7 PEMBAHASAN UMUM 7.1 Sifat-sifat ikan yang menjadi acuan dalam modifikasi konstruksi fyke net Permintaan masyarakat dunia akan ikan karang terus meningkat sementara ekosistem terumbu karang juga terus terdegradasi akibat aktivitas penangkapan yang secara langsung maupun tidak langsung merusak terumbu karang sehingga membuat upaya untuk pencarian alat penangkap ikan alternatif yang cukup efektif untuk menangkap ikan karang tanpa merusak terumbu karang sebagai habitat ikan yang menjadi target penangkapan harus terus diupayakan. Oleh karena sifatnya yang khas ikan karang hanya dapat ditangkap dengan menggunakan alat penangkap yang bersifat pasif misalnya gillnet dasar, bubu, pancing dan sero agar tidak terjadi perusakan terumbu karang. Fyke net adalah alat penangkapan ikan yang juga bersifat pasif, berupa perangkap seperti bubu tetapi tidak menggunakan umpan sebagai media pemikat dan memiliki sayap seperti pada sero yang digunakan untuk menggiring ikan. Pada penelitian ini fyke net diujicoba untuk menangkap ikan karang. Untuk itu dibuat satu unit fyke net dengan desain yang serupa dengan bentuk aslinya dengan dimensi panjang 5 m, lebar 1,8 m dan tinggi 1,2 m yang ditopang oleh rangka yang terbuat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
7 PEMBAHASAN UMUM
7.1 Sifat-sifat ikan yang menjadi acuan dalammodifikasi konstruksi fyke net
Permintaan masyarakat dunia akan ikan karang terus
meningkat sementara ekosistem terumbu karang juga terus
terdegradasi akibat aktivitas penangkapan yang secara
langsung maupun tidak langsung merusak terumbu karang
sehingga membuat upaya untuk pencarian alat penangkap
ikan alternatif yang cukup efektif untuk menangkap ikan
karang tanpa merusak terumbu karang sebagai habitat
ikan yang menjadi target penangkapan harus terus
diupayakan. Oleh karena sifatnya yang khas ikan karang
hanya dapat ditangkap dengan menggunakan alat penangkap
yang bersifat pasif misalnya gillnet dasar, bubu,
pancing dan sero agar tidak terjadi perusakan terumbu
karang.
Fyke net adalah alat penangkapan ikan yang juga
bersifat pasif, berupa perangkap seperti bubu tetapi
tidak menggunakan umpan sebagai media pemikat dan
memiliki sayap seperti pada sero yang digunakan untuk
menggiring ikan. Pada penelitian ini fyke net diujicoba
untuk menangkap ikan karang. Untuk itu dibuat satu
unit fyke net dengan desain yang serupa dengan bentuk
aslinya dengan dimensi panjang 5 m, lebar 1,8 m dan
tinggi 1,2 m yang ditopang oleh rangka yang terbuat
154
dari baja 12 dan 10 mm yang dilindungi dengan cat dan
diselimuti dengan dinding jaring PE bermata 0,75 inci.
Seperti hal yang telah dibahas pada bab terdahulu
bahwa ikan demersal pada malam hari umumnya berada di
dekat dasar perairan, yaitu pada kisaran hingga 2 m di
atas dasar perairan dan sebagian besar berada pada
kisaran hingga 1,2 m yang mungkin karena keterbatasan
dalam orientasi ruang (Holzman et al. 2007). Hal inilah
yang menjadi dasar penentuan tinggi fyke net pada
konstruksi awal untuk penangkapan ikan karang. Namun
pada kenyataan dilapangan bahwa pada siang hari ikan
karang untuk jenis tertentu bergerak di dalam kolom air
yang jauh berada di atas kisaran tersebut sehingga
timbul pemikiran untuk menambah ketinggian pada
konstruksi alat tersebut agar semakin banyak jenis ikan
yang dapat tertangkap terutama untuk ikan-ikan yang
besifat diurnal.
Untuk tidak merusak terumbu karang, alat tersebut
dioperasikan dipaparan pasir sebelah luar tubir karang
yang menjorok kearah laut lepas pada kedalaman antara 7
hingga 10 m dan ternyata hasilnya pada minggu pertama
pengoperasian sesuai dengan hipotesis nol yaitu sama
sekali tidak menangkap ikan demersal maupun ikan
karang. Menurut para nelayan hal ini terjadi karena
bau jaring masih terasa oleh ikan namun setelah
dilakukan pengamatan bawah air ternyata ada ikan yang
tertangkap di dalam fyke net tersebut tetapi dapat dengan
155
mudah keluar kembali terutama pada saat alat tersebut
diangkat ke permukaan untuk dilakukan pemantau hasil
tangkapan. Hal ini disebabkan oleh bukaan mulutnya
yang terlalu besar dibandingkan ikan yang ada, yaitu 90
x 45 cm atau karena tidak adanya jeruji (trigger) yang
mampu menahan keluarnya ikan-ikan yang sudah masuk
tersebut.
Penambahan jeruji dari bambu pada pintu masuk fyke
net kemudian dilakukan tetapi setelah dievaluasi selama
beberapa minggu ternyata tidak membawa banyak
perubahan. Dari hasil pemantauan oleh para penyelam
ternyata banyak ikan yang berkeliaran di sekitar alat
tersebut tetapi tidak mau masuk mungkin karena telah
ada jeruji yang menghalang masuknya ikan atau perlu ada
mekanisme yang dapat memaksa ikan-ikan tersebut untuk
masuk. Agar ada mekanisme yang membuat ikan masuk,
pemberian umpan merupakan salah satu pilihan tetapi
mekanisme tersebut tidak dipilih karena hal itu berarti
fyke net tersebut sudah berubah menjadi bubu.
Menurut Furevik (1994) ada dua mekanisme yang
membuat ikan masuk ke fyke net yaitu sifat “nearfield” dan
“ingress” pada ikan tetapi tidak ada penjelasan yang
lebih detail tentang kedua sifat tersebut dan bagaimana
cara kerjanya. Oleh sebab itu diputuskan untuk mencoba
mekanisme yang ada pada “playground” yang mungkin dapat
memperbesar peluang mendapatkan hasil tangkapan.
156
Fyke net yang baru kemudian dibuat dengan konstruksi
yang baru, yaitu dengan penambahan playground di depan
fyke net dengan alasan bahwa playground tersebut sesuai
dengan namanya berfungsi sebagai tempat ikan bermain
dengan pintu yang besar membuat ikan tidak menyangka
bangunan itu sebetulnya adalah perangkap yang oleh
betuknya yang unik membuat ikan yang bermain didalamnya
akan selalu diarahkan kepada pintu berikutnya yang
merupakan pintu perangkap dengan corong dan jeruji yang
akan menjadikannya pintu satu arah kearah dalam.
