Top Banner

of 43

Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

Jul 05, 2018

Download

Documents

ladas
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    1/43

    16

    BAB 2

    PENANGKAPAN SEBAGAI UPAYA PAKSA PENYIDIKAN

    2.1 Ruang Lingkup Penyelidikan

    2.1.1 Definisi Penyelidikan

    Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan

    lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan Pejabat

    Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah anggota kepolisian negara Republik

    Indonesia yang berdasarkan Undang-undang memiliki kewenangan umum

    kepolisian14. Penyelidik ialah orang yang melakukan penyelidikan. Penyelidikan

     berarti serangkaian tindakan mencari dan menemukan sesuatu keadaan atau

     peristiwa yang berhubungan dengan kejahatan dan pelanggaran tindak pidana

    yang diduga sebagai perbuatan perbuatan tindak pidana. Pencarian dan usaha

    menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana, bermaksud untuk

    menentukan sikap pejabat penyelidik, apakah peristiwa yang ditemukan dapat

    dilakukan penyidikan atau tidak sesuai dengan cara yang diatur dalam Pasal 1

     butir 5 KUHAP15.

    Penyelidikan merupakan tindakan tahap pertama permulaan penyidikan.

    Perlu diingat bahwa penyelidikan bukan tindakan yang berdiri sendiri terpisah

    dari penyidikan, tetapi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari penyidikan.

    Berdasarkan buku petunjuk Pedoman Pelaksanaan KUHAP, penyelidikan

    merupakan salah satu metode atau sub daripada fungsi penyidikan yangmendahului tindakan lain, yaitu penindakan yang berupa penangkapan,

     penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan

     pemeriksaan, dan penyerahan berkas kepada Penuntut Umum.

    14 Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik

     Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran

     Negara Republik Indonesia Nomor 4168), Pasal 1.

    15

     M. Yahya Harahap, Op.cit.., hal. 101.

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    2/43

    17

    2.1.2 Kompetensi Penyelidikan

    Pasal 1 angka 4 KUHAP dan Pasal 4 KUHAP menyatakan bahwa

     penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang

    oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan (Polri). Penyelidikan

    diatur dalam KUHAP pada Pasal 5, Pasal 9, Pasal 75, Pasal 102, Pasal 103, Pasal

    104, Pasal 105 dan Pasal 111. Oleh karena KUHAP menganut pokok-pokok

     bahwa yang berhak melakukan penyelidikan hanyalah pejabat Polri, maka bunyi

     pasal-pasal tersebut harus disesuailan agar dapat dipergunakan sebagai dasar oleh

     penyelidik yang lain (seperti Jaksa, KPK, dll.) terhadap tindak pidana yang

    menjadi wewenangnya untuk disidik.

    2.1.2.1 Kepolisian Republik Indonesia Sebagai Penyelidik

    Pihak yang berwenang melakukan penyelidikan diatur di dalam Pasal 1

     butir 4 KUHAP yang berbunyi:

    Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang

    diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan

     penyelidikan.

    Dalam Pasal 4 KUHAP mengatur lebih spesifik lagi mengenai kompetensi

     penyelidikan, yaitu:

    Penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara Republik Indonesia.

    Melihat pada Pasal 1 butir 4 KUHAP dan Pasal 4 KUHAP maka dapat ditarik

    kesimpulan bahwa penyelidik adalah setiap pejabat Polri. Jaksa atau pejabat laintidak berwenang melakukan penyelidikan. Penyelidikan merupakan monopoli

    tunggal Polri. Kemanunggalan fungsi dan wewenang penyelidikan bertujuan16:

    a.  menyederhanakan dan memberi wewenang kepastian kepada

    masyarakat siapa yang berhak dan berwenang melakukan

     penyelidikan;

    16 M. Yahya Harahap, Op.cit., hal. 103

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    3/43

    18

     b.  menghilangkan kesimpangsiuran penyelidikan oleh aparat penegak

    hukum, sehingga tidak terjadi tumpang tindih;

    c.  merupakan efisiensi tindakan penyelidikan ditinjau dari segi

     pemborosan jika ditangani oleh beberapa instansi, maupun terhadap

    orang yang diselidiki, tidak lagi berhadapan dengan berbagai macam

    tangan aparat penegak hukum dalam penyelidikan.

    Merujuk pada penjelasan diatas maka aparat yang berfungsi dan

     berwenang melakukan penyelidikan hanyalah pejabat Polri, tidak

    dibenarkan adanya campur tangan dari instansi dan pejabat lain, namun

     pada kenyataannya campur tangan tersebut tetap saja ada.

    2.1.2.2 Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Sebagai

    Penyelidik Pada Tindak Pidana Korupsi

    Tindak Pidana Korupsi di Indonesia sudah begitu parah dan

    meluas dalam masyarakat dan sangat memprihatinkan, perkembangannya

    terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi

    dan jumlah kerugian keuangan negara yang dilakukan semakin sistematis

    serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan baik tingkat

     bawah apalagi kalangan atas yang sangat merugikan17.

    Penegakkan hukum untuk memberantas tindak pidana korupsi

    yang dilakukan secara konvensional sebelum tahun 2002 terbukti

    mengalami berbagai hambatan. Untuk itu diperlukan metode penegakan

    hukum secara luar biasa melalui pembentukan suatu badan khusus yang

    mempunyai kewenangan luas, independen serta bebas dari kekuasaan

    manapun dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, yang pelaksanaannya dilakukan secara optimal, intensif, efektif, profesional

    serta berkesinambungan. Untuk itulah dibentuk suatu lembaga bernama

    KPK yang indenpenden dan bebas dari pengaruh manapun18.

    17  Indonesia, Undang-Undang Nomor 302 Tahun 2002 Komisi Pemberantasan Tindak

    Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan

     Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250), Penjelasan Umum.

    18 Indonesia, Ibid, Penjelasan Umum.

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    4/43

    19

    Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk berdasarkan Undang-

    UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK. Salah satu wewenang dari KPK

    adalah melakukan penyelidikan yang terkait dengan tindak pidana korupsi

    sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6 huruf c:

    Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas

    melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan

    terhadap tindak pidana korupsi.

    Pasal 11 UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK menegaskan

     bahwa dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6

    huruf c, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan dan

     penuntutan tindak pidana korupsi yang:

    a.  melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang

    lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan

    oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara.

     b.  Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat, dan/atau

    c.  Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,- (satu

    milyar rupiah).

    Dalam Pasal 43 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK juga diatur

    mengenai penyelidik KPK:

    Penyelidik adalah Penyelidik pada Komisi Pemberantasan

    Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi

    Pemberantasan Korupsi.

    Berdasarkan ketentuan tersebut, maka KPK hanya berwenang melakukan penyelidikan dalam tindak pidana korupsi saja.

    2.1.3 Fungsi dan Wewenang Penyelidik

    Fungsi dan wewenang penyelidik meliputi ketentuan yang disebut pada

    Pasal 5 KUHAP, yang dapat dipisahkan ditinjau dari beberapa segi, yaitu:

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    5/43

    20

    2.1.3.1 Fungsi dan wewenang berdasarkan hukum

    Fungsi dan wewenang penyelidik diatur dalam Pasal 5 KUHAP.

    Berdasarkan ketentuan ini fungsi dan wewenang aparat penyelidik

    adalah19:

    a.  Menerima laporan atau pengaduan

    Bertitik tolak dari fungsi ini, apabila penyelidik menerima

     pemberitahuan atau laporan yang disampaikan oleh

    seseorang, penyelidik mempunyai hak dan kewajiban untuk

    menindaklanjuti. Laporan tersebut dapat berupa sedang

    ataupun diduga akan terjadi suatu peristiwa pidana,

     penyelidik wajib dan berwenang menerima pemberitahuan

    laporan. Penyelidik dapat pula menerima pemberitahuan

    yang disertai dengan permintaan oleh pihak yang

     berkepentingan untuk menindak pelaku tindak pidana aduan

    yang telah merugikan.

     b.  Mencari keterangan saksi dan barang bukti

    Tujuan perlembagaan fungsi penyelidikan dimaksud sebagai

    langkah pertama atau sebagai bagian yang tak terpisah dari

    fungsi penyidikan, guna mempersiapkan semaksimal

    mungkin fakta, keterangan, dan barang bukti sebagai

    landasan hukum untuk memulai penyidikan. Penyidikan

    yang dilakukan tanpa persiapan yang memadai akan

    mengakibatkan penyidikan yang bertentangan dengan

    hukum atau terjadi kekeliruan terhadap orang yang disidik.

    c. 

    Menyuruh berhenti orang yang dicurigaiKewajiban dan wewenang ketiga yang diberikan Pasal 5

    KUHAP kepada penyidik adalah menyuruh berhenti orang

    yang dicurigai dan menenyakan serta memeriksa tanda

     pengenal diri. Wewenang ini dapat dikatan wajar sebab tidak

    mungkin dapat melaksanakan kewajiban penyelidikan kalau

    19 M. Yahya Harahap, Op.cit ., hal. 103-106.

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    6/43

    21

    tidak diberi wewenang menyapa dan menanyakana identitas

    seseorang.

    d. 

    Tindakan lain menurut hukum

    Kewajiban dan wewenang selanjutnya ialah mengadakan

    tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.

    Menurut penjelasan Pasal 5 ayat (1) huruf a angka 4 yang

    dimaksud dengan tindakan lain adalah tindakan dari

     penyelidik untuk kepentingan penyelidikan dengan syarat:

    a)  tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;

     b) 

    selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan

    dilakukannya dilakukan tindakan jabatan;

    c)  tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk

    dalam lingkungan jabatannya;

    d)  atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan

    memaksa;

    e)  menghormati hak asasi manusia.

