Top Banner
119

Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

Dec 27, 2019

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi
Page 2: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

Diterbitkan oleh:

BADAN PENDIDIKAN KRISTEN PENABUR (BPK PENABUR)

I S S N : 1412-2588

Jurnal Pendidikan Penabur (JPP) dapat dipakaisebagai medium tukar pikiran, informasi dan

penelitian ilmiah antar para pemerhati masalah pendidikan.

Penanggung JawabDra. Kristinawati Susatio, M.M.

Pemimpin RedaksiProf. Dr. BP. Sitepu, M.A.

Sekretaris RedaksiRosmawati Situmorang

Dewan EditorProf. Dr. BP. Sitepu, M.A.

Ir. Budyanto Lestyana, M.Si.Dr. Ir. Hadiyanto Budisetio, M.M.

Dra. MulyaniProf. Dr. Theresia K. Brahim

Dra. Vitriyani P., M.Pd.

Alamat Redaksi :Jln. Tanjung Duren Raya No. 4 Blok E Lt. 5, Jakarta Barat 11470

Telepon (021) 5606773-76, Faks. (021) 5666968http://www.bpkpenabur.or.idE-mail : [email protected]

Page 3: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

Pedoman Penulisan Naskah untuk Jurnal Pendidikan Penabur

Naskah ditulis dengan memperhatikan ketentuan sebagai berikut.1. Naskah merupakan laporan penelitian, opini, info, dan resensi buku yang

berhubungan dengan bidang pendidikan serta disajikan dalam bentukbahasa ilmiah populer.

2. Naskah merupakan karya asli dari penulis dan belum pernah dipubli-kasikan atau sedang dikirimkan ke media lain.

3. Naskah diketik pada kertas A4 dengan margin/batas atas, kanan, danbawah masing-masing 3 cm dan batas kiri 4 cm dari tepi kertas.Menggunakan program MS Word dengan jenis huruf Book Antiqua 10point/spasi ganda.

4. Panjang naskah hasil penelitian atau opini + 4500 kata, sedangkan untukinfo serta resensi buku + 2000 kata.

5. Judul harus singkat, jelas dan tidak lebih dari 10 kata.

6. Format penulisan adalah : Judul, nama penulis, abstrak, isi artikel, daftarpustaka, dan keterangan mengenai penulis.

7. Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan Inggris maksimum 150 kata.

9. Ilustrasi (grafik, tabel dan foto) harus disajikan dengan jelas. Tulisan padailustrasi menggunakan huruf yang sama pada isi naskah dengan besarhuruf tidak lebih kecil dari 6 point.

10. Naskah dikirim dalam bentuk CD/disket dan hasil print out ke RedaksiJurnal Pendidikan Penabur, Jalan Tanjung Duren Raya No. 4 Blok ELantai 5. Jakarta Barat - 11470 atau melalui e-mail: [email protected]

11. Naskah disertai dengan daftar riwayat hidup penulis yang memuat latarbelakang pendidikan, pekerjaan dan karya ilmiah lain yang pernahditulis.

12. Tulisan yang dimuat akan mendapat imbalan. Naskah yang tidak dimuattidak dikembalikan.

13. Redaksi berhak mengedit naskah yang dimuat tanpa mengubah isinaskah.

14. Isi Jurnal Pendidikan Penabur tidak mencerminkan pendapat ataukebijakan BPK PENABUR.

Page 4: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

iJurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Jurnal Pendidikan PenaburNomor 12/Tahun ke-8/ Juni 2009

ISSN: 1412-2588

Daftar Isi i

Pengantar Redaksi ii-iv

Penerapan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran PendidikanKewarganegaraan pada Siswa SD Laboratorium PGSD FIP UNJ , Nina Nurhasanah, 1-20

Kehidupan Siswa yang Belajar di Bimbingan Belajar Alternatif, Anastasia Alverina Chandra, IvonnePratiwi, dan Monica Sharly, 21-30

Pembelajaran Menulis Puisi Bebas Berdasarkan Gambar Berbagai Peristiwa yang Terdapat dalamSurat Kabar, Keke T. Aritonang, 31-39

Perspektif tentang Mengevaluasi Siswa: Tiga Syarat Pemberian Nilai , Anggiat Hisar, 40-49MPenelitian Tindakan Kelas, Kasina Ahmad, 50-56

Conflict Avoidance Among Females in Collectivist Cultures: Implications for Educational Administrators,Agustian Nugroho Sutrisno, 57-68

Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan Berbasis Kompetensi Guru dalam RangkaMembangun Keunggulan Bersaing Sekolah, David Wijaya, 69-86

Tantangan-tantangan Universitas Dunia Modern dalam Pengembangan Kurikulum PendidikanTinggi, H.A.R. Tilaar, 87-92

Isu Mutakhir: Generasi Digital, dan Dana BOS Boleh Ditolak?, Hotben Situmorang, 93-96

Resensi Buku: The Craft of Writing Science Fiction That SellsBudyanto Lestyana, 97-104

Profil BPK PENABUR Serang, Endang Suyatmi, 105-110

Keterangan Mengenai Penulis, 111-112

Page 5: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

ii Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Pengantar Redaksi

Untuk menjamin tercapainya tujuan pendidikan nasionalsebagaimana ditetapkan dalam Undang-Undang No 20 Tahun2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pemerintah telahmenerbitkan Peraturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang

Standar Nasional Pendidikan. P.P tersebut mengatur antara lainstandar isi, standar proses, standar kompetensi lulusan, standarpendidik dan tenaga kependidikan, standar sarana dan prasarana,standar pengelolaan, standar pembiayaan dan standar penilaianpendidikan. Apabila sekolah memenuhi kedelapan standar itu makadapat diharapkan kualitas proses dan hasil pembelajaran di sekolahdapat memenuhi standar nasional pendidikan yang diharapkanmenjamin mutu pendidikan nasional dalam rangka mencerdaskankehidupan bangsa dan membentuk watak serta peradaban bangsayang bermartabat. Oleh karena itu Pemerintah memotivasi setiapsatuan pendidikan untuk menyelenggarakan pembelajaran di sekolahmengacu pada masing-masing standar.

Salah satu standar yang perlu diperhatikan ialah standar proseskarena kegiatan belajar dan membelajarkan sesungguhnya dapatdilihat pada proses. Selanjutnya, mutu proses akan menentukan mutuhasil belajar membelajarkan. Dalam P.P No 19 Tahun 2005 disebutkanbahwa proses pembelajaran pada satuan pendidikan diselenggarakansecara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang, memotivasipeserta didik untuk berpartisipasi aktif, serta memberikan ruang yangcukup bagi prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai denganbakat, minat, dan perkembangan fisik serta psikologis peserta didik.Isi standar proses pada hakikatnya berhubungan dengan pendekatan,startegi, metode dan teknik belajar-membelajarkan yang berkaitanlangsung dengan kegiatan pendidik/pembelajar dan peserta didik/pemelajar.

Dalam proses belajar-membelajarkan tidak jarang pendidik danpeserta didik menghadapi masalah dalam mencapai kompetensitertentu dengan bahan belajar yang ditetapkan dalam kurikulum.Masalah mungkin saja terjadi karena pokok bahasan terlalu sulit, tidaktersedia sumber belajar-membelajarkan yang diperlukan, strategibelajar-membelajarkan yang tidak tepat, atau penguasaan pendidiktentang pokok bahasan itu masih kurang. Oleh karena itu, standarproses memberikan rambu-rambu penyelenggaraan pembelajaran diruang kelas.

Salah satu cara untuk mengatasi kesulitan belajar peserta didikdan kesulitan membelajarkan pendidik ialah dengan menerapkanpenelitian tindakan kelas (PTK). Penelitan ini ternyata dapatmeningkatkan hasil belajar peserta didik serta memenuhi standarproses belajar-membelajarkan karena PTK melibatkan pendidik,peserta didik, dan bahkan mungkin kepala sekolah atau orangtuapeserta didik dalam menyadari adanya masalah, mengidentifikasi danmenentukan cara memecahkan masalah tersebut.

Memperhatikan manfaat PTK dalam membantu pendidik danpeserta didik untuk memecahkan masalah-masalah belajar-

Page 6: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

iiiJurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

membelajarkan secara kreatif dan inovatif, Jurnal Pendidikan PenaburEdisi ini memuat tulisan yang berkaitan dengan PTK, landasanteoretisnya serta contoh aplikasinya. Kasina Ahmad dari UniversitasNegeri Jakarta mendiskripsikan PTK secara teoretis, sedangkan Ninadari Universitas yang sama memaparkan pengalamannyamelaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untukmengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSDFIP-UNJ. Informasi teoretis dan pengalaman melaksanakan PTK itudiharapkan dapat memotivasi pendidik mempelajari PTK lebihmendalam dan menerapkannya untuk mengatasi masalah-masalahbelajar-membelajarkan yang dihadapinya.

Keampuhan proses belajar-membelajarkan melalui strategi belajaryang tepat mendorong pendidik yang profesional terus menerus kritis,reflektif, kreatif dan inovatif dalam mengatasi berbagai masalah belajar-membelajarkan. Keke Aritonang, misalnya, meneliti dan menemukancara membelajarkan peserta didik mengembangkan kemampuanmembuat puisi yang kreatif mengacu pada gambar atau foto. Sementaraitu Anggiat Hisar menawarkan tata cara melakukan penilaian hasilbelajar peserta didik sehingga hasilnya objektif, dapatdipertanggungjawabkan, serta diterima oleh semua pihak yang terkait.

Anak-anak usia sekolah yang beruntung, dapat mengikuti prosesbelajar-membelajarkan di lembaga pendidikan formal. Akan tetapi,terdapat juga sejumlah anak usia sekolah yang kurang beruntung dalamberbagai hal sehingga tidak mendapat kesempatan mengalamilangsung proses belajar-membelajarkan di lembaga pendidikan formal.Sungguhpun demikian, keadaan tersebut tidak menyurutkan semangatmereka belajar . Mereka yang tergolong kurang beruntung ini mencaribimbingan belajar alternatif dalam berbagai bentuk. Di tempat-tempatitu mereka mengalami proses belajar yang bermakna untuk kehidupanmereka sebagaimana terlihat dalam hasil penelitian Anastasia dankawan-kawan, alumni SMAK 4 BPK PENABUR Jakarta.

Keberhasilan merencanakan, melaksanakan, dan menilaipembelajaran, tidak dapat dipisahkan dari kemampuan yang dimilikiguru. Oleh karena itu dalam era persaingan yang semakin ketat di antaralembaga-lembaga pendidikan dewasa ini, sekolah perlu dikelola secaraprofesional dengan meberdayakan semua sumber yang dimiliki sekolah.David Wijaya menawarkan wacana tentang manajemen sumber dayamanusia pendidikan berbasis kompetensi guru dalam rangkamembangun keunggulan bersaing sekolah. Beda jenjang, jenis, dankeadaan lembaga pendidikan tentu memerlukan seni pengelolaan yangberbeda pula.

Sejauh masih dapat ditoleransi dan tidak menjauhkan organisasidari pencapaian tujuannya, konflik dalam organisasi, termasuk dalamlembaga pendidikan, pada hakikatnya diperlukan untuk membuatorganisasi itu menjadi dinamis shingga konflik yang demikian memilikinilai positif. Akan tetapi, kekeliruan dalam melihat dan memperlakukanatau menanggapi konflik dapat berakibat fatal dan mengganggujalannya organisasi. Tulisan Agustian Nugroho Sutrisno melakukankajian tentang cara-cara mengatasi konflik yang berbasis gender. Dalamdua dekade belakangan ini masalah gender semakin mengemuka akibatsemakin disadarinya kesetaraan gender termasuk dalam manajemenpendidikan.

Page 7: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

iv Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Masih dalam kaitannya dengan upaya peningkatan mutupendidikan, khususnya di pendidikan tinggi, H.A.R Tilaar menulistentang tantangan-tantangan universitas dunia modern dalampembangunan kurikulum tinggi yang berbasis ilmu pengetahuan danteknologi maju serta kepentingan peserta didik yang majemuk.Pemikiran yang ditawarkan perlu menjadi wacana bagi pendidik dantanaga kependidikan di pendidikan dasar dan menengah yangmempersiapkan peserta didiknya masuk ke pendidikan tinggi.Kurikulum pada dasarnya menjadi dasar atau acuan dalammerancang dan melaksanakan proses belajar-membelajarkan di dalamkelas sehingga mencapai tujuan pendidikan yang ditetapkan.

Jurnal Pendidikan Penabur ini terbit pada awal tahun pelajaran2009-2010 dan memuat berbagai tulisan yang isinya diharapkan dapatdimanfaatkan oleh pendidik/guru untuk meningkatkan kualitaspembelajarannya lebih bermutu. Isi Jurnal ini diharapkan dapatmemotivasi pendidik/guru melakukan inovasi secara kreatif, misalnyadengan melakukan penelitian tindakan kelas. Variasi pendekatan,metode, atau teknik membelajarkan dapat membuat suasana sertaproses belajar membelajarkan lebih hidup, menyenangkan, dandinamis. Mengawali tahun pelajaran ini dengan sesuatu yang baru,diharapkan dapat memberikan nilai tambah dalam peningkatan mutupendidikan yang akan diukur pada akhir tahun pelajaran. Selamatberinovasi.Redaksi

Page 8: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

1Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Penerapan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran

Penerapan Pendekatan Kontekstual untuk MeningkatkanKualitas Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan pada

Siswa SD Laboratorium PGSD FIP UNJ

Nina Nurhasanah*)

*) Dosen PGSD Universitas Negeri Jakarta

Penelitian

alam pembelajaran PKn, guru sering menemukan kesulitan dalam memilih model belajaryang tepat untuk mencapai tujuan pembelajaran yang lebih efektif dan efisien. PenelitianTindakan Kelas ini mencoba memecahkan kesulitan itu dengan berfokus pada pencapaianpendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) untuk membentuk karakter siswa dan

cara menerapkan pendekatan ini untuk mata pelajaran PKn di SD Laboratorium FIP UNJ. PenelitianTindakan Kelas yang dilakukan dalam bulan September sampai dengan Nopember 2008 inimenunjukkan CTL dapat mengatasi masalah yang selama ini dihadapi guru setelah tiga siklus.

Kata-kata kunci : Contextual teaching and learning, pendidikan kewarganegaraan, strategipembelajaran, standar proses pendidikan.

The teacher found some difficulties in selecting and implementing appropriate instructional models to achieveinstructional objectives in civics subject. This classroom action research tried to use Contextual TeachingLearning to overcome the problems. The research was conducted at Laboratory Primary Schol of Education,State University of Jakarta, as from September through November 2008.After three cycles, the results of thestudy showed significant improvement in the students’ learning achievement.

Abstrak

D

Pendahuluan

Sebagai sasaran utama dari pembangunan, perludiupayakan agar manusia berkembang ke arahsumber daya manusia yang seoptimal mungkin.Dengan upaya demikian diharapkan potensi-potensi yang dimilikinya dapat berkembang. Halini dapat dilakukan dengan melalui berbagaiproses pendidikan, baik di rumah, sekolah ataudi masyarakat. Pendidikan sebagaimana yangdiatur dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentangSistem Pendidikan Nasional dinyatakan sebagaiusaha sadar dan terencana untuk mewujudkansuasana belajar dan proses pembelajaran agarpeserta didik secara aktif mengembangkanpotensi dirinya untuk memiliki kekuatanspiritual keagamaan, pengendalian diri,

kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, sertaketerampilan yang diperlukan dirinya,masyarakat, bangsa dan negara.

Dengan melihat ketentuan yang ada didalam peraturan perundang-undangan tersebutmaka upaya peningkatan pendidikan terusdilakukan pemerintah, salah satunya adalah ditingkat sekolah dasar. Upaya peningkatanpendidikan di sekolah dasar merupakan salahsatu aspek di dalam pembangunan pendidikandi Indonesia dewasa ini. Salah satu usahapemecahan masalah guna peningkatan kualitaspendidikan adalah dengan memperbaiki sistempembelajaran yang antara lain tidak lagimenggunakan sistem pembelajaran yangkonvensional melainkan menggunakanpendekatan-pendekatan baru dalam pembe-lajaran.

Page 9: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

2 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Penerapan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran

Pendidikan di Indonesia selama ini masihcenderung menerapkan kelas yang tidakproduktif. Sehari-hari kelas kebanyakan diisidengan ceramah sementara siswa dipaksamenerima dan menghafal. Jarang sekali gurumelaksanakan kegiatan pembelajaran denganmengutamakan kegiatan penemuan. Pembelajar-an seperti itu sebaiknya di ubah dan digantikandengan pilihan strategi pembelajaran yang lebihberpihak dan memberdayakan siswa.

Masalah utama dalam pembelajaranPendidikan Kewarganegaraan (PKn) di sekolahdasar adalah penggunaan metode atau modelpembelajaran dalam penyampaian materipelajaran belum tepat, sehingga belummemenuhi harapan seperti muatan tatanan nilaiagar dapat diinternalisasikan pada diri siswa.Hal ini berkaitan dengan kritik masyarakatterhadap materi pelajaran PKn yang tidakbermuatan nilai-nilai praktis, tetapi hanyabersifat politis atau alat indoktrinasi untukkepentingan kekuasaan pemerintah. Metodepembelajaran dalam proses belajar mengajarterkesan sangat kaku, kurang fleksibel, kurangdemokratis, dan guru cenderung lebih dominan.Guru mengajar lebih banyak mengejar targetyang berorientasi pada nilai ujian akhir, disamping masih menggunakan model konven-sional yang monoton.

Di dalam pembelajaran aktivitas guru lebihdominan dari siswa, sehingga guru seringmengabaikan proses pembinaan tatanan nilai,sikap, tindakan sehingga mata pelajaran PKntidak dianggap sebagai mata pelajaran untukpembinaan warga negara yang menekankanpada kesadaran akan hak dan kewajiban tetapilebih cenderung menjadi mata pelajaran yangmembuat jenuh dan membosankan. Untukmenghadapi kritik masyarakat tersebutdiperlukan suatu pendekatan dan modelpembelajaran yang efektif dan efesien. Salah satualternatifnya adalah pendekatan ContextualTeaching and Learning (CTL). Dalam pembelajarandiharapkan mampu melibatkan siswa dalamkeseluruhan proses pembelajaran, dan dapatmelibatkan seluruh aspek pembelajaran yaitukognitif, afektif, dan psikomotor baik secara fisikmaupun mentalnya. Siswa memiliki suatukebebasan berpikir, berpendapat, aktif dankreatif.

Oleh karena itu CTL dianggap lebih efektifdan efesien dalam menggantikan pendekatankonvensional. Namun dalam kenyataannyamasih ada guru yang belum dapat melaksana-

kan berbagai pendekatan baru dalam pembel-ajaran termasuk melaksanakan pendekatanpembelajaran yang didasarkan pada pendekatanCTL. Tidak terlaksananya pendekatan CTLdalam pembelajaran oleh guru dapat disebabkanoleh keterbatasan kemampuan guru dalammemahami dan mengaplikasikannya. Gurutidak/kurang mampu menggunakan pendeka-tan tersebut dikarenakan guru sendiri kurangterlatih. Demikian juga guru-guru di SDLaboratorium PGSD Universitas Negeri Jakarta.Berdasarkan peng-amatan, mereka belumdibekali dengan keteram-pilan praktis untukmelakukan pendekatan CTL tersebut.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas,maka sebagai fokus penelitian dapat diiden-tifikasikan berbagai permasalahan yang ada,yaitu: (1) apakah dengan pendekatan pembel-ajaran CTL dapat mempermudah prosespembinaan tatanan nilai, sikap dan tindakansiswa di SD dalam upaya membentuk karakterwarga negara yang baik ?; dan (2) bagaimanabentuk pelaksanaan pendekatan CTL untukmata pelajaran PKn di SD Laboratorium PGSDFIP UNJ, sehingga dapat meningkatkan kualitaspembelajarannya.

Tujuan tulisan ini adalah untuk memberi-kan informasi tentang CTL kepada para guruumumnya dan guru-guru SD LaboratoriumPGSD FIP UNJ pada khususnya, dan bagaimanapelaksanaannya dalam bentuk praktis di dalampembelajaran dalam bentuk penelitian kelas.

Pembahasan

Tinjauan PustakaContextual Teaching and Learning (CTL)Pendekatan CTL merupakan konsep belajaryang membantu guru mengaitkan materi yangdiajarkan dengan situasi dunia nyata siswa, danmendorong siswa membuat hubungan antarapengetahuan yang dimilikinya dengan penera-pannya dalam kehidupan mereka sebagai ang-gota keluarga dan masyarakat Depdiknas-Dikdasmen, 2003). Dengan konsep itu, hasilpembelajaran diharapkan lebih bermakna bagikehidupan siswa. Proses pembelajaranberlangsung alamiah dalam bentuk kegiatansiswa bekerja dan mengalami, bukan hanyatransfer pengetahuan dari guru ke siswa. Dalamkelas kontekstual, tugas guru adalah membantusiswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru

Page 10: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

3Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Penerapan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran

lebih banyak berurusan dengan strategidaripada memberi informasi.

Di dalam www.geocities.com/pakguru-onlinedikatakan bahwa CTL adalah suatu pendekatanpembelajaran yang mengaitkan materi yangdiajarkan dengan situasi dunia nyata siswa danmendorong siswa membuat hubungan antarapengetahuan yang dimilikinya denganpenerapannya dalam kehidupan mereka sebagaiindividu dan anggota (keluarga, masyarakat,dan bangsa). Dengan pendekatan CTL, prosesbelajar mengajar akan lebih konkret, realistis,aktual, nyata, dan lebih menyenangkan, sertalebih bermakna. Proses belajar mengajarberpendekatan ini diharapkan dapat mening-katkan hasil belajar (kualitas, kreativitas,produktivitas, efesiensi dan efektifitas). Hasilbelajar meningkat, karena dalam CTL, semuapanca indera siswa diaktifkan dan diman-faatkan secara serentak dalam proses belajarmengajar melalui kegiatan pembelajarannya.

Pendekatan pembelajaran kontekstual CTLdidasarkan pada hasil penelitian John Dewey(1916) dalam www.google.com yang menyim-pulkan bahwa siswa akan belajar baik jika yangdipelajari terkait dengan apa yang telahdiketahui dan dengan kegiatan atau peristiwayang akan terjadi di sekelilingnya. Jalan pikiranpragmatis tidak hanya pada ajaran Deweydalam psikologi, tetapi juga dapat dilihat dalamilmu pendidikan. Dalam bidang pendidikan iamenganjurkan teori dan metode: “learning bydoing” (belajar sambil melakukan). Dalamteorinya ini ia berpendapat bahwa tidak perluorang terlalu banyak mempelajari tentangsesuatu. Dengan melakukan apa yang hendakdipelajarinya itu dengan sendirinya ia akanmenguasai gerakan-gerakan atau perbuatan-perbuatan yang tepat sehingga ia bisamenguasai hal yang dipelajari tersebut dengansempurna.

Pendekatan CTL dilandasi oleh aliranfilosofi konstruktivisme yang juga dipeloporioleh John Dewey. Konstruktivisme merupakanlandasan berpikir (filosofi) pendekatan CTLyaitu bahwa pengetahuan dibangun olehmanusia sedikit demi sedikit, yang hasilnyadiperluas melalui konteks yang terbatas (sempit),tidak sekonyong-konyong. Pengetahuanbukanlah seperangkat fakta-fakta, konsep, ataukaidah yang siap untuk diambil dan diingat.Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itudan memberi makna melalui pengalaman nyata.Dalam pandangan konstruktivisme, strategi

memperoleh lebih diutamakan dibandingkanseberapa banyak siswa memperoleh danmengingat pengetahuan. Melalui landasanfilosofi tersebut dianggap dapat menjadialternatif strategi belajar yang baru. Sebuahstrategi belajar yang tidak mengharuskan siswamenghafal fakta-fakta, melainkan sebuahstrategi belajar yang mendorong siswa untukdapat mengkonstruksikan pengetahuan yangada dibenak mereka sendiri.

Pendekatan CTL didasarkan pada pemi-kiran tentang belajar atau teori belajar dimanabelajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswaharus mengkonstruksikan pengetahuan dibenak mereka sendiri. Siswa belajar darimengalami, dan mencatat sendiri pola-polabermakna dari pengetahuan baru yang bukandiberikan begitu saja oleh gurunya. Untuk itusiswa perlu dibiasakan memecahkan masalah,menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya,dan bergelut dengan ide-ide. Penting bagi siswauntuk mengetahui untuk apa ia belajar, danbagaimana ia dapat menggunakan pengetahuandan keterampilan yang sudah ia peroleh. Tugasguru memfasilitasi agar informasi baru dapatbermakna, memberikan kesempatan kepadasiswa untuk menemukan dan menerapkan idemereka sendiri, dan menyadarkan siswa untukmenerapkan strategi mereka sendiri.

Untuk dapat mengkonstruksi, maka siswaharus dibekali kemampuan untuk menemukan(inquiry). Menemukan merupakan inti yangharus ada dari kegiatan pembelajaran yangberbasis CTL. Pengetahuan dan keterampilanyang diperoleh siswa diharapkan bukan hasilmengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasildari menemukan sendiri. Guru harus selalumerancang kegiatan yang merujuk padakegiatan menemukan, dengan kegiatanobservasi, bertanya, mengajukan dugaan,pengumpulan data serta penyimpulan

Pendekatan dan model pembelajaran inimenekankan pada daya pikir yang tinggi,transfer ilmu pengetahuan, mengumpulkan danmenganalisis data, memecahkan masalah-masalah tertentu baik secara individu maupunkelompok. CTL atau pembelajaran kontekstualmerupakan strategi yang melibatkan siswasecara penuh dalam proses pembelajaran.Belajar dalam konteks CTL bukan hanya sekedarmendengarkan dan mencatat tetapi belajarberpengalaman secara langsung.

CTL adalah suatu strategi pembelajaranyang menekankan kepada proses keterlibatan

Page 11: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

4 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Penerapan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran

siswa secara penuh untuk dapat menemukanmateri yang dipelajari dan menghubungkandengan situasi kehidupan yang nyata sehinggamendorong siswa untuk dapat menerapkannyadalam kehidupan mereka. Tiga konsep yangdapat diambil dalam pembelajaran CTL adalah:(1) mendorong pada proses keterlibatan siswauntuk menemukan materi, (2) mendorong siswaagar dapat menemukan materi yang dipelajaridalam kehidupan nyata, (3) menerapkan dalamkehidupan nyata.

Tantangan yang dihadapi oleh para guruadalah bagaimana mengimplementasikanmateri yang diajarkan bukan hanya mengajar-kan pengetahuan tentang materi, akan tetapiakan mendorong siswa agar dapat menemukanmateri yang dipelajari dalam kehidupan nyataserta menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Berikut ini akan dijelaskan mengapapendekatan kontekstual perlu dikembangkanmenurut Sanjaya (2002).

Pertama, dengan pendekatan kontekstual(CTL) diharapkan siswa bukan sekedar objekakan tetapi mampu berperan sebagai subjekdengan dorongan dari guru mereka diharapkanmampu mengonstruksi pelajaran dalam benakmereka sendiri. Jadi siswa tidak hanyamenghafalkan fakta-fakta, tetapi merekadituntut untuk mengalami dan akhirnya menjaditertarik untuk menerapkannya.

Kedua, memanfaatkan lingkungan siswauntuk memperoleh pengalaman belajar. Gurumemberikan penugasan kepada siswa untukmelakukan kegiatan yang berhubungan dengankonteks lingkungan siswa antara lain disekolah, keluarga, dan masyarakat. Hal inidapat dilakukan dengan memberi penugasankepada siswa di luar kelas. Siswa diharapkandapat memperoleh pengalaman langsung darikegiatan yang mereka lakukan mengenai materidilakukan siswa dalam rangka penguasaanstandar kompetensi, kemampuan dasar danmateri pembelajaran.

Ketiga, memberikan aktivitas kelompok.Melalui aktivitas ini siswa mampu mencari,menganalisis dan menggunakan informasisendiri dengan sedikit bantuan guru. Supayadapat melakukannya, siswa harus lebihmemperhatikan bagaimana mereka memprosesinformasi, menerapkan strategi pemecahanmasalah dan menggunakan pengetahuan yangtelah mereka peroleh. Pengalaman pembelajarankontekstual harus mengikuti uji coba terlebihdahulu; menyediakan waktu yang cukup, dan

menyusun refleksi; serta berusaha tanpameminta bantuan guru supaya dapat melakukanproses pembelajaran secara mandiri (independentlearning).

Keempat, menyusun refleksi. Dalam mela-kan refleksi, misalnya ketika pelajaran berakhirsiswa merenungkan kembali pengalaman yangbaru diperoleh dari materi yang telah dipelajari.Di akhir pelajaran diharapkan guru dapatmeluangkan waktu untuk sedikit refleksi,bentuk dari refleksi itu dapat berupa (a) siswamenyatakan langsung tentang materi yangmereka peroleh hari itu, (b)catatan kecil di buku,(c) kesan dan saran mengenai pembelajaran, (d)diskusi kecil dan (e) menyampaikan hasil karya

Kelima, membuat aktivitas belajar bekerjasama dengan masyarakat.Sekolah dapatmelakukan kerja sama dengan orang tua siswayang memiliki keahlian khusus untuk menjadiguru tamu. Hal ini perlu dilakukan gunamemberikan pengalaman belajar secaralangsung dimana siswa dapat termotivasi untukmelakukan pertanyaan. Selain itu kerja samadapat dengan institusi atau lembaga tertentuuntuk memberikan pangalaman belajar.

Keenam, membuat penilaian autentik.Dalam pembelajaran kontekstual, penilaianautentik dapat membantu siswa untukmenerapkan informasi akademik dan kecakapanyang telah diperoleh pada situasi nyata untuktujuan tertentu. Menurut Jhonson dalam Sanjaya:2002) penilaian autentik memberikan kesem-patan luas bagi siswa untuk menunjukkan apayang telah mereka pelajari selama proses belajarmengajar. Adapun bentuk-bentuk penilaianyang dapat digunakan oleh guru adalahportofolio, tugas kelompok, demonstrasi, danlaporan tertulis.

Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan(PKn) SDDalam kurikulum SD tahun 2006 (KTSP)terdapat berbagai macam mata pelajaran, salahsatunya adalah Pendidikan Kewarganegaraan.Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan(PKn) bertujuan agar peserta didik memilikikemampuan (a) berpikir secara kritis, rasional,dan kreatif dalam menanggapi isukewarganegaraan, (b) berpartisipasi secara aktifdan bertanggung jawab, dan bertindak secaracerdas dalam kegiatan bermasyarakat,berbangsa, dan bernegara, serta anti korupsi, (c)berkembang secara positif dan demokratis untukmembentuk diri berdasarkan karakter-karakter

Page 12: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

5Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Penerapan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran

masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersamadengan bangsa-bangsa lainnya, dan (d)berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalampercaturan dunia secara langsung atau tidaklangsung dengan memanfaatkan teknologiinformasi dan komunikasi.

Melalui mata pelajaran Pendidikan Kewar-ganegaraan, siswa diarahkan, dibimbing, dandibantu untuk menjadi warga negara Indonesiadan warga dunia yang efektif. Menjadi warganegara Indonesia dan warga dunia yang efektifmerupakan tantangan berat karena masyarakatglobal selalu mengalami perubahan setiap saat.Untuk itulah, PKn dirancang untuk membangundan merefleksikan kemampuan siswa dalamkehidupan bermasyarakat yang selalu berubahdan berkembang secara terus menerus.

Pendidikan Kewarganegaraan memfokus-kan pada pembentukan diri yang beragam darisegi agama, sosio-kultural, bahasa, usia, dansuku bangsa untuk menjadi warga negaraIndonesia yang bersatu, cerdas, terampil, danberkarakter sesuai dengan nilai-nilai Pancasiladan Konstitusi Negara Kesatuan RepublikIndonesia dengan mempertimbangkan ataumemanfaatkan sains, lingkungan, teknologi, danmasyarakat. Pembelajaran PKn dilakukanmelalui praktek belajar kewarganegaraan yangdirancang untuk membantu siswa memahamiteori secara mendalam melalui pengalamanbelajar praktik empirik, seperti permainan dansimulasi, membuat karangan, menganalisis isu/kasus tertentu, atau metode pemecahan masalah.Hasil akhir dari praktek belajar kewarganegara-an adalah portofolio hasil belajar yangmencerminkan pemahaman, penghayatan sertapenerapan hasil belajar dari setiap individu ataukelompok.

Metodologi

Penelitian ini merupakan pengembangan metodedan strategi pembelajaran yang dilanjutkandengan kajian tindakan kelas melalui tiga siklus.Penelitian yang dilaksanakan di SD Laborato-rium PGSD FIP UNJ, pada siswa kelas VI,dilakukan selama 3 bulan (September sampaidengan November 20008) tahun pembelajaran2008/2009.

Subjek penelitian kajian tindakan kelas iniadalah siswa kelas VI di SD Laboratorium PGSDFIP UNJ dengan pertimbangan bahwa pendekat-an CTL jarang digunakan dalam pembelajaran

PKn, dan masih ditemukan kelemahan dalambeberapa penyajian materi PKn di siswa kelasVI. Hal ini menimbulkan siswa kurangmeminati pembelajaran PKn guru disebabkanlebih sering menggunakan metode ceramah saja.Berdasarkan hal ini, jika di kelas VI siswadibiasakan dengan menggunakan pendekatanCTL dalam pembelajaran, maka di masa yangakan datang siswa akan lebih meningkatkanminat dan hasil belajarnya khususnya untukpembelajaran PKn. Dengan demikian objekpenelitian ini adalah pendekatan CTL danstrategi pembelajaran PKn kelas VI SD.

Data primer yang diperlukan dalampenelitian ini adalah data tentang prosespembelajaran PKn dengan menggunakanpendekatan CTL, sikap kerja sama, partisipasisiswa dalam kelompok, dan hasil belajar PKnserta sarana dan prasarana untuk penerapanpendekatan CTL. Data sekunder yang dibutuh-kan adalah data RPP Pendidikan Kewargane-garaan yang digunakan serta media yangdibutuhkan dalam pelaksanaan pendekatanCTL. Sumber data utama adalah siswa dan gurukelas VI SD Laboratorium PGSD FIP UNJ.

Pengumpulan data dilakukan di setiapsiklus sejak perencanaan, pelaksanaan, obser-vasi, hingga refleksi untuk komponen data yangdiperlukan. Data tentang rancangan pembel-ajaran diambil dari RPP PKn yang dibuat olehguru, dan juga melalui wawancara/diskusidengan guru. Sedangkan data hasil belajardijaring melalui tes pada akhir siklus.

Untuk analisis data, penelitian inimenggunakan analisis dan refleksi dalam setiapsiklusnya berdasarkan hasil observasi yangterekam dalam catatan lapangan dan format-format pengamatan lainnya. Fokus pengamatandiarahkan pada tentang kegiatan guru dansiswa selama pembelajaran di kelas danperubahan sikap siswa. Analisis dan refleksidilakukan secara berkolaborasi antar semuaanggota peneliti, sedangkan pelaku tindakandilakukan oleh guru kelas VI SD LaboratoriumPGSD FIP UNJ.

Adapun tahap-tahap panelitian tindakankelas ini adalah sebagai berikut.1. Identifikasi permasalahan.2. Penemuan fakta-fakta dan analisis dari data

yang ditemukan tersebut.3. Penyusunan perencanaan tindakan secara

umum, di mana di dalamnya mencakuptindakan siklus I, tindakan siklus II, danseterusnya sampai peneliti menganggapbahwa penelitian ini selesai.

Page 13: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

6 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Penerapan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran

4. Perencanaan tindakan siklus I sebagaimanapoint 3, diimplementasikan sebagaikegiatan evaluasi siklus I.

5. Melakukan monitoring kegiatan evaluasidan refleksi siklus I dan mengkaji untukperbaikan untuk putaran berikutnya.

6. Penyempurnaan tindakan kegiatan evalusisiklus I.

7. Membuat perencanaan sebagai penyempur-naan dari perencanaan awal (point 3), dimana di dalamnya mencakup tindakansiklus II dan seterusnya sampai penelitimenganggap bahwa penelitian selesai.

8. Mengimplementasikan revisi perencanaansebagai terdapat pada point 7 dan dianggapsebagai kegiatan evaluasi siklus II.

9. Melakukan monitoring kegiatan evaluasisiklus II dan mengkaji tindakan untuktindakan untuk perbaikan pada putaranberikutnya (bila diperlukan).

10. Penyempurnaan tindakan kegiatanevaluasi siklus II.

11. Kegiatan dilanjutkan sampai penelitimenganggap bahwa penelitian selesai.

Adapun rencana tindakan yang akan dilakukanpada setiap siklus adalah sebagai berikut.1. Persiapan/Perencanaan :

a. Peneliti berkolaborasi dengan gurumenelaah indikator kurikulum PKn SDtahun 2006 atau sesuai dengan KTSPyang dilaksanakan di sekolah.

b. Peneliti melakukan observasi danwawancara dengan guru SD Labora-torium PGSD FIP UNJ untuk melihatkekuatan dan kelemahan pembelajaranPKn di kelas VI yang selama ini dilak-sanakan.

c. Peneliti dan guru merencanakanpelaksanaan pendekatan CTL yangsesuai dengan materi yang akandiajarkan.

2. Tindakan siklus Ia. Persiapan tindakan kelas

1) Peneliti melakukan observasi danwawancara dengan siswa danguru.

2) Guru mengidentifikasi media yangdiperlukan untuk pelaksananpendekatan CTL.

3) Peneliti bersama guru mencarikegiatan pembelajaran yang sesuai

dengan pendekatan CTL sesuaidengan materi yang akan diajarkan.

4) Guru bersama peneliti merancangpenataan ulang dan ragam kegiatanpendekatan CTL.

5) Guru bersama peneliti menataulang, menambah media ataumelaksanakan pendekatan CTLyang lebih menarik yangdisesuaikan dengan materi yangakan diajarkan.

b. Tindakan Kelas1) Guru dan peneliti memper-siapkan

kegiatan pembelajaran denganmenerapkan pendekatan CTL.

2) Guru kelas VI melaksanakan pem-belajaran sesuai dengan RPP, guruyang lain sebagai observermembantu dosen/peneliti menga-mati kegiatan guru dan siswa.

c. Observasi1) Peneliti dan guru yang lain

bersama-sama mengamati kegiatanpembelajaran dari sisi siswa danguru, serta mencatat dalam anekdotdan jurnal harian. Juga merekammenggunakan audio visual kameratentang pembelajaran siklus I.

d. Evaluasi dan Refleksi I1) Guru-guru bersama peneliti

mencari data tentang perubahankualitas belajar PKn dan perubahansikap siswa setelah tindakan I.

2) Guru kelas VI bersama penelitimendiskusikan pelaksanaankegiatan penerapan pendekatanCTL dalam pembelajaran PKn,dilanjutkan dengan langkah-langkah perbaikan yang diperlukan

3. Tindakan siklus IIa. Guru kelas VI melakukan tindakan

pembelajaran baru sesuai dengan hasilrefleksi dan evaluasi dari siklus I,dilanjutkan diskusi untuk mencarialternatif tindakan lain yang cocokdengan hasil dari tindakan siklus I.Tindakan ini dapat mengurangi,menambah atau memodifikasi daritindakan siklus I.1) Peneliti melakukan observa-si

dibantu salah satu guru (yang

Page 14: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

7Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Penerapan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran

sedang tidak mengajar), dilakukandengan catatan lapangan, jurnalharian dan isntrumen observasiyang telah direvisi sesuai tindakanbaru yang disepakati.

2) Refleksi IIi. Guru-guru bersama peneliti

mencari data tentang hasilbelajar siswa dan perubahansikap siswa setelah tindakan II.

ii.Peneliti dibantu guru meninjauulang dampak dari tindakansiklus II tersebut sehinggatujuan penelitian dapattercapai.

4. Tindakan siklus IIIUntuk menguji keabsahan dan keterper-cayaan data dilakukan dengan triangulasi.Triangulasi dilakukan dengan sumberdata, yaitu membandingkan apa yangdirasakan guru pada saat pembelajarandengan pendapat observer dan peneliti yangmengacu pada penelitian tentang kualitaspembelajaran PKn pada materi pelajaran“Nilai-nilai juang dalam proses perumusanPancasila sebagai dasar negara” melaluipendekatan CTL dengan uji coba tes untukmelihat hasil belajar siswa kelas VI SDLaboratorium PGSD FIP UNJ.Analisis data pemantau tindakan

dilakukan dengan melihat keterlibatan siswakelas VI pada saat pembelajaran PKn yangsedang berlangsung, sikap guru dalampelaksanaan pembelajaran, dan kualitaspembelajaran yang meningkat melalui hasilbelajar yang dicapai siswa.

Berdasarkan data aktivitas siswa setiapsiklus, jika setelah dianalisis ternyata semakinsedikit jumlah siswa yang melakukan kegiatanmenyimpang saat mengikuti pembelajaran PKn,dan semakin banyak jumlah siswa yangmelakukan aktivitas yang sesuai denganpembelajaran, maka aktivitas siswa dikatakansemakin meningkat. Untuk hasil belajar siswa,dianalisis dengan menggunakan penilaianmelalui target atau tolok ukur keberhasilan. Jika80 % siswa mendapat nilai 6 ke atas, maka dapatdikatakan kualitas pembelajaran PKn semakinmeningkat.

Hasil Intervensi Tindakan

Siklus I1. Implementasi TindakanPertemuan I : Senin, 21 Juli 2008 pukul 08.00-09.20a. Kegiatan awal (5 menit)

Guru mengkondisikan kelas dengandiawali mengabsensi siswa yang hadirpada hari itu. Setelah itu mengatur tempatduduk siswa untuk kerja kelompok, danmengadakan apersepsi tentang nilai-nilaijuang dalam proses perumusan Pancasilasebagai dasar negara.

b. Kegiatan inti (45 menit)Siswa menyanyikan lagu perjuangandengan judul “Pancasila Dasar Negara”dengan penuh semangat dan gembira.Kemudian, siswa diberikan lembaran kerja(LKS), dan menyimak penjelasan dari gurutentang tugas yang akan dilakukan secarakelompok. Tugas kelompok adalah mem-buat identifikasi tentang nilai-nilai juangdalam perumusan Pancasila sebagai dasarnegara. Setiap siswa di dalam kelompoktersebut diberi nama pahlawan kemerdekaan.Setelah semua tugas yang telah dilakukanoleh setiap kelompok selesai, maka merekamembuat laporan yang sesuai bagiannyamasing-masing. Setelah selesai membuatlaporan, setiap siswa mempresentasikanhasil pekerjaannya. Kemudian gurumelakukan penilaian terhadap kelompokmana yang terbaik yang mendapat pointerbanyak. Setelah itu guru dan siswamengadakan tanya jawab tentang Pancasilasebagai dasar negara.

c. Kegiatan akhir ( 10 menit )Pada akhir pelajaran guru dan siswamereview pelajaran hari ini , dan kemudianmemberikan tindakan lanjut berupa PR.

2. Hasil PenelitianHasil penelitian pada siklus I diperoleh data dari8 siswa kelas VI SD Laboratorium PGSD FIPUNJ. Hasil penelitian ini diperoleh dari:a. Penilaian disiplin siswa dalam belajar PKn

melalui pendekatan CTL.Hasil penilaian disiplin siswa dalambelajar PKn melalui pendekatan CTLdiperoleh rata-rata skor adalah 73,3.Dengan perincian sebagai berikut.

Page 15: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

8 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Penerapan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran

b. Penanaman disiplin siswa dalam belajarPKn melalui pendekatan CTLHasil pengisian angket penanaman disiplinsiswa dalam belajar PKn melaluipendekatan CTL diperoleh skor rata-rataadalah 66,1. dengan perincian sebagaiberikut.

c. Hasil pengamatan terhadap penghargaanyang diberikan guru kepada siswa yangmenunjukkan disiplin dalam belajar PKnmelaui Pendekatan CTL.Penghargaan diberikan guru kepada siswayang menunjukan disiplin. Penghargaan iniberupa tepukan sayang di punggung,pelukan, senyuman, kata-kata pujian, atau

stiker. Pemberian penghargaan ini diberi-kan oleh guru secara berbeda-beda karenadiberikan sesuai dengan kebutuhan siswa.Hasil Pengamatan terhadap pemberianhukuman kepada Siswa yang melanggardisiplin dalam belajar PKn melaluiPendekatan CTL. Hukuman diberikan gurukepada siswa yang melanggar disiplin.Hukuman itu berupa: menyapu lantai,mencatat pelajaran yang tertinggal, larisebanyak 2 putaran, atau berdiri di depankelas. Hukuman ini diberikan sesuaidengan pilihan siswa.

e. Hasil pengamatan terhadap pelaksanaanCTL dalam belajar PKnDari data yang diperoleh dapat digambar-kan bahwa pelaksanaan pendekatan CTLbelum dilaksanakan dengan baik atau tidaksepenuhnya. Hal ini terlihat dari jawaban“tidak “ masih tinggi atau 61,5

3. PembahasanHasil pemantauAN tindakan pada siklus Idiperoleh dari:a. Penilaian disiplin siswa dalam belajar PKn

melalui pendekatan CTL.Hasil penelitian siklus I dapat diketahuidata bahwa 4 orang siswa atau 47.50 % yangbelum memiliki disiplin. Hal ini terlihat darikenyataan bahwa mereka belum menunjuk-kan sikap disiplin dalam mengerjakanpekerjaan rumah, tidak memiliki rasa

nilpisiDnaialineProkSratfaD:1lebaTIsulkiSadapawsiS

gnatneRrokS

kaynaBawsiS

-nesorPesat

nagnareteK

001-09 1 5,21 ilakeSkiaB

98-08 1 5,21 kiaB

97-07 2 52 pukuC

96< 4 05 gnaruk

)awsisisnesbaratfadiradtahilidnilpisiDnaialineP(

:2lebaT nilpisiDnamananeProkSratfaDIsulkiSadapawsiS

oN gnatneRrokS

kaynaBawsiS

-nesorPesat

nagnareteK

1 001-09 2 52 ilakeSkiaB

2 98-08 1 5,21 kiaB

3 97-07 2 52 pukuC

4 96< 3 5,73 gnaruK

:3lebaT IsulkiSadapuruGnakirebiDgnaynaagrahgneProkSratfaD

naagrahgneP gnayaSnakupeTgnuggnupiD

nakirebiDnakuleP

nakirebiDnamuyneS

-ataKnakirebiDnaijuPataK

nakirebiDrekitS

awsishalmuJ 7 4 5 6 3

esatnesorP %5,78 %05 %26 %57 %5,73

:4lebaT nakirebiDgnaynamukuHrokSratfaDIsulkiSadapuruG

namukuH upayneMiatnaL

tatacneMnarajaleP

auDiraLnaratuP

iridreBsalekid

halmuJawsis

2 4 1 1

isatnesorP %52 %05 %5,21 %5,21

Page 16: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

9Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Penerapan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran

empati kepada teman, tidak memilikidisiplin untuk membersihkan loker, laci,membersihkan kelas, gaduh atau ramai saatmelakukan diskusi, tidak menjaga ketertibansaat berdiskusi, tidak memiliki sikaptoleransi, sedangkan 2 orang siswa atau 25% belum menunjukkan disiplin dalam haltidak membawa buku penghubung untukmencatat setiap tugas, belum memiliki sikaptoleransi, tidak menjaga kebersihan kelassaat melakukan diskusi. 2 orang siswa atau25 % sudah menunjukkan disiplin yangbaik dalam belajar PKn.

b. Penanaman disiplin siswa dalam belajarPKn melalui pendekatan CTL.Dari hasil penelitian pada siklus I diperolehdata bahwa 7 orang siswa atau 87,5 %belum tertanam disiplin dalam halmembawa buku pekerjaan rumah (PR)untuk mengerjakan tugas di rumah, disiplinmembersihkan loker laci meja, member-sihkan kelas, bekerja sama dalam setiap kerjakelompok, bertanggung jawab kepadatugasnya, selalu rapih dan bersih, berlakubaik kepada teman selama melakukan kerjakelompok, bertanggung jawab atas apa yangtelah dilakukan, sedangkan 3 orang siswaatau 37,5 % belum tertanam sikap disiplinsaat menggunakan buku PR untuk menger-jakan tugas di rumah. Antara 1-2 orangsiswa atau 12,5 % dan 25 % sudah memilikipenanaman sikap disiplin yang baik.

c. Hasil pengamatan terhadap penghargaanyang diberikan guru kepada siswa yangdisiplin dalam belajar PKn melaluiPendekatan CTL.Berdasarkan data yang diperoleh dapatdigambarkan bahwa penghargaan yangdiberikan guru kepada siswa yangmenunjukkan disipilin bervariasi. Ada 7atau 87 % siswa yang menerima tepukansayang dipunggung, ada 4 atau 50 % siswadiberikan pelukan karena siswa ini perluperhatian yang penuh karena masih kurangdisiplin dan perlu diberitahu secara teraturoleh guru. Ada 5 atau 62 % siswa yangdiberikan senyuman karena sudahmelaksanakan disiplin tetapi kadang masihmelanggar, ada 6 atau 75 % siswa yangdiberikan kata-kata pujian, ada 3 atau 37,5% orang siswa yang ketika melaksanakandisiplin dengan baik kemudian diberikanstiker.

d. Hasil pengamatan terhadap pemberianhukuman oleh guru kepada siswa yangmelanggar disiplin dalam belajar PKnmelalui Pendekatan CTL.Berdasarkan data yang diperoleh dapatdigambarkan bahwa hukuman yangdiberikan kepada siswa yang melanggardisiplin dapat diperinci sebagai berikut: 2atau 25 % orang siswa diberi tugas untukmenyapu lantai, 4 atau 25 % orang siswamencatat pelajaran yang tertinggal, 1 atau12,5 % orang siswa lari sebanyak duaputaran di lapangan, 1 atau 12,5 % orangsiswa berdiri di dalam kelas selama I jampelajaran. Jenis hukuman yang diterimaoleh setiap siswa dilaksanakan berdasarkanpilihan siswa sendiri.

e. Hasil pengamatan terhadap pelaksanaanCTL dalam belajar PKn.Berdasarkan data yang diperoleh dapatdigambarkan bahwa pelaksanaanpendekatan CTL belum dilaksanakandengan baik atau tidak sepenuhnya, ituditunjukkan dengan jawaban “tidak”masih tinggi atau 61,5%. Pada siklus I iniguru kurang sepenuhnya melaksanakanpendekatan CTL dalam belajar PKn. Inidisebabkan karena persiapan guru yangkurang dan siswa masih ramai dan gaduh.

4. Refleksi TindakanSetelah melaksanakan kegiatanpembelajaran dan menghitung data hasilpenelitian, guru dan observer melakukanrefleksi serta diskusi guna membahaspermasalahan yang berhubungan dengantindakan yang telah dilakukan oleh guru.Terlihat pada siklus I masih banyakkekurangan baik dari guru maupun siswa.Berdasarkan pengamatan observerdiperoleh data, antara lain guru masihkurang dalam mengkondisikan kelas,kurangnya penanaman disiplin kepadasiswa, kurang optimal dalam memberikanpenghargaan kepada siswa yang menunjuk-kan disiplin, guru kurang tegas kepadasiswa yang melanggar disiplin, guru tidaksepenuhnya melaksanakan pendekatanCTL. Sedangkan dari siswa diperoleh databahwa sebagian besar siswa masih belummemiliki disiplin yaitu tidak mengerjakanpekerjaan rumah, tidak memiliki rasaempati kepada teman, tidak membersihkan

Page 17: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

10 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Penerapan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran

loker dan laci, membersih-kan kelas, gaduhatau ramai saat melaku-kan kerja kelompok,tidak menjaga kebersihan saat berdiskusi,tidak toleransi kepada teman, membuatlaporan hasil percobaan dan diskusi tidakbenar, tidak mau bekerja sama. Dikarenakanmasih ada siswa yang menunjukkan sikapmelanggar dalam disiplin, maka gurumemberikan hukuman kepada siswa yangmelanggar tetapi sebaliknya bagi siswayang menunjukkan sikap melaksanakandisiplin maka guru akan memberikanpenghargaan. Hasil evaluasi pembelajaranPKn masih terlihat sangat rendah.Berdasarkan data-data tersebut perolehanhasil penelitian bahwa pada siklus I belummemenuhi kriteria keberhasilan hasilintervensi yang diharapkan.

Siklus II1. Implementasi TindakanPertemuan 2 : Senin, 28 Juli 2008 pukul 08.00-09.20 WIB.a. Kegiatan awal (5 menit)

Guru mengkondisikan kelas kemudianmembagi empat kelompok. Setiap kelompokterdiri dari empat orang. Setelah itu gurumenjelaskan kegiatan yang akan dilakukanoleh setiap kelompok.

b. Kegiatan inti (45 menit)Siswa diberikan lembaran kerja (LKS) danmenyimak penjelasan dari guru tentangtugas yang akan dilakukan secara kelom-pok. Setiap siswa berpasangan dalamkelompok kemudian diberi tugas untukmengerjakan LKS. Setelah selesai kemudianhasilnya didiskusikan dalam kelompoktersebut. Selesai didiskusikan dikelompoknya masing-masing, setiapkelompok mempresentasikan hasildiskusinya. Setelah itu dilanjutkan dengantanya jawab mengenai hasil diskusi danjawaban soal yang didiskusikan.

c. Kegiatan Akhir (10 menit)Pada akhir pelajaran guru dan siswamereview pelajaran hari ini, dan kemudianmemberikan tindak lanjut berupa pekerjaanrumah (PR)

2. Hasil PenelitianHasil penelitian pada siklus II diperoleh dari 8orang siswa kelas VI SD Laboratorium PGSDFIP UNJ. Hasil penelitian ini diperoleh dari:a. Penilaian disiplin siswa dalam belajar PKn

melalui Pendekatan CTL.

Hasil pengisian angket mengenai penilaindisiplin siswa dalam belajar PKn melaluipendekatan CTL diperoleh rata-rata skoradalah 90,52. Dengan perincian sebagaiberikut.

b. Penanaman disiplin siswa dalam belajarPKn melalui pendekatan CTL.Hasil pengisian angket penanamandisiplin siswa dalam belajar PKn melaluiPendekatan CTL diperoleh skor rata-rataadalah 80,1. Dengan perincian sebagaiberikut.

c Hasil pengamatan terhadap penghargaanyang diberikan guru kepada siswa yangmenunjukkan disiplin dalam Belajar PKnmelalui Pendekatan CTL.Penghargaan diberikan guru kepada siswayang menunjukkan disiplin siswa.Penghargaan ini berupa tepukan sayang dipunggung, diberikan pujian, diberikansenyuman, diberikan kata-kata pujian,diberikan stiker. Pemberian penghargaandiberikan oleh guru secara berbeda-bedakarena diberikan sesuai dengan kebutuhansiswa.

nilpisiDnaialineProkSratfaD:5lebaTIIsukiSadap

oN gnatneRrokS

kaynaBawsiS

-nesorPesat

nagnareteK

1 001-09 7 5,78 ilakeSkiaB

2 98-08 1 5,21 kiaB

3 97-07 0 0 pukuC

4 96< 0 0 gnaruK

nilpisiDnamananeProkSratfaD:6lebaTIIsulkiSadap

oN gnatneRrokS

kaynaBawsiS

-nesorPesat nagnareteK

1 001-09 4 05 ilakeSkiaB

2 98-08 3 5,73 kiaB

3 97-07 1 5,21 pukuC

4 96< 0 0 gnaruK

Page 18: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

11Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Penerapan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran

d. Hasil pengamatan terhadap hukuman yangdiberikan guru kepada siswa yangmelanggar disiplin dalam belajar PKnmelalui Pendekatan CTL.Hukuman diberikan guru kepada siswayang melanggar disiplin. Hukuman ituberupa: menyapu lantai, mencatat pelajaranyang tertinggal, lari sebanyak 2 putaran,berdiri di depan kelas. Hukuman inidiberikan sesuai dengan pilihan siswa.

e. Hasil pengamatan pelaksanaan Pendeka-tan CTL dalam belajar PKn.Dari data yang diperoleh dapat digam-barkan bahwa pelaksanaan pendekatanCTL sudah cukup, itu ditunjukkan denganjawaban ‘ya’ ada 76,9 %.

