QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : ………… TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM, Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pemanfaatan ruang di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara serasi, selaras, seimbang, berdaya guna, berhasil guna, berbudaya dan berkelanjutan serta dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan; b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antarsektor, wilayah, dan antarpelaku dalam pemanfaatan ruang; c. bahwa terjadi perubahan bentang alam serta kerusakan fisik dan sosial akibat bencana tsunami pada tanggal 26 Desember 2004, serta diberlakukannya Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) Nomor 11 Tahun 2006; d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a, b dan c, perlu menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Mengingat : 1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2005 Tentang Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara. 2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043); 3. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2931); 4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274); 5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419); 6. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3437); 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM NOMOR : …………
TENTANG
RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
DENGAN RAHMAT ALLAH YANG MAHA KUASA
GUBERNUR PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM,
Menimbang : a. bahwa untuk mengarahkan pemanfaatan ruang di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam secara serasi, selaras, seimbang, berdaya guna, berhasil guna, berbudaya dan berkelanjutan serta dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berkeadilan;
b. bahwa dalam rangka mewujudkan keterpaduan pembangunan antarsektor, wilayah, dan antarpelaku dalam pemanfaatan ruang;
c. bahwa terjadi perubahan bentang alam serta kerusakan fisik dan sosial akibat bencana tsunami pada tanggal 26 Desember 2004, serta diberlakukannya Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) Nomor 11 Tahun 2006;
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana yang dimaksud dalam huruf a, b dan c, perlu menetapkan Peraturan Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
Mengingat : 1. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2005 Tentang Rencana Induk Rehabilitasi dan Rekonstruksi Wilayah dan Kehidupan Masyarakat Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dan Kepulauan Nias Provinsi Sumatera Utara.
2. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2043);
3. Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Pokok-pokok Pertambangan (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2931);
4. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274);
5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3419);
6. Undang-undang Nomor 9 Tahun 1990 tentang Kepariwisataan (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3437);
1
7. Undang-undang Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman;
8. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1992 tentang Benda Cagar Budaya (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 27, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3470);
9. Undang-undang Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 46, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3478);
10. Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3480);
11. Undang-undang Nomor 15 Tahun 1992 tentang Penerbangan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3481);
12. Undang-undang Nomor 21 Tahun 1992 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 98, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3493);
13. Undang-undang Nomor 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 115, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3501);
14. Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3699);
15. Undang-undang Nomor 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 129, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3881);
16. Undang-undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 167, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3888);
17. Undang-undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4169);
18. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2002 tentang Ketenagalistrikan (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 94 Tambahan Lembaran Negara Nomor 1226);
19. Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air; 20. Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah; 21. Undang-undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan; 22. Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh; 23. Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1985 tentang
Perlindungan Hutan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 39, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3294);
24. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 1990 tentang Jalan Tol (Lembaran Negara Tahun 1990 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3405);
25. Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 1991 tentang Sungai (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3445);
26. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 1996 tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat dalam Penataan Ruang (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 104);
27. Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1997 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (Lembaran Negara Tahun 1997
2
Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3721); 28. Peraturan Pemerintah Nomor 68 Tahun 1998 tentang Kawasan
Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam (Lembaran Negara Tahun 1998 Nomor 132, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3776);
29. Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran dan/atau Perusakan Laut (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 32, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3816);
30. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Lembaran Negara Tahun 1999 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3838);
31. Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 2000 tentang Tingkat Ketelitian Peta untuk Penataan Ruang Wilayah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3934);
32. Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 54, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3952);
33. Peraturan Pemerintah Nomor 108 Tahun 2000 tentang Tatacara Pertanggungjawaban Kepala Daerah (Lembaran Negara Tahun 2000 Nomor 210, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4027);
34. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pembinaan dan Pengawasan atas Penyelenggaraan Pemerintah Daerah (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 41, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4090);
35. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2001 tentang Penyelenggaraan Dekonsentrasi (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4095);
36. Peraturan Pemerintah Nomor 52 Tahun 2001 tentang Pelaksanaan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 77, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4106);
37. Peraturan Pemerintah Nomor 69 Tahun 2001 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4145);
38. Peraturan Pemerintah Nomor 70 Tahun 2001 tentang Kebandarudaraan (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 128, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4146);
39. Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2001 tentang Irigasi (Lembaran Negara Tahun 2001 Nomor 143, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4156);
40. Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2002 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan, Pemanfaatan Hutan, dan Penggunaan Kawasan Hutan (Lembaran Negara Tahun 2002 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4206);
41. Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2004 tentang Perencanaan Kehutanan;
42. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan;
43. Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung;
44. Keputusan Presiden Nomor 33 Tahun 1991 tentang Penggunaan Tanah bagi Kawasan Industri;
3
45. Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1992 tentang Pengelolaan Kawasan Budidaya;
46. Keputusan Presiden Nomor 62 Tahun 2000 tentang Koordinasi Penataan Ruang Nasional;
47. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 21 Tahun 2001 tentang Teknik Penyusunan dan Materi Muatan Produk-produk Hukum Daerah;
48. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2001 tentang Bentuk Produk-produk Hukum Daerah;
49. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 23 Tahun 2001 tentang Prosedur Penyusunan Produk Hukum Daerah;
50. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 24 Tahun 2001 tentang Lembaran Daerah dan Berita Daerah;
51. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 32 Tahun 2001 tentang Kriteria dan Standar Pengukuhan Kawasan Hutan;
52. Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 70 Tahun 2001 tentang Penetapan Kawasan Hutan, Perubahan Status dan Fungsi Kawasan Hutan;
53. Keputusan Presiden Nomor 74 Tahun 2001 tentang Tata Cara Pengawasan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah;
54. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 14 Tahun 2002 tentang Kehutanan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
55. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 20 Tahun 2002 tentang Konservasi Sumber Daya Alam.
56. Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 21 Tahun 2002 tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam.
4
Dengan Persetujuan :
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
MEMUTUSKAN :
Menetapkan : QANUN PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM TENTANG RENCANA TATA RUANG WILAYAH PROVINSI NANGGROE ACEH DARUSSALAM
BAB I
KETENTUAN UMUM Pasal 1
Dalam Peraturan Daerah ini yang dimaksud dengan:
1. Provinsi adalah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD).
2. Pemerintah Daerah adalah Gubernur beserta Perangkat Daerah otonom yang
lain sebagai Badan Eksekutif Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
3. Gubernur adalah Gubernur Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
4. Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat DPRD adalah
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
5. Pemerintah Kabupaten/Kota adalah Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota yang
berada di wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
6. Qanun Provinsi adalah Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam.
7. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi yang selanjutnya disingkat RTRWP
adalah rencana struktur tata ruang provinsi yang mengatur struktur dan pola tata
ruang wilayah provinsi.
8. Ruang adalah wadah yang meliputi ruang daratan, ruang lautan, dan ruang
udara, sebagai satu kesatuan wilayah, tempat manusia dan makhluk hidup
lainnya hidup dan melakukan kegiatan serta memelihara kelangsungan hidupnya.
9. Tata ruang adalah wujud struktural dan pola pemanfaatan ruang baik
direncanakan maupun tidak.
10. Penataan ruang adalah proses perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan
pengendalian pemanfaatan ruang.
11. Rencana Tata Ruang adalah hasil perencanaan tata ruang.
5
12. Wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap
unsur terkait padanya yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek
administratif dan atau aspek fungsional.
13. Kawasan adalah wilayah dengan fungsi utama lindung atau budidaya.
14. Kawasan Lindung adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan
sumberdaya buatan.
15. Kawasan Budidaya adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk
dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumberdaya
manusia, dan sumberdaya buatan.
16. Kawasan Andalan adalah kawasan yang memiliki potensi untuk memberikan
kontribusi terhadap pertumbuhan dan pergeseran struktur ekonomi.
17. Kawasan Pertahanan Keamanan adalah kawasan yang ditetapkan dengan fungsi
utama untuk kepentingan kegiatan pertahanan dan keamanan, yang terdiri dari
kawasan latihan militer, kawasan pangkalan TNI Angkatan Udara, kawasan
pangkalan TNI Angkatan Laut, dan kawasan militer lainnya.
18. Kawasan Hutan adalah wilayah tertentu yang ditunjuk dan atau ditetapkan oleh
pemerintah untuk dipertahankan keberadaannya sebagai hutan tetap.
19. Hutan adalah satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan.
20. Lingkungan Hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya, yang mempengaruhi
kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup
lain.
21. Daya Dukung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk
mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya.
