DINAMIKA SISTEM PERTAMBAHAN NILAI KAYU JATI DI KPH BANTEN PERUM PERHUTANI UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN ABDUL LATIF E 14103040 Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
70
Embed
DINAMIKA SISTEM PERTAMBAHAN NILAI KAYU JATI ABDUL … · nilai produk kayu jati dan tersusunnya rekomendasi skenario kebijakan masa depan yang sesuai dan menguntungkan bagi para aktor
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
DINAMIKA SISTEM PERTAMBAHAN NILAI KAYU JATI
DI KPH BANTEN PERUM PERHUTANI
UNIT III JAWA BARAT DAN BANTEN
ABDUL LATIF
E 14103040
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN
ABDUL LATIF (E14103040). Dinamika Sistem Pertambahan Nilai Kayu Jati di KPH Banten Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten. Di bawah bimbingan HERRY PURNOMO dan DODIK RIDHO NURROCHMAT. Studi dinamika sistem pertambahan nilai kayu jati bertujuan untuk menggambarkan sistem pengusahaan kayu jati dalam sebuah model simulasi, diperolehnya informasi tentang faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan nilai produk kayu jati dan tersusunnya rekomendasi skenario kebijakan masa depan yang sesuai dan menguntungkan bagi para aktor yang berperan. Metode penelitian yang dilakukan menggunakan pendekatan sistem dinamik, yaitu dengan menganalisis komponen dari sistem secara keseluruhan. Dari studi ini diperoleh hasil bahwa secara umum nilai jati mengalami penurunan yang dikarenakan produksi bahan baku yang tidak stabil dan cenderung menurun, sehingga jika tidak diantisipasi dapat mempengaruhi industri hilir seperti industri furnitur. Pertambahan nilai kayu jati juga diperankan oleh banyak aktor, dan masing-masing aktor yang berperan memiliki nilai yang berbeda-beda. Pertambahan nilai dari hasil studi ini menunjukkan bahwa pertambahan nilai yang dihasilkan dari bahan yang digunakan, Perum Perhutani sebagai pemasok bahan baku menikmati sekitar 40,61% dari total pertambahan nilai sebesar Rp 1.933.000. Sedangkan pada pertambahan nilai dari produk, aktor yang menikmati pertambahan nilai terbesar adalah produsen furnitur dengan 21,63% dari total pertambahan nilai produk sebesar Rp 3.639.000. Untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya penurunan jumlah potensi hutan dan penurunan pertambahan nilai kayu jati, maka dibuatlah skenario masa depan yang dikembangkan untuk membantu meningkatkan pertambahan nilai jati diantaranya dengan peningkatan efisiensi produksi, meningkatkan volume tebang dengan membuka investasi penanaman lahan kosong dan memberikan perhatian khusus bagi penjual domestik dan mancanegara dengan memberi insentif pemasaran. Dari skenario yang dibuat dapat diprediksi bahwa skenario dengan membuka investasi penanaman lahan kosong dapat meningkatkan pertambahan nilai kayu jati.
Kata kunci : jati, furnitur, nilai tambah, sistem dinamik
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dinamika Sistem
Pertambahan Nilai Kayu Jati di KPH Banten Perum Perhutani Unit III
Jawa Barat dan Banten adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan
bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah
pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2008
Abdul Latif
NRP E14103040
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Penelitian : Dinamika Sistem Pertambahan Nilai Kayu Jati di KPH
Banten Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten
Nama Mahasiswa : Abdul Latif
NRP : E 14103040
Departemen : Manajemen Hutan
Fakultas : Kehutanan
Menyetujui :
Dosen Pembimbing1 Dosen Pembimbing 2
Dr. Ir. Herry Purnomo, M.Comp Dr. Ir. Dodik R. Nurrochmat, M.Sc NIP. 131 795 793 NIP. 132 130 468
Mengetahui :
Dekan Fakultas Kehutanan
Dr. Ir. Hendrayanto, M.Agr NIP. 131 578 788
Tanggal lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada hari Kamis tanggal 26 Desember 1985,
putra kedua dari empat bersaudara, dari pasangan Bapak Mabaryanto dan Ibu
Hayati. Pendidikan formal penulis dimulai di Madrasah Ibtidaiyyah Darul
Muqinin Jakarta pada tahun 1991 dan lulus pada tahun 1997 kemudian
melanjutkan studi di SLTP Negeri 127 Jakarta dan lulus pada tahun 2000. Penulis
melanjutkan ke SMU Negeri 112 Pesanggrahan, Jakarta dan lulus pada tahun
2003. Pada tahun 2003 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor Fakultas
Kehutanan Program Studi Manajemen Hutan melalui Seleksi Penerimaan
Mahasiswa Baru (SPMB).
Pada tahun 2006 penulis telah melaksanakan Praktek Pengenalan Hutan di
KPH Banyumas Barat, KPH Banyumas Timur, Batu Raden dan Praktek
Pengelolaan Hutan di kampus Getas UGM gelombang II. Pada bulan Juni-
Agustus 2007 penulis melakukan kegiatan Praktek Kerja Lapang (PKL) di
IUPHHK PT. Diamond Raya Timber, Kec. Bangko Kab. Rokan Hilir Provinsi
Riau.
Selama masa studi penulis aktif di DKM Ibadurrahman pada tahun 2004-
2005 sebagai anggota Dept. PSDM Ibadurrahman dan 2005-2006 sebagai Ketua
pada salah satu Biro di Dept. PSDM Ibadurrahman. Pada tahun 2004-2006 penulis
diamanahkan sebagai asisten praktikum mata kuliah Pendidikan Agama Islam.
Pada tahun 2006 menjadi asisten praktikum mata kuliah Ilmu Informatika. Pada
tahun 2006-2007 menjadi koordinator salah satu event Dompet Dhuafa pada bulan
Ramadhan yaitu Zakat Goes to Mall.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di
IPB, penulis menyusun skripsi dengan judul “Dinamika Sistem Pertambahan Nilai
Kayu Jati di KPH Banten Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten” di
bawah bimbingan Dr. Ir. Herry Purnomo, M.Comp dan Dr. Ir. Dodik Ridho
Nurrochmat, M.Sc.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil‘alamin. Segala Puji syukur kehadirat Allah SWT
atas segala curahan rahmat dan kasih sayang-Nya, yang telah memilih kita sebagai
ummat Sayyidina Muhammad saw. Segala Puji bagi Allah Dzat Pemberi Hidayah,
sehingga penelitian ini dapat diselesaikan dengan Rahmat dan Kemudahan dari-
Nya SWT. Sholawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi
Muhammad saw beserta keluarga, para sahabatnya, serta para pengikutnya yang
tetap setia dan istiqomah dalam mengikuti jejak perjalanannya. Kami datang pada
panggilanmu wahai Nabi saw yang telah membimbing kami dan menyatukan
kami, kami datangi panggilanmu wahai Rasulullah.
Skripsi ini berjudul Dinamika Sistem Pertambahan Nilai Kayu Jati di
KPH Banten Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten, disusun
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada
Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Skripsi ini menggambarkan pertambahan nilai kayu jati, informasi faktor dan
aktor yang berperan dan menggambarkan kedinamisan sebuah sistem serta
membuat skenario-skenario peningkatan pertambahan nilai kayu jati.
