EDEMA PARUIrma Fatimah, Ruslan Duppa.1. pendahuluanEdema paru
bukan suatu penyakit tetapi merupakan suatu syndrom dari suatu
penyakit pada paru. Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran
cairan dari darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke
alveoli paru, melebihi aliran cairan kembali ke darah atau melalui
saluran limfatik.(1)Edema paru dibedakan oleh karena sebab
kardiogenik dan Non-kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh
karena pengobatannya sangat berbeda. Edema paru kardiogenik
disebabkan oleh adanya payah jantung apapun sebabnya. Edema paru
kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya payah jantung akut.
Tetapi dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada
penderita payah jantung kronik.(1,2,3)Angka kejadian penyakit ini
adalah sekitar 14 diantara 100.000 orang/tahun. Angka kematian
melebihi 40% tanpa pengobatan yang tepat. 90% kasus berakhir dengan
kematian. Bila pengobatan yang diberikan sesuai, 50% penderita akan
selamat. Penderita yang bereaksi baik terhadap pengobatan, biasanya
akan sembuh total, dengan atau tanpa kelainan paru-paru jangka
panjang. (3)II. DefinisiEdema paru adalah akumulasi cairan di
paru-paru yang dapat disebabkan oleh tekanan intrvaskular yang
tinggi (edema paru kardiak) atau karena peningkatan permeabilitas
membran kapiler (edema paru non kardiak) yang mengakibatkan
terjadinya ekstravasasi cairan. Pada sebagian besar edema paru
secara klinis mempunyai kedua aspek tersebut di atas, sebab sangat
sulit terjadi gangguan permeabilitas kapiler tanpa adanya gangguan
tekanan pada mikrosirkulasi atau sebaliknya.Walaupun demikian
penting sekali untuk menetapkan faktor mana yang dominan dari kedua
mekanisme tersebut sebagai pedoman pengobatan.(1,4)III. Insiden dan
Epidemiologi
Menurut penelitian pada tahun 1994, secara keseluruhan terdapat
74,4 juta penderita edema paru di dunia. Di Inggris sekitar 2,1
juta penderita edema paru yang perlu pengobatan dan pengawasan
secara komprehensif. Di Amerika serikat diperkirakan 5,5 juta
penduduk menderita Edema. Di Jerman 6 juta penduduk.(3,4)
Penyakit Edema paru pertama kali di Indonesia ditemukan pada
tahun 1971. Sejak itu penyakit tersebut menyebar ke berbagai
daerah, sehingga sampai tahun 1980 seluruh propinsi di Indonesia.
Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan
kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah. Di
Indonesia insiden terbesar terjadi pada 1998, dengan Incidence Rate
(IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dan CFR = 2%. Pada tahun 1999 IR
menurun tajam sebesar 10,17%, namun tahun-tahun berikutnya IR
cenderung meningkat yaitu 15,99 (tahun 2000); 21,66 (tahun 2001);
19,24 (tahun 2002); dan 23,87 (tahun 2003).(4)
IV. Etiologi dan Patofisiologia) Etiologi Edema paru yang bukan
karena penyakit jantung atau edema non kardiogenik disebabkan
oleh:aObat dan racunHeroin dan narkotikSalisilatHidrokarbon dan
nitrofurantoinbGas racun:Asap toksikOksida dan nitrogenKlor, ozon,
fosgen, tefloncLain-lainTrauma kepala, tenggelam, tempat
ketinggian, kontusi paru, uremia, shock, sepsis, emboli lemak, dan
pancreatitis.Edema paru kardiogenik merupakan manifestasi yang
lazim pada kegagalan ventrikel kiri, dimana edemanya akibat dari
kenaikan tekanan vena pulmonalis, atau edema dapat disebabkan oleh
hipervolemi karena infus intravena yang terlalu cepat atau terlalu
banyak. Edema paru merupakan penyulit dari kegagalan jantung
kongestif.Keduanya dapat dibedakan dengan mengukur tekanan di
atrial kiri atau pulmonary artery wegde pressure.Klasifikasi edema
paru berdasarkan mekanisme pencetusA. Ketidak-seimbanganStarling
Forces a) Peningkatan tekanan kapiler paru. Edema paru akan terjadi
hanya apabila tekanan kapiler pulmonal meningkat sampai melebihi
tekanan osmotik koloid plasma, yang biasanya berkisar 28 mmHg pada
manusia. Sedangkan nilai normal dari tekanan vena pulmonalis adalah
antara 8-12 mmHg, yang merupakan batas aman dari mulai terjadinya
edema paru tersebut. Etiologi dari keadaan ini antara lain :1.
Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi
ventrikel kiri (stenosis mitral).2. Peningkatan tekanan vena paru
sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel kiri.3. Peningkatan
tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan
arteria pulmonalis(over perfusion pulmonary edema).b) Penurunan
tekanan onkotik plasma.Hipoalbuminemia sekunder oleh karena
penyakit ginjal, hati,protein-losing enteropaday,penyakit
dermatologi atau penyakit nutrisi.Tetapi hipoalbuminemia saja tidak
menimbulkan edema paru, diperlukan juga peningkatan tekanan kapiler
paru. Peningkatan tekanan yang sedikit saja pada hipoalbuminemia
akan menyebabkan edema paru.c) Peningkatan tekanan negatif
intersisialEdema paru dapat terjadi akibat perpindahan yang cepat
dari udara pleural, contoh yangs erring menjadi etiologi adalah :1.
Pengambilan terlalu cepat pneumotoraks atau efusi pleura
(unilateral).2. Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena
obstruksi saluran napas akut bersamaan dengan
peningkatanend-expiratory volume(asma).d) Peningkatan tekanan
onkotik intersisial.Sampai sekarang belum ada contoh secara
percobaan maupun klinik.B. Perubahan permeabilitas membran
alveolar-kapiler (Adult Respiratory Distress Syndrome)a) Pneumonia
(bakteri, virus, parasit).b) Bahan toksik inhalan (phosgene, ozone,
chlorine, NO).c) Bahan asing dalam sirkulasi (bisa ular, endotoksin
bakteri, alloxan, alpha-naphthyl thiourea).d) Aspirasi asam
lambung.e) Pneumonitis radiasi akut.f) Bahan vasoaktif endogen
(histamin, kinin).g) Disseminated Intravascular Coagulation.h)
Imunologi: pneumonitis hipersensitif, obat nitrofurantoin,
leukoagglutinin.i) Shock Lungoleh karena trauma di luar toraks.j)
Pankreatitis Perdarahan Akut.C. Insufisiensi Limfatik:a) Post Lung
Transplant.b) Lymphangitic Carcinomatosis.c) Fibrosing Lymphangitis
(silicosis).D. Tak diketahui/tak jelasa) High Altitude Pulmonary
Edema.b) Neurogenic Pulmonary Edema.c) Narcotic overdose.d)
Pulmonary embolisme) Eclampsiaf) Post cardioversiong) Post
Anesthesiah) Post Cardiopulmonary BypassDari klasifikasi di atas
edema paru dapat disebabkan oleh banyak penyakit.Untuk pengobatan
yang tepat tentunya harus diketahui penyakit dasamya. (2,4,5)
Gambar 1. perbedaan mekanisme edem paru kardiogenik dan non
kardiogenik. ( Dikutip dari kepustakaan 2 ).
b) PatofisiologiProtein yang rendah ke paru, akibat terjadinya
peningkatan tekanan di atrium kiri dan sebagian kapiler paru.
Transudasi ini terjadi tanpa perubahan pada permeabilitas atau
integritas dari membran alveoli-kapiler, dan hasil akhir yang
Terdapat dua mekanisme terjadinya edema paru:a. Membran kapiler
alveoliEdema paru terjadi jika terdapat perpindahan cairan dari
darah ke ruang interstisial atau ke alveoli yang melebihi jumlah
pengembalian cairan ke dalam pembuluh darah dan aliran cairan ke
sistem pembuluh limfe.Dalam keadaan normal terjadi pertukaran
cairan, koloid dan solute dari pembuluh darah ke ruang
interstitial. Studi eksperimental membuktikan bahwa hukum Starling
dapat diterapkan pada sirkulasi paru sama dengan sirkulasi
sistemik.b. Sistem limfatikSistem pembuluh ini dipersiapkan untuk
merima larutan, koloid dan cairan balik dari pembuluh darah.Akibat
tekanan yang lebih negative di daerah interstisial peribronkial dan
perivascular dan dengan peningkatan kemampuan dari interstisium non
alveolar ini, cairan lebih sering meningkat jumlahnya di tempat ini
ketika kemampuan memompa dari saluran limfatik tersebut berlebihan.
