Top Banner

of 61

dokja sukmajaya

Nov 05, 2015

Download

Documents

Preston Parker

abcd
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

TUGAS MAKALAH

BAB IPENDAHULUANI.1 Latar Belakang

Permasalahan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) secara umum di Indonesia masih terabaikan, hal ini ditunjukan dengan angka kecelakaan yang masih tinggi dan tingkat kepedulian dunia usaha terhadap keselamatan kerja yang masih rendah. Keselamatan dan kesehatan kerja tidak saja sangat penting dalam meningkatkan jaminan sosial dan kesejahteraan para pekerjanya akan tetapi jauh dari itu keselamatan dan kesehatan kerja berdampak positif atas keberlanjutan produktivitas kerjanya. Oleh sebab itu isu keselamatan dan kesehatan kerja pada saat ini bukan sekedar kewajiban yang harus diperhatikan oleh para pekerja, akan tetapi juga harus dipenuhi oleh sebuah sistem pekerjaan. Dengan kata lain pada saat ini keselamatan dan kesehatan kerja bukan semata sebagai kewajiban, akan tetapi sudah menjadi kebutuhan bagi setiap para pekerja dan bagi setiap bentuk kegiatan pekerjaan.Keselamatan kerja telah menjadi perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja. Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan GATT yang akan berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat, memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya. Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.

Kecelakaan kerja tidak saja menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak pada masyarakat luas.

Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan) menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab, sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia. Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga, masyarakat dan lingkungan disekitarnya.

Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3) merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri, keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja.I.2. Permasalahan

Dari latar belakang diatas adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah

1. Bagaimana gambaran umum suatu perusahaan? 2. Bagaimana alur produksi perusahaan tersebut?

3.Bagaimana cara mengidentifikasi potensi bahaya dalam suatu perusahaan? Dan bagaimana cara mengatasimya

4.Apa saja yang menjadi penyebab kecelakaan kerja?I.3 Tujuan Umum

Mengetahui secara umum mengenai, identifikasi potensi bahaya yang dapat terjadi serta mencari solusi untuk perusahaan tersebut.

I.4 Tujuan Khusus

1. Mengetahui keadaan umum perusahaan, alur produksi, keadaan sanitasi dan bahaya potensial yang dapat terjadi di industri rumahan konveksi

2. Mengidentifikasi hazard yang terdapat di industri rumahan konveksi.

3. Mencari solusi yang tepat dalam penanganan masalah yang ditemukan dalam pelaksanaan produksi di industri rumahan konveksi.

4. Memahami upaya proteksi dan preventif yang telah dilakukan di industri rumahan konveksi.

5. Memberi saran untuk perbaikan upaya kesehatan dan keselamatan bagi pekerja.I.5 Manfaat

1. Manfaat bagi perusahaan

Dapat menjadikan hasil penelitian sebagai bahan masukan dalam mengoreksi kembali sistem yang ada

Dapat melihat kondisi perusahaan dari sudut pandang Keselamatan Kesehatan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja yang masih terdapat didalam perusahaan

Dapat melakukan pencegahan terhadap penyakit akibat kerja

2. Manfaat bagi Mahasiswa

Menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh saat kuliah, khususnya mata kuliah mengenai Kesehatan Keselamatan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja

Melatih diri dalam menilai Kesehatan Keselematan Kerja dan Penyakit Akibat Kerja di perusahaan konveksi pakaian

Melakukan evaluasi Kesehatan Keselamatan Kerja pada perusahaan konveksi pakaian

BAB II

HASIL KUNJUNGANII.1 Informasi Umum Mengenai Perusahaan

Pabrik Tahu dengan nama PD. Hasil Bumi yang beralamat di Jl. Raya Sawangan, Depok, didirikan oleh Nasikin pada tanggal 13 Juli 2007. Pabrik ini merupakan pabrik yang bergerak di bidang pembuatan tahu, khususnya tahu sutera. Pabrik yang dimiliki oleh Nasikin ini terletak di atas tanah pekarangan dengan luas kurang lebih 12 x 10 meter.

Pada awalnya, jumlah karyawan yang dipekerjakan adalah 3 pegawai, saat itu usaha masih kecil dan berskala rumah tangga. Kemudian usahanya mulai mengalami kemajuan hingga saat ini pegawai berjumlah 45 orang yang terdiri dari 3 orang pegawai wanita dan selebihnya adalah pegawai pria.

Perusahaan ini merupakan perusahaan rumahan (home industry) yang sedang berkembang, semua proses produksi pada saat ini dilakukan secara manual dan hanya beberapa yang dilakukan dengan mesin sederhana. Perusahaan ini aktif memproduksi tahu sutera berdasarkan jumlah permintaan konsumen. Rata-rata produksi mencapai 3500-4000 tahu per hari yang dibuat dari 3 ton kacang kedelai. Apabila permintaan pasar meningkat, target produksi juga akan ditingkatkan.Ada beberapa jenis tahu yang diproduksi, seperti tahu super kecil (4x5 cm) dengan harga Rp 1.600, tahu jumbo kecil (5x5 cm) dengan harga Rp 1.900, tahu jumbo tanggung (7x7 cm) dengan harga Rp 2.100 dan tahu gaul (10x10) dengan harga Rp 2.400. Tahu sudah dipasarkan di beberapa pasar sekitar Depok hingga luar Depok, seperti Pasar Kemiri, Pasar Cisalak, Pasar Kranggan, Pasar Citeureup, ke Cibinong, Sukabumi, Bogor, Cimanggis hingga Kebayoran Jakarta.

Kegiatan produksi dimulai berbeda-beda untuk masing jenis bagian. Untuk bagian awal yaitu perendaman hingga perebusan kacang kedelai, pekerja dimulai pukul 05.00-16.00, untuk bagian pencetakan hingga penempatan tahu dimulai pukul 07.00-18.00. Pegawai bekerja setiap hari sesuai dengan target produksi dengan biaya upah 35.000-100.000 per hari, diluar upah makan 35.000 per hari. Pegawai tidak mendapatkan jadwal libur, jika ingin berlibur pegawai boleh langsung tidak bekerja namun dengan konsekuensi tidak mendapatkan upah harian.

Perusahaan ini belum mempunyai tunjangan kesehatan bagi karyawan maupun keluarganya. Namun perusahan ini akan membayarkan tagihan kesehatan karyawannya tetapi tidak untuk keluarganya. Perusahaan ini juga menyediakan tempat tinggal khusus untuk karyawannya yang berada tidak jauh dari pabrik tahu. Terdapat dua rumah dengan kamar masing-masing 10 kamar untuk 45 pegawai dan tidak dipungut biaya.

II.2 Sanitasi Industri Perusahaan

1. Penyediaan Air Bersih

Air bersih berasal dari Tanah atau PAM

2. Pemeriksaan Udara Ruangan

Suhu dan Kelembaban

Di perusahaan tersebut tinggi antara langit langit dan lantai sekita 4 m, dengan kelembaban yang rendah. Ventilasi udara baik karna perusahaan itu terletak outdoor sehingga terasa suhu panas yang ekstrem.

3. Pengelolaan Limbah

Limbah bekas pembuangan penyimpanan tahu langsung dibuang ke parit kecil di dalam pabrik di bagian pencetakan dan terkadang air bekas penyimpanan berceceran di lantai pabrik sehingga lantai pabrik menjadi licin.

4. Pengukuran Pencahayaan

Pencahayaan dirasakan baik dari masing masing tempat produksi karena cahaya matahari dapat langsung masuk ke pabrik.

5. Vektor Penyakit

Kurangnya menjaga kebersihan lingkungan sekitar perusahaan sehingga memudahkan berkembang biaknya vector penyakit seperti serangga, kucing, tikus dan ayam. 6. Ruang dan Bangunan

Bangunan kuat namun kurang terpelihara dengan baik dan tata letak yang cukup rapih karena semua peralatan maupun bahan di simpan sesuai dengan tempat produksi dan kebersihan ruangan dan bangunan yang kurang terjaga.

7. Toilet

Ketersediaan toilet yang kurang strategis dan kebersihan toilet yang kurang layak karena kotor dan bau.

II.3 Alur Produksi

Alur Produksi

1. Pencucian dan Perendaman

Pada proses ini kacang kedelai dicuci hingga bersih dan direndam untuk melepaskan kacang dari kulit arinya. Proses pencucian dan perendaman ini dikerjakan Oleh 2 orang pekerja. Perendaman dan pencucian ini dilakukan kurang lebih selama 2 jam. 2. Penggilingan Setelah dicuci kacang kedelai digiling oleh pekerja yang di tempat pencucian dan perendaman. Di tempat penggilingan terjadi suara bising yang cukup keras dan pencahayaan yang kurang.

3. Penyaringan

Setelah melewati proses penggilingan, kacang yang sudah lembut disaring. Proses ini menggunakan mesin pengaduk dan terdapat penambhan air panas ke dalamnya, kemudian mesin itu memisahkan antara ampas dan sari tahu.

4. Pemasakan

Pada proses pemasakan ini menggunakan mesin dan juga sedikit campur tangan manusia yaitu menuangkan antoba, salah satu zat kimia pengatur kadar asam.

5. Pengendapan atau pemisahan

Pada proses ini para pekerja menampung hasil makanan di wadah besar dan diendapkan. 6. Pencetakan

Tahu yang sudah mengendap dibentuk menjadi tahu yang beredar di pasaran.

7. Penempatan dan pendinginan

Tahu yang sudah dicetak langsung didinginkan atau ditempatkan di sebuah wadah berisi air.

8. Pengangkutan

Pada tahap akhir pekerja mengangkut tahu yang sudah jadi ke truk atau ke motor untuk diedarkan.III.4 Identifikasi Bahaya Potensial Terhadap Kesehatan Berdasarkan Alur Produksi1. Pencucian dan Perendaman

Faktor Fisik

: Ruang Penyimpan yang sempit, lantai yang licin dan pencahayaan yang kurang, serta bising yang cukup kuat.

Faktor Kimia

: tidak ada

Faktor Ergonomis: berdiri dalam jangka waktu yang cukup lama tanpa duduk dan hanya beristirahat selama 1 jam akan menimbulkan ketegangan pada otot betis dan akan menimbulkan varises.

Factor biologis: ruangan yang lembab serta pencahayaan yang kurang akan menjadi factor untuk berkembangnya jamur.

Factor Sosial Psikologis: tidak ada

Factor kecelakaan kerja : proses pencucian dan perendaman kacang kedelai dapat membuat lantai menjadi licin sehingga pekerja dapat jatuh karena terpeleset. Hal ini merupakan factor resiko terjadinya kecelakaan kerja. 2. Penggilingan

Faktor Fisik

: Ruang Penyimpan yang sempit, lantai yang licin dan pencahayaan yang kurang, serta bising yang cukup kuat. Hal ini dapat menyebabkan HNL pada pekerja akibat suara bising yang ditimbulkan mesin giling 93db dan pekerja terpapar oleh bising selama 11 jam/hari.

Faktor Kimia

: tidak ada

Faktor Ergonomis: berdiri dalam jangka waktu yang cukup lama tanpa duduk dan hanya beristirahat selama 1 jam akan menimbulkan ketegangan pada otot betis dan akan menimbulkan varises.

Factor biologis: ruangan yang lembab serta pencahayaan yang kurang akan menjadi factor untuk berkembangnya jamur.