Penulis menyadari keterbatasan dan kekurangan yang terdapat dalam
tulisan ini. Karena itu, masukan, kritikan dan saran dari pembaca sangat penulis
harapkan untuk penyempurnaan tulisan ini. Penulis juga menyampaikan ucapan
terima kasih sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. Herry Purnomo, M.Comp dan
Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan arahan, masukan dan saran terhadap penulisan penelitian ini.
Akhir kata, semoga tulisan ini dapat bermanfaat serta menjadi pendorong
bagi penulis untuk mengkaji dan menggali lebih dalam pengetahuan yang telah
diperoleh.
Bogor, Agustus 2008 Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Segala puji hanya milik Allah SWT yang telah memberikan berbagai
macam kenikmatan yang tiada terhitung dan atas anugerah yang diberikan
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga
senantiasa tercurahkan kepada Sayyidina Muhammad saw. yang teramat
mencintai ummatnya sehingga mengajarkan kepada kita kebaikan.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada :
1. Dr. Ir. Herry Purnomo, M.Comp dan Dr. Ir. Dodik Ridho Nurrochmat, M.Sc
sebagai dosen pembimbing skripsi atas keikhlasannya dalam meluangkan
waktu, berbagi ilmu, bimbingan dan nasihat serta motivasi kepada penulis
dalam menyelesaikan tugas akhir ini. Semoga Allah SWT membalasnya
dengan sebaik-baik balasan.
2. Prof. Dr. Ir. Imam Wahyudi, MS sebagai dosen penguji wakil Departemen
Hasil Hutan dan Dr. Ir. Yeni A. Mulyani, M.Sc sebagai dosen penguji wakil
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata yang telah
memberikan arahan, masukan dan pengalaman berharga untuk
penyempurnaan skripsi ini.
3. Ayah dan Ibu tersayang atas setiap do’a yang tercurah, setiap kebaikan yang
terlimpah, kasih sayang dan pengorbanan yang senantiasa diberikan serta
motivasi untuk penulis. Aa’ Hadi dan adik-adikku tersayang Evi dan Doni,
tiada kebaikan yang tersia-siakan, semoga Allah SWT mencurahkan
keberkahan, kebahagiaan dan kebaikan selalu.
4. Habibana Munzir bin Fuad al Musawa, Bang Emil Fadli, Wisnu, Febi
Muryanto, Sandrio dan kawan Lingkaran Pengokoh Ruhiyah terima kasih atas
do’a, ilmu, perhatian dan bantuan. Semoga Allah menguatkan ukhuwah kita,
semoga kita dapat berkumpul di surga-Nya nanti di bawah Panji Rasulullah
saw.
5. Kepala, Staf dan Pegawai KPH Banten Perum Perhutani Unit III Jawa Barat
dan Banten dan KBM Wilayah II bogor atas bantuan penelusuran data dan
Gambar 5 di bawah ini merupakan diagram sebab akibat alir kayu KPH
Banten. Diagram ini meliputi aktor, peran aktor dan aliran kayu. KPH Banten
sebagai salah satu sumber penghasil kayu bulat Perum Perhutani menghasilkan
kayu tiap tahunnya, dengan jumlah volume yang berbeda. Aktor selanjutnya
adalah Broker yang memiliki peran dalam aliran pertambahan nilai kayu KPH
Banten, selanjutnya kayu bulat tersebut akan diproses pada industri pengolahan
kayu yang terdiri dari penggergajian, pembuatan furnitur (produsen), dan terakhir
finishing untuk mempertinggi nilai kualitas furnitur. Selanjutnya produk furnitur
tersebut dijual kepada konsumen.
pemanenan
Konsumsi domestik
Ekspor
Jati KPH
Penanaman Kayu bulat
Produk kayu olahan
Industri furnitur
pasar Hutan jati
penjualan
Broker Ind. pengolahan
28
Pasar ekspor
+
+
Penanaman
Pemanenan
Hutan jatiJati KPH
Kayu bulat
broker
Penjualan langsung
Lelang
Penggergajian
Produsen furnitur
PertumbuhanJati
Finishing
Penjual
Konsumsi domestik
Tegakan jati
++
+
+
-
+
+
+
+
+
+
+
+ +
+
+ +
Gambar 5 Diagram sebab akibat alir kayu jati KPH
3. Pertambahan Nilai Jati KPH Banten
Dari hasil studi ini, diperoleh pertambahan nilai jati KPH Banten dengan
nilai yang berbeda pada setiap aktor, perolehan pertambahan nilai dapat dilihat
pada Tabel 4. Nilai output diperoleh dari nilai produk akhir. Nilai pertambahan
kayu yang diperoleh ditentukan dari masukan bahan baku sejumlah 1 m3 yang
akan terus menjadi produk akhir sebanyak 0,285 m3. Tiap aktor memiliki peran
berbeda dalam pertambahan nilai kayu jati, penyumbang terbesar diprediksi dari
perhutani. Sedangkan aktor dalam industri pengolah kayu sebagai penyumbang
pertambahan nilai terbesar dipegang oleh produsen furnitur. Berikut ini
pertambahan nilai kayu per meter kubik jati pada setiap aktor.
29
Tabel 5 Pertambahan nilai kayu jati di tiap aktor dan produk (Rp x 1.000/m3)
Aktor Nilai Output Nilai Input Output bersih
Perhutani 2.496 1.711 785
Broker 497 200 297
Penggergajian 1.011 500 511
Produsen furnitur 2.047 1.260 787
Finishing 1.360 680 680
Penjual 1.052 474 578
Nilai pada tabel di atas masih memerlukan perhitungan kembali untuk
mendapatkan hasil nyata yang diperoleh dari 1 m3 produk kayu bulat sebagai
bahan baku yang akan menjadi produk akhir sebesar 0,285 m3. Sehingga
diperlukan faktor konversi sebagai pembantu perhitungan, karena tiap aktor
menghasilkan produk tinggal yang berbeda. Tabel 6 berikut ini merupakan
perhitungan yang dilakukan untuk mendapat nilai pada produk akhir :
Tabel 6 Pertambahan nilai kayu jati (Rp x 1000/m3)
Aktor Faktor Konversi
Produk Tinggal
Nilai Output
Input Biaya
Pertambahan Nilai (bahan)
% m3 Rp Rp Rp
Perhutani 100 1 2.496 1.711 785
Broker 100 1 497 200 297
Penggergajian 50 0,5 505 250 255
Produsen furnitur 60 0,3 614 378 236
Finishing 95 0,285 387 193 193
Penjual 100 0,285 299 135 164
Total 4.801 2.868 1.933
Sumber : Departemen Kehutanan dan Perkebunan (1999), Hidayat (2007), Purnomo (2006)
Produk tinggal merupakan perkalian antara faktor konversi yang digunakan
dari aktor kepada aktor yang selanjutnya. Tabel di atas menunjukan bahwa untuk
mendapatkan produk tinggal berupa produk furnitur sebesar 0,285 m3 yang telah
difinishing dan siap jual membutuhkan kayu bulat sebagai bahan baku sebanyak 1
30
m3, dengan harga akhir sebesar Rp 4.801.000 yang membutuhkan biaya sebesar
Rp 2.868.000 serta pertambahan nilai dari bahan yang digunakan sebesar Rp
1.933.000. Sedangkan pertambahan nilai yang dihasilkan dari produk satu ke
produk selanjutnya dapat dilihat pada Tabel 7 berikut.
