8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
1/43
16
BAB 2
PENANGKAPAN SEBAGAI UPAYA PAKSA PENYIDIKAN
2.1 Ruang Lingkup Penyelidikan
2.1.1 Definisi Penyelidikan
Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan
lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan Pejabat
Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah anggota kepolisian negara Republik
Indonesia yang berdasarkan Undang-undang memiliki kewenangan umum
kepolisian14. Penyelidik ialah orang yang melakukan penyelidikan. Penyelidikan
berarti serangkaian tindakan mencari dan menemukan sesuatu keadaan atau
peristiwa yang berhubungan dengan kejahatan dan pelanggaran tindak pidana
yang diduga sebagai perbuatan perbuatan tindak pidana. Pencarian dan usaha
menemukan peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana, bermaksud untuk
menentukan sikap pejabat penyelidik, apakah peristiwa yang ditemukan dapat
dilakukan penyidikan atau tidak sesuai dengan cara yang diatur dalam Pasal 1
butir 5 KUHAP15.
Penyelidikan merupakan tindakan tahap pertama permulaan penyidikan.
Perlu diingat bahwa penyelidikan bukan tindakan yang berdiri sendiri terpisah
dari penyidikan, tetapi merupakan bagian yang tak terpisahkan dari penyidikan.
Berdasarkan buku petunjuk Pedoman Pelaksanaan KUHAP, penyelidikan
merupakan salah satu metode atau sub daripada fungsi penyidikan yangmendahului tindakan lain, yaitu penindakan yang berupa penangkapan,
penahanan, penggeledahan, penyitaan, pemeriksaan surat, pemanggilan, tindakan
pemeriksaan, dan penyerahan berkas kepada Penuntut Umum.
14 Indonesia, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik
Indonesia (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 2, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4168), Pasal 1.
15
M. Yahya Harahap, Op.cit.., hal. 101.
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
2/43
17
2.1.2 Kompetensi Penyelidikan
Pasal 1 angka 4 KUHAP dan Pasal 4 KUHAP menyatakan bahwa
penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang diberi wewenang
oleh undang-undang ini untuk melakukan penyelidikan (Polri). Penyelidikan
diatur dalam KUHAP pada Pasal 5, Pasal 9, Pasal 75, Pasal 102, Pasal 103, Pasal
104, Pasal 105 dan Pasal 111. Oleh karena KUHAP menganut pokok-pokok
bahwa yang berhak melakukan penyelidikan hanyalah pejabat Polri, maka bunyi
pasal-pasal tersebut harus disesuailan agar dapat dipergunakan sebagai dasar oleh
penyelidik yang lain (seperti Jaksa, KPK, dll.) terhadap tindak pidana yang
menjadi wewenangnya untuk disidik.
2.1.2.1 Kepolisian Republik Indonesia Sebagai Penyelidik
Pihak yang berwenang melakukan penyelidikan diatur di dalam Pasal 1
butir 4 KUHAP yang berbunyi:
Penyelidik adalah pejabat polisi negara Republik Indonesia yang
diberi wewenang oleh undang-undang ini untuk melakukan
penyelidikan.
Dalam Pasal 4 KUHAP mengatur lebih spesifik lagi mengenai kompetensi
penyelidikan, yaitu:
Penyelidik adalah setiap pejabat polisi negara Republik Indonesia.
Melihat pada Pasal 1 butir 4 KUHAP dan Pasal 4 KUHAP maka dapat ditarik
kesimpulan bahwa penyelidik adalah setiap pejabat Polri. Jaksa atau pejabat laintidak berwenang melakukan penyelidikan. Penyelidikan merupakan monopoli
tunggal Polri. Kemanunggalan fungsi dan wewenang penyelidikan bertujuan16:
a. menyederhanakan dan memberi wewenang kepastian kepada
masyarakat siapa yang berhak dan berwenang melakukan
penyelidikan;
16 M. Yahya Harahap, Op.cit., hal. 103
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
3/43
18
b. menghilangkan kesimpangsiuran penyelidikan oleh aparat penegak
hukum, sehingga tidak terjadi tumpang tindih;
c. merupakan efisiensi tindakan penyelidikan ditinjau dari segi
pemborosan jika ditangani oleh beberapa instansi, maupun terhadap
orang yang diselidiki, tidak lagi berhadapan dengan berbagai macam
tangan aparat penegak hukum dalam penyelidikan.
Merujuk pada penjelasan diatas maka aparat yang berfungsi dan
berwenang melakukan penyelidikan hanyalah pejabat Polri, tidak
dibenarkan adanya campur tangan dari instansi dan pejabat lain, namun
pada kenyataannya campur tangan tersebut tetap saja ada.
2.1.2.2 Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Sebagai
Penyelidik Pada Tindak Pidana Korupsi
Tindak Pidana Korupsi di Indonesia sudah begitu parah dan
meluas dalam masyarakat dan sangat memprihatinkan, perkembangannya
terus meningkat dari tahun ke tahun, baik dari jumlah kasus yang terjadi
dan jumlah kerugian keuangan negara yang dilakukan semakin sistematis
serta lingkupnya yang memasuki seluruh aspek kehidupan baik tingkat
bawah apalagi kalangan atas yang sangat merugikan17.
Penegakkan hukum untuk memberantas tindak pidana korupsi
yang dilakukan secara konvensional sebelum tahun 2002 terbukti
mengalami berbagai hambatan. Untuk itu diperlukan metode penegakan
hukum secara luar biasa melalui pembentukan suatu badan khusus yang
mempunyai kewenangan luas, independen serta bebas dari kekuasaan
manapun dalam upaya pemberantasan tindak pidana korupsi, yang pelaksanaannya dilakukan secara optimal, intensif, efektif, profesional
serta berkesinambungan. Untuk itulah dibentuk suatu lembaga bernama
KPK yang indenpenden dan bebas dari pengaruh manapun18.
17 Indonesia, Undang-Undang Nomor 302 Tahun 2002 Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 137, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4250), Penjelasan Umum.
18 Indonesia, Ibid, Penjelasan Umum.
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
4/43
19
Komisi Pemberantasan Korupsi dibentuk berdasarkan Undang-
UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK. Salah satu wewenang dari KPK
adalah melakukan penyelidikan yang terkait dengan tindak pidana korupsi
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 6 huruf c:
Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas
melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan
terhadap tindak pidana korupsi.
Pasal 11 UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK menegaskan
bahwa dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6
huruf c, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan dan
penuntutan tindak pidana korupsi yang:
a. melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara negara, dan orang
lain yang ada kaitannya dengan tindak pidana korupsi yang dilakukan
oleh aparat penegak hukum atau penyelenggara negara.
b. Mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat, dan/atau
c. Menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp. 1.000.000.000,- (satu
milyar rupiah).
Dalam Pasal 43 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK juga diatur
mengenai penyelidik KPK:
Penyelidik adalah Penyelidik pada Komisi Pemberantasan
Korupsi yang diangkat dan diberhentikan oleh Komisi
Pemberantasan Korupsi.
Berdasarkan ketentuan tersebut, maka KPK hanya berwenang melakukan penyelidikan dalam tindak pidana korupsi saja.
2.1.3 Fungsi dan Wewenang Penyelidik
Fungsi dan wewenang penyelidik meliputi ketentuan yang disebut pada
Pasal 5 KUHAP, yang dapat dipisahkan ditinjau dari beberapa segi, yaitu:
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
5/43
20
2.1.3.1 Fungsi dan wewenang berdasarkan hukum
Fungsi dan wewenang penyelidik diatur dalam Pasal 5 KUHAP.
Berdasarkan ketentuan ini fungsi dan wewenang aparat penyelidik
adalah19:
a. Menerima laporan atau pengaduan
Bertitik tolak dari fungsi ini, apabila penyelidik menerima
pemberitahuan atau laporan yang disampaikan oleh
seseorang, penyelidik mempunyai hak dan kewajiban untuk
menindaklanjuti. Laporan tersebut dapat berupa sedang
ataupun diduga akan terjadi suatu peristiwa pidana,
penyelidik wajib dan berwenang menerima pemberitahuan
laporan. Penyelidik dapat pula menerima pemberitahuan
yang disertai dengan permintaan oleh pihak yang
berkepentingan untuk menindak pelaku tindak pidana aduan
yang telah merugikan.
b. Mencari keterangan saksi dan barang bukti
Tujuan perlembagaan fungsi penyelidikan dimaksud sebagai
langkah pertama atau sebagai bagian yang tak terpisah dari
fungsi penyidikan, guna mempersiapkan semaksimal
mungkin fakta, keterangan, dan barang bukti sebagai
landasan hukum untuk memulai penyidikan. Penyidikan
yang dilakukan tanpa persiapan yang memadai akan
mengakibatkan penyidikan yang bertentangan dengan
hukum atau terjadi kekeliruan terhadap orang yang disidik.
c.
Menyuruh berhenti orang yang dicurigaiKewajiban dan wewenang ketiga yang diberikan Pasal 5
KUHAP kepada penyidik adalah menyuruh berhenti orang
yang dicurigai dan menenyakan serta memeriksa tanda
pengenal diri. Wewenang ini dapat dikatan wajar sebab tidak
mungkin dapat melaksanakan kewajiban penyelidikan kalau
19 M. Yahya Harahap, Op.cit ., hal. 103-106.
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
6/43
21
tidak diberi wewenang menyapa dan menanyakana identitas
seseorang.
d.
Tindakan lain menurut hukum
Kewajiban dan wewenang selanjutnya ialah mengadakan
tindakan lain menurut hukum yang bertanggung jawab.
Menurut penjelasan Pasal 5 ayat (1) huruf a angka 4 yang
dimaksud dengan tindakan lain adalah tindakan dari
penyelidik untuk kepentingan penyelidikan dengan syarat:
a) tidak bertentangan dengan suatu aturan hukum;
b)
selaras dengan kewajiban hukum yang mengharuskan
dilakukannya dilakukan tindakan jabatan;
c) tindakan itu harus patut dan masuk akal dan termasuk
dalam lingkungan jabatannya;
d) atas pertimbangan yang layak berdasarkan keadaan
memaksa;
e) menghormati hak asasi manusia.
