Top Banner
Dunia jang penuh tipu-tjedera: Menafsir nihilisme dalam tulisan Amal Hamzah SYAFIQAH A. JAAFFAR BA (Hons.), National University of Singapore Seringkali zaman perang Jepang dan Revolusi yang berlangsungan antara 1942 hingga 1949 diangkat sebagai antara batu tanda sejarah yang meninggalkan kesan psikolog mendalam ke atas masyarakat Indonesia. Radikalisasi semangat juang nasionalis para pemuda di satu pihak berlapik dengan tindihan jiwa yang ekstrim akibat keperitan hidup tatkala itu. Perbenturan ideologi antara angkatan lama dengan yang baru juga menggugat paradigma hidup yang telah membentuk pemahaman sosio-politik masyarakat semenjak akhir abad kesembilan belas. Penulis-penulis muda yang mula berkarya di tengah-tengah suasana yang kacau itu juga tidak terlepas daripada konsekwen pergolakan perang. Hasil pengalaman sendiri atau yang disaksikan di sekeliling mereka, timbullah semacam pengnihilan arti hidup dan harkat diri manusia, lalu pandangan ini kemudiannya ditumpahkan para penulis ke dalam karya.
41

Dunia jang penuh tipu tjedera: Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

Apr 05, 2023

Download

Documents

Ghim Ong
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

Dunia jang penuh tipu-tjedera:Menafsir nihilisme dalam tulisan Amal HamzahSYAFIQAH A. JAAFFARBA (Hons.), National University of Singapore

Seringkali zaman perang Jepang dan Revolusi yang berlangsungan

antara 1942 hingga 1949 diangkat sebagai antara batu tanda

sejarah yang meninggalkan kesan psikolog mendalam ke atas

masyarakat Indonesia. Radikalisasi semangat juang nasionalis

para pemuda di satu pihak berlapik dengan tindihan jiwa yang

ekstrim akibat keperitan hidup tatkala itu. Perbenturan

ideologi antara angkatan lama dengan yang baru juga menggugat

paradigma hidup yang telah membentuk pemahaman sosio-politik

masyarakat semenjak akhir abad kesembilan belas.

Penulis-penulis muda yang mula berkarya di tengah-tengah

suasana yang kacau itu juga tidak terlepas daripada konsekwen

pergolakan perang. Hasil pengalaman sendiri atau yang

disaksikan di sekeliling mereka, timbullah semacam pengnihilan

arti hidup dan harkat diri manusia, lalu pandangan ini

kemudiannya ditumpahkan para penulis ke dalam karya.

Page 2: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

Salah seorang penulis yang merupakan anak zaman perang dan

Revolusi (tetapi kurang diberi perhatian) adalah Amal Hamzah.1

Kertas ini akan memfokuskan pada karya orisinil beliau yang

hampir seluruhnya terhasil pada zaman tersebut untuk mencapai

dua objektif utama. Yang pertama, untuk merungkai sejauh mana

pesimisme zaman tersebut berhujung pada nihilisme yang

terpancar sebagai filsafat hidup yang mendasari karya-karya

beliau. Kedua, untuk melihat sejauh mana krisis makna diri

yang diketengahkan beliau dalam karya dikongsi oleh penulis-

penulis sezaman.

I. Amal Hamzah – penyair nihilis?

Secara am, studi mendalam terhadap sosok dan karya Amal Hamzah

agak terbatas. Namun, rata-rata para kritikus yang ada

menyebut tentang beliau dalam lintasan sejarah sastra

Indonesia cenderung mengandalkan beliau sebagai seorang

penyair nihilis. Paling tidak, sebagai penulis yang menjadi

kasar dan materialistis akibat kepahitan zaman perang. Walhal1 Dilahirkan di Langkat pada tahun 1927 dan merupakan adik penyair Amir Hamzah. Pada awalnya Amal amat terkesan dengan gaya romantis-idealis abang beliau serta penulis India yang dikagumi beliau, Rabrindanath Tagore. Tapi pengalaman zaman Jepang telah menjadikan gaya beliau kasardan sinis. Budaya pemikiran beliau bisa dilihat sebagai lebih modenis. Amal merupakan kontemporari bakal pelopor Angkatan 45 seperti Chairil Anwar dan Idrus. Tetapi berbanding mereka, ingatan terhadap Amal luput dalam lintasan sejarah sastra Indonesia, meskipun beberapa karya beliaupernah digunakan dalam buku teks bahasa Sekolah Dasar (SD).

Page 3: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

pada pergaulan awal beliau dengan dunia sastera, beliau

sepertinya sama selesa seperti kakaknya dengan karya-karya

romantis-idealis hasil tulisan pujangga India, Rabrindanath

Tagore. Seperti didapati dalam pemerhatian kenalan beliau,

H.B. Jassin:

“Meskipun [Amal] banyak menterjemahkan

Rabrindanath Tagore, sajak-sajaknya sendiri

yang ditulisnya semasa Jepang penuh dengan

rasa benci, dendam dan berontak terhadap

masyarakat dan dunia sekeliling. Dan dalam

putus asanya ia menjadi materialis yang

sekasar-kasarnya.”2

Pandangan Jassin ini dipersetujui Jakob Sumardjo, yang

menambah bahawa antara kesan zaman Jepang yang mengecewakan

itu terhadap Amal Hamzah telah menyebabkan karya beliau

menjurus kepada naturalisme yang suka memperlihatkan realitas

kotor, busuk dan menjijikkan dalam masyarakat.3

2 HB Jassin, Keusasteraan Indonesia di Masa Jepang, (Jakarta: Balai Pustaka, 1948), ms. 223 Jakob Sumardjo, Lintasan Sastra Indonesia Modern 1, (Bandung: PT Citra AdityaBakti, 1992), ms. 100

Page 4: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

Memandangkan komentar-komentar tentang Amal Hamzah ini hanya

sorotan ringkas terhadap beliau, maka dalam bahagian pertama

kertas ini, maka dalam bahagian pertama kertas ini, saya ingin

bermula dengan sebuah tinjauan terhadap tendensi nihilis Amal

Hamzah dalam karya-karya beliau.

