1. DEFINISI
Batu empedu merupakan gabungan dari beberapa unsur yang
membentuk suatu material mirip batu yang dapat ditemukan dalam
kandung empedu atau di dalam saluran empedu atau pada kedua-duanya.
Sinonimnya dari batu empedu adalah kolelitiasis, gallstones, dan
biliary calculus.1
2. ANATOMI
Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong berbentuk buah
advokat yang terletak pada permukaan visceral hepar dengan panjang
sekitar 4-6 cm dan berisi 30-60 ml empedu. Kandung empedu tertutup
seluruhnya oleh peritoneum visceral, tetapi infundibulum kandung
empedu tidak terfiksasi ke permukaan hati oleh lapisan peritoneum.
Apabila kandung empedu mengalami distensi akibat bendungan oleh
batu, bagian infundibulum menonjol seperti kantong yang disebut
kantong Hartmann.1 Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan
collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah
pinggir inferior hepar, dimana fundus berhubungan dengan dinding
anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus
bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas,
belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus sistikus yang
berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan duktus
hepatikus komunis membentuk duktus koledokus.2 Duktus sistikus
panjangnya 1-2 cm dengan diameter 2-3 mm. Dinding lumennya
mengandung katup berbentuk spiral disebut katup spiral Heister,
yang memudahkan cairan empedu masuk kedalam kandung empedu, tetapi
menahan aliran keluarnya. Saluran empedu ekstrahepatik terletak
didalam ligamentum hepatoduodenale yang batas atasnya porta
hepatis, sedangkan batas bawahnya distal papilla Vater. Bagian hulu
saluran empedu intrahepatik berpangkal dari saluran paling kecil
yang disebut kanalikulus empedu yang meneruskan curahan sekresi
empedu melalui duktus interlobaris ke duktus lobaris dan
selanjutnya ke duktus hepatikus di hilus.1 Panjang duktus hepatikus
kanan dan kiri masing-masing antara 1-4 cm. Panjang duktus
hepatikus komunis sangat bervariasi, bergantung pada letak muara
duktus sistikus. Duktus koledokus berjalan di belakang duodenum
menembus jaringan pankreas dan dinding duodenum membentuk papilla
Vater yang terletak di sebelah medial dinding duodenum. Ujung
distalnya dikelilingi oleh otot sfingter Oddi, yang mengatur aliran
empedu ke dalam duodenum. Duktus pankreatikus umumnya bermuara
ditempat yang sama oleh duktus koledokus di dalam papilla Vater,
tetapi dapat juga terpisah.1Pembuluh arteri kandung empedu adalah
a. cystica, cabang a. hepatica kanan. V. cystica mengalirkan darah
langsung ke dalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan
vena vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu.2 Pembuluh
limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak
dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan
melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan a. hepatica
menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju ke kandung
empedu berasal dari plexus coeliacus.2
3. FISIOLOGI
Sekresi Empedu Empedu dibentuk oleh sel-sel hati ditampung di
dalam kanalikuli. Kemudian disalurkan ke duktus biliaris terminalis
yang terletak di dalam septum interlobaris. Saluran ini kemudian
keluar dari hati sebagai duktus hepatikus kanan dan kiri. Kemudian
keduanya membentuk duktus biliaris komunis. Pada saluran ini
sebelum mencapai doudenum terdapat cabang ke kandung empedu yaitu
duktus sistikus yang berfungsi sebagai tempat penyimpanan empedu
sebelum disalurkan ke duodenum.3Empedu melakukan dua fungsi penting
yaitu : a. Empedu memainkan peranan penting dalam pencernaan dan
absorpsi lemak karena asam empedu yang melakukan dua hal antara
lain: asam empedu membantu mengemulsikan partikel-partikel lemak
yang besar menjadi partikel yang lebih kecil dengan bantuan enzim
lipase yang disekresikan dalam getah pankreas, Asam empedu membantu
transpor dan absorpsi produk akhir lemak yang dicerna menuju dan
melalui membran mukosa intestinal. b. Empedu bekerja sebagai suatu
alat untuk mengeluarkan beberapa produk buangan yang penting dari
darah, antara lain bilirubin, suatu produk akhir dari penghancuran
hemoglobin, dan kelebihan kolesterol yang di bentuk oleh sel- sel
hati.4
Penyimpanan dan Pemekatan Empedu Empedu diproduksi oleh sel
hepatosit sebanyak 500-1500 ml per hari. Empedu yang disekresikan
secara terus-menerus oleh sel-sel hati disimpan dalam kandung
empedu sampai diperlukan di duodenum. Volume maksimal kandung
empedu hanya 30-60 ml. Meskipun demikian, sekresi empedu selama 12
jam (biasanya sekitar 450 ml) dapat disimpan dalam kandung empedu
karena air, natrium, klorida, dan kebanyakan elektrolit kecil
lainnya secara terus menerus diabsorbsi oleh mukosa kandung empedu,
memekatkan zat-zat empedu lainnya, termasuk garam empedu,
kolesterol, lesitin, dan bilirubin. Kebanyakan absorpsi ini
disebabkan oleh transpor aktif natrium melalui epitel kandung
empedu, dan keadaan ini diikuti oleh absorpsi sekunder ion klorida,
air, dan kebanyakan zat-zat terlarut lainnya. Empedu secara normal
dipekatkan sebanyak 5 kali lipat dengan cara ini, sampai maksimal
20 kali lipat.1,4
Pengosongan Kandung Empedu Pengaliran cairan empedu diatur oleh
tiga faktor, yaitu sekresi empedu oleh hati, kontraksi kandung
empedu, dan tahanan sfingter koledokus. Empedu dialirkan sebagai
akibat kontraksi dan pengosongan parsial kandung empedu. Mekanisme
ini diawali dengan masuknya makanan berlemak ke dalam duodenum.