22. Daya Tampung Lingkungan Hidup adalah kemampuan lingkungan hidup untuk
menyerap zat, energi, dan atau komponen lain yang masuk atau dimasukkan ke
dalamnya.
23. Ekosistem adalah tatanan unsur lingkungan hidup yang merupakan kesatuan
utuh, menyeluruh dan saling mempengaruhi dalam membentuk keseimbangan,
stabilitas, dan produktivitas lingkungan hidup.
24. Daerah Aliran Sungai yang selanjutnya disingkat DAS adalah suatu wilayah
tertentu yang bentuk dan sifat alamnya merupakan satu kesatuan dengan sungai
dan anak-anak sungainya yang berfungsi menampung air yang berasal dari
6
curah hujan dan sumber air lainnya dan kemudian mengalirkannya melalui
sungai utama ke laut.
25. Pusat Kegiatan Nasional yang selanjutnya disingkat PKN adalah pusat kegiatan
yang mempunyai potensi sebagai pintu gerbang ke kawasan-kawasan
internasional dan mempunyai potensi untuk mendorong daerah sekitarnya serta
sebagai pusat jasa, pusat pengolahan, simpul transportasi dengan skala
pelayanan nasional atau beberapa provinsi.
26. Pusat Kegiatan Wilayah yang selanjutnya disingkat PKW adalah pusat kegiatan
yang mempunyai potensi sebagai pusat jasa, pusat pengolahan, dan simpul
transportasi yang melayani beberapa kabupaten.
27. Pusat Kegiatan Lokal yang selanjutnya disingkat PKL adalah pusat kegiatan yang
mempunyai potensi sebagai pusat jasa, pusat pengolahan, dan simpul
transportasi yang mempunyai pelayanan satu kabupaten atau beberapa
kecamatan.
28. Masyarakat adalah orang perorangan, kelompok orang termasuk masyarakat
hukum adat atau badan hukum.
29. Peran serta masyarakat adalah berbagai kegiatan masyarakat, yang timbul atas
kehendak dan prakarsa masyarakat, untuk berminat dan bergerak dalam
penyelenggaraan penataan ruang.
30. Pembangunan Berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya
sadar dan terencana yang memadukan lingkungan hidup, termasuk sumber
daya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan,
kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan.
BAB II ASAS, TUJUAN, FUNGSI DAN KEDUDUKAN
Bagian Pertama
Asas dan Tujuan Pasal 2
RTRWP berdasarkan atas asas :
a. pemanfaatan ruang untuk semua kepentingan secara terpadu, berdayaguna dan
berhasilguna, serasi, selaras, seimbang dan berkelanjutan;
b. persamaan, keadilan, dan perlindungan hukum;
c. keterbukaan, akuntabilitas, dan partisipasi masyarakat.
7
Pasal 3
Tujuan dari Penyusunan RTRW Provinsi NAD adalah :
1. Merumuskan kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang dan pengendalian
pemanfaatan ruang di Provinsi NAD.
2. Mewujudkan keterpaduan, keterkaitan dan keseimbangan perkembangan antar
kawasan di Provinsi NAD.
3. Melengkapi muatan RTRW sesuai dengan UU No. 24 tahun 1992.
4. Meningkatkan keterpaduan RTRW dengan rencana tata ruang pada jenjang di
atasnya.
5. Mempersiapkan pembangunan kembali wilayah, kota, kawasan dan lingkungan
permukiman yang rusak akibat bencana alam gempa dan tsunami.
6. Mempercepat pertumbuhan ekonomi wilayah secara berkelanjutan sehingga
dapat mengejar ketertinggalan secara nasional dibandingkan daerah lainnya.
Bagian Kedua
Fungsi dan Kedudukan Pasal 4
(1) Fungsi dari RTRW Provinsi adalah:
a. Sebagai matra keruangan dari pembangunan daerah provinsi;
b. Sebagai dasar kebijaksanaan pokok pemanfaatan ruang di wilayah provinsi;
c. Sebagai alat untuk mewujudkan keseimbangan perkembangan antar wilayah
provinsi dan antar kawasan/kabupaten/kota serta keserasian antar sektor;
d. Sebagai salah satu bentuk rumusan kesepakatan antara Pemerintah Provinsi
dan Pemerintah Kabupaten/Kota tentang struktur dan pola ruang wilayah;
e. Sebagai dasar pengendalian pemanfaatan ruang wilayah provinsi.
