BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pangan dan Gizi memiliki peranan penting dalam pembangunan suatu bangsa. Hubungan gizi dengan pembangunan bersifat timbal balik, yang artinya bahwa gizi akan menentukan keberhasilan suatu bangsa, begitupula sebaliknya kondisi suatu bangsa dapat mempengaruhi status gizi masyarakatnya. Gizi dalam kaitannya dengan pembangunan suatu bangsa berkaitan dengan sumber daya manusia, karena gizi sebagai sentra untuk pembangunan manusia. Dimensi pembangunan bangsa diarahkan pada upaya kebijakan dan program yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat yang menghasilkan manusia-manusia Indonesia yang unggul. Oleh karena itu salah satu prioritas pembangunan adalah pembangunan karakter bangsa, yang tentunya ditentukan pula oleh kecukupan pangan dan gizi. Masalah pangan dan gizi merupakan masalah pokok yang mendasari seluruh kehidupan dan pembangunan bangsa. Masalah ini adalah masalah yang harus selalu mendapat perhatian ekstra dari pemerintah dan kita semua tentunya sebagai warga negara. Akar permasalahan pangan dan gizi sebenarnya adalah kemiskinan, ketidaktahuan, ketidak pedulian (ignorance), distribusi bahan pangan yang buruk. Demikian pentingnya pangan dan gizi bagi kehidupan masyarakat, maka tersedianya harus dapat dijamin dalam kualitas maupun kuantitas yang cukup untuk pemenuhan aspirasi humanistik masyarakat, yaitu hidup maju, mandiri, dalam suasana tenteram, serta sejahtera lahir dan batin. 1
143
Embed
Latar Belakang - Data Center - BappedaProvKaltimdatacenter.bappedakaltim.com/data/2017/list09/1.Revisi... · Web viewHubungan gizi dengan pembangunan bersifat timbal balik, yang artinya
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pangan dan Gizi memiliki peranan penting dalam pembangunan suatu bangsa.
Hubungan gizi dengan pembangunan bersifat timbal balik, yang artinya bahwa gizi akan
menentukan keberhasilan suatu bangsa, begitupula sebaliknya kondisi suatu bangsa dapat
mempengaruhi status gizi masyarakatnya. Gizi dalam kaitannya dengan pembangunan suatu
bangsa berkaitan dengan sumber daya manusia, karena gizi sebagai sentra untuk
pembangunan manusia.
Dimensi pembangunan bangsa diarahkan pada upaya kebijakan dan program yang
dilakukan untuk meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat yang menghasilkan manusia-
manusia Indonesia yang unggul. Oleh karena itu salah satu prioritas pembangunan adalah
pembangunan karakter bangsa, yang tentunya ditentukan pula oleh kecukupan pangan dan
gizi.
Masalah pangan dan gizi merupakan masalah pokok yang mendasari seluruh
kehidupan dan pembangunan bangsa. Masalah ini adalah masalah yang harus selalu
mendapat perhatian ekstra dari pemerintah dan kita semua tentunya sebagai warga negara.
Akar permasalahan pangan dan gizi sebenarnya adalah kemiskinan, ketidaktahuan, ketidak
pedulian (ignorance), distribusi bahan pangan yang buruk. Demikian pentingnya pangan dan
gizi bagi kehidupan masyarakat, maka tersedianya harus dapat dijamin dalam kualitas
maupun kuantitas yang cukup untuk pemenuhan aspirasi humanistik masyarakat, yaitu hidup
maju, mandiri, dalam suasana tenteram, serta sejahtera lahir dan batin.
Permasalahan pangan dan gizi Indonesia khususnya di Provinsi Kalimantan timur
seperti kurangnya perbaikan Gizi Masyarakat terutama pada ibu pra-hamil, ibu hamil dan
anak, kurangnya peningkatan aksesibilitas pangan yang beragam, kurangnya peningkatan
pengawasan mutu dan keamanan pangan, kurangnya peningkatan perilaku hidup bersih dan
sehat (PHBS) serta kurangnya penguatan kelembagaan pangan dan gizi.
Untuk mencapai status perbaikan gizi dan pangan nasional peran pemerintah saja tidak
cukup, karena proses pengawasan dan pendanaan yang setingkat nasional tidaklah mudah.
Disini peran daerah diperlukan untuk dapat melaksanakan maupun menginovasikan program
gizi dan pangan. Pemerintah daerah yang dianggap lebih memahami permasalahan
daerahnya dituntut akan inovasinya serta jalinan hubungan kemitraan dengan swasta. Oleh
1
karena itu permasalahan perbaikan gizi masyarakat merupakan upaya dari berbagai sektor
yang membutuhkan sinergi dan harus terkoordinasi. Rencana Aksi Pangan dan Gizi (RAD PG)
Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2014-2018 akan dilakukan revisi kembali dengan
mengedepankan kesesuaian dengan perencanaan baik secara horizontal maupun vertikal
dengan dokumen RPJMN 2015-2019 dan Rencana Aksi Nasional Pangan dan Gizi (RAN PG)
2015-2019. Selain itu RAD PG ini juga tetap disusun atas dasar partisipasi multisektor; dan
diharapkan integrasi yang baik antar program, keleluasaan dalam penganggaran, dan
kapasitas kelembagaan yang kuat dalam menjawab tantangan sebagai upaya pencapaian
ketahanan pangan dan nutrisi.
Penyusunan dokumen Revisi Rencana Aksi Pangan dan Gizi Provinsi Kalimantan Timur
Tahun 2014-2018 melibatkan berbagai SKPD maupun instansi yaitu Balai Besar Pengawasan
Obat dan Makanan, Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura, Dinas Peternakan &
Kesehatan Hewan, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Kesehatan, Dinas Pemberdayaan
Masyarakat dan Pemerintahan Desa, Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Anak, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Biro Hukum Sekretariat Daerah
Provinsi Kalimantan Timur, serta Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman Samarinda.
1.2 Maksud dan TujuanTujuan penyusunan Revisi RAD Pangan dan Gizi Provinsi Kalimantan Timur 2014-2018
ini adalah sebagai panduan, arahan, bagi seluruh pemangku kepentingan pada tataran provinsi
maupun kabupaten dan kota serta masyarakat untuk berperan serta aktif dalam upaya
mewujudkan ketahanan pangan dan gizi sesuai dengan visi dan misi yang tertuang dalam
RPJMD Provinsi Kaltim Tahun 2013-2018 dalam rangka meningkatkan perbaikan Gizi
Masyarakat terutama pada ibu pra-hamil, ibu hamil dan anak, Peningkatan aksesibilitas pangan
yang beragam, Peningkatan pengawasan mutu dan keamanan pangan, peningkatan perilaku
hidup bersih dan sehat (PHBS) serta penguatan kelembagaan pangan dan gizi. Dalam
dokumen ini akan direvisi terkait updating data, analisa data terhadap buku laporan RAD PG
yang telah disusun sebelumnya serta kesesuaian terhadap dokumen perencanaan RAN PG
2015-2019, RPJMN 2015-2019,serta RPJMD Kalimantan Timur 2013-2018 dan Renstra SKPD
terkait.
2
Berdasarkan maksud diatas, dalam rangka meningkatkan kontribusi yang optimal untuk
mewujudkan ketahanan pangan dan gizi Kalimantan Timur, maka tujuan Revisi RAD-PG
Kalimantan Timur Tahun 2014-2018 adalah sebagai berikut :
a. Mengintegrasikan dan menyelaraskan peran setiap stakeholders baik dari aspek
perencanaan, program, serta kegiatan dalam melaksanakan rencana aksi pangan dan gizi;
menetapkan prioritas penanganan masalah pangan dan gizi; maupun memantau dan
mengevaluasi pembangunan pangan dan gizi
b. Meningkatkan komitmen setiap stakeholders dalam menjalankan pembangunan pangan
dan gizi secara terpadu dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan dan gizi yang
berkelanjutan
c. Sebagai panduan bagi kabupaten/kota dalam menyusun Rencana Aksi Pangan dan Gizi
agarterbangun sinergitas implemetasi pelaksanaan dan evaluasi capaian.
1.3 Dasar HukumKegiatan Penyusunan Rancangan RAD–PG Provinsi Kalimantan Timur 2014 – 2018
berdasar pada :
1. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan ;
2. Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan ;
3. Undang-undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah ;
4. Perpres Nomor 2 Tahun 2015 tentang RPJMN Tahun 2015 – 2019 ;
5. Perpres Nomor 42 Tahun 2013 tentang Gerakan Nasional Percepatan Perbaikan Gizi
6. Perda Provinsi Kalimantan Timur Nomor 7 Tahun 2014 tentang RPJMD Tahun 2013-2018
Provinsi Kalimantan Timur ;
7. Perda Provinsi Kalimantan Timur No 13 Tahun 2015 Perubahan atas Perda No. 1 Tahun
2013 Tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan berkelanjutan ;
8. Perda Provinsi Kalimantan Timur No. 9 Tahun 2016 Tentang Pembentukan dan Susunan
Perangkat Daerah Provinsi Kalimantan Timur ;
9. Pergub Provinsi Kalimantan Timur No 54 Tahun 2015 Tentang Pengawasan Mutu dan
Keamanan Pangan Segar ;
10. Pergub Provinsi Kalimantan Timur No 55 Tahun 2013 Tentang Pengelolaan Cadangan
Pangan ;
11. Keputusan Gubernur Provinsi Kalimantan Timur No 520/K.106/2015 Tentang Penetapan
Kecamatan Sentra Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura se Kalimantan Timur.
3
BAB II PANGAN DAN GIZI SEBAGAI INTERVENSI PEMBANGUNAN
2.1 Situasi Pangan dan Gizi2.1.1 Situasi Pangan
Secara umum situasi pangan Provinsi Kalimantan Timur masuk dalam kategori cukup
aman yang diindikasikan dengan kemampuan wilayah ini menyediakan pangan untuk
penduduk secara stabil, walaupun sebanyak 38 % mendatangkan dari luar daerah namun
dengan distribusi yang cukup lancar sehingga ketersediaan pangan utama pada dasarnya
cukup tersedia. Adapun situasi pangan Provinsi Kalimantan Timur dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Ketersediaan Energi dan ProteinKetersediaan pangan merupakan aspek penting dalam mewujudkan ketahanan
pangan. Penyediaan pangan diperlukan untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi
masyarakat, rumah tangga, dan perseorangan secara berkelanjutan. Untuk
memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dan meningkatkan kuantitas serta kualitas
konsumsi pangan, diperlukan target pencapaian angka ketersediaan pangan per
kapita per tahun sesuai dengan angka kecukupan gizinya. Widyakarya Nasional
Pangan dan Gizi (WNPG) X Tahun 2012 merekomendasikan kriteria ketersediaan
energi ditetapkan minimal 2400 kkal/kapita/hari untuk energi dan minimal 63
gram/kapita/hari untuk protein.
Ketersediaan energi di Provinsi Kalimantan Timur pada Tahun 2016 sudah di
atas rekomendasi WNPG X dengan rata - rata 2.445 kkal/kapita/hari. Ketersediaan
energi tersebut mengalami peningkatan jika dibandingkan dari tahun 2015 sebesar
0,41 persen. Peningkatan ketersediaan energi pada Tahun 2016 disebabkan karena
adanya peningkatan produksi beberapa komoditas pangan. Seperti halnya
ketersediaan energi, tingkat ketersediaan protein pada pada Tahun 2016 juga sudah
melebihi rekomendasi angka kecukupan gizi WNPG X dengan ketersediaan protein
rata-rata 88,13 gram/kapita/hari. Ketersediaan protein tersebut mengalami penurunan
sebesar 8,36 persen jika dibandingkan dengan tahun 2015 dan masih lebih tinggi
dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Kecenderungan penurunan ketersediaan
protein pada Tahun 2016 ini disebabkan karena adanya menurunan ketersediaan
beberapa komoditas pangan sumber protein, seperti beras, minyak dan lemak serta
buah-buahan.
4
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa ketersediaan energi dan protein secara
umum sudah cukup baik. Kelebihan ketersediaan pangan tersebut dapat
dimanfaatkan sebagai stok atau cadangan. Jika dilihat dari sumbangan energi dan
proteinnya, kelompok pangan nabati dan pangan hewani memberikan porsi
sumbangan dengan jumlah yang jauh lebih besar dibandingkan kelompok pangan
lainnya. Ketersediaan energi dan protein per kapita pada Tahun 2016 dapat dilihat
pada gambar 2.1 dan gambar 2.2 di bawah ini.
Sumber : Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2016
Gambar 2.1Perkembangan Ketersediaan Energi (kkalori/kapita/hari) Tahun 2013 – 2016 di KalimantanTimur
Sumber : Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2016
Gambar 2.2Perkembangan Ketersediaan Protein (gram/kapita/hari) Tahun 2013 – 2016
di Kalimantan Timur
5
Perkembangan skor Pola Pangan Harapan (PPH) tingkat ketersediaan
berdasarkan Neraca Bahan Makanan (NBM) sejak tahun 2013 sampai 2015
menunjukkan skor rata-rata 95,12 kecenderungan meningkat dengan rata-rata 4,12
% per tahun. Skor PPH tingkat ketersediaan dari NBM pada Tahun 2015 adalah
97,70. Untuk mencapai keberagaman yang ideal dan memenuhi Angka Kecukupan
Gizi (AKG) yang dianjurkan, maka yang perlu ditingkatkan adalah ketersediaan
kelompok pangan hewani,sayuran dan buah.
2. Perkembangan Tingkat Konsumsi PanganKonsumsi pangan, baik secara kuantitas maupun kualitas, harus dipenuhi agar
setiap orang dapat hidup sehat, aktif dan produktif. Gambaran pemenuhan kuantitas
konsumsi pangan diketahui dari tingkat konsumsi energi dan protein, yaitu proporsi
konsumsi energi atau protein aktual terhadap Angka Kecukupan Gizi/AKG
(rekomendasi WNPG Tahun 2012), yaitu Angka Kecukupan Energi (AKE) 2.150
kkal/kapita/hari dan Angka Kecukupan Protein (AKP) sebesar 57 gram/kapita/hari.
Pada aspek capaian konsumsi pangan penduduk secara kuantitatif pada Tahun
2016 menunjukkan tingkat konsumsi energi yang cenderung meningkat dibandingkan
dengan tahun 2015 sebesar 1,15 persen. Pada tahun 2016 AKE yakni sebesar
1.938,7 kkal/kap/hari. Angka kecukupan gizi tahun 2016 cenderung terjadi kenaikan
yakni secara berturut-turut dari tahun 2013 sampai 2016 adalah sebesar 1.752,
1.641, 1.686 dan 1.937,7 kkal/kap/hari. Konsumsi energi masih termasuk kategori
defisit energi, sekitar 1,03 persen AKE. Penurunan tersebut dipengaruhi oleh
menurunnya konsumsi padi-padian, umbi-umbian, sayur dan buah yang masih
dibawah standar WNPG.
Sementara itu, konsumsi protein penduduk sudah melebihi Angka Kecukupan
Protein (AKP) dimana pada tahun 2016 mencapai sebesar 57,5 gram/kapita/hari dan
berdasarkan WNPG sebesar 57 gram/kapita/tahun. Konsumsi protein penduduk
Kalimantan Timur berarti mencapai sebesar 100,87 persen dari AKP rekomendasi
WNPG. Tingginya konsumsi protein dalam pola konsumsi pangan nasional,
memberikan indikasi bahwa konsumsi pangan sumber protein sudah terpenuhi.
Namun jika dicermati, sumbangan konsumsi protein tertinggi penduduk Indonesia
khususnya di Kalimantan Timur selama beberapa tahun terakhir berasal dari protein
pangan nabati terutama dari kelompok padi-padian (beras). Jadi, beras tidak hanya
penyumbang energi terbesar tetapi juga merupakan penyumbang protein yang
6
terbesar.
Perkembangan jumlah dan jenis bahan pangan yang dikonsumsi
mencerminkan tingkat kemampuan rumah tangga dalam mengakses pangan, yang
dipengaruhi berbagai faktor seperti pendapatan rumah tangga, ketersediaan bahan
pangan yang terdistribusi secara merata dengan harga yang terjangkau, serta
pemahaman dan tingkat kesadaran gizi masyarakat.
Secara umum, potensi pangan Kalimantan Timur belum mampu memenuhi
kebutuhan pangan masyarakatnya. Hal tersebut terlihat dari adanya defisit untuk
hampir semua komoditas, kecuali pangan hewani khususnya ikan. Kondisi defisit
ketersediaan pangan tersebut diusahakan Pemerintah Kalimantan Timur dengan
melakukan import untuk menjaga stabilitas pangan di daerah ini. Ketersediaan
komoditas karena belum sebanding dengan konsumsi masyarakat, sehingga dalam
pemenuhannya harus disuplai dari luar dalam hal ini disuplai dari Pulau Jawa dan
Sulawesi.