Lemak menyebabkan pengeluaran hormon kolesistokinin dari mukosa
duodenum, kemudian masuk kedalam darah dan menyebabkan kandung
empedu berkontraksi. Pada saat yang sama, otot polos yang terletak
pada ujung distal duktus koledokus dan sfingter Oddi mengalami
relaksasi, sehingga memungkinkan masuknya empedu yang kental ke
dalam duodenum
Proses koordinasi aktifitas ini disebabkan oleh dua hal yaitu :
1) Hormonal : Zat lemak yang terdapat pada makanan setelah sampai
duodenum akan merangsang mukosa sehingga hormon kolesistokinin akan
terlepas. Hormon ini yang paling besar peranannya dalam kontraksi
kandung empedu. 2) Neurogen : Stimulasi vagal yang berhubungan
dengan fase cephalik dari sekresi cairan lambung atau dengan
refleks intestino-intestinal akan menyebabkan kontraksi dari
kandung empedu. Rangsangan langsung dari makanan yang masuk sampai
ke duodenum dan mengenai sfingter Oddi. Sehingga pada keadaan
dimana kandung empedu lumpuh, cairan empedu akan tetap keluar
walaupun sedikit.
Secara normal pengosongan kandung empedu secara menyeluruh
berlangsung selama sekitar 1 jam. Pengosongan empedu yang lambat
akibat gangguan neurologis maupun hormonal memegang peran penting
dalam perkembangan inti batu. 4,5Garam empedu, lesitin, dan
kolesterol merupakan komponen terbesar (90%) cairan empedu. Sisanya
adalah bilirubin, asam lemak, dan garam anorganik.1 Fungsi garam
empedu adalah : Menurunkan tegangan permukaan dari partikel lemak
yang terdapat dalam makanan, sehingga partikel lemak yang besar
dapat dipecah menjadi partikel-partikel kecil untuk dapat dicerna
lebih lanjut. Membantu absorbsi asam lemak, monoglycerid,
kolesterol dan vitamin yang larut dalam lemak.4
Prekursor dari garam empedu adalah kolesterol. Garam empedu yang
masuk ke dalam lumen usus oleh kerja kuman-kuman usus dirubah
menjadi deoxycholat dan lithocholat. Sebagian besar (90%) garam
empedu dalam lumen usus akan diabsorbsi kembali oleh mukosa usus
sedangkan sisanya akan dikeluarkan bersama feses dalam bentuk
lithocholat. Absorbsi garam empedu tersebut terjadi disegmen distal
dari ilium. Sehingga bila ada gangguan pada daerah tersebut
misalnya oleh karena radang atau reseksi maka absorbsi garam empedu
akan terganggu.4
Hemoglobin yang terlepas dari eritrosit akan pecah menjadi heme
dan globin. Heme bersatu membentuk rantai dengan empat inti pyrole
menjadi bilverdin yang segera berubah menjadi bilirubin bebas. Zat
ini di dalam plasma terikat erat oleh albumin. Sebagian bilirubin
bebas diikat oleh zat lain (konjugasi) yaitu 80 % oleh glukuronide.
Bila terjadi pemecahan sel darah merah berlebihan misalnya pada
malaria maka bilirubin yang terbentuk sangat banyak.4
4. PATOGENESIS PEMBENTUKAN BATU EMPEDU a. Batu Kolesterol Batu
kolesterol mengandung paling sedikit 70% kristal kolesterol, dan
sisanya adalah kalsiumkarbonat, kalsiumpalmitat, dan kalsium
bilirubinat. Bentuknya lebih bervariasi dibandingkan dengan bentuk
batu pigmen. Terbentuknya hampir selalu di dalam kandung empedu,
dapat berupa batu soliter atau multiple. Permukaannya mungkin licin
atau multifaset, bulat, berduri, dan ada yang seperti buah marbel.
Proses pembentukan batu kolesterol melalui tiga fase, yaitu: 1)
Fase Supersaturasi (penjenuhan empedu oleh kolesterol) Derajat
penjenuhan empedu oleh kolesterol dapat dihitung melalui kapasitas
daya larut. Kolesterol, fosfolipid (lecithin) dan garam empedu
adalah komponen yang tak larut dalam air. Ketiga zat ini dalam
perbandingan tertentu membentuk micelle yang mudah larut. Di dalam
kandung empedu ketiganya dikonsentrasikan menjadi lima sampai tujuh
kali lipat. Pelarutan kolesterol tergantung dari rasio kolesterol
terhadap lecithin dan garam empedu, dalam keadaan normal antara 1 :
20 sampai 1 : 30. Pada keadaan supersaturasi dimana kolesterol akan
relatif tinggi rasio ini bisa mencapai 1 : 13. Pada rasio seperti
ini kolesterol akan mengendap atau terjadi penjenuhan empedu oleh
kolesterol.1,7 Penjenuhan ini dapat disebabkan oleh bertambahnya
sekresi kolesterol atau penurunan relatif garam empedu atau
fosfolipid. Peningkatan ekskresi kolesterol empedu antara lain
terjadi misalnya pada keadaan obesitas, diet tinggi kalori dan
kolesterol, pemakaian obat antikolesterol sehingga mobilitas
kolesterol jaringan tinggi, dan pemakaian obat tablet KB (estrogen)
yang mengakibatkan sekresi kolesterol meningkat dan kadar
kenodeoksikolat rendah, padahal kenodeoksikolat memiliki efek
melarutkan batu kolesterol. Sekresi asam empedu akan menurun pada
penderita dengan gangguan absorbsi di ileum terminale akibat
peradangan atau reseksi (gangguan sirkulasi enterohepatik),
gangguan daya pengosongan primer kandung empedu, dan peradangan
dinding kandung empedu yang menyebabkan absorbsi air, garam empedu,
dan fosfolipid jauh lebih banyak.1,72) Fase Pembentukan Inti Batu
(pembentukan nidus dan kristalisasi) Penjenuhan kolesterol yang
berlebihan tidak dapat membentuk batu, kecuali bila ada nidus dan
ada proses lain yang menimbulkan kristalisasi. Nidus dapat berasal
dari pigmen empedu, mukoprotein, lendir protein lain, bakteria,
atau benda asing lain. Setelah kristalisasi meliputi suatu nidus,
akan terjadi pembentukan inti batu.
