REFLEKSI KASUS “EPILEPSI“ Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Departemen Ilmu Bagian Saraf Rumah Sakit Akademik UGM Pembimbing: dr. Fajar Maskuri, M.Sc, Sp.S Disusun oleh : Aldwin Edbert Demas 14/365531/KU/17185 KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN SARAF RUMAH SAKIT AKADEMIK UGM FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT, DAN KEPERAWATAN 2019 1
31
Embed
E.1 Pemeriksaan Umum - neurorsaugm.files.wordpress.com · Web viewAnamnesis dilakukan secara autoanamnesis. Bp. P, laki-laki berusia 22 tahun datang ke poliklinik saraf RSA UGM
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
REFLEKSI KASUS
“EPILEPSI“
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Departemen
Ilmu Bagian Saraf
Rumah Sakit Akademik UGM
Pembimbing:
dr. Fajar Maskuri, M.Sc, Sp.S
Disusun oleh :
Aldwin Edbert Demas 14/365531/KU/17185
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU BAGIAN SARAF
RUMAH SAKIT AKADEMIK UGM
FAKULTAS KEDOKTERAN, KESEHATAN MASYARAKAT, DAN
KEPERAWATAN
2019
1
BAB I
LAPORAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Bp. P
Tanggal Lahir : 4 September 1996 (22 tahun)
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Status perkawinan : Menikah
Pekerjaan : Tukang Parkir
Alamat : Yogyakarta
No CM : 114xxx
Tanggal masuk RS : 8 April 2019 jam 11.00, pasien rawat jalan di poliklinik saraf
RSA UGM
B. Data Dasar
Dilakukan anamnesis pada tanggal 8 April 2019 pukul 11.30 WIB di poliklinik saraf
RSA UGM.
Keluhan Utama:
Pasien kontrol dengan epilepsi
Keluhan Tambahan:
Terkadang ada pandangan kabur atau mata kunang-kunang apabila sedang kecapekan
atau terlambat makan
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pada tahun 2015, pasien muncul kejang secara tiba-tiba saat sedang duduk-
duduk nongkrong. Kejang terjadi di seluruh bagian tubuh hingga pasien membentur-
benturkan badan ke aspal, dan mencakar bagian tubuh lainnya sehingga pasien babak
belur. Kejang berlangsung selama 5 menit dan pasien tidak sadar apa yang terjadi
selama kejang. Sesudah kejang selesai, pasien masih tidak sadar selama 10 menit.
Ketika pasien sadar pasien kebingungan dan tidak mengingat apa yang terjadi karena
sudah dikerumuni oleh banyak orang.
2 hari sesudah kejadian tersebut Os dibawa ke puskesmas setempat. Di pkm di
Dx dengan (?), dan diberikan obat selama sebulan (tidak tahu nama obat, ada 2-3
jenis). Selama 1 bulan perawatan, pasien masih muncul kejang 2-3x dalam 1 bulan
2
perawatan. Setelah 1 bulan pasien tidak ada perbaikan Os dirujuk ke RSUD
Wirosaban.
Pada tahun yang sama, Os dirujuk ke RSUD Wirosaban kemudian di scan dan
di EEG. Hasil (?), Dx (?). Pasien kemudian dirawat jalan dengan obat (?) selama
beberapa bulan. Kejang masih muncul 1-2x dalam satu bulan, kemudian pasien stop
kontrol. Selama tahun 2015-2017 pasien tidak pernah melakukan perawatan apapun
untuk kejangnya, tetapi kejang tetap muncul 1-2x per bulan dengan lama tidak pernah
lebih dari 30 menit.
Pada tahun 2017, mertua pasien mengajak Os ke praktik pribadi dr. Soni,
Sp.S, diberikan obat (?). Selama beberapa bulan kejang (-). Pada tahun 2019, Os stop
kontrol karena masalah pembiayaan (1juta/bulan) sehingga pergi mengurus BPJS
terlebih dahulu. Saat stop kontrol kejang kembali kambuh.
November 2018, Os mulai mengontrol kejangnya dengan BPJS di RSA UGM.
HMRS pasien tidak ada keluhan, riwayat kejang 1 bulan terakhir (-), hanya sesekali
merasa mata kunang-kunang dan pandangan kabur apabila terlalu capek atau
terlambat makan. Obat rutin??? diminum, keluhan yang disangkal: sakit kepala,
pusing berputar, demam, pingsan, gangguan BAB maupun gangguan BAK.
