Top Banner

of 23

DKA fix

Oct 08, 2015

Download

Documents

Evy Liesniawati

DKA
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

MAKALAH DISKUSI MODUL KULIT

DAN PENYAKIT MENULAR SEKSUAL

SEORANG REMAJA DENGAN GATAL KEMERAHAN DI KETIAK

KELOMPOK 4

03006313MOHD HAMDI BIN MOHD IBRAHIM

03007231SANABILA YM

03008223 SHANE TUTY CORNISH

03009180 PENNY NASTITI R.L.

03010014 AHMAD RUDIANSAH

03010034 ANITA DAMAR RIYANTI

03010057 BIONDI ANDORIO HOSOGAWH

03010076 DESY ELIA PRATIWI

03010095 EVY LIESNIAWATI

03010110 FRIYOGA SYAHRIL

03010134 INTAN WIDYANA AFRIANTI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI

JAKARTA, 16 NOVEMBER 2011 DAFTAR ISI

Daftar isi .....................................................................................................................2

Pendahuluan ............................................................................................................... 3

Laporan kasus ............................................................................................................ 4

Pembahasan ................................................................................................................. 5

Tinjauan Pusataka .....................................................................................................11

Kesimpulan ................................................................................................................. 22

Daftar Pustaka ............................................................................................................ 23

PENDAHULUAN Penderita penyakit Dermatitis Kontak Alergi (DKA) memang terlalu banyak. Penyakit ini hanya menyerang orang yang keadaan kulitnya sangat peka (hipersensitif). Selain itu, DKA juga meningkat bersamaan dengan bertambahnya jumlah produk yang mengandung bahan kimia yang digunakan oleh masyarakat. Namun, informasi mengenai prevalensi dan insiden DKA belum didapatkan berapa angka yang mendekati kebenaran. Hal ini dikarenakan sedikitnya penderita penyakit DKA ini di masyarakat.Dermatitis Kontak Alergi disebabkan oleh masuknya Hapten atau suatu bahan kimia sederhana yang merupakan sebuah allergen yang belum diproses. Hapten yang dianggap sebagai antigen oleh tubuh kita akan menghasilkan suatu respon imun, khusunya pada DKA ini respon imun tersebut terbagi menjadi 2 fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi, kemudian proses dari respon imun tersebut yang akan menimbulkan gejala-gejala klinis pada penderita. LAPORAN KASUS

Seorang remaja umur 17 tahun datang berobat ke klinik RS Trisakti mengeluh merah gatal di ketiak kiri dan kanan sejak 8 minggu yang lalu. Diketahui sejak 4 bulan yang lalu pasien menyadari tubuhnya berbau tidak sedap dan mulai menggunakan bedak BB, tetapi 2 bulan kemudian pasien merasa gatal pada kedua ketiak dan memberikannya bedak kocok, tetapi malah semakin parah. Ibu pasien sudah lama mengidap gatal kronik dan kulitnya menebal di punggung, lutut dan kaki, sedangkan adiknya alergi parasetamol sampai bengkak di mata.Status Generalis:

Tidak ada kelainan

Status Dermatologikus :

Regio Axilla dextra-sinistra terdapat plak erithema, sirkumskripta, ukuran plakat diatasnya terdapat papul-papul, vesikel, erosi, krusta kuning jernih dan di beberapa tempat terdapat pustul ukuran miliar.

Pemeriksaan Penunjang :

KOH 20% : Tidak ditemukan hypha maupun spora

Tes temple : + crescendo

PEMBAHASAN

ANAMNESIS

Identitas pasien

Nama

: XUsia

: 17 tahunPekerjaan

: Pelajar SMATempat tinggal : -

Keluhan utama

Gatal dan merah diketiak kiri dan kanan sejak 8 minggu yang lalu Riwayat penyakit sekarang

Sejak 4 bulan yang lalu pasien menyadari tubuhnya berbau tidak sedap dan mulai menggunakan bedak BB, tetapi 2 bulan kemudian pasien merasa gatal pada kedua ketiak dan memberikannya bedak kocok, tetapi malah semakin parah. Riwayat penyakit dahulu

