Top Banner

of 74

Diskripsi Proses Kertas

Mar 02, 2016

Download

Documents

Ainur Rohman
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB IIDESKRIPSI PROSES PRODUKSI

1.1 PROFIL INDUSTRI PULP DAN KERTAS

2.1.1. Profil Industri Pulp dan Kertas di Indonesia

Perkembangan industri pulp dan kertas di Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun, namun belum dapat memenuhi semua kebutuhan dalam negeri dan permintaan ekspor yang terus mengalami peningkatan. Kemajuan dan perkembangan ekonomi suatu negara tidak terlepas dari pembangunan industrinya. Salah satu jenis industri yang dapat menunjang pembangunan Indonesia adalah industri selulosa yang mengolah bahan baku serat alam menjadi produk pulp dan kertas. Bahan baku yang digunakan sebagai bahan baku pulp kertas yaitu kayu (kayudaun dan kayujarum) dan non-kayu seperti jerami/merang, bagas (ampas tebu), bambu, batang jagung dan lainnya.

Pasar dunia pulp dan kertas selama ini didominasi oleh Negara-negara di Amerika Utara (Amerika Serikat dan Kanada) dan Negara-negara di kawasan Scandinavia, seperti Swedia, Finlandia dan Norwegia. Kelompok Negara-negara tersebut sering disebut sebagai NORSCAN (North America and Scandinavia). Kecenderungan yang akan datang, dominasi pasar pulp dan kertas oleh Negara-negara NORSCAN diperkirakan akan semakin berkurang, akan bergeser ke Asia (seperti Indonesia dan Negara-negara di Asia Timur) dan negara-negara Amerika Latin (seperti Chili, Brazil, dan Uruguay) yang masih memiliki potensi hutan yang cukup besar dengan sistem HTI dan penerapan SFM (Sustainable Forest Management).

Penyebaran industri pulp dan kertas di wilayah Jawa sekitar 57,96% (6.607.200 Ton/tahun), sedangkan di wilayah Sumatera sekitar 37,43% (4.266.000 Ton/tahun) dan wilayah Kalimatan hanya 4,61% (52.500 Ton/tahun). Kapasitas terpasang industri pulp sekitar 7,9 juta ton (2009-2010) dan untuk industri kertas sekitar 12,2-12,9 juta ton (2009-2010). Kapasitas produksi industri pulp sekitar 5,7 juta ton (2009) sedangkan pada tahun 2010 sekitar 6,3 juta ton. Untuk industri kertas produksinya sekitar 10 juta ton (2009) sedangkan tahun 2010 sekitar 11,5 juta ton. Menurut Asosiasi Pulp dan Kertas (APKI), pada umumnya ekspor pulp sekitar 50% dari kapasitas produksi sedangkan ekspor kertas sekitar 40 % dari kapasitas produksi. Industri pulp dan kertas di Indonesia berpotensi menjadi salah satu dari tiga besar industri pulp dan kertas dunia, Indonesia menempati peringkat 9 (Sembilan) dunia untuk industri Pulp dan Kertas. Dengan naiknya peringkat Indonesia sebagai produsen kertas dunia ke-9 pada tahun 2010, berarti Indonesia telah menggeser Brazil yang pada tahun 2010 menduduki peringkat ke-10. Dalam tahun 2011 Indonesia masih memiliki potensi naik lagi keperingkatnya sebagai produsen kertas dunia. Tahun 2011 produksi kertas Indonesia diperkirakan mencapai 11,5 juta ton. Apabila Korea Selatan dan Swedia tidak terjadi penambahan produksi kertas secara signifikan, diperkirakan Indonesia bisa menggeser peringkat ke-2 negara tersebut, sehingga Indonesia bisa menduduki peringkat ke-7 produsen kertas dunia. (Buletin APKI, 2011).

Trend pasar pulp bergeser dari pasar barat ke pasar timur yaitu ke Asia. Pasar Asia menjadi tujuan utama ekspor komoditas ini dan memimpin dalam penggunaan kertas tertinggi. Industri pulp dan kertas bisa menjadi penopang pilar pembangunan ekonomi (sumber:Bisnis Indonesia, Harian Ekonomi Neraca, 8 Nopember 2011).

Peringkat Industri pulp dunia tahun 2009 dan 2010 dapat dilihat pada Tabel 2.1, sedangkan peringkat Industri kertas dunia dapat dilihat pada Tabel 2.2.

Tabel 2.1. Peringkat Industri Pulp DuniaNo20092010

NegaraProduksiNegaraProduksi

1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.11.12.

USAChinaKanadaBrazilSwediaFinlandiaJepangRusiaIndonesiaChiliIndiaJerman48,32920,81317,07913,31511,4639,0038,5067,2355,9715,0003,8032,542USAChinaKanadaBrazilSwediaFinlandiaJepangRusiaIndonesiaChiliIndiaJerman 49,24322,04218,53614,06211,87710,5089,3937,4216,2784,1143,9312,762

Sumber: Buletin Berita Industri Pulp dan Kertas Indonesia, APKI, Oktober 2011

Tabel 2.2. Peringkat Industri Kertas dan Karton DuniaNo20092010

NegaraProduksiNegaraProduksi

1.2.3.4.5.6.7.8.9.10.11.12.

ChinaUSAJepangJermanKanadaSwediaFinlandiaKorea SelatanBrazilIndonesiaIndiaItalia86,39171,61326,27920,90212,85710,93310,60210,4819,4289,3638,6938,449ChinaUSAJepangJermanKanadaFinlandiaSwediaKorea SelatanIndonesiaBrazilIndiaItalia 92,59975,84927,28823,12212,78711,78911,41011,1209,9519,7969,2239,146

Sumber:Buletin Berita Industri Pulp dan Kertas Indonesia, APKI, Oktober 2011

Kapasitas terpasang Industri Pulp dan Kertas Indonesia ada diperingkat ke-1 ASEAN, data tersebut dapat dilihat pada Tabel 2.3 dan perbandingan konsumsi kertas per kapita di beberapa negara di dunia internasional dapat dilihat pada Tabel 2.3, sebagai berikut:

Tabel 2.3. Kapasitas Terpasang Peringkat ASEAN (Ton), 2007NoNegaraKapasitas Kertas terpasangKapasitas Pulp terpasang

1Indonesia11.8256.483

2Thailand5.2541.144

3Malaysia1.600365

4Vietnam1.341200

5Filipina1.100200

Sumber:Buletin Berita Industri Pulp dan Kertas Indonesia, APKI.

Di Indonesia, konsumsi kertas per kapita sangat rendah yaitu 14 kg/kapita pada tahun 1995 meningkat menjadi 25 kg/kapita pada tahun 2007. Konsumsi kertas tersebut sangat rendah dibandingkan dengan negara-negara di Eropa seperti Belgia yang mencapai 375 kg/kapita, Finlandia 369 kg/kapita dan Jerman 254 kg/kapita (tahun 2007), sedangkan negara-negara non Eropa seperti USA dapat mencapai 288 kg/kapita, Jepang 246 kg/kapita, China 55 kg/kapita (tahun 2007). Tabel 2.4. Konsumsi kertas per kapita di beberapa negaraSumber:Buletin Berita Industri Pulp dan Kertas Indonesia, APKI.No.NegaraKonsumsi (kg/kapita/th)No.NegaraKonsumsi (kg/kapita/th)

1Finlandia 368,610Malaysia 110,8

2Amerika Serikat 288,011China 54,8

3Jepang 245,512Thailand 62,1

4Kanada 206,013Brazil 42,2

5Italia 204,614Indonesia 26,0

6Taiwan 204,015Mesir 20,0

7Inggris 199,516Philippina 17,4

8Singapura 197,717India 7,7

9Perancis 182,918Afganistan 0,2

Menurut Directori APKI tahun 2010, perusahaan industri pulp dan kertas di Indonesia berjumlah 81 yang terdiri dari 3 industri pulp dan kertas terpadu, 2 industri pulp, dan 76 industri kertas. Secara keseluruhan industri pulp dan kertas mengkonsumsi energi yang cukup besar, namun dengan perkembangan teknologi untuk melakukan penghematan, konsumsi energi tersebut masih dapat dilakukan penghematan. Industri pulp dan kertas merupakan salah satu industri yang menggunakan energi secara intensif. Jumlah energi yang digunakan bergantung kepada jenis proses yang digunakan. Sebagian besar energi tersebut sekitar 80% merupakan energi termal yang didapatkan dari pembakaran bahan bakar, sedangkan sisanya berupa energi listrik. Energi pada industri pulp dan kertas sebagian besar bersifat self generating. Bahan bakar untuk memenuhi kebutuhan energi termal sekitar 56% diperoleh dari produk samping (black liquor), kayu dan biomassa lainnya. Industri pulp dan kertas telah berupaya melakukan penghematan energi dan upaya itu perlu di dukung penuh oleh pemerintah dan berbagai pihak.

2.1.2. Profil Industri Pulp dan Kertas di PT. Riau Andalan Pulp and Paper

PT. Riau Andalan Pulp and Paper ( RAPP ) adalah perusahaan yang bergerak dalam industri pulp dan kertas yang mulai didirikan tahun 1992 dan beroperasi secara komersial sejak 1995 dengan produk utama yang dihasilkan adalah pulp dan kertas. PT. RAPP tergabung dalam APRIL group dengan pusatnya di Singapura. Jumlah produksi pulp sebesar 2 juta ton/tahun dan kertas adalah 800.000/tahun (tahun 2010). Pabrik ini berlokasi di Pangkalan Kerinci, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau.

Gambar 2.1 Letak PT. Riau Andalan Pulp and Paper

Perusahaan ini sudah melakukan kepedulian terhadap lingkungan hidup dengan mendapatkan sertifikat ISO 14001:2004 dan kualitas produk telah memenuhi sistem mutu ISO 9001:2000 serta telah mendapatkan sertifikat OHSAS 18001:2007. PT. RAPP juga telah mendapatkan sertifikat Sustainable Forest Management (SFM) oleh Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI). Sedangkan produk kertasnya mendapatkan sertifikat yang dikeluarkan oleh Lembaga sertifikasi PaPICs

Dari segi peralatan dan teknologi, PT. RAPP mendatangkan peralatannya dari Finlandia dan Swedia, misalnya pulping superbatch, pencuci dan penyaring pulp, sistem delignifikasi oksigen, bleaching plant dan penyaringan tahap kedua. PT. RAPP menggunakan teknologi canggih yaitu superbatch administrator digester system.

Total kapasitas energi listrik yang tersedia sebesar 552 MW yang berasal dari PLTU sebesar 535 MW, PLTG-Diesel 14 MW dan PLTD 3 MW. Kapasitas Steam dihasilkan dari Multiple Boiler dan Recovery Boiler yang berupa high pressure steam, medium pressure steam dan low pressure steam sebesar 4200 ton/jam dengan total boiler 7 unit. Unit pembangkit listrik di PT. RAPP dapat dilihat pada Gambar 2.2.

PT. RAPP melakukan distribusi pulp keluar negeri sekitar 85% dan sisanya 15% dijual pada perusahaan di dalam negeri. Hasil produksi di ekspor ke berbagai negara seperti Amerika, China, India, Taiwan, Japan, Australia, dan negara-negara di Eropa dan Asia Tenggara.

Gambar 2.2 PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP)

2.2Deskripsi Proses

2.2.1.Proses Pembuatan Pulp

Pulp di PT. RAPP diproduksi secara kimia dengan proses sulfat ( kraft ). Metoda ini menggunakan cairan pemasak white liquor (lindi putih) yang menggunakan NaOH dan Na2S. Sistem kontrol di perusahaan ini telah masuk ke dalam sistem ISO yang digunakan sebagai tanda untuk menentukan kualitas dunia dari suatu produk. Beberapa bahan kimia yang digunakan di pabrik ini adalah ClO2, Cl2 dan NaCl.

Bahan baku untuk pembuatan pulp adalah Mix Hard Wood (MHW). Pada tahun 2003, perusahaan ini telah menggunakan bahan baku 60% dari Hutan Tanaman Industri (HTI). Jenis akasia yang digunakan yaitu Acacia mangium dan Acaccia crassicarpa. Bahan baku kayu berasal dari jenis akasia dan mix hard wood (MHW). Kayu akasia diperoleh dari Hutan Tanaman Industri (HTI) milik PT RAPP, HTI Group RAPP, hutan tanaman rakyat (HTR )dan kerjasama dengan HTI lain (mitra) serta pembelian dari luar dengan memanfaatkan izin pemanfaatan kayu (IPK) dari kegiatan land clearing di areal perkebunan. Kayu MHW merupakan kayu alami yang berasal dari pembukaan lahan perkebunan. Lokasi HTI-PT. RAPP berjarak sekitar 20 160 km dari pabrik.