Riwayat Penyakit Dahulu:
1. Riwayat mengalami keluhan serupa sebelumnya: kejang sejak tahun 2015
2. Riwayat trauma sebelumnya : disangkal
3. Riwayat vertigo : disangkal
4. Riwayat penyakit paru : disangkal
5. Riwayat penyakit jantung : disangkal
6. Riwayat hipertensi : disangkal
7. Riwayat kejang : disangkal
8. Riwayat DM : disangkal
9. Riwayat stroke : disangkal
10. Riwayat rawat inap : disangkal
11. Riwayat alergi : disangkal
12. Riwayat mengkonsumsi obat-obatan : disangkal
13. Riwayat Keganasan : disangkal
3
Riwayat Penyakit Keluarga :
1. Riwayat keluhan serupa pada keluarga : disangkal
2. Riwayat hipertensi : disangkal
3. Riwayat diabetes mellitus : disangkal
4. Riwayat jantung : disangkal
5. Riwayat stroke : disangkal
Riwayat Sosial, Ekonomi, Pribadi :
Pasien laki-laki berusia 22 tahun, bekerja sebagai tukang parkir. Pekerjaan pasien
sehari-hari dihabiskan dengan bekerja sebagai tukang parkir dan mengurus rumah.
Kebiasaan makan pasien sehari-hari teratur. Pasien memiliki tattoo di tangan dan di wajah
(badan tidak diperiksa). Pasien menggunakan BPJS, kesan ekonomi menengah kebawah.
Anamnesis Sistem
Sistem serebrospinal : Riwayat kejang berulang (+), Pandangan kabur (-/-), mata
kunang-kunang (-/-), nyeri kepala (-), kelemahan anggota gerak
kanan (-), pingsan (-) riwayat vertigo (-).
Sistem kardiovaskular : riwayat hipertensi (-), riwayat penyakit jantung (-)
Sistem respirasi : sesak nafas (-), batuk (-)
Sistem gastroinstestinal : mual (-), muntah (-), BAB (+) normal tidak ada keluhan
Sistem musculoskeletal : kelemahan anggota gerak (-)
Sistem neurologi : kelemahan anggota gerak (-), kesemutan (-), baal (-), tidak
dapat bicara (-), perot (-), penglihatan ganda (-), telinga
berdenging (-)
Sistem integument : ruam (-)
Sistem urogenital : BAK (+) normal, tidak ada keluhan
C. Resume Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis. Bp. P, laki-laki berusia 22 tahun datang ke
poliklinik saraf RSA UGM untuk kontrol kejang berulang. Kini pasien tidak memiliki
keluhan (-), riwayat kejang 1 bulan terakhir (-), hanya merasa pandangan kabur dan mata
kunang-kunang apabila terlalu capek atau terlambat makan. Pasien dikontrol rutin dengan
clonazepam 1x2mg dan topamax 1x25mg kini datang karena ingin melanjutkan obat.
4
DISKUSI IDari data anamnesis pada pasien didapatkan adanya adanya suatu riwayat kejang yang
terjadi berulang selama 4 tahun terakhir. Kejang seringkali dicampur-adukkan definisinya
dengan bangkitan dan epilepsi terutama pada masyarakat awam. Kejang (seizure) dibagi
menjadi 2 jenis yaitu epileptic seizure dan non-epileptic seizure. Pada anak-anak terdapat
juga kejang oleh karena demam, dan dikenal sebagai febrile seizure. Pembagian dan
pemahaman mengenai perbedaan dari kedua jenis kejang ini penting karena akan mengarah
ke identifikasi etiologi, diagnosis dan tatalaksana yang berbeda.
“Epileptic seizure is defined conceptually as a transient occurrence of signs and/or
symptoms due to abnormal excessive or synchronous neuronal activity in the brain.”
– ILAE 2005
Berdasarkan International League Against Epilepsy (ILAE), kejang epileptic
merupakan munculnya tanda dan/atau gejala yang berhubungan dengan aktivitas neuronal di
otak yang berlebihan atau synchronous. Kejang non-epileptik merupakan kejang yang tidak
berhubungan dengan aktivitas neuronal di otak. Epilepsi sendiri merupakan suatu diagnosis
ketika pada seorang pasien ditemukan (1) gejala kejang epileptik (ada peningkatan aktivitas
neuronal di otak), disertai dengan (2) kecenderungan untuk terjadi kejang epileptik yang
berulang. Epilepsi ditegakkan sebagai diagnosis apabila memenuhi syarat:
1. Terjadi minimal 2 kejang yang tidak dipicu / reflex seizures dengan rentang waktu
antara 1 kejang dengan kejang berikutnya >24 jam
2. Terjadi 1 kejang yang tidak dipicu / reflex seizure dengan kemungkinan terjadi
kejang lagi >60% dalam 10 tahun kedepan (dapat diukur dengan EEG (epileptiform
activity), atau potential epileptogenic abnormality pada brain imaging), atau
3. Terdapat sindrom epilepsi
PERUBAHAN TERMINOLOGI DAN KLASIFIKASI KEJANG
Sejak tahun 1981, ILAE telah melakukan berbagai revisi mengenai klasifikasi,
terminologi dan definisi mengenai kejang epileptik dan epilepsi itu sendiri. Pada tahun 2017,
ILAE mengeluarkan klasifikasi dan terminologi diagnostik baru mengenai kejang. Pada
gambar dibawah ini dapat diamati perbedaan terminologi pada tahun 1981 (old) dengan
terminologi yang baru 2017 (new).
