HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK, DAN
STATUS GIZI DENGAN TINGKAT KEBUGARAN
KARDIORESPIRASI MAHASISWA PECINTA ALAM IPB
DINUR WINDA PINTOKO MUKTI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Hubungan Pengetahuan Gizi, Aktivitas Fisik, dan Status Gizi dengan Tingkat Kebugaran
Kardiorespirasi Mahasiswa Pecinta Alam IPB adalah benar karya saya dengan
arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2015
Dinur Winda Pintoko Mukti
NIM I14124046
HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK, DAN
STATUS GIZI DENGAN TINGKAT KEBUGARAN
KARDIORESPIRASI MAHASISWA PECINTA ALAM IPB
The relationship between nutritional knowledge, physical activity, and nutritional status
with cardiorespiratory fitness level among MAPALA students of IPB
Dinur Winda Pintoko Mukti1, Hadi Riyadi
2, Karina Rahmadia
Ekawidyani3
1 Mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor,16680
E-mail: [email protected] 2 Dosen Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, 16680 3 Dosen Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor, 16680
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan antara pengetahuan
gizi, aktivitas fisik, dan status gizi dengan tingkat kebugaran kardiorespirasi
mahasiswa pecinta alam IPB. Desain penelitian adalah purposive sampling dan
melibatkan 39 mahasiswa pecinta alam IPB. Data yang dikumpulkan terdiri atas
karakteristik subjek, pengetahuan gizi, status gizi, aktivitas fisik, konsumsi
pangan, dan tingkat kebugaran kardiorespirasi. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa separuh dari subjek memiliki pengetahuan gizi, status gizi dan tingkat
kebugaran kardiorespirasi yang tergolong baik. Aktivitas fisik subjek tergolong
ringan. Hasil uji Spearman tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status
gizi dan VO2 max dengan pengetahuan gizi (p>0.05). Terdapat hubungan yang
signifikan bernilai negatif antara status gizi dan aktivitas fisik dengan VO2 max
(p0.05).
There was negative correalation between nutritional status and physical activity
with VO2 max (p
HUBUNGAN PENGETAHUAN GIZI, AKTIVITAS FISIK, DAN
STATUS GIZI DENGAN TINGKAT KEBUGARAN
KARDIORESPIRASI MAHASISWA PECINTA ALAM IPB
DINUR WINDA PINTOKO MUKTI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi dari
Program Studi Ilmu Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015
Judul : Hubungan Pengetahuan Gizi, Aktivitas Fisik, dan Status Gizi
Dengan Tingkat Kebugaran Kardiorespirasi Mahasiswa Pecinta
Alam IPB
Nama : Dinur Winda Pintoko Mukti
NIM : I14124046
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Dr Rimbawan
Ketua Departemen
Tanggal Disetujui:
Dr Ir Hadi Riyadi MS
Pembimbing I
dr Karina Rahmadia Ekawidyani MGizi
Pembimbing II
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga penulisan skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul pada karya ilmiah ini
adalah Hubungan Pengetahuan Gizi, Aktivitas Fisik, dan Status Gizi Dengan
Tingkat Kebugaran Kardiorespirasi Mahasiswa Pecinta Alam IPB. Skripsi ini dapat
diselesaikan dengan bantuan dari banyak pihak. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Hadi Riyadi, MS dan dr Karina Rahmadia Ekawidyani, M.Gizi selaku dosen pembimbing skripsi yang telah meluangkan waktu untuk
memberikan saran, arahan, serta dorongan kepada penulis selama proses
penyelasaian tugas akhir ini.
2. Ibu dr Karina Rahmadia Ekawidyani, M.Gizi selaku dosen pembimbing akademik yang selalu memberikan semnagat dan motivasi pada penulis.
3. Keluarga tercinta: Alm. Bapak, Ibu tercinta, Mas Aulia Bahadhori Mukti, Dek Qohhar Abdul Jabbar Mukti serta seluruh keluarga besar atas segala doa dan
dukungannya.
4. Teman-teman special tersayang: Muhammad Sarwo Wibowo, Ni Putu Dewi Arini, Novia Masarani Purba, Yedhidha Agustin Putri Widona, Ulfa Maesya
Zulfia dan Nurul Hikmah yang telah membantu selama penelitian dan
memberikan doa, semangat dan motivasi.
5. Teman-teman Alih Jenis Gizi Angkatan 6 dan Angkatan 7 atas segala dukungan, perhatian, semangat dan motivasi yang selalu diberikan kepada
penulis.
6. Teman-teman pecinta alam : Azimuth, Rimpala, Lawalata, Laura Orchid, Ariya poni atas informasi dan motivasinya.
Penulis memohon maaf atas segala kekurangan ataupun kesalahan yang
penulis lakukan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat.
Bogor, Juni 2015
Dinur Winda Pintoko Mukti
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL III
DAFTAR GAMBAR III
DAFTAR LAMPIRAN III
PENDAHULUAN 1
LATAR BELAKANG 1
PERUMUSAN MASALAH 2
TUJUAN 2
KEGUNAAN PENELITIAN 3
KERANGKA PEMIKIRAN 3
METODE 4
DESAIN, TEMPAT, DAN WAKTU 4
JUMLAH DAN CARA PENARIKAN SAMPEL 4
JENIS DAN CARA PENGUMPULAN DATA 5
PENGOLAHAN DAN ANALISIS DATA 6
DEFINISI OPERASIONAL 11
HASIL DAN PEMBAHASAN 12
GAMBARAN UMUM ORGANISASI PECINTA ALAM 12
KARAKTERISTIK SUBJEK PENELITIAN 12
PENGETAHUAN GIZI 14
TINGKAT KECUKUPAN ZAT GIZI 16
AKTIVITAS FISIK 23
STATUS GIZI 24
TINGKAT KEBUGARAN KARDIORESPIRASI 25
UJI HUBUNGAN ANTAR VARIABEL 26
SIMPULAN DAN SARAN 27
SIMPULAN 27
SARAN 28
DAFTAR PUSTAKA 28
RIWAYAT HIDUP 43
DAFTAR TABEL
1 Jenis dan cara pengumpulan data 6 2 Pengelompokan Karakteristik Subjek. 7 3 Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi 9
4 Klasifikasi nilai indeks masa tubuh (IMT) 9 5 Subjek aktivitas fisik berdasarkan nilai PAR 10 6 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL 10 7 Kategori daya tahan kardiorespirasi berdasarkan nilai VO2 max 11 8 Sebaran subjek berdasarkan suku bangsa 13
9 Sebaran uang saku subjek berdasarkan jenis kelamin 13 10 Sebaran pengeluaran pangan dan non-pangan subjek 13 11 Sebaran pertanyaan pengetahuan gizi yang dijawab benar oleh subjek 15 12 Sebaran pengetahuan gizi subjek 15
13 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan energi 16 14 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan protein 17 15 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan lemak 18
16 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat 19
17 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan kalsium 19 18 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan zat besi 20 19 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A 21
20 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan vitamin B1 22 21 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C 22
22 Sebaran subjek berdasarkan rata-rata aktivitas hari kuliah 23 23 Sebaran subjek berdasarkan rata-rata aktivitas hari libur 24 24 Sebaran subjek menurut status gizi berdasarkan IMT 24
25 Sebaran subjek berdasarkan kategori VO2 max 25
DAFTAR GAMBAR
1 Bagan kerangka pemikiran penelitian 4
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil uji korelasi Spearman antara pengetahuan gizi dengan status 33 2 Hasil uji korelasi Spearman antara pengetahuan gizi dengan VO2 max 33 3 Hasil uji korelasi Spearman antara aktivitas fisik dengan VO2 max 33 4 Hasil uji korelasi Pearson antara status gizi dengan VO2 max 33 5 Hasil uji beda Mann Whitney pengetahuan gizi 34
6 Hasil uji beda Independent Sample T-Test status gizi 34 7 Hasil uji beda Independent Sample T-Test VO2 max 34
8 Hasil uji beda Mann Whitney tingkat kecukupan gizi 34 9 Hasil uji beda Independent Sample T-Test tingkat kecukupan vitamin A 35 10 Hasil uji beda Mann Whitney aktivitas hari kuliah dan hari libur 35 11 Kuesioner penelitian 36
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu indikator kemajuan suatu bangsa.
Menurut WHO, kesehatan merupakan suatu keadaan fisik, mental, dan sosial
kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan. Tujuan
pembangunan kesehatan yang tercantum dalam UU Kesehatan Nomor 23 Tahun
1992 menyebutkan kesejahteraan penduduk merupakan salah satu unsur dari
kesehatan yang optimal. Faktor-faktor yang mempengaruhi kesehatan yaitu,
kondisi sosial, kondisi medis, kondisi iklim, faktor keturunan, kebugaran, dan
gaya hidup.
Kebugaran jasmani merupakan kemampuan tubuh seseorang untuk
melakukan tugas dan pekerjaan sehari-hari, kegiatan rekreasi atau kegiatan
lainnya yang bersifat mendadak tanpa mengalami kelelahan yang berarti. Ciri-ciri
seseorang dengan kebugaran jasmani yang baik yaitu, tidak mudah terkena stress,
tahan bekerja lama, tidak lekas capai, tidak mudah terkena penyakit, dan memiliki
produktivitas kerja yang tinggi (Riyadi 2013). Salah satu kebugaran jasmani yang
berkaitan dengan kesehatan adalah kebugaran kardiorespirasi.
Menurut Hoeger dan Hoeger (2005) kebugaran kardiorespirasi adalah
kemampuan pembuluh paru-paru, jantung dan darah untuk memberikan jumlah
oksigen yang cukup ke sel untuk memenuhi tuntutan aktivitas fisik. Kebugaran
kardiorespirasi yang buruk akan mengganggu kemampuan seseorang untuk
melakukan aktivitas di kehidupan sehari-hari dan akan cepat merasa lelah. Tingkat
kebugaran seseorang dapat diukur dengan menggunakan VO2 max yang
merupakan salah satu indikator yang paling umum digunakan. Berdasarkan data
Sport Development Index 2006 menunjukkan kondisi kebugaran masyarakat
Indonesia yaitu sebagian besar masih dalam kategori kurang (42.9%) dan kurang
sekali (37.4%) (Cholik&Maksum 2007). Penelitian menunjukkan bahwa
rendahnya kebugaran kardiorespirasi merupakan prediktor yang kuat dan bebas
terhadap kejadian sindrom metabolic pada laki-laki dan perempuan (La Monte et
al. 2005).
Pecinta alam adalah kegiatan petualangan yang dilakukan di alam bebas,
baik menjelajah alam (gunung, hutan, gua, sungai dan pantai), tempat bersejarah,
dan melihat kesenian dan budaya. Melakukan berbagai petualangan di alam bebas,
seperti mendaki gunung, menembus rimba, mengarungi jeram-jeram sungai dan
memanjat tebing merupakan kegiatan yang mendidik dan bermanfaat. Mendaki
gunung merupakan suatu aktivitas yang menuntut fisik, mental dan emosi (Sastha
2007). Menurut Soerjodibroto (1984), olahraga pendakian gunung termasuk
dalam kategori aktivitas yang sangat berat. Oleh karena itu diperlukan kesegaran
jasmani, daya tahan tubuh yang prima serta keseimbangan asupan zat gizi serta
elektrolit yang cukup. Pada prinsipnya untuk mendaki gunung dibutuhkan
kekuatan dan daya tahan otot tertentu, serta memiliki kapasitas VO2 max yang
baik. Hal ini perlu diperhatikan untuk mengatasi tipisnya oksigen di daerah
ketinggian, serta mengatasi beratnya beban yang dibawa (ransel) (Rawa 2010).
Pengetahuan gizi yang rendah ditemukan pada mahasiswa selain jurusan
gizi. Sebagian besar dari mahasiwa tidak menyadari pentingnya zat gizi untuk
2
kinerja (Ozdogan & Ozcelik 2011). Selain itu, pengetahuan yang rendah tentang
suplemen vitamin dan mineral juga terjadi pada mahasiwa (Ellsworth et al. 2008).
