DK2P11. Bagaimana komponen system imun:a. Antigen dan
ImunogenAntigenadalah suatu substansi yang dianggap asing oleh
tubuh, dan akan memacu terjadinya respon imun yang akan akhirnya
akan memacu produksiantibodi. Antigen mempunyai 2 pengertian, yaitu
suatu molekul yang dapat dikenal oleh suatu antibody atau reseptor
sel T, sehingga ia bertindak sebagai target suatu respon imun, tapi
belum tentu ia dapat menginduksi respon imun Molekul yang
merangsang timbulnya respon imun (disebut juga
imunogen).Imunogenadalah substansi yang menginduksi respon imun
spesifik, humoral, seluler, atau keduanya. Setelah diolah
olehAntigen Presenting Cell(APC), maka imunogen akan pecah
menjadiantigenyang dapat bereaksi dengan produk respon imun
spesifik. Karena ukuran hapten yang kecil itulah, maka hapten tidak
imunogenik. Namun ,bila digabungkan dengan suatu molekul pembawa,
maka gabungan dapat menginduksi respon imun.Macam-macam antigen :1.
Antigen eksogen, adalah antigen yang disajikan dari luar tubuh
hospes dalam bentuk mikroorganisme, tepung sari, obat obatan atau
polutan.2. Antigen endogen adalah antigen yang terdapat dalam
individu. Meliputi : antigen xenogeneik (heterolog/heterogeneik),
antigen idiotipik (autolog), dan antigen alogeneik (homolog).3.
Antigen xenogeneik / heterolog / heterogeneik adalah antigen yang
terdapat dalam aneka macam spesies yang secara filogenetik tidak
ada hubungannya. 4. Antigen idiotipik dan autolog merupakan
komponen tubuh sendiri..5. Antigen alogeneik / homolog adalah
antigen yang secara genetik diatur oleh determinan antigenik yang
membedakan satu individu spesies tertentu dari individu lain pada
spesies yang sama
b. Sel dan organ system imunSel sistem imun : Leukosit (Sel
darah Putih)Fungsi utama leukosit adalah sebagai agen pertahanan
diluar darah. Leukosit akan pergi ketempat invasi atau kerusakan
jaringan yang terjadi melalui aliran darah dan akan di angkut ke
tempat tujuan.Terdapat 5 jenis leukosit, kelima jenis leukosit
tersebut masuk kedalam dua kategori utama yang bergantung pada
gambaran nukleus dan ada tidaknya granul didalam sitoplasmanya jika
dilihat di bawah mikroskop. Netrofil, Eosinofil dan Basofil
dikategorikan sebagai granulosit (sel yang mengandung granul)
Polimorfonukleus (bentuk inti beragam). Nukleus sel-sel ini
tersegmentasi menjadi beerapa lobus dengan bentuk bervariasi, dan
sitoplasmanya mengandung banyak granul yang terbungkus membran.
Ketiga jenis granulosit dibedakan afinitas granulnya terhadap zat
warna. Eosinofil memiliki afinitas terhadap warna merah eosin,
basofil cendrung mneyerap perwarnaan biru basa, dan netrofil
cendrung tidak berwarna karena netral.Monosit dan limfosit dikenal
sebagai agranulosit (sel yang tidak memiliki granula) mononukleus
(satu inti). Keduanya memiliki satu nukleus besar yang tidak
terbagi-bagi dan sedikit granul. Monosit lebih besar daripada
limfosit dan memiliki nukleus bentuk ovale atau seperti ginjal.
Limfosit adalah leukosit yang paling kecil, biasanya memiliki
nukleus bulat besar yang menempati sebagian sel.
Organ sistem imun : Sumsum tulang Menghasilkan Granulosit
(Netrofil, eosinofil dan basofil) dan monosit. Selain tu juga
menghasilkan Eritrosit dan Trombosit .
Jaringan Limfoid Menghasilkan, menyimpan dan memproses Limfosit.
Jaringan-jaringan ini mencakup sumsum tilang, kelenjar limfe,
limpa, timus, tonsil, adenoid, apendiks, dan agregat jaringan
limfoid di lapisan dalam saluran cera yang dinamakan Bercak peyer /
GALT.Aslinya limfosit dihasilkan oleh sel-sel prekursor di sumsum
tulang, tetapi karena linfosit baru sebagian besar di produksi oleh
limfosit yang berada di jaringan limfoid sehingga lebih dikenal
dihaslkan oleh jaringan limfoid.
c. Immunoglobulin, komplemen dan sitokinImunoglobulinSel plasma
menghasilkan antibodi yang dapat berikatan dengan jenis tertentu
antigen yang merangsang pengaktifan sel plasma tersebut. Antibodi
adalah protein, dan sel plasma dalah pabriknya, menghasilkan 2000
molekul antibodi per detik. Sedemikian besarnya antibodi dihasilkan
sehingga sel plasma sendiri tidak dapat mempertahankan sintesis
protein untuk kehidupannya sendiri. Karena itu, sel plasma mati
setelah menjalani masa produktif yang singkat(lima sampai tujuh
hari). Antibodi disekresikan ka dalam darah atau limfe, tergantung
pada lokasinya, tetapi semua antibodi akhirnya memperoleh akses ke
darah, tempatnya dikenal sebagai globulin gama, atau
immunoglobulin.Imunoglubulin dikelompokkan menjadi lima : - IgM
berfungsi sebagai reseptor di permukaan sel B untuk mengikat
antigen dan disekresikan pada tahap-tahap awal respon sel plasma. -
IgG, immunoglobulin terbanyak dalam darah, diproduksi dalam jumlah
besar ketika tubuh kemudian terpajan ke antigen yang sama.