5
Beberapa perubahan yang dilakukan antara lain:
1. Kejang parsial kini diubah menjadi fokal.
2. Kejang yang dulunya disebut generalized
dapat diartikan sebagai (1) generalized
seizure, maupun (2) kejang parsial yang
meluas menjadi generalized seizure. Kini
kejang dengan definisi (2) diubah
terminologinya menjadi focal to bilateral
tonic-clonic.
3. Penambahan unknown onset location
4. Perubahan terminologi terkait kesadaran
pasien selama kejang dari simple menjadi
aware, dan complex menjadi impaired
awareness.
Apabila
dalam setting
klinis, seorang
klinisi
menghadapi
pasien dengan
kejang epileptik,
maka yang
terlebih dahulu
harus
diklasifikasikan
adalah jenis
kejangnya.
Apakah lokasi
kejang tersebut
bersifat fokal atau
generalized. Apabila pasien menunjukkan gejala yang mengarah ke kejang fokal, maka
6
klasifikasi pertama harus melibatkan kondisi pasien apakah pasien sadar selama kejang atau
terdapat gangguan kesadaran (mis. Focal impaired awareness seizure). Dalam situasi dimana
kesadaran pasien tidak bisa atau sulit dinilai (tidak ada informasi yang jelas) maka penulisan
status kesadaran dapat diabaikan.
Klasifikasi selanjutnya berkaitan dengan gejala yang paling pertama muncul (sekalipun
bukan gejala yang paling khas). Gejala dapat berupa gejala motorik (atonic, clonic,
hiperkinetik, tonik, dsb) maupun gejala non-motorik (otonom, perilaku, kognisi, dsb). Setelah
itu, pada penulisan karakteristik kejang dapat ditambahkan gejala-gejala penyerta lainnya.
Contoh penulisan antara lain focal impaired awareness autonomic seizure with left face
numbness and anxiety.
Dalam mengklasifikasikan generalized seizure, “aware” dan “impaired awareness”
tidak perlu dituliskan karena pada kejang umum, pasien cenderung akan mengalami
gangguan kesadaran, sehingga pembagian klasifikasi pada generalized seizure lebih
mengarah ke motor atau non-motor.
KLASIFIKASI EPILEPSI
Setelah melakukan klasifikasi jenis kejang, klinisi harus berusaha untuk menidentifikasi
tipe epilepsi pasien dan apabila memungkinkan, sindrom epilepsinya juga. Pasien yang tidak
memenuhi kriteria untuk epilepsi hanya perlu diklasifikan sampai ke tahap jenis kejang dan
tidak perlu diklasifikasikan lebih lanjut.
Tipe epilepsi dibagi menjadi 4 yakni fokal, generalized, combined generalized & focal,
dan unknown. Penggolongan pasien ke salah satu tipe epilepsi ini harus memperhatikan
setiap jenis bangkitan yang terjadi selama pasien dalam proses perawatan. Sindrom epilepsi
merupakan kumpulan fitur yang muncul bersamaan. Fitur-fitur ini antara lain jenis kejang,
7
temuan pada EEG, temuan pada imaging, usia, pemicu, dan terkadang prognosis. Beberapa
sindroma epilepsi ini memiliki nama yang cukup dikenal, sekalipun ILAE belum pernah
secara formal mengeluarkan daftar sindrom epilepsi.
Problema lain seperti perdarahan, pneumonia dan DVT tidak umum ditemukan (2.5%).
20
DAFTAR PUSTAKA
Falco-Walter, J.J., Scheffer, I.E. and Fisher, R.S., 2018. The new definition and classification of seizures and epilepsy. Epilepsy Research, 139, pp.73-79.
Goldenberg, M.M., 2010. Overview of drugs used for epilepsy and seizures: etiology, diagnosis, and treatment. Pharmacy and Therapeutics, 35(7), p.392.
Trinka, E., Cock, H., Hesdorffer, D., Rossetti, A.O., Scheffer, I.E., Shinnar, S., Shorvon, S. and Lowenstein, D.H., 2015. A definition and classification of status epilepticus–Report of the ILAE Task Force on Classification of Status Epilepticus. Epilepsia, 56(10), pp.1515-1523.