    2.1.3.2 Kewenangan berdasarkan perintah penyidik

    Kewajiban dan wewenang penyelidik yang berdasar hukum

    adalah kewenangan yang lahir dan inherent   dari sumber undang-undang

    sendiri. Sedangkan wewenang yang berdasarkan perintah penyidik adalah

    yang bersumber dari “perintah” penyidik yang dilimpahkan kepada

     penyelidik. Tindakan dan kewenangan undang-undang melalui penyelidik

    dalam hal ini, lebih tepat merupakan tindakan melaksanakan perintah penyidik, berupa20:

    a.  penangkapan, larangan meninggalkan tempat,

     penggeledahan, dan penyitaan;

     b.  pemeriksaan dan penyitaan surat;

    c.  mengambil sidik jari dan memotret seseorang;

    d.  membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik.

    20 M. Yahya Harahap, Op.cit ., hal. 107.

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    7/43

    22

    2.1.3.3 Kewajiban penyelidik membuat dan menyampaikan laporan

    Penyelidik wajib menyampaikan hasil pelaksanaan tindakan

    sepanjang yang menyangkut tindakan yang disebut pada pasal 5 ayat (1)

    huruf a dan b. Pengertian laporan hasil pelaksanaan tindakan penyelidikan,

    harus merupakan laporan tertulis.

    2.1.3.4 Wewenang penyelidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi

    Pada dasarnya kewenangan yang dimiliki oleh penyelidik KPK

    sama dengan penyelidik menurut KUHAP. Hal tersebut diatur dalam Pasal

    38 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK, yang berbunyi:

    Segala kewenangan yang berkaitan dengan penyelidikan,

     penyidikan, dan penuntutan yang diatur dalam Undang-

    Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

    Pidana berlaku juga bagi penyelidik, penyidik, dan

     penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi.

    Ketentuan Pasal 38 ayat (1) menyatakan bahwa kewenangan penyelidik

    KPK sama dengan kewenangan penyelidik dalam KUHAP. Selain

    kewenangan secara umum yang diatur dalam KUHAP, penyelidik KPK

     juga memiliki kewenangan secara khusus yang diatur dalam Pasal 12 UU

     No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK, yaitu:

    a.  melakukan penyadapan dan perekaman pembicaraan;

     b. 

    memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk

    melarang seseorang bepergian ke luar negeri;

    c.  meminta keterangan kepada bank atau lembaga

    keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangkaatau terdakwa yang sedang diperiksa;

    d. 

    memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan

    lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil

    dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain

    yang terkait;

    e.  memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka

    untuk memberhentikan sementara tersangka dari

     jabatannya;

    f.  meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka

    atau terdakwa kepada instansi yang terkait;

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    8/43

    23

    g.  menghentikan sementara suatu transaksi keuangan,

    transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau

     pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi

    yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau

    terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yangcukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi

    yang sedang diperiksa;

    h.  meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi

     penegak hukum negara lain untuk melakukan

     pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di

    luar negeri;

    i.  meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang

    terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan,

     penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak

     pidana korupsi yang sedang ditangani.

    2.1.4 

    Tujuan Penyelidikan

    Tujuan utama dari setiap penyelidikan adalah untuk mengumpulkan

    keterangan-keterangan atau data-data yang dapat dipergunakan untuk:

    a.  Menentukan apakah suatu peristiwa yang terjadi merupakan suatu

    tindak pidana atau bukan sehingga dapat dilakukan penyidikan.

     b.  Persiapan pelaksanaan tahap penindakan penyelidikan

    Pengetahuan yang mendalam dari penyelidik tentang unsur-unsur suatu tindak

     pidana dan tentang hukum acara yang berlaku mutlak diperlukan. Bila penyelidik

    kurang menguasainya, maka arah penyelidikan menjadi tidak tentu dan dapat

    menghasilkan suatu kesimpulan yang keliru.

    Hasil penyelidikan dapat dipergunakan untuk persiapan pelaksanaan tahap

     penindakan, yaitu dalam arti bahwa setelah penyelidikan selesai, penyelidik sudah

    mempunyai gambaran tentang calon tersangka yang perlu diperiksa dan/atau

    ditangkap dan/atau ditahan, saksi-saksi yang perlu dipanggil, tempat-tempat yang perlu digeledah, barang bukti yang perlu disita dan sebagainya.

    2.2  Ruang Lingkup Penyidikan

    2.2.1 Definisi Penyidikan

    Penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 butir 2 KUHAP:

    Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam Undang-

    undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang mana

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    9/43

    24

    dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan

    guna menemukan tersangkanya.

    Penyidikan yang dimaksud dalam Pasal 1 butir 2 KUHAP tersebut di atas adalah

    sesuai dengan pengertian opsporing  atau interrogation. Menurut de Pinto,

    opsporing mempunyai arti:21

     

    Pemeriksaan permulaan oleh pejabat-pejabat, untuk itu ditunjuk oleh

    Undang-undang segera setelah mereka dengan jalan apa pun

    mendengar kabar yang sekedar beralasan bahwa ada terjadi sesuatu

     pelanggaran hukum.

    Melihat pada Pasal 1 butir 2 tentang definisi penyidikan, dapat diketahui

     batasan atau perbedaan antara penyelidikan dan penyidikan, yaitu22:

    a.  Pada tindakan penyelidikan penekanan tindakan diarahkan untuk

    mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak

     pidana. Pada tingkat penyelidikan, tindak pidananya belum diketahui,

    sedangkan pada tingkat penyidikan tindak pidananya sudah diketahui

    dan tindakannya diarahkan untuk mencari dan mengumpulkan bukti

    agar tindak pidana yang ditemukan tersebut dapat menjadi terang serta

    sekaligus menemukan tersangka atau pelaku tindak pidana.

     b.  Dari segi wewenang, pejabat penyelidik memiliki wewenang terbatas,

    hanya meliputi penyelidikan atau mencari dan menemukan data atas

    suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana dan wewenang

    lain berdasarkan perintah penyidik seperti penangkapan, larangan

    meninggalkan tempat, penggeledahan, penyitaan dan sebagainya.

    Penyidik memiliki ruang lingkup wewenang dan kewajiban yang lebihluas dibandingkan penyelidik.

    21 Andi Hamzah, Op.cit., hal. 121-122.

    22 Ramelan, Op.,cit ., hal. 52-53.

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    10/43

    25

    2.2.2 Kompetensi Penyidikan

    2.2.2.1 Ketentuan Umum

    Pengertian penyidik menurut Pasal 1 angka 1 KUHAP berbunyi

    sebagai berikut:

    Pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat

     pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wwenang khusus

    oleh undang-undang ini untuk melakukan penyidikan.

    Ketentuan pasal 1 angka 1 KUHAP tersebut dipertegas dalam Pasal 6

    KUHAP yang menentukan siapa saja yang disebut sebagai penyidik, yaitu:

    (1) 

    Penyidik adalah:

    a.  Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia;

     b.  Pejabat Pegawai Negeri Sipil tretentu yang diberi

    wewenang khusus oleh undang-undang.

    (2) Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana diatur dalam

    ayat (1) akan diatur lebih lanjut dalam peraturan

     pemerintah.

    Disamping pejabat penyidik yang disebut dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a

    KUHAP, diatur juga pejabat penyidik dalam Pasal 10 KUHAP, yaitu:

    (1) Penyidik Pembantu adalah pejabat kepolisian negara

    Republik Indonesia yang diangkat oleh Kepala

    Kepolisian negara Republik Indonesia berdasarkan

    syarat kepangkatan dalam ayat (2) pasal ini.

    (2) Syarat kepangkatan sebagaimana tersebut pada ayat

    (1) diatur dengan peraturan pemerintah.

    2.2.2.2 Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia Dan Penyidik

    Pegawai Negeri Sipil

    Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 6 dan 10 KUHAP, maka yang

    dapat diangkat sebagai pejabat penyidik adalah23:

    23  Ramelan, Op.cit., hal. 56-59.

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    11/43

    26

    1.  Pejabat penyidik polisi negara

    Pejabat keplisian negara Republik Indonesia merupakan

    instansi yang diberi wewenang diberi wewenang untuk

    melakukan penyidikan. Disamping sebagai penyidik, pejabat

    kepolisian negara tertentu juga dapat diangkat sebagai

     penyidik pembantu, namun demikian untuk diangkat sebagai

     penyidik pembantu harus memenuhi syarat yang ditentukan

    dalam Pasal 6 ayat (1) KUHAP dan Pasal 2 Peraturan

    Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983.

    2.  Pejabat penyidik pegawai negari sipil (PPNS) tertentu

    Penyidik pegawai negeri sipil ini diatur dalam Pasal 6 ayat

    (1) huruf b, yaitu pegawai negeri sipil yang mempunyai

    fungsi dan wewenang sebagai penyidik. Wewenang tersebut

     bersumber pada ketentuan undang-undang tertentu yang

    telah menetapkan sendiri pemberian wewenang atas

     pelanggaran ketentuan pidana yang diatur didalamnya.

    Misalnya dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992

    tentang Keimigrasian, Undang-Undang Nomor 10 Tahun

    1995 tentang Kepabeanan (Pasal 112 ayat (1) memberi

    wewenang kepada pejabat pegawai negeri sipil tertentu di

    lingkungan Direktorat Jendral Bea dan Cukai untuk

    melakukan penyidikan tindak pidana kepabeanan).

    Kedudukan penyidik pegawai negeri sipil dalam

     pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan

     pengawasan penyidik Kepolisian Negara RepublikIndonesia.

    2.2.2.3 Penyidik khusus di luar Kitab Undang-Undang Hukum Acara

    Pidana

    Peraturan perundang-undangan selain KUHAP telah mengatur

     pejabat penyidik khusus untuk tindak pidana tertentu. Pejabat penyidik

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    12/43

    27

    khusus yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan tersebut

    antara lain24:

    a.  Jaksa

    Sebagai penyidik khusus, jaksa berwenang melakukan

     penyidikan untuk tindak pidana:

    1)  Korupsi

    Wewenang jaksa melakukan penyidikan tindak pidana

    korupsi, ditentukan berdasarkan:

    a)  Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang

    Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

     b) 

    Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang

    Kejaksaan Republik Indonesia.