Kapasitas produksi PT. Riau Andalan Pulp and Paper dirancang untuk memproduksi pulp 2000.000 ton/tahun. Bahan baku utama untuk pembuatan pulp pada mulanya menggunakan Mixed Hard Wood (MHW), yaitu jenis kayu tropis yang memiliki spesies bervariasi. Pada tahun 2003, perusahaan telah menggunakan bahan baku 60% dari Hutan Tanaman Produksi ( HTI ), yaitu tanaman akasia. Dan pada tahun 2007-2009 perusahaan telah menggunakan 100% bahan baku dari Hutan Tanaman Industri. Adapun jenis akasia yang digunakan yaitu Acacia mangium dan Acacia crassicarpa.

Gambar 2.3. Kapasitas Produksi Pulp bulanan

Gambar 2.4. Produksi Pulp tahunan PT. RAPPSumber : APRIL Report, 2008

Gambar 2.5. Produksi Kertas PT. RAPP Bulanan

Gambar 2.6. Produksi Kertas PT. RAPP TahunanSumber : APRIL Report, 2008

Tahapan proses pembuatan pulp meliputi penyimpanan dan persiapan bahan baku (wood preparation), pembuatan bubur serat (pulp marking) dan pembuatan lembaran pulp (logistic raw material). Produksi pulp dilakukan 2 line, yaitu line 1 kapasitas produksi saat ini mencapai 2.000.000 ton/tahun yang dioperasikan oleh PT. RAPP dan line 2 berkapasitas terpasang sesuai ijin adalah 700.000 ton/tahun yang dioperasikan oleh PT. Intiguna Primatama.

Salah satu departemen yang ada di PT. Riau Andalan Pulp adalah Departemen Fiberline, dimana departemen ini terdiri dari empat plant, yaitu Fiberline 1 (FL#1), Fiberline 2 (FL#2), Fiberline 2C (FL#2C), dan Pin Chip Digester (PCD). FL#1 dan FL#2 merupakan line yang memiliki digester dengan sistem Super Batch, sedangkan FL#2 dan PCD menggunakan digester kontinyu. Departemen fiberline merupakan tahapan setelah woodyard. Chips yang dihasilkan dari proses woodyard merupakan input dari fiberline. Departemen fiberline bertujuan untuk merubah chips menjadi bentuk pulp untuk dijadikan kertas.

Fiberline meliputi:1. Chip Screening 2. Cooking 3. Washing dan Screening 4. O2 Delignification5. Bleaching

2.2.1.1. Chip Screening

Penyiapan bahan baku serpih meliputi proses pengulitan (debarking), pembentukan serpih kayu (chipping), dan pengayakan serpih kayu (screening) dengan ukuran 3 5 cm yang disebut sebagai bahan baku serpih. Pada proses pengayakan ini dihasilkan pula kayu serpih dengan ukuran lebih kecil dari 3 cm atau disebut pin chip. Sebelumnya pin chip tersebut digunakan sebagai bahan bakar pada power boiler, namun saat ini telah dimanfaatkan sebagai bahan baku pulp sehingga pemanfaatan ini merupakan salah satu faktor penurunan rasio penggunaan kayu terhadap produksi pulp. Proses produksi pulp menggunakan bahan baku utama berupa kayu jenis akasia dan mix hard wood (MHW) sampai tahun 2013, kemudian selanjutnya mulai tahun 2014 seluruhnya menggunakan kayu jenis akasia. Salah satu keuntungan menggunakan kayu jenis akasia adalah menurunnya rasio penggunaan kayu terhadap produksi pulp yang dihasilkan yaitu menjadi 3,75:1, namun disisi lainnya ada penurunan sumber bahan bakar untuk power plant atau boiler. Penggunaan kayu jenis MHW banyak menghasilkan getah dan kulit kayu yang dapat dijadikan bahan bakar, sedangkan penggunaan kayu akasia tidak menghasilkan limbah padat tersebut yang dapat dijadikan bahan bakar, sehingga ada konversi bahan bakar dari getah dan kulit kayu menjadi bahan bakar gas, cangkang sawit dan batubara.

Chips screening merupakan proses mengklasifikasikan serpih (chips) berdasarkan perbedaan ukuran dari chips dengan cara menyaring serpih tersebut.

Adapun tujuan dari proses Chips Screening adalah untuk mendapatkan kualitas serpih yang diperlukan untuk proses pemasakan agar dispersi penyerapan bahan kimia pada kayu dapat terjadi secara merata dengan memisahkan serpihan serpih yang berukuran accept dengan serpih yang berukuran oversized dan undersized.Bahan baku yang berupa chips berasal dari proses woodyard yang dikirim ke chips pile dengan menggunakan alat transportasi conveyor. Chips pile berfungsi sebagai tempat penyimpanan serpih sementara sebelum ke proses pemasakan. Chips pile di chip screening terdiri dari :1. Chip pile #1 to Fiberline 1 atau 22. Chip pile #2 to Fiberline 1 atau 23. Circular pile to Fiberline 2C4. Pin chip pile to pin chip digesterSerpih pada Chip pile diambil dari bawah dengan menggunakan alat screw reclaimer dan dikirim ke chip screening menggunakan conveyor. Sebelum serpih sampai ke chip screening melewati alat magnetic dengan tujuan untuk menangkap kontaminan besi. Chip screening yang digunakan adalah flat vibration, flat yang berbentuk saringan digetarkan sehingga chip terpisah berdasarkan ukuran. Serpih yang berukuran accept dikirim ke chip silo dan dilanjutkan ke proses pemasakan di digester. Serpih yang berukuran oversize dilanjutkan ke proses re-chipping yang mana serpih dipotong kembali dan dikirim kembali ke chip screening untuk disaring. Sedangkan serpih yang berukuran pin chip dan fines dikirim ke accrowood untuk dipisahkan. Pin chips dikirim ke pin chip pile kemudian dilanjutkan ke proses pemasakan di pin chip digester dan serpih berukuran fines dikirim ke bark storage untuk dijadikan bahan bakar di power boiler.

Gambar 2.7. Persiapan bahan bakuSumber : Sustainability Report, 2004

2.2.1.2. Cooking

Digester merupakan bejana yang digunakan untuk tempat berlangsungnya proses pemasakan serpih menjadi pulp. Adapun tujuan pemasakan adalah untuk melarutkan lignin sebanyak mungkin sehingga selulosa dan lignin terpisah, dengan menggunakan bahan kimia yang disebut lindi putih ( White liquor ). Senyawa kimia aktif yang terkandung dalam lindi putih adalah NaOH dan Na2S. Serpih yang sudah dimasak berubah menjadi bubur pulp yang masih berwarna coklat, sedangkan cairan pemasak berubah menjadi hitam yang disebut black liquor. Pada fiberline #1 dan #2 digester yang digunakan adalah Super Batch Digester, untuk satu line berjumlah 14 unit digester. Tiap-tiap digester memiliki kapasitas 350 m3 untuk fiberline #1 dan 400 m3 untuk fiberline #2. Sedangkan fiberline #2C dan pin chip digester menggunakan digester kontinyu. Pin chip digester dirancang khusus untuk proses pemasakan pin chips. Jumlah total waktu pemasakan pada digester super batch adalah 250 menit dengan temperatur pemasakan 155 - 170oC. Setiap digester akan menghasilkan pemasakan secara maksimum 5,7 kali pemasakan perhari dan untuk 14 digester adalah 79 kali perhari, dengan catatan tidak ada waktu istirahat untuk tiap digester dalam siklus pemasakan.

Pemasakan serpihan kayu menggunakan larutan pemasak yang mengandung natrium hidroksida (NaOH) dan natrium sulfida (Na2S) yang akan mengurai serat dan lignin. Kayu serpih tersebut dimasak pada 165OC selama 5 jam pada unit Superbatch Digester sebanyak 28 unit. Proses ini diawali dengan pembukaan struktur serat dalam presteaming vessel. Setelah itu serpih dicampur dengan white liquor (WL) yang kemudian dikirim ke digester. Di dalam digester serpih akan terimpregnasi dengan bahan kimia yang disusul dengan terjadinya proses pelarutan kimia jaringan serpih yang akan menghasilkan bubur kertas berwarna coklat dan lindi hitam yang mengandung air, lignin, Na2CO3, Na2SO4, sisa NaOH dan Na2S yang tidak bereaksi. NaOH dan Na2S pada lindi hitam dikembalikan ke proses untuk digunakan kembali sebagai larutan pemasak. Reaksi kimia yang terjadi pada proses pemasakan secara sederhana adalah sebagai berikut:

Kayu Serpih + Larutan Pemasak (NaOHaq+ Na2Saq) bubur kertas + Lignin + Lindi Hitam

Peningkatan efisiensi yang dilakukan saat ini adalah melalui penambahan unit Digester dengan sistem kontinyu (Continuous Digester). Keuntungan yang diperoleh dengan menggunakan proses kontinyu, secara keseluruhan akan mempersingkat waktu pemasakan dan pencucian, temperatur proses lebih rendah dan yield yang dihasilkan lebih tinggi. Berdasarkan rasio kayu terhadap produksi pulp saat ini (eksisting) adalah 4,25 : 1, sehingga untuk memproduksi pulp sebanyak 2.322.000 ton/tahun memerlukan bahan baku utama kayu yaiu sebesar 9.868.500 ton/tahun. Diagram proses Continuous Digester dapat dilihat pada Gambar 2.8. dan diagram proses Pin Chip Digester dapat dilihat pada Gambar 2.9.

Gambar 2.8. Diagram proses Continuous Digester

Gambar 2.9. Diagram proses Pin Chip Digester

Serpih yang berasal dari chip pile ditampung di chip silo dengan tujuan agar distribusi serpih kedalam digester berlangsung dengan baik. Chip silo berada diatas digester sehingga serpih keluar dari bagian bawah silo dengan cara membuka valve silo dan serpih jatuh ke screw conveyor yang nantinya dikirim ke digester untuk proses pemasakan. Untuk mencapai kondisi pemasakan yang diinginkan serpih mengalami beberapa tahapan mulai dari proses pengisian serpih sampai pengeluaran pulp. Proses pemasakan terdiri atas beberapa tahap, yaitu :a. Pengisian Serpih ( Chips Filling )

Chips filling adalah proses pengisian serpihan kayu yang dikirim dari chips storage atau dari chips screening dengan menggunakan belt conveyor ke chips silo. Serpihan dimasukkan kedalam digester menggunakan screw conveyor. Pada waktu pengisian serpih, udara yang ada di dalam digester dihilangkan melalui saringan sirkulasi dengan menggunakan blower dan saat pengisian serpih disertai dengan pemberian tekanan dengan menggunakan steam packer (tekanan 3 - 4,5 bar) untuk pemadatan. Selain itu steam juga berfungsi mengusir udara di dalam pori-pori chips, menggantikan udara dengan steam yang terkondensasi, dan juga untuk pengendalian chaneling. Waktu yang digunakan untuk tahapan chips filling antara 30 - 32 menit.

b. Pengisian Warm Black Liquor (Impregnation)

Impregnation merupakan pengisian warm black liquor (WBL) ke dalam digester sebagai tahap pemasakan awal. Tujuan dari impregnasi adalah sebagai berikut:a. sebagai pemanasan awalb. dispersi bahan kimia ke dalam serpih mudah dan meratac. untuk menetralkan asam ( acid ) di dalam serpihd. membuang udara di dalam digester dan di dalam pori-pori serpihMekanisme prosesnya adalah dengan memasukkan WBL ke dalam digester melalui bagian bawah sampai seluruhnya penuh (tekanannya 3 Bar). Temperatur WBL adalah 92 95 oC dengan waktu 30 32 menit.

c. Pengisian Hot Liquor

Pada tahap ini terjadi proses pengisian cairan (Hot Black Liquor dan Hot White Liquor) yang bertemperatur tinggi untuk kondisi pemasakan. Pengisian Hot Black Liquor (HBL)Pengisian HBL bertujuan untuk menaikkan temperatur pemasakan hingga mendekati temperatur pemasakan dan juga sebagai pemanfaatan kembali dari alkali yang terkandung dalam HBL agar penggunaan bahan kimia menjadi lebih efisien. Pada fase ini HBL (suhu 165 oC) yang berasal dari akumulator 1 akan dipompakan dari bagian bawah digester sehingga Warm Black Liquor (WBL) yang ada di dalam digester akan overflow dan akan digantikan oleh HBL. Waktu yang dibutuhkan pada proses ini adalah 20-28 menit.