Zat gizi mempengaruhi kinerja seorang olahragawan. Pada tingkat dasar,
mempunyai peran penting dalam mencapai dan mempertahankan kesehatan. Zat
gizi yang optimal dapat mengurangi kelelahan, yang memungkinkan olahragawan
untuk melatih dan bersaing lebih lama atau lebih cepat sembuh pada sesi pelatihan.
Zat gizi merupakan komponen penting dari setiap program kebugaran fisik.
Konsumsi yang tidak sesuai dengan kebutuhan zat gizi akan berdampak buruk
terhadap status gizi. Padahal untuk mencapai ketahanan fisik yang baik, seseorang
harus mempunyai status gizi yang baik. Oleh karena itu, kecukupan gizi setiap
hari yang sesuai dengan usia, jenis kelamin, berat badan dan aktivitas fisik sangat
diperlukan (Ozdogan & Ozcelik 2011)
Berdasarkan Indrawati (2005), sebanyak 30 orang responden remaja
dengan usia 18-23 tahun yang diteliti, sebanyak 22 orang berada pada level
kebugaran buruk, 8 orang pada level sedang dan tidak ada yang berada pada level
kebugaran baik. Oleh karena itu peneliti tertarik untuk meneliti hubungan
pengetahuan gizi, aktivitas fisik, dan status gizi dengan tingkat kebugaran
kardiorespirasi pada mahasiswa pecinta alam IPB.
Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penulisan karya ilmiah ini adalah pengetahuan gizi
seseorang akan mempengaruhi pemilihan mengenai konsumsi pangan orang
tersebut. Konsumsi pangan yang beragam akan berpengaruh pada status gizi dan
aktivitas fisik. Tingkat kebugaran seseorang dipengaruhi oleh empat faktor yaitu
pengetahuan gizi, konsumsi pangan, status gizi dan aktivitas fisik. Salah satu
tingkat kebugaran yang dipengaruhi adalah daya tahan paru-paru jantung
(kardiorespirasi).
Tujuan
Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis
hubungan pengetahuan gizi, aktivitas fisik, dan status gizi dengan tingkat
kebugaran kardiorespirasi pada mahasiswa pecinta alam IPB.
Tujuan Khusus
Adapun secara khusus penelitian ini bertujuan untuk :
1. Menganalisis pengetahuan gizi dan status gizi subjek. 2. Menganalisis aktivitas fisik subjek. 3. Menganalisis konsumsi pangan subjek. 4. Menganalisis tingkat kebugaran kardiorespirasi subjek. 5. Menganalisis hubungan pengetahuan gizi dengan status gizi subjek. 6. Menganalisis hubungan pengetahuan gizi, status gizi dan aktivitas fisik
dengan tingkat kebugaran kardiorespirasi subjek.
3
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi
terkait hubungan pengetahuan gizi, aktivitas fisik, dan status gizi dengan tingkat
kebugaran kardiorespirasi mahasiswa pecinta alam IPB. Selain itu penelitian ini
diharapkan dapat menyediakan data dasar yang diperlukan untuk penyusunan
program perbaikan kesehatan terutama bagi mahasiswa pecinta alam di Institut
Pertanian Bogor.
KERANGKA PEMIKIRAN
Karakteristik subjek memiliki peranan penting dalam mempengaruhi
pengetahuan gizi seseorang. Hasil pengetahuan gizi yang baik menunjukkan
beragamnya pangan yang dikonsumsi dan dapat menjadi indikator baiknya
konsumsi pangan seseorang. Konsumsi pangan dipengaruhi oleh pengetahuan gizi,
yang berasal dari formal maupun informal. Konsumsi pangan yang terlalu rendah
atau melebihi dari kebutuhan tubuh dapat mempengaruhi status gizi. Status gizi
menjadi salah satu indikator yang dipengaruhi oleh konsumsi pangan. Mereka
yang memiliki status gizi normal dapat menjalankan aktivitas dari yang ringan
sampai berat dengan baik dan tanpa adanya rasa lelah. Menurut Sharkey (2003)
untuk mencapai pola hidup yang sehat ada tiga aspek yang harus dipenuhi yaitu
mengatur makan, mengatur istirahat dan melakukan aktivitas (olahraga). Aktivitas
fisik merupakan kegiatan yang melibatkan seluruh atau sebagian anggota tubuh
untuk bergerak. Aktivitas fisik dilakukan mulai saat bangun tidur di pagi hari
hingga akan tidur kembali di malam hari. Untuk memulai suatu aktivitas fisik juga
diperlukan konsumsi pangan yang sesuai dengan kebutuhan tubuh untuk
mencapai hasil yang optimal. Dengan status gizi yang rendah akan memberikan
pengaruh terhadap kebugaran seseorang.
Kebugaran merupakan salah satu faktor yang menentukan derajat
kesehatan seseorang. Kebugaran jasmani dipengaruhi oleh usia, jenis kelamin,
genetik, aktivitas fisik, kesehatan, kebiasaan hidup, dan zat gizi. Kebugaran yang
berhubungan dengan kesehatan terdiri dari lima komponen yaitu daya tahan paru-
paru dan jantung, daya tahan otot, kekuatan otot, serta kelentukan dan komposisi
tubuh.
Daya tahan merupakan komponen yang paling penting karena menentukan
seberapa lama seseorang tidak mengalami kelelahan. Daya tahan yang sering
digunakan adalah daya tahan paru-paru jantung. Daya tahan paru-paru jantung
biasanya diukur dengan menggunakan VO2 max yang merupakan salah satu
indikator yang paling umum digunakan.
4
Keterangan :
Keterangan:
= variabel yang diteliti = variabel yang tidak diteliti
= hubungan yang diteliti
= hubungan yang tidak diteliti
METODE
Desain, Tempat, dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan dengan desain studi cross sectional. Penelitian
dilakukan di lingkungan Kampus IPB Dramaga, Bogor, Jawa Barat. Pengambilan
data dilakukan pada bulan Desember 2014 hingga Februari 2015.
Jumlah dan Cara Penarikan Sampel
Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa dan mahasiswi yang
mengikuti organisasi pecinta alam IPB, yang terdiri dari Azimuth, Lawalata dan
Konsumsi
pangan
Komposisi tubuh Kelenturan Kekuatan otot Daya tahan paru-
paru jantung
Karakteristik
subjek
Kebugaran
Aktivitas fisik Status gizi
BB
TB
IMT
Gambar 1Bagan kerangka pemikiran hubungan pengetahuan gizi, aktivitas
fisik, dan status gizi, dengan tingkat kebugaran kardiorespirasi
mahasiswa pecinta alam IPB.
Pengetahuan gizi
5
Rimpala. Subjek yang digunakan dalam penelitian adalah seluruh anggota
angkatan 48 sampai dengan angkatan 50 dengan usia 19-23 tahun dari ketiga
organisasi yang berjumlah 63 orang. Penarikan subjek dilakukan secara purposive
sampling dimana subjek adalah populasi yang memenuhi kriteria inklusi. Adapun
kriteria inklusi adalah anggota yang memiliki status aktif sebagai anggota dari
ketiga organisasi tersebut, bersedia menjadi subjek dalam penelitian, dalam
keadaan sehat, serta tidak memiliki penyakit yang menyulitkan pada saat proses
pengukuran dan bersedia menjalani tes yang akan diberikan. Besar subjek dalam
penelitian ini dihitung menggunakan rumus Slovin sebagai berikut :
Keterangan:
n = Jumlah subjek
N = Jumlah populasi
d = Tingkat kesalahan yang dapat ditolerir (10%)
Jumlah populasi adalah sebesar 63 subjek, maka jumlah minimal subjek
yang diperlukan berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus di
atas adalah 38 subjek. Total subjek yang berpartisipasi dalam penelitian ini
berjumlah 39 subjek, dengan jumlah laki-laki 21 orang dan perempuan 18 orang.
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan merupakan data primer dan data sekunder. Data
primer dikumpulkan dengan cara pengisian kuesioner yang telah dimodifikasi dari
skripsi Immadudin (2012). Data primer terdiri dari data karakteristik subjek (jenis
kelamin, usia, suku bangsa, dan uang saku), pengetahuan gizi, aktivitas fisik,
status gizi, konsumsi pangan, dan tingkat kebugaran kardiorespirasi. Data
konsumsi pangan diperoleh dengan melakukan record 1x24 jam selama tujuh hari,
yaitu enam hari kuliah dan satu hari libur. Aktivitas fisik subjek ditentukan
dengan melakukan record aktivitas fisik 1x24 jam pada 3 hari yaitu dua hari
kuliah dan satu hari libur. Tingkat kebugaran kardiorespirasi diperoleh
berdasarkan hasil test Balke 15 menit. Tes Balke 15 menit merupakan tes yang
paling sering digunakan untuk memperkirakan VO2 max. Selama tes, subjek
diminta untuk berlari atau berjalan dengan jarak tempuh semaksimal mungkin
selama 15 menit.
Data sekunder mengenai keadaan umum organisasi diperoleh dengan cara
mencari informasi atau data serta wawancara langsung dengan pihak ketua
organisasi pecinta alam. Data ini meliputi lokasi organisasi, fasilitas yang dimiliki,
jumlah anggota aktif yang mengikuti organisasi tersebut. Di samping itu,
pengamatan langsung terhadap fasilitas yang tersedia di organisasi. Jenis dan cara
pengumpulan data dalam penelitian dicantumkan dalam Tabel 1.
6
Tabel 1 Jenis dan cara pengumpulan data Variabel Jenis data Cara Pengumpulan Data
Data Primer
Karakteristik subjek Usia, jenis kelamin, suku
bangsa dan uang saku
Wawancara dengan
menggunakan kuesioner
Pengetahuan Gizi Pertanyaan mengenai gizi
dan gizi olahraga
Wawancara dengan
menggunakan kuesioner
Konsumsi pangan Jenis dan jumlah makanan Record makanan 1 x 24
jam selama 7 hari
Aktivitas fisik Jenis dan alokasi waktu
untuk aktivitas fisik dan
olahraga
Wawancara dengan
menggunakan kuesioner
dan record 1 x 24 jam
selama 3 hari
Status Gizi Berat Badan (kg) Berat badan diukur
dengan menggunakan
timbangan injak dengan
derajat ketelitian 0,1 kg
Tinggi Badan (cm) Tinggi badan diukur
dengan menggunakan
Mikrotoise
Tingkat Kebugaran Nilai Total VO2
Maksimum
Tes Balke
Data Sekunder
Keadaan umum
organisasi
Lokasi, fasilitas yang
dimiliki, jumlah anggota
yang aktif.
Wawancara, data
organisasi dan
pengamatan secara
langsung.
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang telah diperoleh diperiksa terlebih dahulu sebelum dilakukan
pengolahan untuk memastikan tidak ada yang terlewati. Tahapan pengolahan data
yaitu editing, coding, entry, cleaning, dan kemudian dianalisis. Pengolahan dan
analisis data dilakukan menggunakan software Microsoft Excel 2007 serta
Statistical Product and Service Solution (SPSS) versi 16.0 for Windows.
Karakteristik Subjek
Data karakteristik subjek meliputi usia, jenis kelamin, suku bangsa dan
uang saku. Data usia subjek dikategorikan menjadi (1) usia 19 tahun; (2) usia 20
tahun; (3) usia 21 tahun; (4) usia 22 tahun dan (5) usia 23 tahun. Jenis kelamin
subjek dikelompokkan menjadi (1) laki-laki dan (2) perempuan. Suku bangsa
dikelompokkan menjadi suku Jawa, Sunda, Bali, Sasak, Melayu, Batak dan
Minang. Pengeluaran dikelompokkan menjadi pengeluaran pangan dan
pengeluaran non pangan. Secara keseluruhan pengelompokan karakteristik subjek
disajikan pada Tabel 2.