(2) Kedudukan RTRW Provinsi adalah sebagai pemberi arahan yang lebih berfokus
pada keterkaitan antar kawasan/kabupaten/kota dan hal-hal lainnya yang bersifat
lintas perbatasan daerah.
8
BAB III WILAYAH, SUBSTANSI, DAN JANGKA WAKTU RENCANA
Bagian Pertama
Wilayah Rencana Pasal 5
(1) Lingkup wilayah RTRWP adalah daerah dengan batas yang ditentukan
berdasarkan aspek administratif mencakup wilayah daratan seluas 57.365,57
km2, wilayah pesisir dan laut sejauh 12 mil dari garis pantai, serta wilayah udara.
(2) Batas-batas wilayah adalah sebelah utara dan timur berbatasan dengan Selat
Malaka, sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara, dan
sebelah barat berbatasan dengan Samudera Indonesia.
Bagian Kedua
Substansi Rencana Pasal 6
(1) Substansi RTRWP mencakup kebijakan penataan ruang, rencana tata ruang
wilayah, rencana pemanfaatan ruang, dan rencana pengendalian pemanfaatan
ruang.
(2) Kebijakan penataan ruang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini
meliputi :
a. Kebijakan Perencanaan Tata Ruang;
b. Kebijakan Pemanfaatan Ruang;
c. Kebijakan Pengendalian Pemanfaatan Ruang;
(3) Rencana tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini
meliputi :
a. Rencana Struktur Tata Ruang
b. Rencana Pola Pemanfaatan Ruang
(4) Rencana Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) pasal ini
meliputi program, kegiatan, tahapan, dan pembiayaan pemanfaatan ruang yang
didasarkan atas rencana tata ruang.
(5) Rencana Pengendalian Pemanfaatan Ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) pasal ini meliputi kegiatan pengawasan dan penertiban terhadap
pemanfaatan ruang.
9
Bagian Ketiga
Jangka Waktu Rencana Pasal 7
Jangka waktu RTRWP adalah hingga Tahun 2022.
BAB IV
KEBIJAKAN PENATAAN RUANG Bagian Pertama
Kebijakan Perencanaan Tata Ruang Paragraf 1
Umum Pasal 8
(1) Rencana struktur ruang kota bertujuan untuk memacu perkembangan suatu
wilayah, mencapai keseimbangan dan keselarasan perkembangan antar wilayah
melalui pengembangan pusat-pusat kegiatan (kota-kota) sesuai dengan fungsi
yang diembannya, daya dukung lingkungan hidup dan daya tampung ruangnya
guna mendukung struktur tata ruang yang telah direncanakan.
(2) Rencana tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pasal ini
meliputi :
a. Rencana Struktur Tata Ruang, meliputi rencana struktur tata ruang dan hirarki
sarana dan prasarana utama wilayah.
b. Rencana Pola Pemanfaatan Ruang, meliputi rencana pola pemanfaatan
ruang kawasan lindung dan rencana pola pemanfaatan ruang kawasan
budidaya.
Paragraf 2 Struktur Tata Ruang
Pasal 9
Untuk mewujudkan struktur tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) Pasal 8 Qanun ini, maka kebijakan struktur tata ruang Provinsi NAD adalah:
a. Memantapkan arahan struktur ruang yang telah ditetapkan di dalam RTRWN dan
RTRW Pulau Sumatera.
b. Mendorong pertumbuhan wilayah tertinggal yaitu wilayah bagian Tengah dan
wilayah bagian Barat Provinsi NAD.
c. Optimalisasi pemanfaatan, pengolahan dan nilai ekonomi dari potensi
pariwisata, pertanian, pertambangan, perikanan, dan potensi-potensi lainnya di
10
seluruh wilayah Provinsi NAD untuk meningkatkan kesejahteraan seluruh
Masyarakat Aceh.
d. Merubah orientasi pelayanan pada wilayah bagian Selatan Provinsi NAD menjadi
lebih terintegrasi ke dalam wilayah (internal) Prov NAD.
e. Melakukan pemerataan pembangunan dengan mengurangi kesenjangan
pembangunan antara wilayah bagian Timur, bagian Tengah dan wilayah bagian
Barat Provinsi NAD.
f. Mendorong pertumbuhan kawasan–kawasan potensial.
g. Melakukan optimalisasi pengembangan wilayah sesuai dengan potensinya.
h. Optimalisasi sistem hirarki pelayanan.