Tabel 7 Pertambahan nilai kayu jati pada bahan dan produk hasil (Rp x 1000)
Aktor Pertambahan Nilai (bahan) Pertambahan Nilai (produk)
Rp/m3 % Rp/m3 %
Perhutani 785 40,61 785 21,57
Broker 297 15,41 297 8,18
Penggergajian 255 13,23 511 14,05
Produsen
furnitur
236 12,21 787 21,63
Finishing 193 10,03 680 18,69
Penjual 164 8,52 578 15,88
Total 1.933 100,00 3.639 100,00
Total pertambahan nilai bahan per meter kubik sampai produk akhir adalah
sebesar Rp 1.933.000/m3, dengan aktor yang menikmati pertambahan nilai bahan
terbesar adalah Perum Perhutani sebesar 40,61%. Hal ini diprediksi karena
dipengaruhi faktor konversi dan volume penjualan yang besar. Tetapi dengan
melihat waktu yang dibutuhkan untuk memeroleh nilai tersebut broker memiliki
peluang yang cukup besar dibanding Perhutani. Sedangkan pertambahan nilai
yang dihasilkan dari produk adalah sebesar Rp 3.639.000/m3. Pertambahan nilai
produk dari Tabel 5 di atas diperoleh bahwa produsen furnitur mendapat
persentase pertambahan nilai produk terbesar, yaitu sebesar 21,63% atau sebesar
Rp 787.000 dari total pertambahan nilai produk sebesar Rp 3.639.000. hal ini
disebabkan karena pertambahan nilai produk tidak dipengaruhi faktor konversi,
melaikan lebih dipengaruhi oleh keuntungan yang didapat oleh tiap aktornya.
Besaran jumlah pertambahan nilai yang diperoleh aktor terdistribusi secara
bervariasi. Aktor industri pengolahan kayu (penggergajian, produsen furnitur dan
finishing) mendapatkan 35,46% dari pertambahan nilai jati, sedangkan perhutani
31
sebagai produsen mendapatkan 40,61%. Broker mendapatkan 15,41% dan penjual
memperoleh 8,52% dari pertambahan nilai jati dari bahan yang diproduksi.
4. Spesifikasi Model
Pemodelan dinamika sistem pertambahan nilai kayu jati KHP Banten ini
menggunakan software sistem dinamik STELLA 8, terdiri dari beberapa
submodel :
1. Areal Hutan
Submodel areal hutan menggambarkan sumber daya hutan sebagai tempat
produksi kayu jati dari kawasan hutan KPH Banten sebagai sumber
kebutuhan kayu bulat di berbagai daerah. KPH Banten telah memiliki
komitmen bersama dengan direksi Perum Perhutani tentang pembebasan
wilayah hutan dari tanah kosong, sehingga KPH Banten telah melakukan
pengawalan tanaman secara serius yaitu dengan membentuk brigade hijau
dimana persentase tumbuh tanaman minimal 95% dan laju kerusakan hutan
tidak lebih dari 2% per tahun. KPH Banten tidak hanya berkonsentrasi pada
pembuatan tanaman tetapi juga pada pemeliharaannya. Dalam submodel ini
diasumsikan bahwa penananaman dilakukan dan disesuaikan dengan luasan
kawasan hutan yang dipanen. Ingrowth merupakan jumlah tanaman yang
hidup saat penanaman yang akan masuk menjadi kelas umur (KU) 1.
Sedangkan pembalakan liar dianggap tidak ada (nol). Jumlah pohon pada
tiap kelas umur didekati dengan persamaan yang digunakan oleh Sopari
(2007) :
N = (L KUi x 10.000) : (0,5 x JT2 x 1,73)
Dimana:
N = Jumlah pohon tiap KU.
L KUi = Luas kelas umur yang akan dicari jumlah pohon.
JT = Jarak tanam
Tabel 8 Persen penjarangan dan persen tumbuh terhadap jumlah pohon
Jenis persentase 1 2 3
Penjarangan 0,021 1,217 1,39
Tumbuh 98,6 98,0 99,0
Sumber: Data diolah
32
Persen penebangan di KPH Banten pada setiap tahunnya berbeda,
penebangan rata-rata pada 5 tahun terakhir adalah sebesar 11.342,97 m3;
sedangkan etat luas dan etat volume masing-masing sebesar 242 Ha/tahun
dan 21.983 m3/tahun (KPH Banten, 2008). Pada submodel areal hutan,
penebangan didekati dengan jumlah pohon yang ditebang pada setiap
tahunnya dengan menggunakan persen tebang terhadap jumlah pohon yaitu
sebesar 0,85% - 1% penebangan kelas umur (KU) 4 dan 1,988%
penebangan pada kelas umur (KU) 5 setiap tahunnya. Simulasi model yang
dapat digambarkan pada submodel ini dapat dilihat pada Gambar 6 berikut :
penjarangan1
mortaliti1penebangan2
penebangan1
penjarangan2
mortaliti2 mortaliti3
persentumbuh3
ingrowth out growt1
jml phn KU I jml phn
KU 3
jml phn KU 2
out growt2 out growt3 out growt4
jml phn KU 4
jml phn KU 5
persentumbuh1
persentumbuh2
penjarangan3
jml tanam
persentebang2
persentebang1
persenpenj 1
totaltebang
luas tebang
persenpenj 2
persenpenj 3
luas tanam
Table 9
Lahan kosong
teg tinggal5
Graph 6
totalpenjarangan
Areal hutan
Gambar 6 Submodel areal hutan
2. Penjualan Kayu Perhutani
Submodel ini menggambarkan aliran kayu jati yang dipasarkan dan
dijual dari KPH Banten melalui Kesatuan Bisnis Mandiri (KBM) wilayah II
Bogor. Penjualan dalam negeri hasil hutan kayu jati dan rimba pada perum
perhutani, dalam kondisi dan situasi saat ini telah banyak mengalami
perubahan. Pejabat yang ditunjuk dan diberikan wewenang untuk
memasarkan dan melayani penjualan kayu bundar di wilayah kerjanya
adalah General manajer, dalam hal ini wilayah II Bogor melayani penjualan
kayu jati yang berasal dari KPH Banten.