Ada baiknya diperturunkan di sini apa yang bisa dimengerti

sebagai nihilisme. Menurut pemikir ulung Jerman, Friedrich

Nietzsche, nihilisme adalah “anything which is detrimental to

life, anything which is a negation or a denial of life, or a

denial of a will to live.”4 Seringkali nihilisme berhujung pada

pandangan bahwa kehidupan ini tiada baik atau arti, dan bisa

ditandai dengan sentimen:

(a) Hidup ini tidak lain tidak adalah

appropriasi, kecederaan, penaklukan yang tidak

berdaya, penindasan, ketegaran dan

eksploitasi.

(b) Keruntuhan dasar-dasar nilai dan arti dalam

paradigma hidup lama karena didapati palsu dan

seterusnya harus dileburkan.

4 dikutip dalam Parejko, James E., Nietzsche’s Nihilism, Ph.D. dissertation, (Southern Illinois University, 1969)

Page 5: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

(c) Kebencian dan kejengkelan terhadap

fisionomi tubuh, hingga menimbulkan dilema

apakah lebih baik untuk mati atau terus hidup

didiktat kebutuhan nafsu yang tidak bisa

ditentang.5

(i) Hidup dilihat sebagai pertentangan dan eksploitasi

Dalam menanggapi hakiki fitrah kehidupan, Amal Hamzah tanpa

berselindung berpandangan bahwa hidup ini sebetulnya adalah

pertentangan yang tiada reda, yang tidak lain tidak bukan

hanyalah pengganyangan yang lemah oleh mereka yang berkuasa.

Dalam hal ini juga terserlah apa yang diamati para kritikus

sebagai tendensi materialistis Amal, yakni dengan menyamakan

kekuasaan dengan pemilikan materi. Dalam pemerhatian beliau

terhadap keadaan masyarakat pada zaman tersebut, di mana

kekurangan beras dan kelaparan menjadi suatu kebiasaan, Amal

juga menyaksikan terjadinya pengnisbian moral dalam

masyarakat, hingga manusia sanggup berbuat dan dibuat apa

sahaja untuk memenuhi kebutuhan hidup. Perang Jepang dengan

segala keperitannya telah menjadikan pencatutan, pemerasan dan

penjualan maruah diri, keluarga dan atau bangsa sebagai suatu5 Ibid

Page 6: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

budaya demi penakatan hidup. Kejengkelan Amal terhadap

pengdehumanisasian masyarakat lantas terpancul dalam cemuhan-

cemuhan berikut:

melaut bentjiku

melaut bentjiku terhadap manusia

melaut pula bentjiku terhadap ku

sendiri

karena dalam kelakuan mereka

terlihat olehku perangaiku asli

mendjilat!

menipu!

membohong!

memeras!

Kelakuan dibuat-buat supaja

perut kosong gendut seperti

tong!6

Kenyataan “dunia jang penuh tipu-tjedera” dilihat beliau

sebagai ditunjangi sebuah “vicieuse cirkel” eksploitasi dan

penindasan, yang menimbulkan “perdjuangan/antara si lemah/dan

6 Amal Hamzah, Pembebasan Pertama: Kumpulan 1942-1948, (Jakarta: Balai Pustaka, 1949), ms. 32

Page 7: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

si kuat/antara si miskin/dan si kaja”. Amal Hamzah melihat

kini kalau harkat manusia itu tidak lagi terletak pada

kemanusiaannya, melainkan pada kuasa materi, hinggakan:

tiada mengatasi

Kasih tiada

kasih bergantung pada kantung!

Semua segala dalam dunia

semua ada mempunjai harga.

Siapa kaya

teruntuk padanya segala-gala.

Dia dapat segala manusia!7

Bagi Amal, perang Jepang sepertinya menyentak beliau akan

hakikat kehidupan sebagai tiada lain kecuali “dunia neraka”.

Kehidupan ini ternyata bukanlah “dunia swarga tempat bermain,

tempat beria…segala pinta dapat selalu”8, melainkan pertempuran

terus-terusan antara manusia yang mencapai kekuasaan dengan

membenarkan penginjakan moral-etika dan kemandulan nurani

berleluasa, dan mereka yang benarkan diri mereka diinjak. Atas

7 Ibid, ms. 338 Ibid, ms. 9

Page 8: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

kesadaran ini, Amal tidak mampu lagi berpegang terus pada

pandangan dunia romantis-idealis seperti dahulu. Hakikat

sosial perang telah menyebabkan persatuan antara cita-cita dan

kenyataan hidup beliau pecah, hingga Amal mendapati diri

beliau bergelut dengan persoalan realitas diri dalam kehidupan

yang tertiba gelap dan distopik.

(i) Peleburan sistem nilai dan paradigma hidup lama

(ii) Kebencian pada fisionomi tubuh yang menentukan makna

eksistensi diri

Pecahnya persatuan antara cita-cita dan kenyataan juga

menimbulkan keraguan dalam diri Amal Hamzah terhadap

kebertahanan tatanilai dan paradigma hidup lama. Dehumanisasi

yang disaksikan beliau berleluasa dalam masyarakat memaksa

beliau mempersoalkan hakikat diri manusia. Adakah ia, seperti

paradigma lama ajukan, benar-benar bertunjang pada sifat

manusiawi dan ketamadunan (civilization), atau sebenarnya

fitrah manusia itu lebih dekat pada kehewanan yang didiktat

hukum dan desakan fisionomi tubuh? Akhirnya Amal merumuskan

bahawa yang disebutkan nilai-nilai manusiawi serta ketamadunan

hanya omong kosong yang bertindak sebagai bendungan perilaku

sosial, karena pada dasarnya, manusia akan tetap tewas kepada

Page 9: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

nafsu fisionomi tubuh mereka. Maka tercetus pernyataan-

pernyataan sedemikian dalam puisi beliau:

nafsu itu tuhan

Oh!

segala adat-istiadat dan didikan

sepuhan belaka,

tipu!

tiada kuasa menahan nafsu………..9

lereng tjuram

Kulepaskan kuda djalang

selama ini terkekang

rantai besi:

budipekerti.10

Malah, seperti yang dikatakan H.B. Jassin, dalam menanggapi

lingkungan beliau, “Pada Amal tidak ada kompromi. Dengan

manusia sekelilingnya tidak, dengan Tuhan pun tidak.”11 Bukan9 Ibid, ms. 3410 Ibid, ms. 4011 Jassin, Sastra Zaman Jepang, ms. 22

Page 10: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

sahaja Amal tampaknya melecuti tatanilai ketamadunan ciptaan

manusia, beliau juga sepertinya melecuti dan mempersalahkan

Tuhan di atas absurditas kehidupan ini. Absurditas dalam

konteks ini adalah ketidaksepadanan antara cita-cita manusia

untuk menjadi golongan yang manusiawi dan bisa pegang utuh

pada nilai moral-etikanya, dengan hakikat dunia dan diri

manusia yang menghalangi mereka untuk menggapainya, yakni

fitrah kehewanan yang menjadikan suatu kebiasaan ekpsloitasi

sesama sendiri:

nafsu itu tuhan

Aduh engkau jang berkuasa

jang disebut orang beriman

tuhan.