Bersama-sama antibodi IgG dan IgM mengahsilkan sebagian besar dari
respon imun spesifik terhadap bakteri penginvasi dan beberapa jenis
virus.- IgE ikut melindungi tubuh dari cacing parasitic dan
merupakan mediator antibodi untuk respon alergik umum.- IgA
ditemukan dalam sekresi system pencernaan, pernafasan, dan kemih,
serta dalam air susu dan air mata.- IgD terdapat di permukaan
banyak sel B tetapi fungsinya belum diketahui.Sistem
KomplemenSistem komplemen adalah mekanisme pertahanan lain yang
beraksi secara nonspesifik sebagai respon terhadap invasi
organismeyang dapat diaktifkan dengan 2 cara : 1. Oleh pajanan ke
rantai karbohidrat tertentu yang terdapat di permukaan
mikroorganisme tetapi tidak terdapat di sel manusia, suatu repon
imun bawaan non-spesifik.2. Oleh pajanan ke antibodi yang
dihasilkan terhadap mikrooragnisme penginvasi spesifik, suatu
respon imun didapat.- Pembentukan Membran Attack Complex
(MAC)Dengan cara serupa seperti system pembekuan dan anti
pembekuan, system komplemen juga terdiri dari protein-protein
plasma yang diproduksi oleh hati dan beredar dalam darah dalam
bentuk inaktif. Jika komponen pertama, C1, diaktifkan, maka
komponen ini kemudian mengaktifkan komponen berikutnya, C2,
demikian seterusnya, dalam suatu rangkain reaksi pengaktifan
berjenjang, 5 komponen terakhir, C5-C9 membentuk kompleks protein
besar mirip donat, MAC yang membenamkan dirinya ke dalam permukaan
mikrooragnisme, menciptakan sebuah lubang membentuk membrane.
Dengan kata lain, komponen-komponen tersebut menciptakan sebuah
lubang. Teknik melubangi ini menyebabkan membrane sangat permeable
(mudah bocor), fluks osmotic air yang terjadi ke dalam sel korban
menyebabkan sel membengkak dan pecah. Lisis yang dipicu oleh
komplemen ini adalah cara utama untuk mematikan secara langsung
mikroba tanpa memfagositnya. - Memperkuat PeradanganTidak seperti
sistem berjenjang lainnya, yang fungsi satu-satunya berbagai
komponen hingga tahap akhir adalah pengaktifan prekursor
selanjutnya dalam jenjang, beberapa protein aktif dalam jenjang
komplemen memiliki efek lain dalam memperkuat proses peradangan
melalui metode berikut :1. Berfungsi sebagai kemotaksin2. Bekerja
sebagai opsonin 3. Meningkatkan vasodilatasi dan permeabilitas
vascular4. Merangsang pelepasan histamin dari sel mast di sekitar5.
Mengaktifkan kinin, yang semakin memperkuat reaksi peradangan
Beberapa komponen aktif dalam jenjang bersifat sangat tidak stabil.
Karena komponen-komponen tidak stabil dapat melanjutkan reaksi
berjenjang hanya di sekitar dareah tempat diaktifkan sebelum
terurai maka serangan komplemen terbatas di membrane permukaan
mikroba yang keberadaannya mengaktifkan sistem. Karena itu, sel-sel
pejamu sekitar tidak mengalami serangan litik.
SitokinSitokin tidak berinteraksi secara langsung dengan antigen
yang memicu pembentukannya. Sitokin adalah semua bahan kimia selain
antibodi yang dikeluarkan oleh leukosit secara kolektif, yang
sebagian besar diproduksi oleh sel T helper (sel CD4). Sitokin
merangsang sel imun lain untuk beraksi membantu mengusir mikroba
invasive. Sitokin sel T helper:- Sel T helper, mengeluarkan factor
pertumbuhan sel B, yang meningkatkan kemampuan klon sel B
menghasilkan antibodi. Sekresi antibodi sangat berkurang jika tidak
terdapat sel T helper.- Sel T helper, mengeluarkan factor
pertumbuhan sel T, yang disebut interleukin-2 (IL-2), yang
memperkuat aktivitas sel T sitotoksik (sel CD8). IL-1 yang
dikeluarkan oleh makrofag tidak saja meningkatkan aktivitas klon
sel B dan sel T yang sesuai tetapi juga merangsang sekresi IL-2
oleh sel T helper. - Sebagian bahan kimia yang dikeluarkan oleh sel
T bekerja sebagai kemotaksin untuk menarik lebih banyak neutrofil
dan calon makrofag ke tempat invasi.- Setelah makrofag tertarik ke
tempat invasi, factor penghambat migrasi makrofag, suatu sitokin
penting lain yang dikeluarkan oleh sel T helper, menahan fagosit
besar ini di tempatnya dengan menghambat migrasi keluar sel ini.
Akibatnya, di daerah terinfeksi banyak terkumpul makrofag yang
tertarik secara kemotaksis tersebut. Faktor ini juga meningkatkan
kemampuan fagositik makrofag yang berkumpul tersebut. Dengan
demikian, makrofag memiliki kemampuan destruktif yang lebih besar
daripada biasanya.- Sebagian sitokin yang dikeluarkan oleh sel T
helper mengaktifkan eosinofil dan mendorong pembentukan antibodi
IgE untuk pertahanan.