3. Pembahasan Hasil PenelitianHasil pemantau tindakan pada siklus IIdiperoleh dari :a. Penilaian disiplin siswa dalam belajar PKn

melalui pendekatan CTL.Berdasarkan hasil penelitian siklus II dapatdiketahui data bahwa 1 orang siswa atau12,5 % dari 8 orang siswa yang belummemiliki disiplin. Seorang siswa ini belummenunjukkan disiplin dalam hal sikapuntuk membersihkan kelas, mengerjakanpekerjaan rumah (PR), sedangkan 7 orangsiswa atau 87,5 % sudah menunjukkandisiplin yang baik dalam belajar PKn.

b. Penanaman disiplin dalam belajar PKnmelalui Pendekatan CTL.Berdasarkan hasil penelitian pada siklus IIdiperoleh data bahwa ada 1 orang siswa

atau 12,5 % yang belum tertanam disiplindalam hal membuat laporan diskusi denganbenar dan tepat, tidak bekerja sama dalamsetiap kerja kelompok, sedangkan 7 orangsiswa sudah menunjukkan memiliki pena-naman disiplin dengan baik.

c. Hasil pengamatan terhadap penghargaanyang diberikan guru kepada siswa yangmenunjukkan disiplin dalam belajar PKnmelalui pendekatan CTL .

Berdasarkandata yang di-peroleh dapatdigambarkanbahwa peng-hargaan yangd i b e r i k a nguru kepadasiswa yangmenunjukkand i s i p l i n

bervariasi. Ada 7 atau 87,5 % orang siswayang menerima tepukan sayang dipung-gung, karena siswa ini sudah baik dalammelaksanakan disiplin. Oleh karena ituguru terus memberikan motivasi agar sikaptersebut dapat meningkat, ada 7 atau 87,5%siswa yang diberikan pelukan karena siswaini menunjukkan perubahan yang baikdalam melaksanakan disiplin, 6 atau 75 %siswa yang diberikan senyuman karenasiswa sudah melaksanakan disiplin tetapikadang masih melanggar, 7 atau 87,5 %siswa yang diberikan kata-kata pujian.Dengan kata-kata pujian yang diberikanmembuat siswa senang dan membuatsemangat dalam belajar, 2 atau 25 % siswayang ketika melaksanakan disiplin denganbaik kemudian diberikan stiker.

d. Hasil pengamatan terhadap hukuman yangdiberikan guru kepada siswa yangmelanggar disiplin dalam Belajar PKnmelalui Pendekatan CTL.Berdasarkan data yang diperoleh dapatdigambarkan bahwa hukuman yangdiberikan kepada siswa yang melanggar

:7lebaT IIsulkiSadapuruGnakirebiDgnaynaagrahgneProkSratfaD

naagrahgneP gnayaSnakupeTgnuggnupiD

nakirebiDnakuleP

nakirebiDnamuyneS

-ataKnakirebiDnaijuPataK

nakirebiDrekitS

awsishalmuJ 7 7 6 7 2

esatnesorP %5,78 %5,78 %57 %5,78 %52

IIsulkiSadapuruGnakirebidgnaynamukuHrokSratfaD:8lebaT

namukuH upayneMiatnaL

narajalePtatacneMlaggnitreTgnay

kaynabesiraLnaratuPauD

idiridreBsalekmalad

awsishalmuJ 1 2 1 0

esatnesorP %55,21 %52 %5,21 %0

Page 19: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

12 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Penerapan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran

disiplin dapat diperinci sebagai berikut.Terdapat 1 atau 12,5 % siswa yang diberitugas untuk menyapu lantai, ada 2 atau 25% siswa mencatatat pelajaran yangtertinggal, ada 1 atau 12,5 % siswamendapat hukuman lari sebanyak duaputaran di lapangan, dan tidak ada siswayang berdiri di dalam kelas. Jenis hukumanyang diterima oleh setiap orang dandilaksanakan berdasar-kan plihan siswamasing-masing ketika mereka melanggardisiplin . Pada siklus II ini siswa yangmelanggar disiplin makin berkurang danmenunjukkan ke arah yang lebih baik.

e. Hasil pengamatan terhadap pelaksanaanPendekatan CTL dalam belajar PKn.Berdasarkan data yang diperoleh dapatdigambarkan bahwa pelaksanaan pende-katan CTL sudah cukup, dimana gurusudah menggunakan pendekatan tersebutdalam pembelajaran, dan terlihat siswamenikmati berdiskusi dan melakukan kerjakelompok. Pelaksanaan pendekatan CTLyang sudah cukup ini ditunjukkan denganjawaban “ ya” ada 76,94%.

4. Refleksi TindakanSetelah melaksanakan kegiatan pembel-ajaran dan telah menghitung data hasilpenelitian, guru dan observer melakukanrefleksi dan diskusi guna membahaspermasalahan yang berhubung-an dengantindakan yang telah dikerjakan guru.Terlihat pada siklus II sudah adapeningkatan dari guru maupun siswa.Berdasarkan pengamatan observer diper-oleh data antara lain guru sudah dapatmengkondisikan kelas dengan baik, sudahmemberikan penanaman disiplin kepadasiswa secara baik, guru sudah secaraoptimal memberikan penghargaan kepadasiswa yang menunjukkan disiplin, gurusudah tegas kepada siswa yang melanggardisiplin, guru sudah sepenuhnya melak-sanakan CTL. Sedangkan dari siswadiperoleh data bahwa sebagian besar siswasudah memiliki disiplin yang cukup,walaupun demikian masih ada beberapasiswa yang masih perlu ditingkatkandisiplinnya serta ditanamkan lagi disiplin.Beberapa hal yang perlu diting-katkan danditanamkan lagi oleh seorang guru kepadasiswanya, yaitu agar siswa tidak gaduhatau tidak ramai saat melakukan diskusi

maupun kerja kelompok, rajin mengerjakantugas PR, memiliki toleransi dalamberdiskusi, tidak saling menggangu saatmelakukan kerja kelompok maupun saatberdiskusi, membuat laporan yang benardan baik, selalu bekerja sama dalam setiapkerja kelompok, selalu membawa bukupenghubung untuk mencatat semua tugas.Hasil evalusi pembelajaran PKn jugamengalami peningkatan. Jumlah siswayang mendapat nilai kurang semakin turun.Berdasarkan data tersebut perolehan hasilpenelitian pada siklus II sudah cukupmemenuhi kriteria keberhasilan dari hasilintervensi yang diharapkan.

Siklus III1. Implementasi TindakanPertemuan I : Senin, 11 Agustus 2008 pukul08.00-12.00a. Kegiatan awal (5 menit)

Guru mengkondisikan kelas denganmembentuk empat kelompok yang setiapkelompok terdiri dari empat siswa. Setiapsiswa diberi nama sesuai dengan namapahlawan. Guru memberitahukan bahwahari ini akan ada acara field trip ke MuseumGajah untuk melihat sejarah perjuanganbangsa Indonesia melawan penjajahanyang ada di tanah air. Guru meberikanarahan/petunjuk kegiatan yang akandilakukan oleh siswa.

b. Kegiatan inti (45 Menit)Siswa diberi lembaran kerja kelompok (LKS)dan menyimak penjelasan dari guru ten-tang tugas kelompok yang akan dilakukansecara kelompok. Setiap anggota di dalamkelompok diberi tugas untuk mengadakanpencatatan hasil observasi yang ada dimeseum gajah, mereka mendiskusikanbersama dalam satu kelompok. Pada saatdiskusi berlangsung, setiap siswa dalamkelompok tersebut punya kesempa-tanuntuk mengeluarkan pendapat ataumenjawab pertanyaan satu persatu secarabergiliran. Setelah itu setiap siswa salingbertanya jawab tentang soal-soal yang adadi lembaran kerja siswa maupun soal-soalyang telah disiapkan oleh guru.

2. Hasil PenelitianHasil penelitian pada siklus III yang diperolehdari data 8 orang siswa kelas VI . Hasil penelitianini diperoleh dari :

Page 20: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

13Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Penerapan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran

a. Penilaian disiplin siswa dalam belajar PKnmelalui Pendekatan CTL.Hasil Pengisian angket penilaian disiplindalam Belajar PKn melalui Pendekatan CTLdiperoleh rata-rata skor 93,4% denganrincian sebagai berikut.

b. Penanaman disiplin siswa dalam belajarPKn melalui pendekatan CTL.Hasil pengisian angket penanaman disiplinsiswa dalam belajar PKn melaluiPendekatan CTL diperoleh rata-rata skoradalah 94,8 % dengan rincian dapat dilihatpada tabel 10.

c. Hasil pengamatan terhadap penghargaanyang diberikan guru kepada siswa yang

menunjukkan disiplin dalam belajar PKnmelalui Pendekatan CTL.Penghargaan diberikan guru kepada siswayang menunjukkan disiplin. Penghargaanini berupa tepukan sayang di punggung,

diberikan pujian, diberikan senyuman,diberikan kata-kata pujian, diberikan stiker.Pemberian penghargaan diberikan olehguru secara berbeda-beda karena diberikansesuai dengan kebutuhan siswa lihat tabel 11.

d. Hasil Pengamatan terhadap hukuman yangdiberikan guru kepada siswa yangmelanggar disiplin dalam belajar PKnmelalui pendekatan CTL.Hukuman diberikan guru kepada siswayang melanggar disiplin. Hukuman ituberupa: menyapu lantai, mencatat pelajaranyang tertinggal, lari sebanyak 2 putaran,berdiri di depan kelas. Hukuman inidiberikan sesuai dengan pilihan siswa.

e. Hasil pelaksanaan pendekatan CTL dalamBelajar PKn.

Berdasarkan data yang diperoleh dapatdigambarkan bahwa pelaksanaan pende-katan CTL sudah baik, itu ditunjukkandengan jawaban “ya” ada 92,3%.

nilpisiDnaialineProkSratfaD:9lebaTIIIsulkiSadap

oN gnatneRrokS

kaynaBawsiS

-nesorPesat

nagnareteK

1 001-09 7 5,78 ilakeSkiaB

2 98-08 1 5,21 kiaB

3 97-07 0 0 pukuC

4 96< 0 0 gnaruK

namananeProkSratfaD:01lebaTIIIsulkiSadapnilpisiD

oN gnatneRrokS

kaynaBawsiS

-nesorPesat nagnareteK

1 001-09 6 57 ilakeSkiaB

2 98-08 1 5,21 kiaB

3 97-07 1 5,21 pukuC

4 96< 0 0 gnaruK

:11lebaT IIIIsulkiSadapuruGnakirebiDgnaynaagrahgneProkSratfaD

naagrahgneP gnayaSnakupeTgnuggnupiD

nakirebiDnakuleP

nakirebiDnamuyneS

-ataKnakirebiDnaijuPataK

nakirebiDrekitS

awsishalmuJ 7 7 6 7 5

esatnesorP %5,78 %5,78 %57 %5,78 %26

:21lebaT IIIsulkiSadapuruGnakirebidgnaynamukuHrokSratfaD

namukuHupayneM

iatnaLtatacneM

gnaynarajalePlaggnitreT

kaynabesiraLnaratuPauD

saleKidiridreBmaj1males

narajaleP

awsishalmuJ 1 1 0 0

esatnesorP %5,21 %5,21 %0 %0

Page 21: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

14 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Penerapan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran

3. PembahasanHasil pemantauan tindakan pada siklus IIIdiperoleh dari:a. Penilaian disiplin siswa dalam belajar

PKn melalui pendekatan CTL.Dari hasil penelitian siklus III diperoleh dataadanya 1 orang siswa yang menunjukkandisiplin di bawah rata-rata. Siswa ini masihmenunjukkan disiplin yang kurang dalamhal membawa buku pelajaran secaralengkap dan sesuai dengan mata pelajaran,dan membuat laporan kelompok serta tidakmasuk sekolah. Sedangkan 7 orang siswaatau 87,5 % sudah menunjukkan disiplinyang baik dalam belajar PKn.

b. Penanaman disiplin siswa dalam belajarPKn melalui pendekatan CTL.Dari hasil penelitian pada siklus IIIdiperoleh data bahwa ada 1-2 orang siswamenunjukkan penanaman disiplin masihdi bawah rata-rata atau cukup atau 25 %.Siswa ini masih menunjukkan penanamandisiplin yang kurang dalam hal berpakaianseragam sekolah yang lengkap. Sedangkan7 orang siswa atau 87,5 % sudahmenunjukkan penanaman disiplin yangbaik dalam belajar PKn.

c. Hasil pengamatan terhadap penghargaanyang diberikan guru kepada siswa yangmenunjukkan disiplin dalam belajar PKnmelalui Pendekatan CTL.Berdasarkan data yang diperoleh dapatdigambarkan bahwa penghargaandiberikan guru kepada siswa yangmenunjukkan disipilin bervariasi. Ada 7atau 87,5 % siswa yang menerima tepukansayang dipung-gung, karena siswa inisudah baik dalam melaksanakan disiplin.Oleh karena itu guru terus memberikanmotivasi agar siswa terus memiliki disiplindalam setiap belajar. Sebanyak 7 atau 87,5%siswa diberikan pelukan karena siswa inimenunjukkan perubahan yang baik dalammelaksanakan disiplin, ada sebanyak 6atau 75 %, siswa diberikan senyumankarena siswa sudah melaksanakan disiplindengan baik, ada sebanyak 7 atau 87,5 %diberikan kata-kata pujian. Kata-kata pujianyang diberikan membuat siswa ini senang,memberikan semangat belajar, danmenunjukkan prestasi yang baik dalambelajar, 5 atau 62 % orang siswa ini ketikamelaksanakan disiplin dengan baik maka

diberikan stiker. Siswa ini senang denganberbagai stiker.

d. Hasil pengamatan terhadap hukuman yangdiberikan guru kepada siswa yangmelanggar disiplin dalam belajar PKnmelalui Pendekatan CTL.Berdasarkan data yang diperoleh dapatdigambarkan bahwa hukuman diberikankepada siswa yang melanggar disiplindapat diperinci sebagai berikut; 1 atau 12,5% siswa diberi tugas untuk menyapu lantai,1 atau 12,5 % siswa mencatatat pelajaranyang tertinggal, 0 atau 0 % siswa yang larisebanyak dua putaran di lapangan, 0 atau0 % siswa yang berdiri di dalam kelas. Jenishukuman yang diterima oleh setiap orangdan dilaksanakan berdasarkan pilihansiswa masing-masing ketika merekamelanggar disiplin. Pada siklus III ini siswayang melanggar disiplin berkurang danmenunjukkan kearah yang lebih baik.

e. Hasil pengamatan pelaksanaan pende-katan CTL dalam belajar PKn.Berdasarkan data yang diperoleh dapatdigambarkan bahwa pelaksanaanpendekatan CTL sudah baik, dimana gurusudah menggunakan pendekatan tersebutdalam pembelajaran, dan terlihat siswaberdiskusi dan kerja kelompok secara aktif.Pelaksanaan pendekatan CTL yang sudahbaik ini ditunjukkan dengan jawaban “ ya”ada 92,3%.

4. Refleksi TindakanSetelah melaksanakan kegiatan pembel-ajaran dan telah menghitung data hasilpenelitian, guru dan observer melakukanrefleksi dan diskusi guna membahaspermasalahan yang berhubungan dengantindakan yang telah dikerjakan guru.Terlihat pada siklus III ada peningkatan kearah lebih baik dari guru maupun siswa.Berdasarkan pengamatan observer dipero-leh data antara lain guru sudah dapatmengkondisikan kelas dengan baik, sudahmemberikan penanaman disiplin kepadasiswa secara baik, guru sudah optimalmemberikan penghargaan kepada siswayang menunjukkan disiplin, guru sudahtegas kepada siswa yang melanggardisiplin, guru sudah sepenuhnyamelaksanakan pendekatan CTL. Sedangkandari siswa diperoleh data bahwa sebagian

Page 22: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

15Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Penerapan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran

kepada siswa yang melanggar disiplin, gurutidak sepenuhnya melaksanakan pendekatanCTL. Untuk siswa dapat dilihat dari datasebagai berikut.a. Penilaian Disiplin Siswa dalam Belajar PKn

melalui pendekatan CTLHasil penelitian siklus I dapat diketahuidata bahwa 4 orang siswa atau 50 % yangbelum memiliki disiplin. Empat orang siswaini dikatakan kurang disipilin karena belummenunjukkan sikap mengerjakan pekerjaanrumah, tidak memiliki disiplin dalamkehadiran, disiplin untuk membersihkanloker dan laci, membersihkan kelas, gaduhatau ramai saat melakukan kerja kelompok,tidak menjaga ketertiban saat berdiskusi,tidak memiliki sikap toleransi, sedangkan 2siswa atau 25 % belum menunjukkandisiplin dan dalam hal tidak membawabuku penghubung untuk mencatat setiaptugas, belum memiliki sikap toleransi, tidakmenjaga ketertiban saat melakukan kerjakelompok. Ada 4 orang siswa atau 50 %sudah menunjukkan disiplin yang baikdalam belajar PKn. Rata-rata nilai penilaiandisiplin dihitung dari jumlah skor seluruhsiswa dibagi jumlah siswa.

b. Penanaman disiplin siswa dalam belajarPKn melalui Pendekatan CTL.Dari hasil penelitian pada siklus I diperolehdata bahwa 7 orang siswa atau 87,5 % belumtertanam disiplin dalam hal membawabuku pekerjaan rumah (PR), untuk menger-jakan tugas di rumah, disiplin member-sihkan loker laci meja, membersihkan kelas,bekerja sama dalam setiap kerja kelompok,bertanggung jawab kepada tugasnya, selalurapih dan bersih, berlaku baik kepada temanselama melakukan diskusi, bertanggungjawab atas apa yang telah dilakukan,sedangkan 3 orang siswa atau 37,5 % belumtertanam disiplin dalam menggunakanbuku PR untuk mengerjakan tugas di rumah.1-2 Siswa atau 12,5 dan 25% sudahmenunjukkan memiliki penanaman disiplinyang baik. Rata-rata nilai penanamandisiplin dihitung dari jumlah skor seluruhsiswa dibagi jumlah siswa.

c. Hasil pengamatan penghargaan yangdiberikan guru kepada siswa yangmenunjukkan disiplin dalam belajar PKnmelalui Pendekatan CTL.Berdasarkan data yang diperoleh dapatdigambarkan bahwa penghargaan yangdiberikan guru kepada siswa yang

besar siswa sudah memiliki disiplin yangbaik, walaupun demikian masih ada 1-2orang siswa yang masih perlu ditingkat-kan. Beberapa hal yang perlu ditingkatkandan ditanamkan lagi oleh guru untukmenegakkan disiplin pada siswa yaitu wajibdatang ke sekolah tepat waktu, mengerjakanpekerjaan rumah, berpakaian seragamsekolah yang lengkap, membawa bukupenghubung untuk mencatat semua tugas,memiliki rasa toleransi dalam berdiskusi.Hasil evaluasi juga mengalami pening-katan. Berdasarkan data tersebut perolehhasil penelitian pada siklus III yang sudahbaik dan memenuhi kriteria keberhasilandari hasil intervensi yang diharapkan.

Analisis Data

Data yang diperoleh meliputi data penilaiandisiplin, penanaman disiplin dan tanggungjawab siswa, penghargaan yang diberikan gurukepada siswa yang menunjukkan disiplin,hukuman yang diberikan guru kepada siswayang melanggar disiplin, dan pelaksaanpendekatan CTL, serta hasil evaluasi belajar PKn.Data ini diperoleh dari siswa dengan mengisiangket dibawah bimbingan guru, dan observerjuga mengamati dan mengisi angket tersebut,siswa mengerjakan tes PKn sebanyak 30 butirsoal. Sedangkan data pelaksanaan pendekatanCTL diperoleh dari pengamatan observer padasaat guru melaksanakan proses belajar mengajar.Pengisian setiap angket ini dilakukan oleh siswadi bawah bimbingan guru kelas, observer dandilakukan dalam setiap akhir siklus. Sedangkandata pemantauan tindakan yang diperoleh darihasil pengamatan keaktifan siswa dan gurudihasilkan dari pengamatan observer setiappertemuan.

1. Siklus IMelalui hasil pengamatan yang dilakukan olehobserver terhadap keaktifan siswa dan guruserta hasil penelitian berupa angket terlihatbahwa pada siklus I masih banyak kekuranganbaik dari pihak guru maupun siswa.Berdasarkan pengamatan observer diperolehdata antara lain guru masih kurang dalammengkondisikan kelas, kurangnya penanamandisiplin kepada siswa, kurang optimalnya gurudalam memberikan penghargaan kepada siswayang menunjukkan disiplin, guru kurang tegas

Page 23: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

16 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Penerapan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran

menunjukkan disiplin bervariasi. Ada 7 atau87,5 %, siswa yang menerima tepukansayang dipunggung, karena siswa ini perlumotivasi maka diberikan tepukan sayang,ada 4 atau 50 % siswa diberikan pelukankarena siswa ini perlu perhatian yangpenuh karena pelaksanaan disiplin masihkurang dilaksanakan dengan baik dan perludiberitahu secara teratur oleh guru. Ada 5atau 62 %, siswa yang diberikan senyumankarena siswa sudah melaksanakan disiplintetapi kadang masih melanggar. Ada 6 atau75 % siswa yang diberikan kata-kata pujian,dan ada 3 atau 37,5 % yang diberikan stiker.Data ini diperoleh dari pengamatan gurudan observer selama proses mengajar didalam kelas, setelah memperoleh datakemudian dikelompokkan penghargaanyang diberikan oleh guru kepada siswa yangmelaksanakan disiplin.

d. Hasil pengamatan terhadap hukuman yangdiberikan guru kepada siswa yangmelanggar disiplin dalam pembelajaranPKn melalui Pendekatan CTL.Dari data yang diperoleh dapat digambar-kan bahwa hukuman yang diberikankepada siswa yang melanggar disiplindapat diperinci sebagai berikut : 2 atau 25 %siswa diberi tugas untuk menyapu lantai, 4atau 50 %, siswa mencatatat pelajaran yangtertinggal, 1 atau 12,5 % siswa lari sebanyakdua putaran di lapangan, dan 1 atau 12,5 %siswa yang berdiri di dalam kelas. Data inidiperoleh dari pengamatan guru danobserver selama proses mengajar di dalamkelas, setelah memperoleh data kemudiandikelompokkan hukuman yang diberikanoleh guru kepada siswa yang melanggardisiplin.

e. Hasil pengamatan pelaksanaan CTL dalampembelajaran PKnDari data yang diperoleh dapat digambar-kan bahwa pelaksanaan pendekatan CTLbelum dilaksanakan dengan tidak baik atautidak sepenuhnya, itu ditunjukkan denganjawaban “ tidak “ masih tinggi atau 61,5%.Dengan perincian sebagai berikut: Yangjawabannya “Ya” ada 38,4% sedangkanyang jawabannya “tidak” ada 61,5%. Padasiklus I ini guru kurang sepenuhnyamelaksanakan pendekatan CTL dalampembelajaran PKn. Ini disebabkan karenapersiapan guru yang kurang dan siswamasih ramai dan gaduh.

2. Siklus IIGuru terlihat lebih siap dan lebih tenang dalammelaksanakan pembelajaran PKn melaluipendekatan CTL sehingga aktivitas dalampembelajaran dapat dilaksanakan dengan baik.Hal tersebut juga berpengaruh terhadapkesiapan siswa dalam melaksanakan setiapkegiatan dalam pembelajaran. Siswa secarakeseluruhan sudah dapat mengikuti kegiatandengan semangat dan lebih siap menerima tugasyang diberikan oleh guru dan antusias untukterlibat secara aktif sehingga potensi yang adapada diri siswa dapat berkembang secaraoptimal.

Pada siklus II sudah ada peningkatan dariguru maupun siswa. Berdasarkan pengamatanobserver diperoleh data antara lain guru sudahdapat mengkondisikan kelas dengan baik, sudahmemberikan penanaman disiplin kepada siswasecara baik, guru sudah secara optimalmemberikan penghargaan kepada siswa yangmenunjukkan disiplin, guru sudah tegaskepada siswa yang melanggar disiplin, gurusudah sepenuhnya melaksanakan CTL.Sedangkan dari siswa diperoleh data bahwasebagian besar siswa sudah memiliki disiplinyang cukup, walaupun demikian masih adabeberapa siswa yang masih perlu ditingkatkandisiplin serta ditananamkan lagi disiplin.Beberapa hal yang perlu ditingkatkan danditanamkan lagi oleh seorang guru kepadasiswanya yaitu siswa tidak gaduh atau ramaisaat melakukan kerja kelompok, mengerjakantugas di rumah, memiliki toleransi dalamberdiskusi, tidak saling menggangu saatmelakukan diskusi maupun saat berdiskusi,membuat laporan yang benar dan baik, selalubekerja sama dalam setiap diskusi kelompok,selalu membawa buku penghubung untukmencatat semua tugas.

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasilrefleksi, hasil penelitian penilaian disiplinmencapai 90,52%. Dengan perincian sebagaiberikut: rentang nilai kurang dari 69 ada 0 orangsiswa prosentasenya 0 %, rentang nilai antara70-79 ada 0 orang siswa prosentasenya 0 %,rentang nilai 80–89 ada 1 orang siswaprosentasenya 12,5 %, rentang nilai 90–100 ada7 orang siswa prosentasenya 87,5 %. Hasilpenelitian penanaman disiplin mencapai 80,1%.dengan rincian sebagai berikut: rentang nilaikurang dari 69 ada 0 orang siswa prosentasenya0 %, rentang nilai 70–79 ada 1 orang siswaprosentasenya 12,5 %, rentang nilai 80-89 ada 3

Page 24: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

17Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Penerapan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran

orang siswa prosentasenya 37,5%, rentang nilai90– 100 ada 4 orang siswa prosentasenya 50%.Hasil penelitian pengamatan oleh observertentang penghargaan yang diberikan gurukepada siswa yang menunjukkan disiplinmencapai hasil sebagai berikut: penghargaantepukan sayang dipunggung ada 7 atau 87,5%siswa, diberikan pelukan ada 7 atau 87,5% siswa,diberikan senyuman ada 6 atau 75% siswa,diberikan kata-kata pujian ada 7 atau 87,5%siswa, diberikan stiker 2 atau 25% siswa. Hasilpenelitian hukuman yang diberikan gurukepada siswa yang melanggar disiplinmencapai hasil sebagai berikut: menyapu lantaiada 1 atau 12,5% siswa, mencatatat pelajaranyang tertinggal ada 2 atau 25% siswa, larisebanyak dua putaran di lapangan ada 1 atau12,5 % siswa, berdiri di dalam kelas ada 0 atau 0% siswa. Hasil pengamatan pelaksanaanpendekatan CTL mencapai hasil 76,9%,

Berdasarkan hasil perolehan peningkatandisiplin tersebut, maka penelitian pada siklus IIsudah memenuhi kriteria keberhasilan yangtelah ditentukan.

3. Siklus IIIGuru terlihat lebih siap dan lebih tenang lagidan ada rasa percaya diri sehingga dalammelaksanakan pembelajaran PKn melaluipendekatan CTL dengan segala aktivitas setiappembelajaran dapat dilaksanakan dengan baik.Hal tersebut juga berpengaruh terhadapkesiapan siswa dalam melaksanakan setiapkegiatan dalam pembelajaran. Siswa secarakeseluruhan sudah dapat mengikuti kegiatandengan semangat dan lebih siap menerima tugasyang diberikan oleh guru dan antusias untukterlibat secara aktif sehingga potensi yang adapada diri siswa dapat berkembang secaraoptimal.

Pada siklus III ada peningkatan ke arah yanglebih baik dari guru maupun siswa. Berdasar-kan pengamatan observer diperoleh data antaralain guru sudah dapat mengkondisikan kelasdengan baik, sudah memberikan penanamandisiplin kepada siswa secara baik, guru sudahoptimal memberikan penghargaan kepada siswayang menunjukkan disiplin, guru sudah tegaskepada siswa yang melanggar disiplin, dan gurusudah sepenuhnya melaksanakan pendekatanCTL. Dari siswa diperoleh data bahwa sebagianbesar siswa sudah memiliki disiplin yang baik,walaupun demikian masih ada 1-3 siswa yangmasih perlu untuk ditingkatkan disiplin.

Beberapa disiplin yang perlu ditingkatkan danditanamkan lagi oleh guru kepada siswa yaitudatang ke sekolah tepat waktu, mengerjakanpekerjaan rumah, berpakaian seragam sekolahyang lengkap, membawa buku penghubunguntuk mencatat semua tugas, memiliki rasatoleransi dalam berdiskusi.

Berdasarkan data yang diperoleh dari hasilrefleksi, hasil penelitian mengenai penilaiandisiplin mencapai 93,47%. Perinciannyasebagai berikut: rentang nilai kurang dari 69 ada0 orang siswa dengan prosentasenya 0%,rentang nilai antara 70-79 ada 0 orang siswadengan prosentasenya 0 %, rentang nilai 80–89ada 1 orang siswa prosentasenya 12,5 %, rentangnilai 90– 100 ada 7 orang siswa persentase87,5%. Hasil penelitian mengenai penanamandisiplin mencapai 94,85% dengan rinciansebagai berikut: rentang nilai kurang dari 69 ada0 orang siswa prosentasenya 0%, rentang nilai70–79 ada 1 orang siswa prosentasenya 12,5 %,rentang nilai 80-89 ada 1 orang siswaprosentasenya 12,5 %, rentang nilai 90–100ada 6 orang siswa prosentasenya 75 %. Hasilpenelitian mengenai penghargaan yangdiberikan guru kepada siswa yangmenunjukkan disiplin mencapai hasil sebagaiberikut: penghargaan tepukan sayang dipung-gung ada 7 orang atau 87,5 % siswa, diberikanpelukan ada 7 orang atau 87,5 % siswa,diberikan senyuman ada 6 orang atau 75 %siswa, diberikan kata-kata pujian ada 7 orangsiswa atau 87,5 %, dan yang diberikan stiker 5atau 62 %. Hasil penelitian mengenai pemberianhukuman oleh guru kepada siswa yangmelanggar disiplin mencapai hasil sebagaiberikut: menyapu lantai ada 1 orang atau 12,5 %siswa, mencatat pelajaran yang tertinggal ada 1atau 12,5% siswa, lari sebanyak dua putarandilapangan ada 0 orang atau 0% siswa, berdiridi dalam kelas ada 0 orang atau 0 % siswa. Hasilpengamatan pelaksanaan pendekatan CTLmencapai hasil 92,3%, dan hasil tes kemampuankognitif pembelajaran PKn mencapai rata-rata7,68 dengan prosentase 76,8% secarakeseluruhan dengan perincian sebagai berikut:jumlah siswa yang mendapat nilai dengankategori tinggi ada 7 orang siswa denganprosentase 87,5 %, siswa yang mendapat nilaidengan kategori sedang ada 1 orang siswadengan prosentase 12,5 %.

Berdasarkan hasil perolehan peningkatansikap disiplin dan tanggung jawab tersebut,

Page 25: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

18 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Penerapan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran

maka penelitian pada siklus III sudah memenuhikriteria keberhasilan yang telah ditentukan.

Interpretasi Hasil Analisis danPembahasan

Berdasarkan hasil data yang diperoleh padatindakan pembelajaran PKn melalui pendekatanCTL telah menunjukkan adanya peningkatandisiplin siswa yang semakin meningkat.Mencermati hasil intervensi tindakan yangsudah dilaksanakan oleh peneliti melaluitindakan pembagian siklus I, II, III. Hasilpenelitian menunjukkan adanya peningkatanprosentase pencapaian peningkatan disiplinsiswa kelas VI SD Laboratorium PGSD FIP UNJnilai rata-rata pada: a) penilaian disiplin silklusI mencapai 73,8%, siklus II mencapai 90,2%,siklus III mencapai 93,4%, b) penanamandisiplin siklus I mencapai 66,1%, siklus II 80,1%,siklus III 94,8%, c) penghargaan yang diberikanguru kepada siswa yang melaksanakan disiplinsiklus I mencapai: tepukan sayang dipunggungada 7 atau 87,5% siswa, di berikan pelukan ada4 atau 50% siswa, diberikan senyuman ada 5atau 62% siswa diberikan kata-kata pujian ada6 atau 75% siswa, diberikan stiker ada 3 atau37,5% siswa, siklus II mencapai: tepukan sayangdipunggung ada 7 atau 87,5 % siswa, diberikanpelukan ada 7 atau 87,5% siswa, diberikansenyuman ada 6 atau 75% siswa, diberikan kata-kata pujian ada 7 atau 87,5% siswa, diberikanstiker ada 2 atau 25% siswa, siklus III mencapai:tepukan sayang dipunggung ada 7 atau 87,5%siswa, diberikan pelukan ada 7 atau 87,5% siswa,diberikan senyuman 6 atau 75% siswa,diberikan kata-kata pujian ada 7 atau 87,5%siswa, diberikan stiker ada 5 atau 62%, d)hukuman yang diberikan guru kepada siswayang melanggar disiplin siklus I mencapai:menyapu lantai ada 2 atau 25% siswa, mencatatpelajaran yang tertinggal ada 4 atau 50% siswa,lari sebanyak dua putaran di lapangan ada 1atau 12,5% siswa, berdiri di dalam kelas ada 1atau 12,5% siswa, hasil siklus II mencapai:menyapu lantai ada 1 atau 12,5% siswa,mencatatat pelajaran di lapangan yang tertinggalada 2 atau 25% siswa, lari sebanyak dua putaranada 1 atau 12,5% siswa, berdiri di dalam kelasada 0 atau 0 % siswa. Siklus III mencapai:menyapu lantai ada 1 atau 12,5% siswa,mencatatat pelajaran yang tertinggal ada 1 atau12,5%, lari sebanyak lari sebanyak dua putaran

di lapangan ada 0 atau 0 % siswa, berdiri didalam kelas 0 atau 0 % siswa.

Hasil yang dicapai tersebut membuktikanbahwa pendekatan pembelajaran CTL dapatdigunakan guru untuk meningkatkan kualitaspembelajaran PKn khususnya dalam materinilai-nilai juang dalam proses perumusanPancasila sebagai dasar negara.

Pelaksanaan pendekatan CTL jugamengalami peningkatan prosentase. Pada siklusI nilai prosentase aktivitas guru dan siswa dalampembelajaran PKn masih kurang sebesar 38, 4%,siklus II nilai prosentase aktivitas guru dansiswa dalam pembelajaran cukup sebesar 76,9%,siklus III prosentase aktivitas guru dan siswadalam pembelajaran PKn semakin baik sebesar92,3%.

Hasil yang dicapai tersebut membuktikanbahwa pendekatan CTL pada pembelajaranyang digunakan guru untuk meningkatkankualitas disiplin siswa dalam belajar PKnsudah tepat. Hal tersebut dibuktikan denganadanya peningkatan disiplin siswa dan hasiltes yang digunakan guru dalam pembelajaranPKn dan dari hasil pemantauan pelaksanaanpendekatan CTL pada setiap siklus pembel-ajaran. Implementasi dari pendekatan tersebuttidak terlepas dari upaya guru dalammengembangkan inovasi pembelajaran denganmenggunakan pendekatan CTL.

Keterbatasan PenelitianPenyajian pembahasan pada penelitiantindakan kelas yang menerapkan pendekatanCTL dalam mengajarkan materi “Nilai-nilaijuang dalam proses perumusan Pancasilasebagai dasar negara” pada pembelajaran dikelas VI SD Laboratorium PGSD FIP UNJ disadarimasih jauh dari sempurna. Adanya keterbatasanwawasan terhadap fokus penelitian dansedikitnya sumber bacaan sebagai referensi, sertasingkatnya waktu dalam melakukan penelitianmenjadi permasalahan utama terhadap kedalaman isi dari penelitian ini. Namun disadaribahwa peningkatan kualitas pendidikanmerupakan faktor yang tidak boleh ditunda.Bentuk kesadaran profesi terhadap tanggungjawab keberhasilan pendidikan di sekolah dasarseharusnya memotivasi peneliti untukmemberikan yang terbaik bagi kemajuan duniapendidikan. Hal ini memungkinkan terwujud,apabila guru di sekolah selalu melakukankegiatan evaluasi, refleksi, dan merevisi setiapkegiatan pembelajaran yang dilaksanakannya.

Page 26: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

19Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Penerapan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran

Oleh karena itu peneliti berharap dari hasilpenelitian yang sederhana ini dapat menggugahpeneliti lainnya untuk lebih memperdalam danmemperluas bahan kajian pada penelitianberikutnya.

Kesimpulan, Implikasi, dan Saran

KesimpulanDari hasil penelitian tindakan kelas yangdilakukan dalam menerapkan pendekatanContextual Teaching and Learning(CTL) padapembelajaran PKn di kelas VI SD LaboratoriumPGSD FIP UNJ pada materi pokok Nilai-nilaijuang dalam proses perumusan Pancasilasebagai dasar negara menunjukkan hasil yangpositif dalam peningkatan kualitas pembel-ajaran, seperti disiplin dan kerja sama siswadalam melakukan diskusi kelompok maupundalam pengerjaan setiap tugas yang diberikanoleh guru, serta peningkatan akan sikapmenghargai dan bertoleransi terhadap temanmaupun guru. Peningkatan juga terjadi padahasil belajar yang didapat dari nilai tes harian.

Pembelajaran PKn dengan menggunakanpendekatan CTL dapat juga meningkatkanpemahaman konsep tentang nilai-nilai juangdalam proses perumusan Pancasila sebagaidasar negara, karena siswa melakukan prosesbelajar sambil melakukan aktifitas sehinggadapat mempermudah dipahaminya suatukonsep dan tidak gampang melupakan tentangapa yang diperoleh siswa melalui kegiatanbekerja, mencari, dan menemukan sendiriinformasi yang dipelajarinya. Dengan pendeka-tan CTL siswa lebih mampu mengenal danmengembangkan potensi yang dimiliki secarapenuh. Siswa juga mempunyai kemampuanuntuk berprakarsa, berpikir secara teratur, kritis,tanggap, dan dapat menyelesaikan masalah.

Dalam pembelajaran PKn dengan pendeka-tan CTL, siswa diharapkan dapat menerapkanmateri yang telah dipelajari untuk memecahkanmasalah sehari-hari. Pemecahan masalah dalamproses pembelajaran di kelas dapat dilakukandengan kerja kelompok. Hal ini sangat baikdalam mengembangkan sosialisasi dan interaksiantar siswa. Dengan kerja kelompok masalahsulit yang dihadapi dapat mereka selesaikandengan benar, cepat, dan tepat waktu. Selain itupula dapat memberi kesempatan pada siswauntuk membimbing temannya dalam memahami

materi yang sulit, serta membiasakan siswauntuk menghargai adanya perbedaan pendapatdalam kegiatan pembelajaran. Penghargaan danhukuman pada proses pembelajaran PKndengan pendekatan CTL dapat memotivasisiswa lebih disiplin dalam belajar.

Dengan pendekatan CTL, guru dapatmeningkatkan dan mengembangkan kemam-puannya dalam mengelola kegiatan pembelaja-ran dengan memperhatikan kebutuhan siswadan sekaligus dapat mengoptimalkanketercapaian hasil belajar PKn dengan cara yangmenyenangkan. Selain itu, pengkondisian siswayang baik dan pemilihan metode yang tepatdengan materi, serta dengan memperhatikankontekstual siswa kelas VI SD akan dapatmenumbuhkan komunikasi dan interaksi yangbaik antara siswa dan guru dan antar siswa itusendiri. Dengan kondisi seperti itu siswa dapatmenyampaikan informasi yang didapatnyakepada teman serta melatih keberanian serta rasapercaya diri.

Dengan melalui pendekatan CTL, prosesbelajar mengajar akan lebih kongkret, realistis,aktual, nyata, dan lebih menyenangkan, sertalebih bermakna. Proses belajar mengajarberpendekatan ini diharapkan dapat meningkat-kan hasil belajar (kualitas, kreatifitas, produk-tivitas, efesiensi dan efektifitas). Hasil belajarmeningkat, karena dalam CTL semua pancaindera siswa diaktifkan dan dimanfaatkansecara serentak dalam proses belajar mengajarmelalui kegiatan pembelajarannya.

ImplikasiBerdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkanbeberapa hal yang perlu diperhatikan gurumengenai kepribadian siswa secara individudalam proses pembelajaran PKn di kelas VI SD,khususnya pada materi Nilai-nilai juang dalamproses perumusan Pancasila sebagai dasarnegara guru harus mengubah cara pandangnyadalam pembelajaran PKn yang meliputi: peranguru dalam pengelolaan kelas, pemahamanperkembangan karakteristik siswa, peran siswadalam proses pembelajaran, pemilihan alatperaga/media dan metode pembelajaran yangsesuai dengan materi yang dipelajari siswa.Guru dituntut untuk lebih kreatif dalammendesain pembelajaran. Sebelum dan dalamproses pelaksanaan pembelajaran guru perlumenanamkan disiplin, dan bekerjasama padadiri siswa seperti mengadakan apersepsi dan

Page 27: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

20 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Penerapan Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Kualitas Pembelajaran

pengenalan materi lebih dahulu, gunanyaadalah agar pada siswa muncul rasakeingintahuan tentang apa yang akan diajarkanguru dan apa saja yang akan mereka kerjakanselama belajar PKn. Hal ini penting sebab sesuaihasil analisis data yang diperoleh bahwa adanyapeningkatan kualitas pembelajaran PKn sepertidisiplin, dan bekerjasama dalam diri siswa.Selain itu juga dapat meningkatkan hasil belajarsiswa dalam pembelajaran PKn. Penggunaanpendekatan CTL dapat menyebabkan keaktifansiswa secara individu maupun kelompoksehingga siswa di dalam kelompoknya dapatmenghasilkan karya yang baik dengan memilihmedia yang tepat akan sangat mendukungtercapainya tujuan pembelajaran.

Peran guru sebagai motivator dan fasilitatorsangat menentukan keberhasilan siswa dalamproses pembelajaran dengan memberikanpenghargaan dan hukuman dengan tujuan agarsiswa semangat belajar dan disiplin di dalamproses belajar mengajar.

SaranBerdasarkan kesimpulan dan implikasi daripenelitian ini, maka peneliti mengajukan sarankepada guru agar menerapkan pendekatan CTL,sebagai salah satu alternatif pilihan pendekatandalam meningkatkan disiplin dan kerja samaserta hasil belajar yang secara langsung dapatmeningkatkan kualitas pembelajaran PKn. Hasilpenelitian ini hendaknya dijadikan sebagaimasukan bagi sekolah di dalam merencanakan,melaksanakan, dan mengembangkan sertamengambil kebijakan strategi yang menunjangkeberhasilan pembelajaran. Akhirnya peneliti

lain diharapkan lebih memperdalam danmemperluas kajian pada pembelajaran PKnsesuai dengan pendekatan CTL khususnya dikelas VI SD.

Daftar Pustaka

Depdiknas. (2004) Kurikulum 2004: Standarkompetensi mata pelajaran pengetahuan sosialSD dan MI. Jakarta: Diknas

Depdiknas. (2003). Kurikulum Berbasis Kompetensidalam Menunjang Kecakapan Hidup Siswa.Jakarta: Dikdasmen.

Depdiknas. (2003). Pendekatan kontekstual(Contextual teaching and learning ). Jakarta:Depdiknas-Dikdasmen

John, Elaine B. (2008). Contextual teaching andlearning : Menjadikan kegiatan belajarmengajar mengasyikkan dan bermakna.Terjemahan. Bandung: Mizan

Kasbolah, Kasihani. (1998/1999). Penelitiantindakan kelas (PTK). Jakarta: Depdikbud

Sanjaya, Wina. (2002). Strategi pembelajaranstandard proses pendidikan. Jakarta: Erlangga

Sarwono, Sarlito W. (2002). Berkenalan denganAliran-Aliran dan Tokoh-Tokoh Psikologi.Jakarta: Erlangga

______UU Nomor 20 Tahun 2003 TentangSistem Pendidikan Nasional. (2006).Bandung: Citra Umbara.

______UNJ. Pedoman penulisan ilmiah. Jakarta:UNJ, 2000.

www. Geocieties.com/pakguruonline.www.google.com

Page 28: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

21Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Kehidupan Siswa yang Belajar di Bimbingan Belajar Alternatif

Kehidupan Siswa yang Belajardi Bimbingan Belajar Alternatif

Anastasia Alverina Chandra, Ivonne Pratiwi, dan Monica Sharly*)

*) Alumni SMAK 4 BPK PENABUR Jakarta

Penelitian

leh karena berbagai alasan, masih terdapat sejumlah anak usia sekolah yang tidak dapatmemperoleh kesempatan belajar di lembaga pendidikan formal. Mereka mengikuti pelajarandi Bimbingan Belajar Alternatif. Penelitian yang dilakukan oleh siswa-siswa SMAK 4 BPKPENABUR Jakarta ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana hubungan sosial dan apa

alasan mereka belajar di Bimbingan Belajar Alternatif. Hasil penelitian yang dilakukan melaluisurvei ini menunjukkan hubungan antara siswa dengan pengajar sangat baik dan alasan siswabelajar di Bimbingan Belajar Alternatif adalah kesadaran akan pentingnya peranan pendidikandalam kehidupan mereka.

Kata-kata kunci: Pendidikan, Bimbingan Belajar Alternatif, ekonomi sosial.

Being unable to attend formal education for certain reasons, a number of school age children improve theirknowledge and skills at the Alternative Learning Guidance Centers in Jakarta. This research aimed atdiscovering the relationship atmosphere, between the learners and finding out the teachers and the learners’reasons to attend the Alternative Learning Guidance Centers. The findings of the survey show a good relationshipbetween the learners and the teacher and the main reason of the learners to study is their awareness of theimportance of education in improving the quality of their life.

Abstrak

O

Pendidikan

Pendidikan memiliki peranan strategis dalammenyiapkan generasi berkualitas untukkepentingan masa depan. Bagi setiap orang tua,masyarakat, dan bangsa, pemenuhan akanpendidikan menjadi kebutuhan pokok.Pendidikan dijadikan sebagai institusi utamadalam upaya pembentukan sumber dayamanusia (SDM) berkualitas yang diharapkansuatu bangsa.

Namun, oleh sebagian orang, terutama yangkurang mampu, pendidikan belum dianggapsebagai sesuatu yang penting. Hal ini dipicu olehkesulitan hidup yang kian mengimpitsedangkan biaya pendidikan semakin

melambung tinggi. Akibatnya, banyak orang tuayang tidak dapat memberikan pendidikan yanglayak bagi anak-anaknya.

Pemerintah, tentunya menyadari krisispendidikan yang terjadi pada masyarakat kita.Untuk menanggulangi masalah ini, adabeberapa solusi yang ditawarkan pemerintahseperti program BOS (Biaya OperasionalSekolah) dan sekolah gratis. Tetapi padakenyataannya program ini masih belum efektifdikarenakan prosesnya yang terlalu berbelit-belitdan juga adanya oknum-oknum yangmengambil keuntungan dari subsidi pendidikanyang seharusnya diterima oleh masyarakat.Akibatnya, tidak semua orang dapat menikmatifasilitas sekolah gratis. Masih banyak anak-anakputus sekolah yang terlantar di jalan dengan

Page 29: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

22 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Kehidupan Siswa yang Belajar di Bimbingan Belajar Alternatif

berbagai profesi seperti pengamen, peminta-minta dan penyedia jasa membersihkan mobil.Tidak sedikit di antara mereka yang merupakankorban eksploitasi orang tua yang menyuruhmereka bekerja demi menyokong kebutuhanhidup sehari-hari.

Dengan kondisi perekonomian yangdemikian, ternyata tidak semua anak jalananmengabaikan pendidikan mereka. Masih banyakdi antara mereka yang sadar akan manfaatpendidikan dan memiliki semangat belajar yangtinggi. Meskipun demikian, mereka menyadarikondisi perekonomian mereka, sehingga biayakembali menjadi masalah utama. Bagi merekayang terbentur masalah biaya, tetapi tetap inginmengenyam pendidikan, bimbingan belajaralternatif dapat menjadi jalan keluar. Bimbinganbelajar alternatif adalah bimbingan belajar bagimereka yang kurang mampu untuk membayarbiaya pendidikan yang cukup mahal. Bimbinganbelajar alternatif, dapat berlokasi di mana sajamisalnya, di kolong jembatan. Dengan fasilitasyang serba terbatas, anak-anak belajar denganimpian dapat memperoleh kehidupan yang lebihbaik lagi di masa depan.

Yayasan Sahabat Anak (YSA) adalah salahsatu dari yayasan yang membantu anak-anakyang kesulitan biaya untuk menempuh pendidi-kan di tingkat SD, SMP, dan SMA. YSA bermuladari Jambore Anak Jalanan (JAJ) yang pertamakali diselenggarakan pada tahun 1997. Sejumlahvoluntir yang terdiri atas mahasiswa, alumni,dan profesional yang tergabung dalam kepani-tiaan melihat adanya satu kebutuhan esensialpada generasi anak kaum urban, khususnyaanak-anak jalanan di Jakarta, yakni pendidikansebagai pendongkrak status, ekonomi, dankarakter menuju fase yang lebih baik.

YSA ini lahir setelah melalui periodepanjang dengan pembelajaran istimewa akankerjasama, dinamika filantropi (rasa kepeduliankepada sesama), tantangan realita jalanan,pemahaman karakter anak jalanan yang unik,pengumpulan dana dan pertanggungjawaban-nya, serta pencarian program kurikuluminformal terbaik sesuai kebutuhan anakmarginal tersebut. Hingga saat ini, Sahabat Anakmembidani kegiatan rutin Bimbingan Belajar(Bimbel) bagi anak-anak jalanan di tujuh area diJakarta, yakni: Prumpung, Grogol, Cijantung,Gambir, Manggarai, Senen, dan Tanah Abang.Yayasan Sahabat Anak juga mengembangkanrelasi dengan 4 Mitra yang turut menyeleng-

garakan Bimbel, yakni di area Klender-Buaran,Jati Asih, Bekasi, dan Depok.

Dengan visi dan misi yang begitu mulia,YSA tetap berdiri hingga sekarang ini. Visi YSAadalah “Anak jalanan sadar bahwa merekamakhluk mulia ciptaan Tuhan yang memilikikesetaraan hidup”. Sedangkan misi ialah“Melibatkan sebanyak mungkin pribadi/pihakyang peduli kepada anak jalanan denganmenjadi seorang sahabat”. Dalam segalaketerbatasan siswa-siswa, fasilitas belajar, dantenaga pengajar, YSA tetap melakukan kegiatanbelajar-mengajar. Oleh karena itu, penelititertarik untuk melakukan penelitian, bagaima-nakah kehidupan murid – murid yang belajar dibimbingan belajar alternatif. Secara lebih khususlagi bagaimanakah kehidupan sosial siswa yangbelajar di bimbingan belajar alternatif serta apaalasan siswa mengikuti bimbingan belajaralternatif?

Melalui penelitian ini diharapkan dapatdiketahui (a) kehidupan sosial siswa yangbelajar di bimbingan alternatif dan (b) alasansiswa mengikuti bimbingan belajar alternatif.Dengan demikian hasil penelitian ini diharap-kan bermanfaat untuk menambah (a) kepekaanpeneliti terhadap kondisi sosial di sekitar, (b)kepekaan masyarakat terhadap anak-anak yangkurang beruntung, dan (c) menambah wawasanmengenai murid – murid yang menuntut ilmudi bimbingan belajar alternatif.

Landasan Teori

PendidikanKata pendidikan berasal dari kata didik yangberdasarkan Kamus Baru Bahasa Indonesiamemiliki arti membiasakan seseorang untukberbuat menurut arah yang dikehendaki. (Julius,dkk, 1975 : 48). Jadi, pendidikan memiliki artimengarahkan seseorang. Sedangkan menurutKamus Besar Bahasa Indonesia, pendidikanadalah proses pengubahan sikap dan tataseseorang atau sekelompok orang dalam usahamendewasakan manusia melalui upayapengajaran dan pelatihan, proses, cara,perbuatan mendidik. (Balai Pustaka, 2003 : 263).Sementara itu UU No.20 tahun 2003 mengenaiSistem Pendidikan Nasional, menyebutkanpendidikan sebagai usaha sadar dan terencanauntuk mewujudkan suasana belajar dan prosespembelajaran agar peserta didik secara aktif

Page 30: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

23Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Kehidupan Siswa yang Belajar di Bimbingan Belajar Alternatif

mengembangkan potensi dirinya untuk memilikikekuatan spiritual keagamaan, pengendaliandiri, kepribadian, kecerdasan akhlak mulia,serta keterampilan yang diperlukan dirinya,masyarakat, bangsa dan negara.

Oleh karena merupakan sarana sosialisasi,pendidikan merupakan unsur penting dalambermasyarakat. Usia pendidikan hampir samatuanya dengan usia manusia dalam kehidupanbermasyarakat dan berbagai tentang peradaban.(Djojonegoro, 1991 : 1). Meskipun demikian,disebutkan dalam buku Pendidikan Rusak-rusakan, Departemen Pendidi-kan Nasional yangdisebut Departemen Pendidikan danKebudayaan, adalah salah satu dari instansipemerintah yang telah lama disinyalir palingkorup kedua, selain Departemen Agama(Darmaningtyas, 2005 : 64). Hal ini sungguhsangat ironis, mengingat pendidikan adalahsesuatu yang mulia, tapi telah disalahartikandan disalahgunakan hanya untuk mengerukkeuntungan semata.

Pendidikan umum merupakan bagian darikesinambungan sejarah, seperti halnyapendidikan agama. Realitas pendidikan nasionalsekarang ini adalah merupakan buah darikesuksesan sekelompok orang yang memilikikepentingan politik tertentu. Hal ini disebutkandalam buku Liberalisasi Pendidikan (Mu’ Arif,2008 : 39). Istilah pendidikan secara sederhanadari aspek kebahasaannya, sering disamakanpengertiannya dengan pengajaran, pembelajar-an atau proses. Sedangkan dalam pengertianyang lebih serius, pendidikan banyak memberi-kan ruang intrepretasi yang debatable (Mu’ Arif,2008 : 47).

Berdasarkan judul penelitian di atas,pendidikan yang dimaksudkan dalam penelitianini adalah proses pengubahan sikap dan tataseseorang atau sekelompok orang dalam usahauntuk mendewasakan manusia melalui upayapembelajaran. Hal ini disebabkan pendidikanyang diberikan kepada murid–murid dibimbingan belajar alternatif, ditujukan untukmeningkatkan tata krama dan kemampuanberpikir mereka. Dengan demikian bimbinganbelajar aternatif adalah sarana pendidikansecara nonformal kepada anak-anak yangkurang mampu dengan fasilitas seadanya dantanpa dipungut biaya. Bimbingan belajaralternatif, dijalankan murni karena faktorkepedulian kepada sesama. Dalam bimbinganbelajar ini terdapat anak-anak dengan tingkatandari SD hingga SMA.

EkonomiBerdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia,ekonomi memiliki arti ilmu mengenai asas-asasproduksi, distribusi dan pemakaian barang-barang serta kekayaan (seperti hal keuangan,perindustrian dan perdagangan) serta tatakehidupan perekonomian suatu negara (BalaiPustaka, 2003 : 147). Jadi, arti ekonomi adalahsegala kegiatan yang dilakukan oleh manusiauntuk menghasilkan barang dan jasa yangberguna bagi setiap orang.

Kegiatan perekonomian di Indonesia saatini, masih belum menunjukkan hasil yangmemuaskan. Sebagai buktinya, banyak orang-orang Indonesia yang berstatus kelompokekonomi kelas bawah dan kelas menengah kebawah. Dalam buku Kemiskinan dan KesenjanganSosial, disebutkan ada 2 kategori akar penyebabkemiskinan. Pertama, kemiskinan alamiah,yakni kemiskinan yang timbul sebagai akibatsumber-sumber daya yang langka jumlahnyaatau karena tingkat perkembangan teknologiyang rendah. Artinya, adanya faktor-faktor yangmenyebabkan masyarakat menjadi miskin secaraalamiah. Kedua, kemiskinan buatan, yaitukemiskinan yang terjadi karena struktur sosialyang ada membuat anggota suatu kelompokmasyarakat tidak dapat menguasai saranaekonomi dan fasilitas-fasilitas yang ada secaramerata (Wignyosoebroto, 2005 : 7).

Pemerintah tentunya bukan tidakmengetahui tentang masalah kemiskinan dinegeri ini. Berbagai upaya telah dilakukan untukmenanggulangi masalah ini, antara lainmerumuskan standar garis kemiskinan danmenyusun peta kantong-kantong kemiskinan. Diluar itu, tidak sedikit dari program yang telahdisusun tersebut dilaksanakan di lapangan,seperti teras memacu pertumbuhan ekonominasional, menyediakan fasilitas kredit bagimasyarakat miskin(Wignyosoebroto, 2005 : 12).Kendati demikian, kemiskinan di Indonesiabelum teratasi dengan baik. Akibatnya,masyarakat miskin kian bertambah banyak.Banyak orang tua yang tidak mampu membiayaikehidupan rumah tangga, sehingga anak-anakpun menjadi korban terpaksa turut bekerja untukmembantu kedua orang tuanya.