Factor Sosial Psikologis: tidak ada

Factor kecelakaan kerja : proses pencucian dan perendaman kacang kedelai dapat membuat lantai menjadi licin sehingga pekerja dapat jatuh karena terpeleset. Hal ini merupakan factor resiko terjadinya kecelakaan kerja. 3. Penyaringan

Faktor Fisik

: suhu air yang sangat tinggi dapat menjadi factor resiko luka bakar bagi para pekerja.

Faktor Kimia

: tidak ada

Faktor Ergonomis: berdiri dalam jangka waktu yang cukup lama tanpa duduk dan hanya beristirahat selama 1 jam akan menimbulkan ketegangan pada otot betis dan akan menimbulkan varises.

Factor biologis: tidak ada

Factor Sosial Psikologis: tidak ada

Factor kecelakaan kerja : luka bakar menjadi salah satu factor kecelakaan kerja akibat dari suhu yang ekstrem. 4. Pemasakan

Faktor Fisik

: Ruang pemasakan yang sempit, lantai yang licin suhu yang ekstrem serta bising yang cukup kuat.

Faktor Kimia

: adanya pemakaian zat kimia yaitu antoba merupakan kadar asam.

Faktor Ergonomis: berdiri dalam jangka waktu yang cukup lama tanpa duduk dan hanya beristirahat selama 1 jam akan menimbulkan ketegangan pada otot betis dan akan menimbulkan varises.

Factor biologis: tidak ada

Factor Sosial Psikologis: tidak ada

Factor kecelakaan kerja : pada proses ini juga mencakup adanya suhu yang ekstrem sehingga dapat menimbulkan luka bakar pada pekerja, dan HNL karena bagian pemasakan berdekatan dengan penggilingan sehingga terpapar oleh suara bising sebesar 93 dB selama 11 jam. 5. Pengendapan atau Pemisahan

Faktor Fisik

: suhu yang ekstrem dari tahu yang sudah dimasak

Faktor Kimia

: tidak ada

Faktor Ergonomis: berdiri dan membungkuk dan sifatnya repetitive dapat menimbulkan LBP atau HNP.

Factor biologis: tidak ada

Factor Sosial Psikologis: tidak ada

Factor kecelakaan kerja : pada proses ini pekerja dapat mengalami luka bakar dan cenderung dapat terjadi LBP maupun HNP. 6. Pencetakan

Faktor Fisik

: suhu ekstrem lantai yang licin akibat pembuangan limbah yang bececeran di lantai.

Faktor Kimia

: tidak ada

Faktor Ergonomis: berdiri dalam jangka waktu yang cukup lama tanpa duduk dan hanya beristirahat selama 1 jam akan menimbulkan ketegangan pada otot betis dan akan menimbulkan varises dan juga gerakan pekerja yang repetitive yaitu membungkuk dan berdiri akan menimbulkan LBP dan HNP.

Factor biologis: lantai yang lembab dan kotor akan menimbulkan berkembang biaknya mikroorganisme seperti bakteri, parasite dan jamur.

Factor Sosial Psikologis: tidak ada

Factor kecelakaan kerja : pada proses ini pekerja dapat terpeleset dan dapat terkena luka bakar. 7. Penempatan dan Pendinginan

Faktor Fisik

: lantai yang licin

Faktor Kimia

: tidak ada

Faktor Ergonomis: berdiri dalam jangka waktu yang cukup lama tanpa duduk dan hanya beristirahat selama 1 jam akan menimbulkan ketegangan pada otot betis dan akan menimbulkan varises dan gerakan repetitive berdiri dan membungkuk.

Factor biologis: lantai yang lembab dan kotor akan menimbulkan berkembang biaknya mikroorganisme seperti bakteri, parasite dan jamur.

Factor Sosial Psikologis: tidak ada

Factor kecelakaan kerja : proses ini juga terdapat proses pemotongan tahu dimana pekerja beresiko untuk terjadi vulnus laseratum dan LBP karena posisi pekerja membungkuk. 8. Pengangkutan

Faktor Fisik

: lantai yang licin

Faktor Kimia

: tidak ada

Faktor Ergonomis: mengangkat beban yang berat setiap harinya akan beresiko terjadi LBP.

Factor biologis: lantai yang lembab dan kotor akan menimbulkan berkembang biaknya mikroorganisme seperti bakteri, parasite dan jamur.

Factor Sosial Psikologis: tidak ada

Factor kecelakaan kerja : LBP dapat menjadi salah satu factor resiko pada pekerjaan ini karena pekerja harus mengangkut beban yang berat setaip harinya untuk tahu jumbo 1 box berisi 50 tahu, dan untuk tahu yang kecil 1 box berisi 1000 tahu. II.5. Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)

K3(Keselamatan dan Kesehatan Kerja)/ OHS (Occupational Health and Safety). K3 atau OHS adalah kondisi yang harus diwujudkan di tempat kerja dengan segala upaya berdasarkan ilmu pengetahuan dan pemikiran mendalam guna melindungi tenaga kerja, manusia serta karya dan budayanya melalui penerapan teknologi pencegahan kecelakaan yang dilaksanakan secara konsisten sesuai dengan peraturan perundangan dan standar yang berlaku.A. Gambaran Umum

1. Keamanan Kerja

Keamanan kerja adalah unsur-unsur penunjang yang mendukung terciptanya suasana kerja yang aman, baik berupa materil maupun non-material. Unsur-unsur penunjang keamanan yang bersifat materil diantaranya sebagai berikut.

Masker

Sarung tangan

Earplug

Unsur-unsur penunjang keamanan yang bersifat non-material adalah sebagai berikut.

Buku penunjuk penggunaan alat.

Rambu-rambu dan isyarat bahaya.

Himbauan-himbauan.2. Kesehatan KerjaProgram kesehatan kerja pada perusahaan meliputi kesehatan jasmanidan kesehatan rohani. Kesehatan rohani dan jasmani saling berkaitan, terutama kesehatan rohani akan sangat berpengaruh terhadap kesehatan jasmani dan kesehatan jasmani sangat dipengaruhi oleh kesehatan lingkungan (environmental).a. Unsur-unsur penunjang kesehatan jasmani ditempat kerja adalah sebagai berikut.

Adanya makanan dan minuman yang bergizi.

Adanaya waktu istirahat.

Adanya sarana kesehatan atau kotak P3K (pertolongan Pertama Pada Kecelakaan).

Namun tidak tersediannya asuransi kesehatan untuk para karyawan karena ketika ingin didaftarkan BPJS karyawan menolaknya

b. Unsur-unsur penunjang kesehatan rohani ditempat kerja adalah sebagai berikut.

Adanya sarana dan prasarana ibadah.

Adanya tatalaku di tempat kerja.

Adanya kantin dan tempat istirahat

c. Unsur-unsur penunjang kesehatan lingkungan kerja di tempat kerja adalah sebagai berikut.

Adanya sarana prasarana dan peralatan bersihan, kesehatan, dan ketertiban.

Adanya tempat sampah yang memadai.

Adanya WC (Water Closed) yang memadai.

Adanya air yang memenuhi kebutuhan.

Masuknya sinar matahari ke ruang kerja.

Adanya lingkungan alami.

Adanya kipas angina3. Keselamatan KerjaPengertian keselamatan kerja tidak dapat didefinisikan secara etimologis sebagaimana secara ilmu-ilmu yang lain. Keselamatan kerja hanya dideskripsikan sebagai keadaan dimana seseorang merasa aman dan sehat dalam melaksanakan tugasnya.Masing-masing aman dan sehat disini mencakup keamanan dari terjadinya kecelakaan dan sehat dariberbagai factor penyakit yang muncul dalam proses kerja.

Dengan demikian, keselamatan kerja adalah sebagai ilmu pengetahuan yang penerapannya sebagai unsur-unsur penunjang seorang karyawan agar selamat saat sedang bekerja dan setelah mengerjakan pekerjaannya. Unsur-unsur penunjang keselamatan kerja adalah sebagai berikut.

Adanya unsur-unsur keamanan dan kesehatan kerja yang telah dijelaskan di atas.

Adanya kesadaran dalam menjaga keamanan dan kesehatan kerja.

Teliti dalam bekerja.

Melaksanakan prosedur kerja dengan memperhatikan keamanan dan kesehatan kerja.B. Tujuan K3Tujuan umum dari K3 adalah menciptakan tenaga kerja yang sehat dan produktif.Tujuan hyperkes dapat dirinci sebagai berikut:1. Agar tenaga kerja dan setiap orang berada di tempat kerja selalu dalam keadaan sehat dan selamat.2. Agar sumber-sumber produksi dapat berjalan secara lancar tanpa adanya hambatan.C. Ruang Lingkup K3Ruang lingkup hyperkes dapat dijelaskan sebagai berikut:1. Kesehatan dan keselamatan kerja diterapkan di semua tempat kerja yang di dalamnya melibatkan aspek manusia sebagai tenaga kerja, bahaya akibat kerja dan usaha yang dikerjakan.

2. Aspek perlindungan dalam hyperkes meliputi:

a. Tenaga kerja dari semua jenis dan jenjang keahlianb. Peralatan dan bahan yang dipergunakanc. Faktor-faktor lingkungan fisik, biologi, kimiawi, maupun sosiald. Proses produksie. Karakteristik dan sifat pekerjaanf. Teknologi dan metodologi kerjag. Penerapan Hyperkes dilaksanakan secara holistik sejak perencanaan hingga perolehan hasil dari kegiatan industri barang maupun jasa.Semua pihak yang terlibat dalam proses industri/ perusahaan ikut bertanggung jawab atas keberhasilan usaha hyperkes.II.6 Data- data Program Kesehatan Kerja

Program kesehatan yang terdapat pada pabrik PD. Hasil Bumi ini adalah program rohani dan jasmani, dimana program rohani yang terdapat pada pabrik adalah adanya tempat beristirahat dan beribadah. Sedangkan untuk program kesehatan jasmani tersedianya kotak P3K (Pertolongan Pertama Pada Kecelakaan). Perusahaan ini tidak memiliki jaminan kesehatan untuk karyawannya, pemilik sudah menyarankan untuk didaftarkan BPJS namun karyawan menolaknya. Apabila terdapat karyawan yang sakit biasanya hanya membeli obat disekitar perusahaan tersebut, jika terjadi kecelakaan kerja karyawan akan dibawa ke klinik atau rumah sakit terdekat.