    2)  Pelanggaran Hak Asasi Manusia

    Wewenang jaksa melakukan penyidikan pelanggaran hak

    asasi manusia, ditentukan berdasarkan Undang-Undang

     Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi

    Manusia.

    3) 

    Tindak Pidana Ekonomi

    Wewenang jaksa melakukan penyidikan tindak pidana

    ekonomi, ditentukan berdasarkan Undang-Undang

     Nomor 7/Drt/1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan

    Peradilan Tindak Pidana Ekonomi jo. Pasal 284 ayat (2)

    KUHAP.

     b.  Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

    Institusi ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak

    Pidana Korupsi. Wewenang KPK melakukan penyidikan

    tindak pidana korupsi diatur dalam Pasal 6 huruf c UU No.

    30 Tahun 2002 Tentang KPK yang menjelaskan bahwa KPK

    mempunyai tugas melakukan penyelidikan, penyidikan, dan

     penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.

    24 Ramelan, Op.cit ., hal. 59-67

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    13/43

    28

    Pasal 11 UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK menegaskan

     bahwa dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud

    dalam Pasal 6 huruf c, KPK berwenang melakukan

     penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana

    korupsi yang:

    a)  melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara

    negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak

     pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak

    hukum atau penyelenggara negara;

     b)  mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat;

    dan/atau

    c) 

    menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp.

    1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).

    Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, maka KPK hanya

     berwenang melakukan penyidikan tindak pidana korupsi.

    2.2.3 Fungsi dan Wewenang Penyidik

    Fungsi dan wewenang penyidik menurut KUHAP dan penyidik KPK

    menurut UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK adalah:

    2.2.3.1 Fungsi dan wewenang penyidik kepolisian

    Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)

    KUHAP, karena kewajibanya mempunyai wewenang yang diatur dalam

    Pasal 7 ayat (1) KUHAP:

    Pasal 7

    (1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat

    (1) huruf a karena kewajibannya mempunyai

    wewenang:

    a. 

    menerima laporan atau pengaduan dari seorang

    tentang adanya tindak pidana;

     b.  melakukan tindakan pertama pada saat di tempat

    kejadian;

    c.  menyuruh berhenti seorang tersangka dan

    memeriksa tanda pengenal diri tersangka;

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    14/43

    29

    d.  melakukan penangkapan, penahanan,

     penggeledahan dan penyitaan;

    e.  melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;

    f.  mengambil sidik jari dan memotret seorang;

    g. 

    memanggil orang untuk didengar dan diperiksasebagai tersangka atau saksi;

    h.  mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam

    hubungannya dengan pemeriksaan perkara;

    i.  mengadakan penghentian penyidikan;

     j.  mengadakan tindakan lain menurut hukum yang

     bertanggung jawab.

    Seorang penyidik wajib untuk menjunjung tinggi hukum yang

     berlaku (Pasal 7 ayat (3) KUHAP). Pemberian wewenang kepada penyidik

     bukan semata-mata didasarkan atas kekuasaan, tetapi berdasarkan

     pendekatan kewajiban dan tanggung jawab yang diembannya. Dengan

    demikian kewenangan yang diberikan tersebut disesuaikan dengan

    kedudukan, tingkat kepangkatan, pengetahuan serta berat ringannya

    kewajiban dan tanggung jawab penyidik.

    Selain dari yang tersebut diatas, penyidik juga berwenang

    menghentikan penyidikan menurut Pasal 109 ayat (2) KUHAP yang

    menyatakan:

    Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena

    tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata

     bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan

    dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan

    hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau

    keluarganya.

    Selain kewenangan tersebut diatas penyidik polri juga berwenang

    melakukan penyadapan, walaupun tidak terinci atau tertuang secara jelas

    dalam KUHAP maupun Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang

    Kepolisian Negara Republik Indonesia, namun hal ini tertuang dalam

    Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak

    Pidana Korupsi yaitu pada penjelasan Pasal 26:

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    15/43

    30

    Kewenangan penyidik dalam Pasal ini termasuk

    wewenang untuk melakukan penyadapan (wiretaping).

    Melihat pada penjelasan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999

    diatas, maka terhadap kewenangan penyidik polri yang merupakan

     penyidik terhadap semua tindak pidana, maka secara otomatis penyidik

     polri berwenang melakukan penyadapan (wiretaping).

    2.2.3.2 Wewenang penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi

    Pada dasarnya kewenangan yang dimiliki oleh penyidik KPK

    sama dengan penyidik menurut KUHAP. Hal tersebut diatur dalam Pasal

    38 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK:

    Segala kewenangan yang berkaitan dengan penyelidikan,

     penyidikan, dan penuntutan yang diatur dalam Undang-

    Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

    Pidana berlaku juga bagi penyelidik, penyidik, dan

     penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi.

    Berdasarkan 38 ayat (1) tersebut maka dapat kita ketahui bahwa secara

    umum kewenangan penyidik KPK sama dengan kewenangan penyidik

    dalam KUHAP. Selain kewenangan secara umum yang diatur dalam

    KUHAP, penyidik KPK juga memliki kewenangan secara khusus yang

    diatur dalam Pasal 12 UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK, yaitu:

    a.  melakukan penyadapan dan perekaman pembicaraan;

     b.  memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk

    melarang seseorang bepergian ke luar negeri;c.  meminta keterangan kepada bank atau lembaga

    keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka

    atau terdakwa yang sedang diperiksa;

    d.  memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan

    lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil

    dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain

    yang terkait;

    e.  memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka

    untuk memberhentikan sementara tersangka dari

     jabatannya;

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    16/43

    31

    f.  meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka

    atau terdakwa kepada instansi yang terkait;

    g.  menghentikan sementara suatu transaksi keuangan,

    transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau

     pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesiyang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau

    terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang

    cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi

    yang sedang diperiksa;

    h.  meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi

     penegak hukum negara lain untuk melakukan

     pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di

    luar negeri;

    i.  meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang

    terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan,

     penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.

    2.2.4 Upaya Paksa Pada Tahap Penyidikan

    Dalam kegiatan penyidik untuk mengumpulkan bukti-bukti, diberikan

    kewenangan-kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu kepadanya,

    sehingga memungkinkannya untuk menyelesaikan penyidikan itu dan siap untuk

    diserahkan kepada Penuntut Umum. Kewenangan-kewenangan untuk melakukan

    tindakan-tindakan itu akan disesuaikan secara kasuistis, termasuk untuk

    melakukan tindakan di tempat kejadian atau upaya-upaya yang bersifat

    memaksa/dwang middelen.

    2.2.4.1 Penangkapan

    Undang-undang memberikan kewenangan kepada penyidik

    sedemikian rupa luasnya antara lain wewenang untuk mengurangi

    kebebasan dan hak asasi seseorang. Penggunaan wewenang ini harus tetap

     berlandaskan hukum serta prinsip-prinsip yang menjunjung tinggi harkat

    dan martabat manusia dan menjamin keseimbangan antara perlindungan

    kepentingan tersangka pada satu pihak, dan kepentingan masyarakat luas,

    kepentingan umum pada pihak lain.

    Wewenang yang diberikan undang-undang kepada penyidik

    yang bersifat pembatasan kebebasan dan hak asasi seseorang salah satunya

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    17/43

    32

    dapat dilakukan dalam bentuk penangkapan. Pengertian penangkapan

    menurut Pasal 1 angka 20 KUHAP adalah:

    Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa

     pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau

    terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan

     penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal

    serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.

    Berdasarkan Pasal 1 butir 20, makan penangkapan tidak lain dari

     pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka/terdakwa, guna

    kepentingan penyidikan atau penuntutan. Penangkapan harus dilakukan

    menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam KUHAP. Pihak yang

     berwenang melakukan penangkapan ditentuak dalam Pasal 16 KUHAP

    yaitu:

    a.   penyelidik atas perintah penyidik berwenang melakukan

     penangkapan untuk kepentingan penyidikan.

     b. 

    Penyidik dan penyidik pembantu berwenang melakukan

     penangkapan untuk kepentingan penyidikan.

    2.2.4.1.1 Alasan Penangkapan

    Dalam melakukan penangkapan Penyelidik ataupun Penyidik

    harus memiliki alasan yang kuat. Alasan penangkapan disebutkan dalam

    Pasal 17 KUHAP yaitu:

    a.  Seseorang tersangka diduga keras melakukan tindak pidana,

    dan

     b. 

    Atas dugaan yang kuat tadi, harud berdasrkan bukti

     permulaan yang cukup.

    Pengertian bukti permulaan yang cukup menurut penjelasan Pasal 17

    KUHAP adalah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana

    sesuai dengan bunyi Pasal 1 butir 14. Pasal 17 KUHAP ini menunjukkan

     bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-

    wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betul-betul melakukan

    tindak pidana.

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    18/43

    33

    Definisi bukti permulaan yang cukup tersebut sesungguhnya

    masih belum jelas, karena Pasal 1 butir 14 KUHAP sendiri tidak

    menerangkan apa yang dimaksud dengan bukti permulaan yang cukup.

    Oleh karena itu dalam praktik masalah ini sangat tergantung penilaian

    obyektif penyelidik dan penyidik. Namun sebagai pedoman dalam praktek

    menurut Rapat Kerja Mahkamah Agung Kehakiman Kejaksaan Polisi

    (MAKEHJAPOL-I) tanggal 21 Maret 1984, menyimpulkan bahwa bukti

     permulaan yang cukup seyogyanya minimal laporan polisi ditambah satu

    alat bukti lainnya25.

    2.2.4.1.2 Cara Penangkapan

    Cara penangkapan diatur di dalam Pasal 18 KUHAP sebagai

     berikut:

    (1) Pelaksanaan tugas penangkapan. dilakukan oleh

     petugas kepolisian negara Republik Indonesia dengan

    memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada

    tersangka surat perintah penangkapan yang

    mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan

    alasan penangkapan serta uraian singkat perkara

    kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia

    diperiksa.