Sumber : Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura, 2016
Gambar 2.3 Situasi Ketersediaan Komoditas Pangan StrategisProvinsi Kalimantan Timur Tahun 2013 – 2016
Begitu pula dengan konsumsi daging berkembang dengan pesat yang
disebabkan oleh pertambahan penduduk, peningkatan pendapatan, kesadaran gizi
serta pola hidup sehat. Berdasarkan data konsumsi maka peningkatan konsumsi
daging mencapai 11,51% pada tahun 2016. Struktur konsumsi daging jika dilihat
atas jenis daging yang dikonsumsi, sebagaimana tabel 2.1. berikut :
7
Tabel 2.1. Struktur konsumsi daging Kaltim tahun 2011-2016 (%)No Jenis
Sumber : Dinas Pangan TPH Prov. Kaltim, diolah BKPP Prov. Kaltim 2016
Perkembangan konsumsi pangan pokok sumber karbohidrat pada Tahun 2015
menunjukkan adanya perubahan pola konsumsi pangan pokok yang cenderung
mengarah ke pola tunggal beras, dari semula pola beras dan/atau umbi-umbian
dan/atau jagung (Tabel 2.3).
Upaya untuk menurunkan konsumsi beras 1,5 persen per tahun belum tercapai.
Meskipun demikian, selama Tahun 2015 konsumsi beras masyarakat cenderung
mengalami penurunan, dengan laju rata-rata 1,2 persen per tahun. Pada tahun
2009 (baseline) tingkat konsumsi beras adalah 102,2 kg/kapita/tahun dan turun
menjadi 99,7 kg/kapita/tahun pada tahun 2010. Pada tahun 2014 menjadi sebesar
96,2 kg/kapita/tahun. Idealnya, apabila konsumsi beras menurun diharapkan dapat
12
disubstitusi dengan pangan pokok lainnya yang berbasis sumber daya lokal seperti
jagung, sagu, singkong, dan ubi jalar.
Sumber : Diolah oleh Dinas Pangan TPH Prov. Kaltim, 2016
Gambar 2.5 Perkembangan Konsumsi Beras Tahun 2013-2016 di Kalimantan Timur
Perkembangan konsumsi pangan sumber protein pada Tahun 2015 mengalami
peningkatan, dengan pola konsumsi pangan hewani didominasi oleh ikan (rata-rata
peningkatan konsumsi 0,2 % per tahun). Komoditas sumber protein lain yang
banyak dikonsumsi penduduk yaitu telur dan daging unggas. Kedua komoditas
tersebut menjadi komoditas utama bagi penduduk dalam memenuhi kecukupan
protein per hari, mengingat aksesibilitasnya (harga dan ketersediaan) yang dapat
terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Di sisi lain, komoditas pangan sumber
protein yang masih sangat minim dikonsumsi yaitu susu dan daging sapi. Meskipun
demikian, konsumsi komoditas susu meningkat rata-rata 3,35 % per tahun dan
daging sapi mengalami peningkatan 3,9 % pertahun.
13
Tabel 2.6 Perkembangan harga Eceran Barang – Barang yang Sesuai Perpres No. 71 Tahun 2015 Tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting di
Provinsi Kalimantan Timur
No jenis barang Perkembangan Harga Tahun 2016 Provinsi Kalimantan Timur
sat Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
1 Barang Kebutuhan Pokok Hasil Pertanian
Beras Sulawesi Kg 11150 11150 11150 11150 11150 11150 11150 11150 11150 11150 10700 1650
Kedelai Lokal Kg 7600 7800 7850 7800 7800 7800 7800 11800 7650 7500 7500 7500Cabe merah Besar Kg 25500 37500 38300 40000 36650 36650 42300 37300 37350 37800 50400 41600
Cabe Keriting Kg 28250 32650 40650 37650 34900 34900 36350 36350 38950 36650 49600 42650Cabe Rawit Merah Kg 41600 32250 35450 37550 34200 31700 36350 36350 28550 25100 46400 42750Cabe Rawit Hijau Kg 45500 37900 37550 37550 37450 36650 4210 42150 41000 38650 54600 56600Bawang Merah Kg 38050 33000 31950 45150 43450 38300 43750 43750 44700 34860 42800 42350
2.9 PEMBERDAYAAN MASYARAKAT2.9.1. Gerakan Keamanan Pangan Desa (GKPD)
Pembangunan keamanan pangan dimulai dari individu, keluarga, hingga
masyarakat, termasuk di perdesaan sesuai salah satu agenda prioritas Nawa Cita, yaitu
membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa
dalam kerangka negara kesatuan. Badan POM menginisiasi program dan kegiatan di
bidang keamanan pangan yang berbasis masyarakat. Program nasional ini disebut
Gerakan Keamanan Pangan Desa (GKPD).
Pada tahun 2016 program nasional Gerakan Keamanan Pangan Desa di
Balikpapan dilaksanakan di 3 (tiga) kelurahan di Kota Balikpapan, yaitu Muara Rapak,
Sumber Rejo dan Manggar.
Adapun rangkaian kegiatan GKPD pada tahun 2016 sebagai berikut :
1. Perkuatan Kapasitas Desa.
Kegiatan Advokasi Kelembagaan Desa merupakan salah satu kegiatan Perkuatan
Kapasitas Desa.Kegiatan Pertemuan Advokasi Kelembagaan dalam rangka Gerakan
Keamanan Pangan Desa di Kota Balikpapan tanggal 6 April 2016 dibuka dengan
sambutan dan arahan Asisten III Bidang Administrasi Umum Pemerintah Kota
Balikpapan oleh Bapak Ir. Chaidar Chairulsjah. Pertemuan ini merupakan pertemuan
kemitraan keamanan pangan dengan lintas sektor terkait yang memiliki program di
desa dan dapat disinergikan dan dikolaborasikan dengan program keamanan
pangan desa di desa target di Kota Balikpapan, antar lain yaitu Asisten Bidang
Administrasi Perekonomian dan Pembangunan, Kabag Ekonomi, Dinas Kesehatan,
Dinas Perindagkop dan UMKM, Dinas Pertanian dan Perkebunan Kota Balikpapan,
Dinas Perikanan dan Kelautan Kota Balikpapan, Dinas Kominfo Kota Balikpapan, Dinas
Pemberdayaan Masyarakat Desa Kota Balikpapan, Dinas Pemberdayaan Perempuan
dan Perlindungan Anak Kota Balikpapan, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota
Balikpapan, Badan Ketahanan Pangan, Bappeda Kota, Ketua Tim Penggerak, Kwartir
Pramuka Kota, Camat Kecamatan Balikpapan Timur, Camat Balikpapan Tengah, Camat
Balikpapan Utara, Lurah Manggar, Lurah Sumber Rejo dan Lurah Muara Rapak.
Kegiatan ini mendapat respon positif dari Pemerintah Kota Balikpapan dan SKPD
termasuk didalamnya kelurahan yang akan mendapat intervensi keamanan pangan yaitu
Manggar, Sumber Rejo, Muara Rapak.
38
2. Pemberdayaan Komunitas Desa Pemberdayaan Komunitas Desa dilakukan melalui bimtek dan fasilitasi di 3
(tiga) kelurahan yaitu Manggar, Sumber Rejo, Muara Rapak Kota Balikpapan.
Tujuan kegiatan ini adalah memberdayakan komunitas desa dengan :
a. Meningkatkan awareness keamanan pangan di komunitas kelurahan dan
produsen pangan kelurahan.
b. Membentuk Kader Kemanan Pangan Kelurahan.
c. Meningkatkan kemampuan menerapkan praktek keamanan pangan yang baik
di tingkat rumah tangga dan tingkat IRTP/PKL dan Ritel.
Tahapan pelaksanaan kegiatan antara lain : pembahasan, Pengambilan Data
dalam rangka GAP Asesment, pelaksanaan bimtek Kader Keamanan Pangan
Desa (KKPD), pelaksanaan bimtek keamanan pangan untuk komunitas desa,
fasilitasi penerapan keamanan pangan oleh KKPD.
3. Pengambilan Data dalam rangka GAP Asesment Pengambilan data dalam rangka GAP Assesment yang bertujuan untuk
memperoleh data komunitas desa sebelum dilakukan intervensi keamanan pangan.
Adapun target peserta GAP Assesment adalah Tim Kemanan Pangan Desa, KKPD
dan Komunitas Desa di kelurahan Manggar, Sumber rejo dan Muara Rapak.
Pengambilan data dilakukan pada bulan Mei 2016 dengan menggunakan
Formulir Kuisioner untuk Komunitas Desa dengan rincian responden sebagai berikut :
1. PKK : 10 Responden
2. IRTP : 10 Responden
3. Ritel : 10 Responden
4. Komunitas sekolah : 10 Responden
5. PKL : 10 Responden
4. Bimtek Kader Keamanan Pangan Desa (KKPD) Salah satu tujuan dari Bimtek Kader Keamanan Pangan Desa adalah untuk
pembentukan kader/ fasilitator keamanan pangan di desa sehingga nantinya terbentuk
Fasilitator Keamanan Pangan Desa dari berbagai kader target yang terlatih. Di tiap
Desa/Kelurahan dilatih 15 (lima belas ) Kader Keamanan Pangan Desa yang terdiri
dari 5 (lima) kader komunitas sekolah, 5 (lima) kader Pembinaan Kesejahteraan
Keluarga (PKK), 5 (lima) kader Karang Taruna dan 2 (dua) orang tenaga PKP/DFI dari
39
masing-masing kelurahan.
Bimtek Kader Keamanan Pangan Desa Kelompok Kader Guru/Komunitas Sekolah dilaksanakan tanggal 26 April 2016. Bimtek diikuti sebanyak 15 (lima belas)
orang Kader Guru yang berasal dari 3 (tiga) kelurahan yang mendapat intervensi GKPD
yaitu Manggar, Sumber Rejo, Muara Rapak Kota Balikpapan.
Bimtek Kader Keamanan Pangan Desa Kelompok Kader PKK dilaksanakan
tanggal 27 April 2016. Bimtek diikuti sebanyak 15 (lima belas) orang kader PKK yang
berasal dari 3 (tiga) kelurahan yang mendapat intervensi GKPD yaitu Manggar, Sumber
Rejo, Muara Rapak Kota Balikpapan.
Bimtek Kader Keamanan Pangan Desa Kelompok Kader Karang Taruna dilaksanakan tanggal 28 April 2016. Bimtek diikuti sebanyak 15 (lima belas) orang kader
karang taruna yang berasal dari 3 (tiga) kelurahan yang mendapat intervensi GKPD yaitu
Manggar, Sumber Rejo, Muara Rapak Kota Balikpapan.
Pada Bimtek Kader Keamanan Pangan Desa (KKPD) dilakukan pre test dengan
nilai rata-rata 91,25 untuk kader komunitas sekolah, 70,64 untuk kader PKK dan 92,38
untuk kader Karang Taruna. Adapun post test dengan dengan nilai rata-rata 93,33 untuk
kader komunitas sekolah, 73,50 untuk kader PKK dan 93,60 untuk kader Karang
Taruna.
Dari hasil evaluasi pre test dan post test semua kader dapat dilihat bahwa ada
peningkatan nilai sehingga dapat disimpulkan bahwa semua kader telah memahami
penerapan keamanan pangan sesuai fungsinya masing-masing.
5. Bimtek untuk Komunitas di Desa Tujuan Bimtek Komunitas di Desa adalah untuk melatih dan memandirikan
masyarakat desa di bidang keamanan pangan dan Bimtek Keamanan Pangan untuk
pelaku usaha pangan desa yang bertujuan untuk melatih usaha pangan desa di bidang
keamanan pangan.
Bimtek komunitas desa dilaksanakan di tanggal 19 s/d 21 Juli 2016. Narasumber
Bimtek Keamanan Pangan untuk Komunitas Desa tahun 2016 adalah Kader Keamanan
Pangan Desa yang sudah mengikuti Bimtek Kader Keamanan Pangan sebelumnya yang
didampingi narasumber dari Balai Besar POM di Samarinda.
40
a. Kelurahan Sumber Rejo.Jumlah Peserta yang mengikuti Bimtek Keamanan Pangan untuk Komunitas
Desa di Kelurahan Sumber Rejo tahun 2016 sebanyak 43 (empat puluh tiga)
orang yang berasal dari 5 (lima) Kelompok Komunitas Desa yaitu Kader PKK,
Pedagang Kreatif lapangan (PKL), kantin sekolah, sarana ritel pangan dan warung
makanan siap saji serta Industri Rumah Tangga Pangan IRTP). Adapun rincian
peserta yang hadir dan tanggal pelaksanaan pertemuan ini adalah :
Tabel 2.13 Jumlah Komunitas yang diberdayakan di Kelurahan Sumber Rejo BalikpapanTahun 2016
b. Kelurahan ManggarJumlah Peserta yang mengikuti Bimtek Keamanan Pangan untuk Komunitas
Desa tahun 2016 ini sebanyak 41 (empat puluh satu) orang yang berasal dari 5
(lima) Kelompok Komunitas Desa di Kelurahan Manggar yaitu Kader PKK,
Pedagang Kreatif lapangan (PKL), kantin sekolah, sarana ritel pangan dan warung
makanan siap saji serta Industri Rumah Tangga Pangan IRTP). Adapun rincian
peserta yang hadir dan tanggal pelaksanaan pertemuan ini adalah :
Tabel 2.14 Jumlah Komunitas yang Diberdayakan di Kelurahan Manggar BalikpapanTahun 2016
No Kelompok Komunitas Peserta
1 PKK 102 Pedagang Kreatif Lapangan (PKL) 73 Kantin Sekolah 74 Ritel Pangan 85 IRTP 9
c. Kelurahan Muara RapakJumlah Peserta yang mengikuti Bimtek Keamanan Pangan untuk Komunitas
Desa tahun 2017 ini sebanyak 40 (empat puluh) orang yang berasal dari 5 (lima)
Kelompok Komunitas Desa di Kelurahan Muara Rapak yaitu Kader PKK,
Pedagang Kreatif lapangan (PKL), kantin sekolah, sarana ritel pangan dan warung
41
No Kelompok Komunitas Peserta
1 PKK 102 Pedagang Kreatif Lapangan (PKL) 93 Kantin Sekolah 104 Ritel Pangan 95 IRTP 5
makanan siap saji serta Industri Rumah Tangga Pangan IRTP). Jumlah peserta
yang hadir dalam pertemuan ini adalah :
Tabel 2.15 Jumlah Komunitas yang Diberdayakan di Kelurahan Muara Rapak Balikpapan Tahun 2016
No Kelompok Komunitas Peserta
1 PKK 72 Pedagang Kreatif Lapangan (PKL) 103 Kantin Sekolah 104 Ritel Pangan 75 IRTP 6
Pada Bimtek Komunitas Desa dilakukan pre test pada saat gap assessment
dengan nilai rata-rata 70,18 untuk PKK, 71,11 untuk PKL, 90,8 untuk kader
Komunitas Sekolah, 79,6 untuk IRTP dan 63,8 untuk IRTP. Adapun post test
pada saat Bimtek Komunitas Desa dengan dengan nilai rata-rata 76,4 untuk
PKK, 72,3 untuk PKL, 91 untuk kader Komunitas Sekolah, 81,8 untuk IRTP dan
78,2 untuk IRTP.
6. Fasilitasi Penerapan Kemanan Pangan Oleh Kader Keamanan Pangan Fasilitasi penerapan keamanan pangan oleh Kader Keamanan Pangan Desa
(KKPD) dilakukan dalam rangka mengimplementasikan keamanan pangan dalam
kehidupan sehari-hari di lingkup rumah tangga/sekolah dan praktek/cara produksi/ritel
pangan yang baik di lingkup usaha pangan.
Masing-masing kader keamanan pangan desa dan tenaga Penyuluh
Keamanan Pangan (PKP) serta District Food Inspector (DFI) melakukan fasilitasi
penerapan keamanan pangan kepada masing-masing komunitasnya dengan cara
melakukan kunjungan kedapur/tempat produksi pangan, melakukan pengamatan
bagaimana komunitas yang dibinanya melakukan penyiapan/ pemasakan/
penyajian/ penyimpanan pangan. Kegiatan pengambilan data dengan menggunakan
Formulir Kuisioner Komunitas Desa ini dilakukan di Kelurahan Manggar, Muara Rapak
dan Sumber Rejo pada bulan Agustus dan September 2016.
42
7. Pengawasan Keamanan Pangan DesaTujuan Pengawasan Keamanan Pangan Desa adalah :
a. Menjamin pelaksanaan program kegiatan keamanan pangan di desa
berjalan sesuai rencana dan aturan yang telah ditetapkan serta tercapai
targetnya.
b. Menjamin perwujudan sustainabilitas (keberlanjutan) sistem keamanan pangan di
desa.
Pelaksanaan intensifikasi Pengawasan Pangan Desa dalam rangka pengawalan
yang sudah mendapat intervensi GKPD tahun 2014 dan 2015 dilakukan di kelurahan di
wilayah Kota Samarinda, yaitu Kelurahan Sengkotek, Kelurahan Sindang Sari,
Kelurahan Mugirejo, Kelurahan Lok Bahu dan Kelurahan Bantuas dan Kabupaten Kutai
Kertanegara, yaitu Desa Loa Janan Ulu, Desa Purwajaya, dan Desa Tani Bhakti.