Pengisian Hot White Liquor (HWL)Hot white liquor merupakan bahan kimia yang digunakan sebagai larutan pemasak, yang senyawa aktifnya adalah NaOH dan Na2S. Fase ini dilakukan setelah tahapan pengisian HBL. HWL dipompakan dari bagian bawah digester sehingga HBL terjadi overflow. Temperatur white liquor yang digunakan adalah 165 oC dengan waktu yang digunakan adalah 11 - 17 menit.

d. Heating dan Cooking

Setelah pengisian HWL selesai, suhu digester sebetulnya sudah mendekati suhu pemasakan. Dan untuk mencapai temperatur kondisi pemasakan maka dilakukan proses heating. Heating adalah pemanasan untuk mencapai temperatur pemasakan setelah pengisian HWL selesai, cairan di dalam digester disirkulasi sehingga temperatur dalam digester merata sambil dipanaskan sehingga temperatu mencapai 155 - 170 oC dengan menggunakan steam. Setelah proses heating, dilanjutkan dengan proses cooking ( pemasakan ). Temperatur pada proses cooking adalah 155-170 oC dengan waktu 60 menit.*

e. Pendinginan ( Displacement )

Setelah proses pemasakan selesai, pompa sirkulasi dihentikan, kemudian black liquor dengan temperatur 90 oC yang merupakan filtrat dari proses washing dipompakan ke dalam digester sampai temperatur di dalam digester turun di bawah 100 oC. Adapun tujuan dari fase ini adalah untuk menghentikan reaksi pemasakan dan merupakan pencucian awal pulp.

f. Discharging

Fase ini merupakan tahap akhir dari proses digester. Pulp dengan temperatur dibawah 100oC dipompakan ke discharge tank dengan penambahan pengencer sampai mencapai konsistensi 5% untuk pengenceran pulp sehingga siap untuk diproses selanjutnya.

Setelah mengalami tahapan-tahapan selama proses pemasakan, pulp dikirim ke proses washing untuk pemisahan filtrat dan reject yang terkandung di dalam pulp.

2.2.1.3. Washing dan Screening

Pencucian ( washing ) dan penyaringan ( screening ) sangat penting dalam operasi pembuatan pulp secara sulfat, yang tujuannya adalah agar pulp yang dihasilkan bebas dari kotoran baik berupa emulsi ( black liquor ) maupun berdasarkan beda ukuran ( berat, dimensi ).

a. Deknoting Process

Deknoting adalah proses awal yang ada pada area washing, dimana proses ini bertujuan untuk memisahkan pulp dengan knott. Knott adalah serpih yang tidak masak pada saat proses pemasakan di digester. Pulp yang berasal dari discharge tank dipompakan ke knotter, kemudian diencerkan menggunakan cairan pengencer sampai konsistensinya mencapai 4%. Pengenceran ini bertujuan memudahkan proses pemisahan hasil accept dengan sisa (reject).

Knotter merupakan alat pemisah pulp dengan reject yang berupa knott, yang dipisahkan melalui plat berlubang ( perforated ). Knotter terdiri dari primary knotter dan secondary knotter. Pulp dari discharge tank masuk ke primary knotter, dan accept dari primary knotter dilanjutkan ke proses pencucian pada press. Sedangkan reject masuk ke secondary knotter, accept dari secondary dikirim ke press dan reject masuk ke primary knott drainer. Accept dari primary knott drainer dikirim kembali sebagai input pada primary knotter. Sedangkan reject dilanjutkan ke secondary knott drainer untuk memisahkan knott dengan filtrat. Knott yang dihasilkan dikembalikan ke digester dan filtratnya digunakan sebagai dilusi pada primary knotter dan secondary knotter.

b. Press Bownstock

Setelah melewati proses deknotting, accept dari primary knotter dan secondary knotter dilanjutkan ke proses berikutnya yaitu pencucian dengan menggunakan wash press. Tujuan pencucian untuk memisahkan serat dari kotoran-kotoran yang dapat larut dalam air yang merupakan sisa bahan kimia pemasak yang disebut black liquor dan sebagai pencucian digunakan air panas dengan temperatur 70 oC agar didapat pencucian yang efisien. Selanjutnya pulp dengan konsistensi 4-5 % masuk ke press dan pulp dipress dengan tekanan 145 - 155 bar. Konsistensi pulp keluar dari press adalah 30 35 % dan diturunkan kembali menjadi 4 % pada screw dillution. Konsistensi diturunkan agar mudah dipompakan ke proses selanjutnya. Filtrat dari press disalurkan ke displacement tank sebagai liquor untuk tahapan displacement pada proses pemasakan di area digester. Accept dikirim ke LC Tank yang kemudian dipress kembali.

c. Screening

Pulp dari proses pencucian dilanjutkan ke proses penyaringan ( screening ) dengan tujuan memisahkan kotoran-kotoran tak terlarut berdasarkan perbedaan ukuran dan beda berat yang lebih besar dari serat. Sebelum ke proses screening, pulp di diencerkan untuk mencapai konsistensi 4 %. Alat yang digunakan sebagai penyaring adalah screener yang memiliki lubang dengan ukuran 0,3 mm. Serat yang lolos melalui lubang screener merupakan pulp accept, sedangkan yang tertahan atau yang tidak lolos merupakan reject. Proses screening yang dilakukan biasanya mempunyai beberapa tahap yang bertujuan untuk menyaring kembali sisa (reject) dari screen sebelumnya. Screening terdiri dari empat tingkatan, yaitu: Primary screenTahap primary screen merupakan tahap awal dari proses screening dan accept dari tahapan ini akan dilanjutkan ke proses selanjutnya. Pulp dari screen room dipompa ke primary screen. Accept dari primary screen dilanjutkan ke press. Sedangkan reject dari primary screen yang masih mengandung serat yang lolos dari primary screen disaring kembali di secondary screen. Secondary screenTujuan dari secondary screen adalah untuk mendapatkan serat yang masih bagus yang terkandung dalam reject dari tahapan primary screen. Reject dari primary screen dialirkan ke secondary screen, accept dari tahapan ini dikembalikan pada input tahap primary screen untuk disaring kembali. Untuk mendapatkan kualitas accept yang baik, maka accept dari secondary screen harus sama atau lebih dari keadaan input dari primary screen, sedangkat reject dari secondary screen dikirim ke tertiary screen untuk disaring kembali. Tertiary screenTertiary screen merupakan tahapan lanjutan dari tahapan secondary screen. Adapun tujuannya adalah untuk mendapatkan serat yang accept, karena reject dari tahapan secondary screen masih mengandung serat yang bagus. Reject dari secondary dialirkan ke tertiary screen. Accept pada tahapan ini digunakan kembali sebagai input dari tahapan sebelumnya atau secondary screen, sedangkan reject dialirkan ke quartenery screen untuk disaring kembali. Quartenery screenTujuan dari tahapan ini adalah untuk mendapatkan kembali sejumlah serat yang terikat pada reject tertiary. Reject dari tertiary dialirkan ke quartenery screen. Accept dari tahapan ini digunakan kembali sebagai input dari tertiary screen, sedangkan reject pada tahap ini dikirim ke reject tank.

2.2.1.4. Delignifikasi Oksigen

Delignifikasi oksigen merupakan kelanjutan dari proses pemasakan yang tujuannya menurunkan kandungan lignin pada pulp sebelum dilakukan proses pemutihan. Dengan penggunaan proses ini dapat mengurangi pemakaian bahan kimia pada proses pemutihan dan mengurangi dampak lingkungan dari proses pemutihan karena penggunaan bahan kimia yang berkurang.

Bahan kimia yang digunakan pada proses ini adalah gas oksigen dan white liquor. Caustic ditambahkan untuk memperoleh suasana basa karena delignifikasi oksigen akan sempurna pada suasana basa yaitu pada pH 10,811,5, selain pH, konsistensi suspensi pulp memegang peranan sangat penting. Hal ini diperlukan karena oksigen yang berbentuk gas maka pulp harus diaduk sedemikian rupa agar diperoleh luas permukaan kontak padatan dengan gas sebesar mungkin. Konsistensi yang digunakan 10-12 %, dengan adanya oksigen delignifikasi, kappa number dapat diturunkan dari 14-16 menjadi 7-8.

Tahapan dalam proses ini adalah sebagai berikut: Pre oxygen displacement pressTahapan ini berfungsi untuk memisahkan senyawa-senyawa alkali yang terbawa bersama pulp. Pulp dengan konsistensi 4% dipompakan masuk pada vat. Air atau larutan keluar melalui lubang-lubang roll dan pulp kental akan terbentuk diatasnya. Dengan putaran roll, pulp akan terbawa ke bagian kedua untuk dicuci dengan air, air pencuci mengganti cairan dalam pulp. Setelah itu masuk ke pre breaker, disini pulp diaduk dan dikirim ke proses selanjutnya. Di pre- breaker ini juga diinjeksikan soda caustic yang bertujuan untuk mengurangi pemakaian white liquor di oksigen delignifikasi. Diharapkan dengan menambahkan soda caustic ini, getah kayu ( pitch ) yang terbawa bersama pulp dapat dikurangi. Pulp yang meninggalkan pre-breaker dengan konsistensi 32 35 %, kemudian diencerkan kembali di dalam screw dillution dengan menggunakan air panas.

Stand pipeStand pipe merupakan tempat penampungan sementara sebelum pulp dipompakan ke mixer. Pada stand pipe konsistensi diatur dengan stand pipe dillution agar konsistensi terjaga pada 10-12 %, kemudian ditambahakan WL caustic untuk menjaga pulp berada pada kondisi pH 10,8 11,5. Selanjutnya pulp dipompakan ke oxygen mixer menggunakan MC-pump.

Oxygen mixerAlat ini merupakan alat pencampur oksigen dan pressure steam (MP-steam) di dalam pulp. Oksigen dari steam mengalir ke dalam O2 mixer, sehingga pulp tercampur secara merata dan oksigen pada tahap ini berperan sebagai delignifikasi.

Oxygen reactorSetelah semua tercampur dengan menggunakan alat pengaduk yaitu mixer, selanjutnya stock didistribusikan secara merata ke seluruh dasar reaktor. Pulp dipompakan ke atas di dalam tower reactor. Waktu tinggal (retention time) sekitar 60 menit dan temperatur dijaga 95-100 oC pada produksi normal. Tekanan dalam reaktor dikontrol sekitar 7 bar. Konsistensi pulp dalam O2 reaktor berkisar antar 10 12 % dengan pH 10,8 11,5.

Blow tankSetelah pulp keluar dari O2 reaktor, pulp dialirkan ke bagian atas blow tank. Di dalam blow tank konsistensi pulp diturunkan dengan menambahkan air, sehingga konsistensi pulp turun dari 10 12 % menjadi 4 %, pulp selanjutnya dipompa keluar dari dasar blow tank.

Post O2 delignificationPost O2 delignification merupakan alat pencuci sebelum ke high density tower. Tujuan dari proses O2 displacement press setelah reaksi O2 delignification adalah untuk mengurangi terbawanya zat-zat kimia terutama sisa alkali ke proses pemutihan. Pulp dari post O2 delignification dialirkan ke press, kemudian ke stand pipe dengan bantuan MC-pump dan selanjutnya dipompa ke unbleach tower.

2.2.1.5. Proses Bleaching Pulp sulfat sebelum proses pemutihan berwarna cokelat karena adanya senyawa lignin dan turunannya dalam pulp tersebut. Walaupun sebagian besar lignin telah dihilangkan selama proses pemasakan dan O2 delignification. Derajat putih pulp sulfat belum putih lebih rendah daripada derajat putih kayu bahan bakunya. Hali ini dapat terjadi karena peningkatan koefisien absorbsi. Lignin yang tertinggal dalam pulp yang mengakibatkan kenaikan koefisien absorbsi pulp yang bersangkutan. Pemutihan pulp sulfat dapat dilakukan dengan cara penghilangan lignin sisa tersebut. Karena derajat putih pulp yang rendah, maka perhitungan lignin sisa pada pulp dilanjutkan pada proses pemutihan. Tujuan dari proses pemutihan ini adalah untuk mendapatkan derajat putih pada pulp, dengan cara menghilangkan lignin yang tersisa setelah proses pemasakan dan O2 delignification. Proses pemutihan yang digunakan PT. RAPP adalah pemutihan pulp dengan ECF ( Elemental Chlorine Free ) Bleached Acacia Hardwood Pulp dengan kondisi tahapan ( DO EOP D1 D2 ) :1. Tahap Chlordioksida ( DO )2. Tahap Ekstraksi dan Oksidasi ( EOP )3. Tahap Chlordioksida 1 ( D1 )4. Tahap Chlordioksida 2 ( D2 )

a. Second Post

Tahapan ini bertujuan mengurangi kandungan soda loss setelah proses di area washing, dengan cara pulp di press. Pengurangan soda loss bertujuan agar pemakaian larutan ClO2 tidak berlebihan. Pulp dari proses sebelumnya dikirim ke 2nd post dan melewati press sehingga konsistensi pulp meningkat yaitu 25 30 %. Detelah dari press, pulp melewati screw untuk menurunkan konsistensi sampai 10 11 % agar mudah untuk diproses pada tahap DO. Setelah itu pulp dialirkan pada proses pemutihan tahap DO.

b. Tahap Klordioksida ( DO )