3) Fase Pertumbuhan Batu Pertumbuhan batu terjadi karena
pengendapan kristal kolesterol di atas matriks inorganik dan
kecepatannya ditentukan oleh kecepatan relatif pelarutan dan
pengendapan. Struktur matriks agaknya berupa endapan mineral yang
mengandung garam kalsium.7
b. Batu Bilirubin / Batu Pigmen Batu pigmen adalah batu empedu
yang kadar kolesterolnya kurang dari 25%. Penampilan batu bilirubin
yang sebenarnya berisi kalsium bilirubinat dan disebut juga batu
lumpur atau batu pigmen, tidak banyak bervariasi. Batu ini sering
ditemukan dalam bentuk tidak teratur, kecil-kecil, dapat berjumlah
banyak, warnanya bervariasi antara cokelat, kemerahan, sampi hitam,
dan berbentuk seperti lumpur atau tanah yang rapuh. Batu ini sering
bersatu membentuk batu yang lebih besar. Batu pigmen yang sangat
besar dapat ditemukan dalam saluran empedu. Batu pigmen hitam
terbentuk di dalam kandung empedu terutama terbentuk pada gangguan
keseimbangan metabolik seperti anemia hemolitik, dan sirosis hati
tanpa didahului infeksi.1
Pembentukan batu bilirubin terdiri dari 2 fase, yaitu: 1)
Saturasi bilirubin Pada keadaan non infeksi, saturasi bilirubin
terjadi karena pemecahan eritrosit yang berlebihan, misalnya pada
malaria dan penyakit Sicklecell. Pada keadaan infeksi saturasi
bilirubin terjadi karena konversi konjugasi bilirubin menjadi
unkonjugasi yang sukar larut. Konversi terjadi karena adanya enzim
b glukuronidase yang dihasilkan oleh E. Coli. Pada keadaan normal
cairan empedu mengandung glokaro 1,4 lakton yang menghambat kerja
glukuronidase.5 2) Pembentukan inti batu Pembentukan inti batu
selain oleh garam-garam kalsium dan sel bisa juga oleh bakteri,
bagian dari parasit dan telur cacing. Tatsuo Maki melaporkan bahwa
55 % batu pigmen dengan inti telur atau bagian badan dari cacing
ascaris lumbricoides. Sedangkan Tung dari Vietnam mendapatkan 70 %
inti batu adalah dari cacing tambang. 5 Seperti pembentukan batu
kolesterol, terjadinya batu bilirubin berhubungan dengan
bertambahnya usia. Infeksi, statis, dekonjugasi bilirubin dan
ekskresi kalsium merupakan faktor kausal. Pada bakteribilia
terdapat bakteri gram negatif, terutama E.Coli. Pada batu
kolesterol pun, E.Coli yang tersering ditemukan dalam biakan
empedu.1
Beberapa faktor yang disangka berperan adalah faktor geografis,
hemolisis, dan sirosis hepatik. Sebaliknya jenis kelamin, obesitas,
gangguan penyerapan di dalam ileum tidak mempertinggi resiko batu
bilirubin. Pada kolingitis oriental atau kolangitis piogenik
rekurens ditemukan batu pigmen intrahepatik primer yang menimbulkan
kolangitis rekurens. Keadaan lain yang berhubungan dengan batu
pigmen dan kolangitis bakteria gram negatif di Asia Timur ialah
investasi parasit Clonochis sinensis, Fasciola hepatica, dan
Ascaris lumbricoides.1 Sebagai pegangan umum, pada penderita batu
bilirubin, tidak ditemukan empedu yang sangat jenuh dengan
kolesterol baik di dalam kandung empedu maupun di hati. Pada
penderita batu bilirubin, konsentarsi bilirubin yang tidak
terkonjugasi meningkat, baik di dalam kandung empedu maupun di
dalam hati.1
5. ETIOLOGI Etiologi batu empedu dan saluran empedu masih belum
diketahui dengan sempurna, akan tetapi faktor predisposisi yang
paling penting tampaknya adalah gangguan metabolisme yang
disebabkan oleh perubahan susunan empedu, stasis empedu dan infeksi
kandung empedu.6
a. Perubahan komposisi empedu kemungkinan merupakan faktor
terpenting dalam pembentukan batu empedu karena hati penderita batu
empedu kolesterol, mengekresi empedu yang sangat jenuh dengan
kolesterol. Kolesterol yang berlebihan ini mengendap dalam kandung
empedu (dengan cara yang belum diketahui sepenuhnya) untuk
membentuk batu empedu. b. Stasis empedu dalam kandung empedu dapat
mengakibatkan supersaturasi progresif, perubahan komposisi kimia,
dan pengendapan unsur-unsur tersebut. Gangguan kontraksi kandung
empedu atau spasme spingter Oddi, atau keduanya dapat menyebabkan
stasis. Faktor hormonal (hormon kolesistokinin dan sekretin) dapat
dikaitkan dengan keterlambatan pengosongan kandung empedu. c.