2. Bagaimana system imunitas tubuh:a. SpesifikSistem imun
spesifik mempunyai kemampuan untuk mengenali benda yang dianggap
asing. Benda asing yang pertama kali muncul akan segera dikenali
dan terjadi sensitisasi sel-sel sistem imun tersebut. Benda asing
yang sama, bila terpajan ulang akan dikenal lebih cepat dan
kemudian dihancurkan. Respon sistem imun spesifik lebih lambat
karena dibutuhkan sensitisasi oleh antigen namun memiliki
perlindungan lebih baik terhadap antigen yang sama. Sistem imun ini
diperankan oleh Limfosit B dan Limfosit T yang berasal dari sel
progenitor limfoid. a. Sistem imun spesifik humoral Limfosit B atau
sel B berperan dalam sistem imun spesifik humoral yang akan
menghasilkan antibodi. Antibodi dapat ditemukan di serum darah,
berasal dari sel B yang mengalami proliferasi dan berdiferensiasi
menjadi sel plasma. Fungsi utama antibodi sebagai pertahanan
terhadap infeksi ekstraselular, virus dan bakteri serta
menetralisasi toksinnya. Sel B memiliki reseptor yang spesifik
untuk tiap-tiap molekul antigen dan dapat dideteksi melalui metode
tertentu melalui marker seperti CD19, CD21 dan MHC II.b. Sistem
imun spesifik selular Limfosit T berperan pada sistem imun spesifik
selular. Pada orang dewasa, sel T dibentuk di sumsung tulang tetapi
proliferasi dan diferensiasinya terjadi di kelenjar timus.
Persentase sel T yang matang dan meninggalkan timus untuk ke
sirkulasi hanya 5-10%. Fungsi utama sistem imun spesifik selular
adalah pertahanan terhadap bakteri intraselular, virus, jamur,
parasit dan keganasan.Sel T terdiri atas beberapa subset dengan
fungsi yang berbeda-beda yaitu sel Th1, Th2, Tdth, CTL atau Tc, Th3
atau Ts atau sel Tr. CD4+ merupakan penanda bagi sel T helper dan
CD8 merupakan penanda dari CTL yang terdapat pada membran protein
sel.
b. Non spesifikSistem imun non spesifik merupakan pertahanan
tubuh terdepan dalam menghadapi serangan berbagai mikroorganisme,
oleh karena dapat memberikan respons langsung. Disebut sistem non
spesifik karena tidak ditujukan terhadap satu mikroorganisme
tertentu, telah ada pada tubuh kita dan siap berfungsi sejak lahir.
Dilihat dari caranya diperoleh, mekanisme pertahanan non spesifik
disebut juga respons imun alamiah. Imunitas non spesifik dibedakan
menjadi 3 yaitu fisik, larut, dan seluler. Sedang imunitas non
spesifik larut terdiri dari biokimia dan Humoral.
1. Pertahanan FisikDalam sistem pertahanan fisik atau mekanik,
kulit, selaput lendir, silia saluran napas, batuk dan bersin,
merupakan garis pertahanan terdepan terhadap infeksi. Permukaan
tubuh merupakan pertahanan pertama terhadap penetrasi
mikroorganisme. Bila penetrasi mikroorganisme terjadi juga, maka
mikroorganisme yang masuk akan berjumpa dengan berbagai elemen lain
dari sistem imunitas alamiah. Produk kelenjar menghambat penetrasi
mikroorganisme, demikian pula silia pada mukosa.
2. Pertahanan BiokimiaPertahanan biokimia terdiri dari lisozim
(keringat), sekresi sebaseus, asam lambung, laktoferin, dan asam
neuraminik. Enzim seperti lisozim dapat merusak dinding sel
mikroorganisme.
3. Pertahanan HumoralBerbagai bahan dalam sirkulasi berperan
dalam pertahanan humoral. Bahan-bahan tersebut antara lain
antibodi, komplemen, interferon dan C-Reactive Protein
(CRP).-Komplemen memiliki 3 fungsi, antara lain dalam proses lisis,
kemotaktik dan opsonisasi bakteri. Jalur alternatif komplemen dapat
diaktivasi oleh berbagai macam bakteri secara langsung sehingga
eliminasi terjadi melalui proses lisis atau fagositosis oleh
makrofag atau leukosit yang distimulasi oleh opsonin dan zat
kemotaktik, karena sel-sel ini mempunyai reseptor untuk komponen
komplemen (C3b) dan reseptor kemotaktik. Zat kemotaktik akan
memanggil sel monosit dan polimorfonuklear ke tempat mikroorganisme
dan memfagositnya.-Interferon adalah sitokin berupa glikoprotein
yang dihasilkan oleh berbagai sel tubuh yang mengandung nukleus dan
dilepas sebagai respon terhadap infeksi virus. Interferon dapat
menginduksi sel-sel di sekitar sel yang terinfeksi virus menjadi
resisten terhadap virus. Di samping itu, interferon juga dapat
mengaktifkan Natural Killer Cell (sel NK).-Protein Fase Akut adalah
protein plasma yang dibentuk tubuh akibat adanya kerusakan
jaringan. C-Reactive Protein (CRP) merupakan salah satu contoh dari
Protein Fase Akut. Hati merupakan tempat utama sintesis protein
fase akut. Dinamakan CRP oleh karena pertama kali protein khas ini
dikenal karena sifatnya yang dapat mengikat protein C dari
pneumokok. Interaksi CRP ini juga akan mengaktivasi komplemen jalur
alternatif yang akan melisis antigen-Pertahanan Seluler Fagosit,
makrofag, sel NK berperan dalam sistem imun non spesifik seluler.