Paragraf 3 Sistem Prasarana Wilayah
Pasal 10
Untuk mewujudkan struktur tata ruang wilayah sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) Pasal 8 Qanun ini, maka kebijakan pengembangan sistem prasarana wilayah
adalah:
a. Peningkatan dan pengembangan jaringan transportasi sebagai penghubung
antar wilayah dan antar pusat kegiatan dalam kerangka terbentuknya struktur
ruang wilayah.
b. Pengembangan sarana dan prasarana utama pada pusat-pusat pertumbuhan
sesuai dengan hirarkinya.
c. Peningkatan akses untuk mengakomodasikan mobilitas faktor produksi dan
produk antara Provinsi NAD dengan wilayah eksternalnya baik dalam skala
regional, nasional, maupun internasional; serta secara internal dalam Provinsi
NAD.
d. Penyediaan sarana dan prasarana sesuai dengan Standar Pelayanan Minimal
(SPM) pada kawasan perkotaan yang diarahkan sebagai pendukung fungsi kota.
e. Minimasi pengembangan infrastruktur ke kawasan yang memiliki fungsi lindung
atau memiliki fungsi penting secara ekologis.
11
Paragraf 4 Pola Pemanfaatan Ruang
Pasal 11
Kebijakan yang mendasari pengembangan rencana pola pemanfaatan ruang
Provinsi NAD sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) Pasal 8 Qanun ini adalah:
a. Mempertahankan seluruh kawasan lindung yang sudah ditetapkan dalam
kebijakan perencanaan tata ruang wilayah nasional (RTRWN) dan RTRW Pulau
Sumatera.
b. Ruang daratan yang memiliki kesesuaian untuk fungsi lindung, sedapat mungkin
diarahkan untuk berfungsi lindung dengan memperhatikan kondisi eksisting dan
legalitas yang ada serta manfaat yang sebesar-besarnya untuk kepentingan
masyarakat dan lingkungan yang berkelanjutan.
c. Memperhatikan paduserasi kawasan hutan dan kesepakatan penetapan fungsi
hutan yang pernah dilakukan.
d. Mengoptimalkan potensi yang ada baik di daratan maupun di lautan untuk
sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan tetap memperhatikan kepentingan
lingkungan dan pembangunan yang berkelanjutan.
e. Ruang yang eksistingnya digunakan untuk kepentingan budidaya, sedangkan
kesesuaian lahannya dapat diperuntukkan/cocok untuk lebih dari satu fungsi
budidaya, maka rencana pemanfaatan ruangnya diarahkan untuk fungsi
budidaya yang lebih intensif dan memiliki manfaat yang lebih besar bagi
masyarakat, tetapi dengan minimasi konflik pertanahan yang mungkin terjadi.
f. Lahan-lahan yang memiliki kesesuaian maupun kondisi eksistingnya untuk fungsi
budidaya lahan basah, dipertahankan pemanfaatannya untuk mendukung
ketahanan pangan wilayah dan nasional.
g. Mewujudkan kawasan perlindungan setempat pada ruang yang sesuai di semua
bagian wilayah.
h. Rencana pola pemanfaatan ruang yang lebih detail dapat dituangkan dalam
RTRW Kabupaten/Kota pada skala yang lebih besar.
12
Paragraf 5 Pengelolaan Kawasan Lindung
Pasal 12
Untuk mewujudkan pola pemanfaatan ruang sebagaimana dimaksud dalam ayat
Pasal 11 Qanun ini, maka kebijakan pengelolaan kawasan lindung adalah:
a. Mempertahankan kawasan yang memiliki fungsi lindung dengan mencegah
terjadinya alih fungsi kawasan lindung menjadi kawasan budidaya. Kawasan-
kawasan yang telah ditetapkan sebagai hutan lindung tidak diperkenanan untuk
dilakukan kegiatan budidaya.
b. Kegiatan yang dapat bersinergi dengan fungsi kawasan lindung, seperti
(5) Kabupaten/kota dapat menentukan PKL lainnya untuk kepentingan
pembangunan ruang di wilayah kabupaten/kota yang bersangkutan.