Tujuan dari tahap ini adalah untuk merusak dan memisahkan lignin yang terdapat dalam selulosa. Adapun bahan kimia yang digunakan adalah ClO2 ( Chlordioksida ), karena penggunaan chlordioksida lebih selektif terhadap lignin dan senyawa ekstraktif. Selain itu mutu pulp yang dihasilkan lebih baik, derajat putih lebih tinggi, dan penggunaan NaOH dalam ekstraksi lebih rendah. Selain ClO2, bahan kimia yang digunakan adalah H2SO4. Dimana fungsi dari penambahan H2SO4 adalah agar pulp yang digunakan mempunyai suasana asam dengan nilai pH 3 karena ClO2 efektif pada kondisi asam. Parameter pada tahap ini adalah : Konsistensi: 10 11 % Suhu: 60 70 oC Waktu: 60 menit pH: 2,5 3,5 Brightness: 60 % ISO

c. Tahap ekstraksi dan oksidasi ( EOP )

Pada tahap ini bertujuan untuk melarutkan dan mengoksidasi lignin dan resin yang dipisahkan. Bahan-bahan kimia yang digunakan adalah H2O2, NaOH dan O2. Tujuan dari penambahan H2O2 adalah untuk meningkatkan derajat putih pulp, sedangkan penambahan NaOH berfungsi untuk menaikan pH, agar proses ekstraksi berlangsung dengan baik. O2 berfungsi untuk mengekstrak lignin yang masih ada di dalam pulp.Parameter pada tahap ini adalah : Konsistensi: 10 12 % Suhu: 80 90 oC Waktu: < 90 menit pH: 11 12 Brightness: 70 75 % ISO Kappa number: 1 1,5

d. Tahap Klordioksida ( D1 )

Tujuan dari tahap ini adalah untuk meningkatkan brightness pulp. Bahan kimia yang digunakan pada tahap ini adalah NaOH dan ClO2. NaOH berfungsi agar lignin yang tidak bereaksi pada proses sebelumnya dapat bereaksi dengan sempurna pada proses ini, juga sebagai pelindung terhadap pulp. Sedangkan penambahan ClO2 untuk meningkatkan brightness pulp.Parameter pada tahap ini adalah : Konsistensi: 10 12 % Suhu: 80 oC Waktu: 180 menit pH: 3,6 3,8 Brightness: 88,5 90 % ISO

e. Tahap Klordioksida ( D2 )

Tahapan ini bertujuan untuk meningkatkan brightness pulp. Bahan kimia yang digunakan adalah SO2 dan ClO2. SO2 berfungsi untuk menetralkan residual klordioksida, sedangkan ClO2 berfungsi untuk meningkatkan brightness pulp. Parameter pada tahap ini adalah : Konsistensi: 12 % Suhu: 79 oC Waktu: 180 menit pH: 4,8 Brightness: 89,5 91 % ISO

2.2.1.6. Pulp Machine

Produk akhir bubur kertas ini selanjutnya siap untuk diproses pada mesin bubur kertas untuk menghasilkan lembaran bubur kertas berukuran 84 cm x 80 cm x 2 mm dengan kandungan air tidak lebih dari 10% dan brightness tidak boleh lebih kecil 89%. Untuk mendapat kandungan air yang diharapkan tersebut digunakan unit pengering drier.

Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3

Implementation Of Energy Conservation and Emission Reduction in Industrial Sector (Phase-1)-Regional Consultant-3

Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada 2011

Kerjasama BBPK dengan PT. Caturbina Guna Persada 2011

Gambar 2.10. Bagan alir proses produksi pulp dan pengelolaan limbahnya

2.2.2.Proses Pembuatan Kertas

Proses pembuatan kertas menggunakan proses alkali dimana bahan baku utamanya adalah pulp jenis serat pendek (sekitar 90%) yang disuplai dari pulp mill dan pulp jenis serat panjang ( 10%) yang diimpor dari luar negeri.

a. Stock Preparation

Bagian ini berfungsi untuk memproses bahan baku serat yang diambil dari pengurai dan menghasilkan stock yang akan dikirim ke headbox untuk pembentukan kertas. Stock yang dihasilkan harus homogen, konsistensi dan harus sesuai dengan standar mutu yang diperlukan oleh konsumen. Perlakuan dari persiapan bahan ini adalah : Penyiapan High Density Chest Penyiapan Stock Hardwood Chest Tempat penggilingan Hardwood atau serat pendekKonsistensi bahan dari serat pendek dikontrol dengan white water. White water diatur melalui konsistensi control valve respunding ke control signal dari pengukur konsistensi dan pengatur kecepatan air pulp yang diencerkan.

b. Chemical Preparation

Chemical Preparation berfungsi untuk menyiapkan bahan penolong yang bertujuan mendapatkan kualitas kertas yang sesuai standar.Bahan penolong tersebut antara lain: OBA (Optical Brightening Agent) dan Dyes untuk mengontrol warna kertas Cationic Starch untuk meningkatkan kekuatan kertas ASA (Alkenyl Succinic Anhydride) digunakan agar kertas tahan terhadap serapan air atau tinta Defoamer digunakan untuk menghindari foaming pada sistem Biocide untuk mencegah mikroorganisme berkembang biak Bentonite untuk mengontrol drainage Retention Aid digunakan agar terjadi katan antara serat dengan bahan penolong seperti filler sehingga terbentuk flock (gumpalan) Filler sebagai bahan pengisi pada kertas, seperti Calsium carbonate (CaCO3) Soda Caustic (NaOH) digunakan untuk cleaning Bicarbonat digunakan untuk mengontrol pH Salt sebagai bahan elektrostatis, yang mana untuk kertas jenis copy berfungsi menghilangkan sifat elektromagnetic pada permukaan kertas sehingga kertas tidak lengket antara lembaran satu dengan yang lain dari mesin foto copy sedangkan untuk kertas jenis offset tidak perlu dihilangkn sifat magnetic nya

c. Headbox

Headbox merupakan komponen dari mesin kertas yang berfungsi mendistribusikan stock selebar mesin kertas dan mengatur kecepatan aliran stock. Headbox harus menghasilkan aliran stock dengan tekanan yang sama selebar mesin kertas. Keseragaman sangat vital dalam kualitas produksi akhir, disamping itu headbox dirancang untuk menentukan kecepatan stock yang mengalir ke wire forming, konsistensi stock di headbox 0,9%.

d. Forming Section

Forming section berfungsi untuk membentuk lembaran basah dimana air dikeluarkan kertas dan ke bawah atau mengambil stock dari headbox dan mengeluarkan air dari serat. Bersamaan dengan air yang terpisah diantara serat-serat salng mengikat yang akhirnya membentuk suatu lembaran yang basah yang disebut lembaran kertas. Alat utama dari proses pembentukan kertas ini adalah wire yang terbuat dari bahan serat sintetis yang tidak ada ujungnya, kemudian berputar antara breast roll dekat headbox dan couch roll dekat press. Konsistensi wet lab ketika meninggalkan former sekitar 17-22 % dimana diharapkan dengan kensistensi seperti itu wet lab tidak putus saat dipindahkan dari couch roll (forming section) ke pick up roll (press section).Jenis wire yang digunakan adalah twin wire yaitu top wire dan bottom wire. Dimana tujuan penggunaan former jenis ini adalah untuk meminimalkan terjadinya two sides effect pada lembaran, yaitu adanya perbedan permukaan lembaran antara permukaan kertas dengan permukaan bawah (banyak terjadi pada mesin former jenis fourdriner). Pada top wire terdapat roll khusus yaitu forming roll yang berfungsi sebagi tempat pembentukan jaringan kertas (web) sedangkan pada bagian bottom roll terdapat breast roll dan couch roll. Couch roll merupakan roll vacuum yang terdapat pada bagian ujung dari bottom roll yang mentransfer lembaran kertas ke press section. Pada forming section dimulai proses penghilangan air (dewatering) secara gravitasi (pada awal former) dan vacuum (menggunakan hydrofoil dan flat suction box).

e. Press Section

Air di dalam kertas selanjutnya dihilangkan dengan proses mekanik yaitu dengan pengempaan atau pengepresan lembaran pada nip (jepitan antara dua roll). Lembaran basah masuk ke press section dengan konsistensi 20% dan keluar dengan konsistensi 50-55 %. Pengepresan juga dapat meningkatkan konsolidasi antar serat karena prosesnya melewati jepitan antara dua roll (nip) sehingga akan meningkatkan kekuatan basah lembaran. Proses pressing juga digunakan untuk mengatur bulky dan thickness (ketebalan) lembaran. Proses secara keseluruhan pembuatan pulp dan kertas dapat dilihat pada Gambar 2.12.

Gambar 2.11. Proses secara keseluruhan pembuatan pulp dan kertasSumber : Sustainability Report, 2004

f. Broke System

Tujuan dari broke system adalah mengambil kembali serat dari proses mesin kertas untuk sementara disimpan dan dikembalikan ke stock preparation yang akan digunakan kembali. Broke adalah serat yang didapat dari lembaran kertas yang setelah dihamparkan di atas mesin kertas. Serat ini dinamakan serat sekunder, karena jumlahnya yang cukup besar (terutama jika terjadi break atau lembaran putus) makan perlu penanganan sendiri. Broke dibagi menjadi dua: Dry BrokeMerupakan broke yang didapatkan dari lembaran kertas yang telah kering, sehingga perlu diuraikan kembali dengan air agar menjadi serat individu di dalam hydropulper. Ada 6 titik hydropulper : Size press pulper : terdapat pada pre dryer dan sym sizer di bagian bawah peralatan ini. Sumber kertasnya dari lembaran kertas yang beak pada pre dryer. Calender pulper : pulper yang terdapat di bawah antara after dryer dan calender. Sumber broke nya di after dryer maupun kertas yang belum tersambung dari after dryer ke calender. Reel pulper : pulper yang terdapat di bawah opti reel. Broke nya berasal dari kertas yang belum digulung di spool reel dan kertas reject di sekitar opti reel dan calender. Winder Pulper : pulper yang terdapat di bagian winder. Broke nya berasal dari kertas reject yang tidak memenuhi standar yang telh digulung pada spool dan kertas broke saat winding. Broke roll pulper : pulper tersendiri untuk menguraikan serat dari kertas yang telah digulung pada core kertas. Bila kualitas kertas pada core tidak memenuhi standar atau ada kerusakan maka dijadikan reject di pulper. Finishing pulper : pulper yang menerima reject dan trimming dari finishing. Serat sekunder yang telh terurai ini, selanjutnya dipompakan ke dry broke tower. Selanjutnya dibersihkan atau disaring pada dry broke screen. Selanjutnya dikentalkan ada thickener untuk dimasukkan ke dry broke chest sebelum dipompakan ke mixing chest.

Wet BrokeMerupakan broke kertas yang berasal dari lembaran kertas basah. Ada dua sumber: Press section : yaitu broke kertas yang berasal dari pressing akibat break atau lembaran kertas yang belum tersambung dari press ke pre dryer. Lembaran ini cukup kering (konsistensi 50%). Couch pit : yaitu serat yang berasal dari wire dan serat yang terambil oleh sistem vacuum dewatering terutama couch roll yang merupakan roll vacuum yang terbesar pada forming section.

g. White Water System (Fiber Recovery)

Tujuan dari white water system ada dua, yaitu : Mengambil kembali serat halus dan chemical dari air dan digunakan kembali pada proses Air yang didapat dikirim ke semua area sebagai pengencer. Air ini diperlukan untuk mengatur konsistensi.Stock yang lolos dari forming section dikirim ke wire silo, dari wire silo dikirim ke white water tank bersamaan dengan penambahan air. Setelah itu air yang bercampur stock dikirim ke save all dan digunakan juga sebagai pengatur konsistensi proses. Sebelum dimasukkan ke dalam save all, air dari water tank dicampur dulu dengan sweetener stock agar ada ikatan antar bahan kimia. Agar fine dan filler tidak lolos, perlu adanya disc save all. Disc save all ini akan berputar seiring dengan stock yang masuk. Ketika disc berputar, bagian disc yang stock menempel sedikit menandai disc tersebut berada di bagian air yang akan dikirim ke cloudy filtrate tank, sedangkan yang sedikit lebih tebal stocknya berati berada di bagian disc yang airnya akan dikirimkan ke clear filtrate tank, dan stock yang menempel dengan tebal pada disc berarti berada di bagian air yang akan dikirimkan ke super clear filtrate tank.