Meskipun berbagai sel dalam tubuh dapat melakukan fagositosis,
tetapi sel utama yang berperan dalam dalam pertahana non spesifik
adalah sel mononukliear (monosit dan makrofag) serta sel
polimorfonuklier atau granulosit. Morfologi sel NK merupakan
limfosit dengan granula besar.
3. Jelaskan hipersensitivitasa. Tipe IDefinisiHipersensitifitas
tipe I merupakan suatu respons jaringan yang terjadi secara cepat
(secara khusus hanya dalam bilangan menit) disebut juga sebagai
hipersensitivitas langsung atau anafilaktik. diperantarai oleh
imunoglobulin E (IgE). Komponen seluler utama pada reaksi ini
adalah mastosit atau basofil.EtiologiAntigen yang diikat igE pada
permukaan sel mast menginduksi pelepasan mediator vasoaktif.Faktor
risiko Riwayat keluargaBila salah satu orang tua mempunyai penyakit
alergi maka 25-40% anak akan menderita alergi. Bila kedua orang tua
mempunyai alergi, maka risiko pada anak adalah 50-70% Allergic
MarchPerjalanan alamiah penyakit alergi mengikuti suatu kurva
(allergic march), dimana dermatitis atopik dan alergi makanan
sering menjadi manifestasi klinis pertama penyakit atopi pada usia
sekitar 6 bulan - 1 tahun pertama dan dermatitis atopik ini akan
menjadi asma atau rinitis alergik dikemudian hari. Faktor
lingkungan Merupakan faktor yang banyak berpengaruh terhadap
timbulnya gejala penyakit alergi. Polusi udara secara langsung
dapat menyebabkan inflamasi pada hidung yang ditandai dengan hidung
tersumbat dan meningkatnya produksi mukus, sedangkan efek tidak
langsung adalah meningkatkan aktifitas Th2 Faktor regulasi
sitokinSel mast merupakan sumber dari beberapa sitokin yang
mempengaruhi sel yang berperan pada reaksi alergi. Pada individu
yang cenderung untuk alergi, paparan terhadap beberapa antigen
menyebabkan aktivasi sel Th2 dan produksi IgE. Hipersensitivitas
tipe cepat terjadi sebagai akibat dari aktivasi sel Th2 yang
berespons terhadap antigen protein atau zat kimia yang terikat pada
protein. Faktor dietetikMakanan merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kekambuhan dermatitis atopik pada bayi dan anak,
terutama makanan yang banyak mengandung protein.
Manifestasi klinisJenis AlergiAlergen UmumGambaran
AnafilaksisObat, serum, bisa, kacang-kacanganEdema dengan
peningkatan permeabilitas vaskular, berkembang menjadi oklusi
trakea, kolaps sirkulasi dan kemungkinan meninggal.
Urtikaria akutSengatan seranggaBentol dan merah di daerah
sengatan.
Rinitis alergiPolen (hay fever), tungau debu rumah (rinitis
prenial)Edema dan iritasi mukosa nasal
AsmaPolen, tungau debu rumahKonstriksi bronkial, peningkatan
produksi mukus, inflamasi saluran napas
MakananKerang, susu, telur, ikan, bahan asal gandumUrtikaria
yang gatal dan berpotensi menjadi anafilaksis
Ekzem atopiPolen, tungau debu rumah, beberapa makananInflamasi
pada kulit yang terasa gatal, biasanya merah dan ada kalanya
vesikular.
PatofisiologiPajanan dengan antigen mengaktifkan sel Th2 yang
merangsang sel B berkembang menjadi sel plasma yang memproduksi
IgE. Molekul IgE yang dilepas diikat oleh FceR1 pada sel mast dan
basofil. Pajanan kedua dengan alergen menimbulkan ikatan silang
antara antigen dan IgE yang diikat sel mast, memacu penglepasan
mediator farmakologis aktif (amin vasoaktif) dari sel mast dan
basofil. Mediator-mediator tersebut menimbulkan kontraksi otot
polos, meningkatkan permeabilitas vaskular dan vasodilatasi,
kerusakan jaringan dan anafilaksis.
b. Tipe IIDefinisi dan etiologiDisebut juga dengan reaksi
sitotoksik, atau sitolisis. Reaksi ini melibatkan antibodi IgG dan
IgM yang bekerja pada antigenyang terdapat di permukaan sel atau
jaringan tertentu.Antigen yang berikatan di sel tertentu bisa
berupa mikroba atau molekul2 kecil lain (hapten). Ketika pertama
kali datang, antigen akan mensensitisasi sel B untuk menghasilkan
antibodi IgG dan IgM. Ketika terjadi pemaparan berikutnya oleh
antigen yang sama di permukaan sel sasaran, IgG dan IgM ini akan
berikatan dengan antigen tersebut. Ketika sel efektor (seperti
makrofag, netrofil, monosit, sel T cytotoxic ataupun sel NK)
mendekat, kompleks antigen-antibodi di permukaan sel sasaran
tersebut akan dihancurkan olehnya.