SosialSecara harafiah, sosial menurut Kamus BesarBahasa Indonesia edisi kedua, memiliki artiberkenaan dengan masyarakat. Sedangkanmenurut website Wikipedia Indonesia, sosial

Page 31: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

24 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Kehidupan Siswa yang Belajar di Bimbingan Belajar Alternatif

dapat diartikan sebagai kemasyarakatan. Jadi,dapat disimpulkan bahwa sosial memiliki artisegala sesuatu yang berhubungan denganmasyarakat, dan, kehidupan sosial berartikehidupan seseorang dengan dipengaruhi olehmasyarakat sekitarnya.

Bagi anak-anak yang masih bersekolah,kehidupan sosial mereka kebanyakan berada diseputar lingkungan sekolah. Siswa sebagaiindividu dalam perkembangannya tidak terlepasdari pengaruh lingkungan di mana siswatersebut tinggal atau belajar. Unsur yang pentingdari kehidupan sosial di sekolah adalah temansebaya dan para pengajar.

Teman sebaya, memiliki peran pentingdalam mendorong semangat belajar siswa.Dengan adanya teman yang memiliki nasib yangsama, siswa akan terpacu dan merasa lebihbersemangat dalam belajar. Hal ini karena, begitubergabung dengan teman-teman, siswa akanmenyerahkan dirinya secara total terhadapkelompoknya sebagai bagian dari identitas yangdibangunnya (Bayuptk,one.indoskripsi.com).Teman sebaya secara signifikan terbuktiberpengaruh terhadap meningkatnya perkem-bangan moral siswa. Artinya, setiap perubahanperkembangan moral siswa diikuti denganpengaruh teman sebaya (Yuli Rachmiati, 2007,digilib.upi.edu).

Para pengajar juga memiliki peran pentingdalam kehidupan sosial siswa. Sebab, pengajaradalah orang tua bagi anak di sekolah, setelahkeberadaan orang tua di rumah, yang sangatberpengaruh bagi pertumbuhan dan perkem-bangan jiwa dan kepribadian anak (Marjohan,2008, www.wikimu.com). Peranan para pengajaribarat fondasi sebuah bangunan. Apabilafondasi kokoh, tentu saja bangunannya akanberdiri kuat dan tidak akan goyah. Namun,sebaliknya, jika pondasinya rapuh, bahkankeropos, sudah bisa ditebak, tinggal menungguwaktu, bangunan itu pun akan ambruk lantasrata dengan tanah (Firman Taqur, secangkir-kopipagi.wordpress.com, 2007). Untuk menciptakansuasana belajar yang kondusif, hubungan antarasiswa dan pengajar adalah salah satu unsuryang penting. Apabila para pengajar memilikihubungan yang baik dengan para siswa, makasuasana yang nyaman akan tercipta dan dapatmendukung proses belajar mengajar. Siswapuntidak akan merasa segan untuk memintapenjelasan pada pengajar bila ada hal yang tidakdimengerti.

Selain kedua unsur yang telah disebutkan,orang tua juga memiliki peranan penting dalamkehidupan sosial anak di sekolah. Perananorang tua dapat mempengaruhi prestasi danperilaku anak. Prestasi anak akan meningkatketika orangtua terlibat dalam pendidikan anakmereka, tidak memperhatikan status sosialekonomi, latar belakang etnis/ras atau tingkatpendidikan orangtua. Selain itu, anak-anaknyajuga akan memiliki skor tes yang lebih tinggi,dan anak lebih sering menyelesaikan pekerjaanrumah, serta kehadiran anak di sekolah lebihtinggi. Dalam program yang dirancang untukmelibatkan orangtua dalam kemitraan yangpenuh, prestasi anak-anak dari keluarga yangtidak beruntung tidak hanya meningkat tetapijuga mampu mencapai level standar yangdipersyaratkan bagi anak-anak dari status sosialekonomi menengah. Kemudian, anak-anakmemiliki kemungkinan besar untuk memasukipendidikan tinggi.

Perilaku anak juga akan berubah ketikapara siswa melaporkan dirinya merasamendapat dukungan dari sekolah dan rumah.Mereka memiliki kepercayaan diri yang lebihtinggi, merasa sekolah lebih penting, cenderungmelakukan sesuatu dengan lebih baik.Sedangkan perilaku-perilaku siswa sepertiterlibat dalam penyalahgunaan narkoba,perilaku kekerasan, dan perilaku antisosiallainnya menunjukkan penurunan seiringdengan meningkatnya keterlibatan orangtua.Terakhir anak memperlihatkan sikap-sikap danperilaku-perilaku yang lebih positif (Hendersondan Mapp, 2002; National Standards for Parent/Family Involvement Programs, 2004).

Metodologi Penelitian

Metode penelitian yang digunakan penulisdalam penelitian ini adalah metode surveidengan mengambil tempat di kolong jembatanyang terletak di daerah kawasan Jakarta padaNovember 2008. Populasi dalam penelitian iniadalah para siswa – siswi yang belajar dibimbingan alternatif dengan jumlah keseluruh-an 90 orang. Sampel penelitian yang dipergu-nakan sebesar 33,33 % dari jumlah populasiyang ada atau 30 responden. Penelitian inimenggunakan teknik survei dengan metodeangket dengan pengisian kuesioner yang berisipertanyaan-pertanyaan mengenai kegiatan

Page 32: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

25Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Kehidupan Siswa yang Belajar di Bimbingan Belajar Alternatif

belajar siswa di bimbingan belajar alternatif.Data yang diperoleh dianalisis denganmenggunakan tabel frekuensi.

Hasil Penelitian

Berdasarkan kuesioner yang telah diisi olehresponden diperoleh hasil sebagai berikut.

Data dalam tabel 1 di atas menunjukkanresponden yang mengikuti bimbingan belajaralternatif adalah mayoritas perempuan atauberjumlah 18 orang (60%).

Berdasarkan tabel 2, responden yangmengikuti bimbingan belajar alternatif berusia13 - 14 tahun berjumlah 11 orang (36.67%). Halini disebabkan, pada usia 9-12 tahun, siswamasih belajar di Sekolah Dasar dan orang tuamasih mampu membiayai sekolah merekaapalagi tersedia sekolah dengan biaya minim,atau gratis bagi anak-anak dengan usia tersebut.Karena itu, jumlah siswa yang putus sekolahdasar lebih sedikit dibandingkan dengan putussekolah menengah pertama.

nimaleKsineJ:1lebaTnednopseR

nimaleKsineJnednopseR isneukerF %

ikal-ikaL 21 04

naupmereP 81 06

halmuJ 03 001

nednopseRaisU:2lebaT

aisUnednopseR isneukerF %

nuhat8< 0 0

nuhat01-9 5 76.61

nuhat21-11 7 33.32

nuhat41-31 11 76.63

nuhat51> 7 33.32

halmuJ 03 001

Berdasarkan tabel 3, sebagian besar (63.34%)responden telah mengikuti kegiatan belajarmengajar di bimbingan belajar alternatif lebihdari lima tahun. Hal ini menunjukan bahwaresponden memiliki kesadaran tinggi untukbelajar dan juga adanya perasaan nyamanketika belajar di bimbingan belajar alternatif.

Berdasarkan tabel 4, sebagian besar (76,67%)responden menjawab bahwa dirinya mengikutikegiatan belajar mengajar karena adanyakesadaran dari dirinya sendiri. Dari data ini,dapat disimpulkan bahwa sebagian besarresponden memahami betapa pentingnyapendidikan demi masa depan mereka.

nakanugiDgnayutkaWamaL:3lebaTrajaleBnataigeKitukigneMkutnunednopseR

fitanretlAnagnibmiBid

gnayutkaWamaLnednopseRnakanugiD

nataigeKitukigneMkutnunagnibmiBidrajaleB

fitanretlA

isneukerF %

nuhat1< 1 33.3

nuhat2 0 0

nuhat3 3 01

nuhat4 7 33.32

nuhat5> 91 43.36

halmuJ 03 001

nataigeKitukigneMnednopseRnasalA:4lebaTfitanretlArajaleBnagnibmiBidrajaleB

itukigneMnednopseRnasalAnagnibmiBidrajaleBnataigeK

fitanretlArajaleBisneukerF %

iridnesiridnaradaseK 32 76.67

autgnaroheloatnimiD 1 33.3

nametkajaiD 5 76.61

kutnunametitukigneMautgnaronabebignarugnem

1 33.3

halmuJ 03 001

Page 33: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

26 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Kehidupan Siswa yang Belajar di Bimbingan Belajar Alternatif

kutnuilaW/autgnarOiradnagnukuD:5lebaTrajaleBnagnibmiBidrajaleBnataigeKitukigneM

iradnagnukuDkutnuilaW/autgnarO

rajaleBnataigeKitukigneMrajaleBnagnibmiBid

isneukerF %

adA 92 76.69

kadiT 1 33.3

halmuJ 03 001

Berdasarkan tabel 5, hampir semua (96.67%)responden mendapatkan dukungan dariorangtua ataupun walinya untuk mengikutikegiatan belajar mengajar di bimbingan belajaralternatif. Dengan demikian orang tua respondenturut membantu jalannya proses pendidikananak – anaknya.

Berdasarkan tabel 6, lebih dari sebagian(53.33%) responden mengetahui keberadaanbimbingan belajar alternatif dari temannya yangmengikuti bimbingan belajar juga. Hal ini jugaberarti, sebagian besar responden aktif mengajakdan menghimbau teman – temannya untukmengikuti bimbingan belajar.

Berdasarkan tabel 7, jumlah siswa dalamsatu kelompok belajar sebanyak (46,66%)berkisar antara 7 – 10 orang. Hal inidipengaruhi oleh jumlah siswa dalam tiaptingkatannya.

nagnibmiBgnatnetisamrofnirebmuS:6lebaTfitanretlArajaleB

gttisamrofnIrebmuSnagnibmiBnaadarebeK

inifitanretlArajaleBisneukerF %

uluDhibeLhaleTgnaynameTrajaleBnagnibmiBitukigneM

61 33.35

ratikeSnagnukgniL 1 33.3

auTgnarO/ilaW 9 03

rajagneP 4 43.31

halmuJ 03 001

utaSmaladawsiSaynkaynaB:7lebaTrajaleBkopmoleK

maladawsiSaynkaynaBrajaleBkopmoleKutaS isneukerF %

gnaro3< 0 0

gnaro6-4 6 02

gnaro01-7 41 66.64

gnaro51-11 5 76.61

gnaro51> 5 76.61

halmuJ 03 001

Berdasarkan tabel 8, semua (100%)responden menganggap bahwa aktivitas belajardi bimbingan belajar alternatif berguna untukmasa depan mereka. Hal ini dapat dijadikan

indikator tingginya semangat belajar responden,karena menyadari manfaatnya.

ianegneMnednopseRtapadneP:8lebaTfitanretlArajaleBnagnibmiBidrajaleBsativitkA

nednopseRtapadnePidrajaleBsativitkAianegneM

fitanretlArajaleBnagnibmiBisneukerF %

anugreB 03 001

anugreBkadiT 0 0

halmuJ 03 001

maladnednopseRnatiluseKtakgniT:9lebaTnakirebiDgnaynarajalePimahameM

nednopseRnatiluseKtakgniTnarajalePimahameMmalad

nakirebiDgnayisneukerF %

haduM 5 76.61

haduMpukuC 12 07

tiluS 4 33.31

tiluStagnaS 0 0

halmuJ 03 001

Page 34: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

27Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Kehidupan Siswa yang Belajar di Bimbingan Belajar Alternatif

Berdasarkan tabel 9, sebagian besar (70%)responden tidak mengalami kesulitanmemahami pelajaran. Hal ini menunjukan,walaupun mengalami kesulitan ekonomi danketerbatasan fasilitas mereka cukup giat belajar.

Berdasarkan tabel 10, sebagian besar(66.67%) responden akan melanjutkanpendidikannya setelah mengikuti bimbinganbelajar alternatif. Hal ini menunjukan adanyakemauan dari mereka untuk dapat mengecappendidikan yang lebih tinggi lagi untukkehidupan yang lebih baik.

Berdasarkan tabel 11, sebagian besar (70%)responden mengakui semua pelajaran yangdiberikan sama seperti sekolah reguler lainnya.Hal ini dapat membuktikan bahwa walaupun

itukigneMhaleteSnednopseRnaujuT:01lebaTrajaleBnagnibmiB

haleteSnednopseRnaujuTrajaleBnagnibmiBitukigneM

isneukerF %

nakididnepnaktujnaleM 02 76.66

ajrekeB 2 7.6

gnaynarajalepnakrajagneM-nametadapeknaktapadid

nialnamet

8 66.62

halmuJ 03 001

heloirajalepiDgnaynarajaleP:11lebaTnednopseR

heloirajalepiDgnaynarajalePnednopseR isneukerF %

API 0 0

SPI 0 0

sirggnIasahaB 0 0

relugerhalokesitrepesamaS 12 07

nadsirggnIasahaBakitametam

8 76.62

akitametaM 1 33.3

halmuJ 03 001

helomaladrepiDnignIgnaynarajaleP:21lebaTnednopseR

nignIgnaynarajalePnednopseRhelomaladrepiD isneukerF %

API 0 0

SPI 2 76.6

asahaB 2 76,6

relugerhalokesitrepesamaS 22 23.37

nadsirggnIasahaBakitametam

2 76.6

sirggnIasahaB 2 76.6

halmuJ 03 001

bukan sekolah formal, pelajaran yang diberikansudah sama seperti sekolah formal (reguler).

Berdasarkan tabel 12, sebagian besar(73.32%), responden ingin memperdalam semuapelajaran yang diberikan. Hal ini dapatmenunjukan bahwa minat responden tidakterfokus pada satu pelajaran saja.

Berdasarkan tabel 13, lebih dari sebagian(53.34%) responden menyatakan masalah utamayang dihadapi adalah waktu. Hal inimenunjukkan bahwa responden memilikikesulitan dalam membagi waktu antara belajardan melakukan aktifitas lainnya, sepertimembantu orang tua di rumah.

maladnednopseRamatUhalasaM:31lebaTrajaleB

nednopseRamatUhalasaMrajaleBmalad isneukerF %

utkaW 61 43.35

satilisafnasatabreteK 4 33.31

ayaibnasatabreteK 6 02

gnaronakhelobrepidkadiTaut

0 0

adakadiT 4 33.31

halmuJ 03 001

Page 35: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

28 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Kehidupan Siswa yang Belajar di Bimbingan Belajar Alternatif

Berdasarkan tabel 14, sebagian besar(63.33%) responden memiliki kegiatanektrakurikuler. Hal ini menunjukkan bahwaresponden tidak hanya mementingkan pelajaranyang bersifat akademis, tetapi juga keterampilanresponden di bidang nonakademis.

Berdasarkan tabel 15, lebih dari sebagian(63,33%) responden memiliki hubungan sangatdekat. Hal ini menunjukkan adanya hubunganakrab antara responden dengan pengajarnyayang dipicu oleh sikap pengajar yangbersahabat.

Berdasarkan tabel 16, semua (100%)responden pernah menerima sumbangan daripengajar. Hal ini menunjukkan kepedulianpengajar terhadap perekonomian responden.Bentuk sumbangan yang diterima respondenpun beragam mulai dari buku pelajaran,pakaian, makanan dan sebagainya.

Berdasarkan tabel 17, sebagian besar (80%)responden turut mengajak teman-temannyauntuk mengikuti bimbingan belajar alternatif.Hal ini menunjukkan tingkat kepedulianresponden kepada teman-temannya cukuptinggi.

Berdasarkan tabel 18, sebagian (50%)responden menyatakan cara yang digunakanuntuk mengajak teman-temannya mengikutibimbingan belajar alternatif adalah denganmemberi informasi dan sebagian (50%) lagimenyatakan mengajak untuk turut bergabungsebagai percobaan.

nednopseRaynkadiTuatahanreP:61lebaTrajagnePiradnagnabmuSamireneM

aynkadiTuatahanrePamireneMnednopseR

rajagnePiradnagnabmuSisneukerF %

hanreP 03 001

hanrePkadiT 0 0

halmuJ 03 001

nednopseRaynkadiTuatauaM:71lebaTnagnibmiBitukigneMnamet-nameTkajagneM

fitanretlArajaleB

aynkadiTuatauaM-nameTkajagneMnednopseR

nagnibmiBitukigneMnametfitanretlArajaleB

isneukerF %

uam,aY 42 08

uamkadiT 6 02

halmuJ 03 001

kajagneMkutnunednopseRaraC:81lebaTnagnibmiBmaladgnubagreBaynnameT-nameT

fitanretlArajaleB

kutnunednopseRaraCaynnameT-nameTkajagneM

maladgnubagreBfitanretlArajaleBnagnibmiB

isneukerF %

isamrofnInakirebmeMnaadarebekianegnem

inihalokes

21 05

turutkutnukajagneMnaabocrepiagabesgnubagreb

21 05

halmuJ 42 001

itrepeSnataigeKaynkadiTuataadA:41lebaTrelukirukartskE

nataigeKaynkadiTuataadArelukilukartskEitrepeS

isneukerF %

adA 91 33.36

adakadiT 11 76.63

halmuJ 03 001

nagnednednopseRnagnubuH:51lebaTrajagneP

nednopseRnagnubuHrajagnePnagned isneukerF %

takedtagnaS 91 33.36

takeD 11 76.63

takedkadiT 0 0

halmuJ 03 001

Page 36: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

29Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Kehidupan Siswa yang Belajar di Bimbingan Belajar Alternatif

uggnaggneMgnilaPgnayrotkaF:91lebaTMBKsesorPmaladnednopseR

gnilaPgnayrotkaFnednopseRugnaggneM

MBKsesorPmalad

isneukerF %

naaradneK 21 04

ratikesidgnaro-gnarO 3 01

acauC 31 33,34

acaucnadnaaradneK 2 76,6

halmuJ 03 001

Berdasarkan tabel 19, hampir sebagian(43,33%) responden menyatakan faktor yangpaling menggangu responden dalam prosesKBM adalah cuaca. Hal ini tejadi karena merekabelajar di ruang terbuka.

Berdasarkan tabel 20, sebagian besar(76,67%) responden menyatakan waktu yangdigunakan responden untuk bersekolah adalahpada saat siang hari. Hal ini dikarenakan padasiang hari matahari bersinar cukup terangsehingga mereka tidak lagi memerlukan sumberpenerangan lainnya.

nednopseRnakanugiDgnayutkaW.02lebaTfitanretlArajaleBnagnibmiBidrajaleBkutnu

nakanugiDgnayutkaWidrajaleBkutnunednopseRfitanretlArajaleBnagnibmiB

isneukerF %

igaP 0 0

gnaiS 32 76,67

eroS 7 33,32

malaM 0 0

halmuJ 03 001

kutnuitsaPlawdaJaynkadiTuataadA:12lebaTrajagneMrajaleBnataigeKnakanaskaleM

lawdaJaynkadiTuataadAnakanaskaleMkutnuitsaPrajagneMrajaleBnataigeK

isneukerF %

adA 71 76,65

adakadiT 31 33,34

halmuJ 03 001

idrajaleBnednopseRisneukerF:22lebaTaynuggniMpaiteSfitanretlArajaleBnagnibmiB

nednopseRisneukerFrajaleBnagnibmiBidrajaleBaynuggniMpaiteSfitanretlA

isneukerF %

ilak1 52 33,38

ilak3-2 1 33,3

ilak5-4 2 76,6

ilak6 2 76,6

halmuJ 03 001

naajrekePaynkadiTuataadA:32lebaTnednopseR

aynkadiTuataadAnednopseRnaajrekeP isneukerF %

adA 6 02

adakadiT 42 08

halmuJ 03 001

Berdasarkan tabel 21, lebih dari sebagian(56,67%), responden memiliki jadwal belajaryang pasti. Hal ini dikarenakan, bimbinganbelajar alternatif tersebut telah memiliki strukturorganisasi yang jelas.

Berdasarkan tabel 22, pada umumnya(83,33%) responden belajar di bimbingan belajaralternatif setiap minggunya adalah 1 kali.Sedangkan sisanya, memiliki kegiatan belajartambahan lainnya di luar kegiatan di bimbinganbelajar alternatif tersebut.

Page 37: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

30 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Kehidupan Siswa yang Belajar di Bimbingan Belajar Alternatif

Berdasarkan tabel 23, pada umumnya (80%)responden tidak memiliki pekerjaan. Sebagiandari responden tersebut mengakui bahwamereka membantu orang tuanya di rumah dansebagian lagi memilih untuk belajar dalammengisi waktu luangnya. Sedangkan, respondenyang memiliki pekerjaan, bekerja sebagaipengamen.

Kesimpulan dan Saran

KesimpulanPenelitian ini bertujuan untuk mengetahui (a)kehidupan sosial siswa dan alasan merekamengikuti bimbingan alternatif. Hasil yangdiperoleh menunjukkan, kehidupan sosialantara responden dengan pengajar terbilangbaik terlihat dari jawaban semua respondenmengatakan bahwa hubungannya denganpengajar dekat. Kedekatan hubungan antaramereka dipengaruhi oleh adanya perhatian dansumbangan dari pengajar, seperti : bukupelajaran, pakaian, dan sebagainya.

Adapun alasan sebagian besar respondenmengikuti bimbingan belajar alternatif adalahpentingnya arti pendidikan bagi kehidupanmereka di masa depan, dan adanya dukungandari orang tua untuk mengikuti bimbinganbelajar alternatif. Kegiatan belajar di bimbinganbelajar alternatif ternyata sangat berguna bagiresponden, karena cara belajar yang efektifmembuat responden tidak mengalami kesulitanuntuk memahami pelajaran yang diberikan. Halini juga dikarenakan adanya semangat belajaryang tinggi dari responden untuk menambahwawasan.

SaranBerdasarkan penelitian yang telah dilakukan,maka peneliti memberikan saran, kepada: Siswa-siswi SMAK 4 BPK PENABUR Jakarta, untukmencontoh siswa-siswi bimbingan belajar

alternatif yang memiliki kesadaran yang tinggiakan pendidikan walaupun denganketerbatasan ekonomi. Selain itu, sebaiknya parasiswa juga turut membantu mereka. Misalnya,dengan memberikan sumbangan berupa uanguntuk membiayai fasilitas yang diperlukanuntuk kegiatan belajar mengajar mereka,ataupun berupa barang seperti buku-bukupelajaran bekas yang tidak terpakai lagi ataumenjadi sukarelawan.

Penelitian ini juga menyarankan masyara-kat ekonomi menengah ke atas lebih peduli padasiswa-siswi di bimbingan belajar alternatif.Kepedulian masyarakat akan membantu merekamenggapai cita-cita. Masyarakat dapat mendu-kung kegiatan mereka dengan memberikandonasi. Apabila masyarakat miskin berkurang,maka kriminalitas juga dapat dikurangi sehinggakenyamanan masyarakat semakin meningkat.

Daftar Pustaka

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.(2003). Kamus besar bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka

Djojonegoro, Wardiman. (1991). Pendidikan.Jakarta: Gramedia

Darmaningtyas. (2005). Pendidikan. Jakarta:Gramedia

Darmaningtyas. (2005). Pendidikan rusak-rusakan.Yogyakarta: Laski Pelangi Aksara

Julius, dkk. (1975). Kamus Baru Bahasa Indonesia.Jakarta: Balai Pustaka

Mu’Arif. (2008). Liberalisasi pendidikan.Yogyakarta: Pinus Book Publisher

Wignyosoebroto, Sutandyo. (2005). Kemiskinandan kesenjangan sosial. Jakarta: Gramedia

www.sahabatanak.comwww.wikipedia.comwww.one.indoskripsi.comwww.digilib.upi.edu

Page 38: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

31Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Pembelajaran Menulis Puisi Bebas Berdasarkan Gambar

Pembelajaran Menulis Puisi Bebas Berdasarkan GambarBerbagai Peristiwa yang Terdapat dalam Surat Kabar

Keke T. Aritonang*)

*) Guru SMPK 1 BPK PENABUR Jakarta

Opini

ulisan ini bertujuan untuk memperkenalkan materi pembelajaran menulis puisi bebasyang cocok dan mudah ditiru berdasarkan gambar peristiwa yang terjadi dalam kehidupansehari-hari. Dari hasil kegiatan pembelajaran menulis puisi bebas berdasarkan gambarperistiwa yang terdapat dalam surat kabar, siswa dapat mengembangkan kreativitas dan

imajinasi dalam menulis puisi bebas, menumbuhkan sikap kritis terhadap permasalahan yangterjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan menumbuhkan sikap berani mengeluarkan pernyataanterhadap persoalan yang terjadi. Oleh karena itu, kegiatan pembelajaran menulis puisi bebasberdasarkan gambar berbagai peristiwa yang terdapat dalam surat kabar perlu dilakukan dalamproses belajar mengajar di kelas.

Kata-kata kunci : Puisi bebas, gambar peristiwa, pembelajaran menulis puisi bebas berdasarkangambar

How to the develop the student’s poetry writing skills is the focus of discussion in this article. Based on theexpriment, the writer proposes to use pictures in the news papers as a learning resource to develop thestudents’ skills in composing creative poems . This technique creates joyful and motivating learning process.Besides, this technigue can also develop not only the students’ creativity and imagination, but also theircritical thinking of every day life.

Abstrak

T

Pendahuluan

Menulis puisi bebas terdapat dalam silabus matapelajaran bahasa Indonesia tingkat SMP kelasVIII semester 2 dengan standar kompetensi (SK)16, yaitu : Mengungkapkan pikiran danperasaan dalam puisi bebas. Berdasarkan SKtersebut maka kompetensi dasar yang harusdikuasai siswa dan materi pokok yang diajarkanoleh guru adalah seperti tertera pada tabel 1.

kokoPiretaMnadrasaDisnetepmoK:1lebaTsabeBisiuPsiluneM

rasaDisnetepmoK iretaMnarajalebmeP/kokoP

isiupsiluneM1.61nagnedsabeb

nahilipnakanuggnemiausesgnayatak

isiupnasilunePnahilipnagnedsabeb

iausesgnayatak

PMStakgniTnakididnePnautaSmulukuruK()6002nuhaT,aisenodnIasahaB

Page 39: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

32 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Pembelajaran Menulis Puisi Bebas Berdasarkan Gambar

Yang menjadi masalah di lapanganpembelajaran menulis puisi sulit dilaksanakanoleh guru, ini karena kemampuan guru yangbelum memadai dalam hal pengetahuanmaupun cara mengajarkannya. Selain faktorguru, kemampuan dan minat siswa pun menjadipenghambat dalam pembelajaran ini. Faktorminat siswa juga dapat menjadi pemicuterhambatnya pembelajaran menulis puisi.Kurangnya minat dan kemampuan siswatersebut tidak terlepas dari faktor pemilihanmodel pembelajaran yang cocok serta mudahuntuk ditiru siswa.

Meski dalam pembelajaran sastra siswatelah mempelajari puisi yang rumit baik rima,irama, serta unsur kebahasaannya, untukpembelajaran menulis puisi bebas berdasarkangambar peristiwa yang terdapat dalam suratkabar siswa belum perlu menuliskan puisi yangrumit. Menurut Rahmanto, (1988:116), puisiyang cocok sebagai model untuk latihan menulis,biasanya puisi yang berbentuk bebas dansederhana, berisi hasil pengamatan yang berupaimbauan atau pernyataan.

Berdasarkan hal di atas, penulis berang-gapan agar siswa mampu menulis puisi bebasdengan mudah maka diperlukan modelpembelajaran yang cocok serta mudah untukditiru. Untuk itu penulis memilih gambarberbagai peristiwa yang terdapat dalam suratkabar. Gambar yang akan dijadikan puisi bebasdisini adalah foto-foto berbagai peristiwa yangdimuat di dalam surat kabar.

Melalui gambar-gambar, tersebut siswadapat mengamati peristiwa apa yang terjadi, dimana peristiwa tersebut terjadi, kapanterjadinya, siapa yang menjadi korban, siapayang terlibat, dan siapa yang bertanggung jawabatas peristiwa tersebut. Selain itu, siswa dapatmerenungkan mengapa peristiwa itu dapatterjadi serta siswa dapat memberikan imbauanatau pernyataan atas peristiwa tersebut. Hal inisesuai dengan model latihan menulis yangdikatakan (Rahmanto, 1988).

Adapun kelebihan lainnya dari mediagambar peristiwa yang terdapat dalam suratkabar adalah berikut.1. Gambar-gambar tersebut mudah diamati,

sehingga siswa dengan mudah dapatmendata objek yang terdapat dalam gambaryang akan dijadikan bahan penulisan puisi.

2. Peristiwa-peristiwa tersebut berhubunganlangsung dengan kehidupan sehari-hari,

sehingga siswa dengan mudah menentukantema dan amanat yang akan dijadikanbahan penulisan puisi.

3. Gambar-gambar tersebut sangat menarikapalagi peristiwa dalam gambar tersebutmerupakan berita mengejutkan, sehinggasiswa dengan mudah dapat mengubah faktayang terdapat dalam peristiwa tersebutmenjadi sebuah puisi yang menarik.Berdasarkan kelebihan media gambar

peristiwa tersebut, penulis telah menerapkanpembelajaran menulis puisi bebas denganmenggunakan media gambar berbagai peristiwayang terdapat dalam surat kabar. Dan hasil daribelajar tersebut, siswa yang pada mulanya sulitmenulis serta tidak berminat pada puisi menjadimudah dan senang menulis puisi.

Langkah-Langkah Menulis PuisiBebas Berdasarkan Gambar yang

Terdapat dalam Surat Kabar

Penyusunan Program PembelajaranPenyusunan program pembelajaran menulispuisi bebas berdasarkan gambar peristiwa yangterdapat dalam surat kabar sesuai denganRencana Pembelajaran bahasa Indonesia KelasVIII, semester 2, meliputi : a) perumusan tujuanpembelajaran, b) penentuan materi ajar, c)penentuan metode pembelajaran, d) pemilihangambar peristiwa yang terdapat dalam suratkabar dan penulisan puisi bebas model.a. Perumusan Tujuan

Tujuan pembelajaran menulis puisi bebasberdasarkan gambar peristiwa dikem-bangkan berdasarkan standar kompetensi,kompetensi dasar, dan indikator berikut ini.1). Standar Kompetensi :

Mampu mengungkapkan pikiran danperasaan dalam puisi bebas

2). Kompetensi Dasar :Menulis puisi bebas dengan menggu-nakan pilihan kata yang sesuai

3). Indikator :a). Mampu mendata objek yang akan

dijadikan bahan menulis puisib). Mampu menulis puisi dengan

menggunakan pilihan kata yangtepat

c). Mampu menyunting sendiripilihan kata puisi yang ditulis

Page 40: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

33Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Pembelajaran Menulis Puisi Bebas Berdasarkan Gambar

Berdasarkan standar kompetensi,kompetensi dasar, dan indikator tersebut, adadua tujuan yang ingin dicapai dalampembelajaran menulis puisi bebas berdasarkangambar peristiwa yang terdapat dalam suratkabar, yaitu tujuan pembelajaran umum dantujuan pembelajaran khusus.

1). Tujuan Pembelajaran Umum:a) Siswa mampu mendata objek yang

terdapat dalam gambar peristiwab) Siswa mampu menulis puisi

berdasarkan gambar peristiwadengan menggunakan pilihan katayang tepat

c) Siswa mampu menyunting sendiripilihan kata puisi yang ditulis

2). Tujuan Pembelajaran Khusus:a) Siswa mampu menentukan data

objek yang terdapat dalam gambarperistiwa untuk dijadikan puisi.

b) Siswa mampu mengubah data objekyang terdapat dalam gambar peris-tiwa menjadi sebuah puisi denganmemperhatikan sistematika, kekha-san bahasa, dan unsur-unsur puisi.

c) Siswa mampu menyunting sendiripuisi berdasarkan gambar peristiwadengan pilihan kata yang sesuai.

b. Penentuan Materi AjarPenentuan materi ajar didasarkan padamateri pokok/pembelajaran yang terdapatdalam silabus. Materi ajar/materipembelajaran harus disesuaikan dengan: (a)tingkat kemampuan siswa, (b) perkem-bangan jiwa siswa, dan (c) minat siswa yangdiintegrasikan dengan penanaman nilaibudi pekerti.Materi ajar menulis puisi bebas berdasarkangambar berbagai peristiwa mengacu padateori tentang unsur-unsur puisi, yaitusebagai berikut.Puisi terdiri dari dua unsur yang menjadiciri umum puisi, yaitu:

1). Unsur yang berkaitan dengan bentukpuisi terdiri dari unsur bunyi (rima danirama), diksi atau pilihan kata, dantampilan cetak/tulisan (tipografi)

2). Unsur yang berkaitan dengan maknapuisi terdiri dari unsur tema dan unsurpesan tersurat atau pesan tersirat(Trianto, 2006: 100)

Adapun unsur-unsur menulis puisibergambar akan diuraikan berdasarkan duaunsur yang menjadi ciri umum puisi di atas

yang dirangkum berdasarkan buku Teoridan Apresiasi Puisi serta Apresiasi Puisikarangan Waluyo (1987), adalah sebagaiberikut.1). Unsur Bunyi (Rima dan Irama)

Rima adalah persamaan bunyi dalampuisi. Persamaan bunyi tersebut dapatberupa bunyi awal, tengah, akhir, ataupersamaan bunyi konsonan padabeberapa kata. Adapun yang dimaksuddengan irama ialah alunan suara dalamperpaduan panjang – pendek, tinggi –rendah, keras – lemah dalam pengucap-an kata-katanya. Rima digunakan untukkeindahan bunyi bahasa pada puisi,sedangkan irama berfungsi memberi-kan keindahan dalam pengucapan.Pada puisi lama rima dan iramaberfungsi sebagai alat untuk menyam-paikan pikiran serta membang-kitkankesan. Puisi bebas (baru) rima dan iramatidak digunakan lagi, kecuali jikadiperlukan. Para penyair sekarang lebihsuka menggu-nakan pilihan kata yangtepat untuk menguatkan kesan sebagaipengganti rima. Sebagai latihanmenulis puisi bebas bergambarperistiwa siswa dibe-baskan untukmenggunakan rima yang sama atautidak menggunakan rima

2). Diksi atau Pilihan KataDalam sebuah puisi, pemilihan katayang tepat dapat lebih mengungkapkansesuatu, dapat memberikan imajinasiyang baik. Dengan demikian, kesan yangtimbul akan lebih jelas dan kuat. Untukmenulis puisi bebas bergambar peristwaagar dapat menimbulkan imajinasiyang baik, gunakan gaya tertentu.Misalnya, mengubah kata-kata yangterdapat dalam gambar peristiwa yangakan dijadikan sebuah puisi denganmembandingkan hal lain atau metafora.Selain itu, dapat juga menggunakangaya bahasa, yaitu pemakaian kata-katayang berjiwa, segar, dan dapat mengge-tarkan perasaan pembaca atau pendengar.

3). Tampilan cetak/tulisan (tipografi)Tipografi puisi dinyatakan oleh susunankata, baris, dan bait. Tipografi inigunanya agar pembaca dapat memaha-mi maksud isi puisi karena bagian-bagianitu mengandung satuan pikiran yangkemudian terjalin dalam kesatuan pilihan.

Page 41: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

34 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Pembelajaran Menulis Puisi Bebas Berdasarkan Gambar

Pada puisi lama tipografi puisi sangatterikat oleh susunan kata, baris, dan bait.Seperti pantun memiliki syarat, tiap baitterdiri atas empat baris, tiap baris terdiriatas 8 sampai 12 suku kata. Tipografidalam penulisan puisi bebas bergambartidak terikat oleh jumlah susunan kata,baris, dan bait. Akan tetapi dapat kitabatasi jumlah baris atau bait untukmemudahkan siswa menulis puisinya.

4). Unsur TemaTema sebuah puisi ialah inti pokok yangterkandung dalam puisi. Tema menjadilandasan utama dalam menghasilkansebuah karya. Tema dalam menulis puisibergambar dapat dengan mudah kitatentukan dengan cara mengamati gambarperistiwa . Misalnya gambar peristiwatersebut tentang perang yangberkecamuk, maka tema yang cocokadalah tragedi kemanusian. Tema-temadalam puisi bebas berdasarkan gambarperistiwa dari koran biasanya bertemakemanusiaan atau protes sosial, karenaberita dalam koran banyak meng-angkatsoal kemanusiaan atau protes sosial.

5). Amanat (Pesan)Amanat adalah pesan yang hendakdisampaikan kepada pembaca. Tujuanmenuliskan amanat merupakan hal yangmendorong siswa untuk menciptakanpuisi. Amanat tersirat di balik kata-katayang disusun dan juga berada dibaliktema yang diungkapkan.Amanat dalam penulisan puisi bebasbergambar peristiwa banyak ditujukankepada pengambil kebijakan publik atauorang yang bertanggung jawab akanperistiwa tersebut.

c. Penentuan Metode PembelajaranAgar kompetensi yang diharapkan dapatterwujud maka diperlukan metode yangtepat. Metode yang menonjol yangdigunakan dalam pembelajaran menulispuisi bebas berdasarkan gambar berbagaiperistiwa yang terdapat dalam surat kabaradalah pemodelan.Metode pemodelan mengupayakan adanyacontoh, model, peragaan atau demonstrasiyang dapat memudahkan siswa memahamikonsep atau mengerjakan apa yangdiinginkan oleh guru. Metode ini sangatsesuai digunakan dalam pembelajaran

menulis puisi bebas berdasarkan gambarberbagai peristiwa yang terdapat dalamsurat kabar karena contoh, peragaan ataudemonstrasi sangat dibutuhkan, terlebih-lebih pembelajaran ini merupakan sesuatuyang baru.Bentuk pemodelan dalam pembelajaran iniyaitu penyajian contoh menulis puisi bebasberdasarkan gambar dan fakta yang adayang sudah diubah menjadi puisi, sertakegiatan guru mencontohkan cara-caramengubah fakta dalam gambar menjadipuisi.

d. Pemilihan Gambar Berbagai Peristiwadari Koran dan Puisi ModelUntuk mempermudah penyampaian materipembelajaran, diperlukan alat/bahan/sumber belajar. Alat/bahan/sumber belajaryang diperlukan dalam pembelajaranmenulis puisi bebas berdasarkan gambarberbagai peristiwa yaitu koran dan naskahpuisi.Gambar-gambar peristiwa yang terdapatdalam surat kabar yang akan dijadikanmodel hendaknya memenuhi kriteria: (1)gambar-gambar yang jelas dan menarikperhatian siswa, (2) memiliki judul di atasgambar tersebut, (3) memiliki keterangan dibawah gambar tersebut.Hal- hal yang harus diperhatikan dalampemilihan puisi model yaitu: (1) memilikiunsur bunyi (rima dan irama), (2) memilikidiksi atau pilihan kata yang sesuai denganpuisi, (3) memiliki tampilan cetak/tulisan(tipografi) puisi, (4) memiliki tema, dan (5)mengandung amanat.Hal tersebut dimaksudkan agar siswa dapatdengan mudah mengubah gambar dan datayang ada menjadi sebuah puisi. Untukmendapatkan puisi bebas yang demikianmemang sangat sulit. Untuk itu, guruditantang untuk menulisnya sendiri.

Langkah-Langkah Kegiatan Pembelajarana. Kegiatan Awal

Langkah-langkah kegiatan awal dalampembelajaran menulis puisi bebas berdasar-kan gambar berbagai peristiwa dapatdideskripsikan sebagai berikut.1). Guru mengondisikan kelas untuk

mengikuti kegiatan belajar-mengajar2). Guru menyampaikan tujuan

pembelajaran

Page 42: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

35Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Pembelajaran Menulis Puisi Bebas Berdasarkan Gambar

3). Guru mengaitkan materi sebelumnyadengan materi yang akan disampaikan

4). Guru dan siswa menyebutkan menulispuisi dapat dilakukan dengan berbagaicara. Pada langkah ini siswa mampumenyebutkan beberapa cara menulispuisi, di antaranya berdasarkankejadian yang pernah dialami,berdasarkan pengalaman yangmenarik, berdasarkan gambarpemandangan alam.

5). Guru mengajukan beberapa pertanyaanyang berkaitan dengan menulis puisi

6). Guru memperlihatkan gambar peristiwadari surat kabar.

b. Kegiatan IntiLangkah-langkah kegiatan inti dalampembelajaran menulis puisi bebasberdasarkan gambar berbagai peristiwadapat dideskripsikan berikut ini.1) Mencermati gambar dan puisi

Secara individu, siswa mencermatigambar dan puisi yang disajikan guru.Hal yang dicermati adalah isi puisitersebut sesuaikah dengan gambartersebut.

2) Menentukan unsur-unsur puisiKegiatan ini dimaksudkan untukmengetahui sejauh mana siswa mampumenentukan unsur-unsur puisi (tema,amanat, rima, diksi/pilihan kata)

3) Siswa memilih gambar peristiwaGuru membagikan gambar-gambarperistiwa dari koran yang sudahdigunting-gunting, siswa diperbolehkanmemilihnya sesuai dengankemampuannya mengubah gambartersebut menjadi puisi

4) Siswa memperhatikan penjelasan gurubagaimana langkah-langkah menulispuisi bebas bergambar peristiwa darikoran

Langkah 1: Mencermati GambarContoh gambar yang diamati siswa adalahsebagai berikut.

Cermatilah gambar peristiwa yang akandijadikan puisi

Langkah 2: Menentukan TemaAgar mudah untuk menulis puisi bebas yangpertama kita lakukan, maka langkah keduaadalah menentukan tema. Melalui tema yangtelah ditentukan, puisi yang kita susun akanterfokus pada satu masalah.

Gambar-gambar peristiwa yang terdapatdalam koran umumnya mengangkat persoalantentang manusia, seperti manusia yang tidakdihargai, dihormati, tidak diperhatikan hak-haknya, tidak diperlakukan secara adil danmanusiawi, dan ada juga manusia-manusiayang perbuatannya mengorbankan martabat

Sumber gambar : Kompas, 29 Januari 2009

Page 43: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

36 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Pembelajaran Menulis Puisi Bebas Berdasarkan Gambar

manusia. Selain itu, mengangkat persoalantentang manusia yang berjuang demi hidupnya,manusia yang mengasihi sesamanya, danmanusia yang cinta pada lingkungannya.

Berdasarkan hal tersebut, maka tema-temapuisi bergambar peristiwa adalah temakemanusiaan, tema kritik sosial, perjuanganhidup, lingkungan hidup, dan tema kasih sayang

Judul gambar di atas adalah : SemangatBekerja di Hari Tua. Tema yang cocok untukgambar dan judul di atas adalah : Perjuanganhidup. Setelah ini, secara individu siswamelakukan kegiatan yang sama yaitumenentukan tema untuk puisinya sesuai dengangambar pilihannya.

Langkah 3 : Menentukan Amanat/Pesan MoralBerdasarkan tema yang telah kita tulis, buatlahamanat/pesan yang akan disampaikan, sesuaidengan pokok persoalan tersebut. Amanat/pesan puisi bergambar peristiwa dengan tema-tema yang telah disebutkan pada langkah 2 padaumumnya ditujukan kepada pemerintah (Orang-orang yang membuat kebijakan publik) atauorang-orang yang bertanggung jawab atasperistiwa tersebut dan dapat juga disampaikankepada diri sendiri sebagai pembaca puisi.

Amanat ditulis menjadi sangat penting jikapersoalan yang kita tulis dalam bentuk puisitersebut dapat menggugah hati nurani pembaca.Sehingga dengan amanat tersebut terjadiperubahan kearah yang lebih baik.Contohamanat/pesan moral: Amanat sesuai gambar,judul, dan tema di atas adalah:1) Menghargai jerih payah orang tua dalam

mencari nafkah2) Rusman walaupun sudah tua tetap

semangat dalam bekerja, untuk itu kitayang masih muda harus lebih gigih dalambelajar maupun bekerja.

3) Mengajar kita untuk tidak mengeluhwalaupun keadaan hidup kita susah

4) Mengajar kita untuk lebih peduli padaorang-orang di sekitar kita yang hidupnyasusah.

Langkah 4 : Mendata Objek atau FaktaDatalah sebanyak-banyaknya objek atau faktayang terdapat dalam gambar peristiwa tersebut.Objek atau fakta tersebut dapat dilihat darigambar atau kata-kata yang terdapat di bawahgambar.

Contoh :Data objek/fakta berdasarkan gambar di atasadalah :Gambar : Seorang lelaki tua yang sedang

berjalan sambil memikul barangdagangannya di Jalan Raya KotaBandung.

Fakta yang terdapat di bawah gambar :(1) Rusman (75), (2) berjualan sandal, (3) berkeli-ling kota, (4) Taman Cilaki, (5) Kota Bandung,Jawa Barat, (6) masuk usia senja, (7) menjual 8 –10 sandal, (8) harga Rp 8.000 per pasang

Langkah 5 : Mengubah objek atau fakta denganpilihan kata atau diksi lainUbahlah objek atau fakta yang telah didatadengan pilihan kata atau diksi lain yang sesuaidengan penulisan puisi. Pilihan kata atau diksilain tersebut dapat menggunakan kata-kata khaspuisi seperti menggunakan kata-kata kias, gayabahasa , membandingkan hal lain atau metafora.

Setelah itu, secara individu siswamelakukan kegiatan yang sama yaitu mengubahobjek atau fakta untuk puisinya sesuai dengangambar pilihannya.

Langkah 6 : Membuat Judul PuisiJudul puisi dapat dibuat dahulu sebelummenyusun puisi agar memudahkan kita dalammenyusun puisi bebas, tetapi jika belum dapat

ataknahilip/iskidhotnoC:2lebaT

oN atkaf/kejbO iskid/ataknahiliP

.1 )57(namsuR ,ajnesaisurebikaleLajabtagnames

.2 ladnasnalaujreB ikaksalalauJ

.3 atokgnililekreB nalajirusuyneM

.4 ikaliCnamaT nalaujrebtapmeT

.5 ,gnudnaBatoKtaraBawaJ

gnabmeKatoK

.6 ajnesaisukusaM atneR

.7 01-8laujneMladnas

ikaksalA

8 000.8pRagraHgnasaprep

ikaksalaagraH

Page 44: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

37Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Pembelajaran Menulis Puisi Bebas Berdasarkan Gambar

judulnya siswa diperbolehkan menyusunpuisinya terlebih dahulu.Judul dibuat sesuai dengan tema, gambar, ataudata fakta yang telah disusun.Contoh judul:Judul yang tepat untuk gambar dan data faktapada gambar peristiwa “Semangat Bekerja diHari Tua” dapat seperti berikut ini.

1) RUSMAN sesuai dengan nama orangyang ada di gambar

2) LELAKI USIA SENJA sesuai denganumurnya

3) SEMANGAT BEKERJA DI HARI TUAsesuai dengan judul gambar

Setelah itu, secara individu siswa melaku-kan kegiatan yang sama yaitu membuat juduluntuk puisinya sesuai dengan gambarpilihannya.

Langkah 7 : Menyusun PuisiSusunlah puisi berdasarkan gambar, tema,amanat, diksi/pilihan kata, dan judul yang telahdibuat.Contoh puisi berdasarkan;Gambar : Semangat Bekerja di Hari TuaTema : Perjuangan Hidup Amanat :

1) Menghargai jerih payah orang tua dalammencari nafkah

2) Rusman walaupun sudah tua tetapsemangat dalam bekerja, untuk itu kitayang masih muda harus lebih gigihdalam belajar maupun bekerja.

3) Mengajar kita untuk tidak mengeluhwalaupun keadaan hidup kita susah

4) Mengajar kita untuk lebih peduli padaorang-orang di sekitar kita yanghidupnya susah.

Diksi/pilihan kata: lelaki berusia senja,semangat baja, jual alas kaki, menyusurijalan, tempat berjualan, Kota Kembang,renta, alas kaki, harga alas kaki

Judul : Rusman Maka puisinya dapat seperti berikut.

RUSMANLelaki berusia senja, tubuhmu rentaTapi kuatnya tubuhmu bagai bajaTeriknya matahari siang tak menyurutLangkah kakimu yang mulai keriput

Kehidupan yang keras, memaksamu…Mencari hidup dengan memikul alas-alas

kakiDi pundakmu yang tipis

Dengan semangat baja,Berkeliling menyusuri jalan-jalan di Kota

KembangMulai dari gang sempit tempatmu

berteduhSampai Taman Cilaki tempatmu menjual

alas-alas kakiSeharga delapan ribu rupiah alas-alas

kaki per pasangHarga yang pantas untuk kaummu yang

susah

Lelaki berusia senja, tak pernah mengeluhKeringat yang kau kucurkanMemberikan kehidupan dan kehangatan

orang-orang terkasihmu

Lelaki berusia senja,Semangat bekerjamu bagai bajaMenegur usia muda yang tak menghargai

jerih payah orang terkasihnyaMenegur usia muda yang menyia-nyiakan

waktu kehidupannyaMengajar manusia-manusia yang malas

mencari hidupMengajar manusia-manusia memahami

makna kehidupan

(Keke Taruli Aritonang)

Puisi di atas diberi judul “Rusman” sesuaidengan nama orang yang ada di gambar. Adapuntipografi puisi tersebut terdiri atas enam bait.Jumlah baris tiap bait terdiri atas empat barispada bait pertama dan ketiga, tiga baris padabait kedua dan kelima, dua baris pada baitkeempat, dan enam baris pada bait keenam.Kemudian secara individu siswa melakukankegiatan yang sama yaitu membuat puisinyasesuai dengan gambar, tema, amanat, diksi/pilihan kata, dan judul yang telah dibuat.

Langkah 8: Menyusun Rubrik PenilaianRubrik penilaian pembelajaran menulis puisibebas berdasarkan gambar berbagai peristiwaini menggunakan bentuk portofolio, karenapembelajaran ini akan menghasilkan berbagaikarya siswa yaitu berbentuk puisi. Hal ini sesuaidengan apa yang dimaksud dengan portofolio,yaitu merupakan kumpulan hasil kerja siswa.Hasil kerja tersebut sering disebut artefak.Artefak-artefak dihasilkan dari pengalamanbelajar atau proses pembelajaran siswa dalam

Page 45: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

38 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Pembelajaran Menulis Puisi Bebas Berdasarkan Gambar

periode waktu tertentu. Artefak-artefak diseleksidan disusun menjadi satu portofolio (Muslich,2007:118).

Untuk menghasilkan protofolio yang baikdalam pembelajaran, maka perlu disusun kriteriapenilaian portofolio, yaitu sebagai berikut.Kriteria Penilaian PortofolioKD : Menulis puisi bebas dengan menggunakan

pilihan kata yang sesuai.Materi : Menulis puisi berdasarkan gambar

peristiwaKriteria Penilaian :

Kesimpulan

Kesimpulan tulisan ini adalah bahwapembelajaran menulis puisi bebas berdasarkangambar berbagai peristiwa yang terdapat dalamsurat kabar ini sangat tepat dilaksanakan karenadapat menarik minat siswa dalam menulis puisibebas. Pembelajaran ini memiliki beberapakeunggulan sebagai berikut.

a. Mudah dilaksana-kan oleh setiap gurubahasa Indonesia diSMP

b. Materi ajar yang di-sampaikan sesuaidengan kebutuhandan lingkungansiswa

c. Kegiatan pembel-ajaran benar-benarberpusat pada siswasehingga siswa da-pat menemukanjawaban sendiri(inkuiri) terhadapgambar peristiwayang akan diubahmenjadi puisi

d. Sangat efektif untukmengembangkankreativitas danimajinasi siswa

e. Sangat efektif untukm e n u m b u h k a nsikap kritis terhadappermasalahan yangterjadi dalam kehi-dupan sehari-hari

f. Sangat efektif untukm e n u m b u h k a nsikap berani menge-luarkan pernyataanterhadap persoalanyang terjadi

g. Sangat efektif untukmengembangkankemampuan siswadalam menulis puisibebas

isiuPkutneB.1 rokS

tiab7iapmas3tiabhalmuJ.a 1

sirab7iapmas4tiabutassirabhalmuJ.b 1

atak7iapmas4sirabutasatakhalmuJ.d 1

ameT.2

rabmagnagnediauseS.a 1

rabmagnagnediauseskadiT.b 0

laroMnaseP.3

isinagnediausesnakiapmasiD.a 2

isinagnediausesitakednemnakiapmasiD.b 1

isinagnediauseskaditnakiapmasiD,c 0

rabmagmaladtapadretgnayatkafatadneM.4

pakgnelatkafataD.a 2

pakgnelitakednematkafataD.b 1

pakgnelkaditatkafataD.c 0

ataknahilip/iskidnagnedisiupidajnematkafhabugneM.5)asahabayag,kilobmis/gnabmal,saikatak(iausesgnay

ataknahilipnagnediausesatkafaumeS.a 3

ataknahilipnagnediauseskaditatkafliceknaigabeS.b 2

ataknahilipnagnediauseskaditatkafrasebnaigabeS.c 1

ataknahilipnagnediauseskaditatkafaumeS.d 0

isiuPakitametsiS.6

iausesnaturu-turU.a 1

iauseskaditnaturu-turU.b 0

latoT 21

Page 46: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

39Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Pembelajaran Menulis Puisi Bebas Berdasarkan Gambar

Saran

Agar pembelajaran menulis puisi bebasberdasarkan gambar berbagai peristiwa yangterdapat dalam surat kabar ini dapat menarikminat belajar siswa dalam menulis puisi bebas,hal yang dapat disarankan adalah sebagaiberikut.1. Dalam penyusunan rencana pembelajaran,

guru harus melakukannya dengan matang,terutama yang berkaitan dengan kebutuhandan minat siswa.

2. Dalam pelaksanaan pembelajaran, guruharus dapat menyusun langkah-langkahpembelajaran secara sistematis,memberikan bimbingan yang maksimal, dandapat menciptakan suasana belajar yangmenyenangkan.Semoga pembelajaran menulis puisi bebas

berdasarkan gambar berbagai peristiwa yangterdapat dalam surat kabar yang penulispaparkan ini dapat memberikan manfaat danmenjadi contoh bagi teman-teman guru bahasaIndonesia terutama di lingkungan BPKPENABUR.

Daftar Pustaka

B. Rahmanto. (1988). Metode pengajaran sastra.Yogyakarta: Kanisius

Dinas Pendidikan Dasar. (2006). Kurikulumsatuan pendidikan tingkat Sekolah MenengahPertama (SMP) Bahasa Indonesia. Jakarta:Pemerintah Provinsi DKI Jakarta

Muslich, Masnur. (2007). KTSP Pembelajaranberbasis kompetensi dan kontekstual. Jakarta:Bumi Aksara.

Trianto, Agus. (2006). Pasti Bisa Bahasa IndonesiaKelas VIII. Jakarta: Erlangga

Waluyo, Herman J. (1987). Teori dan apresiasipuisi. Jakarta : Erlangga

______ (2002). Apresiasi Puisi. Jakarta : Gramedia-----------Koran Kompas, 29 Januari Tahun 2009

Page 47: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

40 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Perspektif tentang Mengevaluasi Siswa

Perspektif tentang Mengevaluasi SiswaTiga Syarat Pemberian Nilai

Anggiat Hisar*)

*) Kepala Seksi Evaluasi;Bagian Kurikulum dan Evaluasi BPK PENABUR Jakarta

Opini

elama ini, masih banyak guru menghadapi kesulitan dalam mengevaluasi hasil belajarsiswa. Akibatnya tidak jarang terjadi keluhan siswa atau orang tuanya atas hasil evaluasiyang diberikan guru. Tulisan ini membahas tentang tata cara mengevaluasi hasil belajarsiswa dengan menggunakan kriteria tertentu. Dengan demikian hasil evaluasi yang dibuat

oleh guru diharapkan objektif dan dapat dipertanggungjawabkan sehingga dapat diterima olehpihak terkait.

Kata-kata kunci : Evaluasi, kriteria penilaian, assessment

A number of teachers still find some problems in evaluating the students’ achievement. This article discussesthe problems by elaborating the evaluation criteria and evaluation techniques thoroughly. At the end of thediscussion, a set of recommendations is given to the teachers in performing the evaluation properly so thestudents and the parents will agree with the evaluation result.

Abstrak

S

Pendahuluan

Ada tiga istilah yang digunakan dan perludiketahui pemakaiannya, sebelum disampaikanuraian lebih jauh tentang mengevaluasi siswa,yaitu evaluasi (evaluation), pengukuran(measurement), dan penilaian (assessment).Evaluasi berasal dari kata evaluation (bahasaInggris). Kata tersebut diserap ke dalamperbendaharaan istilah bahasa Indonesiadengan tujuan mempertahankan kata aslinyadengan sedikit penyesuaian lafal Indonesiamenjadi evaluasi. Istilah penilaian merupakankata benda dari nilai. Pengertian pengukuranmengacu pada kegiatan membandingkansesuatu hal dengan satuan ukuran tertentu,sehingga sifatnya menjadi kuantitatif (Arikunto,2008:1).

