MODUL PENGEMBANGAN MATERI PEMBELAJARAN MATA KULIAH TEORI NDT Disusun Oleh : Mohammad Thoriq Wahyudi, ST.,MM. Hendri Budi Kurniyanto, S.ST., MT. ADB LOAN NO. 2928-INO POLYTECHNIC EDUCATION DEVELOPMENT PROJECT PROGRAM STUDI D4 TEKNIK PENGELASAN POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA 2015
141
Embed
DisusunOleh: MohammadThoriqWahyudi,ST.,MM ...tl.ppns.ac.id/wp-content/uploads/2017/12/MODUL-TLMD-TEORI-NDT.pdf · adalah untuk mempermudah mahasiswa dalam memahami secara komperhensif
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
MODUL
PENGEMBANGAN MATERI PEMBELAJARAN
MATA KULIAH TEORI NDT
Disusun Oleh :
Mohammad Thoriq Wahyudi, ST.,MM.
Hendri Budi Kurniyanto, S.ST., MT.
ADB LOAN NO. 2928-INO
POLYTECHNIC EDUCATION DEVELOPMENT PROJECT
PROGRAM STUDI D4 TEKNIK PENGELASAN
POLITEKNIK PERKAPALAN NEGERI SURABAYA
2015
i
HALAMAN PENGESAHAN
1. Identitas Buku Ajar Teori Pendukung
a. Judul Materi Pembelajaran :Pengembangan Media Pembelajaran Teori
NDT
b. Matakuliah/Semester :Teori NDT
c. SKS (T/P)/Jam (T/P) :2 (T) / 4 (T)
d. Program Studi :Teknik Pengelasan
e. Kode Matakuliah : 607303 A
2. Penulis
a. Nama :Mohammad Thoriq Wahyudi, ST.,MM
b. NIDN :0003086001
c. Jabatan Fungsional :Lektor
d. Jabatan Struktural :Kepala Laboratorium Uji Bahan
e. Program Studi :Teknik Pengelasan
f. Alamat Institusi :Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya
Jalan Teknik Kimia, ITS Sukolilo Surabaya
60111
g. Telpon/ Faks/E-mail :031-5942887
Surabaya, 31 Maret 2016
Mengetahui,Ketua Program Studi, Penulis,
Ruddianto, ST.,MT Mohammad Thoriq Wahyudi, ST.,MM
Menyetujui,Direktur Politeknik Perkapalan Negeri Surabaya
Ir. Eko Julianto, M.Sc.,MRINA
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu ‘alaikum Wr. Wb
Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-NYA, atas
sesesainya penyusunan modul ajar teori NDT. Tujuan dari penyusunan modul ini
adalah untuk mempermudah mahasiswa dalam memahami secara komperhensif
tentang uji tidak merusak berdasarkan standard atau code tertentu terutama ASME
sehingga mereka dapat mengaplikasikannya saat pratek di semester berikutnya.
Penyusun mengucapkan terima kasih kepada rekan-rekan yang telah membantu dalam menyelesaikan modul ajar teori NDT ini. kami menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan ini sehingga saran dan masukan yang konstruktif sangat kami harapkan.
Wassalamu ‘alaikum Wr. Wb
Surabaya, Maret 2016
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
HALAMAN PENGESAHAN....................................................................................... i
KATA PENGANTAR..................................................................................................ii
DAFTAR ISI............................................................................................................... iii
RANCANGAN ALAT BANTU AJAR................................................................... 131
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................133
vii
1
BAB 1UJI VISUAL
1.1 Umum1.1.1 Dasar-Dasar Pengujian Visual
Visual test (VT) merupakan teknik pemeriksaan yang paling banyak digunakan,
seringkali penglihatan (mata)seorang inspektor merupakan satu-satunya peralatan
yang dipakai untuk pemeriksaan. VT hampir dapat diaplikasikan pada semua jenis
material pada semua tahapan manufaktur pada semua usia pakai suatu komponen
atau struktur. Agar pengujian VT berhasil disyaratkan pencahayaan yang memadai
dan penglihatan inspektor yang baik. Jika akases terhadap daerah tertentu dari benda
yang diuji terbatas dapat digunakan alat bantu seperti borescope, fiberscope,
videoscope dan CCTV untuk melakukan VT jarak jauh.
a) Penglihatan
Indera penglihatan atau mata seorang inspektor merupakan bagian terpenting
dalam VT. Mata adalah organ tubuh yang komplek, tersusun dari banyak
bagian yang semuanya harus berfungsi dengan benar agar pengujian yang
baik dapat dialkukan. Bagian-bagian mata dapat dilihat pada Gambar 1.1
Gambar 1.1 Anatomi Mata Manusia
Cahaya yang memasuki mata akan melalui lapisan tembus pandang di dalam
kornea dimana terjadi senagian besar pembiasan cahaya. Cahaya selanjutnya
memalui iris, membran tipis berwarna yang mengendalikan jumlah cahaya yang
2
melalui mata. Iris adalah lensa kristal yang dapat berubah bentuk untuk
memfokuskan cahaya pada retina dibagian belakang bola mata. Untuk
mempertahankan bentuknya, bola mata terisi gel bening yang disebut vitreous humor.
Retina tertutup oleh sel-sel khusus dinamakan rod dan cone, yang mengubah cahaya
masuk menjadi impuls-impuls syaraf melalui proses fotokimia. Impuls-impuls syaraf
ini berjalan menuju otak melalui syaraf mata dimana terjadi proses decoding.
Penglihatan dapat berkurang akibat kegagalan fungsi dari salah satubagian
mata. Glaucoma, yaitu peningkatan tekanan fluida di dalam mata dapat
menghasilkan sedikit penyimpangan penglihatan atau bahkan kebutaan. Myopia,
hyperopia dan astigmatisma terjadi apabila cahaya difokuskan pada sebuah bidang
selain bidang retina mata. Dengan bertambahnya usia mata, lensa kristal akan
kehilangan kelenturannya untuk memfokuskan cahayadan dapat terjadi katarak.
Untuk menjamin bahwa seorang inspektor memiliki penglihatan yang baik,
ujian penglihatan dilakukan secara berkala untuk memverifikasi ketajaman
penglihatan, pemahaman penglihatan dan pembedaan warna. Seseorang yang
didiagnosa penyimpangan penglihatan yang diperbaiki dengan memakai kaca mata
akan disyaratkan untuk memeaki kaca mata itu selama melakukan pengujian visual.
b) Pemahaman Penglihatan
Pemahaman penglihatan adalah perbandingan dari apa yang dilihat oleh mata
dengan apa yang dilihat oleh pikiran. Walaupun tersedia sejumlah besar informasi
yang tersedia pada sembarang citra yang diberikan, yang diarahkan ke retina, hanya
sedikit persentase yang dipakai untuk pengenalan detil. Hal tersebut dikarenakan
keseluruhan dari cara kerja sistem penglihatan manusia. Mata tidak lebih dari
sekedar penerima yang mengumpulkan dan memfokuskan informasi yang datang
yang dibawa oleh foton, sedangkan otak mengambil dan memproses informasi yang
disediakan menjadi suatu citra yang akan diinterpretasi.
c) Pencahayaan
Untuk mengerti pentingnya pencahayaan dalam suatu lingkungan pemeriksaan,
perlu untuk mengetahui dasar-dasar cahaya, bagaimana cahaya diukur dan tingkat
pencahayaan yang disarankan untuk melalkukan pemeriksaan. Ada beberapa teori
3
yang menguraikan fonomena energi radian, teori gelombang dan kuantum adalah
yang paling banyak diterima. Teori gelombang menyakan bahwa radiasi berasal dari
pertikel bermuatan yang dipercepat (elektron-elektron yang bergetar) yang merambat
melalui ruang dan waktu dalam bentuk pergerakan seperti gelombang. Teori
kuantum dikembangkan melalui fisika medern menyatakan bahwa energi
dipancarkan dan diserap dalam bentuk kuanta atau paket energi (foton) tersendiri.
Kedua model tersebut didasarkan pada perpindahan energi tak bermassa, tak
bermuatan pada kecepatan 3 x 1010 cm/detik, masing-masing menyatakan kejelasan
yang berbeda mengenai interaksi cahaya dengan benda.
Cahaya tampak, energi yang menstimulasi sel penerima cahaya pada mata
manusia, umumnya didefinisikan sebagai energi dalam rentang panjang gelombang
380-770 nm. Cahaya tampak memperlihatkan kedua sifat sebagai model gelombang
dan model kuantum.
Spektrum elektromagnetik adalah cara yang mudah untuk menggambarkan secara
grafis radiasi-radiasi elektromagnetik. Ia didasarkan pada model teori gelombang
spektum elektromagnetik mencakup rentang energi dari sinar kosmis dengan panjang
gelombang sangat pendek hingga gelombang listrik dengan pangjang gelombang
tinggi, spektrum elektromagnetik dapat dilihat pada Gambar 1.2
Gambar 1.2 Spektrum Elektromagnetik
Cahaya tampak dikenal sebagai “cahaya putih” sebenarnya terdiri dari
spektrum frekuensi yang lebar. Apabila cahaya putih dilewatkan melalui sebuah
4
prisma, cahaya akan dipisahkan menjadi unsur-unsur frekuensi yang menghasilkan
warna-warna.
Hal penting yang perlu diingat adalah semua radiasi elektromagnetik memiliki
sifat yang serupa, dan sifat khusus mata lah yang memungkinkan bagian tampak dari
spektrum tersebut untuk menstimulasi penglihatan.
Pengukuran cahaya (fotometri) adalah suatu cara untuk menguatifikasi energi
radiandari cahaya tampak. Pengukuran diperoleh dari alat fotometer yang mengubah
energi radian cahaya menjadi sinyal listrik yang dapat diukur. Pada pengukuran
cahaya tampak sering digunakan hukum inverse square dan lambert cosine. Hukum
inverse square menyatakan bahwa pencahayaan sebuah permukaan berbanding
terbalik dengan kuadrat jarak antar sumber cahaya dan permukaan (persamaan 1.1)
Gambar 1.3 Hukum Inverse Square
E = I/d2 (1.1)
dimana: I = Intensitas cahaya
E = Pencahayaan
d = Jarak anatara titik dan sumber cahaya
Contoh, sebuah sumber cahaya dengan pencahayaan 1000 lm diukur pada jarak
0,3 m akan berkurang menjadi 250 lm pada jarak 0,6 m.