33
Kayu jati bundar yang dipasarkan dan dijual, dilakukan dengan
beberapa macam penjualan, yaitu penjualan melalui lelang, penjualan
langsung dan penjualan dengan kontrak. Penjualan melalui lelang adalah
penjualan hasil hutan kayu bundar yang dilaksanakan di depan umum
dengan cara penawaran terbuka. Penjualan melalui lelang ini dilakukan di
kantor pemasaran Perhutani Unit III Bandung. Penjualan lelang ini juga
masih dibagi lagi menjadi lelang kecil dan lelang besarnya volume
penjualan hasil hutan melaui saluran lelang pada masing-masing general
manager ditetapkan oleh kepala unit. Penjualan langsung merupakan
penjualan hasil hutan kayu bundar yang dilakukan dengan menerbitkan
Surat Izin Pembelian (SIP), penjualan langsung ini merupakan penjualan
terbanyak yang sering dilakukan oleh para pengguna kayu bulat, baik
industri penggergajian, pengrajin dan masyarakat umum yang membeli
kayu. Sedangkan penjualan dengan kontrak adalah penjualan hasil kayu
bundar yang dilakukan oleh Perum Perhutani dengan pihak pembeli yang
dituangkan dalam suatu perjanjian jual beli. Penjualan semacam ini biasanya
dilakukan dalam kapasitas yang besar dan dilakukan oleh industri-industri
pengolahan kayu dengan kapasitas besar (>6000 m3/tahun). Kayu yang
dipasarkan untuk keperluan industri pengolah kayu (furnitur) kebanyakan
berasal dari jenis tebangan A. Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh
rasio volume tebang sebesar 0,824 m3/pohon, sedangkan rasio penjarangan
sebesar 0,0268 m3/pohon (KPH Banten 2007-2008). Submodel penjualan
KPH ini disimulasikan pada Gambar 7 di bawah ini:
v ol tebang penjualan
stok kay u
sisa
Table 1
pengeluaran
HJ PPperkubik
pertmbh nilaidari KPH
persenpenjualan
biay atanam
biay apengelolaan
biay atebang
Graph 4
totaltebang
rasiov olume
luas tanamluas tebang
totalpenjarangan
rasiopenjarangan
pendapatan
Penjualan KPH
Gambar 7 Submodel penjualan kayu KPH
34
Kayu bulat yang dihasilkan dari KPH Banten Perum Perhutani Unit
III Jawa Barat dan Banten dipasarkan dan selanjutnya dipergunakan untuk
keperluan produksi berbagai produk yang akan terus sampai kepada para
pengguna atau konsumen. Kayu tersebut melewati beberapa aktor yang
akan mempengaruhi nilai kayu tersebut. Di antara banyaknya aktor tesebut,
kayu yang berasal dari KPH Banten kemudian dipasarkan melalui Kesatuan
Bisnis Mandiri (KBM) Perum Perhutani Wilayah II Bogor dan diantaranya
dibeli dan disalurkan oleh perantara (broker).
3. Perantara/Broker
Submodel ini adalah aktor lanjutan yang memiliki peran dalam
pertambahan nilai kayu jati yaitu perantara/broker, kayu yang berasal dari
KBM Perum Perhutani Wilayah II Bogor dijual kepada broker (perorangan
atau perusahaan) yang selanjutnya menjual kayu jati yang diperolehnya
kepada industri pengolahan kayu pertama (penggergajian). Industri
penggergajian dapat pula membeli langsung dari KBM. Gambar 8 di bawah
ini adalah submodel Broker :
input kybroker
ky masukpenggergajian
penjualan
Table 2
nilai beli nilai jual
net broker
jml kay ujual broker
Graph 5
perantara (broker)
Gambar 8 Submodel perantara (broker)
4. Penggergajian
Kayu yang dipasarkan oleh broker selanjutnya akan menjadi bahan
baku untuk industri penggergajian yang menghasilkan produk kayu
35
gergajian. Pada submodel ini, kayu gergajian memiliki rendemen rata-rata
sebesar 50%, dimana 1 m3 kayu bulat akan menghasilkan 0,5 m3 kayu
gergajian (Departemen Kehutanan dan Perkebunan, 1999) sebagai
perbandingan, nilai rata-rata rendemen penggergajian di Amerika Serikat
sebesar 54% dan di Inggris mencapai 55%.
Table 3
net penggergajian
nilai inputsawmill
nilai outputsawmill
jml kygerg
konsumsiky gerg
ky masukpenggergajian
bahan bakukay u gergajian
limbah
jml kay u diolah
tk prod ky gerg
rendemen
Graph 7
industri penggergajian
Gambar 9 Submodel penggergajian
5. Produsen Furnitur
Submodel ini menggambarkan aktor dan proses kayu gergajian yang
berasal dari industri penggergajian selanjutnya menjadi bahan baku bagi
industri furnitur yang akan menghasilkan produk mentah furnitur berupa
kursi, meja, pintu dan produk lainnya. Hidayat (2007) menyebutkan bahwa
produk yang dihasilkan memiliki nilai rendemen sebesar 40-60%. Sehingga
dengan bahan baku kayu gergajian sebesar 0,5 m3 akan menghasilkan
produk furnitur sebesar 0,3 m3. Gambar 10 berikut ini merupakan simulasi
submodel produsen furnitur :
36
Table 4
net produsen
nilai inputprodusen
kay u meubel
limbah meubel
konsumsiky gerg
ky diolahuntuk meubel
tk prod meubel konsumsimeubel
rendemenmeubel
jml prodmeubel
nilai outputprodusen
Graph 8
produsen meubel
Gambar 10 Submodel furnitur
6. Finishing dan Penjual
Submodel ini menjelaskan, lanjutan proses setelah menjadi produk
mentah kemudian diteruskan kepada industri finishing yang akan
menghasilkan produk jadi yang siap dijual. Purnomo (2006) menyebutkan
nilai rendemen industri finishing ini adalah sebesar 95% sehingga produk
mentah sebesar 0,3 m3 akan menghasilkan produk jadi yang siap dijual
sebesar 0,285 m3 sedikit berbeda dengan hasil yang diperoleh Purnomo
(2006) yaitu sebesar 0,24 m3. Selanjutnya produk-produk furnitur dijual
kepada konsumen melalui pengecer atau penjual furnitur.
prod mentah tk prod jadi
konsumsimeubel
prod f inishing
penjualanmeubel
limbah f insh
rendemen f ins
jml prod jadi
nilai inputf inishing
nilai outputf inishing nilai output
penjual
net f inishing net penjual
nilai inputpenjual
Graph 9Table 11
industri f inishing dan penjual
Gambar 11 Submodel finishing dan penjual
37
B. Evaluasi
Evaluasi model dilakukan untuk mengetahui kemampuan model dalam
mendeskripsikan keadaan sebenarnya di lapangan. Evaluasi model dilakukan
dengan menggunakan analisis sensitivitas keluaran, yang terjadi akibat perubahan
nilai masukan. Keluaran hasil simulasi akan dibandingkan dengan teori yang ada.
Tujuannya, untuk mengamati sejauh mana model dapat memprediksi dengan baik
apabila nilai masukan diubah-ubah (Sunaryo, 2006).
Grant et al (1997) menjelaskan langkah-langkah evaluasi model dalam
tahapan berikut :
1. Menilai kelayakan pada struktur model dan dapat diinterpretasikan pada
hubungan fungsional model
2. Mengevaluasi kesesuaian antara model dengan pola perilaku model yang
diharapkan
3. Pengujian kesesuaian model dengan data yang ada di dunia nyata
4. Menentukan kepekaan (sensitivity) model terhadap perubahan nilai
parameter penting
Evaluasi model yang dilakukan pada penelitian ini menilai kelayakan dan
kewajaran dalam menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Proses pengujian
dilakukan dengan uji Khi kuadrat (χ2) (Walpole, 1995) dengan rumus berikut :
χ2 hitung = ∑ (yriil – ymodel)2/ ymodel
Dengan hipotesis = Ho : ymodel = yriil H1 : yriil ≠ ymodel
Dengan kriteria hitung uji = χ2 hitung < χ2 tabel : terima Ho
χ2 hitung > χ2 tabel : tolak Ho
Hipotesis:
Ho : Tidak ada hubungan antara hasil volume tebang model simulasi dengan
volume tebang rencana produksi.