Kehendakmukan ini

manusia itu

tak kuasa menahan nafsu?

Page 11: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

Kami tiada lebih dari binatang.12

Meskipun begitu, dalam keraguan Amal, terkesan pada karya

beliau betapa beliau enggan menerima desakan fisionomi tubuh

sebagai panglima makna eksistensi diri. Membenarkan desakan

fisionomi bertakhta sama sahaja seperti mengaku bahwa manusia

tiada agensi dalam kehidupan mereka. Sebaliknya, segalanya

ditentukan oleh apa yang didambakan dan dibutuhkan organ-organ

tubuh. Manusia berusaha mengekang desakan-desakan ini menerusi

nilai-nilai moral etika dan ketamadunan dalam paradigma hidup

yang memayungi mereka. Tapi seperti yang dirumuskan Amal,

semua ini sia-sia belaka dan sekadar mitos untuk

menyembunyikan hakikat diri manusia sebagai binatang yang

dikemudi nafsu.

Paradoks ini menimbulkan apa yang disebut Nietzsche sebagai

cita nihilis untuk mati.13 Jika eksistensi ternyata kontang

dari segi nilai manusiawi intrinsik, dan manusia tiada arah

tuju atau fungsi kewujudan yang lain kecuali memuaskan nafsu

tubuh, maka tiada gunanya untuk bertahan hidup. Sebaliknya

lebih mulia untuk mengambil keputusan penuh sadar untuk

12 Amal Hamzah, Pembebasan Pertama, ms. 3413 Disebut dalam Parejko, Nietzche’s Nihilism, ms. 48-49

Page 12: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

memilih kematian: “One should die proudly when it is no longer

possible to live proudly.”14

Maka tidak hairan bahwa dalam keluhan Amal Hamzah tentang

ketidakberdayaan menentang nafsu yang merenggut arti

eksistensi diri dan hidup, disela-sela karya beliau Amal

berkontemplasi untuk membunuh diri:

(tidak berjudul)

Lama juga tofan mengamuk

membanting diri diatas perahu

semua ada habis remuk

tinggal aku tiada bertudju……15

PATAH

Nafsu menopan dalam diriku

Tiada tertahan oleh bitjara

Badanku malang masih terbelenggu

Kubawa berlari tiada reda.

14 Ibid, ms. 6015 Amal Hamzah, Pembebasan Pertama, ms. 42

Page 13: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

Di malam tenang aku mengeluh

Batin tak kuat menahan nafsu………16

lingkaran gila

Konsekwensi ini pilihan

bunuh diri

bunuh diri

- kata S.T.A. -

tapi tjelaka

sampai sini

aku belum berani!17

Setakat di sini, sepertinya kegetiran hidup zaman perang yang

membongkarkan kepada Amal kebusukan manusia dan kedangkalan

prinsip-prinsip nilai kehidupan telah menabrak cara pandang

beliau terhadap kehidupan, hingga memaksa suatu penilaian

semula terhadap kepercayaan-kepercayaan beliau. Hasilnya, Amal

banyak menafikan tenet-tenet paradigma hidup lama sebagai

palsu, dan melahirkan karya-karya yang berujung pada corak

pandang nihilis ala Nietzsche. Namun, lecutan kata-kata

bertenor nihilis dalam sebahagian karya tidak semestinya

16 Ibid, ms. 2817 Ibid, ms. 53

Page 14: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

representatif akan keseluruhan filsafat sang penulis, dan ini

yang bakal dikembangkan dalam bahagian kertas yang

selanjutnya.

II. Reinterpretasi terhadap nihilisme Amal Hamzah

Dalam bahagian kedua kertas ini, saya ingin menilai kembali

penafsiran nihilisme terhadap Amal Hamzah dalam puisi dengan

melihat pula kepada tulisan prosa beliau. Pemerhatian ini

lebih adil sebelum kita sewenang-wenangnya menjatuhkan hukuman

ke atas beliau sebagai nihilis dalam orientasi filsafat

beliau sebagai penulis secara keseluruhan.

Pada bacaan pertama, puisi Amal Hamzah bisa dikesan sebagai

menyuguhkan filsafat nihilisme pasif, yakni nihilisme yang

berhenti pada mengdekonstruktir realitas, sementara makna dan

nilai hidup sepenuhnya ditandai nada putus asa. Amal

sepertinya menganjurkan kita tewas kepada kehidupan, karena

sebagai “benih membusuk diri/[jang] tertjampak kedunia/sebagai

hasil nafsu kedua”18, kita hanya akan merosakkan dan dirosakkan

lingkungan kita. Lebih mulia (honourable) mendakap maut atas

kerelaan sendiri daripada menanti ajal tiba.

18 Ibid, ms. 32

Page 15: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

Bagaimanapun, jika skop pemerhatian terhadap Amal Hamzah

diluaskan untuk merangkumi prosa, drama malah kritik roman

beliau, kita akan mendapat gambaran Amal Hamzah yang jauh

daripada seorang nihilis pasif yang ingin lari daripada

kesengsaraan kehidupan dengan membunuh diri. Sebaliknya beliau

mengkedepankan cita hidup yang ingin membebaskan diri daripada

belenggu pesimisme zaman perang-Revolusi. Mungkin bukan

proponen terang-terangan cita Vitalisme seperti Chairil Anwar,

tapi tetap terserlah filsafat keindividualitis yang berani

menentang kehidupan. Tiba-tiba kita berdepan dengan Amal yang

sangat teguh prinsip-prinsip kehidupan, yang prihatin akan

nasib bangsa. Kita juga berdepan dengan Amal yang bersikap

terjang kehidupan untuk menguasainya. Semangat individualisme

yang optimis sebagai kemudi filsafat Amal Hamzah inilah yang

jarang disentuh para kritikus, dan manifestasi semangat

tersebut selanjutnya bakal merangkumi sebahagian besar

bahagian kertas ini.