- Riwayat penyakit keluarga

Ibu pasien sudah lama mengidap gatal kronik dan kulitnya menebal di punggung, lutut dan kaki, sedangkan adiknya alergi parasetamol sampai bengkak di mata.PEMERIKSAAN FISIK

Status generalis Tidak ada kelainan Status dermatologisRegio Axilla dextra-sinistra terdapat plak erithema, sirkumskripta, ukuran plakat di atasnya terdapat papul-papul, vesikel, erosi, krusta kuning jernih dan di beberapa tempat terdapat pustul ukuran miliar.PEMERIKSAAN PENUNJANG

KOH 20% : Tidak ditemukan hifa maupun sporaBahan-bahan kerokan kulit diambil dengan cara mengerok bagian kulit yang mengalami lesi. Sebelumnya kulit dibersihkan, lalu dikerok dengan skalpel steril dan jatuhannya ditampung dalam lempeng-lempeng steril pula atau ditempel pada selotip. Sebagian dari bahan tersebut diperiksa langsung dengan KOH 10-20% yang diberi tinta Parker biru hitam atau biru laktofenol, dipanaskan sebentar, ditutup dengan gelas penutup dan diperiksa di bawah mikroskop. Bila penyebabnya memang jamur, maka kelihatan garis yang memiliki indeks bias lain dari sekitarnya dan jarak-jarak tertentu dipisahkan oleh sekat-sekat yang dikenal dengan hifa.

Tes temple: + crescendoBahan yang secara rutin dan dibiarkan menempel dikulit, misalnya kosmetik, pelembab, bila dipakai untuk uji tempel , dapat langsung digunakan apa adanya. Bila menggunakan bahan yang secara rutin dipakai dengan air untuk membilasnya, misalnya shampo, pasta gigi, harus diencerkan terlebih dahulu. Bahan yang tidak larut dalam air diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin atau minyak mineral. Produk yang diketahui bersifat iritan, misalnya deterjen, hanya boleh diuji bila diduga keras penyebab alergi. Apabila pakaian, sepatu, atau sarung tangan yang dicurigai penyebab alergi, maka uji tempel dilakukan dengan potongan kecil bahan tersebut yang direndam dalam air garam yang tidak dibubuhi bahan pengawet , atau air, dan ditempelkan dikulit dengan memakai finn chamber ,dibiarkan sekurang kurangnya 48 jam. Perlu diingat bahwa hasil positif dengan alergen bukan standar, perlu kontrol untuk menyingkirkan kemungkinan karena iritasi.Setelah dibiarkan menempel selama 48jam, uji tempel dilepas . pembacaan pertama dilakukan 15 30 menit setelah dilepas, agar efek tekanan bahan yang diuji telah menghilang atau minimal. Hasilnya dicatat sebagai berikut:

1 = Reaksi lemah ( non vesikuler ): eritema, infiltrat, papul (+)

2 = Reaksi kuat : eritema atau vesikel (++)

3 = Reaksi sangat kuat (ekstrim): bula atau ulkus (+++)

4 = Meragukan : hanya macula eritematosa (?)

5 = Iritasi : seperti terbakar, pustul, atau purpura (IR)

6 = Reaksi negatif

7 = Excited skin

8 = Tidak dites (NT=not tested)

Reaksi excited skin atau angry back merupakan reaksi positif palsu, suatu fenomena regional yang disebabkan oleh suatu atau beberapa reaksi positif kuat, yang dipicu oleh hipersensitivitas kulit, pinggir uji tempel yang lain menjadi reaktif.Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu setelah aplikasi, biasanya 72 atau 96 jam setelah aplikasi. Pembacaan kedua ini penting untuk membantu membedakan antara respons alergik atau iritasi , dan juga mengidentifikasi lebih banyak lagi renspon positif alergen.