II.7. Data-Data Program Keselamatan Kerja

Tidak ada data khusus untuk program keselamatan kerja, menurut pemilik pabrik PD. Hasil Bumi, alat pelindung diri yang telah disiapkan untuk para pegawai untuk menghindari terjadinya peristiwa yang tidak diinginkan. Keselamatan kerja yang digunakan untuk kegiatan ini, berkaitan dengan pemberian informasi sebelum kerja, bertujuan agar pekerja mengetahui dan mematuhi petunjuk-petunjuk yang ada, sehingga dalam bekerja tidak mengalami gangguan atau bahaya. Selain itu, pemberian Alat Pelindung Diri (APD), untuk para pegawai pabrik, namun masih banyak yang tidak menggunakan alat pelindung diri tersebut.Pada saat masuk ke pabrik, dilengkapi dengan karpet yang bergerigi, ditujukan agar tidak tergelincir saat berjalan di dalam pabrik. Pada bagian penyaringan, pemasakan, pengendapan atau pemisahan, percetakan dan penempatan dan pendinginantidak ada alat pelindung khusus, seharusnya dari pihak perusahaan menyediakan sarung tangan karet untuk mengurangi resiko perkerjaan yaitu luka bakar. Alat pelindung diri yang digunakan pekerja yang seharusnya disediakanadalah masker, sarung tangan karet dan sepatu khusus, namun hampir tidak diberikan oleh pengelola pabrik.Pada bagian penggilingan, pemasakan, pencucian box suara bising pada mesin penggiling dan blower untuk mempertahankan uap panas sangat bising, kebisingannya mencapai 93 - 96 DB, sehingga memiliki resiko gangguan pendengaran dan kegiatan ini dilakukan terus-menerus selama 11 jam/hari, sehingga alat yang seharusnya diberikan oleh perusahaan sebagai keselamatan kerja adalah penggunaan sumbatan telinga. Sumbatan telinga yang seharusnya disiapkan perusahaan ada dua macam yakni sumbat telinga (ear plug), digunakan apabila intensitas bising antr 85 dBA sampai 100 dBA untuk frekuensi 2000 sampai 8000 Hz dan tutup telinga (ear muff), digunakan apabila intensitas bising sudah diatas 100 dBA, karena alat ini dapat meredam suara sebesar 40 dBA.II. 8 Program Lingkungan Kerja dan Penanganan Limbah Faktor Lingkungan Kerja1. Pencucian dan Perendaman

: Penerangan, Lantai Licin 2. Penggilingan

: Penerangan, lantai licin,kebisingan dan ergonomi3. Penyaringan

: Suhu ekstrem, ergonomi4. Pemasakan

: Suhu ekstrem, bahan kimia, uap dan ergonomi5. Pengendapan/pemisahan

: Suhu ekstrem dan lantai licin6. Pencetakan

: Suhu ekstrem, ergonomi7. Penempatan dan Pendinginan: Suhu ekstrem dan ergonomi8. Pengangkutan

: ErgonomiPengolahan Limbah :

mengatur pengelolaan limbah industri yang terdapat pada lingkungan pemukiman penduduk cukup sulit. Terlebih jika daerah tersebut padat dan tidak memiliki saluran yang lebar. Namun pembinaan tentang cara pengelolaan limbah yang lebih bijak bisa dilakukan pada pelaku industri.BAB IIITINJAUAN PUSTAKAIII.1 Pengertian Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Menurut Mangkunegara (2002, p.163) Keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu pemikiran dan upaya untuk menjamin keutuhan dan kesempurnaan baik jasmaniah maupun rohaniah tenaga kerja masyarakat dan lingkungan sekitar pabrik atau tempat kerja tersebut.

Keselamatan dan kesehatan kerja pada dasarnya mencari dan mengungkapkan kelemahan yang memungkinkan terjadinya kecelakaan. Fungsi ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu mengungkapkan sebab-akibat suatu kecelakaan dan meneliti apakah pengendalian secara cermat dilakukan atau tidak.Menurut Mangkunegara (2002, p.165) bahwa tujuan dari keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut :a. Agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan kerja baik secara fisik, sosial, dan psikologis.b. Agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-baiknya selektif mungkin.c. Agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya.d. Agar adanya jaminan atas pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi pegawai.e. Agar meningkatkan kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi kerja.f. Agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh lingkungan atau kondisi kerja.g. Agar setiap pegawai merasa aman dan terlindungi dalam bekerjaMasalah Kesehatan Dan Keselamatan Kerja Kinerja (performen) setiap petugas kesehatan dan non kesehatan merupakan resultante dari tiga komponen kesehatan kerja yaitu kapasitas kerja, beban kerja dan lingkungan kerja yang dapat merupakan beban tambahan pada pekerja. Bila ketiga komponen tersebut serasi maka bisa dicapai suatu derajat kesehatan kerja yang optimal dan peningkatan produktivitas. Sebaliknya bila terdapat ketidak serasian dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja berupa penyakit ataupun kecelakaan akibat kerja yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas kerja. a. Kapasitas Kerja

Status kesehatan masyarakat pekerja di Indonesia pada umumnya belum memuaskan. Dari beberapa hasil penelitian didapat gambaran bahwa 30-40% masyarakat pekerja kurang kalori protein, 30% menderita anemia gizi dan 35% kekurangan zat besi tanpa anemia. Kondisi kesehatan seperti ini tidak memungkinkan bagi para pekerja untuk bekerja dengan produktivitas yang optimal. Hal ini diperberat lagi dengan kenyataan bahwa angkatan kerja yang ada sebagian besar masih di isi oleh petugas kesehatan dan non kesehatan yang mempunyai banyak keterbatasan, sehingga untuk dalam melakukan tugasnya mungkin sering mendapat kendala terutama menyangkut masalah PAHK dan kecelakaan kerja. b. Beban Kerja

Sebagai pemberi jasa pelayanan kesehatan maupun yang bersifat teknis beroperasi 8 - 24 jam sehari, dengan demikian kegiatan pelayanan kesehatan pada laboratorium menuntut adanya pola kerja bergilirdan tugas/jaga malam. Pola kerja yang berubah-ubah dapat menyebabkan kelelahan yang meningkat, akibat terjadinya perubahan pada bioritmik (irama tubuh). Faktor lain yang turut memperberat beban kerja antara lain tingkat gaji dan jaminan sosial bagi pekerja yang masih relatif rendah, yang berdampak pekerja terpaksa melakukan kerja tambahan secara berlebihan. Beban psikis ini dalam jangka waktu lama dapat menimbulkan stres. c. Lingkungan Kerja Lingkungan kerja bila tidak memenuhi persyaratan dapat mempengaruhi kesehatan kerja dapat menimbulkan Kecelakaan Kerja (Occupational Accident), Penyakit Akibat Kerja dan Penyakit Akibat Hubungan Kerja (Occupational Disease & Work Related Diseases).

A. Penyakit Akibat Kerja & Penyakit Akibat Hubungan Kerja di Tempat Kerja KesehatanPenyakit Akibat Kerja (PAK) adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau asosiasi yang kuat dengan pekerjaan, pada umumnya terdiri dari satu agen penyebab, harus ada hubungan sebab akibat antara proses penyakit dan hazard di tempat kerja. Faktor Lingkungan kerja sangat berpengaruh dan berperan sebagai penyebab timbulnya Penyakit Akibat Kerja. Sebagai contoh antara lain debu silika dan Silikosis, uap timah dan keracunan timah. Akan tetapi penyebab terjadinya akibat kesalahan faktor manusia juga (WHO).Berbeda dengan Penyakit Akibat Kerja, Penyakit Akibat Hubungan Kerja (PAHK) sangat luas ruang lingkupnya. Menurut Komite Ahli WHO (1973), Penyakit Akibat Hubungan Kerja adalah penyakit dengan penyebab multifaktorial, dengan kemungkinan besar berhubungan dengan pekerjaan dan kondisi tempat kerja. Pajanan di tempat kerja tersebut memperberat, mempercepat terjadinya serta menyebabkan kekambuhan penyakit.Penyakit akibat kerja di Tempat Kerja Kesehatan umumnya berkaitan dengan faktor biologis (kuman patogen yang berasal umumnya dari pasien); faktor kimia (pemaparan dalam dosis kecil namun terus menerus seperti antiseptik pada kulit, zat kimia/solvent yang menyebabkan kerusakan hati; faktor ergonomi (cara duduk salah, cara mengangkat pasien salah); faktor fisik dalam dosis kecil yang terus menerus (panas pada kulit, tegangan tinggi, radiasi dll.); faktor psikologis (ketegangan di kamar penerimaan pasien, gawat darurat, karantina dll.)1. Faktor BiologisLingkungan kerja pada Pelayanan Kesehatan favorable bagi berkembang biaknya strain kuman yang resisten, terutama kuman-kuman pyogenic, colli, bacilli dan staphylococci, yang bersumber dari pasien, benda-benda yang terkontaminasi dan udara. Virus yang menyebar melalui kontak dengan darah dan sekreta (misalnya HIV dan Hep. B) dapat menginfeksi pekerja hanya akibat kecelakaan kecil dipekerjaan, misalnya karena tergores atau tertusuk jarum yang terkontaminasi virus. Angka kejadian infeksi nosokomial di unit Pelayanan Kesehatan cukup tinggi. Secara teoritis kemungkinan kontaminasi pekerja LAK sangat besar, sebagai contoh dokter di RS mempunyai risiko terkena infeksi 2 sampai 3 kali lebih besar dari pada dokter yang praktek pribadi atau swasta, dan bagi petugas Kebersihan menangani limbah yang infeksius senantiasa kontak dengan bahan yang tercemar kuman patogen, debu beracun mempunyai peluang terkena infeksi.Pencegahan : Seluruh pekerja harus mendapat pelatihan dasar tentang kebersihan, epidemilogi dan desinfeksi.

Sebelum bekerja dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk memastikan dalam keadaan sehat badani, punya cukup kekebalan alami untuk bekerja dengan bahan infeksius, dan dilakukan imunisasi.

Menggunakan desinfektan yang sesuai dan cara penggunaan yang benar.

Sterilisasi dan desinfeksi terhadap tempat, peralatan, sisa bahan infeksius dan spesimen secara benar

Pengelolaan limbah infeksius dengan benar

Menggunakan kabinet keamanan biologis yang sesuai.

Kebersihan diri dari petugas.2. Faktor Kimia

Petugas di tempat kerja kesehatan yang sering kali kontak dengan bahan kimia dan obat-obatan seperti antibiotika, demikian pula dengan solvent yang banyak digunakan dalam komponen antiseptik, desinfektan dikenal sebagai zat yang paling karsinogen. Semua bahan cepat atau lambat ini dapat memberi dampak negatif terhadap kesehatan mereka. Gangguan kesehatan yang paling sering adalah dermatosis kontak akibat kerja yang pada umumnya disebabkan oleh iritasi (amoniak, dioksan) dan hanya sedikit saja oleh karena alergi (keton). Bahan toksik (trichloroethane, tetrachloromethane) jika tertelan, terhirup atau terserap melalui kulit dapat menyebabkan penyakit akut atau kronik, bahkan kematian. Bahan korosif (asam dan basa) akan mengakibatkan kerusakan jaringan yang irreversible pada daerah yang terpapar.Pencegahan : Material safety data sheet (MSDS) dari seluruh bahan kimia yang ada untuk diketahui oleh seluruh petugas untuk petugas atau tenaga kesehatan laboratorium. Menggunakan karet isap (rubber bulb) atau alat vakum untuk mencegah tertelannya bahan kimia dan terhirupnya aerosol untuk petugas / tenaga kesehatan laboratorium. Menggunakan alat pelindung diri (pelindung mata, sarung tangan, celemek, jas laboratorium) dengan benar. Hindari penggunaan lensa kontak, karena dapat melekat antara mata dan lensa. Menggunakan alat pelindung pernafasan dengan benar.3. Faktor ErgonomiErgonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat, cara, proses dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai efisiensi yang setinggi-tingginya. Pendekatan ergonomi bersifat konseptual dan kuratif, secara populer kedua pendekatan tersebut dikenal sebagai To fit the Job to the Man and to fit the Man to the Job.

Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan, hal ini disebabkan peralatan yang digunakan pada umumnya barang impor yang disainnya tidak sesuai dengan ukuran pekerja Indonesia. Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang kerja (low back pain).3. Faktor FisikFaktor fisik di laboratorium kesehatan yang dapat menimbulkan masalah kesehatan kerja meliputi: Kebisingan, getaran akibat alat / media elektronik dapat menyebabkan stress dan ketulian

Pencahayaan yang kurang di ruang kerja, laboratorium, ruang perawatan dan kantor administrasi dapat menyebabkan gangguan penglihatan dan kecelakaan kerja.

Suhu dan kelembaban yang tinggi di tempat kerja

Terimbas kecelakaan/kebakaran akibat lingkungan sekitar.Terkena radiasi

Khusus untuk radiasi, dengan berkembangnya teknologi pemeriksaan, penggunaannya meningkat sangat tajam dan jika tidak dikontrol dapat membahayakan petugas yang menangani.

Pencegahan : Pengendalian cahaya di ruang kerja khususnya ruang laboratorium. Pengaturan ventilasi dan penyediaan air minum yang cukup memadai. Menurunkan getaran dengan bantalan anti vibrasi Pengaturan jadwal kerja yang sesuai. Pelindung mata untuk sinar laser Filter untuk mikroskop untuk pemeriksa demam berdarah5. Faktor PsikososialBeberapa contoh faktor psikososial di laboratorium kesehatan yang dapat menyebabkan stress : Pelayanan kesehatan sering kali bersifat emergency dan menyangkut hidup mati seseorang. Untuk itu pekerja di tempat kerja kesehatan di tuntut untuk memberikan pelayanan yang tepat dan cepat disertai dengan kewibawaan dan keramahan-tamahan

Pekerjaan pada unit-unit tertentu yang sangat monoton.

Hubungan kerja yang kurang serasi antara pimpinan dan bawahan atau sesama teman kerja.Beban mental karena menjadi panutan bagi mitra kerja di sektor formal ataupun informal.A. Muskuloskeletal Disorders (MSDs)a. Definisi

Muskuloskeletal disorderadalah gangguan pada bagian otot skeletal yang disebabkan oleh karena otot menerima beban statis secara berulang dan terus menerus dalam jangka waktu yang lama dan akan menyebabkan keluhan berupa kerusakan pada sendi, ligamen dan tendon(Widyastuti, 2009).Secara garis besar keluhan otot dapat dikelompokkan menjadi 2, yaitu:1. Keluhan sementara (reversible)Yaitu keluhan otot yang terjadi pada saat otot menerima beban statis namun demikian keluhan tersebut akan segera hilang bila pembebanan dihentikan.2. Keluhan menetap (persistent)Yaitu keluhan otot yang bersifat menetap. Walaupun pembebanan kerja dihentikan, namun rasa sakit pada otot masih terus berlanjut.Studi tentang MSDs pada berbagai jenis industry telah banyak dilakukan dan hasil studi menunjukkan bahwa bagian otot yang sering dikeluhkan adalah otot rangka (skeletal) yang meliputi otot leher, bahu, lengan, tangan, jari, punggung, pinggang dan otot-otot bagian bawah.Muskuloskeletal disordermempengaruhi semua kelompok usia dan sering menyebabkan cacat, gangguan, dan merugikan. Terdiri dari berbagai penyakit yang berbeda yang menyebabkan rasa sakit atau ketidaknyamanan pada tulang, sendi, otot, atau struktur di sekitarnya, dan mereka dapat akut atau kronis, fokal, atau meluas (Rahmaniyah, 2007)b. Faktor Penyebab

Menurut Peter Vi (2001), faktor penyebab musculoskeletal disorders antara lain:1. Peregangan otot yang berlebihan (over-exertion)Peregangan otot yang berlebihan pada umumnya dikeluhkan oleh pekerja dimana aktivitas kerjanya menuntut pengerahan yang besar, seperti aktivitas mengangkat, mendorong, menarik, menahan beban yang berat.2. Aktivitas berulang

Pekerjaan yang dilakukan secara terus menerus. Seperti mencangkul, membelah kayu, angkat-angkut dan sebagainya.3. Sikap kerja tidak alamiah

Sikap kerja yang menyebabkan posisi bagian-bagian tubuh bergerak menjauhi posisi ilmiah, misalnya pergerakan tangan terangkat, punggung terlalu membungkuk dan sebagainya.

4. Faktor penyebab sekunder

Tekanan: Terjadinya tekanan langsung pada jaringan otot yang lunak

Getaran: Getaran dengan frekuensi yang tinggi akan menyebabkan kontraksi otot bertambah. Kontraksi statis ini menyebabkan peredaran darah tidak lancar, penimbunan asam laktat meningkat dan akhirnya timbul rasa nyeri otot.

Mikroklimat: Paparan suhu dingin yang berlebihan dapat menurunkan kelincahan, kepekaan dan kekuatan pekerja sehingga pergerakan pekerja menjadi lamban, sulit bergerak disertai dengan menurunnya kekuatan otot.

5. Penyebab kombinasi

Umur: Prevalensi sebagian besar gangguan tersebut meningkat dengan usia.

Jenis kelamin: Prevalensi sebagian besar gangguan tersebut meningkat dan lebih menonjol pada wanita dibandingkan pria (3:1)

Kebiasaan merokok: Semakin lama dan semakin tinggi tingkat frekuensi merokok, semakin tinggi pula keluhan otot yang dirasakan.

Kesegaran jasmani: Tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi resiko terjadinya keluhan otot.

Kekuatan fisik

Ukuran tubuh (antropometri)

c. Langkah-Langkah MengatasiMusculoskeletal Disorders1. Rekayasa Teknik

Eliminasi, yaitu dengan menghilangkan sumber bahaya yang ada.

Substitusi, yaitu mengganti alat atau bahan lama dengan alat atau bahan baru yang aman, menyempurnakan proses produksi dan menyempurnakan prosedur penggunaan peralatan

Partisi, yaitu pemisahan sumber bahaya dengan pekerja

Ventilasi, yaitu dengan menambah ventilasi untuk mengurasi resiko sakit.

2. Rekayasa Manajemen

Pendidikan dan pelatihan.

Pengaturan waktu kerja dan istirahat seimbang.

Pengawasan yang intensif.B. LBP (Low Back Pain)

Definisi

Low back pain adalah suatu sindroma nyeri yang terjadi pada daerah punggung bagian bawah dan merupakan work related musculoskeletal disorders (Widyastuti, 2009).EpidemiologiLebih dari 70% manusia dalam hidupnya pernah mengalami LBP, dengan rata-rata puncak kejadian berusia 35-55 tahun (Rahmaniyah, 2007)Penyebab Low Back Pain (LBP)

1. Kelainan Tulang Punggung (Spine) Sejak Lahir

Kelainan kongenital pada tulang belakang yang dimaksud adalah spondilolistesis, spondilolisis, spina bifida dan stenosis kanalis vertebralis lumbal.

2. Low Back Pain karena Trauma

Trauma dan gangguan mekanis merupakan penyebab utama LBP. Pada orang-orang yang tidak biasa melakukan pekerjaan otot atau melakukan aktivitas dengan beban yang berat dapat menderita nyeri pinggang bawah yang akut.

Gerakan bagian punggung belakang yang kurang baik dapat menyebabkan kekakuan dan spasme yang tiba-tiba pada otot punggung, mengakibatkan terjadinya trauma punggung sehingga menimbulkan nyeri. Kekakuan otot cenderung dapat sembuh dengan sendirinya dalam jangka waktu tertentu. Namun pada kasus-kasus yang berat memerlukan pertolongan medis agar tidak mengakibatkan gangguan yang lebih lanjut.

3. Low Back Pain karena Perubahan Jaringan

Kelompok penyakit ini disebabkan karena terdapat perubahan jaringan pada tempat yang mengalami sakit. Perubahan jaringan tersebut tidak hanya pada daerah punggung bagian bawah, tetapi terdapat juga disepanjang punggung dan anggota bagian tubuh lain. Beberapa jenis penyakit dengan keluhan LBP yang disebabakan oleh perubahan jaringan antara lain: proses degeneratif, yaitu spondilosis, HNP, stenosis spinalis, dan osteoporosis.d. Faktor resiko:1. Faktor resiko internal

Usia: keluhan otot skeletal mulai dirasakan pada usia kerja, yaitu 25-55 tahun. Keluhan pertama biasanya dirasakan pada usia 35 tahun dan tingkat keluhan akan terus meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Hal ini terjadi karena kekuatan dan ketahanan otot mulai menurun sehingga resiko terjadinya keluhan otot meningkat.

Riwayat penyakit: sebelum bekerja pekerja tersebut sudah mempunyai penyakit yang berhubungan dengan keluhan otot-otot skeletal sehingga penyakit tersebut timbul bukan karena pekerjaannya. Riwayat penyakit degeneratif, dsb.

Tulang belakang yang tidak normal (Widyastuti R, 2009) Riwayat keluarga dengan musculoskeletal disorder

Obesitas: berat badan yang berlebihan akan menyebabkan tumpukan lemak yang lebih banyak sehingga tekanan pada tulang belakang menjadi lebih besar yang dapat meningkatkan resiko terjadinya keluhan otot-otot skeletal.

Perokok2. Faktor resiko eksternal

Ergonomi: Kebiasaan duduk, bekerja membungkuk dalam waktu yang relatif lama, mengangkat dan mengangkut beban dengan sikap yang tidak ergonomis.

Kesegaran jasmani: Bagi yang dalam kesehariannya melakukan pekerjaan yang memerlukan pengerahan tenaga yang besar, di sisi lain tidak mempunyai waktu yang cukup untuk istirahat, hampir dapat dipastikan akan terjadinya keluhan otot. Tingkat kesegaran tubuh yang rendah akan mempertinggi risiko terjadinya keluhan otot. Keluhan otot akan meningkat sejalan dengan bertambahnya aktifitas fisik.

Status gizi: Seorang tenaga kerja dengan keadaan gizi yang baik akan memiliki kapasitas kerja dan ketahanan tubuh yang lebih baik, begitu juga sebaliknya (Rahmaniyah, 2007) Aktivitas di luar kerja: aktivitas yang dilakukan oleh tenaga kerja sebelum atau sesudah mereka bekerja. Dapat dimungkinkan keluhan otot-otot tersebut akibat dari aktivitas di luar kerja bukan dari pekerjaannya (Risyanto, 2008).

Masa kerja: lama waktu seseorang bekerja sejak diterima di perusahaan sampai dilakukan pengamatan. Masa kerja sekitar 5-10 tahun (Rahmaniyah, 2007).

Lama kerja: tekanan melalui fisik (beban kerja) pada suatu waktu tertentu mengakibatkan berkurangnya kinerja otot, gejala yang ditunjukkan juga berupa pada makin rendahnya gerakan (Risyanto, 2008).

Monotoni: pekerjaan sama yang dilakukan terus menerus tanpa ada variasi lain. Shift kerja: merupakan pola waktu kerja yang diberikan pada tenaga kerja untuk mengerjakan sesuatu oleh perusahaan dan biasanya dibagi atas kerja pagi, sore dan malam.

