1 DIBALIK PAKET KEBIJAKAN BANK INDONESIA 16 JUNI 2010 1 Melalui paket kebijakan 16 Juni 2010 Bank Indonesia (BI) mengambil langkah‐langkah untuk memperdalam pasar keuangan yaitu dengan menyediakan instrument pasar yang lebih beragam dan mendorong perbankan lebih banyak bertransaksi di pasar sekunder (demand creation). Di pihak lain, profil jatuh waktu (maturity profile) transaksi perbankan dengan BI diutamakan ke tenor yang lebih panjang guna menyerap kelebihan likuiditas yang tidak diperlukan. Dengan langkah‐langkah kebijakan tsb diharapkan dapat meningkatkan efektivitas kebijakan moneter, menjaga kesinambungan stabilitas makro, sekaligus memperkuat momentum pemulihan ekonomi. Artikel ini ingin memberikan pemahaman yang menyeluruh baik aspek substansi dan teknis dari paket kebijakan tsb. 1. Mengapa BI menerbitkan “Paket Kebijakan 16 Juni 2010” ? Dari pengalaman krisis ke krisis (1998‐2005‐2008) telah menempa Pemerintah dan Bank Indonesia untuk terus semakin memperkokoh fondasi fundamental makroekonomi, terutama melalui pengelolaan kebijakan fiskal dan moneter yang konsisten dan berhati‐hati (prudent). Dengan pengelolaan kebijakan makro seperti itu, ekonomi Indonesia dapat melewati badai krisis global 2008/2009 relatif lebih baik dari negara lain. Selama krisis 2009, terbukti hanya tiga negara di Asia yang terhindar dari kontraksi ekonomi, yakni China, India, dan Indonesia. Dengan pengelolaan kebijakan makro yang konsisten dan prudent, kepercayaan internasional pun terus membaik. Peringkat kredit (sovereign credit rating) Indonesia perlahan tapi pasti terus meningkat mendekati zona investment grade (Grafik 1). Dalam satu atau dua tahun ke depan, Indonesia diperkirakan akan masuk ke dalam zona ‘investment grade’ tsb. Credit Default Swap (CDS) Indonesia saat ini beraada pada level terendahnya, menunjukkan tingginya kepercayaan pasar terhadap perekonomian Indonesia ke depan (Grafik 2) Grafik 1: Sovereign Credit Rating Indonesia (Fitch) Grafik 1: Credit Default Swap (CDS) Indonesia 1 Pertanyaan terhadap artikel ini dapat ditujukan ke [email protected](Nanang Hendarsah, Senior Economist Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter) atau [email protected](Ramdan Denny Prakoso, Senior Economist, Direktorat Pengelolaan Moneter) BBB ‐ BB+ BB BB‐ B+ B B‐ Outlook Positif 23‐Des‐97 8‐Jan‐98 21‐Jan‐98 16‐Mar‐98 1‐Aug‐02 20‐Nov‐03 27‐Jan‐05 14‐Feb‐08 25‐Jan‐10 100 300 500 700 900 1100 1300 9,000 9,500 10,000 10,500 11,000 11,500 12,000 12,500 Jan‐08 Jun‐08 Nov‐08 Apr‐09 Sep‐09 Feb‐10 IDRUSD S IDR/US Risk Worsen IDR Depreciates CDS Spread
15
Embed
DIBALIK PAKET KEBIJAKAN BANK INDONESIA 16 JUNI 20101 · tsb diharapkan dapat meningkatkan efektivitas kebijakan moneter, menjaga ... kebijakan quantitative easing di negara ... mengenai
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
DIBALIK PAKET KEBIJAKAN BANK INDONESIA 16 JUNI 20101
Melalui paket kebijakan 16 Juni 2010 Bank Indonesia (BI) mengambil langkah‐langkah untuk memperdalam pasar keuangan yaitu dengan menyediakan instrument pasar yang lebih beragam dan mendorong perbankan lebih banyak bertransaksi di pasar sekunder (demand creation). Di pihak lain, profil jatuh waktu (maturity profile) transaksi perbankan dengan BI diutamakan ke tenor yang lebih panjang guna menyerap kelebihan likuiditas yang tidak diperlukan. Dengan langkah‐langkah kebijakan tsb diharapkan dapat meningkatkan efektivitas kebijakan moneter, menjaga kesinambungan stabilitas makro, sekaligus memperkuat momentum pemulihan ekonomi. Artikel ini ingin memberikan pemahaman yang menyeluruh baik aspek substansi dan teknis dari paket kebijakan tsb.