2.1.3.2 Kewenangan berdasarkan perintah penyidik
Kewajiban dan wewenang penyelidik yang berdasar hukum
adalah kewenangan yang lahir dan inherent dari sumber undang-undang
sendiri. Sedangkan wewenang yang berdasarkan perintah penyidik adalah
yang bersumber dari “perintah” penyidik yang dilimpahkan kepada
penyelidik. Tindakan dan kewenangan undang-undang melalui penyelidik
dalam hal ini, lebih tepat merupakan tindakan melaksanakan perintah penyidik, berupa20:
a. penangkapan, larangan meninggalkan tempat,
penggeledahan, dan penyitaan;
b. pemeriksaan dan penyitaan surat;
c. mengambil sidik jari dan memotret seseorang;
d. membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik.
20 M. Yahya Harahap, Op.cit ., hal. 107.
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
7/43
22
2.1.3.3 Kewajiban penyelidik membuat dan menyampaikan laporan
Penyelidik wajib menyampaikan hasil pelaksanaan tindakan
sepanjang yang menyangkut tindakan yang disebut pada pasal 5 ayat (1)
huruf a dan b. Pengertian laporan hasil pelaksanaan tindakan penyelidikan,
harus merupakan laporan tertulis.
2.1.3.4 Wewenang penyelidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi
Pada dasarnya kewenangan yang dimiliki oleh penyelidik KPK
sama dengan penyelidik menurut KUHAP. Hal tersebut diatur dalam Pasal
38 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK, yang berbunyi:
Segala kewenangan yang berkaitan dengan penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana berlaku juga bagi penyelidik, penyidik, dan
penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Ketentuan Pasal 38 ayat (1) menyatakan bahwa kewenangan penyelidik
KPK sama dengan kewenangan penyelidik dalam KUHAP. Selain
kewenangan secara umum yang diatur dalam KUHAP, penyelidik KPK
juga memiliki kewenangan secara khusus yang diatur dalam Pasal 12 UU
No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK, yaitu:
a. melakukan penyadapan dan perekaman pembicaraan;
b.
memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk
melarang seseorang bepergian ke luar negeri;
c. meminta keterangan kepada bank atau lembaga
keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangkaatau terdakwa yang sedang diperiksa;
d.
memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan
lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil
dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain
yang terkait;
e. memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka
untuk memberhentikan sementara tersangka dari
jabatannya;
f. meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka
atau terdakwa kepada instansi yang terkait;
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
8/43
23
g. menghentikan sementara suatu transaksi keuangan,
transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau
pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesi
yang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau
terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yangcukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi
yang sedang diperiksa;
h. meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi
penegak hukum negara lain untuk melakukan
pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di
luar negeri;
i. meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang
terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan,
penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak
pidana korupsi yang sedang ditangani.
2.1.4
Tujuan Penyelidikan
Tujuan utama dari setiap penyelidikan adalah untuk mengumpulkan
keterangan-keterangan atau data-data yang dapat dipergunakan untuk:
a. Menentukan apakah suatu peristiwa yang terjadi merupakan suatu
tindak pidana atau bukan sehingga dapat dilakukan penyidikan.
b. Persiapan pelaksanaan tahap penindakan penyelidikan
Pengetahuan yang mendalam dari penyelidik tentang unsur-unsur suatu tindak
pidana dan tentang hukum acara yang berlaku mutlak diperlukan. Bila penyelidik
kurang menguasainya, maka arah penyelidikan menjadi tidak tentu dan dapat
menghasilkan suatu kesimpulan yang keliru.
Hasil penyelidikan dapat dipergunakan untuk persiapan pelaksanaan tahap
penindakan, yaitu dalam arti bahwa setelah penyelidikan selesai, penyelidik sudah
mempunyai gambaran tentang calon tersangka yang perlu diperiksa dan/atau
ditangkap dan/atau ditahan, saksi-saksi yang perlu dipanggil, tempat-tempat yang perlu digeledah, barang bukti yang perlu disita dan sebagainya.
2.2 Ruang Lingkup Penyidikan
2.2.1 Definisi Penyidikan
Penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 butir 2 KUHAP:
Penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam Undang-
undang ini untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang mana
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
9/43
24
dengan bukti itu membuat terang tindak pidana yang terjadi dan
guna menemukan tersangkanya.
Penyidikan yang dimaksud dalam Pasal 1 butir 2 KUHAP tersebut di atas adalah
sesuai dengan pengertian opsporing atau interrogation. Menurut de Pinto,
opsporing mempunyai arti:21
Pemeriksaan permulaan oleh pejabat-pejabat, untuk itu ditunjuk oleh
Undang-undang segera setelah mereka dengan jalan apa pun
mendengar kabar yang sekedar beralasan bahwa ada terjadi sesuatu
pelanggaran hukum.
Melihat pada Pasal 1 butir 2 tentang definisi penyidikan, dapat diketahui
batasan atau perbedaan antara penyelidikan dan penyidikan, yaitu22:
a. Pada tindakan penyelidikan penekanan tindakan diarahkan untuk
mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak
pidana. Pada tingkat penyelidikan, tindak pidananya belum diketahui,
sedangkan pada tingkat penyidikan tindak pidananya sudah diketahui
dan tindakannya diarahkan untuk mencari dan mengumpulkan bukti
agar tindak pidana yang ditemukan tersebut dapat menjadi terang serta
sekaligus menemukan tersangka atau pelaku tindak pidana.
b. Dari segi wewenang, pejabat penyelidik memiliki wewenang terbatas,
hanya meliputi penyelidikan atau mencari dan menemukan data atas
suatu peristiwa yang diduga merupakan tindak pidana dan wewenang
lain berdasarkan perintah penyidik seperti penangkapan, larangan
meninggalkan tempat, penggeledahan, penyitaan dan sebagainya.
Penyidik memiliki ruang lingkup wewenang dan kewajiban yang lebihluas dibandingkan penyelidik.
21 Andi Hamzah, Op.cit., hal. 121-122.
22 Ramelan, Op.,cit ., hal. 52-53.
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
10/43
25
2.2.2 Kompetensi Penyidikan
2.2.2.1 Ketentuan Umum
Pengertian penyidik menurut Pasal 1 angka 1 KUHAP berbunyi
sebagai berikut:
Pejabat polisi Negara Republik Indonesia atau pejabat
pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wwenang khusus
oleh undang-undang ini untuk melakukan penyidikan.
Ketentuan pasal 1 angka 1 KUHAP tersebut dipertegas dalam Pasal 6
KUHAP yang menentukan siapa saja yang disebut sebagai penyidik, yaitu:
(1)
Penyidik adalah:
a. Pejabat Polisi Negara Republik Indonesia;
b. Pejabat Pegawai Negeri Sipil tretentu yang diberi
wewenang khusus oleh undang-undang.
(2) Syarat kepangkatan pejabat sebagaimana diatur dalam
ayat (1) akan diatur lebih lanjut dalam peraturan
pemerintah.
Disamping pejabat penyidik yang disebut dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a
KUHAP, diatur juga pejabat penyidik dalam Pasal 10 KUHAP, yaitu:
(1) Penyidik Pembantu adalah pejabat kepolisian negara
Republik Indonesia yang diangkat oleh Kepala
Kepolisian negara Republik Indonesia berdasarkan
syarat kepangkatan dalam ayat (2) pasal ini.
(2) Syarat kepangkatan sebagaimana tersebut pada ayat
(1) diatur dengan peraturan pemerintah.
2.2.2.2 Penyidik Polisi Negara Republik Indonesia Dan Penyidik
Pegawai Negeri Sipil
Bertitik tolak dari ketentuan Pasal 6 dan 10 KUHAP, maka yang
dapat diangkat sebagai pejabat penyidik adalah23:
23 Ramelan, Op.cit., hal. 56-59.
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
11/43
26
1. Pejabat penyidik polisi negara
Pejabat keplisian negara Republik Indonesia merupakan
instansi yang diberi wewenang diberi wewenang untuk
melakukan penyidikan. Disamping sebagai penyidik, pejabat
kepolisian negara tertentu juga dapat diangkat sebagai
penyidik pembantu, namun demikian untuk diangkat sebagai
penyidik pembantu harus memenuhi syarat yang ditentukan
dalam Pasal 6 ayat (1) KUHAP dan Pasal 2 Peraturan
Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983.
2. Pejabat penyidik pegawai negari sipil (PPNS) tertentu
Penyidik pegawai negeri sipil ini diatur dalam Pasal 6 ayat
(1) huruf b, yaitu pegawai negeri sipil yang mempunyai
fungsi dan wewenang sebagai penyidik. Wewenang tersebut
bersumber pada ketentuan undang-undang tertentu yang
telah menetapkan sendiri pemberian wewenang atas
pelanggaran ketentuan pidana yang diatur didalamnya.
Misalnya dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1992
tentang Keimigrasian, Undang-Undang Nomor 10 Tahun
1995 tentang Kepabeanan (Pasal 112 ayat (1) memberi
wewenang kepada pejabat pegawai negeri sipil tertentu di
lingkungan Direktorat Jendral Bea dan Cukai untuk
melakukan penyidikan tindak pidana kepabeanan).
Kedudukan penyidik pegawai negeri sipil dalam
pelaksanaan tugasnya berada di bawah koordinasi dan
pengawasan penyidik Kepolisian Negara RepublikIndonesia.
2.2.2.3 Penyidik khusus di luar Kitab Undang-Undang Hukum Acara
Pidana
Peraturan perundang-undangan selain KUHAP telah mengatur
pejabat penyidik khusus untuk tindak pidana tertentu. Pejabat penyidik
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
12/43
27
khusus yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan tersebut
antara lain24:
a. Jaksa
Sebagai penyidik khusus, jaksa berwenang melakukan
penyidikan untuk tindak pidana:
1) Korupsi
Wewenang jaksa melakukan penyidikan tindak pidana
korupsi, ditentukan berdasarkan:
a) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang
Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
b)
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2004 tentang
Kejaksaan Republik Indonesia.
2) Pelanggaran Hak Asasi Manusia
Wewenang jaksa melakukan penyidikan pelanggaran hak
asasi manusia, ditentukan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi
Manusia.