Interpretasi dilakukan setelah pembacaan kedua . Respon alergik biasanya menjadi lebih jelas antara pembacaan kesatu dan kedua, berawal dari +/- ke + atau ++ bahkan +++ (reaksi tipe crescendo), sedangkan respons iritan cenderung menurun (reaksi tipe decrescendo).

DIAGNOSIS KERJA :

Dermatitis Kontak Alergika

Untuk mendiagnosis Dermatitis kontak alergi terutama didasarkan pada pemeriksaan fisik dan riwayat medis . Dalam beberapa kasus dokter dapat membuat diagnosis yang akurat berdasarkan gejala bahwa pengalaman pasien dan pada penampilan ruam itu. Sebuah tes patch (kontak tes alergi hipersensitivitas tertunda) adalah pemeriksaan umum digunakan untuk menentukan penyebab pasti dari dermatitis kontak alergi. Menurut American Academy of Allergy, Asma, dan Imunologi, "sedang menguji patch gold stantard untuk identifikasi alergen kontak".

Tes Patch terdiri dalam menerapkan jumlah kecil alergen potensial untuk patch kecil dan yang kemudian ditempatkan pada kulit. Setelah dua hari, alergen dihapus dan jika terjadi reaksi kulit ke salah satu zat yang diterapkan, sebuah benjolan yang terkumpul akan akan terlihat di bawah patch. Tes yang lagi dibaca pada 72 atau 96 jam setelah aplikasi.

Pengujian patch digunakan untuk pasien yang telah kronis, dermatitis kontak berulang. Tes-tes lain yang dapat digunakan untuk mendiagnosa dermatitis kontak dan mengesampingkan penyebab potensial lain dari gejala termasuk biopsi kulit dan budaya dari lesi kulit.

Apabila pada tes patch pertama dan kedua didapatkan hasil meningkat / + crescendo , menunjukan adanya suatu respon alergi.DIAGNOSIS BANDING :

Dermatitis Atopik

Hal ini dikarenakan secaraca patofisologi dermatitis atopik dan dermatitis kontak alergi memiliki kesamaan, kemudian tidak menutup kemungkinan aadanya faktor atopik pada pasien dapat meningkatkan faktor resiko terjadinya dermatitis kontak alergi .

PENATALAKSANAAN :

Pengobatan utama untuk menyembuhkan dermatitis kontak alergi terdiri dari menghindari alergen. Orang yang mengembangkan ruam dan gejala lain dari suatu pemicu tertentu yang paling mungkin untuk memilikinya selama sisa hidup mereka dan mendeteksi dan menghindari alergen adalah wajib dalam mengobati kondisi dan menyelesaikan gejalanya.

Langkah pertama dalam mengobati kondisi ini menerapkan lembab kain lama setelah masalah kulit pertama menunjukkan untuk memastikan bahwa semua iritan telah dihapus dari daerah itu. Dalam beberapa kasus, pengobatan terbaik adalah dengan melakukan apa-apa ke daerah.

Dalam kasus ringan sampai sedang, pasien dapat menggunakan krim kulit yang mengandung kortikosteroid untuk mengurangi peradangan. Krim ini harus digunakan hati-hati dan sesuai dengan instruksi mereka datang dengan karena ketika berlebihan selama waktu yang cukup lama mereka dapat menyebabkan kondisi kulit yang serius. Juga, lotion calamine dan sejuk oatmeal mandi bisa meringankan gatal-gatal. Selama diphenhydramine counter oleh mulut ini berguna untuk gatal malam hari.

Biasanya, kasus yang parah diobati dengan kortikosteroid sistemik yang mungkin meruncing secara bertahap, dengan berbagai jadwal dosis mulai dari total 12 - 20 hari untuk mencegah terulangnya ruam serta kortikosteroid topikal. Tacrolimus salep krim atau pimecrolimus juga dapat digunakan tambahan dengan krim kortikosteroid atau bukan ini. Oral antihistamin seperti diphenhydramine atau hidroksizin juga dapat digunakan dalam kasus yang lebih parah untuk meringankan rasa gatal. Antihistamin topikal tidak disarankan karena mungkin ada reaksi kulit kedua dari lotion itu sendiri.