Bila kapasitas dari saluran limfe terlampaui dalam hal jumlah
cairan maka akan terjadi edema. Diperkirakan pada pasien dengan
berat badan 70 kg dalam keadaan istirahat kapasitas sistem limfe
kira-kira 20ml/jam.Pada percobaan didapatkan kapasitas sistem limfe
bisa mencapai 200 ml/jam pada orang dewasa dengan ukuran rata-rata.
Jika terjadi peningkatan tekanan di atrium kiri yang kronik, sistem
limfe akan mengalami hipertrofi dan mempunyai kemampuan untuk
mentransportasi filtrate kapiler dalam jumlah yang lebih besar
sehingga dapat mencegah terjadinya edema. Sehingga sebagai
konsekuensinya terjadi edema interstisial, saluran nafas yang kecil
dan pembuluh darah akan terkompresi.(2)V. Anatomi dan
FisiologiSaluran penghantar udara yang membawa udara ke dalam paru
adalah hidung, faring, laring, trakea, bronkus, dan bronkeolus.
Saluran pernapasan dari hidung sampai bronkiolus di lapisi oleh
membran mukosa bersilia. Ketika masuk rongga hidung, udara
disaring, dihangatkan, dan dilembabkan. Udara mengalir dari faring
menuju laring, laring terdiri dari rangkaian cincin tulang rawan
yang di hubungkan oleh otot-otot dan mengandung pita suara. Ruang
berbentuk segitiga di antara pita suara atau glotis bermuara ke
dalam trakea dan membentuk bagian antara saluran pernapasan atas
dan bawah. Glotis merupakan pemisah antara saluran pernapasan atas
dan bawah. Trakea disokong oleh cincin tulang rawan berbentuk
seperti sepatu kuda yang panjangnya kurang lebih 12,5 cm. Struktur
trakea dan bronkus di analogkan sebagai sebuah pohon. Tempat trakea
bercabang menjadi bronkus utama kiri dan kanan di kenal sebagai
karina. Karina memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkus
pasme dan batuk berat jika dirangsang.(2)Bronkus utama kanan lebih
pendek dan lebih lebar dibandingkan dengan bronkus utama kiri dan
merupakan kelanjutan dari trakea yang arahnya hampir vertikal.
Sebaliknya, bronkus utama kiri lebih panjang dan lebih sempit
dibandingkan dengan bronkus utama kanan dan merupakan kelanjutan
dari trakea dengan sudut yang lebih tajam. Cabang utama bronkus
kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus lobaris dan kemudian
bronkus segmentalis. Percabangan ini berjalan terus menjadi bronkus
yang ukurannya semakin kecil sampai akhirnya menjadi bronkiolus
terminalis, yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung
alveoli (kantong udara). Bronkiolus terminalis memiliki garis
tengah kurang lebih 1 mm. bronkiolus tidak diperkuat oleh cincin
tulang rawan, tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya
dapat berubah. Setelah bronkiolus terminalis terdapat asinus yang
merupakan unit fungsional paru, yaitu tempat pertukaran gas. Asinus
terdiri dari bronkiolus respiratorius, yang terkadang memiliki
kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya, duktus alveolaris
yang seluruhnya dibatasi alveolus, dan sakus alveularis terminalis,
yaitu struktur terakhir paru.(2)Terdapat dua unit parenkim paru
yaitu lobulus paru dan asinus paru. Lobulus paru ditunjukkan oleh
struktur yang berasal dari bronkiolus kecil terdiri atas 5-7
bronkiolus terminal dan struktur-struktur yang lebih distal.
Sedangkan asinus paru merupakan struktur yang muncul dari
bronkiolus terminal tunggal dan terdiri atas bronkiolus
respiratorik dan alveolus. Bronkiolus respiratorik dilapisi oleh
epitel kuboid yang ikut berperan dalam pertukaran gas. Bronkiolus
respiratoris tersebut menuju ke dalam duktus alveolus. Sakus
alveolus timbul sebagai kantung-kantung luar sakular dari duktus
alveolus dan bronkiolus respiratorik. Dinding alveolus memiliki
tebal 5-10 mikron dan dilapisi oleh sel pneumosit tipe II yang
merupakan penghasil surfaktan dan berproliferasi cepat bila terjadi
cedera alveolus. (2,6) Pasokan darahParu memiliki pasokan darah
ganda. Cabang-cabang arteriole bronkus mengikuti pohon bronkus dan
memiliki fungsi nutritif. Arteri paru terbagi untuk menghasilkan
jejaring kapiler, suatu fungsi primer tempat terjadinya pertukaran
gas.