3)
Tindak Pidana Ekonomi
Wewenang jaksa melakukan penyidikan tindak pidana
ekonomi, ditentukan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 7/Drt/1955 tentang Pengusutan, Penuntutan dan
Peradilan Tindak Pidana Ekonomi jo. Pasal 284 ayat (2)
KUHAP.
b. Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
Institusi ini dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi. Wewenang KPK melakukan penyidikan
tindak pidana korupsi diatur dalam Pasal 6 huruf c UU No.
30 Tahun 2002 Tentang KPK yang menjelaskan bahwa KPK
mempunyai tugas melakukan penyelidikan, penyidikan, dan
penuntutan terhadap tindak pidana korupsi.
24 Ramelan, Op.cit ., hal. 59-67
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
13/43
28
Pasal 11 UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK menegaskan
bahwa dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 huruf c, KPK berwenang melakukan
penyelidikan, penyidikan dan penuntutan tindak pidana
korupsi yang:
a) melibatkan aparat penegak hukum, penyelenggara
negara, dan orang lain yang ada kaitannya dengan tindak
pidana korupsi yang dilakukan oleh aparat penegak
hukum atau penyelenggara negara;
b) mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat;
dan/atau
c)
menyangkut kerugian negara paling sedikit Rp.
1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).
Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut, maka KPK hanya
berwenang melakukan penyidikan tindak pidana korupsi.
2.2.3 Fungsi dan Wewenang Penyidik
Fungsi dan wewenang penyidik menurut KUHAP dan penyidik KPK
menurut UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK adalah:
2.2.3.1 Fungsi dan wewenang penyidik kepolisian
Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1)
KUHAP, karena kewajibanya mempunyai wewenang yang diatur dalam
Pasal 7 ayat (1) KUHAP:
Pasal 7
(1) Penyidik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat
(1) huruf a karena kewajibannya mempunyai
wewenang:
a.
menerima laporan atau pengaduan dari seorang
tentang adanya tindak pidana;
b. melakukan tindakan pertama pada saat di tempat
kejadian;
c. menyuruh berhenti seorang tersangka dan
memeriksa tanda pengenal diri tersangka;
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
14/43
29
d. melakukan penangkapan, penahanan,
penggeledahan dan penyitaan;
e. melakukan pemeriksaan dan penyitaan surat;
f. mengambil sidik jari dan memotret seorang;
g.
memanggil orang untuk didengar dan diperiksasebagai tersangka atau saksi;
h. mendatangkan orang ahli yang diperlukan dalam
hubungannya dengan pemeriksaan perkara;
i. mengadakan penghentian penyidikan;
j. mengadakan tindakan lain menurut hukum yang
bertanggung jawab.
Seorang penyidik wajib untuk menjunjung tinggi hukum yang
berlaku (Pasal 7 ayat (3) KUHAP). Pemberian wewenang kepada penyidik
bukan semata-mata didasarkan atas kekuasaan, tetapi berdasarkan
pendekatan kewajiban dan tanggung jawab yang diembannya. Dengan
demikian kewenangan yang diberikan tersebut disesuaikan dengan
kedudukan, tingkat kepangkatan, pengetahuan serta berat ringannya
kewajiban dan tanggung jawab penyidik.
Selain dari yang tersebut diatas, penyidik juga berwenang
menghentikan penyidikan menurut Pasal 109 ayat (2) KUHAP yang
menyatakan:
Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena
tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata
bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan
dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan
hal itu kepada penuntut umum, tersangka atau
keluarganya.
Selain kewenangan tersebut diatas penyidik polri juga berwenang
melakukan penyadapan, walaupun tidak terinci atau tertuang secara jelas
dalam KUHAP maupun Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Negara Republik Indonesia, namun hal ini tertuang dalam
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi yaitu pada penjelasan Pasal 26:
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
15/43
30
Kewenangan penyidik dalam Pasal ini termasuk
wewenang untuk melakukan penyadapan (wiretaping).
Melihat pada penjelasan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999
diatas, maka terhadap kewenangan penyidik polri yang merupakan
penyidik terhadap semua tindak pidana, maka secara otomatis penyidik
polri berwenang melakukan penyadapan (wiretaping).
2.2.3.2 Wewenang penyidik pada Komisi Pemberantasan Korupsi
Pada dasarnya kewenangan yang dimiliki oleh penyidik KPK
sama dengan penyidik menurut KUHAP. Hal tersebut diatur dalam Pasal
38 ayat (1) UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK:
Segala kewenangan yang berkaitan dengan penyelidikan,
penyidikan, dan penuntutan yang diatur dalam Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara
Pidana berlaku juga bagi penyelidik, penyidik, dan
penuntut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi.
Berdasarkan 38 ayat (1) tersebut maka dapat kita ketahui bahwa secara
umum kewenangan penyidik KPK sama dengan kewenangan penyidik
dalam KUHAP. Selain kewenangan secara umum yang diatur dalam
KUHAP, penyidik KPK juga memliki kewenangan secara khusus yang
diatur dalam Pasal 12 UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK, yaitu:
a. melakukan penyadapan dan perekaman pembicaraan;
b. memerintahkan kepada instansi yang terkait untuk
melarang seseorang bepergian ke luar negeri;c. meminta keterangan kepada bank atau lembaga
keuangan lainnya tentang keadaan keuangan tersangka
atau terdakwa yang sedang diperiksa;
d. memerintahkan kepada bank atau lembaga keuangan
lainnya untuk memblokir rekening yang diduga hasil
dari korupsi milik tersangka, terdakwa, atau pihak lain
yang terkait;
e. memerintahkan kepada pimpinan atau atasan tersangka
untuk memberhentikan sementara tersangka dari
jabatannya;
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
16/43
31
f. meminta data kekayaan dan data perpajakan tersangka
atau terdakwa kepada instansi yang terkait;
g. menghentikan sementara suatu transaksi keuangan,
transaksi perdagangan, dan perjanjian lainnya atau
pencabutan sementara perizinan, lisensi serta konsesiyang dilakukan atau dimiliki oleh tersangka atau
terdakwa yang diduga berdasarkan bukti awal yang
cukup ada hubungannya dengan tindak pidana korupsi
yang sedang diperiksa;
h. meminta bantuan Interpol Indonesia atau instansi
penegak hukum negara lain untuk melakukan
pencarian, penangkapan, dan penyitaan barang bukti di
luar negeri;
i. meminta bantuan kepolisian atau instansi lain yang
terkait untuk melakukan penangkapan, penahanan,
penggeledahan, dan penyitaan dalam perkara tindak pidana korupsi yang sedang ditangani.
2.2.4 Upaya Paksa Pada Tahap Penyidikan
Dalam kegiatan penyidik untuk mengumpulkan bukti-bukti, diberikan
kewenangan-kewenangan untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu kepadanya,
sehingga memungkinkannya untuk menyelesaikan penyidikan itu dan siap untuk
diserahkan kepada Penuntut Umum. Kewenangan-kewenangan untuk melakukan
tindakan-tindakan itu akan disesuaikan secara kasuistis, termasuk untuk
melakukan tindakan di tempat kejadian atau upaya-upaya yang bersifat
memaksa/dwang middelen.
2.2.4.1 Penangkapan
Undang-undang memberikan kewenangan kepada penyidik
sedemikian rupa luasnya antara lain wewenang untuk mengurangi
kebebasan dan hak asasi seseorang. Penggunaan wewenang ini harus tetap
berlandaskan hukum serta prinsip-prinsip yang menjunjung tinggi harkat
dan martabat manusia dan menjamin keseimbangan antara perlindungan
kepentingan tersangka pada satu pihak, dan kepentingan masyarakat luas,
kepentingan umum pada pihak lain.
Wewenang yang diberikan undang-undang kepada penyidik
yang bersifat pembatasan kebebasan dan hak asasi seseorang salah satunya
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
17/43
32
dapat dilakukan dalam bentuk penangkapan. Pengertian penangkapan
menurut Pasal 1 angka 20 KUHAP adalah:
Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa
pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau
terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan
penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal
serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini.
Berdasarkan Pasal 1 butir 20, makan penangkapan tidak lain dari
pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka/terdakwa, guna
kepentingan penyidikan atau penuntutan. Penangkapan harus dilakukan
menurut cara-cara yang telah ditentukan dalam KUHAP. Pihak yang
berwenang melakukan penangkapan ditentuak dalam Pasal 16 KUHAP
yaitu:
a. penyelidik atas perintah penyidik berwenang melakukan
penangkapan untuk kepentingan penyidikan.
b.
Penyidik dan penyidik pembantu berwenang melakukan
penangkapan untuk kepentingan penyidikan.
2.2.4.1.1 Alasan Penangkapan
Dalam melakukan penangkapan Penyelidik ataupun Penyidik
harus memiliki alasan yang kuat. Alasan penangkapan disebutkan dalam
Pasal 17 KUHAP yaitu:
a. Seseorang tersangka diduga keras melakukan tindak pidana,
dan
b.
Atas dugaan yang kuat tadi, harud berdasrkan bukti
permulaan yang cukup.
Pengertian bukti permulaan yang cukup menurut penjelasan Pasal 17
KUHAP adalah bukti permulaan untuk menduga adanya tindak pidana
sesuai dengan bunyi Pasal 1 butir 14. Pasal 17 KUHAP ini menunjukkan
bahwa perintah penangkapan tidak dapat dilakukan dengan sewenang-
wenang, tetapi ditujukan kepada mereka yang betul-betul melakukan
tindak pidana.
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
18/43
33
Definisi bukti permulaan yang cukup tersebut sesungguhnya
masih belum jelas, karena Pasal 1 butir 14 KUHAP sendiri tidak
menerangkan apa yang dimaksud dengan bukti permulaan yang cukup.
Oleh karena itu dalam praktik masalah ini sangat tergantung penilaian
obyektif penyelidik dan penyidik. Namun sebagai pedoman dalam praktek
menurut Rapat Kerja Mahkamah Agung Kehakiman Kejaksaan Polisi
(MAKEHJAPOL-I) tanggal 21 Maret 1984, menyimpulkan bahwa bukti
permulaan yang cukup seyogyanya minimal laporan polisi ditambah satu
alat bukti lainnya25.