Gejala-gejala lain yang disebabkan oleh dermatitis kontak alergi umumnya berkurang dengan dressing basah dan lotion pengeringan untuk menghentikan gatal. Dalam kebanyakan kasus Namun, obat atau pengobatan yang sebenarnya tidak diperlukan asalkan memicu telah diidentifikasi dan dihindari. Ketidaknyamanan yang disebabkan oleh gejala-gejala dapat dihilangkan dengan memakai pakaian halus bertekstur untuk menghindari iritasi kulit lebih atau dengan menghindari sabun dengan parfum dan pewarna .

Umumnya, gejala dapat menyelesaikan tanpa pengobatan dalam 2 sampai 4 minggu tetapi obat tertentu dapat mempercepat penyembuhan selama memicu dihindari. Juga, kondisi mungkin menjadi kronis jika alergen tidak terdeteksi dan oleh karena itu tidak dihindari.

PROGNOSIS

Ad Vitam

: Ad bonam

Ad Sanationam: Dubia ad malam

Hal ini dikarenakan allergen yang dapat menyebabkan dermatitis kontak alergi tidak hanya satu sehingga tidak menutup kemungkinan timbul kembali gejala dermatitis kontak alergi.

Ad Fungsionam: Ad bonamTINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI KULIT

Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasi dari lingkungan hidup manusia.Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan berat kira-kira 15 % berat badan.anatomi kulit secara histopatologik di bagi atas 3 lapisan utama yaitu(10):

a) Lapisan epidermis

Lapisan dermis terdiri dari stratum korneum,stratum lusidum,stratum granulosum,stratum spinosum dan lapisan yang paling bawah yaitu stratum basale.

b) Lapisan dermis

Lapisan dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih tebal daripada epidermis.lapisan ini terdiri atas lapisan elastic dan fibrosa padat dengan elemen-elemen selular dan folikel rambut.secara garis besar di bagi 2 yaitu pars papilare,yaitu bagian yang menonjol ke epidermis yang berisi pembuluh darah dan serabut saraf.dan yang ke dua yaitu pars retikulare,yaitu bagian di bawahnya yang menonjol kea rah subkutan,bagian ini terdiri atas serabut-serabut penunjang misalnya serabut kolagen,elastin,dan retikulin.

c) Lapisan subkutis

Lapisan subkutis adalh kelanjutan dermis,terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya.sel-sel lemak merupakan sel bulat,besar,dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah.lapisan sel lemak ini di sebut penikulus adipose,yang berfungsi sebagai cadangan makanan.dan di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi,pembuluh darah,dan getah bening.

Gambaran anatomi kulit :

DEFINISI DERMATITIS KONTAK ALERGIKA

Dermatitis kontak alergi (D.K.A) adalah peradangan pada kulit karena sensitisasi alergi terhadap substansi yang beraneka ragam, terjadi pada mereka yang mengalami hipersensitivitas terhadap alergen sebagai suatu akibat dari pajanan sebelumnya(4).EPIDEMIOLOGI DERMATITIS KONTAK ALERGIKA

Bila dibandingkan dengan Dermatitis Kontak Iritan, jumlah penderita Dermatitis Kontak Alergi lebih sedikit karena Dermatitis Kontak Alergi hanya mengenai orang dengan kulit sangat hipersensitif. Dahulu diperkirakan bahwa kejadian Dermatitis Kontak Alergi akibat kerja 80% dan Dermatitis Kontak Alergi 20%, tetapi data baru menunjukkan bahwa di inggris dan Amerika Serikat dermatitis akibat kerja sangat tinggi 50 dan 60 persen. ETIOLOGI DERMATITIS KONTAK ALERGIKAPenyebab D.K.A adalah bahan kimia sederhana dengan berat molekul umumnya rendah ( < 1000 dalton) sering disebut hapten, bersifat hidrofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis dibawahnya(1)(5).FAKTOR RISIKO DERMATITIS KONTAK ALERGIKA