Evaluasi adalah kegiatan untuk mengum-pulkan informasi tentang bekerjanya sesuatu,yang selanjutnya informasi tersebut digunakanuntuk menentukan alternatif yang tepat dalammengambil suatu keputusan (Arikunto, 2008:2).Evaluasi terhadap siswa di kelas merupakansalah satu pekerjaan yang dianggap sulit olehsebagian guru. Proses yang dilakukan oleh gurumemiliki konsekuensi yang penting bagi siswamaupun orang tuanya. Sebagai contoh, kajianyang dilakukan oleh Shaefer dan Lissitzmelaporkan, guru menghabiskan sampai dengan10 persen waktunya untuk hal-hal yang terkaitdengan assessment dan evaluasi. Stigginsmenemukan bahwa guru dapat menghabiskansepertiga waktunya untuk kegiatan yang sama.Oleh karena, itu sangat penting bagi gurumembangun sebuah repertoar dari berbagaistrategi yang efektif untuk menilai dan

Page 48: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

41Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Perspektif tentang Mengevaluasi Siswa

mengevaluasi siswa-siswa mereka danmemahami tentang testing terstandar (Arends,2008 : 214)

Berbagai opini timbul akibat kontroversiseputar penggunaan evaluasi. Pendapat yangmuncul akibat evaluasi adalah adanyadehumanisasi pendidikan dan ketidakper-cayaan antara guru dan siswa. Proses evaluasiyang dilakukan oleh guru dengan membanding-bandingkan para siswa mengakibatkankecemasan dan harga diri (self-esteem) yangrendah bagi mereka yang menerima nilai yangburuk. Sebagian lagi berkomentar bahwa nilaidalam evaluasi benar-benar “penggaris karet”yang lebih mengukur apa yang dilakukan gurutertentu daripada mengukur tujuan-tujuanpendidikan yang penting.

Assessment dan evaluasi berfungsi untukmendapatkan informasi yang dibutuhkan untukmengambil keputusan-keputusan yang bijak-sana yang didasarkan pada informasi yangrelevan dan akurat. Assessment biasanya merujukpada seluruh rentang informasi yangdikumpulkan dan disintesiskan oleh gurutentang siswa-siswanya maupun tentangkelasnya. Informasi tentang siswa dapatdiperoleh secara informal, misalnya melaluiobservasi dan pertukaran verbal. Informasi jugadapat diperoleh melalui cara-cara formal sepertipekerjaan rumah, tes, dan laporan tertulis.Informasi tentang kelas dan pengajaran gurujuga dapat menjadi bagian dari assessment.

Bila assessment difokuskan pada mengum-pulkan dan menyintesiskan informasi, evaluasimengacu pada proses membuat keputusan(judgment), menetapkan nilai (value) ataumemutuskan tentang manfaat (worth). Tes,misalnya, adalah salah satu teknik assessmentyang digunakan untuk mengumpulkaninformasi tentang seberapa banyak yangdiketahui siswa tentang topik tertentu. Akantetapi, memberi nilai adalah sebuah tindakanevaluatif, karena guru menempatkan value padainformasi yang diperoleh dari tes itu ( Arends,2008 : 217 ).

Cuplikan peristiwa pada kasus di bawahini merupakan salah satu episode rangkaianperistiwa yang muncul pada saat mengevaluasisiswa yang terdapat dalam buku Shirran (2008)yang berjudul Evaluating Students.

Guru yang Beritikad BaikBeberapa hari setelah mengembalikanpekerjaan siswanya yang sudah

dinilai, seorang guru bahasa Inggrisdidatangi oleh salah seorang orang tuasiswa. Mereka minta agar guru itumempertimbangkan nilai yang sudahdiberikan, dan juga menaikkan nilaiitu. Karena tidak puas mendengaralasan dan tanggapan sang gurutersebut, orang tua itu mengajukanprotes kepada Kepala Sekolah yangmenyelidiki masalah itu. Dalamlaporannya, Kepala Sekolah itumenulis, setelah mewawancarai guruitu secara informal, menjadi jelasbahwa guru itu tidak memakaiprosedur evaluasi yang standar danagaknya satu-satunya pembelaan guruitu adalah, “Saya sudah mengajarselama lebih dari 25 tahun. Saya tahubeda antara pekerjaan yang nilainya Adan yang nilainya C+.” Kepala Sekolahitu menyimpulkan bahwa, meskipuntugas yang diberikan guru itu menarikdan memang mencapai tujuan matapelajaran tersebut, metode guru itucacat, tidak akurat dan kurang bagus.

Pada kasus di atas dikatakan bahwa gurutersebut sudah memiliki itikad yang baik ketikamengevaluasi siswa-siswanya. Akan tetapi iabelum berhasil mengenali dan mengikutituntutan dasar dalam proses evaluasi itu, gurutersebut membahayakan reputasi profesionalnyadan menyebabkan kalangan orang tua siswa,siswa, dan pengelola sekolah prihatin.

Secara naluriah, karena terlatih danpengalaman profesionalnya, guru tahupekerjaannya dalam memberikan nilai A ituseperti apa. Namun, siswa dan orang tua, tidaktahu cara guru mengevaluasi dan apa yangdituntut pada proses evaluasi tersebut. Konflikyang terjadi pada peristiwa di atas dapatdiminimalkan dengan cara, guru secara khususmemberitahukan kepada siswa cara menilaipekerjaan siswa.

Sebelum seorang siswa mulai menggaraptugas apa saja untuk mata pelajaran apa saja,guru harus dengan jelas dan di depan umummenyebutkan tiga komponen evaluasi ini. (1)tingkat kriteria yang tertulis, (2) tingkat pemi-kiran akademik, dan (3) pernyataan tentangpersyaratan (Shirran, 2008 : 2).

Ini berarti bahwa sebelum menggarap tugasapa saja, siswa harus diberitahu tentang apa

Page 49: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

42 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Perspektif tentang Mengevaluasi Siswa

yang diharapkan guru. Seorang guru yang tidakmenyebutkan ketiga komponen tersebut, tanpasengaja akan membahayakan profesinya sendiridan siswanya menghadapi risiko akademik.

Beberapa di antara studi yang palingmenarik dan dilakukan hampir satu abad yanglalu adalah yang dilakukan Starch dan Elliot(1912,1913), yang menunjukkan subjektivitasguru dalam mengases dan menetapkan nilaiuntuk ujian esai. Dalam studi pertama mereka,para peneliti meminta guru-guru dari sejumlahsekolah yang berbeda untuk menilai hasil ujianesai bahasa Inggris siswa-siswa. Setelah itu parapeneliti meminta guru sejarah dan matematikauntuk mengerjakan tugas yang sama. Starch danElliot menemukan bahwa guru-guru itu banyakmenggunakan berbagai macam kriteria ketikamengases esai, dan akibatnya skor atau nilaiyang mereka berikan pada karya tulis yang samasangat bervariasi. Salah satu esai bahasa Inggris,misalnya, diberi poin yang bervariasi antara 50sampai 97. Studi-studi sejenis yang dilaksana-kan selama bertahun-tahun terus menunjukkanbahwa guru-guru memiliki kriteria yang berbedauntuk menilai hasil kerja siswa dan bahwamereka dipengaruhi oleh sejumlah faktorsubjektif, seperti tulisan tangan siswa, apakahpendapat yang diekspresikan sama denganpendapat guru, dan ekspektasi yang dimilikiguru atas hasil kerja siswa tertentu (Arends,2008: 225).

Prinsip-prinsip Umum

Gronlund (Arends,2008:234) memberikanbeberapa prinsip yang dapat memandu gurupada saat merancang sistem assessment danmembuat tes sendiri. Keluhan yang seringterdengar dari siswa adalah bahwa materi yangdicakup dalam tes, ulangan, ujian, dan tugasbelum pernah dibahas di kelas. Untuk alasanapapun, yang mengeluhkan hal itu percayabahwa mereka telah dinilai secara tidak adil.Jadi, prinsip pertama Gronlund adalah gurusemestinya mengonstruksikan evaluasinyasedemikian rupa sehingga dapat mengukurdengan jelas tujuan belajar yang sudah merekakomunikasikan kepada siswa dan materi yangtelah mereka bahas. Pendek kata evaluasi ituseharusnya selaras dengan tujuan instruksionalguru.

Prinsip yang kedua adalah kebanyakanpelajaran dan unit pengajaran berisi beragam

tujuan mulai dari mengingat informasi aktualsampai pemahaman, analisis, dan aplikasikreatif prinsip-prinsip tertentu. Sebuah evaluasiyang baik tidak sepenuhnya difokuskan padasalah satu tipe tujuan, misalnya ingatan faktual.Sebaiknya ia mengukur sampel-sampel tujuanpembelajaran secara representatif. Selain itu,evaluasi yang digunakan oleh guru semestinyaharus tepat mengukur proses berpikir danketerampilan yang akan diukur. Beberapa tipetes seperti menjodohkan atau mengisi titik-titiklebih cocok untuk mengukur ingatan tentanginformasi tertentu; tipe soal lain seperti soal-soalesai, lebih cocok untuk mengukur proses berpikiryang lebih tinggi.

1. Kriteria PenilaianAnalogi yang paling sederhana untukmenggambarkan kriteria terlihat pada saatketika mengikuti ujian SIM. Kita harus tahupersis apa yang harus kita lakukan dan yangtidak boleh kita lakukan agar bisa mendapatkanSIM. Atau pada waktu bermain catur, kita tahuaturan yang harus kita ikuti dan perilaku yangharus kita tunjukkan agar bisa menang.

Demikian pula siswa harus tahu aturanmain penilaian itu jika mereka ingin berhasil.Sayangnya ada guru yang tidak mau meluang-kan waktu untuk mengungkapkan kriteriapenilaian mereka karena menciptakan kriteriamemang makan waktu. Kriteria diperlukanuntuk menjadi penentu agar hasil penilaian ituberarti. Interpretasi terhadap hasil penilaianhanya dapat bersifat evaluatif apabila disandar-kan pada suatu norma atau kriteria (Purwanto,2008 : 6). Tingkat atau tingginya nilai akademikatau kecakapan yang dibutuhkan seorang siswauntuk menerima suatu nilai-huruf khusus inidisebut kriteria penilaian (Shirran, 2008 : 3 ).

Kriteria penilaian dapat mengambil bentuksebuah kisi-kisi yang disebut ’rubrik penilaian’.Dalam rubrik penilaian terperinci (lihat tabel 1.),masing-masing kotak atau sel mewakili suatutingkat prestasi yang bisa dicocokan dengansuatu nilai-huruf yang sesuai.

Pada tabel 1 dapat dilihat, tingkat kriteriadapat diciptakan oleh guru kelas sendiri-sendiriatau oleh sekelompok guru pada tingkat jurusan,dan secara jelas menentukan ciri, nilai, detail,dan kecakapan yang harus ditunjukkan setiapsiswa agar menerima suatu nilai-huruf tertentu.Berdasarkan tabel tersebut, guru dapatmenentukan perbedaan nilai A dan B, serta tugas

Page 50: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

43Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Perspektif tentang Mengevaluasi Siswa

mana yang pantas dapat A dan mana yangpantas dapat B, atau bahkan C.

Menggunakan rubrik penilaian membantuguru menilai secara cepat dan efisien. Selain ituguru dapat mengemukakan alasan danmendukung nilai yang diberikan kepada siswa.Jika orangtua siswa menyampaikan keluhan,rubrik penilaian membuat penilaian konsistendan memungkinkan siswa lebih baik dalammenaksir kualitas pekerjaan mereka. Selain itu

rubrik penilaian dapat menjelaskan danmemungkinkan orangtua apa yang perlu dilakukananak mereka untuk meningkatkan nilainya.

Menghindari Efek ’Halo’ dan ’Garu’

Bias dalam membuat keputusan atas hasilpekerjaan siswa dan menetapkan nilai perlumendapat perhatian. Betapa pentingnya bagi

icnirepreTnaialinePkirbuR.1lebaT

kepsA )0(F )1(-C )2(C )3(B )4(A

)%02(ayaGataKasoK

arausadaN

-

-

-

gniresiakamemkaditadan

saptamilak

anahredesnahalasek

atakhilimem

-

-

-

-

nasilut-sutupret

sutupatakasok

ahredesadakadit

isairavtamilak

gnarukgnabmekreb

nadlamrofni

-

-

-

gnarukgnabmekreb

nadlamrofni

ilakesopmet

iakamemasahab

lamrofniaparebeb

atakasokhiggnac

-

-

-

ripmaharausada

gnayadebreb

iakamemasahablamrof

iradisairavepit

tamilakiakap

atakasokkococgnay

-

-

-

-

ayagnasilut

kinuiakap

atakasoktauk

--kajnunemna

-gnatamekna

nasawawinareb

libmaokiser

nagnedayag

nasilunep

)%04(kutneBnadsisilanA

rutkurtSisisnarT

-

-

-

sigolkaditkadituata

aynuprutkurts

atakaparebebsukof

nikgnumgnalih

kaditeditiakrebnagnedisisnart

-

-

-

atakaumeskaditsukof

adatikidesisisnarttikidessisilana

-

-

-

nikgnumnagnalihek

2uata1sukofatak

isisnarthamel

tikidesadasisilana

-

-

-

nususretnagned

kiabtapad

-aafnamemnakt

isisnartsigol

-ilanagnemaumessissukofatak

nagnedsalej

-

-

-

-

isisnartiakapid

nagnedkiabtama-atpicnemnarilanaktaukgnaynadakigol

sisilanatamasugab

-abaumes-idnaiggnuggnis

nagned-nasawaw

namaladek

isnevnoK)%04(

-kitiTnaajEamoK

asahabataT

- gnireskapmat

nahalasekkolocnem

gnayuggnaggnem

itra

-

-

kaynabnahalasek

,kitit,naajenadamokasahabatat

nasalejekpaleg

-

-

nahalasekkolocnem

-gnemgnayuggnag

fitaleritrasalej

- adaaparebebnahalasekipatlicek

kadit-gnaggnem

itraug

- -atat,naaje,asahab

,kitit,amok

adakaditnahalasek

Page 51: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

44 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Perspektif tentang Mengevaluasi Siswa

guru agar berlaku adil dan tidak memihak dalammenilai siswa. Seperti yang muncul pada kasusberikut.

Mengevaluasi Perilaku Mengacau.Tom, siswa drama kelas 9, yangdikenal sebagai anak yang tak kenallelah dan mengoceh terus, disuruhkeluar dari kelas oleh guru karenabergulat dengan siswa lain di lantai,padahal seharusnya ia latihansolilokui atau percakapan dengandirinya sendiri. Meskipun seringmengacau, keesokan harinya Tommengucapkan solilokuinya hampirtanpa salah di depan guru itu. Tomdan orang tuanya amat kecewa ketikaia menerima nilai C untuk penampi-lannya itu, ditambah guru itumenuliskan komentar yang menying-gung fakta bahwa Tom mendapat nilairendah karena susah diatur dan sukamengacau (Shirran, 2008 :7).

Masalah penskor yang bias, artinya penskor(rater) cenderung untuk menghilangkan masalahpersonal bias. Sewaktu menskor hasil pekerjaanpeserta tes ada kemungkinan penskor (rater)mempunyai masalah generosity error artinyapenskor cenderung memberi nilai yang tinggi-tinggi, walaupun kenyataan yang sebenarnyahasil pekerjaan peserta tes tidak baik. Kemung-kinan juga penskor mempunyai masalah severityerrorartinya penskor juga cenderung dapatmemberi nilai yang sedang-sedang saja,walaupun kenyataan yang sebenarnya hasilpekerjaan tes ada yang baik dan tidak baik.Masalah lain adalah adanya kemungkinanpenskor tertarik atau simpati kepada peserta tessehingga sukar baginya memberi nilai yangobjektif (halo effect) (Setiadi, 2006 : 18).

Shirran mengatakan sulit mencaripembenaran untuk nilai yang diberikan. Jikasikap tidak disebutkan sebagai satu kriteriapenilaian maka perilaku mengganggu siswa itutidak bisa dipakai untuk tujuan evaluasi (bahkanjika sikap memang disebutkan, guru itu tentusulit menunjukkan bahwa kriteria ini satu syaratvalid untuk tujuan muatan mata pelajaran itu).Kiranya akan tampak jelas bahwa angka rendahitu hanya dimaksudkan untuk menghukumsiswa tersebut lebih jauh.

Seorang guru yang menilai di luar kriteriayang sudah ditetapkan dapat mengakibatkanketidaktepatan dan bias. Mestinya seorang gurumengikuti kriteria penilaian yang sudah

ditetapkan sehingga menjadi seorang penilaiyang objektif dan adil. A particularly frequent errorarises when a teacher’s overall impression of a studentinfluences how the teacher rates that student withrespect to an individual criterion. That error is knownas halo effect (Popham, 1995 : 153).

Sering kali guru menaikkan nilai seorangsiswa, tidak peduli kualitas pekerjaan siswa,hanya karena siswa itu secara umum memberikesan yang baik. Secara singkat dikatakan adasiswa yang disukai dan ada yang tidak.Fenomena guru yang memberikan nilai yanglebih tinggi kepada siswa yang disukaiberlawanan dengan efek ’garu’ (garpu rumput)yaitu seorang guru menurunkan nilai siswaberdasarkan kesan negatif siswa tersebut ( seringmengganggu di kelas, menunjukkan sikap ataukebiasaan bekerja yang jelek atau sering terlambat).

2. Tingkat Cara Berpikir AkademikGuru harus membuat keputusan tentang apayang akan dimasukkan dan apa yang tidak akandimasukkan dalam tes. Test blueprint (cetak biruatau rancangan tes) adalah alat yang ditemukanoleh para spesialis evaluasi untuk membantupara guru dalam membuat keputusan danmenentukan berapa banyak ruang yangdialokasikan bagi jenis pengetahuan tertentudan berbagai tingkat proses kognitif siswa yangberbeda (Arends, 2009 : 235). Peristiwa dibawah ini menjadi bagian penting bagi gurudalam merencanakan tes.

Tingkat Pelajaran KognitifPak K, guru Sejarah SMP, diadukanorang tua salah seoarng siswanya. Sipengadu menulis kepada KepalaSekolah bahwa Pak K setiap harimemberikan kegiatan yang menghen-daki siswa hanya menghafal dan meng-ingat fakta, tetapi ia mengevaluasipengetahuan siswa dengan menggu-nakan kegiatan yang menghendakianalisis kritikal dan penalaran logis.Kepala Sekolah memutuskan bahwapelajaran dan kegiatan kelas Pak Kbelakangan secara kognitif tidakmenyiapkan siswa untuk menghadapikeharusan yang diminta gunamemperoleh keberhasilan lebihcanggih dari tuntutan akan keberha-silan tugas dan pekerjaan sekolah(Shirran, 2008 : 11).

Pada kasus di atas, seorang pakar di bidangauthentic assessment Wigins (1977), berpendapat

Page 52: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

45Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Perspektif tentang Mengevaluasi Siswa

bahwa agar authentic assessment efektif makakriteria dan standar untuk hasil kerja siswaharus jelas, diketahui dan tidak ditetapkansecara sewenang-wenang. Siswa yang mengerja-kan tugas akademik perlu tahu bagaimana hasilkerja mereka akan dinilai (Arend, 2009:244)

Pada waktu memberikan tugas, guru harusmengenali kata kerja yang digunakan ketikamemberikan tugas. Sebagai contoh, kedua soalini membutuhkan jawaban yang amat berbedadari siswa.Soal 1 : Kenalilah metode berburu dan berkum-

pul yang dipakai pada zaman Jomondi Jepang Kuno

Soal 2 : Beri alasan dan pertahankan metodeberburu dan berkumpul yang dipakaipada zaman Jomon di Jepang Kuno

Pada soal pertama siswa mendaftar faktadan menjawab secara deskriptif. Sedangkanjawaban pada soal yang kedua tidak hanyasekedar deskripsi sederhana tetapi jugamengungkapkan pertimbangan pribadi danmempertahankan pertimbangan tersebut. Keduasoal tersebut membutuhkan tipe jawaban yangamat berbeda.

Dalam semua mata pelajaran, ada enamtingkat cara berpikir akademik atau kerumitanyang berbeda-beda, dipakai untuk mengklasi-fikasi tugas akademik seorang siswa. Tugasseorang siswa dapat diklasifikasikan ke dalamenam kategori kognitif yaitu, (1) tingkat penge-tahuan, (2) tingkat pemahaman, (3) tingkatpenerapan, (4) tingkat analisis, (5) tingkatsintesis, dan (6) tingkat evaluasi

Sebagai contoh dalam soal esai ini, kata kerjauntuk memulai tugas ini memberi informasikepada siswa bahwa jawabannya menghendakisiswa mengenali kesalahan-kesal;ahan logis,menunjukkan kontradiksi atau membedakanfakta, pendapat, hipotesis, asumsi, dansimpulan termasuk dalam tingkatan analisis.Siswa diharapkan menggambarkan hubunganantargagasan.

Contoh soal :Tunjukkan kelemahan metode berburu danberkumpul yang dipakai orang Jomon,mengingat kondisi cuaca negeri Jepangzaman kuno yang berubah-ubah.

Bandingkan dengan soal pada tingkatansintesis yang menghendaki siswa menciptakansesuatu yang unik atau asli, dan bisa jadi

menghendaki jawaban atau hasil kerja siswayang menghasilkan suatu kombinasi ide untukmembentuk suatu keseluruhan yang baru.

Contoh soal :Rancang suatu eksperimen yang menunjuk-kan bahwa metode berburu dan berkumpuldari orang Jomon cukup untuk mendukungkebutuhan pokok suatu suku. (Shirran,2008 : 15)

Setelah guru memutuskan tipe pengetahuandan proses kognitif mana yang akan dicakuppada evaluasi tertentu, langkah selanjutnyaadalah memutuskan format tes dan tipe soal yangakan digunakan.

Pada tabel 2 berikut ini, menunjukkan contohcetak-biru tes yang menggunakan dimensi-dimensi Taksonomi Bloom yang telah direvisi.Tabel ini diciptakan dengan asumsi bahwa gurumengajarkan unit tentang “Kehidupan zamankolonial di Amerika” dengan tujuaninstruksional berikut.Tujuan 1 : Memperoleh pengetahuan tentang

pertambangan di sebuah kota di NewEngland dan perkebunan di wilayahselatan selama abad ketujuh belas

Tujuan 2 : Mengingat nama-nama empat tokohkolonial : Cotton Mather, AnneHutchison, Lord Calvert dan ThomasHooker

Tujuan 3 : Menerapkan pengetahuan denganmembandingkan kehidupan dizaman kolonial dengan kehidupan diwilayah yang sama saat ini

Tujuan 4 : Mengevaluasi tindakan orang-orangdi Massachussetts yang terlibatdalam Salem witchcraft trials

Tujuan 5 : Membuat iklan tertulis yang men-dorong orang-orang di Eropa untukpindah ke New England atau keSelatan

Tujuan 6 : Memeriksa bagaimana pemahamantentang kehidupan di zaman kolonialmemengaruhi pemikiran siswasendiri tentang kehidupan saat ini

(Arends, 2008 : 238)Pada bagian atas cetak biru pada tabel

tersebut guru memerinci keenam proses kognitifdalam Taksonomi Bloom yang telah direvisi.Keempat tipe pengetahuan dalam taksonomiditulis dalam baris-baris cetak-biru. Dalam sel-sel yang terkait, guru mengategorisasikankeenam tujuan itu. Tidak ada tujuan di setiapsel yang tipikal untuk sebagian besar unit.

Page 53: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

46 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Perspektif tentang Mengevaluasi Siswa

uribkateC.2lebaT tnemssessA nakanuggnemgnay,akiremAidlainoloKnamaZnapudiheKtinUisiveridhaletgnaymoolBimonoskaTmaladirogetak

isnemiDnauhategneP

tagnigneM imahameM nakpareneM -silanagneMsi

isaulavegneM nakatpicneM

nauhategnePlautkaF

2naujuTseTlaoS

laostapmEgnay

atnimemawsis

-akhodojnem-amann

nadamanaynisatserp

nauhategnePlautpesnoK

1naujuTseTlaoS

salebauD-raneblaos

halas-atokgnatnet

nadatoknanubekrep

1naujuTseTlaoS

hulupauDlaos

nahilipadnag

gnatnetatok-atok

nad-nubekrep

na

3naujuTseTlaoSlaosutaSgnayiasE

nakparenem-auhategnep

gnatnetnnapudihek

namazlainolok

adapnapudihek

inikasam

4naujuTseTlaoSlaosutaSgnayiaseatnimem

nasalapadahret

nasutupekgnatnet

naaskiremepnalidagnep

padahretrihisumlitfarchctiw(

)lairt

nauhategnePlarudesorP

5naujuTseTlaoS

narukUgnayajrenik

-khutubmemna

nataubmepnalkihaubes

nauhategnePfitingokateM

6naujuTseTlaoSiaselaoS

gnay-hutubmemiskelfernak

padahretsesorp

rikiprebawsis

iridnes

Page 54: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

47Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Perspektif tentang Mengevaluasi Siswa

Terakhir, dalam tabel itu guru juga menyebutkanjumlah tes yang dibutuhkan untuk mengaseshasil belajar siswa untuk setiap tipepengetahuan proses kognitif.

Tingkat Prestasi PsikomotorPermasalahan yang sering muncul dalammendesain dan menggunakan evaluasi adalahpermasalahan tentang kemampuan yang akandiukur. Komponen-komponen kemampuanyang akan diukur pada kasus di bawah inisangat tidak relevan.

Suatu Aktivitas Fisik untukMengukur Kemampuan Kognitif

Seorang guru sastra Inggris bermaksudmengevaluasi kemampaun siswanyamembaca dan memahami satu ceritadeskriptif yang diambil dari teksInggris Kuno, The Canterbury Taleskarya Chaucer. Guru tersebut mintapara siswanya membaca salah satukisah kemudian membuat lukisanakurat dari salah seorang karaktercerita itu dari tulisan deskriptifChaucer. Seorang siswa, meskipundapat membaca dan memahami tulisanChaucer dengan baik, tidak dapatmenggambarkan dengan baik. Dengansendirinya pekerjaannya mendapatnilai rendah. Guru tersebut, ketikadidatangi oleh siswa itu, menyatakanbahwa metode evaluasinya adil danakurat (Shirran, 2008 : 11).

Menyimak yang terjadi pada kasus di atas,ruang lingkup materi penilaian tidakmerefleksikan kemampuan yang ditargetkanuntuk dikuasai oleh siswa selama prosespembelajaran. Mestinya penilaian perlu disusundan dirancang untuk mengukur sejauh manasiswa telah menguasai apa yang telahditetapkan sebelumnya atau dalam indikator-indikator pecapaian kemampuan pembelajarantersebut. Masalahnya di sini adalah bahwa guruitu berusaha mengukur pemahaman kognitif,akademik siswa dengan menggunakan suatuaktivitas fisik. Pada dasarnya ini sama denganseseorang yang berusaha menggunakankilogram untuk mengukur jarak antara duabenda.

Guru dari mata pelajaran akademikseharusnya mengevaluasi siswanya denganmenggunakan kegiatan yang dapat masuk ke

dalam lingkup kognitif. Untuk mata pelajaranitu, seperti pendidikan fisik dan seni, yangmemang menghendaki evaluasi kecakapan ototdan fisik, guru seharusnya bergantung padatugas yang masuk ke dalam lingkup psikomotor.

Psikomotor berhubungan erat dengan kerjaotot sehingga menyebabkan geraknya tubuh ataubagian-bagiannya. Yang termasuk dalamklasifikasi gerak di sini mulai dari gerak yangpaling sederhana sampai yang kompleks(Arikunto, 2008, 122). Lingkup ini punya limatingkat prestasi : (1) tingkat imitasi, (2) tingkatmanipulasi, (3) tingkat ketepatan, (4) tingkatartikulasi, dan (5) tingkat naturalisasi

Untuk Setiap kategori tingkatan di atas guruberharap siswa melakukan kegiatan fisik dengantingkatan yang berbeda-beda. Pada tingkatmanipulasi misalnya, siswa melakukan kegiatanfisik dari pelajaran lisan atau tertulis tanpamemperhatikan model yang ditiru. Peragaansiswa mungkin kurang anggun dan kurangterkoordinasi. Tugas pada tingkat ini seperti ini:

Perhatikan gambar pada bukumu,tirukan posisi jari dan pergelangantangan ketika menembak sebuahbola basket dari garis lemparbebas.

Berbeda dengan tingkatan ketepatan yangmengharapkan siswa mereproduksi aksi itudengan sedikit kesalahan.

Pegang bola basket itu secara tepatdengan tangan yang dominandengan jari serta pergelangan tangandalam posisi yang betul, tembakkanbola ke dalam keranjang dari garislempar bebas. (Shirran, 2008 : 19)

3. Suatu Pernyataan tentang KondisiKomponen ketiga dari proses penilaianmenghendaki guru menyatakan dengan jelaskondisi yang di dalamnya pengetahuan dapatdiharapkan masuk. Dengan kata lain guru harusmenyatakan gunanya peralatan, sumber,material, atau lokasi khusus yang dibutuhkanuntuk menyelesaikan tugas itu. In an authenticassessment, the student not only completes ordemonstrates desired behavior, but also does it in real-life context. “Real life” may be in terms of student(for example, the classroom) or an adult expectation.The significant criterion fo the authenticity of writingassignment might be that the locus of control restswith the student ; that is, the student determines thetopic, the time allocated, the pacing, and the conditions

Page 55: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

48 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Perspektif tentang Mengevaluasi Siswa

under which the writing sample is generated (Hill,1999 : 8).

Yang terpenting dari setiap evaluasi adalahmengukur pengetahuan siswa sehubungandengan isi kurikulernya. Dengan sendirinyaguru harus sering mempersempit fokus siswauntuk mengarahkan siswa kepada hasil yangdiinginkan guru.

Suatu pernyataan tentang kondisi pentingkarena membantu memfokuskan topik yangharus dipelajari dan mencegah siswamempelajari bahan-bahan yang tidak relevan.Contoh tugas di bawah ini merangsang suatupernyataan tentang kondisi yang dikehendaki :

Kenalilah kondisi-kondisi di Selatanyang mengikuti Perang Saudara diAmerika Serikat

Tidak ada fokus atau konteks untuk parasiswa sementara siswa mungkin mengenalifaktor geografis, ada yang mungkin mencarimasalah sosial dan rasial, dan yang lainnya bisajadi lebih suka mengenali masalah ekonomi.Bagaimanapun juga, ketika guru menambahkansuatu pernyataan tentang kondisi, fokus dantitik pandang siswa kiranya akan cocok denganharapan guru.

Dengan menggunakan peta sumber-sumber strategis yang dibagikan dikelas, kenalilah kondisi-kondisi diSelatan yang mengikuti PerangSaudara di Amerika Serikat.

Frasa “Dengan menggunakan peta sumber-sumber strategis yang dibagikan di kelas”,adalah kondisi perlu yang diharapkan oleh guruagar siswa mendapat nilai A untuk tugas itu(Shirran, 2008 : 22)

Penutup

Proses evaluasi merupakan proses yang takterpisahkan dari proses pembelajaran, bukanbagian yang terpisah dari proses pembelajaran(a part of, not apart from, instruction) (Hayat, 2006:3). Evaluasi yang dilakukan menggunakanberbagai ukuran, metode dan kriteria yangsesuai dengan karakteristik dan esensipengalaman belajar. Melalui evaluasi, gurumemperoleh informasi tentang perkembangandan pencapaian pembelajaran secara tepatbahwa tujuan pembelajaran dan kompetensi

telah benar-benar dikuasai dan dicapai olehsiswa.

Guru dalam melakukan evaluasi berupayamemilih metode yang terbaik untuk mengukurapa yang diharapkan untuk dikuasai oleh siswa.Mayoritas besar guru adalah profesionalberdedikasi yang sungguh-sungguh memperha-tikan kesejahteraan siswa mereka. Mereka inginmelihat semua siswa mereka berhasil di sekolahdan di jalan karier mereka di masa depan. Akantetapi bila evaluasi siswa diikuti dengan konflikantarpribadi seperti kadang-kadang terjadi,guru justru mendapat keuntungan kalau berdiridi tempat tinggi dan mengungkapkan perilakuyang profesional.

Memang, setiap kali guru memberi nilai,mereka mengingatkan bahwa mereka bolehdiminta menjelaskan, membenarkan, memper-tahankan keputusan penilaian profesionalmereka. Cara terbaik bagi guru untukmempertahankan keputusan evaluatif merekaadalah bergantung pada suatu proses penilaiandan didorong riset, transparan, dan ditetapkansecara universal.

Saran untuk Guru

Shirran menyampaikan beberapa saran yangperlu diperhatikan oleh guru, antara lain :1. Sampaikan kriteria penilaian itu kepada

siswa ketika memberikan tugas. Guruharus memberitahu siswa cara tugas ituakan dinilai. Ini menghendaki guru mem-beri tahu siswaa. informasi atau muatan apa yang

diminta, danb. bagaimana guru akan memberikan

angka kepada muatan iniDengan kata lain, siswa dan orang tuasiswa harus diberi informasi jika adamuatan yang akan mendapat angka lebihdibandingkan muatan lainnya.

2. Dokumentasikan kriteria tersebut. Sepertihalnya kontrak tertulis, kriteria ini dapatdipakai untuk menyelesaikan pertikaianyang mungkin timbul kelak. Juga, siswaseharusnya menerima kriteria itu sebagaiacuan untuk menyelesaikan pekerjaanmereka.

3. Biarkan siswa ikut ambil bagian dalampengembangan kriteria penilaian ini. Adaguru yang mengizinkan siswanya

Page 56: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

49Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Perspektif tentang Mengevaluasi Siswa

mengambil bagian dalam prosespenilaian itu dan menyumbang kepadaperkembangan kriteria tersebut. Pende-katan ini memungkinkan siswa melihatrelevansi dan arti penting kriteria itu, danmemberi mereka rasa memiliki, sehinggaada kemungkinan meningkatkan moti-vasi. Juga, beberapa orang tua siswa danpengurus sekolah merasa lebih sulitmempertanyakan angka yang diberikanjika mereka tahu bahwa siswa punyaperan aktif dalam mengembangkankriteria tersebut.

4. Kalau sudah disusun, jangan mengubahkriteria penilaian itu.

5. Beri siswa contoh-contoh yang bisa masukke dalam berbagai kategori pencapaian itu.

Daftar Pustaka

Arends, Richard I. (2008). Learning to teach : Belajaruntuk mengajar. Buku Satu. TerjemahanHelly Prajitno Soetjipto dan SriMulyantini Soetjipto. Yogyakarta:Pustaka Pelajar

Arikunto, Suharsimi. (2008). Dasar-dasar evaluasipendidikan. Edisi Revisi. Jakarta: BumiAksara

Arikunto,Suharsimi dan Cepi Safruddin AbdulJabar.(2008). Evaluasi Programpendidikan. Jakarta : Bumi Aksara

Hayat, Bahrul. (2006). Prinsip-prinsip dan strategipenilaian di kelas. Jakarta : PusatPenilaian Pendidikan Badan Penelitiandan Pengembangan DepartemenPendidikan Nasional.

Hill, Bonnie Campbell and Cynthia Ruptic. 1999.Practical aspects of authentic assessment :Putting the pieces together. Norwood,MA: Christopher-Gordon Publishers, Inc.

Popham, W. James. (1995). Classroom assessment:What teachers need to know. Boston : Allynand Bacon

Purwanto. (2009). Evaluasi hasil belajar.Yogyakarta : Pustaka Pelajar

Setiadi, Hari. (2006). Penilaian kinerja. Jakarta :Pusat Penilaian Pendidikan BadanPenelitian dan PengembanganDepartemen Pendidikan Nasional

Shirran, Alex. (2008). Evaluating students :Mengevaluasi siswa. Terjemahan NienBakti Soemanto. Jakarta : PT Gramedia

Page 57: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

50 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Penelitian Tindakan Kelas

Penelitian Tindakan Kelas

Kasina Ahmad*)

*) Dosen PGSD Universitas Negeri Jakarta

Opini

ntuk mengatasi berbagai masalah dalam proses pembelajaran, berbagai upaya dilakukanoleh sekolah, guru, dan peserta didik yang salah satu di antaranya ialah denganmenerapkan penelitian tindakan kelas. Oleh karena upaya ini dianggap cukup ampuh,tulisan ini menguraikan bagaimana cara melakukan tindakan kelas. Di samping prosedur

dan langkah-langkah dikemukakan, juga berbagai contoh diberikan untuk lebih mudah dipahamioleh guru.

Kata-kata kunci: Penelitian tindakan kelas, fokus, siklus.

A lot of efforts have been given by teacher and students to solve the instructional problems as well as toimprove the quality of education. One of them is conducting clasroom action research. This article discussesin the details the procedures of classroom action research. Beside describing the procedures, it gives somepractical examples to clarify in the details teacher’s understanding.

Abstrak

U

Pendahuluan

Sejak dikumandangkannya UU RI Nomor 14tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, danPeraturan Pemerintah RI Nomor 19 tahun 2005tentang Standar Nasional Pendidikan yangmenyatakan bahwa guru adalah pendidikprofesional, maka para guru dipersyaratkanuntuk memiliki kualifikasi akademik yangrelevan dengan mata pelajaran yang diampunyadan menguasai kompetensi sebagaimanadituntut oleh UU Guru dan Dosen. Salah satukompetensi profesional yang dituntut adalahmelakukan Penelitian Tindakan Kelas (PTK)untuk perbaikan pembelajaran berdasarkanhasil refleksi pembelajaran di kelas.

Dalam kenyataannya berbagai masalahmasih dihadapi pendidik, tenaga kependidikan,dan peserta didik dalam meningkatkan mutu

proses dan hasil pembelajaran. Masalah-masalah ini pada hakekatnya sangat kompleksdan saling terkait. Sungguhpun demikian,diyakini bahwa pembelajaran di kelasmerupakan proses yang sangat berpengaruhdalam menentukan keberhasilan peningkatanmutu pembelajaran. Salah satu upaya untukmeningkatkan mutu proses dan hasilpembelajaran ialah melalui PTK. Uraian berikutbermaksud membantu para guru Sekolah Dasardan calon guru Sekolah Dasar untuk memahamilebih mendalam apa yang dimaksudkan denganPTK.

Pembahasan

Pengertian Penelitian Tindakan KelasSecara singkat PTK dapat didefinisikan sebagaisuatu bentuk penelitian yang bersifat reflektif

Page 58: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

51Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Penelitian Tindakan Kelas

dengan melakukan tindakan-tindakan tertentuagar dapat memperbaiki atau meningkatkanpraktik-praktik pembelajaran di kelas secaraprofesional. Oleh karena itu, PTK terkait denganpersoalan praktik pembelajaran sehari-hari yangdihadapi oleh guru. Sebagai contoh, gurumenghadapi persoalan rendahnya hasil belajarbaca siswa, sehingga sangat menghambat tujuankurikuler, maka guru dapat melakukan tindakankelas agar hasil belajar baca siswa dapatditingkatkan, misalnya dengan memuatprogram pembelajaran tertentu seperti (a)mencoba menggunakan bahan bacaan yangmemiliki gambar dan cerita yang menarik, (b)menggunakan buku yang memiliki cerita-ceritalokal dan (c) menggunakan buku yang memilikicerita lucu.

Dalam literatur bahasa Inggris, PTK disebutdengan classroom action research. PTK merupakanpenelitian yang mampu menawarkan cara danprosedur baru untuk memperbaiki danmeningkatkan profesionalisme guru dalamproses dan produk pembelajaran di kelas denganmelihat berbagai indikator keberhasilan prosesdan hasil pembelajaran yang terjadi pada siswa.

MC Niff (1992) yang dikutip (Siswoyo, 1998),memandang PTK sebagai bentuk penelitianreflektif yang dilakukan oleh guru sendiri,hasilnya dapat dimanfaatkan sebagai alat untuk(a) pengembangan keahlian pembelajarannyasendiri dan hasilnya bermanfaat bagi muridnya,(b) memperbaiki pemahamannya sendiri tentangpraktik atau proses pembelajaran yangdilakukannya, dan (c) memahami situasi danlingkungan belajar ditempat praktikpembelajaran dilakukan. Selain itu ditambahkanoleh Mc. Niff bahwa PTK juga memandang gurusebagai satu-satunya orang yang palingmengenal situasi dan masalah yang ada dikelasnya, sehingga dapat memutuskan teori danparaktik mana yang paling cocok diterapkanuntuk kelasnya.

Selanjutnya, Mc.Niff mengatakan bahwaPTK bukan pula penelitian eksperimen, karenadalam penelitian tindakan tidak ada kelompokkontrol dan kelompok eksperimen yangdimanipulasi, yang memungkinkan faktor-faktordi luar kelompok, diawasi secara ketat dansistematis ikut terlibat. Dalam hal ini, PTK hanyamenerapkan langkah-langkah yang ada padateori yang dipraktekkan di kelas melaluitechnical-rational dari pendekatan, model, strategi,metode, teknik dan taktik.

Reigeluth dan Stein, (1983) dalam Siswoyomenyatakan bahwa:The result of instructional design as aprofessionalactivity is an “ architect’s blueprint” for what theinstruction should be like. This blueprint is aprescription as to what methods of instruction shouldbe used for that course content and those students.

Jadi bila seorang guru melaksanakan PTKdi kelasnya, ada dua hal yang dilakukannyayaitu keterlibatan dirinya sendiri secara aktif(involvement) dan melakukan perubahan(improvement) melalui intruksional proses yangdipergunakannya untuk meningkatkan kualitashasil akhir pembelajaran. Selanjutnya, selainPTK memperbolehkan guru meneliti sendiripraktek pembelajaran yang dilakukan di kelas,PTK juga memperbolehkan guru kelas dan dosenpembimbing secara kolaboratif dapat melakukanpenelitian terhadap proses dan produkpembelajaran secara reflektif di kelas. Pendekkata, dengan melakukan PTK, guru dapatmemperbaiki praktik-praktik pembelajaran dikelas menjadi lebih efektif.

KarakteristikMasalah yang diangkat untuk dipecahkanmelalui PTK harus selalu berangkat daripersoalan praktik pembelajaran sehari-hari yangdihadapi oleh guru. Di kelas, PTK akan dapatdilaksanakan jika guru sejak awal memangmenyadari adanya persoalan yang terkaitdengan proses dan produk pembelajaran yangdihadapinya di kelas.

PTK tidak diperlukan jika seorang gurumerasa bahwa apa yang dipraktikkannya sehari-hari di kelas tidak bermasalah. Yang menjadisoal adalah tidak semua guru mampu melihatsendiri apa yang telah dilakukannya selama dikelas, maka perlu bantuan orang lain untukmelihat apa yang selama ini dilakukan dalamproses pembelajaran di kelasnya. Guru dandosen pembimbing dapat duduk bersamaberdiskusi untuk mencari dan merumuskanpersoalan pembelajaran di kelas. Guru dandosen pembimbing dapat melakukan PTKsecara kolaboratif-partisipatif.

Karakteristik khas : tindakan-tindakan(aksi) tertentu untuk memperbaiki prosespembelajaran di kelas. Secara spesifik Isaac danMichael (1980) mengemukan ciri-ciri penelitiantindakan adalah:1. Bersifat praktis dan relevan dengan situasi

aktual dalam dunia kerja.

Page 59: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

52 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Penelitian Tindakan Kelas

2. Menyediakan kerangka kerja yang teraturuntuk memecahkan masalah ataupengembangan.

3. Bersifat empiris, fleksible dan adaptif, yaitumudah diubah dan dapat disesuaikandengan tuntutan tindakan selama masapenelitian.

Tujuan dan Manfaat Melakukan PTKPenelitian tindakan kelas, bertujuan untukmeningkatkan atau memperbaiki praktikpembelajaran yang seharusnya dilakukan olehguru secara profesional. Saat ini masyarakat kitaberkembang begitu cepat. Akibatnya tuntutanterhadap layanan pendidikan yang harusdilakukan guru juga meningkat. Untukmeningkatkan atau memperbaiki layananpendidikan bagi guru dalam kontekspembelajaran di kelas, bahkan Mc Niff (1992)menegaskan bahwa dasar utama dilaksana-kannya PTK guru dapat melakukan berbagaitindakan alternatif dalam memecahkan berbagaipersoalan pembelajaran di kelas.

Penelitian Tindakan Kelas dapatmenjembatani kesenjangan antara teori danpraktik pendidikan. Hal ini terjadi karena setelahmeneliti kegiatannya sendiri, di kelas sendiri,dengan melibatkan siswanya sendiri, melaluisebuah tindakan-tindakan yang direncanakan,dilaksanakan dan dievaluasi, guru akanmemperoleh umpan balik yang sistematikmengenai apa yang selama ini selalu dilakukandalam kegiatan belajar pembelajaran. Disamping itu seorang/peneliti/praktisi akandapat merasakan, menghayati dan menentukanapakah praktek pendidikan selama ini telahsesuai, dan berlangsung dengan baik sehinggamencapai kadar kualitas yang seharusnya,efektif dan efisien.

Lebih lanjut PTK dapat meningkatkankualitas proses dan produk pembelajarannyatanpa mengorbankan proses pembelajaran,tidak membebani pekerjaan guru dalamkesehariannya, tidak mengganggu pencapaiantarget kurikulernya serta dapat mengadaptasiteori yang ada untuk kepentingan proses danproduk. Akhirnya melalui PTK berbagai inovasidalam bidang pendidikan dapat dilakukansesuai dengan kemampuan guru dan keadaanlingkungan.

Dilihat dari manfaatnya, PTK bermanfaatdalam inovasi pembelajaran, pengembangankurikulum di tingkat sekolah dan tingkat kelasserta peningkatan profesionalisme guru. Dalam

inovasi pembelajaran, guru perlu selalu mencobamengubah, mengembangkan dan meningkatkangaya pembelajarannya dan melakukan modelpembelajaran yang sesuai dengan tuntutanmasyarakat. Di samping penelitian itu berangkatdari realitas kegiatan guru, dalam prosespenelitian tindakan sangat terbuka bagi guruuntuk merumuskan masalahnya sendiri,meneliti sendiri dan kemudian mengevaluasisendiri efektivitas model-model pembelajaran dikelasnya. Hal ini sesuai dengan pendapatRapoport (1970) antara lain menyatakan bahwapenelitian tindakan memiliki kepedulianterhadap pemecahan persoalan-persoalanpraktik yang dihadapi oleh manusia dalampekerjaannya sehari-hari. Dalam aspekpengembangan kurikulum, PTK dimanfaatkansecara efektif oleh guru. Guru kelas jugabertanggung jawab terhadap pengembangankurikulum dalam level sekolah dan atau kelas(sebagai salah satu masukan). Apalagi dalamKTSP guru dan sekolah diharapkan aktifmengembangkan kurikulum tingkat sekolah.PTK dapat membantu guru untuk lebih dapatmemahami hakikat pengembangan kurikulumsecara empirik dan bukan hanya sekedarpemahaman yang bersifat teroritis.

Selanjutnya PTK dilihat dari aspekprofesionalisme guru dalam proses pembelaja-ran, memiliki manfaat yang sangat penting.Untuk memahami apa yang terjadi di kelas dankemudian meningkatkannya menuju arahperbaikan-perbaikan secara profesional. Bahkandalam konteks profesionalisme guru, guruditantang untuk memiliki keterbukaan terhadappengalaman dan proses-proses pembelajaranyang baru. Keterlibatan guru dalam PTK dapatmeningkatkan profesionalisme guru dalamproses pembelajaran.

Penerapan Penelitian Tindakan Kelas

Agar dapat menerapkan PTK dalam upayanyamemperbaiki atau meningkatkan layananpembelajaran secara lebih profesional, gurudituntut berani mengatakan secara jujur kepadadirinya sendiri mengenai sisi-sisi lemah yangdimiliki dalam proses pembelajaran di kelas.Untuk dapat segera memulai dan menerapkanPTK, guru hendaknya berangkat dari persoalanyang kecil dahulu, merencanakan PTK secaracermat, melibatkan pihak lain yang terkait

Page 60: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

53Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Penelitian Tindakan Kelas

terinformasi, menciptakan sistem umpan balik,dan membuat jadwal penulisan.

Jenis-jenis Penelitian Tindakan Kelas

Materi PLPG, bahan diklat PTK (2007)mengkategorikan PTK menjadi partisipatoryaction research, critical action research, institutionalaction research, dan classroom action research.Partisipatory Action Research biasanya dilakukansebagai strategi transformasi sosial yangmenekankan pada keterlibatan masyarakat, rasaikut memiliki program, dan analisis problemsosial berbasis masyarakat. Di sini suaturekayasa untuk perubahan sosial direncanakan,kemudian dilakukan, diamati dan dievaluasi/dilakukan refleksi setelah berjalan selama jangkawaktu tertentu.

Critical Action Research biasanya dilakukanoleh kelompok yang secara kolektif mengkritisimasalah praktis, dengan penekanan padakomitmen untukb e r t i n d a kmenyempurnakansituasi, misal hal-hal yang terkaitdengan ketim-pangan jenderatau ras. Kelom-pok peneliti ma-suk dan berga-bung dengan ke-lompok sasaran,untuk mengetahuilebih dalam berba-gai hal yang menjadi fokus riset aksi, sambilmelakukan tindakan yang telah direncanakanbersama kelompok sasaran.

Institutional Action Research, biasanyadilaksanakan oleh pihak manajemen atauorganisasi untuk meningkatkan kinerja, prosesdan produktivitas dalam suatu lembaga. Intinyajuga tindakan yang berupaya memecahkanmasalah-masalah organisasi atau manajemenmelalui pertukaran pengalaman secara kritis.Riset aksi dilakukan bersama konsultan yangmemiliki keahlian di dalam melakukan tindakanperubahan dalam rangka meningkatkan kinerjaorganisasi atau manajemen.

Classroom Action Research, biasanyadilakukan oleh guru di kelas atau sekolah tempatia mengajar, dengan penekanan padapenyempurnaan atau peningkatan proses dan

praktik pembelajaran. Guru merencanakanperubahan yang akan dilakukan bersamadengan para siswa, bersama observer lainnya(jika ada) sambil melakukan observasi, danproses belajar berlangsung sesuai dengan jadwalbelajar seperti biasanya.

Pada kenyataannya, masalah-masalahpendidikan saling berkaitan satu sama lain,misalnya: masalah kualitas pendidikan,kurangnya sarana/prasarana, kedisiplinan dansebagainya. Kenyataannya kegiatan yangdilakukan oleh para guru/dosen dalam prosesbelajar mengajar sering kali mendapatkanbanyak kendala yang ditimbulkan dari parapeserta didik, misalnya kurangnya kemampuandalam hal bertanya, menggunakan mediaelektronik sederhana, kelas yang pasif,penyelesaian tugas tidak tepat waktu dan lain-lain. Kendala tersebut seharusnya dipandangsebagai hasil interaksi antara guru dan siswa.Dari kondisi ini para guru seharusnya perlumelakukan suatu refleksi terhadap semua

tindakan dalamrangka prosespembela ja ranyang telah dila-kukan. Untukselanjutnya gurudapat mengi-d e n t i f i k a s iberbagai masa-lah yang berkai-tan dengan diri-nya sendiri dikelas, sehinggaakhirnya dari

berbagai identifikasi masalah tersebut gurudapat memfokuskan pada masalah-masalahaktual yang perlu dicari pemecahannya dan yangmampu dalam jangkauan guru itu sendiri.

Selanjutnya dalam menangani persoalan-persoalan di kelas guru dapat bekerjasamadengan teman sejawat/sesama guru untukberkolaborasi sehingga kegiatan yang dilakukandalam menangani masalah di kelas akan lebihbaik dan terjadi penularan ( transfer of learning)pengetahuan. Pemecahan persoalan-persoalanitu antara lain melalui penelitian tindakan kelasataupun tindakan kelas kolaborasi. Hal ini jugasejalan dengan masa era globalisasi di manapara guru tidak lagi hanya dianggap sebagaipenerima pembaharuan, akan tetapi mereka ikutbertanggung jawab dalam pengembanganpengetahuan dan keterampilan pembelajaran

... guru tidak lagi hanyadianggap sebagai penerimapembaharuan, akan tetapi

mereka ikut bertanggung jawabdalam pengembangan

pengetahuan dan keterampilanpembelajaran.

Page 61: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

54 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Penelitian Tindakan Kelas

yang telah dilakukan terhadap prosespembelajarannya sendiri dengan beberapa caraantara lain: mengadakan penelitian tindakankelas (classroom action research).

PTK, saat ini berkembang dengan pesat dinegara-negara maju seperti Inggris, Amerika,Australia, dan Kanada. Apabila dicermatikecenderungan baru ini mengemuka karena jenispenelitian ini mampu menawarkan pendekatandan prosedur baru yang lebih menjanjikandampak langsung dalam bentuk perbaikan danpeningkatan profesionalisme guru dalammengelola proses belajar mengajar di kelas ataumengimplementasikan berbagai program disekolahnya dengan mengkaji berbagai indikatorkeberhasilan proses dan hasil pembelajaranyang terjadi pada siswa. Dengan kata lainmelalui penelitian tindakan kelas, guru/pendidik langsung memperoleh “teori” yangdibangunnya sendiri, bukan diberikan olehpihak lain.

Menyusun Rencana PenelitianTindakan Kelas

Langkah-langkah operasional yang dapatdilakukan PTK ialah mengidentifikasi fokuspenelitian, menganalisis fokus penelitian danmenentukan faktor-faktor yang diduga sebagaipenyebab utama, merumuskan gagasan-gagasan pemecahan fokus penelitian bagi faktorpenyebab utama yang gawat dengan mengum-pulkan data dan menafsirkannya untukmempertajam gagasan tersebut serta mengkajikelaikan solusi atau pilihan tindakan pemeca-han masalah.

Masalah dalam penelitian kualitatif disebutdengan fokus. Fokus penelitian kualitatifdisusun secara naratif dengan merincipertanyaan-pertanyaan fokus menjadi beberapakalimat lengkap yang bercerita tentangbagaimana proses, situasi dan hasil penelitianyang diinginkan. Hal-hal yang perludiperhatikan dalam rumusan fokus PTK adalahseperti berikut.a. Rumusan masalah merupakan beberapa

pertanyaan yang akan terjawab setelahtindakan selesai dilakukan.

b. Rumusan masalah harus dirinci sehinggatidak terlalu umum.Misalnya:Tidak hanya menanyakan apakah denganmetode partisipatif siswa terhadap

pembelajaran menjadi tinggi?, tetapi harusdipisah-pisah, yaitu: Bagaimana proses,bagaimana situasi, dan bagaimanahasilnya?

Contoh Fokus PenelitianDalam mata kuliah Dasar-dasar Fotografi salahsatu teknik dalam memotret adalah teknik ruangtajam atau Dept of Field. Berbagai unsur yangmempengaruhi teknik Dept of Field terkadangmenjadi kesulitan dalam memahami danmempraktekkannya. Adapun fokus penelitianyang terjadi dalam mempelajari teknik Dept ofField dapat diidentifikasikan seperti berikut.1. Bagaimana menjelaskan pengaruh

diafragma dalam teknik Dept of Field?2. Bagaimana menjelaskan pengaruh jarak

pemotretan dalam teknik Dept Of Field?3. Apakah yang dapat digunakan sebagai

sumber belajar dalam membedakan gambar-gambar dari hasil pemotretan dengan ruangtajam yang sempit dan lebar?

4. Metode atau treatment apa yang sesuai untukdigunakan sehingga mahasiswa dapatmemotret dengan teknik Dept of Field secaratepat?Dari latar belakang di atas, peneliti

memfokuskan PTK pada metode atau treatmentyang digunakan dalam menyampaikan materiteknik Dept of Field kepada mahasiswa yangsedang mengikuti mata kuliah Dasar-dasarFotografi sehingga mahasiswa dapat memotretdengan teknik Dept of Field secara tepat.

Dengan demikian fokus penelitiandirumuskan sebagai berikut.Bagaimana menerapkan metode atau treatmentyang sesuai dalam menyampaikan materi Deptof Field?

Desain dan Prosedur Implementasi

Desain dan prosedur implementasinya disusunsebagai berikut. Pertama, merancang model PTKsesuai dengan permasalahan rencana kegiatantindakan dan keadaan atau situasi kelas,kemudian mengatur langkah-langkah tindakanyang akan dilakukan. Selanjutnya melakukanidentifikasi komponen pendukung yangdiperlukan. Berikutnya melakukan pengaturandan penyusunan jadwal kegiatan yang akandilakukan. Terakhir menyusun desain tindakansesuai dengan model PTK dan jadwal.