2.2.4.1.2 Cara Penangkapan
Cara penangkapan diatur di dalam Pasal 18 KUHAP sebagai
berikut:
(1) Pelaksanaan tugas penangkapan. dilakukan oleh
petugas kepolisian negara Republik Indonesia dengan
memperlihatkan surat tugas serta memberikan kepada
tersangka surat perintah penangkapan yang
mencantumkan identitas tersangka dan menyebutkan
alasan penangkapan serta uraian singkat perkara
kejahatan yang dipersangkakan serta tempat ia
diperiksa.
(2) Dalam hal tertangkap tangan penangkapan dilakukan
tanpa surat perintah, dengan ketentuan bahwa
penangkap harus segera menyerahkan tertangkap
beserta barang bukti yang ada kepada penyidik atau
penyidik pembantu yang terdekat.
(3) Tembusan surat perintah penangkapan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) harus diberikan kepada
keluarganya segera setelah penangkapan dilakukan.
2.2.4.2 Penahanan
Penahanan merupakan salah satu bentuk tindakan yang bersifat
membatasi atau mengurangi kebebasan dan hak asasi manusia seseorang.
Kewenangan penahanan tidak hanya dimiliki oleh penyidik, tetapi juga
25
Darwin Prints, Hukum Acara Pidana: Suatu Pengantar , (Jakarta: Djambatan, 1989),hal. 43.
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
19/43
34
oleh instansi penegak hukum lain yaitu penuntut umum dan hakim atau
peradilan.
Masalah penahanan (dan juga penangkapan) seseorang terkait
dengan hak asasi manusia atas kemerdekaan dan keselamatan. Secara jelas
hak atas kemerdekaan seseorang dirumuskan dalam Pasal 9 Deklarasi
Universal Hak-Hak Asasi Manusia (The Universal Declaration of Human
Rights), yaitu:
Tidak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang
secara sewenang-wenang.
Menurut Oemar Seno Adji, bahwa legalitas dari suatu
penahanan baru merupakan suatu jaminan yang cukup, apabila ia disertai
dengan 2 hal, yaitu:
a. Tersangka atau terdakwa harus dapat mengetahui, setelah ia
ditahan, sifat dari sangkaan atau dakwaan yang dihadapkan
padanya;
b. Jika si tersangka atau terdakwa menyadari pentingnya
sangkaan atau dakwaan, ia harus mempunyai hak seketika
itu untuk mengadakan hubungan dan konsultasi dengan
seoran penasehat hukum menurut pilihannya26.
Pengertian penahanan menurut Pasal 1 angka 21 KUHAP adalah sebagai
berikut:
Penahanan adalah penempatan tersangka atau terdakwa di
tempat tertentu oleh penyidik, atau penuntut umum atauhakim dengan penetapannya, dalam hal serta menurut cara
yang diatur dalam undang-undang ini.
26 Oemar Seno Adji, Indonesia Negara Hukum (dalam Indonesia Negara Hukum.
Seminar Ketatanegaraan Undang-Undang Dasar 1945), dikumpulkan oleh Fakultas Hukum danIlmu Kemasyarakatan Universitas Indonesia, Jakarta, (Seruling Masa,1966), hal. 59.
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
20/43
35
2.2.4.2.1 Alasan Penahanan
Alasan untuk melakukan penahanan terhadap tersangka atau
terdakwa menurut Pasal 21 ayat (1) KUHAP, adalah:
a.
Tersangka/terdakwa dikhawatirkan melarikan diri;
b. Tersangka/terdakwa dikhawatirkan akan merusak atau
menghilangkan barang bukti; dan
c. Tersangka/terdakwa dikhawatirkan akan melakukan lagi
tindak pidana.
2.2.4.2.2 Syarat-syarat Untuk Melakukan Penahanan
Syarat-syarat untuk melakukan penahanan disebut sebagai
syarat obyektif dan syarat subyektif, yaitu:27
a. Syarat obyektif
Yaitu karena undang-undang dengan tegas telah menentukan
pasal-pasal kejahatan tindak pidana yang dapat dilakukan
penahanan. Syarat obyektif ini ditentukan dalam Pasal 21
ayat (4) KUHAP yang intinya menegaskan bahwa
penahanan hanya dapat dikenakan terhadap tersangka atau
terdakwa yang melakukan tindak pidana atau percobaan atau
pemberian bentuan dalam tindak pidana tersebut dalam hal:
1) Tindak pidana diancam dengan pidana penjara 5 (lima)
tahun atau lebih.
2)
Tindak pidana-tindak pidana yang tersebut dalam Pasal
21 ayat (4) b KUHAP.
b.
Syarat subyektifYaitu syarat didasarkan pada keadaan atau keperluan
penahanan itu sendiri ditinjau dari subyektifitas tersangka
atau terdakwa. Akan tetapi penilaian terhadap syarat-syarat
tersebut juga sangat ditentukan oleh subyektifitas aparat
penegak hukum itu sendiri. Adapun syarat-syarat subyektif
ini ditentukan dalam Pasal 21 ayat (1) KUHAP yaitu
27 Ramelan, Op.cit., hal 89-92.
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
21/43
36
perintah penahan atau penahanan lanjutan yang dilakukan
terhadap seorang tersangka atau terdakwa yang diduga keras
melakukan tindak pidana berdasarkan bukti yang cukup,
dalam hal adanya keadaan yang menimbulkan kekhawatiran
bahwa tersangka atau terdakwa akan:
1) melarikan diri;
2) merusak atau menghilangkan barang bukti;
3) dan atau mengulangi tindak pidana.
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
22/43
37
BAB 3
TERTANGKAP TANGAN SEBAGAI SALAH SATU BENTUK
PENANGKAPAN
3.1 Ruang Lingkup Tertangkap Tangan
3.1.1 Definisi Tertangkap Tangan
Mengetahui suatu peristiwa yang dapat diduga sebagai tindak pidana,
dapat dilakukan melalui28:
a.
Adanya laporan atau pengaduan
Terdapat perbedaan pengertian laporan dan pengaduan dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai hukum publik dianut suatu asas
umum bahwa:
Hak untuk melakukan penuntutan suatu tindak pidana diletakkan
pada penuntut umum, sedangkan permintaan dari orang yang
menjadi korban ataupun orang lain yang mengetahui terjadinya
tindak pidana untuk melakukan penuntutan, tidak memiliki pengaruh
atau keharusan bagi penuntut umum untuk menindak lanjuti.
Hal tersebut disebabkan oleh karena KUHP dimaksudkan untuk melindungi
kepentingan umum, kepentingan oran banyak, dan tidak ditujukan untuk khusus
melindungi kepentingan perorangan. Permintaan setiap orang yang mengetahui
terjadinya tindak pidana, untuk melakukan penuntutan atas peristiwa yang diduga
sebagai tindak pidana tersebut berbentuk laporan.
Pengaturan di dalam KUHAP juga dijumpai adanya penyimpangan atas
asas umum tersebut, yaitu ada beberapa jenis tindak pidana (delik) yang hanya
dapat dituntut atas permintaan pernderita atau korban, artinya penuntut umum
tidak akan melakukan penuntutan apabila tidak ada permintaan atas pengaduan
dari pihak yang menjadi korban. Hak korban disebut dengan hak penuntutan. Hak
28
Ramelan, Op.cit., hal. 42.
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
23/43
38
ini dilakukan dan hanya dalam delik atau tindak pidana yang disebut dengan delik
aduan.
b. Informasi yang diperoleh aparat penegak hukum baik melalui sumber
tertutup (melalui kegiatan intelijen) maupun sumber terbuka (pemberitaan
pers, publikasi-publikasi tertentu dan sebagainya)
Informasi yang diperoleh secara tertutup dilakukan melalui kegiatan
intelijen. Sedangkan informasi terbuka biasanya diperoleh dari pemberitaan pers
ataupun surat kaleng maupun laporan dengan identitas yang jelas.
c. Kedapatan tertangkap tangan
Tertangkap tangan atau haterdaad (ontdekking op haterdaad ) menurut
Pasal 1 butir 19 KUHAP adalah:
Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang
melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat
tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh
khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila
sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah
dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan
bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantumelakukan tindak pidana itu.
Berdasarkan rumusan Pasal 1 butir 19 KUHAP tersebut maka dapat kita lihat
bahwa tertangkap tangan adalah tertangkapnya seseorang pada waktu:
1. Sedang melakukan tindak pidana atau tengah melakukan tindak pidana,
pelaku dipergoki oleh orang lain;
2. Atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan;
3.
Atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang
melakukannya;
4. Atau sesaat kemudian pada orang tersebut ditemukan benda yang diduga
keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana yang
menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya.
Sedangkan menurut Pasal 1 butir 18 RUU KUHAP, tertangkap tangan
didefinisikan sebagai:
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
24/43
39
Tertangkap tangan adalah tertangkap sedang melakukan, atau segera
sesudah melakukan tindak pidana atau sesaat kemudian diserukan
oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukan tindak pidana,
atau apabila padanya ditemukan benda yang diduga keras telah
dipergunakan untuk melakukan tindak pidana atau hasil tindak pidana.
Pengertian istilah “dengan segera” dapat menimbulkan kesulitan dalam
praktik, dan dapat mengundang ekses negatif dalam pelaksanaan. Petugas dapat
memberi penafsiran yang berbeda-beda, karena undang-undang tidak memberi
batasan waktu yang tegas. Seandainya diambil pengertian yang agak lazim dan
awam bahwa yang dimaksud dengan pengertian “dengan segera” identik dengan
pengertian peristiwa pidana tersebut masih baru, tetap belum memberikan
kepastian tentang batas jangka waktu tertentu, sehingga pengertian yang agak
mengambang ini dapat memberi keleluasaan kepada pejabat yang berwenang
untuk melakukan penangkapan.
R. Soesilo memberikan pendapat mengenai contoh “dengan segera”
sebagai berikut:
Apabila seorang Bayangkara mendengar suara orang berteriakmeminta tolong. Saat itu terlihat olehnya terdapat seseorang yang
berlari keluar rumah dengan tangan berlumuran darah kemudian ia
ditangkap dan diperiksa. Sesudah orang tersebut ditangkap dan
diperiksa ternyata diketahui bahwa seseorang tersebut baru saja
menganiaya seseorang. Tindak pidana penganiayaan tersebut
kedapatan segera sesudah dilakukan (tertangkap tangan)29.