Beberapa faktor yang mempergaruhi terjadinya DKA, misalnya, potensi sensitisasi allergen, dosis per unit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu, dan kelembaban lingkungan, vehikulum, dan pH. Juga faktor individu , misalnya keadaan kulit pada lokasi kontak (keadaan stratum korneum, letebala epidermis), status imunologik (misalnya sedang menderita sakit , terpajan sinar matahari)

PATOFISIOLOGI DERMATITIS KONTAK ALERGIKAD.K.A adalah suatu reaksi hipersensitivitas tipe 4(1)(2)(5). Dimana reaksi hipersensitivitas ini berlangsung lambat dan dimediasi oleh sel T yang spesifik untuk hapten. Reaksi ini memiliki 3 fase: sensitisasi, elisitasi dan resolusi.

Pada fase sensitisasi, hapten penetrasi ke kulit dan membentuk hapten-protein kompleks dengan protein epidermis, sehingga bersifat antigenik. Protein epidermis ini adalah molekul permukaan pada sel Langerhans, yaitu MHC kelas I dan II(5).

Sel Langerhans yang teraktivasi ini berperan sedikit dalam menstimulasi sel T, keratinosit dalam hal ini lebih berperan dengan mengeluarkan IL-1 yang akan menstimulasi sel T dan juga TNF yang selain mengaktivasi sel T namun juga makrofag dan granulosit, menginduksi perubahan molekul adesi sel, meningkatkan jumlah MHC kelas I&II, menekan produksi E-cadherin yang penting untuk mengikat sel Langerhans pada epidermis. Aktivasi sel T ini akan mengubah fenotip sel Langerhans dan meningkatkan sekresi sitokin tertentu dan ekspresi molekul permukaan, termasuk MHC kelas I&II, ICAM-1, LFA-3 dan B7.

Dikarenakan penekanan produksi E-cadherin, maka sel Langerhans dapat melewati dermis-epidermis junction menuju saluran limfe. Sesampainya sel Langerhans di kelenjar getah bening, dia sebagai APC akan mempresentasikan antigen tersebut kepada sel T helper. Aktivasi dan diferensiasi sel T akan terjadi, dan sel memori akan meninggalkan kelenjar getah bening dan beredar ke seluruh tubuh. Fase sensitisasi ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu.

Fase elisitasi terjadi pada pajanan ulang hapten. Hapten yang masuk kembali akan dikenali sel Langerhans, namun disini sel Langerhans tidak hanya mempresentasikannya kepada sel T helper di kelenjar getah bening tapi juga ke sel T memori yang ada didermis.

Sel T memori yang teraktivasi ini mengeluarkan IFN yang akan mengaktifkan keratinosit, sehingga ia mampu berinteraksi dengan sel T dan leukosit yang lain. Keratinosit yang aktif ini akan memproduksi berbagai sitokin antara lain, IL-1. IL-1 yang mengautokrinisasi keratinosit untuk mensekresikan eikosanoid. Eikosanoid ini selain memdilatasi pembuluh darah, ia juga mengaktifkan sel mast yang dapat mengeluarkan mediator-mediator seperti histamin, bradikinin, kemotraktan dan berbagai eikosanoid yang juga berperan dalam respon inflamasi pada D.K.A.

Histamin akan memicu rasa gatal pada neuron afferent-histamine induced dan eritema. Bradikinin akan menimbulkan nyeri yang derajatnya dapat berbeda-beda tergantung jumlah yang terbentuk. Eikosanoid karena dapat mendilatasi pembuluh darah, yang akan meningkatkan permeabilitas sehingga terjadi penarikan serum yang dapat membentuk vesikel atau papul dan juga beberapa jenis leukosit yang penting dalam proses alergi ini, proses penarikan dibantu juga oleh kemotraktan. Fase elitisasi ini berlangsung 24-48 jam setelah pajanan.