Faktor resiko dan tanda gejalaHipersensitivitas tipe II muncul
ketika antibodi melilit pada antigen sel pasien, menandai mereka
untuk penghancuran. Tanda gejala umumnya berupa kelainan darah,
seperti: 1. eosinofilia2. granulositopenia3. anemia hemolitik4.
trombositopenia
PatofisiologiIg G atau Ig M dalam darah berikatan dengan epitop
di permukaan imunogen atau antigen MHC yang disajikan dipermukaan
sel. Akibat dari interaksi antigen antibodi adalah percepatan
fagositosis atau lisis sel sasaran yang terjadi setelah pengaktivan
sistem komplemen. Pada reaksi tipe yang diperantarai oleh ADCC,
imunoglobulin yang ditujukan terhadap antigen-antigen permukaan
suatu sel berikatan dengan sel tersebut. Leukosit seperti neutrofil
dan makrofag yang memiliki reseptor untuk bagian tertentu molekul
Ig tersebut kemudian berikatan dengan sel dan menghancurkannya.
c. Tipe IIIDefinisiHipersensitivitas tipe III diperantarai oleh
endapan kompleks antigen-antibody. Komposisi kompleks imun
mengaktifkan system komplemen yang memproduksi zat zat yang
melakukan aktivitas anafilatoksik dan kemotaktis sehingga
permeabilitas vaskuler meningkat dan neutrofil tertarik kea rah
deposisi.
EtiologiDisebabkan karena adanya kompleks imun ukuran kecil yang
susah untuk dimusnahkan dan malah mengendap di dinding pembuluh
darah. Kompleks antibody berikatan dengan komplemen dan memicu
neutrofil untuk berdegranulasi. Degranulasi neutrofil menyebabkan
kerusakan jaringan.
Faktor resiko1. Infeksi persisten : pada infeksi ini terdapat
antigen mikroba dimana tempat kompleks mengendap adalah organ
diinfektif dan ginjal.2. Autoimunitas : pada reaksi ini terdapat
antigen sendiri, dimana tempat kompleks mengendap adalah ginjal,
sendi, dan pembuluh darah.3. Ekrinsik : antigen yang berpengaruh
adalah antigen lingkungan.
Manifestasi klinisLupus eritmatosus sistemik, poliartritis
nodosa, Artritis rheumatoid, farmers lung. Kasus lain yang dapat
ditimbulkan: arthus (lokal), serum sickness, vaskulitis dengan
nekrosis, glomerulonefritis
PatofisiologiSeperti tipe yang lainnya, ketika antigen pertama
kali masuk, ia akan mensensitisasi pembentukan antibodi IgG dan IgM
yang spesifik. Ketika pemaparan berikutnya oleh antigen yang sama,
IgG dan IgM spesifik ini akan berikatan dengan antigen tersebut di
dalam serum membentuk ikatan antigen-antibodi kompleks. Kompleks
ini akan mengendap di salah satu tempat dalam jaringan tubuh
(misalnya di endotel pembuluh darah dan ekstraseluler) sehingga
menimbulkan reaksi inflamasi. Aktifitas komplemen pun akan aktif
sehingga dihasilkanlah mediator-mediator inflamasi seperti
anafilatoksin, opsonin, kemotaksin, adherens imun dan kinin yang
memungkinkan makrofag/sel efektor datang dan melisisnya. Akan
tetapi, karena kompleks antigen antibodi ini mengendap di jaringan,
aktifitas sel efektor terhadapnya juga akan merusak jaringan di
sekitarnya tersebut. Inilah yang akan membuat kerusakan dan
menimbulkan gejala klinis, dimana keseluruhannya terjadi dalam
jangka waktu 2-8 jam setelah pemaparan antigen yang sama untuk
kedua kalinya.
d. Tipe IVDefinisiDisebut juga hipersensitivitas selular atau
tipe lambat, merupakan mekanisme utama respon terhadap berbagai
mikroba. Namun proses ini juga dapat menyebabkan kematian sel dan
jejas jaringan, baik akibat pembersihan infeksi yang normal maupun
sebagai respon terhadap antigen sendiri.
EtiologiReaksi ini terjadi karena sel T melepaskan sitokin
bersama dengan produksi mediator sitotoksik lainnya yang
menimbulkan respon inflamasi yang terlihat pada penyakit kulit
hipersensitivitas tipe lambat.
Faktor resiko1. Virus2. Jamur3. Bakteri4. Obat5. Racun tanaman
kuat6. Kosmetik 7. Parfum8. Bahan pembersih rumah tangga
Manifestasi klinis1. Dermatitis kontak2. Hipersensitivitas
tuberculin3. T-cell mediated cytolysis (penyakit CD8+)
Patofisiologi1. Hapten masuk ke dalam tubuh dan berikatan dengan
protein (hapten karier kompleks)2. Berbagai APC seperti langerhans
dan makrofag menangkap antigen 3. APC (Antigen Persenting Cell)
membawa antigen tersebut ke kelenjar limfoit regional untuk
dipresentasikan ke sel Th4. Sel T yang diaktifkan umumnya CD4+
terutama Th15. Sel T kembali ke epidermis6. Pajanan ulang dengan
antigen yang menginduksi sel efektor 7. Pada fase ini sel Th1
melepaskan berbagai sitokin yang mengarahkan dan mengaktifkan
makrofag dan sel inflamasi non spesifik lainnya. 8. Makrofag
merupakan efektor utama9. Sitokin yang dilepaskan sel Th1
menginduksi monosit dan neutrofil menempel ke endotel vaskular,
bermigrasi dari sirkulasi darah ke jaringan sekitar. 10.