Rumusan pada Pasal 1 butir 19 KUHAP sebenarnya sama dengan
ketentuan Pasal 57 Het Herziene Indonesisch Reglement (HIR) dahulu yang
berbunyi:
Kedapatan tengah berbuat yaitu, bila kejahatan atau pelanggaran
kedapatan sedang dilakukan, atau dengan segera kedapatan sesudah
dilakukan, atau bila dengan segera sesudah itu ada orang diresukan
oleh suara ramai sebagai orang yang melakukannya, atau bila
padanya kedapatan barang-barang, senjata-senjata, alat perkakas tau
29
R. Soesilo, Menangkap, Menahan, dan Pemberitahuan Ganti Rugi, (Bogor: Politeia),hal. 7.
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
25/43
40
surat-surat yang menunjukkan bahwa kejahatan atau pelanggaran itu
ia yang melakukan atai membantu melakukannya.
Pengertian tertangkap tangan diperluas sehingga berbeda dengan pengertian
sehari-hari, karena meliputi pengertian sedang melakukan dan sesudah
melakukan.
Penyidikan delik tertangkap tangan secara khusus sebenarnya berasal dari
Perancis30. Sejak zaman Romawi telah dikenal delik tertangkap tangan itu, yaitu
delik yang tertangkap sedang atau segera setelah berlangsung yang mempunyai
akibat-akibat hukum yang berbeda dengan delik lain. Delik tertangkap tangan
disebut oleh orang Romawi delictum flagrans. Jerman atau Belanda kuno
handhaft (ig) e daet dan versche daet , sedangkan orang Perancis menyebutnya
flagrant delit dan Jerman frische Tat 31.
Pengertian in flagrante delicto dikenal juga sebagai red-handed . Elizabeth
Webber dan Mike Feinsilber menjelaskan pengertian in flagranre delicto sebagai:
Tepat pada saat melakukan kelakuan yang buruk; tertangkap basah.
Dipakai juga untuk menjelaskan istilah ditengah-tengah kegiatan
seksual. Dalam bahasa Latin, adalah pada saat tindakan kriminal
tersebut sedang berlangsung. Biasanya dipergunakan untuk
perbuatan non-kriminal tetapi pada situsasi yang memalukan32
3.1.2 Kompetensi Dalam Hal Tertangkap Tangan
Tertangkap tangan merupakan salah satu bentuk penangkapan, hal yang
membedakan dari penangkapan adalah pada tertangkap tangan tidak diperlukan
adanya Surat Perintah Penangkapan maka dari itu pihak yang dapat melakukan
penangkapan dalam hal tertangkap tangan pun berbeda dari penangkapan biasa.
Pasal 18 ayat (2) KUHAP dan Pasal 111 ayat (1) KUHAP menjelaskan sebagai
berikut:
30 E. Bonn – Sosrodanukusumo, Tuntutan Pidana, (Jakarta: Siliwangi), hal. 124.
31 G. Duisterwinkel, Het Wetbook van Strafvordering Arnhem, (S. Gouda Quint D.
Brouwer en Zoon: 1972), artikel 128, hal. 1, sebagaimana dimuat dalam buku Andi Hamzah,Op.cit ., hal. 122.
32 Elizabeth Webber dan Mike Feinsilber, Op.cit , hal. 285.
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
26/43
41
Pasal 18
(2) Dalam hal tertangkap tangan penangkapan dilakukan tanpa surat
perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera
menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada
penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat.
Pasal 111
(1) Dalam hal tertangkap tangan setiap orang berhak, sedangkan
setiap orang yang mempunyai wewenang dalam tugas ketertiban,
ketenteraman dan keamanan umum wajib, menangkap tersangka
guna diserahkan berserta atau tanpa barang bukti kepada
penyelidik atau penyidik.
Sedangkan menurut Pasal 16 ayat (1) dan Pasal 56 ayat (3) RUU KUHAP
dijelaskan:
Pasal 16
(1) Dalam hal tertangkap tangan:
a. setiap orang dapat menangkap Tersangka guna diserahkan
beserta atau tanpa barang bukti kepada Penyidik; dan
b. setiap orang yang mempunyai wewenang dalam tugas
ketertiban, ketentraman, dan keamanan umum wajib
menangkap Tersangka guna diserahkan beserta atau tanpa
barang bukti kepada Penyidik.
Pasal 56
(3) Apabila Tersangka Tertangkap tangan, Penangkapan dapat
dilakukan tanpa surat perintah Penangkapan.
Melihat pada rumusan Pasal 18 ayat (2) KUHAP dan Pasal 111 ayat (1) KUHAP
maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Setiap orang berhak untuk menangkapnya, tidak terkecuali siapapun,
berhak untuk menangkap dalam hal tertangkap tangan orang yangsedang dalam melakukan tindak pidana. Hal yang perlu diperhatikan
dalam Pasal 111 ayat (1) KUHAP adalah rumusan kata “hak”. Dalam
Pasal 111 ayat (1) KUHAP, tertulis kata “hak” bukan “kewajiban”
sehingga orang yang melihat atau memergoki suatu peristiwa pidana
dapat mempergunakan haknya untuk menangkap atau tidak;
2. Bagi setiap orang atau pejabat yang mempunyai wewenang dalam
tugas ketertiban, ketentraman, dan keamanan umum dibebani
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
27/43
42
“kewajiban” untuk menangkap pelaku tindak pidana dalam keadaan
tertangkap tangan.
Pada Pasal 18 ayat (2) KUHAP, terdapat perumusan kalimat yang
menyatakan penangkap harus segera menyerahkan tertangkap beserta barang
bukti yang ada kepada penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat. Melihat
pada rumusan pasal tersebut maka dapat kita simpulkan bahwa pejabat berwenang
yang dapat melakukan penangkapan dalam hal tertangkap tangan hanyalah
Penyelidik saja.
3.1.3 Tindakan Dalam Hal Tertangkap Tangan
Tindakan-tindakan yang dapat dilakukan dalam hal tertangkap tangan
diatur di dalam Pasal 18 ayat (2) KUHAP, Pasal 35 KUHAP, Pasal 40-41
KUHAP, dan Pasal 102 ayat (2) KUHAP yang berbunyi:
Pasal 18
(2) Dalam hal tertangkap tangan penangkapan dilakukan tanpa surat
perintah, dengan ketentuan bahwa penangkap harus segera
menyerahkan tertangkap beserta barang bukti yang ada kepada
penyidik atau penyidik pembantu yang terdekat.
Pasal 35
Kecuali dalam hal tertangkap tangan, penyidik tidak diperkenankan
memasuki:
a) ruang di mana sedang berlangsung sidang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat atau
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah;
b)
tempat di mana sedang berlangsung ibadah dan atau upacara
keagamaan;
c) ruang dimana sedang berlangsung sidang pengadilan.
Pasal 40
Dalam hal tertangkap tangan penyidik dapat menyita benda dan alat
yang ternyata atau yang patut diduga telah dipergunakan untuk
melakukan tindak pidana atau benda lain yang dapat dipakai sebagai
barang bukti.
Pasal 41
Dalam hal tertangkap tangan penyidik berwenang menyita paket atau
surat atau benda yang pengangkutannya atau pengirimannya
dilakukan oleh kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau
perusahaan komunikasi atau pengangkutan, sepanjang paket, surat
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
28/43
43
atau benda tersebut diperuntukkan bagi tersangka atau yang berasal
daripadanya dan untuk itu kepada tersangka dan atau kepada pejabat
kantor pos dan telekomunikasi, jawatan atau perusahaan komunikasi
atau pengangkutan yang bersangkutan, harus diberikan surat tanda
penerimaan.
3.2 Pengkondisian Sebagai Salah Satu Cara Pada Penangkapan Dalam
Hal Tertangkap Tangan
3.2.1 Penyadapan
3.2.1.1 Definisi Penyadapan
Penyadapan menurut penjelasan Pasal 40 Undang-Undang Nomor 36
Tahun 1999 tentang Telekomunikasi adalah:
Kegiatan memasang alat atau perangkat tambahan pada jaringan
telekomunikasi untuk tujuan mendapatkan informasi dengan cara
tidak sah. Pada dasarnya informasi yang dimilikioleh seseorang
adalah hak pribadi yang harus dilindungi sehingga penyadapan harus
dilarang.
Sedangkan penyadapan menurut Pasal 1 butir 18 Undang-Undang Nomor 22
tahun 1997 tentang Narkotika adalah:
Penyadapan adalah kegiatan atau serangkaian kegiatan penyelidikan
dan/atau penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik Pejabat Polisi
Negara Republik Indonesia dengan cara melakukan penyadapan
pembicaraan melalui telepon dan atau alat komunikasi elektronika
lainnya.
Penyadapan telepon atau wiretapping dalam Bahasa Inggris, menurut Black’s Law
Dictionary adalah:
Electronis or mechanical eavesdropping, usually done by law-
enforcement officers under court order, to listen to private
conversations33.
33 Bryan A. Garner, Black’s Law Dictionary, Eighth Edition, (St. Paul:West Publishing
Co., 2004)hal. 1631.
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
29/43
44
(Mencuri dengar dengan menggunakan perangkat elektronik, yang
biasanya dilakukan oleh aparat penegak hukum atas perintah
pengadilan, untuk mendengarkan pembicaraan pribadi.)
Penyadapan telepon atau wiretapping adalah istilah pengawasan terhadap
pembicaraan telepon dan internet oleh pihak ketiga, seringkali digunakan dalam
terminologi penyamaran. Penggunaan istilah penyadapan atau wiretapping
digunakan karena pada mulanya alat penyadap dihubungkan ke kabel telepon
yang sedang dipantau untuk menarik sebagian kecil sinyal elektronik yang
membawa percakapan. Penyadapan yang dilakukan oleh kepolisan atau lembaga
pemerintahan yang berwenang dikenal dengan istilah penyusupan secara sah
(lawful interception)34.
3.2.1.2 Pengaturan Mengenai Penyadapan
Penyadapan telepon diatur secara ketat di berbagai negara untuk
melindungi kerahasiaan pribadi. Secara teori penyadapan telepon di berbagai
negara harus melalui izin pengadilan terlebih dahulu, dan biasanya hanya disetujui
apabila bukti-bukti menunjukkan bahwa dengan bukti-bukti yang ada tidak
mungkin untuk menunjukkan adanya tindak pidana atau kegiatan yang bersifat
subversif 35.