Hukum lamber cosine (persamaan 1.2 & 1.3) menyatakan bahwa pencahayaan
permukaan bervariasi sebagai cosinus sudut datang cahaya.
E = I cos θ (1.2)
Dimana: I = pencahayaan sumber
E = pencahayaan permukaan
θ = sudut datang
5
Gambar 1.4 Hukum Lambert Cosine
E2= E1 cos θ (1.3)
Penggabungan hukum inverse square dan lambert cosine memungkinkan
perhitungan pencahayaan permukaan pada sudut selain sudut normal.
Pencahayaan yang memadai pada permukaan yang diperiksa adalah penting
untuk mengidentifikasi indikasi secara benar. Seringkali pencahayaan secara umum
pada daerah kerja tidak mencukupi untuk melakukan pengujian visual, namun
demikian sebaiknya dipakai aturan code atau spesifikasi sebagai referensi untuk
tingkat pencahayaan minimum yang disyaratkan.
Apabila tingkat pencahayaan pada permukaan pemeriksaan dianggap tidak
memenuhi, sebaiknya dilakukan usaha untuk menambah pencahayaan dengan
menggunakan lampu senter, lampu portabel dan lapu-lampu berintensitas tinggi atau
memindahkan benda yang diuji ke daerah pemeriksaan yang lebih terang jika
memungkinkan. Warna cahaya juga berperan penting dalam meningkatkan kontras di
daerah inspeksi, contoh, pemeriksaan lapiran krom diatas nikel dapat ditingkatkan
melalui pemakaina cahaya kebiruan seperti yang dihasilkan oleh lampu neon warna
putih. Kemampuan pendeteksian indikasi dapat bervariasi akibat karakteristik
sumber cahaya, oleh karenanya karakteristik sumber cahaya yang dipakai selama
pemeriksaan sebaiknya diusahakan mendekati sumber cahaya yang dipakai saat
menguji standart referensi.
6
1.1.2 Faktor Yang Mempengaruhi Pengujian Visual
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi pengujian visual antara lain adalah
sifat meterial, kondisi permukaan, lingkungan pemeriksaan dan faktor-faktor fisik
dari inspektor.
Ukuran fisik dan kondisi objek yang diuji memainkan peranan penting dalam
menentukan hasil pengujian. Pengetahuan mengenai berbagai variabel yang
mempengaruhi pengujian akan membantu inspektor dalam mengurangi kemungkinan
terlewatnya indikasi.
Kondisi permukaan yang mempengaruhi pengujian visual antara lain meliputi
kebersihan, warna, tekstur, kondisi spesimen, dan temperatur. Salah satu
persyaranatan dasar agar pengujian visual menjadi efektif adalah benda kerja yang
bersih, material pengotor yang tidak diinginkan seperti debu, minyak, gemuk dll
dapat menutupi permukaan diskontinuitas akatual atau menghasilkan indikasi palsu.
Permukaan pemeriksaan yang bersih mencegan kemungkinan terlewatnya indikasi.
Warna cahaya yang datang relatif terhadap warna objek yang diuji berperan
penting didalam pendeteksian diskontinuitas. Warna cahaya dapat digunakan untuk
menambah kontras dengan caramengintensifkan atau melemahkan warna-warna
tertentu.
Sebuah permukaan yang memantulkan cahaya dapat menyilaukan dan
mengganggu pengujian pada permukaan benda uji. Permukaan yang sangat kasar
dapat mensyaratkan pencahayaan khusus untuk menerangi seluruh daerah tersebut
secara mencukupi. Silau dapar dikurangi dengan cara membesarkan sudut antara
sumber cahaya dan garis pengamatan atau dengan meredupkan sumber cahaya.
Kondisi fisik seperti bentuk dan ukuran spesimen dapat berfungsi sebagai
faktor pembatas selama pengujian visual. Objek dengan bentuk yang komplek dapat
mengganggu pengujian, daerah ini perlu mendapat perhatian lebih banyak. Saat
menguji objek dengan ukuran besar, perhatian tertentu sebaiknya diberikan untuk
memastikan bahwa pengujian menyeluruh telah dilakukan.
Suhu tinggi mengurangi usia pakai komponen-komponen logam. Penggunaan
komponen-komponen logam pada suhu tinggi dapat menghasilkan creep, kelelahan
7
akibat pemanasan, dan kegagalan karena beban berlebih. Creep adalah perubahan
bentuk logam akibat terkena tegangan, umumnya pada suhu tinggi Retak karena
kelelahan pada suhu tinggi adalah akibat dari siklus pemanasan berulang yang
mengakibatkan pemuaian dan penyusutan logam. Jika siklus pemanasan diakibatkan
oleh gesekan, seperti yang terjadi pada komponen sistem rem, dapat terjadi retak
karena kelelahan dan panas yang dinamakan heat checking. Manifold gas buang
mesin yang tertahan selama siklus pemanasan dan pendinginan yang berulang dapat
mengakibatkan retak fatik karena tegangan tarik sisa. Siklus pemanasan yang
berulang di dalam atmosfer pengoksidasi dapat menimbulkan lapisan kerak oksida
pada material. Lapisan oksida ini dapat menutupi diskontinuitas permukaan dan perlu
kehati-hatian saat memeriksa daerah ini.
Faktor-faktor lingkungan yang dapat mempengaruhi pemeriksaan adalah
atmosfer, kebersihan benda yang diperiksa, dan posisi benda terhadap inspektor.
Atmosfer dalam konteks ini mengacu pada bagian lingkungan yang berpengaruh
secara fisik atau kejiwaan terhadap penguji. Atmosfer yang bebas dari kebisingan
tingkat tinggi, debu, asap, dan gangguan lainnya akan lebih kondusif terhadap
performa penguji.
Seperti telah disebutkan sebelumnya, kebersihan benda yang diuji adalah
penting saat melakukan pengujian visual. Yang tidak kalah pentingnya lagi adalah
kebersihan lingkungan pengujian. Sumber utama zat-zat pengotor pada lingkungan
pemeriksaan adalah perpindahan bagian-bagian benda yang diperiksa dari satu
tempat ke tempat lainnya. Saat terjadi perpindahan bagian-bagian benda yang
diperiksa, kotoran dan zat pengotor lainnya juga dapat berpindah ke permukaan
benda jika daerah sekitarnya tidak bersih. Lingkungan pengujian dapat
terkontaminasi melalui berbagai macam cara. Salah satunya adalah melalui asap dan
uap di udara yang menempel pada permukaan yang mengkilap dan mengurangi
kontras yang diperlukan untuk menentukan lokasi diskontinuitas.
Kelembaban dan suhu adalah faktor lingkungan yang mempengaruhi performa
pengujian visual. Orang yang berbeda akan memiliki kemampuan yang berbeda
untuk bertoleransi terhadap panas dan kelembaban, dan jika suhu inti tubuh
meningkat, kemampuan mental dari inspektor akan berkurang.
8
Faktor kejiwaan, variabel-variabel kejiwaan yang dapat mempengaruhi hasil
pengujian adalah kenyamanan fisik, kesehatan, dan sikap mental dari inspektor,
kelelahan, dan posisi benda yang diuji terhadap inspektor.
Posisi benda uji dan jaraknya dari inspektor memiliki pengaruh pada hasil
pemeriksaan. Jarak dan sudut pengamatan yang direkomendasikan adalah maksimum
sebesar 610 mm pada sudut tidak kurang dari 30o terhadap permukaan pemeriksaan
seperti yang diperlihatkan dalam Gambar 1.5
Gambar 1.5 Rekomendasi Besar Sudut Pengamatan
Jika permukaan benda yang diuji tidak dapat dipindahkan atau disesuaikan
sehingga mata tidak dapat diatur pada posisi ini, alat bantu visual yang sesuai seperti
cermin harus digunakan. Benda-benda yang letaknya tinggi juga menimbulkan
masalah terhadap pengujian. Sebuah komponen yang letaknya tinggi dan diluar
jangkauan inspektor tidak dapat diuji seluruhnya tanpa memakai peralatan bantu.
1.1.3 Diskontinuitas
Pengujian visual dipakai untuk menentukan lokasi diskontinuitas dalam
berbagai tahapan proses manufaktur. VT umumnya dilakukan pada hasil pengecoran
(casting), penempaan, dan pengelasan dan juga dilakukan setelah proses pemesinan.
Benda cor dibuat dengan menuangkan logam cair ke dalam sebuah cetakan.
Pada benda cor dapat terjadi berbagai macam diskontinuitas bawaan. Jenis
diskontinuitas cor yang umum terjadi pada permukaan adalah inklusi, porositas,
sobek panas, retak susut, dan cold shut. Inklusi dapat diakibatkan oleh pasir yang
dipakai membuat cetakan, slag dari logam yang dituangkan, material logam keras,
atau material lain yang tidak leleh dan menyatu dengan logam cair. Inklusi muncul di
sembarang tempat pada permukaan dan menghasilkan tampilan permukaan yang
9
kasar dan berpori. Porositas dihasilkan oleh gas-gas yang keluar dari logam cair dan
terperangkap saat proses pembekuan. Sobek panas dan retak susut diakibatkan oleh
laju pembekuan logam yang tidak rata atau perubahan ketebalan material yang
drastis akibat bentuk benda cor yang tidak teratur. Sobek panas dan retak susut
biasanya terjadi pada daerah-daerah bertegangan seperti sudut-sudut, daerah dimana
bagian benda cor tertahan, atau daerah dimana terjadi perbedaan ketebalan yang
drastis. Cold shut adalah tidak fusinya logam cor yang diakibatkan oleh penuangan
logam yang terhenti, atau pada daerah dimana pembekuan terjadi sebelum proses
penuangan selesai. Cold shut dapat terjadi di sembarang tempat pada benda cor,
namun umumnya ditemukan dekat dengan daerah aliran yang terputus dekat dengan
inti benda cor.