    (2) Dalam hal tertangkap tangan penangkapan dilakukan

    tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa

     penangkap harus segera menyerahkan tertangkap

     beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau

     penyidik pembantu yang terdekat.

    (3) Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana

    dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada

    keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan.

    2.2.4.2 Penahanan

    Penahanan merupakan salah satu bentuk tindakan yang bersifat

    membatasi atau mengurangi kebebasan dan hak asasi manusia seseorang.

    Kewenangan penahanan tidak hanya dimiliki oleh penyidik, tetapi juga

    25

     Darwin Prints,  Hukum Acara Pidana: Suatu Pengantar , (Jakarta: Djambatan, 1989),hal. 43.

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    19/43

    34

    oleh instansi penegak hukum lain yaitu penuntut umum dan hakim atau

     peradilan.

    Masalah penahanan (dan juga penangkapan) seseorang terkait

    dengan hak asasi manusia atas kemerdekaan dan keselamatan. Secara jelas

    hak atas kemerdekaan seseorang dirumuskan dalam Pasal 9 Deklarasi

    Universal Hak-Hak Asasi Manusia (The Universal Declaration of Human

     Rights), yaitu:

    Tidak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang

    secara sewenang-wenang.

    Menurut Oemar Seno Adji, bahwa legalitas dari suatu

     penahanan baru merupakan suatu jaminan yang cukup, apabila ia disertai

    dengan 2 hal, yaitu:

    a.  Tersangka atau terdakwa harus dapat mengetahui, setelah ia

    ditahan, sifat dari sangkaan atau dakwaan yang dihadapkan

     padanya;

     b.  Jika si tersangka atau terdakwa menyadari pentingnya

    sangkaan atau dakwaan, ia harus mempunyai hak seketika

    itu untuk mengadakan hubungan dan konsultasi dengan

    seoran penasehat hukum menurut pilihannya26.

    Pengertian penahanan menurut Pasal 1 angka 21 KUHAP adalah sebagai

     berikut:

    Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di

    tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atauhakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara

    yang diatur dalam undang-undang ini.

    26  Oemar Seno Adji,  Indonesia Negara Hukum (dalam Indonesia Negara Hukum.

    Seminar Ketatanegaraan Undang-Undang Dasar 1945), dikumpulkan oleh Fakultas Hukum danIlmu Kemasyarakatan Universitas Indonesia, Jakarta, (Seruling Masa,1966), hal. 59.

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    20/43

    35

    2.2.4.2.1 Alasan Penahanan

    Alasan untuk melakukan penahanan terhadap tersangka atau

    terdakwa menurut Pasal 21 ayat (1) KUHAP, adalah:

    a. 

    Tersangka/terdakwa dikhawatirkan melarikan diri;

     b.  Tersangka/terdakwa dikhawatirkan akan merusak atau

    menghilangkan barang bukti; dan

    c.  Tersangka/terdakwa dikhawatirkan akan melakukan lagi

    tindak pidana.

    2.2.4.2.2 Syarat-syarat Untuk Melakukan Penahanan

    Syarat-syarat untuk melakukan penahanan disebut sebagai

    syarat obyektif dan syarat subyektif, yaitu:27

    a.  Syarat obyektif

    Yaitu karena undang-undang dengan tegas telah menentukan

     pasal-pasal kejahatan tindak pidana yang dapat dilakukan

     penahanan. Syarat obyektif ini ditentukan dalam Pasal 21

    ayat (4) KUHAP yang intinya menegaskan bahwa

     penahanan hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau

    terdakwa yang melakukan tindak pidana atau percobaan atau

     pemberian bentuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal:

    1)  Tindak pidana diancam dengan pidana penjara 5 (lima)

    tahun atau lebih.

    2) 

    Tindak pidana-tindak pidana yang tersebut dalam Pasal

    21 ayat (4) b KUHAP.

     b. 

    Syarat subyektifYaitu syarat didasarkan pada keadaan atau keperluan

     penahanan itu sendiri ditinjau dari subyektifitas tersangka

    atau terdakwa. Akan tetapi penilaian terhadap syarat-syarat

    tersebut juga sangat ditentukan oleh subyektifitas aparat

     penegak hukum itu sendiri. Adapun syarat-syarat subyektif

    ini ditentukan dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP yaitu

    27  Ramelan, Op.cit., hal 89-92.

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    21/43

    36

     perintah penahan atau penahanan lanjutan yang dilakukan

    terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras

    melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup,

    dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran

     bahwa tersangka atau terdakwa akan:

    1)  melarikan diri;

    2)  merusak atau menghilangkan barang bukti;

    3)  dan atau mengulangi tindak pidana.

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    22/43

    37

    BAB 3

    TERTANGKAP TANGAN SEBAGAI SALAH SATU BENTUK

    PENANGKAPAN

    3.1 Ruang Lingkup Tertangkap Tangan

    3.1.1 Definisi Tertangkap Tangan

    Mengetahui suatu peristiwa yang dapat diduga sebagai tindak pidana,

    dapat dilakukan melalui28:

    a. 

    Adanya laporan atau pengaduan

    Terdapat perbedaan pengertian laporan dan pengaduan dalam Kitab

    Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai hukum publik dianut suatu asas

    umum bahwa:

    Hak untuk melakukan penuntutan suatu tindak pidana diletakkan

     pada penuntut umum, sedangkan permintaan dari orang yang

    menjadi korban ataupun orang lain yang mengetahui terjadinya

    tindak pidana untuk melakukan penuntutan, tidak memiliki pengaruh

    atau keharusan bagi penuntut umum untuk menindak lanjuti.

    Hal tersebut disebabkan oleh karena KUHP dimaksudkan untuk melindungi

    kepentingan umum, kepentingan oran banyak, dan tidak ditujukan untuk khusus

    melindungi kepentingan perorangan. Permintaan setiap orang yang mengetahui

    terjadinya tindak pidana, untuk melakukan penuntutan atas peristiwa yang diduga

    sebagai tindak pidana tersebut berbentuk laporan.

    Pengaturan di dalam KUHAP juga dijumpai adanya penyimpangan atas

    asas umum tersebut, yaitu ada beberapa jenis tindak pidana (delik) yang hanya

    dapat dituntut atas permintaan pernderita atau korban, artinya penuntut umum

    tidak akan melakukan penuntutan apabila tidak ada permintaan atas pengaduan

    dari pihak yang menjadi korban. Hak korban disebut dengan hak penuntutan. Hak

    28

     Ramelan, Op.cit., hal. 42.

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    23/43

    38

    ini dilakukan dan hanya dalam delik atau tindak pidana yang disebut dengan delik

    aduan.

     b.  Informasi yang diperoleh aparat penegak hukum baik melalui sumber

    tertutup (melalui kegiatan intelijen) maupun sumber terbuka (pemberitaan

     pers, publikasi-publikasi tertentu dan sebagainya)

    Informasi yang diperoleh secara tertutup dilakukan melalui kegiatan

    intelijen. Sedangkan informasi terbuka biasanya diperoleh dari pemberitaan pers

    ataupun surat kaleng maupun laporan dengan identitas yang jelas.

    c.  Kedapatan tertangkap tangan

    Tertangkap tangan atau haterdaad (ontdekking op haterdaad ) menurut

    Pasal 1 butir 19 KUHAP adalah:

    Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang

    melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat

    tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh

    khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila

    sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah

    dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan

     bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantumelakukan tindak pidana itu.

    Berdasarkan rumusan Pasal 1 butir 19 KUHAP tersebut maka dapat kita lihat

     bahwa tertangkap tangan adalah tertangkapnya seseorang pada waktu:

    1.  Sedang melakukan tindak pidana atau tengah melakukan tindak pidana,

     pelaku dipergoki oleh orang lain;

    2.  Atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan;

    3. 

    Atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang

    melakukannya;

    4.  Atau sesaat kemudian pada orang tersebut ditemukan benda yang diduga

    keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana yang

    menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya.

    Sedangkan menurut Pasal 1 butir 18 RUU KUHAP, tertangkap tangan

    didefinisikan sebagai:

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    24/43

    39

    Tertangkap tangan adalah tertangkap sedang melakukan, atau segera

    sesudah melakukan tindak pidana atau sesaat kemudian diserukan

    oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukan tindak pidana,

    atau apabila padanya ditemukan benda yang diduga keras telah

    dipergunakan untuk melakukan tindak pidana atau hasil tindak pidana.

    Pengertian istilah “dengan segera” dapat menimbulkan kesulitan dalam

     praktik, dan dapat mengundang ekses negatif dalam pelaksanaan. Petugas dapat

    memberi penafsiran yang berbeda-beda, karena undang-undang tidak memberi

     batasan waktu yang tegas. Seandainya diambil pengertian yang agak lazim dan

    awam bahwa yang dimaksud dengan pengertian “dengan segera” identik dengan

     pengertian peristiwa pidana tersebut masih baru, tetap belum memberikan

    kepastian tentang batas jangka waktu tertentu, sehingga pengertian yang agak

    mengambang ini dapat memberi keleluasaan kepada pejabat yang berwenang

    untuk melakukan penangkapan.

    R. Soesilo memberikan pendapat mengenai contoh “dengan segera”

    sebagai berikut:

    Apabila seorang Bayangkara mendengar suara orang berteriakmeminta tolong. Saat itu terlihat olehnya terdapat seseorang yang

     berlari keluar rumah dengan tangan berlumuran darah kemudian ia

    ditangkap dan diperiksa. Sesudah orang tersebut ditangkap dan

    diperiksa ternyata diketahui bahwa seseorang tersebut baru saja

    menganiaya seseorang. Tindak pidana penganiayaan tersebut

    kedapatan segera sesudah dilakukan (tertangkap tangan)29.