1. Mengapa BI menerbitkan “Paket Kebijakan 16 Juni 2010” ?
Dari pengalaman krisis ke krisis (1998‐2005‐2008) telah menempa Pemerintah dan Bank Indonesia untuk terus semakin memperkokoh fondasi fundamental makroekonomi, terutama melalui pengelolaan kebijakan fiskal dan moneter yang konsisten dan berhati‐hati (prudent). Dengan pengelolaan kebijakan makro seperti itu, ekonomi Indonesia dapat melewati badai krisis global 2008/2009 relatif lebih baik dari negara lain. Selama krisis 2009, terbukti hanya tiga negara di Asia yang terhindar dari kontraksi ekonomi, yakni China, India, dan Indonesia.
Dengan pengelolaan kebijakan makro yang konsisten dan prudent, kepercayaan internasional pun terus membaik. Peringkat kredit (sovereign credit rating) Indonesia perlahan tapi pasti terus meningkat mendekati zona investment grade (Grafik 1). Dalam satu atau dua tahun ke depan, Indonesia diperkirakan akan masuk ke dalam zona ‘investment grade’ tsb. Credit Default Swap (CDS) Indonesia saat ini beraada pada level terendahnya, menunjukkan tingginya kepercayaan pasar terhadap perekonomian Indonesia ke depan (Grafik 2)
Grafik 1: Sovereign Credit Rating Indonesia (Fitch) Grafik 1: Credit Default Swap (CDS) Indonesia
1 Pertanyaan terhadap artikel ini dapat ditujukan ke [email protected] (Nanang Hendarsah, Senior Economist Direktorat Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter) atau [email protected] (Ramdan Denny Prakoso, Senior Economist, Direktorat Pengelolaan Moneter)
BBB‐
BB+
BB
BB‐
B+
B
B‐
Outlook Positif
23‐Des‐97
8‐Jan‐98
21‐Jan‐98
16‐Mar‐98
1‐Aug‐02
20‐Nov‐03
27‐Jan‐05
14‐Feb‐08
25‐Jan‐10
100
300
500
700
900
1100
1300
9,000
9,500
10,000
10,500
11,000
11,500
12,000
12,500
Jan‐08 Jun‐08 Nov‐08 Apr‐09 Sep‐09 Feb‐10
IDRUSD
S
IDR/US
Risk WorsenIDR Depreciates
CDS Spread
2
Berbagai pencapaian positif tsb semakin memperkuat optimisme, prospek ekonomi Indonesia akan terus membaik. Pertumbuhan ekonomi diharapkan akan terus meningkat disertai dengan inflasi yang rendah dan stabil.
Namun demikian, tidak sedikit tantangan yang perlu diatasi. Pemulihan ekonomi dan pasar keuangan global masih dihadapkan pada berbagai ketidakpastian. Misalnya, krisis fiskal yang membelit beberapa negara Eropa masih menjadi potensi risiko (downside risk) yang dapat mengancam pemulihan ekonomi global dan memicu kembalinya gejolak di pasar keuangan.