Pada stadium kronik, kulit akan kering dikarenakan asam linolenat yang merupakan salah satu komponen matriks epidermis, menurun. Penurunan ini disebabkan oleh enzim 6 desaturase yang berkurang. Komponen matriks yang berkurang ini akan mengakibatkan peningkatan kehilangan air dari epidermis sehingga terjadi kekeringan kulit. Kulit yang kering dan gatal ini akan memicu reflex menggaruk oleh penderita, sehingga terbentuk skuama. Akibat dari garukan yang terus-menerus berakibat terjadinya penebalan epidermis yaitu likenifikasi.GEJALA KLINIS DERMATITIS KONTAK ALERGIKA

Pada umumnya stadium akut gatal, eritema berbatas jelas, diikuti polimorfik seperti vesikel, papul atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah sehingga terdapat eksudasi. Pada stadium kronik, kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi. KOMPLIKASI DERMATITIS KONTAK ALERGIKA

Infeksi Sekunder. Dapat terjadi karena garukan mengakibatkan lepasnya epidermis, maka barier fisik imun yang hilang tidak dapat mencegah masuknya mikroorganisme. Proses ini disebut impetiginisasi. Bentuk yang lebih ringan disebut impetigo, yang biasanya disebabkan oleh Staphylococcus.Vaskulitis. Jika alergen dapat sampai di pembuluh darah, maka dapat terjadi reaksi inflamasi di pembuluh darah.

Urtikari. Respon inflamasi yang berlebihan dapat menyebabkan penumpukan cairan dermis sehingga dapat memberi reaksi vaskular dikulit, yang disebut urtikari.

DEFINISI DERMATITIS ATOPIK

Dermatitis atopic merupakan keadaan peradangan kulit kronis dan residif, disertai gatal yang umumnya sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak, sering berhubungan dengan peningkatan kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga atau penderita.

EPIDEMIOLOGI DERMATITIS ATOPIK

Belakangan ini prevalensi DA makin meningkat dan hal ini merupakan masalah besar karena terkait bukan saja dengan kehidupan penderita tetapi juga melibatkan keluarganya. Di Amerika Serikat, Eropa, Jepang, Australia dan negara-negara industri lainnya, prevalensi DA pada anak mencapai 10 20 persen, sedangkan pada dewasa 1 3 persen. Di Negara agraris, prevalensi ini lebih rendah. Perbandingan wanita dan pria adalah 1,3 : 1. DA cenderung diturunkan. Bila seorang ibu menderita atopi maka lebih dari seperempat anaknya akan menderita DA pada 3 bulan pertama. Bila salah satu orang tua menderita atopi maka lebih separuh anaknya menderita alergi sampai usia 2 tahun dan bila kedua orang tua menderita atopi, angka ini meningkat sampai 75 persen.

ETIOLOGI DERMATITIS ATOPIKPenyakit ini dipengaruhi multifaktorial, seperti faktor genetik, imunologik, lingkungan, sawar kulit dan farmakologik. Konsep dasar terjadinya DA adalah melalui reaksi imunologik.

GEJALA KLINIS DERMATITIS ATOPIK

Ada 3 fase klinis DA yaitu DA infantil (2 bulan 2 tahun), DA anak (2 10 tahun) dan DA pada remaja dan dewasa.

DA infantil (2 bulan 2 tahun)

DA paling sering muncul pada tahun pertama kehidupan yaitu pada bulan kedua.. Lesi mula-mula tampak didaerah muka (dahi-pipi) berupa eritema, papul-vesikel pecah karena garukan sehingga lesi menjadi eksudatif dan akhirnya terbentuk krusta. Lesi bisa meluas ke kepala, leher, pergelangan tangan dan tungkai. Bila anak mulai merangkak, lesi bisa ditemukan didaerah ekstensor ekstremitas. Sebagian besar penderita sembuh setelah 2 tahun dan sebagian lagi berlanjut ke fase anak.