    Rumusan pada Pasal 1 butir 19 KUHAP sebenarnya sama dengan

    ketentuan Pasal 57  Het Herziene Indonesisch Reglement   (HIR) dahulu yang

     berbunyi:

    Kedapatan tengah berbuat yaitu, bila kejahatan atau pelanggaran

    kedapatan sedang dilakukan, atau dengan segera kedapatan sesudah

    dilakukan, atau bila dengan segera sesudah itu ada orang diresukan

    oleh suara ramai sebagai orang yang melakukannya, atau bila

     padanya kedapatan barang-barang, senjata-senjata, alat perkakas tau

    29

     R. Soesilo,  Menangkap, Menahan, dan Pemberitahuan Ganti Rugi, (Bogor: Politeia),hal. 7.

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    25/43

    40

    surat-surat yang menunjukkan bahwa kejahatan atau pelanggaran itu

    ia yang melakukan atai membantu melakukannya.

    Pengertian tertangkap tangan diperluas sehingga berbeda dengan pengertian

    sehari-hari, karena meliputi pengertian sedang melakukan dan sesudah

    melakukan.

    Penyidikan delik tertangkap tangan secara khusus sebenarnya berasal dari

    Perancis30. Sejak zaman Romawi telah dikenal delik tertangkap tangan itu, yaitu

    delik yang tertangkap sedang atau segera setelah berlangsung yang mempunyai

    akibat-akibat hukum yang berbeda dengan delik lain. Delik tertangkap tangan

    disebut oleh orang Romawi delictum flagrans. Jerman atau Belanda kuno

    handhaft   (ig) e daet   dan versche daet , sedangkan orang Perancis menyebutnya

     flagrant delit  dan Jerman frische Tat 31. 

    Pengertian in flagrante delicto dikenal juga sebagai red-handed . Elizabeth

    Webber dan Mike Feinsilber menjelaskan pengertian in flagranre delicto sebagai:

    Tepat pada saat melakukan kelakuan yang buruk; tertangkap basah.

    Dipakai juga untuk menjelaskan istilah ditengah-tengah kegiatan

    seksual. Dalam bahasa Latin, adalah pada saat tindakan kriminal

    tersebut sedang berlangsung. Biasanya dipergunakan untuk

     perbuatan non-kriminal tetapi pada situsasi yang memalukan32

     

    3.1.2 Kompetensi Dalam Hal Tertangkap Tangan

    Tertangkap tangan merupakan salah satu bentuk penangkapan, hal yang

    membedakan dari penangkapan adalah pada tertangkap tangan tidak diperlukan

    adanya Surat Perintah Penangkapan maka dari itu pihak yang dapat melakukan

     penangkapan dalam hal tertangkap tangan pun berbeda dari penangkapan biasa.

    Pasal 18 ayat (2) KUHAP dan Pasal 111 ayat (1) KUHAP menjelaskan sebagai

     berikut:

    30 E. Bonn – Sosrodanukusumo, Tuntutan Pidana, (Jakarta: Siliwangi), hal. 124.

    31  G. Duisterwinkel,  Het Wetbook van Strafvordering Arnhem, (S. Gouda Quint D.

    Brouwer en Zoon: 1972), artikel 128, hal. 1, sebagaimana dimuat dalam buku Andi Hamzah,Op.cit ., hal. 122.

    32 Elizabeth Webber dan Mike Feinsilber, Op.cit , hal. 285.

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    26/43

    41

    Pasal 18

    (2) Dalam hal tertangkap tangan penangkapan dilakukan tanpa surat

     perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera

    menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada

     penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat.

    Pasal 111

    (1) Dalam hal tertangkap tangan setiap orang berhak, sedangkan

    setiap orang yang mempunyai wewenang dalam tugas ketertiban,

    ketenteraman dan keamanan umum wajib, menangkap tersangka

    guna diserahkan berserta atau tanpa barang bukti kepada

     penyelidik atau penyidik.

    Sedangkan menurut Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 56 ayat (3) RUU KUHAP

    dijelaskan:

    Pasal 16

    (1) Dalam hal tertangkap tangan:

    a.  setiap orang dapat menangkap Tersangka guna diserahkan

     beserta atau tanpa barang bukti kepada Penyidik; dan

     b.  setiap orang yang mempunyai wewenang dalam tugas

    ketertiban, ketentraman, dan keamanan umum wajib

    menangkap Tersangka guna diserahkan beserta atau tanpa

     barang bukti kepada Penyidik.

    Pasal 56

    (3) Apabila Tersangka Tertangkap tangan, Penangkapan dapat

    dilakukan tanpa surat perintah Penangkapan.

    Melihat pada rumusan Pasal 18 ayat (2) KUHAP dan Pasal 111 ayat (1) KUHAP

    maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:

    1.  Setiap orang berhak untuk menangkapnya, tidak terkecuali siapapun,

     berhak untuk menangkap dalam hal tertangkap tangan orang yangsedang dalam melakukan tindak pidana. Hal yang perlu diperhatikan

    dalam Pasal 111 ayat (1) KUHAP adalah rumusan kata “hak”. Dalam

    Pasal 111 ayat (1) KUHAP, tertulis kata “hak” bukan “kewajiban”

    sehingga orang yang melihat atau memergoki suatu peristiwa pidana

    dapat mempergunakan haknya untuk menangkap atau tidak;

    2.  Bagi setiap orang atau pejabat yang mempunyai wewenang dalam

    tugas ketertiban, ketentraman, dan keamanan umum dibebani

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    27/43

    42

    “kewajiban” untuk menangkap pelaku tindak pidana dalam keadaan

    tertangkap tangan.

    Pada Pasal 18 ayat (2) KUHAP, terdapat perumusan kalimat yang

    menyatakan penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang

     bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat. Melihat

     pada rumusan pasal tersebut maka dapat kita simpulkan bahwa pejabat berwenang

    yang dapat melakukan penangkapan dalam hal tertangkap tangan hanyalah

    Penyelidik saja.

    3.1.3 Tindakan Dalam Hal Tertangkap Tangan

    Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan dalam hal tertangkap tangan

    diatur di dalam Pasal 18 ayat (2) KUHAP, Pasal 35 KUHAP, Pasal 40-41

    KUHAP, dan Pasal 102 ayat (2) KUHAP yang berbunyi:

    Pasal 18

    (2) Dalam hal tertangkap tangan penangkapan dilakukan tanpa surat

     perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera

    menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada

     penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat.

    Pasal 35

    Kecuali dalam hal tertangkap tangan, penyidik tidak diperkenankan

    memasuki:

    a)  ruang di mana sedang berlangsung sidang Majelis

    Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat atau

    Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;

     b) 

    tempat di mana sedang berlangsung ibadah dan atau upacara

    keagamaan;

    c)  ruang dimana sedang berlangsung sidang pengadilan.

    Pasal 40

    Dalam hal tertangkap tangan penyidik dapat menyita benda dan alat

    yang ternyata atau yang patut diduga telah dipergunakan untuk

    melakukan tindak pidana atau benda lain yang dapat dipakai sebagai

     barang bukti.

    Pasal 41

    Dalam hal tertangkap tangan penyidik berwenang menyita paket atau

    surat atau benda yang pengangkutannya atau pengirimannya

    dilakukan oleh kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau

     perusahaan komunikasi atau pengangkutan, sepanjang paket, surat

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    28/43

    43

    atau benda tersebut diperuntukkan bagi tersangka atau yang berasal

    daripadanya dan untuk itu kepada tersangka dan atau kepada pejabat

    kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi

    atau pengangkutan yang bersangkutan, harus diberikan surat tanda

     penerimaan.

    3.2 Pengkondisian Sebagai Salah Satu Cara Pada Penangkapan Dalam

    Hal Tertangkap Tangan

    3.2.1 Penyadapan

    3.2.1.1 Definisi Penyadapan

    Penyadapan menurut penjelasan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 36

    Tahun 1999 tentang Telekomunikasi adalah:

    Kegiatan memasang alat atau perangkat tambahan pada jaringan

    telekomunikasi untuk tujuan mendapatkan informasi dengan cara

    tidak sah. Pada dasarnya informasi yang dimilikioleh seseorang

    adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus

    dilarang.

    Sedangkan penyadapan menurut Pasal 1 butir 18 Undang-Undang Nomor 22

    tahun 1997 tentang Narkotika adalah:

    Penyadapan adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan

    dan/atau penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Pejabat Polisi

     Negara Republik Indonesia dengan cara melakukan penyadapan

     pembicaraan melalui telepon dan atau alat komunikasi elektronika

    lainnya.

    Penyadapan telepon atau wiretapping dalam Bahasa Inggris, menurut Black’s Law

     Dictionary adalah:

     Electronis or mechanical eavesdropping, usually done by law-

    enforcement officers under court order, to listen to private

    conversations33.

    33 Bryan A. Garner,  Black’s Law Dictionary, Eighth Edition, (St. Paul:West Publishing

    Co., 2004)hal. 1631.

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    29/43

    44

    (Mencuri dengar dengan menggunakan perangkat elektronik, yang

     biasanya dilakukan oleh aparat penegak hukum atas perintah

     pengadilan, untuk mendengarkan pembicaraan pribadi.)

    Penyadapan telepon atau wiretapping adalah istilah pengawasan terhadap

     pembicaraan telepon dan internet oleh pihak ketiga, seringkali digunakan dalam

    terminologi penyamaran. Penggunaan istilah penyadapan atau wiretapping 

    digunakan karena pada mulanya alat penyadap dihubungkan ke kabel telepon

    yang sedang dipantau untuk menarik sebagian kecil sinyal elektronik yang

    membawa percakapan. Penyadapan yang dilakukan oleh kepolisan atau lembaga

     pemerintahan yang berwenang dikenal dengan istilah penyusupan secara sah

    (lawful interception)34.

    3.2.1.2 Pengaturan Mengenai Penyadapan

    Penyadapan telepon diatur secara ketat di berbagai negara untuk

    melindungi kerahasiaan pribadi. Secara teori penyadapan telepon di berbagai

    negara harus melalui izin pengadilan terlebih dahulu, dan biasanya hanya disetujui

    apabila bukti-bukti menunjukkan bahwa dengan bukti-bukti yang ada tidak

    mungkin untuk menunjukkan adanya tindak pidana atau kegiatan yang bersifat

    subversif 35.