Pembentukan monosit di sumsum tulang melalui IL-3 dan GM-CSF
(Granulocyte Monocyte Colony Stimulating Factor) sehingga menarik
monosit dan makrofag ke tempat infeksi melalui kemokin seperti MACF
(Macrophage Chemotactic and Activating Factor) dan MIF (Macrophage
Inhibiting Factor). Kemudian mengaktifkan IFN- (Interferon ) dan
TNF- (Tumor Necrosis Factor ) yang diproduksi CD4+ . Th1
mengaktifkan makrofag yang lebih aktif dan berperan sebagai sel
efektor yang menyebabkan reaksi inflamasi yang hebat.
4. Jelaskan mengenai Rhinitis alergiDefinisiRhinitis alergi
adalah radang selaput lending hidung yang diakibatkan oleh proses
inflamasi mukosa hidung yang di mediasi oleh reaksi
hipersensitivitas tipe I.
EtiologiPenyebab rinitis alergi berbeda-beda bergantung pada
apakah gejalanya musiman, perenial, ataupun sporadik/episodik.
Beberapa pasien sensitif pada alergen multipel, dan mungkin
mendapat rinitis alergi perenial dengan eksaserbasi musiman. Ketika
alergi makanan dapat menyebabkan rinitis, khususnya pada anak-anak,
hal tersebut ternyata jarang menyebabkan rinitis alergi karena
tidak adanya gejala kulit dan gastrointestinal. Untuk rinitis
alergi musiman, pencetusnya biasanya serbuksari (pollen) dan spora
jamur. Sedangkan untuk rinitis alergi perenial pencetusnya bulu
binatang, kecoa, tikus, tungau, kasur kapuk, selimut, karpet, sofa,
tumpukan baju dan buku-buku. Alergen inhalan selalu menjadi
penyebab. Serbuksari dari pohon dan rumput, spora jamur, debu
rumah, debris dari serangga atau tungau rumah adalah penyebab yang
sering. Alergi makanan jarang menjadi penyebab yang penting.
Predisposisi genetik memainkan bagian penting. Kemungkinan
berkembangnya alergi pada anak-anak adalah masing-masing 20% dan
47%, jika satu atau kedua orang tua menderita alergi.
EpidemiologiRinitis alergi (kadang kala di sebut atopic)
merupakan kondisi alergi yang paling umum. Prevalensinya di
perkirakan 20% dari populasi USA. Rinitis alergi menjadi lebih
sering terjadi, terutama di Negara Negara industry. Gejala puncak
terjadi pada decade 2,3 dan 4, tetapi anak anak (sekitar usia 10
tahun) juga dapat terkena.Jelas terdapat predisposisi genetic untuk
penyakit alergi. Trdapat prevalensi 13% bila kedua orang tua tidak
atopi (bentuk alergi yang bukan disebabkan oleh allergen), 30% bila
salah satu atopi, dan 50% bila keduanya atopi. Lebih dari 20 gen
berimplikasi pada penyakit alergi, termasuk IL-4, reseptor IL-4,
sitokin, INFgamma, reseptor beta adrenergic, 5 lipoksinase, dan gen
sintase leuktrien C4. Pajanan intrauteri dan masa kanak kanak
terhadap allergen meningkatkan resiko rhinitis alergi dan gangguan
alergi lainnya seperti asthma.Rinitis alergi paling sering di
jumpai prevalensi penyakit RA pada beberapa Negara berkisar 4,5
38,5 % dari jumlah penduduk dan Amerika, merupakan 1 diantara
deretan atas penyakit umum yang sering di jumpai. Meskipun dapat
timbul pada beberapa usia tetapi 2/3 pada umumnya mederita pada
saat berusia 30 tahun. Dapat terjadi pada wanita dan pria yang
kemungkinan sama. Faktor resikoRiwayat keluarga, alergi lain, asma,
jenis kelamin, perokok pasif.
Manifestasi KlinisBersin (berulang), hidung pengap dan disertai
ingus, kelopak mata merah, gatal dan berair, batuk kering, sakit
tenggorokan, sakit kepala, terjadi lingkaran gelap pada mata.
TatalaksanaTerapi rinitis alergi terbagi dalam tiga pendekatan,
meliputi edukasi penghindaran terhadap allergen, farmakoterapi
untuk pencegahan dan penanganan gejala, dan imunoterapi spesifik.
Penghindaran terhadap allergen merupakan cara yang paling
memberikan hasil. Cara yang paling efektif untuk menghindari
allergen adalah mengetahui tipe allergen itu sendiri, setiap orang
dapat memiliki alergi terhadap berbagai hal, sehingga sangat
dianjurkan untuk mengikuti suatu tes alergi. Contoh-contoh alergi
yang banyak pada masyarakat adalah alergi debu, tungau, udang, bulu
kucing, dan lainnya. Terapi farmakologi pada rinitis alergi
didasarkan pada gejala yang terjadi. Antihistamin dan dekongestan
merupakan golongan obat yang sering dipakai untuk menangani
rhinitis alergi.
Edukasi dan preventif1. Hindari allergen atau factor pencetus2.