Stock yang menempel pada disc dilepaskan dengan shower water, dan stock dikirimkan ke recovered stock chest dan diatur konsistensinya dengan white water control untuk dikontrol di mixing chest. Sedangkan air yang dimasukkan ke cloudy filtrate tank dicampurkan dengan dry and wet broke thickener, white water header dan air dari press section untuk selanjutnya dikembalikan lagi ke save all untuk diolah lagi. Adapun air yang masuk ke clear filtrate tank digunakan untuk shower broke thickener, shower bow screen dan ada juga dikirim ke white water storage sebagai dillution tower dan white water header. Air yang masuk ke dalam super clear filtrate tank digunakan untuk shower tank atau semua shower di system dan dillution cat starch.

h. Dryer Section

Proses penghilangan air selanjutnya adalah dengan penguapan karena air yang tersisa merupakan air yang berkaitan hydrogen dengan serat. Air ini sulit dihilangkan dengan gravitasi, vacuum, maupun secara mekanik sehingga perlu dilakukan pemanaan untuk diuapkan. Sebagai pemanasnya adalah steam (low pressure steam). Oleh karena itu proses drying ini memerlukan biaya yang besar dan perlu penanganan yang baik agar tercapai efisiensi yang tinggi dari dryer. Pengeringan kertas melalui dua tahap yaitu pengeringan awal (pre dryer) dan pengeringan setelah surface sizing (after dryer). Kadar air lembaran yang masuk ke pre dryer sekitar 55% dan keluar sekitar 2%.

i. Sym Sizer

Berfungsi untuk sizing dengan cara pelapisan tipis kedua permukaan kertas dengan bahan starch yang dilewatkan oleh permukaan size press roll pada bagian atas dan bawah. Rotasi roll mesin yng terletak pada applicator beam digunakan sebagain pengatur jumlah aplikasi starch di atas permukaan kertas. Starch film atau lapisan yang telah dihamparkan di atas press roll kemudian ditansfer ke kertas pada nip roll yang berputar searah perpindahan kertas baik top maupun bottom.

j. Calender

Tujuannya untuk memadatkan, menghaluskan dan melicinkan kertas. Kepadatan dan ketebalan lembaran pada bidang mesin harus sama. Calender akan berpengaruh pada gulungan kertas dimana gulungan kertas akan turun sekitar 15-20 %. Calender menggunakan dua jenis roll, bagian top yaitu hard roll (thermo roll) dan bottom (soft roll). Suhu dari thermo roll sekitar 150-180 oC dan sistem pemanasannya electric heating. Pemanasan ini bertujuan untuk mengendalikan smoothness atau roughness pada lembaran kertas. Pada bottom digunakan untuk mengontrol kerataan tebal lembaran pada arah silang mesin.

k. Reel

Reel atau penggulung merupakan operas setelah calender dan unit terakhir dari mesin kertas. Peralatan pada bagian ini akan menggulung selebar kertas yang akan memindahkan ke proses finishing selanjutnya.

l. Winder

Peralatan unwind, slitter, dan winder merupakan kesatuan yang ditempatkan setelah reel unuk memotong lembaran kertas menjadi lembaran lebih kecil. Ukuran lebar tegantung permintaan konsumen. Kemudian gulungan kecil tersebut dikirim ke bagian finishing untuk dibungkus dan disiapkan untuk dikirim ke konsumen.

Gambar 2.12. Proses finishingSumber : Sustainability Report, 2004

Gambar 2.13. Proses finishingSumber : Sustainability Report, 20042.2.2. Chemical Recovery Plant (CRP)

Lindi hitam (black liquor) yang berasal dari Brown Stock Washing perlu dipekatkan terlebih dahulu sebelum dibakar di recovery boiler. Proses pemekatan black liquor terjadi di evaporator 5 efek. Keluaran evaporator adalah black liquor pekat yang dinamakan Heavy Black Liquor (HBL) dengan kandungan padatan sekitar 70%. HBL digunakan sebagai bahan bakar di recovery boiler. Gas yang terkumpul berupa NCG dikirim ke incinerator untuk dibakar. Kondensat dari evaporator digunakan diproses dan kondensat dari stripper dialirkan ke effluent untuk mengalami pengolahan limbah.Dalam recovery boiler terjadi pembakaran HBL dimana zat organik yang terkandung dalam HBL dibakar menjadi energi panas yang diambil untuk membangkitkan steam. Zat yang tidak terbakar berupa smelt (lelehan) ditampung di dasar boiler yang kemudian diambil lagi menjadi bahan cairan pemasak dinamakan green liquor. Green liquor kemudian diolah kembali menjadi white liquor yang dapat dipergunakan dalam pemasakan di digester. Flue gas yang terbentuk diolah terlebih dahulu sebelum dibuang ke udara menggunakan Electronic Static Precipitator yang ditempatkan di ujung keluaran flue gas.

Chemical Recovery Plant terdiri dari empat tahap yaitu: evaporator, recovery boiler, recaustisizing plant, dan lime kiln plant.

2.2.3.1. Evaporator

Berfungsi untuk memekatkan Weak Black Liquor (WBL) yang merupakan filtrate dari proses washing, mengandung 83% air dan 17% solid, kandungan air yang banyak inilah yang nanti akan dikurangi dengan cara pemanasan. Sistem evaporasi yang digunakan adalah Multiple Effect Evaporator. WBL feed dan steam dialirkan berlawanan arah. Hasil dari evaporator ini berupa HBL (Heavy Black Liquor) yang mengandung solid content diatas 60% dan digunakan sebagai bahan bakar pada Recovery Boiler. Multiple-effect evaporator system dapat dilihat pada Gambar 2.14.

Pengambilan kembali bahan kimia (chemical recovery) tersebut bertujuan untuk memperoleh bahan kimia pemasak, mendapatkan energi dari pembakaran lindi hitam dan memperkecil polutan udara dan air. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan serangkaian langkah proses yaitu (a) Pemekatan WBL pada evaporator, (b) Pembakaran Heavy Black Liquor (HBL) pada recovery boiler, (c) recaustisizing dan (d) Kalsinasi CaCO3 pada lime kiln.

Proses ini adalah proses pemekatan larutan WBL pada 3 Multiple Effect Evaporator tipe fall film evaporator hingga 71-74% yang disebut sebagai Heavy Black Liquor (HBL) yang mengandung padatan tersuspensi 70% Na2CO3, 30% NaOH dan N2S, dan 52% material anorganik serta 48% material organic. Pada proses pemekatan WBL, ditambahkan padatan garam (Na2SO4) untuk memperbaiki proses recovery Na2S.

Gambar 2.14. Multiple-effect evaporator system

Multiple-effect evaporation plant terdiri atas suatu jumlah evaporator yang dikoneksikan secara seri dengan counter current flow dari vapour dan liquor. Live steam dilewatkan pada heating element dari effect 1. Temperatur liquor di effect ini tergantung pada tingkat LP (low pressure) steam yang terdapat di pabrik dan biasanya dalam range 125-135 C. Vapour dilepaskan oleh effect I dan dikondensasikan dalam effect II pada temperatur yang lebih rendah, dan seterusnya hingga vapour dari effect terakhir dikondensasi dalam surface condenser pada temperatur 55-65 C. Hasil pemekatan disebut Heavy Black Liquor (HBL) dengan padatan total (% solid) sekitar 70%.

2.2.3.2. Recovery Boiler (RB)

Unit pemopres pengambilan kembali bahan kimia (Chemical Recovery Plant) yang diperlukan untuk pembuatan cairan pemasak (white liquor) dengan proses pembakaran HBL. Hasil pembakaran HBL ini akan menghasilkan Green Liquor (GL) dan energi panas yang digunakan untuk menghasilkan uap air (steam) bertekanan tinggi (High Presusure Steam-HPS). Setelah lindi hitam dipekatkan baru dibakar dalam furnace pada sistem recovery boiler. Pembakaran lindi hitam ini mengasilkan flue gas yang mengalir pada bagian atas recovery boiler (upper part) sebagai hasil dari pembakaran senyawa-senyawa organik dalam lindi hitam. Pada bagian bawah dihasilkan suatu lelehan (smelt) yang merupakan Natrium Oksida dan garam-garam Na lainnya. Lelehan ini dilarutkan dalam air sehingga menghasilkan suatu larutan yang disebut dengan green liquor. Lalu green liquor dijernihkan untuk memisahkan pengotor-pengotornya. Unit recovery boiler dapat dilihat pada Gambar 2.15.Gambar 2.15. Unit Recovery Boiler

Fungsi dari Recovery Boiler adalah: 1. Menguapkan dan mengeringkan Black Liquor yang akan dibakar 2. Mereduksi Na2SO4 dan senyawa-senyawa natrium, sulfur, oksigen lainnya yang terkandung dalam black liquor menjadi Na2S (Natrium Sulfide) 3. Memindahkan lelehan (smelt) kedalam smelt dissolving tank. Smelt kemudian diencerkan dengan weak white liquor dan menjadi green liquor yang selanjutnya akan dipompakan ke proses recautisizing. 4. Panas yang dihasilkan dari pembakaran dimanfaatkan untuk menghasilkan steam yang nantinya digunakan ke proses termasuk sebagai pembangkit tenaga listrik.

Output produk evaporator yang berupa HBL yang telah bercampur dengan Na2SO4 selanjutnya dibakar pada recovery boiler untuk mendapatkan kembali Na2S sesuai dengan reaksi.Na2SO4 Na2S + 2O2Panas yang timbul dari pembakaran HBL digunakan untuk memproduksi uap bertekanan tinggi (steam) dan uap ini dimanfaatkan pada unit pembangkit listrik (turbine) untuk suplai operasi pabrik dan townsite. Dengan reaksi pembakaran material anorganik, lignin, Na2S dan Na2CO3 HBL akan berubah menjadi pasta yang disebut smelt yang terdiri dari 30% Na2S dan 70% Na2CO3. Smelt selanjutnya dikirim ke disolving tank untuk direaksikan dengan lindi putih encer (Weak White Liquor sebagai Na2O) yang akan menghasilkan lindi hijau (Green Liquor atau GL). Selanjutnya lindi hijau dijernihkan untuk menghilangkan dreg yang terkandung dalam larutan GL. Gas yang terbentuk dari masing-masing disolving tank RB dibakar di recovery boiler, sehingga jumlah cerobong (stack) berkurang 3 unit karena tidak digunakankan lagi.

2.2.3.3. Recaustisizing Plant (RC)

Untuk mendapatkan kembali larutan NaOH dan CaCO3(solid) maka GL yang telah jernih direaksikan dengan CaO dengan reaksi sebagai berikut:CaO + H2O Ca(OH)2 + Panas (1) Ca(OH)2 + Na2CO3 2NaOH (liquid)+CaCO3 (solid) (2)Dari reaksi 1 dihasilkan limbah padat yang disebut grits. Hasil reaksi 2 akan menghasilkan NaOH (white liquor) sebagai larutan pemasak dan padatan CaCO3 atau disebut lime mud.

Unit penghasil cairan pemasak pulp yaitu white Liquor (WL) dengan proses reaksi Green Liquor dari Recovery Boiler dengan kapur tohor (Burn Lime) dari Lime Kiln. Proses ini dinamakan proses Recausticizing. Umpan Recaustizing Plant berasal dari CaCO3 sebagai bahan baku pembuatan lime dan green liquor dari recovery boiler. Di lime kiln terjadi kalsinasi yang mengkonversi CaCO3 menjadi CaO. CaO dari Hot Lime Silo kemudian bertemu dengan green liquor di Slaker yang telah melewati dua proses yang memisahkan dregs dan grits. Dregs dan grits akhirnya dikumpulkan di pengolahan limbah (landfill). Dari Slaker aliran memasuki causticizer dan menghasilkan white liquor. Sebelum dikirim ke digester, white liquor melewati eco filter yang memisahkannya dari weak white liquor. Sementara white liquor dikirim ke digester untuk membantu proses pemasakan, weak white liquor dikirimkan ke recovery boiler.Recausticizing plant terdiri dari 2 bagian proses, yaitu causticizing yang berfungsi untuk mengubah natrium karbonat (Na2CO3) menjadi natrium hidroksida (NaOH), dan calcining yang berfungsi untuk membakar lagi sludge atau lime mud yang dihasilkan pada proses kaustisasi pada rotary kiln sehingga diperoleh lime reburned untuk reaksi di slaker. White liquor untuk pemasak chip pada unit digester dihasilkan pada bagian ini.Proses pembuatan white liquor yang dihasilkan di recovery boiler (RB) dan direaksikan dengan kapur (CaO). Green liquor yang berasal dari RB tersebut mempunyai kandungan TTA (Total Titrable Alkali) yang tinggi (> 128 gpl), sehingga cairan pemasak yang dihasilkan mempunyai mutu yang baik, dengan indikasi tingginya nilai alkali aktif. Tahapanproses kaustisasi terdiri dari :1. Penjernihan green liquor dengan menggunakan green liquor clarifier.2. Green liquor yang telah jernih direaksikan dengan kapur (CaO) menjadi white liquor di dalam slaker. 3. White liquor dijernihkan dengan cara memisahkan lump

2.2.3.4. Lime Kiln PlantProses kalsinasi dapat diartikan sebagai proses pengubahan lime mud menjadi kapur yang reaktif atau CaO yang dilakukan pada lime kiln tipe rotary kiln. Proses yang diinginkan pada proses kalsinasi adalah CaCO3 + Panas CaO + CO2CaO yang terbentuk digunakan kembali pada unit rekaustisasi sedangkan gas CO2 sebagai hasil pembakaran lime mud dimanfaatkan pada unit PCC plant. Lime Kiln merupakan tungku berputar (rotary lime kiln) sebagai unit pengolah lumpur kapur (lime mud) dengan proses kalsinasi. Prosesnya adalah pembakaran lime mud didalam tunku berputar pada suhu 900-1000oC sehingga menghasilkan kapur tohor untuk digunakan kembali pada proses recausticizing. Bertujuan untuk membakar lumpur kapur (CaCO3) dari sisa reaksi kaustisasi dan batu kapur (lime stone) untuk memperoleh kembali kapur (CaO). Pembakaran lumpur kapur (lime mud) dan batu kapur (lime stone) dilakukan dengan menggunakan Rotary Lime Kiln.Batu Kapur (CaCO3) atau lime mud dipecah kecil - kecil dan dikeringkan kemudian didistribusikan ke seluruh permukaan lime kiln dan di panaskan. Terjadi reaksi CaCO3 menjadi CaO selanjutnya CaO yang terbentuk didinginkan.