Infeksi bakteri dalam saluran empedu dapat berperan dalam
pembentukan batu. Mukus meningkatakn viskositas empedu dan unsur
sel atau bakteri dapat berperan sebagai pusat
presipitasi/pengendapan. Infeksi lebih timbul akibat dari
terbentuknya batu dibanding panyebab terbentuknya batu.
6. EPIDEMIOLOGI
Tiap tahun 500.000 kasus baru dari batu empedu ditemukan di
Amerika Serikat. Kasus tersebut sebagian besar didapatkan di atas
usia pubertas, sedangkan pada anak-anak jarang. Jumlah wanita
berusia 20-50 tahun yang menderita batu empedu sekitar 3 kali lebih
banyak dari pada laki-laki. Setelah usia 50 tahun, rasio penderita
batu empedu hampir sama antara pria dan wanita. Insidensi batu
empedu meningkat seiring bertambahnya usia. Orang gemuk ternyata
mempunyai resiko tiga kali lipat untuk menderita batu empedu.
Insiden pada laki-laki dan wanita pada batu pigmen tidak terlalu
banyak berbeda.7,10Avni Sali membuktikan bahwa diet tidak
berpengaruh terhadap pembentukan batu, tetapi secara tidak langsung
mempengaruhi jenis batu yang terbentuk. Hal ini disokong oleh
peneliti dari Jepang yang menemukan bukti bahwa orang dengan diet
berat biasanya menderita batu jenis kolesterol, sedangkan yang
dietnya tetap biasanya menderita batu jenis pigmen. Faktor keluarga
juga berperan dimana bila keluarga menderita batu empedu
kemungkinan untuk menderita penyakit tersebut dua kali lipat dari
orang normal.7
7. FAKTOR RISIKO Kolelitiasis dapat terjadi dengan atau tanpa
faktor resiko. Namun, semakin banyak faktor resiko, semakin besar
pula kemungkinan untuk terjadinya kolelitiasis. Faktor resiko
tersebut terdiri atas: 12 a. Jenis Kelamin Wanita mempunyai resiko
3 kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria.
Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap
peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Kehamilan, yang
menigkatkan kadar esterogen juga meningkatkan resiko terkena
kolelitiasis. Penggunaan pil kontrasepsi dan terapi hormon
(esterogen) dapat meningkatkan kolesterol dalam kandung empedu dan
penurunan aktivitas pengosongan kandung empedu. b. Usia Resiko
untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya
usia. Orang dengan usia > 60 tahun lebih cenderung untuk terkena
kolelitiasis dibandingkan dengan orang yang usia yang lebih
muda.
c. Berat badan (BMI) Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi,
mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini
karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung
empedu pun tinggi, dan juga menguras garam empedu serta mengurangi
kontraksi atau pengosongan kandung empedu.
d. Makanan Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang
cepat (seperti setelah operasi gatrointestinal) mengakibatkan
gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan
penurunan kontraksi kandung empedu. e. Riwayat keluarga Orang
dengan riwayat keluarga kolelitiasis mempunyai resiko lebih besar
dibanding dengan tanpa riwayat keluarga. f. Aktifitas fisik
Kurangnya aktifitas fisik berhubungan dengan peningkatan resiko
terjadinya kolelitiasis. Ini mungkin disebabkan oleh kandung empedu
lebih sedikit berkontraksi. g. Penyakit usus halus Penyakit yang
dilaporkan berhubungan dengan kolelitiasis adalah crohn disease,
diabetes, anemia sel sabit, trauma, dan ileus paralitik. h. Nutrisi
intravena jangka lamaNutrisi intravena jangka lama mengakibatkan
kandung empedu tidak terstimulasi untuk berkontraksi, karena tidak
ada makanan atau nutrisi yang melewati intestinal. Sehingga resiko
untuk terbentuknya batu menjadi meningkat dalam kandung empedu. 8.
DIAGNOSIS a. Anamnesis Setengah sampai dua pertiga penderita batu
kandung empedu adalah asimtomatik. Keluhan yang mungkin timbul
berupa dispepsia yang kadang disertai intolerans terhadap makanan
berlemak. Pada yang simtomatik, kolik bilier merupakan keluhan
utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral ini berasal dari
spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh batu.
Dengan istilah kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa
kandung empedu tidak memperlihatkan inflamasi akut. Kolik bilier
biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama antara
30 60 menit, menetap, dan kadang baru menghilang beberapa jam
kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan, tetapi pada
seperti kasus timbul tiba-tiba. Nyeri dapat menjalar ke abdomen
kanan, ke puncak bahu, scapula, punggung bagian tengah, jarang ke
abdomen kiri dan dapat menyerupai angina pektoris, disertai mual
dan muntah. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala dispepsia
yang merupakan gejala umum pada banyak pasien dengan atau tanpa
kolelitiasis.1,5 Pada batu duktus koledokus, riwayat nyeri atau
kolik di epigastrium dan perut kanan atas disertai tanda sepsis,
seperti demam dan menggigil bila terjadi kolangitis. Pada
kolangitis sepsis yang berat dapat terjadi kegawatan disertai syok
dan gangguan kesadaran.1 Obstruksi pengaliran getah empedu ke dalam
dudodenum akan menimbulkan gejala yang khas, yaitu: getah empedu
yang tidak lagi dibawa kedalam duodenum akan diserap oleh darah dan
penyerapan empedu ini membuat kulit dan menbran mukosa berwarna
kuning (ikterus). Keadaan ini sering disertai dengan gejal
gatal-gatal pada kulit. Ekskresi pigmen empedu oleh ginjal akan
membuat urine berwarna sangat gelap. Feses yang tidak lagi diwarnai
oleh pigmen empedu akan tampak kelabu, dan biasanya pekat yang
disebut Clay-colored Obstruksi aliran empedu juga akan mengganggu
absorbsi vitamin A,D,E,K yang larut lemak. Karena itu pasien dapat
memperlihatkan gejala defisiensi vitamin-vitamin ini jika obstruksi
bilier berlangsung lama. Defisiensi vitamin K dapat mengganggu
pembekuan darah yang normal.10
b. Pemeriksaan fisik 1) Batu kandung empedu Kalau ditemukan
kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi seperti
kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrops
kandung empedu, empiema kandung empedu, atau pankreatitis. Pada
pemeriksaan didapatkan nyeri tekan dengan punktum maksimun di
daerah letak anatomi kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila
nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik napas panjang dan
sewaktu kandung empedu tersentuh oleh ujung jari tangan pemeriksa
sehingga pasien berhenti menarik napas, yang merupakan tanda
rangsangan peritoneum setempat karena kandung empedu yang
meradang.1 2) Batu saluran empedu. Batu saluran empedu tidak
menimbulkan gejala atau tanda pada fase tenang. Kadang teraba hati
agak membesar dan skelera ikterik. Patut diketahui bahwa bila kadar
bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejala ikterik tidak jelas.
Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, baru akan timbul
ikterus klinis. Apabila timbul serangan kolangitis yang umumnya
disertai obstruksi, akan ditemukan gejala klinis yang sesuai dengan
beratnya kolangitis tersebut. Kolangitis yang ringan sampai sedang
biasanya kolangitis bakterial nonpiogenik yang ditandai dengan
trias Charcot, yaitu demam menggigil, nyeri didaerah hati, dan
ikterus. Apabila terjadi kolangiolitis, biasanya berupa kolangitis
piogenik intrahepatik, akan timbul lima gejala pentade Reynold,
berupa tiga gejala trias Charcot, ditambah syok dan kekacauan
mental atau penurunan kesadaran sampai koma. Kalau ditemukan
riwayat kolangitis yang hilang timbul, harus dicurigai kemungkinan
hepatolitiasis.1
c. Pemeriksaan Laboratorium Batu kandung empedu yang asimtomatik
umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium.
Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis.
Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan
bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar
bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam
duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga
kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali
terjadi serangan akut.1
d. Pemeriksaan Pendukung Lainnya Untuk pasien dengan penyakit
kolelitiasis bisa dilakukan pemeriksaan penunjang seperti
pemeriksaan radiologi : 1) Foto polos abdomen Foto polos abdomen
biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar
10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung
empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat
dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung
empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat
sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan
gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatika.1 Batu empedu
opaque akan dapat dengan mudah diperlihatkan. Tampak dalam jenis
yang bervariasi. Sebagai struktur berlapis yang besar yang biasanya
tunggal dan dalam jumlah sedikit. Disamping itu kalkuli yang kecil
dan multiple dan sangat banyak. Satu batu opaque dalam duktus
sistikus atau duktus biliaris komunis dapat didiagnosa pada
posisinya yang relatif terhadap kandung empedu normal.
2) Ultra Sonografi (USG) Penggunaan USG dalam mendeteksi batu di
saluran empedu sensitivitasnya sampai 98 % dan spesifitas 97,7 %.
Keuntungan lain dari pemeriksaan cara ini adalah mudah dikerjakan,
aman karena tidak infasif dan tidak perlu persiapan khusus. Selain
itu, USG dapat dilakukan pada penderita yang sakit berat, alergi
kontras, wanita hamil dan tidak tergantung pada keadaan faal hati.
Ditinjau dari berbagai segi keuntungannya, pemeriksaan USG
dianjurkan dipakai sebagai langkah pemeriksaan awal. Dengan
pemeriksaan ini bisa ditentukan lokasi dari batu tersebut, besar
batu, jumlah batu, ukuran kandung empedu, ada tidaknya radang akut
yang ditandai dengan menebalnya dinding kandung empedu karena
fibrosis atau udem, ukuran CBD (Common Bile Duct) dan jika ada batu
intraduktal. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang
sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus.1,14
3) Kolesistografi Kolesistografi digunakan bila USG tidak
tersedia atau bila hasil USG meragukan. Kolangiografi oral dapat
dilakukan untuk mendeteksi batu empedu dan mengkaji kemampuan
kandung empedu untuk melakukan pengisian, memekatkan isinya,
berkontraksi serta mengosongkan isinya. Untuk penderita tertentu,
kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah,
sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen 30
sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral
akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun
serum diatas 2mg/dl, obstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada
keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati.
Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi
kandung empedu.1,10 Batu kandung empedu non opaque misalnya batu
kolesterol yang besar tidak dapat terdiagnosa dengan sinar x biasa
maka akan membutuhkan zat kontras di dalam pemeriksaan dengan cara
di minum di sore hari sebelum pemeriksaan. Pasien tetap melakukan
diet bebas lemak sampai dilakukan pemeriksaan sinar x kira-kira 16
jam kemudian setelah minum kontras. Pada tingkat ini kandung empedu
biasanya terisi dengan baik dengan zat kontras. Pada pemeriksaan
ini akan menimbulkan bayangan filling defect yang radiolusen.
4) ERCP (Endoscopic Retrograde Colangiopancreatografi) Foto
rontgen dengan kolongipankreatikografi endoskopi retrograd di
papila Vater (ERCP) atau melalui kolongiografi transhepatik
perkutan (PTC) berguna untuk pemeriksaan batu di duktus koledokus.