Gambar 2. Anatomi sistem pernapasan. ( Dikutip dari kepustakaan
6 ).B. Fisiologi saluran napasProses fisiologi pernapasan yaitu
proses O2 dipindahkan dari udara ke dalam jaringan-jaringan, dan
CO2 dikeluarkan ke udara ekspirasi, dapat dibagi menjadi tiga
stadium. Stadium pertama adalah ventilasi, yaitu masuknya campuran
gas-gas ke dalam dan keluar paru. Stadium kedua transportasi, yang
harus ditinjau dari beberapa aspek : 1) difusi gas-gas antara
alveolus dan kapiler paru (respirasi eksterna), 2) distribusi darah
dalam sirkulasi pulmonary dan penyesuaiannya dengan reaksi kimia
fisik dari O2 dan CO2 dengan darah. Respirasi sel atau respirasi
interna merupakan stadium akhir respirasi, yaitu saat zat-zat di
oksidasi untuk mendapatkan energi, dan CO2 terbentuk sebagai sampah
proses metabolisme sel dan dikeluarkan oleh paru.(6)
Volume dan kapasitas paru merupakan gambaran fungsi ventilasi
sistem pernapasan. Dengan mengetahui besarnya volume dan kapasitas
pernapasan dapat diketahui besarnya kapasitas ventilasi maupun ada
tidaknya kelainan fungsi ventilasi. (6)
Volume tidal adalah volume udara masuk dan keluar paru pada saat
bernapa biasa, besarnya kira-kira 500 mililiter. Volume cadangan
inspirasi adalah volume udara yang masih dapat diinspirasi setelah
bernapas biasa, jumlahnya biasanya 3.000 mililiter. Volume cadangan
ekspirasi yaitu volume udara yang masih dapat dikeluarkan sesudah
ekspirasi biasa, jumlah normalnya 1100 mililiter dan volume residu
yaitu volume udara yang masih tertinggal di dalam paru sesudah
ekspirasi maksimal, jumlahnya kira-kira 1200 mililiter. Kapasitas
inspirasi dalah volume tidal tambah volume cadangan inspirasi,
jumlah udara kira-kira 3500 mililiter. Kapasitas residu fungsional
adalah volume residu tambah volume cadangan inspirasi, jumlahnya
kira-kira 2300 mililiter. Kapasitas vital sama dengan volume tidal
tambah volume cadangan inspirasi tambah volume cadangan ekspirasi.
Dan kapasitas paru total sama dengan jumlah seluruh volume paru,
jumlahnya kira-kira 5800 mililiter. Pada pemeriksaan funggsi paru
yang lazim digunakan yaitu alat yang disebut spirometri. Dari hasil
pemeriksaan dapat ditemukan gangguan fungsional ventilasi
seseorang. Jenis gangguan dapat digolongkan menjadi 2 yaitu
gangguan fungsi paru obstruktif (hambatan aliran udara) dan
restriktif (hambatan pengembangan paru).(6,7)
Gambar 3. Volume dan kapasitas paru. ( Dikutip dari kepustakaan
6 ).Edema intraselDua kondisi yang memudahkan terjadinya
pembengkakan intrasel: (1) depresi sistem metabolism jaringan dan
(2) tidak adanya nutrisi sel yang adekuat. Contohnya, bila aliran
darah ke jaringan menurun, pengiriman oksigen dan nutrien
berkurang.Jika aliran darah menjadi sangat rendah untuk
mempertahankan metabolisme jaringan normal, maka pompa ion membran
sel menjadi tertekan. Bila hal ini terjadi, ion natrium yang
biasanya masuk ke dalam sel tidak dapat lagi dipompa keluar dari
sel, dan kelebihan ion natrium dalam sel menimbulkan osmosis air ke
dalam sel. Kadang-kadang hal ini dapat meningkatkan volume intrasel
suatu jaringan, bahkan pada seluruh tungkai yang iskemik, contohnya
sampai dua atau tiga kali volume normal. Bila hal ini terjadi,
biasanya merupakan awal terjadinya kematian jaringan. Edema
intrasel juga dapat terjadi pada jaringan yang meradang. Peradangan
biasanya mempunyai efek langsung pada membran sel yaitu
meningkatkan permeabilitas membran, dan memungkinkan natrium dan
ion-ion lain berdifusi masuk ke dalam sel, yang diikuti osmosis air
ke dalam sel. (3,7) Edema ekstraselEdema ekstrasel terjadi bila ada
akumulasi cairan yang berlebihan dalam ruang ekstrasel. Ada dua
penyebab edema esktrasel yang umum dijumpai: (1) kebocoran abnormal
cairan dari plasma ke ruang interstisial dengan melintasi kapiler
dan (2) kegagalan sistem limfatik untuk mengembalikan cairan dari
interstitium ke dalam darah. Penyebab klinis akumulasi cairan
interstisial yang paling sering adalah filtrasi cairan kapiler yang
berlebihan.Hubungantekanan koloid osmotik dan tekanan hidrostatik1.