Lingkungan kerja (Kusiono, 2004).Diagnosis

1. Anamnesis: awitan, lama dan frekuensi serangan, lokasi dan penyebaran, kuantitas/intensitas, dan faktor yang memperingan/memperberat.2. Pemeriksaan fisik

Inspeksi dan palpasi: keterbatasan gerak pada salah satu sisi atau arah, back extension, forward flexion, lokasi (pasien diminta membungkuk ke depan, lateral kanan dan kiri).

Pemeriksaan neurologis

3. Pemeriksaan penunjang berupa pemeriksaan laboratorium dan radiologis (Meliala, 2003)F. Penatalaksanaan LBP

a. Bedrest/ tirah baring

Pada saat LBP menyerang, hal pertama yang harus dilakukan adalah mengurangi tekanan apapun pada tulang belakang. Apabila memungkinkan membaringkan pasien di tempat tidur. Atur posisi yang nyaman.

Penderita harus tetap berbaring di tempat tidur selama beberapa hari dengan sikap tertentu. Tempat tidur tidak boleh memakai pegas atau per, dengan demikian tempat tidur harus dari papan lurus, dan kemudian ditutup dengan lembar busa tipis. Tirah baring ini sangat bermanfaat untuk LBP mekanik akut, fraktur dan HNP. Pada HNP sikap berbaring paling baik ialah dalam posisi setengah duduk dimana tungkai dalam sikap fleksi pada sendi panggul dan lutut. Lama tirah baring tergantung pada berat ringannya gangguan yang dirasakan penderita. Trauma mekanik akut tidak perlu lama berbaring, HNP lebih lama, dan kasus fraktur paling lama.

b. Kompres hangat atau dingin

Penggunaan kompres hangat meningkatkan aliran darah ke suatu area dan kemungkinan dapat turut menurunkan nyeri. Kompres es dapat menurunkan prostaglandin, yang memperkuat sensivitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat cidera dengan menghambat proses inflamasi.

c. Medikamentosa

Obat-obatan mungkin perlu diberikan ntuk menangani nyeri akut. Analgetik narkotik digunakan untuk memutus lingkaran nyeri; relaksan otot dan penenang digunakan untuk membuat relaksasi pasien dan otot yang mengalami spasme, sehingga dapatmengurangi nyeri. Obat anti inflamasi seperti aspirin dan NSAID berguna untuk mengurangi nyeri. Kortikosteroid jangka pendek dapat mengurangi respons inflamasi dan mencegah timbulnya neurofibrosis, yang terjadi akibat gangguan iskemia. Dokter dapat memberikan injeksi kortikosteroid epidural, suntikan infiltrasi otot paraspinalis dengan anestesi local, atau menyuntik sendi faset dengan steroid untuk menghilangkan nyeri.

d. Relaksasi otot

Relaksasi otot skeletal dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merilekskan ketegangan otot yang menunjang nyeri. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas nafas abdomen dengan frekuensi lambat, berirama. Pasien dapat memejamkan matanya dan bernafas dengan perlahan dan nyaman.e. PrognosisBiasanya pasien sembuh rata-rata dalam 7 minggu. Tetapi sering dijumpai episode nyeri berulang. Sebanyak 80% pasien mengalami keterbatasan dalam derajat tertentu selama 12 bulan, mungkin hanya 10-15% yang mengalami disabilitas berat (Bogduk, 2009).C. KEBISINGAN

a. Definisi

Kebisingan merupakan "suara yang tak dikehendaki yang dapat mengganggu tidur serta aktivitas lain, dapat mengakibatkan gangguan pendengaran bahkan bisa mengakibatkan kehilangan pendengaran. Menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja No.KEP-51/MEN/1999 menyebutkan bahwa kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja yang berada pada titik tertentu dapat menimbulkan gangguan pendengaran.b. Sumber-sumber KebisinganSumber bising utama dapat diklasifikasikan dalam 2 kelompok, yaitu:

1. Bising interior: berasal dari manusia, alat rumah tangga, atau mesin-mesin gedung, misalnya radio, televisi, bantingan pintu, kipas angin, komputer, pembuka kaleng, pengkilap lantai, dan pengkondisi udara.

2. Bising eksterior: berasal dari kendaraan, mesin-mesin diesel, transportasi.c. Tingkat Kebisingan

Menurut Keputusan Menteri negara lingkungan hidup Nomor: KEP-48/MENLH/11/1996 tentang baku tingkat kebisingan, tingkat kebisingan adalah ukuran energi bunyi yang dinyatakan dalam satuan desibel disingkat dB.

Tabel 3.1. Tingkat Kebisingan

d. Alat Pengukur Alat utama dalam pengukuran kebisingan adalahsound level meter. Alat ini mengukur kebisingan antara 30-130 dB dengan frekuensi antara 20-20.000 Hze. Pengaruh Kebisingan terhadap KesehatanPengaruh kebisingan terhadap manusia tergantung pada karakteristik fisik, waktu berlangsung dan waktu kejadian. Ada beberapa gangguan yang diakibatkan oleh kebisingan diantaranya gangguan pendengaran. Pendengaran manusia merupakan salah satu indera yang berhubungan dengan komunikasi audio/suara. Alat pendengaran yang berbentuk telinga berfungsi sebagai fonoreseptor yang mampu merespon suara pada kisaran 0-140 dB tanpa menimbulkan rasa sakit.Tabel 3.2. Lama Mendengar yang Diijinkan pada Tingkatan Bising

f. PengendalianKebisingan dapat dikendalikan dengan:1. Menepatkan peredam pada sumber getaran.2. Penempatan penghalang pada jalan transmisi3. Proteksi dengan sumbat atau tutup telinga.D. LUKA BAKARDefinisi

Luka bakar merupakan jenis luka, kerusakan jaringan atau kehilangan jaringan yang diakibatkan sumber panas ataupun suhu dingin yang tinggi, sumber listrik, bahan kimiawi, cahaya, radiasi.

Etiologi

Penyebab luka bakar selain terbakar api langsung atau tidak langsung, juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia. Luka bakar karena api atau akibat tidak langsung dari api, misalnya tersiram air panas, banyak terjadi pada kecelakaan rumah tangga. (Sjamsuhidayat, 2004)

Klasifikasi

a. Derajat Luka Bakar

Derajat luka bakar ditentukan oleh tingginya suhu dan lamanya pajanan suhu tinggi. Selain api yang langsung menjilat tubuh, baju yang ikut terbakar juga memperdalam luka bakar. Luka bakar derajat satu hanya mengenai epidermis dan biasanya sembuh dalam 5-7 hari; misalnya tersengat matahari. Luka tampak sebagai eritema dengan keluhan rasa nyeri atau hipersensitivitas setempat.

Luka bakar derajat dua mencapai kedalaman dermis, tetapi masih ada elemen epitel sehat yang tersisa. Elemen epitel tersebut, misalnya sel epitel basal, kelenjar sebasea, kelenjar keringat, dan pangkal rambut. Dengan adanya sisa sel epitel ini, luka dapat sembuh sendiri dalam dua sampai tiga minggu. Gejala yang timbul adalah nyeri, gelembung, atau bula berisi cairan eksudat yang keluar dari pembuluh karena permeabilitas dindingnya meninggi.

Luka bakar derajat tiga meliputi seluruh kedalaman kulit dan mungkin subkutis, atau organ yang lebih dalam. Tidak ada lagi elemen epitel hidup yang tersisa yang memungkinkan penyembuhan dari dasar luka. Oleh karena itu, untuk mendapatkan kesembuhan harus dilakukan cangkok kulit. Kulit tampak pucat abu-abu gelap atau hitam, dengan permukaan lebih rendah dari jaringan sekeliling yang masih sehat. Tidak ada bula dan tidak terasa nyeri.

Diagnosis banding ditentukan dengan uji tusuk jarum. Uji dilakukan dengan menusukkan jarum untuk menentukan apakah daerah luka bakar masih memiliki daya rasa. Bila tusukan itu masih terasa, artinya sensirusnya masih berfungsi dan dermis masih vital, luka itu bukan derajat tiga. (Sjamsuhidayat, 2004)

Tabel Deskripsi dari Klasifikasi Luka Bakar

Klasifikasi BaruKlasifikasi

TradisionalKedalaman

Luka BakarBentuk

Kelainan Kulit

Superficial thicknessDerajat 1EpidermisEritema (kemerahan), rasa sakit, seperti tersengat, blister (gelembung cairan)

Partial thickness superficialDerajat 2Epidermis, superficial (lapisan papillary) dermisBlister, cairan bening ketika gelembung dipecahkan, rasa sakit nyeri.

Partial thickness deepDeep (reticular) dermisSampai pada lapisan berwarna putih, tidak terlalu sakit seperti superficial derajat 2, sulit dibedakan dari full thickness.

Full thicknessDerajat 3 atau 4Dermis dan struktur tubuh di bawah dermis, fascia, tulang, atau ototBerat, ada discharge kulit yang meleleh, cairan berwarna bening, tidak didapatkan sensasi rasa sakit.

b. Luas Luka Bakar

Luas luka bakar dinyatakan dalam persen terhadap luas seluruh tubuh. Pada orang dewasa digunakan rumus 9 (rule of nines), yaitu luas kepala dan keher, dada, punggung, perut, pinggang dan bokong, ekstremitas atas kanan, ekstremitas atas kiri, paha kanan, paha kiri, tungkai dan kaki kanan, serta tungkai dan kaki kiri masing-masing 9%, sisanya 1% adalah daerah genitalia. Rumus ini membantu untuk menaksir luasnya permukaan tubuh yang terbakar pada orang dewasa.

Pada anak dan bayi digunakan rumus lain karena luas relatif permukaan kepala anak jauh lebih besar dan luas relatif permukaan kaki lebih kecil. Karena perbandingan luas permukaan bagian tubuh anak kecil berbeda, dikenal rumus 10 untuk bayi dan rumus 10-15-20 untuk anak.

Untuk anak, kepala dan leher 15%, badan depan dan belakang masing-masing 20%, ekstremitas atas kanan dan kiri masing-masing 10%, ekstremitas bawah kanan dan kiri masing-masing 15%.

Selain dalam dan luasnya permukaan, prognosis dan penanganan ditentukan oleh letak daerah yang terbakar, usia, dan keadaan kesehatan penderita. Daerah perineum, ketiak, leher, dan tangan sulit perawatannya, antara lain karena mudah mengalami kontraktur. Karena bayi dan orang usia lanjut daya kompensasinya lebih rendah maka bila terbakar, digolongkan dalam golongan berat. (Sjamsuhidayat, 2004)

Patofisiologi

Akibat pertama luka bakar adalah syok karena kaget dan kesakitan. Pembuluh kapiler yang terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan menimbulkan bula yang mengandung banyak elektrolit. Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula yang terbentuk pada luka bakar derajat dua, pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat tiga.

Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas, seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun, dan produksi urin berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam.

Pada kebakaran dalam ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas karena gas, asap, atau uap panas yang terisap. Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala sesak napas, takipnea, stridor, suara serak, dan dahak berwarna gelap akibat jelaga.

Dapat juga terjadi keracunan gas CO atau gas beracun lainnya. Karbon monoksida akan mengikat hemoglobin dengan kuat sehingga hemoglobin tak mampu lagi mengikat oksigen. Tanda keracunan ringan adalah lemas, bingung, pusing, mual, dan muntah. Pada keracunan yang berat terjadi koma. Bila lebih dari 60% hemoglobin terikat CO, penderita dapat meninggal.