7
Tabel 2 Pengelompokan Karakteristik Subjek. No Variabel Kelompok 1 Usia 1. Remaja (13-19 tahun)
2. Dewasa muda (20-30 tahun) 3. Dewasa madya (31-50 tahun) 4. Dewasa lanjut (51-75 tahun)
2 Jenis kelamin 1. Laki-laki 2. Perempuan
3 Suku bangsa 1. Jawa 5. Melayu 2. Sunda 6. Batak 3. Bali 7. Minang 4. Sasak
4 Uang saku 1. Rendah : < Rp 600.000 2. Cukup : Rp 600.000 - Rp 900.000 3. Tinggi : > Rp 900.000
5 a. Pengeluaran pangan
1. Rendah : < Rp 400.000 2. Cukup : Rp 400.000 - Rp 600.000 3. Tinggi : >Rp 600.000
6 b. Pengeluaran nonpangan
1. Rendah : < Rp 400.000 2. Cukup : Rp 400.000 - Rp 600.000 3. Tinggi : > Rp 600.000
Pengetahuan Gizi
Tingkat pengetahuan gizi subjek diukur dengan cara pemberian skor
terhadap jawaban subjek atas 20 buah pertanyaan berbentuk multiple choice yang
diajukan. Pertanyaan pengetahuan gizi dikelompokkan menjadi dua. Pertanyaan
nomor 1,2,4,5,6,7,8,9,10,12,14,18 merupakan kelompok pertanyaan mengenai
gizi secara umum, dan pertanyaan nomor 3,11,13,15,16,17,19,20 adalah
kelompok pertanyaan mengenai gizi olahraga. Masing-masing pertanyaan diberi
skor 1 untuk jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban salah. Menurut Khomsan
(2000) total nilai untuk jawaban yang benar kemudian dipresentasekan terhadap
jumlah nilai maksimum dan selanjutnya dikategorikan menjadi tiga, yaitu baik
(>80%), sedang (60-80%) dan kurang (
8
AKE = AMB x FA
Keterangan :
AKE = Angka Kecukupan Energi (Kal)
AMB = Angka Metabolisme Basal (Kal)
FA = Angka Faktor Aktifitas berdasarkan PAL
Kebutuhan zat gizi (protein, lemak, dan karbohidrat) dihitung berdasarkan
persentase dari kebutuhan energi sehari. Kebutuhan protein sebesar 15% dari
kebutuhan energi sehari. Kebutuhan lemak sebesar 30% dari kebutuhan energi
sehari. Kebutuhan karbohidrat sebesar 55% dari kebutuhan energi sehari
(Kemenkes 2014).
Tingkat Kecukupan Zat Gizi
Data konsumsi pangan diketahui melalui metode Food Record selama 1
minggu terakhir. Data konsumsi pangan yang telah didapatkan lalu dikonversikan
ke dalam satuan energi (kkal), protein (g), lemak (g), karbohidrat (g) dan kalsium
(mg) merujuk pada Daftar Konversi Bahan Makanan (DKBM 2004). Menurut
Hardinsyah dan Briawan (1994), rumus untuk menghitung asupan energi, protein,
lemak, karbohidrat, dan kalsium dari pangan yang dikonsumsi sebagai berikut:
Keterangan :
Kgij = Kandungan zat gizi ke-i dalam bahan makanan ke- j
Bj = Berat makanan ke-j yang dikonsumsi (g)
Gij = Kandungan zat gizi ke-i dalam 100 gram BDD bahan makanan ke- j
BDDj = Bagian yang dapat dimakan dalam bahan makanan ke- j
Rumus untuk menentukan Angka Kecukupan Gizi digunakan rumus :
Keterangan:
AKGI = Angka kecukupan zat gizi subjek
Ba = Berat badan aktual sehat (kg)
Bs = Berat badan standar (kg)
AKG = Angka Kecukupan Gizi (2013)
Selanjutnya tingkat kecukupan zat gizi diperoleh dengan cara
membandingkan jumlah konsumsi zat gizi tersebut dengan menggunakan rumus:
Keterangan:
TKG = Tingkat kecukupan zat gizi
K = Konsumsi zat gizi
AKGI = Angka kecukupan gizi subjek
KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100)
AKGI = (Ba/Bs) x AKG
TKGi = (Ki/AKGi) x 100%
9
Tingkat kecukupan zat gizi subjek kemudian dikelompokkan berdasarkan
klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi. Kategori tingkat kecukupan energi
dan zat gizi disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan zat gizi
Zat gizi Klasifikasi Tingkat Kecukupan
Energi dan protein a. Defisit berat b. Defisit sedang c. Defisit ringan d. Normal e. Lebih
a.
10
Tabel 5 Subjek aktivitas fisik berdasarkan nilai PAR
Aktivitas Nilai PAR per
Satuan Waktu (jam)
Tidur (siang dan malam) 1.00 Tidur-tiduran, Duduk diam, Membaca 1.20 Duduk sambil menonton TV 1.72 Mandi dan berpakaian 2.30 Berdiri diam, Beribadah, Menunggu (Berdiri), Berhias 1.50 Berkendaraan di mobil/bus/angkutan 1.20 Makan Minum 1.60 Jalan santai 2.50 Berbelanja (membawa beban) 2.40 Mengendarai kendaraan 2.50 Menjaga anak 2.50 Melakukan perkerjaan rumah tangga 2.75 Setrika pakaian (duduk) 1.70 Kegiatan berkebun 2.70 Bekerja di kantor (Duduk didepan meja, Menulis,
mengetik) 1.30
Bekerja di kantor (Berjalan, Membawa arsip) 1.60 Olahraga (Badminton) 4.85 Olahraga (Jogging, Lari jarak jauh) 6.50 Olahraga (Bersepeda) 3.60 Olahraga (Aerobik, Berenang, Sepak Bola, dll) 7.50 Kegiatan dilakukan dengan duduk 1.50 Kegiatan ringan 1.40 Memasak 2.10
Sumber: FAO/WHO/UNU (2001)
PAL ditentukan dengan rumus sebagai berikut :
Keterangan:
PAL = Physical Activity Level (tingkat aktivitas fisik)
PAR = Physical Activity Ratio (jumlah energi yang dikeluarkan untuk
jenis aktivitas per satuan waktu tertentu)
Data PAL yang diperoleh kemudian dikategorikan berdasarkan kategori
tingkat aktivitas fisik yang disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Kategori tingkat aktivitas fisik berdasarkan nilai PAL
No Kategori Nilai PAL
1 Sangat ringan (very sedentary lifestyle)
11
Tingkat Kebugaran Kardiorespirasi
Tingkat kebugaran diukur dengan menghitung estimasi VO2 max
berdasarkan jarak tempuh pada tes Balke 15 menit. Menurut Budiman (2007)
prosedur Tes Balke yaitu subjek diminta untuk berlari menempuh jarak sejauh
mungkin dalam waktu 15 menit. Subjek tidak diperbolehkan untuk berhenti atau
diam di dalam lintasan, akan tetapi diperbolehkan berjalan apabila lelah. Hasil
perhitungan jarak tersebut kemudian dihitung dengan menggunakan software
perhitungan Tes Balke (Balke VO2 Max calculator). Hasil perhitungan jarak yang
telah ditempuh subjek juga dapat dilakukan dengan menggunakan perhitungan
sebagai berikut:
Kategori daya tahan kardiorespirasi berdasarkan nilai VO2 max disajikan
pada Tabel 7.
Tabel 7 Kategori daya tahan kardiorespirasi berdasarkan nilai VO2 max
No Kategori daya tahan kardiorespirasi Nilai VO2 max
1 Kurang 39.0
Sumber : FAO/WHO/UNU (2001)
Definisi Operasional
Subjek adalah mahasiswa-mahasiswi pecinta alam IPB
Jenis Kelamin adalah jenis kelamin subjek yang dibedakan menjadi laki-laki dan
perempuan
Usia adalah usia subjek pada saat penelitian dilakukan yang dinyatakan dalam
tahun dan berada pada usia dewasa.
Pengetahuan gizi subjek adalah pengetahuan gizi yang diukur dengan cara
menanyakan pertanyaan umum mengenai gizi dan gizi olahraga.
Konsumsi pangan adalah jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan
seorang untuk memenuhi kebutuhan hidup dan melakukan aktivitas fisik
berupa energi dan zat gizi (protein, lemak dan karbohidrat).
Aktivitas Fisik adalah gerakan yang dilakukan otot-otot tubuh dan sistem
penunjangnya untuk menggerakkan badan.
Status Gizi adalah keadaan kesehatan tubuh seseorang atau kelompok orang yang
diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan
diukur dari berat badan dan tinggi badan dengan parameter IMT (WHO
2007) dan IMT/U (WHO Anthroplus 2007)
Kebugaran kardiorespirasi adalah kebugaran yang ditentukan oleh VO2 Max
yang diukur menggunakan tes Balke.
VO2 max adalah volume maksimum oksigen yang dapat digunakan per menit
satuan yang digunakan adalah ml/kg/menit.
% VO2 max = [((Jarak total yang ditempuh/15)-133) x 0,172] + 33,3
12
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Organisasi Pecinta Alam
Pecinta alam adalah kegiatan petualangan yang dilakukan di alam bebas,
baik menjelajah alam (gunung, hutan, gua, sungai dan pantai), tempat bersejarah,
dan melihat kesenian dan budaya. Melakukan berbagai petualangan di alam bebas,
seperti mendaki gunung, menembus rimba, mengarungi jeram-jeram sungai dan
memanjat tebing merupakan kegiatan yang mendidik dan bermanfaat. Seperti
halnya mendaki gunung, yang merupakan suatu aktivitas yang menuntut fisik,
mental dan emosi (Sastha 2007). Organisasi pecinta alam di Institut Pertanian
Bogor terdiri dari delapan organisasi, tiga diantaranya adalah Azimuth, Lawalata
dan Rimpala. Sejarah terbentuknya organisasi pecinta alam ini dipelopori oleh
Lawalata yang berdiri pada tahun 1974 dan termasuk organisasi pecinta alam
pertama di IPB. Anggota dari Lawalata ini tersebar dari beberapa fakultas. Jumlah
anggota Lawata yang aktif pada tahun 2011-2013 adalah 31 orang.
Semenjak berdirinya Lawalata, maka berdirilah tujuh organisasi pecinta
alam pada setiap departemen di IPB. Dari ketujuh organisasi ini yang memiliki
program kerja yang rutin dan aktif adalah Azimuth dan Rimpala. Azimuth
merupakan organisasi pecinta alam yang terdapat pada Departemen Ilmu Tanah.
Organisasi ini berdiri pada 02 September 1992. Jumlah anggota Azimuth pada
tahun 2011-2013 adalah 22 orang dengan 10 anggota aktif. Organisasi pecinta
alam kedua adalah Rimpala. Rimpala merupakan pecinta alam yang terdapat pada
Fakultas Kehutanan. Organisasi ini berdiri pada 25 September 1992. Jumlah
anggota Rimpala pada tahun 2011-2013 adalah 22 orang. Fasilitas yang sebagian
besar dimiliki oleh setiap organisasi pecinta alam di IPB adalah alat-alat yang
digunakan untuk konservasi lingkungan, perlengkapan untuk mendaki gunung,
dan fasilitas hunian.
Karakteristik Subjek Penelitian
Subjek penelitian adalah mahasiswa pecinta alam dari tiga organisasi,
yaitu Azimuth, Lawalata dan Rimpala pada angkatan 48-50. Subjek terdiri dari 21
laki-laki dan 18 perempuan. Rata-rata umur subjek laki-laki dan perempuan
adalah 20 tahun (38.5%). Menurut penelitian Kresting et al. (2008), pengetahuan
gizi remaja putri meningkat dengan semakin meningkatnya usia. Jenis kelamin
merupakan salah satu dasar penentuan kecukupan gizi seseorang.