H1 : Terdapat hubungan antara hasil volume tebang simulasi dengan volume
tebang rencana produksi.
Dari perhitungan menggunakan software Minitab 14 diperoleh hasil
sebagai berikut:
χ2 hitung = 317732,000
38
Sehingga χ2 hitung > χ2 tabel dengan demikian Ho ditolak. P-value masing-
masing statistik uji menunjukan rasio di bawah α = 0,05. Sehingga hasil uji
hipotesis mengarah pada kesimpulan menolak hipotesis awal yang mengatakan
tidak ada hubungan antara hasil volume tebang model simulasi dengan volume
tebang rencana produksi. Ini berarti ada keterkaitan antara hasil simulasi dengan
rencana produksi, sehingga simulasi model dapat dikatakan wajar dan logis.
Selanjutnya dilakukan analisis sensitivitas untuk mengetahui total
pertambahan nilai kayu jati dengan mengubah-ubah persen tebang produksi kayu
jati.
Analisis sensitivitas dilakukan dengan mengubah persen tebang kelas
diameter 4 dan 5 pada produksi kayu bulat perhutani yaitu (1) 2% dan 2,5%; (2)
3% dan 0,9%; (3) 5% dan 0,9%. Semakin besar produksi kayu bulat yang
dimasukkan maka semakin mengubah komposisi dinamika tegakan dan mengubah
besaran nilai total pertambahan nilai yang dihasilkan. Hasil analisis sensitivitas
model dapat dilihat pada gambar 12 berikut :
9:56 15 Apr 2008
analisis sensitiv itas keluaran
Page 10.00 25.00 50.00 75.00 100.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
5e+010,
7.5e+010
1e+011,
3.5e+010
5e+010,
6.5e+010
3.5e+010
7.5e+010
1.15e+011
1: total nilai 2: total nilai 2 3: total nilai 3
1
11
1
2
22 2
3
3
3
3
Gambar 12 Analisis sensitivitas model terhadap perubahan total pertambahan nilai
Keterangan :
1. Total pertambahan nilai yang dihasilkan dari perubahan persen tebang pada
kelas umur 4 dan 5 masing-masing sebesar 2% dan 2,5%
39
2. Total pertambahan nilai yang dihasilkan dari perubahan persen tebang pada
kelas umur 4 dan 5 masing-masing sebesar 3% dan 0,9%
3. Total pertambahan nilai yang dihasilkan dari perubahan persen tebang pada
kelas umur 4 dan 5 masing-masing sebesar 5% dan 0,9%
Grafik pada Gambar 12 di atas menunjukkan adanya fluktuasi total
pertambahan nilai dari semua aktor penjualan kayu dan produk. Peningkatan total
pertambahan nilai yang dihasilkan dari perubahan masukan jumlah produksi kayu
bulat Perhutani memiliki total pertambahan nilai yang berbeda. Hal ini disebabkan
karena nilai masukan dan keluaran pada analisis sensitivitas memiliki nilai yang
berbeda pada tahun simulasi tersebut. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas yang
dilakukan, dapat dilihat tahun ke-37 merupakan tahun yang optimal dari
pertambahan nilai kayu jati dilihat dari aspek finansial. Tanpa melihat etat luas
dan volume yang ada, maka dapat dilihat peningkatan total pertambahan nilai
pada tahun ke-100 adalah sebagai berikut :
Tabel 8 Analisis sensitivitas dengan total pertambahan nilai (Rp)
Total pertambahan nilai pada Analisis sensitivitas 1 2 3 Tahun ke-37 71.934.384.562 61.194.968.872 80.329.294.587Akhir (tahun ke-100) 62.005.708.905 57.734.000.372 106.074.526.688
C. Penggunaan Model
1. Simulasi Dasar
Simulasi dasar model yang dibuat menjelaskan keadaan sektor kehutanan
baik pengusahaan hutan yang dalam hal ini Perum Perhutani KPH Banten, sampai
pada pengolahan kayu pada masa yang akan datang (jangka waktu 100 tahun) jika
diasumsikan tidak ada perubahan nilai harga jual kayu bulat Perhutani dan
perubahan nilai harga jual produk. Berikut ini menunjukan beberapa submodel
pertambahan nilai kayu jati dalam 100 tahun yang akan datang :
1. Areal Hutan
Pada submodel areal hutan ini diasumsikan bahwa outgrowth yang terjadi
sebesar 10% dari luas tiap kelas umur (KU), sedangkan penebangan
menggunakan persen tebang terhadap jumlah pohon. Luas tebangan
40
menyesuaikan jumlah pohon yang ditebang dengan nilai rasio jumlah pohon
yang ditebang terhadap luasan areal adalah 111 pohon perhektar (Perum
Perhutani 2007). Nilai volume tebang yang dihasilkan tiap tahun berfluktuasi
dikarenakan jumlah pohon outgrowth berbeda tiap tahun, sedangkan
penebangan terjadi pada kelas umur (KU) IV dan V. Penebangan yang
diharapkan adalah tidak lebih dari etat yang telah ditentukan. Hasil simulasi
dasar submodel areal hutan dapat dilihat pada Gambar 13. Besarnya jumlah
pohon tiap KU adalah sebagai berikut :
Tabel 9 Jumlah pohon tiap KU pada akhir tahun simulasi dasar
KU I II III IV V
Jumlah pohon
2.304.815 1.784.759 1.796.310 1.703.267 170.845
9:36 26 Mei 2008
Dinamika tegakan kelas umur
Page 10.00 25.00 50.00 75.00 100.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
4:
4:
4:
5:
5:
5:
2000000
5000000
8000000
1500000
2500000
3500000
500000
2000000
3500000
1250000
1700000
2150000
50000
150000
250000
1: jml phn KU I 2: jml phn KU 2 3: jml phn KU 3 4: jml phn KU 4 5: jml phn KU 5
1
1 11
2
22
2
33
33
4
4
4
4
5 5
5
5
Gambar 13 Dinamika tegakan kelas umur (simulasi dasar)
2. Penjualan Kayu Perhutani
Penjualan kayu yang dilakukan Perhutani dilakukan dengan berbagai
cara. Cara penjualan yang paling banyak dilakukan dengan cara penjualan
melalui saluran lelang dan penjualan langsung (Perum Perhutani, 2006).
Pendapatan KPH dari penjualan ini bervariasi sesuai dengan jumlah penjualan
yang ditentukan dari volume tebang dan jumlah stok tiap tahun. Stok kayu
41
merupakan akumulasi dari volume tebang tiap tahun, sehingga nilai stok kayu
selalu meningkat. Nilai persentase penjualan adalah sebesar 95,45% (Perum
Perhutani, 2007) yang terjadi diasumsikan sama setiap tahun. Pada simulasi
ini stok kayu pada tahun ke-100 sebesar 15.436,51 m3, sedangkan volume
penjualan terbesar terjadi pada tahun ke-31 dan volume penjualan terkecil
pada tahun ke-7 (Tabel 10).