Setelah 12-24 jam, permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke pembuluh darah. Ini ditandai dengan meningkatnya diuresis.

Luka bakar derajat tiga yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami kontraktur. Bila ini terjadi di persendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang. Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristalsis usus menurun atau berhenti karena syok, sedangakan pada fase mobilisasi, peristalsis dapat menurun karena kekurangan ion kalium.

Stres atau beban faali yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat menyebabkan terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama dengan gejala tukak peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling. Yang dikhawatirkan pada tukak Curling ini adalah penyulit perdarahan yang tampil sebagai hematemesis dan/atau melena.

Fase permulaan luka bakar merupakan fase katabolisme sehingga keseimbangan protein menjadi negatif. Protein tubuh banyak hilang karena eksudasi, metabolisme tinggi, dan infeksi. Penguapan berlebihan dari kulit yang rusak juga memerlukan kalori tambahan. Tenaga yang diperlukan tubuh pada fase ini terutama didapat dari pembakaran protein dari otot skelet. Oleh karena itu, penderita menjadi sangat kurus, otot mengecil, dan berat badan menurun. Dengan demikian, korban luka bakar menderita penyakit berat yang disebut penyakit luka bakar. Bila luka bakar menyebabkan cacat, terutama bila luka mengenai wajah sehingga rusak berat, penderita mengalami beban kejiwaan berat. Jadi, prognosis luka bakar terutama ditentukan oleh luasnya luka bakar. (Sjamsuhidayat, 2004)

D. TINEA PEDISDefinisiTinea pedis atau sering disebut athelete foot adalah dermatofitosis pada kaki, terutama pada sela-sela jari dan telapak kaki. Tinea pedis adalah dermatofitosis yang biasa terjadi. Prevalensi dari tinea pedis sekitar 10%, terutama disebabkan oleh penggunaan alas kaki modern tertutup, meskipun perjalanan jauh juga merupakan faktor predisposisi (Jones, 2010). Kejadiaan tinea pedis lebih tinggi diantara komuniti yang menggunakan tempat-tempat umum seperti kamar mandi, shower atau kolam renang. Kejadian infeksi ini sering terjadi pada iklim hangat lembab dimana dapat meningkatkan pertumbuhan jamur (Budimulja, 2007).Etiologi dan patogenesis

Tinea pedis disebabkan oleh Trichophyton rubrum (umumnya), Trichophyton mentagrophytes, Epidermophyton floccosum. Telah diketahui bahwa 9% dari kasus tinea pedis diakibatkan oleh agen infeksi selain dermatofit. Individu dengan imun yang rendah mudah terkena infeksi, HIV/AIDS, transplantasi organ, kemoterapi,dan steroid diakui dapat menurunkan resistensi pasien terhadap infeksi dermatofitosis. Faktor seperti umur, obesitas dan diabetes melitus juga mempunyai dampak negatif terhadap kesehatan pasien secara keseluruhan dan dapat menurunkan imunitas dan meningkatkan terjadinya tinea pedis (Sarah, 2008). Dengan menggunakan enzim keratinase, jamur ini menginvasi keratin superfisialis dari kulit dan infeksi akan terbatas pada lapisan kulit ini. Dinding dermatofit memiliki mannans, yang akan menghambat respon imun tubuh. Trichophyton rubrum umumnya memiliki mannans yang akan menghambat proliferasi keratinosit, mengakibatkan berkurangnya kecepatan pergantian kulit dan berujung pada infeksi kronis. Suhu dan faktor serum seperti beta globulin dan ferritin nampaknya memiliki efek menghambat dermatofit ; akan tetapi patofisiologinya tidak begitu dimengerti. Sebum juga berperan sebagai penghambat, sehingga menjelaskan kenapa infeksi dermatofit sering pada daerah kaki yang tidak memiliki kelenjar sebum (Budimulja, 2007). Gejala klinis

Ada 4 jenis tinea pedis interdigitalis, moccasin, tipe akut ulserasi dan tipe vesikobulosa semua dengan karakteristik kulit masing-masing.

1. Interdigitalis Diantara jari 4 dan 5 terlihat fisura yang dilingkari sisik halus dan tipis. Dapat meluas ke bawah jari (subdigital) dan ke sela jari yang lain. Sering terlihat maserasi. Aspek klinis berupa kulit putih dan rapuh. Dapat disertai infeksi sekunder oleh bakteri sehingga terjadi selulitis, limfangitis, limfadenitis, dan dapat pula terjadi erysipelas (Kumar, 2011).

Gambar 1.Tinea pedis interdigitalis. Maserasi dan terdapat opak putih dan beberapa erosi

Gambar 2. Tinea pedis pada bagian bawah jari kaki 2. Moccasin foot Pada seluruh kaki, dari telapak kaki, tepi sampai punggung kaki, terlihat kulit menebal dan bersisikhalus dan seperti bedak Eritema biasanya ringan dan terlihat pada bagian tepi lesi Tepi lesi dapat dilihat papul dan kadang-kadang vesikel (Jones, 2010)

Gambar 3. Tinea pedis.Terdapat distribusi tipe moccasin. Bentuk arciform dari sisik yang merupakan karakteristik

3. Vesikobulosa Diakibatkan karena T.mentagrophytes Diameter vesikel lebih besar dari 3mm Jarang pada anak-anak, tapi etiologi yang sering terjadi pada anak-anak adalah T.rubrum Vesikel pustul atau bula pada kulit tipis ditelapak kaki dan area periplantar (William, 2008)

Gambar 4. Tinea pedis tipe bulosa. Vesikel pecah, bula, eritema, dan erosi pada bagian belakang dari ibu jari kaki 4. Tipe akut ulserasi Mempengaruhi telapak kaki dan terkait dengan maserasi dan kerusakan kulit Ko infeksi bakterial biasanya dari garam negatif kombinasi dengan T.mentagrophytes menghasilkan vesikel pustul dan ulkus bernanah yang besar pada permukaan plantar (William, 2008).Diagnosis

Diagnosis dari tinea pedis biasanya dilakukan berdasarkan klinis dan pemeriksaan dari daerah yang terinfeksi. Diagnosis yang digunakan biasanya dengan cara kulit dikerok untuk preparat KOH, biopsi kulit, atau kultur dari daerah yang terinfeksi (Kumar, 2011). 1. KOHHasil preparat KOH biasanya positif di beberapa kasus dengan maserasi pada kulit. Pada pemeriksaan mikroskop KOH dapat ditemukan hifa bersepta atau bercabang, arthrospora, atau dalam beberapa kasus, sel budding memperlihatkan bukti infeksi jamur (William, 2008).

Gambar 5. Hifa sejati pada tinea pedis 2. KulturKultur dari tinea pedis yang dicurigai dilakukan SDA (sabourauds dextrose agar), pH asam media ini menghambat banyak spesies bakteri dan dapat dibuat lebih selektif dengan penambahan suplemen kloramfenikol. Dermatophyte test medium (DTM) digunakan untuk isolasi selektif dan mengenali jamur dermatofitosis adalah pilihan lain diagnostik yang bergantung pada indikasi perubahan warna dari oranye ke merah untuk menandakan kehadiran dermatofit. [5]3. Tes PASPAS (Periodic Acid-Schiff) menunjukkan dinding polisakarida dari organisme jamur yang terkait dengan kondisi ini dan merupakan salah satu teknik yang paling banyak digunakan untuk mendeteksi karbohidrat protein terikat (glikoprotein). Tidak seperti kultur pada SDA atau DTM, hasil PAS dapat selesai sekitar 15 menit. PAS juga telah menjadi tes diagnostik yang paling dapat diandalkan untuk tinea pedis, dengan keberhasilan 98,8% dengan biaya paling efektif (William, 2008). Penatalaksanaan

Topikal Menggunakan topikal agen seperti bedak, krim atau spray. Krim dan spray lebih berguna daripada bedak. Topikal antifungal seperti Clotrinazole, miconazole, sulconazole, oxiconazole, ciclopirox, econazole, ketoconazole, naftifine, terbinafine, flutnmazol, bifonazole, dan butenafine tetapi clotrhnazole, miconazole membutuhkan waktu 4 minggu dibandingkan jika menggunakan terbinafine yang membutuhkan waktu 1-2 minggu. Kalau terjadi maserasi diantara jari, pisahkan jari dengan busa atau gunakan kapas pada malam hari. Aluminium kloride 10% atau aluminium asetat juga dapat berguna. Topikal yang berguna untuk organisme gram-negatif adalah salep antibiotik seperti gentamicin untuk lesi interdigitalis. Keratolitik agen mengandung asam salisilat, resorcinol, asam laktat dan urea berguna di beberapa kasus walaupun dapat mengakibatkan maserasi (Clarie, 2010).Sistemik 1. Griseofulvin 500-1000 mg/hari. Buat anak-anak 10- 20 mg/kg/hari.2. Terbinafine 250 mg/hari untuk 1-2 minggu3. Itraconazole 200 mg 2 kali sehari untuk 1 minggu. Untuk kasus ringan diberikan 100 mg 2 kali sehari4. Fluconazole 150 mg/minggu untuk 4 mingguPencegahan

Memberikan penjelasan kepada pasien mengenai pentingnya kebersihan pada kaki, menjaga kaki tetap kering , membersikan kuku kaki, menggunakan sepatu yang sesuai dan kaos kaki kering dan bersih, serta menggunakan sandal atau flip-flop pada tempat mandi umum atau kolam renang dapat mencegah terjadinya tinea pedis. Diagnosis yang tepat serta pengobatan terhadap pasien yang menderita diabetes mellitus, HIV, trasplantasi organ penting untuk pencegahan infeksi tinea pedis (Kumar, 2011).III.2. KECELAKAAN KERJA

Kecelakaan (accident) adalah suatu kejadian yang tidak diinginkan, tiba-tiba dan tidak terduga yang menyebabkan kerugian pada manusia (luka, cacat, sakit, meninggal), perusahaan (kerusakan properti, terhentinya proses produksi), masyarakat (rusaknya sarana, prasarana publik) dan lingkungan (polusi, ekosistem rusak).A. Trauma tajam (luka iris)

a. DefinisiTrauma atau perlukaan adalah gangguan kontinuitas dari jaringan tubuh seperti kulit, membran mukosa, dan sebagainya (Idris, 1997).b. Klasifikasi trauma berdasarkan sifat dan penyebab:

1. Mekanik: benda tumpul, benda tajam

2. Fisika: Suhu, listrik dan petir, perubahan tekanan udara, akustik, radiasi

3. Kimia: Asam kuat, basa kuat (James, 2005)c. Trauma benda tajam

1. Ciri-ciri: tepi luka rata, sudut luka tajam, rambut ikut terpotong, jembatan jaringan (-), memar/lecet di sekitarnya (-)

2. Klasifikasi:

Luka Iris (Incisied Wound)

Luka Tusuk (Stab Wound)

Luka Bacok (Chop Wound) (Budiyanto, 1997)d. Luka iris (Incisied Wound)

Luka karena alat yang tepinya tajam dan timbulnya luka oleh karena alat ditekan pada kulit dengan kekuatan relatif ringan kemudian digeserkan sepanjang kulit (Amir, 2010) Tanda dan gejala:1. Sobekan pada kulit yang mungkin membuat cedera jaringan kulit dibawahnya

2. Perdarahan ringan-sedang

3. Nyeri

Komplikasi:1. Luka terbuka

2. Perdarahan berat (bila mengenai pembuluh darah besar)

3. Infeksi

Penatalaksanaan:

1. Hentikan perdarahan: Luka kecil biasanya perdarahannya berhenti sendiri. Tetapi jika belum berhenti, hentikan dengan menekan luka menggunakan kain bersih atau perban. Jika luka pada bagian tubuh yang kecil (misal: jari tangan), bisa dilakukan dengan kapas yang dibasahi agar serabutnya tidak menempel pada luka.Lakukan selama 20 30 menit. Jika pendarahan masih berlanjut, segera bawa ke dokter.2. Bersihkan luka: Cukup basuh luka dengan air bersih. Jika harus menggunakan sabun untuk membershkan kotoran di sekitar luka, usahakan tidak mengenai bagian yang terluka, karena dapat mengiritasi luka..