Paragraf 2
Rencana Pengembangan Sistem Prasarana Wilayah Pasal 19
Rencana pengembangan sistem prasarana wilayah terdiri dari pengembangan
sistem prasarana transportasi darat, laut, udara, prasarana pengairan,
prasarana air bersih, prasarana air limbah, prasarana energi dan
telekomunikasi, serta prasarana pengelolaan lingkungan.
18
Pasal 20
Rencana pengembangan sistem prasarana transportasi darat, laut, dan udara
meliputi:
a. Pengembangan sistem jaringan arteri primer sebagai penghubung antar PKN
dan antara PKN dan PKW.
b. Pengembangan jalan kolektor primer sebagai penghubung antar PKW antara
PKW dengan PKL.
c. Pengembangan jaringan kereta api Banda Aceh–Lampung (Program kerjasama
pemerintah provinsi se-Wilayah Sumatera dengan Pemerintah Pusat) yang
berfungsi sebagai penghubung antara pusat-pusat pertumbuhan.
d. Pengembangan transportasi terpadu dalam rangka mendukung pengembangan
PKN.
e. Pengembangan pelabuhan dan bandar udara untuk mendukung PKN dan PKW.
Pasal 21
Rencana pengembangan sistem prasarana pengairan meliputi: a. Pengembangan waduk/bendungan, situ, dan embung dalam rangka penyediaan
air baku serta konservasi sumber air.
b. Pengembangan jaringan irigasi yang diprioritaskan di wilayah pantai timur dan
pantai barat NAD. Pengembangan jaringan irigasi merupakan usaha pemenuhan
kebutuhan air baku untuk pertanian.
c. Pengembangan prasarana pengendalian banjir dan drainase yang meliputi
sistem jaringan pembuangan air hujan dan sistem pengendali banjir.
d. Pengembangan prasarana irigasi yang diarahkan untuk:
e. Pengembangan sumber daya air pada wilayah sungai ditujukan untuk
peningkatan kemanfaatan fungsi sumber daya air guna memenuhi kebutuhan air
baku untuk rumah tangga, pertanian, industri, pariwisata, pertahanan,
pertambangan, ketenagaan, perhubungan, dan untuk berbagai keperluan
lainnya, dimana dilaksanakan tanpa merusak keseimbangan lingkungan hidup
Pasal 22
(1) Rencana pengembangan prasarana air bersih bagi permukiman sebagaimana
disebutkan oleh ayat (1) pasal ini meliputi:
a. Pengembangan sumber air baku dalam rangka penyediaan air untuk kota-
kota yang ditetapkan sebagai PKN yaitu Kota Banda Aceh, Kota
Lhoksemawe dan Kota Melaboh. Selain itu pengembangan sumber air baku
19
untuk kebutuhan air bersih juga diprioritaskan untuk dikembangkan pada
kota-kota yang ditetapkan sebagai PKW yaitu Kota Takengon, Kota Langsa,
Kota Tapaktuan dan Singkil. Pengembangan sumber air baku tersebut perlu
dilakukan kerja sama antar kabupaten.
b. Pengembangan jaringan distribusi air bersih pada kota-kota PKN, PKW dan
PKL.
c. Sistem sambungan langsung dengan sumber dari PDAM yang melayani
kawasan perkotaan, pusat kegiatan komersil, industri maupun pusat
pemerintahan.
d. Sistem sambungan halaman (kran/hidran umum) dengan sumber dari PDAM,
untuk melayani daerah diluar kawasan perkotaan atau di kawasan yang
secara teknis sulit dikembangkan dengan sistem sambungan langsung.
e. Sistem penyediaan air dengan swadaya murni dari masyarakat untuk wilayah
yang belum mendapat pelayanan dari PDAM.
(2) Rencana pengembangan prasarana air baku bagi industri sebagaimana
disebutkan oleh ayat (1) pasal ini meliputi:
a. Penambahan jaringan prasarana perpipaan oleh pemerintah untuk
kepentingan industri.
b. Bagi kegiatan industri yang belum terlayani oleh prasarana perpipaan akan
tetapi potensial produksi tinggi, maka kebutuhan air bakunya dapat dilayani
oleh pembuatan sumur dan atau pompa.
c. Kegiatan penyediaan air baku industri yang berasal dari air tanah, harus
dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku.