DA pada anak (2 10 tahun)

Dapat merupakan lanjutan bentuk DA infantil ataupun timbul sendiri (de novo). Lokasi lesi di lipatan siku/lutut, bagian fleksor pergelangan tangan, kelopak mata dan leher. Ruam berupa papul likenifikasi, sedikit skuama, erosi, hiperkeratosis dan mungkin infeksi sekunder. DA berat yang lebih dari 50% permukaan tubuh dapat mengganggu pertumbuhan.

DA pada remaja dan dewasa

Lokasi lesi pada remaja adalah di lipatan siku/lutut, samping leher, dahi, sekitar mata. Pada dewasa, distribusi lesi kurang karakteristik, sering mengenai tangan dan pergelangan tangan, dapat pula berlokasi setempat misalnya pada bibir (kering, pecah, bersisik), vulva, putting susu atau skalp. Kadang-kadang lesi meluas dan paling parah di daerah lipatan, mengalami likenifikasi. Lesi kering, agak menimbul, papul datar cenderung berkonfluens menjadi plak likenifikasi dan sedikit skuama. Bisa didapati ekskoriasi dan eksudasi akibat garukan dan akhirnya menjadi hiperpigmentasi. Pruritus adalah gejala subjektif yang paling dominan dan terutama dirasakan pada malam hari. Bagaimana mekanisme timbulnya pruritus masih belum jelas. Histamin yang keluar akibat degranulasi sel mas bukanlah satu-satunya penyebab pruritus. Disangkakan sel peradangan, ambang rasa gatal yang rendah akibat kekeringan kulit, perubahan kelembaban udara, keringat berlebihan, bahan iritan konsentrasi rendah serta stres juga terkait dengan timbulnya pruritus. Umumnya DA remaja dan dewasa berlangsung lama kemudian cenderung membaik setelah usia 30 tahun, jarang sampai usia pertengahan dan sebagian kecil sampai tua. Berbagai kelainan kulit dapat menyertai DA (termasuk dalam kriteria minor).

FAKTOR RESIKO DERMATITIS ATOPIK

Penyakit ini dipengaruhi multifaktorial, seperti faktor genetik, imunologik, lingkungan, sawar kulit dan farmakologik. Konsep dasar terjadinya DA adalah melalui reaksi imunologik.

Faktor Genetik

DA adalah penyakit dalam keluarga dimana pengaruh maternal sangat besar. Walaupun banyak gen yang nampaknya terkait dengan penyakit alergi, tetapi yang paling menarik adalah peran Kromosom 5 q31 33 karena mengandung gen penyandi IL3, IL4, IL13 dan GM CSF (granulocyte macrophage colony stimulating factor) yang diproduksi oleh sel Th2. Pada ekspresi DA, ekspresi gen IL-4 juga memainkan peranan penting. Predisposisi DA dipengaruhi perbedaan genetik aktifitas transkripsi gen IL-4. Dilaporkan adanya keterkaitan antara polimorfisme spesifik gen kimase sel mas dengan DA tetapi tidak dengan asma bronchial ataupun rinitif alergik. Serine protease yang diproduksi sel mas kulit mempunyai efek terhadap organ spesifik dan berkontribusi pada resiko genetic DA