Sementara itu, keberlangsungan pertumbuhan ekonomi yang diharapkan terus meningkat, belum ditopang oleh struktur mikro pasar keuangan yang dalam dan likuid. Bahkan, pasar keuangan masih mengalami kelebihan likuiditas karena tidak mengalir optimal ke sektor riil. Untuk menjaga stabilitas moneter, BI pun harus menjaga keseimbangan jumlah likuiditas di pasar keuangan agar sesuai dengan kemampuan ekonomi untuk menyerapnya. BI melakukan penyerapan kelebihan likuiditas tsb terutama melalui penerbitan Sertifikat Bank Indonesia (SBI).
Diagram 1. Lalu Lintas Modal Portfolio Global : Push and Pull Factors
Diagram 2 : Monetary Policy, Depth of Financial Market, and Short Term Capital Flows.
Diagram 3 : Capital Inflow and the Complicated Monetary Policy
Global Liquidity Expansion (Post ‐Crisis)
Advanced Economy• Low Interest Rate• Unsustainable Debt• Tightening Lending Standard
Stronger Growth Outlook
Higher Interest Rate
Expected Currency
Appreciation
Rising Asset Valuation Return
GLOBAL : PUSH FACTORS EMERGING MARKET (EM) : PULL FACTORS
Risk of Asset Bubble
Strong Currency Appreciation
Risk of Sudden & Large Reversal
More Complex Macroeconomic Management
MAJOR CONSEQUENCES
Vulnerable Financial System
Short TermCapital Flows
Monetary Policy
Shallow Financial Market
Exchange Rate
Volatility
Economic Growth & Inflation
?
Accommodate a Stronger Currency ?
Short Term Capital Inflows
PolicyMix
International Reserve ?
External Balance?
Open Market Operation ?
Sterilized Intervention?
Negative Spread ?
3
Di tengah melimpahnya likuiditas global (sebagai implikasi kebijakan quantitative easing di negara maju selama krisis), terus membaiknya kepercayaan internasional, serta lebarnya selisih suku bunga dalam dan luar negeri (Grafik 3), mendorong arus masuk modal ke pasar keuangan domestik, termasuk ke SBI. Preferensi penempatan investor portfolio lebih banyak ke SBI karena risikonya rendah (bebas risiko default) dan pasarnya sangat likuid (Grafik 4).
Grafik 3 : Selisih Suku Bunga Dalam dan Luar Negeri Grafik 4: Lalu Lintas Portofolio Asing (Flows)
Dengan kondisi pasar keuangan domestik yang masih belum dalam dan terbatasnya instrument keuangan yang tersedia, lalu lintas modal ke SBI dalam skala besar (in‐out) menyebabkan nilai tukar rupiah cenderung fluktuatif (Diagram 2) serta menimbulkan komplikasi bagi pengelolaan kebijakan moneter (Diagram 3). Nilai tukar rupiah yang terlalu fluktuatif dan sering bergerak menjauh dari nilai fundamentalnya, akan menganggu kestabilan makro dan system keuangan serta pencapaian keseimbangan optimal perekonomian (internal and external balance) sehingga menghambat kesinambungan pertumbuhan ekonomi dalam jangka menengah panjang.
Guna merespon berbagai tantangan tsb, BI perlu mengambil langkah‐langkah kebijakan untuk memperdalam pasar keuangan melalui penyediaan instrument yang lebih beragam dan mendorong perbankan lebih banyak bertransaksi di pasar sekunder (demand creation). Di pihak lain, profil jatuh waktu transaksi perbankan dengan BI diutamakan ke tenor yang lebih panjang untuk menyerap kelebihan likuiditas yang tidak diperlukan (lengthening maturity profile). Dengan langkah‐langkah kebijakan tsb diharapkan dapat meningkatkan efektivitas kebijakan moneter, menjaga kesinambungan stabilitas makro, sekaligus memperkuat momentum pemulihan ekonomi.
Apa saja cakupan paket kebijakan 16 Juni ?
1) Pelebaran koridor suku bunga PUAB O/N. 2) Penyempurnaan ketentuan mengenai Posisi Devisa Netto (PDN); 3) Penerapan minimum one month holding period Sertifikat Bank Indonesia (SBI); 4) Penambahan instrumen moneter non‐securities dalam bentuk term deposit; 5) Penerbitan SBI berjangka waktu 9 dan 12 bulan; dan 6) Penerapan mekanisme triparty repurchase (repo) Surat Berharga Negara (SBN).