    Pengaturan mengenai penyadapan di Indonesia belumlah dapat dikatakan

    sempurna, mengingat sedikitnya peraturan perundang-undangan yang mengatur

    mengenai penyadapan, baik dari segi kompetensi pihak yang dapat melakukan

     penyadapan, syarat-syarat penyadapan, tata cara penyadapan dan lain-lain.

    Dalam praktik hukum, penggunaan penyadapan, alat perekam dan hasil

    rekaman telah merupakan bagian dari proses projustisia perkara pidana. KitabUndang-Undang Hukum Acara Pidana tidak mengatur mengenai penyadapan

    34  http://en.wikipedia.org/wiki/Wiretap, (Telephone tapping, diakses pada tanggal 22

     November 2008).

    35  http://en.wikipedia.org/wiki/Wiretap, (Telephone tapping, diakses pada tanggal 22

     November 2008).

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    30/43

    45

    sebagai salah satu upaya paksa36. Di dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 36

    Tahun 1999 tentang Telekomunikasi ditegaskan:

    Setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi

    yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk

    apapun.

    Sedangkan dalam Pasal 42 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999

    tentang Telekomunikasi disebutkan:

    Untuk keperluan proses peradilan pidana, penyelenggara jasa

    telekomunikasi dapat merekam informasi yang dikirim dan atauditerima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta dapat

    memberikan informasi yang diperlukan atas:

    a.   permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian

    Repubik Indonesia untuk tindak pidana tertentu;

     b.   permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan

    undang-undang yang berlaku.

    Penjelasan Pasal 42 ayat (2) UU 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi

    menyatakan bahwa yang dimaksud dengan proses peradilan pidana dalam

    ketentuan tersebut mencakup penyidikan, penuntutan dan persidangan. Melihat

     pada ketentuan-ketentuan mengenai penyadapan diatas, maka dapat kita tarik

    kesimpulan bahwa penyadapan sebenarnya diperbolehkan menurut undang-

    undang guna kepentingan proses peradilan pidana.

    Pasal 12 ayat (1) huruf a UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK

    menegaskan bahwa salah satu kewenangan KPK dalam melaksanakan tugas

     penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dapat melakukan penyadapan dan

    merekam pembicaraan. Kewenangan melakukan penyadapan yang dimiliki oleh

    KPK. Pada Pasal 42 ayat (2) UU 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi dapat

    kita lihat bahwa penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi

    36 Penulis berpendapat bahwa penyadapan dapat dikategorikan sebagai salah satu upaya

     paksa mengingat di dalam penyadapan terdapat perampasa Hak Asasi Manusia atau hak privasi perseorangan ( personel privacy right ) yang dilakukan penguasa (aparat penegak hukum) dalammelaksanakan fungsi peradilan dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system). Dalam

    Penjelasan Pasal 7 ayat (3) RUU KUHAP penyadapan dimasukkan sebagai salah satu upaya paksa.

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    31/43

    46

    yang dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta

    dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan tertulis Jaksa

    Agung dan atau Kepala Kepolisian Repubik Indonesia untuk tindak pidana

    tertentu dan permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan

    undang-undang yang berlaku, sehingga dapat dilihat bahwa penyadapan bukanlah

    kewenangan khusus dari KPK saja, tetapi juga kewenangan dari jaksa dan POLRI.

    Pengaturan mengenai penyadapan telah ada sebelum adanya UU No. 30

    Tahun 2002 Tentang KPK antara lain dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun

    1997 tentang Narkotika, Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang

    Telekomunikasi dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1

    tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. UU Narkotika dan

    PERPU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme mengatur mengenai penyadapan

    lebih jelas dibandingkan UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK. Pada UU

     Narkotika, penyadapan dapat dilakukan dengan izin tertulis dari Kepala

    Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat yang ditunjuknya sesuai

    dengan penjelasan Pasal 66 ayat (2) UU Narkotika:

    Penyadapan pembicaraan melalui telepon atau alat telekomunikasilainnya hanya dapat dilakukan atas izin tertulis dari Kepala

    Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat yang

    ditunjuknya.

    Selain mengenai penyadapan yang harus mendapat izin dari Kepala Kepolisian

     Negara Republik Indonesia, pada UU Narkotika penyadapan hanya dapat

    dilakukan selama 30 (tiga puluh) hari menurut Pasal 66 ayat (3) UU Narkotika:

    Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

     berlangsung untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari.

    Mengenai perlunya izin sebelum melakukan penyadapan juga diatur di

    dalam PERPU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Pada PERPU

    Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, penyadapan baru dapat dilakukan

    setelah mendapat perintah dari Ketua Pengadilan Negeri dan penyadapan hanya

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    32/43

    47

    dapat dilakukan selama 1 (satu) tahun sesuai dengan Pasal 31 ayat (2) PERPU

    Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme:

    Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf

     b, hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan Negeri

    untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.

    Selain mengenai izin dan jangka waktu penyadapan, PERPU Pemberantasan

    Tindak Pidana Terorisme juga mengatur mengenai pelaporan dan

     pertanggungjawaban penyidik atas penyadapan yang dilakukan olehnya, sesuai

    dengan Pasal 31 ayat (3) PERPU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme:

    Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) harus

    dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan penyidik.

    Melihat pada pasal-pasal mengenai penyadapan yang terdapat dalam UU

     Narkotika dan PERPU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, maka dapat

    disimpulkan bahwa pengaturan penyadapan yang dimiliki oleh KPK kurang

    melindungi hak asasi dan kurang terdapat kepastian hukum.

    Menyikapi permasalahan penyadapan ini, pembuat undang-undang telah

    memasukan bagian khusus mengenai penyadapan ke dalam RUU KUHAP.

    Menurut Pasal 83 ayat (1) RUU KUHAP penyadapan pembicaraan melalui

    melalui telepon atau alat telekomunikasi yang lain dilarang, kecuali dilakukan

    terhadap pembicaraan yang terkait dengan tindak pidana serius atau diduga keras

    akan terjadi tindak pidana serius tersebut, yang tidak dapat diungkap jika tidak

    dilakukan penyadapan. Selanjutnya dalam Pasal 82 ayat (2) diatur mengenai

    tindak-tindak pidana apa saja yang dianggap sebagai tindak pidana serius, yaitu:

    a. 

    terhadap Keamanan negara;

     b.   perampasan kemerdekaan/penculikan;

    c.   pencurian dengan kekerasan;

    d.   pemerasan;

    e.   pengancaman;

    f.   perdagangan orang;

    g. 

     penyelundupan;

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    33/43

    48

    h.  korupsi;

    i. 

     pencucuai uang;

     j.   pemalsuan uang;

    k. 

    keimigrasian;

    l.  mengenai bahan peledak dan senjata api;

    m.  terorisme;

    n.   pelanggaran berat HAM;

    o.   psikotropika dan narkotika; dam

     p.   pemerkosaan.

    Mengenai perlunya izin dalam melakukan penyadapan juga diatur di dalam RUU

    KUHAP, yaitu di dalam Pasal 83 ayat (3) RUU KUHAP:

    Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat

    dilakukan oleh Penyidik atas perintah tertulis atasan penyidik

    setempat setelah mendapat surat izin dari Hakim Komisaris.

    Di dalam RUU KUHAP juga diatur mengenai jangka waktu penyadapan yang

    diatur dalam Pasal 83 ayat (6) RUU KUHAP:

    Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan untuk waktu

     paling lama 30 (tiga puluh) hari dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali

    untuk waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari.

    Sedangkan mengenai pelaporan penyadapan kepada atasan penyidik dan Hakim

    Komisaris terdapat pada Pasal 83 ayat (8) RUU KUHAP:

    Pelaksanaan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harusdilaporkan kepada atasan Penyidik dan Hakim Komisaris.

    Pengaturan mengenai penyadapan yang terdapat dalam RUU KUHAP telah

    memperbaiki pengaturan mengenai penyadapan yang ada selama ini. Namun,

     pengaturan mengenai penyadapan tersebut masih belum dapat dikatakan

    sempurna karena melihat pada beberapa hal seperti belum diaturnya mengenai

    alasan penyadapan dapat dilakukan, teknik-teknik penyadapan yang

    diperbolehkan menurut undang-undang.

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    34/43

    49

    3.2.1.3 Penyadapan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi

    Peraturan perundang-undangan telah mengatur mengenai definsi

     penyadapan, akan tetapi pengaturan mengenai kapan penyadapan tersebut dapat

    dilakukan, apa syarat-syarat penyadapan, bagaimana tata cara penyadapan dan

    lain-lain tidak diatur secara jelas. Ketidakjelasan peraturan perundang-undangan

    yang mengatur waktu penyadapan dilakukan, syarat-syarat penyadapan serta tata

    cara penyadapan, dapat membuat penyadapan dilakukan dengan sewenang-

    wenang khususnya oleh suatu instansi dengan kewenangan yang begitu luas serta

     bebas dari pengaruh pihak manapun seperti KPK.

    Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh penulis kepada pihak KPK 37,

    diketahui beberapa permasalahan mengenai seputar penyadapan. Melalui

    wawancara tersebut diketahui bahwa dalam melakukan penyadapan, KPK

    mendasarkan perbuatan hukum tersebut pada UU No. 30 Tahun 2002 Tentang

    KPK. Melalui wawancara tersebut juga didapati bahwa mengenai kapan

     penyadapan tersebut dilakukan, hal itu merupakan kebijakan dari Pimpinan KPK

    saja. Mengenai tata cara melakukan penyadapan, dikarenakan peraturan

     perundang-undangan belum mengatur secara jelas, maka KPK hanya memiliki

     petunjuk pelaksanaan berupa Standard Operation Procedure (SOP)  tersendiri

    yang tidak dapat dipublikasikan kepada masyarakat umum. Standard Operation

    Procedure  penyadapan tersebut berisi tata cara melakukan penyadapan,

     bagaimana melakukan penyadapan, jangka waktu penyadapan akan tetapi tidak

    dijelaskan bagaimana pengaturan secara rinci.