Selain itu, pelaksanaan intensifikasi Pengawasan Pangan Desa juga dilakukan di
Kelurahan yang mendapat intervensi GKPD tahun 2016 yaitu Kelurahan Manggar,
Muara Rapak dan Sumber Rejo Kota Balikpapan.
Dalam tahapan ini dilakukan kegiatan Mobil Laboratorium Keliling (Mobling) di
Kelurahan Manggar, Muara Rapak dan Sumber Rejo Kota Balikpapan oleh petugas
Balai Besar POM di Samarinda didampingi oleh Tim Keamanan Pangan Kelurahan.
Pada kegiatan mobling ini, dilakukan pengambilan sampel dan pengujian sampel
menggunakan rapid test kit.
Pengawasan Keamanan Pangan di usaha pangan desa dilakukan oleh tenaga
PKP dan DFI dalam bentuk Fasilitasi Keamanan Pangan terhadap kelompok
komunitasnya dengan menggunakan formulir / check list penerapan keamanan pangan.
Khusus untuk IRTP, fasilitasi yang dilakukan sekaligus dalam rangka penerbitan SPP-
IRT
8. Monitoring dan Evaluasi GKPDSetelah intervensi keamanan pangan dilakukan, dilakukan monitoring dan evaluasi
dengan pengambilan data post intervensi terhadap kader keamanan pangan dan kepala
desa/lurah untuk dievaluasi.
Tujuan Kegiatan Monitoring dan Evaluasi Program GKPD :
a. Mengevaluasi pelaporan oleh Koorlap dan KKPD
b. Melakukan analisis pelaksanaan kegitan GKPD
c. Melaporkan hasil program GKPD tahun 2016
43
d. Memberikan apresiasi kepada pihak-pihak yang telah menerapkan keamanan
pangan dengan baik seperti tingkat desa dan tingkat sekolah
e. Memberikan rekomendasi peningkatan keamanan pangan di tingkat desa
9. Pengambilan Data dalam rangka Monev
Kelompok target yang akan diambil datanya dalam rangka monev post intevensi
yaitu sama dengan GAP Assesment adalah Tim Kemanan Pangan Desa, KKPD dan
Komunitas Desa di kelurahan Manggar, Sumber rejo dan Muara Rapak.
Pengambilan data dilakukan pada Bulan Oktober sd Desember2016.
10. Lomba Desa
Lomba desa dalam rangka GKPD ini dapat diikuti oleh seluruh desa/kelurahan
yang diintervensi baik pada tahun 2014, 2015 dan 2016. Petugas Balai Besar POM di
Samarinda melaksanakan verifikasi data maupun lapangan dari akhir November sd
Desember 2016. Desa yang diajukan untuk mewakili Provinsi Kalimantan Timur tingkat
nasional tahun 2016 dalam rangka lomba desa adalah Kelurahan Sumber Rejo.
2.10 Pasar Aman dari Bahan Berbahaya2.10.1. Intervensi Pasar Aman dari Bahan Berbahaya
Intervensi tahun 2016 dilaksanakan di Pasar Arum Samarinda dengan tahapan :
Advokasi dengan pemda kota Samarinda (sudah dilaksanakan tahun sebelumnya) ;
Bimbingan Teknis kepada petugas pasar Arum Samarinda ;
Monev dan Sampling tahap 1 dilaksanakan oleh petudas pasar ;
Penyuluhan / KIE terkait Bahan Berbahaya dalam Makanan kepada komunitas pasar
oleh Balai Besar POM di Samarinda ;
Monev dan Sampling tahap 2 dilaksanakan oleh petugas pasar ;
Monitoring dan Evaluasi oleh Balai Besar POM di Samarinda ;
2.10.2. Monitoring dan Evaluasi Pasar Aman dari Bahan BerbahayaMonitoring dan Evaluasi Pasar Aman dari Bahan Berbahaya merupakan salah satu
rangkaian dari Kegiatan Pasar Aman dari Bahan Berbahaya yang sudah dimulai tahun
2014. Pelaksanaan kegiatan ini berlokasi di Pasar Pagi Samarinda yang merupakan
target pelaksanaan rangkaian kegiatan pasar aman tahun 2014, Pasar Segiri Samarinda
44
yang merupakan target pasar aman tahun 2015 dan Pasar Arum Samarinda yang
merupakan target pasar aman tahun 2016.
Monitoring dan Evaluasi dilakukan sebanyak 2 (dua) tahap. Monitoring dan Evaluasi tahap 1 dilaksanakan bulan Juni s/d Juli 2016 dengan melakukan sampling
pangan :
Pasar Segiri Samarinda sebanyak 100 sampel . Dari 100 sampel diperoleh hasil
Tidak Memenuhi Syarat (TMS) sebanyak 14 sampel (11 TMS Rhodamin- B; 3 TMS Boraks)
Pasar Pagi Samarinda sebanyak 100 sampel . Dari 100 sampel diperoleh hasil TMS
sebanyak 12 sampel (8 TMS Rhodamin- B; 4 TMS Formalin) Pasar Arum Samarinda sebanyak 100 sampel. Dari 100 sampel didapatkan hasil 3
sampel (2 TMS Rhodamin- ; 1 TMS Boraks)
2.10.3. Monitoring dan Evaluasi tahap 2
Monitoring dilaksanakan bulan September s/d Oktober 2016 dengan melakukan
sampling :
Pasar Segiri Samarinda sebanyak 100 sampel . Dari 100 sampel diperoleh hasil TMS
3 sampel (3 TMS Rhodamin- B) Pasar Pagi Samarinda sebanyak 100 sampel . Dari 100 sampel diperoleh hasil TMS
sebanyak 7 sampel (5 TMS Rhodamin- B, 2 TMS Formalin) Pasar Arum Samarinda sebanyak 100 sampel. Dari 100 sampel diperoleh hasil
semua sampel Memenuhi Syarat.
2.11. Unsur Pelaksana dari DPMPDDinas pemberdayaan masyarakat dan Pemerintahan Desa merupakan Unsur pelaksana
yang memilki input dan output, yaitu :
a. Input :
- PKK
- Posyandu
- PMT - AS
b. Output: Tersedianya akses pelayanan dalam rangka pengembangan dan peningkatan
Pemberdayaan Kelembagaan dan Sosial Budaya Masyarakat.
45
2.12. Intensifikasi Pengawasan Pangan Fortifikasi Beberapa cara dalam menangani permasalahan tingginya angka kekurangan gizi mikro,
antara lain dengan pemberian Komunikasi Informasi Edukasi (KIE), suplementasi dan fortifikasi.
Mulai tahun 2014 Badan POM mengadakan program Pengawasan Pangan Daerah Terkait
Pengawasan pangan Fortifikasi. Langkah awal untuk mewujudkan kegiatan tersebut adalah
dimulai dengan acara Focus Group Discussion (FGD) Penguatan Jejaring Pengawasan Pangan
Daerah Terkait Pangan Fortifikasi.
Balai Besar POM di Samarinda menyelenggarakan FGD Intensifikasi Pengawasan
Pangan Fortifikasi tanggal 29 November 2016 yang dihadiri SKPD Provinsi Kalimantan Timur
dan Kota Samarinda yang terkait dengan pangan fortifikasi dan peserta dari BBPOM di
Samarinda. Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari kegiatan tersebut adalah :
a. SKPD terkait mendukung suksesnya pelaksanaan program Pengawasan Pangan Daerah
Terkait Pangan Fortifikasi sebagai salah satu sarana dalam mengurangi kekurangan gizi
mikro masyarakat Indonesia utamanya Kalimantan Timur dan Kalimantan Utara.
b. Badan POM tidak dapat berdiri sendiri dalam melakukan pengawasan pangan olahan yang
beredar. Perlu koordinasi dan kerja sama dengan lintas sektor terkait untuk mewujudkan
keamanan pangan yang berkesinambungan mulai dari tahap penanaman, pemanenan,
sampai dengan siap dikonsumsi (form farm to table).
c. Melalui kegiatan ini diharapkan tercipta penguatan koordinasi dan manajemen pangan
fortifikasi.
d. Terkait fortifikasi minyak goreng sawit, tahun 2017 batas akhir penerapan SNI, diperlukan
peraturan menteri perdagangan
e. Sehubungan dengan rencana fortifikasi pada beras, dalam pertemuan selanjutnya akan
diupayakan untuk mengundang narasumber dari Bulog
2.13. Situasi GiziTujuan utama pembangunan nasional adalah peningkatan kualitas sumber daya
manusia (SDM) yang dilakukan secara berkelanjutan. Upaya peningkatan kualitas SDM dimulai
dengan perhatian utama pada proses tumbuh kembang anak sejak pembuahan sampai
mencapai dewasa muda. Pada masa tumbuh kembang ini, pemenuhan kebutuhan dasar anak
seperti perawatan dan makanan bergizi yang diberikan dengan penuh kasih sayang dapat
membentuk SDM yang sehat, cerdas dan produktif.
Masalah gizi adalah masalah kesehatan masyarakat yang penanggulangannya tidak
dapat dilakukan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan saja. Masalah gizi
46
disamping merupakan sindrom kemiskinan yang erat kaitannya dengan masalah ketahanan
pangan di tingkat rumah tangga dan juga menyangkut aspek pengetahuan serta perilaku yang
kurang mendukung pola hidup sehat. Keadaan gizi masyarakat akan mempengaruhi tingkat
kesehatan dan umur harapan hidup yang merupakan salah satu unsur utama dalam penentuan
keberhasilan pembangunan negara yang dikenal dengan istilah Human Development Index
(HDI).
Pada saat ini, sebagian besar atau 50% penduduk Kaltim dapat dikatakan tidak sakit akan
tetapi juga tidak sehat, umumnya disebut kekurangan gizi dan kelebihan gizi (obesitas).
Kejadian kekurangan gizi dan gizi lebih sering terlupakan oleh kita, akan tetapi secara perlahan
berdampak pada tingginya angka kematian ibu, angka kematian bayi, angka kematian balita,
serta rendahnya umur harapan hidup. Masa kehamilan merupakan periode yang sangat
menentukan kualitas SDM di masa depan, karena tumbuh kembang anak sangat ditentukan
oleh kondisinya saat masa janin dalam kandungan.
Akan tetapi perlu diingat bahwa keadaan kesehatan dan status gizi ibu hamil ditentukan
juga jauh sebelumnya, yaitu pada saat remaja atau usia sekolah. Demikian seterusnya status
gizi remaja atau usia sekolah ditentukan juga pada kondisi kesehatan dan gizi pada saat lahir
dan balita.
Secara umum Prevalensi status gizi balita di Provinsi Kaltim Berdasarkan hasil
Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2016 sudah terjadi penurunan, walaupun ditahun 2014
dan 2015 terjadi peningkatan. Namun pada tahun 2015 prevalensi kurang gizi 19,1 % telah
turun menjadi 18,0 % ditahun 2016.
Sumber: Dinas Kesehatan Prov.Kaltim, 2016Gambar 2.19 Prevalensi Kurang Gizi Berdasarkan Hasil Riskesdas dan PSG
Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2014 dan 2016
47
Demikian juga balita yang pendek, cendrung terjadi peningkatan, yaitu dari 26,1% pada
tahun 2014 meningkat menjadi 26,7 % pada tahun 2015, dan tahun 2016 meningkat lagi
menjadi 27,19 % atau masih diatas target RPJMD Provinsi Kaltim yaitu diharapkan pada tahun
2018 setinggi-tingginya balita pendek adalah 25 % .
Sumber: Dinas Kesehatan Prov.Kaltim, 2016Gambar 2.20 Prevalensi Balita Pendek Berdasarkan Hasil Riskesdas dan PSG
Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2014 dan 2016
Sedangkan prevalensi balita kurus sudah turun dari 12,1 % pada tahun 2015 menjadi
9,6 % ditahun 2016 demikian juga balita gemuk dari 5,9 % pada tahun 2015 menjadi 4,6 % di
tahun 2016.
Sumber: Dinas Kesehatan Prov.Kaltim, 2016
Gambar 2.21 Tren Status Gizi Balita Berdasarkan Kategori Kurus dan Gemuk (BB/TB) Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2014 dan 2016
48
Adapun status gizi yang dikompositkan berdasarkan 3 indeks Berat Badan menurut
Umur, Tingga Badan menurut Umur dan Berat Badan menurut Tinggi Badan, maka diitemukan
18,1% balita menderita kurang gizi, dan diantara balita kurang gizi tersebut sebanyak 26,1 %
balita pendek.
Sumber: Dinas Kesehatan Prov.Kaltim, 2016
Gambar 2.22 Status Gizi Komposit Berdasarkan 3 Indeks (BB/U, TB/U dan BB/TB) Prevalensi Balita Gizi Kurang dalam 6 Kategori di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2016
Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi tahun 2016, menunjukkan prevalensi orang
dewasa gemuk umur > 19 tahun berdasarkan Indeks Masa Tubuh (IMT) di Provinsi Kaltim
adalah 33,8 %.
Sumber: Dinas Kesehatan Prov.Kaltim, 2016
Gambar 2.23 Presentase Dewasa Gemuk Umur > 19 Tauhn Berdasarkan Indeks IMT di Provinsi Kalimantan Timur
49
Adapun batasan masalah kesehatan masyarakat berdasarkan indikator gizi menurut
WHO, bahwa balita kurus (5%), kurang gizi (10%) dan balita pendek (20%) sudah dianggap
bermasalah. Namun apabila kita bandingkan dengan hasil survey Pemantauan Status Gizi,
bahwa Provinsi Kaltim termasuk bermasalah gizi kronis dan akut, karena Prevalensi balita
kurang gizi, balita kurus dan balita pendek sudah diatas batasan indikator gizi menurut WHO.
Adapun peningkatan prevalensi balita kurang gizi dan balita pendek ini terjadi, karena masih
ada disparitas status gizi antar kabupaten kota se Kaltim, dimana aksesibilitas masyarakat
terhadap pelayanan kesehatan masih rendah, terutama kunjungan balita ke posyandu masih
rendah yaitu D/S baru mencapai 53,75 % , sehingga status gizi balita kita tidak bisa terdeteksi
lebih dini. Dan disamping itu juga hasil Pemantauan Monitoring Pemberian ASI Eksklusif
melalui survey PSG tahun 2016 baru mencapai 25,82 % atau masih dibawah target tahun 2016
yaitu 42 %.
Gambar 2.24 Presentase Balita Sampai Umur 6 Bulan Mendapat ASI Ekslusifdi Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2016
Sedangkan Prevalensi Kekurangan Energi Kronis (KEK) WUS, yaitu untuk ibu Hamil 27,5 %
ditahun 2013 telah turun menjadi 14,8 % ditahun 2016.
50
Gambar 2.25 Presentase Ibu Hamil Risiko KEK Berdasarkan LILA di Provinsi Kalimantan Timur
serta untuk obesitas sentral pada orang dewasa 31,3 % (riskesdas 2013). Secara Nasional
angka kematian karena penyakit tidak menular cenderung meningkat terus, terutama penyakit
Hipertensi, Diabetes dan stroke.
2.14 Konsumsi Protein
Pada tahun 2016 Konsumsi dari komoditi daging menempati urutan pertama dengan
jumlah konsumsi 6,95 gram protein per kapita per hari, diikuti komoditi telur dengan jumlah
konsumsi 2,14 gram protein per kapita perhari, dan yang terakhir adalah komoditi susu dengan
jumlah konsumsi 0,48 gram protein per kapita per hari (Tabel 2.16). Selain faktor penduduk,
faktor yang turut mendorong meningkatnya permintaan daging sapi adalah terjadinya
pergeseran pola konsumsi masyarakat dari bahan pangan sumber protein nabati ke bahan
pangan sumber protein hewani. Fenomena ini diperkirakan akan terus berlanjut kedepan.
51
Tabel 2.16 Konsumsi Daging, Telur dan Susu di Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2011 – 2016 (gram protein/kapita/hari)
Komoditi Tahun
2011 2012 2013 2014 2015 2016*
1. Daging 5,31 4,83 5,43 6,85 7,36 6,95
2. Telur 1,74 1,48 1,59 - 1,77 2,14
3. Susu 0,42 0,44 0,44 - 0,41 0,48
Protein hewani 7,48 6,76 7,46 6,85 9,55 9,57
Sumber : Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi Kalimantan Timur, 2016* Angka Sementara
Pengembangan kearah pola konsumsi pangan yang sehat memerlukan
perubahan pola dan perilaku masyarakat agar dengan kemauan dan kemampuan
sendiri mau mengubah pola konsumsinya kearah yang lebih beragam dan bergizi
seimbang. Untuk itu, upaya sosialisasi dan promosi yang lebih intensif dan melibatkan
beragam pemangku kepentingan dari sektor pemerintah, swasta, akademisi dan
masyarakat secara utuh dan menyeluruh perlu menjadi prioritas.