Tekanan HidrostatikTekanan permukaan air pada tubuh sama dengan
tekanan atmosfir tetapi tekananmeningkat 1 mmHg untuk setiap jarak
13,6 mm dibawah permukaan. Tekanan ini diakibatkan oleh berat air
yang disebut tekanan hidrostatik. Tekanan hidrostatik timbul di
sistem vaskuler manusia akibat darah pembuluh. Tekanan hidrostatik
jugamempengaruhi tekanan di arteri perifer dan kapiler.Tekanan
hidrostatik dibagi dua, yaitu:a. Tekanan Hidrostatik Kapiler (Pc)
Tekanan yang bekerja pada bagian dalam dinding kapiler. Tekanan ini
cenderung mendorong cairan keluar melalui membran kapiler.
Rata-rata tekanan hidrostatik diujung arteriol kapiler jaringan
adalah 37 mmHg dan semakain menurun menjadi 17mmHg di ujung
venula.b. Tekanan Hidrostatik Cairan Interstitium (Pi)Tekanan
cairan yang bekerja di bagian luar dinding kapiler oleh cairan
interstitium. Tekanan ini cenderung mendorong cairan ke dalam
melalui membran kapiler.2. Tekanan OsmotikOsmosis molekul air yang
melintasi membran permeabel dapat dihambat dengan memberi tekanan
yang berlawanan arah dengan osmosis.Besar tekanan yang dibutuhkan
untuk hal ini disebut tekanan osmotik. Tekanan osmotik sama dengan
tekanan yang harus diberikan untuk mencegah difusi akhir melalui
membran. Semakin tinggi tekanan osmotik suatu larutan, konsentrasi
air semakin rendah tetapi konsentrasi zat terlarut semakin
tinggi.Tekanan osmotik ada 2, yaitu:a. Tekanan Koloid Osmotik
plasma. Tekanan osmotik dikenal juga sebagai tekanan onkotik yang
merupakan gaya yang disebabkan oleh dispersi koloid protein-protein
plasma. Tekanan ini cenderung menimbulkan osmosis cairan ke dalam
melalui membran kapiler.Karena terdapatperbedaan konsentrasi antara
protein plasma dan cairan interstititium juga perbedaan konsentrasi
air antar dua kompartemen tersebut, maka menimbulkan efek yang
mendorong air dari daerah dengan konsentrasi air rendah di plasma.
b. Tekanan KoloidCairanInterstitium. Tekanan ini menimbulkan
osmosis cairan keluar melalui membran kapiler.Tekanan ini tidak
banyak berperan dalam bulk flow karena sebagian kecil proteinplasma
yang bocor keluar dinding kapiler dan masuk ke ruang interstitium
dalam keadaan normal dikembalikan ke dalam darah melalui sistem
limfe. Dengan demikian, konsentrasi protein dalam cairan
intertitium sangat rendah dan tekanan osmotik koloid cairan
intertitium mendekati nol. Tetapi apabila protein plasma
bocorsecara patologis, protein yang bocor menimbulkan efek osmotik
yang akan mendorong perpindahan cairan keluar dari kapiler dan
masuk ke cairaninterstisium (7,8)Filtrasi sepanjang kapiler terjadi
karena ada tenaga Starling: perbedaan tekanan hidrostatik
intravaskuler dan interstisiil, dan perbedaan tekanan
koloid-osmotikintravaskuler dan interstisiil. Maka aliran
cairan:
Gambar 4. alveoli paru normal.( Dikutip dari kepustakaan 2 ).VI.