Benda tempa dibuat dengan meletakkan logam panas antara dua cetakan dan
gaya tekan yang besar membentuk logam panas menjadi benda jadi. Beberapa jenis
diskontinuitas dapat ditemukan saat pengujian visual, misalnya laps (lipatan), bust
(pecahan), dan retak pada garis cetakan (flash line tears). Laps dihasilkan saat
material terlipat dalam proses penempaan. Material ditekan ke bawah dan tidak
menyatu dengan bagian material lainnya akibat adanya oksidasi di permukaan.
Lipatan dapat terjadi hampir di sembarang tempat pada benda tempa, namun mereka
biasanya muncul sepanjang garis cetakan. Burst adalah pecahnya material yang
terjadi saat penempaan dilakukan pada suhu yang kurang panas, atau terjadinya
perubahan ketebalan yang drastis saat material ditekan ke dalam cetakan. Flash line
tear adalah retakan sepanjang garis cetakan akibat pemotongan bekas cetakan yang
tidak benar.
Proses pemesinan dilakukan pada bahan mentah untuk menghasilkan
komponen jadi. Proses bubut, milling, gerinda, bor, dan potong adalah berbagai
proses pemesinan yang dapat menghasilkan diskontinuitas. Retak penggerindaan
diakibatkan oleh panas berlebihan yang dihasilkan pada benda kerja selama proses
penggerindaan dan muncul sebagai retakan yang halus dan tipis. Sobekan terjadi
akibat kecepatan perkakas pemesinan yang tidak tepat sehingga menimbulkan
sobekan pada material.
Pengelasan, yaitu proses penyambungan bagianbagian komponen memakai
panas untuk melelehkan dan meleburkan material, menghasilkan sejumlah
10
diskontinuitas yang dapat muncul saat pengujian visual. Porositas, retakan, slag, fusi,
penembusan, undercut, dan overlap adalah diskontinuitas yang dapat muncul pada
hasil laslasan.
Porositas, seperti halnya yang terbentuk pada proses pengcoran, diakibatkan
oleh gas-gas yang dikeluarkan oleh logam las cair yang terjebak saat pembekuan
logam.
Retak dapat terjadi akibat ada bagian dari logam induk yang tertahan selama
proses pendinginan. Saat logam las mendingin terjadi penyusutan, dan sembarang
penahanan dapat mengakibatkan peretakan.
Slag adalah sisa-sisa flux pelindung yang dipakai untuk melindungi logam las
cair dari kontaminasi atmosfer. Jika slag tidak seluruhnya dibersihkan sebelum
pendeposisian logam las berikutnya, maka ia akan terjebak di dalam logam las. Slag
muncul sebagai indikasi memanjang yang terletak di antara manik las.
Fusi adalah pelelehan dan pencampuran antara logam las dan logam induk,
atau lapisan las sebelumnya. Jika tidak terjadi penggabungan yang sempurna, bisa
muncul indikasi linier di antara manik las, atau di antara manik las dengan logam
induk.
Penembusan adalah istilah yang digunakan untuk mendefinisikan suatu
tingkatan dimana logam las telah memasuki sambungan las. Penembusan adalah
penting untuk menentukan apakah sisi las bagian bawah dapat diakses oleh inspektor.
Akar las yang paling tidak setinggi logam induk dan menyatu halus dengan logam
induk menunjukkan penembusan yang mencukupi.
Undercut diakibatkan oleh kegagalan logam las untuk mengalir ke dalam
daerah yang lebih tipis yang dihasilkan oleh logam induk yang mencair. Hal ini
menghasilnya adanya diskontinuitas berbentuk takikan pada daerah transisi antara
logam las dan logam induk atau kaki las (weld toe).
Overlap terjadi saat logam las mengalir dan menumpuki material di bawahnya
namun tidak melebur jadi satu. Diskontinuitas berbentuk takikan yang dihasilkannya
mengakibatkan timbulnya konsentrasi tegangan pada bagian bawah takikan.
11
1.2 Peralatan Pengujian Visual
Peralatan untuk pemeriksaan visual termasuk borescope, fiberscope, penggaris,
jangka, peralatan ukur mekanis, peralatan ukur las, kaca pembesar, cermin, sistem
otomasi, sistem berbasis komputer, sistem pencitraan, sistem optik khusus, dan
CCTV.
1.2.1 Borescopes
Borescope yang kaku memungkinkan pemeriksaan visual dilakukan pada
daerah bagian dalam, atau obyek yang letaknya jauh dari lingkungan pemeriksaan
dengan akses fisik yang terbatas. Dengan menggunakan sistem lensa dan prisma,
borescope dapat membesarkan citra daerah interest saat melakukan pengujian.
Cahaya pada daerah pemeriksaan dihasilkan oleh lampu pada ujung borescope atau
melalui serat optik atau penuntun cahaya cair dari sumber cahaya berintensitas tinggi
yang lokasinya jauh. Borescope terdapat dalam berbagai kombinasi diameter dan
panjang.
Borescope dapat menggunakan sistem relay lensa cembung, sistem relay lensa
cembung dan batang hibrida, atau batang kaca rigid, ditambah lensa-lensa okular dan
obyektif. Sistem relay lensa-lensa cekung mengirimkan citra secara berantai dari satu
lensa ke lensa lainnya sepanjang borescope.
Batang lensa hibrida terdiri dari serangkaian batang-batang lensa untuk
mengirimkan citra. Rangkaian batang lensa memiliki keuntungan dibandingkan
rangkaian lensa sederhana karena menghasilkan lebih sedikit pembiasan akibat
penyebaran cahayanya lebih sedikit, dan mereka berdiameter kecil, yang akan
mengurangi diameter borescope.
12
Gambar 1.6 Borescopes
1.2.2 Fiberscope
Fiberscope serupa dengan borescope karena dapat dipakai memeriksa daerah-
daerah yang umumnya tidak dapat diakses; namun demikian fiberscope bekerja
dengan prinsip yang berbeda. Borescope menggunakan sistem lensa untuk
mengirimkan citra dari obyek ke mata, sedangkan fiberscope menggunakan
sekumpulan serat pengirim cahaya yang dibuat dari kaca atau quartz. Kumpulan serat
ini dinamakan penuntun citra. Sifat penuntun citra yang fleksibel ini memungkinkan
fiberscope memeriksa daerah lekukan dan sudut sementara borescope yang
rigid hanya dapat memasuki lintasan yang lurus.
Fiberscope mengumpulkan citra menggunakan lensa obyektip dan
merambatkan cahaya melalui sekumpulan serat tipis sebesar 8 µm. Cahaya
dirambatkan pada bagian dalam serat melalui proses pemantulan cahaya. Hal ini
dimungkinkan karena serat-serat tersebut dilapisi dengan lapisan kaca tipis yang
memiliki indeks pembiasan lebih rendah ketimbang serat tersebut. Hal ini
mengakibatkan cahaya dipantulkan di dalam serat tanpa keluar ke udara atau ke serat
yang berdekatan.
Karena masing-masing serat hanya merambatkan sejumlah kecil citra, maka
sekumpulan serat tersebut harus disusun agar masing-masing ujung serat berakhir
13
pada posisi yang sama pada lensa okuler yang sesuai pada lensa obyektip. Hal ini
dinamakan sebagai penjajaran koheren yang memungkinkan terjadinya kohesivitas
citra pada lensa pengamatan. Jika serat diletakkan secara sembarangan pada ujung-
ujung lensa, citra yang dihasilkan akan tidak beraturan.
fiberscope dapat difokuskan memakai lensa obyektip yang dapat bergerak-
gerak, atau fokusnya tetap jika lensa obyektip tidak dapat digerakkan. Cahaya untuk
daerah pemeriksaan dihasilkan oleh kumpulan serat lain yang merambatkan cahaya
yang dihasilkan oleh sumber cahaya luar berintensitas tinggi. Serat-serat ini memiliki
diameter yang lebih besar ketimbang serat citra dan mereka tidak perlu disusun
secara koheren karena mereka tidak merambatkan citra. Ujung yang dapat diarahkan
merupakan pilihan pada fiberscope. Ujung dapat diarahkan memakai perangkat
mekanis atau pneumatis yang memungkinkan ujung fibersope menjangkau dan
memperoleh pandangan yang lebih besar.
Gambar 1.7 Fiberscope
1.2.3 Penggaris
Perangkat mekanis paling sederhana untuk pengukuran linier adalah penggaris
baja sepanjang 150 mm yang dapat menghasilkan keakuratan hingga 0.5 mm jika
digunakan dengan benar. Keakuratan juga dibatasi oleh lebar dari tanda ukuran yang
dietsa pada penggaris.
Untuk memperoleh pengukuran yang akurat dengan penggaris baja, gunakan
10 mm sebagai referensi awal perhitungan dan kurangkan 10 mm dari ukuran
perhitungan yang diperoleh. Cara ini disarankan karena lebih sulit untuk memulai
perhitungan dari angka nol. Juga adanya kemungkinan dari kerusakan pada ujung-
ujung angka nol yang dapat mempengaruhi pengukuran. Saat melakukan pengukuran,
penggaris seharusnya diatur tegak lurus dengan tes piece sehingga tanda ukurannya
sedekat mungkin dengan daerah pengukuran seperti diperlihatkan dalam Gambar 1.8
14
penjajaran ini juga meminimumkan kesalahan paralaks. Karena penggaris baja
memiliki beberapa skala dengan tanda ukuran yang berbeda, harus diperhatikan
untuk memilih skala yang sesuai untuk menghindari perkiraan hasil pengukuran. Jika
pengukuran dilakukan dengan skala yang dipilih dan hasil pengukuran jatuh antara
garis tanda, skala terkecil selanjutnya yang dibaca.
Gambar 1.8 Pengukuran Menggunakan Penggaris
1.2.4 Jangka (calipers)
Jangka digunakan untuk memperoleh pengukuran linier yang akurat. Jangka
terdapat dalam berbagai macam ukuran dan konfigurasi untuk pengukuran panjang,
lebar, tinggi, diameter, dan kedalaman, dan pembacaannya dapat langsung atau tak
langsung.