Gambar 2.26 Perkembangan Konsumsi Energi dan Protein serta PPH Provinsi Kalimantan Timur
52
2.15 Konsekuensi Pangan dan Gizi dalam Pembangunan 1. Pergeseran Tren Penyakit
Perhatian terhadap penyakit tidak menular semakin meningkat seiring
meningkatnya frekuensi kejadian penyakit di masyarakat. Di Indonesia terjadi perubahan
pola penyakit yaitu dari penyakit menular ke penyakit tidak menular, yang dikenal
sebagai transisi epidemiologi. Penyakit tidak menular (PTM) yang utama adalah penyakit
jantung termasuk kardiovaskuler, paru-paru terutama yang kronis, stroke dan kanker.
Prevalensi PTM berdasarkan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 antara
lain hipertensi pada penduduk usia 18 tahun ke atas di Indonesia adalah sebesar
25,8%, Penyakit Jantung Koroner (PJK) penduduk usia 18 tahun ke atas 1,5%, gagal
jantung 0,3%, gagal ginjal kronik 0,2%, batu ginjal 0,6%, rematik 24,7%, stroke 12,1%,
cedera semua umur 8,2%, asma 4,5%, Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK)
penduduk usia 30 tahun ke atas 3,8%, kanker 1,8%, diabetes mellitus 2,1%, hipertiroid
pada penduduk usia 15 tahun ke atas berdasarkan diagnosa 0,4% dan cedera akibat
transportasi darat 47,7%.
Pada sisi lain, di Indonesia terjadi kegemukan atau kelebihan gizi dengan segala
macam akibatnya yang disababkan oleh pola makan.Kasus-kasus penyakit infeksi saat
ini sudah mengalami penurunan tapi muncul penyakit-penyakit yang disebut tidak
menular karena gaya hidup, terutama hipertensi atau tekanan darah tinggi yang
mengarah pada stroke dan serangan jantung. Oleh karena itu upaya yang perlu
dilakukan antara lain peningkatan aktivitas fisik dan perilaku konsumsi gizi seimbang.
Tidak hanya mengalami beban ganda, Indonesia juga terjadi apa yang disebut dengan
nutrition transition yaitu pola hidup pedesaan yang mulai beralih seperti perkotaan.
Berdasarkan hasil Riskesdas 2013 prevalensi PTM di Kalimantan Timur masih termasuk
rendah, terkecuali untuk penyakit diabetes dan penyakit hipertensi. Prevalensi diabetes
yang terdiagnosis dokter tertinggi berada pada urutan keempat dengan persentase 2,3
% (angka nasional 1,5%), dan Prevalensi hipertensi pada umur ≥18 tahun berada pada
urutan ketiga dengan persentase (29,6 %) (angka nasional 25,8%).
2. Peran dan Dampak Pangan dan Gizi Dalam Pembangunan
Kebijakan dan strategi pembangunan di bidang pangan dan gizi terus berkembang
dari waktu ke waktu seiring perubahan tantangan dan peluang yang dihadapi oleh setiap
pemerintahan. Di sektor penyediaan pangan, dalam beberapa tahun terakhir setidaknya
terdapat dua paradigma, yaitu: a) paradigma produksi (supply side) termasuk pada
53
penekanan peningkatan produktivitas (intensifikasi) dan perluasan areal (ekstensifikasi);
pada paradigma ini kesejahteraan dan pemenuhan kebutuhan didasarkan pada
kemampuan produksi, dan semua aspek, khususnya kelembagaan ditujukan untuk
mendukung proses produksi, b) paradigma sistem usaha agribisnis yang mengkaitkan
kegiatan produksi bahan baku dengan kegiatan industri dan jasa dalam perspektif
ekonomi makro. Implementasi kedua paradigma tersebut dalam pembangunan ketahanan
pangan menunjukkan bahwa kebijakan dan strategi untuk pembangunan ketahanan
pangan, khususnya dalam hal produksi, penyediaan dan distribusi pangan harus bersifat
integratif. Artinya pembangunan di bidang ini diarahkan terintegrasi, harus memadukan
kebijakan yang bersifat jangka panjang dan kegiatan operasional jangka pendek, serta
harus memadukan kebijakan yang mempengaruhi pasar, infrastruktur, teknologi serta
penguatan aspek kelembagaan.
Sistem ketahanan pangan di Indonesia secara komprehensif meliputi empat hal,
yaitu: (a) ketersediaan pangan dalam jumlah dan jenis yang cukup untuk seluruh
penduduk, (b) distribusi pangan yang lancar dan merata, serta dapat diakses oleh
masyarakat, (c) konsumsi pangan setiap individu yang memenuhi kecukupan gizi
seimbang dan aman, yang berdampak pada d) status gizi masyarakat. Dengan demikian,
sistem ketahanan pangan dan gizi tidak hanya menyangkut soal produksi, distribusi, dan
penyediaan pangan ditingkat makro (nasional dan regional), tetapi juga menyangkut
aspek mikro, yaitu akses pangan di tingkat rumah tangga dan individu serta status gizi
anggota rumah tangga, terutama anak dan ibu hamil dari rumah tangga miskin.
Masalah gizi merupakan masalah yang kompleks dan memiliki dimensi yang luas
karena penyebabnya multifaktor dan multidimensi, tidak hanya merupakan masalah
kesehatan tetapi juga meliputi masalah sosial, ekonomi, budaya, pola asuh, pendidikan
dan lingkungan. Kita ketahui bersama bahwa masalah gizi berakar pada masalah
ketersediaan, distribusi, dan keterjangkauan pangan, kemiskinan, pendidikan dan
pengetahuan serta perilaku masyarakat. Dengan demikian masalah pangan dan gizi
merupakan permasalahan berbagai sektor dan menjadi tanggung jawab bersama
pemerintah dan masyarakat. Oleh karena itu, langkah-langkah penanggulangannya juga
harus dirumuskan dan dilaksanakan bersama.
Guna mengoptimalkan pencapaian keberhasilan program Pangan dan Gizi daerah,
diharapkan target dan rencana aksi yang disusun dapat tercapai dengan memperhatikan
kebijakan, strategi, SDM, dan aspek pembiayaan. Mengingat pembangunan ketahanan
pangan dan gizi bersifat lintas sektor, maka dalam menyusun rencana aksi maupun
54
rencana implementasinya, semangat koordinasi dan integrasi serta sinergitas antar
kegiatan harus diutamakan. Kemitraan antar pemerintah dengan masyarakat dan swasta
juga merupakan salah satu faktor kunci dalam pembangunan ketahanan pangan dan gizi.
2.16 Kebijakan Daerah dalam Pembangunan Pangan dan Gizi 2.16.1 Kebijakan terkait Konsumsi
Sesuai dengan analisis isu strategis pembangunan Provinsi Kalimantan Timur,
rencana pembangunan tidak hanya dititikberatkan pada pengelolaan unrenewable
resources tetapi lebih pada (transformasi)renewable resources yang berpihak pada
lingkungan dan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang. Untuk mewujudkan
keseimbangan tersebut, pembangunan Provinsi Kalimantan Timur diarahkan pada model
pembangunan ekonomi hijau sebagai rezim pembangunan untuk menjaga keseimbangan
antara pilar ekonomi, lingkungan, dan sosial, serta mewujudkan kondisi masyarakat yang
lebih baik dan berkeadilan sosial dengan mengurangi risiko kerusakan lingkungan.
Pemerintah Daerah juga mendukung sepenuhnya visi nasional untuk mewujudkan
empat sukses pembangunan pertanian, yaitu: pencapaian swasembada dan swasembada
berkelanjutan, peningkatan diversifikasi pangan, peningkatan nilai tambah, daya saing dan
ekspor serta peningkatan kesejahteraan petani. Dukungan tersebut termuat dalam RPJMD
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2014-2018 melalui 10 Prioritas
Pembangunan Kaltim Maju 2018, yaitu Penguatan Cadangan Pangan.
Dalam kerangka tersebut, Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluhan Provinsi
Kalimantan Timur, bersama-sama instansi terkait lainnya mempunyai peran strategis dalam
mendorong perwujudan ketahanan pangan daerah dan pemberdayaan penyuluh menuju
kemandirian pangan dan kedaulatan pangan Provinsi Kalimantan Timur, termasuk dalam
mengurangi angka kemiskinan dan kerawanan pangan di tingkat rumah tangga, desa,
kecamatan, kabupaten/kota dan akhirnya tingkat provinsi menyusun Program dan Kegiatan
Strategis seperti pendampingan pada petani, lembaga petani, dan pelaku agribisnis;
penanganan daerah rawan pangan; analisa dan penyusunan pola konsumsi dan suplai
pangan; analisis rasio jumlah penduduk terhadap jumlah kebutuhan pangan;
mengemangkan cadangan pangan daerah, desa mandiri pangan, diversfikasi pangan,
lumbung pangan desa, serta model distribusi pangan efisien. Program dan kegiatan
strategis diharapkan mampu mendukung upaya pemerintah Kalimantan Timur dalam
mengatasi ancaman ketahanan pangan. Oleh karena itu, upaya peningkatan produksi,
ketersediaan dan cadangan pangan, distribusi, peningkatan kualitas konsumsi dan
55
keamanan pangan, serta pemberdayaan penyuluh akan terus dilaksanakan sebagai
penggerak utama pembangunan sosial ekonomi daerah dalam rangka menuju kemandirian
pangan di Kalimantan Timur. Dengan demikian, program – program pembangunan daerah
khususnya ketahanan pangan dan pemberdayaan penyuluhan perlu diarahkan untuk
mendorong terciptanya kondisi sosial ekonomi yang kondusif menuju ketahanan pangan
yang mantap dan berkelanjutan sehingga konsumsi pangan daerah dapat terpenuhi.
Selain itu, dalam rangka mendukung ketahanan pangan mendorong akselearsi
peningkatan konsumsi ikan nasional, telah dilakukan pula sosialisasi Gerakan
Memasyarakatkan Makan Ikan (Gemarikan) sebagai upaya mendukung program nasional
dalam peningkatan konsumsi ikan. Kampanye Gemarikan ini dimotori Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Kalimantan Timur.
Terkait dengan keamanan pangan daerah, Balai Besar Pengawasan Obat dan
Makanan (BBPOM) Samarinda telah menyusun program dan kegiatan diantaranya Pasar
Aman dari Bahan Bahaya, Pengamanan Jajan Anak Sekolah, IRTP (Industri Rumah
Tangga Pangan), serta yang baru dilakukan Gerakan keamanan Pangan Desa yang fokus
terhadap keamanan pangan yang berbasis masyarakat. Upaya yang dilakukan adalah
dengan membangun kemitraan lintas sektor di tingkat desa yang merupakan re-orientasi
peran pemerintah kearah kebutuhan fasilitasi yang lebih mendukung berkembangnya
awareness keamanan pangan desa secara berkelanjutan.
2.16.2 Kebijakan terkait AksesPertanian merupakan sektor strategis yang berperan penting untuk pertumbuhan
ekonomi, penyerapan tenaga kerja, penanggulangan kemiskinan, sumber devisa dan
ketahanan pangan. Gangguan produksi pertanian yang terjadi akhir-akhir ini akibat iklim
yang ekstrim mempengaruhi ketersediaan dan ketahanan pangan dunia. Khusus
tanaman pangan (padi, palawija, hortikultura) kehadirannya tidak hanya diperlukan untuk
memenuhi kebutuhan pangan manusia, tetapi juga diperlukan untuk pembuatan pakan
hewan (ternak, ikan).
Peran pertanian tanaman pangan selain untuk memenuhi kebutuhan pangan bagi
manusia dan pakan hewan, juga dapat diproses secara industrial untuk menghasilkan
produk-produk yang bernilai lebih tinggi. Terlebih saat ini ketersediaan sumber-sumber
energi yang tidak terbaharui di dunia semakin menipis, maka sumber energi dari tanaman,
khususnya tanaman yang tergolong tanaman pangan dapat dikembangkan sebagai
sumber energi terbarukan yang strategis. Salah satu contoh dapat diambil dari tanaman
56
palawija yaitu ubi kayu yang dapat diproses menjadi bioetanol dan dapat digunakan
sebagai Bahan Bakar Nabati (BBN) pengganti Bahan Bakar Minyak (BBM) dari fosil.
Dalam pelaksanaan pembangunan pertanian tanaman pangan di Kalimantan Timur
kendala yang dihadapi diantaranya adalah lokasi lahan terpencar-pencar dengan luasan
kecil-kecil, sarana dan prasarana (benih, pupuk, pestisida, alsintan) serta infrastruktur
sangat terbatas, belum padunya antar sektor dalam menunjang pembangunan pertanian,
meningkatnya kerusakan lingkungan, alih fungsi lahan, dan perubahan iklim, lemahnya
permodalan dan kelembagaan petani, terjadinya perubahan SDM petugas dan struktur
organisasi di tingkat kabupaten/kota, adanya serangan organisme pengganggu tanaman,
dan laju pertumbuhan penduduk yang meningkat pesat.
Pembangunan pertanian tidak bisa berdiri sendiri melainkan melibatkan banyak
sektor terkait. Koordinasi antar sektor sudah sering dilakukan, hanya saja
mengintegrasikan secara fisik kegiatan antar sektor masih sulit dilaksanakan. Sektor
pertanian khususnya tanaman pangan Provinsi Kalimantan Timur terus berupaya untuk
meningkatkan produksinya, khususnya produksi padi, jagung dan kedelai dalam
mendukung program Swasembada Pangan Indonesia pada tahun 2017 guna menjamin
kedaulatan pangan nasional serta untuk mendukung Provinsi Kalimantan Timur
swasembada beras tahun 2018. Upaya tersebut dituangkan dalam Rencana Strategis
(Renstra) Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kalimantan Timur tahun 2013 - 2018,
dengan target produksi padi, jagung dan kedelai sampai tahun 2018 mencapai : Produksi
Padi 672.052 ton GKG, produksi Jagung 9.023 ton dan produksi Kedelai 1.636 ton.
Kebijakan terkait ketersedian akses pangan pertanian lebih difokuskan pada
keluarga rawan pangan dan miskin dengan arah kebijakan mengembangkan ketersediaan
pangan melalui peningkatan produksi dan mutu tanaman Tanaman Serealia, aneka
kacang dan umbi, tanaman buah, perkebunan, peternakan dan perikanan; membangun
sistem distribusi; serta upaya dalam stabilitas harga pangan. Upaya yang dilakukan tetap
konsisten pada pemenuhan dan penganekaragaman konsumsi pangan.
Sementara itu, terkait dengan aksesibilitas daging, pembangunan peternakan pada
dasarnya adalah untuk penyediaan pangan hewani yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal
(ASUH) maupun kuantitas dan turut berperan dalam mendorong terhadap peningkatan
kualitas sumberdaya manusia dari sisi pemenuhan gizi melalui penyediaan konsumsi
protein hewani asal ternak yaitu daging, telur dan susu. Sehingga pembangunan
peternakan Kalimantan Timur diharapkan dapat meningkatkan populasi dan produktivitas
ternak serta terpenuhinya kebutuhan konsumsi hasil ternak yang ASUH dalam rangka
57
meningkatkan ketahanan pangan.
Salah satu kebijakan pemerintah untuk mendorong pengembangan usaha
peternakan adalah menjamin agar produk yang dihasilkan mempunyai daya saing, sesuai
dengan kebutuhan pasar seperti produk yang ASUH, ramah lingkungan dan mampu
menjamin keberlanjutan usaha serta melindungi dari serbuan produk dumping, illegal atau
yang tidak ASUH melalui kebijakan maupun perlindungan tarif dan non-tarif. Kebijakan
dalam hal mempromosikan produk peternakan yang ASUH, mengingat konsumsi produk
peternakan yang belum merata di kalangan penduduk, sehingga diperlukan suatu promosi
dalam kerangka keamanan pangan serta peningkatan konsumsi.
2.16.3 Kebijakan terkait Pelayanan KesehatanUpaya meningkatkan akses dan kualitas program Gizi Masyarakat dilakukan
Pemerintah provinsi Kalimantan Timur dengan meningkatkan ketersediaan dan jangkauan
pelayanan kesehatan berkelanjutan yang difokuskan pada intervensi gizi efektif pada ibu
pra-hamil, ibu hamil, bayi, dan anak balita. Arah kebijakan peningkatan gizi masyarakat
difokuskan pada strategi antara lain: peningkatan pencapaian derajat kesehatan melalui
promosi cara hidup sehat, pemberdayaan perempuan dan keluarga dalam meningkatkan
mutu kesehatan keluarga, mengembangkan pelayanan dan penyediaan obat, makanan
serta melindungi masyarakat dari bahan-bahan berbahaya, meningkatkan cakupan dan
mutu pelayanan rumah sakit serta fasilitas pelayanan kesehatan lainnya serta
mengembangkan jaringan pelayanan kesehatan yang terintegrasi, memenuhi kebutuhan,
meningkatakan mutu profesionalisme tenaga kesehatan, mengembangkan sistem
pembiayaan pelayanan kesehatan yang berbasis sistem pra upaya/asuransi/JPKM,
memberikan pembiayaan pelayanan kesehatan kepada masyarakat miskin dengan
system JPKM, penyediaan pelayanan puskesmas 24 jam yang lengkap dengan ruang
rawat inap dan UGD, serta peningkatan dan pemerataan tenaga medis dan para medis di
setiap Kabupaten/Kota sampai kepedalaman dan perbatasan.