DiagnosisA. Gambaran klinis1. Anamnesis Batuk-batuk seperti seorang
yang akan tenggelam Batuk disertai dahak berbusa dan berwarna merah
muda Sesak nafas ringan-berat Sering keringat dingin Gelisah,
kesadaran menurun. (8,9,10)2. Pemeriksaan fisisDapat ditemukan
frekuensi nafas yang meningkat, retraksi inspirasi pada sela
intercostal dan fossa supraklavikula. Pemeriksaan pada paru akan
terdengar ronki basah kasar setengah lapangan paru atau lebih,
sering disertai wheezing. Pemeriksaan jantung dapat ditemukan
protodiastolik gallop, bunyi jantung II pulmonal mengeras, dan
tekanan darah dapat meningkat.(8,9,10)B. Gambaran Radiologi1. Foto
ThoraxSecara radiologi edema paru dapat dibagi atas: Edema paru
interstisial pada dekompensasi jantung kiri atau kelainan katup
mitral Proses intra-alveolaris yang banyak berhubungan dengan
kegagalan jantung akut atau uremia Baik bentuk interstisial maupun
bentuk intra-alveolaris dapat terjadi bersamaan Bentuk milier
banyak dihubungkan dengan infeksi akut (11,12)Gambaran radiologi
yang terjadi dibagi atas : Garis Kerley AGaris panjang yang
menyebar dari hilus ke perifer. Penyebabnya belum diketahui apakah
disebabkan oleh edema interlobaris dimana terdapat cairan akibat
bendungan pembuluh limfe. Garis Kerley A yang panjangnya beberapa
sentimeter terdapat pada edema paru interstisial. Garis Kerley
BBerbeda dengan Kerley A, garis ini berasal dari perifer paru,
multipel, dan berjalan sejajar. Garis ini berkumpul di septa
interlobaris kemudian mengalami penebalan, dimana mungkin
disebabkan oleh proses fibrosis, berkumpulnya cairan, atau
berkumpulnya debris. Pigmen Kerley B berkumpul di bagian
anterolateral dari lobus medialis Garis Kerley CBerbentuk seperti
sarang laba-laba yang disebabkan oleh dilatasi dari pembuluh limfe
paru. Jaringan ikat yang terletak di sentral paru akan bertumpuk
dan menebal sehingga memberikan gambaran Kerley C ini. Kabut
PerihilusHilangnya kejelasan batas hilus diakibatkan oleh karena
cairan atau pembengkakan kelenjer Edema subpleura Tampak sebagai
penebalan fisura interlobaris Pertama-tama timbul dalam bentuk
bayangan kupu-kupu (butterfly shadow) dengan batas yang tidak jelas
pada hilus Pada bentuk konsolidasi, seperti pneumonia atau infark
paru. Berbeda dengan infiltrat atau pneumonia, reaksinya cepat
menghilang atau berubah dengan pemberian diuretikEdema paru
interstisial maupun intraalveolaris adalah bentuk radiologi yang
klasik dari edema paru. Perbedaan dari keduanya adalah edema paru
interstisial selalu terjadi lebih dahulu sebelum edema paru intra
alveolaris terjadi dan edema paru interstisial lebih lambat
hilangnya dibanding yang intraalveolaris. Edema paru intra
alveolaris mudah hilang berasarkan gravitasi tubuh dan
pengobatannya adalah dengan diuretik. Pada edema paru interstisial
terdapat garis Kerley A dimana sering akut akibat kenaikan tekanan
vena yang mendadak tinggi. Walaupun secara teoritis edema paru
interstisial dan intraalveolaris dapat dibedakan, namun pada
serangan akut dari kegagalan ventrikel kiri kedua bentuk ini sulit
untuk dibedakan.(1,12,13)Beberapa tanda yang dapat digunakan
sebagai penyebab terjadinya edema paru antara lain adalah pelebaran
dari vena di lobus superior yang tidak tampak dalam keadaan normal,
tampak dua pembuluh vena yang lebarnya beberapa sentimeter, kabut
perihilus, garis Kerley A, garis Kerley B, dan garis Kerley C,
vaskuler hazy line, kemudian pada stadium dekompensasi barulah
terjadi tanda-tanda buffer pattern.(1)
Gambar 5: Edema Intesrtitial.Gambaran underlying disease
(kardiomegali, efusi pleura,diafragma kanan letaktinggi). ( Dikutip
dari kepustakaan 3 ).
Gambar 6: Kardiomegali dan edema paru. Infiltrat di daerah basal
(edema basal paru) dan Edema butterfly atau Bats Wing (edema
sentral). ( Dikutip dari kepustakaan ).
Gambar 7: Bats Wing, Edema localized (terjadi pada area
vaskularisasi normal, pada paru yang mempunyai kelainan sebelumnya,
contoh: emfisema). ( Dikutip dari kepustakaan 3 ).
a. b.
Gambar 8: peningkatan tekanan hidrostatik menyebabkan edema. a.