(i) Amal yang mencermati dengan kritis nasib bangsa

Dalam skop karya beliau yang lebih luas, terpancar

keprihatinan mendalam Amal Hamzah terhadap kegenjotan-

kegenjotan yang dihadapi bangsanya. Antara yang begitu ketara

Page 16: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

pada zaman perang ialah nasib kaum wanita yang menjadi mangsa

sistem lacuran dalam institusi militer. Kita perhatikan apa

yang diketengahkan Amal dalam roman beliau Suwarsih:

“Penipuan-penipuan didesa-desa oleh

tengkulak-tengkulak rumah latjur itu

makin bertambah, karena persediaan di

kota-kota besar harus setiap minggu diisi

dengan jang masih baru……..

…Atas pertanjaan anak-anak gadis [orang

jang baik-baik] tentang hal itu, si orang

tua dan si guru mengelak-ngelak, dan

mengatakan bahwa hal jang serupa itu

sudah lazim pada musim peperangan.”19

Lihat juga apa yang ditulis Amal dalam kritik beliau terhadap

karya Surabaya oleh Idrus:

“Maka terdjadilah pengungsian dari kota

Surabaja, anak-anak dan perempuan-

perempuan. Terdjadilah kesedihan-

kesedihan jang tak dapat digambarkan

19 Amal Hamzah, Pembebasan Pertama, ms.150-151

Page 17: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

ditengah djalan… Kemalangan belum habis

sampai di sini. Penindasan dan kekedjaman

barulah mulai setelah orang pengungsi itu

tiba ditempat jang aman. Tukang tjatut

dan tukang beli perempuan barulah

mendjalankan rolnja…

Tentu orang dapat mengatakan bahwa

semuanja ini tidak dapat disingkirkan

dalam zaman revolusi. Kita djuga tidak

mau memungkiri kebenaran itu, tetapi apa

jang dapat kita lakukan ialah

mengetjilkan kemungkinan-kemungkinan

kedjadian-kedjadian tersebut.”20

Selain isu perempuan menjadi mangsa institusi militer dalam

peperangan, Amal juga peka terhadap dan mempersoalkan

marginalisasi kaum buruh dan tani dalam wacana umum Indonesia.

Sekali lagi, ini tidak terjelma dalam puisi-puisi beliau,

tetapi dalam tulisan beliau yang dalam jenre lain. Paling

ketara komentar beliau dalam Buku dan Penulis:

20 Amal Hamzah, Buku dan Penulis: Kumpulan Uraian Beberapa Buku Roman Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1957, cetakan ketiga), ms. 102-103

Page 18: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

“Dalam kesusastraan kita belum ada lagi

sebuah roman jang mentjeritakan kehidupan

pekerdja-pekerdja di perkebunan. Heran,

negeri ini penuh dengan kebun-kebun,

tetapi kita tidak tahu bagaimana

kehidupan pekerdja-pekerdja bangsa kita

di sana…

Telah mendjadi perkataan klise, kalau

kita mengemukakan kembali bahwa

kesusastraan Indonesia kerdil sekali.

Atjarannja hanja berputar pada kaum

intelek, ningrat dan tengah, belum lagi

meluas kepada rakjat jang banjak: kaum

buruh dipelabuhan, kuli haminte,

pengendjot betja, sopir taksi, pekerdja-

pekerdja kebun dll. Keadaan ini mesti

berubah. Penulis-penulis kita djanganlah

lekas senang dengan hasil-hasil jang

telah ditjapainja sekarang ini. Sudah

tjukup lama rasanja kita mengorek-ngorek

Page 19: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

diri kita sendiri dan memandjangkannja

kepada chalayak ramai.”21

Marginalisasi ini juga disentuh Amal dalam roman Suwarsih dalam

bahagian prolog roman tersebut. Susunan ini bisa dilihat

sebagai sekadar teknis praktis mengemukakan latar cerita, atau

mungkin juga cara untuk Amal menonjolkan simpati beliau

terhadap kaum buruh dan tani:

“Baba-baba dan Said-said dan tuan-tuan

Eropah…mempunyai fen jang dapat

menghalaukan kepanasan. Pada terik jang

seperti ini mereka itu masing-masing

memasang tiga fen…Dengan demikian

tiadalah mereka mengetahui, betapa panas

jang ditanggungkan oleh bung Sentot dan

bung Dipo dipondok sangkar alam di gang-

gang itu. Untuk menjatakan kepuasan hati,

sekali-sekali mereka berseru: ‘Aijja’

atau ‘Lekker seg!’ ataupun ‘Tojjib,

tojjib…”22

21 Ibid, ms. 5122 Amal Hamzah, Pembebasan Pertama, ms. 105-106

Page 20: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

Dengan memilih untuk mengejek keberlangsungan marginalisasi

ini, Amal menarik kepedulian kita terhadap kaum proleter dan

tani yang dilupakan dalam wacana masyarakat. Seolah mereka ini

tidak wujud dalam percaturan pembentukan masyarakat Indonesia,

walhal kalau diingat kembali kepada kekurangan makanan yang

mewarnai masyarakat Indonesia pada zaman perang, golongan

inilah yang paling merana.

Maka Amal yang ditemui kita di sini berbeda daripada Amal

reaksioner nihilis pasif dalam puisi yang sekadar mengeluh dan

mencemuh terjadinya kemerosotan susila pada masa perang. Di

sini kita mendengar suara nurani Amal Hamzah sebagai penulis

yang peka akan kepincangan bangsanya dan mempermasalahkannya,

bukan sekadar menyuguhkan lamentasi. Lantas memperkukuhkan

lagi kepentingan meninjau ke luar puisi-puisi Amal Hamzah

untuk mendapatkan gambaran yang lebih adil tentang orientasi

filsafat beliau.

