriksaan konsentrasi
troponin T, digambarkan pada tabel berikut :
Konsentrasi troponin T serum (µg/L)
<0,01 >0,01 dan <1,0 >1,0
Definfisi menurut british
cardiac society (BCS)
ACS dengan
angina non-
stabil
ACS dengan
nekrosis miosit
ACS dengan
infark
miokard klinis
Definisi menurut american
europeansociety of cardiology
(ESC) /college of cardiology
(ACC)
Angina non-
stabil
Infark miokard Infark
miokard
Definisi WHO Angina non-
stabil
Angina non-
stabil
Infark
miokard
Angka kematian dalam 30 hari 4,5% 10,4% 12,9%
Angka kematian dalam 6 bulan 8,6% 18,7% 19,2%
Sumber :SIGN, 2013
Edukasi
Beberapa langkah yang bisa dilakukan seperti menghindari paparan asap
rokok, pengontrolan tekanan darah secara ketat, menjalani diet dengan baik dan
kontrol berat badan, dan melakukan aktifitas fisik. Anjuran ini perlu ditekankan
kepada pasien sebelum dipulangkan. Meskipun sulit untuk dilaksanakan namun perlu
tetap dilaksanakan secara berkelanjutan (Steg, G, 2012)..
1) Diet dan kontrol berat badan
Beberapa rekomendari diet antara lain :
Jenis makanan yang beragam
Mengatur jumlah kalori untuk menghindari obesitas
30
Meningkatkan konsusumsi buah dan sayur, sereal dan roti, ikan,
daging tanpa lemak, dan produk susu rendah lemak
Mengurangi konsumsi garam
2) Aktifitas fisik
Aktifitas fisik sangat berperan penting pada pasien dengan SKA, diantaranya
dapat menurunkan kecemasan pasien terhadap penyakitnya dan
meningkatakan kepercaan diri pasien. Selain itu, terdapat empat mekanisme
untuk menurunkan angka kejadian gangguan jantung seperti:
Memperbaiki fungsi endotel
Mengurangi progresifitas lesi koroner
Mengurangi resiko dari trombogenik
Meninggkatkan proses kolateralisasi
Aktifitas fisik aerobik yang direkomendasikan rata-rata 30 menit minimal 5
kali dalam seminggu.
3) Kontrol tekanan darah
Pasein dengan SKA, tekanan darahnya harus terkontrol dengan baik. Tekanan
darah yang yang disarankan yaitu <140mmHg sistolik namun tidak
<110mmHg. Obat anti hipertensi seperti beta blocker, ACE inhibitor, atau
ARB, direkomendasikan pada pasien setelah serangan STEMI. Selain itu,
faktor gaya hidup juga harus ditekankan dalam mencapai tekanan darah yang
optimal.
4) Intervensi faktor psikososial
Program menejemen stress penting pada pasien dan berdasarkan penelitian
yang pernah dilakukan program menejemen stres dapat menurunkan sekitar
45% angka rekurensi infark miokard.
5) Program rehabilitasi berbasis latihan (exercise-based)
Program ini dapat menurunkan angka mortalitas dan kejadian ulangan infark.
6) Menggiatkan aktifitas
31
Kembali beraktifitas seperti biasa dengan intesnitas ringan hingga sedang.
Aktifitas seksual bisa dilakukan jika disesuaikan dengan kemampuan fisik,
dan bagi pasien dengan residual iskemia atau disfungsi ventrikel kanan harus
mengindari perjalan udara 4-6 minggu (Steg, G, 2012).
32
DAFTAR PUSTAKA
1. Libby, et al. 2012. Braunwalds Heart Disease: A Textbook of Cardiovascular
Medicine, 9th ed. Boston: Elsevier.
2. Lilly, et al. 2007. Pathophysiology of Heart Disease. 4th ed. Philadelphia:
Lippincott William & Wilkins.
3. Panggabean, et al. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II: Penyakit Arteri
Perifer. Jakarta: FK UI.
4. WY, et al. 2013. 2013 ACCF/AHA Guideline for the Managenent of Heart
Failure. Available at : http://circ.ahajournals.org/content/77/3/607.full.pdf
5. Naik H, Sabatine MS, dan Lilly LS. 2007. Acute Coronary Syndrome. Dalam :
Pathophysiology of Heart Diseases : A Collaborative Project of Medical
Students and Faculty 4th edition. Philladelphia :Lippincott Williams & Wilkins.
6. Laurence at all. 2008. Goodman & Gilman’s Mamual of Pharmacology and
Therapeutics, Penerjemah : Sukandar EY et al, Penerbit Buku Kedokteran EGC :
Jakarta
7. Scottish Intercollegiate Guidelines Network (SIGN). 2013. Acute coronary
syndromes: A national clinical guideline. Available at:
http://www.sign.ac.uk/pdf/sign93.pdf
8. Malcolm, STThe Only EKG Book You’ll Ever Need, Penerjemah : Samik
Wahab, , Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
9. Price AS, Wilson LM. 2003. Pathophysiology : Clinical Concepts of Disease
Processes. Penerjemah : Brahm U, et al, Penerbit Buku Kedokteran EGC :
Jakarta
10. Guyton AC, Hall JE. 2006. Textbook of Medical Physiology, 11 th edition.
Penerjemah Irawati dian, et al, Penerbit Buku Kedokteran EGC : Jakarta
33