    Menurut narasumber, penggunaan penyadapan oleh KPK lebih

    dikhususkan pada kasus penyuapan. Hal tersebut dikarenakan pada kasus

     penyuapan sangat sulit untuk mendapatkan alat-alat bukti atau barang-barang bukti yang menunjukkan tersangka/terdakwa telah memenuhi unsur-unsur tindak

     pidana yang di dakwakan. Hal yang perlu diperhatikan dalam penyadapan kasus

     penyuapan adalah bahwa penyadapan bukanlah sebagai upaya terakhir dalam

    mengumpulkan alat-alat bukti dan/atau barang-barang bukti, karena sebelumnya

    37  Wawancara dilakukan penulis pada tanggal 17 November 2008 melalui narasumber

    Rini Afriyanti dan Rosamala Arritonang yang merupakan staff biro hukum pada kantor Komisi

    Pemberantasan Korupsi.

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    35/43

    50

    tidak ada suatu upaya dalam mencari alat-alat bukti dan/atau barang-barang bukti.

    Mengenai siapa-siapa saja yang perlu disadap, hal tersebut adalah kebijakan

    Pimpinan KPK berdasarkan daftar orang-orang yang telah dicurigai oleh KPK

    sebelumnya. Mengenai syarat-syarat pengajuan penyadapan hal-hal yang harus

    diperhatikan menurut narasumber adalah permohonan penyadapan harus

    menjelaskan secara detil38 dan melihat kepada tingkat keperluannya.

    Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK menjelaskan bahwa

    kewenangan penyadapan yang dimiliki oleh KPK berlaku pada tahap

     penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, namun berdasarkan wawancara

    ditemukan hal yang patut diperhatikan mengenai tahap dimana penyadapan dapat

    dilakukan. Menurut narasumber, penyadapan dapat dilakukan dari tahap

     penyelidikan sampai dengan hakim menjatuhkan putusan akhir untuk perkara

     persidangan kasus tersebut. Hal tersebut dapat dilakukan karena menurut

    narasumber tahap penuntutan barulah berakhir pada saat hakim menjatuhkan

     putusan akhir. Menurut Pasal 1 angka 7 KUHAP dikatakan yang dimaksud

    dengan penuntutan adalah:

    Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan

    menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan

     permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang

     pengadilan.

    Merujuk pada rumusan Pasal 1 angka 7 KUHAP diatas terdapat perbedaan

     pengertian penuntutan menurut KPK dengan pengertian penuntutan menurut

    KUHAP.

    3.2.1.4 Penyadapan di Amerika

    Penyadapan telepon di Amerika diatur secara ketat untuk melindungi

    kerahasiaan pribadi. Secara teori penyadapan telepon di Amerika harus melalui

    izin pengadilan terlebih dahulu, dan biasanya hanya disetujui apabila bukti-bukti

    38

     Narasumber tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan detil dan apa saja yang perludicantumkan dalam pembuatan surat izin penyadapan.

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    36/43

    51

    menunjukkan bahwa dengan bukti-bukti yang ada tidak mungkin untuk

    menunjukkan adanya tindak pidana atau kegiatan yang bersifat subversif.

    America mengatur penyadapan ke dalam The Wiretap Act   (Undang-

    undang Penyadapan) yang lebih dikenal sebagai Bab 3 dengan tujuan:

    1.   protecting the privacy of wire and oral communications, and  

    (melindungi kerahasiaan percakapan lisan dan melalui saluran

    komunikasi; dan)

    2.  delineating on a uniform basis the circumstances may be authorized  

    untuk menggambarkan secara jelas keseragaman keadaan atau kondisi

    yang dapat mengizinkan adanya penyadapan.

    Pelarangan penyadapan di America dapat ditemukan pada Pasal 2511 ayat (1)

    huruf a Bab 18 United States Code (U.S.C):

     Except as otherwise specifically provided in this chapter any person

    who: (a) intentionally intercepts, endeavors to intercept, or procures

    any other person to intercept or endeavor to intercept, any wire,

    oral, or electronic communication .... shall be punished as provided

    in subsection (4)

    (Kecuali diatur secara khusus di dalam bab ini, barang siapa (a)

    dengan sengaja mengintervensi, mencuri dengar untukmengintervensi, atau meminta orang lain untuk mengintervensi atau

    mencuri dengar untuk mengintervensi, saluran telekomunikasi,

     pembicaraan lisan atau alat komunikasi .... dapat dipidana sesuai

    dengan peraturan pada subbab 4.)

    Pasal 2510 ayat (4) Bab 18 U.S.C The Wiretap Act   menjelaskan penyadapan

    sebagai suatu perbuatan mendengarkan isi informasi yang terkandung di dalam

    saluran komunikasi, alat elektronik maupun lisan melalui penggunaan alat

    elektronik atau alat komunikasi lainnya.

    Menurut Pasal 2518 ayat (3) huruf a dan b, penyadapan baru dapat

    dilakukan apabila terdapat  probable cause (bukti permulaan) yang cukup dan

    hakim baru dapat memberikan izin penyadapan apabila:

    a.  there is probable cause for belief that an individual is committing, has

    committed, or is about to commit a particular offense enumerated in

    section 2516 of this chapter; 

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    37/43

    52

    (terdapat bukti permulaan yang meyakinkan bahwa seseorang sedang

    melakukan, telah melakukan atau sesaat akan melakukan pelanggaran

    yang disebutkan dalam Pasal 2516 bab ini);

     b. 

    there is probable cause for belief that particular communications

    concerning that offense will be obtained through such intrcetion; 

    (terdapat bukti permulaan yang meyakinkan bahwa pembicaraan

    mengenai adanya tindak pidana tersebut dapat diperoleh melalui

     penyadapan tersebut);

    Bukti permulaan yang terdapat pada permohonan penyadapan berbeda

    dengan bukti permulaan yang terdapat pada permohonan penggeledahan dan

     penyitaan, pada permohonan penggeledahan dan penyitaan bukti permulaan terdiri

    dari dua komponen39:

    a.  That there is probable cause to believe that the items sought to be

    seized are connected with criminal activity;

    (Terdapat bukti permulaan yang meyakinkan bahwa barang yang akan

    disita merupakan barang yang berhubungan dengan perbuatan tindak

     pidana);

     b. 

    That the items sought to be seized will probably, presently be found in

    the place sought to be searched. 

    (Bahwa barang yang akan disita kemungkinan akan ditemukan di

    tempat yang akan digeledah).

    3.2.2 Penjebakan atau Pendorongan Tindak Pidana40

    Hukum acara pidana Indonesia tidak mengenal terminologi penjebakan

    atau pendorongan tindak pidana, namun pada prakteknya penggunaan penjebakanatau pendorongan tindak pidana untuk mendapatkan barang bukti, alat bukti dan

    39 Daniel E. Monnat dan Anne L. Ethen, A Primer on the Federal Wiretap Act and ItsFourth Amendement Framework , Journal of the Kansas Trial Lawyer Association, hal. 12.

    40  Hukum acara pidana tidak mengenal pengaturan mengenai penjebakan. Penulis

    menggunakan terminologi penjebakan berdasarkan penerjemahan lepas Bahasa Inggris dari Encouragement and Entrapment menurut buku Lawrence P. Tiffany, dkk.,  Detection of Crime:

    Stopping ang Questioning, Search and Seizure, Encouragement and Entrapment,  (Boston: Little

    Brown and Company, 1967).

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    38/43

    53

    tersangka kerap kali digunakan oleh aparat penegak hukum. Encouragement  yang

    apabila diterjemahkan secara lepas berarti dorongan, sehingga apabila melihat

    makna kalimat tersebut penulis menyimpulkan bahwa encouragement  

    (pendorongan tindak pidana) adalah perbuatan aparat penegak hukum guna

    menangkap pelaku tindak pidana yang didahului dengan suatu dorongan kepada

     pelaku untuk melakukan tindak pidana.  Encouragement adalah terminologi yang

    digunakan untuk menggambarkan kegiatan aparat penegak hukum yang41:

    a.  Yang bertindak sebagai pelaku kejahatan;

     b.  Yang bermaksud untuk menggerakkan tersangka untuk melakukan

    tindak pidana;

    c. 

    Yang berkomunikasi untuk membujuk tersangka; dan

    d. 

    Yang mempunyai pengaruh untuk melakukan kejahatan.

    Meskipun penggunaan encouragement   sering digunakan di negara bagian di

    Amerika, tetapi sampai sekarang belum ada nama umum yang dapat diterima.

    Saat ini encouragement sering kali disalah artikan sebagai entrapment 42, suatu

     penamaan atas tindakan encouragement   yang ilegal. Penggunaan kata

    encouragement , meskipun tidak sempurna dan terkesan janggal bagi beberapa

    kalangan, dimaksudkan hanya bersifat penguraian yang mengandung kata netral.

     Entrapment  menurut Black’s Law Dictionary adalah:

     A law-enforcement officer’s or goverment agent’s inducement of a

     person to commit a crime, by means of fraud or undue persuasion, in

    an attempt to later bring a criminal prosecution against that

     person43.

    (Suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum

    yang membuat seseorang untuk melakukan tindak pidana, dengan

    tujuan untuk dilakukan penuntutan terhadap orang tersebut). 

    Pengertian encouragement  berbeda bengan pengertian agent provocateur. 

    Menurut Elizabeth Webber dan Mike Feinsilber, agent provocateur adalah:

    41 Lawrence P. Tiffany, dkk., Detection of Crime: Stopping ang Questioning, Search andSeizure, Encouragement and Entrapment, (Boston: Little Brown and Company, 1967), hal. 210.

    42 Lawrence P. Tiffany, dkk., Ibid , hal. 210.

    43

     Bryan A. Garner, Op.cit , hal. 573.

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    39/43

    54

    one employed to associate with suspected persons and by pretending

    sympathy with their aims to incite them to some incriminating

    action44.