(ii) Amal yang tinggi semangat keindividualitas untuk

berdepan dengan tantangan kehidupan

Penelitian terhadap korpus tulisan Amal Hamzah yang lebih luas

juga akan menonjolkan semangat keindividualitas cinta

Page 21: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

kehidupan yang kental dalam diri beliau. Ini meskipun

kebanyakan puisi beliau merupakan keluhan akan hakikat

eksistensialis beliau.23

Sebaliknya, dalam pancaran tulisan-tulisan Amal di luar puisi,

Amal mengajukan filsafat baharu yang lebih humanistik, yakni

yang lebih percaya pada kemampuan manusia untuk mengubah dan

menakluk keadaan. Manusia bisa dan harus berani menerjang

kehidupan untuk menguasainya atas daya usaha mereka sendiri.

Manusia sebagai individu harus bisa memilih jalan hidupnya

sendiri untuk merebut kembali hak menilaikan dan mengartikan

kehidupan mereka. Di sini bisa kedengaran dengungan-dengungan

golongan eksistensialis yang mencanangkan agar manusia tidak

bertindak dalam apa yang disebut mereka sebagai “bad faith”,

menipu kehendak sebenar diri dan sebaliknya turut pada Das Man,

tuntutan massal dalam lingkungan.24 Dengan mengangkat kemestian

individu untuk berotonomi dalam pengartian hidupnya, Amal

menolak paradigma hidup lama yang kolektivis dan berpagarkan

kekangan-kekangan nilai dan adat lapuk yang dilihat beliau

sebagai meninabobokan, regresif dan didasari semangat

23 Misalnya, dalam “Aku hendak kemana?”, ibid, ms. 5624 Reynolds, Jack, Understanding Existentialism, (Stocksfield: Acumen, 2006), ms. 25-38

Page 22: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

pengecut. Kepercayaan beliau ini terlahir dalam segenap

tulisan beliau, termasuk puisi:

kesombongan

Wah!

manusia sombong pernah berkata:

“badan kami ini dapat mati

tapi djiwa kami baka selama!”

Aku tiada perduli!

Satu padaku:

hari jang kuhadapi

akan kureguk sepuas-puasnja!25

“[M]anusia sombong” dalam konteks ini digunakan Amal untuk

mereferensi kepada angkatan lama berserta seluruh jurus

filsafat mereka. Dalam Buku dan Penulis, Amal mengambil

kesempatan untuk menolak filsafat mereka yang dianggap beliau

sebagai usang, dan mengajukan filsafat keindividualitas

humanis yang dipercayai beliau sejajar dan diperlukan dalam

kehidupan moden:

25 Amal Hamzah, Pembebasan Pertama, ms. 35

Page 23: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

“Djuga filsafat jang menjuruh bangsa kita

sabar dan sekali lagi sabar itu dan bahwa

segala sesuatu semuanja datang dari Tuhan

jang tahu apa kehendak machluchnja, pada

rasa saja filsafat jang begini ini lebih

baik kita tjampak djauh-djauh dan kita

ambil filsafat jang segar dan djernih,

filsafat jang menjuruh orang

menggulungkan lengan badjunja dan berasa

menuju tjita2nja dan tidak berhenti

sebelum mallaekatmaut merentapkan

djiwanja. Filsafat jang mengatakan bahwa

kita diachirat nanti mendapat kebahagiaan

dan kesenangan jang berlipat ganda dari

si kafir jang sekarang naik mobil dan

naik kapal terbang, itu adalah filsafat

orang gila…Bersama atau kalau terpaksa

tidak dengan Tuhan, kita akan madju dan

mesti madju. Sudah terlalu lama kita

dininabobokan oleh filsafat jang

demikian, sekarang sudah lebih dari

Page 24: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

waktunja filsafat jang demikian itu kita

tjabut sampai ke-akarnja…”26

Pertentangan antara angkatan lama/paradigma lama dan angkatan

baru/paradigma baru banyak diketengahkan Amal dalam tulisan

bukan puisi beliau. Misalnya, kecenderungan angkatan lama

untuk berpsikologi feudal menerusi penjulangan hierarki

disepuh Amal dalam naskhah drama Tuan Amin. Sepuhan diluahkan

menerusi sosok diri Amat, anak kantor yang tidak tahan lagi

dengan kebekuan hierarki angkatan lama yang dipersonilkan

dalam sosok watak Tuan Amin:

Amin: (Heran) Mengutjap sjukur kalau

boleh berhenti? (Si Amin tidak dapat

mengerti hal ini,

karena djiwanja telah dididik dari dulu

bahwa sep itu adalah Tuhan pegawainja,

dan apa jang dibilang oleh sep adalah

undang-undang jang tidak boleh

dilanggar.)

Ah, saja tidak mengerti pemuda-pemudi

26 Amal Hamzah, Buku dan Penulis, ms. 18-19

Page 25: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

sekarang. Tidak ada sedikitpun rasa

tanggung-djawab.

Amat: Maaf, tuan Amin. Bolehkah saja

menjambut perkataan tuan itu dengan tidak

memakai saudara Aman sebagai pengatjara?…

Bukan pemuda sekarang tidak tahu akan

rasa tanggung-djawab. Itu salah. Tapi

kami bentji melihat laku angkatan jang

lebih tua dari kami. Seolah-olah mereka

pohon ru!27

Dalam roman Suwarsih pula, jukstaposisi ini dilahirkan menerusi

perbincangan antara ketua keluarga, Tuan Surya, dengan salah

seorang anaknya, Suleiman. Tuan Surya inginkan Suleiman

melanjutkan pelajarannya ke Sekolah Hakim Tinggi, lebih-lebih

karena kursi hakim telah tersedia baginya. Tetapi Suleiman

yang sejak kecil bercita-cita untk ke Sekolah Tinggi

Kesusastraan menangkis pandangan ayahnya dengan mengatakan,

“bahwa baginja hidup itu adalah

perdjuangan, sedang hidup jang tak pernah

mengenal perdjuangan tiadalah mungkin

27 Amal Hamzah, Pembebasan Pertama, ms. 87

Page 26: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

sempurna tumbuhnja dan mendapat kedalaman

jang sewadjarnja. Lebih lagi, tiap-tiap

orang itu hendaklah hidup menurutkan

bakat masing-masing. Djanganlah hendaknya

seseorang mengerdjakan pekerdjaan jang

tidak disukainja. Kalau dapat bekerdjalah

kita dalam lapangan kita masing-masing,

supaja boleh berkembang sedalam-

dalamnja.”28

Secara konsisten Amal menolak paradigma hidup lama dan

mencanangkan agar paradigma tersebut dirobohkan dan dibuang

jauh-jauh. Bagi zaman beliau, barangkali pandangan sedemikian

bisa dianggap nihilis.29 Tapi dalam meleburkan sistem nilai dan

paradigma lama, Amal mengkedepankan yang baru. Lantas di sini,

pandangan bahwa Amal Hamzah berorientasi filsafat nihilisme

pasif tidak bisa bertahan. Sebaliknya, nihilisme yang

diperlihatkan Amal Hamzah sebaiknya ditafsir sebagai nihilisme

aktif, yakni nihilisme yang mencitakan pembentukan sistem

nilai dan pengartian yang baru setelah meleburkan yang lama.