Adapun Upaya meningkatkan akses dan kualitas program Gizi Ibu dan Anak,
dilakukan dengan pendekatan Continuum of Care yang dimulai sejak masa pra hamil,
kehamilan, persalinan dan nifas, bayi, balita, remaja, usia kerja hingga Lansia, minimal
percepatan perbaikan gizi diprioritaskan pada 1000 Hari Pertama Kehidupan (1000 HPK)
serta meningkatkan upaya Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit dari 10 Kabupaten /kota
telah ada 9 (sembilan) Rumah Sakit Umum Daerah dan 180 Puskesmas semua telah
58
memberikan pelayanan kepada masyarakat terhadap pelayanan tata laksana gizi buruk
baik rawat inap maupun rawat jalan.
Semua unit pelayanan baik itu Rumah Sakit Puskesmas dan kilinik swasta dalam
memberikan pelayanan khususnya pertolongan persalinan diwajibkan untuk melakukan
IMD (Inisiasi Menyusui Dini) dan mendukung pemberian ASI eksklusif pada bayi serta
telah dibuatnya surat edaran dari Ketua Tim Penggerak PKK Provinsi Kaltim kepada
Ketua Tim Penggerak PKK Kabupaten/Kota untuk mendukung Peningkatan pemberian
ASI eksklusif khususnya melalui dukungan keluarga. Disamping itu juga melakukan
optimalisasi pemantuan pertumbuhan di posyandu, dimana salah satu upaya dengan
melaksanakan Pertemuan pembentukan dan pengaktifan Pokjanal UKBM (Posyandu) se-
Kaltim, mengingat posyandu merupakan salah satu tempat yang paling strategis dalam
rangka mendeteksi lebih dini satus gizi balita serta melakukan Workshop peningkatan
program gizi dengan adanya penanda tanganan komitmen dari lintas sektor dan lintas
program terkait dalam rangka percepatan perbaikan gizi program gizi di Provinsi Kaltim.
Adapun implementasi yang merupakan tindak lanjut dari Pertemuan workshop gizi
ditahun 2015, ada beberapa kegiatan yang telah dilaksanakan di tahun 2016 adalah
sebagai berikut :
1. Melakukan Orientasi perbaikan gizi bagi anak sekolah di 10 Kabupaten Kota sekaltim
(APBN) ;
2. Melaksanakan pertemuan lintas sektoral dan lintas program baik di Provinsi maupun di
Kabupaten Kota se Kaltim dalam rangka percepatan perbaikan gizi (APBN) ;
3. Melakukan fasiltasi kelompok pendukung ASI di 5 Kabupaten/Kota se Kaltim (APBD I) ;
5. Review capaian indikator kegiatan pembinaan gizi yang dilakukan secara terpadu.
(APBN) ;
6. Melakukan kelas edukasi untuk ibu hamil bekerjasama dengan tim konselor menyusui
provinsi Kaltim ;
7. Membangun kerjasama dengan PKK dan Organisasi Wanita di Provinsi dalam rangka
mendukung peningkatan capaian ASI Eksklusif dengan menjadi motifator ASI serta
membentuk Kelompok pendukung ASI.
59
2.16.4 Kebijakan Lintas Sektor
Dalam upaya mencapai tujuan pertama SDGs yaitu mengurangi angka kemiskinan
dan kelaparan di dunia sampai setengahnya ditahun 2015, Pemerintah sudah dan masih
melanjutkan program pembangunan yang tertuang di dalam triple track strategy
diantaranya untuk track ketiga revitalisasi pertanian, kehutanan, kelautan dan ekonomi
pedesaan untuk mengurangi kemiskinan. Untuk mewujudkan kemandirian pangan
dilakukan pemberdayaan masyarakat miskin di daerah rawan pangan melalui strategi jalur
ganda/twin track strategi; pertama, Membangun ekonomi berbasis pertanian dan pedesaan
untuk menyediakan lapangan kerja dan pendapatan, kedua, memenuhi pangan bagi
kelompok masyarakat miskin di daerah rawan pangan melalui pemberdayaan dan
pemberian bantuan langsung. Untuk itu, Pemerintah melalui Badan Ketahanan pangan dan
penyuluhan Kementerian Pertanian sejak tahun 2006 telah meluncurkan Program Aksi
Desa Mandiri Pangan. Dengan program ini diharapkan dapat mendorong kemampuan
masyarakat desa untuk mewujudkan ketahanan pangan dan gizi keluarganya, sehingga
dapat menjalani hidup sehat dan produktif dari hari ke hari. Desa Mandiri Pangan adalah
desa yang masyarakatnya mempunyai kemampuan untuk mewujudkan ketahanan pangan
dan gizi melalui pengembangan subsistem ketersediaan, distribusi dan konsumsi pangan
dengan memanfaatkan sumberdaya setempat secara berkelanjutan. Penetapan desa
mandiri pangan melalui survey DDRT (Data Dasar Rumah Tangga) dan SRT (Survei
Rumah Tangga) yang akhirnya didapat RTM (Rumah Tangga Miskin) minimum 30%.
Kalimantan Timur sebagai provinsi dengan wilayah yang luas, memandang aspek
ketahanan pangan dan gizi merupakan agenda penting di dalam pembangunan ekonomi.
Salah satu isu strategis yang dihadapi Kalimantan Timur terkait pembangunan
Pangan dan Gizi antara adalah kemandirian dan kedaulatan pangan, pengentasan
kemiskinan dan peningkatan pelayanan kesehatan. Oleh karena itu pemerintah
Kalimantan Timur terus memacu pembangunan ketahanan pangan dan gizi melalui
program-program yang benar-benar mampu memperkokoh ketahanan pangan sekaligus
meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Menjadi sangat penting bagi Kalimantan Timur
untuk mampu mewujudkan ketahanan pangan dan gizi wilayah, rumahtangga dan individu
yang berbasiskan kemandirian pangan.Pembangunan ketahanan pangan dan gizi
Kalimantan Timur secara menyeluruh di setiap sektornya akan dapat terlaksana dengan
efektif manakala memiliki arah yang jelas dan terukur kinerjanya. Program-program dalam
rangka pembangunan ketahanan pangan dan gizi harus terpadu (integrated), terukur
keberhasilannya (measureable) dan berkesinambungan (sustainability) yang selaras
60
dengan RPJMD.
Selain itu, Pencapaian Indonesia dalam pemenuhan akses air minum dan sanitasi
sesuai target MDGs 2015 juga perlu menjadi perhatian sebagai tonggak penting bagi
keberlanjutan bukan hanya pembangunan air minum dan sanitasi, namun bagi seluruh
tujuan pembangunan nasional. Pembangunan sektor sanitasi pada periode 2015-2019
dihadapkan pada target ambisius. 100 persen penduduk Indonesia sudah harus terlayani
akses sanitasi pada tahun 2019, atau dikenal dengan Universal Access. Sesuai Peraturan
Presiden (Perpres) No. 185/2014 tentang Percepatan Penyediaan Air Minum dan Sanitasi
juga disebutnya sebagai potensi untuk lebih mengoptimalkan pembangunan sanitasi.
Perpres tersebut mengatur koordinasi perencanaan sekaligus legitimasi terhadap Pokja
dan Strategi Sanitasi Kabupaten/Kota.
Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur sangat mendukung keberlangsungan program
Percepatan Pembangunan Sanitasi Perkotaan (PPSP), terlebih dengan semakin
berkembangnya isu-isu strategis dan persoalan terkait ketersediaan air minum dan
kelayakan sanitasi sebagai kebutuhan mendasar bagi kesehatan dan kesejahteraan
masyarakat di daerah. Pengembangan program PPSP di Kalimantan Tiimur dinilai selaras
dengan Misi pertama RPJMD Kalimantan Timur, yaitu Mewujudkan kualitas sumberdaya
manusia Kaltim yang mandiri dan berdaya saing tinggi.
Di tingkat provinsi, Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur telah membentuk
kelembagaan Tim Pokja Air Minum dan Penyehatan Lingkungan (AMPL) Kaltim dengan
tugas utama untuk melakukan koordinasi dan pembinaan kepada kabupaten/kota peserta
PPSP yang ada di daerah. Unsur-unsur yang terdapat di dalam Tim Pokja AMPL Kaltim
terdiri dari : Bappeda, Dinas Pekerjaan Umum, BLH, Dinas Pemberdayaan Masyarakat
dan Pemerintahan Desa, Dinas Kesehatan, Dinas Sosial, Diskominfo, Dinas Pendidikan,
Biro Humas dan Protokol, Biro Pembangunan Daerah, Biro Organisasi, dan Universitas
Mulawarman.
61
Tabel 2.17 Keterkaitan SDGs dengan Rencana Pembangunan Nasional
GOALS TARGET GLOBAL TARGET RPJMN PRIORITAS NASIONAL
No Poverty 7 4
Penanggulangan Kemiskinan Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat melalui Penghidupan Berkelanjutan
Peningkatan Kesejahteraan Rakyat Marjinal
Zero Hunger 8 5 Peningkatan Kedaulatan Pangan
Good Health and Well-Being
13 8 Pelaksanaan Program Indonesia Sehat
Quality Education 10 5 Pelaksanaan Program
Indonesia Pintar
Gender Equality 9 6
Melindungi Anak, Perempuan dan Kelompok Marjinal
Clean water and Santation 8 6 Ketahanan Air
Affordable and Clean Energy 5 3 Kedaulatan Energi
Decent Work and Economic 12 9 Pertumbuhan Ekonomi
Nasional
62
Growth
Peningkatan Daya Saing Tenaga Kerja
Membangun Konektivitas Nasional untuk Mencapai Keseimbangan Pembangunan
Membangun Transportasi Umum Massal Perkotaan
Penguatan Investasi Akselerasi Industri
Manufaktur
Industry, Innovation,and Infrastructure
8 3 Peningkatan Kapasitas Inovasi dan Teknologi
Reduce Inequlites 10 6
Pengembangan Kawasan Perbatasan
Pembangunan Daerah Tertinggal
Pemerataan pembangunan antar wilayah
Menjamin Kepastian Hukum Hak Kepemlikan Tanah
Sustainable Cities and Communities
10 7 Membangun Perumahan dan Kawasan Permukiman
Responsible Consumption and Production
11 7
Peningkatan agroindustri, hasil hutan kayu, perikanan dan hasil tambang berkelanjutan
Perbaikan kualitas lingkungan (termasuk perilaku ramah lingkungan)
Climate Action 5 2 Penanganan Perubahan iklim dan Penyediaan informasi Iklim dan Kebencanaan
63
Life Below Water 10 7
Pengembangan ekonomi maritim dan kelautan:
i. Meningkatkan dan mempertahankan kualitas daya dukung dan kelestarian fungsi lingkungan laut;
ii. Meningkatkan harkat hidup nelayan dan masyarakat pesisir
Life On Land 12 7
Pelestarian SDA, lingkungan hidup dan pengelolaan bencana:
i. Peningkatan konservasi dan tata kelola hutan
ii. Perbaikan kualitas lingkungan hidup
iii. Pelestarian dan pemanfaatan kehati
Pemberantasan tindakan penebangan liar dan penambangan liar
Peace Justice and Strong Institutions
12 10
Meningkatkan kualitas perlindungan warga negara Indonesia
Peningkatan penegakan hukum yang berkeadilan
Membangun Transparansi dan Akuntabilitas Kinerja Pemerintahan
Partnership For the Goals 19 13
Pelaksanaan politik LN bebas aktif
Memperkuat peran dalam kerjasama global dan regional
Peningkatan kapasitas inovasi dan teknologi
Peningkatan kualitas data dan informasi
Penguatan sektor keuangan
64
JUMLAH 169 108
Dalam SDG’s yang telah ada, Pangan dan Gizi berada di Goals ke 2 (Zero Hunger)
dimana Target Goal Zero Hunger SDG’S secara global mencapai skor 8 sedangkan dalam
Target RPJMN mencapai skor 5 yang mana sesuai dengan prioritas nasional yakni
Peningkatan Kedaulatan Pangan.
2.17 Tantangan dan Hambatan Kunci2.17.1 Tantangan dan Hambatan Kunci Program Spesifik Gizi Secara Langsung
1. Dalam naskah akademik Pedoman Gizi Seimbang (Dirjen Bina Gizi dan KIA,
2013), disebutkan bahwa tingginya angka kesakitan dan kematian akibat PTM
diperberat dengan rendahnya aktivitas fisik; rendahnya konsumsi sayuran dan
buah; pola makan tidak sehat Industri pangan yang menyediakan pangan
olahan tinggi lemak, gula dan garam; tersedianya pangan jenis tersebut
diberbagai toko waralaba dengan harga murah dan porsi yang besar, kantin
sekolah dan program makan siang yang sehat dan higienis di sekolah, belum
menjadi kebijakan bagi penyelenggara pendidikan;
2. Pengetahuan, Sikap dan Perilaku masyarakat untuk hidup sehat yang masih
kurang. Berdasarkan Riskesdas tahun 2013 kecenderungan proporsi penduduk
Kalimantan Timur yang berperilaku benar dalam Buang Air Besar/BAB sebesar
87,8%, tertinggi keempat setelah Riau, Kepulauan Riau, dan Lampung ;
3. Adanya beberapa Capaian indikator gizi yang masih dibawah target meliputi
kunjungan balita ke posyandu (D/S) masih dan Capaian ASI eksklusif dan IMD
masih rendah;
4. Pendanaan kegiatan sebagian besar masih mengharapkan anggaran yang
bersumber dari dana dekonsentrasi (APBN), sehingga dengan terjadinya
rasionalisasi penganggaran akan berdampak terhadap pelaksanaan kegiatan
program perbaikan gizi .
2.17.2 Tantangan dan Hambatan Kunci Program Sensitif Gizi Secara Langsung1. Dewasa ini kasus gizi buruk dan gizi kurang pada anak dapat terjadi pada
siapapun, baik anak dari keluarga miskin, keluarga kaya, sampai keluarga
berpendidikan. Dalam beberapa kasus, gizi kurang bahkan ditemukan di pusat
perkotaan. Hal ini menyatakan gizi buruk/gizi kurang tidak identik dengan
65
kawasan perdesaan, melainkan merata. Di kawasan kota, kasus ini terjadi pada
orang tua yang terlalu sibuk dengan karir dan tidak sempat memperhatikan gizi
anak-anaknya. Di perkampungan pun, kasus gizi buruk banyak yang menimpa
keluarga petani. Padahal mereka memiliki banyak sayuran di kampungnya.
Kondisi yang sama juga terjadi pada anak nelayan yang mengalami gizi buruk
karena kekurangan protein. Sementara itu saat ini tidak sedikit orang tua yang
memberikan makanan instan kepada anak. Padahal, asupan makanan instan
ini tidak memenuhi standar gizi yang berkualitas bagi anak untuk tumbuh
kembangnya. Perawatan dan pemberian asupan makanan sepenuhnya
diserahkan kepada baby sitter atau asisten rumah tangga yang kurang memiliki
pengetahuan tentang asupan gizi untuk balita. Bahkan makanan yang
seharusnya belum bisa dikonsumsi untuk anak sudah diberikan. Gizi yang
dimakan tidak terserap maksimal karena organ pencernaan juga belum siap
untuk jenis makanan yang diberikan tersebut.Oleh karena itu pengetahuan
mereka mengenai gizi harus ditingkatkan.
2. Konsumsi pangan yang masih tetap didominasi oleh beras sebagai sumber
karbohidrat, dalam jangka panjang akan cukup memberatkan bagi upaya
pemantapan ketahanan pangan yang berkelanjutan dan bertumpu kepada
sumber daya lokal. Berbagai permasalahan dan tingginya tantangan yang akan
muncul, yang harus diantisipasi, terutama dalam mewujudkan pola konsumsi
pangan yang beragam, bergizi seimbang dan aman antara lain :
a. Besarnya jumlah penduduk miskin dan pengangguran dengan kemampuan
akses pangan rendah;
b. Rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat terhadap diversifikasi
konsumsi pangan dan gizi;
c. Masih dominannya konsumsi sumber karbohidrat yang berasal dari beras.
2.17.3 Tantangan dan Hambatan Kunci Program Spesifik dan Sensitif Gizi Secara Tidak Langsung1) Desentralisasi menuntut peran daerah untuk menyelesaikan
permasalahannya secara lebih luas. Dalam kaitan tersebut, diperlukan
komitmen daerah dalam melaksanakan kebijakan termasuk kebijakan pusat
sehingga pelaksanaan perbaikan pangan dan gizi dapat dicapai lebih baik.