Page 62: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

55Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Penelitian Tindakan Kelas

Implementasi

Jika peneliti melakukan PTK langkah-langkahperlu diperhatikan ialah sebagai berikut.1. Kegiatan awal persiapan implementasinya.

a. Pembicaraan dialog dengan KepalaSekolah dan guru-guru mengenai PTKuntuk mematangkan rencana.

b. Pelatihan bagi guru.c. Penciptaan situasi kelas dan sekolah.d. Pelatihan dengan simulasi dan

pemberian contoh bagaimana mela-kukan tindakan.

e. Persiapan alat dan pemantauan danperekaman data.

f. Persiapan perangkat dan bahan yangdiperlukan untuk melaksanakantindakan.

g. Persiapan untuk mendiskusikan hasilpemantauan dan observasi dengan guru.

2. Implementasi di kelas.Pada waktu mulai dilakukan tindakanjangan membiarkan guru sendirian tanpaada yang mendampingi dan memantau apayang dilakukan atas reaksi atau responsiswa.Pada saat istirahat sebaiknya peneliti dapatmencari informasi apa yang dirasakan olehsiswa dan persepsi mereka, kemudiandilakukan refleksi bersama-sama. Hasilrefleksi dapat digunakan untuk memper-baiki prosedur dan cara bertindak yangdilakukan guru.

3. Pengelolaan dan Pengendalian.Pengelolaan mencakup pengorganisasiankegiatan waktu dan sarana yangdipergunakan.Pengendalian dimaksudkan jika diperlukanperubahan di tengah jalan atau proses,perubahan justru untuk meningkatkanpencapaian hasil dan bukan penyimpanganyang menjauhi sasaran.

4. Modifikasi prosedur dan cara tindakan. Data hasil refleksi merupakan masukandan bahan pertimbangan untuk melakukanmodifikasi. Modifikasi bertujuan untukpercepatan pencapaian tujuan.

Reflecting

Planning

Acting

Observing

Kurt Lewin:

Model Penelitian Tindakan Kelas

Perlu disadari bahwa PTK bersifat siklus(berputar melingkar seperti arah jarum jam danspriral artinya, semakin lama semakinmeningkat perubahan pencapaian hasilnya.Berikut ini digambarkan model PTK menurutKurt Lewin.

Merumuskan Judul PTK1. Judul berbentuk pernyataan2. Memperlihatkan adanya dua variabel:

a. Variabel Criteria (the desired instructionaloutcome/objective/product/the end results,the ultimate outcome).

b. Variabel Instructional/ Proses (theinstructional treatment: teori, model,pendekatan, strategi, metode, teknik,dan taktik).

3. Adanya Satuan Analisis (populasi)4. Adanya Satuan Pengamatan (sampel) yaitu

kelompok dari mana diperoleh informasi.

Contoh Judul:Upaya Meningkatkan Hasil Pembelajaran IPSTentang Konsep Dokumen di Kelas Tiga SDN90 Cengkareng Jakarta Barat melalui MetodePartisipatif.

Hasil Pembelajaran IPS Tentang KonsepDokumen adalah: Variabel Kriteria/Produk/theultimate Outcome. Melalui Metode Partisipatifadalah Variabel instructional proces.

Page 63: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

56 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Penelitian Tindakan Kelas

Penutup

PTK dapat dilakukan oleh guru untuk mengatasiberbagai masalah di kelas sehingga mutu prosesdan hasil belajar dapat ditingkatkan. PTKmelibatkan guru dan peserta didik secara aktifsehingga menghasilkan makna ganda. Akantetapi keberhasilan PTK tergantung padakemauan dan penguasaan kemampuan gurumenerapkan PTK. Uraian PTK yangdikemukakan dalam tulisan ini kiranya dapatmembantu guru mengenal PTK secara lebih jelassehingga memotivasi mereka melaksanakannya.

Daftar Pustaka

Hannaway, D. dan Reynold (ed), 1994, Schooldevelopment series: improving education,London: Cassel

Harjodipuro, Siswoyo. Penerapan pedagogismetode naturalistik, Makalah Seminar

Harjodipuro, Siswoyo. (1998). Penelitian tindakankelas. Diktat kuliah

Kristianty, Theresia. (2007). Menyusun instrumenpenelitian kuantitatif. 2007. Jakarta: SuaraGKYE Peduli Bangsa

Lincoln, Ivonna S. dan Egon G. Guba. (1981).Naturalistic Inquiry

Moleong, Lexy. (1998). Metodologi penelitiankualitatif. Bandung: PT. RemajaRosdakarya

Penelitian Tindakan Kelas, Materi PLPG 2009______Panduan Penyusunan Proposal

Penelitian Kualitatif Program PascaSarjana Universitas Negeri Jakarta

_______, Decentralization and school improvement:Can we fulfil the promise?. San Fransisco:Jossey. Bass Publishers

_______ Materi PLPG Bahan Diklat PTK (2007)______ (1996) Introduction to design in the

classroom. design: Constructive thought andaction problems are everywhere designingsolutions - from kindergarten to high school(volume 2 Number 3). Tersedia pada http://www.sedl.org/scimath/compass/v02n03/pigs.html (05 Mei 2004)

Page 64: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

57Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Conflict Avoidance Among Females in Collectivist Cultures

Conflict Avoidance Among Females in CollectivistCultures: Implications for Educational Administrators

Agustian Nugroho Sutrisno*)

*) Alumni SMAK 3 BPK PENABUR Jakarta

Opini

tudi ini menyelidiki cara-cara mengatasi konflik yang dikaitkan dengan masalah perbedaan jenderdan budaya. Berbagai penelitian telah menemukan bahwa budaya kolektif cenderung menghindarikonflik dan juga cara bekerja sama ketika menghadapi konflik. Orang-orang dengan peran jenderfeminin cenderung menghindari konflik. Demikian juga, dalam masyarakat kolektif, menghindari

konflik mendatangkan manfaat dan juga dianggap sebagai norma yang umum. Hubungan baik yang sudahada sebelumnya merupakan faktor penting dalam menentukan hasil dari menghindari konflik di Cina karenahubungan baik sebelumnya dapat membawa dampak yang baik dalam penyelesaian konflik, sedangkanhubungan sebelumnya yang buruk akan membawa malapetaka bagi suatu konflik dan hubungan antar individutersebut. Tulisan ini mengembangkan suatu model manajemen konflik bagi para administrator pendidikan disamping memberikan penjelasan tentang berbagai situasi yang memungkinkan penggunaan penghindarankonflik dalam masyarakat kolektif.

Kata kunci: Manajemen konflik, peran jender, budaya kolektif, administrasi pendidikan

This study investigates conflict handling styles as seen from the perspectives of gender and culturaldifferences. Various studies have found that collectivist cultures tend to avoid conflicts. Similarly,people with feminine gender roles tend to avoid conflicts. In collectivist cultures, avoiding conflictcan be beneficial and can also be considered as the norm. Good prior relationship is an importantfactor in determining the outcome of conflict avoidance in China, because good prior relationshipcan bring good effects in conflict resolution, while poor prior relationship will bring negative impactsto the conflict and the personal relationship between the individuals involved. This article developsa conflict management model for educational administrators and also provides explanation aboutvarious situations that may require the use of conflict avoidance in collectivist cultures.

Abstrak

S

Introduction

Female teachers dominate the teaching professionthroughout the world (Cubillo & Brown, 2003).However, they are underrepresented inadministrative and managerial roles (Gold,1996). There are some differences between femaleand male school administrators’ leadershipqualities, including the preference to avoidconflicts among female administrators (Krüger,

1996). Derr (1972) noted that in many educationalinstitutions, it is prohibited to disagree openly.This attitude can be seen as a preference to avoidconflict in a predominantly female workplace.On the other hand, males are often associatedwith more confrontational ways of handlingconflicts (Holt & DeVore, 2005). Schooladministrators, who are still predominantlymales in some countries, might not be ‘armed’with enough understanding of how to manageconflict among female teachers (Cubillo & Brown,

Page 65: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

58 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Conflict Avoidance Among Females in Collectivist Cultures

2003).Recently, research has discovereddifferences in conflict handling styles betweencultures (Brew & Cairns, 2004; Tinsley & Weldon,2003). Based on Hofstede’s (1980) seminal studyon the impact of cultural differences onmanagement, researchers’ attention is mainlyfocussed on the differences of conflict handlingstyles between collectivist and individualistcultures (Morris et al, 1998). The majority of theworld population lives in collectivist countries,such as China with more than 1 billioninhabitants and Pakistan and Indonesia, eachwith populations of more than 100 million(Hofstede, 2001, 2003; Encyclopaedia Britannica,2004). Considering these facts, it seemsinstrumental that our attention should befocussed on the conflict handling style of femaleteachers in collectivist countries. The article seeksto find conflict handling strategies commonlyused by women in collectivist societies based onresearch findings on organisational conflicts anddevises a conflict management model foreducational administrators that takes intoaccount females’ conflict handling style incollectivist societies.

Conflicts in Organisations

Views on organisational conflicts have changeddramatically. In the past, organisational conflictswere seen as an organisational malfunction(Owens, 2004; Shelton & Darling, 2004; Vecchio,Hearn, & Southey, 1992). From the bureaucraticpoint of view, organisational conflict is a sign ofthe management’s incompetence in exercisingcontrol over the organisation (Owens, 2004;Stoner et al, 1994). Now, organisational conflictsare perceived more positively (Owen, 2004;Shelton & Darling, 2004). Organisationalconflicts, including conflicts in schools, areinevitable and they can bring innovation andchanges in organisations (Jehn, 1995; Shelton &Darling, 2004; Newhouse & Neely, 1993; Szilagyi& Wallace, 1990; Vecchio et al, 1992). Whatmanagers should do is minimise the negativeaspects and optimise the positive aspects of aconflict (Owen, 2004; Stoner et al, 1994).

To understand organisational conflicts, it isnecessary to discuss the definition, causes, typesand effects of organisational conflicts. Rahim(2002, p. 2) defines conflict as “an interactiveprocess manifested in incompatibility,disagreement, or dissonance within or between

social entities (i.e., individual, group,organization, etc).” According to Stoner et al(1994, p. 315) organisational conflict is “adisagreement between two or more organisationmembers or groups.” There are many causes ofconflicts in organisations. For instance, limitedresources can cause organisational conflicts(Owens, 2004; Rahim, 2002; Stoner et al, 1994;Szilagyi & Wallace, 1990). Schools within aschool district often compete to attain limitedresources such as manpower or money (Stoneret al, 1994). It is also uncommon for units orindividuals within organisations to strive toachieve different goals (Owens, 2004; Stoner etal, 1994; Szilagyi & Wallace, 1990). In biguniversities, it is possible that a faculty developsspecific goals that are not compatible with otherfaculties’ goals.

Researchers often distinguish two types ofconflict: cognitive and affective conflicts(DiPaola & Hoy, 2001; Jehn, 1997). Cognitiveconflict or substantive conflict is a disagreementconcerning a task (DiPaola & Hoy, 2001; Jehn,1997; Szilagyi & Wallace, 1990). Jehn (1995)found that cognitive or substantive conflict canhave good impacts on groups when they aredealing with non-routine tasks because differentideas can bring better solutions to a problem.Affective conflict takes place when someone or agroup’s feelings or attitudes do not match others’feelings or attitudes (Szilagyi & Wallace, 1990).Jehn (1995, 1997) argued that affective conflictsare detrimental for organisations. They reduceemployees’ job loyalty to the organisations andimpede the organisations’ performance (Jehn,1995, 1997). Nevertheless, the effects fromexcessive conflicts of any type can seriouslyparalyse an organisation because cognitiveconflicts can also lead to affective conflicts(DiPaola & Hoy, 2001; Rahim, 2002).

There are a lot of different classifications oforganisational conflict’s effects (Stoner et al, 1994;Szilagyi & Wallace, 1990). A full discussion ofthose classifications might not be appropriatehere. Owen (2004) suggests the use oforganisational performance as a criterion todetermine whether effects of organisationalconflict are negative or positive. Negative effectsof organisational conflicts may occur whenconflicts are poorly managed and lead tounhealthy competition and hatred among theorganisation’s personnel; thus, lowering theorganisational performance (Owen, 2004).Conflicts can have positive effects when they are

Page 66: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

59Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Conflict Avoidance Among Females in Collectivist Cultures

managed effectively and result in an atmosphereof collaboration and support that increasesorganisational performance (Owen, 2004).

Managing Conflicts

Robbins (1978) differentiated conflictmanagement and conflict resolution. Conflictresolution is the elimination or reduction ofconflicts (Robbins, 1978). On the other hand,conflict management is the design of schemes tominimise the negative effects of conflicts andmaximise their positive impacts in order toimprove organisational learning andeffectiveness (Rahim, 2002). Therefore, conflictmanagement does not always seek to eliminateall conflicts; it sometimes tries to promote someconflicts when the impacts can be positive forthe organisation’s performance (Robbins, 1978).

Rahim (2002) suggested that a good conflictmanagement strategy should identify theappropriate conflict handling or resolution style.Basically, there are five conflict handling styles(Holt & DeVore, 2005). These styles are based ontwo dimensions involved when a person is facingan organisational conflict—concern for othersand concern for self (Holt & DeVore, 2005; Owen,2004; Rahim, 2002; Thomas, 1976). Hence, this

model is occasionally called the dual concernmodel (Tjosvold & Sun, 2002). Theorists havecome up with different terms for these dimensionsand styles. Holt and DeVore (2005) provided anoverlay of conflict handling styles and thetheorists who proposed them, which is shownin figure 1.

Among these different theorists, Thomas’model (1976) is one of the most frequently quotedin textbooks (see French, Kast & Rozenweig, 1985;Owen, 2004; Szilagyi & Wallace, 1990; Robbinset al, 1994). Using Thomas’ (1976) terms, the fiveconflict handling styles are accommodative,collaborative, compromise, avoidant andcompetitive. People with competitive conflicthandling style want to win their own concernswithout thinking about others’ concerns(Thomas, 1976). On the contrary, people withaccommodating style try to win other’s concernswithout considering their own concerns(Thomas, 1976). Compromise takes place whenboth conflicting parties are willing to give upsome of their concerns to find a middle ground(Thomas, 1976; Robbins et al, 1994).Collaborative style seeks to fully satisfy theconcerns of both conflicting parties, which is alsoknown as the win-win concept (Thomas, 1976;Owen, 2004). Avoidance takes place when peopledo not care about the other party’s concerns and

Concern for Production (Blake & Mouton) Party’s Desire for Own Concern (Thomas) Concern for Self (Rahim) Concern for Personal Goals (Hall, Renwick)

Con

cern

for P

eopl

e (B

lake

& M

outo

n)

Party

’s D

esire

to S

atis

fy O

ther

’s C

once

rns (

Thom

as)

Con

cern

for O

ther

s (Ra

him

) C

once

rn fo

r Rel

atio

nshi

ps (H

all,

Renw

ick)

Smoothing (Blake & Mouton Ronwick) Accomodating (Thomas) Obliging (Rahim) Yield-Lose (Hall)

Problem-Solving (Blake & Mouton) Confronting (Renwick) Collaborating (Thomas) Integrating (Rahim) Synergistic (Hall)

Compromising (Blake & Mouton, Renwick, Thomas, Rahim, Hall)

Withdrawing (Blake & Mouton, Renwick) Avoiding (Thomas, Rahim) Lose-Leave (Hall)

Forcing (Blake & Mouton) Competing (Thomas) Dominating (Rahim) Win-Lose (Hall)

Figure 1. Overlay of conflict handling styles and authors. Source: Holt & DeVore, 2005, p. 168.

Page 67: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

60 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Conflict Avoidance Among Females in Collectivist Cultures

their own concerns (Thomas, 1976). Rahim(2002) developed a list that matched each conflicthandling style with the situations where it couldbe appropriate or inappropriate. For example,collaborative style is appropriate when there is acomplex problem and time is available for solvingit (Rahim, 2002). It is unnecessary when theproblem is straightforward and a decision isneeded urgently (Rahim, 2002).

This conceptualisation of conflict handlingstyle has received some criticisms despite itswide acceptance (Knapp, Putnam & Davies, 1988;Volkema & Bergmann, 1995). The dual concernconflict handling style theory seeminglypostulates that when someone faces a conflictsituation, only one conflict handling style isemployed (van de Vliert, Euwema & Huismans,1995). Research has shown that in many conflictsituations, people use a variety of conflicthandling styles (van de Vliert et al, 1995; Volkema& Bergmann, 1995). Van de Vliert and Hordijk(1989) found that compromising was similar tocollaborating and questioned the validity ofcompromising as a distinct conflict handling stylefrom the other four styles. In a study of theinfluence of Confucian ethic on conflicts, Yanand Sorenson (2004) stated that the dual concernmodel was inadequate to explain the complexityof conflict handling styles in non-Westernculture, and proposed a new model for culturesinfluenced by Confucianism. Similarly, Ting-Toomey et al (2000) identified seven conflicthandling styles used by various ethnic groupswithin the United States, more than the widelyaccepted five styles proposed by the dual concernmodel. However, the model is still popular andwidely used in research literature (Holt &DeVore, 2005).

Conflict Handling Style inCollectivist Cultures

The inclusion of cross-cultural differences inconflict management literature stems from theacknowledgement that conflict managementtheories have a Western bias and are notadequate to handle conflicts effectively in othercultures (Ting-Toomey, 1999; Yan & Sorenson,2004). Therefore, researchers try to compare andcontrast conflict handling styles of people fromdifferent countries and different ethnic groupswithin a multicultural country (Elsayed-Ekhouly& Buda, 1996; Ting-Toomey et al, 2000). Hofstede(1980) grouped countries based on fourdimensions—individualism vs. collectivism,feminine vs. masculine, high vs. low powerdistance, high vs. low uncertainty avoidance.The individualism vs. collectivism dimension isthe most widely utilized by researchers to groupdifferent cultures and their preferred conflicthandling styles (Morris et al, 1998). The UnitedStates is a country high in individualism, whilemany Asian and Latin American countries arehighly collectivist (Hofstede, 2001). Presumably,collectivist cultures use more other-orientedconflict handling style such as accommodating,avoiding and compromising, while individualistcultures use more self-oriented conflict handlingstyles such as collaborating, compromising, andcompeting (Elsayed-Ekhouly & Buda, 1996; Holt& DeVore, 2005; Leung, Koch, & Lu, 2002; Morriset al, 1998). Because compromising is a halfwaybetween the desires for self concern and other’sconcern, it is likely to be used by both collectivistand individualist cultures (Holt & DeVore, 2005).

Based on recent studies on cross-culturaldifferences in conflict handling styles, there is a

selytsgnildnahtcilfnocdnaerutlucfosepytfosgnidnifhcraeseR.1elbaT

hcraeseRmehtsesutahterutluCfoepyTehtdnaselytSgnildnaHtcilfnoC

gnitadommoccA gnitaroballoC gnisimorpmoC gnidiovA gnitepmoC

yluohkE-deyaslEaduB&

tsilaudividnI tsivitcelloC tsilaudividnI tsivitcelloC tsilaudividnI

latesirroM tsivitcelloC tsilaudividnI

lateyemooT-gniT tsivitcelloC

eroVeD&tloH tsivitcelloC tsivitcelloC tsivitcelloC tsilaudividnI

yemooT-gniT tsivitcelloC tsivitcelloC tsivitcelloC tsivitcelloC tsilaudividnI

Page 68: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

61Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Conflict Avoidance Among Females in Collectivist Cultures

conclusion that can be drawn. Elsayed-Ekhoulyand Buda (1996) compared conflict handlingstyles between Middle-East Arab and Americanexecutives. They found that collectivist Arabsused collaborating and avoiding style more thanindividualist Americans. Americans tended tochoose accommodating, competing andcompromising conflict handling styles. Morriset al (1998) studied conflict handling stylesamong young managers in India, China, thePhilippines and the U.S. and found thatcollectivist Chinese managers tended to useavoiding more than Americans, while Americanmanagers preferred competing style. Based onthe findings of her earlier studies, Ting-Toomey(1999) stated that individualists used morecompeting style. Collectivists used morecollaborating and compromising styles, and intask related conflicts, they tended to useaccommodating and avoiding styles (Ting-Toomey, 1999). In a study of ethnic identity andconflict styles inA m e r i c a ,TingToomey et al(2000) found Asi-an Americansused avoidingconflict handlingstyle more thanEuropean andAfrican Ame-ricans. It waspostulated thatAsian Americanswho still stronglyidentified themselves with their traditional ethnicvalues were more collectivist than EuropeanAmericans. Holt and De Vore (2005) conducteda meta-analysis of several studies on culture andconflict management. They concluded thatindividu-alistic cultures were more likely tochoose competing style and named avoidance,compromise and collaboration as the preferredmethods of conflict handling in collectivistcultures. A summary of the results of thesestudies is presented below.

There are some conflicting findings betweenthese studies, particularly the attribution ofcompromising and accommodating as thepreferred conflict handling styles of bothcollectivist and individualist cultures. Theconclusion that can be drawn from these studiesis the similarity between these studies inidentifying competing style as the preferred

method of handling conflict in individualistcultures, and avoiding and collaborating stylesas the preferred conflict handling strategies incollectivist cultures. It does not mean that peoplein collectivist culture do not engage in competingstyle at all nor people in individualist culture donot use avoiding and collaborating styles inhandling conflicts. People in collectivist culturesmay use competing style but to a lesser degree orfrequency than people in individualist cultures,and similarly, people in individualist culturesmay use avoiding and collaborating conflicthandling styles but to a lesser degree than peoplein collectivist cultures (Chew & Lim, 1995).

Female Conflict Handling Style

Researchers hypothesise that males and femaleshandle conflicts differently (Shockley-Zalabak,as cited in Holt & DeVore, 2005). Traditionally,

females are expec-ted to be caringand receptive,while males areexpected to bestraightforward,independent andd o m i n a n t(Hofstede, 2001).Based on thistraditional view,the concern forother dimensionof the dual con-

cern model can be interpreted as a femininequality in handling conflict and the concern forself dimension can be viewed as a masculinequality (Hofstede, 2001). Consequently, womenare presumed to resolve conflicts byaccommodating, avoiding and compromising,while men are hypothesised to handle conflictsby collaborating and competing (Holt & DeVore,2005).

Research of female conflict handling stylehas been unable to establish a strong conclusionabout the preferred conflict handling style amongfemales (Brewer, Mitchell, & Weber, 2002; Holt &DeVore, 2005). Sternberg and Dobson (1987)found that there were no significant differencesbetween male and female conflict handling style.Bedell and Sistrunk (1973) found that womenwere more competitive than men in handlingconflicts. Rahim (1983) found that women were

... females were more likely touse compromise than males in

both collectivist andindividualist cultures, while menpreferred using competing style

more than females inindividualistic cultures.

Page 69: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

62 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Conflict Avoidance Among Females in Collectivist Cultures

more likely to employ collaborating, avoidingand compromising than men. To establish amore reliable conclusion, Holt and DeVore (2005)conducted a meta-analysis into this problembased on data gathered from previous 36 studiesand found that females were more likely to usecompromise than males in both collectivist andindividualist cultures, while men preferredusing competing style more than females inindividualistic cultures. Although the meta-analysis gave some support for the generalproposition about the female preferred conflicthandling style, it was still disappointing becausethe meta-analysis found that collectivist maleschose conflict avoidance while the females chosecollaboration, which seemed contradictive to thegeneral proposition about gender differences inconflict handling style (Holt & DeVore, 2005).

Brewer et al (2002) studied gender rolesinstead of pure biological sex in relation to conflicthandling style in order to find a more satisfactoryresult. Gender roles are learned patterns ofmasculine and feminine features which candetermine how a person behaves (Cook, as citedby Brewer et al, 2002). This is similar withHofstede’s (2001) idea about femininity andmasculinity in various national cultures. It ispossible that a female takes a more masculinegender role because she is ‘forced’ by hercondition to be more assertive and competitive.A lot of female managers have more masculinecharacteristics than most women (Fagenson,1990). Moreover, Cubillo and Brown (2003) statedthat schools with their educating and nurturingroles were associated with femininecharacteristics. It is possible that male teachersmay adopt many qualities of the feminine genderrole in order to fit in schools. Brewer and others(2002) predicted that people with a masculinegender role preferred competing and those withfeminine gender roles preferred accommodatingand avoiding conflict handling styles.Androgynous people, those with both masculineand feminine gender roles, were predicted to useintegrating and compromising styles more thanthe others. These propositions about gender roleswere partially supported by their researchfindings. Avoiding style could be attributed tothe female biological sex and feminine genderrole. Androgynous individuals used integratingstyle and masculine individuals tended to usecompeting style. This research by Brewer et al(2002) seemingly gives a clearer explanation of

the general assumption about the differencesbetween females and males’ conflict handlingstyles using the notion of gender roles. Brewer etal’s study (2002) might look promising, but it hasnot been replicated in a wider population anddifferent cultures.

Holt and DeVore’s meta-analysis (2005) andBrewer et al’s research (2002) do not show a verystrong correlation between gender and aparticular conflict handling style. The twostudies recommend a search for moresophisticated explanation about gender andconflict handling style (Brewer et al, 2002; Holt& DeVore, 2005). Researchers need to movebeyond gender, explore the role of power andperception, and observe actual behaviour tofurther investigate the female conflict handlingstyle (Brewer et al, 2002; Holt & DeVore, 2005;Klenke, 2003). As researchers continue to lookfor more reliable explanations about femaleconflict handling style, we seemingly have tomake do with the available research. Becauseresearch has shown that collectivist cultures tendto use avoiding and collaborating styles, andpeople with feminine gender role, which includeboth women and men, tend to prefer avoidingalong with compromising style, there is apossibility that the avoiding style is frequentlyused by both males and females in collectivistcultures. Thus, our focus should be on the use ofconflict avoidance in collectivist cultures.

Avoiding Conflict

Avoiding conflict has been viewed as a rathernegative style of handling conflict. Westernresearchers have found that conflict avoidanceis counterproductive, while handling conflictopenly is beneficial for settling relationshipissues and increasing productivity (DeDreu &Vandevliert, as cited in Tjosvold & Sun, 2002;Gross & Guerrero, 2000; Jehn, 1997). Based onthe dual concern model, avoiding is seen as anegoistic way of solving conflict because theperson who employs it has a low level of concernfor relationships and solving the problem(Tjosvold & Sun, 2002). Szilagyi and Wallace(1990) and Owen (2004) described avoiding asessentially not dealing with a conflict becausethe conflict still remained unsolved.

This negative perception of avoiding conflictmight not be suitable for collectivist cultures inthe East (Morris et al, 1998). For collectivist

Page 70: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

63Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Conflict Avoidance Among Females in Collectivist Cultures

cultures, avoiding conflict is appropriate becauseinterpersonal relationships are highly valued(Leung et al, 2002; Tjosvold & Sun, 2002). Theydo not want other people to ‘lose face’ in publicand there is a culture of not to argue (Ting-Toomey, 1999; Holt & DeVore, 2005). In the East,conflict avoidance may be motivated by the ideaof supporting relationships and promoting thegoals of both parties involved in the conflict, notbecause the conflicting parties have low concernfor relationship and solving the problem(Tjosvold & Sun, 2002).

Tjosvold and Sun (2002) studied conflictavoidance in China and hypothesised that fourinterrelated elements—prior relationshipbetween the conflicting parties, motivation toavoid conflict, avoiding strategies and theconsequences—should be considered inunderstandingc o n f l i c tavoidance. Theyidentified twostrategies of avoi-ding conflict inChina. The firststrategy is confor-m i n g — c o m -plying with theother’s decisionand concealingthe expression ofu n h a p p i n e s s .This fits with thecommon depic-tion of avoiding conflict as a passive conflicthandling style. The second is outflanking—trying to work around the other party involvedin the conflict. It is a proactive and goal-drivenaction of avoiding conflict. People usingoutflanking “collect information, pursue theirobjectives as best they can, and try to influencethe other protagonist through a third party”(Tjosvold & Sun, 2002, p. 154). The effects of thesetwo strategies are different. Conforming iscorrelated with increased respect for the otherparty; however, it is of little use and should notbe used extensively. Outflanking is moreproductive. It increases the performance andconfidence of its users because the conflictingparties become more creative and active to find abetter solution for the problem without becomingengaged in a conflict. They also found that theprevious relationship played a central role indetermining the motivation, strategy and

consequences of avoiding conflict. Conflictavoidance can increase productivity andstrengthen relationships when the previousrelationship between the conflicting parties isalready effective. However, when the priorrelationship is bad, conflict avoidance canreduce productivity and weaken the alreadyfragile relationship.

This exploratory study about avoidingconflict in China by Tjosvold and Sun (2002) hassome weaknesses that warrant furtherexplanation and research. First, the idea ofoutflanking is very interesting and it can showthat collectivists are not passive in handlingconflict. However, outflanking might not besuitable to be classified as a strategy of conflictavoidance, because it involves using a third partyto influence the other protagonist. Ting-Toomey

et al (2000), fori n s t a n c e ,classified the use ofa third party as adistinct way ofhandling conflict.Furthermore, thestudy was basedon responses of arather limitednumber of respon-dents in SouthernChina, so furtherstudies are neededto replicate theresearch with more

respondents in other parts of China (Tjosvold &Sun, 2002). Therefore, we do not know whetherthe results of this study can be applied in othercollectivist cultures or not. Unfortunately,empirical studies of conflict avoidance in othercollectivist cultures are not available.

Conflict Management Model forEducational Administrators

Based on the discussion above, it seems quiteclear that we cannot draw a solid conclusionabout conflict avoidance in collectivist cultures.Nevertheless, if Tjosvold and Sun’s (2002)finding can be generalised for most collectivistcultures, we can devise a conflict managementmodel for schools that takes into account thepreference of avoiding conflict in collectivistcultures. Rahim (2002) developed a conflict

In the East, conflict avoidance maybe motivated by the idea of

supporting relationships andpromoting the goals of both parties

involved in the conflict, notbecause the conflicting parties have

low concern for relationship andsolving the problem

Page 71: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

64 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Conflict Avoidance Among Females in Collectivist Cultures

management model that formed the basis fordevising conflict management strategies for thecurrent study. In this paper, the focus of conflictmanagement is on the process intervention.Process intervention is managing conflict byhelping the organisation’s personnel learn howto match the conflict handling styles with thenature of the conflict situation (Rahim, 2002). Thediagram in the next page outlines a model ofconflict management for educationaladministrators. The following paragraphsexplain the model and steps of managing conflict.

The first step of managing conflict isdiagnosing the organisation. A schooladministrator needs to investigate whether thereare conflicts in the school or not. If there is noconflict, the administrator still needs to conductconflict handling training for the teachers andother staff so they can match the conflicthandling styles with the conflict situation. Aftertraining the staff about the need to maintain someconstructive conflicts in the organisation and theappropriate ways of handling conflicts based onthe situation, then the administrator canstimulate some conflicts in the organisation(Rahim, 2002). This might seem contradictory tothe findings that schools are effective when

teachers collaborate and do not fight among eachother (Ayres et al, 2000; Aubrey-Hopkins &James, 2002). Stimulating conflict does not meanthat teachers should fight among each other andstop working together. The type of conflictstimulated in conflict management is cognitiveconflict that challenges teachers to test their ideasor practices against each other (Rahim, 2002).For instance, by sharing their teaching practices,the teachers engage in a discussion that mightlead to a conflict about the best way to teach asubject. Through such conflict, the teachersenrich each other’s knowledge and increase theeffectiveness of their teaching. Some ways tostimulate conflicts include bringing in outsiders,people who have a different background orperspective from the present staff, and having adevil’s advocate who deliberately criticise themajority’s practice or opinion (Robbins, as citedin Robbins et al, 1994). Because the teachers havealready been trained to handle conflictseffectively, they are expected to be able tounderstand functions of conflicts and how to dealwith conflicts wisely.

If there are conflicts, an administratorshould clarify whether the conflicts areconstructive or destructive (DiPaola & Hoy, 2001;

Diagnosis

No conflict Conflict exists

Conflict handling style training

Stimulate constructive conflict

Maintain constructive conflict at an acceptable level

Destructive conflict

Constructive conflict

Resolve conflict Conflict handling style training

Teachers understand how to solve and maintain conflict effectively

Increased organisational performance

Figure 2. Conflict management model for educational administrators

Page 72: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

65Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Conflict Avoidance Among Females in Collectivist Cultures

ecnatropmI

tnatropmI tnatropminU

-italeRpihsno

evitisoP knalftuO mrofnoC

evitageN roetaroballoCesimorpmoc

etadommoccA

roirpneewtebnoitcaretniehT.3erugiFninimretedniecnatropmidnapihsnoitaler

elytsgnildnahtcilfnoc

Rahim, 2002). Excessive affective conflicts aredestructive, while a moderate amount ofcognitive conflicts is constructive fororganisations (Jehn, 1997; Rahim, 2002).Destructive conflicts need to be tackledimmediately. Administrators should understandthe causes of conflicts and use goodcommunication skills when handling conflicts(DiPaola & Hoy, 2001; Newhouse & Neely, 1993).Destructive conflicts should be handled byutilising cooperative problem-solving whichattempts to integrate the different interests of theconflicting parties to achieve a mutuallysatisfying solution (DiPaola & Hoy, 2001).Administrators should avoid using competitiveand authoritarian ways to resolve conflictsbecause research has shown that such ways canactually worsen the conflicts (DiPaola & Hoy,2001). There can be two results of thisintervention. The conflicts can disappear andwhen they have disappeared, the situationbecomes similar with the no conflict situation.Administrators should then take the stepsoutlined in the previous paragraph. Anotherpossibility is the alteration of destructive conflictsinto constructive conflicts. For example, after anaffective conflict has been solved, some differentopinions may persist but the conflicting teachersbegin to see each other not as enemies but aspartners in developing their school. This bringsus to the next discussion about managingconstructive conflicts.

When constructive conflicts are identifiedin a school, they should be maintained and thestaff should be aware of conflict handlingstrategies to prevent the constructive conflictsturn destructive. Therefore, teachers should betrained to utilise the suitable conflict handlingstrategies although the conflicts are alreadyconstructive. The result should be the teachers’increased understanding of how to maintainconstructive conflicts and when this ideal isachieved, the performance of the organisationcan increase as well (Rahim, 2002). Although theperformance increases, continuous diagnosis isan important part of educational administrators’duty to maintain constructive conflicts at theappropriate level, reduce destructive conflicts,and stimulate conflicts when there is no conflict(Owen, 2004).

Because there is a big possibility thatteachers choose avoiding style in collectivistcultures, special attention is needed for thisparticular conflict handling style. Administrators

need to put special emphasis on conflictavoidance in the conflict handling training.Based on the studies by Tjosvold and Sun (2002)and Rahim (2002), there are two salient factorsthat should be taken into account to ensure thatavoiding conflict can be positive—priorrelationship and the importance of the issue.Borrowing Hoy and Tarter’s (1993) decisionmaking model, a model of the interaction betweenprior relationship, importance of the issue andconflict handling style is depicted below. Thismodel can be included in conflict handlingtraining for teachers in collectivist cultures.

When the previous relationship was good,one of the strategies of conflict avoidance shouldbe considered. When the issue is important,avoiding conflict by outflanking is suitable. Theconflicting parties do not engage in open conflict;rather, they try to investigate the problem moredeeply and determine the goals that they want toachieve (Tjosvold & Sun, 2005). They also makeuse of a third party that can act as a mediatorand influence the other party to agree, so aconflict does not occur and slow down the questof finding the best solution for an important issue(Tjosvold, 2005). Because the relationship isalready good, there is a trust that the other partywill not plan something bad or cause someoneto ‘lose face’ (Tjosvold & Sun, 2005). When theissue is not important, conforming can be a goodchoice. One of the conflicting parties can justagree with the opinion or decision of the otherparty because the problem is not important andinstigating conflict may just harm the alreadygood relationship without achieving anythingimportant.

When prior relationship is bad, avoidingconflict is not appropriate and other conflicthandling styles are needed (Tjosvold & Sun,

Page 73: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

66 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Conflict Avoidance Among Females in Collectivist Cultures

2005). When conflicting parties distrust oneanother, avoiding conflict and being not open tothe other party cannot fix the problem and caneven increase the distrust (Tjosvold & Sun, 2005).Collaborating or compromising might be neededwhen the issue is important. The conflictingparties need to be open, confront, and discussthe matter with one another preferably to achievea win-win solution. If it is not possible to achievea win-win solution, a compromise can beconsidered. When the issue is not important,accommodating can be appropriate. Afterconfronting one another, one of the conflictingparties may be willing to give up their standing,because the issue is not important for that partyor it is in a weaker position. Competing is lesslikely to be chosen by collectivists and femininepeople in any circumstances; hence, it is notincluded in this discussion.

There are some limitations of the two modelsdescribed in this paper. The conflict managementmodel for educational administrators outlinesthe general steps to manage conflicts by usingprocess intervention. However, there are stillother interventions that can be used to manageconflicts (Rahim, 2002; Robbins, as cited inRobbins et al, 1994). Furthermore, the two aspectsof the conflict avoidance model are not the onlyones that should be considered when usingconflict avoidance. Other aspects that can beconsidered include shared goals,interdependence of the conflicting parties andavailability of time (Rahim, 2002; Tjosvold & Sun,2002). Moreover, teachers may have been trainedto handle conflict effectively, but it might beunrealistic to expect them to be always aware ofthe conflict handling styles and appropriatesituations in which to use each style.Administrators may need to find other ways tomanage conflicts besides using conflict handlingtraining. A further elaboration of the above modelis needed but limited space does not allow a moredetailed discussion.

Conclusion

This study has investigated conflict handlingstyles in conjunction with gender and culturaldifferences. Research has found collectivistcultures tend to use avoiding as well ascollaborating style in handling conflicts(Elsayed-Ekhouly & Buda, 1996). People withfeminine gender role, both men and women, are

more likely to avoid conflict (Brewer et al, 2002).In a collectivist culture, avoiding conflict can beuseful and appropriate (Morris et al, 1998). Priorrelationship plays an important role indetermining the outcome of avoiding conflict inChina because positive prior relationship canbring good outcomes but bad prior relationshipmight be disastrous for the conflict and therelationship itself (Tjosvold & Sun, 2002).

The paper has developed a conflictmanagement model for educationaladministrators. A discussion about theappropriate situation to employ conflictavoidance in collectivist cultures is alsoprovided.

As this study is based on some assumptions,more research is needed to verify thoseassumptions. Although the models developed inthis paper can guide administrators to manageconflicts, more elaboration is required to devisemore comprehensive models.

References

Aubrey-Hopkins, J. & James, C. (2002). Improvingpractice in subject departments: theexperience of secondary school subjectleaders in Wales. School Leadership andManagement, 22(3), 305-320.

Ayres, P., Dinham, S. & Sawyer, W. (2000).Successful senior secondary school teaching.Paper No. 1 in the Quality TeachingSeries. Deakin West, ACT: AustralianCollege of Education.

Brew, F.P., & Cairns, D.R. (2004). Styles ofmanaging interpersonal workplaceconflict in relation to status and faceconcern: A study with Anglos andChinese. The International Journal ofConflict Management, 15(1), 27-56.Retrieved September 27, 2005, fromhttp://www.umi.proquest.com.

Brewer, N., Mitchell, P.,& Weber, N. (2002).Gender role, organizational status, andconflict management styles. TheInternational Journal of ConflictManagement, 13(1), 78-94. RetrievedSeptember 27, 2005, from http://www.umi.proquest.com.

Cubillo, L., & Brown, M. (2003). Women intoeducational leadership andmanagement: International differences?Journal of Educational Administration,

Page 74: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

67Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Conflict Avoidance Among Females in Collectivist Cultures

41(3), 278-291. Retrieved September 28,2005, from http://www.emeraldinsight.com/0957-8234.htm.

Derr, C.B. (1972). Conflict resolution inorganizations: Views from the field ofeducational administration. PublicAdministration Review, 32 (5), 495-501.Retrieved September 27, 2005, fromhttp://links.jstor.org.

DiPaola, M.F., & Hoy, W.K. (2001). Formalization,conflict, and change: constructive anddestructive consequences in schools. TheInternational Journal of EducationalManagement, 15 (4-5), 238-244. RetrievedOctober 12, 2005, from http://www.umi.proquest.com.

Elsayed-Ekhouly, S.M., & Buda, R. (1996).Organizational conflict: A comparativeanalysis of conflict styles across cultures.The International Journal of ConflictManagement, 7(1), 71-81. RetrievedSeptember 27, 2005, from http://www.umi.proquest.com.

Fagenson, E.A. (1990). Perceived masculine andfeminine attributes examined as afunction of individuals’ sex and level inorganizational power hierarchy: A testof four theoretical perspectives. Journalof Applied Psychology, 75(2), 204-211.Retrieved October 9, 2005, from http://gateway.ut.ovid.com.

French, W.L., Kast, F.E. & Rozenweig, J.E. (1985).Understanding human behaviour inorganizations. New York: Harper & Row.

Gross, M.A., & Guerrero. (2000). Managingconflict appropriately and effectively:An application of the competence modelto Rahim’s organizational conflict styles.International Journal of ConflictManagement, 11(3), 200-226. RetrievedOctober 15, 2005, from http://www.umi.proquest.com.

Gold, A. (1996). Women into educationalmanagement. European Journal ofEducation, 31 (4), 419-433.

Hofstede, G. (1980). Culture’s consequences:International differences in work-relatedvalues. Beverly Hills, CA: SagePublications.

Hofstede, G. (2001). Culture’s consequences:Comparing values, behaviors, institutions,and organizations across nations, 2nd ed.Thousand Oaks, CA: Sage Publications.

Hofstede, G. (2003). Cultural constraints inmanagement theories. In L.W. Porter,G.A. Bigley, & R.M. Steers (Eds.)Motivation and work behavior, 7th ed (pp.344-357). New York: McGraw-HillHigher Education.

Holt, J.L., & DeVore, C.J. (2005). Culture, gender,organizational role, and styles of conflictresolution: A meta-analysis. InternationalJournal of Intercultural Relations, 29, 165-196. Retrieved September 24, 2005, fromhttp://www.elsevier.com/locate/ijintrel.

Hoy, W.K., & Tarter, C.J. (1993). A normativetheory of participative decision makingin schools. Journal of EducationalAdministration, 31 (3), 4-19.

Indonesia. (2004). In Encyclopaedia BritannicaStandard Edition 2004 CD-ROM.Copyright 1994-2003. EncyclopaediaBritannica, Inc. May 30, 2003.

Jehn, K.A. (1995). A multimethod examination ofthe benefits and detriments ofintragroup conflict. Administrative sciencequarterly, 40(2), 256-282. RetrievedSeptember 29, 2005, from http://links.jstor.org.

Jehn, K.A. (1997). A qualitative analysis of conflicttypes and dimensions in organizationalgroups. Administrative science quarterly,42(3), 530-557. Retrieved September 29,2005, from http://links.jstor.org.

Klenke, K. (2003). Gender differences in decision-making processes in top managementteams. Management Decision, 41 (10),1024-1034. Retrieved September 28, 2005,from http://www.umi.proquest.com.

Knapp, M.L., Putnam, L.L., & Davis, L.J. (1988).Measuring interpersonal conflict inorganizations: Where do we go fromhere? Management communicationquarterly, 1(3), 414-429. Retrieved October5, 2005, from http://ft.csa.com.

Krüger, M.L. (1996). Gender issues in schoolheadship: Quality versus power?European Journal of Education, 31 (4), 447-460.

Leung, K., Koch, P.T., & Lu, L. (2002). A dualisticmodel of harmony and its implicationsfor conflict management in Asia. Asiapacific journal of management, 19, 201-220.Retrieved October 8, 2005 from http://www.umi.proquest.com.

Page 75: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

68 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Conflict Avoidance Among Females in Collectivist Cultures

Morris, M.W. et al (1998). Conflict managementstyle: Accounting for cross-nationaldifferences. Journal of InternationalBusiness Studies, 29(4), 729-747. RetrievedSeptember 30, 2005, from http://links.jstor.org.

Newhouse, R.C., & Neely, M. (1993). Conflictresolution: An overview for classroommanagers. International journal ofeducational management, 7(3), 4-8.Retrieved October 11, 2005, from http://www.umi.proquest.com.

Owens, R.G. (2004). Organizational behaviour ineducation: Adaptive leadership and schoolreform. Boston, MA: Pearson.

Pakistan. (2004). In Encyclopaedia BritannicaStandard Edition 2004 CD-ROM.Copyright 1994-2003. EncyclopaediaBritannica, Inc. May 30, 2003.

Rahim, M.A. (1983). A measure of styles ofhandling interpersonal conflict. Academyof Management Journal, 26(2), 368-376.

Rahim, M.A. (2002). Toward a theory ofmanaging organizational conflict. TheInternational Journal of ConflictManagement, 13(3), 206-235. RetrievedSeptember 26, 2005, from http://www.umi.proquest.com.

Robbins, S.P. (1978). “Conflict management” and“conflict resolution” are notsynonymous terms. CaliforniaManagement Review, 21, 67-75. RetrievedOctober 11, 2005, from http://www.umi.proquest.com.

Shelton, C.D., & Darling, J.R. (2004). From chaosto order: Exploring new frontiers inconflict management. OrganizationDevelopment Journal, 22(3), 22-41.Retrieved October 7, 2005, from http://www.proquest.umi.com.

Sternberg, R.J., & Dobson, D.M. (1987). Resolvinginterpersonal conflict: An analysis ofstylistic consistency. Journal ofPersonality and Social Psychology, 52(4),794-812. Retrieved October 9, 2005, fromhttp://gateway.ut.ovid.com.

Stoner, J., Yetton, P., Craig, J., & Johnston, K.(1994). Management in Australia. Sydney:Prentice-Hall.

Szilagyi, A.D. & Wallace, M. J. (1990).Organizational behavior and performance,4th ed. Glenview, Il: Scott, Foresman andCompany.

Thomas, K. (1976). Conflict and conflictmanagement. In M.D. Dunnette (Ed.)Handbook of industrial and organizationalpsychology (pp. 889-935). Chicago: RandMcNally.

Ting-Toomey, S. (1999). Communicating acrosscultures. New York: Guilford Press.

Ting-Toomey, S. et al (2000). Ethnic/culturalidentity salience and conflict styles infour US ethnic groups. InternationalJournal of Intercultural Relations, 24, 47-81. Retrieved September 28, 2005, fromhttp://www.elsevier.com.

Tinsley, C.H., & Weldon, E. (2003). Responses toa normative conflict among Americanand Chinese managers. InternationalJournal of Cross Cultural Management, 3(2),183-194. Retrieved September 27, 2005,from http://www.umi.proquest.com.

Tjosvold, D., & Sun, H.F. (2002). Understandingconflict avoidance: Relationship,motivations, actions, and consequences.The International Journal of ConflictManagement, 13(2), 142-164. RetrievedOctober 10, 2005, from http://www.umi.proquest.com.

Van de Vliert, E., Euwema, M.C., & Huismans,S.E. (1995). Managing conflict with asubordinate or a superior: Effectivenessof conglomerated behaviour. Journal ofApplied Psychology, 80, 271-281.Retrieved October 5, 2005, from http://gateway.ut.ovid.com.

Van de Vliert, E., & Hordijk, J.W. (1989). Atheoretical position of compromisingamong other styles of conflictmanagement. The Journal of SocialPsychology, 129(5), 681-690. RetrievedOctober 5, 2005, from http://content.epnet.com.

Vecchio R. P., Hearn, G. and Southey, G. (1992).Organisational Behaviour: Life at work inAustralia. Sydney: HBJ.

Volkema, R.J., & Bergmann, T.J. (1995). Conflictstyles as indicators of behavioralpatterns in interpersonal conflicts. TheJournal of Social Psychology, 135 (1), 5-15.Retrieved October 5, 2005, from http://content.epnet.com.

Yan, J., & Sorenson, R.L. (2004). The influence ofConfucian ideology on conflict inChinese family business. InternationalJournal of Cross Cultural Management, 4(1),5-17. Retrieved September 27, 2005, fromhttp://www.proquest.umi.com

Page 76: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

69Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan Berbasis Kompetensi

Manajemen Sumber Daya Manusia PendidikanBerbasis Kompetensi Guru dalam Rangka Membangun

Keunggulan Bersaing Sekolah

David Wijaya*)

*) Alumni SMAK 3 BPK PENABUR Jakarta

Opini

alah satu faktor penentu keberhasilan/kegagalan sekolah adalah faktor sumber dayamanusia (SDM) pendidikan. Keunggulan bersaing sekolah sangat ditentukan oleh mutuSDM pendidikan. Penanganan SDM pendidikan harus dilakukan secara menyeluruh dalamkerangka sistem pengelolaan SDM pendidikan yang bersifat strategis, terintegrasi, saling

berkaitan, dan bersatu-padu. Sekolah sangat membutuhkan SDM pendidikan yang kompeten danmemiliki kompetensi tertentu yang dibutuhkan agar dapat menunjang keberhasilan pelaksanaanpekerjaannya.

Kata kunci: Manajemen SDM pendidikan, kompetensi guru, keunggulan bersaing sekolah.

The success or the failure of a school is influenced by several factors, one of which is the available humanresources. This article is of the opinion that qualified and profesional human resources enable school todevelop and compete. The school is expected to manage its personnel appropriately and motivate them tocomplete their task successfully.

Abstrak

S

Pendahuluan

Sumber daya manusia (SDM) dalam suatuorganisasi merupakan komponen utama bagikeberlangsungan hidupnya. Faktor sarana danprasarana, sistem, serta bahan merupakankomponen pelengkap terhadap SDM. Semuafasilitas, aset, dan prasarana lainnya tidak dapatberfungsi optimal jika tidak tersedia SDMsebagai “penggerak” dari suatu sistem,disamping komponen lainnya (kurikulum, sarana,dan prasarana). Istilah SDM menjadi populerdalam dunia pendidikan ketika Prof. WardimanDjojonegoro menjadi menteri pendidikan padazaman Orde Baru, padahal istilah ini lebihbanyak dipakai di dalam dunia bisnis, danmenteri pendidikan sebelumnya tidak pernahmenggunakan istilah tersebut dalam duniapendidikan.

Kualitas SDM di dalam penyelenggaraanpendidikan merupakan “roh” dari sekolah. Softproperty ini menggerakkan sistem kurikulumserta sarana dan prasarana lainnya (hardproperty) sehingga layanan pendidikan dapatterselenggara. Guru dalam proses pembelajaranberfungsi sebagai motivator dan fasilitator bagisiswa untuk mengembangkan potensinya secaraoptimal dengan mendayagunakan semuasarana pembelajaran yang tersedia serta sistempembelajaran yang kondusif. Up-gradekemampuan profesional guru menjadi suatukeharusan yang tidak boleh diabaikan. Akantetapi, Ubrodiyanto (2007) menemukan beberapakendala di dalam tataran praktis pengembangankualitas guru:1. Pengembangan kualitas guru merupakan

investasi yang hasilnya tidak bersifat instantatau merupakan investasi jangka panjang(long-term investment). Sementara di dalam

Page 77: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

70 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan Berbasis Kompetensi

tataran praktis pendidikan, masyarakatcenderung menginginkan perubahan sertaperkembangan yang bersifat riil dan konkret.

2. Pengembangan kualitas guru mengarahkepada peningkatan soft skill yang tidakberwujud secara fisik. Jadi, perubahansebagai dampak dari investasi ini akandapat diketahui tingkat keberhasilannyadalam waktu yang relatif lama.

3. Pengembangan kualitas guru menuntutperencanaan dan pelaksanaan programyang berkesinambungan. Program yangberkesinambungan juga berdasarkan padapemikiran akan perlunya melakukanrefreshing atas kemampuan yang telahdikuasai sebelumnya. Tanpa pengembang-an yang berkesinambungan, maka kompe-tensi guru akan semakin memudar seiringdengan berjalannya waktu.

4. Rawan terjadinya pembajakan atas gurudan tenaga kependidikan yang telahdilakukan up-grade oleh institusi-institusilainnya dengan berbagai motivasi.Pendidikan memegang peran yang sangat

penting di dalam proses peningkatan kualitasSDM. Peningkatan kualitas pendidikanmerupakan proses yang terintegrasi denganproses peningkatan kualitas SDM itu sendiri.Menyadari akan pentingnya proses peningkatankualitas SDM tersebut, maka pemerintah terusberupaya mewujudkan amanat tersebut melaluiberbagai usaha pembangunan pendidikan yangberkualitas, antara lain melalui pengembangankurikulum dan sistem evaluasi, perbaikansarana pendidikan, pengembangan danpengadaan bahan belajar, serta berbagaipelatihan bagi guru. Pendidikan yang bermutumemiliki kaitan ke depan (forward linkage) dankaitan ke belakang (backward linkage). Forwardlinkage berarti bahwa pendidikan yang bermutumerupakan syarat utama untuk mewujudkankehidupan bangsa yang maju, modern, dansejahtera. Backward linkage berarti bahwapendidikan yang bermutu tergantung padakeberadaan guru yang bermutu, yaitu guru yangprofesional, sejahtera, dan bermartabat. Olehkarena keberadaan guru yang bermutumerupakan syarat mutlak lahirnya sistem danpraktek pendidikan yang berkualitas, makahampir semua bangsa di dunia ini mengembang-kan kebijakan yang mendorong keberadaan guruyang berkualitas. Salah satu kebijakan yangdikembangkan oleh pemerintah di beberapanegara (Singapura, Korea Selatan, Jepang, dan

Amerika Serikat) adalah kebijakan intervensilangsung dalam hal peningkatan mutu sertamemberikan jaminan dan kesejah-teraan guruyang memadai. Negara-negara tersebutberupaya meningkatkan mutu guru denganmengembangkan kebijakan yang langsungmempengaruhi mutu dengan melaksanakansertifikasi guru.

Di Indonesia, dalam upaya peningkatanmutu pendidikan nasional, pemerintah melaluiDepdiknas terus berupaya melakukan pemba-haruan sistem pendidikan nasional. Salah satuupaya yang telah dilakukan berkaitan denganfaktor guru adalah lahirnya Undang-UndangNomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosenserta Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.Kedua regulasi tersebut merupakan kebijakanpemerintah yang memuat usaha pemerintahuntuk menata dan memperbaiki mutu guru diIndonesia. Pembaharuan sistem pendidikantergantung pada bagaimana guru berpikir danbertindak. Atau dengan kata lain, pembaharuansistem pendidikan bergantung pada penguasaankompetensi guru.

Meskipun kedua regulasi tersebut telahditetapkan, namun masih ada berbagai masalahterkait kondisi guru, yaitu: (1) adanyakeberagaman kemampuan guru dalam prosespembelajaran dan penguasaan pengetahuan; (2)belum adanya alat ukur yang akurat untukmengetahui kemampuan guru; (3) pembinaanyang dilakukan terhadap guru belummencerminkan kebutuhan; dan (4) kesejahteraanguru yang belum memadai. Secara spesifik,Danim (2002) mengungkapkan bahwa salahsatu ciri krisis pendidikan di Indonesia adalahguru belum mampu menunjukkan kinerja (workperformance) yang memadai. Ini menunjukkanbahwa kinerja guru belum sepenuhnya ditopangoleh derajat penguasaan kompetensi yangmemadai. Jika masalah-masalah tersebut tidakdiatasi, maka akan berdampak pada rendahnyamutu pendidikan.

Sumber Daya Manusia merupakan sumberpengetahuan, keterampilan, dan kemampuanyang terakumulasi di dalam suatu organisasi.Dewasa ini, sekolah menghadapi berbagaitantangan kompetitif terkait masalahglobalisasi, peningkatan profitabilitas melaluipertum-buhan, modal intelektual, teknologi,serta perubahan yang berkesinambungan.Dalam menghadapi berbagai tantangan tersebut,sekolah harus mengembangkan keunggulan

Page 78: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

71Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan Berbasis Kompetensi

intangible atau keunggulan bersaing. Agar dapatmenciptakan keunggulan bersaing yangberkelanjutan, sekolah membutuhkan dukungankepala sekolah serta karyawan sekolah yangberkualitas. Oleh karena itu, kepala sekolahharus dapat mengembangkan kompetensi,inovasi, dan kreatifitas dirinya, serta berperansebagai agen perubahan sehingga dapat melihatfungsi-fungsi SDM sebagai sumber keunggulanbersaing sekolah.