Pendek kata, nihilisme sebagai fasa transisi untuk menyedari28 Ibid, ms. 12529 Cf. Ivan Turgenev, terj. Richard Freeborn, Fathers and Sons, (Oxford University Press: 1998)

Page 27: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

nilai eksistensialis dalam kehidupan. Tidak membenarkan diri

tewas kepada kehidupan atau terus dibendung filsafat paradigma

hidup lama. Tetapi Amal Hamzah mencanangkan filsafat yang

berpusat pada semangat keindividualitas yang memprioritaskan

elemen humanis, di mana manusia mencapai kesadaran untuk

merebut kembali posisi penentu dalam jalur kehidupan mereka.

Nilai, arti dan fungsi hidup ditentukan atas kesadaran

individu, bukan nafsu dan bukat adat; dan dalam proses ini

individu tidak dapat elak daripada berdepan dengan persoalan

eksistensinya yang lebih mendalam.

Meskipun tidak dinyatakan Amal dengan konkrit dalam tulisan-

tulisan beliau, tapi filsafat yang dianjurkan beliau

mengundang renungan kembali akan arti dan posisi sebenar

manusia dalam realitas kehidupan yang absurd. Ahli pemikir

Rusia abad kesembilan belas, Nikolai Berdyaev, mengungkapkan

hal ini dengan baik:

“We must not confuse integral man, whose

real nature is reflected in the intimacy

of his existence, with the psychological

or sociological man, who is a part if the

objective world. The natural world was

Page 28: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

rediscovered and rehabilitated at the

time of the Renaissance, when man came to

regard himself as part of nature. He did

so in the belief that he would emancipate

himself.But the time has now come to

rediscover and rehabilitate man, no

longer envisaged as a fragment of nature

and the objective world, but as a being

in his own right, situated in the extra-

objective and extra-natural world, in the

very core of his existence.”30

Barangkali inilah jawapan yang ingin dicari Amal seperti yang

diluahkan beliau dalam dua bait terakhir puisi beliau berjudul

Malam: “apakah arti ketjil hidupku/dalam putaran dunia raja?”31

Maka dapatlah dirumuskan dalam bahagian ini bahwa Amal Hamzah

jauh sekali daripada seorang penulis yang berfilsafat

nihilisme pasif, melainkan menerusi hasil tulisan beliau yang

lebih luas dan komprehensif menampakkan diri beliau sebagai

seorang pengafirmasi kehidupan.

30 Berdyaev, Nikolai, Solitude and Society, diterjemahkan oleh George Reavey, (London: Geoffrey Bles, 1947), ms. 3131 Amal Hamzah, Pembebasan Pertama, ms. 29

Page 29: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

III. Krisis makna diri Amal Hamzah dalam lingkungan

sastra zamannya

“Peperangan telah merenggut-renggutkan

dasar kehidupan normal dari dada

[generasi muda] dan djalan-pikiran

[mereka]sudah sama sadja dengan djalan-

pikiran orang dewasa, sehingga djika

orang hendak berkata pada [mereka], orang

tidak dapat lagi berkata sebagai guru

kterhadap manuridnja.”32

Kata-kata Idrus itu menggambarkan dengan tuntas kesan perang

Jepang-Revolusi ke atas para pemuda Indonesia. Seperti yang

telah diketengahkan dalam bahagian-bahagain sebelumnya,

peristiwa perang telah mengkucar-kacirkan persatuan cita dan

kenyataan dalam diri Amal Hamzah, hingga menjerumuskan beliau

ke dalam pengnihilan asas-asas paradigma lama dalam krisis

eksistensi beliau yang terpancar dalam karya. Jikalau benar

krisis makna diri Amal ini memperkukuhkan pemerhatian Idrus

terhadap angkatan beliau, yakni krisis makna diri adalah

simptomatik terhadap perenggutan norma kehidupan pada zaman32 Idrus, Gorda dan Pesawat Terbang, (Jakarta: W. Verslyus N.V, 1951), ms. 47

Page 30: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

perang, persoalan yang timbul adalah: mengapa Amal Hamzah

dipinggirkan dalam rentetan sejarah kesusastraaan Indonesia

moden? Apa yang membuat kontemporari beliau seperti Chairil

Anwar dipacu ke barisan depan Angkatan 45 manakala Amal Hamzah

ditinggalkan dalam bayangannya? Persoalan inilah yang bakal

disentuh secara ringkas dalam bahagian ketiga kertas ini.

Terlebih dahulu kita coba meletakkan Amal Hamzah pada lanskap

sastra periode 1942-1949, zaman perang Jepang-Revolusi.

Periode ini bisa dilihat sebagai peringkat inkubator untuk

kemunculan sastra Angkatan 45 (A45), karena kebanyakan

sastrawan A45 mula menulis pada tahun-tahun tersebut. Para

penulis periode ini, termasuk Amal Hamzah dan Chairil Anwar,

dibendungi pengalaman zaman yang penuh krisis dan tantangan,

dan menyaksikan juga perubahan besar dalam aspek tatanilai

sosial, politik dan budaya. Maka tidak hairanlah jika tenor

karya-karya mereka mencerminkan “ketidakpastian menghadapi

maut yang dapat setiap kali datang dalam masa revolusi itu,

justru memaksa para sastrawan untuk memahami arti pengalaman

dan hidup [bertunjangkan] vitalitas, intensitas dan ekspresi

secara spontan sangat menandai karya-karya sastra mereka.”33

33 Jakob Sumardjo, Lintasan Sastra Indonesia, ms. 95-106

Page 31: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

Perihal-perihal ini kebanyakannya terpancar juga dalam karya

Amal Hamzah. Tapi apa yang menyebabkan Amal Hamzah tersisih

daripada kontemporari beliau seperti Chairil Anwar daripada

digolongkan sebagai pelopor A45 adalah ketaksaan dalam

semangat hidup yang terpancar dalam karya beliau, khususnya

puisi. Sebaliknya, karya puisi Chairil Anwar tidak atau kurang

memaparkan sebarang ketaksaan semangat dan filsafat hidup,

maka menjiwai (dan bisa sahaja dikatakan mendiktat) karakter

sastra A45 sebagai sastra perjuangan membangun bangsa dan

kebudayaannya yang baru.