Indikasinya ialah batu kandung empedu dengan gangguan fungsi hati
yang tidak dapat dideteksi dengan ultrasonografi dan kolesistografi
oral, misalnya karena batu kecil. Pemeriksaan ini memungkinkan
visualisasi struktur secara langsung yang hanya dapat dilihat pada
saat laparatomi. Pemeriksaan ini meliputi insersi endoskop serat
optik yang fleksibel ke dalam esofagus hingga mencapai duodenum
pars desendens. Sebuah kanula dimasukan ke dalam duktus koleduktus
serta duktus pankreatikus, kemudian bahan kontras disuntikan ke
dalam duktus tersebut untuk menentukan keberadaan batu di duktus
dan memungkinkan visualisassi serta evaluasi percabangan
bilier.1,10
5) Magnetic Resonance Colangiopancreatography (MRCP) Teknik
pencitraan ini dengan gema magnet tanpa menggunakan zat kontras,
instrument dan radiasi ion. Pada pemeriksaan ini saluran empedu
akan terlihat jelas sebagai struktur yang terang karena mempunyai
intensitas sinyal tinggi, sedangkan batu saluran empedu akan
terlihat sebagai intensitas sinyal rendah yang dikelilingi empedu
dengan intensitas sinyal tinggi, sehingga metode ini cocok untuk
mendiagnosa batu saluran empedu. Studi terkini MRCP menujukan nilai
sensitifitas antara 91% sampai 100%, nilai spesifitas antara 92%
sampai 100% dan nilai prediktif positif antara 93% sampai dengan
100% pada keadaan dengan dugaan batu saluran empedu. Nilai
diagnosis MRCP yang tinggi mengakibatkan teknik ini sering
dikerjakan untuk diagnosis atau eksklusi batu saluran empedu
khususnya pada pasien dengan kemungkinan kecil mengandung batu.
MRCP memiliki beberapa kelebihan dibandingkan ERCP. Salah satu
manfaat yang besar adalah pencitraan saluran empedu tanpa resiko
yang berhubungan dengan instrumentasi, zat kontras dan radiasi.
Sebaliknya MRCP juga mempunyai limitasi mayor yaitu bukan merupakan
modalitas terapi dan juga aplikasinya bergantung pada operator,
sedangkan ERCP dapat berfungsi sebagai sarana diagnostik dan terapi
yang sama.13
9. KOMPLIKASI a. Kolesistitis Akut Hampir semua kolesistitis
akut terjadi akibat sumbatan duktus sistikus oleh batu yang
terjebak dalam kantong Hartmann. Komplikasi ini terdapat pada lima
persen penderita kolesistitis. Kolesistitis akut tanpa batu empedu
disebut kolesistitis akalkulosa, dapat ditemukan pasca bedah. Pada
kolesistitis akut, faktor trauma mukosa kandung empedu oleh batu
dapat menyebabkan pelepasan fosfolipase yang mengubah lesitin di
dalam empedu menjadi lisolesitin, yaitu senyawa toksik yang
memperberat proses peradangan. Pada awal penyakit, peran bakteria
agaknya kecil saja meskipun kemudian dapat terjadi supurasi
(nanah/pernanahan). Komplikasi kolesistitis akut adalah empiema,
gangrene, dan perforasi. Perjalanan kolesistitis akut bergantung
pada apakah obstruksi dapat hilang sendiri atau tidak, derajat
infeksi sekunder, usia penderita, dan penyakit lain yang
memperberat keadaan, seperti diabetes mellitus. Perubahan patologik
di dalam kandung empedu mengikuti pola yang khas. Proses awal
berupa udem subserosa, lalu perdarahan mukosa dn bercak-bercak
nekrosis dan akhirnya fibrosis. Gangren dan perforasi dapat terjadi
pada hari ketiga setelah serangan penyakit., tetapi kebanyakan pada
minggu kedua. Pada penderita yang mengalami resolusi spontan, tanda
radang akut baru menghilang setelah empat minggu, tetapi sampai
berbulan-bulan kemudian sisa peradangan dan nanah masih tetap ada.
Hampir 90% kandung empedu yang diangkat dengan kolesistektomi
menunjukan jaringan parut lama, yang berarti pada masa lalu pernah
menderita kolesistitis, tetapi umumnya penderita menyangkal tidak
pernah merasa ada keluhan.1
b. Kolesistitis Kronik
Kolesistitis kronik merupakan kelainan kandung empedu yang
paling umum ditemukan. Penyebabnya hampir selalu batu empedu.
Penentu penting untuk membuat diagnosa adalah kolik bilier,
dispepsia, dan ditemukannya batu empedu pada pemeriksaan
ultrasonografi atau kolesistografi oral. Keluhan dispepsia
dicetuskan oleh makanan berat seperti gorengan, yang mengandung
banyak lemak, tetapi dapat juga timbul setelah makan bermacam jenis
kol. Kolik bilier yang khas dapat juga dicetuskan oleh makanan
berlemak dank has kolik bilier dirasakan di perut kanan atas.1 c.
Kolangitis Akut
Kolangitis akut dapat terjadi pada pasien dengan batu saluran
empedu karena adanya obstruksi dan invasi bakteri empedu. Gambaran
klinis kolangitis akut yang klasik adalah trias charcot yang
meliputi nyeri abdomen kuadran kanan atas, ikterus dan demam yang
didapatkan pad 50% kasus. Kolangitis akut supuratif adalah trias
charcot yang disertai hipotensi, oliguria, dan gangguan kesadaran.