Oleh karena itu, diperlukan sistempengelolaan SDM pendidikan yang bersifatstrategis, terintegrasi, saling berkaitan, danbersatu-padu melalui manajemen SDMpendidikan berbasis kompetensi guru. Denganadanya manajemen SDM pendidikan berbasiskompetensi guru, maka sekolah akan memilikikepala sekolah yang dapat melaksanakankepemimpinannya dengan tepat serta sekolahmemiliki guru yang mengetahui apa yangseharusnya dapat dilakukan untuk keberhasilansekolah. Pada akhirnya, kompetensi apa yangdimiliki dan dikembangkan sekolah terhadappara stakeholders pendidikan tergantung dari visidan misi sekolah yang bersangkutan denganmelihat pada budaya organisasi sekolah.

Kompetensi Guru

Kompetensi meliputi pengetahuan, keahlian,sikap, dan perilaku karyawan. Dalam arti luas,kompetensi terkait strategi organisasi. Pengertiankompetensi dapat dipadukan dengan soft skill,hard skill, social skill, dan mental skill (Hanafi,2007). Soft skill meliputi intuisi dan kepekaanSDM. Hard skill meliputi pengetahuan danketerampilan fisik SDM. Social skill meliputiketerampilan dan hubungan sosial SDM. Mentalskill meliputi mental SDM. Kompetensi adalahkarakteristik yang mendasari seseorang danberkaitan dengan efektifitas kinerja individu didalam pekerjaannya (Mitrani et al, 1992).Berangkat dari definisi tersebut, maka kompe-tensi seorang individu merupakan sesuatu yangmelekat dalam dirinya mencakup motif, konsepdiri, sifat, pengetahuan, dan keahlian yangdapat digunakan untuk memprediksikinerjanya.

Spencer dan Spencer (1993) membagikompetensi atas dua kategori. Pertama, thresholdcompetencies, yaitu karakteristik utama yangharus dimiliki oleh seseorang agar dapat

melaksanakan pekerjaannya. Kedua,differentiating competencies, yaitu faktor-faktoryang membedakan individu yang berkinerjatinggi dan rendah. Misalnya, seorang guru harusmempunyai kemampuan utama mengajar. Ituberarti bahwa pada tataran thresholdcompetencies, selanjutnya apabila guru tersebutdapat mengajar dengan baik, cara mengajarnyamudah dipahami, dan analisisnya tajamsehingga dapat dibedakan tingkat kinerjanya,maka hal-hal tersebut sudah masuk kategoridifferentiating competencies.

Kompetensi dapat dipandang dari keadaanyang sebenarnya terkait dengan individu danpekerjaannya (Moqvist, 2003). Sementara itu,Holmes (1993) mengatakan bahwa kompetensidapat dijelaskan dengan kondisi di manaseseorang bekerja dalam bidang pekerjaantertentu yang seyogianya mampu dilakukan. Itumenggambarkan tindakan, perilaku, dan hasildi mana seseorang seyogianya mampu ditampil-kannya. Dari kedua pendapat tersebut, maka kitadapat menarik benang merah bahwa kompetensipada dasarnya menggambarkan apa yangseyogianya dapat dilakukan (be able to do)seseorang dalam suatu pekerjaan, berupakegiatan, perilaku, dan hasil yang seyogianyadapat ditampilkan atau ditunjukkan. Agar dapatmelakukan sesuatu dalam pekerjaannya,seseorang harus memiliki kemampuan (ability)dalam bentuk pengetahuan (knowledge), sikap(attitude), dan keteram-pilan (skill) yang sesuaidengan bidang pekerjaannya.

Mengacu pada pengertian kompetensi diatas, maka kompetensi guru dapat dimaknaisebagai gambaran tentang apa yang seyogianyadapat dilakukan seorang guru dalammelaksanakan pekerjaannya, baik berupakegiatan, perilaku, maupun hasil yang dapatditampilkan oleh guru. Depdiknas (2008)mengatakan bahwa kompetensi guru juga dapatdiartikan sebagai kebulatan pengetahuan,keterampilan, dan sikap yang diwujudkandalam bentuk perangkat tindakan cerdas danpenuh tanggung jawab yang dimiliki seorangguru untuk memangku jabatannya sebagaiprofesi. Dengan demikian, kompetensi yangdimiliki oleh setiap guru menunjukkan kualitasguru yang sebenarnya.

Suyanto dan Hisyam (2000) mengemukakantentang tiga jenis kompetensi guru. Pertama,kompetensi profesional, yaitu memilikipengetahuan yang luas dari bidang studi yangdiajarkannya, memilih dan menggunakan

Page 79: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

72 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan Berbasis Kompetensi

berbagai metode mengajar dalam proses belajarmengajar yang diselenggarakannya. Kedua,kompetensi kemasyarakatan, yaitu memilikikemampuan berkomunikasi, baik dengan siswa,sesama guru, maupun masyarakat luas. Ketiga,kompetensi personal, yaitu memiliki kepribadianyang mantap dan patut diteladani. Jadi, seorangguru akan mampu menjadi seorang pemimpinyang menjalankan peran: ing ngarso sung tulada,ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani.

Dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun2003 mengenai Sistem Pendidikan Nasional,pada pasal 35 ayat 1, Standar NasionalPendidikan meliputi Standar Isi, Standar Proses,Standar Kompetensi Lulusan, Standar TenagaKependidikan, Standar Sarana dan Prasarana,Standar Pengelolaan, Standar Pembiayaan, danStandar Penilaian Pendidikan. Sebagaimanadijelaskan pada pasal 39, guru merupakanpendidik yang bertugas merencanakan danmelaksanakan proses pembelajaran, menilaihasil pembelajaran, melakukan pembimbingandan pelatihan, serta melakukan penelitian danpengabdian kepada masyarakat, terutama bagipendidik di perguruan tinggi. Agar dapatmemenuhi konstitusi tersebut, Pemerintah telahmenetapkan Standar Tenaga Kependidikan yangmeliputi persyaratan pendidikan prajabatan dankelayakan, baik fisik maupun mental, sertapendidikan dalam jabatan. Persyaratan-persyaratan tersebut dapat kita lihat padaPenjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 19Tahun 2005 tentang Standar NasionalPendidikan. Pertama, kompetensi pedagogik,yaitu kemampuan mengelola pembelajaranpeserta didik, meliputi pemahaman terhadappeserta didik, perancangan dan pelaksanaanpembelajaran, evaluasi hasil belajar, danpengembangan peserta didik untuk mengaktua-lisasikan berbagai potensi yang dimilikinya.Kedua, kompetensi kepribadian, yaitu kemam-puan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa,arif, berwibawa, menjadi teladan bagi pesertadidik, dan berakhlak mulia. Ketiga, kompetensisosial, yaitu kemampuan pendidik sebagaibagian dari masyarakat untuk berkomunikasidan bergaul secara efektif dengan peserta didik,sesama pendidik, tenaga kependidikan,orangtua peserta didik, dan masyarakat sekitar.Keempat, kompetensi profesional, yaitukemampuan penguasaan materi pembelajaransecara luas dan mendalam yang memungkin-kannya membimbing peserta didik memenuhistandar kompetensi yang ditetapkan padaStandar Nasional Pendidikan.

Berdasarkan uraian di atas, DirektoratJenderal Pendidikan Dasar dan MenengahDepartemen Pendidikan Nasional menerapkanstandar kompetensi guru yang terkait dengan:(1) komponen kompetensi pengelolaanpembelajaran dan wawasan pendidikan; (2)komponen kompetensi akademik/vokasionalsesuai materi pembelajaran; serta (3)pengembangan profesi. Ketiga komponenstandar kompetensi guru tersebut mewadahikompetensi profesional, personal, dan sosialyang harus dimiliki oleh seorang guru.Pengembangan standar kompetensi gurudiarahkan pada peningkatan kualitas guru sertapola pembinaan guru yang terstruktur dansistematis.

Berdasarkan empat komponen yangmerupakan tuntutan profesional guru di atas,maka Ubrodiyanto (2007) menyumbangkanbeberapa pemikiran tentang program danperencanaan untuk pengembangan kualitasSDM pendidikan, antara lain:1. Melakukan pembinaan guru secara terus-

menerus serta berkesinambungan. Padaakhir pelatihan, diharapkan guru akanmenyadari pentingnya penguasaan materisebagai bagian dari pengembangankemampuannya sehingga diperlukaninvestasi awal yang besar terhadapkegiatan ini. Namun, jika dibandingkandengan manfaat yang akan diperoleh, makafaktor biaya dapat menjadi prioritas.

2. Menyusun sistem remunerasi sehinggamendorong guru untuk merasa nyaman dansejahtera di dalam bekerja. Sistemremunerasi yang kompetitif akan memben-tengi guru dari kemungkinan terjadinya“pembajakan” oleh sekolah.

3. Melakukan up-grade kemampuan akademikguru, dari minimal Sarjana (S1) ke jenjangMagister (S2) dan Doktor (S3). Up-grade inisemakin penting mengingat tuntutan globalbagi guru. Pengiriman guru-guru terbaikuntuk mengikuti program ini dapatmeningkatkan semangat guru dan tenagakependidikan lainnya untuk berkompetisisecara sehat dalam melaksanakantugasnya.

4. Membangun soft skill guru menyangkutsikap mental, karakter, dan kepribadiansehingga guru dapat memberikan teladanbagi siswa.

5. Menciptakan kondisi serta lingkungan kerjayang kondusif bagi pengembangankemampuan guru, sekaligus menumbuhkan

Page 80: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

73Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan Berbasis Kompetensi

kepuasan kerja. Kepuasan kerja ditentukanoleh tiga faktor, yaitu: gaji yang sesuai,adanya kebebasan berpikir dan mengeks-presikan kreativitasnya, serta penghargaanatas pekerjaan yang dilakukan. Kondisi kerjayang baik akan membuat guru diterima dannyaman dalam bekerja sehingga gurubekerja sukarela dan tanpa paksaan.Sebagai pembanding, National Board for

Professional Teaching Standards (2002) telahmerumuskan standar kompetensi bagi guru diAmerika yang menjadi dasar bagi guru untukmendapatkan sertifikasi guru, dengan rumusan“What Teachers Should Know and Be Able To Do”,yang di dalamnya memuat lima proposisi utamasebagai berikut.1. Guru harus berkomitmen terhadap siswa

dan pembelajarannya, mencakup:penghargaan guru terhadap perbedaanindividual siswa, pemahaman guruterhadap per-k e m b a n g a nbelajar siswa,p e r l a k u a nguru terhadapseluruh siswasecara adil,dan misi gurudalam mem-p e r l u a sc a k r a w a l aberpikir siswa.

2. Guru harus tahu mata pelajaran yangdiajarkan dan bagaimana mengajarnyakepada siswa, mencakup: apresiasi guruterhadap pemahaman materi pelajaranuntuk dikreasikan, disusun dan dihubung-kan dengan mata pelajaran lainnya;kemampuan guru untuk menyampaikanmateri pelajaran; dan mengembangkanusaha untuk memperoleh pengetahuandengan berbagai cara (multiple path).

3. Guru harus bertanggung jawab untukmengelola dan memantau pembelajaransiswanya, mencakup: penggunaan berbagaimetode dalam pencapaian tujuan pembel-ajaran; menyusun proses pembe-lajarandalam berbagai kelompok (group setting) danmampu untuk memberikan hadiah ataskeberhasilan siswa; menilai kemajuansiswa secara teratur; dan kesadaran akantujuan utama pembelajaran.

4. Guru harus berpikir secara sistematistentang praktek pembelajaran dan belajar

dari pengalaman, mencakup: secara terus-menerus menguji diri untuk memilihkeputusan terbaik serta meminta saran daripihak lain dan melakukan berbagai risetpendidikan untuk meningkatkan praktikpembelajaran.

5. Guru harus menjadi anggota komunitaspembelajar, mencakup: memberikankontribusi terhadap efektivitas sekolahmelalui kolaborasi dengan kalanganprofesional lainnya; bekerja sama denganorang tua siswa; dan dapat menarikkeuntungan dari berbagai sumber dayamasyarakat.Secara esensial, ketiga pendapat di atas

tidak menunjukkan adanya perbedaan prinsipil.Letak perbedaannya pada cara pengelompok-kannya. Isi rincian kompetensi pedagogik yangdisampaikan Depdiknas, menurut Suyanto danHisyam sudah teramu dalam kompetensi

p r o f e s i o n a l .Sementara dariNational Board forP r o f e s s i o n a lTeaching Stan-dards (NBPTS) ti-dak mengenaladanya penge-lompokan jenisk o m p e t e n s i ,tetapi langsungm e m a p a r k a n

tentang aspek-aspek kemampuan yang harusdikuasai oleh guru.

Sejalan dengan adanya tantangankehidupan global, maka peran dan tanggungjawab guru di masa yang akan datang akansemakin kompleks, sehingga menuntut guruuntuk senantiasa melakukan berbagai pening-katan dan penyesuaian penguasaan kompe-tensinya. Guru harus lebih dinamis dan kreatifdalam mengembangkan proses pembelajaransiswa. Di masa yang akan datang, guru bukanlagi menjadi satu-satunya orang yang paling wellinformed terhadap berbagai informasi danpengetahuan yang sedang berkembang sertaberinteraksi dengan manusia di alam ini. Gurubukan satu-satunya orang yang paling pandaidi tengah-tengah siswanya. Jika guru tidakdapat memahami mekanisme dan polapenyebaran informasi yang demikian cepat,maka ia akan terpuruk secara profesional. Kalauhal ini terjadi, maka ia akan kehilangankepercayaan, baik dari siswa, orang tua, maupun

Jika guru tidak dapat memahamimekanisme dan pola penyebaraninformasi yang demikian cepat,maka ia akan terpuruk secara

profesional.

Page 81: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

74 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan Berbasis Kompetensi

masyarakat. Untuk menghadapi tantanganprofesionalitas tersebut, maka guru perlu berpikirsecara antisipatif dan proaktif. Artinya, guruharus melakukan pembaharuan terhadap ilmudan pengetahuan yang dimilikinya secara terus-menerus. Di samping itu, guru juga harusmemahami penelitian guna mendukungefektivitas pembelajaran yang dilaksanakannya,sehingga dengan dukungan dari hasil penelitianguru tersebut, guru tidak terjebak pada praktikpembelajaran yang menurut asumsi merekasudah efektif, tetapi kenyataannya justrumematikan kreativitas siswanya. Begitu pula,dengan adanya dukungan dari hasil penelitianyang mutakhir sehingga memungkinkan guruuntuk melakukan pembelajaran yang bervariasidari tahun ke tahun yang disesuaikan dengankonteks perkembangan ilmu pengetahuan danteknologi yang sedang berlangsung.

Pemerintah DKI Jakarta melalui DinasPendidikan Dasar DKI Jakarta, telah menetap-kan standar mutu kinerja tenaga kependidikan,kemudian bekerjasama dengan LembagaPenjamin Mutu Pendidikan (LPMP) untukmelakukan Uji Kompetensi Guru SD dan SMPdi DKI Jakarta pada tahun 2006, yang terdiri dari:1. Penguasaan bidang studi/akademik,

meliputi: penguasaan materi kurikulum,bidang studi, metode/teknik pembelajaran,dan teknik evaluasi.

2. Pengelolaan pembelajaran, meliputi:penyusunan rencana pembelajaran (RPP),pelaksanaan interaksi pembelajaran,pengelolaan kelas, pemahaman potensipeserta didik, penggunaan alat bantupembelajaran, penilaian prestasi belajarpeserta didik, dan pelaksanaan tindak lanjuthasil penilaian.

3. Sikap kerja dan kepribadian, meliputikomunikasi interpersonal.Penelitian tersebut dilakukan pada lima

wilayah di DKI Jakarta dari bulan Juli sampaidengan November tahun 2008 dengan menggu-nakan metode penelitian ex-postfacto, yaitupenelitian yang dilakukan setelah terjadi suatuperistiwa. Populasi dalam penelitian ini adalahseluruh guru SMP di Provinsi DKI Jakarta yangberstatus PNS. Sampel penelitian ini meliputiguru SMP pada mata pelajaran Geografi diwilayah DKI Jakarta yang mengikuti UjiKompetensi Guru SMP pada tahun 2006.Penelitian ini bertujuan untuk melihat petakompetensi guru dalam pengelolaan pembel-ajaran Geografi. Penelitian ini dapat menjadi

bahan pertimbangan Dinas Pendidikan DasarDKI Jakarta dalam upaya melakukan sertifikasikompetensi guru serta dapat menjadi bahanpertimbangan untuk melakukan pembinaanterhadap tenaga kependidikan dalam mening-katkan kualitas pembelajaran agar sesuaidengan standar proses pendidikan. Bagi LPMP,hasil penelitian ini dapat menjadi bahanpertimbangan dalam merumuskan programpendidikan dan pelatihan untuk tujuanpeningkatan kemampuan guru dalam melaku-kan pengelolaan pembelajaran. Selain itu, hasilpenelitian ini dapat menjadi bahan pertim-bangan dalam memberikan supervisi, bimbing-an, arahan, saran, dan bantuan teknis kepadasatuan pendidikan dasar (SD dan SMP) sebagaiupaya penjaminan mutu satuan pendidikanuntuk mencapai Standar Nasional Pendidikan.

Dari hasil penelitian tersebut, ada sebanyak285 guru SMP pada mata pelajaran Geografi diDKI Jakarta atau mencapai 77,4% dari populasimempunyai kualifikasi pendidikan S1, artinyakualifikasi pendidikan guru sudah sesuaidengan syarat minimal yang ditetapkan dalamUndang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentangGuru. Nilai yang diperoleh guru dalampengelolaan pembelajaran, sebagian besarmendapatkan kategori baik, dengan perinciansebagai berikut.1. Sebanyak 72,1% guru mampu menyusun

rencana pembelajaran dengan baik.2. Sebanyak 72,1% guru mampu melaksa-

nakan interaksi pembelajaran dengan baik.3. Sebanyak 74,8% guru mampu mengelola

kelas dengan baik.4. Sebanyak 55,8% guru mampu memahami

potensi peserta didik dengan baik.5. Sebanyak 61,7% guru mampu mengguna-

kan alat bantu pembelajaran dengan baik.6. Sebanyak 62,2% guru mampu menilai

prestasi belajar peserta didik dengan baik.7. Sebanyak 64,9% guru mampu melaksana-

kan tindak lanjut hasil penilaian prestasibelajar peserta didik dengan baik.Berdasarkan hasil tabulasi silang antara

golongan dengan nilai pengelolaan pembel-ajaran menunjukkan bahwa golonganmemberikan kontribusi terhadap perolehan nilaipengelolaan pembelajaran. Artinya, dengangolongan yang tinggi, maka guru akan semakinmampu dalam melakukan pengelolaanpembelajaran, karena dengan golongan yangtinggi berarti bahwa guru sudah berpengalamandalam mengajar. Dengan demikian, guru sudah

Page 82: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

75Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan Berbasis Kompetensi

memahami tugas yang diemban sebagaimanamestinya.

Berdasarkan hasil tabulasi silang antaratingkat pendidikan guru dengan nilaipengelolaan pembelajaran menunjukkan bahwatingkat pendidikan guru juga memberikankontribusi terhadap perolehan nilai pengelolaanpembelajaran. Artinya, dengan tingkatpendidikan yang tinggi, maka guru akanmempunyai nilai pengelolaan pembelajaranyang baik. Sedangkan hasil tabulasi silangantara asal wilayah dengan nilai pengelolaanpembelajaran menunjukkan bahwa wilayahJakarta Utara merupakan wilayah yang gurunyamempunyai nilai pengelolaan pembelajaranyang tertinggi jika dibandingkan denganwilayah Jakarta lainnya. Wilayah Jakarta Pusatmerupakan wilayah dengan perolehan nilaipengelolaan pembelajaran yang terendah dalamsemua aspek pembelajaran.

Nilai yang diperoleh guru berdasarkan hasilUji Kompetensi Guru tersebut sudah sesuaidengan standar minimal yang ditetapkan olehPemerintah DKI Jakarta, namun hal tersebutbelum menggambarkan kompetensi guru yangsesungguhnya karena banyak guru yang padawaktu dinilai dalam melakukan pengelolaanpembelajaran, menunjukkan penampilan yangbaik dengan mempersiapkan perangkatpembelajaran dengan lengkap. Akan tetapi,setelah tidak dilakukan penilaian, para gurukembali pada praktek yang lama, yaitumenggunakan RPP yang dibuat pada tahunsebelumnya, membuat RPP satu kali dalam satusemester, tidak melakukan interaksipembelajaran dengan baik, tidak membawa alatbantu pembelajaran, serta tidak menggunakansumber pembelajaran yang baik dan lengkap.

Oleh karena itu, untuk mengetahuikompetensi guru yang sesungguhnya dalammelaksanakan pengelolaan pembelajaran tidakbisa dilakukan dalam waktu yang singkat, tetapimemerlukan proses penilaian yang terus-menerus secara sistematis dan berkesinam-bungan. Berbicara mengenai pengelolaankompetensi guru, maka kita harus tahubagaimana kompetensi guru dimulai dari segiperencanaan, pengorganisasian, sampai denganevaluasi. Di bawah ini ada beberapa tahappengelolaan kompetensi guru yang diadaptasidari pernyataan Hanafi (2007), antara lainmeliputi:1. Perencanaan kompetensi guru. Pada tahap

ini, sekolah harus berpijak pada visi dan

misinya kemudian diterjemahkan ke dalamstrategi fungsional sekolah. Visi dan misisekolah diterjemahkan ke dalam strategipengelolaan guru, kemudian diterjemahkanmenjadi tuntutan kompetensi guru yangharus dipenuhi. Selanjutnya, kompetensiguru kemudian dipetakan agar lebih mudahdalam pengelolaannya. Pemetaan kompe-tensi guru merupakan rancangankompetensi guru yang akan dibangunsekolah (kompetensi inti dan kompetensipendukung).

2. Pengorganisasian kompetensi guru.Setelah pemetaan kompetensi gurudiketahui, sekolah harus melakukanpengelompokan kompetensi guru tersebut.Pengelompokan dilakukan melalui penen-tuan bidang-bidang kompetensi inti yangmerupakan tonggak sekolah, maupunbidang kompetensi pendukung.

3. Pengembangan kompetensi guru. Upayaini dilakukan dengan melakukan penilaianterhadap kompetensi guru pada saat iniyang dimiliki guru. Kemudian dibanding-kan dengan pemetaan kompetensi guruyang telah dibuat, sehingga diketahuibesarnya gap antara kompetensi guru yangharus dimiliki dengan kompetensi guruyang diharapkan. Selanjutnya sekolahmelakukan berbagai upaya pembangunandan pengembangan kompetensi gurusehingga peta kompetensi guru tersebutdapat terisi dengan baik.

4. Pengevaluasian kompetensi guru. Sekolahmelakukan evaluasi terhadap kompetensiguru yang dibangun dan dikembangkanuntuk mengetahui sejauh mana upaya yangdilakukan sekolah sehingga mencapai petakompetensi guru yang disusun. Evaluasitersebut harus memperhatikan perkembang-an situasi sekolah yang ada. Sekolah jugaharus melakukan berbagai penyesuaianterhadap peta kompetensi guru danprogram pengembangan kompetensinya.Berdasarkan peta kompetensi guru tersebut,

sekolah menggunakan peta tersebut sebagaidasar dalam menentukan keputusan tentangguru, dimulai dari pelaksanaan sampai denganpengadaan, di mana penentuan persyaratan danprosedur seleksi guru dapat menjadi dasarkompetensi guru. Program sosialisasi, pelatihandan pengembangan guru dilakukan untukmembangun kompetensi guru. Penentuan arahkarier, pengelolaan kinerja dan kompensasi

Page 83: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

76 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan Berbasis Kompetensi

guru juga berdasarkan pada kompetensi yangdimiliki guru.

Hanafi (2007) menjelaskan beberapamanfaat yang dapat diterima dengan adanyapeta kompetensi guru, yaitu: (1) sekolah dapatmengetahui guru mana yang siap mengisi posisitertentu yang sesuai dengan kompetensi yangdituntut serta bagaimana cara untuk menarikatau menyeleksi calon guru, baik dari dalamsekolah maupun dari luar sekolah; (2) sekolahdapat mengetahui arah pengembangan guru,bukan hanya sekedar ikut tren pengembanganguru yang ada, tetapi benar-benar mengembang-kan guru sesuai dengan kebutuhan kompeten-sinya; (3) sekolah dapat lebih adil dalammemberikan kompensasi guru; (4) sekolah dapatmenyusun perencanaan karier yang lebih pastibagi gurunya; dan (5) sekolah dapat menilaikinerja guru secara lebih adil.

Manajemen SDM PendidikanBerbasis Kompetensi Guru

Salah satu bidang penting dalam administrasipendidikan atau manajemen pendidikan adalahterkait personil atau (SDM) yang terlibat dalamproses pendidikan, baik itu pendidik sepertiguru maupun tenaga kependidikan sepertitenaga administratif. Intensitas duniapendidikan sangat berhubungan denganmanusia, sehingga dapat dipandang sebagaisuatu perbedaan penting antara lembagapendidikan atau organisasi sekolah denganorganisasi lainnya. Hal ini sejalan denganpernyataan Sergiovanni et al. (1987) yangmenyatakan bahwa “perbedaan yang palingkritis antara sekolah dengan organisasi lainnyaadalah intensitas manusia yang mendasaripekerjaannya. Sekolah adalah organisasikemanusiaan, produknya adalah manusia sertaprosesnya memerlukan sosialiasi manusia”. Inimenunjukkan bahwa masalah SDM menjadi halyang dominan di dalam proses pendidikan. Halini juga dapat berarti bahwa mengelola SDMmerupakan bidang yang sangat penting dalammelaksanakan proses pendidikan di sekolah.

Inti dari manajemen SDM pendidikanadalah bagaimana meningkatkan peran sertadan sumbangan SDM pendidikan secaraoptimal dalam proses transformasi jasapendidikan di sekolah. Proses manajemen SDMpendidikan dalam rangka mencapai tujuantersebut, secara tradisional dilakukan melalui

empat proses integral, yaitu: proses seleksi,pendidikan dan pelatihan, evaluasi danpenggajian, dan pengembangan (Triono, 2002).Integralitas keempat proses tersebut sertakedalaman pada setiap prosesnya, padaumumnya dipersepsikan memiliki korelasi yangtinggi terhadap derajat sumbangan SDMsekolah.

Pada proses rekrutmen guru, dilibatkansejumlah instrumen psikologis untuk mengukurintelegensi calon guru, yaitu: intelegensi verbal,ruang, logis-matematis, dan interpersonal.Semakin tinggi skornya sehingga diasumsikanbahwa calon guru semakin cerdas dan memilikipeluang besar untuk menghadapi situasi barudalam melaksanakan tugasnya. Namun,pendapat tersebut dipatahkan dengan hasilpenelitian Goleman (1996) yang berkata bahwaapabila bagian otak yang digunakan untukmerasakan telah rusak, maka individu yangbersangkutan tidak dapat berpikir secara efektif.Oleh karena itu, Goleman merumuskanintelegensi kedua yang disebut dengan EQ(Emotional Quotient) yang merupakan prasyaratpenggunaan IQ (Intelligence Quotient). Pada akhirabad 20, terdapat rangkaian data ilmiah terbarusehingga sampai pada kesimpulan bahwa adajenis intelegensi ketiga yang mendasarikemampuan pemfungsian IQ dan EQ secaraefektif, yaitu SQ (Spiritual Quotient), yangmerupakan kecerdasan untuk menghadapi sertamemecahkan persoalan makna dan nilai, yaitukecerdasan untuk menempatkan perilakumanusia sehingga mampu menilai bahwa jalanhidup seseorang dengan nilai yang dianutnyalebih bermakna daripada yang lainnya, dengandemikian lebih mampu untuk menyesuaikanaturan yang kaku dalam konteks moral yangdimiliki. Akibatnya, semakin tinggi SQseseorang, maka akan semakin mampu dia untukmelepaskan diri dari batasan-batasan yang adadi dalam setiap situasi sehingga semakin kreatifindividu yang bersangkutan (Zohar danMarshall, 2000). Dengan menyadari ketigaintelegensi tersebut, maka cukup beralasan bagikita untuk menuntut adanya proses rekrutmenguru yang tidak terlalu mengandalkan kepadapengukuran intelegensi pertama (IQ).

Pada proses pendidikan dan pelatihan(diklat) guru, kegiatan didesain secarakonvensional agar pesertanya mampu mening-katkan keterampilan dan perilakunya sesuaidengan tuntutan tugas masing-masing. Metodeyang digunakan adalah gabungan antara metode

Page 84: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

77Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan Berbasis Kompetensi

klasikal (campuran metode ceramah dan kasus)dengan metode on the job training. Ada kelemahanpada kedua metode tersebut, yaitu adanyakecenderungan untuk menjadi sangat strukturaldan sistematis sehingga kehilangan semangatholistik dan lateral yang lebih disukai oleh otakmanusia. Akibatnya, dengan adanya prosesdiklat guru seperti itu akan membutuhkan lebihbanyak waktu dalam menyerap dan mencernamateri-materi yang diberikan. DePorter danHernacki (1992) memberikan solusi terhadapmasalah tersebut, yaitu melalui pendidikandengan metode Quantum Learning. Pada metodeini, materi diklat diberikan untuk diserap dengancara yang disukai otak, yaitu dalam situasisantai serta menggunakan pendekatan holistik.Bobbi menyarankan penggunaan musik untukmenurunkan denyut nadi, terutama musik yangberasal dari zaman Barok seperti Bach, Handel,Pachelbel, dan Vivaldi selama masa diklat.Relaksasi yang diiringi musik membuat pikiranselalu siap dan mampu berkonsentrasi. Bobbijuga menyarankan digunakannya peta pikiran,yaitu diagram yang memuat keseluruhan obyekbahasan secara garis besar sehingga otakmenyerap informasi secara holistik.

Pada proses evaluasi, penggajian, danpengembangan; masalah mendasar darimanajemen SDM pendidikan tradisional adalahfaktor penilaian kinerja SDM pendidikan yangberfokus pada aspek kompetensi teknis jabatan.Jika terlalu memfokuskan diri pada tolok ukurtersebut, maka dalam jangka panjang akanmematikan kreativitas tingkat guru dan sekolahkarena kaidah anjing Pavlov akan berlaku dalamsistem penilaian tersebut, di mana karyawanakan memfokuskan diri pada indikator-indikator kompetensi tersebut, yang padaumumnya berdimensi jangka pendek sertabersifat individual.

Studi komprehensif telah dikembangkanoleh Southern States Cooperative Program inEducational Administration (SSCPEA) tahun 1955untuk mendefinisikan administrasi pendidikan.Salah satu tugas pokok administrasi pendidikanadalah personil sekolah. Bidang personil sekolahtersebut meliputi tugas-tugas administratif: (1)mempersiapkan perumusan kebijakan personilsekolah; (2) mempersiapkan pengadaan personilsekolah; (3) memilih dan menugaskan personilsekolah; (4) meningkatkan kesejahteraanpersonil sekolah; (5) mengembang-kan sistempencatatan personil sekolah; serta (6) mendorong

dan menyediakan kesempatan bagipertumbuhan profesional personil sekolah.

Manajemen SDM berbasis kompetensi(MSDM-BK) merupakan suatu konsepmanajemen SDM yang mengaitkan aktivitasSDM di dalam organisasi dengan kompetensiinti/dasar yang akan diunggulkan. MSDM-BKadalah proses perencanaan, pengorganisasian,pelaksanaan, dan pengendalian aktivitas tenagakerja mulai dari rekrutmen sampai pensiun dimana proses pengambilan keputusannyadidasarkan pada informasi kebutuhankompetensi jabatan dan kompetensi individuuntuk mencapai tujuan organisasi (Siswanto,2001). Berbeda dengan manajemen SDMkonvensional, keputusan dalam MSDM-BKlebih transparan, dapat dipertanggungjawabkansecara ilmiah, dan tidak diskriminatif. DalamMSDM-BK, keputusan yang diambil sertaaktivitas yang dilaksanakan selalu mengacukepada kebutuhan kompetensi jabatan dankompetensi individu yang terukur serta dapatdiamati validitasnya berdasarkan perilakuseseorang yang bekerja di dalam organisasi.Dengan mengacu kepada kebutuhan kompetensijabatan dan kompetensi individu, maka dapatdibangun sistem MSDM-BK yang terintegrasiatau sering dikenal dengan “integratedcompetencies based human resource managementsystem”. Komponen dari sistem manajemen SDMberbasis kompetensi guru secara terpadumeliputi hal-hal berikut.1 Kinerja Guru

Agar kinerja guru dapat meningkat sertamencapai standar kompetensi tertentu,maka dibutuhkan suatu manajemen kinerja(performance management). Manajemenkinerja guru berkaitan erat dengan tugaskepala sekolah melakukan komunikasi yangberkesinambungan melalui jalinan kemitra-an dengan seluruh guru di sekolahnya.

2 Evaluasi dan Desain Pekerjaan GuruManajemen kinerja guru meliputiperencanaan, komunikasi yang berkesi-nambungan, dan evaluasi. Evaluasi kinerjamerupakan proses di mana kinerja masing-masing guru dinilai dan dievaluasi. Setelahmelakukan evaluasi kinerja guru, kepalasekolah dapat merancang atau mendesainpekerjaan guru sehingga kinerja gurumencapai hasil yang optimal.

3 Seleksi GuruAda tiga alasan mengapa seleksi gurupenting yaitu:

Page 85: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

78 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan Berbasis Kompetensi

a Kinerja kepala sekolah selalu tergan-tung pada kinerja guru.

b Penyaringan guru yang efektif pentingkarena biaya merekrut danmempekerjakan guru mahal.

c Adanya implikasi yang sah dari seleksiguru yang tidak efektif atau guru yangtidak cakap.

4 Pelatihan dan Pengembangan GuruAda lima tahapan dalam pelatihan danpengembangan guru, yaitu sebagai berikut.a Analisis kebutuhan, yaitu kepala sekolah

mengidentifikasi berbagai kompetensiguru yang dibutuhkan untuk memper-baiki kinerja guru beserta denganproduktivitasnya.

b Rancangan instruksional, yaitu kepalasekolah mengumpulkan sasaraninstruksional, metode, media, gambardan urutan isi, contoh, latihan, dankegiatan pelatihan dan pengembanganguru.

c Keabsahan, yaitu kepala sekolahmemperkenalkan serta mengesahkanprogram pelatihan dan pengembanganguru di hadapan audiensi sekolah yangrepresentatif.

d Implementasi, yaitu kepala sekolahberusaha untuk mendorong keberhasil-an guru melalui lokakarya yang berfokuspada penyajian pengetahuan danketerampilan guru.

e Evaluasi dan tindak lanjut, yaitu kepalasekolah melakukan penilaian terhadapkeberhasilan program pelatihan danpengembangan guru menurut indikator:reaksi, kegiatan belajar, perilaku, danhasil yang dicapai oleh guru.

5 Jalur Karier GuruAda lima tahapan utama dalam karier guru,antara lain sebagai berikut.a Tahap pertumbuhan, di mana guru baru

mengembangkan konsep dirinyadengan cara mengidentifikasikan diriserta berinteraksi dengan keluarga,teman, dan sesama guru.

b Tahap penjelajahan, di mana guru seriusmenjelajahi berbagai alternatif kedudu-kan serta berusaha mencocokan berba-gai alternatif tersebut dengan minat dankemampuannya.

c Tahap penetapan, di mana gurumengharapkan satu kedudukan yanglayak diperolehnya dan kepala sekolah

melibatkan diri di dalam kegiatan-kegiatan tersebut serta membantunyauntuk memperoleh satu kedudukanyang tetap.

d Tahap pemeliharaan, di mana gurumengamankan tempatnya di dalamdunia kerja. Kepala sekolah akanberusaha untuk memelihara tempattersebut.

e Tahap kemerosotan, di mana gurumenghadapi berkurangnya tingkatkekuasaan dan tanggung jawab sertabelajar untuk menerima dan mengem-bangkan peran baru sebagai mentor danmempercayakan tugas-tugas sebelum-nya kepada guru yang lebih muda.

6 Perencanaan Suksesi Karier GuruMenurut Edgar Schein, perencanaan suksesikarier merupakan suatu proses penemuanyang berkesinambungan atau proses dimana seseorang secara perlahan-lahanmengembangkan konsep diri tentangpekerjaan yang lebih jelas jika dilihat daribakat, kemampuan, motif, kebutuhan, sikap,dan nilai-nilainya. Ada empat langkahpenting dalam perencanaan suksesi karirguru, yaitu:a Mengidentifikasi langkah karier guru

Kepala sekolah harus mempunyaiwawasan yang luas tentang apa yangdiinginkan dari karir guru, bakat danketerbatasan guru, serta nilai-nilai yangdimiliki oleh guru dan bagaimana nilai-nilai tersebut cocok dengan alternatifyang dikembangkan.

b Mengidentifikasi orientasi pekerjaanguruJohn Holland menemukan enam tipeatau orientasi kepribadian dasar, yaitu:orientasi realistik, orientasi penyelidi-kan, orientasi sosial, orientasikonvensional, orientasi kewiraswasta-an, dan orientasi artistik.

c Mengidentifikasi keterampilan guruKesuksesan karier guru tidak hanyatergantung dari motivasi, tetapi jugakemampuan. Ada dua faktor pentingyang mempengaruhi kemampuan guru,yaitu keterampilan kedudukan(keterampilan yang dibutuhkan untukberhasil dalam menduduki posisi guru)maupun kecerdasan (kemampuanbawaan guru yang mencakup intelegen-sia, kecerdasan numerik, pemahaman

Page 86: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

79Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan Berbasis Kompetensi

mekanik, ketangkasan manual, jugaberbagai bakat seperti kemampuanartistik, teatrik, atau musik yangmemainkan peran penting dalampemilihan karier guru).

d Mengidentifikasi jangkar karier guruJangkar karier guru merupakan suatuporos yang di sekelilingnya karier guruakan berputar. Guru akan menyadari halini sebagai akibat dari pembelajarantentang bakat dan kemampuannya,motif dan kebutuhannya, serta sikapdan nilainya. Ada lima jangkar karierguru, yaitu jangkar karir fungsional/teknik, jangkar karir kompetensimanajerial, jangkar karier kreativitas,jangkar karir otonomi dan kemandirian,dan jangkar karier keamanan.

7 Rekrutmen GuruProses rekrutmen guru dapat dilakukanmelalui empat kegiatan, meliputi:a Persiapan rekrutmen guru, yaitu

melakukan persiapan rekrutmen gurubaru secara matang, sehingga melaluirekrutmen tersebut, sekolah dapatmemperoleh guru yang memilikikompetensi yang diharapkan.

b Penyebaran informasi mengenaipenerimaan guru baru, yaitu melakukanpenyebaran pengumuman penerimaanguru baru melalui berbagai mediaseperti brosur, siaran radio, surat kabar,dan sebagainya.

c Penerimaan lamaran guru baru, yaitupanitia penerimaan guru baru meneri-ma surat lamaran guru. Surat lamaranguru harus dilengkapi dengan berbagaisurat keterangan seperti ijazah, aktekelahiran, surat keterangan WargaNegara Indonesia (WNI), surat kete-rangan kesehatan dari dokter, dan suratketerangan berkelakuan baik darikepolisian.

d Penyeleksian pelamar, yaitu merupakansuatu proses untuk memperkirakanberbagai pelamar yang mempunyaikemungkinan besar untuk berhasildalam pekerjaannya setelah diangkatmenjadi guru.

8 Kompensasi GuruKompensasi guru merujuk kepada semuabentuk upah atau imbalan yang berlaku danmuncul dari pekerjaan sebagai guru.

Kompensasi guru tersebut mempunyai duakomponen, yaitu:a Pembayaran keuangan secara langsung,

dalam bentuk gaji dan insentif lainnya.b Pembayaran keuangan secara tidak

langsung, dalam bentuk tunjangankeuangan seperti asuransi, tunjangankesehatan, dan tunjangan lainnya.

Dalam rangka membangun manajemenSDM berbasis kompetensi guru seperti yangtelah dikemukakan di atas, maka ada beberapatahap yang perlu dilakukan, yaitu:1. Menyusun direktori kompetensi guru

serta profil kompetensi guru per posisi.Di dalam proses ini akan dirancang daftarjenis kompetensi guru, baik berupa softcompetency (kepemimpinan, komunikasi,hubungan interpersonal, dan lain-lain)maupun hard competency (mengajar,membimbing, meneliti, dan lain-lain) yangdibutuhkan sekolah tersebut; lengkapdengan definisi kompetensi guru yangterperinci serta indikator perilaku danlevelisasi guru (penjenjangan level) bagisetiap jenis kompetensi guru. Di dalamtahap ini juga disusun kebutuhankompetensi guru per posisi atau daftarkompetensi apa yang dipersyaratkan bagiposisi guru tertentu berikut dengan levelminimumnya.

2. Menilai kompetensi bagi setiap individuguru dalam sekolah tersebut. Tahap inimerupakan tahap yang paling kritis.Tahap ini wajib dilakukan karena setelahkita memiliki direktori kompetensi gurubeserta dengan kebutuhan kompetensiguru per posisi, maka kita perlu mengeta-hui di mana level kompetensi guru kita danpada tahap ini juga kita dapat memahamigap antara level kompetensi guru yangdipersyaratkan dengan level kompetensiyang dimiliki guru pada saat ini.

Sumber Daya Manusia Pendidikandan Keunggulan Bersaing Sekolah

SDM merupakan sumber pengetahuan,keterampilan dan kemampuan yang terakumu-lasi di dalam diri anggota organisasi (Hanafi,2007). Kemampuan tersebut harus terus diasahdari waktu ke waktu dan sekolah terusmengembangkan keahliannya sebagai pilar agarselalu memiliki keunggulan bersaing. Wherter

Page 87: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

80 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan Berbasis Kompetensi

and Davis (1993) mengatakan bahwa SDM didalam konteks manajemen adalah orang yangsiap, mau, dan mampu berkontribusi kepadatujuan organisasi. Oleh karena itu, SDM di dalamsuatu organisasi termasuk organisasi pendidi-kan, memerlukan pengelolaan dan pengem-bangan yang baik dalam upaya meningkatkankinerja mereka agar dapat memberikansumbangan bagi pencapaian tujuannya. Sumberdaya sekolah terdiri dari aset berwujud (tangible)maupun aset tidak berwujud (intangible) sepertikemampuan, proses organisasi, informasi,atribut, dan pengetahuan sekolah. Meningkat-nya kinerja SDM pendidikan akan berdampakpada semakin baiknya kinerja sekolah dalammenjalankan perannya di masyarakat.

Para pemimpin di dalam organisasimenghadapi tantangan kompetitif berkaitandengan globalisasi, peningkatan profitabilitasmelalui pertumbuhan, modal intelektual,teknologi, dan perubahan secara kontinu (Ulrich,1996). Di dalam menghadapi berbagai tantangantersebut, maka sekolah harus mengembangkankeunggulan intangible atau keunggulan bersaingyang tidak mudah diimitasi oleh pesaing.Keunggulan bersaing diciptakan melaluiefisiensi, kualitas produk, dan inovasi (Hill danJones, 1998). Di dalam menciptakan keunggulanbersaing yang berkelanjutan, sekolah tersebutmembutuhkan dukungan pimpinan sekolah dankaryawan berkualitas. Pimpinan sekolah harus

dapat mengembangkan kompetensi, inovasi,kreatifitas, serta berperan sebagai agenperubahan dan melihat fungsi-fungsi SDMsebagai sumber keunggulan bersaing. Denganadanya kualitas tersebut, maka pimpinansekolah diharapkan dapat mengarahkankaryawan sebagai SDM yang profesional dalammewujudkan keunggulan bersaing yangberkelanjutan. Di samping itu juga, sekolahdapat memegang kendali dirinya sendiri sertadapat menciptakan pasar di masa depan jikalebih dahulu tiba di masa depan, sehinggadiperlukan pemimpin sekolah yang dapatmeramu visi dan misinya, SDMnya, dan strategibersaingnya untuk dapat menciptakanorganisasi sekolah berkelas dunia (Hamel danPrahalad, 1995). Gambar 1 di bawah inimengilustrasikan strategi bersaing untukmencapai organisasi sekolah berkelas dunia.

Walker (1994) menyebutkan bahwa adaempat karakteristik utama yang harus dipenuhioleh fungsi SDM agar dapat mendukungkeunggulan bersaing, yang dapat diterapkan kedalam dunia pendidikan, yaitu: (1)mengintegrasikan kegiatan SDM pendidikandengan strategi organisasi sekolah; (2)mengintegrasikan proses SDM pendidikandengan proses manajemen SDM sekolah; (3)mengintegrasikan fungsi SDM pendidikandengan organisasi sekolah; dan (4) menginteg-rasikan cara pengukuran SDM pendidikan

Pemimpin Sekolah

Tantangan Kompetitif

Perumusan Kembali Visi dan Misi Sekolah

Mengembangkan Budaya Sekolah

Mengembangkan Keunggulan Bersaing

Sekolah

Strategi Bersaing Sekolah

ORGANISASI SEKOLAH BERKELAS DUNIA

Gambar 1. Strategi Bersaing Sekolah untuk Mencapai Organisasi Sekolah Berkelas Dunia

Page 88: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

81Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan Berbasis Kompetensi

dengan cara pengukuran organisasi sekolahsecara keseluruhan.

Para peneliti manajemen SDM jugamengatakan bahwa ada keterkaitan antarapraktek manajemen SDM dengan keunggulanbersaing. Bahkan timbul argumentasi bahwapraktek manajemen SDM dapat memberikontribusi bagi keunggulan bersaing sepanjanghal tersebut memperkuat perilaku peran yangdapat memberikan hasil yang meminimumkanbiaya, mendorong diferensiasi atau kedua-duanya (Schuler dan Jackson, 1996). Merekamengadopsi strategi bersaing Michael Porterbahwa untuk mencapai keunggulan bersaing,ada tiga macam alternatif strategi yang dapatdigunakan, yaitu:1. Strategi inovasi pendidikan, yaitu strategi

pengembangan produk pendidikan yangunik dibandingkan produk yang dihasilkansekolah pesaingnya. Jika sekolahmenggunakan strategi inovasi pendidikan,perilaku peran yang diperlukan: tingkatkreatifitas guru yang tinggi, fokus sekolahjangka panjang, kerja sama yang tinggi diantara guru, perilaku guru yang salingmelengkapi (interdependent), perhatian guruyang cukup terhadap kualitas dan kuantitaspendidikan, adanya keseimbangan antarahasil pendidikan dengan proses pendidi-kan, dan memiliki toleransi tinggi terhadapketidakpastian kondisi di sekolahnya.Implikasi bagi sekolah yang menggunakanstrategi inovasi pendidikan adalahmemberikan sedikit pengawasan terhadapguru, memilih guru dengan keterampilanyang tinggi, memiliki banyak guru bantu,serta adanya penilaian kinerja sekolahdalam jangka panjang.

2. Strategi kualitas pendidikan, yaitu strategipenciptaan produk pendidikan yang lebihberkualitas dibandingkan produk sekolahpesaingnya. Bagi sekolah yang mengguna-kan strategi kualitas pendidikan, perilakuperan yang diperlukan: perilaku guru yangberulang dan dapat diperkirakan, fokus

sekolah jangka menengah, kerja sama yangcukup di antara guru, perilaku guru yangsaling melengkapi (interdependent),perhatian guru yang tinggi terhadapkualitas pendidikan tetapi perhatian guruyang sedang terhadap kuantitas pendidi-kan, fokus guru yang tinggi terhadap prosespendidikan, guru kurang berani mengambilresiko, dan guru memiliki komitmen yangcukup terhadap tujuan organisasi sekolah.Implikasi bagi sekolah yang menggunakanstrategi kualitas pendidikan adalah adanyakomitmen guru yang tinggi danpemanfaatan guru yang lebih besar sertamembutuhkan lebih sedikit guru untukmenghasilkan output pendidikan yangsama.

3. Strategi pengurangan biaya pendidikan,ditekankan pada upaya menekan biayapendidikan serendah mungkin sehinggaharga jasa pendidikan yang ditawarkanlebih rendah dibandingkan pesaingnya.Bagi sekolah yang menggunakan strategipengurangan biaya pendidikan, perilakuperan yang diperlukan: perilaku guru yangberulang dan dapat diperkirakan, fokussekolah jangka pendek, mengutamakanindividualisme dan otomatisasi, perhatianguru yang cukup terhadap kualitaspendidikan tetapi lebih tinggi terhadapkuantitas pendidikan, guru kurang beranimenanggung resiko, dan guru lebihmenyukai kegiatan pendidikan yang stabil.Implikasi bagi sekolah yang menggunakanstrategi pengurangan biaya pendidikanadalah penggunaan guru part time (guruhonorer), adanya subkontrak, penyeder-hanaan pekerjaan guru dan prosedurpengukuran kinerja guru, adanya otoma-sisasi dan perubahan aturan kerja guru,serta adanya penugasan guru yangfleksibel.Apabila fokus strategi sekolah adalah

menciptakan “competitive advantage” yangberkelanjutan, maka fokus strategi SDM

Fungsi SDM

SDM profesional dengan kompetensi strategik

Sistem SDM

Kinerja tinggi, kemitraan strategis, kebijakan dan

praktek

Perilaku Karyawan

Secara strategik terfokus pada kompetensi, motivasi,

dan perilaku yang terasosiasi

Gambar 2 : Arsitektur Strategi SDM

Page 89: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

82 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan Berbasis Kompetensi

pendidikan di sekolah harus disesuaikan. Halini adalah untuk memaksimalkan kontribusiSDM pendidikan terhadap tujuan organisasisekolah dan selanjutnya menciptakan nilai(value) bagi organisasi sekolah. Dasar dari peranSDM pendidikan strategik tersebut terdiri daritiga dimensi rantai nilai (value chain) yangdikembangkan oleh Arsitektur SDM, yangmeliputi fungsi, sistem, dan perilaku karyawan.Istilah “Arsitektur” secara luas menjelaskanprofesi SDM di dalam fungsi SDM, sistem SDMyang berkaitan dengan kebijakan dan praktekSDM melalui kompetensi, motivasi, dan perilakuSDM. Gambar 2 berikut ini mengilustrasikanproses arsitektur strategi SDM (Becker, Huselid,dan Ulrich, 2001):1. Fungsi SDM (The Human Resource

Function)Manajemen SDM pendidikan yang efektifterdiri dari dua dimensi penting, yaitu: (a)manajemen SDM pendidikan secara teknis,mencakup: rekrutmen guru, kompensasiyang diterima oleh guru, dan benefit bagiguru; serta (b) manajemen SDM pendidikanyang strategik, mencakup: penyampaian(delivery) pelayanan manajemen SDMpendidikan secara teknis dalam cara yangmendukung berlangsungnya implementasistrategi di sekolah.

2. Sistem SDM (The Human Resource System)Sistem SDM merupakan unsur utama yangberpengaruh pada SDM pendidikanstrategik. Model sistem SDM tersebutdisebut dengan “High Performance WorkSystem” (HPWS). Di dalam HPWS, setiapelemen dari sistem SDM pendidikandirancang untuk memaksimalkan seluruhkualitas human capital melalui sekolah.Untuk membangun dan memeliharapersediaan human capital yang berkualitas,maka HPWS melakukan hal-hal sebagaiberikut: (a) menghubungkan keputusanseleksi dan promosi guru untukmemvalidasi model kompetensi guru; (b)mengembangkan strategi yang menyedia-kan waktu dan dukungan yang efektifuntuk keterampilan yang dituntut olehimplementasi strategi sekolah; serta (c)melaksanakan kebijakan kompensasi danpengelolaan kinerja guru yang menarik,mempertahankan, dan memotivasi kinerjaguru yang tinggi. HPWS secara langsungmenciptakan customer value atau nilaisekolah lainnya yang berkaitan. Dalam hal

ini, proses kemitraan (alignment) dimulaidari pemahaman yang jelas terhadap rantainilai sekolah, yaitu pemahaman yang solidtentang apa saja yang menjadi nilai-nilaisekolah serta bagaimana menciptakanmanfaat dari nilai tersebut. Kuncinya,karakteristik HPWS tidak hanyamengadopsi kebijakan SDM pendidikanyang tepat, tetapi juga bagaimana mengelolapraktek SDM pendidikan. Di dalam HPWS,kebijakan SDM pendidikan menunjukkankemitraan yang kuat dengan sasaranoperasional serta strategi bersaing sekolah.Oleh karena itu, setiap HPWS akan berbedaantar sekolah, sehingga HPWS dapatdisesuaikan dengan keunikan, kekuatan,dan kebutuhan masing-masing sekolah.

3. Perilaku Karyawan yang Strategik(Employee Behavior Strategically)Peran SDM (human capital) yang strategikberfokus pada produktivitas dari perilakuguru di sekolah. Perilaku strategikmerupakan perilaku produktif yang secaralangsung mengimplementasikan strategisekolah. Strategi tersebut terdiri dari duakategori umum sebagai berikut: (a) perilakuinti (core behavior), yaitu alur yang langsungberasal dari kompetensi inti perilaku yangdidefinisikan oleh sekolah; serta (b) perilakuspesifik yang situasional (situation-specificbehavior) yang esensial sebagai key pointdalam sekolah atau rantai nilai sekolah.Setiap langkah sekolah untuk mengembang-

kan dirinya dapat ditiru oleh sekolah lain,sehingga tidak mungkin terus-menerusdipertahankan sebagai keunggulan bersaingsekolah. SDM pendidikan adalah sumberkeunggulan bersaing sekolah yang potensialkarena kompetensi yang dimilikinya berupaintelektualitas, sifat, keterampilan, karakterpribadi, serta proses intelektual, tidak dapatditiru sekolah lain. Pentingnya kontribusi SDMpendidikan (guru) sebagai salah satu faktorpendukung kesuksesan sekolah harus disadarioleh pimpinan sekolah, sehingga sekolahdituntut melakukan pengembangan berkesinam-bungan terhadap kuantitas dan kualitaspengetahuannya melalui pelatihan guru ataumerangsang guru agar “learning by doing” didalam learning organization. Membangunkemampuan guru merupakan langkah awaldalam penciptaan aset guru strategis. Namun,langkah awal tersebut tergantung pada prosessekolah untuk mencetak guru yang kompeten

Page 90: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

83Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan Berbasis Kompetensi

serta kemampuan sekolah untuk merekrut guru-guru terbaik.

Peranan Kepala Sekolah selakuManajer SDM Pendidikan dalamMeningkatkan Kompetensi Guru

Agar proses pendidikan dapat berjalan efektifdan efisien, maka guru dituntut memilikikompetensi yang memadai. Jika kita selami lebihdalam mengenai isi yang terkandung dari setiapjenis kompetensi yang disampaikan para ahlimaupun di dalam perspektif kebijakanpemerintah, maka untuk menjadi guru yangkompeten bukan sesuatu yang mudah, karenauntuk mewujudkan dan meningkatkankompetensi guru diperlukan upaya yangkomprehensif. Salah satu upaya yang dapatdilakukan adalah melalui optimalisasi perankepala sekolah. Kepala sekolah selaku manajerSDM, memiliki tugas untuk mengembangkankinerja personel sekolah, terutama meningkat-kan kompetensi profesional guru (Anwar danAmir, 2000). Perlu digarisbawahi bahwa yangdimaksud dengan kompetensi profesional tidakhanya terkait penguasaan materi semata, tetapimencakup seluruh jenis dan isi kandungankompetensi seperti yang dipaparkan di atas.

Di dalam perspektif kebijakan pendidikannasional (Depdiknas, 2006), terdapat tujuhperan utama kepala sekolah terkait denganpeningkatan kompetensi guru, yaitu:1. Kepala sekolah sebagai pendidik

(educator)Kepala sekolah yang berkomitmen tinggidan fokus terhadap pengembangankurikulum dan kegiatan belajar mengajar disekolahnya akan memperhatikan kompe-tensi yang dimiliki gurunya, juga akansenantiasa berusaha memfasilitasi danmendorong guru agar terus-menerusmeningkatkan kompetensinya sehinggakegiatan belajar mengajar dapat berjalanefektif dan efisien.

2. Kepala sekolah sebagai pengelola(manager)Dalam mengelola tenaga kependidikan,salah satu tugas yang dilakukan kepalasekolah adalah melakukan kegiatanpemeliharaan dan pengembangan profesiguru. Kepala sekolah harus dapat memfasili-tasi dan memberikan kesempatan yang luaskepada guru agar dapat melakukan kegia-

tan pengembangan profesi guru melaluikegiatan pendidikan dan pelatihan guru,yang dilakukan di sekolah (MGMP/MGPsekolah, in house training, diskusi profesi-onal, dan sebagainya) maupun yangdilakukan di luar sekolah (kesempatanmelanjutkan pendidikan atau mengikutikegiatan pelatihan yang diselenggarakanpihak lain).