Lime mud basah yang berasal dari lime mud filter dikeringkan dalam sebuah flash dryer. Lime mud kering tersebut mengandung kalsium karbonat masuk ke dalam rotary kiln, dimana terjadi pemanasan awal di bagian awal kiln dan kemudian dikonversi menjadi lime dengan reaksi yang disebut dengan proses kalsinasi, yaitu terbentuknya kalsium oksida (CaO).Calcination adalah penghilangan karbon dioksida (CO2) dari kalsium karbonat (CaCO3) menggunakan panas untuk membentuk kalsium oksida (CaO). Diagram alir lime kiln plant dapat dilihat pada Gambar 2.16. Proses pengeringan air (H2O) dari lime mud dan reaksi dapat ditunjukkan sebagai berikut :H2O (Moisture in lime mud) + Heat H2O (Gas evaporated into hot drying gas)CaCO3(Solid) + Heat CaO (Solid) + CO2(Gas)

Gambar 2.16 Diagram alir lime kiln plant

Sumber : APRIL, 2008

Rotary Lime Kiln

Rotary lime kiln merupakan tungku berputar yang berfungsi untuk membakar lime mud yang diumpankan, beroperasi secara counter-current, transfer panas berasal gas pembakaran yang kontak lansung dengan reburned lime. Kecepatan kiln, konsumsi bahan bakar, lime mud feed rate dan exhaust gas dari kiln merupakan parameter-parameter operasi yang penting pada lime kiln, yang digunakan untuk mengontrol produksi dan kualitas. Berikut ini merupakan flowchart lime kiln dapat dilihat pada Gambar 2.17.

LIME KILN 2 Lime Stone SiloLMCD FilterSLAKER tanksLIME KILN Calcination Reaction : CaCO3 + Heat -- CaO + CO2

Gambar 2.17 Diagram Alir Lime Kiln

Sumber : Pedoman Pemetaan Teknologi Untuk Industri Pulp dan Kertas, 2011

Larutan sisa pemasak pulp berupa Weak Black Liquor (WBL) dari proses pencucian dan penyaringan pulp mengandung bahan bahan kimia bermanfaat untuk digunakan kembali dalam proses pemasakan. Pengambilan kembali bahan kimia (chemical recovery) tersebut bertujuan untuk memperoleh bahan kimia pemasak, mendapatkan energi dari pembakaran lindi hitam dan memperkecil polutan udara dan air. Untuk mencapai tujuan tersebut dilakukan serangkaian langkah proses yaitu (a) Pemekatan WBL pada evaporator, (b) Pembakaran Heavy Black Liquor (HBL) pada recovery boiler, (c) recaustisizing dan (d) Kalsinasi CaCO3 pada lime kiln.Proses ini adalah proses pemekatan larutan WBL pada 3 Multiple Effect Evaporator tipe fall film evaporator hingga 71-74% yang disebut sebagai Heavy Black Liquor (HBL) yang mengandung padatan tersuspensi 70% Na2CO3, 30% NaOH dan N2S, dan 52% material anorganik serta 48% material organic. Pada proses pemekatan WBL, ditambahkan padatan garam (Na2SO4) untuk memperbaiki proses recovery Na2S.

2.2.3.5. NaOH dan Cl2 Plant

Bahan baku yang digunakan adalah garam (NaCl) yang dilarutkan dalam air murni, kemudian dielektrolisa sehingga menghasilkan NaOH, Cl2 & H2. Reaksi kimia yang berlangsung adalah : 2NaCl + 2H2O 2NaOH + Cl2 + H2

Gas Cl2 dan H2 sebagian dikirim untuk pembuatan HCl dan sebagian lagi dicairkan untuk penyimpanan. Selanjutnya sebagian NaOH dan Cl2 akan dikirim untuk pemutih (bleaching) pulp.

2.2.3.6. HCl Plant

Proses pembuatan larutan HCl adalah gas Cl2 dan gas H2 yang dihasilkan dari proses pembuatan NaOH dan Cl2 di atas, dibakar bersama-sama di unit HCl yang kemudian diserap dengan air akan membentuk larutan 32 % HCl.

2.2.3.7. NaOCI Plant

Unit Sodium Hypochlorite (NaOCI) dibuat untuk menampung gas-gas sisa dari produksi NaOH, ClO2 dan HCl di atas seperti gas H2 dan Cl2. Gas tersebut dikirim ke Hypo Tower untuk diserap dengan larutan soda dan akan terbentuk NaOCl, sehingga tidak ada gas yang terbuang karena dapat dimanfaatkan kembali.

2.2.3.8. ClO2 Plant

Proses produksi CIO2 melalui cara mereaksikan Sodium Chlorate (NaCIO3) dengan asam Khlorida (HCI). Larutan NaClO3 kuat (strong chlorate) dan HCl dicampur di dalam generator ClO2 yang akan membentuk gas ClO2, gas Cl2 dan NaCl. Gas ClO2 diserap dengan air untuk menghasilkan larutan ClO2 yang kemudian digunakan di unit pemutihan Pulp (Bleaching). Cairan yang keluar dari generator ClO2 mengandung NaClO3 yang tak bereaksi dan NaCl sebagai hasil samping. Cairan ini dinamakan weak chlorate yang kemudian dikembalikan ke system produksi NaClO3. Hasil samping lainnya yang berupa weak Cl2 dikembalikan ke system produksi HCl untuk pembuatan larutan HCl.

2.2.3.9. Gas SO2 Plant

Pembuatan gas SO2 adalah dengan meleburkan kepingan-kepingan sulfur dalam Melter (alat pelebur) yang dilengkapi dengan system pemanas steam coil, kemudian dipompakan ke Burner untuk membentuk gas SO2, kemudian didinginkan secara bertahap melalui Quench Vessel dan Secondary Cooler, kemudian gas SO2 tersebut diserap di dalam Absorber menggunakan air sehingga membentuk larutan SO2.

2.2.3.10. Asam sulfat (H2SO4) Plant

Larutan SO2 tersebut di atas kemudian diubah menjadi gas SO3 di Bed Converter yang berisi katalis Vanadium Pentoxide. Gas SO3 tersebut kemudian diserap dengan Asam sulfat, yang akan terlebur oleum yang mana akan terbentuk kembali asam sulfat setelah penambahan air.

2.2.3.11. Oxygen (O2), Nitrogen (N2) dan Argon (Ar) Plant

Produksi gas O2 (oksigen) berbahan baku udara bebas yang dilewatkan melalui air filter untuk menyaring kotoran/debu, kemudian dikompresikan pada Air Comp, serta didinginkan pada precooling system yang sama. Udara tersebut didinginkan kembali melewati cooling tower dan refrigerator hingga temperatur mencapai 10 0C, kemudian masuk ke purifier system untuk pengeringan dari uap air dan pembersih dari gas CO2 dan CnHn (metan). Udara bersih tersebut selanjutnya masuk ke distillation column dan dipisahkan menurut titik cairnya menjadi gas Nitrogen, Oxygen dan Argon (Ar). Gas Oxygen dari distillation column tersebut selanjutnya dikirim ke proses pembuatan pulp untuk membantu proses deligninasi, sedangkan gas Nitrogen dikirimkan ke bagian yang membutuhkan guna keperluan purging. Crude Argon Gas dari distillation column (95 %) dimurnikan lagi di Argon purification dengan menggunakan gas H2.

2.2.3.12. Ca(OH)2 (slaking of lime) Plant

Bahan baku Ca(OH)2 digunakan untuk menghasilkan kalsium karbonat, untuk memenuhi kebutuhan PCC Plant maka Ca(OH)2 tersebut akan diproduksi sendiri di dalam pabrik. Reaksi yang berlangsung dalam proses pembuatan Ca(OH)2 adalah sebagai berikut :CaO (s) + H2O (l) Ca(OH) 2 (s) + energiBurnt lime (CaO) terlebih dahulu dihaluskan di dalam crusher sampai menjadi powder supaya laju reaksinya dengan air lebih cepat. Debu yang dihasilkan dari proses penghancuran tadi dihisap dan debu yang dihasilkan pada saat memasukkan CaO ke hopper dihisap menggunakan extraction unit fan lalu disimpan di dalam lime silo.Kemudian CaO dari lime silo tadi dimasukan ke dalam slaker compartemenI untuk direaksikan dengan slaker water sehingga terbentuk Ca(OH)2 atau lime slurry beserta energi panas. Untuk mengurangi kotoran (impurities) di dalam lime slurry, maka di dalam lime slurry tadi diinjeksikan HCl. Kemudian kotorannya akan dipisahkan di dalam slaker compartemen II secara gravitasi dan dikumpulkan ke dalam armrool box. Over flow dari slaker compartement II diteruskan melewati coarse screen untuk memisahkan kotoran yang masih terbawa. Kotoran dilewatkan ke dalam waste dewatering classifier dan setelah dikurangi kadar airnya lalu kotoran tersebut ditampung kedalam waste skip. Sedangkan lime slurry atau Ca(OH)2 masuk ke dalam lime slurry tank. Selanjutnya lime slurry dipompakan melewati heat exchanger dan setelah itu masuk dan disimpan didalam lime batch tank dan diaduk secara kontinu dengan menggunakan agitator. 2.2.3.13. CaCO3 (carbonation of slaked lime) Plant

Proses carbonation of slaked lime berlangsung di dalam carbonator. Lime slurry dan Carbon Dioksida (CO2) yang merupakan bahan baku pada pembentukan Precipitated Calcium Carbonate. Gas CO2 diambil dari stack pada lime kiln plant yang dihisap melalui suction flue gas compressor. Sebelumnya CO2 akan mengalami penurunan temperatur di dalam quencher karena akan bersentuhan langsung dengan air sehingga temperature air akan menjadi panas. Untuk menaikkan pH, air panas diinjeksikan caustic soda (NaOH), lalu dipompakan ke dalam quencher cooling tower. Gas CO2 yang berada di dalam quencher dihisap melalui suction flue gas compressor dan dialirkan ke dalam carbonator. Gas CO2 yang masuk akan bereaksi dengan lime slurry (Ca(OH) 2) sehingga terbentuk calcium carbonate (CaCO3) dan air serta pelepasan energi.

Ca(OH) 2 (l) + CO2 (g) CaCO3 (l) + H2O (l) + Energi

Gas CO2 yang berlebih beserta energi hasil reaksi akan keluar dari carbonator dan kemudian masuk serta dibersihkan didalam demister sebelum keluar ke atmosfir. Setelah tercapai waktu yang dibutuhkan untuk bereaksi dengan sempurna, maka hasil dari carbonator dialirkan dan dipompakan ke dalam PCC batch tank lalu diaduk secara kontinyu menggunakan agitator agar tidak terjadi sedimentasi. Setelah itu carbonator dicuci dengan proces water dan dibuang ke saluran effluent air limbah. Precipitated calcium carbonate (PCC) slurry yang berada di dalam PCC Batch Tank dipompakan ke PCC product screen dengan ukuran diameter screen 45 m dan 32 m, lalu dialirkan dan masuk kedalam filler storage tank dan selanjutnya dipindahkan ke filler storage tank di area GCC Plant, lalu masuk ke dalam filler storage Tank di chemical preparation area. 2.2.3.14. Alumunium Sulphate Plant

Bahan baku pembuatan alumunium sulphate adalah air, asam sulphate dan alumunium hidroksida. Ketiga bahan baku tersebut dicampur dalam suatu reaktor, kemudian setelah bereaksi dialirkan ke dalam filter bertekanan. Produk yang dihasilkan dari dari filter bertekanan selanjutnya diencerkan sesuai kebutuhan dalam tanki, kemudian hasil produk ditimbun dalam tanki penimbunan alumunium sulphate.

2.2.3.15. Poly Alumunium Chloride (PAC) Plant

Proses pembuatan PAC adalah dengan melarutkan Al (OH)3 dan HCl dalam Air dalam reactor dan dipanaskan pada temperatur 1.500oC selama 4 jam. Selanjutnya produk yang sudah jadi di blow melewati cooler, kemudian ke pressure filer guna pembersihan dari excess Al(OH)3 dan produk masuk ke adjusting tank untuk proses QC.