Diameter rangka baja ditambah menjadi setebal 14 dan 12
mm agar alat lebih kokoh tetapi dengan konsekuensi
adanya penambahan bobot alat. Penambahan bobot alat
diantisipasi dengan penambahan penggunaan pelampung.
Selama persiapan fyke net yang kedua, alat tersebut
disimpan di tepi pantai pada kedalaman 1 m. Pada siang
hari terlihat ikan-ikan Lutjanus fulviflamma berkeliaran
disekitar alat, dibawah perahu pada daerah yang teduh
atau dibawah buah kelapa yang hanyut. Ternyata sifat
inilah yang dinamakan nearfield, (tertarik kepada benda
asing yang berada didekatnya). Ternyata ikan-ikan yang
menunjukkan sifat tersebutlah yang kemudian banyak
tertangkap oleh fyke net, misalnya lepu (Pterois volitans),
Lutjanus fulviflamma, Abudafduf vaigiensis dan mungkin pada
leiognathus bindus dan Plotosus lineatus.
Pada hari pertama pengoperasian fyke net desain
kedua ternyata langsung mendapat ikan walaupun jumlah
157
hasil tangkapan per trip masih jauh di bawah harapan,
yaitu kurang dari 5-8 kg per hari operasi (Hemingway
dan Elliott 2002) yang merupakan hasil tangkapan fyke net
di tempat asalnya. Sungguhpun demikian, anggapan
bahwa kurangnya hasil tangkapan disebabkan oleh ikan
yang akan menghindar apabila jaring yang digunakan
masih baru, dapat dipatahkan. Playgraound ternyata
cukup efektif menahan keluarnya ikan. Namun timbul
masalah baru karena fyke net pertama dan kedua masing-
masing menangkap seekor penyu hijau yang besar. Fyke net
pertama dinyatakan gagal dan langsung dibongkar
sedangkan pada fyke net kedua yang memberi hasil
tangkapan lebih baik dilakukan modifikasi pada pintu
playground-nya yang semula berukuran 150 x 20 cm dengan
sekat dari tali membagi pintu tersebut menjadi 7 bagian
yaitu dua pintu teratas berukuran 15 x 15 cm, kemudian
empat pintu berukuran 20 x 15 cm dan satu pintu
terbawah berukuran 40 x 15 cm sehingga ukurannya lebih
kacil agar penyu tidak dapat masuk. Pintu terbawah
dibuat lebih besar agar ikan karang lebih mudah masuk,
sedangkan pintu atas dibuat kecil agar penyu yang
selalu datang dari atas tidak dapat masuk.
Permasalahan lain yang timbul adalah bobot alat yang
semakin berat oleh organisme yang menempel pada jaring
membuatnya semakin sulit untuk dioperasikan. Selain
itu bingkai baja walaupun telah dilindungi dengan cat
ternyata berkarat dan membuat jaring yang terkena karat
158
menjadi rapuh dan mudah sobek. Hal inilah yang membuat
fyke net ketiga didesain dari bahan yang ringan dan tidak
berkarat.
Fyke ketiga terbuat dari rangka pipa PVC yang
dihubungkan dengan tali membuatnya lebih ringan dan
lebih tahan terhadap air laut. Hanya saja hasil
tangkapannya tidak semakin baik bahkan sering lebih
sedikit dibandingkan hasil tangkapan fyke net kedua (hal
ini mungkin disebabkan dimensi fyke net ketiga yang lebih
kecil dari dimensi fyke net kedua), hingga suatu saat
pada akhir penelitian ini alat tersebut dipasang pada
saluran air sebuah tambak yang airnya sedang dikuras
habis. Saat air tambak masih tinggi terlihat banyak
ikan belanak (Mugil sp) yang melompat di dekat pintu
air, tetapi setelah semua air keluar ternyata tidak
ditemukan seekorpun ikan belanak yang terperangkap di
dalam fyke net tersebut. Kemudian ditemukan penyebabnya,
yaitu bingkai depan fyke net tersebut terganjal oleh batu
sehingga ada saluran kecil di bawah alat ini tempat
ikan-ikan tersebut dapat meloloskan diri. Hal ini
terbukti setelah memindahkan batu tersebut pada hari
berikutnya didapatkan 25 ekor belanak dengan ukuran 20
– 30 cm. Ternyata inilah sifat “ingress” (menerobos)
pada ikan tersebut. Inilah mekanisme yang dapat
digunakan untuk membuat ikan masuk ke pintu fyke net.
Mekanisme tersebut dapat ditimbulkan dengan cara
membuat seolah-olah pintu masuk tersebut adalah saluran
159
keluar tempat ikan dapat meloloskan diri. Hal tersebut
dapat dilakukan dengan cara membuat corong saluran
pintu masuk dari jaring yang bermata kecil sehingga
dapat menimbulkan aliran air laminar di dalam corong
yang mengarah kedalam. Agar aliran air yang masuk
tersebut cukup deras maka dinding jaring di ruang dalam
harus bermata cukup besar sehingga air yang berada di
dalam ruangan mudah untuk keluar. Hal ini barulah
sebuah hipotesis tetapi kondisi tersebut juga terjadi
pada “pass” yaitu parit yang terdapat di paparan karang
tempat yang menjadi alur ruaya ikan keluar atau masuk
ke laguna. Hal ini terjadi karena saat pasang maupun
surut pada tempat tersebut terdapat arus yang
terkonsentrasi dan mengalir lebih cepat dibandingkan
arus disekitarnya (Barlow 1981).
Ikan karang memiliki teritori dengan jarak jelajah
yang sempit pada saat mereka aktif mencari makan namun
setiap jenis ikan tentu memiliki kisaran yang berbeda-
beda. Hal tersebut diuji dalam penelitian ini dengan
menempatkan fyke net yang menghadap tubir karang dengan
ujung sayapnya berada sejauh 5 m dari tubir tersebut
dan di paparan lamun di dalam laguna karang. Dari
hasil tangkapan didapatkan bahwa ternyata Myripristis
pralinia yang pada siang hari jarang terlihat karena
bersembunyi di gua-gua karang yang gelap pada malam
hari tertangkap oleh fyke net yang menandakan bahwa pada
malam hari ikan ini keluar dari persembunyiannya dengan
160
jarak yang cukup jauh. Ikan-ikan ekonomis penting yang
aktif pada malam hari misalnya kerapu dan kakap mungkin
saja tidak tertangkap oleh fyke net karena mungkin di
tempat alat ini terpasang sudah tidak terdapat lagi
ikan-ikan tersebut. Untuk membuktikan hal ini
dilakukan beberapa kegiatan pemancingan dasar pada
malam hari di sekitar lokasi penelitian dan ternyata
ikan-ikan yang tertangkap umumnya adalah kerapu
(Epinephelus sp.) kakap (Lutjanus sp.) dan lencam (Lethrinus
sp.) yang masih kecil.