3. Kepala sekolah sebagai administratur(administrator)Berkenaan dengan pengelolaan keuangan,maka untuk tercapainya peningkatankompetensi guru tidak terlepas dari faktorbiaya. Seberapa besar sekolah dapatmengalokasikan anggaran peningkatankompetensi guru akan mempengaruhitingkat kompetensi gurunya. Kepala sekolahseyogianya dapat mengalokasikan anggar-an yang memadai bagi upaya peningkatankompetensi guru.

4. Kepala sekolah sebagai pengawas(supervisor) Agar dapat mengetahui sejauh mana gurumampu melaksanakan pembelajaran, kepalasekolah perlu melaksanakan kegiatansupervisi secara berkala melalui kegiatankunjungan kelas untuk mengamati prosespembelajaran secara langsung dalam halpemilihan serta penggunaan metode danmedia yang digunakan serta keterlibatansiswa dalam proses pembelajaran.(Mulyasa, 2004). Dari hasil supervisi ini,maka dapat diketahui kelemahan sekaliguskelebihan guru dalam melaksanakanpembelajaran, tingkat penguasaan kompe-tensi guru yang bersangkutan, selanjutnyadiupayakan solusi, pembinaan, dan tindaklanjut tertentu sehingga guru dapatmemperbaiki kekurangan yang ada,sekaligus juga mempertahankan kelebihan-nya dalam melaksanakan pembelajaran.

5. Kepala sekolah sebagai pemimpin (leader)Di dalam teori kepemimpinan, kitamengenal 2 gaya kepemimpinan, yaitukepemimpinan yang berorientasi kepadatugas dan kepemimpinan yang berorientasikepada manusia. Dalam rangka mening-katkan kompetensi guru, kepala sekolahdapat menerapkan kedua gaya kepemim-pinan tersebut secara tepat dan fleksibelsesuai kondisi dan kebutuhan yang ada.Namun, menarik dipertimbangkan darihasil studi yang dilakukan Wiyono (2003)terhadap 64 kepala sekolah dan 256 guru

Page 91: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

84 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan Berbasis Kompetensi

sekolah dasar di Bantul terungkap bahwaetos kerja guru lebih tinggi ketika dipimpinkepala sekolah dengan gaya kepemimpinanyang berorientasi kepada manusia. Mulyasa(2003) juga mengatakan bahwa kepemim-pinan seseorang terkait kepribadian kepalasekolah sebagai pemimpin akan tercermindalam sifat-sifat: jujur, percaya diri,tanggung jawab, berani mengambil resikodan keputusan, berjiwa besar, emosi yangstabil, dan teladan.

6. Kepala sekolah sebagai pencipta iklimkerja (creator)Dalam menciptakan budaya dan iklim kerjayang kondusif, kepala sekolah hendaknyamemperhatikan prinsip-prinsip: (a) guruakan bekerja lebih giat jika kegiatan yangdilakukannya menarik dan menyenangkan;(b) tujuan kegiatan sekolah perlu disusundengan jelas dan diinformasikan kepadaguru sehingga mereka mengetahui tujuan-nya bekerja; (c) guru harus selalu diberitahusetiap pekerjaannya; (d) memberikan hadiahlebih baik daripada hukuman, namunhukuman juga diperlukan sewaktu-waktu;dan (e) usahakan untuk memenuhikebutuhan sosio-psiko-fisik guru sehinggatercapai kepuasan (Mulyasa, 2003).

7. Kepala sekolah sebagai wirausahawan(entrepreneur)Dalam menerapkan prinsip-prinsip kewira-usahaan terkait dengan peningkatankompetensi guru, kepala sekolah seyogia-nya dapat menciptakan pembaharuan,keunggulan komparatif, serta memanfaat-kan berbagai peluang. Kepala sekolahdengan sikap kewirausa-haan yang kuatakan berani melakukan perubahan-perubahan yang inovatif di sekolahnya,termasuk perubahan dalam hal-hal yangberhubungan dengan proses pembelajaransiswa serta kompetensi gurunya.Jadi, kepala sekolah memiliki peran strategis

dalam meningkatkan kompetensi guru, baiksebagai pendidik, pengelola, administratur,pengawas, pemimpin, pencipta iklim kerja,maupun wirausahawan. Sejauh mana kepalasekolah dapat mewujudkan peran-peran di atas,dapat memberikan kontribusi terhadappeningkatan kompetensi guru, sehinggaakhirnya dapat membawa efek terhadappeningkatan mutu sekolah.

Sudah cukup jelas tentang penjelasan perankepala sekolah terkait dengan kompetensi guru

Kesimpulan

Dalam upaya peningkatan mutu pendidikan,kompetensi guru merupakan salah satu faktoryang penting. Kompetensi guru menggambarkanapa yang seyogianya dapat dilakukan seorangguru dalam melaksanakan pekerjaannya, baikberupa kegiatan, perilaku, maupun hasil yangdapat ditunjukkan. Kompetensi guru meliputikompetensi pedagogik, kompetensi personal,kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.Dengan adanya tantangan kehidupan global,maka peran dan tanggung jawab guru di masayang akan datang semakin kompleks sehinggamenuntut guru untuk senantiasa melakukanberbagai peningkatan dan penyesuaianterhadap penguasaan kompetensinya.

Manajemen SDM pendidikan konvensionalyang berfokus pada peningkatan kemampuanteknis dan analitis guru, harus ditinggalkankarena selain membawa pada ketidak efektifanpenggunaan akal budi guru, manajemen SDMpendidikan tersebut kurang bermanfaat bagiperolehan core competence sekolah untukmemperoleh competitive advantage. Sekolahhendaknya mempertimbangkan pengelolaan IQ-EQ-SQ guru secara integral dengan metodeholistik karena dapat meningkatkan kreativitasguru pada tingkat mikro serta menghasilkankreativitas bersama dalam wujud perolehan corecompetence yang strategis. Sekolah seyogianyamenerapkan konsep manajemen SDM pendidi-kan berbasis kompetensi guru karena mengkait-kan aktivitas SDM pendidikan secaraterintegrasi di sekolah dengan kompetensi intiguru untuk mencapai tujuan organisasi sekolah.Dengan menerapkan konsep tersebut, sekolahakan memiliki kepala sekolah yang dapatmelaksanakan kepemimpinannya dengan tepatserta memiliki guru yang mengetahui apa yangseharusnya dapat dilakukan untuk keberhasilansekolah.

Upaya peningkatan kompetensi gurudilakukan melalui optimalisasi peran kepalasekolah yang strategis sebagai pendidik,pengelola, administratur, pengawas, pemimpin,pencipta iklim kerja, dan wirausahawan. Sejauhmana kepala sekolah dapat mewujudkan peran-peran tersebut, dapat memberikan kontribusipada peningkatan kompetensi guru, sehinggadapat membawa efek terhadap peningkatanmutu sekolah.

Page 92: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

85Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan Berbasis Kompetensi

Daftar Pustaka

Anwar, Idochi dan Yayat Hidayat Amir. (2000).Administrasi Pendidikan: Teori, Konsep, danIssu. Bandung: Bumi Siliwangi

Aqib, Zainal. (2002). Profesionalisme guru dalampembelajaran. Surabaya: Insan Cendekia

Becker, Huselid, and Ulrich. (2001). The HRscorecard: linking people, strategy andperformance. Boston: Harvard BusinessSchool Press

Danim, Sudarwan. (2002). Inovasi pendidikandalam upaya meningkatkan profesionalismetenaga kependidikan. Bandung: Pustaka Setia

Departemen Pendidikan Nasional. (2003).Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003tentang Sistem Pendidikan Nasional

Departemen Pendidikan Nasional. (2005).Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005tentang Standar Nasional Pendidikan

Departemen Pendidikan Nasional. (2005).Undang-undang Republik Indonesia Nomor14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

Departemen Pendidikan Nasional. (2006).Standar Kompetensi Kepala Sekolah TK, SD,SMP, SMA, SMK, dan SLB

Departemen Pendidikan Nasional. (2008).Pedoman peningkatan kompetensi guru sekolahIndonesia di luar negeri (SILN) secara online

DePorter, Bobbi, and Mike Hernacki. (1992).Quantum learning: unleashing the genius inyou. Dell Publishing

Dessler, Gary. (1997). Human resource management.New Jersey: Prentice Hall, Inc

Dharma, Surya dan Yuanita Sunatrio. (2001).Human resource scorecard: suatu modelpengukuran kinerja SDM. Usahawan, No.11, Th XXX, Nopember 2001

Goleman, Daniel. (1996). Emotional intelligence.Bantam Books

Hall, Jay. (1988). The competence connection: a blueprint for excellent. Texas, USA: Woodstead Press

Hamel, G. and C. K. Prahalad (1995). Competitivein the future. Boston: Harvard BusinessSchool Press

Hanafi, Iwan. (2007). “Competence based humanresources management (CBHRM)”, http://www.ptpn3.co.id/ptb.pdf

Hill, Charles W.L., and Gareth J. Jones (1998).Strategic management theory: an integratedapproach. NY: Houghton Miffilin Company

Holmes. (1993). Rescuing the useful concept ofmanagerial competence. Personnel Review,Vol. 22, No. 6, pp.37-52

Lucky, Elizabeth. (2002). Peran pemimpin dalammaksimisasi sumber daya manusia danstrategi bersaing untuk membentuk organisasikelas dunia. Usahawan, No. 11, Th XXXI,Nopember 2002

Mitrani, A, M. Daziel, and D. Fitt (1992).Competency based human resourcemanagement: value-driven strategies forrecruitment, development, and reward.London: Kogan Page Limited

Moqvist, Louise. (2003). The competency dimensionof leadership: findings from a study of selfimage among top managers in the changingswedish public administration. LinköpingUniversity: Centre for Studies of Humans,Technology, and Organisation

Mulyasa. (2003). Menjadi kepala sekolahprofesional: dalam konteks menyukseskanMBS dan KBK. Bandung: Remaja Rosdakarya

Mulyasa. (2004). Manajemen berbasis sekolah:konsep, strategi, dan implementasi. Bandung:Remaja Rosdakarya

National Board for Professional TeachingStandards. (2002). Five core propositions,http://www.nbpts.org/the_standards/the_five_core_propositio

Nuringsih, Kartika. (2002). Menciptakankeunggulan kompetitif melalui penilaiankinerja 3600 feedback. Usahawan, No. 05,Th XXXI, Mei 2002

Nursanti, Tinjung Desy. (2001). Strategiterintegrasi dalam perencanaan sumber dayamanusia yang efektif. Usahawan, No. 03, ThXXX, Maret 2001

Purnama, Nursya’bani. (2000). Membangunkeunggulan bersaing melalui integrasiperencanaan stratejik dan perencanaan SDM.Usahawan, No. 07, Th XXIX, Juli 2000

Schuler, R.S. and S.E. Jackson. (1996). Humanresources management: positioning for 21th

centuries. NJ: West Publishing CompanySergiovanni, J., Burlingame, Martin, Coombs,

Fred S., Thurston, and Paul W. (1987).Educational governance and administration.New Jersey: Prentice-Hall, Inc

Siswanto. (2001). Deskripsi aplikasi manajemensumber daya manusia berbasis kompetensi,http://www.asb.co.id/document/deskripsi_msdm-bk.pdf

Page 93: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

86 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Manajemen Sumber Daya Manusia Pendidikan Berbasis Kompetensi

Southern States Cooperative Program inEducational Administration. (1955). Betterteaching in school administration: acompetency approach to improvinginstitutional preparation programs ineducational administration. Nashville, Tenn.:George Peaboddy College for Teachers

Spencer, M.Lyle and M.Signe Spencer (1993).Competence at work: models for superiorperformance. New York, USA: John Wiley& Son, Inc

Suminar, Nina Ratna dan Didang Setiawan.(2008). Peta kompetensi guru SMP dalampengelolaan pembelajaran geografi di provinsiDKI Jakarta (Studi hasil uji kompetensi guruSMP tahun 2006), http://www.lpmpdki.web.id/pdf/nina%20-%20didang.pdf.

Suyanto dan Djihad Hisyam. (2000). Refleksi danreformasi pendidikan Indonesia memasukimillenium III. Yogyakarta: Adi Cita

Triono, Rachmadi Bagus. (2002). ManajemenSDM holistik: jalan menuju perolehancompetitive advantage. Usahawan, No. 05,Th XXXI, Mei 2002

Tunggara, R. M. Imam I. (2001). Peranan kepalasekolah dalam upaya peningkatan mutupendidikan melalui konsep manajemen

berbasis sekolah (studi kasus pada SLTP swastakota Bandung. Bandung: Tesis ProgramPasca Sarjana Administrasi Pendidikan –Universitas Pendidikan Indonesia.

Ubrodiyanto. (2007). Pengembangan guru, sebuahharga mati!, http://www.smak1cirebon.com/supported/pdfviewer.php?hal=artikel&id=5

Ulrich, Dave. (1996). Human resource champions:the next agenda for adding value anddelivering results. Boston, Massachusetts:Harvard Business School Press.

Walker, J.W. (1994). Integrating the human resourcesfunction with the business resources planning.Human Resources Planning, Vol. 17, No.2, pp.59-77

Wherther, William B. and Keith Davis. (1993).Human Resources and Personnel Manage-ment. New York: McGraw-Hill

Wiyono, Bambang Budi. (2003). Gayakepemimpinan kepala sekolah dan semangatkerja guru dalam melaksanakan tugas jabatandi sekolah dasar. Jurnal Filsafat, Teori, danPraktik Kependidikan – UniversitasNegeri Malang

Zohar, Danah and Ian Marshal. (2000). SQ:spiritual intelligence-the ultimate intelligence.Bloomsbury

Page 94: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

87Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Tantangan-tantangan Universitas Dunia Modern

Tantangan-tantangan Universitas Dunia Modern dalamPengembangan Kurikulum Pendidikan Tinggi

H.A.R. Tilaar*)

*) Guru Besar Emiritus Universitas Negeri Jakarta

Opini

alam era globalisasi ini peranan pendidikan, khususnya pendidikan tinggi, sangat strategisdalam membentuk sumber daya manusia yang cerdas, terampil, dan mampu bersaing.Oleh karena itu, pendidikan tinggi perlu secara terus menerus melakukan pengembangandalam berbagai aspek termasuk kurikulum. Tulisan ini membahas berbagai tantangan

dan aspek yang perlu diperhatikan dalam mengembangkan kurikulum pendidikan tinggi diIndonesia. Aspek-aspek yang dibahas termasuk otonomi dan manajemen universitas, hak asasimanusia, pendanaan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kata-kata kunci: Otonomi universitas, manajemen universitas, hak asasi manusia, pendanaan,perkembangan ilmu dan teknologi.

In this modern and globalization era, the role of education in producing professional human resourcess is verystrategic and has to be put into priority. Beside primary and secondary education, higher education should bedeveloped in all aspects including its curriculum. This article discusses critically some factors to be wellconsedered in developing higher education curriculum such as autonomy and management, human right,funding, science and technology development.

Abstrak

D

Pendahuluan

Pendidikan tinggi modern dimulai denganlahirnya Akedemi Plato sekitar empat abad SMtelah mempengaruhi perkembangan pendidikantinggi di dunia Barat. Falsafah Yunani yangmendasari perguruan tinggi tersebut dilanjutkandengan peradaban Kristen dan telah menjadikanbiara-biara sebagai kecambah lahirnyapendidikan tinggi modern di Barat. Universitas–universitas Oxford, Cambridge, Sorbonne yanglahir pada abad pertengahan merupakankelanjutan dari falsafah Yunani–Romawi yangkemudian dikembangkan di dalam biara-biaraKristen. Perkembangan pendidikan tinggimodern di benua baru juga dimulai dari para

ilmuwan/biarawan yang melarikan diri daritekanan agama di benua lama. Univeristas-universitas Harvard, Yale, Columbia, Princetonsemula didirikan oleh para pendeta dankemudian menjadi universitas-universitassekuler. Perubahan orientasi pendidikan tinggitersebut tidak terlepas dari perubahan zaman.Zaman Aufklarung, kemajuan akal manusia,kemajuan ilmu pengetahuan telah mengubahkebudayaan Barat ketika itu. Maka Universitas-universitas abad pertengahan berubah menjadipusat-pusat pengembangan ilmu pengetahuan.Ledakan industrialisasi pada abad ke 18/19telah melahirkan bentuk-bentuk pendidikantinggi sekuler seperti Landgrant Colleges yangmelahirkan State Universities di Amerika Serikat.Kemajuan ilmu pengetahuan pada abad ke-19

Page 95: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

88 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Tantangan-tantangan Universitas Dunia Modern

melahirkan Research University di Jermankhususnya Unversitas Berlin dan Humbolt. IdeResearch University tersebut kemudian dibawa keAmerika Serikat di Johns Hopkins University,Baltimore. Dimulailah fase baru lahirnyauniversitas modern sejalan dengan perkembang-an ilmu pengetahuan dan teknologi. Pada abadke-20. Dua perang dunia telah ikut memberikanwajah baru ke dalam pendidikan tinggi denganmelahirkan teknologi perang serta kemajuan-kemajuan lainnya dalam ilmu pengetahuanyang dibutuhkan oleh perang itu. Selanjutnyaberakhirnya perang dingin dan maraknyaglobalisasi telah melahirkan suatu dunia yangterbuka, perdangangan bebas, interaksi manusiayang lebih marak, lahirnya dunia maya, telahmenumbuhkan suatu dunia baru, dunia global.Semua kekuatan baru tersebut ikut memberikanwujud baru dalam dunia pendidikan tinggi.Wujud baru tersebut juga mempengaruhi bentuk-bentuk organisasi pendidikan tinggi, tujuan,sarana, kurikulum serta pengelolaan duniapendidikan tinggi secara keseluruhan.

Perubahan bentuk, pengetahuan, tujuanpendidikan tinggi dewasa ini yang berubah daritujuannya yang klasik menjadi bentuknya yangsuper modern dewasa ini seperti yang dikemu-kakan Cardinal John Henry Newman dalampublikasinya pada tahun 1852, The idea of aUniversity. Dalam bukunya itu Newmanmenuliskan tujuan ideal dari universitas sebagaipusat pengembangan kebudayaan manusia.Kebudayaan manusia, di dalam hal ini dalamlingkup kebudayaan Barat, adalah manusiayang bermoral menurut ajaran Kristiani. Dalampandangan Newman tersebut tentunya jugakemajuan moral manusia perlu ditopang olehkemajuan akal sebagaimana yang dikemukakanoleh filsuf Immanuel Kant. Konsep Newmantersebut tentunya tidak terlepas dari falsafahBarat yang berakar dari falsafah Yunani-Romawi serta budaya Kristen. Ilmu pengetahuandisubordinasikan ke dalam agama dan moral.Kita lihat di dalam sejarah pendidikan tinggi ideCardinal Newman mendapat tantangan yangkeras dari kemajuan berpikir rasionalisme sertarevolusi industri pada abad 18-19. Ilmupengetahuan semakin lama semakin ditonjolkandan di dalam dunia universitas ilmu pengeta-huan (science) dan kemudian aplikasi sciencedalam teknologi mulai marak di duniapendidikan tinggi. Terjadi revolusi besar didalam kehidupan dan kebudayaan manusia

modern yang mulai mengangungkan kemam-puan rasio serta teknologi dan materialisme.

Di dunia pendidikan menengah kita lihatlahirnya bentuk-bentuk sekolah dengan namaseperti Iyceum yang kemudian didampingi olehsekolah menengah yang modern seperti AMS/HBS. Di samping universitas-universitas yangberorientasi klasik seperti Oxford, Cambridge,Sorbonne, lahirlah pendidikan tinggi-pendidikan tinggi teknologi seperti SekolahTinggi Teknik Delf (Delft Technische Hoge School),Massachusetts Institute Technology. Padapermulaan abad ke-20 lahirlah pendidikantinggi-pendidikan tinggi modern yangberorientasi kepada ilmu pengetahuan danteknologi.

Tantangan-tantangan UniversitasDunia Modern

Setiap tahun Universitas Oxford, Inggris,mengadakan pertemuan-pertemuan membicara-kan masalah-masalah perkembangan pendidi-kan tinggi dunia. Salah satu pertemuan tersebut(Oxford Round Table) membicarakan mengenaiperkembangan pendidikan tinggi dewasa iniserta tantangan-tantangannya.

Berbagai tantangan yang menonjol adalah :1) otonomi universitas, 2) manajemenuniversitas, 3) hak asasi manusia, 4) pendanaan,5) perkembangan ilmu pengetahuan IT.

2. Otonomi UniversitasOtonomi pendidikan tinggi merupakan suatumasalah perenial. Kita lihat pendidikan tinggiBarat pada mulanya terikat di dalam suatutradisi budaya Barat di bawah kekuasaan rajakhususnya pada abad pertengahan. LahirnyaAufklarung dan kebebasan berpikir manusia,memberikan pengaruh yang besar terhadaptuntutan ekonomi pendidikan tinggi. Empirismedan rasionalisme, memberikan pengaruh yangbesar terhadap tuntutan otonomi pendidikantinggi. Empirisme dan rasionalisme memberikanpengaruh yang besar terhadap otonomipendidikan tinggi karena ilmu pengetahuanhanya dapat berkembang karena kebebasanmanusia untuk berpikir. Kita ingat pahlawan-pahlawan ilmu pengetahuan yang dihukummati pada Abad Pertengahan menunjukkantuntutan manusia untuk kebebasan berpikir.

Page 96: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

89Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Tantangan-tantangan Universitas Dunia Modern

Ilmu pengetahuan hanya maju dan berkembangapabila didasarkan kepada kebebasan rasiomanusia yang tentunya sering bertentangandengan tradisi agama pada saat itu.

Di dalam kebebasan akademik diperjuang-kan dua hal yaitu kebebasan akademi dankebebasan mimbar akademi. Kebebasanakademi berlaku untuk seluruh masyarakatpendidikan tinggi untuk mengeluarkanpendapat berdasarkan penalaran. Kebebasanmimbar akademik diberikan kepada dosen/gurubesar untuk menyatakan pendapatnya di dalamkampus mengenai kebenaran yang diyakininya.

Dewasa ini masalah otonomi perguruantinggi bukan hanya berkenaan dengankebebasan mimbar dan kebebasan akademistetapi juga telah mengikuti berbagai aspekkehidupan pendidikan tinggi sebagai suatulembaga sosial (social institution). Kebebasanuntuk meneliti,kebebasan untukm e n g e l u a r k a np e n d a p a tmemerlukan kebe-basan dalam kehi-dupan kampusdalam arti yangluas. Hal ini ber-arti pendidikantinggi sebagai sua-tu komunitasm e m p u n y a ip e n g a t u r a n -p e n g a t u r a nsendiri di dalam suatu masyarakat. Tidakmengherankan apabila dewasa ini apa yangdisebut kebebasan kampus acap kali bentrokdengan kekuasaan negara. Di dalam banyaknegara terutama negara-negara yang tidakdemokratis, kampus merupakan perlawanankekuasaaan. Hal ini dapat kita lihat misalnyapada era komunisme, negara-negara diktator,negara-negara totaliter banyak yang tumbangkarena pemberontakan dari kampus. Otonomikampus tidak jarang diartikan sebagaikemerdekaan sepenuhnya di dalam kampus. Didalam banyak kasus kita lihat terjunnya kampusdi dalam kehidupan politik praktis sehinggatujuan utama dari kampus telah berubah. Halini antara lain yang telah melahirkan kebijakanNKK/BKK pada zaman Menteri Pendidikan danKebudayaan Daoed Joesoef.

Otonomi kampus juga berarti otonomi didalam pengaturan kehidupan kampus. Undang-

undang No. 9 Tahun 2009 tentang BadanHukum Pendidikan sebenarnya inginmemenuhi tuntutan otonomi kampus. Namundemikian UU tersebut mengandung potensipengelolaan kampus sebagai suatu unit bisnis.Kampus diharuskan mencari dana sendirisebagai pelengkap dari dana yang diberikanoleh negara atau masyarakat. Tentunya hal inidapat menimbulkan ekses yaitu kampusdikelola sebagai suatu unit bisnis yang mencariprofit (keuntungan).

2. Manajemen UniversitasDunia modern menurut Peter Drucker terdisi atasberbagai organisasi sosial atau lembaga-lembagasosial (social institution). Setiap lembaga sosialmempunyai tujuannya sendiri meskipunmasing-masing mempunyai prinsip-prinsipdasarnya sendiri. Lembaga sosial bisnis

bertujuan untukm e n c a r ikeuntungan (profit)oleh karena ituharuslah dikelolasecara efisen danefektif. Lembagap e n d i d i k a nmerupakan suatulembaga yang efi-sien dan produktif.Namun demikianberbeda denganlembaga bisnis,tujuan lembaga

pendidikan bukanlah untuk mencari keun-tungan (profit) tetapi mempunyai tujuan untukmengembangkan potensi peserta-didik agarbermanfaat untuk diri sendiri, masyarakat dankehidupan pada umumnya. Di dalam hal initentunya terdapat perbedaan di dalampenggunaan prinsip-prinsip umum yangberlaku untuk semua lembaga sosial modern.Oleh sebab lembaga sosial pendidikan bukanlahsuatu lembaga bisnis maka penerapan prinsip-prinsip bisnis yang memang efektif dalammewujudkan keuntungan perlu disikapi denganlangkah-langkah berikutnya untuk mencapaitujuan lembaga pendidikan. Dengan demikianpeserta didik tidak semata-mata dilihat sebagaisuatu objek eksploitasi untuk mewujudkantujuan lembaga tetapi untuk kepentingan pribadipeserta didik (mahasiswa) itu sendiri.

Pengalaman-pengalaman dalam melaksa-nakan universitas sebagai badan hukum milik

Dewasa ini masalah otonomiperguruan tinggi bukan hanyaberkenaan dengan kebebasan

mimbar dan kebebasan akademistetapi juga telah mengikutiberbagai aspek kehidupan

pendidikan tinggi sebagai suatulembaga sosial (social institution).

Page 97: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

90 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Tantangan-tantangan Universitas Dunia Modern

negara menunjukkan berbagai kelemahan didalam manajemen. Umum mengetahui bahwadi dalam rangka untuk mewujudkan otonomisetengah hati dari BHMN, universitas dipaksamencari sumber-sumber penghasilan sendiri.Tidak mengherankan apabila sebagian atausebagain besar dana operasional olehmahasiswa/orangtua. Bagi mahasiswa darikeluarga yang tidak mampu hal ini tentunyamerupakan suatu hambatan meskipuntersedianya beberapa beasiswa bagi mereka.Bagi PTN hal ini tentunya perlu dikaji lebihmendalam sebab hal tersebut bertentangandengan jiwa UUD 1954. UUD 1945 mengatakanbahwa pendidikan merupakan hak seluruhrakyat dan pemerintah wajib menyeleng-garakannya. Memang tidak semua orangmempunyai kemampuan untuk melanjutkan ketingkat pendidikan tinggi namum demikiansemua rakyat memperoleh hak yang sama untukmemperoleh pendidikan tinggi sesuai dengankemampuan akalnya.

Manajemen pendidikan tinggi moderntentunya menuntut pula kemampuan manajerialdari pengurus pendidikan tinggi itu. Sebagaikenyataan, para pimpinan pendidikan tinggi(administrator) pada umumnya tidak mempunyaipendidikan atau pengalaman sebagai manajer.Mereka diambil dari dunia ilmu pengetahuanyang minim dalam pengetahuan manajemen.Oleh sebab itu di Amerika Serikat kedudukanpimpinan pendidikan tinggi kebanyakandiambil dari yang berpengalaman di bidangbisnis atau kepemimpinan dalam bidanglainnya. Presiden Eisenhower sebagaikomandan sekutu dalam PD II kemudianmenjadi Presiden Columbia University barukemudian menjadi Presiden Amerika Serikat.Summers yang pernah menjadi presidenHarvard bermula sebagai Menteri KeuanganAmerika Serikat. Kini dia menjadi penasihatPresiden Obama.

Berbeda dengan Amerika, tradisi Eropamemilih presiden universitas dari kalangannyasendiri melalui pemilihan. Mereka masihmemegang tradisi keilmuan dari seorangpresiden (rektor) universitas.

3. Hak asasi manusiaTradisi Eropa memberikan hak istimewa padasekelompok anggota masyarakat yangberprivilege untuk mendapatkan pendidikantinggi. Di Inggris misalnya pendidikanmenengah Eaton dan Harrow mempersiapkan

mahasiswanya untuk universitas Cambridgedan Oxford. Pendidikan tinggi diwarnai olehhak-hak istimewa yang dimiliki oleh kelompokfeodal demi untuk melestarikan kekuasaannya.

Poskolonialisme menunjukkan pada kitabetapa pendidikan tinggi merupakan hakistimewa dari kelas atas. Di Indonesia kitamengenal lahirnya beberapa pendidikan tinggipada permulaan abad ke-20 yang hanyamemberikan tempat yang minim terhadap(inlander) bangsa Indonesia.

Di Amerika Serikat sebagai pejuang hakazasi manusia dalam revolusi tahun 1776 padamulanya membuat segregasi antara pendidikanyang dibutuhkan oleh golongan putih dansecara terpisah oleh golongan kulit berwarna.Pendidikan tinggi-pendidikan tinggi terkenaltertutup bagi kulit berwarna, seperti misalnyaUniversiatas Harvard baru memberikan izinkepada Ralph Unche sebagai mahasiswanyaberkulit hitam yang pertama. Dengan adanyaUniversal Declaration of Human Rights tahun 1948terbukalah kesempatan yang sama untuk semuaras memasuki pendidikan tinggi di Amerika.Hak-hak azasi manusia ini mulai tersebar diseluruh dunia sampai pada waktu itu ke AfrikaSelatan yang gigih mempertahankan politikrasial. Gerakan persamaan hak semua rassemakin gigih di seluruh dunia sehinggarasialisme terkikis dari kehidupan perguruantinggi di seluruh dunia. Kemajuan HAM tersebutbukan hanya menepis perbedaan ras tapi jugamengenai perbedaan gender. Pada mulanyapendidikan tinggi hanya terbatas untuk kaumpria meskipun di Barat sejak akhir abad ke-19telah membuka lebar bagi perempuan. Bahkanpada permulaan abad ke -20 seorang perempuanMadame Curie berhasil menggondol hadiahNobel.

4. PendanaanDunia modern semakin menuntut perubahancepat serta kebutuhan yang semakin meningkatyang hanya dapat diberikan oleh universitasmelalui pendidikan dengan tenaga-tenaga yangterampil. Tuntutan dunia bisnis tersebutmenuntut universitas menyediakan fasilitas-fasilitas, baik tenaga-tenaga guru besar maupunlaboratorium, dalam mempersiapkan yangdibutuhkan itu. Hal ini berarti menambahkankebutuhan universitas akan dana yangmemadai untuk menyiapkan atau menda-tangkan tenaga guru besar dengan gaji yangtinggi, kampus yang semakin marak baik secara

Page 98: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

91Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Tantangan-tantangan Universitas Dunia Modern

fisik maupun kemampuannya sehingga menarikperhatian banyak mahasiswanya. Kegiatan-kegiatan riset ditingkatkan baik riset tersebutmerupakan riset murni ataupun riset pesanandari industri-industri besar. Modal industrimulai memainkan peranannya di dalampengembangan universitas riset dari Jerman keAmerika Serikat telah menumbuhkan program-program Graduate Studies yang kebanyakanberorientasi kepada industri atau bisnis.Universitas-universitas terkenal mulai membukadiri pada masuknya modal-modal besar dalampembangunan pusat-pusat riset di kampussebagaimana yang kita lihat di MassachusettsInstitute of Technology. Demikian pula perkem-bangan persenjataan modern dalam rangkaperang dingin untuk menghasilkan senjata-senajata pemu-snah massalmemberikan ke-sempatan kepadap e n e l i t i a n -p e n e l i t i a nu n i v e r s i t a s .Dengan demikianjutaan atau bah-kan milyarandollar melimpahke universitas-universitas terkenal di dunia.

Di dalam per-kembangannya dalam duniamodern dewasa ini kita lihat adanya kerjasamayang erat antara A-B-G yaitu para akade-misi,para birokrat pemerintah (government). Simbioseantara keempat kekuatan tersebut telahmelahirkan wajah baru dari universitas modernabad ke-21.

Apakah ada ekses dari hubungan simbiotikdari keempat kekuatan tersebut di atas? Tentunyadi samping hal-hal positif terdapat juga hal-halnegatif yang dilahirkan dari kerjasama tersebut.Sebagai contoh misalnya penelitian-penelitianyang besar yang dibutuhkan oleh multinationalcorporation tentunya membatasi otonomiuniversitas dalam penelitian. Demikian pulaketerlibatan universitas di dalam persiapanpersenjataan pemusnah massal sudah tentubersinggungan dengan tanggung jawab moraluniversitas bagi peradaban manusia.

Kebutuhan dana yang besar untuk pendidi-kan tinggi tentun-ya merupakan beban ekstra didalam masya-rakat khususnya bagi mahasiswadari kelompok rakyat miskin. Universitas-uni-versitas terkenal di dunia baik milik negara mau-

pun swasta meminta pembiayaan yang tinggi.Meskipun di sana-sini terdapat disediakanbanyak beasiswa untuk para mahasiswa yangberpotensi tetapi tentunya hal tersebut membatasikemungkinan anak-anak dari keluarga miskinuntuk memperoleh kesempatan yang sama. Didalam negara-negara berkembang di mana danapemerintah terbatas untuk universitas yangdimiliki negara, tentunya hal tersebut akanmemberikan pengaruh yang negatif terhadappertumbuhan perguruan tinggi. PTS tergantungseluruh pendanaannya dari masyarakat. Olehsebab itu untuk memperoleh akreditasi yangtinggi dalam masyarakat, PTS memperoleh danadari masyarakat itu sendiri. Tidakmengherankan apabila dana yang ditanggungoleh PTS akan relatif lebih tinggi dari rekannya

dari PTN. Didalam hal iniperilu dikem-bangkan suatusistem subsididan beasiswayang mengakuieksistensi PTS didalam kehidupansuatu bangsa.Kebijakan ini kitalihat di negara-

negara maju.Kebutuhan dana yang besar dalam

pengelolaan suatu pendidikan tinggi dibarengioleh kebutuhan masyarakat akan tenaga terampillulusan pendidikan tinggi memberikanpengaruh terhadap pembukaan program-program studi. Pendidikan tinggi swastameskipun berakreditasi baik enggan untukmembuka program studi seperti bahasa, filsafat,pendidikan guru jarang dibuka oleh PTS.Program-program studi yang laku terutama bagiPTS adalah program studi bisnis, hukum,teknologi khususnya teknologi informasi. Kalaukeadaan ini terus berlanjut maka ini akanmerupakan suatu lampu merah bagiperekembangan suatu kebudayaan yang sehat.

5. Perkembangan Ilmu Pengetahuan danTeknologi InformasiPerkembangan ilmu pengetahuan dan teknologiyang sangat pesat dewasa ini juga memberikanwarna tertentu bagi perkembangan pendidikantinggi. Bukan hanya program-program studitersebut tumbuh menjamur dalam masyarakattetapi juga memberikan pengaruh terhadap

Proses pembelajaran melaluidunia maya dengan penggunaan

peralatan IT akan mengubahproses pembelajaran bukan lagisebagai suatu proses encounter

antar manusia.

Page 99: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

92 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Tantangan-tantangan Universitas Dunia Modern

jalannya proses belajar. Secara tradisional kitalihat pendidikan tinggi merupakan suatu dialogface-to-face antardosen dengan mahasiswanya.Adanya proses pembelajaran melalui duniamaya dengan penggunaan peralatan IT akanmengubah proses pembelajaran bukan lagisebagai suatu proses encounter antarmanusia.Seorang dosen dapat menyampaikan pelajaranatau penelitian melalui dunia maya tanpaadanya sentuhan emosional antarpribadi. Halini akan menjadikan suatu bentuk pembelajarantanpa emosi dan sentuhan kemanusiaan.Kampus bukan lagi berupa kampus fisik tetapikampus maya sehingga aspek interpersonalantara dosen dengan mahasiswa menghilang.Ini adalah suatu bentuk campus cyber atau yangdisebut “kampus kuburan” (cemetery campus) dimana para anggotanya ada tetapi terkubur didalam dunia maya. Apakah ini merupakan suatubentuk universitas masa depan? Sebagaigambaran dalam tabel berikut terlihat rankinguniversitas di Indonesia ditingkat Asean danInternational.

aisenodnIidsatisrevinUgniknaRlebaT)9002iraunaJ,scirtemobaR(

oN satisrevinUaisenodnIid

gniknaRNAESA

gniknaRainuD

.1 adaMhajaG 7 326

.2 BTI 01 676

.3 IU 51 609

.4 amradanuG 73 4061

.5 STI 44 2671

.6 kinkeT.TSmokleT

84 0691

.7 arteP.vinU 25 3102

.8 BPI 35 3602

.9 warbinU 65 2512

01 salebS.vinUteraM

75 9512

.81 YNU 09 0133

02 IPU 39 7433

33 gnarameS.nU 441 0084

Kesimpulan

Kurikulum pendidikan tinggi di dalamsejarahnya berkembang sesuai denganperkembangan kebudayaan manusia. Di dalammasyarakat sederhana yang kontemplatif,kurikulum pendidikan tinggi diarahkan kepadamencari jawaban terhadap masalah-masalahmendasar tentang kehidupan dan alam. Ketikaakal manusia terlepas dari kungkungan ideologi,pendidikan tinggi merupakan pusat darimanusia mencari jawaban terhadapeksistensinya di bumi ini. Ketika dunia ini telahdapat dikendalikan oleh akal manusia,perkembangan materialisme, perkembanganbisnis serta paham individualisme-liberalisme,pendidikan tinggi dijadikan alat untukmemenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia.

Kurikulum pendidikan tinggi diarahkankepada upaya untuk menguasai dunia materidemi untuk memenuhi kebutuhan materialisme.Bahaya yang dihadapi oleh pendidikan tinggiialah kecenderungan sekedar menjadi pusatpelatihan dan bukan sebagai pusat pembebasanakal manusia untuk pembebasan dirinya sertapengabdian kepada sesamanya. Kurikulumpendidikan tinggi dewasa ini dihadapkankepada dilema idealisme pendidikan tinggimenurut konsep Newman atau “for-profit-university”. Di dalam pergumulan tersebutpendidikan tinggi selayaknya tetap merupakanpusat pengembangan kebudayaankemanusiaan dan menjadi penjaga moralmanusia.

Daftar Pustaka

Alexander, King F. & Kern Alexander (ed.). (2003).The university. McGill-Queen UniversityPress

Hammersley, Martya. (2002). Educational reaserch.Policymaking and practise. London: PaulChapman

Lewis, Ralph G. & Douglas H. Smith. (1994). Totalquality in higher education. Florida: St.Lucie Press Delray Beach

Newman, John Henry. (1852). The idea ofuniversity. London (1919): Longmans.

O’Neil, Harold F. Jr. & Ray S. Perez (ed.). (2003).Technology aplications in education. NewJersey : Lawrence Erlbaum

Page 100: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

93Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Isu Mutakhir: Generasi Digital (Digital Native)

*) Mahasiswa PPS/S3-MP, Universitas Negeri Jakarta

alam perjalananpulang kantor,penulis mendengar

siaran Radio Elshinta yangmemberitakan dalam waktudekat akan ada kebijakanpemerintah yang mengatursistem penyiaran “TV digital”sehingga isi siarannya jugadapat diikuti melalui “TVanalog”, seperti kebanyakanTV yang kita tonton selamaini. Menarik untuk difahamibahwa banyak hal bergeser kearah digital, termasukmanusia juga telahmempunyai identifikasidigital dengan sebutan“digital native”.

Sebutan digital native initelah menarik perhatian daribeberapa pemerhatipendidikan, seperti MarcPrensky yang pada tahun2001 mempublikasi tulisan“new breed of student enteringeducational establishment”dengan menyatakan digitalimmigrant sebagai a thick accentkarena mengedepankan datadan fakta yang seringmemperlambat penyampaianinformasi (en.wikipedia.org/wiki/digitalnative). Tidakketinggalan Gardnermenyatakan pada researchpaper yang dipublikasi pada22 Januari 2008 di Barcelona,

Hotben Situmorang*)

Generasi Digital

D

Isu Mutakhir

bahwa ada 18 area perubahandari perilaku kerja para digitalnative.

Buku yang ditulis olehJohn Palfrey and Urs Gasserberjudul Born Bigital :Understanding the firstgeneration of digital nativediterbitkan Basic Books pada2008, berbicara tentangketersediaan koneksi internetyang luas dan konsepperubahan identitas, privasidan pembajakan musik. Halyang lebih spesifikmembicarakan murid masadepan adalah laporan JulieEvans selaku CEO ProjectTomorrow pada 25 Oktober2007 berjudul : Are we readyfor the new 21st ceentury learner?. Proyek ini melaporkanlebih dari 50% guru dan orangtua dan bahkan 62% siswaSLTA yang disurvei meyakinibahwa sekolah saat ini “arenot doing a good job”. Surveiyang dilakukanmenyimpulkan bahwateknologi telah merubah caraguru menyampaikan materipembelajaran pada siswa.Penggunaan tehnologi lebihkonsisten sebagaimana siswaberinteraksi dengan duniadan apa yang merekaharapkan pada masa yangakan datang.

Tidak sulit menemukanperistiwa yang sama terjadi diIndonesia, antara lainpenggunaan bahasasingkatan yang dikirimmelalui SMS telah merusaktata bahasa akan tetapimemudahkan penyampaiansebuah pesan singkat.Generasi ini memangmengedepankan kecepatandan membangun aturansendiri. Mengenal lebih jauhperilaku generasi ini perludalam menyusun rancanganpembelajaran yang sesuai danmengoptimalkanpencapaiannya.

Menelusuri identifikasitersebut ternyata dimulaidengan fakta sejarah PerangDunia II yang melibatkan danmengorbankan banyak umatmanusia. Berakhirnya PerangDunia ke II banyak tentarameninggalkan ketentaraandan menjadi masyarakat sipilmembina keluarga bahagia.Sejarah mencatat kejadian inidisusul dengan angkakelahiran yang sangat massivedi Amerika dan mungkin jugadi Eropa. Situasi inimemunculkan istilah babyboomer’s (anak yang terlahirsekitar 1945 – awal 1960-an).Anak-anak yang terlahir padasaat baby boomer’s ini disebut

Page 101: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

94 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Isu Mutakhir: Generasi Digital (Digital Native)

sebagai generasi “x”. Anakgenerasi “x” sangat cintadamai dan tidak suka perang,mungkin terindoktrinasi dariorang tua yang menderitakarena perang.

Perang Dunia berakhirdisusul dengan perang dingindimana tejadi keteganganantara Amerika di Blok Baratdan Rusia di Blok Timur.Ketegangan menonjol saatRusia menempatkan pelurukendali di Kuba awal 1960-an.Generasi yang terlahir padaera tersebut hingga runtuhnyatembok Berlin disebut generasi“y” dengan perilaku yangpada umumnya memilihberbeda dengan orang tua,kreatif dan cenderungmembentuk komunitastersendiri. Pertumbuhangenerasi “y” diikuti situasipertumbuhan ekonomi yangluar biasa dan situasi yangrelatif lebih aman. Zaman inijuga menghadirkan teknologikreatif yang memudahkankehidupan manusia.Penyebaran komunikasidemikian cepat denganadanya internet padapertengahan 1980-an yangsekaligus melahirkan generasi“digital”. Di Amerika dannegara maju lainnya disebut“digital native” karenamemang mereka terlahir padazaman digital. Penulis dansemua yang memasuki eradigital pada saat sudahdewasa disebut “digitalimigrant”. Sebagai imigranperlu memahami kehidupanzaman ini.

Lebih jauh, digital nativelebih senang berkomunikasilewat perangkat komunikasi(sms, chatting, internet, facebookdll) dibandingkanberhadapan langsung. Paradigital native ini juga memilikisubstansi yang sama, tetapi

dengan cara dan kecepatanyang berbeda. Mereka mampumengekspresikan diri melaluionline dan offline. Merekamemiliki lebih banyak akses,terutama melalui internet danmobile. Dalam hal identitas,beberapa perbedaan pentingadalah dalam hal personalinformation.

Para immigrant sangathati-hati dalam memberikaninformasi yang bersifatpribadi. Digital native justrusangat terbuka dan cenderungmenebar informasi tentanghobi mereka, apa yang merekalakukan, dan apa pandanganmereka. Ini dilakukan karenamereka memiliki keinginanuntuk mencapai goal dantujuan hidup sepertifriendship, social acceptance,popularitas atau sekedarpelepas stres. Kalau merekamengundang kawan-kawannya untuk menjadibagian dari Facebook, makayang ingin mereka dapatkanadalah untuk melihat berapakawan yang menerimarespons mereka.

Berikutnya, digital nativeini memiliki kemampuanuntuk membentuk identitasmereka lebih cepat dan lebihberagam. Di sisi lain, merekatidak memiliki kontrol ataulebih sedikit kontrol dalam halpersepsi orang lain terhadapidentitas mereka. Ini adalahparadoks. Jadi, merekaberpikir bahwa merekamampu dan punya kebebasanuntuk mengubah-ubahidentitas mereka, tetapisebenarnya identitas sosialmenjadi hal yang sulit.

Di masa lalu, kita lebihmudah mengubah identitassosial atau bagaimana oranglain mempersepsi kita.Dengan komunikasi yangkonvensional, orang-orang di

sekitar kita akan memilikipersepsi seperti yang kitainginkan. Saat ini, identitassosial justru lebih sulit karenatidak adanya kekuatan untukmenciptakan maupunmengubah hal ini.

Apa implikasinya bagipara marketer yang membidiksegmen ini? Pertama,komponen brand personalitymenjadi semakin pentingsebagai bagian dari brandimage. Kalau di masa lalu,atribut produk, benefit, valuedan self-esteem adalahkomponen pembentuk brandimage yang penting, maka hariini dan ke depan akansemakin berubah. Yangpenting dicatat bahwa digitalnative ini hidup sebagai hybridconsumer. Merekamembutuhkan offline untukmencari pengalaman real atausebagai interface dari apa yangmereka komunikasikan secaraonline. Ring Back Tone (RBT)yang sangat populer diIndonesia adalah bukti yangsangat nyata. Bukan hanyalagu yang enak didengar yangmereka cari, karenasebenarnya yang mendengarlagu tersebut justru orang lainyang menelepon ke ponselmereka. Tapi, RBT ini adalahcerminan diri mereka dalammewujudkan keinginan untukmembentuk identitas. Denganmenelepon kita tahu bahwapemilik ponsel adalahpencinta Michael Jacson atauyang lainnya.

Kedua, ada peningkatanyang sangat besar dalam halcustomization. Karenasemuanya bergerak cepat,maka keinginan untukmencari identitas yangsemakin unik akan semakincepat. Marketer atau setiapperusahaan haruslah mulaimemikirkan digital content-

Page 102: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

95Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Isu Mutakhir: Generasi Digital (Digital Native)

nya. Industri telekomunikasi,resto ataupun tempat-tempatyang sering dikunjungi olehdigital native ini harusmengadopsi digitilization lebih cepat. Inilah salah satucara untuk mengakomodasikeinginan mereka untukmendapatkan layanan yangcustomized dan personal.

Mereka tidak seperti kitadan tidak bisa menjadi sepertikita tetapi kita harusmengenal mereka, anak-anakyang Tuhan titipkan melaluikita untuk dunia. Merekabagai anak panah yangmeluncur cepat tetapi tidakbisa dipaksa. Dalam belajarjuga mereka mempunyai caradan pilihan sendiri. Jikamanusia ‘jadul’ bangga punyaanak menjadi dokter, insiniur,pengacara dan lain lain tetapimereka hadir dengan menjadiring tone specialist, menjadi“DJ” dan banyak karier barudengan penghasilan tinggi.Orang tua hanya bisa menjadibusur yang lentur untukmenghantarkan generasi initepat sasaran yang tidakmengakibatkan anak panahgemetar saat meluncursehingga dikhawatirkan tidakoptimal dan bahkan menjadimenyimpang dari harapan.

Kepemilikan telepongenggam yang dimanfaatkansiswa berkomunikasi seringmenjadi masalah dan dinilainegatif oleh para guru karenatidak memahami bagaimanamengendalikannya. Pencarianinformasi dari buku-bukuperpustakaan telah menjadihal yang lambat, sebaliknyainternet telah menghubung-kan informasi dunia dansangat memudahkanpenggunanya. Sudah barang

tentu rancangan pendidikan,khususnya kurikulum danproses pembelajaran perludesign baru. Guru dituntutmerubah cara pandang dalammempersiapkan pembelajaranbahkan sekolah yangdianggap berhasil dalam polalama akan ketinggalan jikatidak menyesuaikan diri.Aktivitas rutin seperti halnyajadwal belajar per-minggudalam satu semester perludirubah, dan dalam halsederhana, penyiapanpembelajaran guruseyogianya memanfaatkansegala sumber daya ICT. Padaakhirnya guru dan orang tuaharuslah menjadi imigranyang baik selaku imigran.

Peningkatanperbendaharaan kata dalampembelajaran bahasamisalnya, dapat dipacudengan memanfaatkanteknologi telepon genggamyang dimiliki siswa dijadikankelompok yang sekaligusmemudahkan guru memberipenilaian secara otomatis.Guru berfungsi sebagaimoderator dan dapat diikutisiswa walau di luar jampelajaran dalam kelas.Fenomena belajar diluar kelasformal juga muncul denganpertumbuhan home schoolingsemakin menjamur sebagaialternatif pendidikan.Pembangunan gedungsekolah yang memerlukanbiaya investasi cukup besar dikemudian hari tidaklahpenting, sejauh pengelolapendidikan dapatmenyiapkan sarana yangdapat diakses siswa secaraonline dan ditambahkandengan jaringan kerja samaindustri untuk praktek.

Dana BOS BolehDitolak?

Peningkatan mutupendidikan dan layananmasyarakat yang menjadijargon politik pemerintahmenjadi issu kontroversialdikarenakan pemerintahmengeluarkan regulasibantuan operasional sekolah(BOS). Tuntutan penyediaanlayanan pendidikan murahdengan perhitungan standarpemerintah dipandang tidaklayak oleh sebagian sekolahswasta. Penyaluran danapublik diiringi denganpengawasan oleh BadanPemeriksa Keuangan (BPK)sebenarnya adalah hal yangwajar. Akan tetapi di kalaaudit mengganggu kebijakankeuangaan yang mungkindipersepsikan berbeda, makamengkhawatirkan beberapasekolah swasta sehinggamenolak dana BOS tersebut.Penolakan dana BOS yangberarti tidak mendukungprogram pemerintah dalamhal pendidikan murahmemang menjadi keputusanyang dilematis. Di lain pihakmembiayai operasionalpendidikan yang bermutumembutuhkan dana yangjauh lebih besar dari danayang disalurkan pemerintahmelalui program BOS. BOSmemang merupakan programbantuan akan tetapi hal-halyang bisa terjadi di balikkebijakan ini masih belummempunyai kesepahamanyang sama antara pemerintahdan pelaksana di lapangan.

Dalam rangka memacupendidikan murah yangbermutu, pemerintah

Page 103: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

96 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Isu Mutakhir: Generasi Digital (Digital Native)

memperbaharui aturanpenyalurannya dan sekaligusmeningkatkan anggarannyasekitar 50% sepertidisampaikan Prof. SuyantoPhD (Dirjen Dikdasmen) padapertengahan April 2009.Beberapa poin pentingkebijakan baru tersebutadalah sebagai berikut.a. Sasaran program BOS

adalah semua sekolahsetingkat SD dan SMP(termasuk SMPT), baiknegeri maupun swasta diseluruh propinsi diIndonesia. Program KejarPaket A dan Paket B tidaktermasuk sasaranprogram BOS ini. Biayasatuan BOS, termasukBOS Buku, per siswa/tahun mulai Januari 2009naik secara signifikanmenjadi: SD di kotaRp400 ribu, SD dikabupaten Rp397 ribu,SMP di kota Rp575 ribu,dan SMP di kabupatenRp570 ribu.

b. Dengan kenaikankesejahteraan guru PNSdan kenaikan BOS sejakJanuari 2009, semua SDdan SMP negeri harusmembebaskan siswa daribiaya operasionalsekolah, kecuali RSBI danSBI.1) Sekolah yang menolak

BOS harus melaluipersetujuan orang tuasiswa dan KomiteSekolah dan tetapmenjaminkelangsunganpendidikan siswamiskin di sekolahtersebut.

2) Seluruh sekolah yangmenerima BOS harusmengikuti pedoman

BOS yang telahditetapkan olehpemerintah.

3) Sekolah negerikategori RSBI dan SBIdiperbolehkanmemungut dana dariorang tua siswa yangmampu denganpersetujuan KomiteSekolah.

4) Semua sekolah SD/SDLB/SMP Negeriwajib menerima danaBOS. Bila sekolahtersebut menolak BOSmaka sekolahdilarang memungutbiaya dari pesertadidik, orang tua atauwali peserta didik

5) Semua sekolah swastayang telah memilikiijin operasional dantidak dikembangkanmenjadi bertarafinternasional atauberbasis keunggulanlokal wajib menerimadana BOS.

c. Tim Manajemen BOSSekolah :a) Penanggungjawab:

Kepala Sekolah.b) Anggota : Bendahara

dan satu orang tuasiswa selain ketua/anggota komitesekolah

c) Catatan: TimManajemen BOSTingkat Sekolah di SKkan oleh KepalaSekolah, danpenyimpangan dariaturan yang berlakumaka kepala sekolahdikenakan denda Rp500 juta dandiberhentikan daristatus pendidik.

Dalam diskusi ProyekCES (Center of EducatinStatistic’s) di Hotel Centurypada bulan Mei 2009 yanglalu dari seorang pejabat PNFDepdiknas terungkappenolakan dana BOS olehbeberapa sekolah swasta,dan pada kenyataannyapenolakan tersebut telahberdampak pada daya serapanggaran yang menurutundang-undang harus 20 %dari APBN. Jika penyerapananggaran rendah makaprogram tersebut bisa jadiakan dipertanyakan.Memperhatikan kebijakanDirjen Dikdasmen yangmengharuskan penerimaandana BOS dan peninjauanuang sekolah , maka sekolahswasta yang menolakmenerima dana BOSseyogianya menata diridengan melakukanpemenuhan persyaratanRSBI atau SBI. Tanpaperubahan status sekolahdimungkinkan akanmendapat persoalan dalammenjalankan operasionalsekolah. Hal yang perludisikapi adalah carapandang pemangkukebijakan, karenapelaksanaan pendidikanadalah tanggung jawabpemerintah dan lembagapendidikan swasta adalahpendukung (“sub contractor”)pelaksanaan pekerjaanpemerintah (main contractor).Dengan memenuhipersyaratan RSBI atau SBIperaturan pemerintahmempersilahkan sekolahuntuk mengatur kebijakankeuangannya sejauhhal itu diterima masyarakat.

Page 104: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

97Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Resensi buku : The Craft of Writing Science Fiction That Sells

Judul Buku:The Craft of Writing Science Fiction That Sells

Penulis :Ben Bova

Penerbit : Writers Digest Books

Tahun terbit :1994

Jumlah Halaman :224

Oleh: Budyanto Lestyana

*) Staf BPK PENABUR Tirta Marta BPK PENABUR

Resensi buku

elajaran mengarang telah diajarkankepada siswa sejak dari jenjang SekolahDasar hingga jenjang Sekolah MenengahAtas. Pelajaran yang diberikan mulai

dari membuat kalimat hingga paragraf singkatdan karangan-karangan pendek denganmemperhatikan bagian pembuka, inti, danpenutup. Sayang sekali pelajaran mengarangtersebut berhenti pada tingkat tersebut. Padahalmasih banyak hal teknis membuat karangan(khususnya cerita fiksi) yang perlu diajarkan dandikuasai agar dapatmenghasilkan suatu karyacerita yang dapat dinikmati.

Dalam buku The Craft OfWriting Science Fiction ThatSells, Ben Bova mengajarkanbagaimana membangunsebuah cerita. Di sini samasekali tidak dibahas bagai-mana membuat kalimatmaupun menyusun paragraf(Teknik dasar menulis inidianggap sudah dikuasai.Pengarang tetap harusmenggunakan teknik dasarmenulis yang baik). Orangdapat menyusun paragrafdengan sangat baik tetapi belum tentu dapatmembangun sebuah cerita yang menarik.

Pada bagian awal, buku ini membahasmengenai sifat-sifat khusus fiksi ilmiah, dankelebihannya. Diutarakan di sini bahwa fiksiilmiah merupakan awal yang baik untuk penulispemula memulai kariernya.