2.2.4. Unit Pembangkit Tenaga Listrik

Unit pembangkit listrik (power plant) terdiri dari power boiler (PB) dan turbin generator (TG) dimana boiler berfungsi menghasilkan uap bertekanan (steam) yang akan digunakan sebagai tenaga penggerak turbin untuk menghasilkan tenaga listrik. Power Boiler terdiri dari PB-1 dan PB-2 yang menghasilkan uap bertekanan untuk menggerakkan TG-1 sampai dengan TG-6 dengan kapasitas terpasang 450,90 MW.

Unit pembangkit tenaga listrik terdiri atas Multi Fuel Boiler (MFB) dan Turbin Generator (TG). MFB adalah unit penghasil uap air bertekanan tinggi (High Pressure Steam-HPS) untuk Turbin Generator sebagai pembangkit listrik. Bahan bakar yang digunakan adalah bahan bakar bio (Bio Fuel) yaitu kulit kayu, cangkang sawit, LNG/CNG dan gas.

Steam yang dihasilkan total sebesar 21.557.920 ton/tahun, dengan besaran sebagai berikut: RB1= RB2 = RB3 masing-masing sebesar 5.235.480 ton/tahun; PB1 memproduksi steam sebesar 1.572.000 ton/tahun, sedangkan PB2 sebesar 4.099.680 ton/tahun dan PB2 sebesar 5.694.000 ton/tahun. Kebutuhan steam untuk proses cukup dipenuhi dari Recovery Boiler, untuk kebutuhan listrik kekurangannya dapat dipenuhi dari power boiler berbahan bakar kulit kayu.

Turbin generator (TB) merupakan unit pembangkit listrik tenaga uap yang dipergunakan proses produksi dan juga penerangan listrik di perumahan town site. Diagram Alir Proses Produksi Energi Listrik dapat dilihat pada Gambar 2.18.

Gambar 2.18. Diagram Alir Proses Produksi Energi Listrik

Gambar 2.19. Distribusi Power di PT.RAPP

Sumber : Dokumen Internal PT. RAPP, 2010 yang diolah

2.3. Energi dan Emisi CO2

2.3.1. Steam dan Power Generation

Pembangkit tenaga listrik di PT. RAPP menggunakan steam sebagai sumber pengerak turbinnya. Steam dihasilkan dari Multi Fuel Boiler dan Recovery Boiler yang berupa high pressure steam, medium pressure steam dan low pressure steam. Energi steam dan listrik merupakan faktor pendukung utama dalam industri pulp dan kertas. Produksi listrik rata-rata sebesar 40% diperoleh melalui kogenerasi steam dan sistem boiler menggunakan berbagai macam bahan bakar, dengan efisiensi bervariasi. 2.3.2. Penggunaan Bahan Bakar

Bahan bakar merupakan senyawa kimia yang dapat menghasilkan energi melalui perubahan kimia. Bahan bakar power boiler terdiri dari biomassa yang berasal dari proses pengulitan dan reject penyaringan serpih kayu (pin chips dan fines chips). Untuk menambahan nilai kalor pada biomassa biasanya dicampur dengan batubara.

Bahan bakar yang digunakan untuk penyediaan energi listrik dan energi panas di PT. RAPP dapat dilihat pada Gambar 2.20.

Gambar 2.20. Sumber bahan bakar PT. RAPP

Sumber : Dokumen Internal PT. RAPP, 2010 yang diolah

Gambar 2.21. Sumber bahan bakar minyak PT. RAPP

Sumber : Dokumen Internal PT. RAPP, 2010 yang diolah

Pola penggunaan bahan bakar sebagian besar menggunakan biomassa berupa black liqour sebesar 13.802 ton/hari, bark sekitar 3.870 ton/hari, sludge sekitar 173 ton/hari dan coal sekitar 312 ton/hari, sedangkan penggunaan MFO sekitar 530 m3/hari dan Diesel oil sekitar 4,7 m3/hari. Dengan demikian industri pulp dan kertas tersebut telah melakukan upaya pengurangan emisi CO2 dengan tidak menggunakan bahan bakar fosil hanya sekitar 1,72%.

Bahan bakar fosil umumnya terdiri dari unsur karbon (C) dan hidrogen (H). Pada pembakaran sempurna karbon dioksida menjadi karbon dioksida (CO2) dan hidrogen dioksida menjadi H2O dengan melepaskan sejumlah energi. Bila pembakaran berlangsung tidak sempurna maka karbon dioksida (CO2) menjadi karbon monoksida (CO) dan panas pembakaran yang dihasilkan berkurang menjadi sekitar 54% dari energi yang terkandung dalam karbon tersebut. Pada kondisi pembakaran tak sempurna seperti ini sejumlah energi ikut terbuang ke cerobong. Disamping kerugian energi pembakaran tak sempurna juga menimbulkan pencemaran udara yang hebat yaitu CO yang berbahaya bagi manusia.

Panas laten uap air mengubah H2O dari cair menjadi uap pada suhu yang sama, misalnya 100oC memerlukan energi sebanyak 2,3 MJ/kg atau sama dengan 540 kcal/kg. Adanya H2O dalam bahan bakar maupun dari hasil pembakaran H2 yang terdapat dalam bahan bakar akan menambah kerugian energi yang disebut kerugian panas laten H2O.

Kerugian energi panas laten H2O ini lebih dominan pada bahan bakar yang mempunyai H2O kandunaha H2 tinggi seperti pada bahan bakar gas. Oleh karena itu adanya unsur hidrogen dalam suatu bahan bakar dapat diketahui dari perbedaan antara Nilai kalor gas dan Nilai kalor Net-nya. Semakin tinggi H2 dalam bahan bakar semakin besar perbedaan Nilai kalori gross (HHV) dan Nilai kalor Net-nya (LHV) seperti yang ditunjukkan dalam Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Perbandingan HHV dan LHVuntuk berbagai jenis bahan bakarBahan bakarH2 (%)HHV/LHV

Gas Bumi780,90

BBM120,94

Batu Bara50,98

Sumber : Pedoman Pemetaan Teknologi Untuk Industri pulp dan Kertas, 2011

2.3.3. Konsumsi Energi Listrik dan Konsumsi Energi Panas

Mengingat pentingnya peranan energi dalam kehidupan baik sebagai individu maupun sebagai bangsa, maka perlu untuk mengetahui upaya-upaya yang perlu dilakukan dalam rangka meningkatkan efisiensi penggunaan energi atau biasa disebut dengan konservasi energi. Bagi negara berkembang seperti Indonesia biaya energi sebagai bagian dari biaya proses produksi menjadi penting. Penghematan energi berarti mengurangi biaya produksi, menambah daya saing dan keuntungan untuk program pengembangan produktivitas perusahaan. Komitmen pimpinan puncak atau pengambil keputusan merupakan faktor utama dalam program konservasi energi. Untuk menghemat energi, pimpinan perusahaan pertama-tama harus mengetahui informasi tentang potret penggunan energi tersebut, langkah pertama adalah menyususn rencana kerja konservasi energi dengan memperhatikan urutan prioritas. Data tentang penggunaan energi tahunan sangat diperlukan oleh manajer untuk mengetahui pola dan kecenderungan penggunaan energi, serta mengetahui berhasil tidaknya program konservasi energi yang dilakukan. Cara terbaik untuk mengetahui kecenderungan keberhasilan program konservasi energi adalah dengan mengetahui kecenderungan intensitas konsumsi energi spesifik. Konsumsi energi spesifik adalah jumlah energi yang digunakan oleh unit produksi untuk menghasilkan sejumlah produksi atau perbandingan antara input energi dengan output (produksi) yang dihasilkan.

Intensitas energi dinyatakan sebagai berikut:Intensitas energi = kebutuhan energi bahan bakar (TJ/tahun) /kapasitas produksi (ton /tahun)

Kegiatan audit energi yang dilakukan secara periodik dapat memberikan beberapa keuntungan, yaitu: dapat memperkirakan konsumsi energi yang akan datang. dapat digunakan untuk menelusuri kinerja suatu proses atau peralatan produksi. memperoleh profil konsumsi energi. mengetahui konsumsi dan biaya energi terhadap kapasitas produksinya.

Berdasarkan UU No. 30 Tahun 2007 Pasal 25 menyatakan bahwa konservasi energi nasional merupakan tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah, pengusaha dan masyarakat. Legalitas hukum ini diperkuat lagi dengan PP No. 70 Tahun 2009 Pasal 11 dan 12. Secara tegas Pasal 12 PP No. 70 Pasal 12 mewajibkan pemakai energi setara atau lebih besar dari 6.000 TOE wajib melakukan konservasi energi melalui manajemen energi.Industri pulp dan kertas merupakan salah satu industri yang menggunakan energi secara intensif. Jumlah energi yang digunakan industri tersebut bergantung kepada jenis proses yang digunakannya. Sebagian besar energi pada industri pulp dan kertas, sekitar 80% merupakan energi termal dalam bentuk uap yang didapatkan dari pembakaran bahan bakar, sedangkan sisanya berupa energi listrik. Industri pulp di Indonesia dapat menyediakan sendiri energi yang diperlukan untuk menggerakkan operasi pabrik melalui sistem kogenerasi (cogeneration system), sebagian besar energi tersebut bersifat selfgenerating. Bahan bakar untuk memenuhi kebutuhan energi termal sekitar 56% didapatkan dari produk samping yaitu lindi hitam (black liquor), kayu, dan biomassa lainnya. Pada pabrik pulp hanya ada 2 jenis boiler yaitu Recovery boiler dan Power boiler. Sekitar 70% energi dipasok dari recovery boiler sedangkan sisanya dipasok dari power boiler.

2.3.4. Energi Listrik

Konsumsi energi listrik yang digunakan pada unit operasi, seperti yang disajikan dalam Tabel 2.6. Konsumsi energi listrik yang tertinggi di unit Chemical Plant yaitu sebesar 202,495 kWh/ADt, Digester sebesar 205,956 kWh/ADt, selanjutnya di unit Bleaching sebesar 191,950 kWh/ADt dan yang terkecil di unit Recausticyzing dan Evaporator, berturut-turut adalah sebesar 14,241 kWh/Adt dan 21,338 kWh/Adt. Distribusi konsumsi energi listrik tersebut disajikan dalam Gambar 2.22.

Tabel 2.6. Konsumsi listrik (kWh/ton)NoUnit proseskWh/ton

1Chipper29,72

2Digester205,96

3Bleaching191,95

4Pulp machine116,82

5Evaporator21,34

6Recovery Boiler81,62

7Power Boiler83,08

8Recausticyzing14,24

9Chemical Plant202,50

10Water treatment plant20,16

11Effluent treatment plant41,03

12Lain-lain11,61

Total1020

14Paper mill630

Total1650

Sumber : Dokumen Internal PT. RAPP, 2010

Gambar 2.22. Distribusi konsumsi energi listrik (kWh/ADt)Sumber : Dokumen Internal PT. RAPP, 2010 yang diolah

Gambar 2.23. Konsumsi energi listrik spesifik (kWh/ADt) dan Total (MWh) di Pulp Mill

Sumber : Dokumen Internal PT. RAPP, 2010 yang diolah

Gambar 2.24. Konsumsi energi listrik spesifik (kWh/ADt) dan Total (MWh) di Paper Mill Sumber : Dokumen Internal PT. RAPP, 2010 yang diolah

2.3.4.1.1. Energi pada Penanganan dan Penyiapan kayu

Penanganan dan penyiapan kayu sebagian besar menggunakan energy listrik, yang digunakan untuk menggerakkan motor pada debarker, chipper, conveyor, dan chip screen. Chipping dan conveying menghabiskan energi paling banyak, sekitar tiga kali lipat energy yang digunakan oleh debarking. Intensitas konsumsi energi listrrik di unit penanganan dan penyiapan kayu sebesar 29,72 kWh/ADt.

Konsumsi energi listrik dari wood yard, yang meliputi log handling, conveying, slasing, debarking, chipping, chip screening, chip storing, bark handling, sekitar 10 kWh/m3 sob (kayu berkulit atau log) atau 45 kWh/ADt (menurut negara Nordic). Konsumsi energi panas rata-rata sekitar 0,3-0,5 GJ/ADt.

2.3.4.1.2. Energi Pada Proses Pembuatan Pulp

Kinerja digester perlu ditinjau melalui data-data terkait, yang mencakup aliran masuk dan keluar digester. Data yang diperoleh merupakan data harian selama bulan Februari 2011. Produksi pulp harian selama bulan Maret 2011 disajikan pada Gambar 2.25. Gambar tersebut menunjukkan bahwa konsumsi energi spesifik harian mengalami fluktuasi yang tidak terlalu jauh dengan nilai rata-rata sebesar 1,37 GJ/Adt.