7.2 Konstruksi fyke net
Fyke net di tempat aslinya adalah alat penangkap
ikan peruaya (sidat, herring dan salmon) karena alat
ini dioperasikan pada alur ruaya ikan di pesisir pantai
dan sungai di tempat yang dangkal sehingga ruang yang
menghadang ikan-ikan tersebut walaupun tiga dimensi
tetapi sebetulnya hanya dua dimensi karena tidak ada
peluang untuk menghindar kearah atas maupun bawah
sehingga fungsi sayap dan penajunya sangat besar dalam
mengarahkan ikan. Lain halnya dengan fyke net yang
ditempatkan dikedalaman 7 m yang memiliki dimensi
ketiga yaitu keatas bagi ikan untuk menghindar, sayap
fyke net hampir tidak berfungsi dalam mengarahkan ikan.
Oleh sebab itu untuk dapat memperbesar hasil tangkapan,
161
sifat “ingress” dan “near field” pada ikan harus betul-
betul diperhitungkan.
Dimensi ”playground” pada fyke net perlu diperbesar
sampai pada ukuran optimum yang masih dapat dioprasikan
secara mudah oleh dua orang operator untuk memperbesar
”enter probability” juga ”encounter probability” pada ikan
sekaligus mengoptimalkan biaya operasinya. Dengan
bertambahnya dimensi playground tentu tinggi sayap juga
turut bertambah hingga pada ketinggian optimal yang
dapat menahan keinginan ikan demersal untuk melintas
diatasnya.
Pintu masuk fyke net perlu diperbaiki dengan membuat
jalan masuk berbentuk corong dari bahan jaring bermata
kecil (3/4 inci) agar terjadi aliran air yang laminar
masuk ke dalam ruang penyimpanan (holding box) yang
dindingnya terbuat dari jaring bermata besar (1¼ inci)
agar air mudah keluar. Hal ini akan memperlancar
aliran air yang masuk melalui corong tersebut dan
diharapkan dapat meningkatkan ”ingress” pada ikan.
Bingkai pintu dibuat kaku agar tetap terbuka karena hal
ini akan memudahkan ikan untuk masuk walaupun juga
memudahkan ikan untuk keluar sehingga bingkanya harus
diberi kisi ”triggers” yang rapat dan terbuat dari
lembaran plastik yang lentur agar tahan lama dan ikan
tidak mudah keluar.
162
7.3 Selektivitas pada fyke net
Secara logika ikan tidak akan tertangkap oleh alat
penangkap ikan kalau keduanya tidak bertemu (encounter
probability). Setelah keduanya saling bertemu ikan tidak
akan tertangkap kalau tidak memasuki alat tersebut
(enter probability) dan ikan tidak akan tertangkap kalau
ukuran jaring yang akan menjeratnya lebih besar dari
lingkar tubuhnya (retain probability). Pada semua alat
penangkap ikan ketiga probabilitas tersebut ada tapi
dalam bentuk dan nilai yang berbeda. Pada alat yang
bersifat aktif ”encounter” dan ”enter” probabilty
dianggap sama dengan satu sehingga selama ini diabaikan
walaupun dalam kenyataanya bukan satu karena ada
peluang menghindarkan diri dari ikan terhadap alat
tersebut. Pada alat yang bersifat pasif ”encounter” dan
”enter” probability seharusnya menjadi variabel yang
diperhitungkan.
Selektivitas pada alat penangkapan ikan adalah
probabilitas tertangkapnya ikan oleh alat penangkapan
ikan tersebut yang dikaitkan dengan ukuran dan spesies
ikan yang menjadi target penangkapan. Baranov (1918)
dalam (DeAlteris dan Riedel 1996) yang pertama
mengemukakan teori selektivitas pada gillnet dengan
mengemukakan “the Principle of Geometric Similarity”. Teori
tersebut hanya berlaku pada kondisi yang ideal yaitu:
163
(1) Ikan yang digunakan adalah ikan yang mulus
misalnya sidat atau belut dengan tubuh yang
licin dan bukan ikan yang mempunyai banyak
sisik, jari sirip keras dan gigi yang menonjol
sehingga tertangkapnya ikan ideal tersebut
hanya dengan proses “gilled”, “wadged” dan
“snagged” tetapi tidak dengan cara “entangled”.
(2) “Encounter probability” sama dengan satu atau
semua ikan mempunyai peluang yang sama untuk
menemukan alat tersebut. Hal ini hanya akan
terjadi pada perairan tertutup misalnya danau
atau kolam. Dilaut atau sungai hal ini hanya
dapat terjadi kalau sebelumnya dilakukan
pelingkaran jaring bermata halus di sekeliling
gerombolan ikan kemudian dilakukan penangkapan
ikan di dalamnya.
(3) “Enter probability” sama dengan satu atau
semua ikan mempunyai peluang yang sama untuk
masuk kedalam alat. Hal ini hanya akan terjadi
pada ikan yang telah berada dalam “catchable
area” dan tidak punya peluang untuk meloloskan
diri misalnya pada perairan tertutup danau atau
kolam yang akan memaksa ikan cepat atau lambat
akan masuk ke dalam alat tersebut. Dilaut atau
sungai hal ini hanya dapat terjadi kalau
sebelumnya dilakukan pelingkaran jaring bermata
halus yang terbentang dari permukaan hingga ke
164
dasar perairan di sekeliling gerombolan ikan
tersebut kemudian dilakukan penangkapan di
dalamnya.
“Encounter”, “enter” dan “retain probability” serta
“Encounter”, “enter” dan “retain selectivity” adalah hal yang
berbeda walaupun keduanya terkait dengan probabilitas
atau peluang. Istilah selektivitas (selectivity) terletak
pada alat tangkap dan terkait pada ukuran dan spesies
ikan yang menjadi target penangkapan, sedangkan istilah
probabilitas (probability) terletak pada sifat ikan yang
menjadi target penangkapan.
Selektivitas alat penangkapan dapat diartikan
sebagai kemampuan suatu alat untuk menangkap spesies
ikan tertentu pada ukuran yang tertentu pula (retain
selectivity). sedangkan “retain probability” terletak pada
ikan, sebagai contoh pada gillnet dengan ukuran mata
jaring yang sama peluang tertangkapnya belut (Monopterus
albus) dan cendro (Tylosurus crocodilus) akan berbeda dan
cenderung lebih besar pada cendro karena pada cendro
memiliki moncongnya yang panjang dengan gigi yang
menonjol selain tertangkap secara “gilled”, “wadged”
dan “snagged” dan dia juga tertangkap secara
“entangled”, atau dengan kata lain kurva retain selectivity
alat terhadap belut akan berbentuk lonceng seperti yang
dikemukakan oleh Baranov (1918) dalam (DeAlteris dan
Riedel 1996), sedangkan kurva retain selectivity alat
165
terhadap cendro akan berbentuk bimodal atau bahkan
multimodal.