66
Dalam hal RAD-PG, keberadaan RAD-PG Provinsi dan Kabupaten/kota
merupakan kesempatan dan tantangan untuk melaksanakan pembangunan
pangan dan gizi.
2) Kesenjangan antar wilayah yang tinggi. Prevalensi permasalahan pangan dan gizi yang ditemukan antara daerah
yang satu dan lainnya dapat berkali-kali lipat lebih tinggi. Adanya perbedaan
karakteristik demografis, geografis, serta sosio-ekonomi yang berbeda antar
wilayah satu dengan lainnya memerlukan adanya perlakuan atau
penyesuaian implementasi intervensi yang sesuai dengan karakteristik
wilayah, tidak dapat dilakukan penyamarataan intervensi yang dilakukan di
Kabupaten Mahakam Ulu dan di Kabupaten Berau misalnya. Pendekatan
penyelesaian masalah dengan pendekatan lokal perlu menjadi perhatian.
3) Adanya kesenjangan antara kebijakan yang ditetapkan, implementasi
yang dilaksanakan, dan masih belum kuatnya monitoring dan evaluasi
terhadap pelaksanaan program yang telah direncanakan. Indikator input
dalam pelaksanaan perbaikan gizi relatif tercapai, namun outcome yang
ditemukan di lapangan adalah sebaliknya, permasalahan gizi cenderung
meningkat.
4) Struktur wilayah Indonesia yang berupa kepulauan menggambarkan
adanya masalah untuk menyalurkan pangan dan pelayanan kesehatan
secara efektif, akses jalan dan transportasi yang sulit merupakan
permasalahan yang kerap ditemui.
67
BAB IIIRENCANA AKSI MULTISEKTOR
3.1 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dengan pendekatan multi-sektor adalah terbentuknya
sumber daya manusia yang cerdas, sehat, produktif secara berkelanjutan dan berdaya
saing tinggi. Selain itu diharapkan dengan disusunnya RAD PG ini menjamin kesediaan
dan kebutuhan pangan di Kalimantan Timur.
3.2 Outcome Utama dan OutputUpaya pemerintah dalam mencapai perbaikan pangan dan gizi diperlukan
pendekatan multisektor. Adanya koordinasi dan kolaborasi yang baik antara
pemerintah dan non pemerintah dengan tujuan yang sama akan meningkatkan
kapasitas dan meningkatkan efektivitas pekerjaan yang dilakukan. Untuk mencapai
output yang ditetapkan perlu dilakukan intervensi terhadap program kegiatan pangan
dan gizi yang terkait baik secara langsung maupun tidak langsung.
Pemerintah Dearah dalam hal ini Perangkat Daerah/Instansi terkait bertanggung
jawab untuk mencapai indikator kinerja yang telah ditetapkan, namun dalam
melaksanakan usaha untuk mencapai target tersebut komponen non pemerintah, yaitu
pelaku usaha, media, mitra pembangunan, dan masyarakat harus turut mengambil
peran. Dengan menetapkan outcome dan output utama, maka diharapkan setiap
stakeholder yang terlibat dapat melaksanakan program kegiatan lebih terarah dan
focus pada pemecahan masalah pangan dan gizi.
Tabel 3.1 Indikator Outcome Perbaikan Pangan dan Gizi
NoIndikator
Status Awal
(2014)
Target (2018)
1 Produksi padi (ton) 426.567 672.0522 Produksi jagung (ton) 7.567 9.0233 Produksi kedelai (ton) 1.128 1.6364 Produksi daging sapi (ribu ton) 8.817 11.6775 Produksi ikan (ton) diluar rumput laut 184.600 382.8006 Skor PPH 85,7 91,47 Tingkat konsumsi energi (kkal/kapita/hari) 3.034 2.1508 Konsumsi ikan (kg/kap/tahun) 50,5 55,749 Prevalensi anemia pada ibu hamil
(persen)20 <10
68
NoIndikator
Status Awal
(2014)
Target (2018)
10 Persentase bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) (persen)
25 <15
11 Persentase bayi dengan usia kurang dari 6 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif (persen)
45 50
12 Prevalensi kekurangan gizi (underweight) pada anak balita (persen)
17,3 16
13 Prevalensi kurus (wasting) pada anak balita (persen)
15 <10
14 Prevalensi pendek dan sangat pendek (stunting) pada anak baduta (bayi di bawah 2 tahun) (persen)
26,1 26
15 Prevalensi berat badan lebih dan obesitas pada penduduk usia >18 tahun (persen)
35 20
Penjabaran lebih rinci terkait peran lintas sektor ditampilkan pada Tabel berikut yang
didalamnya terdapat alur pikir (logical framework) dari peranan setiap stakeholder dan tabel ini
merupakan modifikasi dari kegiatan yang tercantum pada Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Strategis SKPD/Instansi lingkup Pemerintah
Provinsi Kalimantan Timur.
Tabel 3.2 Logical Framework RAD-PG Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2014-2018
ImpactPeningkatan Kualitas SDM Outcome
1. Produksi padi mencapai 672.052 ton2. Produksi jagung mencapai 9.023 ton3. Produksi kedelai mencapai 1.636 ton4. Produksi daging sapi mencapai 11.677 ton5. Produksi ikan (diluar rumput laut) mencapai 382.800 ton6. Skor pola pangan harapan (PPH) mencapai 91,47. Konsumsi energi mencapai 2.150 kkal/kapita/hari8. Konsumsi ikan mencapai 55,74 kg/kap/tahun9. Prevalensi anemia pada ibu hamil mencapai <10%10. Persentase bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR) mencapai <15%11. Persentase bayi dengan usia kurang dari 6 bulan yang mendapatkan ASI eksklusif mencapai 50%12. Prevalensi kekurangan gizi (underweight) pada anak balita mencapai <16%13. Prevalensi kurus (wasting) pada anak balita mencapai <10%14. Prevalensi pendek dan sangat pendek (stunting) pada anak baduta (bayi di bawah 2 tahun) mencapai 26%15. Prevalensi berat badan lebih dan obesitas pada penduduk usia >18 tahun mencapai 20 %
69
PELAKSANA INPUT OUTPUT
Dinas Kesehatan1. Persentase Puskesmas yang
menyelenggarakan kegiatan kesehatan remaja
Peningkatan Pengetahuan Gizi Remaja, WUS & IBU
2. Persentase puskesmas yang melaksanakan kelas Ibu hamil.
3. Persentase ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal (K4)
4. Persentase bayi baru lahir yang melakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD)
5. Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan mendapat ASI Eksklusif
6. Persentase Persalinan di fasilitas pelayanan kesehatan
7. Persentase Puskesmas Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi (P4K)
8. Prevalensi merokok pada penduduk usia < 18 tahun
Konsumsi energi dan zat gizi tercukupi terutama bagi kelompok rentan yaitu remaja putri, Ibu hamil
9. Persentase remaja putri yang mendapatkan Tablet Tambah Darah(TTD)
10. Persentase Ibu hamil KEK yang mendapat Pemberian Makanan Tambahan( PMT)
11. Persentase Ibu hamil yang mendapatkan TTD 90 tablet selama masa kehamilan.
12. Persentase balita kurus yang mendapat makanan tambahan
13. Persentase balita yang ditimbang berat badannya
14. Presentase balita gizi buruk yang mendapat perawatan
Penanggulangan Gizi Buruk Akut dan kronis
15. Persentase balita 6-59 bulan mendapat kapsul Vitamin A
16. Persentase ibu nifas mendapat kapsul vitamin A
Manajemen dan Pencegahan Penyakit
70
17. Persentase ibu hamil anemia18. Persentase rumah tangga
mengkosumsi garam beriodium
19. Persentase bayi dengan berat badan lahir rendah (berat badan <2500 gram)
20. Persentase anak usia 0-11 bulan yang mendapat imunisasi dasar lengkap
21. Persentase kabupaten/kota yang memiliki kebijakan Perilaku Hidup Bersih & Sehat (PHBS)
22. Persentase sarana air minum yang dilakukan pengawasan
Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura
Jumlah Pemanfaatan Pekarangan (kelompok) Penganekaragaman Makanan
Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura
1. Produksi Padi (ton)
Ketersediaan Pangan, Akses Ekonomi dan Pemanfaatan Pangan
2. Produksi Jagung(ton)3. Produksi Kedelai(ton)
Dinas Peternakan Produksi Daging Sapi (ton)
Dinas Kelautan dan Perikanan
1. Produksi Perikanan Budidaya(ton)
2. Produksi Perikanan Tangkap(ton)
3. Rata-rata Konsumsi Ikan per tahun(kg)
Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura
1. Tersedianya Cadangan Pangan Pemerintah Provinsi setara 200ton
2. Penurunan Jumlah Penduduk Rawan Pangan
3. Lumbung Pangan yangdiberdayakan
4. Produk Pangan Segar yangTersertifikasi
5. Tingkat Keamanan Pangan Segar yang Diuji
BBPOM
1. Persentase Cakupan PengawasanSarana Produksi Obat danMakanan
2. Jumlah Desa Pangan Aman (PAMAN)
71
3. Jumlah Pasar yang diintervensi menjadi pasar aman bahanberbahaya
4. Jumlah Kabupaten/kota yang menerapkan Peraturan Kepala Badan POM tentang IRTP
PU Bidang Cipta Karya
1. Pembangunan Saluran PAM ke Rumah Tangga
Peningkatan Sanitasi dan Akses Air Bersih
a. Pembangunan SPAM(KK) b. Optimalisasi SPAM(KK) c. Pembangunan SPAM Ibu
Kota Kecamatan (KK)d. Perluasan SPAM Perkotaan
(KK)
2. Pembangunan Infrastruktur Limbaha. Pembangunan
SANIMAS(KK)b. Pembangunan IPAL(KK)c. Pembangunan IPLT(KK)d. Pembangunan Drainase (ha)
Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura
1. Laporan Kegiatan Dewan Ketahanan Pangan
Koordinasi Vertikal Horizontal2. Laporan Sistem Kewaspadaan
pangandan Gizi
Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa
1. PKK
Tersedianya akses pelayanan dalam rangka pengembangan dan peningkatan Pemberdayaan Kelembagaan dan Sosial Budaya Masyarakat
2. Posyandu
3. PMT-A
3.3 Prinsip dan Pendekatan Kunci 3.3.1 Sensitif Gender dan Kesetaraan
a. Pelaksanaan Pengarusutamaan Pembangunan Gender.Kegiatan-kegiatan dan mungkin juga dlm konsepsinya di tingkat nasional
maupun Provinsi, dan Kabupaten/Kota, secara eksplisit maupun implisit, membuat
asumsi yang menguatkan pemisahan peran laki-laki dan perempuan, antara lain
72
penyuluhan pertanian, program kredit, perkumpulan-perkumpulan formal dan peran
pemimpin didalamnya ditetapkan sebagai urusan laki-laki. Sedang perempuan
ditetapkan terbatas pada kegiatan-kegiatan yang menjurus ke bidang reproduksi,
seperti KB, Pendidikan, gizi dan kesehatan, PKK dan lainnya. Hal ini menggambarkan
kebijakan pemerintah belum peka gender.
Secara umum akses dan kontrol perempuan pada kelembagaan dan organisasi,
baik yang bersifat formal maupun tradisional baru sebatas pada kelembagaan yang
erat hubungan dengan peran gender perempuan, misalnya organisasi PKK, arisan,
pengajian dan sebagainya. Penyelenggaraan pemerintahan, pembangunan dan
pelayanan di daerah masih diperlukan peningkatan pengintegrasian gender melalui
penguatan kelembagaan, pemantauan dan evaluasi atas kebijakan program dan
kegiatan yang responsif gender.
Melalui Strategi Nasional (STRANAS) percepatan PUG melalui Perencanaan
yang responsip Gender (PPRG), berdasarkan permasalahan, sasaran serta arah
kebijakan nasional, maka strategi umum mengacu pada dua permasalahan yang
dihadapi adalah penerapan PPRG di tingkat nasional dan daerah yaitu a). Penguatan
dasar hukum dan b). Penguatan koordinasi baik antar sesama instansi penggerak
dengan instansi pelaksana.
b. Kesenjangan Gender Dalam Hal Akses, Manfaat dan Partisipasi Dalam Pembangunan.
Lambatnya peningkatan nilai Indeks Pembangunan Gender (IPG) setiap tahun.
Hal ini mengidikasikan bahwa peningkatan kesetaraan gender di bidang ekonomi dan
ketengakerjaan, politik, serta pengambilan keputusan yang signifikan yang antara lain
disebabkan oleh (1). Masih terdapatnya kesenjangan gender dalam hal akses, manfaat
dan partisipasi dalam pembangunan serta penguasaan terhadap sumber daya pada
tataran antar Provinsi dan antar Kabupaten/Kota, (2). Rendahnya peran dan
partisipasi perempuan di bidang politik, jabatan publik dan di bidang ekonomi, (3).
Rendahnya kesiapan perempuan dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim,
krisis ekonomi, bencana alam dan konflik sosial serta terjadinya penyakit.
Untuk 2 tahun terakhir (2014 dan 2015) Kalimantan Timur termasuk 5 (lima)
daerah terendah (Kalimantan Utara, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Papua Barat
dan Papua) yang memiliki gap antara IPG dan IPM. Salah satu penyebab dari
kesenjangan gender yang terjadi di Kalimantan Timur adalah terjadinya kesenjangan
73
gender dalam sumbangan pendapatan laki-laki dan perempuan.(Sumber dari Buku
Pembngunan Manusia Berbasis Gender 2016, terbitan Kerjasama Kementerian
Pemberdayaan Perempuan dengan BPS).
Lambatnya peningkatan nilai IPG setiap tahun mengindikasikan bahwa
peningkatan kesetaraan gender di bidang ekonomi dan ketenagakerjaan, politik serta
pengambilan keputusan yang signifikan yang antara lain disebabkan oleh :
- Masih terdapatnya kesenjangan gender dalam hal akses, manfaat dan partisipasi
dalam pembangunan serta penguasaan terhadap sumber daya pada tataran antar
Provinsi dan antar Kabupaten/Kota.
- Rendahnya peran dan partisipasi perempuan di bidang politik, jabatan-jabatan
publik dan dibidang ekonomi.
- Rendahnya kesiapan perempuan dalam mengantisipasi dampak perubahan iklim,
krisis energi, krisis ekonomi, bencana alam dan konflik sosial serta terjadinya
penyakit.
3.3.2 Pendekatan Multi Sektor
Tantangan utama dalam peningkatan status gizi masyarakat adalah
meningkatkan intervensi gizi spesifik serta peningkatan intervensi sensitif melalui
penguatan regulasi, kesiapan fasilitas pelayanan kesehatan bagi upaya perbaikan gizi
termasuk peningkatan jumlah dan kualitas sumber daya manusia, meningkatkan akses
masyarakat terhadap pangan yang berkualitas, dan mendorong pola hidup makan
sehat terutama dengan penurunan konsumsi gula, lemak, dan garam untuk
menurunkan faktor risiko penyakit tidak menular. Tantangan lainnya yang perlu
diselesaikan adalah disparitas masalah gizi yang masih cukup tinggi antar propinsi,
antar kabupaten/kota, serta antar kelompok sosial ekonomi masyarakat.
Ketika bahan pangan sudah didapatkan, maka berbagai faktor mempengaruhi
jumlah dan kualitas pangan yang dijangkau oleh anggota keluarga. Bahan pangan yang
dimakan harus aman dan memenuhi kebutuhan fisiologis suatu individu. Keamanan
pangan mempengaruhi pemanfaatan pangan dan dapat dipengaruhi oleh cara
penyiapan, pemrosesan, dan kemampuan memasak di suatu komunitas atau rumah
tangga. Akses kepada fasilitas kesehatan juga mempengaruhi pemanfaatan pangan
karena kesehatan suatu individu mempengaruhi bagaimana suatu makanan dicerna.
Misal keberadaan parasit di dalam usus dapat mengurangi kemampuan tubuh
74
mendapatkan nutrisi tertentu sehingga mengurangi kualitas pemanfaatan pangan oleh
individu. Kualitas sanitasi juga mempengaruhi keberadaan dan persebaran penyakit
yang dapat mempengaruhi pemanfaatan pangan sehingga edukasi mengenai nutrisi dan
penyiapan bahan pangan dapat mempengaruhi kualitas pemanfaatan pangan.
Dalam rangka mengatasi permasalahan gizi diketahui bahwa intervensi gizi
spesifik yang sebagian besar dilaksanakan oleh sektor kesehatan dan berpengaruh
secara langsung merupakan yang paling efektif (Bhutta, 2013). Keberlanjutan
intervensi ini bergantung pada pelaksanaan intervensi gizi sensitif, yang merupakan
faktor mendasar yang mempengaruhi status gizi, intervensi sensitif dilaksanakan oleh
sektor lain seperti pendidikan, pertanian, pekerjaan umum/infrastruktur, dan
kesejahteraan sosial (WHO, 2012).