Jangka jenis pembacaan tak langsung, atau transfer (Gambar 1.9) dipakai untuk
memindahkan ukuran dari suatu benda ke penggaris baja. Sebagai contoh,
pengukuran diameter luar dilakukan dengan mengatur jangka sehingga kedua
kakinya menyentuh bagian terluar benda. Jarak ini selanjutnya dipindahkan ke
penggaris baja untuk memperoleh hasil pengukuran. Jika dilakukan dengan benar,
jenis pengukuran ini keakuratannya mencapai 0.4 mm.
Gambar 1.9 Indirect Calipers
15
Jangka pembacaan langsung terdapat dalam berbagai jenis. Jangka pembacaan
langsung bisa sederhana berupa penggaris dengan penjepit untuk pengukuran kasar
atau dapat berupa jenis sorong, dial, atau elektronik yang dipakai untuk pengukuran
yang sangat akurat, seperti diperlihatkan dalam Gambar 1.10
Gambar 1.10 Caliper Reading
1.2.5 Alat Ukur Mekanis (micrometers)
Peralatan ukur mekanis dapat dipakai untuk melakukan pengukuran linier
dengan sangat akurat. Peralatan ukur mekanis terdapat dalam berbagai konfigurasi
untuk pengukuran bagian dalam dan luar benda rata, lengkung, berulir, dan silinder.
Peralatan ukur mekanis terdiri dari jangka yang beroperasi dengan menentukan
seberapa jauh ujung sekrup bergeser setelah satu putaran penuh. Komponen dari alat
ukur mekanis diperlihatkan dalam Gambar 1.11
Gambar 1.11 Mechanical Gage (Micrometer)
16
1.2.6 Alat Ukur Las (weld gages)
Perkakas yang umum dipakai dalam pengujian visual las-lasan adalah fillet
weld gage. Peralatan sederhana dan mudah digunakan ini mengukur panjang kaki las
dan menentukan ukuran leher las fillet. Peralatan ukur ini pada dasarnya adalah
sebuah pembanding ukuran yang memenuhi syarat dietsa pada alat ukur itu dan
busurbusurnya dipotong menjadi alat ukur manik las. Alat ini diletakkan pada sudut
komponen yang dilas dan ukuran las aktual dibandingkan dengan standard pada alat
ukur seperti dalam Gambar 1.12. Alat ukur ini merupakan cara yang cepat dan presisi
untuk mengukur las fillet yang cekung atau cembung dari ukuran 3 mm hingga 25
mm.
Gambar 1.12 Fillet Weld Gage
Alat ukur las Palmgren, Gambar 1.13 dapat dipakai untuk menentukan ukuran
las fillet, ukuran leher las aktual pada las fillet yang cembung dan cekung, tinggi
capping las tumpul, dan bukaan akar las dari 3 mm hingga 8 mm.
Gambar 1.13 Palmgren Weld Gage
17
Peralatan lain yang lebih serbaguna yang dipakai untuk pemeriksaan las adalah
alat ukur las, yang umum disebut dengan alat ukur Cambridge karena dikembangkan
oleh the Welding Institute of Cambridge, England. Memakai peralatan ini, sudut alur
penyiapan sambungan, ketidaklurusan sambungan, ukuran las fillet dan pengukuran
kedalaman dapat diperoleh dengan mudah. Gambar 1.14 memperlihatkan
penggunaannya.
Gambar 1.14 Cambridge Gage
1.2.7 Lensa Pembesar
Adakalanya, rentang penglihatan mata manusia tidak mencukupi untuk
melakukan pengamatan tertentu. Pada kasus ini, alat bantu penglihatan seperti lensa
pembesar dipakai untuk meningkatkan penglihatan natural. Lensa pembesar tersedia
dalam berbagai variasi rentang perbesaran, dari 1.5x hingga 2000x dengan bidang
pengamatan dari 89 mm hingga 0.15 mm. Rentang ketelitian dari 0.05 mm hingga 2
µm. Mikroskop, kaca pembesar, dan optical comparator adalah varian dari lensa
pembesar. Pada saat memilih lensa pembesar, perlu dipertimbangkan daya
perbesaran, jarak kerja, dan bidang pengamatan. Hal tersebut saling berhubungan
dimana perbesaran yang tinggi memiliki jarak kerja yang pendek dan bidang
18
pengamatan yang sempit. Sebaliknya, daya perbesaran yang rendah memiliki jarak
kerja yang panjang dan bidang pengamatan yang luas.
1.2.8 Cermin
Penggunaan cermin kadangkala diperlukan apabila semua atau sebagian daerah
pemeriksaan tidak dapat ditempatkan dengan mudah di dalam rentang pengamatan
yang disarankan (610 mm pada 30o). Berbagai jenis cermin pemeriksaan dijual
dengan sambungan yang dapat ditekuk, pegangan yang dapat dipanjangkan, dan ada
yang memiliki sumber cahaya sendiri yang memungkinkan penempatan cermin dan
sumber
cahaya tersebut pada lokasi pemeriksaan.
1.2.9 Automated Systems
Sistem pengujian visual yang diotomasi memakai “penglihatan mesin” yang
akhir-akhir ini dikembangkan untuk “melihat” dan menginterpretasi informasi
tentang benda uji. Perangkat tersebut menguji benda memakai kamera vidicon atau
CCD, laser, thermometer, dll., memproses data di dalam mikroprosesor,
membandingkan data tersebut dengan contoh yang telah diketahui dan dapat diterima
yang telah disimpan di dalam memori, lalu menentukan keberterimaan benda
tersebut. Pabrikan yang menggunakan sistem yang diotomasi dapat menghemat biaya,
memperoleh hasil pemeriksaan yang andal yang tidak dipengaruhi oleh kondisi
manusia seperti kelelahan.
Sebagai contoh, industri baja menggunakan kamera CCD untuk memindai slab
baja panas guna mencari diskontinuitas pada saat slab tersebut melewati meja
pengerolan. Industri kendaraan bermotor menggunakan sistem yang diotomasi untuk
mengkarakterisasi adanya blirik, bintik, dan distribusi partikel logam pada cat
metalik.
1.2.10 Computer Based Systems
Beberapa sistem pengujian visual menggunakan komputer untuk meningkatkan
dan memanipulasi citra dari spesimen uji. Perangkat ini mendigitalkan citra dan
mengubah tiap sel gambar (pixel) menjadi bilangan biner, yang dapat diinterpretasi
19
oleh perangkat lunak komputer. Menggunakan data citra yang telah didigitalkan ini,
pengukuran yang sangat akurat dapat dilakukan pada daerah tertentu, dan citranya
dapat diperbaiki secara digital untuk mengkompensasi pencahayaan yang kurang
atau adanya variasi pada tekstur permukaan. Data yang telah didigitalkan juga dapat
disimpan dalam media penyimpan (pita magnetik, disket, dll.) untuk dibuka kembali
jika diperlukan
1.2.11 Imaging Systems
Peralatan yang dipakai untuk memperoleh citra dari suatu permukaan uji dan
meneruskannya secara elektronis ke suatu perangkat penampil dinamakan sistem
pencitraan. Sebuah borescope videoprobe adalah contoh sistem pencitraan.
Borescope videoprobe menggabungkan sebuah borescope dengan teknologi
pemrosesan video, yang mengurangi kesulitan-kesulitan yang dijumpai saat
menggunakan borescope atau fibersope saja. Kesulitan seperti regangan mata dan
kelelahan operator, diakibatkan oleh pemeriksaan pada posisi yang sulit, dikurangi
saat citra dipindahkan dari lensa pengamatan ke suatu penampil seperti monitor
video CRT. Sistem pencitraan yang mengkombinasikan sebuah videoprobe dengan
suatu prosesor citra cocok untuk menampilkan memanipulasi, dan menyimpan citra
yang diperoleh.
Sistem pencitraan pada mulanya hanya menggunakan sebuah kamera yang
direkatkan pada lensa pengamatan sebuah borescope atau fiberscope dengan citra
yang ditampilkan di monitor. Pada videoprobes, kamera diletakkan pada ujung probe
di belakang lensa obyektip, dan monitor diletakkan pada lensa pengamatan.
Tampilan videoprobe serupa dengan fiberscope; namun, videoprobe
menggunakan kumpulan serat optik hanya untuk menghantarkan cahaya ke lokasi
pengamatan. Pantulan cahaya (citra) dikumpulkan dalam CCD dan diteruskan
sebagai sinyal listrik menuju video pemroses. Sinyal-sinyal tersebut diteruskan
melalui serangkaian kabel (kabel ini menggantikan berkas citra fiberscope) menuju
pemroses video. Selanjutnya, pemroses menguraikan kode-kode listrik dan
menguatkan data tersebut untuk ditampilkan di layar CRT. CCD adalah rangkaian
kapasitor semikonduktor yang mengumpulkan muatan sebagai foton cahaya yang
mengenainya.
20
1.2.12 Special Optical Systems
Optical flat dan optical comparator adalah dua alat pengujian visual yang
umum digunakan untuk memeriksa karakteristik tertentu dari benda yang diuji.
Optical flat dipakai untuk memeriksa kerataan sebuah permukaan yang
mensyaratkan tingkat keakuratan tinggi. Sebuah optical flat terdiri dari silinder kaca
atau quartz yang dibuat menggunakan suatu permukaan yang sangat rata. Saat
diaplikasikan ke permukaan yang diperiksa, penyimpangan dari permukaan tersebut
akan menghasilkan celah udara antara flat dan spesimen, mengakibatkan munculnya
pola-pola pada optical flat. Pola-pola ini merupakan pola gangguan yang dihasilkan
saat cahaya dipantulkan dari permukaan yang diperiksa mengganggu cahaya
yang dipancarkan melalui optical flat.
Optical comparator tersedia dalam berbagai macam jenis dan dipakai untuk
membandingkan karakteristik permukaan yang diperiksa dengan suatu standard yang
diketahui. Penyelesaian permukaan, ulir pada pengikat, dan roda gigi adalah
beberapa kondisi yang dapat diperiksa memakai comparator ini.
Beberapa jenis comparator cukup kecil untuk dibawa ke lokasi pemeriksaan,
sedangkan jenis yang lainnya berukuran besar dan stasioner, dimana benda uji harus
dibawa ke comparator tersebut. Jenis comparator ini juga dinamakan contour
projector. Benda yang diperiksa ditempatkan pada projector tersebut dan sumber
cahaya di belakang benda uji memproyeksikan bayangan benda uji yang diperbesar
pada sebuah layar dimana profil standard diletakkan. Selanjutnya dilakukan
pembandingan antara standard tersebut dengan benda uji.