Setiap suku bangsa memiliki kebudayaan yang berbeda-beda, terutama
dalam hal pemilihan dan pengolahan makan. Pola kebudayaan mempengaruhi
jenis pangan apa yang harus diproduksi, bagaimana cara pengolahannya,
penyalurannya hingga penyajiannya (Sukandar 2007). Sebaran subjek berdasarkan
suku bangsa disajikan dalam Tabel 8.
13
Tabel 8 Sebaran subjek berdasarkan suku bangsa Suku bangsa
Laki-laki Perempuan Jumlah
n % n % n %
Jawa 10 47.6 4 22.2 14 35.9 Sunda 5 23.8 7 38.9 12 30.8 Bali 0 0 1 5.6 1 2.6 Sasak 1 4.8 0 0 1 2.6 Melayu 2 9.5 2 11.1 4 10.2 Batak 1 4.8 2 11.1 3 7.7 Minang 2 9.5 2 11.1 4 10.2 Total 21 100 18 100 39 100
Berdasarkan Tabel 8 sebagian besar subjek bersuku bangsa Jawa dan
Sunda. Persentase subjek yang bersuku bangsa Jawa pada subjek laki-laki sebesar
47.6%, sedangkan subjek perempuan sebesar 22.2%. Presentase subjek yang
bersuku bangsa Sunda pada subjek laki-laki sebesar 23.8%, sedangkan pada
subjek perempuan sebesar 38.9%.
Uang saku merupakan sejumlah uang yang diterima oleh siswa untuk
membeli jajanan dalam sehari (Sinaga et al. 2012). Sebaran uang saku subjek
disajikan dalam Tabel 9.
Tabel 9 Sebaran uang saku subjek berdasarkan jenis kelamin
Kategori uang saku
Laki-laki Perempuan Jumlah
n % n % n %
Kurang Rp 900000 6 28.6 13 72.2 19 48.8 Total 21 100 18 100 39 100 Rata-rata (Rp) 947.619 1.161.111 1.046.154
Berdasarkan Tabel 9 sebagian besar subjek laki-laki (71.4%) memiliki
uang saku yang berkisar antara Rp 600000-Rp 900000/bulan dengan rata-rata
uang saku subjek adalah Rp 947619 329574. Pada subjek perempuan sebagian
besar (72.2%) memiliki uang saku >Rp 900000/bulan dengan rata-rata uang saku
pada subjek perempuan adalah Rp 1161111 267645. Berdasarkan hasil dari
kuesioner dan wawancara, beberapa sumber uang saku subjek selain berasal dari
orang tua adalah dari beasiswa. Uang saku yang diterima subjek dipergunakan
untuk berbagai keperluan. Alokasi uang saku subjek adalah untuk pangan dan
non-pangan. Sebaran pengeluaran pangan dan non-pangan subjek dapat dilihat
pada Tabel 10.
Tabel 10 Sebaran pengeluaran pangan dan non-pangan subjek Kategori pengeluaran pangan dan
non-pangan
Laki-laki Perempuan Jumlah
n % n % n %
Pengeluaran pangan
Kurang Rp 600000 2 9.5 7 38.9 9 23.1
Total 21 100 18 100 39 100
14
Lanjutan Tabel 10 Sebaran pengeluaran pangan dan non-pangan subjek Kategori pengeluaran pangan dan
non-pangan
Laki-laki Perempuan Jumlah
n % n % n %
Rata-rata (Rp) 459.523 600.000 524.359
Pengeluaran non-pangan
Kurang < Rp 400000 9 42.8 4 22.2 13 33.3
Cukup Rp 400000- Rp 600000 6 28.6 7 38.9 13 33.3
Lebih > Rp 600000 6 28.6 7 38.9 13 33.4
Total 21 100 18 100 39 100
Rata-rata (Rp) 488.095 561.111 521.795
Berdasarkan Tabel 10 sebagian besar subjek laki-laki (66.7%) memiliki
uang pangan yang berkisar antara Rp 400000-Rp 600000/bulan dengan rata-rata
uang pangan adalah Rp 459523 154611, sedangkan pada subjek perempuan
sebagian besar memiliki kategori pengeluaran pangan cukup (44.4%) dan lebih
(38.9%). Rata-rata uang pangan pada subjek perempuan adalah Rp 600000
212132. Menurut Garcia et al (2009) pendapatan seseorang akan mempengaruhi
konsumsi pangan. Pengeluaran non pangan merupakan sejumlah uang yang
dipergunakan untuk keperluan pendidikan, transportasi, tabungan dan lainnya.
Sebanyak 42.8% subjek laki-laki mengalokasikan uang saku untuk keperluan non
pangan yaitu
15
Tabel 11 Sebaran pertanyaan pengetahuan gizi yang dijawab benar oleh subjek
berdasarkan jenis kelamin
No Pertanyaan Laki-laki Perempuan Total
n % n % n %
1 Pengertian makanan sehat 20 95.2 18 100 38 97
2 Makanan sumber karbohidrat 21 100 18 100 39 100
3 Derajat kesehatan dan kebugaran 21 100 18 100 39 100
4 Zat gizi yang dibutuhkan tubuh 21 100 18 100 39 100
5 Vitamin larut air 18 85.7 15 83.3 33 85
6 Makanan dengan protein tertinggi 16 76.1 13 72.2 29 74
7 Akibat kekurangan vitamin C 21 100 18 100 39 100
8 Peran kalsium 21 100 17 94.4 38 97
9 Makanan yang mengandung vitamin A 21 100 18 100 39 100
10 Zat gizi yang banyak terdapat pada susu 21 100 18 100 39 100
11 Bahan makanan yang baik untuk
pendakian
15 71.4 9 50 24 62
12 Akibat kekurangan zat besi (Fe) 17 80.9 17 94.4 34 87
13 Sumber energi utama saat olahraga
intensitas berat
8 38 7 38.9 15 38
14 Akibat kekurangan kalsium 21 100 17 94.4 38 97
15 Jenis minuman isotonik alami 20 95.2 17 94.4 37 95
16 Zat peningkat performa dalam olahraga 13 61.9 9 50 22 56
17 Akibat kekurangan cairan selama
berolahraga
21 100 18 100 39 100
18 Pangan tinggi lemak 18 85.7 14 77.8 32 82
19 Elektrolit yang hilang saat berolahraga 4 19 7 38.9 11 28
20 Tujuan pengaturan makan untuk
berolahraga
21 100 15 83.3 36 92
Berdasarkan Tabel 11 menunjukkan bahwa subjek laki-laki dan
perempuan seluruhnya (100%) menjawab dengan benar pada pertanyaan
mengenai makanan sumber karbohidrat, derajat kesehatan dan kebugaran, zat gizi
yang dibutuhkan tubuh, akibat kekurangan vitamin C, makanan yang mengandung
vitamin A, zat gizi pada susu, dan akibat kekurangan cairan selama berolahraga.
Pertanyaan yang paling banyak dijawab salah oleh subjek adalah
pertanyaan mengenai elektrolit yang hilang saat berolahraga. Subjek perempuan
lebih tinggi menjawab benar pertanyaan elektrolit yang hilang saat berolahraga
sebesar 38.9% dibandingkan laki-laki sebesar 19%. Banyaknya subjek yang masih
menjawab salah pada pertanyaan tentang elektrolit yang hilang saat berolahraga
dapat disebabkan karena materi mengenai gizi kebugaran pada organisasi pecinta
alam belum diberikan atau belum dibahas secara detail.
Tabel 12 Sebaran pengetahuan gizi subjek
No
Kategori
pengetahuan
gizi
Laki-laki Perempuan Jumlah
P n % n % n %
1 Kurang 0 0 0 0 0 0
0.438 2 Sedang 9 42.9 7 38.9 16 41
3 Baik 12 57.1 11 61.1 23 59
Total 21 100 18 100 39 100
16
Berdasarkan Tabel 12 sebagian besar subjek, baik laki-laki (57.1%)
maupun perempuan (61.1%) memiliki pengetahuan gizi baik. Hasil uji beda Mann
Whitney menunjukkan tidak terdapat perbedaan pengetahuan gizi yang signifikan
antara jenis kelamin laki-laki dan perempuan (p=0.438). Hasil ini sejalan dengan
Kresting et al. (2008) bahwa jenis kelamin tidak berpengaruh signifikan terhadap
hasil pengetahuan gizi. Menurut Banwat et al. (2012) tingkat pendidikan
seseorang dapat mempengaruhi tingginya pengetahuan gizi seseorang.
Tingkat Kecukupan Zat Gizi
Angka Kecukupan Gizi (AKG) adalah suatu kecukupan rata-rata zat gizi
setiap hari bagi semua orang berdasarkan golongan usia, jenis kelamin, ukuran
tubuh dan aktivitas tubuh untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Angka
kecukupan gizi digunakan sebagai acuan untuk menentukan tingkat kecukupan
gizi subjek. Bahan pangan yang telah dikonsumsi dan diserap dalam tubuh akan
dicerna menjadi berbagai zat gizi. Zat gizi memiliki fungsi yaitu sebagai sumber
energi, pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, mengatur metabolisme dan
keseimbangan tubuh, serta berperan dalam sistem imun (Sediaoetama 2008).
Tingkat Kecukupan Energi
Energi sangat diperlukan oleh manusia untuk melakukan aktivitas dalam
kehidupan sehari-hari. Energi dapat diperoleh dari berbagai bahan pangan yang
dikonsumsi setiap harinya. Besarnya kebutuhan energi tergantung dari energi
yang digunakan setiap hari (Burke 1992). Sebaran subjek berdasarkan tingkat
kecukupan energi disajikan dalam Tabel 13.
Tabel 13 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan energi
Kategori tingkat
kecukupan energi
Laki-laki Perempuan Jumlah P
n % n % n %
Defisit berat 0 0 3 16.7 3 7.7
0.000
Defisit sedang 0 0 2 11.1 2 5.1
Defisit ringan 0 0 4 22.2 4 10.3
Normal 4 19.1 7 38.9 11 28.2
Lebih 17 80.9 2 11.1 19 48.7
Total 21 100 18 100 39 100
Rata-rata jumlah asupan energi pada subjek mahasiswa pecinta alam
selama tujuh hari adalah 1572.4 370.02 kkal, sedangkan rata-rata jumlah asupan
energi pada laki-laki adalah 1717.8 399.8 kkal dan perempuan adalah 1402.8
247.9 kkal. Berdasarkan Tabel 13 menunjukkan bahwa sebagian besar tingkat
kecukupan energi pada subjek laki-laki (80.9%) berada pada kategori lebih,
sedangkan pada subjek perempuan sebagian besar berada pada kategori normal
(38.9%). Lebihnya asupan energi pada subjek laki-laki kemungkinan disebabkan
karena kebiasaan makan. Bahan pangan yang sering dikonsumsi subjek adalah
nasi dengan berat 200-300g pada setiap kali makan, selain itu konsumsi mie
instan yang tinggi juga menjadi salah satu penyebab yang mengakibatkan
lebihnya asupan energi. Rendahnya asupan pada subjek perempuan kemungkinan
17
disebabkan karena subjek lebih sering mengkonsumsi snack ringan dibandingkan
makanan lengkap, dan juga karena alasan diet. Menurut Contento (2011), faktor
yang mempengaruhi konsumsi pangan adalah kebiasaan, ketersediaan, tradisi,
budaya dan pendapatan. Hasil uji beda Mann Whitney tingkat kecukupan energi
berdasarkan jenis kelamin menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan
antara tingkat kecukupan energi pada jenis kelamin laki-laki dan perempuan
(p
18
Tingkat Kecukupan Lemak
Lemak merupakan zat gizi penghasil energi terbesar, yang memiliki energi
dua kali energi yang dihasilkan karbohidrat dan protein. Lemak (lipid) merupakan
komponen struktural dari semua sel-sel tubuh yang dibutuhkan oleh ratusan
bahkan ribuan fungsi fisiologis tubuh (McGuire & Beerman 2011). Lemak
merupakan sumber energi yang penting untuk kontraksi otot selama olahraga
endurance. Olahraga endurance merupakan olahraga yang dilakukan dengan
intensitas rendah sampai sedang (submaksimal) dan berlangsung dalam waktu
lama (Primana 2000). Fungsi lain lemak yaitu menyediakan cadangan energi
tubuh, isolator, pelindung organ dan menyediakan asam-asam lemak esensial
(Mahan & Escott-Stump 2008). Selain itu lemak juga berperan penting dalam
metabolisme zat gizi, terutama penyerapan karotenoid, vitamin A, D, E dan K.
Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan lemak disajikan dalam Tabel 15.
Tabel 15 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan lemak
Kategori tingkat
kecukupan lemak
Laki-laki Perempuan Jumlah P
n % n % n %
Kurang 0 0 0 0 0 0
0.000 Normal 0 0 0 0 0 0
Lebih 21 100 18 100 39 100
Total 21 100 18 100 39 100
Rata-rata asupan lemak pada subjek adalah 51.7 14.7 g. Rata-rata asupan
lemak pada laki laki dan perempuan yaitu 52.7 17.1 g dan 50.5 11.3 g.
Berdasarkan Tabel 15 dapat diketahui bahwa tingkat kecukupan lemak pada
subjek berjenis kelamin laki-laki dan perempuan (100%) berada pada kategori
lebih. Hal tersebut kemungkinan disebabkan karena bentuk olahan makanan yang
paling sering dikonsumsi oleh subjek diolah dengan menggunakan teknik deep
frying menggunakan minyak kelapa sawit. Minyak kelapa sawit memiliki
kandungan lemak yang cukup tinggi, sehingga konsumsi lemak subjek meningkat.
Konsumsi lemak secara berlebihan akan berdampak buruk untuk kesehatan.
Kelebihan lemak tubuh dapat meningkatkan resiko obesitas dan penyakit
kardiovaskular. Penurunan aktivitas fisik merupakan salah satu akibat yang
ditimbulkan karena konsumsi lemak yang berlebihan (Vogels et al. 2006). Hal ini
sejalan dengan Kokkinos & Myers (2010) bahwa individu dengan tingkat
aktivitas fisik rendah mempunyai resiko lebih besar dalam peningkatan simpanan
lemak tubuh dibandingkan individu dengan aktivitas tinggi. Hasil uji beda Mann
Whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat
kecukupan lemak subjek laki-laki dan perempuan (p
19
makanan. Fungsi utama karbohidrat yang dapat dicerna bagi manusia adalah
untuk menyediakan energi bagi sel, termasuk sel-sel otak yang kerjanya
tergantung pada suplai karbohidrat berupa glukosa (Mahan & Escott-Stump 2008).
Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan lemak disajikan dalam Tabel 16.
Tabel 16 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan karbohidrat
Kategori tingkat
kecukupan karbohidrat
Laki-laki Perempuan Jumlah P
n % n % n %
Kurang 0 0 0 0 0 0
0.086 Normal 0 0 1 5.6 1 2.6
Lebih 21 100 17 94.4 38 97.4
Total 21 100 18 100 39 100
Rata-rata jumlah asupan karbohidrat pada subjek mahasiswa pecinta alam
adalah 397.2 263.6 g. Rata-rata jumlah asupan karbohidrat pada laki-laki dan
perempuan adalah 357.5 178.8 g dan 443.7 336.9 g. Berdasarkan Tabel 16
dapat diketahui bahwa tingkat kecukupan karbohidrat pada seluruh subjek jenis
kelamin laki-laki berada pada kategori lebih. Tingkat kecukupan karbohidrat pada
subjek perempuan sebagian besar (94.4%) berada pada kategori lebih, akan tetapi
terdapat seorang subjek yang memiliki tingkat kecukupan karbohidrat yang berada
pada kategori normal (5.6%). Berdasarkan hasil record konsumsi karbohidrat
yang berlebihan dikarenakan subjek lebih sering mengkonsumsi nasi dalam
jumlah yang besar, snack coklat dan makanan sepinggan. Makanan sepinggan
yang sering dikonsumsi subjek adalah mie goreng, nasi uduk, lontong sayur, dan
nasi goreng. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan tingkat kecukupan karbohidrat yang signifikan antara laki-laki dan
perempuan (p=0.086).
Menurut Almatsier (2004) kebutuhan karbohidrat untuk orang yang bukan
berprofesi sebagai atlet adalah 55-75% berasal dari karbohidrat kompleks dan
10% berasal dari gula sederhana.
Tingkat Kecukupan Kalsium
Kalsium merupakan mineral yang paling banyak terdapat pada tubuh
manusia. Kalsium berfungsi dalam struktur tulang dan gigi, transmisi impuls saraf,
pembekuan darah dan regulasi enzim (Sulistyoningsih 2012). Sumber utama
kalsium adalah susu dan hasil olahannya. Sumber lain kalsium adalah sayuran
hijau, kacang-kacangan, dan ikan laut. Ikan dan makanan sumber laut
mengandung kalsium lebih banyak dibandingkan daging sapi maupun ayam
(Kemenkes 2014). Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan kalsium
disajikan dalam Tabel 17.
Tabel 17 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan kalsium
Kategori tingkat
kecukupan kalsium
Laki-laki Perempuan Jumlah P
n % n % n %
Kurang 16 76.2 11 61.1 27 69.2
0.464 Cukup 5 23.8 7 38.9 12 30.8
Total 21 100 18 100 39 100
20
Berdasarkan Tabel 17 dapat diketahui bahwa sebagian besar subjek, baik
laki-laki (76.2%) maupun perempuan (61.1%) memiliki tingkat kecukupan
kalsium kurang. Rata-rata asupan kalsium subjek adalah 848.4 1328.7 mg. Rata-
rata jumlah asupan kalsium subjek laki-laki dan perempuan adalah 558.6 539.7
mg dan 1186.5 1838.2 mg. Konsumsi subjek yang kurang beragam dan
rendahnya konsumsi susu, kacang-kacangan, ikan serta sumber laut menjadi salah
satu penyebab rendahnya tingkat kecukupan kalsium. Menurut Kemenkes 2014
kecukupan kalsium remaja dan dewasa berada pada rentang 1000-1200 mg setiap
harinya. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat
perbedaan tingkat kecukupan kalsium yang signifikan antara laki-laki dan
perempuan (p=0.464). Akibat yang ditimbulkan karena kekurangan mineral yaitu
dapat merusak kesehatan yang optimal, dan gangguan kesehatan yang dapat
mempengaruhi kinerja olahraga (Melvin 2005).
Tingkat Kecukupan Zat Besi
Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam
tubuh manusia. Zat besi berfungsi dalam metabolisme energi, sistem kekebalan,
komponen hemoglobin dan beberapa enzim oksidatif (Sulistyoningsih 2012).
Sumber utama zat besi dikelompokkan menjadi dua macam yaitu besi heme dan
non-heme. Sumber dari besi heme adalah pada daging, jeroan, ikan dan unggas,
sedangkan sumber dari non-heme adalah dari nabati kedelai, kacang-kacangan,
sayuran hijau dan rumput laut (Gibson 2000). Sebaran subjek berdasarkan tingkat
kecukupan zat besi disajikan pada Tabel 18.
Tabel 18 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan zat besi
Kategori tingkat
kecukupan zat besi
Laki-laki Perempuan Jumlah P
n % n % n %
Kurang 6 28.6 18 100 24 61.5
0.000 Cukup 15 71.4 0 0 15 38.5
Total 21 100 18 100 39 100
Berdasarkan Tabel 18 dapat diketahui bahwa sebagian besar tingkat
kecukupan zat besi pada subjek laki-laki berada pada kategori cukup (71.4%),
sedangkan pada seluruh subjek perempuan berada pada kategori kurang (100%).
Rata-rata asupan zat besi subjek yaitu sebesar 11.3 3.9 mg. Rata-rata jumlah
asupan zat besi pada subjek laki-laki dan perempuan adalah 12.2 4.3 mg dan
10.3 3.3 mg. Rendahnya jumlah konsumsi daging, ikan dan sayuran hijau
kemungkinan menjadi salah penyebab kurangnya asupan zat besi pada subjek
perempuan. Menurut Sinaga et al. (2012) penyebab anemia gizi terutama karena
makanan yang dimakan kurang mengandung besi, terutama dalam bentuk besi-
hem. Disamping itu pada perempuan karena kehilangan darah waktu haid.
Kecukupan zat besi yang dianjurkan untuk dewasa usia 19 tahun keatas dengan
jenis kelamin laki-laki yaitu sebesar 13 mg/hari, sedangkan untuk perempuan
adalah 26 mg/hari (FAO/WHO 2001). Hasil uji beda Mann Whitney
menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kecukupan zat besi yang
signifikan antara laki-laki dan perempuan (p
21
Tingkat Kecukupan Vitamin A
Vitamin A merupakan vitamin larut lemak yang pertama kali ditemukan
dan memiliki nama generik yang menyatakan semua retinoid dan
prekursor/provitamin, A/karotenoid yang mempunyai aktivitas biologi seperti
retinol. Vitamin A mempunyai fungsi utama sebagai bagian penting pada indera
penglihatan (Wolinsky & Driskell 2006). Fungsi vitamin A lainnya yaitu berperan
dalam sistem kekebalan tubuh, pertumbuhan, perkembangan reproduksi,
pencegahan penyakit kanker dan degeneratif seperti jantung (Almatsier 2004).
Pada saat berolahraga tidak meningkatkan kebutuhan vitamin. Apabila menu yang
dikonsumsi seimbang, maka tidak diperlukan suplementasi. Dengan diet yang
sesuai akan didapatkan asupan vitamin yang memadai. Sebaran subjek
berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A disajikan pada Tabel 19.
Tabel 19 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan vitamin A
Kategori tingkat
kecukupan vitamin A
Laki-laki Perempuan Jumlah P
n % n % n %
Kurang 2 9.6 0 0 2 5.1
0.013 Cukup 19 90.4 18 100 37 94.9
Total 21 100 18 100 39 100
Berdasarkan Tabel 19 dapat diketahui bahwa tingkat kecukupan vitamin A
sebagian besar subjek , baik laki-laki (90.4%) maupun perempuan (100%)
memiliki tingkat kecukupan vitamin A yang cukup. Rata-rata asupan vitamin A
subjek adalah 1020.3 340.9 RE, sedangkan jumlah asupan vitamin A pada
subjek laki-laki dan perempuan adalah 972.9 380.3 RE dan 1075.5 289.4 RE.
Hal ini menunjukkan bahwa subjek sudah memenuhi tingkat kecukupan vitamin
A. Bahan makanan yang sering dikonsumsi subjek adalah sayuran hijau, wortel,
minyak kelapa sawit, hati ayam dan hati sapi yang kaya akan Vitamin A. Menurut
Sulaeman & Muhilal (2004) kelebihan konsumsi vitamin A dapat memberikan
efek teratogenik, kelainan jantung, kelainan saluran kemih, mengganggu sistem
saraf pusat dan tulang otot. Hasil uji Independent Sample T-Test menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan tingkat kecukupan vitamin A yang signifikan antara
laki-laki dan perempuan (p=0.013). Rata-rata asupan vitamin A pada subjek laki-
laki lebih rendah dibandingkan dengan subjek perempuan.
Tingkat Kecukupan Vitamin B1
Vitamin B1 atau tiamin merupakan vitamin yang berfungsi sebagai
koenzim yang penting dalam metabolisme energi dari karbohidrat, sehingga
asupan sehari-hari sangat penting untuk mencukupi kebutuhan tubuh. Jumlah
tiamin yang dianjurkan dalam kebutuhan harus berdasarkan pada jumlah
karbohidrat dalam makanan (Setiawan & Rahayuningsih 2004). Menurut
WKNPG tahun 2013, angka kecukupan vitamin B1 untuk remaja dan dewasa usia
19-29 tahun dengan jenis kelamin laki-laki adalah 1.4 mg/hari dan untuk wanita
adalah 1.1 mg/hari. Sumber utama tiamin yaitu serealia, kacang-kacangan, semua
daging organ, daging tanpa lemak dan kuning telur. Sebaran subjek berdasarkan
tingkat kecukupan vitamin B1 disajikan pada Tabel 20.