3. Antibiotik: Oleskan salep antibiotik pada luka. Hal ini tidak akan membuat luka sembuh lebih cepat, tetapi penting untuk mencegah infeksi.4. Tutup luka:Bila luka cukup dalam/besar perlu dibalut dengan perban.

5. Ganti perban: Ganti perban secara kontinyu hingga luka sembuh benar. Lakukan setiap hari sekali atau jika perban mulai kotor/basah.6. Perhatikan tanda-tanda infeksi: Segera bawa ke dokter jika luka tidak sembuh, membengkak, atau rasa sakitnya meningkat.BAB IV

PEMBAHASAN

IV.1 Program Kesehatan dan Keselamatan Kerja

Perusahaan ini tidak memiliki jaminan kesehatan untuk karyawannya, pemilik sudah menyarankan untuk didaftarkan BPJS namun karyawan menolaknya. Apabila terdapat karyawan yang sakit biasanya hanya membeli obat disekitar perusahaan tersebut dan pabrik akan mengganti biaya pengobatnnya. Jika terjadi kecelakaan kerja karyawan akan dibawa ke klinik atau rumah sakit terdekat dan seluruh biayanya juga ditanggung oleh pabrik. Perusahaan ini juga menyediakan tempat tinggal khusus untuk karyawannya yang berada tidak jauh dari pabrik tahu. Terdapat dua rumah dengan kamar masing-masing 10 kamar untuk 45 pegawai yang tidak dipungut biaya. Karyawan juga diberikan upah makan sebesar Rp 35.000 per hari.

IV.2 Potensi Bahaya Terhadap Kesehatan Pekerja yang Terpajan dan Penyakit- Penyakit yang Mungkin timbul dan Analisis Data Penyakit

1. Pencucian dan Perendaman

Faktor Ergonomis: berdiri dalam jangka waktu yang cukup lama ( 11 jam/hari) tanpa duduk dan hanya beristirahat selama 1 jam akan menimbulkan ketegangan pada otot sehingga timbul rasa pegal-pegal (myalgia). Myalgia dapat terjadi akibat nyeri otot yang berulang, akibat dari penggunaan ekstermitas yang berlebih terutama kaki karena terlalu lama berdiri, dan karena tanpa adanya penggantian shift kerja yang baik dan teratur. Dalam bagian ini para pekerjanya sering bertahan dalam keadaan yang monoton, jarang melakukan senam untuk mengistirahatkan bagian ekstermitas, sehingga nyeri otot semakin akan terasa, terutama di bagian ekstermitas, apabila tidaak ada program yang dilakukan untuk mengatur jam kerja shift para pekerjanya dengan baik. Selain itu berdiri yang terlalu lama juga dapat menyebabkan pelebaran vena (varises) pada betis. Faktor biologis: karena tidak memakai APD seperti sarung tangan, maka tangan para pegawai di bagian ini akan langsung berkontak dengan air dalam jangka waktu yang lama ( 11 jam/hari) dan setiap hari sehingga akan menjadi faktor untuk berkembangnya jamur dan penyakit kulit lainnya. Gejalanya adalah tangan seperti berkeriput, rasa panas hingga kebas di tangan, hingga timbul lenting-lenting pada tangan.

Factor kecelakaan kerja : proses pencucian dan perendaman kacang kedelai dapat membuat lantai menjadi licin sehingga pekerja dapat jatuh karena terpeleset. Hal ini merupakan faktor resiko terjadinya kecelakaan kerja. Namun hal ini dapat diatasi karena pegawai sudah menggunakan sepatu booth sebagai APD.2.Penggilingan

Faktor Fisik

: bising yang cukup kuat dari mesin penggilingan dapat membuat gangguan pendengaran. Hal ini dapat menyebabkan HNL pada pekerja akibat suara bising yang ditimbulkan mesin giling 93db dan pekerja terpapar oleh bising selama 11 jam/hari. Seperti yang diketahui dalm UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, bahwa nilai ambang batas pada bising selama 11 jam adalah 82 db, jauh dari paparan bising para pegawai setiap hari.

Factor kecelakaan kerja : proses pencucian dan perendaman kacang kedelai dapat membuat lantai menjadi licin sehingga pekerja dapat jatuh karena terpeleset. Hal ini merupakan factor resiko terjadinya kecelakaan kerja. Tangan yang tidak memakai APD juga dapat menyebabkan kecelakaan kerja seperti tangan yang tidak sengaja terkena mesin penggilingan.3.Penyaringan

Faktor Fisik

: suhu air yang sangat tinggi dapat menjadi factor resiko luka bakar bagi para pekerja. Para pekerja juga tidak memakai sarung tangan dengan alasan terasa makin panas. Juga tidak memakai pakaian sehingga bila terciprat air panas langsung melukai kulit

Faktor Ergonomis: berdiri dalam jangka waktu yang cukup lama ( 11 jam/hari) tanpa duduk dan hanya beristirahat selama 1 jam akan menimbulkan ketegangan pada otot sehingga timbul rasa pegal-pegal (myalgia). Myalgia dapat terjadi akibat nyeri otot yang berulang, akibat dari penggunaan ekstermitas yang berlebih terutama kaki karena terlalu lama berdiri, dan karena tanpa adanya penggantian shift kerja yang baik dan teratur. Dalam bagian ini para pekerjanya sering bertahan dalam keadaan yang monoton, jarang melakukan senam untuk mengistirahatkan bagian ekstermitas, sehingga nyeri otot semakin akan terasa, terutama di bagian ekstermitas, apabila tidaak ada program yang dilakukan untuk mengatur jam kerja shift para pekerjanya dengan baik. Selain itu berdiri yang terlalu lama juga dapat menyebabkan pelebaran vena (varises) pada betis. Factor kecelakaan kerja : luka bakar menjadi salah satu factor kecelakaan kerja akibat dari suhu yang ekstrem. Bila kurang berhati-hati tangan dan badan dapat terluka oleh air kacang kedelai yang panas.4.Pemasakan

Faktor Fisik

: suhu air yang sangat tinggi dapat menjadi factor resiko luka bakar bagi para pekerja. Para pekerja juga tidak memakai sarung tangan dengan alasan terasa makin panas. Juga tidak memakai pakaian sehingga bila terciprat air panas langsung melukai kulit . Pegawai tersebut juga bertugas untuk mengawasi sari kacang yang sedang dimasak dengan suhu 80 derajat. Faktor Kimia

: adanya pemakaian zat kimia yaitu antoba merupakan kadar asam. Jika pegawai lupa mencuci tangan setelah bekerja maka dapat membuat mereka keracunan

Faktor Ergonomis: berdiri dalam jangka waktu yang cukup lama tanpa duduk dan hanya beristirahat selama 1 jam akan menimbulkan ketegangan pada otot betis dan akan menimbulkan varises.

Factor kecelakaan kerja : pada proses ini juga mencakup adanya suhu yang ekstrem sehingga dapat menimbulkan luka bakar pada pekerja, dan HNL karena bagian pemasakan berdekatan dengan penggilingan sehingga terpapar oleh suara bising sebesar 93 dB selama 11 jam. Seperti yang diketahui dalm UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, bahwa nilai ambang batas pada bising selama 11 jam adalah 82 db, jauh dari paparan bising para pegawai setiap hari.5.Pengendapan atau Pemisahan

Faktor Fisik

: suhu yang ekstrem dari tahu yang sudah dimasak. Suhu air yang sangat tinggi dapat menjadi factor resiko luka bakar bagi para pekerja. Para pekerja juga tidak memakai sarung tangan dengan alasan terasa makin panas. Juga tidak memakai pakaian sehingga bila terciprat air panas langsung melukai kulit .

Faktor Ergonomis: berdiri dan membungkuk dan sifatnya repetitive dapat menimbulkan LBP atau HNP. Mereka yang bekerja di bagian ini harus mengangkat dan menyaring sari kacang yang sudah dimasak. Dalam sehari sekitar 250 tong yang diangkat dan disaring, sehingga meningkatkan risiko untuk LBP atau HNP. Banyak pegawai di bagian ini yang mengeluh pegal-pegal terutama di pinggang.

Factor kecelakaan kerja : pada proses ini pekerja dapat mengalami luka bakar dan cenderung dapat terjadi LBP maupun HNP. 6.Pencetakan

Faktor Ergonomis: berdiri dalam jangka waktu yang cukup lama tanpa duduk dan hanya beristirahat selama 1 jam akan menimbulkan ketegangan pada otot betis dan akan menimbulkan varises dan juga gerakan pekerja yang repetitive yaitu membungkuk dan berdiri akan menimbulkan LBP dan HNP. Dalam sehari bagian ini bisa mencetak 4000 tahu dan hanya dikerjakan oleh 6 pegawai. Hal ini juga dapat menyebabkan Gagguan saraf dari tangan pekerja (carpal tunnel syndrome).

Factor biologis: lantai yang lembab dan kotor akan menimbulkan berkembang biaknya mikroorganisme seperti bakteri, parasite dan jamur terutama di bagian kaki, karena banyak di bagian ini yang tidak memaki sepatu booth, namun beberapa sudah memakainya.

Factor Sosial Psikologis: bekerja selama 11 jam sehari dan istirahat hanya 1 jam lalu gerakan pekerja juga repetitive yaitu mencetak tahu, sehingga membuat pegawai merasa bosan terutama karena tidak ada pergiliran bagian kerja. 7.Penempatan dan Pendinginan

Faktor Ergonomis: berdiri dalam jangka waktu yang cukup lama tanpa duduk dan hanya beristirahat selama 1 jam akan menimbulkan ketegangan pada otot betis dan akan menimbulkan varises dan gerakan repetitive dalam menempatkan tahu. Dalam sehari bagian ini bisa mencetak 4000 tahu dan hanya dikerjakan oleh 6 pegawai. Hal ini juga dapat menyebabkan Gagguan saraf dari tangan pekerja (carpal tunnel syndrome).

Factor biologis: lantai yang lembab dan kotor akan menimbulkan berkembang biaknya mikroorganisme seperti bakteri, parasite dan jamur terutama di bagian kaki, karena banyak di bagian ini yang tidak memaki sepatu booth, namun beberapa sudah memakainya.

Factor Sosial Psikologis: bekerja selama 11 jam sehari dan istirahat hanya 1 jam lalu gerakan pekerja juga repetitive yaitu mencetak tahu, sehingga membuat pegawai merasa bosan terutama karena tidak ada pergiliran bagian kerja.9. Pengangkutan

Faktor Ergonomis: mengangkat beban yang berat setiap harinya dengan posis yang kurang tepat akan beresiko terjadi LBP.