    (seorang pekerja pemerintah yang berhubungan dengan tersangka

    dan berpura-pura simpati dengan tujuan untuk menghasut mereka

    agar melakukan perbuatan pidana yang lebih berat lagi.)

    Menurut pengertian diatas maka agent provocateur adalah orang yang

    dipekerjakan oleh polisi atau badan untuk bertindak secara rahasia untuk menarik

    atau memprovokasi orang lain untuk melakukan kejahatan. Penjebakan tidak

    dapat dilakukan untuk menangani seluruh perkara pidana, tetapi hanya perkara-

     perkara pidana tertentu saja seperti tindak pidana di bidang narkotika, perjudian,

     penjualan pornografi, penyuapan dan lain-lain45.

    3.3 Kewenangan Pengadilan Dalam Memeriksa Dan Mengadili

    Permohonan Gugatan Praperadilan

    3.3.1 Definisi Praperadilan

    Melihat pada istilah praperadilan yang digunakan oleh KUHAP, maka

    maksud dan artinya yang harfiah berbeda. Pra artinya sebelum, “Praperadilan”

    artinya sama dengan sebelum pemeriksaan di sidang pengadilan. Kitab Undang-

    Undang Hukum Acara Pidana memberikan definisi praperadilan sebagai:

    Pasal 1 Butir 10

    Praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa

    dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini,

    tentang:

    a.  sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas

     permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasatersangka;

     b.  sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian

     penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;

    c.   permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau

    keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak

    diajukan ke pengadilan.

    44 Elizabeth Webber dan Mike Feinsilber, Op.cit., hal. 122.

    45 Lawrence P. Tiffany, dkk., Op.cit., hal. 213

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    40/43

    55

    Latar belakang dibentuknya lembaga praperadilan ini adalah sebagai

     pengawasan atas tindakan aparat penegak hukum yang merupakan pengurangan

    atau pembatasan hak asasi manusia dari tersangka. Tindakan pembatasan hak-hak

    asasi tersangka harus selalu berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam

     perundang-undangan. Demi kepentingan pengawasan terhadap perlindungan hak-

    hak tersangka atau terdakwa maka diadakan suatu lembaga yang disebut

     praperadilan. Ditinjau dari segi struktur dan susunan peradilan, praperadilan

     bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri dan bukan pula sebagai instansi

    tingkat peradilan yang mempunyai wewenang memberi putusan akhir atas suatu

    kasus peristiwa pidana. praperadilan hanya satu lembaga baru yang ciri dan

    eksistensinya46:

    a.   berada dan merupakan kesatuan yag melekat pada Pengadilan Negeri,

    dan sebagai lembaga pengadilan, hanya dijumpai pada tingkat

    Pengadilan Negeri sebagai satuan tugas yang tidak terpisah dari

    Pengadilan Negeri;

     b.   praperadilan tidak berada di luar, di samping atau sejajar dengan

    Pengadilan Negeri, tetapi hanya merupakan divisi dari Pengadilan

     Negeri;

    c.  administratif yustisial, personil, peralatan dan finansial bersatu dengan

    Pengadilan Negeri, dan berada di bawah pimpinan serta pengawasan

    dan pembinaan Ketua Pengadilan Negeri;

    d. 

    tata laksana fungsi yustisialnya merupakan bagian dari fungsi yustisial

    Pengadilan Negeri itu sendiri.

    Di Eropa dikenal lembaga semacam praperadilan, tetapi fungsinyamemang benar-benar melakukan pemeriksaan pendahuluan. Fungsi Hakim

    Komisaris ( Rechter Commissaris) di negeri Belanda dan  Judge d’ Instruction di

    Perancis benar-benar dapat disebut praperadilan, karena selain menentukan sah

    46  M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP:

    Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, (Jakarta: Sinar

    Grafika, 2008), hal. 1.

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    41/43

    56

    tidaknya penangkapan, penahanan, penyitaan, juga melakukan pemeriksaan

     pendahuluan atas suatu perkara47.

    Penuntut Umun di Belanda dapat meminta pendapat hakim mengenai

    suatu kasus, apakah misalnya kasus tersebut pantas untuk dikesampingkan dengan

    transaksi (misalnya perkara tidak diteruskan ke persidangan dengan mengganti

    kerugian) ataukah tidak 48. Meskipun ada kemiripannya dengan hakim komisaris,

    namun wewenang praperadilan terbatas. Wewenang untuk memutuskan apakah

     penangkapan atau penahanan sah atau tidak, memutuskan apakah penghentiaan

     penyidikan atau penuntutan sah atau tidak. Tidak disebut apakah penyitaan sah

    atau tidak 49.

    Menurut Oemar Seno Adji, lembaga rechter commissaris (hakim yang

    memimpin pemeriksaan pendahuluan) muncul sebagai perwujudan keaktifan

    hakim, yang di Eropa Tengah mempunyai posisi penting yang mempunyai

    kewenangan untuk menangani upaya paksa (dwang middelen), penahanan,

     penyitaan, penggeledahan badan, rumah, dan pemeriksaan surat-surat50.

    Menurut KUHAP, praperadilan tidak mempunyai wewenang seluas itu.

    Hakim komisaris selain berwenang untuk menilai sah tidaknya suatu

     penangkapan, penahanan seperti praperadilan, juga berwenang menilai sah atau

    tidaknya penyitaan yang dilakukan oleh jaksa. Hakim komisaris di Belanda

    melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas polisi maka praperadilan di

    Indonesia melakukan pengawasan terhadap kedua instansi tersebut.  Judge d’

     Instruction  di Perancis mempunyai wewenang yang luas dalam pemeriksaan

     pendahuluan. Ia memeriksa terdakwa, saksi-saksi dan alat bukti yang lain. Ia

    dapat membuat berita acara, penggeledahan rumah dan tempat-tempat tertentu,

    melakukan penahanan, penyitaan, dan menutup tempat-tempat tertentu. Setelah pemeriksaan pendahuluan yang dilakukan selesai, ia menentukan apakah suatu

     perkara cukup alasan untuk dilimpahkan ke pengadilan atau tidak. Apabila cukup

    47 Andi Hamzah, Op.cit., hal. 187.

    48 Andi Hamzah, Op.cit., hal. 187.

    49 Andi Hamzah, Op.cit., hal. 188.

    50

     Oemar Seno Adji, Hukum Hakim Pidana, (Jakarta:Erlangga, 1980), hal 88.

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    42/43

    57

    alasan, ia akan mengirimkan perkara tersebut dengan surat pengiriman yang

    disebut ordonance de Renvoi, sebaliknya jika tidak cukup alasan, ia akan

    membebaskan tersangka dengan ordonance de non lieu51

    Menurut Siahaan, tidak semua perkara harus melalui Judge d’ Instruction.

    Hanya perkara-perkara besar dan yang sulit pembuktiannya yang ditangani

    olehnya. Selebihnya yang tidak begitu sulit pembuktiannya pemeriksaan

     pendahuluannya dilakukan sendiri oleh polisi dibawah perintah dan petunjuk-

     petunjuk jaksa52.

    Menurut KUHAP tidak ada ketentuan dimana hakim praperadilan

    melakukan pemeriksaan pendahuluan atau memimpinnya. Hakim praperadilan

    tidak melakukan pemeriksaan pendahuluan, penggeledahan, penyitaan, dan

    seterusnya yang bersifat pemeriksaan pendahuluan. Ia tidak pula menentukan

    apakah suatu perkara cukup alasan atau tidak untuk diteruskan ke pemeriksaan

    sidang pengadilan. Penentuan diteruskan atau tidak suatu perkara tergantung

    kepada jaksa penuntut umum, sehingga dominus litis adalah jaksa.

    Hakim komisaris di Belanda dapat selalu meminta agar terdakwa

    dihadapkan kepadanya walapun terdakwa di luar tahanan. Ia dapat meminta

    terdakwa dibawa kepadanya. Untuk keperluan pemeriksaan mendesak ia dapat

    meminta dalam waktu 1 x 24 jam dapat pula memeriksa saksi-saksi dan ahli-ahli.

    Menurut Van Bemmelen, hakim komisaris memerlukan pengetahuan yang luas,

    dismping pengetahuan yuridisnya seperti bagaimana cara memeriksa saksi dan

    terdakwa. Diperlukan pengetahuan psikologi untuk semua itu53.

    3.3.2 Wewenang Praperadilan

    Wewenang praperadilan secara sepintas telah dikemukakan dalam Pasal 1 butir 10 KUHAP. Kewenangan tersebut lebih ditegaskan lagi dalam Pasal 82 jo.

    Pasal 78 jo. Pasal 77 KUHAP, Pasal 95 KUHAP dan Pasal 97 KUHAP.

    51 Oemar Seno Adji, Ibid., hal 89.

    52  Lintong Oloan Siahaan,  Jalannya Peradilan Perancis Lebih Cepat Dari Peradilan

    Kita, (Jakarta: Ghalia, 1981), hal. 92-94.

    53

     Andi Hamzah, Op.cit., hal. 189

    Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009

  • 8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur

    43/43

    58

     praperadilan sebagaimana ditentukan dalam pasal-pasal diatas berwenang untuk

    memeriksa dan memutus tentang54:

    a.  Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan

    atau penghentian penuntutan (kecuali terhadap penyampaian perkara

    demi kepentingan umum oleh Jaksa Agung) sebagaimana ditentukan

    dalam Pasal 77 KUHAP;

     b.  Sah atau tidaknya benda yang disita sebagai alat pembuktian,

    sebagaimana ditentukan dalam Pasal 82 ayat (1) dan (3) KUHAP;

    c.  Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atau

     penangkapan atau penahanan, karena dituntut dan diadili serta tindakan

    lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena

    kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan, yang

     perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, sebagaimana Pasal 95

    ayat (2) KUHAP jo. Pasal 77 huruf b KUHAP;

    d.  Pemintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penangkapan atau

     penahanan tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau

    kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan, yang

     perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, sebagaimana Pasal 97

    ayat (3) KUHAP jo. Pasal 77 huruf b KUHAP.