Pengaturan mengenai penyadapan di Indonesia belumlah dapat dikatakan
sempurna, mengingat sedikitnya peraturan perundang-undangan yang mengatur
mengenai penyadapan, baik dari segi kompetensi pihak yang dapat melakukan
penyadapan, syarat-syarat penyadapan, tata cara penyadapan dan lain-lain.
Dalam praktik hukum, penggunaan penyadapan, alat perekam dan hasil
rekaman telah merupakan bagian dari proses projustisia perkara pidana. KitabUndang-Undang Hukum Acara Pidana tidak mengatur mengenai penyadapan
34 http://en.wikipedia.org/wiki/Wiretap, (Telephone tapping, diakses pada tanggal 22
November 2008).
35 http://en.wikipedia.org/wiki/Wiretap, (Telephone tapping, diakses pada tanggal 22
November 2008).
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
30/43
45
sebagai salah satu upaya paksa36. Di dalam Pasal 40 Undang-Undang Nomor 36
Tahun 1999 tentang Telekomunikasi ditegaskan:
Setiap orang dilarang melakukan kegiatan penyadapan atas informasi
yang disalurkan melalui jaringan telekomunikasi dalam bentuk
apapun.
Sedangkan dalam Pasal 42 ayat (2) Undang-Undang Nomor 36 Tahun 1999
tentang Telekomunikasi disebutkan:
Untuk keperluan proses peradilan pidana, penyelenggara jasa
telekomunikasi dapat merekam informasi yang dikirim dan atauditerima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta dapat
memberikan informasi yang diperlukan atas:
a. permintaan tertulis Jaksa Agung dan atau Kepala Kepolisian
Repubik Indonesia untuk tindak pidana tertentu;
b. permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan
undang-undang yang berlaku.
Penjelasan Pasal 42 ayat (2) UU 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan proses peradilan pidana dalam
ketentuan tersebut mencakup penyidikan, penuntutan dan persidangan. Melihat
pada ketentuan-ketentuan mengenai penyadapan diatas, maka dapat kita tarik
kesimpulan bahwa penyadapan sebenarnya diperbolehkan menurut undang-
undang guna kepentingan proses peradilan pidana.
Pasal 12 ayat (1) huruf a UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK
menegaskan bahwa salah satu kewenangan KPK dalam melaksanakan tugas
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan dapat melakukan penyadapan dan
merekam pembicaraan. Kewenangan melakukan penyadapan yang dimiliki oleh
KPK. Pada Pasal 42 ayat (2) UU 36 tahun 1999 tentang Telekomunikasi dapat
kita lihat bahwa penyelenggara jasa telekomunikasi dapat merekam informasi
36 Penulis berpendapat bahwa penyadapan dapat dikategorikan sebagai salah satu upaya
paksa mengingat di dalam penyadapan terdapat perampasa Hak Asasi Manusia atau hak privasi perseorangan ( personel privacy right ) yang dilakukan penguasa (aparat penegak hukum) dalammelaksanakan fungsi peradilan dalam sistem peradilan pidana (criminal justice system). Dalam
Penjelasan Pasal 7 ayat (3) RUU KUHAP penyadapan dimasukkan sebagai salah satu upaya paksa.
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
31/43
46
yang dikirim dan atau diterima oleh penyelenggara jasa telekomunikasi serta
dapat memberikan informasi yang diperlukan atas permintaan tertulis Jaksa
Agung dan atau Kepala Kepolisian Repubik Indonesia untuk tindak pidana
tertentu dan permintaan penyidik untuk tindak pidana tertentu sesuai dengan
undang-undang yang berlaku, sehingga dapat dilihat bahwa penyadapan bukanlah
kewenangan khusus dari KPK saja, tetapi juga kewenangan dari jaksa dan POLRI.
Pengaturan mengenai penyadapan telah ada sebelum adanya UU No. 30
Tahun 2002 Tentang KPK antara lain dalam Undang-Undang Nomor 22 tahun
1997 tentang Narkotika, Undang-Undang Nomor 36 tahun 1999 tentang
Telekomunikasi dan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1
tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. UU Narkotika dan
PERPU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme mengatur mengenai penyadapan
lebih jelas dibandingkan UU No. 30 Tahun 2002 Tentang KPK. Pada UU
Narkotika, penyadapan dapat dilakukan dengan izin tertulis dari Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat yang ditunjuknya sesuai
dengan penjelasan Pasal 66 ayat (2) UU Narkotika:
Penyadapan pembicaraan melalui telepon atau alat telekomunikasilainnya hanya dapat dilakukan atas izin tertulis dari Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia atau pejabat yang
ditunjuknya.
Selain mengenai penyadapan yang harus mendapat izin dari Kepala Kepolisian
Negara Republik Indonesia, pada UU Narkotika penyadapan hanya dapat
dilakukan selama 30 (tiga puluh) hari menurut Pasal 66 ayat (3) UU Narkotika:
Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
berlangsung untuk jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari.
Mengenai perlunya izin sebelum melakukan penyadapan juga diatur di
dalam PERPU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme. Pada PERPU
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, penyadapan baru dapat dilakukan
setelah mendapat perintah dari Ketua Pengadilan Negeri dan penyadapan hanya
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
32/43
47
dapat dilakukan selama 1 (satu) tahun sesuai dengan Pasal 31 ayat (2) PERPU
Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme:
Tindakan penyadapan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
b, hanya dapat dilakukan atas perintah Ketua Pengadilan Negeri
untuk jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun.
Selain mengenai izin dan jangka waktu penyadapan, PERPU Pemberantasan
Tindak Pidana Terorisme juga mengatur mengenai pelaporan dan
pertanggungjawaban penyidik atas penyadapan yang dilakukan olehnya, sesuai
dengan Pasal 31 ayat (3) PERPU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme:
Tindakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) harus
dilaporkan atau dipertanggungjawabkan kepada atasan penyidik.
Melihat pada pasal-pasal mengenai penyadapan yang terdapat dalam UU
Narkotika dan PERPU Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, maka dapat
disimpulkan bahwa pengaturan penyadapan yang dimiliki oleh KPK kurang
melindungi hak asasi dan kurang terdapat kepastian hukum.
Menyikapi permasalahan penyadapan ini, pembuat undang-undang telah
memasukan bagian khusus mengenai penyadapan ke dalam RUU KUHAP.
Menurut Pasal 83 ayat (1) RUU KUHAP penyadapan pembicaraan melalui
melalui telepon atau alat telekomunikasi yang lain dilarang, kecuali dilakukan
terhadap pembicaraan yang terkait dengan tindak pidana serius atau diduga keras
akan terjadi tindak pidana serius tersebut, yang tidak dapat diungkap jika tidak
dilakukan penyadapan. Selanjutnya dalam Pasal 82 ayat (2) diatur mengenai
tindak-tindak pidana apa saja yang dianggap sebagai tindak pidana serius, yaitu:
a.
terhadap Keamanan negara;
b. perampasan kemerdekaan/penculikan;
c. pencurian dengan kekerasan;
d. pemerasan;
e. pengancaman;
f. perdagangan orang;
g.
penyelundupan;
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
33/43
48
h. korupsi;
i.
pencucuai uang;
j. pemalsuan uang;
k.
keimigrasian;
l. mengenai bahan peledak dan senjata api;
m. terorisme;
n. pelanggaran berat HAM;
o. psikotropika dan narkotika; dam
p. pemerkosaan.
Mengenai perlunya izin dalam melakukan penyadapan juga diatur di dalam RUU
KUHAP, yaitu di dalam Pasal 83 ayat (3) RUU KUHAP:
Penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat
dilakukan oleh Penyidik atas perintah tertulis atasan penyidik
setempat setelah mendapat surat izin dari Hakim Komisaris.
Di dalam RUU KUHAP juga diatur mengenai jangka waktu penyadapan yang
diatur dalam Pasal 83 ayat (6) RUU KUHAP:
Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan untuk waktu
paling lama 30 (tiga puluh) hari dan dapat diperpanjang 1 (satu) kali
untuk waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari.
Sedangkan mengenai pelaporan penyadapan kepada atasan penyidik dan Hakim
Komisaris terdapat pada Pasal 83 ayat (8) RUU KUHAP:
Pelaksanaan penyadapan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) harusdilaporkan kepada atasan Penyidik dan Hakim Komisaris.
Pengaturan mengenai penyadapan yang terdapat dalam RUU KUHAP telah
memperbaiki pengaturan mengenai penyadapan yang ada selama ini. Namun,
pengaturan mengenai penyadapan tersebut masih belum dapat dikatakan
sempurna karena melihat pada beberapa hal seperti belum diaturnya mengenai
alasan penyadapan dapat dilakukan, teknik-teknik penyadapan yang
diperbolehkan menurut undang-undang.
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
34/43
49
3.2.1.3 Penyadapan Oleh Komisi Pemberantasan Korupsi
Peraturan perundang-undangan telah mengatur mengenai definsi
penyadapan, akan tetapi pengaturan mengenai kapan penyadapan tersebut dapat
dilakukan, apa syarat-syarat penyadapan, bagaimana tata cara penyadapan dan
lain-lain tidak diatur secara jelas. Ketidakjelasan peraturan perundang-undangan
yang mengatur waktu penyadapan dilakukan, syarat-syarat penyadapan serta tata
cara penyadapan, dapat membuat penyadapan dilakukan dengan sewenang-
wenang khususnya oleh suatu instansi dengan kewenangan yang begitu luas serta
bebas dari pengaruh pihak manapun seperti KPK.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh penulis kepada pihak KPK 37,
diketahui beberapa permasalahan mengenai seputar penyadapan. Melalui
wawancara tersebut diketahui bahwa dalam melakukan penyadapan, KPK
mendasarkan perbuatan hukum tersebut pada UU No. 30 Tahun 2002 Tentang
KPK. Melalui wawancara tersebut juga didapati bahwa mengenai kapan
penyadapan tersebut dilakukan, hal itu merupakan kebijakan dari Pimpinan KPK
saja. Mengenai tata cara melakukan penyadapan, dikarenakan peraturan
perundang-undangan belum mengatur secara jelas, maka KPK hanya memiliki
petunjuk pelaksanaan berupa Standard Operation Procedure (SOP) tersendiri
yang tidak dapat dipublikasikan kepada masyarakat umum. Standard Operation
Procedure penyadapan tersebut berisi tata cara melakukan penyadapan,
bagaimana melakukan penyadapan, jangka waktu penyadapan akan tetapi tidak
dijelaskan bagaimana pengaturan secara rinci.
