28 T enaga Kerja Wanita sudah se- ring dibahas orang dengan ju- lukan TKW. Hampir semuan ya berupa kisah duka. Derita me reka berawal sejak diberangkatkan dari kampung halaman. Status mereka ibarat komoditas nasional non-migas . Tempat penampungan dan fasilitas perjalanan mereka mengingatkan kita pada ayam dan itik yang dimasukkan keranjang berjejal-jejal untuk dibawa ke pasar. Dari temp at kerja mereka tercurah aneka cerita pelecehan seksual oleh majikan pria. Tak sedikit mengalami penyiksaan dan pemerkosaan. Kasus- kasus pembunuhan dan bunuh diri tidak kurang. Sebagian lain ditipu , dicekik hutang dan dijual ke pu sat- pusat perdagangan seksual. Ini banyak dialami TKW dari Asia daratan. Namun jumlah TKW dari dan menuju ke berbagai negara di seputar Asia Tenggara tidak menurun . Ent ah mengapa . • Ada baikn ya dicatat bahwa berbagai : berita dan ulasan di media massa ten- • tang TKW bukan ki sah otentik. Tidak • langsung dari bibir atau pena TKW sen- • • diri. Berbagai kisah ten tang mereka me- • nyebar lewat pe rkisahan oleh kaum pro- : fesional kelas menengah . Sebagian besar pria. Bukannya kisah semacam itu tidak absah. Terlepas dari niat baik penulis- n ya, kisah-kisah itu tak mungkin bisa sempurna. Ia boleh dipertimbangkan , te tapi tak usah dituntut menjelaskan segala-galanya. Berikut ini sebuah kisah yang disusun dengan 'cacat' serupa, yakni tidak oten- tik. Tetapi di sini tidak akan disajikan kisah-kisah serba sedih. Justru sebaliknya. Semua ini bersumber dari beberapa pe- nerbangan Jakart a-Singapura. Kisah per- tama berasal dari pertemuan dengan se- rombongan TKW yang bertolak untuk memulai kerja. Juml a hn ya sekitar de- lapan orang. Mereka terdiri dari anak- anak muda , kalau bukan remaja . Seusia lulusan SMA. • Waktu mereka memasuki pesawat, sa ya sudah mene mp at i kursi saya. Tempat duduk mere ka tidak jauh dari te mpat duduk say a. Mereka baru me- narik perhati an saya ketika ada yang men g alami kes ulita n m enyimpan barang-b arang bawaan mereka ke rak di at as ke pala. Saya m enawarkan ban- tu an dan me reka tidak m eno lak. Sejak lepas -l andas mereka semakin men arik pe rh ati an saya dan dua pe- nump ang lain di sisi saya. Anak-anak mud a ini saling bu ngkam di sepan- jang pe rj alanan. Waj ah mereka te- gan g. Inikah sosok TKW? Saya m ulai mendu ga-duga. S ebagai peneliti masalah-masa lah sosial tet ap i but a sel uk-be luk TKW saya ingin seka li bertan ya dan mengenal me reka. Tapi saya tak tahu istilah apa yang cukup sopan sehin gga tak m enyinggung perasaan bila ternyata mereka b ukan TKW . Saya mencari-ca ri kesempatan berb i ncang, TIARA 151 , 25 Februari 1996 Diunduh dari <arielheryanto.wordpress.com>
2
Embed
Diunduh dari · PDF filerombongan TKW yang bertolak untuk memulai kerja. Jumlahnya sekitar de lapan ... Paling sedikit kertas
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
28
Tenaga Kerja Wanita sudah sering dibahas orang dengan julukan TKW. Hampir semuanya berupa kisah duka. Derita m e
reka berawal sejak diberangkatkan dari kampung halaman. Status mereka ibarat komoditas nasional non-migas . Tempat penampungan dan fasilitas perjalanan mereka mengingatkan kita pada ayam dan itik yang dimasukkan keranjang berjejal-jejal untuk dibawa ke pasar.
Dari temp at kerja mereka tercurah aneka cerita pelecehan seksual oleh majikan pria. Tak sedikit mengalami penyiksaan dan pemerkosaan. Kasuskasus pembunuhan dan bunuh diri tidak kurang. Sebagian lain ditipu, dicekik hutang dan dijual ke pusatpusat perdagangan seksual. Ini banyak dialami TKW dari Asia daratan. Namun jumlah TKW dari dan menuju ke berbagai negara di seputar Asia Tenggara tidak menurun . Ent ah mengapa .
• Ada baiknya dicatat bahwa berbagai : berita dan ulasan di media massa ten-• tang TKW bukan kisah otentik. Tidak • langsung dari bibir atau pena TKW sen• • diri. Berbagai kisah ten tang mereka me-• nyebar lewat perkisahan oleh kaum pro: fesional kelas menengah. Sebagian besar
pria. Bukannya kisah semacam itu tidak absah. Terlepas dari niat baik penulisn ya, kisah-kisah itu tak mungkin bisa sempurna. Ia boleh dipertimbangkan, tetapi tak usah dituntut menjelaskan segala-galanya.
Berikut ini sebuah kisah yang disusun dengan 'cacat' serupa, yakni tidak otentik. Tetapi di sini tidak akan disajikan kisah-kisah serba sedih. Justru sebaliknya. Semua ini bersumber dari beberapa pen erbangan Jakarta-Singapura. Kisah pertama berasal dari pertemuan dengan serombongan TKW yang bertolak untuk memulai kerja . Jumlahnya sekitar delapan orang. Mereka terdiri dari anakanak muda, kalau bukan remaja . Seusia lulusan SMA.