“Enter probability” pada ikan juga memiliki pasangan
“enter selectivity” pada alat penangkap ikan. Istilah
“enter” atau masuk berlaku pada semua alat penangkap
ikan. Enter pada fyke net adalah ikan yang masuk ke
pintunya, enter pada gill net adalah ikan yang masuk ke
mata jaring dan enter pada pancing adalah umpan yang
masuk ke mulut ikan. Enter selectivity akan berbentuk kurva
sigmoid terbalik (Z). Sebagai contoh ikan yang sudah
ada didalam “catchable area” mempunyai peluang untuk
masuk (enter probability) dan peluang untuk pergi
menghindar, sedangkan enter selectivity pada alat atau
pada mulut ikan akan berbentuk sigmoid terbalik yaitu
semua ikan yang lebih kecil dari bukaan mulut akan
berpeluang mendekati nilai satu untuk masuk sedangkan
ikan yang lebih besar dari bukaan mulut akan berpeluang
semakin kecil dengan semakin besarnya ukuran ikan.
Enter probability pada ikan terhadap gill net dapat
diperbesar dengan mengoperasikan alat secara melingkar
terhadap gerombolan ikan (unsur pemaksaan), mengurangi
kemampuan deteksi ikan terhadap alat dengan menggunakan
jaring yang lebih transparan (jaring milenium) dan
mengoperasikan gillnet secara “drift” untuk mengurangi
getaran jaring akibat gesekan arus. Enter probability pada
ikan untuk mau memasukkan umpan kemulutnya dapat
diperbesar dengan menggunakan umpan yang berukuran
166
lebih kecil daripada bukaan mulut ikan dan menggunakan
umpan yang disenangi oleh ikan. Enter probability pada
ikan terhadap fyke net adalah memperbesar sifat “ingres”
pada ikan tersebut melalui adanya aliran arus air
laminar yang lebih cepat di dalam corong pintu masuk
alat tersebut.
“Encounter probability” pada ikan memiliki pasangan
“encounter selectivity” pada alat penangkap ikan. Sebagai
contoh “encounter probability” pada ikan pelagis akan lebih
besar terhadap gillnet permukaan dibandingkan gill net dasar
dan demikian sebaliknya “encounter probability” pada ikan
demersal akan lebih besar terhadap gillnet dasar
dibandingkan dengan gillnet permukaan. Contoh lain
adalah pada ikan tuna. Alur renang tuna akan semain
dalam dengan semakin besarnya ukuran tubuh ikan
tersebut sehingga “encounter probability” tuna untuk
menemukan umpan pada long line dapat diperbesar dengan
memasang pancing berumpan pada main line yang
melengkung sehingga umpan berada dalam berbagai posisi
di dalam kolom air. “Encounter selectivity” pada tuna longline
terletak pada posisi umpan di dalam kolom air. Kurva
selektivitas akan berbentuk lonceng dengan modus pada
ukuran ikan yang tepat berada pada posisi pemasangan
umpan. “Encounter selectivity” pertama kali dikemukakan
oleh Rudstam et al. (1984) yang mendapatkan bahwa pada
alat tangkap yang pasif, peluang tertangkapnya ikan
dari gerombolan ikan yang berada pada perairan tertutup
167
akan semakin kecil dengan semakin kecilnya ukuran ikan.
Hal ini disebabkan kemampuan jelajah ikan akan semakin
besar dengan semakin besarnya ukuran ikan dan semakin
besar ukuran ikan akan semakin besar peluangnya
menemukan alat tangkap yang terpasang.
Fyke net dan gillnet walaupun sama-sama merupakan alat
tangkap yang pasif tetapi dalam hal “encounter probability”
pada ikan terhadap kedua alat tersebut berbeda. Pada
gill net “encounter probability” ikan terhadap alat akan
semakin besar dengan semakin tidak terdeteksinya alat
tersebut oleh ikan. Hal ini disebabkan ikan yang
dominan tertangkap oleh gill net adalah ikan peruaya/
perenang cepat sehingga apabila alat tersebut
terdeteksi oleh ikan maka ikan akan segera menghindar,
sedangkan pada fyke net “encounter probability” ikan akan
semakin besar dengan semakin terdeteksinya alat
tersebut oleh ikan. Hal ini disebabkan oleh ikan yang
dominan tertangkap adalah ikan yang bersifat “near
field”/perenang lambat. Di perairan terbuka fyke net
sangat sulit untuk dapat menangakap belanak (Mugil sp)
karena ikan ini tidak bersifat “near field”. Hal ini
terlihat pada kemampuan menghindar dari ikan tersebut
yang apabila tertahan oleh benda asing (jaring) kalau
tidak ada jalan lain untuk menghindar maka dia akan
segera melompati benda tersebut.
168
7.4 Tingkat Keramahan Fyke Net pada Perikanan
Terumbu Karang
Ada 3 prinsip utama yang telah dihasilkan dalam
“FAO Code of conduct for responsible fisheries” (Welcomme 2001),
yaitu:
(1) Konservasi keanekaragaman sumberdaya hayati
perairan,
(2) Keberlanjutan perikanan,
(3) Distribusi keuntungan yang setara antara
perikanan dan ekositem perairan.
Penerapan ketiga prinsip tersebut pada ekosistem
terumbu karang adalah menjaga kelestarian terumbu
karang sebagai habitat utama bagi organisme yang
menggantungkan hidupnya baik secara langsung maupun
tidak pada ekosistem terumbu karang, menjaga
kelestarian organisme pada ekosistem terumbu karang
dengan cara menjaga keberadaan komponen kunci yang
menjadi anggota dalam wilayah jaringan makanan sehingga
keberlangsungan kegiatan perikanan di wilayah ini dapat
berkesinambungan, serta menjaga agar keuntungan yang
diperoleh dari kegiatan perikanan sama dengan
keuntungan yang diperoleh ekosistem terumbu karang
melalui pengelolaan peraian terumbu karang secara
bijak.
169
Komponen kunci dalam ekosistem terumbu karang
adalah ikan karang yang banyak dimanfaatkan masyarakat
sebagai sumber makanan yang bergizi dan menyehatkan,
sebagai ikan hias (ornamental fish) yang menghiasi
aquarium laut, sebagai sumber penyedia umpan bagi
kegiatan penangkapan dan sebagai penyedia benih untuk
keperluan usaha budidaya ikan karang. Dari sekian
banyak pemanfaatan ikan karang tersebut sebagian besar
membutuhkan ikan dalam keadaan masih hidup.