1.2.13 Closed Circuit Television
CCTV memakai tabung kamera televisi untuk mengubah cahaya yang
dipantulkan dari benda yang diamati menjadi citra listrik yang dipancarkan dan
ditampilkan pada layar CRT. Tabung kamera dapat berupa tabung citra orthicon
yang bekerja berdasarkan prinsip emisi foton atau tabung vidicon yang bekerja
berdasarkan prinsip konduksi foton.
Emisi foton terjadi saat elektron dipancarkan oleh permukaan yang sensitip
terhadap foton yang distimulasi oleh cahaya. Konduksi foton adalah proses dimana
21
konduktivitas dari permukaan yang sensitip terhadap foton berubah seiring
berubahnya intensitas cahaya yang mengenainya. Kedua proses tersebut
menghasilkan arus listrik berupa sinyal-sinyal video. Sinyal tersebut selanjutnya
diproses, diperkuat, dan ditampilkan pada layar CRT.
1.3 Prosedur
1.3.1 Pencahayaan
Pengujian harus dilakukan di bawah cahaya tampak dengan intensitas cahaya
minimum 1000 Lux (100 fc) pada permukaan yang sedang diuji. Untuk memperoleh
pencahayaan yang diperlukan selama pengujian dapat digunakan lampu senter,
lampu portabel, lampu-lampu berintensitas tinggi, atau memindahkan benda kerja ke
daerah yang lebih terang jika memungkinkan.
1.3.2 Persyaratan Umum
Permukaan las yang diuji dan daerah disekitarnya selebar 25 mm harus
dibersihkan. Wire brushing dapat dilakukan untuk membersihkan permukaan.
Penguji harus memiliki akses untuk melakukan pemeriksaan. Untuk melakukan
pemeriksaan langsung, harus ada akses untuk melihat pada jarak 600 mm dari
permukaan yang diuji dan pada sudut tidak kurang dari sekitar 30o. Cermin dapat
digunakan untuk meningkatkan sudut penglihatan, dan kaca pembesar dapat
digunakan untuk membantu pemeriksaan.
1.3.2 Urutan Pengujian
1) Pengujian Visual Saat Persiapan Sambungan
Jika pengujian visual disyaratkan sebelum pengelasan, maka sambungan harus
diuji untuk memastikan bahwa:
a) Jenis logam induk sesuai dengan detail gambar kerja
b) Bentuk dan ukuran alur las memenuhi persyaratan WPS
c) Daerah alur las dan logam induk yang berdekatan dengan alur las bersih dari
cat, kerak, karat, minyak, gemuk, dan material lainnya yang mengganggu
proses pengelasan
d) Daerah alur las memiliki permukaan yang cukup halus bebas takikan yang
dalam, alur tajam dan kekasaran permukaan lainnya.
22
e) Alur las bebas dari cacat logam induk seperti laminasi, inklusi dan lubang-
lubang kecil yang membuka ke permukaan.
f) Bagian-bagian yang disambung sudah fix sesuai dengan gambar. Jika ada
ketidak lurusan antar bagian-bagian yang disambung, lihat batasan toleransi
pada kriteria keberterimaan yang sesuai.
2) Pengujian Visual Selama Pengelasan
Jika disyaratkan, las-lasan harus diuji selama proses pengelasanuntuk
memastikan bahwa:
a) Tiap-tiap pass dari logam las sudah dibersihkan sebelum pass berikutnya
diaplikasikan.
b) Tidak ada imperfection yang nampak seperti retak atau cavity, jika
ditemukan imperfection semacam itu maka harus dilaporkan sehingga
dapat dilakukan perbaikan sebelum pass berikutnya dilakukan.
c) Kedalaman dan bentuk gouging sudah sesuai dengan WPS yang dipakai.
d) Daerah transisi antar pass logam las dan antara logam las dan logam
induk telah memiliki bentuk sedemikian rupa sehingga dapat diperoleh
peleburan yang baik pada deposit las berikutnya.
3) Pengujian Visual Setelah Pengelasan
Las-lasan yang sudah selesai harus diuji untuk menentukan apakan hasilnya
memenuhi standard keberterimaan
a) Semua slag telah dibersihkan secara manual atau mekanis
b) Tidak ada bekas penekanan atau pemanasan
c) Hindari hasil penggerindaan yang kasar dan tidak seragam
d) Profil capping las dan tinggi reinforcement memenuhi ketentuan dari
standard keberterimaan yang digunakan.
e) Permukaan capping las seragam, pola ayunan tampak rata dengan
tampilan visual yang memuaskan.
f) Lebar capping seragam disepanjang sambungan las dan memenuhi
persyaratan yang diberikan dalam gambar las. Pada butt joint harus
diperiksa agar tidak terjadi underfill.
23
g) Bagian akar las yang dapat diakses secara visual diperiksa mengenai
penembusan, kecembungan atau kecenkunagn akar las, undercut, retak dll
h) Alat bantu yang dilaskan sementara pada logam induk untuk
memudahkan produksi atau assembly telah dihilangkan dan bekasnya
diratakan agar benda tidak rusak, daerah dimana alat bantu tersebut
dilaskan harus diperiksa agar tidak terdapat retak.
1.4 Evaluasi
1.4.1 Berdasarkan ASME Section I (PW-33 & PW-35)
a) Kelurusan pada bagian ujung-ujung sambungan las tumpul harus sedemikian
rupa sehingga offset maksimum tidak melebihi besaran yang tercantum dalam
Tabel 1.1.
Tabel 1.1 Toleransi Alignment Butt Joint
b) Ketebalan bagian t adalah ketebalan nominal dari bagian sambungan yang
lebih tipis.
c) Sambungan las tumpul harus memiliki penetrasi penuh.
d) Kondisi permukaan as-welded diijinkan asalkan permukaan las harus bebas
dari bentuk ayunan las yang kasar, alur-alur, overlap, tonjolan kasar, dan
lekukan untuk menghindari konsentrasi tegangan.
e) Kedalaman undercut tidak boleh melebihi 0,8mm atau 10% ketebalan
material, mana yang lebih kecil, dan harus tidak boleh mengurangi ketebalan
bagian yang disyaratkan.
24
f) Reinforcement las harus tidak boleh melebihi ketentuan dalam Tabel 1.2
Tabel 1.2 Maksimum Reinforcement
1.4.2 Berdasarkan ASME Section VIII Div.1 (UW-33 & UW-35)
a) Kelurusan bagian pada ujung-ujung sambungan las tumpul harus sedemikin
rupa sehingga offset maksimum tidak melebihi besaran yang berlaku untuk
kategori sambungan las (UW-3) seperti yang tercantum dalam Tabel 1.3
Tabel 1.3 Toleransi Alignment Butt Joint
b) Ketebalan bagian t adalah ketebalan nominal dari bagian sambungan yang
lebih tipis.
c) Sambungan las tumpul harus memiliki penembusan yang lengkap dan
peleburan yang sempurna
d) Kondisi permukaan as-welded diijinkan asalkan permukaan las harus bebas
dari bentuk ayunan las yang kasar, alur-alur, overlap, tonjolan kasar, dan
25
lekukan yang tidak mengganggu interpretasi film radiografi dan pengujian
NDT lainnya yang disyaratkan.
e) Pengurangan ketebalan akibat proses pengelasan (termasuk undercut)
diijinkan asalkan semua kondisi berikut terpenuhi
1. Pengurangan ketebalan harus tidak mengurangi metrial pada
permukaan yang disambung dibawah ketebalan minimum yang
disyaratkan pada sembarang lokasi.
2. Pengurangan ketebalan harus tidak melebihi 1 mm atau 10%
ketebalan nominal pada permukaan yang disambung, mana yang lebih
kecil.
f) Apabila sambungan las tumpul single dibuat menggunakan pelat penahan
permanen yang tidak dihilangkan persyaratan tinggi reinforcement hanya
berlaku untuk sisi yang berlawanan dengan pelat penahan tersebut.
g) Ketinggian reinforcement las pada masing-masing permukaan las harus tidak
melebihi ketentuan dala Tabel 1.4
Tabel 1.4 Ketentuan Maksimum Reinforcement
1.4.3 Berdasarkan API 1104
Semua las-lasan harus diperiksa secara visual dan harus diterima jika undercut
yang lokasinya dekat capping pass atau root pass tidak melebihi ukuran dalam Tabel
1.5
Tabel 1.5 Ukuran Maksimum Undercut
26
1.4.4 Berdasarkan AWS D1.1
Semua las-lasan harus diperiksa secara visual dan harus diterima jika kriteria
dala Tabel 1.6 di bawah ini terpenuhi.
Tabel 1.6 Acceptance Criteria Visual Berdasarkan AWS D1.1
27
1.5 Reporting
Laporan pengujian visual tidak disyaratkan, kecuali untuk pengujian in-process.
28
Untuk setiap pengujian informasi berikut ini harus dilaporkan:
1. Tanggal pengujian
2. Identifikasi prosedur dan revisi yang digunakan
3. Teknik yang dipakai
4. Hasil-hasil pengujian
5. Identitas personel yang melakukan pengujian, dan apabila diminta oleh
referencing code section, level kualifikasi.
6. Identitas bagian atau komponen yang diuji.
BAB 2
29
UJI PENETRAN
2.1 Umum
Uji penetran merupakan salan satu metode NDT yang paling luas
penggunaannya, uji penetran dilakukan untuk mendeteksi diskontinuitas permukaan
dengan prinsip kapilaritas pada material padat yang tidak berpori. Dapat
diaplikasikan pada material yang bersifat magnetik dan nonmagnetik.
Prinsip dasar pengujian penetran adalah berdasarkan pada aksi kapilaritas,
kapilaritas bertanggung jawab terhadap masuk dan keluarnya cairan penetran dari
dan ke dalam diskontinuitas.
a b
Gambar 2.1 Demonstrasi aksi kapilaritas. (a) Panel kaca di jepit bersama. (b) Cairanpewarna di aplikasikan pada sisi panel. (Mc Graw-Hill, 2003)
Gaya kapiler sangat kuat, ketika pengujian penetran dilakukan pada spesimen
pada posisi di atas kepala atau melawan gravitasi, cairan penetran akan tertarik
melewati bukaan atau celah melawan gaya gravitasi. Gaya kapilaritas lebih kuat
daripada gaya gravitasi dan diskontinuitas akan terdeteksi walaupun posisi benda uji
di atas kepala.