Pasal 23
Pengembangan Instalasi Pengolahan Air Limbah/Instalasi Pengolahan Limbah Tinja
(IPAL/IPLT) diprioritaskan pada kota-kota yang ditetapkan sebagai PKN.
Pasal 24
Rencana pengembangan sistem prasarana energi dan telekomunikasi meliputi: a. Pengembangan sumber energi listrik merupakan prioritas yang perlu dilakukan
dalam memenuhi kebutuhan energi listrik yang terus berkembang. Pemanfaatan
sumber daya alam maupun sumber daya buatan merupakan prioritas utama
untuk dilakukan pengembangan sebagai sumber energi utama pembangkit listrik.
b. Pengembangan jaringan saluran tegangan tinggi dan menengah yang
terintegrasi dengan sistem jaringan listrik pulau Sumatera.
20
c. Pengembangan sistem jaringan pipa gas untuk memenuhi kebutuhan industri
besar, terutama di sekita kota-kota PKN.
Pasal 25
Rencana pengembangan sistem prasarana pengelolaan lingkungan meliputi
pengembangan sistem infrastruktur pengendali banjir, drainase, dan persampahan,
dengan strategi:
a. Pengembangan jaringan infrastruktur pendukung di pusat-pusat sekunder dan
tersier di seluruh wilayah Provinsi NAD dalam upaya untuk mendukung
perkembangan ekonomi wilayah dan di wilayah-wilayah rawan bencana seperti
banjir, erosi, dan sebagainya;
b. Memperluas skala pelayanan infrastruktur dalam upaya untuk mendesentralisasi
perkembangan wilayah dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
c. Mengembangkan TPA Regional, terutama sebagai pendukung kota-kota PKN
dan PKW dengan melakukan koordinasi dan kerja sama antar daerah terkait.
Paragraf 3
Rencana Pengembangan Sistem Pusat Permukiman Perkotaan dan Perdesaan Pasal 26
Arahan pengembangan sistem pusat permukiman perdesaan dan perkotaan di
wilayah Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam sebagai berikut:
(1) Percepatan rekonstruksi dan rehabilitasi kawasan perkotaan yang mengalami
kerusakan akibat gempa.
(2) Pengembangan kota-kota berada di dalam KAPET dan kawasan perdagangan
bebas Sabang, serta kota-kota yang dipengaruhi secara langsung terutama kota-
kota yang berada di jalur pantai timur Provinsi NAD.
(3) Pengembangan kota-kota kecamatan menjadi simpul-simpul kawasan perkotaan
dengan fungsi sebagai PKL, sebagai akibat dari dilakukannya pemekaran
terhadap beberapa kabupaten.
(4) Pengembangan kota-kota yang memiliki fungsi khusus yaitu:
a. Fungsi Wisata
b. Fungsi Industri
c. Fungsi Perdagangan dan jasa
(5) Pengembangan kawasan perkotaan yang memiliki peran signifikan dalam
pembentukan struktur tata ruang wilayah Provinsi NAD, yaitu pada kawasan-
kawasan perkotaan yang mengemban fungsi sebagai PKN dan PKW.
21
(6) Pengembangan daerah-daerah yang memiliki sumber daya alam yang dapat
mendukung perekonomian.
Pusat Permukiman Perkotaan dan Perdesaan
Pasal 27
Pusat permukiman perkotaan dan perdesaan sebagaimana dimaksud Pasal 26
Qanun ini meliputi:
1. Kabupaten Simeulue : Sinabang.
2. Kabupaten Aceh Singkil : Singkil, Subulussalam.
3. Kabupaten Aceh Selatan : Tapaktuan, Bakongan, Kota Fajar, Labuhan Haji.
4. Kabupaten Aceh Tenggara : Kutacane.
5. Kabupaten Aceh Timur : Idi Rayeuk, Peureulak, Julok.
6. Kabupaten Aceh Tengah : Takengon, Lampahan.
7. Kabupaten Aceh Barat : Meulaboh, Tutut.
8. Kabupaten Aceh Besar : Jantho, Krueng Raya.
9. Kabupaten Pidie : Sigli, Beureunun, Meureudu, Ulhee Glee.
10. Kabupaten Bireun : Bireun, Matanglumpang Dua, Jeunib.
11. Kabupaten Aceh Utara : Lhoksukon, Cut Girek, Panton Labu, Alue Le Puteh,
Krueng Geukeh.