Selama ini penyediaan ikan karang hidup diperoleh
dengan cara penggunaan bahan pembius (potassium
sianida) yang sangat merusak terumbu karang dan
penggunaan alat tangkap bubu yang dibeberapa tempat
cara pengoperasiaannya juga merusak terumbu karang
sehingga deperlukan adanya alat tangkap yang dapat
mencari jalan tengah yaitu mendapatkan ikan karang yang
hidup dan tidak merusak terumbu karang.
Berdasarkan studi pustaka yang dilaksanakan selama
beberapa bulan diperoleh informasi bahwa fyke net
merupakan alat tangkap yang mungkin dapat menjadi
solusi bagi permasalahan tersebut diatas sehingga
dilakukan percobaan penggunaan fyke net di perairan
terumbu karang untuk menangkap ikan. Fyk net yang
selama ini digunakan untuk menangkap ikan yang beruaya
di sungai, danau dan pesisir estuaria yang dangkal dan
untuk keperluan pengambilan sampel dalam penelitian-
penelitian yang dilaksanakan di lokasi tersebut,
170
tentunya memerlukan beberapa modifikasi baik dari segi
desain, konstyruksi maupun teknik pengoperasian untuk
keperluan pengoperasian di perairan terumbu karang.
Oleh sebab itu dalam uji coba tersebut dilakukan
penelitian tentang perilaku ikan karang terhadap fyke net
agar dapat diketahui kelebihan dan kekurangan alat ini
sehingga nantinya akan didapatkan alat yang efektif
dalam menangkap ikan karang, efisien dalam penggunaan
energi dan ramah terhadap lingkungan terumbu karang.
7.5 Penelitian lanjutan
Penelitian terhadap pola gerak ikan karang masih
harus dilanjutkan terutama pada kemampuan ikan karang
untuk menghindar ke arah vertikal di atas sayap fyke net
sehingga nantinya bisa didapatkan lebar sayap yang
maksimum yang dapat mencegah menghindarnya ikan
demersal melalui bagian atas sayap fyke net yang
ditempatkan di perairan yang dalam.
Penelitian tentang dimensi (ukuran) fyke net juga
masih harus dilanjutkan untuk mendapatkan ukuran yang
tepat untuk mengoptimalkan ”enter probability” pada ikan
tetapi meminimalkan ”enter probability” pada penyu dan
mamalia air.
Penelitian tentang jumlah ruangan (holding box)
yang tepat bagi fyke net untuk meningkatkan kemampuan
171
alat ini dalam menangkap ikan sekaligus untuk
meningkatkan jumlah tempat persembunyian ikan kecil
agar dapat menghindarkan terjadinya pemangsaan oleh
ikan-ikan karnivora terhadap juvenil-juvenil ikan yang
turut tertangkap selama alat ini dipasang diperairan.
7.6 Prospek Penggunaan Fyke Net Dimasa Datang
Penggunaan fyke net dimasa datang memiliki prospek
yang cerah karena memiliki banyak kelebihan terutama
dari segi tingkat selektivitas, keramahan lingkungan,
daya tahan alat serta harga per unit yang cukup
terjangkau oleh nelayan kecil. Produktivitas fyke net
dapat lebih ditingkatkan dengan penggunaan umpan untuk
memikat lebih banyak ikan yang masuk ke dalam alat
tersebut sehingga akan dapat tertangkap.
Hasil tangkapan fyke net berupa ikan hidup dapat
digunakan untuk keperluan umpan bagi kegiatan
pemancingan rawai dasar dengan target penangkapan
kerapu, kuwe dan jenis ikan demersal lainnya. Ikan
yang biasa dijadikan umpan oleh nelayan setempat adalah
kerong-kerong (Terapon sp.). Hasil tangkapan berupa
ikan konsumsi yang belum masuk ukuran pasar dapat
dipelihara di tempat pembudidayaan ikan menggunakan
keramba jaring apung. Hasil tangkapan berupa ikan hias
172
karang dapat dijual ke pedagan pengumpul untuk
diperdagangkan dengan tujuan ekspor.
8 KESIMPULAN DAN SARAN
8.1 Kesimpulan
(1) Fyke net dengan konstruksi yang dimodifikasi
telah mampu menangkap ikan karang walaupun
jumlahnya masih kurang dari hasil tangkapan
minimum fyke net di daerah asalnya (5-8 kg perhari
operasi).
(2) Sifat ”nearfield” pada ikan dapat digunakan
untuk meningkatkan kemampuan fyke net menangkap ikan
173
karang melalui penggunaan bahan yang dapat
terlihat jelas dan terdeteksi oleh ikan,
(3) Sifat ”ingress” pada ikan dapat digunakan
untuk meningkatkan kemampuan fyke net menangkap ikan
karang melalui penggunaan pintu masuk berbentuk
corong dari jaring bermata kecil agar terbentuk
aliran air secara laminar ke arah dalam yang akan
menuntun ikan untuk masuk.
(4) Fyke net adalah alat penangkap ikan yang ramah
lingkungan berdasarkan penilaian menggunakan
analisis RAPFISH berdasarkan aspek ekologi,
sosial/budaya, ekonomi, teknologi dan etika dengan
nilai pada kelima aspek tersebut lebih besar dari
50 pada skala 0 hingga 100.
8.2 Saran
Masih diperlukan serangkaian penelitian tersendiri
untuk mendapatkan :
(1) Ukuran yang optimum bagi besarnya pintu masuk
fyke net agar bisa menangkap ikan karang yang cukup
besar sehinga produktivitasnya meningkat, dilain
fihak tidak menangkap penyu yang banyak
berkeliaran di perairan terumbu karang.
(2) Penentuan posisi pintu masuk yang terbaik
agar lebih menyulitkan bagi ikan untuk dapat lepas
kembali.
174
(3) Tinggi penaju dan alat perlu ditambah karena
terlihat masih banyak ikan yang dengan mudah lolos
melalui bagian atas alat tersebut.
(4) Ukuran fyke net yang optimum sehingga alat ini
cukup tinggi dan cukup lebar untuk dapat
menghadang lebih banyak ikan, dan dilain fihak
dengan ukuran tersebut alat ini masih mampu untuk
dioperasikan dengan menggunakan sampan kecil yang
banyak dimiliki oleh nelayan yang beroperasi di
perairan terumbu karang.
175
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2008. Draft Pangasius Aquaculture DialogueStandards. Presented at 3rd PAD meeting, 3 - 4 Dec2008, Can Tho, Vietnam (www. worldwildlife.org/.../ globalmarkets/ aquaculture/WWFBinaryitem11144. pdf, 26 Agustus 2010)
Adey WH. 1991. Dynamic Aquaria: Building Living Ecosystems.Academic Press, Inc. San Diego. 643 p.
Akimichi T. 2006. Inappropriate activities aroundcoral reefs. P. 69 – 76. In: Ministry of theEnvironment and Japaneese Coral Reef Society[eds]. Coral Reef of Japan.(www.coremoc.go.jp.english/pub/coralreefjapan/0206.pdf ; 21 Agustus 2007).