Menurut narasumber, penggunaan penyadapan oleh KPK lebih
dikhususkan pada kasus penyuapan. Hal tersebut dikarenakan pada kasus
penyuapan sangat sulit untuk mendapatkan alat-alat bukti atau barang-barang bukti yang menunjukkan tersangka/terdakwa telah memenuhi unsur-unsur tindak
pidana yang di dakwakan. Hal yang perlu diperhatikan dalam penyadapan kasus
penyuapan adalah bahwa penyadapan bukanlah sebagai upaya terakhir dalam
mengumpulkan alat-alat bukti dan/atau barang-barang bukti, karena sebelumnya
37 Wawancara dilakukan penulis pada tanggal 17 November 2008 melalui narasumber
Rini Afriyanti dan Rosamala Arritonang yang merupakan staff biro hukum pada kantor Komisi
Pemberantasan Korupsi.
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
35/43
50
tidak ada suatu upaya dalam mencari alat-alat bukti dan/atau barang-barang bukti.
Mengenai siapa-siapa saja yang perlu disadap, hal tersebut adalah kebijakan
Pimpinan KPK berdasarkan daftar orang-orang yang telah dicurigai oleh KPK
sebelumnya. Mengenai syarat-syarat pengajuan penyadapan hal-hal yang harus
diperhatikan menurut narasumber adalah permohonan penyadapan harus
menjelaskan secara detil38 dan melihat kepada tingkat keperluannya.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang KPK menjelaskan bahwa
kewenangan penyadapan yang dimiliki oleh KPK berlaku pada tahap
penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan, namun berdasarkan wawancara
ditemukan hal yang patut diperhatikan mengenai tahap dimana penyadapan dapat
dilakukan. Menurut narasumber, penyadapan dapat dilakukan dari tahap
penyelidikan sampai dengan hakim menjatuhkan putusan akhir untuk perkara
persidangan kasus tersebut. Hal tersebut dapat dilakukan karena menurut
narasumber tahap penuntutan barulah berakhir pada saat hakim menjatuhkan
putusan akhir. Menurut Pasal 1 angka 7 KUHAP dikatakan yang dimaksud
dengan penuntutan adalah:
Penuntutan adalah tindakan penuntut umum untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan
permintaan supaya diperiksa dan diputus oleh hakim di sidang
pengadilan.
Merujuk pada rumusan Pasal 1 angka 7 KUHAP diatas terdapat perbedaan
pengertian penuntutan menurut KPK dengan pengertian penuntutan menurut
KUHAP.
3.2.1.4 Penyadapan di Amerika
Penyadapan telepon di Amerika diatur secara ketat untuk melindungi
kerahasiaan pribadi. Secara teori penyadapan telepon di Amerika harus melalui
izin pengadilan terlebih dahulu, dan biasanya hanya disetujui apabila bukti-bukti
38
Narasumber tidak menjelaskan apa yang dimaksud dengan detil dan apa saja yang perludicantumkan dalam pembuatan surat izin penyadapan.
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
36/43
51
menunjukkan bahwa dengan bukti-bukti yang ada tidak mungkin untuk
menunjukkan adanya tindak pidana atau kegiatan yang bersifat subversif.
America mengatur penyadapan ke dalam The Wiretap Act (Undang-
undang Penyadapan) yang lebih dikenal sebagai Bab 3 dengan tujuan:
1. protecting the privacy of wire and oral communications, and
(melindungi kerahasiaan percakapan lisan dan melalui saluran
komunikasi; dan)
2. delineating on a uniform basis the circumstances may be authorized
untuk menggambarkan secara jelas keseragaman keadaan atau kondisi
yang dapat mengizinkan adanya penyadapan.
Pelarangan penyadapan di America dapat ditemukan pada Pasal 2511 ayat (1)
huruf a Bab 18 United States Code (U.S.C):
Except as otherwise specifically provided in this chapter any person
who: (a) intentionally intercepts, endeavors to intercept, or procures
any other person to intercept or endeavor to intercept, any wire,
oral, or electronic communication .... shall be punished as provided
in subsection (4)
(Kecuali diatur secara khusus di dalam bab ini, barang siapa (a)
dengan sengaja mengintervensi, mencuri dengar untukmengintervensi, atau meminta orang lain untuk mengintervensi atau
mencuri dengar untuk mengintervensi, saluran telekomunikasi,
pembicaraan lisan atau alat komunikasi .... dapat dipidana sesuai
dengan peraturan pada subbab 4.)
Pasal 2510 ayat (4) Bab 18 U.S.C The Wiretap Act menjelaskan penyadapan
sebagai suatu perbuatan mendengarkan isi informasi yang terkandung di dalam
saluran komunikasi, alat elektronik maupun lisan melalui penggunaan alat
elektronik atau alat komunikasi lainnya.
Menurut Pasal 2518 ayat (3) huruf a dan b, penyadapan baru dapat
dilakukan apabila terdapat probable cause (bukti permulaan) yang cukup dan
hakim baru dapat memberikan izin penyadapan apabila:
a. there is probable cause for belief that an individual is committing, has
committed, or is about to commit a particular offense enumerated in
section 2516 of this chapter;
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
37/43
52
(terdapat bukti permulaan yang meyakinkan bahwa seseorang sedang
melakukan, telah melakukan atau sesaat akan melakukan pelanggaran
yang disebutkan dalam Pasal 2516 bab ini);
b.
there is probable cause for belief that particular communications
concerning that offense will be obtained through such intrcetion;
(terdapat bukti permulaan yang meyakinkan bahwa pembicaraan
mengenai adanya tindak pidana tersebut dapat diperoleh melalui
penyadapan tersebut);
Bukti permulaan yang terdapat pada permohonan penyadapan berbeda
dengan bukti permulaan yang terdapat pada permohonan penggeledahan dan
penyitaan, pada permohonan penggeledahan dan penyitaan bukti permulaan terdiri
dari dua komponen39:
a. That there is probable cause to believe that the items sought to be
seized are connected with criminal activity;
(Terdapat bukti permulaan yang meyakinkan bahwa barang yang akan
disita merupakan barang yang berhubungan dengan perbuatan tindak
pidana);
b.
That the items sought to be seized will probably, presently be found in
the place sought to be searched.
(Bahwa barang yang akan disita kemungkinan akan ditemukan di
tempat yang akan digeledah).
3.2.2 Penjebakan atau Pendorongan Tindak Pidana40
Hukum acara pidana Indonesia tidak mengenal terminologi penjebakan
atau pendorongan tindak pidana, namun pada prakteknya penggunaan penjebakanatau pendorongan tindak pidana untuk mendapatkan barang bukti, alat bukti dan
39 Daniel E. Monnat dan Anne L. Ethen, A Primer on the Federal Wiretap Act and ItsFourth Amendement Framework , Journal of the Kansas Trial Lawyer Association, hal. 12.
40 Hukum acara pidana tidak mengenal pengaturan mengenai penjebakan. Penulis
menggunakan terminologi penjebakan berdasarkan penerjemahan lepas Bahasa Inggris dari Encouragement and Entrapment menurut buku Lawrence P. Tiffany, dkk., Detection of Crime:
Stopping ang Questioning, Search and Seizure, Encouragement and Entrapment, (Boston: Little
Brown and Company, 1967).
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
38/43
53
tersangka kerap kali digunakan oleh aparat penegak hukum. Encouragement yang
apabila diterjemahkan secara lepas berarti dorongan, sehingga apabila melihat
makna kalimat tersebut penulis menyimpulkan bahwa encouragement
(pendorongan tindak pidana) adalah perbuatan aparat penegak hukum guna
menangkap pelaku tindak pidana yang didahului dengan suatu dorongan kepada
pelaku untuk melakukan tindak pidana. Encouragement adalah terminologi yang
digunakan untuk menggambarkan kegiatan aparat penegak hukum yang41:
a. Yang bertindak sebagai pelaku kejahatan;
b. Yang bermaksud untuk menggerakkan tersangka untuk melakukan
tindak pidana;
c.
Yang berkomunikasi untuk membujuk tersangka; dan
d.
Yang mempunyai pengaruh untuk melakukan kejahatan.
Meskipun penggunaan encouragement sering digunakan di negara bagian di
Amerika, tetapi sampai sekarang belum ada nama umum yang dapat diterima.
Saat ini encouragement sering kali disalah artikan sebagai entrapment 42, suatu
penamaan atas tindakan encouragement yang ilegal. Penggunaan kata
encouragement , meskipun tidak sempurna dan terkesan janggal bagi beberapa
kalangan, dimaksudkan hanya bersifat penguraian yang mengandung kata netral.
Entrapment menurut Black’s Law Dictionary adalah:
A law-enforcement officer’s or goverment agent’s inducement of a
person to commit a crime, by means of fraud or undue persuasion, in
an attempt to later bring a criminal prosecution against that
person43.
(Suatu perbuatan hukum yang dilakukan oleh aparat penegak hukum
yang membuat seseorang untuk melakukan tindak pidana, dengan
tujuan untuk dilakukan penuntutan terhadap orang tersebut).
Pengertian encouragement berbeda bengan pengertian agent provocateur.
Menurut Elizabeth Webber dan Mike Feinsilber, agent provocateur adalah:
41 Lawrence P. Tiffany, dkk., Detection of Crime: Stopping ang Questioning, Search andSeizure, Encouragement and Entrapment, (Boston: Little Brown and Company, 1967), hal. 210.
42 Lawrence P. Tiffany, dkk., Ibid , hal. 210.
43
Bryan A. Garner, Op.cit , hal. 573.
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
39/43
54
one employed to associate with suspected persons and by pretending
sympathy with their aims to incite them to some incriminating
action44.
(seorang pekerja pemerintah yang berhubungan dengan tersangka
dan berpura-pura simpati dengan tujuan untuk menghasut mereka
agar melakukan perbuatan pidana yang lebih berat lagi.)