Tabel 10 Stok kayu dan volume penjualan tahun (simulasi dasar)
Tahun ke Stok Kayu (m3) Penjualan (m3)
7 13.752,07 13.126,35
31 19.274,39 18.397,40
100 15.436,51 14.734,14
Tabel di atas menjelaskan bahwa selama tahun simulasi dasar persentase
penjualan adalah sama yakni sebesar 95,45% dari stok kayu tiap tahunnya,
maka prediksi nilai pendapatan, pertambahan nilai oleh perhutani serta
pertambahan nilai perkubik dengan mengasumsikan nilai harga jual kayu
bulat perhutani sama tiap tahunnya yaitu sebesar Rp 2.496.000/m3 dan biaya
yang dikeluarkan tiap tahun yang dikeluarkan perhutani meliputi biaya
tebang, biaya tanam dan biaya pengelolaan hutan yang besarannya masing-
masing tergantung kepada luasannya. Biaya tebang sebesar Rp 1.763.960/Ha
dan Rp 12.225.508/Ha untuk biaya tanam, Sedangkan pengelolaan hutan Rp
14.026.784.000 (Perum Perhutani, 2007) diasumsikan sama setiap tahunnya.
Prediksi nilai tersebut digambarkan sebagai berikut :
42
12:24 15 Apr 2008
Pertambahan nilai dari KPH
Page 10.00 25.00 50.00 75.00 100.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
1.6e+010
1.7e+010
1.8e+010
3e+010,
4e+010,
5e+010,
1.5e+010
2.5e+010
3.5e+010
1: pembiay aan 2: pendptn 3: pertmbh nilai dari KPH
1
1
1
1
2
2
2
2
3
3
3
3
Gambar 14 Pertambahan nilai dari KPH
Dari penjualan yang dilakukan Perhutani didapatkan masukan nilai bagi
submodel ini yang digunakan untuk menghitung pendapatan dari penjualan
kayu bulat. Sehingga nilai tambah yang dihasilkan dari Perhutani (KPH
Banten) diprediksi mengalami penurunan, sedangkan nilai tambah dari bagi
perolehan total pertambahan nilai dari perhutani mengalami nilai terbesar
pada tahun 98 sedangkan total pertambahan nilai terendah dicapai pada tahun
ke-7 pada simulasi dasar.
Tabel 11 Total pertambahan nilai tahun ke-7, 31 dan 100 (simulasi dasar)
Tahun Total Pertambahan Nilai (Rp) Pendapatan (Rp) 7 16.352.593.368 32.763.374.10431 28.411.836.862 45.919.912.464100 19.974.080.937 36.776.423.533
3. Perantara/Broker
Setelah kayu dijual oleh perhutani, aktor selanjutnya adalah perantara
penjual (broker), yang menghubungkan perhutani dengan pembeli potensial
seperti industri pengolahan kayu. Pada submodel ini prediksi pertambahan
nilai yang didapat oleh broker terus menurun. Pada akhir simulasi dasar
prediksi pertambahan nilai yang dihasilkan oleh broker sebesar Rp
7.345.185.050. Gambar 15 berikut adalah pertambahan nilai yang dicapai
oleh broker :
43
20:32 15 Apr 2008
Pertambahan nilai dari broker
Page 10.00 25.00 50.00 75.00 100.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
3:
3:
3:
3e+010,
4e+010,
5e+010,
3.5e+010
5e+010,
6.5e+010
6.5e+009
8e+009,
9.5e+009
1: nilai beli 2: nilai jual 3: net broker
1
1
1
1
2
2
2
2
3
3
3
3
Gambar 15 Pertambahan nilai broker (simulasi dasar)
4. Penggergajian
Kayu yang dijual broker akan masuk ke industri penggergajian yang
akan menghasilkan produk kayu gergajian. Industri ini memiliki rendemen
sebesar 50% sehingga kayu gergajian sebesar 0,5 m3 yang dihasilkan
membutuhkan kayu bulat sebanyak 1 m3. Pada submodel ini, pertambahan
nilai kayu jati yang dihasilkan dari industri penggergajian diprediksi
mengalami penurunan secara perlahan mulai tahun ke-32 simulasi dasar,
yaitu sebesar Rp 9.299.886.118 menuju Rp 7.493.576.608 pada akhir tahun
simulasi. Berikut ini gambar 16 merupakan prediksi pertambahan nilai yang
dihasilkan oleh industri gergajian pada simulasi dasar.
20:32 15 Apr 2008
Pertambahan nilai dari penggergajian
Page 10.00 25.00 50.00 75.00 100.00
Years
1:
1:
1:
3e+009,
4e+009,
5e+009,
1: net sawmill
1
1
1
1
Gambar 16 Pertambahan nilai kayu pada penggergajian (simulasi dasar)
44
5. Produsen Furnitur
Aktor selanjutnya yang mempengaruhi pertambahan nilai kayu jati
adalah industri furnitur. Bahan baku yang diperoleh merupakan kayu
gergajian yang oleh industri furnitur akan diubah bentuk menjadi produk
furnitur mentah. Nilai rendemen industri furnitur dari kayu gergajian sebesar
60%, menghasilkan 0,3 m3 prokuk furnitur. Prediksi pertambahan nilai oleh
industri furnitur dapat dilihat pada Gambar 17. Pertambahan nilai diprediksi
mengalami penurunan dari titik tertingginya pada tahun ke-34 dengan
pertambahan nilai sebesar Rp 5.649.841.793 menuju Rp 4.580.275.955 pada
akhir tahun simulasi.
20:44 15 Apr 2008
Pertambahan nilai pada produsen f urnitur
Page 10.00 25.00 50.00 75.00 100.00
Years
1:
1:
1:
4e+009,
5e+009,
6e+009,
1: net produsen
1
1
1
1
Gambar 17 Pertambahan nilai kayu pada industri furnitur (simulasi dasar)
6. Industri Finishing dan Penjual
Industri finishing merupakan industri yang memanfaatkan produk
mentah dari hasil industri furnitur sehingga menghasilkan produk jadi yang
siap pakai dan siap jual. Industri ini memiliki peran yang cukup besar dalam
pertambahan nilai kayu. Sama halnya dengan industri finishing, penjual
furnitur juga memiliki peran yang besar. Prediksi pertambahan nilai oleh
kedua aktor ini dapat dilihat pada gambar 18 berikut :
45
20:51 15 Apr 2008
Pertambahan nilai dari f inishing dan penjual
Page 10.00 25.00 50.00 75.00 100.00
Years
1:
1:
1:
2:
2:
2:
2.4e+009
2.9e+009
3.4e+009
2.15e+009
2.6e+009
3.05e+009
1: net f inishing 2: net penjual
1
11
1
2
2
2
2
Gambar 18 Pertambahan nilai kayu pada industri finishing dan penjual furnitur (simulasi dasar)
Dari Gambar 17 di atas dapat dilihat pertambahan nilai yang dihasilkan
oleh industri finishing meningkat lalu menurun perlahan hingga akhir tahun
simulasi, besar pertambahan nilai tang dihasilkan dari finishing dan
penjualan pada akhir simulasi masing-masing sebesar Rp 2.755.046.604 dan
Rp 2.479.427.034.