Pada uji cairan penetrant, cairan diaplikasikan di atas permukaan spesimen dan
diberikan waktu yang cukup untuk terserap ke dalam diskontinuitas. Jika
diskontinuitasnya kecil dan sempit seperti pada retak atau lubang jarum, kapilaritas
membantu penetrasi. Setelah waktu mencukupi bagi penetrant untuk memasuki
diskontinuitas, permukaan spesimen kemudian dibersihkan kemudian diaplikasikan serbuk
penyerap (developer) sehingga cairan penetran yang sudah meresap kedalam celah akan
tertarik keluar membentuk indikasi diskontinuitas. Gaya kapiler sekali lagi bekerja sebagai
penghisap yang menarik penetrant keluar dari dalam diskontinuitas.
30
Gambar 2.2 Prinsip pengujian penetran
Agar dapat terlihat, cairan penetrant diberi pewarna merah yang dapat dilihat
dengan cahaya biasa atau pewarna fluorescent yang dapat dilihat dengan cahaya
ultraviolet.
Pengujian penetrant dapat diplikasikan pada berbagai jenis material, termasuk
material logam dan nonlogam. Pengujian penetrant tidak dapat diaplikasikan untuk
menemukan diskontinuitas yang tidak membuka ke permukaan dan permukaan
material yang berpori.
Pengujian penetrant terdiri dari tahapan-tahapan berikut tanpa
mempertimbangkan material yang diuji:
Langkah 1: Pembersihan dan pengeringan benda atau lokasi yang diperiksa.
Langkah 2: Aplikasi penetrant. Dibiarkan beberapa lama agar menyusup ke
dalam diskontinuitas.
Langkah 3: Pembersihan penetrant sisa di permukaan.
Langkah 4: Aplikasi developer
Langkah 5: Evaluasi indikasi, diterima atau ditolak.
Langkah 6: Pembersihan benda atau lokasi setelah selesai diuji.Semua kotoran yang menghalangi penetrant untuk memasuki diskontinuitas harus
dibersihkan. Jenis kotoran yang harus dibersihkan meliputi debu, gemuk, karat, kerak, asam,
bahkan air. Solvent yang digunakan untuk pembersih harus mudah menguap sehingga
cepat keluar dari dalam dikontinuitas dan tidak mengencerkan penetrant. Pembersihan
permukaan secara mekanis seperti memakai sikat baja, abrasive blasting, kertas gosok, dan
alat sekrap umumnya tidak direkomendasikan, namun ada kalanya cara-cara tersebut harus
digunakan.
Cairan penetrant yang dipakai di dalam NDT dapat dikagorikan berdasarkan jenis zat
pewarna yang ditambahkan yaitu sebagai berikut:
31
1. Visible dye penetrants mengandung zat pewarna merah.
2. Fluorescent penetrants mengandung zat pewarna fluorescent (hijau-kuning).
3. Dual sensitivity penetrants, mengandung kombinasi kedua zat pewarna, visible dan
fluorescent.
Penetrant dikelompokkan lebih lanjut berdasarkan proses pembersihan sisa penetrant
dari permukaan spesimen yaitu sebagai berikut:
1. Water-washable penetrants, mengandung zat pengemulsi atau dapat dibilas dengan air.
2. Post-emulsifiable penetrants, memerlukan pengemulsi terpisah untuk menjadikan
penetrant dapat dibilas dengan air.
3. Solvent removable penerants, harus dibersihkan dengan solvent khusus jika
menggunakan penetrant visible dalam kaleng bertekanan.
Tabel 2.1 Klasifikasi teknik uji penetrant
Pemilihan proses terbaik ditentukan oleh sensitivitas yang disyaratkan, jumlah artikel
atau spesimen yang diuji, kondisi permukaan komponen yang diperiksa, konfigurasi benda
uji, ketersediaan air, listrik, udara bertekanan, lokasi pengujian yang sesuai, dll.
Daftar berikut menunjukkan tingkat sensitivitas sistem penetrant, mulai dari yang
paling sensitif dan paling mahal:
32
1. Post-emulsified – fluorescent.
2. Solvent-removable – fluorescent
3. Water-washable – fluorescent.
4. Post-emulsified – visible.
5. Solvent-removable – visible.
6. Water-washable – visible.
Secara umum kelebihan dari pengujian penetrant adalah portable, biaya yang tidak
mahal, sensitifitas baik, serbaguna, hampir semua material padat tidak berpori dapat diuji,
efektif untuk inspeksi tak merusak suatu hasil produksi. Keterbatasan dari pengujian
penetrant adalah hanya diskontinuitas yang membuka kepermukaan spesimen yang dapat di
deteksi, banyak variable proses yang harus dikontrol, hasil dipengaruhi oleh temperatur yang
bervariasi, kondisi permukaan dan konfigurasi benda yang diuji, sangat membutuhkan
persiapan permukaan.
2.2 Alat dan Bahan
2.2.1 Peralatan Pengujian Penetrant
Peralatan pengujian penetrant ada yang stasioner dan ada yang portable.Peralatan stasioner adalah peralatan yang letaknya menetap di satu lokasi. Peralatan tersebut
ukurannya bervariasi yang bergantung pada ukuran dan jenis spesimen uji. Tergantung pada
jenis dan proses yang digunakan, sistem stasioner terdiri dari bagian-bagian:
1. Tempat pembersihan awal (jauh dari lokasi pengujian)
2. Tangki berisi cairan penetrant
3. Tempat pengering (digunakan bareng dengan tangki penetrant)
4. Tangki berisi cairan pengemulsi
5. Tangki pembilasan
6. Lokasi developer (tangki, dust chamber, atau peralatan penyemprot)
7. Tempat pengeringan (berupa oven)
8. Tempat pemeriksaan (bilik tertutup atau meja dengan lampu penerangan)
9. Tempat pembersihan akhir (jauh dari lokasi pengujian)
33
Gambar 2.3 Peralatan stasionerPenetrant visible maupun fluorescent tersedia dalam bentuk paket yang dapat dipakai
memeriksa di lokasi terbuka, atau saat menguji bagian dari benda berukuran besar.
Keduanya dikemas dalam bentuk kaleng semprot bertekanan.
Paket penetrant visible terdiri dari:
Kaleng berisi solvent pembersih.
Kaleng berisi penetrant.
Kaleng berisi nonaqueous wet developer.
Kain lap dan kuas.
Light meter
Paket penetrant fluorescent biasanya terdiri dari:
Kaleng berisi solvent pembersih.
Kaleng berisi penetrant fluorescent.
Kaleng berisi nonaqueous wet developer
Kain lap dan kuas.
Lampu ultraviolet dan trafonya.
Tudung kain hitam untuk melakukan pemeriksaan.
Black light meter
2.2.2 Bahan / Material pengujian PenetrantMaterial penetrant seringkali dibatasi dalam kelompok-kelompok khusus. Kelompok
material tersebut menggunakan kombinasi di bawah ini untuk memperoleh hasil terbaik.
Water-washable penetrant – mengandung zat pengemulsi yang membuatnya mudah
dibersihkan dengan bilasan air. Material penetrant ini dapat dibeli dalam bentuk
visible atau fluorescent.
34
Post-emulsifiable penetrant – memiliki kemampuan penetrasi yang bagus, berupa
minyak fluorescent atau visible yang tidak larut dalam air. Emulsifier harus
diaplikasikan pada permukaan penetrant agar dapat dibilas dengan air.
Solvent-removable penetrant – berupa minyak penetrant yang tidak mengandung
zat pengemulsi, dan hanya bisa dibersihkan dengan solvent yang khusus digunakan
untuk tujuan tersebut.
Zat Pengemulsi – jika diaplikasikan pada lapisan penetrant di permukaan spesimen
menghasilkan campuran yang dapat dibilas dengan air. Emulsifier memiliki sifat
penetrasi yang buruk sehingga tidak menghilangkan indikasi dari permukaan benda
uji.
Remover (solvent) – didisain untuk digunakan bersama dengan jenis penetrant
khusus. Remover tertentu dijual dalam jumlah besar atau dalam kaleng semprot
bertekanan.
Developer kering – serbuk penyerap, halus, berwarna putih yang dipakai bersama
dengan pengujian penetrant visible dan fluorescent. Fungsinya adalah untuk menarik
penetrant dari dalam diskontinuitas sehingga tampak di permukaan.
Developer basah – fungsinya mirip dengan developer kering, hanya saja merupakan
campuran serbuk developer dengan air.
Nonaqueous wet developer – berbeda dengan developer basah, dimana serbuk
developer dicampur dengan cairan solvent yang mudah menguap.
35
2.3 Tahapan Pengujian
2.3.1 Surface PreparationPembersihan permukaan sangat penting dalam pengujian cairan penetrant karena
beberapa alasan:
1. Jika spesimen tidak bersih secara fisika dan kimia, pengujian penetrant menjadi tidak
efektif.
2. Jika semua bekas material penetrant tidak dibersihkan setelah pengujian, maka akan
merusak spesimen setelah benda tersebut terpasang (klorin dan sulfur dapat merusak
beberapa jenis paduan).
Pemilihan proses pembersihan ditentukan oleh faktor berikut:
Jenis kotoran yang dibersihkan.
Komposisi logam induk.
Tingkat kebersihan yang disyaratkan.
Ketersediaan peralatan pembersih.
Faktor-faktor biaya dan waktu.
Pembersihan permukaan dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya
pembersihan dengan deterjen, pembersihan dengan uap solvent, pembersihan dengan uap air,
pembersihan dengan solvent, pembersihan dengan larutan asam (pickling), pembersihan
dengan paint remover, pembersihan dengan etsa, pembersihan ultrasonik, dan pembersihan
secara mekanis.