Allen G. 1999. A Field. Guide for Anglers and Divers: MarineFishes of South East Asia. Periplus Editions (HK) Ltd.292 p.
Alcala AC. and Russ GR. 2002. Status of Philippinescoral reef fisheries. Asian
Amar EC, Cheong MRT, and Cheong MVT. 1996. Small-scale fisheries of coral
reefs and the need for community-based resourcemanagement in Malalison Island, Philipppines.Fisheries Research 25: 265 – 277.
Aronov MP. 1971. A Study of Fish Behavior andUnderwater Research Techniques. p. 14 – 17. In:Alekseev AP [ed.]. Fish Behvior and Fishing Techniques.Israel Program for Scientific Translations,Jerussalem.
Ayodhyoa AU. 1981. Metode Penangkapan Ikan. YayasanDewi Sri, Bogor. 97 hal.
Barlow GW. 1981. Patterns of parental investment,dispersal and size among coral-reef fishes. P.65 –85. In: Noakes DLG and Ward JA [eds]. 1981.Ecology and Ethology of Fishes. Dr. W. Junk PublishersThe Hague, Boston.
Bartram P, Nakamura K, Kaneko JJ and Krasnick G. 2008.2008 Responsible
Fisheries Assessment of Hawaii’s Pelagic LonglineFisheries. Hawaii Seafood Project 2, NOAA, USDept. of Commerse. (Hawaii-seafood.org/uploads/2008 RESPONSIBLE FISHERIESASSESSMENTS.pdf; 26 Agustus 2010)
Bellwood DR and Wainwright PC. 2002. The History andBiogeography of Fishes on Coral Reefs p. 5 – 32.In: Sale PF [ed]. Coral Reef Fishes: Dynamics and Diversityin a Complex Ecosystem. Academic Press San Diego, CA
Bevacqua D, De Leo GA, Gatto M, and Melia P. 2009.Size selectivity of fyke nets for European eelAnguilla anguilla. J. Fish Biol. 74: 2178 - 2184
177
Bjordal A. 2002. The use of technical measures iniresponsible fisheries: regulation of fishinggear. p. 21 – 47. In: Cochrane KL. Fishery Manager’sGuidebook: Management Measures and their Application. FAOFisheries Technical Paper 424, Rome
Booth AJ and Potts WM. 2006. Estimating gillnetselectivity for Labeo umbratus
(Pisces: Cyprinidae) and an evaluation of usingfyke-net as a non-destructive sampling gear insmall reservoirs. Fisheries Research 79: 202 – 209.
Bradbeer RS, Lam KKY, Yeung LF and Ku KKK. 2005.Real-time monitoring
of fish activity on an inshore coral reef.Presented at Oceans 2005.(ieeexplore.ieee.org/iel5/10918/34367/01639811.pdf;12 Juni 2009).
British Columbia Ministry of Environment, Lands andParks .1997. Fish Collection Methods andStandards. Resource Inventory Committee. 58 p.(www.for.gov.bc.ca/ric)
Butcher A, Mayer D, Smallwood D and Johnston M. 2005.A comparison of the relative efficiency of ring,fyke net, fence nets, and beam trawling forestimating key estuarine fishery populations.Fisheries Research 73: 311 – 321.
Castro P And Huber ME. 2007. Marine Biology; originalartwork by William Obert and Claire Garrison-6thEd. McGraw Hill, New York, 460 p.
Clavero M, Blanco-Garrido F dan Prenda J. 2006.Monitoring small fish populations in streams: AComparison of four passive methods. FisheriesResearch 76 : 243 – 251
Crosby MP and Reese ES. 1996. A Manual for Monitoring CoralReefs with
Indicator Species: Butterflyfish as Indicators of Change on Indo-pasific Reefs. Office of ocean and coastal resourcemanagement, National Oceanic and AtmosphericAdministration, Siver Spring MD. 45 pp
Dahuri R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut: AsetPembangunan Berkelanjutan Indonesia. PT GramediaPustaka Utama, Jakarta. 412 hal.
DeAlteris J and Riedel R. 1996. Effect of SizeSelection Within and Between Fishing Gear Typeson the Yield and Spawning Stock Biomass PerRecruit and Yield Per Unit Effort for a Cohort ofan Idealized Groundfish. J. Northw. Atl. Fish. Sci.(19): 73-82.
De Leo GA and Gatto M. 1995. A Size and AgeStructured Model of the European Eel (Anguillaanguilla L.). Can. J. Fish. Aquat. Sci. 52: 1351 – 1367.
Departemen Kelautan dan Perikanan. 2007. Katalog AlatPenangkapan Ikan Indonesia. Direktorat Kapal Perikanandan Alat Penangkap Ikan, Direktorat JenderalPerikanan Tangkap, Departemen Kelautan danPerikanan. 368 hal.
Dirhamsyah. 2008. Traditional fisheries management offlyingfish on the west coast of Sulawesi, Indonesia. Maritime Studies 2 (http://www.austlii.edu.au/au/journals/ MarStudies/2008/22.html.
Fabi G and Grati F. 2008. Selectivity of Gill Netsfor Solea solea (Osteichtyes: Soleidae) in theAdriatic Sea. Scientia Marina 72 (2): 253 – 263.
[FAO] Food and Agricultural Organization. 1972. FAOCatalogue of Fishing Gear Design. Fishing News BooksLtd. 160 p.
[FAO] Food and Agricultural Organization. 2005.Ethical Issues in Fisheries. FAO Ethics Series.Food and Agricultural Organization of the UnitedNations, Rome. 31 p.
Furevik DM. 1994. Behaviour of Fish in Relation toPots. P. 28 – 44. In: Ferno A and Olsen S [eds].Marine Fish Behaviour in Capture and Abundance Estimation.Fishing News Books. Oxford, UK.
Gabriel O, Lange K, Dahm E, and Wendt T [eds]. 2005.Von Brandt’s Fish Catching Methods of the World. 4th Ed.Blackwell Publishing. Oxford, UK. 523.p.
Gebhards S. 1979. Type and Operation of InlandCommercial Fishing Gear. Idaho Department of Fishand Game 59 (5) 28 p. (https://research.idfg.idaho.gov/Fisheries Research Report/Volume 059Article005.pdf; 15 Maret 2008)
Graumont R and Wenstrom E. 1948. Fisherman’s Knots andNets. Cornell Maritime Press, Cambridge,Maryland. 203 p.
Gremli MS, and Newman HE. 2001. Insight Guides Undewater:Marine Life in the South China Sea. APA Publications GmbHand Co. verlag KG, Singapore
Godǿ OR. 1994. Factors affecting the reliability ofgroundfish abundance estimates from bottom trawlsurveys. p. 166 – 199. In: Ferno A and Olsen S[eds]. Marine Fish Behaviour in Capture and AbundanceEstimation. Fishing News Books, Oxford.