Spektrum dari kolangitis akut mulai dari yang ringan, yang akan
membaik sendiri, sampai denan keadaan yang membahayakan jiwa di
mana dibutuhkan drainase darurat. Penatalaksanaan kolangitis akut
ditujukan untuk: a) Memperbaiki keadaan umum pasien dengan
pemberian cairan dan elektrolit serta koreksi gangguan elektrolit,
b) Terapi antibiotic parenteral, dan c) Drainase empedu yang
tersumbat. Beberapa studi acak tersamar memperlihatkan keunggulan
drainase endoskopik dengan ngka kematian yang jauh lebih rendah dan
bersihan saluran empedu yang lebih baik dibandingkan operasi
terbuka. Studi dengan control memperkuat kesimpulan bahwa angka
kematian dengan ERCP hanya sepertiga dibandingkan dengan operasi
terbuka pada pasien dengan kolangitis yang berat. Oleh karenanya,
ERCP merupakan terapi pilihan pertama untuk dekompresi bilier
mendesak pada kolangitis akut yang tidak respon terhadap terapi
konservatif.13 d. Pankreatitis bilier akut atau pankreatitis batu
empedu
Pankreatitis bilier akut atau pancreatitis batu empedu baru akan
terjadi bila ada obtruksi transien atau persisten di papilla Vater
oleh sebuah batu. Batu empedu yang terjepit dapat menyebabkan
sepsis bilier atau menambah beratnya pankreatitis. Sejumlah studi
memperlihatkan pasien dengan pancreatitis bilier akut yang ringan
menyalurkan batunya secara spontan dari saluran empedu ke dalam
duodenum pada lebih dari 80% dan sebagian besar pasien akan sembuh
hanya dengan terapi suportif kolangiografi. Sesudah sembuh pada
pasien ini didaptkan insidensi yang rendah kejadian batu saluran
empedu sehingga tidak dibenarkan untuk dilakukan ERCP rutin.
Sebaliknya, sejumlah studi menunjukan bahwa pasien dengan
pancreatitis bilier akut yang berat akan mempunyai resiko yang
tinggi untuk mempunyai batu saluran empedu yang tertinggal bila
kolngiografi dilakkan pada tahap dini sesudah serangan. Beberapa
studi terbuka tanpa control memperlihatkan sfingteretomi endoskopik
pada keadan ini tampaknya aman dan disertai penurunan angka
kesaikitan dan kematian.13
10. PENATALAKSANAAN a. Tindakan Operatif 1) Kolesistektomi
Terapi terbanyak pada penderita batu kandung empedu adalah dengan
operasi. Kolesistektomi dengan atau tanpa eksplorasi duktus komunis
tetap merupakan tindakan pengobatan untuk penderita dengan batu
empedu simptomatik. Pembedahan untuk batu empedu tanpa gejala masih
diperdebatkan, banyak ahli menganjurkan terapi konservatif.
Sebagian ahli lainnya berpendapat lain mengingat silent stone pada
akhirnya akan menimbulkan gejala-gejala bahkan komplikasi, maka
mereka sepakat bahwa pembedahan adalah pengobatan yang paling tepat
yaitu kolesistektomi efektif dan berlaku pada setiap kasus batu
kandung empedu kalau keadaan umum penderita baik.14 Indikasi
kolesistektomi adalah sebagai berikut : - Adanya keluhan bilier
yang mengganggu atau semakin sering atau berat. - Adanya komplikasi
atau pernah ada komplikasi batu kandung empedu. - Adanya penyakit
lain yang mempermudah timbulnya komplikasi misalnya Diabetes
Mellitus, kandung empedu yang tidak tampak pada foto kontras dan
sebagainya.14 a) Kolesistektomi terbuka
Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien
denga kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang
dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2%
pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang
dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah
kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut.12 b)
Kolesistektomi laparaskopi
Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa
adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman,
banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan
kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara
teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional
adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang
dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri menurun dan
perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan
dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi seperti
cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering
selama kolesistektomi laparaskopi.12Komplikasi kolesistektomi Saat
ini hampir semua melakukan operasi laparoskopi atau menggunakan
key-hole surgery. Dengan menggunakan insisi kecil, batu empedu dan
kantong empedu dibuang. Kantong empedu adalah tempat penyimpanan
empedu, dan organ ini dapat dibuang tanpa berpengaruh terhadap
kesehatan. Setelah pengangkatan kantong empedu, empedu dapat
mengalir langsung dari hati ke usus.16 Proses pemulihan biasanya
berlangsung selama 1 sampai 3 hari di rumah sakit dan pasien dapat
beraktivitas normal kembali setelah 1 minggu. Apabila ada
peradangan yang parah, luka atau infeksi kandung empedu, key-hole
surgery mungkin tidak dapat dilakukan sehingga perlu dilakukan
operasi terbuka. Prosedur ini dilakukan dengan membuat insisi 5-6
inchi pada sisi kanan abdomen dan kantong empedu dapat dibuang.
Proses pemulihannya lebih panjang dibandingkan metode key-hole
karena rasa sakit akibat insisi. Operasi terbuka dilakukan pada
5-8% operasi kolesistektomi.16 Beberapa komplikasi yang mungkin
terjadi adalah cedera duktus empedu, empedu bocor, pembentukan
abses, infeksi pada luka dan pendarahan.16 2) Kolesistostomi
Beberapa ahli bedah menganjurkan kolesistostomi dan dekompresi
cabang-cabang saluran empedu sebagai tindakan awal pilihan pada
penderita kolesistitis dengan resiko tinggi yang mungkin tidak
dapat diatasi kolesistektomi dini. Indikasi dari kolesistostomi
adalah - Kolesistitis akut berat dengan kandung empedu membesar
yang terancam ruptur - Keadaan umum sangat buruk misalnya karena
sepsis - Penderita yang berumur lanjut, karena ada penyakit lain
yang berat yang menyertai, kesulitan teknik operasi - Tersangka
adanya pankreatitis Kerugian dari kolesistostomi mungkin
terselipnya batu sehingga sukar dikeluarkan dan kemungkinan besar
terjadinya batu lagi kalau tidak diikuti dengan kolesistektomi.