Menurut pengertian diatas maka agent provocateur adalah orang yang
dipekerjakan oleh polisi atau badan untuk bertindak secara rahasia untuk menarik
atau memprovokasi orang lain untuk melakukan kejahatan. Penjebakan tidak
dapat dilakukan untuk menangani seluruh perkara pidana, tetapi hanya perkara-
perkara pidana tertentu saja seperti tindak pidana di bidang narkotika, perjudian,
penjualan pornografi, penyuapan dan lain-lain45.
3.3 Kewenangan Pengadilan Dalam Memeriksa Dan Mengadili
Permohonan Gugatan Praperadilan
3.3.1 Definisi Praperadilan
Melihat pada istilah praperadilan yang digunakan oleh KUHAP, maka
maksud dan artinya yang harfiah berbeda. Pra artinya sebelum, “Praperadilan”
artinya sama dengan sebelum pemeriksaan di sidang pengadilan. Kitab Undang-
Undang Hukum Acara Pidana memberikan definisi praperadilan sebagai:
Pasal 1 Butir 10
Praperadilan adalah wewenang Pengadilan Negeri untuk memeriksa
dan memutus menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini,
tentang:
a. sah atau tidaknya suatu penangkapan dan atau penahanan atas
permintaan tersangka atau keluarganya atau pihak lain atas kuasatersangka;
b. sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian
penuntutan atas permintaan demi tegaknya hukum dan keadilan;
c. permintaan ganti kerugian atau rehabilitasi oleh tersangka atau
keluarganya atau pihak lain atas kuasanya yang perkaranya tidak
diajukan ke pengadilan.
44 Elizabeth Webber dan Mike Feinsilber, Op.cit., hal. 122.
45 Lawrence P. Tiffany, dkk., Op.cit., hal. 213
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
40/43
55
Latar belakang dibentuknya lembaga praperadilan ini adalah sebagai
pengawasan atas tindakan aparat penegak hukum yang merupakan pengurangan
atau pembatasan hak asasi manusia dari tersangka. Tindakan pembatasan hak-hak
asasi tersangka harus selalu berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam
perundang-undangan. Demi kepentingan pengawasan terhadap perlindungan hak-
hak tersangka atau terdakwa maka diadakan suatu lembaga yang disebut
praperadilan. Ditinjau dari segi struktur dan susunan peradilan, praperadilan
bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri dan bukan pula sebagai instansi
tingkat peradilan yang mempunyai wewenang memberi putusan akhir atas suatu
kasus peristiwa pidana. praperadilan hanya satu lembaga baru yang ciri dan
eksistensinya46:
a. berada dan merupakan kesatuan yag melekat pada Pengadilan Negeri,
dan sebagai lembaga pengadilan, hanya dijumpai pada tingkat
Pengadilan Negeri sebagai satuan tugas yang tidak terpisah dari
Pengadilan Negeri;
b. praperadilan tidak berada di luar, di samping atau sejajar dengan
Pengadilan Negeri, tetapi hanya merupakan divisi dari Pengadilan
Negeri;
c. administratif yustisial, personil, peralatan dan finansial bersatu dengan
Pengadilan Negeri, dan berada di bawah pimpinan serta pengawasan
dan pembinaan Ketua Pengadilan Negeri;
d.
tata laksana fungsi yustisialnya merupakan bagian dari fungsi yustisial
Pengadilan Negeri itu sendiri.
Di Eropa dikenal lembaga semacam praperadilan, tetapi fungsinyamemang benar-benar melakukan pemeriksaan pendahuluan. Fungsi Hakim
Komisaris ( Rechter Commissaris) di negeri Belanda dan Judge d’ Instruction di
Perancis benar-benar dapat disebut praperadilan, karena selain menentukan sah
46 M. Yahya Harahap, Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP:
Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali, (Jakarta: Sinar
Grafika, 2008), hal. 1.
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
41/43
56
tidaknya penangkapan, penahanan, penyitaan, juga melakukan pemeriksaan
pendahuluan atas suatu perkara47.
Penuntut Umun di Belanda dapat meminta pendapat hakim mengenai
suatu kasus, apakah misalnya kasus tersebut pantas untuk dikesampingkan dengan
transaksi (misalnya perkara tidak diteruskan ke persidangan dengan mengganti
kerugian) ataukah tidak 48. Meskipun ada kemiripannya dengan hakim komisaris,
namun wewenang praperadilan terbatas. Wewenang untuk memutuskan apakah
penangkapan atau penahanan sah atau tidak, memutuskan apakah penghentiaan
penyidikan atau penuntutan sah atau tidak. Tidak disebut apakah penyitaan sah
atau tidak 49.
Menurut Oemar Seno Adji, lembaga rechter commissaris (hakim yang
memimpin pemeriksaan pendahuluan) muncul sebagai perwujudan keaktifan
hakim, yang di Eropa Tengah mempunyai posisi penting yang mempunyai
kewenangan untuk menangani upaya paksa (dwang middelen), penahanan,
penyitaan, penggeledahan badan, rumah, dan pemeriksaan surat-surat50.
Menurut KUHAP, praperadilan tidak mempunyai wewenang seluas itu.
Hakim komisaris selain berwenang untuk menilai sah tidaknya suatu
penangkapan, penahanan seperti praperadilan, juga berwenang menilai sah atau
tidaknya penyitaan yang dilakukan oleh jaksa. Hakim komisaris di Belanda
melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas polisi maka praperadilan di
Indonesia melakukan pengawasan terhadap kedua instansi tersebut. Judge d’
Instruction di Perancis mempunyai wewenang yang luas dalam pemeriksaan
pendahuluan. Ia memeriksa terdakwa, saksi-saksi dan alat bukti yang lain. Ia
dapat membuat berita acara, penggeledahan rumah dan tempat-tempat tertentu,
melakukan penahanan, penyitaan, dan menutup tempat-tempat tertentu. Setelah pemeriksaan pendahuluan yang dilakukan selesai, ia menentukan apakah suatu
perkara cukup alasan untuk dilimpahkan ke pengadilan atau tidak. Apabila cukup
47 Andi Hamzah, Op.cit., hal. 187.
48 Andi Hamzah, Op.cit., hal. 187.
49 Andi Hamzah, Op.cit., hal. 188.
50
Oemar Seno Adji, Hukum Hakim Pidana, (Jakarta:Erlangga, 1980), hal 88.
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
42/43
57
alasan, ia akan mengirimkan perkara tersebut dengan surat pengiriman yang
disebut ordonance de Renvoi, sebaliknya jika tidak cukup alasan, ia akan
membebaskan tersangka dengan ordonance de non lieu51
.
Menurut Siahaan, tidak semua perkara harus melalui Judge d’ Instruction.
Hanya perkara-perkara besar dan yang sulit pembuktiannya yang ditangani
olehnya. Selebihnya yang tidak begitu sulit pembuktiannya pemeriksaan
pendahuluannya dilakukan sendiri oleh polisi dibawah perintah dan petunjuk-
petunjuk jaksa52.
Menurut KUHAP tidak ada ketentuan dimana hakim praperadilan
melakukan pemeriksaan pendahuluan atau memimpinnya. Hakim praperadilan
tidak melakukan pemeriksaan pendahuluan, penggeledahan, penyitaan, dan
seterusnya yang bersifat pemeriksaan pendahuluan. Ia tidak pula menentukan
apakah suatu perkara cukup alasan atau tidak untuk diteruskan ke pemeriksaan
sidang pengadilan. Penentuan diteruskan atau tidak suatu perkara tergantung
kepada jaksa penuntut umum, sehingga dominus litis adalah jaksa.
Hakim komisaris di Belanda dapat selalu meminta agar terdakwa
dihadapkan kepadanya walapun terdakwa di luar tahanan. Ia dapat meminta
terdakwa dibawa kepadanya. Untuk keperluan pemeriksaan mendesak ia dapat
meminta dalam waktu 1 x 24 jam dapat pula memeriksa saksi-saksi dan ahli-ahli.
Menurut Van Bemmelen, hakim komisaris memerlukan pengetahuan yang luas,
dismping pengetahuan yuridisnya seperti bagaimana cara memeriksa saksi dan
terdakwa. Diperlukan pengetahuan psikologi untuk semua itu53.
3.3.2 Wewenang Praperadilan
Wewenang praperadilan secara sepintas telah dikemukakan dalam Pasal 1 butir 10 KUHAP. Kewenangan tersebut lebih ditegaskan lagi dalam Pasal 82 jo.
Pasal 78 jo. Pasal 77 KUHAP, Pasal 95 KUHAP dan Pasal 97 KUHAP.
51 Oemar Seno Adji, Ibid., hal 89.
52 Lintong Oloan Siahaan, Jalannya Peradilan Perancis Lebih Cepat Dari Peradilan
Kita, (Jakarta: Ghalia, 1981), hal. 92-94.
53
Andi Hamzah, Op.cit., hal. 189
Universitas IndonesiaTertangkap tangan..., Muhammad riza, FHUI, 2009
8/16/2019 Digital_122878 PK III 629.8221 Tertangkap Tangan Literatur
43/43
58
praperadilan sebagaimana ditentukan dalam pasal-pasal diatas berwenang untuk
memeriksa dan memutus tentang54:
a. Sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan
atau penghentian penuntutan (kecuali terhadap penyampaian perkara
demi kepentingan umum oleh Jaksa Agung) sebagaimana ditentukan
dalam Pasal 77 KUHAP;
b. Sah atau tidaknya benda yang disita sebagai alat pembuktian,
sebagaimana ditentukan dalam Pasal 82 ayat (1) dan (3) KUHAP;
c. Tuntutan ganti kerugian oleh tersangka atau ahli warisnya atau
penangkapan atau penahanan, karena dituntut dan diadili serta tindakan
lain tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau karena
kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan, yang
perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, sebagaimana Pasal 95
ayat (2) KUHAP jo. Pasal 77 huruf b KUHAP;
d. Pemintaan rehabilitasi oleh tersangka atas penangkapan atau
penahanan tanpa alasan yang berdasarkan undang-undang atau
kekeliruan mengenai orang atau hukum yang diterapkan, yang
perkaranya tidak diajukan ke pengadilan negeri, sebagaimana Pasal 97
ayat (3) KUHAP jo. Pasal 77 huruf b KUHAP.