22
Tabel 20 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan vitamin B1
Kategori tingkat
kecukupan vitamin B1
Laki-laki Perempuan Jumlah P
n % n % n %
Kurang 4 19.1 5 27.8 9 23.1
0.035 Cukup 17 80.9 13 72.2 30 76.9
Total 21 100 18 100 39 100
Berdasarkan Tabel 20 dapat diketahui bahwa tingkat kecukupan vitamin B1
sebagian besar subjek laki-laki dan perempuan berada pada kategori cukup. Rata-
rata asupan vitamin B1 subjek adalah 126.6 291.7 mg. Rata-rata jumlah asupan
vitamin B1 subjek laki-laki dan perempuan adalah 56.1 153.3 mg dan 208.7
386.3 mg. Bahan makanan yang sering dikonsumsi subjek yang kaya akan
vitamin B1 adalah hati dan ampela ayam, kacang-kacangan dan telur ayam.
Kebutuhan tiamin dipengaruhi oleh usia, asupan energi, asupan karbohidrat dan
berat badan. Vitamin B1 memiliki sifat mudah dibuang dalam urin, toksisitas
bukan merupakan masalah pada tiamin. Tidak terdapat efek merugikan dari
kelebihan konsumsi tiamin dari makanan dan suplemen (Kemenkes 2014). Hasil
uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat
kecukupan vitamin B1 yang signifikan antara laki-laki dan perempuan (p=0.035).
Subjek perempuan memiliki rata-rata jumlah asupan vitamin B1 lebih tinggi
dibandingkan laki-laki.
Tingkat Kecukupan Vitamin C
Vitamin C merupakan antioksidan yang diperlukan oleh tubuh yang mampu
mengurangi gejala penyakit asma, meningkatkan penyerapan zat besi yang
berperan dalam pembentukan jaringan penyambung tulang dan gigi. Selain itu,
vitamin C juga mampu menetralkan racun, menurunkan tekanan darah tinggi,
membantu pembentukan kolagen, mencegah pembekuan darah yang tidak normal
serta menyembuhkan luka bakar (Arisandi & Andriani 2009). Sebaran subjek
berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C disajikan pada Tabel 21.
Tabel 21 Sebaran subjek berdasarkan tingkat kecukupan vitamin C
Kategori tingkat
kecukupan vitamin C
Laki-laki Perempuan Jumlah P
n % n % n %
Kurang 21 100 17 94.4 38 97.4
0.004 Cukup 0 0 1 5.6 1 2.6
Total 21 100 18 100 39 100
Berdasarkan Tabel 21 dapat diketahui bahwa sebagian besar, baik laki-laki
(100%) maupun perempuan (94.4%) memiliki tingkat kecukupan vitamin C yang
kurang. Rata-rata asupan vitamin C subjek adalah 19.4 16.4 mg, sedangkan rata-
rata jumlah asupan vitamin C subjek laki-laki dan perempuan adalah 16.5 16.9
mg dan 22.8 15.5 mg. Dari hasil food record didapatkan hasil bahwa rendahnya
konsumsi buah pada setiap kali waktu makan. Hal ini kemungkinan menjadi salah
satu penyebab tingkat kecukupan vitamin C pada subjek berada pada kategori
kurang. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian Othman et al. (2012) yang
menyatakan bahwa wanita lebih banyak mengkonsumsi buah dan sayur
dibandingkan laki-laki. Menurut Bowman & Russell (2001) bahwa banyak remaja
23
tidak memenuhi rekomendasi diet yang sesuai untuk kelompok usia mereka, dan
memiliki asupan makanan yang kurang kalsium, besi, riboflavin, vitamin A dan
vitamin C. Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa terdapat perbedaan
tingkat kecukupan vitamin C yang signifikan antara laki-laki dan perempuan
(p=0.004). Rata-rata jumlah asupan vitamin C pada subjek perempuan lebih tinggi
dibandingkan subjek laki-laki.
Aktivitas Fisik
Aktivitas fisik merupakan gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot-otot
rangka, membutuhkan pengeluaran energi serta memberikan manfaat bagi
kesehatan (Hoeger et al. 2001). Selama aktivitas fisik berlangsung, otot
membutuhkan energi di luar metabolisme untuk bergerak, sedangkan jantung dan
paru-paru memerlukan tambahan energi untuk mengantarkan zat-zat gizi dan
oksigen ke seluruh tubuh dan untuk mengeluarkan sisa-sisa dari tubuh (Almatsier
2006). Pada penelitian Malinauskas et al. (2006) menunjukkan bahwa sebagian
besar (80%) dari peserta melaporkan bahwa aktivitas fisik dapat mengendalikan
berat badan mereka. Rata-rata PAL subjek pada hari kuliah dan hari libur adalah
(1.44 0.1). Sebaran subjek berdasarkan nilai PAL disajikan pada Tabel 22.
Tabel 22 Sebaran subjek berdasarkan rata-rata aktivitas hari kuliah
Kategori nilai
PAL hari kuliah
Laki-laki Perempuan Jumlah P
n % n % n %
Sangat ringan 13 61.9 6 33.3 19 48.7
0.026
Ringan 8 38.1 12 66.7 20 51.3
Sedang 0 0 0 0 0 0
Berat 0 0 0 0 0 0
Total 21 100 18 100 39 100
Berdasarkan Tabel 22 dapat diketahui bahwa rata-rata nilai PAL aktivitas
kuliah sebagian besar subjek berjenis kelamin laki-laki (61.9%) berada pada
kategori sangat ringan, sedangkan pada subjek perempuan sebagian besar (66.7%)
berada pada kategori ringan. Menurut Riskesdas (2007) menunjukkan bahwa
penduduk Indonesia usia > 10 tahun kurang melakukan aktivitas fisik (48.2%).
Rata-rata nilai PAL aktivitas hari kuliah pada subjek laki-laki adalah 1.39 0.1,
sedangkan pada subjek perempuan adalah 1.44 0.1. Aktivitas yang sering
dilakukan subjek pada saat hari kuliah adalah mengobrol, kuliah, bermain musik
dan bermain game. Salah satu faktor yang dapat menyebabkan menurunnya
aktivitas fisik adalah sosial ekonomi, dukungan sosial yang buruk dan hambatan
terkait akses (Belanger et al. 2011). Hasil uji beda Mann Whitney menunjukkan
bahwa terdapat perbedaan rata-rata nilai PAL aktivitas kuliah yang signifikan
antara laki-laki dan perempuan (p=0.026). Rata-rata nilai PAL aktivitas kuliah
pada laki-laki memiliki nilai yang lebih rendah dibandingkan subjek perempuan.
Hal ini sejalan dengan penelitian Kruger (2006) yang menunjukkan bahwa subjek
yang memiliki kategori pekerjaan lebih berat cenderung memiliki proporsi
aktivitas fisik sedang dan berat yang lebih tinggi dibandingkan dengan subjek
dengan pekerjaan yang lebih ringan. Menurut Thomas (2003) aktivitas fisik
mahasiswa pada masa sekarang lebih banyak pada aktivitas sedenter.
24
Berkurangnya aktivitas fisik merupakan salah satu akibat dari kehidupan yang
semakin modern.
Tabel 23 Sebaran subjek berdasarkan rata-rataaktivitas hari libur
Kategori nilai PAL
hari libur
Laki-laki Perempuan Jumlah P
n % n % n %
Sangat ringan 3 14.3 2 11.1 5 12.8
0.535
Ringan 15 71.4 13 72.2 28 71.8
Sedang 3 14.3 2 11.1 5 12.8
Berat 0 0 1 5.6 1 2.6
Total 21 100 18 100 39 100
Berdasarkan Tabel 23 dapat diketahui bahwa rata-rata nilai PAL aktivitas
hari libur sebagian besar, baik subjek laki-laki (71.4%) maupun perempuan
(72.2%) memiliki nilai rata-rata PAL aktivitas hari libur kategori ringan, tetapi
terdapat satu subjek perempuan (5.6%) yang memiliki kategori berat. Aktivitas
ringan yang sering dilakukan pada hari libur oleh subjek adalah tidur, menonton tv,
bermain game dan mengerjakan tugas, sedangkan aktivitas berat yang sering
dilakukan oleh satu subjek perempuan adalah shopping, mengendarai motor dan
dan mengerjakan tugas. Rata-rata nilai PAL aktivitas hari libur pada subjek laki-
laki adalah 1.53 0.1, sedangkan pada subjek perempuan adalah 1.57 0.2. Hasil
uji beda Mann Whitney menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan yang
signifikan antara aktivitas fisik hari libur pada subjek yang berjenis kelamain laki-
laki dan perempuan (p=0.535). Gaya hidup tanpa gerak/ sedentary lifestyle
diketahui memiliki resiko terhadap penyakit degeneratif (Bames 2012).
Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh yang diakibatkan oleh keseimbangan
antara jumlah asupan (intake) zat gizi dan jumlah yang dibutuhkan (requirement)
untuk berbagai fungsi biologis (Supariasa et al. 2002). Cara penilaian status gizi
dibagi menjadi dua, yaitu secara langsung dan tidak langsung. Penilaian status
gizi secara langsung dapat dibagi menjadi empat penilaian, yaitu antropometri,
klinis, biokimia, dan biofisik. Penilaian status gizi secara tidak langsung dapat
dibagi menjadi, yaitu survei konsumsi pangan, statistik vital dan faktor ekologi
(Riyadi 2001). Faktor yang secara langsung mempengaruhi status gizi adalah
konsumsi pangan dan status kesehatan (Riyadi 2001). Sebaran subjek berdasarkan
status gizi disajikan pada Tabel 24.
Tabel 24 Sebaran subjek menurut status gizi berdasarkan IMT
Kategori
status gizi
Laki-laki Perempuan Jumlah P
n % n % n %
Kurus 4 19.1 2 11.1 6 15.4
0.006 Normal 16 76.2 12 66.7 28 71.8
Lebih 1 4.7 4 22.2 5 12.8
Total 21 100 18 100 39 100
25
Berdasarkan Tabel 24, status gizi subjek mahasiswa pecinta alam tersebar
pada kategori kurus, normal dan lebih. Sebagian besar subjek, baik laki-laki
(76.2%) maupun perempuan (66.7%) memiliki status gizi normal. Nilai rata-rata
IMT subjek adalah 21.5 2.8 kg/m2, sedangkan nilai rata-rata IMT subjek laki-
laki dan perempuan adalah 20.4 2.3 kg/m2 dan 22.9 2.9 kg/m
2. Data Riskesdas
tahun 2013 menunjukkan prevalensi status gizi dewasa usia >18 tahun yaitu
kurus (11.1%), normal (62.7%) dan gemuk (26.3%). Hasil penelitian ini sesuai
dengan data Riskesdas tahun 2013 yang menunjukkan bahwa status gizi dewasa
usia > 18 tahun berada pada kategori normal. Hasil uji beda Independent Sample
T-Test menunjukkan bahwa terdapat perbedaan status gizi yang signifikan antara
laki-laki dan perempuan (p=0.006). Rata-rata IMT pada subjek laki-laki lebih
rendah dibandingkan subjek perempuan. Hasil ini tidak sejalan dengan penelitian
Proper et al. (2006) yang menyatakan bahwa laki-laki secara signifikan memiliki
kemungkinan untuk menjadi gemuk dan obesitas dibandingkan dengan
perempuan.