b. Tindakan Non-Operatif 1) Terapi Disolusi Penggunaan garam
empedu yaitu asam Chenodeodeoxycholat (CDCA) yang mampu melarutkan
batu kolesterol invitro, secara invivo telah dimulai sejak 1973 di
klinik Mayo, Amerika Serikat juga dapat berhasil, hanya tidak
dijelaskan terjadinya kekambuhan.5 Pengobatan dengan asam empedu
ini dengan sukses melarutkan sempurna batu pada sekitar 60 %
penderita yang diobati dengan CDCA oral dalam dosis 10 15 mg/kg
berat badan per hari selama 6 sampai 24 bulan. Penghentian
pengobatan CDCA setelah batu larut sering timbul rekurensi
kolelitiasis.Indikasi pemberian CDCA yaitu : - Wanita hamil -
Penyakit hati yang kronis - Kolik empedu berat atau berulang-ulang
- Kandung empedu yang tidak berfungsi. 5
Efek samping pengobatan CDCA yang terlalu lama menimbulkan
kerusakan jaringan hati, terjadi peningkatan transaminase serum,
nausea dan diare. Asam Ursodioxycholat (UDCA) merupakan alternatif
lain yang dapat diterima dan tidak mengakibatkan diare atau
gangguan fungsi hati namun harganya lebih mahal. Pada saat ini
pemakaiannya adalah kombinasi antara CDCA dan UDCA, masing-masing
dengan dosis 7,5 mg/kg berat badan/hari. Dianjurkan dosis terbesar
pada sore hari karena kejenuhan cairan empedu akan kolesterol
mencapai puncaknya pada malam hari. 5 Mekanisme kerja dari CDCA
adalah menghambat kerja dari enzim HMG Ko-a reduktase sehingga
mengurangi sintesis dan ekskresi kolesterol ke dalam empedu.
Kekurangan lain dari terapi disolusi ini selain harganya mahal juga
memerlukan waktu yang lama serta tidak selalu berhasil. 5 2)
Extracorporeal Shock Wave Lithotripsi (ESWL)
ESWL merupakan litotripsi untuk batu empedu dimana dasar
terapinya adalah disintegrasi batu dengan gelombang kejut sehingga
menjadi partikel yang lebih kecil. Pemecahan batu menjadi partikel
kecil bertujuan agar kelarutannya dalam asam empedu menjadi
meningkat serta pengeluarannya melalui duktus sistikus dengan
kontraksi kandung empedu juga menjadi lebih mudah. Setelah terapi
ESWL kemudian dilanjutkan dengan terapi disolusi untuk membantu
melarutkan batu kolesterol. Kombinasi dari terapi ini agar berhasil
baik harus memenuhi beberapa kriteria mengingat faktor efektifitas
dan keamanannya.5 a) Kriteria Munich : - Terdapat riwayat akibat
batu tersebut (simptomatik). - Penderita tidak sedang hamil.
- Batu radiolusen - Tidak ada obstruksi dari saluran empedu -
Tidak terdapat jaringan paru pada jalur transmisi gelombang kejut
ke arah batu. b) Kriteria Dublin : - Riwayat keluhan batu empedu -
Batu radiolusen - Batu radioopak dengan diameter kurang dari 3 cm
untuk batu tunggal atau bila multiple diameter total kurang dari 3
cm dengan jumlah maksimal 3. - Fungsi konsentrasi dan kontraksi
kandung empedu baik.5 Terapi ESWL sangatlah menguntungkan bila
dipandang dari sudut penderita karena dapat dilakukan secara rawat
jalan, sehingga tidak mengganggu aktifitas penderita. Demikian juga
halnya dengan pembiusan dan tindakan pembedahan yang umumnya
ditakutkan penderita dapat dihindarkan. Namun tidak semua penderita
dapat dilakukan terapi ini karena hanya dilakukan pada kasus
selektif. Di samping itu penderita harus menjalankan diet ketat,
waktu pengobatan lama dan memerlukan biaya yang tidak sedikit,
serta dapat timbul rekurensi setelah pengobatan dihentikan. Faal
hati yang baik juga merupakan salah satu syarat bentuk terapi
gabungan ini , karena gangguan faal hati akan diperberat dengan
pemberian asam empedu dalam jangka panjang. ESWL dapat dikatakan
sangat aman serta selektif dan tidak infasif namun dalam
kenyataannya masih terdapat beberapa komplikasi yang dapat terjadi
misalnya rasa sakit di hipokondrium kanan, kolik bilier,
pankreatitis, ikterus, pendarahan subkapsuler hati, penebalan
dinding dan atropi kandung empedu.7 c. Dietik
Prinsip perawatan dietetik pada penderita batu kandung empedu
adalah memberi istirahat pada kandung empedu dan mengurangi rasa
sakit, juga untuk memperkecil kemungkinan batu memasuki duktus
sistikus. Di samping itu untuk memberi makanan secukupnya untuk
memelihara berat badan dan keseimbangan cairan tubuh. 5 Pembatasan
kalori juga perlu dilakukan karena pada umumnya batu kandung empedu
tergolong juga ke dalam penderita obesitas. Bahan makanan yang
dapat menyebabkan gangguan pencernaan makanan juga harus
dihindarkan.13 Kadang-kadang penderita batu kandung empedu sering
menderita konstipasi, maka diet dengan menggunakan buah-buahan dan
sayuran yang tidak mengeluarkan gas akan sangat membantu.
Syarat-syarat diet pada penyakit kandung empedu yaitu : - Rendah
lemak dan lemak diberikan dalam bentuk yang mudah dicerna. - Cukup
kalori, protein dan hidrat arang. Bila terlalu gemuk jumlah kalori
dikurangi. - Cukup mineral dan vitamin, terutama vitamin yang larut
dalam lemak. - Tinggi cairan untuk mencegah dehidrasi