Hall SJ. 1999. The Effects of Fishing on Marine Ecosystems andCommunities. Blackwell Science Ltd. Oxford. 274p.
180
Helfman GS. 1983. Underwater Methods. P. 349 – 369.In: Nielsen LA and Johnson DL [eds.]. FisheriesTechniques. American Fisheries Society, Bethesda,Maryland.
Hemingway KL and Elliott M. 2002. Field Methods. P410 – 509. In: Elliott M and Hemingway KL [eds].Fishes in Estuaries. Blackwell Science Ltd. Oxford.
Holzman R, Ohavia M, Vaknin R, and Genin A. 2007.Abundance and distribution of nocturnal fishesover a coral reef during the nightMar.Ecol.Prog.Ser. 342 pp. 205 – 215(repositiories.cdlib.org/postprint/ 3260/- ; 23Agustus 2007).
Hovgård H. 1996. A two-step approach to estimatingselectivity and fishing power of research gillnets used in Greenland waters. Can. J. Fish. Aquat. Sci.53:1007 – 1013.
Hovgård H and Lassen H. 2000. Manual on estimation of
Selectivity for Gillnet and Longline Gears in Abundan Surveys.FAO Fisheries Technical Paper No. 397. Rome. 84p.
Huse I, Løkkeborg S and Soldal AV. 2000. RelativeSelectivity in Trawl, Longline and GillnetFisheries for Cod and Haddock. ICES J. Mar. Sci. 57:1271 – 1282.
Huston MA. 1995. Biological Diversity: the coexistence of specieson changing landscapes. Cambridge University Press.Cambridge. 681 p.
Jennings S, Kaiser M and Reynolds JD. 2001. MarineFisheries Ecology.
Blackwell Science Ltd. Malden, USA. 417 p.
181
Jones FRH. 1977. Performance and Behaviour onMigration. P. 145 – 170. In: Steele JH [ed].Fisheries Mathematics. Academic Press. London, UK.
Kavanagh P and Pitcher TJ. 2004. ImplementingMicrosoft Excel Software for
Rapfish: A Technique for the Rapid Appraisal ofFisheries Status. The Fisheries Center,University of British Columbia, Vancouver, B.C;(www2.fisheries.com/publications/reports/12-2.pdf;1 September 2010)
King M. 1995. Fisheries Biology, Assessment and Management.2nd ed. Fishing News Books. Oxford. 382 p.
Kitahara T. 1971. On Selectivity Curve of Gillnet.Bul. Japanese Soc. Sci. Fish. 37 (4): 289 – 296.(ms1.agsearch.agropedia.affrc.go.jp/contents/JASI/pdf/ .../02-5347.pdf; 5 Pebruari 2011).
Königson S. 2007. Seal behaviour around fishing gearand its impact on Swedish
Fisheries. Department of Ecology. GöteborgUniversity. (www.Aktuellt.fiskeriverhet.se/scottchsalt/file/Pdf/K+2007+seal+behaviour+around+ fishing+ gear.pdf; 20April 2008)
Kritzer JP and Sale PF. 2006. The MetapopulationEcology of Coral Reef Fishes. p. 31 – 67. In:Kritzer JP and Sale PF [eds]. Marinemetapopulations. Elsevier Academic Press, BurlingtoMA.
Kuiter RH. 1992. Tropical Reef-Fishes of the Western PacificIndonesia and Adjacent Waters. Gramedia Pustaka Utama,Jakarta. 313 p.
Kurien J. 2003. The Blessing of the Commons: Smal-Scale Fisheries, Community Property Right, and
Kushima J-A and Miyasaka A. 2003. Report on thediscussions to manage the use of lay nets. Stateof Hawaii. Department of Land and NaturalResources. Division of Aquatic Resources. 22 p.(hawaii.gov/dlnt/dar/pubs/net_report02.pdf; 11Maret 2008).
Leis JM. 1991. The Pelagic stage of Reef Fishes: TheLarval Biology of Coral Reef Fishes. P. 183 – 230.In Sale, P.F.[ed.]. The Ecology of Fishes on Coral Reefs.Academic Press. San Diego.
Chong W. 2007. Eel population and solutionmodel. Roskilde University.(www.diggy.ruc.dk/bitstream/1800/1480/3/(Final+Project-1_305L)[1].pdf; 3 April 2008.
Lowe-McConnel RH. 1987. Ecological studies in Tropical FishCommunities.
Cambridge University Press. Cambridge. 382 p.
MacLennan DN. 1995. Gear Selectivity and Variation ofYeald. ICES J. Mar. Sci. 52: 827 – 836.
Mann KH. 2000. Ecology of Coastal Waters: With Implications for Management. 2nd ed. Blackwell Science, Massachusetts. 406 p.
Mascia MB. 2001. Designing Effective Coral ReefMarine Protected Area. Special Report to: IUCNWorld Commission on Protected Area-Marine.(www.iucn.org/themes/wcpa/files/ICRSreport.pdf; 13Maret 2008).
Mawardi W, Mangunsukarto K, Wahju RI. 2000. Study ondifferent types of funnel on catch composition ofornamental fish using Bubub Sayap (Basket Trapwith wings) in Belebuh Bay, Lampung. P. 209 – 212.Dalam Carman O, Sulistiono, Purbayanto A, SuzukiT, Watanabe S and Arimoto T [eds]. Proceedings ofthe JSPS-DGHE International Symposium on FisheriesScience in Tropical Area. Sustainable Fisheriesin Asia in the New Millenium.
McManus JW. 1996. Social and economic aspects of reeffisheries and their
management. p. 249 – 281 In: PoluninVC andRoberts CM (eds). Reef
Fisheries. Chapman and Hall.
Millar RB and Holst R. 1997. Estimation of Gillnetand Hook Selectivity Using Log-Linear Models.ICES J. Mar. Sci. 54: 471-477.
Molles MC. 2008. Ecology: Concepts and Applications. 4th ed.McGraw Hill International Edition, Boston. 604p.
Oginni O, Fasakin EA, and Balogun AM. 2006. GillnetsSelectivity Cichlidae
Sarotherodon galilaeus (Linne 1758) in Iwo Recervoir,South West Nigeria. Middle-East J. Sci. Res. 1 (1): 10– 15.
O’Neal JS. 2006. Fyke Net (in Lentic Habitats andEstuaries). p. 411 – 424 In: Johnson DH, ShrierBM, O’Neal JS, Knutzen JA, Augerot S, O’Neal TAand Pearsons TN (eds). Salmonid Field ProtocolsHandbook: Techniques for Assessing Status and Trends inSalmon and Trout Populations. American FisheriesSociety in Association with State of the Salmon,
184
Portland, Oregon. (www.Stateofthesalmon.org/fieldprotocols/downloads/ SFPH_supp.pdf; 14 Mei 2008).