2.3.2 Aplikasi Cairan PenetrantEfektifitas pengujian cairan penetrant tergantung pada kemampuan penetrant untuk
meresap ke dalam diskontinuitas permukaan. Semua cat, karbon, oli, pernis, oksida, lapisan,
air, kotoran dan cat sejenisnya harus dihilangkan sebelum aplikasi penetrant. Cairan
penetrant di atas permukaan benda uji tidak semata-mata meresap ke dalam diskontinuitas.
Penetrant tertarik ke dalamnya oleh gaya kapiler. Inilah mengapa permukaan bagian bawah
dari suatu benda masih dapat diperiksa dengan penetrant dan memperoleh hasil yang valid.
Ada dua jenis zat pewarna yang digunakan dalam cairan penetrant:
1. Visible atau color contrast – pewarna merah yang tampak jelas di bawah kondisi
pencahayaan normal.
2. Fluorescent or brightness contrast – pewarna yang akan memancarkan cahaya tampak
apabila dilihat dengan lampu ultraviolet.
36
Pewarna dengan sensitivitas ganda atau mode ganda atau respon ganda mengandung
kombinasi pewarna visible dan fluorescent. Pewarna visible umumnya merah menyala dan
pewarna fluorescent berwarna kuning-perunggu atau biru-hijau. Kombinasi ini
memungkinkan pengujian penetrant dilakukan di bawah cahaya biasa dan indikasi yang
meragukan diperiksa di bawah cahaya ultraviolet.
Penetrant, baik fluorescent maupun visible dapat diaplikasikan dengan salah satu
dari cara berikut:
Penyemprotan: menggunakan alat penyemprot bertekanan rendah atau dari kaleng
semprot bertekanan.
Kuas atau kain: diaplikasikan dengan kain lap, kapas, atau kuas, apabila menguji
sebagian kecil/lokasi dari suatu benda.
Pencelupan: benda uji dibenamkan ke dalam tangki penetrant, lalu diangkat dan
ditiriskan. Metoda ini tidak cocok untuk benda berukuran besar dan merupakan
pemborosan apabila hanya daerah kecil saja yang diuji.
Penuangan: penetrant dituangkan di atas permukaan benda dan setelah itu ditiriskan.
Jangka waktu dimana penetrant berada di atas permukaan benda uji merupakan bagian
terpenting dari pengujian. Jangka waktu ini dikenal sebagai waktu diam (dwell time), yang
berhubungan langsung dengan ukuran dan bentuk diskontinuitas yang dicari mengingat
ukuran diskontinuitas menentukan kecepatan terjadinya penetrasi. Diskontinuitas yang rapat,
seperti retakan memerlukan waktu penetrasi lebih dari 30 menit untuk terbentuknya indikasi.
Diskontinuitas berukuran besar memerlukan waktu penetrasi antara 3 sampai 5 menit. Suhu
benda uji dan suhu cairan penetrant dapat mempengaruhi waktu diam yang disyaratkan.
Menghangatkan benda uji mempercepat penetrasi dan mempersingkat waktu diam. Namun
demikian perlu diperhatikan agar tidak berlebihan memanaskan spesimen karena suhu
yang terlalu tinggi menyebabkan penguapan penetrant dari dalam diskontinuitas, yang
akhirnya akan mengurangi sensitivitas. Waktu diam didasarkan pada asumsi bahwa penetrant
tetap dalam kondisi basah pada permukaan benda. Penambahan penetrant selama waktu
diam diperbolehkan. Pada tiap kasus, waktu diam ditentukan oleh jenis diskontinuitas yang
akan dicari dan rekomendasi dari pabrik pembuat penetrant.
2.3.3 Pembersihan Penetrant SisaWater washable penetrant mengandung zat pengemulsi, atau dinamakan penetrant
self-emulsifying. Penetrant ini larut dalam air dan mudah dibersihkan dengan bilasan air.
Harus diperhatikan agar volume dan kekuatan semprot tidak sampai membasuh penetrant
dari dalam diskontinuitas. Aliran air yang pejal tidak diinginkan. Air dalam bentuk percikan
37
kasar menghasilkan pembersihan yang optimal. Tekanan air tidak boleh melebihi 40 psi.
Suhu air pembilas yang direkomendasikan sebesar 10oC - 38oC. Suhu air melebihi 38oC tidak
direkomendasikan karena dapat mempercepat penguapan penetrant. Sudut semprot yang
paling efektif adalah 45-75 derajat. Gambar di bawah memperlihatkan cara pembersihan sisa
penetrant water washable di permukaan benda uji.
Gambar 2.4 Cara pembersihan penetrant sisa (water washable penetrant)
Post-emulsifiable penetrant tidak mengandung zat pengemulsi. Penetrant ini tidak
larut dalam air. Post-emulsifiable penetrant memerlukan dua langkah proses pembersihan.
Sisa penetrant dibersihkan dengan aplikasi emulsifier secara terpisah sehingga penetrant
dapat dibilas dengan air. Lamanya waktu diam untuk emulsifier adalah satu sampai empat
menit mengacu pada rekomendasi pabrik pembuat dan jenis diskontinuitas yang dicari. Hasil
campuran antara penetrant dan emulsifier selanjutnya dapat dibilas dengan air.
Gambar 2.5 Cara pembersihan penetrant sisa (post-emulsifiable penetrant)
38
Emulsifikasi penetrant jenis ini dilakukan dengan pencelupan, penyemprotan atau
penuangan, namun tidak boleh diaplikasikan dengan kuas. Aplikasi dengan kuas
menyulitkan pengontrolan emulsifikasi, disamping bulu-bulu kuas bisa masuk ke dalam
diskontinuitas. Terdapat dua jenis emulsifier yang digunakan dalam proses pembersihan
yaitu lipophilic dan hydriphilic. Proses lipophylic dan hydrophilic memiliki mekanisme yang
sangat berbeda dalam merubah penetrant berbahan dasar menjadi campuran yang bisa dibilas
dengan air.
Mekanisme emulsifikasi lipophilic adalah dengan cara difusi. Molekul emulsifier
memasuki lapisan penetrant, sementara pada saat yang bersamaan molekul penetrant
memasuki lapisan emulsifier. Laju difusi akan bertambah dengan peningkatan konsentrasi
dan penambahan suhu. Emulsifier lipophylic dijual dalam bentuk siap pakai dan tidak
memerlukan pencampuran lagi.
Gambar 2.6 Proses emulsifikasi lipophylic (post-emulsifiable penetrant)
Mekanisme emulsifikasi hydrophilic adalah dengan cara pengelupasan lapisan
penetrant, emulsifier hydrophilic adalah larutan antara air dan zat kimia yang disebut
surfactant. Dijual di pasaran dalam bentuk konsentrat dan harus dicampur dulu dengan air
sebelum atau selama proses pembersihan. Konsentrat disyaratkan mengandung air
maksimum sebesar 5%, atau dengan melarutkan penetrant sehingga tidak terdeposit kembali
ke permukaan. Karena post emulsifiable penetrant tidak kompatibel dengan air,
direkomendasikan untuk melakukan pembilasan awal sebelum aplikasi emulsifier.
Pembilasan awal menghilangkan 60- 80% lapisan penetrant di permukaan, sehingga banyak
mengurangi terjadinya kontaminasi pada emulsifier. Pembilasan awal juga menghasilkan
lapisan penetrant permukaan yang rata. Emulsifier hydrophilic diaplikasikan dengan cara
pencelupan atau penyemprotan. Segera setelah proses emulsifikasi, disyaratkan untuk
membilas seluruh bagian benda uji dengan air bersih. Langkah ini akan menghentikan aksi
emulsifikasi yang masih tersisa di permukaan benda.
39
Gambar 2.7 Proses emulsifikasi hydrophylic (post-emulsifiable penetrant)
Solvent removable penetrant menggunakan penetrant jenis post-emulsification.
Solvent digunakan untuk menghilangkan pentrant sisa yang ada di permukaan benda. Solvent
removable penetrant menguntungkan dari segi portabilitas dan dapat digunakan di luar tanpa
menggunakan peralatan yang berat dan rumit. Cara ini sangat memuaskan untuk
pemeriksaan pemeliharaan dan untuk memeriksa bagian dari suatu struktur yang besar.
Penetrant seringkali diaplikasikan dari kaleng semprot bertekanan yang membuat sistem ini
sangat portabel. Setelah waktu diam terpenuhi, penetrant sisa pada mulanya diseka dengan
lap penyerap dan kemudian dibersihkan dengan lap yang dibasahi dengan solvent. Jangan
pernah menyemprotkan solvent secara langsung ke permukaan benda karena akan
menghilangkan penetrant dari dalam diskontinuitas.
Gambar 2.8 Proses pembersihan penetrant sisa (solvent removable penetrant)
40
2.3.4 Aplikasi Developer
Indikasi adanya diskontinuitas bisa saja nampak sebelum developer
diaplikasikan, namun langkah ini akan memastikan bahwa semua diskontinuitas akan
tampak oleh mata telanjang. Proses developing dilakukan dengan mengaplikasikan
serbuk berdaya serap tinggi ke permukaan benda uji setelah sisa penetrant
dibersihkan. Penetrant akan tertarik keluar dari diskontinuitas akibat gaya kapiler
yang kuat dari serbuk developer.
Gambar 2.9 Indikasi tampak setelah aplikasi developer
Seperti diperlihatkan dalam Gambar 2.9, citra diskontinuitas pada developer
tampak lebih luas dibanding ukuran diskontinuitas sebenarnya. Ada dua jenis
developer yang dipakai saat ini – kering dan basah. Keduanya memakai serbuk putih
dan perbedaan utamanya terletak pada metoda aplikasinya.Developer kering dijual dalam bentuk butiran halus, serbuk putih lembut. Aplikasi
dilakukan dengan dengan alat penyemprot bertekanan rendah. Dapat juga menggunakan kuas
halus atau karena bentuknya yang sangat halus, benda uji dapat dibenamkan ke dalam tangki
developer, diangkat, dan sisa developer di permukaan dihilangkan dengan cara meniup,
menggoyang-goyang, atau mengetuk-ketuk benda uji. Permukaan benda uji harus benar-
benar kering sebelum serbuk developer diaplikasikan. Permukaan yang basah menghasilkan
lapisan
yang tidak merata, bahkan bisa terjadi peggumpalan serbuk. Indikasi diskontinuitas akan
terhalangi. Developer kering biasanya dipakai bersama dengan penetrant fluorescent.