Factor kecelakaan kerja : LBP dapat menjadi salah satu factor resiko pada pekerjaan ini karena pekerja harus mengangkut beban yang berat setaip harinya untuk tahu jumbo 1 box berisi 50 tahu, dan untuk tahu yang kecil 1 box berisi 1000 tahu. IV.3Usaha Usaha yang telah dilakukan dilakukan terhadap ancaman K3 dan Upaya yang seharusnya dapat dilakukan1. Aspek Ergonomi

Dari tempat pengendapan dan pemisahan, pencetakan, penempatan hingga pengangkutan, para pekerjanya membawa beban yang berat dalam mengangkat tong tahu yang diperlukan. Dengan tidak adanya standar yang baik dalam kuota pengangkatan barang serta tidak adanya aturan yang baik mengenai penggantian sistem shift dalam jam kerja. Akan menyebabkan penyakit Low Back Pain, karena bagian tubuh tertentu dibebani oleh beban yang melebihi kuota batas maksimal serta dilakukan berulang-ulang setiap harinya, akan menimbulkan nyeri pada bagian yang menjadi tumpuan anggota badan lainnya. Posisi yang tidak ergonomi yaitu posisi sering membungkuk >400 dengan total bekerja lebih dari 4 jam per hari, dapat menyebabkan kontraksi otot secara isometris melawan tahanan pada otot-otot utama yang terlibat dalam pekerjaan. Seorang perkerja dengan posisi membungkuk membutuhkan ketahanan otot yang lebih besar, hal ini menyebabkan pembebanan yang lebih besar pada tulang belakang memicu rasa nyeri. Efek yang ditimbulkan beban kerja bertumpu di daerah pinggang dan menyebabkan otot pinggang sebagai penahan beban utama akan mudah mengalami kelelahan dan selanjutnya akan terjadi nyeri pada otot sekitar pinggang atau punggung bawah. Dalam kesehariannya posisi pekerja membungkuk dan memindahkan barang serta memerlukan pengerahan tenaga yang besar dan pekerjaan yang sama dilakukan terus menerus. Hal ini juga menyebabkan keluhan otot akibat posisi yang tidak sesuai dan kontraksi otot yang berlebihan akibat pemberian beban kerja yang terlalu berat dengan durasi pembebanan yang panjang.

Saran :1. Menganjurkan pergantian shift pegawai setiap 6 jam. Posisi pekerja juga harus menyeimbangkan tubuhnya yaitu dengan membuka lebar kaki sebanding dengan bahu, hal ini untuk kenyamanan dan agar pekerja tidak mudah lelah.

2. Memberikan waktu untuk istirahat yang cukup serta memberitau kepada para pekerja untuk berganti-ganti posisi sekitar 1 jam sekali agar agar konsentrasi pekerja tidak turun sehingga pekerja bisa merelaksasikan otot-otot yang bekerja.

Cara pengangkatan barang yang benarPada bagian pengendapan, pemisahan, hingga pencetakan, terdapat gerakan repetitive dari pegawainya terutam karena tuntutan pembuatan tahu 4000 per hari, dapat menyebabkan penyakit Carpal Tunnel Syndrome yang biasanya disebut dengan CTS, yang dapat diakibatkan dengan terjepitnya syaraf perifer (nervus medianus) oleh ligamen transversus carpii (ligamen otot) yang berada di di bagian pergelangan tangan, yang mengalami degenerasi dan pengerasan akibat kerjanya yang hiperaktif dan berulang. Akibat dari penggunaan gerakan berulang tangan yang monoton. Dalam pabrik ini, para pekerjanya dapat memotong tahu yang tidak dapat ditentukan jumlahnya, karena sesuai dengan jumlah target yang ingin dicapai, dengan tidak adanya pembagian shift kerja sehingga membuat beban pekerjaan dirasakan semakin berat. Ketika jumlah target banyak, perlu diberikan waktu istirahat yang cukup agar tidak terus menerus melakukan pekerjaan yang berulang, disarankan relaksasi 1jam/x.

2.Aspek Fisik

Pada bagian penggilingan dan pemasakan, terdapat bising yang cukup kuat dari mesin penggilingan dapat membuat gangguan pendengaran. Hal ini dapat menyebabkan HNL pada pekerja akibat suara bising yang ditimbulkan mesin giling 93db dan pekerja terpapar oleh bising selama 11 jam/hari. Seperti yang diketahui dalm UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan, bahwa nilai ambang batas pada bising selama 11 jam adalah 82 db, jauh dari paparan bising para pegawai setiap hari. Hal ini Dapat dikurangi dengan menggunakan ear plug untuk mengurangi paparan bising terutama pada pegawai yang sering terpapar bising yaitu bagian penggilingan dan pemasakan.

Gambar. Ear plug

Pada bagian pemasakan, pengendapan, dan penyetakan, suhu air yang sangat tinggi dapat menjadi factor resiko luka bakar bagi para pekerja. Para pekerja juga tidak memakai sarung tangan dengan alasan terasa makin panas. Juga tidak memakai pakaian sehingga bila terciprat air panas langsung melukai kulit dan dapat mengakibatkan iritasi hingga luka bakar, terutama di bagian pemasakan karena langsung terpapar oleh uap panas 80 derajat. Oleh karena itu disarankan pabrik memberikan peraturan yang jelas serta penyuluhan mengai dampak seperti ini. Dapat diberikan APD seperti sarung tangan khusus sehingga tidak terasa panas, pekerja juga harus memakai baju terturup hingga apron untuk melindungi diri. Untuk pegawai pemasakan disarankan memakai kacamata khusus agar mata tidak terpapar langsung oleh uap panas tiap hari.

3.Aspek biologis

Hampir pada semua bagian, karena tidak memakai APD seperti sarung tangan, maka tangan para pegawai di bagian ini akan langsung berkontak dengan air dalam jangka waktu yang lama ( 11 jam/hari) dan setiap hari sehingga akan menjadi faktor untuk berkembangnya jamur dan penyakit kulit lainnya. Gejalanya adalah tangan seperti berkeriput, rasa panas hingga kebas di tangan, hingga timbul lenting-lenting pada tangan. Ada beberapa pekerja yang sudah memakai sepatu booth namun beberapa tidak, sehingga dapat menyebabkan penyakit jamur seperti tinea maupun dermatitis. Apabila seperti itu maka juga akan mempengaruhi target produksi karena pekerja tidak bekerja semaksimal mungkin. Oleh karena itu disarankan agar semua pekerja memakai APD seperti sarung tangan, masker dan sepatu booth.

4. Aspek Sosial Psikologis

Bekerja selama 11 jam sehari dan istirahat hanya 1 jam dengan gerakan pekerja yang repetitive terutama pada bagian pencetakan, dan penyendokan, sehingga dapat membuat pegawai merasa bosan terutama karena tidak ada pergiliran bagian kerja. Terutama karena mereka bekerja tiap hari dan beberapa sudah ada yang hingga 3 tahun. Sehingga pergiliran bagian kerja sangat diperlukan untuk menciptakan nuansa baru bagi para pegawai. Disarankan untuk melakukan rotasi pegawai tiap 6 bulan sekali.

BAB V

V.1 Kesimpulan

Mengetahui keadaan umum perusahaan, alur produksi, serta keadaan sanitasi pada proses pengendapan, pemisahan, penggilingan, pemasakan, pencetakan, penempatan, pengangkutan, pencetakan, dan penyendokan. Mengidentifikasi hazard di perusahaan. Mencari solusi yang tepat dalam penanganan masalah. Melihat dari keadaan alur produksi serta hazard dalam perusahaan, perusahaan harus melakukan upaya promotif dan preventif, serta dapat memberikan saran untuk upaya kesehatan dan keselamatan kerja untuk para pekerjanya.V.2 Rekomendasi

1. Pengendapan, pemisahan, pencetakan, penempatan dan pengangkutanLebih ada pergantian shift dari pegawainya setiap 6 jam dan lebih Memberikan waktu istirahat untuk para pekerjanya.2. Penggilingan dan pemasakan Lebih dapat mengurangi paparan bising dengan menggunakan ear plug 3. Pencetakan dan penyendokan Lebih sering melakukan rotasi pegawai, minimal tiap 6 bulan sekali.4. Seluruh pegawai perusahaanDapat menggunakan APD seperti sarung tangan, masker dan sepatu booth.V.3 Rekomendasi untuk Perusahaan

Jangka pendek

Memperbaiki penataaan alat dan bahan-bahan produksi secara rapih

Memperbaiki sanitasi dan lingkungan perusahaan

Memasang tanda bahaya pada bagian-bagian yang memiliki potensi bahaya Memberikan APD kepada seluruh pegawai perusahaan Memberikan jaminan kesehatan

Jangka panjang

Sebaiknya membangun perusahaan di lahan yang cukup luas agar ruang gerak pekerja tidak terbatas. Lebih tertata dengan baik untuk alur produksinya sehingga dapat mencegah terjadinya penyakit akibat kerja.DAFTAR PUSTAKA

1. Berth-Jones J. (2010). Mycology. Dalam Rooks Textbook of Dermatology, Edisi 8 (pp. 36.30-36.32). Cambridge: Wiley-Balckwell.

2. Budimulja U. (2007). Mikosis. Dalam D. A, Ilmu penyakit kulit dan kelamin, Edisi 5 (p. 93). Jakarta: FK UI.

3. Chamlin L Sarah, Lawley P Leslie. (2008). Tinea Pedis. Dalam Fitzpatricks Dermatology in General Medicine, 7th edition (pp. 709-712). New York: McGraw-Hill Medicine.

4. Claire J. Carlo, MD, Patricia MacWilliams Bowe, RN, MS. (n.d.). Tinea Pedis (athelete foot). Diakses pada tanggal 7 Juni, 2015, dari BHCHP: http://www.bhchp.org/BHCHP%20Manual/pdf_files/Part1_PDF/TineaPedis.pdf

5. Courtney, MR. Tinea pedis. 2005. HYPERLINK "http://www.emedicine.com" www.emedicine.com

6. Diseases resulting from fungi and yeast. Dalam B. G. James D William, Andrews disease of the skin, Edisi 10 (pp. 303-303). 2008. Canada: Saunders Elsevier.

7. Kumar V, Tilak R, Prakash P,Nigam C, Gupta R. 2011. Tinea Pedis. Asian journal of medical science , 134-135.

8. Malaka, T. Kesehatan kerja dan penyakit akibat kerja. Proceeding Seminar dan Muker I IDKI. Penerbit: pengurus pusat Ikatan Dokter Kesehatan Kerja Indonesia, Jakarta, 1994: 58-60.

9. Perdoski. Dermatofitosis superfisialis. balai penerbit FKUI, Jakarta, 2001:3-5, 40-45.

10. Soekandar, TM. Angka kejadian dan pola jamur penyebab Tinea pedis di asrama Brimob Semarang , Ilmu kesehatan kulit dan kelamin FK Undip, 2004: 1-6.

11. Sjamsuhidayat R dan Wim de Jong (editor). 2004. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

penggilingan

Penyaringan

Pencucian dan perendaman

Pengendapan / Pemisahan

Pemasakan

Pencetakan

Penempatam dan Pendinginan

Pengangkutan

1