Gambar 3.1 Pengarusutamaan Pembangunan Gizi Lintas Sektor
Logical framework (logframe) RAD-PG dengan peran SKPD terkait secara lebih
rinci. Semua SKPD terkait mempunyai goal atau dampak program multi-sektor yang
sama yaitu menghasilkan sumber daya manusia Indonesia yang berkualitas. Semua
75
Pengarusutamaan Pembangunan Gizi Lintas Sektor
Sumber: Bappenas, 2012
Berfikir Multi-Sektor, Bertindak Sektoral
kegiatan SKPD ini diharapkan dapat mencapai semua Outcome yang telah ditentukan.
Seluruh outcome akan dapat dicapai setidaknya apabila 1) terjadi peningkatan
pengetahuan gizi dan kesehatan pada remaja, wanita usia subur dan ibu; 2) konsumsi
makanan yang berpedoman pada gizi seimbang terutama pada kelompok rentan yaitu
kelompok 1000 HPK, remaja perempuan, ibu menyusui, dan balita; 3) pemantauan dan
stimulasi tumbuh kembang; 4) pencegahan dan manajemen penyakit infeksi; 5)
penanggulangan gizi buruk akut; 6) ketersediaan pangan, akses ekonomi dan
pemanfaatan pangan yang adekuat; 7) Jaminan terhadap akses kesehatan dan sosial;
8) Peningkatan sanitasi dan air bersih; 9) Akses terhadap pelayanan kesehatan dan KB;
10) Pendidikan dan pemberdayaan perempuan, serta perkembangan anak usia dini; 11)
Peningkatan pemahaman dan pelaksanaan advokasi yang strategis; 12) koordinasi
vertikal dan horizontal; 13) Akuntabilitas, regulasi insentif, peraturan perundang-
undangan; 14) investasi dan mobilisasi kapasitas; 15) Monitoring dan evaluasi tepat
guna. Peran setiap SKPD terkait dapat dijabarkan melalui pencapaian indikator output,
seperti yang dicantumkan pada indikator input didalam logframe RAD-PG2015-2019.
Gambar 3.2 Contoh Peran Multi-sektor dalam Kerangka Perbaikan
Berbagai aspek gizi dan komponen sektor lainnya seperti pertanian, air dan
sanitasi, dan kebutuhan perlindungan sosial pada RAD-PG Provinsi Kalimantan Timur
perlu mengacu apa yang telah ditetapkan dalam RPJMN, RAN-PG, RPJMD Provinsi
Kalimantan Timur dan peraturan pemerintah lainnya. Pelaksanaan peraturan yang
76
Keterangan :*) Peran Utama dari setiap Sektor
ditetapkan harus fokus pada kelompok yang rentan dan termiskin, sehingga dapat
meningkatkan pencapaian target yang telah ditetapkan.Pengembangan pendekatan
multi-sektor yang terintegrasi untuk intervensi diperlukan melalui pendekatan dari bawah
ke atas (bottom up) yang dapat dilakukan oleh Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah di provinsi dan kabupaten/kota. Untuk pelaksanaan RAD-PG dapat dimulai
ditingkat provinsi dan selanjutnya dilakukan di tingkat kabupaten/kota.
3.3.3. Kaitan Dengan RPJMD
RPJMD Kalimantan Timur 2013 – 2018 menitikberatkan pada pengelolaan
unrenewable resources tetapi lebih pada (transformasi) renewable resources yang
berpihak pada lingkungan dan kesejahteraan masyarakat dalam jangka panjang. Untuk
mewujudkan keseimbangan tersebut, pembangunan Provinsi Kalimantan Timur diarahkan
pada model pembangunan ekonomi hijau sebagai rezim pembangunan untuk menjaga
keseimbangan antara pilar ekonomi, lingkungan, dan sosial, serta mewujudkan kondisi
masyarakat yang lebih baik dan berkeadilan sosial dengan mengurangi risiko kerusakan
lingkungan.
Dimensi-dimensi yang bernilai penting dalam pembangunan berkelanjutan memiliki
relevansi yang sama dengan Rencana Aksi Daerah Pangan dan Gizi (RAD PG)
Kalimantan Timur yang berupaya mewujudkan ketahanan pangan daerah namun tetap
memperhatikan sumber daya manusia yang sehat, dinamis dan memperhatikan
lingkungan berkelanjutan. Visi RPJMD Provinsi Kalimantan Timur 2013-2018 adalah
‘Mewujudkan Kaltim Sejahtera Yang Merata Dan Berkeadilan Berbasis Agroindustri Dan
Energi Ramah Lingkungan’. Selanjutnya untuk mencapai visi ini, maka misi pertama
RPJMD Kalimantan Timur adalah ‘Mewujudkan kualitas sumber daya manusia Kaltim
yang mandiri dan berdaya saing tinggi’.
Dalam mengarahkan strategi pembangunan, Pemerintah Provinsi Kaltim berupaya
untuk fokus pada prioritas pembangunan yang sejalan dengan visi dan misi daerah, yaitu:
9. Peningkatan mekanisme pemberian bantuan dan perlindungan sosial bagi
masyarakat miskin
10. Peningkatan pemberdayaan usaha ekonomi masyarakat miskin
11. Pengembangan kemampuan kerja dan berusaha (wirausha)
12. Peningkatan produksi hasil pertenakan
13. Pengembangan Perikanan Tangkap
14. Pengembangan kawasan budidaya laut, air payau dan air tawar
15. Intensifikasi dan Ekstensifikasi Produksi Pertanian Padi
16. Penyediaan dan Peningkatan kualitas SDM pertanian
17. Mendorong produksi pertanian dan arti luas
18. Penganekaragaman Produk Olahan Pertanian dalam arti luas
19. Peningkatan Ketahanan Pangan
20. Program Pengembangan Lembaga Ekonomi Pedesaan
21. Program Peningkatan Pendayagunaan Teknologi tepat guna
Berbagai program prioritas tersebut bermuara pada pencapaian berbagai
Output sebagaimana termuat dalam Logical Fremework RAN-PG 2015-2019 dan Revisi
Kedua RAD PG Kalimantan Timur 2014-2018.
3.3.4. Penguatan RAD-PGPenguatan RAD-PG merupakan langkah-langkah yang ditempuh untuk
melaksanakan RAN-PG. Tahapan pelaksanaan dalam rangka memperkuat perbaikan
pangan dan gizi adalah pembenahan aspek kelembagaan di tingkat provinsi yang
79
dilanjutkan dengan pembentukan dan pendampingan di kabupaten/kota, sehingga bila
dari aspek kelembagaan sudah solid dan tertata maka akan mudah dalam menyusun
perencanaan hingga melakukan rencana aksi dan implementasi.
Kelembagaan ketahanan pangan dan gizi di pemerintahan propinsi Kalimantan
Timur mulai dilaksanakan di bawah koordinasi Dewan Ketahanan Pangan (DKP) yang
diketuai oleh Gubernur. Namun kelembagaan Dewan Ketahanan Pangan di tingkat
kabupaten/kota masih belum optimal. Kendala belum efektifnya ini disebabkan karena
permasalahan pemahaman dan penerapan PP 38 Tahun 2007 dan PP 41 Tahun 2007,
selain itu karena keterbatasan SDM yang dimiliki Kabupaten/Kota, sehingga ada
beberapa organisasi ketahanan pangan yang berbentuk Badan, Kantor ataupun hanya
pada eselon III atau IV, sehingga dalam pelaksanaan koordinasi akan sangat
menyulitkan. Disamping itu karena institusi ini relatif baru, sehingga dijumpai kendala-
kendala kualitas SDM dan produktivitas tenaga penyuluh serta terbatasnya sarana dan
prasarana. Usaha-usaha untuk meningkatkan kelembagaan fungsional (DKP) maupun
kelembagaan struktural harus dilakukan, serta meningkatkan koordinasi dan kerjasama
lintas SKPD yang menangani pangan dan gizi. Hingga saat ini penanganan masalah
ketahanan pangan dan gizi seringkali menghadapi kendala yang bersumber dari aspek
kelembagaan. Kondisi tentang kelembagaan Pangan dan Gizi di Kalimantan Timur dapat
di uraikan dalam Tabel berikut.
Tabel 3.3 Kondisi Kelembagaan Pangan dan Gizi di Kalimantan Timur
KINERJADewan Ketahanan Pangan
1. Ditingkat Provinsi telah dibentuk Dewan Ketahanan Pangan Daerah berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor : 58 Tahun 2009 dan Keputusan Gubernur Nomor : 520/K.372/2009.
2. Ditingkat Kabupaten/Kota sudah dibentuk 8 Dewan Ketahanan Pangan Daerah
3. Rapat Koordinasi DKP seharusnya dilaksanakan minimal 2 kali setahun atau atas permintaan Ketua Dewan dalam hal ini Gubernur/Bupati/Walikota dapat dilakukan secara berkala. Ditingkat provinsi baru dilaksanakan satu kali di tahun 2010 yang dipimpin oleh Gubernur Kalimantan Timur.Sedangkan rapat koordinasi antara provinsi dan kabupaten belum pernah dilaksanakan akibat keterbatasan sarana dan prasarana, seperti Sekretariat, Pokja Ahli, SDM, dan Anggaran, sehingga koordinasi dilakukan melalui fasilitas yang ada.
4. Ada beberapa kabupaten yang dalam tahun 2013 akan membentuk Dewan Ketahanan Pangan meliputi Penajam
80
KINERJAPaser Utara dan Mahulu
5. Anggota DKP telah mengikuti beberapa kegiatan baik tingkat regional maupun nasional, baik melalui Rakor dan Rapat Teknis
Pendataan dan informasi pangan
1. Sistem pendataan belum dilakukan secara terpadu dan kontinyu, terutama akses data-data sekunder serta belum berbasis waktu. Data-data yang ada merupakan data-data yang belum diperbaharui, karena keterbatasan SDM dan sarana prasarana operasional.
2. Sistem informasi pangan belum dapat diakses secara tepat dan cepat, baik melalui media online maupun media offline lainnya.
Kelembagaan pangan dan gizi di pedesaan
1. Kelembagaan menangani gizi dan kesehatan ditingkat provinsi dan kabupaten/kota sudah berkembang, namun ditingkat kecamatan dan pedesaann belum berkembang secara optimal.
2. Kelembagaan menangani desa rawan belum merata di kabupaten/kota, karena tidak adanya kelembagaan ketahanan pangan.
3. Kelembagaan menangani penganekaragaman pangan baru tumbuh sejak tahun 2010 ditingkat pedesaan melalui stimulus APBN dan APBD, namun pendampingan oleh petugas belum berjalan secara baik.
Monitoring dan evaluasi kinerja ketahanan pangan
Monitoring dan evaluasi kinerja ketahanan pangan ditingkat provinsi dan kabupaten belum berjalan sebagaimana Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang ditetapkan, masih bersifat parsial, dan belum terpadu dan belum menjangkau tingkat kabupaten/kota secara keseluruhan dengan baik.
Pengembangan inovasi ketahanan pangan keluarga
1. Minimnya penelitian terhadap potensi pangan lokal di Kaltim sebagai bahan pangan alternatif, tidak dilakukan secara terkoordinasi, sehingga hasil-hasil penelitian tersebut belum terpublikasi pada masyarakat luas.
2. Belum optimal dalam memanfaatkan IpTek yang berbasiskan sumberdaya dan kearifan lokal .
3. Tidak berkembangnya hasil-hasil Lomba Cipta Menu yang dilaksanakan karena mahalnya biaya promosi dan harga bahan baku pangan lokal.
Sumber: BKPP Provinsi Kaltim, 2015
81
Dalam rangka penguatan aspek pangan dan gizi, diperlukan penguatan koordinasi dan
sarana pertemuan yang mampu menjadi pengungkit kelembagaan yang solid dan konsisten
hingga ke tingkat kabupaten/kota. Oleh sebab itu perlu dibangun kerangka kerja dan SOP
(standar, operasional, dan procedure) yang dijalankan secara konsisten oleh setiap multisektor
yang terlibat.
Gambar 3.3 Upaya Penguatan Kelembagaan Pangan dan Gizi di Kalimantan Timur
3.3.5. Kesetaraan
Kesetaraan gender merupakan kesamaan kondisi bagi laki laki dan perempuan. Dalam
rangka memperoleh kesempatan serta hak-haknya. Sebagai manusia agar mampu berperan
dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, hukum, ekonomi, social budaya, pendidikan,
pertahanan dan keamanan, serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan.
Dengan berubahnya paradigma tentang perempuan, maka ruang publik tidak lagi
dominasi oleh pria tetapi perempuan juga memiliki peluang, akses dan kemampuan yang sama.
Dimensi kehidupan sosial kemasyarakatan seperti pendidikan, dunia usaha, birokrasi bahkan
politik sendiri diwarnai oleh kaum perempuan. Hal ini mempertegas bahwa transformasi sosial
bagi perempuan sudah tidak bisa tertindas.
Seiring dengan terjadinya keterbukaan informasi pelaksanaan pembangunan.
Pemerintahan daerah telah mengupayakan hasil pembangunan dapat dirasakan oleh warga
82
masyarakat tanpa terkecuali, baik laki laki maupun perempuan. Hal ini dapat ditunjukkan
melalui pengangkatan jabatan strategis yang dipimpin oleh perempuan yang artinya tidak ada
diskriminasi terhadap laki laki dan perempuan sepanjang telah memiliki kemampuan.
Kalimantan Timur merupakan daerah yang memiliki potensi yang cukup besar untuk
berkembang lebih maju. Maju dan tidaknya tergantung dari peran semua pihak sehingga hasil
pembangunan dapat dirasakan oleh semua tanpa diskriminasi. Untuk mendukung kesetaraan
gender, pemerintah daerah melakukan terobosan melalui program peningkatan peran serta dan
kesetaraan gender. Dalam pembangunan dengan alokasi anggaran Rp. 652 juta pada tahun
2016, dan pada tahun 2017 sebesar Rp. 2,5 M dan Pagu indikatif tahun 2018 sebesar
Rp. 800 juta.
83
BAB IVKERANGKA PELAKSANAAN RENCANA AKSI
Kerangka pelaksanaan rencana aksi menjadi suatu hal yang penting karena
menyangkut siapa dan bagaimana kegiatan tersebut dilaksanakan. Pada kerangka
pelaksanaan diatur kerangka kelembagaan, manajemen keuangan dan aliran dana,
anggaran indikatif, strategi pengembangan kapasitas, strategi advokasi dan komunikasi,
dan strategi monitoring dan evaluasi.
4.1 Kerangka Kelembagaan
4.1.1 Struktur organisasiTim Rencana Aksi Pangan dan Gizi Provinsi Kalimantan Timur dibentuk
berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Kalimantan Timur yang terdiri dari Tim
Pengarah, Tim Teknis dan Tim Sekretariat dengan susunan keanggotaan masing-
masing sebagai berikut:
PenanggungJawab : Gubernur Kalimantan Timur
Pengarah I : Wakil Gubernur Kalimantan Timur
Pengarah II : Sekretaris Daerah Provinsi Kalimantan Timur
Ketua : Kepala Bappeda Provinsi Kalimantan Timur
Sekretaris : Kepala Biro Hukum Setda Provinsi Kalimantan Timur
Anggota: : 1. Kabid Ekonomi Bappeda Provinsi Kalimantan Timur
2. Sekretaris Bappeda Provinsi Kalimantan Timur
3. Kepala Bidang Prasarana Wilayah Bappeda Provinsi
Kalimantan Timur
4. Kepala Bidang Perencanaan dan Pengendalian
Pembangunan Daerah Provinsi Kalimantan Timur
5. Kepala Bidang Pemerintahan, Sosial dan Budaya Bappeda
Provinsi Kalimantan Timur
6. Kepala UPTB Pusat Data dan Informasi Bappeda Provinsi
Kalimantan Timur
7. Kasubbid Pertanian dan Perikanan Bappeda Provinsi
Kalimantan Timur
8. Kasubbid Indagkop, Investasi dan Pariwisata Bappeda
Provinsi Kalimantan Timur
84
9. Kasubbid SDA dan LH Bappeda Provinsi Kalimantan
Timur
10. Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Provinsi
Kalimantan Timur
11. Dinas Pangan, Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi
Kalimantan Timur
12. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi
Kalimantan Timur
13. Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Kalimantan Timur
14. Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Timur
15. Biro Hukum Sekretariat Daerah Provinsi Kalimantan Timur
16. Disperindakop & UKM Provinsi Kalimantan Timur
17. Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan
Timur
18. Dinas Kependudukan, Pemberdayaan Perempuan dan
Perlindungan Provinsi Kalimantan Timur
19. Dinas Pemberdayaan Masyarakat Pemerintahan Desa
Provinsi Kalimantan Timur
20. Dinas PUP2 & PERA Provinsi Kalimantan Timur
21. Fakultas Pertanian Universitas Mulawarman Samarinda
22. Pelaksana pada Bappeda Provinsi Kalimantan Timur.
4.1.2 Tugas dan Tanggung Jawab Tim Pengarah :1. Memberikan arahan dalam penyusunan RAD-PG antara lain koordinasi
penyusunan, kebijakan yang perlu dimasukkan dalam RAD-PG, serta
kegiatan prioritas yang diperlukan;
2. Menyampaikan laporan penyusunan RAD-PG kepada Menteri
PPN/Kepala Bappenas;
3. Memberikan arahan dalam pelaksanaan RAD-PG termasuk kebijakan
pelaksanaan dan strategi melaksanakan kegiatan prioritas.