Pelebaran vaskuler , peribronkial cuffing. b. Garis Kerley
bilateral. ( Dikutip dari kepustakaan 7 ).
Gambar 9: 1. Edema paru berat karena pemberian cairan
intravenous yang berlebihan.bisa juga terjadi akibat kegagalan
jantung atau gimjal, obat-obatan dan malaria. 2. Penderita yang
sama pada hari berikutnya setelah diberi diuretik dan dilakukan
pembatasan cairan. 3. Penderita yang sama satu minggu kemudian.
Adanya perubahan yang cepat dan respon yang segera terhadap
pengobatan merupakan ciri khas edema. (Dikutip dari kepustakaan 11
).
2. CT-ScanCT-Scan resolusi tinggi dapat menunjukkan konsolidasi
wilayah udara luas, yang mungkin memiliki distribusi yang dominan
di daerah paru-paru. Sebuah pola retikuler dengan distribusi
anterior mencolok sering ditemuin pada CT-Scan pada penderita ARDS,
hal ini terkait dengan durasi tekanan-dikendalikan ventilasi,
invers-rasio.(3)
Gambar 10: CT scan paru.( Dikutip dari kepustakaan 3 ).
C. Pemeriksaa Laboratorium.Kelainan pemeriksan laboratorium
sesuai dengan penyakit dasar. Uji diagnostik yang dapat
dipergunakan untuk membedakan dengan penyakit lain misalnya asma
bronkial adalah pemeriksaan kadar BNP (brain natriuretic peptide)
plasma. Pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan cepat dan dapat
menyingkirkan penyebab dyspnea lain seperti asma bronkial akut.
Pada kadar BNP plasma yang menengah atau sedang dan gambaran
radiologis yang tidak spesifik, harus dipikirkan penyebab lain yang
dapat mengakibatkan terjadinya gagal jantung tersebut, misalnya
restriksi pada aliran darah di katup mitral yang harus dievaluasi
dengan pemeriksaan penunjang lain seperti ekokardiografi.(8,14)D.
EKG.Pemeriksaan EKG bisa normal atau seringkali didapatkan
tanda-tanda iskemia atau infark pada infark miokard akut dengan
edema paru.Pasien dengan krisis hipertensi gambaran
elektrokardiografi biasanya menunjukkan gambaran hipertrofi
ventrikel kiri. Pasien dengan edema paru kardiogenik tetapi yang
non-iskemik biasanya menunjukkan gambaran gelombang T negatif yang
lebar dengan QT memanjang yang khas, dimana akan membaik dalam 24
jam setelah klinis stabil dan menghiland dalam 1 minggu. Penyebab
dari keadaan non-iskemik ini belum diketahui tetapi ada beberapa
keadaan yang dikatakan dapat menjadi penyebab, antara lain: iskemia
sub-endokardial yang berhubungan dengan peningkatan tekanan pada
dinding, peningkatan akut tonus simpatis kardiak atau peningkatan
elektrikal akibat perubahan metabolik atau katekolamin.(3)E.
Ekokardiografi
Gambaran penyebab gagal jantung: kelainan katup, hipertrofi
ventrikel (hipertensi), segmental wall motion abnormally (Penyakit
Jantung Koroner), dan umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan
atrium kiri. Alat-alat diagnostik lain yang digunakan dalam menilai
penyebab yang mendasari dari pulmonary edema termasuk pengukuran
dari plasma B-type natriuretic peptide (BNP) atau N-terminal
pro-BNP. Ini adalah penanda protein (hormon) yangakan timbul dalam
darah yang disebabkan oleh peregangan dari kamar-kamar
jantung.Peningkatan dari BNP nanogram (sepermilyar gram) per liter
lebih besar dari beberapa ratus (300 atau lebih) adalah sangat
tinggi menyarankan cardiac pulmonary edema. Pada sisi lain,
nilai-nilai yang kurang dari 100 pada dasarnya menyampingkan gagal
jantung sebagai penyebabnya. Metode-metode yang lebih invasif
adakalanya diperlukan untuk membedakanantara cardiac dan noncardiac
pulmonary edema pada situasi-situasi yang lebih rumit dan
kritis.Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz) adalah tabung yang
panjang dan tipis (kateter)yang disisipkan kedalam vena-vena besar
daridada atauleher dandimajukan melalui kamar-kamar sisi kanan dari
jantung dan diletakkan kedalam kapiler-kapilerparu atau pulmonary
capillaries (cabang-cabang yang kecil dari pembuluh-pembuluh darah
dariparu-paru).Alat ini mempunyai kemampuan secara langsung dalam
pembuluh-pembuluh paru, disebut pulmonary artery wedge
pressure.Wedge pressure dari 18 mmHg atau lebih tinggi adalah
konsisten dengan cardiogenic pulmonary edema. Sementara wedge
pressure yang kurang dari 18 mmHg biasanya menyokong
non-cardiogenic cause of pulmonary edema. Penempatan kateter
Swan-Ganz dan interpretasi data dilakukan hanya pada intensive care
unit (ICU) setting.(3)
Tabel 1. Cara membedakan Edema Paru Kardiak (EPK) dan Edema Paru
Non Kardiak (EPNK).