Gambar 2.25. Konsumsi Energi Spesifik (GJ/ADt)Sumber : Dokumen Internal PT. RAPP, 2010 yang diolah

Pada pembuatan pulp, pengguna energi terbesar adalah evaporator. Energi digunakan dalam bentuk steam untuk memekatkan lindi hitam. Pengguna energi terbesar kedua dalam proses pembuatan pulp adalah proses pemasakan. Dalam hal ini energi digunakan dalam bentuk steam untuk memanaskan campuran liquor dan chip. Konsumsi energi listrik di evaporator adalah sebesar 21,34 kWh/ADT.

Selain bahan baku, untuk menghasilkan produk pulp yang sesuai dengan spesifikasi, diperlukan energi untuk melangsungkan proses pemasakan. Energi yang diperlukan terbagi menjadi dua, yaitu steam untuk pemasakan dan energi listrik yang digunakan untuk mengalirkan umpan chips melalui conveyor dan pompa untuk sikulasi cairan pemasak. Produksi pulp memerlukan bahan baku berupa chips dan white liquor sebagai cairan pemasak. Namun demikian, selama pemasakan terjadi sirkulasi black liquor yang bercampur bersama white liquor dalam aliran yang menuju digester. Adapun umpan rata-rata yang diperlukan untuk produksi pulp perharinya adalah 1,49 ton chips/ADt dan 1,68 m3 white liquor/ADt.

Gambar 2.26. Konsumsi Bahan Baku untuk Produksi PulpSumber : Dokumen Internal PT. RAPP, 2010 yang diolah

Pabrik pulp di Indonesia dapat menyediakan sendiri energi yang diperlukan untuk menggerakkan operasi pabrik melalui sistem kogenerasi (cogeneration system). Energi yang disediakan berupa energi panas dalam bentuk uap maupun energi listrik untuk menggerakkan mesin-mesin. Di pabrik pulp hanya ada 2 jenis boiler yaitu yaitu recovery boiler dan power boiler. Sekitar 70% energi dipasok dari recovery boiler sedangkan sisanya dipasok dari power boiler.Bahan bakar recovery boiler diperoleh dari lindi hitam yang merupakan cairan hasil reaksi antara bahan kimia pemasak (lindi putih) dengan bahan baku kayu. Cairan ini diperoleh dari proses pembuatan pulp setelah melalui pemekatan. Penyediaan energi pada recovery boiler merupakan salah satu siklus dari proses pemulihan kembali bahan kimia pada proses pembuatan pulp kraft.

PowerLPS

Panas sekunder (air)Kondensat

HPSLIME KILN 2 Lime Stone SiloLMCD FilterSLAKER tanksLIME KILN Calcination Reaction : CaCO3 + Heat -- CaO + CO2

HPS : high pressure steam (62 100 bar, 460 500 oC)MPS : medium pressure steam (12,5 bar, 205 oC)LPS : low preessure steam (4,1 bar, 145 oC)

Gambar 2.27. Distribusi Energi pada Proses Pembuatan PulpSumber : Pedoman Pemetaan Teknologi Untuk Industri Pulp dan Kertas, 2011

Selain bahan baku, untuk menghasilkan produk pulp yang sesuai dengan spesifikasi, diperlukan energi untuk proses pemasakan. Energi yang diperlukan terbagi menjadi dua, yaitu steam untuk pemasakan dan energi listrik yang digunakan untuk mengalirkan umpan chips melalui conveyor dan pompa untuk sikulasi cairan pemasak.

Konsumsi listrik rata-rata harian adalah sebesar 60,44 kWh/ADt, sedangkan konsumsi rata-rata steam tekanan sedang adalah 2,4658 ton/Adt pulp dan steam tekanan rendah 0,4110 ton/Adt pulp.

Menurut negara Nordic konsumsi energi listrik pada pemasakan sistem batch sekitar 30-45 kWh/ADt, sedangkan kebutuhan energi panas (steam) sekitar 1,4-1,6 GJ/ADt (MP steam) dan sebesar 0,3-0,4 GJ/ADt (LP steam).

2.4.3.1.3 Energi pada Proses Bleaching

Energi yang diperlukan untuk proses bleaching bervariasi tergantung pada tipe peralatan dan sistem kontrol yang digunakan. Proses bleaching sebagian besar menggunakan energi dalam bentuk steam untuk mendorong pemutihan pulp dan pemisahan lignin. Sebagian besar energi listrik digunakan untuk pemompaan; pencampuran dan pengadukan serta proses-proses mekanik lainnya.

Intensitas energi listrrik di unit Bleaching sebesar 107,102 kWh/ADt. Konsumsi energi panas (steam) di unit Bleaching sebesar 0,8219 ton steam/ADt untuk Low Pressure Steam (LPS) dengan kebutuhan sebesar 20 ton/jam. Sebagai acuan menurut kajian negara Nordic konsumsi energi listrik di unit Bleaching sekitar 40-50 kWh/ADt dan konsumsi steam 0,4-0,5 GJ/ADt (LP steam). Konsumsi steam tergantung pada sistem bleaching, dengan sistem ECF sebesar 0,40,6 GJ/ADt (LP steam) dan konsumsi energi listrik sekitar 80 120 kWh/ADt. Konsumsi energi listrik dan konsumsi energi panas untuk sistem ECF lebih besar dibandingkan dengan sistem total chlorine free (TCF).

2.4.3.1.4. Energi pada Proses Chemical Recovery

Pengguna energi terbanyak pada proses Chemical Recovery adalah evaporator. Sebagai acuan menurut kajian negara lain konsumsi energi spesifik di unit Chemical Recovery dapat dilihat pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7. Konsumsi Energi Spesifik pada Proses Chemical RecoveryUnit ProsesType Energy

FuelElectricitySteam

Evaporation-0,083,78

Recovery Boiler0,950,18-

Recausticizing--1,02

Calcining1,980,05-

Total Energy Imtensity2,930,314,8

Sumber : Pedoman Pemetaan Teknologi Untuk Industri Pulp dan Kertas, 2011

a) EvaporatorPada unit evaporator konsumsi energi listrik sangat kecil hanya untuk menggerakan pompa, yaitu sebesar 28,08 kWh/ADt dan sebagian besar adalah energi panas (steam). Konsumsi energi panas di unit evaporator sebesar 2,7534 ton steam/ADt untuk Low Pressure Steam (LPS) dan total yang digunakan 2,7534 ton steam/Adt, sedangkan kebutuhan total adalah 67 ton/jam.

Konsumsi steam pada evaporator tergantung pada jumlah effect, temperatur weak black liquor (normalnya 90oC) dan kandungan total padatan serta kondisi strong black liquor. Konsumsi steam dapat dikurangi pada multiple effect evaporator dengan meningkatkan jumlah efek pada sistem. Selain itu, penggunaan Falling Film Evaporator lebih menguntungkan jika dibandingkan dengan Rising Film Evaporator, karena tahanan akibat fouling akan berkurang. Sebagai acuan menurut kajian negara Nordic konsumsi energi listrik dan energi panas di unit Evaporator dapat dilihat pada Tabel 2.8

Tabel 2.8. Kebutuhan listrik pada evaporatorJumlah Efek evaporatorKebutuhan ListrikMJ/ton AirKebutuhan ListrikkWh/ton Air

5530+5702,1+3,0

6450+4702,2+3,0

7380+4202,3+3,0

Sumber: Chemical Pulping, Finland, 2000

b) Recovery Boiler

Recovery boiler mengkonsumsi sekitar 1,13 juta Btu per ton pulp dalam bentuk bahan bakar dan listrik. Akan tetapi boiler tersebut memproduksi 9 hingga 15 kali lipat energi dalam bentuk panas, yang digunakan untuk memproduksi steam dan listrik. Recovery Boiler mempunyai kapasitas sebesar 1.300 TDS/hari dan menghasilkan steam sebesar 185 ton/jam steam. Sistem udara adalah Quaternary air system

Intensitas energi listrik di unit Recovery Boiler sebesar 98,3425 kWh/ADt. Konsumsi energi panas di unit Recovery Boiler sebesar 0,4932 ton steam/ADt (MPS) dengan jumlahnya sebesar 12 ton/jam, sedangkan konsumsi steam LPS 0,4110 ton steam/Adt dengan jumlahnya sebesar 10 ton/jam. Dengan demikian total intensitas steam sebesar 0,9041 ton steam/ADt atau steam generation sebesar 3,14 t/tds. Efisiensi Multi Fuel Boiler sebesar 79,04%.

c) Recaustization dan Lime Kiln

Pada Rekaustisasi jumlah energi relatif kecil dibandingkan dengan energi yang digunakan pada unit chemical recovery lainnya. Steam digunakan untuk memanaskan air make up pada pelarutan green liquor, dan pemanasan green liquor pada slaker. Selain itu steam juga digunakan untuk memanaskan white liquor sebelum dialirkan ke digester.

Kalsinasi merupakan proses endotermik yang memerlukan sekitar 2,2 juta Btu bahan bakar per ton pulp. Lime kiln digunakan untuk mengeringkan lumpur kapur (lime mud), memanaskan lime hingga temperatur reaksi, dan mensuplai panas yang diperlukan untuk reaksi. Pada pembakaran di unit Kalsinasi panas disupplay melalui pembakaran langsung bahan bakar yang biasanya berupa gas atau minyak bakar.

Konsumsi energi listrik di unit Recaustization sebesar 18,563 kWh/Adt, sedangkan konsumsi energi panas di unit Recaustization sebesar 0,2055 ton steam/ADt (LPS), sehingga total konsumsi steam sebesar 0,2055 ton steam/Adt dan jumlahnya sebesar 5 ton/jam.

Menurut negara Nordic konsumsi energi listrik pada FD (Forst draft) dan ID (Induced draft) sekitar 15-20 kWh/ton dry solid, sedangkan untuk pompa, agitator, ESP (Electrostatic precipitator) kebutuhan energi panas (steam) sekitar 4-5 kWh/ton dry solid. Total konsumsi listrik adalah sekitar 55 kWh/ADt.

2.4.3.1.5. Energi pada Unit Chemical Plant

Konsumsi energi listrik di unit Chemical Plant sekitar 271,345 kWh/ADt, sedangkan konsumsi energi panas sebesar 0,2055 ton/ADt denga kapasitas energi panas 5 ton/jam (LPS). Sebagai contoh acuan konsumsi listrik dan panas dapat disajikan pada Tabel 2.9.

Tabel 2.9. Konsumsi listrik dan panas untuk produksi chemical bleachingChemicalPower kWh/t (100%)Steam GJ/t

Peroxide3802,0 (MP)

Ozon120000

NaOH300-23000,3

Oxygen8000,6

Integrated ClO28450-2309 (MP) + 32 (LP)

ClO220012

SO2270,7

Sumber: Chemical Pulping, Finland, 2000

2.4.3.2. Energi Panas (Steam)

Selain energi listrik juga digunakan energi panas (steam) yang dihasilkan dari Recovery Boiler dan Power Boiler. Sebagian besar energi panas digunakan untuk keperluan proses produksi (Digester, Pulp Machine, Bleaching dan Paper Machine), Chemical Plant dan Evaporator. Kebutuhan steam untuk proses cukup dipenuhi dari Recovery Boiler, untuk kebutuhan listrik kekurangannya dapat dipenuhi dari power boiler berbahan bakar kulit kayu.

Energi panas (steam) yang dihasilkan dari dari Recovery Boiler sebagian besar dalam bentuk high pressure steam paling besar sebesar 286 ton/jam (46,2%) dan medium pressure steam sebesar 154 ton/jam (24,8%), sedangkan low pressure steam sebesar 180 ton/jam (29,0%) . Komposisi steam yang dihasilkan dapat dilihat pada Gambar 2.28, sedangkan distribusi produksi steam dari power plant dapat dilihat pada Gambar 2.29.

Gambar 2.28. Produksi steamSumber : Dokumen Internal PT. RAPP, 2010 yang diolah

Gambar 2.29. Distribusi Konsumsi Energi Panas (steam)Sumber : Dokumen Internal PT. RAPP, 2010 yang diolah

Konsumsi steam pada unit Recovery dan utilitas paling tinggi yaitu sebesar 46% (HPS), sementara pada LPS sebesar 29% dan pada MPS sebesar 25%. Untuk penggunaan MPS tertinggi ada pada digester dan brownstock (2,466 ton/Adt pulp), sementara penggunaan LPS tertinggi digunakan pada Evaporator (2,753 ton/Adt pulp). Penggunaan terendah untuk MPS terdapat pada power boiler (0,206 ton/Adt pulp) dan untuk LPS digunakan pada unit chemical plant, recausticizing dan feed water treatment (masing-masing sebesar 0,206 ton/Adt pulp).

2.4.3.2.1 Energi Panas pada Proses Pembuatan Pulp

Gambar 2.30. Konsumsi Steam (ton steam/ton) di unit DigesterSumber : Dokumen Internal PT. RAPP, 2010 yang diolah

Energi panas pada unit pembuatan pulp (digester) berdasar pengamatan selama satu bulan menunjukkan angka yang hampir konstan baik itu MP steam maupun LP steam. Untuk MP steam berada pada kisaran 2,25 2,75 ton/Adt, se