Harus diakui bahwa kedua-dua penyair Amal Hamzah dan Chairil

Anwar menanggapi pesimisme zaman perang dalam karya puisi

mereka, lebih-lebih lagi kesan tindihan jiwa yang dirasakan

daripada kegetiran dan kemuraman keadaan. Bagi diri Amal,

pengalaman zaman perang memeperlihatkan pada beliau realitas

“dunia jang penuh tipu-tjedera” yang berpusat pada “vicieuse

cirkel” pertentangan dan eksploitasi sesama manusia.

Absurditas keadaan tersebut sehinggakan pernah mendorong

beliau berkontemplasi bahwa “konsekwensi ini pilihan/bunuh

diri.” Kehimpitan jiwa ini juga dirasai dan diluahkan Chairi

Page 32: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

Anwar dalam pemerhatian beliau terhadap keadaan sekeliling

pada zaman perang:

Suara Malam

Dunia badai dan topan

Manusia mengingatkan “Kebakarakan di

Hutan”

Jadi ke mana

Untuk daman dan reda?

Mati.

Barang kali ini diam kaku saja

dengan ketenangan selama bersatu

mengatasi suka dan duka

kekebalan terhadap debu dan nafsu.34

Dalam menangani pesimisme zaman pula, kedua-dua penyair ada

mengajukan filsafat untuk membebaskan diri daripada tatanilai

paradigma hidup lama. Chairil Anwar dalam dua bait puisi

beliau yang terkenal menggambarkan diri beliau: “aku ini

bintanag jalang/dari kumpulannya terbuang”. Beliau menolak

keharusan dibendung oleh sebarang sistem nilai yang dapat

34 Pamusuk Erneste (ed.), Chairil Anwar: Aku Ini Binatang Jalang, Koleksi Sajak 1942-1949, (Jakarta: PT Gramedia: 2012, cetakan kedua puluh-empat), ms. 16

Page 33: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

menyekat penyataan keindividualitis beliau untuk berdepan dan

melawan kehidupan:

Aku

Melangkahkan aku bukan tuak

menggelegak

Cumbu-buatan satu biduan

Kujauhi ahli agama serta lembing-

katanya.

Aku hidup

Dalam hidup di mata tampak bergerak

Dengan cacar melebar, barah bernanah

Dan kadang satu senyum kukucup-minum

dalam dahaga.35

Chairil Anwar ingin merangkul kehidupan dalam setiap getir-

manisnya. Seperti beliau, Amal juga berusaha untuk

memperlihatkan daya membebaskan diri daripada tuntutan

tatanilai lama. Tapi sayangnya, Amal kurang berjaya dalam

usaha beliau melakukan sedemikian:

Semberono

35 Ibid, ms. 33

Page 34: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

Bila terpeleset kakiku

tubuh ini tiada berguna lagi

rangka hidup menunggu mati…….

Tapi aku orang semberana

bermain bersenda dengan neraka!

Kurangkum neraka bermulut api

kuterdjang sekali segala ajaran

sutji!36

Dalam Amal coba menganjurkan semangat keindividualitis melawan

kehidupan, usaha beliau kelihatan agak lemah. Ekspresi beliau

tampak ragu-ragu, seperti yang coba diyakinkan Amal bukan

pembaca tetapi diri beliau sendiri. Dalam aspek ini, bisa

dikatakan Chairil lebih berjaya mengekspresikan semangat juang

individualistis optimis, sejajar dengan filsafat Vitalisme

yang dipeluk beliau, berbanding dengan Amal Hamzah yang masih

tercari-cari. Kejelasan filsafat Chairil ini antara lain bisa

memperjelaskan mengapa beliau dan bukan Amal yang dipacu ke

barisan depan A45, meskipun kedua-dua penyair berbicara

tentang tanggapan dan reaksi terhadap pesimisme zaman dari

lensa yang serupa.

36 Amal Hamzah, Pembebasan Pertama, ms. 36

Page 35: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

Satu lagi hujah yang bisa dikedepankan untuk memperjelaskan

penyisihan Amal Hamzah daripada barisan pelopor A45 ialah

perbedaan antara beliau dan Chairil bersangkutan semangat

patriotisme. Rata-rata Amal memperlihatkan pendirian anti-

Jepang yang kuat tetapi ini dikecapi menerusi ejekan terhadap

seniman propaganda, yang dipandang Amal sebagai seniman

pengchianat. Dalam hal ini pendiririan politik Amal mirip

kepada M. Yamin, bahwa ‘pengchianat’ tidak dibenarkan masuk

kembali ke dalam perjuangan nasionalis, dan Amal sepertinya

mengaku terhadap hal ini dengan membuka naskhah drama ‘Seniman

Pengchianat’ dengan petikan kata daripada Yamin.37 Dalam puisi

pula, Amal tidak memberi peluang kepada para ‘seniman

pengchianat’ untuk kembali kepada pangkuan bangsa:

Bunga Bangsa

Sekarang engkau kembali.

Dimana mereka

jang menjandjung

membudjuk dikau,

masuklah menjadi

peradjurit eonomi?

37 Lihat dalam Jassin, Sastra Zaman Jepang, ms. 88

Page 36: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

Waktu berangkat:

njanjian musik

serta pekikan:

hidup peradjurit

ekonomi!

Waktu kembali?

Dimana pekikan,

dimana musik?

dimana si pengchianat bangsa?38

Sedangkan Chairil tidak begitu peduli untuk marah-marah pada

seniman propaganda. Sebaliknya beliau lebih cenderung

melontarkan semangat revolusioner menyatukan angkatan beliau

dengan lebih jelas, lantang dan optimis. Tidak dibeda-bedakan

siapa yang dahulunya termakan janji Jepang dan siapa yang dari

awal anti-Jepang. Kita lihat puisi-puisi berikut:

Siap Sedia (kepada angkatanku)

Suaramu nanti diam ditekan,

namamu nanti terbang hilang,

38 Amal Hamzah, Pembebasan Pertama, ms. 50

Page 37: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

Langkahmu nanti enggan ke depan,

Tapi kamu sederap mengganti

Bersatu maju, ke Kemenangan.