2. Pembuatan skenario
Pembuatan skenario dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh
peningkatan nilai kayu jati dengan skenario yang relevan, tujuannya agar dapat
menjadi masukan yang bermanfaat bagi pengembangan industri pengolahan kayu
jati dan pengelolaan hutan. Pembuatan skenario dihadapkan kepada bagaimana
sikap tanggap terhadap konsep bisnis dapat memelihara bisnis furnitur. Purnomo
(2006) juga menyebutkan minimal ada dua langkah yang dibutuhkan untuk
membesarkan bisnis furnitur, yaitu pertama adalah dengan meningkatkan porsi
pertambahan nilai pada penanam kayu jati dan penerimaan perusahaan menengah
bawah, kedua membuat arahan investasi pada pengelolaan kayu jati. Pada
penelitian ini, beberapa skenario yang dibuat adalah :
1. Peningkatan efisiensi produksi
2. Meningkatkan volume tebang dengan membuka investasi penanaman
lahan kosong
46
3. Kolaborasi skenario 1 dan Perhatian khusus bagi penjual domestik dan
mancanegara
Skenario I
Muhtaman dkk (2006) dalam Purnomo (2006) menyebutkan bahwa sikap
tanggap bisnis dapat menciptakan premium harga melalui implementasi promosi
perdagangan dan indikasi geografis. Premium harga bagi penanam kayu jati,
perusahaan kecil menengah, dapat diperoleh dari meningkatkan harga akhir
produk, mengurangi keuntungan broker, sertifikasi, efisiensi kolektif atau pasar
nyata. Skenario pertama merupakan simulasi dengan meningkatkan efisiensi
produksi pada penggergajian sebesar 70% dan produsen furnitur sebesar 70-75%.
Simulasi yang dilakukan selama 100 tahun yang akan datang menunjukkan bahwa
distribusi nilai setiap aktor dalam pertambahan nilai kayu jati mengalami
fluktuasi. Pada awal simulasi menunjukan total pertambahan nilai berada pada
angka Rp 48.722.359.974 dan diakhir tahun simulasi berada pada angka Rp
52.210.939.431. Gambar 19 berikut ini menggambarkan simulasi total
pertambahan nilai kayu jati.
22:07 03 Jun 2008
Total pertambahan nilai pada skenario 1
Page 10.00 25.00 50.00 75.00 100.00
Years
1:
1:
1:
4.5e+010
6e+010,
7.5e+010
1: total nilai
1
1
1
1
Gambar 19 Total pertambahan nilai pada skenario I
47
Skenario II
Skenario kedua ini dilakukan dengan melakukan penanaman besar-besaran
pada lahan kosong. Berdasarkan data dari KPH Banten (2008), saat ini terdapat
lahan kosong sebesar 12.000 Ha, dengan mengalokasikan penanaman yang lebih
dikhususkan dengan menanam pohon jati sebesar 1% pertahun dari lahan kosong,
maka penanaman ini akan meningkatkan jumlah pohon dan dapat merubah total
produksi yang saat ini. Sehingga pada 30-40 tahun yang akan datang pohon yang
ditanam telah memasuki kelas diameter 3 dan 4 sehingga siap ditebang. Total
pertambahan nilai pada skenario diprediksi sebesar Rp 103.968.870.776 dengan
produksi kayu bulat sebesar 34.002,73 m3. Gambar 20 tentang distribusi
perolehan pertambahan nilai pada skenario II :
13:43 23 Jul 2008
Total pertambahan nilai pada skenario II
Page 10.00 25.00 50.00 75.00 100.00
Years
1:
1:
1:
3e+010,
7e+010,
1.1e+011
1: total nilai
1
1
1
1
Gambar 20 Total pertambahan nilai pada skenario II
Skenario III
Pada skenario simulasi III ini dilakukan dengan menggabungkan skenario
pertama dan memberikan insentif dalam pemasaran produk dan kerjasama dengan
pusat-pusat desain produk kayu olahan, sebagai bentuk sikap perhatian kepada
produsen dan penjual. Pada skenario ini diharapkan dapat mengembangkan usaha
pengolahan dan pemasaran produk kayu olahan dengan meningkatnya harga jual
serta mengurangi beban biaya pemasaran, dan diharapkan terdapat peningkatan
nilai sebesar 20-30% dari harga normal. Dari skenario ini diperoleh total nilai
48
pada tahun awal skenario sebesar Rp 54.944.578.491, sedangkan pada akhir tahun
skenario total pertambahan nilai sebesar Rp 58.849.851.001. Gambar 21 berikut
merupakan total pertambahan nilai pada skenario III
22:25 03 Jun 2008
Total pertambahan nilai pada skenario III
Page 10.00 25.00 50.00 75.00 100.00
Years
1:
1:
1:
5e+010,
6.5e+010
8e+010,
1: total nilai
1
1
1
1
Gambar 21 Total pertambahan nilai pada skenario III
Pembuatan tiga skenario tersebut diharapkan dapat dijadikan alternatif
pilihan untuk memperbaiki sistem pertambahan nilai kayu jati dan produknya di
Indonesia dan dapat bermanfaat bagi pengembangan industri pengolahan kayu
yang lebih baik. Berdasarkan skenario di atas, dapat dilihat urutan pertambahan
nilai terbesar sampai terkecil sebagai berikut :
Tabel 12 Urutan skenario penyesuaian dengan pertambahan nilai
Skenario Penyesuaian Pertambahan nilai pada akhir
tahun simulasi (Rp.)
2. Meningkatkan volume tebang
dengan membuka investasi
penanaman lahan kosong
103.968.870.776
3. Kolaborasi skenario 1 dan
Perhatian khusus bagi penjual
domestik dan mancanegara
58.849.851.001
1. Peningkatan efisiensi produksi 52.210.939.431
49
Skenario yang paling besar dalam peningkatan pertambahan nilai pada akhir
tahun simulasi adalah skenario kedua, dimana melakukan peningkatkan volume
tebang dengan membuka investasi penanaman seluas 120 Ha atau sebesar 1% tiap
tahunnya dari lahan kosong. Skenario pertama dapat diperoleh dari meningkatkan
harga akhir produk, mengurangi keuntungan broker, sertifikasi, efisiensi kolektif
atau pasar nyata. Skenario kedua membutuhkan kajian yang lebih lengkap seperti
kajian etat luas dan etat volume serta dinamika tegakan, dari skenario ini
menghasilkan total pertambahan nilai pada akhir tahun simulasi sebesar Rp
103.968.870.776.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan terkait beberapa skenario di atas
yaitu daya beli masyarakat, disain furnitur dan kualitas yang ditawarkan. Karena
bagaimanapun, setiap produk akan memiliki nilai sesuai dengan kualitas dan
kuantitasnya. Sebagai perbandingan misalnya, kualitas jati yang ditanam di Blora
akan memiliki kualitas yang berbeda dengan jati daerah lainnya.