EPKEPNK
AnamnesisAcute cardiac event(+)Jarang
Penemuan KlinisPerifer
S3 gallop/kardiomegaliJVPRonkiDingin (low flow state)
(+)MeningkatBasahHangat (high flow meter)Nadi kuat(-)Tak
meningkatKeringTanda penyakit dasar
LaboratoriumEKGFoto toraksENzim kardiakPCWPShunt intra
pulmonerProtein cairan edemaIskemia/infarkDIstribusi perihilerBisa
meningkat> 18 mmHgSedikit< 0.5Biasanya normalDistribusi
periferBiasanya normal< 18 mmHgHebat> 0.7
JVP: jugular venous pressurePCWP: Pulmonary Capilory wedge
pressure.(10,15)Tabel 2. Perbedaan gambaran radiologis CPE dan non
CPE
VII. Diagnosis BandingDiagnosa banding edema paru berdasarkan
gambaran radiologinya yaitu ARDS. Pada ARDS tampak infiltrat tanpa
batas-batas yang tegas pada seluruh lapangan paru, mirip dengan
edema paru pada gagal jantung tetapi tanpa tanda-tanda pembesaran
jantung dan tanda bendungan lainnya. Infiltrat tersebut biasanya
meluas dengan cepat dan simetris dalam beberapa jam/hari sehingga
mengenai seluruh lapangan paru tetapi kedua sinus kostofrenikus
masih tetap normal (bilateral white-out). Infiltrat dapat juga
bertambah secara lambat dan asimetris. Biasanya perbaikan foto dada
pada ARDS lambat, sedangkan pada edema paru oleh gagal jantung,
infiltratnya cepat menghilang dengan pemberian diuretik.(16)
Gambar 11. Tampak infiltrat tanpa batas-batas yang tegas pada
seluruh lapangan paru tanpa tanda-tanda pembesaran jantung dan
tanda bendungan lainnya. (Dikutip dari kepustakaan 16 ).
VIII. Komplikasi
Kebanyakan komplikasi-komplikasi dari pulmonary edema mungkin
timbul dari komplikasi-komplikasi yang berhubungan dengan penyebab
yang mendasarinya. Lebih spesifik, pulmonary edema dapat
menyebabkan pengoksigenan darah yang dikompromikan secara parah
oleh paru-paru. Pengoksigenan yang buruk (hypoxia) dapat secara
potensial menjurus pada pengantaran oksigen yang berkurang ke
organ-organ tubuh yang berbeda, seperti otak. (4)
IX. TerapiUsaha-usaha yang dilakukan adalah : Mendudukkan pasien
dalam posisi 600-900 untuk memperbaiki ventilasi walaupun terjadi
hipotensi Memberikan oksigen 6-8 liter/menit atau 100% 02 dengan
masker Memberikan morfin 4-6 mg intravena secara perlahan-lahan
untuk mengurangi asma kardiak Memberikan digitalisasi yang cepat
dengan 1,6 mg lanatosid C atau 1,2 mg digitoksin dan dengan dosis
yang lebih rendah pada pasien yang telah mendapat digitalisasi
sebelumnya Memberikan nifedipin pada pasien dengan tekanan darah
normal atau hipertensi dengan dosis 0,4-0,8mg. Bila nitrogliserin
memberikan hasil yang baik, maka dapat diulang setiap 3-4 jam.Pada
edema paru yang disebabkan oleh infark miokardium dapat diberikan
nitroprusid, akan tetapi pada saat ini masih dalam perdebatan
akibat pengaruh inotropik yang ditimbulkan oleh obat ini. Dosis
yang dianjurkan adalah 15mikrogram/menit sampai terlihat adanya
perbaikan atau sampai timbul hipotensi. Dosis dapat ditingkatkan
setiap 5 menit sampai maksimal 400 mikrogram/menit.(1)
1