12. Kabupaten Aceh Barat Daya : Blang Pidie, Manggeng.
13. Kabupaten Gayo Lues : Blangkejeren.
14. Kabupaten Aceh Tamiang : Karang Baru, Kuala Simpang.
15. Kabupaten Nagan Raya : Jeuram, Suka Makmue.
16. Kabupaten Aceh Jaya : Calang, Lamno.
17. Kabupaten Bener Meriah : Simpang Tiga Redelong.
18. Kota Banda Aceh : Banda Aceh.
19. Kota Sabang : Sabang, Gapang.
20. Kota Langsa : Langsa.
21. Kota Lhokseumawe : Lhokseumawe.
Paragraf 4 Rencana Pengelolaan Kawasan Tertentu
Pasal 28
Kawasan tertentu yang akan dikelola di Provinsi NAD meliputi pengelolaan kawasan
andalan, kawasan kritis lingkungan, kawasan tertinggal serta kawasan pertahanan
dan keamanan.
22
Rencana Kawasan Andalan Pasal 29
(1) Pengembangan kawasan andalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28
Qanun ini diarahkan dalam rangka menciptakan pertumbuhan dan pemerataan
pembangunan wilayah sesuai dengan kegiatan utamanya melalui penyediaan
prasarana wilayah.
(2) Rencana pengembangan kawasan andalan didasarkan pada klasifikasi kawasan
andalan adalah sebagai berikut:
a. Kawasan yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi bagi kawasan
tersebut maupun kawasan sekitarnya (Kawasan Andalan Berkembang).
b. Kawasan yang memiliki potensi untuk dikembangkan di kemudian hari
(Kawasan Andalan Prospektif Untuk Berkembang).
c. Kawasan Andalan Laut.
(3) Kawasan andalan berkembang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf a
pasal ini terdiri dari:
a. Kawasan Andalan Lokseumawe dan sekitarnya, dengan kegiatan utama
industri manufaktur, pertambangan dan perdagangan.
b. Kawasan Andalan Banda Aceh dan sekitarnya, dengan kegiatan utama
pertanian, perdagangan, pariwisata dan industri.
c. Kawasan Andalan Meulaboh dan sekitarnya, dengan kegiatan utama industri
pengolahan hasil pertanian, perikanan, perkebunan, dan perdagangan.
(4) Kawasan andalan prospektif untuk berkembang sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) huruf b pasal ini terdiri dari:
a. Kawasan Subulussalam - Singkil dan sekitarnya, dengan kegiatan utama
perikanan, perkebunan dan pariwisata.
b. Kawasan Tapaktuan dan sekitarnya, dengan kegiatan utama pertanian,
perkebunan dan perdagangan.
(5) Kawasan andalan laut sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) huruf c pasal ini
terdiri dari:
a. Kawasan laut Sabang dan sekitarnya dengan kegiatan utama perikanan dan
pariwisata.
b. Kawasan laut Lhokseumawe dan sekitarnya dengan kegiatan utama
perikanan dan pariwisata.
c. Kawasan laut Simeulue dan sekitarnya dengan kegiatan utama perikanan
dan pariwisata.
23
d. Kawasan laut Meulaboh dan sekitarnya dengan kegiatan utama perikanan
dan pariwisata.
Rencana Kawasan Kritis Lingkungan Pasal 30
Rencana kawasan kritis lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 Qanun
ini dilakukan melalui penetapan lokasi yang meliputi:
a. Kawasan strategis untuk kelestarian lingkungan dan atau perlindungan alam,
yaitu Taman Nasional Gunung Leuseur (TNGL), Kawasan Ekosistem Leuseur
(KEL), Cagar Alam Jantho, Taman Hutan Raya (THR) Cut Nyak Dhien, Rawa
Singkil.
b. Keadaan alam yang kurang menguntungkan yang secara umum ditandai oleh
penggunaan lahan yang tidak baik seperti tandus/kritis yang dapat
mengakibatkan bencana banjir (Kawasan Kritis), yaitu Krueng Baro, Seulimeum,