Melihat dari beberapa skenario yang dibuat, skenario 2 mempunyai
beberapa kendala yaitu pengelolaan dan pencapaian, sedangkan skenario 1 dan 3
merupakan skenario dengan pola meningkatkan pertambahan nilai melalui
produsen kayu olahan dan furnitur, sehingga resiko keberhasilan ditentukan oleh
semua aktor yang berperan dan mengikutsertakan peran pemerintah. Dengan
mempertimbangkan hal-hal di atas, maka skenario yang memungkinkan untuk
diterapkan adalah skenario kedua dengan melakukan investasi penanaman dari
lahan kosong dengan memperhatikan dan mengkaji kembali etat yang
diperbolehkan dalam penebangan.
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Simulasi dasar terhadap penggunaan model menunjukkan bahwa
pengusahaan dan pertambahan nilai kayu jati di KPH Banten diperankan oleh
banyak aktor dengan peran yang berbeda. Luas dan potensi hutan menentukan
banyaknya volume yang dapat ditebang. Semakin banyak luas yang ditebang
membuat komposisi tegakan semakin didominasi oleh kelas umur muda.
Berdasarkan hasil simulasi dasar pertambahan nilai kayu jati menunjukkan
penurunan total nilai. Hal ini dikarenakan input kayu bulat Perhutani menurun,
yang berdampak pada turunnya produksi lanjutan kayu jati. Apabila keadaan
tersebut terus berlanjut, maka keberlangsungan industri furnitur tidak terlalu
banyak diharapkan menghasilkan keuntungan yang besar. Pertambahan nilai kayu
jati dipengaruhi oleh faktor seperti volume produksi kayu bulat, efisiensi
produksi, waktu, dan volume penjualan.
Pembuatan skenario-skenario penyesuaian diharapkan dapat menjadi
alternatif pilihan bagi perkembangan industri pengolahan kayu. Dari simulasi
tersebut paling mungkin untuk diterapkan adalah diterapkan adalah skenario
kedua dengan melakukan penanaman 1% setiap tahun dari lahan kosong dengan
catatan mengkaji kembali etat yang diperbolehkan dalam penebangan, dan
memperhatikan kualitas serta desain produk.
B. Saran
Model skenario yang dibuat hanya dikembangkan untuk membantu
meningkatkan pertambahan nilai kayu jati dan distribusi keuntungan pada masa
yang akan datang, tanpa memperhatikan keberadaan kayu ilegal yang beredar dan
tenaga kerja yang digunakan. Untuk penelitian lanjutan, model dapat
disempurnakan dengan peubah lain yang lebih spesifik untuk mengkaji
penggunaan tenaga kerja dan pertambahan nilai kayu ilegal.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2007. Value Chain. http://www.mindtools.com/pages/article/newTMC
10.htm /Value Chain Analysis/a. [23 Oktober 2007] . 2007. The Value Chain. http://www.quickmba.com/strategy/value-
chain.htm. [23 Oktober 2007] Agrifood Consulting International. 2005. Final Report for the Cambodian
Agrarian Structure Study. http://siteresources.worldbank.org/ INTCAMBODIA/Resources/293755-1151087924882/Agrarian-Structure-Study-main-report.pdf. [15 April 2008]
Amirin TM. 1992. Pokok-Pokok Teori Sistem. CV Rajawali. Jakarta. Bhat KM. 2003. Quality Concerns of Sustainable Teak Wood Chain. [Paper for
Oral Presentation]. India Castrén T. 1999. Timber Trade and Wood Flow-Study. http://www.globalwood.
org/market1/aaw20060802.htm. [15 April 2008] Departemen Kehutanan dan Perkebunan. 1999. Panduan Kehutanan Indonesia.
Jakarta: Dephutbun. Grant WE, Pedersen EK, Marin SL. 1997. Ecology and Natural Resource
Management. System Analysis and Simulation. John Wiley and Sons, inc. New York.
Heylighen F, Joslyn C. 1992. What is Systems Theory?. http://www.physical
geography.net/fundamentals/4b.html. [23 oktober 2007] Hidayat. 2007. Hanya 12,72% dari Sebuah Pohon yang Menjadi Perabot Kayu.
http://web.mac.com/ehidayat/iWeb/Eko/Woodworking/42C9C8B4-E0A2-4CBB-8331-431F470E302D.html. [4 April 2008]
ITTO. 2007. Tropical Timber Market Report. Volume 12 Number 13. [1-15 July
2007] Kaplinsky R, Morris M. 2000. A Handbook for Value Chain Research. IDRC.
www.ids.ac.uk/global.PDF. [08 April 2007] Pemerintah Republik Indonesia. 1999. Undang-undang Republik Indonesia
Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. Perum Perhutani. 1999. Rencana Pengaturan Kelestarian Hutan (RPKH) Kelas
Perusahaan Jati. Diterbitkan oleh Seksi Perencanaan Hutan I. Bogor.
52
Perum Perhutani. 2005. Laporan Tahunan 2004. Diterbitkan oleh Direksi Perum Perhutani.
. 2007. Keputusan Direksi Perum Perhutani No. 995/KPTS/
DIR/2007 tentang Pedoman Penjualan dalam Negeri Hasil Hutan Kayu Bundar Jati dan Rimba. Diterbitkan oleh Direksi Perum Perhutani.
. 2007. Laporan Data Kemajuan Pekerjaan model-DKP s/d
Desember 2006. Diterbitkan oleh KBM Wilayah II. Bogor. . 2008. Pembinaan Hutan. http://www.kphbanten.perum
perhutani.com/home/index.php?option=com_content&task=view&id=38&Itemid=126. [23 Oktober 2007]
Porter ME. 1985. Competitive Advantage: Creating and Sustaining Superior
Performance. New York. The Free Press. Prahasto H, Purnama BM. 1990. Nilai Tambah Industri Pengolahan Kayu Jati
Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Volume 12 Nomor 1.
Purnomo H. 2005. Teori Sistem Kompleks, Pemodelan dan Simulasi. Bahan
bacaan. Mata Ajaran Analisis Sistem. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor. Purnomo H. 2006. Teak Furnitur and Business Responsibility: A Global Value
Chain Dynamics Approach. Economics and Finance in Indonesia 54:411-443.
Recklies D. 2001. The Value Chain. http://sysdyn.clexchange.org/sdep/papers/D-
4165-1.pdf. [23 Oktober 2007] Schiebel W. 2007. The Value Chain Analysis of ECR Europe,
Interpreting A System Innovation in Supply Chains. Simatupang TM. 1995. Teori Sistem Suatu Perspektif Teknik Industri. Andi
Offset. Yogyakarta. Simon H. 2004. Membangun Kembali Hutan Indonesia. Pustaka Pelajar Offset.
Jakarta. Siswamartana, S. 2003. The Up and Down of Teak Forest Management in
Indonesia. [Paper for Oral Presentation]. Jepara. Sopari H. 2007. Model Simulasi Rasio Kelestarian Hutan Produksi Kelas
Perusahaan Jati di Kesatuan Pemangkuan Hutan Sumedang Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten [Skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor.
53
Sumarna Y. 2003. Budi Daya Jati. Penebar Swadaya. Jakarta. Sunaryo. 2006. Stella dan Model Wanulcas. www.worldagroforestry.org/
sea/publications/files/lecturenote/LN0006-04.PDF. [10 maret 2006]. Wikipedia Indonesia. 2007. Jati. http://id.wikipedia.org/wiki/Jati. [16 Desember