Menjaga kebersihan benda benda yang menjadi media allergen seperti
alat tidur, karpet, gorden, dll
PrognosisPrognosis baik apabila pasien menghindari kontak
langsung dengan allergen
5. Bagaimana mekanisme bersin dan pilekBersin merupakan gejala
yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak
dengan sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik,
yaitu proses membersihkan sendiri (self cleaning process). Refleks
bersin mirif dengan refleks batuk, hanya refleks bersin tejadi di
saluran hidung, bukan pada saluran nafas bagian bawah. Rangsang
yang memulai refleks bersin adalah iritasi pada saluran hidung,
impuls aferennya berjalan di dalam saraf maksilaris ke medulla
oblongata dimana refleks ini digerakkan. Terjadi serangkaian reaksi
yang mirip dengan yang terjadi pada refleks batuk. di sini uvula
tertekan sehingga sejumlah besar udara mengalir dengan cepat
melalui hidung dan mulut, sehingga membersihkan saluran hidung dari
benda asing. Mekanisme Pilek dimulai pada saat Alergen yang masuk
tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan
lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen
presentingcells (APC).
6. Bagaimana mekanisme mata berair dan gatal?Mata merah, berair
dan gatal karena alergi dapat mempengaruhi kedua mata dan merupakan
respon terhadap zat penyebab alergi. Menanggapi adanya alergen,
tubuh akan memproduksi antibodi yang disebut immunoglobulin E
(IgE). Antibodi ini memicu sel-sel khusus yang disebut sel mast
(Sel mast merupakan bagian sistem imun non-spesifik tingkat
seluler. Sel mast/mastosit banyak terdapat disekitar pembuluh darah
dan jaringan tubuh manusia, terbanyak dalam mukosa sepanjang
saluran cerna. Mastosit memiliki banyak granula yang mengandung
histamin dan heparin) pada lapisan lendir mata dan saluran udara
untuk melepaskan zat inflamasi, termasuk histamin. Tubuh
mengeluarkan histamin yang dapat menghasilkan sejumlah tanda-tanda
dan gejala alergi, termasuk sakit mata yang menjadi merah. Histamin
ini juga yang menimbulkan rasa gatal pada mata.
7. Bagaimana mekanisme hidung gatal?Alergen yang menempel pada
mukosa hidung untuk pertama kali, terhirup bersama inhalasi udara
nafas. Alergen yang terdeposit oleh makrofag atau sel dendrit yang
berfungsi sebagai fagosit dan sel penyaji antigen (Antigen
Presenting Cell atau APC) diproses menjadi peptida pendek yang
terdiri atas 7-14 asam amino yang berikatan dengan molekul HLA
(Human Leucocyte Antigen) kelas II membentuk kompleks MHC (Major
Histocompatibility Complex) kelas II yang kemudian dipresentasikan
pada sel Th0. Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti
interleukin 1 (IL1) yang akan mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi
menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai sitokin seperti
IL 3, IL 4, IL 5 dan IL 13. IL 4 dan IL 13 diikat oleh reseptornya
di permukaan sel limfosit B, sehingga sel limfosit B menjadi aktif
dan akan memproduksi imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah
akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan
sel mastosit atau basofil (sel mediator) sehingga ke dua sel ini
menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan sel
mediator yang tersensitisasi.Bila mukosa yang sudah tersensitisasi
terpapar dengan alergen yang sama, maka kedua rantai IgE akan
mengikat alergen spesifik dan tersensitisasi. Bila mukosa yang
sudah tersensitisasi terpapar dengan alergen yang sama, maka kedua
rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulisasi
(pecahnya dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat
terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk (Performed
Mediator) terutama histamin.Histamin yang dilepaskan akan
merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga
menimbulkan rasa gatal pada hidung dan bersin- bersin. Selain itu
histamin juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan sel goblet akan
mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga
terjadi rinore.
8. Bagaimana mekanisme sesak napas pada malam hari?Gejala-gejala
hipersensitivitas tipe cepat bervariasi bergantung pada tempat,
alergen, dan mediator yang terlibat. Umumnya reaksi terlokalisasi
di bagian tubuh tempat sel-sel yang mengandung IgE pertama kali
berkontak dengan alergen. Jika reaksi terbatas di saluran nafas
atas setelah seseorang menghirup alergen tertentu, bahan-bahan
kimia yang dibebaskan (histamin) memicu gejala hay-fever misalnya,
hidung tersumbat akibat edema lokal yang dipicu histamin serta
bersin dan pilek akibat bertambahnya sekresi mukus. Jika reaksi
terkonsentrasi di bronkiolus (saluran nafas kecil yang menuju
kantong udara kecil di paru-paru) maka timbul asma. Kontraksi otot
polos di dinding bronkiolus sebagai respon terhadap SRS-A
(Slow-Reactive Substance of Anaphylaxis, yang memicu kontraksi
hebat dan berkepanjangan otot polos, terutama pada saluran nafas
halus) mempersempit atau menyebabkan konstriksi saluran-salura
nafas ini sehingga pasien sulit bernafas sampai produk reaktif dari
reaksi alergik dihilangkan.
9. Bagaimana mekanisme gatal gatal setelah makan udang?Udang
mengandung beberapa allergen. Antigen II dianggap sebagai alergen
utama. Reaksi alergi disebut juga hipersensitivitas tipe I, yang
timbul kurang dari 1 jam sesudah tubuh terpajan oleh alergen yang
sama untuk kedua kalinya. Pada reaksi tipe ini, yang berperan
adalah antibodi IgE, sel mast ataupun basofil, dan sifat genetik
seseorang yang cendrung terkena alergi (atopi). Untuk mekanismenya
sama seperti patofisiologi pada hipersensitivitas tipe 1.
10. Mengapa keluhan hilang dan timbul pada pagi hari dan tempat
berdebu?faktor lingkungan sangat berpengaruh dalam munculnya gejala
alergi. Allergen banyak terdapat di lingkungan yang dapat menjadi
faktor resiko munculnya alergi, contohnya debu. Selain itu suhu
juga berperan menjadi allergen yang memicu terjadinya alergi.