•
Waktu m ereka m emasuki pesawat, saya sudah men empati kursi saya. Tempat duduk mereka tidak jauh dari tempat duduk saya. Mereka baru menarik perhatian saya ketika ada yang mengalami kesulita n m enyimpan barang-baran g bawaan mereka ke rak di atas kepala . Saya m enawarkan bantuan dan mereka tidak m enolak.
Sejak lepas-landas mereka semakin menarik perhatian saya dan dua penumpang lain di sisi saya. Anak-anak mud a ini saling bungkam di sepanjang perj alanan. Waj ah mereka tegang. Inikah sosok TKW? Saya m ulai menduga-duga.
S ebagai pen eliti m asa lah-masa lah sos ial tetap i buta seluk-be luk TKW saya ingin sekali bertanya dan m engen al mereka. Tapi saya
tak tahu istilah apa yang cukup sopan sehingga tak m enyinggung perasaan bila ternyata mereka bukan TKW. Saya m en cari-cari kesempatan berbincang,
TIARA 151 , 25 Februari 1996 Diunduh dari <arielheryanto.wordpress.com>
tapi tak mudah. Bukan sa ja saya tak pandai membuka perkenalan baru . Kekikukan saya membuat mereka menjadi was-was. Kira-kira mirip kebingungan Casper membuka persahabatan dengan gadis yang menempati rumah angkernya.
Kesempatan itu akhirnya datang ketika pramugari membagikan kartu imigrasi dan duane. Mereka tampak kebingungan mengisinya . Sekali lagi saya menawarkan bantuan . Syukur mereka tidak menolak. Sejak itu dialog menggelinding. Setiap kali saya berbicara denga n salah seorang di antara mereka, yang lain berbondong merubung dengan penuh perhatian. Mereka lekat sa tu sarna lain. Mereka ramah, tetapi tetap dicekam rasa tegang.
Ternyata benar mereka segelintir dari ribuan manusia Indonesia yang disebut TKW. Sebagian besar berasal dari kota-kota kecil di Jawa Tengah. Baru sekali ini mereka masuk pesawat terbang. Dan diterbangkan tanpa pemandu atau informasi yang memadai. Untuk keperluan mengisi formulir imi-
TIARA 151. 25 Februari 1996
grasi, mereka menunjukkan sejumlah dokumen. Baru sekali itulah saya membaca sebuah kontrak kerja yang mengatur hak dan kewajiban manusia Indonesia yang bekerja sebagai pembantu rumah tangga.
Entah sejauh mana pasal-pasal kontrak itu terlaksana. Paling sedikit kerta s ini menghormati mereka jauh lebih baik daripada rekan-rekan seprofesi di tanah air. Karena ingin tahu 'kisah
buat. Ternyata wanita ini menempati
kursi di samping saya. Dari dekat saya baru mampu lebih cermat mengukur selera busana-busananya. Berbeda dari Atiek CB! Saya tak bernyali memulai percakapan. Dialah yang bermu rah suara . Ketika makanan disajikan, ia bertanya apakah sendok garpunya boleh dibawa pUlang.
otentik' pengalaman m ereka , saya Tanpa canggung ia memperke-meminta agar mereka bersurat sesudah nalkan diri sebagai seorang beberapa bulan bekerja. Saya berikan TKW dari Jabotabek. Sudah be-nama dan alamat saya di Indonesia. kerja en am tahun di Singapura. Empat bulan kemudian saya menerima Dan kini pulang ke kampung halaman surat dari salah seorang di antara untuk bersatu dengan anak dan suami mereka . Tapi sayang, surat itu tidak yang dirindukannya. Bicaranya Meberisi suka-duka TKW seperti yang saya layu dengan aksen Inggris . harapkan. Yang saya terima hanyalah Menurut pengakuannya, ia men-sebuah puisi sentimental. dapat kesempatan pulang setiap
Sebuah pengalaman lain lebih tahun. Ongkos perjalanan ditangmengesankan. Saya berada di ruang gung majikan. Setiap kali pulang ia tunggu lapangan udara Changi membawa hasil tabungan dalam jutad a I amp e r j a 1 a nan an rupiah. Ia senang bekerja sebagai pulang. Dari jauh tampak TKW, tetapi kini berniat membuka
nya serba men ya la .
Dari jauh soso kn ya
mlIlp p e-n ya n y i dan
p e n gg emar musik rock .
Langkahnya tegap dan acu h ,
menegaskan ra sa percaya diri yang be
sar yang tak dibuat-
• warung sendiri di kampung halaman bermodal hasil kerjanya. la ingin mencalonkan adik dan tetangganya sebagai TKW berikut.
Setiba di Bandara Soekarno-Hatta saya menumpang bis Damri. Wanita yang mengesankan itu sudah lenyap . Tapi di bis itu ada beberapa TKW lain dengan berbagai kopor dan tas berikat tali rafia . Bicaranya juga Melayu beraksen Inggris. Seumur hidup belum pernah saya menyaksikan ada orang mirip Sinterklas seperti mereka ini. Kepada porter yang membawakan barang-barang bawaan ke bis mereka berlomba-lomba membagikan berpuluh-puluh ribu rupiah . Semua yang duduk di bis tertegun.
Semua kisah itu tidak dimaksudkan sebagai sanggahan terhadap berbagai laporan yang memilukan ten tang nasib TKW. Yang saya amati hanya segelintir kasus dan kulit luarnya. Tapi saya yakin para TKW bukanlah orang-orang tolol yang hanya mampu ditipu dan diperas. Mereka tidak akan berbondong-bondong mengadu untung ke negeri orang seandainya status dan nasib mereka sudah cukup baik dengan bekerja di rumah para majikan bangsa sendiri. • Doktor 505iologi, mukim di 5alatiga D