Buku ini mendefinisikan cerita fiksi ilmiahsebagai cerita yang sebagian aspek sains masadepan atau teknologi tinggi menjadi bagianintergral dari cerita, sehingga bila sains atauteknologi tersebut dicabut dari cerita, maka ceritaakan runtuh. Oleh karena itu, walaupun bukuini terbit tahun 1994, gagasan yang disampai-kan masih terasa relevan dan aktual sehinggamenarik untuk dikaji.

Hal-hal utama dalam mengarang cerita fiksiilmiahBagian kedua buku inimengajarkan teknik-teknikyang berharga dalammenyusun sebuah cerita. Disini dibahas empat halutama dalam menyusunsebuah cerita adalahkarakter, latar belakang,konflik, plot. Setiap penga-rang harus memasukkantiga faktor utama dalamsetiap cerita yang ditulis-nya. Ketiga faktor tersebutadalah ide, seni, dan kema-hiran menyusun cerita.

Seni tergantung daritalenta individu penulis dan komitmen untukmenulis. Tidak ada orang yang dapatmengajarkan keindahan seni kepada seorangpenulis, walaupun sudah banyak yang mencoba.Seni tergantung sepenuhnya pada apa yang adadi dalam diri penulis, talenta bawaan,keberanian, kemauan, dan jiwa.

P

Page 105: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

98 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Resensi buku : The Craft of Writing Science Fiction That Sells

Kemahiran menyusun cerita dapatdiajarkan. Kebanyakan pengarang pemula jatuhpada hal ini. Dalam banyak kasus,ketidakmahiran ini yang membuat pengarangtidak pernah bisa menghasilkan karangan yanglayak untuk dipublikasikan.

KarakterDi dalam buku ini dikatakan, bahwa semuacerita fiksi didasarkan atas karakter. Setiap ceritafiksi bergantung pada bagai-mana penulismengelola orang-orang. Khusus-nya tokohutamalah yang menentukan apakah akanmenjadi cerita yang baik atau buruk.

Pada dasarnya sebuah cerita dapatdidefinisikan sebagai proses mendeskripsikanbagaimana tokoh cerita memecahkan permasa-lahan, tidak lebih dan tidak kurang.

Dalam cerita fiksi, karakter tidak selaluseorang manusia. Banyak cerita fiksi yangditulis dengan tokoh utama sebuah robot, aliendari dunia lain, mahkluk supranatural, hewan,bahkan tumbuhan. Tetapi dalam semua kasus,cerita hanya bisa bagus bila tokoh utamaberperilaku seolah-olah manusia.

Pembaca membaca cerita untuk menikma-tinya. Mereka tidak ingin dibuat bosan ataubingung. Mereka tidak suka diceramahi ataudikotbahi. Jika pembaca mulai membaca sebuahcerita yang tokoh utamanya sebuah mesin atautanaman, dan tokoh utama itu tidak berperilakuseperti manusia – tetapi sekedar menyala ataubertelur, pembaca akan segera berhentimembaca. Tetapi bila tokoh utama dibuatmenghadapi permasalahan manusiawi, sepertibertahan hidup, dan bagaimana ia berjuangmengatasi permasalahan itu, maka pembacaakan menikmati cerita tersebut.

Sebuah cerita adalah seperti bentuk hiburanlain. Ia harus dapat menarik perhatian pembacadan mempertahankan ketertarikan itu. Ceritayang dicetak memiliki banyak kelebihandibandingkan bentuk hiburan lain, karena kata-kata yang tertulis dapat secara langsungmencetuskan imajinasi. Seorang pengarangdapat membuka imajinasi pembaca danmembawa pembaca dalam perjalanan yangmenggairahkan ke dalam dunia yang ajaib dananeh, dengan hanya menggunakan kertas dantinta. Pengarang tidak membutuhkan aktor,sutradara, pemusik, panggung, kamera dan lain-lain. Yang dibutuhkan pengarang hanyalahkertas dan alat tulis untuk berbicara langsungkepada pembaca.

Di lain pihak, pengarang tidak pernah

bertemu muka dengan pembaca. Ia tidak dapatberada di samping pembaca dan menjelaskanberbagai hal yang kurang jelas. Ia tidak dapatberkata kepada pembaca untuk melompatibeberapa halaman karena tidak diperlukanuntuk memahami jalan cerita. Pengarang harusmenuliskan semua yang ingin diungkapkannyadan berharap agar pembaca dapat merasamelihat, mendengar, merasakan, mencium hal-hal yang yang ingin diungkapkannya.Pengarang harus membuat pembaca pembacamemahami apa yang ada dalam pikirannyadengan memahami kata-kata yang tertulis.

Tugas penulislah untuk membuat pembacahidup dalam alam cerita. Penulis harus membuatpembaca lupa bahwa ia sedang duduk danmembaca. Penulis harus membuat pembacapercaya dan merasa bahwa ia sedang beradadalam dunia imajinasi penulis, sedang mendakigunung yang diceritakan, sedang berjuangmelawan kedinginan dan es untuk menemukanharta yang diceritakan ada di puncaknya.

Cara termudah–sebenarnya satu-satunyacara untuk membuat pembaca hidup dalam alamcerita penulis adalah dengan memberikanpembaca tokoh yang diinginkannya. Biarlahpembaca merasa menjadi tokoh cerita, Cinderellaatau Sherlock Holmes.

Membuat Karakter Menjadi HidupBagaimana caranya? Ada dua cara yang perludiperhatikan. Pertama, perlu selalu diingatbahwa setiap cerita pada dasarnya adalahdeskripsi tokoh yang berjuang memecahkanpermasalahan. Tokoh utama harus dipilihdengan hati-hati. Tokoh utama harus cukupmenarik dan menghadapi permasalahan yangcukup serius, untuk membuat pembaca pedulidengannya. Seringkali tokoh utama disebutsebagai titik pusat pandang, karena jalan ceritadiutarakan dari sudut pandangnya. Sebenarnyacerita sang tokoh utamalah yang penulisceritakan.

Pengarang harus memilih tokoh utama(atau tokoh titik pusat pandang) yang memilikikelebihan yang besar dan paling tidak satukelemahan yang sangat mencolok. Kemudianmemberikan padanya permasalahan yangsangat berat. Sebagai contoh adalah Hamlet,pangeran Denmark dalam novel Shakespeare.Hamlet adalah seorang yang kuat, cerdas,tampan, setia, dan pemimpin alami. Tetapi iajuga seorang yang ragu-ragu, tidak yakin akandirinya, dan hal inilah yang justru membawakejatuhannya. Jika Hamlet harus memimpin

Page 106: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

99Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Resensi buku : The Craft of Writing Science Fiction That Sells

pasukan, atau memikat wanita, atau menggapaiprestasi akademis tentulah dapat dilakukannyadengan mudah. Akan tetapi Shakespearememberinya permasalahan yang berfokus padakelemahannya, bukan kelebihannya. Inilah yangharus dilakukan pengarang yang baik. Sekalipengarang memilih siapa tokoh utamanya danapa kelebihan dan kekurangannya, ia harusmenimpanya pada bagian yang paling menyakit-kan. Pengarang perlu membuat dirinya tegamenghadapkan tokoh utama dengan permasa-lahan yang tidak dapat dipecahkannya, kemu-dian membuat sesulit mungkin baginya untukberjuang menyelesaikan dilemanya.

Teknik dari William Foster-Harris– pengajarseni mengarang di Universitas Oklahoma, sangatmembantu. Untuk menggambarkan konflik yangdihadapi tokoh utama, dapat digambarkansebagai persamaan berikut: Emosi A versusEmosi B. Sebagai contoh, Abraham di dalamalkitab menghadapi konflik ketaatan vs kasihsayang, Hamlet menghadapi konflik balasdendam vs ketidak percayaan diri.

Kapanpun pengarang memikirkan seorangtokoh cerita, bahkan tokoh pendamping, ia dapatmencoba menuliskan karakteristik utamanyadalam rumusan di atas. Pengarang janganterkecoh dengan kesederhanaan pendekatan ini.Jika pengarang tidak dapat merumuskan tokohke dalam rumusan di atas, maka ia belummemikirkan cukup dalam untuk memulaimenulis. Tentu saja untuk pemeran figuran, halini tidaklah perlu. Tetapi hal ini fital untuk tokohutama dan tokoh pendamping.

Dengan pendekatan ini, pengarang dapatmemahami bahwa permasalahan sebenarnyayang dihadapi tokoh utama adalah di dalamdirinya. Konflik dasar yang mendorong jalancerita adalah konflik emosi di dalam pikirantokoh utama. Konflik lain di dalam cerita berasaldari konflik tersebut.

Pengarang jangan pernah membuat tokohutama tahu bahwa ia akan menang. Banyakcerita dibuat dengan tokoh utama yang menarikdan berkemampuan super menghadapi problemyang sangat besar. Akan tetapi kemudian ia tidakpernah gemetar dan meragukan dirinya dalammemecahkan masalah. Tokoh utama tahubahwa ia aman dan pasti berhasil karena penulisingin membuat cerita berakhir bahagia. Hal iniakan menghasilkan cerita yang tidak masuk akaldan membosankan. Pembaca tidak akan pedulidunia akan kiamat, bila sang tokoh utamanyasaja tidak peduli.

Pembaca harus senantiasa berada dalam

keraguan dan ketegangan hingga akhir cerita.Hal ini berarti si tokoh utama harus juga dalamkeraguan akan akhir cerita.

Selalu ada harga yang harus dibayar.Dalam cerita yang menarik, tokoh utama tidakdapat berhasil kecuali ia mengorbankan sesuatuyang sangat berarti baginya. Dengan kata lain,ia harus merelakan sesuatu, dan pembaca akanberdebar-debar mengira-kira apa yang akandikorbankannya.

Tokoh utama yang serba bisa adalahstereotipe yang paling sering dijumpai dalamfiksi picisan. Biasanya tokoh yang stereotipe iniberasal dari cerita yang diciptakan penulis lain.Penulis yang baik adalah seperti arsitek yangselalu menciptakan sesuatu yang baru danorisinil, yang diciptakan khusus untuk cerita itu.

Pengarang dapat membuat orang disekelilingnya menjadi bahan cerita. Bilapengarang melihat orang-orang sekelilingnyadan mempelajari mereka dengan sungguh-sungguh, ia akan menemukan orang-orang yangdijumpainya sangat unik. Jangan hanyamenggolongkan mereka menjadi stereotipeseperti polisi nakal, politisi korup anak durhaka,artis cantik, dll. Masing-masing memilikikepribadian yang unik, permasalahan yangberbeda, kebiasaan, kesukaan, dan ketakutanyang spesifik. Seperti itulah karakter yangmenjadi tokoh cerita. Pengarang perlumempertanyakan hal apa yang paling membuattokohnya menderita. Dari sanalah penulis bisamemulai ceritanya. Seperti semua cerita yangmenarik, cerita fiksi adalah menceritakanmanusia.

Teknik membuat karakter menjadi hidupyang dituliskan di dalam buku ini berbedadengan yang biasanya diajarkan dalampelajaran mengarang pada Pelajaran BahasaIndonesia. Di dalam Pelajaran Bahasa Indonesiahal ini diistilahkan dengan “penokohan”.Penokohan dilakukan dengan memberikan sifat-sifat karakter manusia pada tokoh cerita. Di sinisama sekali tidak disinggung mengenai konflikemosi. Tanpa menggali konflik emosi, seringkalisiswa/i menghasilan cerita yang dangkal.

Mengelola Sudut PandangDalam cerita pendek, penting untukmengutarakan cerita dari sudut pandang tokohutama. Sudut pandang dapat saja berpindah-pindah dalam sebuah novel, tetapi tidakdemikian dalam cerita pendek. Dalamketerbatasan ruang cerita pendek, sangat pentinguntuk tetap menggunakan satu sudut pandang

Page 107: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

100 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Resensi buku : The Craft of Writing Science Fiction That Sells

sang tokoh dari awal hingga akhir. Bahkan bilamenulis cerita dalam sudut pandang orangketiga, janganlah menceritakan apapun yangtidak dialami langsung oleh tokoh utama.

Tokoh utama harus berada dalam setiapadegan. Pengarang tidak boleh memberitahupembaca hal-hal yang tidak diketahui oleh olehtokoh utama. Hal ini memang membatasi tetapimenghasilkan cerita yang masuk akal danrealistis. Ketika tokoh utama kebingungan,pembaca ikut kebingunan, ketika tokoh utamakesakitan, pembaca ikut sakit. Dengan kata lain,pembaca hidup dalam cerita, tidak sekedarmembaca laporan.

Pengarang dapat menulis dari sudutpandang orang pertama:

Aku merasa angin menerpa pakaianku,dingin dan menusuk. Detak jantungku berdegupdalam telingaku. Aku melihat ke bawah; betapajauhnya aku melayang jatu...

Pengarang dapat juga menghasilkanrealitas perasaan tersebut dari sudut pandangorang ketiga bila ia hanya menulis yangdirasakan tokoh utama:

Ia merasakan angin menerpa pakaiannya,dingin dan menusuk. Detak jantungnyaberdegup di telinganya. Ia memandang kebawah; betapa jauhnya ia melayang jatuh...

Sudut pandang orang ketiga seperti inimemiliki kelebihan dengan berada di luar tokohutama sehingga dapat lebih obyektif tentangdirinya. Sebagai contoh, sangatlah sukar untuktokoh utama mendeskripsikan dirinya sendiri:

Tinggi badanku seratus tujuh puluhsentimeter, dan aku berotot. Rambutku pirangbergelombang; wanita-wanita suka menyisirkanjarinya pada rambutku.

Dengan sudut pandang orang ketiga,deskripsi yang sama akan terasa lebih enak:

Jack tingginya seratus tujuh puluhsentimeter, dan badannya berotot. Rambutnyaberwarna pirang dan bergelombang; wanita-wanita suka menyisirkan jari mereka padarambutnya.

Dengan menulis menggunakan sudutpandang orang ketiga, pengarang dapat sedikitmenjauh dari tokoh utama bila diperlukan untukmenceritakan sesuatu yang tidak diketahuitokoh utama:

Walaupun Jack sangat tampan, Sherylmembencinya. Ia tidak pernah mengizinkannyatahu akan hal ini karena ia ingin membuat iamengira…

Informasi seperti itu kadang-kadang sangatdibutuhkan pembaca. Tetapi hal ini dapat sangatberbahaya karena justru dapat membingungkanpembaca, bukan menolong. Oleh karena itu perludipertimbangkan masak-masak. Lebih baik tetapmenulis dari sudut pandang tokoh utama,kecuali bila tidak dimungkinkan untukmenuliskan hal yang ingin diungkapkanpengarang.

Indera yang realistisPenggunaan kesemua pancaindera tokoh utamaakan membuat cerita yang kaya rasa. Pengarangperlu memeriksa setiap halaman untuk melihatseberapa banyak pancaindera yang digunakantokoh utama. Jika dalam satu halaman hanyamenceritakan apa yang dilihat atau didengartokoh utama, halaman itu perlu ditulis ulang agarindera penciuman, perabaan dan pengecapanjuga dituliskan. Hal ini akan menciptakan ceritayang lebih tajam dan memukau.Ia membuka pintu itu. Dilihatnya ruangan yangkotor, penuh debu dan sarang laba-laba.Bandingkan dengan:Pintu itu didorongnya terbuka. Terdengar suaraberderit. Bau apek menerpa hidungnya danmembuatnya ingin bersin. Sarang laba-laba yangmemenuhi ruangan itu menggelitik kulitwajahnya.

Poin-Poin Penting Tokoh UtamaBerikut ini adalah tujuh poin penting yang sudahdibahas.1. Dalam cerita yang menarik, pembaca lupa

akan sekelilingnya dan hidup di dalamcerita; pembaca ingin menjadi sang tokohutama

2. Tokoh utama harus sangat memukau, ataupaling tidak disukai, tetapi harus memilikipaling tidak satu kelemahan utama yangmenjadi dasar perilakunya. Hal ini dapatdituliskan dalam rumus sederhana: EmosiA vs Emosi B.

3. Tokoh utama harus berjuang memecahkanpermasalahannya. Perjuangan ini adalahtulang punggung cerita.

4. Hindari stereotipe5. Perhatikan orang-orang sekeliling. Guna-

kanlah tokoh yang berasal dari dunia nyata.6. Tulislah cerita dari sudut pandang tokoh

utama.7. Gunakan semua panca indera.

Deskripsikan apa yang dlihat, didengar,

Page 108: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

101Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Resensi buku : The Craft of Writing Science Fiction That Sells

diraba, dikecap, dan dicium sang tokohutama.

Rantai Problem dan JanjiJawaban sebuah pertanyaan menghasilkanpertanyaan baru. Hal ini menghasilkan rantaipermasalahan yang saling berkait. PenulisManuel Komroff menggunakan istilah lain, yaiturantai janji. Menurutnya setiap problem yangdiungkapkan kapada pembaca, secara implisitmengandung janji adanya sebuah penyelesaian,jawaban, sesuatu yang menarik dan mengelitikuntuk mendorong pembaca meneruskanmembaca.

Jadi pengarang perlu menyodorkan problem,dan pertanyaan sepanjang cerita. Pengarangtidak boleh menyodorkan penyelesaian ataujawaban sebelum menyodorkan satu atau duaproblem lain. Hal ini akan membuat pembacaterus melanjutkan membaca.

Titik Keputusan dan KrisisSetiap cerita pendek harus mencapai suatu titikkrisis. Di sinilah pengarang meletakkan tokohutama dalam dilema mendalam. Pada titik ini,pengarang perlu secara-hati-hati menyakinkanpembaca bahwa si tokoh utama tetap karakteryang baik dan berharga, tanpa peduli sedalamapa ia jatuh dan sebesar apa problemnya. Jikahal ini dilakukan dengan baik, pembaca akanemmbayangkan dirinya menjadi sang tokohutama.

Pada titik keputusan ini, pengarangmembuat pembaca merasa menghadapi dilemayang sulit. Jika tokoh utama memilih berbuatbaik, ia akan menderita. Jika ia berbuat jahat,maka ia akan menjadi kaya, walaupun selaludibayangi rasa bersalah.

Dalam cerita dengan akhir bahagia, tokohutama memilih berbuat baik. Ia mengorbankanapa yang berharga bagi dirinya demi melakukanapa yang benar. Namun pada akhirnya ia justrudapat bertahan walaupun bukan tanpa bekasluka. Tokoh utama harus membayar harga untukberbuat baik. Tetapi justru karena itulah ia justrulepas dari kehancuran yang mengancamnya.

Cinderella lari dari sang pangeran sepertiyang diperintahkan ibu peri, tetapi padaakhirnya sang pangeran menemukannya danmereka hidup bahagia selamanya. Pinokiomenyerahkan hidupnya demi ayahnya, sangtukang kayu, dapat tetap hidup, namun padaakhirnya ia justru mendapatkan hidup danmenjadi manusia. Kedua tokoh itu menderita,tetapi menang pada akhirnya.

Dalam cerita dengan akhir sedih, tokohutama memilih berbuat jahat. Ia mungkinmendapatkan segala sesuatu yang diinginknya,ttetapi kehilangan jiwanya dan menjadi orangyang jahat.

Ada beberapa cerita yang tokoh utamanyamemilih berbuat baik tetapi kehilanganhidupnya. Inilah yang disebut cerita tragis.Dalam ceita pendek fiksi “The Green Hills ofEarth” karangan Robert A. Heinlein, penyairbuta membuat pilihan yang secara moral baik,yaitu masuk ke dalam ruang mesin beradioaktifdi sebuah pesawat ruang angkasa yang rusakdemi menyelamatkan semua penumpang.Sebagai hasilnya ia mati. Pada intinya tokohutama mengorbankan jiwanya demi jiwa semuapenumpang. Tidak ada tindakan mulia melebihihal ini. Inilah yang membuat cerita tragismenjadi bentuk cerita paling indah.

Jadi pada intinya, dalam sebuah ceritapendek, tokoh utama mengalami perubahan. Takpeduli betapa singkatnya suatu cerita, tokohutama harus mengalami perubahan yangdramatis. Bila ia lemah, ia harus menjadi kuat,bila ia jahat, ia harus menjadi baik (tentunyapada cerita yang berakhir bahagia).

Triknya ada pada perubahan yang dramatispada tokoh utama. Inilah yang seharusnyamenjadi bahan cerita. Bila tokoh utama tetapseperti semula, cerita itu akan menjadi ceritayang tumpul.

Poin-Poin Utama Tokoh CeritaSebagai tambahan tujuh poin sebelumnya,adalah poin ke delapan, yaitu:8. Tokoh utama harus mengalami perubahan.

Latar BelakangLatar belakang lebih dari sekedar pemandanganalam atau deskripsi mengenai perabotan dalamrumah sang tokoh cerita. Latar belakangmembentuk suasana dan warna sebuah cerita.

Latar Belakang Yang BermaknaSalah satu tantangan pengarang cerita pendekadalah membuat latar belakang yang bermaknatanpa mendominasi cerita. Bagi pengarang yangmenggunakan latar belakang sejarah ataudetektif dapat mengasumsikan pembaca sudahmengenal latar belakang cerita. Pembaca dapatdengan mudah mem-visualisasikan suasanayang diceritakan.

Bagi penulis cerita fiksi, perlu untukmenggambarkan kepada pembaca latar

Page 109: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

102 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Resensi buku : The Craft of Writing Science Fiction That Sells

belakang cerita. Karena tidak mungkin pembacamembayangkan seperti apa lautan ammonia dibulan Jupiter, atau seperti apa suasana tanpagravitasi di sebuah statsiun ruang angkasa.Pengarang harus memberikan gambaranmenyeluruh kepada pembaca. Inilah salah satusebab cerita fiksi ilmiah sulit dibuat dengan baik.

Bila latar belakang terlalu mendominasicerita, akhirnya malah menghasilkan cerita yangtumpul. Bagaimanapun juga suatu ceritaharuslah bercerita tentang orang.

Sebagian penulis yang menjelaskan latarbelakang secara panjang lebar. Tetapi sebagianpenulis lain hanya memberikan gambaran serbasedikit dan membiarkan pembaca menggunakanimaginasinya untuk melengkapinya. Penulisseperti ini biasanya lebih berkonsentrasi padakarakter tokoh utama dan konflik yangdihadapinya.

Jika menggunakan latar belkang dari ceritafiksi ilmiah atau film yang sudah populer,pengarang dapat berasumsi bahwa pembacadapat membayangkannya. Walaupun demikianpengarang harus berhati-hati menggunakanjargon, karena pada akhirnya pembacanya akanterbatas pada mereka yang fanatik akan fiksiilmiah tersebut. Bahkan lebih buruknya lagi,pengarang akan terbatas dalam dunia fiksiilmiah yang sudah populer tersebut. Dalam ceritadetektif atau cowboy atau sejarah, latar belakangtersebut dapat digunakan berulang-ulang, tetapidalam fiksi ilmiah diinginkan sesuatu yang barudan original.

Bagaimana Membuat Latar Belakang yang BaikBerikut ini adalah beberapa panduan sederhana.1. Buatlah latar belakang yang berfungsi.

Artinya setiap latar belakang yangdiceritakan haruslah benar-benar pentingdan berpengaruh bagi jalan cerita.

2. Jangan mencoba menjelaskan bagaimanasebuah mesin bekerja. Cukup menjelaskanapa hasil kerjanya. Pengarang tidak perlumenjelaskan bagaimana cara bekerjanyasebuah reactor fusi, cukup membuatpembaca yakin adanya reaktor fusi yangdapat berfungsi baik. Cukup menggambar-kan bentuknya secara umum dan apa yangdihasilkannya.

3. Silakan menciptakan alat baru yang belumada. Buatlah penemuan-penemuan baruyang dapat diimajinasikan, asalkan tidakbertentangan dengan prinsip-prinsipilmiah yang diketahui. Bila ingin

melampaui batas-batas ilmiah, makapengarang harus punya penjelasan yangmeyakinkan.

4. Pengarang harus benar-benar memahamilatar belakang yang ditulisnya. Pengarangyang hanya tahu sedikit akan mengalamikesulitan untuk membuat gambaran yanghidup dan realistis. Walaupun demikianjanganlah pengetahuan ilmiah inimenghalangi imaginasi pengarang.Imajinasi inilah yang membedakan laporanilmiah yang membosankan dengan ceritafiksi ilmiah yang menarik.

5. Pengarang perlu mempelajari dasar-dasarilmiah. Pada umumnya pengarang fiksiilmiah sudah memiliki ketertarikan denganilmu pengetahuan yang ditulisnya. Carayang paling mudah adalah denganmembaca majalah ilmiah populer.

6. Penamaan orang, tempat dan barang jugasangat penting. Penamaan akan mempenga-ruhi rasa sebuah cerita. Nama perlu dipilihyang dapat membuat imajinasi yang sesuai.Oleh karena itu nama haruslah berasal darisesuatu yang cukup mudah dipahami.Nama yang terlalu sulit dieja akanmengakibatkan pembaca terhenti sejenak.Apapun yang membuat pembaca terhentiakan berakibat fatal bagi suatu cerita.Sumber yang baik untuk menemukan namaadalah peta.

7. Jalan cerita harus konsisten. Ini lebih darisekedar mencatat waktu kejadian atau arahangin. Pengarang tidak dapat mengubahmusim panas menjadi musim dingin dalamwaktu semalam hanya karena ia ingin latarbelakang yang sesuai. Ingatlah kata pepatah“It’s too good to be true”. Pembaca tidak akanmempercayai keberuntungan yang terlaludibuat-buat untuk menolong tokoh utama.

KonflikBuku ini membahas konflik sebagai berikut.1. Sebuah cerita adalah deskripsi naratif dari

tokoh yang berjuang memecahkanpermasalahan. Perjuangan berarti konflik.

2. Di dalam cerita fiksi, konflik hampir selalumelibatkan perjuangan batin atau moralantara tokoh cerita yang dikarenakanketidakcocokan keinginan dan tujuan.

3. Adu fisik bukan berarti sebuah konflik4. Konflik di dalam cerita seharusnya berakar

di dalam pikiran tokoh utama. Peperangandi dalam diri tokoh utama itulah yangmenjadi dasar jalan cerita.

Page 110: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

103Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Resensi buku : The Craft of Writing Science Fiction That Sells

5. Peperangan batin tokoh utama harustercermin dalam konflik eksternal dengantokoh antagonis. Tokoh antagonis dalatberupa orang, alam, atau masyarakat sekitartokoh utama.

6. Tokoh antagonis harus percaya bahwadialah sang pahlawan dari cerita.

7. Pengarang harus menjadi pembuatmasalah. Pengarang menciptakan permasa-lahan untuk tokoh utama. Dan ia tidakmemecahkan permasalahan hinggamenimbulkan paling tidak dua masalahbaru, hingga akhir cerita.

PlotBagian buku yang membahas plot dapat

disarikan menjadi delapan poin berikut ini.1. Pengarang seharusnya menciptakan “bom

waktu” pada halaman pertama, ataubahkan pada paragraf pertama jikamemungkinkan.

2. Setiap cerita berpacu dengan waktu. “Bomwaktu” tersebut diatur meledak pada saatklimaks cerita. Detaknya haruslah tercerminpada setiap halaman cerita.

3. Setiap skenario harus membawa maju alurcerita. Khususnya dalam cerpen, jikasebuah skenario tidak memajukan alurcerita, maka harus dihapuskan.

4. Dalam setiap halaman cerita harus adakejutan. Komplikasi baru dan permasalahanbaru harus muncul seiring berjalannya alurcerita sehingga membentuk suatu rantai.

5. Pengarang harus menunjukkan dalamcerita, bukan memberitahukan kepadapembaca. Pepatah ini sangatlah tepat: Show,don’t tell!

6. Tindakan sang tokoh harus membawa majualur cerita dari awal hingga akhir. Tokohcerita haruslah aktif tidak pasif. Juga Tokohutama harus mengalami perubahan diri.

7. Cerita berkahir ketika “bom waktu”meledak (atau berhasil dimatikan). Bagianakhir haruslah memberikan jawaban yangmemuaskan atas berbagai permasalahanyang dimunculkan di awal cerita.

8. Akhir cerita hanyalah bagus jika dapatmengejutkan pembaca, walaupun haruslogis dan konsisten dengan isi cerita.

IdeDalam cerita fiksi ilmiah, ide memegang perananpenting. Ide dapat berasal dari kejadian di sekitarkita. Misalkan ada kejadian perbantahan antaradua orang teman. Bagaimana mengolah

kejadian ini menjadi sebuah ide cerita? Pertama,kejadian tersebut disederhanakan menjadisepasang konflik emosi, seperti misalnya satuorang keangkuhan vs. kesetiaan sedangkanlawanya ambisi vs. kujujuran. Dengan demikiandiperoleh sepasang karakter, tokoh utama dantokoh lawan untuk menjadi tulang punggung cerita.

Kedua, dibuat pertanyaan “Bagaimanajika...”. Misalnya, bagaimana jika kedua orangyang memiliki konflik itu menjadi kru sebuahpesawat antariksa? Bagaimana jika sistempenunjang hidup di pesawat itu rusak? Tipepertanyaan ini menjadi dasar sebagian besarcerita yang baik. Berawal dari pertanyaan sepertiini, bila dikembangkan dengan menambahkantokoh-tokoh dan konflik manusiawi akanberkembang menjadi cerita yang menarik.

Berbeda dengan metode pengembangan idedari Ben Bove, Judith Gould (Gould, Judith S.(1999). Four Square Writing Method : A UniqueApproach to Teaching Basic Writing Skills, Grades4-6. Crystal Springs Books. ISBN 1573101885)mengajarkan cara mengembangkan sebuah idemenjadi serangkaian topik cerita. Dalam metodemengarang empat kotak (four square writingmethod), menulis dimulai dengan menggambarsebuah segi empat berukuran besar. Kemudiansegiempat itu dibagi menjadi empat kotakberukuran sama pada sudut-sudutnya. Sebuahkotak ditambahkan pada bagian tengah gambar.Tahap berikutnya adalah menuliskan topikutama, dalam kalimat lengkap, pada kotak yangdi tengah. Kemudian pada setiap kotak kiribawah, kiri atas, dan kanan atas dituliskankalimat pengembangan dari topik utama.Akhirnya pada kotak kanan bawah dituliskanringkasan yang mendeskripsikan apa yangdiinginkan untuk dirasakan oleh pembacamengenai topik utama tadi.Metode menulis empat kotak ini terlihat jauhlebih mudah, sehingga cocok untuk penulis

Ilustrasi tampilan metode menulis empat kotak

Page 111: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

104 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Resensi buku : The Craft of Writing Science Fiction That Sells

pemula. Akan tetapi metode ini tidak secaratajam mengangkat konflik emosi sehinggaseringkali menghasilkan tulisan yang “kering”seperti sebuah reportase. Sedangkan metode BenBova memfokuskan penulis pemula pada sisipsikologis konflik emosi untuk membuat ceritamenjadi hidup dan menarik.

KemutakhiranDalam era saat ini, ilmu dan teknologiberkembang sangat pesat. Banyak teori danhipotesis ilmiah yang direvisi atau diganti. Olehkarena itu penting bagi penulis fiksi ilmiah untukmengikuti perkembangan ilmu dan teknologi.Cara termudah adalah dengan membacamajalah ilmiah populer. Di dalam buku inidisarankan beberapa judul majalah ilmiahpopuler dan juga majalah ilmiah yang lebihserius.

Namun demikian sejak era bertutur lisanhingga era komunikasi belakangan ini, teknikbercerita tidak berubah. Penutur lisan pada sukuprimitif memukau pendengarnya melalui jalancerita yang menegangkan dan berfokus padakonflik emosi internal juga. Cara manusiamempersepsi sebuah cerita dan merasa beradadi dalam cerita juga tetap sama. Hal inidikarenakan wiring otak manusia juga tidakberubah. Oleh karena itu teknik-teknik yangdiajarkan di dalam buku ini juga tetap relevan,sungguhpun diterbitkan awal tahun 1994. Teoriatau prinsip-prinsip dalam menulis cerita ilmiahfiksi yang dikemukakan dalam buku ini masihdapat dikembangkan secara kontekstual. Sudahbarang tentu gaya penulisan atau penuturanmasing-masing pengarang/penulis berbeda.Akan tetapi hal tersebut tidak mengurangimanfaat isi buku ini bagi penulis pemula ataupenulis berpengalaman.

NovelPada bagian akhir buku ini dibahas mengenaipenulisan novel. Tingkat kompleksitas yanglebih tinggi dan curahan waktu yang lebihbanyak membuat penulisan novel hanyamenarik bagi mereka yang ingin serius menulisatau menjadikan menulis sebagai matapencaharian.

Penutup

Judul buku ini menunjukkan bahwa fokuspembahasannya berkisar pada cerita fiksi

ilmiah. Walaupun demikian, teknik yangdiajarkan sebenarnya berlaku umum dan dapatdigunakan pada semua cerita fiksi.

Pada intinya buku ini mengajarkanbagaimana membuat sebuah cerita fiksi ilmiahyang menarik dengan memfokuskan padakonflik emosi internal. Dibandingkan denganteknik menulis yang diajarkan dalam PelajaranBahasa Indonesia, teknik ini lebih mampumemandu penulis untuk membuat cerita yanghidup. Akan tetapi di dalam buku ini tidakdiajarkan dasar-dasar teknik menulis sepertibagaimana membuat paragraf yang kohesif,bagaimana membuat deskripsi, bagaimanamembuat dialog, dan sebagainya. Walaupundemikian, seorang pemula yang membaca bukuini akan dapat lebih memahami makna teknik-teknik menulis yang akan dipelajarinya.

Buku ini juga menampilkan banyak contoh-contoh cerita yang sangat bermanfaat untukmemahami berbagai teknik yang diajarkan.Contoh-contoh tersebut merupakan contoh karyanyata yang original karena diambil dari cerita-cerita yang telah dipublikasikan sebelumnyaoleh sang penulis.

Selain itu di dalam buku ini dibahas trik-trik dalam menghadapi penerbit dan bagaimanamemasarkannya. Pengalaman si penulis sebagaieditor majalah fiksi ilmiah, penulis cerita fiksiilmiah, dan berbagai peran lainnya menghasil-kan saran yang berbobot dan bermanfaat bagipembaca yang ingin mempublikasikan hasilkaryanya dengan sukses.

Bagi pembaca yang ingin menghasilkancerita yang laku dijual sangat disarankan untukmembaca buku karangan Ben Bova ini. Buku inisekarang sudah ada versi ebook yang dapat di-download gratis dari internet pada alamat ini:h t t p : / / w w w . v o i d s p a c e . o r g . u k / l i b r a r y /classic_scifi.shtmlhttp://www.filestube.com/86d2000e02ba592803ea/go.html

Daftar Pustaka

Bova, B. (1994). The craft of writing science fictionthat sells. Writers Digest Books. ISBN-10:0898796008 ISBN-13: 978-0898796001

Gould, Judith S. (1999). Four square writing method:A unique approach to teaching basic writing skills,Grades 4-6. http://en.wikipedia.org/wiki/Four_Square_Writing_Method

Page 112: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

105Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Profil BPK PENABUR SERANG

Profil BPK PENABUR SERANG

Endang Suyatmi*)

*) Kepala TKK BPK PENABUR Serang

Profil

rovinsi Banten adalah salah satuprovinsi baru di Indonesia dari hasilpemekaran wilayah Jawa Barat. Tepatdi ibukota provinsi ini, Badan

Pendidikan Kristen PENABUR (disingkat BPKPENABUR) Serang memiliki gedung di lokasiyang strategis, Jalan Diponegoro No. 4, BPKPENABUR Serang. Gedung BPK PENABURberhadapan dengan bangunan pemerintahanKabupaten/Kota Serang, berdampingan denganbeberapa bank, juga berdekatan dengan wilayahpertokoan.

Keberadaan BPK PENABUR Serangmerupakan jawaban dari kerinduan Jemaat GKISerang yang sudah bertahun-tahun mengingin-kan adanya sekolah Kristen. Gagasan awaluntuk merintis berdirinya sekolah BPKPENABUR dicetuskan oleh Pdt. S Soedarsonoyang pada saat itu menjabat sebagai Pengerja diGKI Serang. Beliau mengajak beberapa jemaatyang dianggap mengerti dan peduli akan duniapendidikan untuk mewujudkan hal tersebut.

Perencanaan dan persiapan untukmendirikan sekolah BPK PENABUR Serangtersebut kemudian dibawa dalam persidanganMajelis Jemaat GKI Serang dengan PengurusHarian BPK PENABUR di Jakarta, yang padasaat itu dipimpin oleh Jufri Sentana sebagai KetuaUmum dan Michael Tanok sebagai SekretarisUmum. Dari hasil persidangan tersebut, makapada tanggal 23 Mei 1989 BPK PENABUR Serangterbentuk. Setelah mendapatkan ijin operasionaldari Dinas Pendidikan yang pada masa itu

Sejarah Singkat

Pbernama Kantor Wilayah DEPDIKBUD JawaBarat, proses belajar mengajar Jenjang TamanKanak Kanak dimulai pada tanggal 17 Juli 1989dengan menggunakan ruang Majelis Jemaat GKISerang sebagai ruangan kelas. Jumlah siswaperdana sebanyak 18 anak. Sri Moerdini (istriPdt. S Soedarsono) menjabat sebagai KepalaSekolah dan Esther Yohana Sapasuru sertaRumintang Situmorang sebagai guru TamanKanak Kanak pertama. Kemudian ada keinginanuntuk menyiapkan jenjang pendidikan yangberkesinambungan, maka pengurus BPKPENABUR Serang yang pada saat itu bernamaKPS Serang merintis berdirinya pendidikanSekolah Dasar BPK PENABUR Serang. Setelahmendapatkan izin Operasional pada tanggal 14Juli 1990, kegiatan belajar mengajar di SDK BPKPENABUR Serang pun dimulai dengan jumlahsiswa sebanyak 10 anak. Kegiatan berlangsungdengan menggunakan ruangan milik GKISerang yaitu disamping ruang ibadah. PejabatKepala Sekolah saat itu dirangkap oleh SriMoerdini dan Lusia Parsaulian sebagai gurupertama.

Melalui proses yang panjang disertaidengan doa dan harapan agar keberadaansekolah BPK PENABUR selalu bertumbuh dandapat memfasilitasi anak-anak yang berdomisilidi Serang dan sekitarnya serta dapat pengakuandari masyarakat sekitar, maka pada tahun 1993BPK PENABUR SERANG memiliki gedungsekolah baru tepatnya di belakang GKI Serang,yang pada akhirnya gedung sekolah inidipergunakan untuk kegiatan belajar jenjangTaman Kanak Kanak dan Sekolah Dasar.

Page 113: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

106 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Profil BPK PENABUR SERANG

Kepercayaan masyarakat yang semakinmeningkat seiring dengan bertambahnya jumlahsiswa setiap tahun, menambah semangatpengurus dan guru guru dalam upaya mengem-bangkan sarana dan pembelajaran. Berkatkesungguhan dan kerja keras dari seluruh wargaBPK PENABUR Serang, maka pada tahun 2002memiliki gedung sekolah TKK yang megah danmembanggakan.

Pada tahun 2006, guna melengkapi layananpendidikan masyarakat di Serang dan Cilegon,dibuka Sekolah Menengah Pertama (SMP).Gedung SMPK BPK PENABUR Serang satulokasi dengan TK dan SD. Dengan demikiansaat ini sekolah yang dikelola BPK PENABURSerang terdiri dari jenjang TK, SD dan SMP.

mumUnarabmaG

gnajneJ satilisaF naluggnumargorP

KKT

iridnesrethalokesgnudeG2iatnalreb

,iratinesmaladtakabnadtanimnagnabmegnepmargorP.sikulemnad,kisum

nadnamagnaynagnukgniLniamrebkanakutnunamayn

rajalebnad

:]K2N[inaitsirKialiNialiNnamananepmargorP.satirgetnInad,narujujeK,nahamareK

uakgnajidhadumisakoLmumunatukgnanagned

.)nilpisiD,bitreT,hisreB,ipaR(iDeTiBaRmargorP

retupmoknarajalebmepanaraS 6paitesmargorpretgnayigignataheseknaaskiremeP.ilakesnalub

naakatsuprepanaraS .nuFroFhsilgnE

niamrebanaraS roodni nadroodtuo

,nuisats,hawaS:narajalebmepkejbokejboeknagnujnuKlld,narakabekmadamep,knab,soprotnak,isiloprotnak

,kisuminesraggnasanaraS.sikulem,irat

naasaibmepnagnedpitisopretkaraknugnabmeM

rianiamrebanaraS nataigekaparebebiddirumautgnaronagnedamasajreK:halokes ,gnirehtaGylimaF,yaDylimaF .haksaPnad,lataN

CA-rebnagnaurhuruleS gnaroadapeknairahrajalebnataigeknakisamrofnigneM.isakinumokukubiulalemdirumaut

.rianiamrebnataigeK

eksimedakanadlatnemaracesawsisnakpaisrepmeM.rasadhalokeSgnajnej

eksimedakanadlatnemaracesawsisnakpaisrepmeM.rasadhalokeSgnajnej

KDS

2iatnalrebhalokesgnudeG artskemaladtakabnadtanimnagnabmegnepmargorPsinet,alobkapes,teksab,arausnaudap,irat:relukiruk

,ajem ,bulchsilgne,bulcsnias,bulchtam .lastuf

uakgnajidhadumisakoLmumunaaradneknagned

:]K2N[inaitsirKialiNialiNnamananepmargorP.satirgetnInad,narujujeK,nahamareK

narajalebmepanaraSretupmok

.)nilpisiD,bitreT,hisreB,ipaR(iDeTiBaRmargorP

Page 114: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

107Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Profil BPK PENABUR SERANG

Data di bawah ini memperlihatkan kondisijumlah siswa jenjang TKK, SDK dan SMPK BPKPENABUR Serang dari tahun 2006-2009 yangmengalami peningkatan pada tiap jenjang.Keberadaan jumlah siswa yang ada, sebenarnyamasih di bawah standar dari target yang

Gambaran Umum

gnajneJ satilisaF naluggnumargorP

KDS

naakatsuprepanaraS awsislaidemeRmargorP

AVAgnauR niradnaMasahaB

agaRhalOnagnapaL narajalebmepkejbo-kejboekpirtdleiF

asahabmuirotarobaL nataigekaparebebmaladautgnaronagnedamasajreK.halokes

CArebnagnaurhuruleS nadterteR .dnobtuo

.naaisunameklaisosnataigeK

.nakgnaneynemnadfitkefe,fitaerk,fitkanarajalebmeP

KPMS

VIiatnalrebhalokesgnudeG artskemalatakabnadtanimnagnabmegnepmargorP,irat,sikgnatulub,arausnaudap,teksab:relukiruk

,amad .bulchtam,bulcsnias,bulchsilgnE

uakgnajidhadumisakoL.mumunaaradneknagned

:]K2N[inaitsirKialiNialiNnamananepmargorP.satirgetnInad,narujujeK,nahamareK

narajalebmePanaraSretupmok

)nilpisiD,bitreT,hisreB,ipaR(iDeTiBaRmargorP

naakatsuprePanaraS .awsislaidemeRmargorP

aidemitluMgnauR nakgnaneynemnadfitkefe,fitaerk,fitkanarajalebmeP

agaRhalOnagnapaL .niradnaMasahaB

asahabmuirotarobaL nadterteR dnobtuo .

igoloiBmuirotarobaL .naaisunameklaisosnataigeK

akisiFmuirotarobaL halokesnagnednatabahasrepnadamasajreknilajneMnagnidnatrepuataibiskekutnebmaladratikeshalokes

.natabahasrep

CArebnagnaurhuruleS

ditentukan. Kondisi seperti ini tentu saja menjadibahan pergumulan bagi pengurus, guru dankaryawan sehingga secara bersama-sama bahu-membahu mengatur strategi dan mencari jalankeluar agar jumlah siswa pada tahun berikutnyadapat lebih meningkat lagi.

Page 115: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

108 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Profil BPK PENABUR SERANG

134 135 134 134

418 430448 462

30

77

132157

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

500

2006-2007 2007-2008 2008-2009 2009-2010

Tahun Ajaran

Jum

lah

SIsw

a

TK SD SMP

Perkembangan Jumlah Murid 2006-2009

Langkah- Langkah Kongkret yangyang Diupayakan

1. Menjalin kerjasama yang harmonis denganGKI Serang dengan cara mensosialisasikanBPK PENABUR Serang dalam Rapat KerjaMajelis Jemaat dan mengkomunikasikanperkembangan sekolah, dana orang tuaasuh, pemakaian sarana dalampersidangan majelis jemaat 2x dalam 1tahun serta ambil bagian dalam IbadahMinggu dengan mengisi pujian.

2. Menambah sarana yang disesuaikandengan kebutuhan pendidikan masa kini,misalnya laboratorium komputer yangdilengkapi dengan jaringan internet,lapangan olah raga, dan kantin sekolah.

3. Pembinaan guru dan karyawan untukmeningkatkan etos kerja dan kompetensi.

4. Sumbangan Sarana Pendidikan (SSP) danSumbangan Penyelenggaraan Pendidikan(SPP) dibuat rata atau sama dengan asumsiterjangkau oleh semua kalangan.

5. Memberlakukan program orang tua asuhbekerjasama dengan GKI Serang danpemberian subsidi bagi siswa yang tidakmampu.

6. Program pembimbingan siswa secara rutinuntuk menghadapi perlombaan-perlombaan.

7. Program remedial untuk anak anak yangkemampuan akademisnya di bawahstandar.

8. Melibatkan orang tua siswa dalam beberapaprogram sekolah.

Prestasi 2007-2009

Jenjang TKK

Terakreditasi dengan nilai A dengan jumlahnilai 96.38. Nilai tertinggi dari sekolah sekolahdi Kabupaten Serang.

Jenjang SDKa. Terakreditasi A

Page 116: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

109Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Profil BPK PENABUR SERANG

b. NEM klasifikasi A tiga tahun terakhirc. Kelulusan 100% dengan NEM tertinggi se Kota Serang tahun 2008-2009.

9002-7002nuhaTnaabmolrePmaladawsiSnaduruGisatserP

gnajneJ abmoLsineJ araggneleyneP takgniT arauJ

KKT

isatserpreBuruG nakididnePsaniD netnaBisniporP IIarauJ

]uruG[kanAugaLatpicneM IRGP/IKTGI lanoisaN IIarauJ

uruGteuDiynayneM IRGP/IKTGI netnaBisniporP IarauJ

retupmoK diKretupmoC lanoisaN IIIarauJ

artuPoloSiynayneM nakididnePsaniD gnareSatoK IarauJ

irtuPoloSiynayneM nakididnePsaniD gnareSatoK IIarauJ

KDS

nadaleTawsiS nakididnePsaniD natamaceK IarauJ

etaraK nakididnePsaniD natamaceK IIarauJ

raclianS omeDcitoboR nogeliC&gnareSbaK IIarauJ

eebgnillepS -anretnIeropagniSloohcSlanoit

nogeliC&gnaresbaK IarauJ

sirggnIshB rahzAlA netapubaK IarauJ

gninetsiL loohcSdnaLaivfE netapubaK IarauJ

liceKretkoD nakididnePsaniD netnaBisniporP IarauJ

KPMS

ygoloiBhtiWnuF 8002 atrakaJRUBANEP atrakaJRUBANEP IIIarauJ

gnilleTyrotS nakididnePsaniD gnareSatoK IarauJ

nepreCatpiC nakididnePsaniD gnareSatoK IarauJ

irtuPnalaJkareG nakididnePsaniD gnareSbaK IIIarauJ

irtuPnalaJkareG nakididnePsaniD gnareSbaK IIarauJ

irtuPugeRgnaneR nakididnePsaniD gnareSbaK IarauJ

irtuPnagnapaLsineT nakididnePsaniD netnaBisniporP IarauJ

artuPteksaB ISABREP gnareSatoK IIarauJ

artuPkiteltA nakididnePsaniD gnareSatoK IarauJ

irtuPnagnapaLsineT nakididnePsaniD gnareSatoK IarauJ

artuPteksaB nakididnePsaniD gnareSatoK IIIarauJ

sikuLineS nakididnePsaniD gnareSatoK IIarauJ

iPnagnapaLsineT nakididnePsaniD netnaBisniporP IIarauJ

Jenjang SMPKKelulusan 100% dengan NEM tertinggi ke II seKota Serang tahun 2008-2009

Page 117: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

110 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Profil BPK PENABUR SERANG

Upaya Terkini PengembanganSekolah

1. Membangun citra sekolah dengan prestasipeserta didik.

2. Menambah sarana prasarana disesuaikandengan kebutuhan pembelajaran masa kini

3. Menjadi sekolah yang berciri kristianidengan mengembangkan pelaksanaanNilai-nilai Kristiani (N2K) dalam setiapaspek kegiatan dan pembelajaran.

4. Menjadi sekolah yang berciri RaBiTeDidengan melaksanakan kerapian, kebersi-han, ketertiban,dan kedisiplinan.

5. Peningkatan Kompetensi Guru denganmemberikan kesempatan untuk mengikutiberbagai pelatihan, pembinaan, workshop,

dan kursus kursus sesuai dengan bidangmasing-masing guru.

Penutup

Menyukuri Anugerah Tuhan akan selaludinyatakan dengan doa, semangat, kerja keras,kerjasama dan ketulusan hati dalam memeliharadan mengembangkan BPK PENABUR Serang.Peningkatan kualitas dan pelayanan pendidikanmelalui berbagai upaya kiranya dapatmembangun citra sekolah yang lebih baiksehingga impian dan harapan BPK PENABURSerang menjadi sekolah pilihan utamamasyarakat dapat terwujud khususnya diSerang.

Page 118: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

111Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

Keterangan Mengenai Penulis

menamatkan pendidikan menengah di SMAK 3 BPK PENABURJakarta pada tahun 1999. Kemudian melanjutkan pendidikan diJurusan Sastra Inggris, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya,Universitas Indonesia dan lulus cum laude pada tahun 2003. Setamatdari pendidikan sarjana, mengajar di almamaternya dan mendapatbeasiswa Australian Development Scholarship untuk melanjutkanpendidikan pada jenjang S2 dalam bidang Administrasi Pendidikandi School of Education, University of New South Wales, Sydney, yangdiselesaikan dengan predikat with distinction pada tahun 2006. Disamping mengajar di Lembaga Bahasa Internasional FIB UI, ia jugabekerja di Kantor UNESCO Jakarta sebagai National Programme Officerfor Governance.

lahir di Jakarta, 18 Desember 1991, Prestasi : Peserta lomba madingUPH. Kelas : 12 SOS 1 SMAK 4 BPK PENABUR Jakarta, tahun ajaran2008-2009

lahir di Jakarta 14 Januari 1968. Menyelesaikan Pendidikan S1Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia IKIP Jakarta. Melanjutkan S2Program Studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan UNJ Jakarta.Sekarang sebagai Kepala Seksi Evaluasi ; Bagian Kurikulum danEvaluasi BPK PENABUR Jakarta.

lahir di Semarang, Desember 1970. Menyelesaikan program S2 dariIPB-Bogor tahun 2000. Menjabat sebagai Kepala Bidang Kurikulumdari tahun 2000-2004 BPK PENABUR Jakarta, kemudian sebagaiKepala Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan. Terlibat diberbagai proyek pengembangan kurikulum dan diversifikasi sekolahserta berkecimpung dalam pengembangan KIR. Saat ini bekerja diTirta Marta BPK PENABUR Jakarta.

lahir di Jakarta, Oktober 1984. Menyelesaikan pendidikan S1Manajemen FE UKRIDA Jakarta pada tahun 2006 dengan predikatCum Laude, dan alumnus SMUK Kalam Kudus II Jakarta. Penulislulusan terbaik pada program studi Manajemen FE UKRIDA Jakarta.Sejak tahun 2007 sampai sekarang, dosen dan KoordinatorLaboratorium Manajemen Keuangan Lanjutan FE UKRIDA Jakarta. Disamping memiliki pengalaman sebagai staf pengajar FE UKRIDAJakarta, sampai saat ini masih aktif menulis karya ilmiah serta ModulLaboratorium FE UKRIDA Jakarta. Selain itu, juga terafiliasi denganperusahaan yang bergerak dalam bidang pendidikan, pelatihan, dankonsultasi strategi bisnis sebagai konsultan dan Associate PartnerArrbey.

lahir di Gunung Kidul, Yogyakarta, 15 Maret 1963. MenyelesaikanPendidikan SI di SKTIP Siliwangi Bandung jurusan Bahasa dan Seni.Sejak tahun 1983-2001 menjadi guru TKK BPK PENABUR Serang dantahun 2001- sekarang diangkat sebagai Kepala TKK BPK PENABURSerang.

Keterangan Mengenai Penulis

Agustian NugrohoSutrisno,

Anastasia AlverinaChandra,

Anggiat Hisar,

Budyanto Lestyana, Ir.,M.Si.

David Wijaya, SE.,

Endang Suyatmi,

Page 119: Diterbitkan oleh - bpkpenabur.or.id · melaksanakan PTK dengan menerapkan pendekatan kontekstual untuk mengatasi kesulitan siswa SD dalam PKn di SD Laboratorium PGSD FIP-UNJ. Informasi

112 Jurnal Pendidikan Penabur - No.12/Tahun ke-8/Juni 2009

lahir di Toba, Sumatera Utara, April 1961. Menyelesaikan S1 di IKIPJakarta Jurusan Pendidikan Fisika (1985). Sambil menyelesaikan S1,menjadi guru di SMA Neg. 50 (1982), SMA Neg.31 (1983-1987) danikut mendirikan SMA PGRI 10. Sebagai guru dan pejabat KepalaSekolah Indonesia di Davao Philippines (1987-1994) sambilmenyelesaikan S2 bidang Business Management di Ateneo de DavaoPhilippines (1994). Mengikuti Program Mission Studies di OverseasMinistries Study Centre, Connecticut USA (1994/1995). Menjadikonsultan Yakoma PGI dan dosen di UKI (1996). Bekerja di BPKPENABUR Jakarta sebagai Kepala Bidang Pengembangan (1997).Care taker Kepala SMKK 2 BPK PENABUR ( 1996-2004). Pernahsebagai Kepala Pengkajian dan Pengembangan Pendidikan BPKPENABUR Jakarta. Saat ini sebagai mahasiswa S3 di UniversitasNegeri Jakarta, dan juga Pengurus Klub Guru Jakarta.

lahir di Tondano 16 Juni 1932. Menyelesaikan Sarjana Pendidikan UItahun 1961. Memperoleh gelar M.Sc.Ed. dan Doctor dari IndianaUniversity, Bloomington, Indiana AS. Sering diundang sebagaipembicara di berbagai seminar. Menulis beberapa buku antara lain,Pendidikan dalam Pembangunan Nasional Menyongsong Abad XXI(1990); Pengembangan Sumber Daya Manusia dalam Era Globalisasi:Visi, Misi dan Program Aksi Pendidikan dan Pelatihan Menuju 2020(1997); Membenahi Pendidikan Nasional (2000); Kekuasaan danPendidikan (2003). Pernah Anggota Dewan Penasihat UKRIDAJakarta. Sekarang sebagai guru besar emeritus di berbagai perguruantinggi. Dikenal sebagai tokoh pendidikan ditingkat nasional maupuninternasional.

lahir di Jakarta, 30 Maret 1991. Prestasi : Nominasi siswa teladan,juara umum jurusan IPS. Kelas : 12 SOS 1 SMAK 4 BPK PENABURJakarta, tahun ajaran 2008-2009.

dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ), Ketua Prodi PGSD UNJ dansaat ini sedang mengambil program S3 di UNJ.

lahir di Jakarta, April 1969. Menyelesaikan S1 di FKIP UniversitasJambi Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia (1996), dan MagisterPendidikan tahun 2004 di Universitas Kristen Jakarta. Pada tahun2000 sampai tahun 2002 sebagai dosen di Akademi Sekretaris danManajemen LEPISI Tangerang. Bekerja di BPK PENABUR sejak tahun1988-sekarang sebagai guru Bahasa Indonesia di SMPK 1 BPKPENABUR Jakarta, serta pelatih ekstrakurikuler menulis.

lahir di Aceh, 31 Maret 1991. Prestasi : Peserta lomba mata pelajaranEkonomi-Akuntansi. Kelas : 12 SOS 1 SMAK 4 BPK PENABURJakarta, tahun ajaran 2008-2009.

dosen PGSD UNJ, dan saat ini sedang mengikuti program S2 di PPSUNJ.

Hotben Situmorang, Drs.,M.B.A.,

H.A.R Tilaar, Prof. Em. Dr.M.Sc.Ed.,

Ivonne Pratiwi,

Kasina Ahmad, Dra.M.Pd.,

Keke T. Aritonang, M.Pd.,

Monica Sharly,

Nina, Dra.,