11. Jelaskan apakah ada hubungan genetic pada pemicu?Ada
hubungan genetic pada pemicu. Hal ini disebut atopi. Atopi adalah
seseorang yang memiliki fitur genetic untuk membentuk antibody IgE
terhadap paparan allergen.
12. Bagaimana pemeriksaan hipersensitivitas?1. Anamnesis2.
Pemeriksaan Fisik- Inspeksi pada gejala yang bermanisfestasi pada
kulit, misalnya: kemerahaan pada kulit 3. Pemeriksaan Laboratorium-
Hitung jenis leukosit-Hitung eosinofil secret- Hitung eosinofil
total darah- Hitung kadar IgE spesifik4. Tes kulit / pemeriksaan in
vivo- Uji Intradermal- Skin Prick Test- Patch Test
13. Apa saja diagnosis banding indra?Berdasarkan tanda dan
gejala, diagnosis banding untuk rhinitis alergi adalah
rhinosinusitis dan influenza.
14. Mengapa indra baru mengeluh satu tahun yang lalu?hal ini
dikarenakan indra mengalami reaksi allergic march. Reaksi allergic
march timbul setelah satu tahun. Allergic march merupakan kurva
dimana dermatitis atopic dan alergi makanan sering menjadi
manifestasi klinis pertama penyakit atopi. Dermatitis atopik ini
dapat mengarah ke rhinitis alergi.
15. Bagaimana pengaruh lingkungan?Faktor lingkungan adalah
faktor yang cukup banyak berpengaruh terhadap timbulnya gejala
penyakit alergi. Adanya alergen di lingkungan hidup anak
meningkatkan risiko. Alergen yang sering mencetuskan antara lain
adalah serpihan kulit binatang peliharaan, tungau dan debu rumah,
jamur, dan kecoa. Pada kasus ini terdapat kemungkinan adanya
beberapa alergen yang dapat mencetuskan timbulnya reaksi alergi.16.
Jelaskan intepretasi data tambahan!Jenis pemeriksaanData
pasienNilai normalHasilKeterangan
Hb10 g/dLLk : 13,0 18,0Pr : 11,5 16,5 g/dlAnak : 10-16
g/dLnormal
Eritrosit3,5 jt/ mlLk : 4,5 5,5Pr : 4,0 5,0 /mm3normal
Leukosit70004.000 11.000/ mm3normal
Trombosit350.000150.000 400.000 / mm3normal
Hitung jenis
leukosit0/9/0/61/25/5(B,E,btg,S,L,M)0-1/1-3/2-5/50-70/20-40/
2-6Eosinofil meningkatTerjadi peningkatan pada eosinofil, hal ini
dapat terjadi pada kejadian alergi.
Eosinofil total darah390/ml80 360/ mlTerjadi peningkatan
eosinofil total darah yang dapt terjadi pada kondisi alergi
LED25 mm/1 jamLk : 0 10Pr : 0- 15 mm/jamLED meningkat menandakan
adanya inflamasi
Eosinofil sekret nasalPositifNegatifPeradangan alergi tipe
1Peningkatan jumlah eosinofil sekret nasal dapat terjadi pada
keadaan rhinitis alergi.
IgE total35 mg/ dL< 20 mg/ dl
Meningkat pada kondisi rhinitis alergi (reaksi alergi)
Parasit tinjaNegatifNegatifNormal
DAFTAR PUSTAKA1. Sherwood L. Fisiologi Manusia dari Sel ke
Sistem. Ed. 6. Jakarta : EGC. 2012.2. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar
Fisiologi Manusia. Ed. 11. Jakarta : EGC. 2012.3. Kumar V, Cotran
RS, Robbins SL. Buku Ajar Patologi Robbins Volume 1. Ed. 7. Jakarta
: EGC. 2012.4. Price SA, Wilson LM. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-proses penyakit Volume 1. Ed. 6. Jakarta : EGC. 2012. 5.
Baratawidjaja, Karnen G. 2006. Imunologi Dasar Edisi Ke Tujuh.
Jakarta: Balai Penerbit FKUI.6. Kresno, Siti Boedina. 2001.
Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta: FKUI7.
Reksodiputro AH, Madjid A, Rachman AM, Tambunan AS, Rani HAA,
Nurman A, dkk. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Ed. V.
Jakarta: Interna Publishing. 2009.8. Rosida A.
Hipersensitivitas.pptx. Banjarmasin : Fakultas Kedokteran
Universitas Lambung Mangkurat. 2015. 9. Baratawidjaja, Karnen
Garna. Imunologi Dasar. Edisi 11. Badan Penerbit FKUI. Jakarta.
2014.10. Huriyati, Effy. Diagnosis dan Penatalaksanaan Rinitis
Alergi yang Disertai Asma Bronkial. Bagian Ilmu Kesehatan THT Bedah
Kepala dan Leher. Jurnal FK Andalas. Padang. 2012. 11. Ni Putu S.,
Nia K,dkk. Berbagai Teknik Pemeriksaan untuk Menegakkan Diagnosis
Penyakit Alergi. Sari Pediatri 2009; 1193): 174-8. Dikutip dari
http://www.idai.or.id/saripediatri/pdfile/110515.pdf12.
Baratawidjaja KG. Imunologidasar. Edisi 9. Jakarta: BalaiPenerbit
FKUI; 2010.