Tingkat Kebugaran Kardiorespirasi
Kebugaran dapat dibedakan menurut aspek yang berhubungan dengan
kinerja dan yang berkaitan dengan kesehatan. Salah satu aspek kebugaran yang
berhubungan dengan kesehatan adalah kebugaran kardiorespirasi. Kebugaran
kardiorespirasi berhubungan dengan sistem respirasi dan sirkulasi untuk
memberikan oksigen kepada otot selama seseorang menjalankan aktivitas fisik
(Gibney et al. 2005). Tingkat kebugaran kardiorespirasi dapat dihitung dengan
menggunakan Volume Oksigen Maksimum (VO2 max). Menurut Wiarto (2013)
VO2 max adalah volume maksimal oksigen yang diproses oleh tubuh manusia
pada saat melakukan kegiatan yang intensif. Estimasi VO2 max dalam penelitian
ini diperoleh berdasarkan tes Balke 15 menit yang dikategorikan berdasarkan
FAO/WHO (2001). Sebaran subjek berdasarkan VO2 max disajikan dalam Tabel
25.
Tabel 25 Sebaran subjek berdasarkan kategori VO2 max
Kategori
VO2 max
Laki-laki Perempuan Jumlah P
n % n % n %
Kurang 0 0 6 33.3 6 15.4
0.000 Baik 10 47.6 12 66.7 22 56.4
Sangat baik 11 52.4 0 0 11 28.2
Total 21 100 18 100 39 100
Rata-rata VO2 max 40.3 3.7 31.7 2.1 36.3 5.3
Berdasarkan Tabel 25, sebagian besar subjek laki-laki memiliki kategori
VO2 max yaitu baik dan sangat baik, sedangkan pada subjek perempuan kategori
nilai VO2 max yaitu berada pada kategori kurang dan baik. Rata-rata VO2 max
subjek adalah 36.3 5.3 mL/kg/mnt. Hasil uji beda Independent Sample T-Test
menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan antara nilai VO2 max pada
subjek laki-laki dan perempuan (p
26
akan memiliki kemampuan recovery dalam waktu yang relatif singkat bila
dibandingkan dengan orang yang tidak bugar (Bennet et al. 2006). Faktor-faktor
yang mempengaruhi kebugaran yaitu faktor internal yang berupa genetik, usia dan
jenis kelamin, sedangkan faktor eksternal yaitu berupa aktivitas fisik, status gizi,
status kesehatan, kecukupan istirahat dan kebiasaan merokok (Nurhasanah et al.
2005). Konsumsi makanan bergizi dan beraktivitas fisik secara teratur merupakan
kebiasaan positif yang dapat meningkatkan kebugaran (Arisandi & Andriani
2009).
Uji Hubungan Antar Variabel
Uji statistik yang dilakukan untuk mengetahui hubungan antar variabel
yang diuji yaitu hubungan antar pengetahuan gizi dengan status gizi, hubungan
pengetahuan gizi dengan VO2 max, hubungan aktivitas fisik dengan VO2 max
menggunakan uji korelasi Spearman. Uji korelasi Pearson digunakan untuk
menguji hubungan antar variabel antara status gizi dengan VO2 max.
Hubungan Pengetahuan Gizi dengan Status Gizi
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara pengetahuan gizi dengan status gizi (p=0.989, r=0.002).
Hal ini menunjukkan bahwa semakin baik tingkat pengetahuan gizi subjek belum
tentu berhubungan dengan status gizinya yang rendah dan sebaliknya. Hasil ini
sesuai dengan Lingga (2011) bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan
antara pengetahuan gizi dengan status gizi. Pengetahuan gizi yang baik tidak
selalu diterapkan pada pemilihan makanan yang seimbang, namun terdapat faktor
lain yang mempengaruhi (Webb & Beckford 2014). Menurut Khomsan (2000),
pengetahuan gizi yang dimiliki oleh seseorang belum tentu seseorang tersebut
dapat mengubah perilaku makannya. Semakin tinggi pengetahuan gizi seseorang
belum tentu ia mau memperhitungkan jumlah serta jenis makanan yang dipilih
untuk dikonsumsi begitupun sebaliknya.
Hubungan Pengetahuan Gizi dengan VO2 max
Hasil uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan
yang signifikan antara pengetahuan gizi dengan VO2 max (p=0.710, r=0.061). Hal
ini menunjukkan bahwa semakin baik pengetahuan gizi subjek belum tentu
berhubungan dengan VO2 max yang rendah begitupun sebaliknya. Hasil ini sesuai
dengan Magfirah (2013) yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang
signifikan antara pengetahuan gizi dengan VO2 max (p=0.924). Menurut Aurelia
(2008) pengetahuan tidak memberikan hubungan langsung terhadap kebugaran
jasmani, karena orang yang memiliki pengetahuan baik belum tentu menerapkan
pengetahuan itu dalam kehidupan sehari-hari, sehingga tidak terjadi perubahan
perilaku.
Hubungan Aktivitas Fisik dengan VO2 max
Hasil uji korelasi Spearman antara aktivitas fisik dengan VO2 max
diketahui bahwa terdapat hubungan yang signifikan dengan nilai negatif (p=0.037,
r=-0.336). Hal ini menunjukkan bahwa subjek yang memiliki aktivitas rendah
27
memiliki nilai VO2 max yang tinggi dan sebaliknya. Hal ini kemungkinan
disebabkan oleh faktor lain yang mempengaruhi VO2 max subjek. Menurut
Afriwardi (2010) banyak faktor yang mempengaruhi tingkat kebugaran jasmani
seseorang, diantaranya usia, jenis kelamin, keturunan, konsumsi pangan,
kebiasaan merokok, latihan, aktivitas fisik dan lemak tubuh. Hasil penelitian ini
sesuai dengan penelitian Fauziyana (2012) yang menunjukkan bahwa terdapat
hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan VO2 max yang bernilai
negatif (p=0.002 r=-0.304) pada karyawan di salah satu PT di kota Depok.
Menurut Krause (2010) menyatakan bahwa aktivitas kerja dan aktivitas luang
dapat berkontribusi terhadap daya tahan kardiorespirasi dengan efek yang berbeda.
Aktivitas waktu luang dapat meningkatkan kebugaran dibandingkan aktivitas
waktu kerja. Menurut Keytel et al. (2005) aktivitas fisik yang cenderung tinggi
menyebabkan kemampuan tubuh dalam mengedarkan serta memanfaatkan
oksigen meningkat, seperti yang terjadi pada orang yang memiliki kebiasaan
olahraga yang baik. Aktivitas fisik dapat meningkatkan efisiensi mekanis dan
mengurangi pengeluaran energi. Orang-orang yang termasuk dalam kategori aktif
memiliki efisiensi mekanis yang lebih baik daripada orang yang tergolong dalam
kategori sedentary serta jumlah energi yang digunakan lebih sedikit.
Hubungan Status Gizi dengan VO2 max
Hasil uji korelasi Pearson menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif
yang signifikan antara status gizi dengan VO2 max (p=0.031, r=-0.345). Hal ini
menunjukkan bahwa subjek yang memiliki status gizi rendah memiliki nilai VO2
max yang tinggi dan sebaliknya. Hasil ini sesuai dengan penelitian Setty et al.
(2013) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan negatif yang kuat antara
obesitas dengan VO2 max (p
28
Tingkat kecukupan zat gizi subjek sebagian besar untuk energi pada subjek
laki-laki berada dalam kategori lebih (80.9%) dan perempuan pada kategori
normal (38.9%). Tingkat kecukupan protein pada subjek laki-laki berada pada
kategori lebih (42.8%) dan perempuan berada pada kategori defisit berat (88.9%).
Pada tingkat kecukupan lemak dan karbohidrat pada subjek laki-laki maupun
perempuan berada pada kategori lebih. Tingkat kecukupan kalsium pada subjek
laki-laki dan perempuan berada pada kategori kurang. Tingkat kecukupan zat besi
subjek laki-laki berada pada kategori cukup (71.4%) dan tingkat kecukupan zat
besi pada seluruh subjek perempuan berada pada kategori kurang. Tingkat
kecukupan vitamin A dan B1 pada subjek laki-laki dan perempuan berada pada
kategori cukup, sedangkan untuk kecukupan vitamin C pada kedua subjek berada
pada kategori kurang. Kebugaran kardiorespirasi pada subjek laki-laki berada
pada kategori baik dan sangat baik dengan presentase masing-masing (47.6%) dan
(52.4%), sedangkan pada subjek perempuan berada pada kategori kurang dan baik
dengan presentase sebesar (33.3%) dan (66.7%).
Hubungan antar variabel didapatkan hasil bahwa hubungan status gizi dan
nilai VO2 max dengan pengetahuan gizi tidak terdapat hubungan yang signifikan
dengan (p=0.989) dan (p=0.710). Pada hubungan antara aktivitas fisik dan status
gizi dengan nilai VO2 max terdapat hubungan yang signifikan dengan (p=0.076)
dan (p=0.031).
Saran
Saran pada penelitian ini bagi subjek mahasiswa organisasi pecinta alam
sebaiknya lebih memperhatikan jenis dan jumlah makanan yang dikonsumsi agar
dapat memenuhi kebutuhan gizi sehari-hari. Selain itu subjek perlu meningkatkan
kebugaran dengan cara meningkatkan aktivitas fisik atau performa dalam
berolahraga. Bagi pihak masing-masing organisasi disarankan untuk memberikan
informasi atau dasar-dasar ilmu tentang gizi yang baik untuk mahasiswa pecinta
alam.
DAFTAR PUSTAKA
Afriwardi. 2010. Ilmu kedokteran olahraga. Jakarta. EGC
Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta. Gramedia Pustaka Utama.
. 2006. Penuntun Diet. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Arisandi & Andriani. 2009. Pengaruh Makanan terhadap Kesehatan. Jakarta (ID):
Eska Media.
Arisman. 2004. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta. Buku Kedokteran EGC.
Aurelia R. 2008. Hubungan Antara Tingkat Pengetahuan Gizi Olahraga dengan
Kesegaran Kardiorespirasi Atlet Sepakbola Persiba Bantul tahun 2007
[skripsi]. Yogyakarta (ID): Universitas Gajah Mada.
Bames AS. 2012. Obesity and sedentary lifestyle risk for cardiovascular disease
in women. Houston: Texas Heart Institute.
29
Banwat ME, Lar LA, Daboer J, Audu S, Lassa S. 2012. Knowledge and intake of
fruit and vegetables consumption among adults in an urban community in
North Central Nigeria. The Nigerian Health Journal 2012: Vol. 12,1.
Belanger M et al. 2011. Maintenance and decline of physical activity during
adolescence: insights from a qualitative study. International Journal of
Behavioral Nutrition and Physical Activity. 8:117.
Bennett K, Hussey J, Bell C, Dwyer JO, Gormley J. 2006. Relationship between
the intensity of physical activity, inactivity, cardiorespiratory fitness and
body composition in 7-10 years old Dulbin children. J Sports Med 41:311-
316. doi:10.1136/bjsm.2006.032045.
Bowman & Russell. 2001. Present Knowledge In Nutrition 8th
Edition.
Washington DC: ILSI Press.
Budiman. 2007. Perbandingan Tes Lari 12 Menit Cooper dengan Tes Ergometer
Sepeda Astrand. J Kesehat Masy. 7(1):91-94.
Burke L. 1992. The complete guide to food for sports performance. Allen and
Unwin Australia: NSW.
Camire ME, Dougherty MP. 2005. Internet survey of nutrition claim knowledge.
Journal of Food Science Education. Vol 4:18-21.
[CDC]Center of Disease Control. 2014. Body mass index. [internet]. [diacu 2015
Juni 01]. Tersedia dari: http://www.cdc.gov.
Cholik dan Maksum. 2007. Sport Development Index. Jakarta. PT Indeks.
Contento IR. 2011. Nutritional Education. Canada (US): Jones and Bartlett
Publishers.
[Depkes] Departemen Kesehatan. 2003. Program penanggulangan anemia pada
wanita usia subur (WUS). Jakarta. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan
Masyarakat.