Ozyurt CE and Avsar D. 2005. Investigation of theSelectivity Parameters for Carp (Cyprinus carpioLinnaeus, 1758) in Seyhan Dam Lake. Turk. J. Vet. Anim.Sci. 29: 219-223.
Pauly D and Pitcher TJ. 2000. Assessment andMitigation of Fisheries Impacts on MarineEcosystems: A Multidisciplinary Approach forBasin-Scale Inference, applied to the NorthAtlantic. P. 1 – 12. In: Pauly D and Pitcher TJ(eds). Methods for evaluating the Impact of Fisheries on NorthAtlantic Ecosystems. Fisheries Research CenterReports 8(2).
Pet-Soede L and Erdmann M. 1998. An overview andcomparison of destructive
fishing practices in Indoensia. SPC Live Reef FishInformation Bulletin (4): 28 – 36(www.spc.int/coastfish/News/LRF/4/LRF4.pdf; 11Maret 2008)
Pet-Soede C, van Densen WLT, Pet JS, and Machiels MAM. 2001. Impact
of Indoensian coral reef fisheries on fish community structure and the resultant catch composition. Fisheries Research 51: 35-51
Pitcher TJ, Kalikoski D, Pramond G, and Short K. 2008.Safe Conduct?: Twelve Years Fishing Under the UN Code. WWF For a Living Planet.
Pitcher TJ. and Preikshot D. 2001. RAPFISH: a rapidappraisal technique to evaluate the sustainabilitystatus of fisheries. Fisheries Research (49): 255 –270
Portt CB, Coker GA, Ming DL, and Randall RG. 2006. A review of fish sampling methods commonly used in
Canadian freshwater habitats. Canadian Technical Report of Fisheries and Aquatic Sciences 2604. 51P. (WWW ; 25 Januari 2011)
Psuty-Lipska I and Draganik B. 2005. Fishery PracticeVersus Experimental Design: Preliminary Results ofthe Introduction of Protective Sieve in the EelFyke Net Fishery of the Vistuala Lagoon, Poland.Fisheries Research 76: 146-154.
Quang PX and Geiger HJ. 2002. A Riview of the NetSelectivity Problem and a Model for ApportioningSpecies Based on Size-Selective Sampling. AlaskaFish. Res. Bull. 9 (1): 16-26.
Radakov DV. 1971(a).. Study of fish behavior with aview to Achieving productive fishing. p. 10 – 13.In: Alekseev AP [ed.]. Fish Behvior and FishingTechniques. Israel Program for ScientificTranslations, Jerussalem.
Radakov DV. 1971(b). Some Mechanisms of the SchoolingBehavior of Fish.
p. 10 – 13. In: Alekseev AP [ed.]. Fish Behvior andFishing Techniques. Israel Program for ScientificTranslations, Jerussalem.
Rawlinson NJF, Milton DA and Blaber SJM. 1992. TunaBaitfish and the Pole-
and-line Industry in Kiribati. Australian Centerfor International Agricultural Research (ACIAR)Tech. Rep, 24. 92 p.
Rounsefell GA. and Everhart WH. 1953. Fishery Science: ItsMethods and
Applications. John Wiley and Sons, Inc. Newyork.444 p.
186
Rudstam LG, Magnuson JJ, and Tonn WM. 1984. SizeSelectivity of Passive Fishing Gear: A correctionfor Encounter Probability Applied to Gill Nets.Can. J. Fish. Aquat. Sci. 41:1252 – 1255.
Rueda M. 2007. Evaluating the selectivity performanceof the encircling gillnet used in tropicalestuarine fisheries from Colombia. Fisheries Research87: 28 - 34
Saburenkov EN and Pavlov DS. 1971. Swimming Speed ofFish. p.163-167. In: Alekseev AP [ed.]. Fish Behviorand Fishing Techniques. Israel Program forScientific Translations, Jerussalem.
Sainsbury K. 2008. Best Practice Reference Points forAustralian Fisheries: A Report to the .AustralianFisheries Management Authority and the Departmentof the Environment, and Heritage. 159 p. (www.26 Agustus 2010).
Schneider JC and Merna JW. 2000. Fishing Gear.Chapter 3 in: Schneider JC (ed.) 2000. Manual offisheries survey methods II: with periodic updates. MichiganDepartment of Nature Science, Fisheries SpecialReport 25, Ann Arbour.(www.Michigandnr.com/publications/…/ifr/ifrhome/manual/SMII Chapter 03.pdf; 2 April 2008).
Soadiq, S. 2010. Eksperimen Penangkapan Ikan Karang denganMenggunakan Fyke Net Modifikasi di kabupaten Selayar.Thesis. Institut Pertanian Bogor. 72 hal.
Stevenson RA. 1972. Regulation of Feeding Behavior ofthe Bicolor Damselfish
(Eupomacentrus partitus Poey) by environmentalfactors. P. 278 – 302. In: Winn HE and Olla BL[eds.]. Behavior of Marine Animals. Vol. 2:Vertebrates Plenum Press, Newyork – London. 503 p.
187
Tim penyusun Pedoman Umum COREMAP II. 2004. PedomanUmum Pengelolaan Proyek COREMAP II. DepartemenKelautan dan Perikanan. Direktorat JenderalPesisir dan Pulau-Pulau Kecil. ProgramRehabilitasi dan Pengelolaan terumbu Karang TahapII. 185 hal.
Valdemarsen JW and Suuronen P. 2003. ModifyingFishing Gear to Achieve
Ecosystem Objective. P. 321 – 341. In: Sinclair Mand Valdimarsson G [eds]. Responsible Fisheries in theMarine Ecosystem. Food and Agriculture Organizationof the United Nations and CABI Publishing,Cambridge, MA
Viravong S, Phounsavath S, Photitay C, Solyda P,Sokheng C, Kolding J, Jørgensen JV and PhoutavongK. 2005. Deep Pools Survey 2003 – 2004 FinalReport. LARReC Technical Report No. 0014. LivingAquatic Resource Center, Viantiane, Lao PDR.(http://mekonginfo.org/partners/ larrec/Deep poolsfinal report.pdf; 20 April 2008).
Vyskrebentsev BV. 1971. Role of Reflex Stimuli in theBehavior of Fish Near the Gear. p. 68 - 72. In:Alekseev AP [ed.]. Fish Behvior and Fishing Techniques.Israel Program for Scientific Translations,Jerussalem.
Welcomme RL 2001. Inland Fisheries: Ecology and Management.Fishing News Books. Oxford. 358 p.
Yudovich Yu B and Baral AA 1979. Exploratory Fishing andScouting. Israel
Program for Scientific Translating. Jerussalem.260 p.