Respons imun pada kulit

Salah satu faktor yang berperan pada DA adalah faktor imunologik. Di dalam kompartemen dermo-epidermal dapat berlangsung respon imun yang melibatkan sel Langerhans (SL) epidermis, limfosit, eosinofil dan sel mas. Bila suatu antigen (bisa berupa alergen hirup, alergen makanan, autoantigen ataupun super antigen) terpajan ke kulit individu dengan kecenderungan atopi, maka antigen tersebut akan mengalami proses : ditangkap IgE yang ada pada permukaan sel mas atau IgE yang ada di membran SL epidermis. Bila antigen ditangkap IgE sel mas (melalui reseptor FcRI), IgE akanmengadakan cross linking dengan FcRI, menyebabkan degranulasi sel mas dan akan keluar histamin dan faktor kemotaktik lainnya. Reaksi ini disebut reaksi hipersensitif tipe cepat (immediate type hypersensitivity). Pada pemeriksaan histopatologi akan nampak sebukan sel eosinofil. Selanjutnya antigen juga ditangkap IgE, sel Langerhans (melalui reseptor FcRI, FcRII dan IgE-binding protein), kemudian diproses untuk selanjutnya dengan bekerjasama dengan MHC II akan dipresentasikan ke nodus limfa perifer (sel Tnaive) yang mengakibatkan reaksi berkesinambungan terhadap sel T di kulit, akan terjadi diferensiasi sel T pada tahap awal aktivasi yang menentukan perkembangan sel T ke arah TH1 atau TH2. Sel TH1 akan mengeluarkan sitokin IFN-, TNF, IL-2 dan IL-17, sedangkan sel TH2 memproduksi IL-4, IL-5 dan IL-13. Meskipun infiltrasi fase akut DA didominasi oleh sel TH2 namun kemudian sel TH1 ikut berpartisipasi. Jejas yang terjadi mirip dengan respons alergi tipe IV tetapi dengan perantara IgE sehingga respons ini disebut IgE mediated-delayed type hypersensitivity. Pada pemeriksaan histopatologi nampak sebukan sel netrofil.Selain dengan SL dan sel mas, IgE juga berafinitas tinggi dengan FcRI yang terdapat pada sel basofil dan terjadi pengeluaran histamin secara spontan oleh sel basofil. Garukan kronis dapat menginduksi terlepasnya TNF dan sitokin pro inflamasi epidermis lainnya yang akan mempercepat timbulnya peradangan kulit DA.

Kadang-kadang terjadi aktivasi penyakit tanpa rangsangan dari luar sehingga timbul dugaan adanya autoimunitas pada DA. Pada lesi kronik terjadi perubahan pola sitokin. IFN- yang merupakan sitokin Th1 akan diproduksi lebih banyak sedangkan kadar IL-5 dan IL-13 masih tetap tinggi. Lesi kronik berhubungan dengan hiperplasia epidermis. IFN dan GM-CSF mampu

menginduksi sel basal untuk berproliferasi menghasilkan pertumbuhan keratinosit epidermis. Perkembangan sel T menjadi sel TH2 dipacu oleh IL-10 dan prostaglandin (P6) E2. IL-4 dan IL-13 akan menginduksi peningkatan kadar IgE yang diproduksi oleh sel B.

Respons sistemik

Perubahan sistemik pada DA adalah sebagai berikut :

- Sintesis IgE meningkat.

- IgE spesifik terhadap alergen ganda meningkat.

- Ekspresi CD23 pada sel B dan monosit meningkat.

- Respons hipersensitivitas lambat terganggu

- Eosinofilia

- Sekresi IL-4, IL-5 dan IL-13 oleh sel TH2 meningkat

- Sekresi IFN- oleh sel TH1 menurun

- Kadar reseptor IL-2 yang dapat larut meningkat.

- Kadar CAMP-Phosphodiesterase monosit meningkat disertai peningkatan IL-13

dan PGE2

Sawar kulit

Umumnya penderita DA mengalami kekeringan kulit. Hal ini diduga terjadi akibat kadar lipid epidermis yang menurun, trans epidermal water loss meningkat, skin capacitance (kemampuan stratum korneum meningkat air) menurun. Kekeringan kulit ini mengakibatkan ambang rangsang gatal menjadi relatif rendah dan menimbulkan sensasi untuk menggaruk. Garukan ini menyebabkan kerusakan sawar kulit sehingga memudahkan mikroorganisme dan bahan iritan/alergen lain untuk melalui kulit dengan segala akibat-akibatnya.

Faktor lingkungan

Peran lingkungan terhadap tercetusnya DA tidak dapat dianggap remeh. Alergi makanan lebih sering terjadi pada anak usia