. 2005. Pedoman Tatalaksana Gizi Usia Lanjut
untuk Tenaga Kesehatan. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Masyarakat
Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat.
Ellsworth K, Hollie K and Cynthia BW. 2008. Vitamin and mineral supplements:
a survey of knowledge, attitudes and behaviors among Southern Utah
University students, faculty and staff. Journal of the International Society
of Sports Nutrition. 5(Suppl l):P9.
FAO/WHO/UNU. 2001. Human Energy Requirement. Rome. FAO/WHO/UNU.
Fauziyana N. 2012. Hubungan Status Gizi, Aktivitas Fisik dan Asupan Gizi
dengan Tingkat Kebugaran Karyawan PT Wijaya Karya tahun 2012
[skripsi]. Depok (ID): Universitas Indonesia.
Garcia et al. 2009. Determinants of food expenditure patterns among older
consumers: the Spanish case. Journal of Appetite. No. 54: 62-70.
Gibney MJ, Barrie M, Margett JMK, Leoney A, Palupi W, Erita AH, editor. 2005.
Gizi Kesehatan Masyarakat. Jakarta (ID): Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Gibson R. 2000. Ultratrace elements in Essentials of Human Nutrition. New
York: Oxford University Press.
Hardinsyah, Briawan D. 1994. Perencanaan dan Penilaian Konsumsi Pangan
[Diktat]. Bogor (ID): Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Hoeger WWK, Sharon AH, Marie AB. 2001. Personal Nutrition Principles and
Labs for Fitness and Wellness. Belmont (US): Wadsworth.
30
Hoeger W, Hoeger S. 2005. Lifetime Physical Fitness and Wellness A
Personalyzed Program. USA. Thomson, Wadswroth.
Imaduddin M. 2012. Hubungan Antara Karakteristik Atlet, Tingkat Kecukupan
Gizi, Dan Status Gizi Dengan Tingkat Kebugaran Atlet Taekwondo Di
SMA Ragunan Jakarta [skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
Indrawati, Ratna. 2005. Hubungan Tingkat Kebugaran Jasmani Dan Kapasitas
Vital Paru Pada Kelompok Remajadengan Faal Paru Normal. Majalah ilmu
faal indonesia: 4 (3): 135-142.
[Kemenkes] Kementerian Kesehatan RI. 2014. Angka Kecukupan Gizi yang
Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia. Jakarta: Direktorat Bina Gizi,
Direktorat Jendral Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak.
Keytel L, Geodecke J, Noakes T. 2005. Prediction of energy expenditure from
heart rate monitoring during submaximal exercise. J sports Sci. 23(3):289-
297.
Khomsan A. 2000. Teknik Pengukuran Pengetahuan Gizi [Diktat]. Bogor (ID):
Fakultas Pertanian, Intitut Pertanian Bogor.
Kokkinos P, Myers J. Exercise and physical activity. Circulation;122: 1637-48.
Krause N. 2010. Physical activity and cardiovascular mortality-disentangling the
roles of work, fitness and leisure. Scandinavian Journal of Work,
Environment and Health. 36: 349-355.
Kresting M, Sichert-Hellert W, Vereecken CA, Diehl J, Beghin L, De Henauw S,
Grammatikaki E, Manios Y, Mesana MI, Papadaki A, Philipp K, Plada M,
Poortvliet E, Sette S. 2008. Food and nutrient intake, nutritional
knowledge and diet-related attitudes in European adolescent. International
Journal of Obesity, 32:S35-S41. Doi: 10.10038/ijo.2008.181.
Kruger J, Yore MM, Ainsworth BE, Macera CA. 2006. Is participation in
occupational physical activity associated with lifestyle physical activity
levels?. J Occup Environ Med. 48(11):1143-1148.
La Monte MJ, Carolyn EB, Radim J, James BK, Timothy SC, Steven NB. 2005.
Cardiorespiratory fitness is inversely associated with the incidence of
metabolic syndrome: a prospective study of men and women. Circulation.
112:505-512. Doi: 10.1161/CIRCULATIONAHA. 104.503805
Lingga M. 2011. Studi tentang pengetahuan gizi, kebiasaan makan, aktivitas fisik,
status gizi, dan body image remaja putrid yang berstatus gizi normal dan
gemuk/obes di SMA Budi Mulia Bogor [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Madan J, Gosavi N, Vora P, Kalra P. 2014. Body fat percentage and its correlation
with dietary pattern, physical activity, abd life-style factors in school-
going children of Mumbai, India. Journal of Obesity and metabolic
Research. 1(1): 14-19.
Magfirah F. 2013. Hubungan Tingkat Pengetahuan Gizi Olahraga, Frekuensi
Konsumsi Suplemen, Dan Status Gizi Dengan Kebugaran Jasmani Atlet di
Klub Sepakbola PSIM Yogyakarta [skripsi]. Yogyakarta(ID): Universitas
Respati Yogyakarta.
Mahan K, Escott-Stump. 2008. Food, Nutrition, and Diet Therapy. USA (US):
W.B Saunders Company.
31
Malinauskas MB, Thomas DR, Victor GA, Jean LS dan Matthew BD. 2006.
Dieting Practices, Weight Perceptions, And Body Composition: A
Comparison Of Normal Weight, Overweight and Obese College Females.
Nutritioin Journal 2006, 5:11 doi:10.1186/1475-2891-5-11.
http://www.nutritionj.com/content/5/1/11. [30 Mei 2015]
McGuire M, Beerman KA. 2011. Nutritional Science: From Fundamentals to
Food, Second Edition. Wadsworth Cengage Learning, Belmont.
Melvin H W. 2005. Dietary supplements and sports performance:Minerals. Jounal
of the International Society of Sports Nutrition. 2(1):43-49.
Notoadmodjo S. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarta(ID): Rineka Cipta.
. 2007. Kesehatan Mayarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka
Cipta
Nurhasanah et al. 2005. Petunjuk Praktis Pendidikan Jasmani. Surabaya (ID):
UNESA.
Othman KI, Karim MSAb, Karim R, Adzhan N, Halim NA, Osman S. 2012.
Factors influencing fruits and vegetables consumption behavior among
adults in Malaysia. Journal of Agribusiness Marketing. 5: 29-46.
Ozdogan Y and Ozcelik AO. 2011. Evaluation of the nutrition knowledge of
sports department students of universities. Journal of the International
Society of Sports Nutrition. 8:11.
Primana DA. 2000. Penggunaan Lemak dalam Olahraga. Di dalam: Tanaya ZA
et al. editor. Pedoman Pelatihan Gizi Olahraga untuk Prestasi. Jakarta.
Departemen Kesehatan.
Proper KL, Cerin E, Brown WJ, Owen N. 2006. Sitting time and sosio-economic
differences in overweight and obesity. International Journal of Obesity.
31(1): 169-176.
Rawa, Elang. 2010. Pentingnya Latihan Fisik Sebelum Pendakian Gunung.
Bandung. Buletin Wanadri. [RISKESDAS] Riset Kesehatan Dasar. 2007. Jakarta (ID): Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
. 2013. Jakarta (ID) Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan, Republik Indonesia.
Riyadi H. 2001. Diktat Metode Penilaian Status Gizi Secara Antropometri. Bogor
(ID): Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
. 2013. Diktat Mata Kuliah Gizi Olahraga. Bogor (ID): Institut Pertanian
Bogor.
Sabates et al. 2001. Household composition and food expenditure: a cross-
country comparison. Food Policy No. 26: 571-586
Sastha HB. 2007. Mountain climbing for everybody: panduan mendaki gunung.
Jakarta. Hikmah
Sediaoetama. 1996. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa dan Profesi Jilid II. Jakarta (ID):
Dian Rakyat.
. 2008. Ilmu Gizi. Jakarta: Dian Rakyat.
Setiawan B, Rahayuningsih S. 2004. Angka Kecukupan Vitamin Larut Air.
Jakarta: Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII.
32
Setty P, Padmanabha BV, Doddamani BR. 2013. Correlation between obesity and
cardiorespiratory fitness. Inn J Med Sci. 2(2): 300-304.
doi:10.5455/ijmsph.2013.2.298-302.
Sharkey BJ. 2003. Fitness and health. Alih bahasa kebugaran dan kesehatan oleh:
Eri Desmarini Nasution. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Sinaga T, Kusharto CM, Setiawan B, Sulaeman A. 2012. Dampak menu
sepinggan terhadap konsumsi dan tingkat kecukupan energi serta zat gizi
lain pada siswa SD. Jurnal Gizi dan Pangan. 7(1):27-34.
Soerjodibroto W. 1984. Persiapan gizi menjelang pertandingan. Di dalam :
Moeloek D dan Tjokronegoro A, editor. Kesehatan dan olahraga. Jakarta:
UI Press.
Sukandar. 2007. Studi Sosial Ekonomi, Aspek Pangan, Gizi dan Sanitasi. Bogor:
Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian
Bogor.
Sulaeman A, Muhilal. 2004. Angka Kecukupan Vitamin Larut Lemak. Jakarta:
Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII.
Sulistyoningsih H. 2012. Gizi untuk Kesehatan Ibu dan Anak. Jakarta (ID): Graha
Ilmu.
Supariasa IDN, Bakri B, dan Fajar I. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta. Buku
Kedokteran EGC.
Thomas P. 2003. Karakteristik sosisal, ekonomi, budaya dan konsumsi pangan
ibu-ibu rumah tangga yang mengalami kegemukan di Kecamatan
Malalayang Kota Manado Propinsi Sulawesi Utara [thesis]. Bogor (ID):
Program Pascasarjana IPB.
Vogels et al. 2006. Determinants of overweight in a Cohort of Dutch Children.
Am J Clin Nutr. 84: 24-717.
Webb M, Beckford S. 2014. Nutritional Knowledge and Attitudes of Adolescent
Swimmers in Trinidad and Tobago. Journal of Nutrition and Metabolism.
Vol 2104. doi:10.1155/2014/506434.
Wiardani, Sugiani, Gumala. 2011. Konsumsi lemak total, lemak jenuh, dan
kolesterol sebagai faktor resiko sindroma metabolik pada masyarakat
perkotaan di Denpasar. Jurnal Gizi Klinik Indonesia 7(3):121-128.
Wiarto G. 2013. Fisiologi Olahraga. Yogyakarta (ID): Graha Ilmu
Wolinsky I, Driskell J. 2006. Sports Nutritions Vitamins and Trace Minerals.
New York (US): CRC Press.
33
Lampiran 1 Hasil uji korelasi Spearman antara pengetahuan gizi dengan status
gizi
Pengetahuan gizi
Status gizi
Spearman's rho Pengetahuan gizi
Correlation Coefficient
1.000 .002
Sig. (2-tailed) . .989
N 39 39
Status gizi Correlation Coefficient
.002 1.000
Sig. (2-tailed) .989 .
N 39 39
Lampiran 2 Hasil uji korelasi Spearman antara pengetahuan gizi dengan VO2 max
Pengetahuan gizi
VO2max
Spearman's rho Pengetahuan gizi
Correlation Coefficient
1.000 .061
Sig. (2-tailed) . .710
N 39 39
VO2max Correlation Coefficient
.061 1.000
Sig. (2-tailed) .710 .
N 39 39
Lampiran 3 Hasil uji korelasi Spearman antara aktivitas fisik dengan VO2 max
Aktivitas fisik VO2max
Spearman's rho Aktivitas fisik Correlation Coefficient
1.000 -.336*
Sig. (2-tailed) . .037
N 39 39
VO2max Correlation Coefficient
-.336* 1.000
Sig. (2-tailed) .037 .
N 39 39
Lampiran 4 Hasil uji korelasi Pearson antara status gizi dengan VO2 max
Status gizi VO2max
Status gizi Pearson Correlation 1 -.345*
Sig. (2-tailed) .031
N 39 39
VO2max Pearson Correlation -.345* 1
Sig. (2-tailed) .031
N 39 39
34
Lampiran 5 Hasil uji