Tim Teknis :1. Bertanggung jawab terhadap kegiatan penyusunan RAD-PG;
2. Melakukan penyusunan RAD-PG mulai dari membuat jadwal dan rencana
85
kerja, mencari dan mengumpulkan bahan yang diperlukan, melakukan
penyusunan sampai menghasilkan draft untuk disampaikan kepada Tim
Pengarah;
3. Menyampaikan draft RAD-PG kepada tim pengarah untuk proses lebih
lanjut;
4. Mengkoordinasikan pelaksanaan RAD-PG;
5. Menjalankan strategi untuk peningkatan efektifitas pelaksanaan sesuai
masukan Tim Pengarah
4.1.3 Keterlibatan Pemangku KepentinganUntuk mengimplementasikan rencana aksi ini, terdapat pelaksana dari pihak
PD Provinsi Kalimantan Timur maupun instansi vertikal. Dalam
mempermudah pelaksanaan di lapangan, PD/Instansi dapat dikelompokkan
ke dalam pilar, yaitu :
1. Perbaikan Gizi Masyarakat, melibatkan Dinas Kesehatan.
2. Peningkatan Aksesibilitas Pangan yang Beragam, melibatkan Dinas
PTPH, Dinas Kelautan dan Perikanan, Dinas Peternakan.
3. Peningkatan Pengawasan Mutu dan Keamanan Pangan, melibatkan
Balai Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Kaltim, serta Dinas
Pangan TPH.
4. Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, melibatkan Dinas
Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum (Cipta Karya)
5. Kelembagaan Pangan dan Gizi, melibatkan Badan Perencanaan
Pembangunan Daerah dan DPTPH.
4.2 Manajemen Keuangan dan PendanaanUntuk menjalankan rencana aksi ini, setiap pelaksana memerlukan dukungan dan
pengelolaan dana yang dapat berasal dari berbagai sumber. Sumber pendanaan utama
berasal dari APBN dari pemerintah pusat dan APBD dari pemerintah daerah. Dana
APBD diatur secara mandiri oleh pemerintah daerah, untuk dana APBN pembiayaannya
diperuntukkan bagi belanja kegiatan di tingkat pusat dan dapat digunakan di provinsi dan
kabupaten dalam berbagai skema yang ada. Dana APBN yang dapat didistribusikan
pada masing–masing PD terkait sedangkan pendanaan melalaui APBD melekat pada
program dan kegiatan sesuai dengan Renstra PD.
86
4.3 Keterlibatan Pemangku KepentinganPara pemangku kepentingan (stakeholders) di bidang pangan dan gizi termasuk
sektor swasta, perguruan tinggi dan organisasi non pemerintah dalam dan luar negeri
terlibat dalam perbaikan gizi. Jika memungkinkan Badan PBB dan mitra pembangunan
berkontribusi memberikan hibah dan bantuan teknis untuk perbaikan pangan, kesehatan,
dan gizi. Walaupun demikian, koordinasi lintas program dan lintas sektor/bidang di
pemerintah maupun antar Badan PBB dan mitra pembangunan masih harus terus
ditingkatkan. Koordinasi perlu dibangun untuk mengkoordinasikan secara efektif kebijakan
antar sektor/bidang, memfasilitasi kolaborasi di tingkat operasional dan mengintegrasikan
kegiatan program terkait dengan penurunan prevalensi kekurangan gizi dan peningkatan
asupan kalori pada semua anggota keluarga yang mengalami rawan pangan (Landscape
Analysis on Nutrition, Kemenkes, 2010).
Sasaran pembangunan pangan dan gizi dicapai dengan meningkatkan koordinasi dan
kerja sama antara berbagai lembaga terkait dengan pembangunan pangan dan gizi, baik
antar lembaga pemerintah, antara pemerintah dan masyarakat, maupun antar kelompok
masyarakat. Peningkatan koordinasi didukung oleh penyusunan perangkat hukum tentang
pangan dan pemasyarakatannya. Perangkat hukum itu termasuk peraturan tentang
penyediaan bahan baku, produk pangan olahan dan bahan penolong lainnya.
Di samping kelembagaan tersebut di atas dikembangkan pula kebijaksanaan untuk
mendorong dunia usaha, swasta, serta koperasi, untuk berperan serta dalam produksi dan
pengolahan pangan, penyediaan dan distribusi pangan yang berkualitas dan aman
sehingga menjadi mitra pemerintah untuk mencapai sasaran pembangunan pangan;
menata kelembagaan yang terkait dengan pengawasan kualitas dan pengendalian
pangan; dan meninjau kembali dan menata ketentuan dan peraturan yang menghambat
usaha peningkatan produksi, distribusi dan penyediaan pangan, serta menghambat
pengembangan industri dan sistem perdagangan pangan.
4.4 Strategi Pengembangan KapasitasUntuk melaksanakan program yang telah direncanakan, diperlukan adanya peningkatan
kapasitas organisasi, sumberdaya manusia, dan panduan pelaksanaan program atau
kegiatan. Strategi pengembangan kapasitas yang dapat dilakukan adalah dengan cara
berikut:
87
Peningkatan tenaga profesional di tingkat Pemerintah paling bawah yakni tingkat
Kecamatan dan Desa
Melakukan Kampanye kesehatan tentang pentingnya gizi seimbang pada semua
siklus kehidupan, terutama pada 1000 Hari Pertama Kehidupan melalui pada event-
event tertentu, seperti Hari Kartini, Hari Ibu dll.
Peningkatan dan pemerataan tenaga medis dan para medis di setiap Kabupaten/Kota
sampai ke pedalaman dan perbatasan.
Pengembangan teknologi pertanian dan peningkatan Sumberdaya Manusia Pelaku
Pertanian Tanaman Pangan untuk menghasilkan produksi yang mempunyai daya
saing.
Peningkatan ketahanan pangan masyarakat
Peningkatan kesejahteraan petani
Pemberdayaan dan Peningkatan penyuluhan ke Kabupaten/Kota dan peningkatan
SDM Penyuluh.
Bimbingan Teknis pada Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP)
Bimbingan Teknis dan Monitoring pada Kantin Sekolah.
Peningkatan Keamanan, Mutu, Gizi Pangan Jajanan Anak Sekolah (PJAS)
Peningkatkan pemberdayaan masyarakat dan peran pimpinan formal serta non formal
terutama dalam perubahan perilaku atau budaya konsumsi pangan yang difokuskan
pada penganekaragaman konsumsi pangan berbasis sumber daya lokal, perilaku
hidup bersih dan sehat, serta merevitalisasi posyandu.
4.5 Strategi Advokasi dan KomunikasiAdvokasi gizi adalah kombinasi antara pendekatan atau kegiatan individu dan sosial
untuk memperoleh komitmen politik, dukungan kebijakan, penerimaan sosial, dan adanya
sistem yang mendukung terhadap suatu program atau kegiatan khususnya di bidang gizi.
(Notoatmodjo, Soekidjo. 2007.Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta Rineka
Cipta.)Advokasi gizi memiliki tujuan yaitu:
Melakukan perubahan, terutama dalam hal gizi dan kesehatan
Meningkatkan perhatian publik terhadap kesehatan, dan meningkatkan alokasi sumber
daya untuk kesehatan.
Komitmen Politik (Political Comitment), komitmen para pembuat keputusan atau penentu
kebijakan baik kekuasaan eksekutif maupun legislatif sangat diperlukan terhadap
88
permasalahan kesehatan dan upaya pemecahan permasalahan kesehatan. Seberapa jauh
komitmen politik para eksekutif maupun legislatif terhadap masalah kesehatan dipengaruhi
oleh pemahaman mereka terhadap masalah – masalah kesehatan.
Dukungan Kebijakan (Policy Support), dukungan kebijakan ini dapat berupa Undang –
Undang, peraturan pemerintah atau peraturan daerah, surat keputusan pimpinan institusi
baik pemerintah maupun swasta, instruksi atau surat edaran dari para pemimpin lembaga/
institusi, dsb.
Dukungan Masyarakat (Social Acceptance), dukungan masyarakat berarti diterimanya
suatu program oleh sasaran program tersebut yakni masyarakat, terutama tokoh
masyarakat.
Dukungan Sistem (System Support), agar suatu program atau kegiatan berjalan dengan
baik, perlu adanya sistem, mekanisme, atau prosedur kerja yang jelas yang
mendukungnya.
Advokasi gizi dapat dilakukan melalui media cetak maupun media elektronik,
permasalahan kesehatan disajikan baik dalam bentuk lisan, artikel, berita, diskusi,
penyampaian pendapat, dsb. Hal ini karena media massa mempunyai kemampuan yang kuat
untuk membentuk opini publik (public opinion) yang dapat mempengaruhi bahkan merupakan
tekanan terhadap para penentu kebijakan dan para pengambil keputusan. Adapun metode yang
digunakan dalam advokasi gizi adalah :
Lobi politik (political lobying), lobi adalah berbincang – bincang secara informal dengan para
pejabat untuk menginformasikan dan membahas masalah dan program kesehatan yang
akan dilaksakan.
Seminar dan atau presentasi, seminar atau presentasi yang dihadiri oleh pejabat lintas
program dan lintas sektoral.
Media massa.
Perkumpulan (asosiasi) peminat, perkumpulan profesi juga merupakan bentuk advokasi.
4.6 Pendanaan IndikatifPenting untuk mengetahui anggaran yang tersedia untuk pelaksanaan program. Dengan
demikian dapat diketahui jumlah dana yang diperlukan dan ketersediaan dana sehingga
apabila terjadi kekurangan dapat diketahui lebih awal dan direncanakan untuk mencari
alternatif pendanaan dari sumber lainnya. Besar dana indikatif untuk program dan kegiatan
hendaknya dimiliki pusat dan daerah dan untuk pusat biasanya terdapat pada RPJMN dan
89
Renstra K/L sedang di daerah biasanya dianggarkan dalam APBD Provinsi dan APBD
Kabupaten/kota.
4.7 Strategi Monitoring dan Evaluasi
Dalam rangka menjamin pencapaian RAD-PG Kaltim 2014-2018, maka perlu dilakukan
kegiatan monitoring dan evaluasi. Monitoring difokuskan pada kegiatan yang sedang
dilaksanakan agar kelemahannya diketahui secara cepat dan bisa segera diantisipasi.
Sedangkan evaluasi dilakukan untuk melihat hasil yang dicapai dengan rencana target atau
standar yang telah ditentukan.
Selain itu dalam pelaksanaan monitoring dan evaluasi perlu pula menetapkan target
dan output yang ingin dicapai, siapa yang berperan, dan apa saja yang berperan, apa saja
input dan proses yang harus dilakukan
Untuk melaksanakan monitoring dan evaluasi perlu ditetapkan target atau output yang
ingin dicapai, siapa saja yang berperan, apa saja input dan proses yang harus dilakukan.
Secara garis besar informasi ini diperoleh dari logical framework. Namun agar lebih terukur
dipilih beberapa indikator kinerja utama untuk setiap Peringkat Daerah yang terkait dengan
pencapaian RAD-PG dan akan terus dipantau pencapaiannya dalam kurun waktu tertentu.
Indikator diperoleh dengan memilih indikator kinerjanya yang berasal dari RPJMD maupun
Renstra Peringkat Daerah atau kegiatan lainnya yang relevan terhadap upaya perbaikan gizi
dan berkaitan dengan output dan outcome yang ingin dicapai. Indikator ini akan terus
dipantau dan dievaluasi sehingga dapat mendorong tercapainya output dan outcome dari
RAD-PG 2014-2018.
Tabel 4.1 Indeks Pemberdayaan Gender (IDG) dan Komponen Menurut Kab/Kota Tahun 2010 – 2015
19. Jumlah Kader Keamanan Pangan yang diberikan Bimbingan Teknis
20. Jumlah pasar yang diintervensi menjadi Pasar Aman dari Bahan Berbahaya (sebagai Pilot Project)
21. Jumlah Kab/Kota yang memberikan komitmen dan menerapkan peraturan Kepala Badan POM terkait Industri Rumah Tangga (IRTP)
22. Jumlah Perkara dengan tindak lanjut
97
PILAR KEGIATAN INDIKATOR YANG DIMONITOR PENANGGUNG
JAWAB FREK MONEVpenyidikan
23. Menurunnya hama penyakit ikan dan meningkatkan mutu hasil budidaya serta menunjang peningkatan produksi perikanan budidaya Kaltim
24. Penerapan CCS untuk menjamin mutu dan keamanan hasil perikanan (orang)
25. Penerapan GMP dan SSOP bagi UKM sektor kelautan dan perikanan (unit)
26. Sosialisasi Gerakan Memasyarakatkan Makan Ikan (Gemarikan) dan Lomba Masak Serba Ikan
27. Keikutsertaan dalam Promosi/Pameran
28. Jumlah sosialisasi Public Awareness Pangan Asal Hewan yang Aman, Sehat, Utuh dan Halal (ASUH)
Kepala Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Prov. Kaltim
29. Jumlah Auditor Nomor Kontrol Veteriner (NKV)
30. Jumlah usaha peternakan yang bersertifikat Nomor Kontrol Veteriner (NKV)
31. Jumlah Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) Peternakan
32. Jumlah peserta pelatihan pengolahan produk olahan hasil peternakan
33. Peningkatan usaha yang bersertifikat Nomor Kontrol Veteriner/NKV (%)
34. Penurunan kasus cemaran mikroba (%)
Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS)
1. Prensentase rumah tangga melaksanakan PHBS
Kepala Dinas Kesehatan Prov. Kaltim
3-6 Bulan/Th.
2. Jumlah kabupaten / Kota melaksanakan survey PHBS
3. Jumlah kabupaten / Kota yang melaksanakan pengembangan Media PHBS
4. Jumlah Kabupaten / Kota yang melaksanakan pengembangan SBH
5. Jumlah kabupaten / Kota yang membuat rencana operasional peningkatan rumah tangga ber PHBS
Penguatan Kelembagaan Pangan dan Gizi
1. Kelompok desa mandiri pangan yang dikembangkan
Kepala BKPP Provinsi, Kadis Kesehatan dan Kepala BPOM
3-6 Bulan/Th.
2. Kelompok desa pada daerah rawan pangan
3 kelompok desa lokasi Percepatan Penganekaragaman Konsumsi Pangan (P2KP)
4. Pembinaann kelompok pendamping P2KP
98
PILAR KEGIATAN INDIKATOR YANG DIMONITOR PENANGGUNG
JAWAB FREK MONEV
5. Pembinaan kelompok pada untuk pemantuan dan pemantapan penganekaragaman pangan dan keamanan pangan
6. Penguatan Tim Pangan dan Gizi Kecamatan pada setiap Kabupaten
7. Revitalisasi Dewan Ketahanan Pangan daerah
8. Penguatan Sistem Kewaspadaan Pangan dan Gizi Daerah
9. Penguatan kapasitas tenaga Pembina10. Pendataan Kerawanan Pangan
masyarakat11. Pendataan Pola Pangan Harapan12. Jumlah penelitian tentang pangan olahan13. Jumlah penelitian tentang zat gizi mikro14. Jumlah penelitian tentang pangan lokal
5.4 Kegiatan yang Dimonitoring Berdasar IndikatorKegiatan yang dimonitoring dalam RAD-PG Provinsi Kalimantan Timur Tahun 2014-
2018 memuat sejumlah indikator yang akan dievaluasi secara berkala .
Tabel 5.2 Indikator untuk Evaluasi Pengembangan Ketahanan Pangan dan Gizi
INDIKATOR DASAR TA 2013 2014 2015 2016 2017 2018
PILAR I : GIZI MASYARAKAT1. Persentase kasus balita gizi
buruk yang mendapatkan perawatan
100 100 100 100 100 100
2. Persentase balita yang ditimbang berat badannya 47,07 51,34 51,7 53,75 74 80
3. Persentase bayi usia kurang dari 6 bulan mendapat ASI Eksklusif
58,3 66,2 65 70,96 44 47
4. Persentase rumah tangga mengkosumsi garam beriodium
97,7 97,65 94,53 98,71 95 95
5. Persentase balita 6-59 bulan mendapat kapsul Vitamin A 61,04 64,7 67,3 72,32 80,7 85
6. Persentase ibu hamil yang mendapatkan Tablet Tambah Darah (TTD) minimal 90 tablet selama masa kehamilan
54,63 81,8 75,1 83,32 90 95
7. Persentase ibu hamil Kurang Energi Kronik (KEK) yang - -
- 31,17 65 80
99
INDIKATOR DASAR TA 2013 2014 2015 2016 2017 2018
mendapat makanan tambahan8. Persentase balita kurus yang