Developer basah ada dua jenis yaitu non aqueous wet developer dan water base wet
developer. Non aqueous wet developer terikat dalam suatu suspensi solvent dan dikemas
dalam kaleng semprot bertekanan. Penguapan solvent membantu menarik penetrant dari
41
dalam
diskontinuitas. Nonaqueous wet developer paling sering digunakan bersama solvent
removable penetrant dan jarang dipakai bersama water washable atau post-emulsifiable
penetrants. Nonaqueous wet developer merupakan jenis developer yang paling sensitif dalam
mendeteksi diskontinuitas halus. Hasil terbaik diperoleh apabila developer diaplikasikan
dalam bentuk lapisan tipis dan rata. Seperti halnya developer kering, nonaquous developer
hanya diaplikasikan pada permukaan yang benar-benar kering.
Water-base wet developer Pada water-base wet developer, serbuk developer dicampur
dengan air. Developer ini terdiri dari dua jenis: water suspended dan water soluble
developers.
1. Pada water suspended developer, partikel serbuk developer terikat dalam suspensi
dengan air dan perlu diaduk terus-menerus agar tidak mengendap.
2. Pada water soluble developer, serbuk developer larut dalam air dan membentuk suatu
larutan yang tidak perlu diaduk lagi. Water soluble developer menghasilkan
sensitivitas yang lebih baik untuk mendeteksi diskontinuitas halus.
Water suspended dan water soluble developers umumnya digunakan dengan water
washable atau post emulsifiable penetrants, dan jarang dengan solvent removable penetrant.
Mereka diaplikasikan saat permukaan benda uji masih dalam kondisi basah setelah
pembilasan. Metoda aplikasi water base wet developer adalah dengan cara pencelupan,
penuangan, dan penyemprotan.
2.3.5 Interpretasi dan Evaluasi IndikasiPencahayaan yang tepat harus dijadikan pertimbangan pertama dalam pemeriksaan
benda uji.
Jika dipakai fluorescent dye penetrant maka diperlukan ruangan gelap dan lampu
ultraviolet dengan intensitas yang memadai.
Jika dipakai visible dye penetrant, diperlukan penerangan dengan cahaya biasa.
Setelah indikasi diketahui lokasinya, selanjutnya diinterpretasi. Selama interpretasi,
penyebab dan pengaruh indikasi terhadap artikel atau benda uji harus ditentukan. Pada tahap
ini indikasi tersebut diklasifikasikan sebagai palsu, tidak relevan atau relevan. Evaluasi
mengikuti interpretasi. Jika selama tahap evaluasi ditentukan bahwa diskontinuitas
membahayakan pemakaian komponen, atau tidak memenuhi kriteria penerimaan dan
penolakan, diskontinuitas tersebut selanjutnya diklasifikasikan sebagai cacat atau defect.
42
Indikasi palsu: Penyebab indikasi palsu yang paling umum adalah pembersihan yang
buruk, kondisi pemrosesan yang buruk, bilik pemeriksaan yang kurang bersih, atau aspek
lain dari proses penetrant. Operator dapat dengan mudah mengatakan jika pembilasan sudah
dilakukan dengan benar dengan memakai lampu ultraviolet selama dan setelah proses
pembersihan penetran fluorescent. Untuk menghindari indikasi palsu, harus diperhatikan
agar tidak ada kontaminasi dari luar seperti berikut ini:
1. Jejak penetrant di tangan operator.
2. Kontaminasi developer basah atau kering.
3. Penetran yang berpindah dari indikasi lain ke spesimen yang bersih.
4. Jejak penetrant di meja pemeriksaan.
Indikasi nonrelevant disebabkan karena ketidak teraturan permukaan atau konfigurasi
benda yang pada kebanyakan kasus akibat disain. Indikasi nonrelevant disebabkan karena
adanya press fitted, alur, splined, atau kelingan. Termasuk juga dalam indikasi nonrelevant
adalah kerak lepas dan pemukaan kasar pada benda tempa, benda cor dan pengelasan.
Indikasi nonrelevant dianggap tidak menggangu pemakaian komponen. Sama halnya dengan
indikasi palsu, inspektor harus memeriksa indikasi ini dengan hati-hati untuk memastikan
agar jangan sampai menutupi indikasi relevant.
Indikasi relevant (indikasi sebenarnya) disebabkan karena diskontinuitas permukaan
yang telah diinterpretasikan bukan sebagai indikasi palsu atau nonrelevant. Indikasi
sebenarnya harus dievaluasi penyebab sampai pada pengaruh yang ditimbulkannya pada usia
pakai komponen. Penting dicatat bahwa semua indikasi relevant adalah diskontinuitas,
namun tidak semua diskontinuitas adalah cacat.
2.3.6 Pembersihan AkhirSetelah spesimen diperiksa, sangat penting untuk mencucinya dengan bersih.
Pembersihan akhir yang menyeluruh perlu dilakukan karena sisa-sisa penetrant dan
developer akan mengikat uap air dan mengakibatkan korosi, atau zat-zat tersebut dapat
mengganggu proses atau penggunaan selanjutnya. Pembersihan akhir biasanya melibatkan
jenis proses pembersihan yang sama seperti pada pembersihan awal.
43
Diagram Alir Tahapan Pengujian
Untuk Teknik Water-Removable (Proses I-A atau II-A)
44
Gambar 2.10 Water-Removable Technique (Process I-A or II-A).
Untuk Teknik Post-emulsifiable (lipophilic) (Proses I-B atau II-B).
45
Gambar 2.11 Post-emulsifiable Technique (lipophilic) (Process I-B or II-B)
Untuk Teknik Solvent Removable (Proses I-C atau II-C).
Gambar 2.12 Solvent Removable Technique (Process I-C or II-C)
46
Untuk Teknik Post-emulsifiable (hydrophilic) (Proses I-D)
47
Gambar 2.13 Post-emulsifiable Technique (hydrophilic) (Process I-D)
2.4 Prosedur
Pengujian penetrant harus dilakukan berdasarkan prosedur tertulis yang berisi
persyaratan-persyaratan minimal seperti tercantum dalam Tabel 2.2
PART RADIATION SOURCEName : Isotope Ir-192 Co-60 X-rayID/OD : Activity : - Notes:Mat’l Type : Source Size : Min.SFD : Minimal Source Film DistanceMat’l Thk. : TECHNIQUE Ac.SFD : Actual Source Film DistanceReinforc. Thk : Exposure Single Wall Double Wall SWSV : Single Wall Single ImageWeld Thk. : Viewing Single Image Double Image DWSV : Double Wall Single ImageBacking Ring Yes No Exposure Time : DWDV : Double Wall Double Image
FILM Min. SFD : Ac. SFD : Other : Other than listedManufacturer : No. of Film in Holder Single Multiple UC : Undercut
IMAGE QUALITY INDICATOR (IQI) IP : Incomplete PenetrationFilm Type : Wire No. : SET 123456 IF : Incomplete FusionDimension : Hole No. : 1T 2T 4T P : Porosity
SCREEN Placement Source Side Film Side C : CrackLead : Front Back Block Thk. : - CP : Claster PorosityThickness : MARKER PLACEMENT SI : Slag / Solid Inclusion
Source Side Film Side ND : No DefectDateOf RT
WelderStamp
Identification Density Sens’ty%
Discontinuities Result Remark & CommentJoint No. Location Min Max UC IP IF P C CP SI ND Acc Rej
Radiographed by: Reviewed by RT ASNT Level II Reviewed by: Reviewed by:
Date: Date: Date: Date:
129
RADIOGRAPHIC INTERPRETATION REPORT
Name : Date :
Signature : Interpretation Result : Acc / Reshoot
Radioragraphic Identification :
Material: Base Metal Thickness: mm Weld Thickness: mm
Welding Process: Edge Preparation:
Source Type: Source Size: mm SOD : mm
Film Type: Screens: Technique:
Type of IQI used: No. of Visible Wire: Wire Diameter: mm
Film Density: Adjacent to the designated wire Min. : Max. :
Film Density Requirements: Min. : X 0.85 = Max. : X 1.3 =
Report
1. Calculate the sensitivity level (EPS) for the radiograph !
2. What is the wire ID number (essential wire) or wire diameter that must appear onradiograph ? (base on your calculation)
3. Calculate the geometric unsharpness (Ug) base on the parameter given !
4. Comments on radiographic quality:a) Sensitivity :b) Density :c) Technique :
130
RADIOGRAPHIC EVALUATION REPORT
SINGLE WALL SINGLE VIEWING (SWSV) / DOUBLE WALL SINGLE VIEWING (DWSV)
RESULT: ACC. / REPAIR
No. Discontinuity Found Length (mm) No. Artifacts Found
C
131
RANCANGAN ALAT BANTU AJAR
Alat perga yang akan di buat dalam pengembangan metode pembelajaran Teori NDT
adalah:
1. Pembuatan cacat las buatan specimen sambungan pengelasan yang terdiri
dari berbagai tipe sambungan (butt joint, lap joint. Tee joint) dengan bahan
polimer.
Gambar A: Spesimen uji visual
Cacat las buatan ini selanjutnya akan digunakan dalam menjelaskan bagaimana tata
cara atau prosedur dalam melakukan NDT uji visual dengan menggunakan alat ukur
(welding gauge), selanjutnya mengevaluasi berdasarkan acceptance standart baik
menurut ASME Section I, VIII & IX, AWS D1.1, API 1104 dan BS/EN/ISO.
2. Penyediaan peralatan Uji Visual
Peralatan uji visual yang diperlukan diantaranya adalah:
a. Senter
b. Penggaris
132
c. Welding gauge
d. Mirror inspection
3. Pembuatan Video tutorial Liquid Penetant Test dan Magnetic Particle
Test
a. Pembuatan skenario
b. Proses shotting
c. Proses editing
133
DAFTAR PUSTAKA
ASME Section V (2013), Nondestructive Examination, American Society ofMechanical Engineers, New York.
ASME Section IX (2013), Welding and Brazing Qualification, American Society ofMechanical Engineers, New York.