Kawan, kawan

Dan kita bangkit dengan kesedaran

Mewncucuk menerjang hingga belulang.

Kawan, kawan

Kita mengayun pedang ke Dunia

Terang!39

Diponegoro

Ini barisan tak bergenderang-berpalu

Kepercayaan tanda menyerbu.

Sekali berarti

Sudah itu mati.

MAJU.40

Semangat revolusioner yang dicanangkan Chairil Anwar dalam

konteks puisi-puisi ini tidak hanya tertakluk pada semangat

revoluioner nasionalis tetapi juga dalam arti kata yang lebih

39 Chairil Anwar, Aku Ini Binatang Jalang, ms. 52-5340 Ibid, ms. 9

Page 38: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

luas, yakni untuk membangunkan sebuah Indonesia yang baru

termasuk dari segi tatanilai dan kebudayaan. Soalan ini tidak

diangkat Amal Hamzah dalam mana-mana puisi beliau. Bisa

dikatakan kalau untuk Amal Hamzah, semangat juang itu bersifat

lebih personil; manakala Chairil berjaya memajmukkan semagat

revoluisoner tersebut kepada angkatan beliau. Maka jika sastra

A45 harus menjadi sastra perjuangan dan pembangunan, tidak

hairanlah jika Amal Hamzah terlaps daripada pandangan dan

disisihkan daripada kontemporari beliau yang lebih menjiwai

semangat angkatan tersebut.

Penutup

Secara keseluruhan, karya-karya Amal Hamzah memperlihatkan

beliau sebagai penulis yang terpaksa bergelumat dengan krisis

eksistensi pada zaman perang, bermula daripada fasa nihilisme

dan berhujung pada filsafat humanistik. Bagaimanapun,

kelemahan utama Amal– sayugia memencilkan beliau daripada

tergolong pelopor A45 – ialah kecenderungan individualistis

dalam kemelut filsafat beliau.

Tidak dapat dinafikan akan elemen individu pada sesebuah

krisis eksistensialis. Tapi kadangkala krisis eksistensialis

Page 39: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

dalam diri penulis yang terlahir dalam karyanya bisa saja

dkiritik sebagai tidak membumi dan tidak peka kepada kebutuhan

masyarakat pada sesuatu masa. Lebih-lebih lagi dalam konteks

masyarakat Indonesia antara zaman perang Jepang dan pasca-

Revolusi yang begitu rentan baik dari segi ekonomi, politik

mahupun kebudayaan, sastrawan tidak dapat mengelak daripada

menjadi inteligensia peneraju utama untuk membawa pencerahan

dan perubahan pada masyarakat. Maka secara restrospek, sastra

yang mencerminkan krisis makna diri Amal Hamzah yang

memperlihatkan beliau seperti terlalu bermain filsafat bisa

dikritik sebagai pengucapan sastra yang coba memisahkan diri

daripada masyarakat.

Namun, barangkali cara terbaik untuk kita menanggapi krisis

eksistensialis yang mendasari karya-karya Amal Hamzah secara

komprehensif adalah untuk mengingat kembali pada dan

berempatis dengan ruang zaman waktu beliau berkarya, yakni

periode getir zaman perang Jepang-Revolusi. Dengan bergulirnya

susunan sosio-politik bangsa ketika itu, barangkali ramai yang

seperti Amal Hamzah yang mendapati diri mereka terumbang-

ambing setelah peperangan meranapkan seluruh idealisme mereka.

Page 40: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

Maka di sini ada baiknya kita perhatikan kata-kata Subagio

Sastrowardoyo untuk mengakhiri kertas ini:

“Kecenderungan sajak untuk berfilsfat itu

tetap ada… Setidak-tidaknya puisi hendak

menyatakan nasib manusia yang terjepit,

suatu human predicament yang tidak dapat

dihindari, apakah masih buruk itu

diderita oleh penyairnya sendiri secara

peribadi atau oleh manusia pada umumnya.

Dalam hal terakhir ini derita sendiri

dibayangkan sebagai derita manusia, dan

sakitnya dirasa sebagai Weltschmerz,

nyeri dunia. Yang disebut ‘aku’ di dalam

sajak harus ditanggap sebagai ‘kita’.”41

41 Subagio Sastrowardoyo, Pengarang Modern Sebagai Manusia Perbatasan: Seberkas Catatan Sastra, (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), ms. 109

Page 41: Dunia jang penuh tipu tjedera:  Penafsiran Nihilisme dalam Tulisan Amal Hamzah (2013)

Rujukan

Amal Hamzah. Buku Dan Penulis: Kumpulan Uraian Beberapa Buku Roman Indonesia. 3rd ed. Jakarta: Balai Pustaka, 1957.

———. Pembebasan Pertama: Kumpulan 1942-1948. Jakarta: Balai Pustaka, 1949.

Berdyaev, Nikolai A. Terjemahan George Reavey. Solitude and Society. London:: Geoffrey Bles, 1947.

Chairil Anwar. Pamusuk Erneste (ed.), Aku Ini Binatang Jalang, Koleksi Sajak 1942-1949. 24th ed. Jakarta: PT Gramedia, 2012.

HB Jassin. Keusasteraan Indonesia Di Masa Jepang. Jakarta: Balai Pustaka,1948.

Idrus. Gorda Dan Pesawat Terbang. Jakarta: W. Verslyus N.V, 1951.

Jakob Sumardjo. Lintasan Sastra Indonesia Modern 1. Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 1992.

Parejko, James E. “Nietzsche’s Nihilism”. Ph.D, Southern Illinois University, 1969.

Reynolds, Jack. Understanding Existentialism. Stocksfield: Acumen, 2006.

Subagio Sastrowardoyo. Pengarang Modern Sebagai Manusia Perbatasan: Seberkas Catatan Sastra. Jakarta: Balai Pustaka, 1989.

Turgenev, Ivan. Terjemahan Richard Freeborn. Fathers and Sons. OxfordUniversity Press. 1998.