‐3.0
‐1.0
1.0
3.0
5.0
7.0
9.0
11.0
Jan‐05
May‐05
Aug
‐05
Nov‐05
Feb‐06
May‐06
Aug
‐06
Nov‐06
Feb‐07
May‐07
Aug
‐07
Nov‐07
Feb‐08
May‐08
Aug
‐08
Nov‐08
Feb‐09
May‐09
Aug
‐09
Nov‐09
Feb‐10
%
Malaysia
Korea
Filipina
Indonesia
9,000
9,500
10,000
10,500
11,000
11,500
12,000 ‐8000
‐6000
‐4000
‐2000
0
2000
4000
6000
Aug
‐08
Sep‐08
Oct‐08
Nov‐08
Dec‐08
Jan‐09
Feb‐09
Mar‐09
Apr‐09
May‐09
Jun‐09
Jul‐0
9Aug
‐09
Sep‐09
Oct‐09
Nov‐09
Dec‐09
Jan‐10
Feb‐10
Mar‐10
Apr‐10
May‐10
Jun‐10
Saham SUN SBI IDR/USD
USD Milion IDR/USD
4
Rincian masing‐masing kebijakan dapat dilihat pada Pokok‐Pokok Penjelasan Paket Kebijakan 16 Juni 2010.
1. Bagaimana keterkaitan Paket Kebijakan 16 Juni 2010 dengan Grand Design Penyempurnaan Operasi Moneter ?
Berbagai kebijakan yang tertuang dalam “Paket kebijakan 16 Juni” saling terkait satu sama lain dan merupakan bagian dari ‘Grand Design Penyempurnaan Operasi Moneter”(Diagram 4), yang secara umum diarahkan untuk mendorong pasar uang rupiah dapat berfungsi lebih baik (well functioning money market) sehingga meningkatkan peran pasar uang dalam transmisi kebijakan moneter.
Diagram 4 : Grand Design Penyempurnaan Operasi Moneter
Diagram 5 : Grand Design Penyempurnaan Operasi Moneter dan Kaitannya dengan Paket Kebijakan 16 Juni 2010
BI mulaimenerapkanInflation Targeting Framework dengan BI Rate sebagai signal kebijakanmoneter.
Penyempurnaan operasimoneter difokuskan kepadapersiapan implementasipenggunaan suku bunga PUAB o/n sebagai sasaranoperasional kebijakan moneter, melalui :
• penyempitan lebar koridorsuku bunga,
• perluasan eligible asset operasi moneter,
• pengaktifan fine tune operation
• perpanjangan tenor SBI dengan memunculkan tenor 6 bulan.
Penyempurnaan operasimoneter diarahkan untukmendorong well functioning money market sehinggameningkatkan peran pasar uangdalam transmisi kebijakanmoneter.
Hal ini dilakukan, antara lain melalui :
• Perpanjangan profil jatuh waktu SBI dan upaya‐upayamengaktifkan instrumen pasaruang lainnya terutama Repo.
• Perluasan basis investor dipasar uang.
2008 ‐ 2009 2010 ‐…2005
Beberapa Tujuan
Pelebaran koridor suku bunga PUAB O/N
Demand creation di pasar uang pada tenor pendek
Meningkatkan aktivitas instrumen pasar uang selain SBI
Mendukung perkembangan pasar keuangan khususnya obligasi
Penguatan manajemen moneter
Minimum One Month Holding Period (MHP) yang diberlakukanbagi : non residen& residen
Penyerapan likuiditas Dengan Instrumen Non‐securities (Term Deposit)
(BI berjangka waktu 9 dan 12 bulan
Triparti Repo (Repo SUN Pinjaman)
Terpeliharanya Kestabilan Makro
Paket Kebijakan Penguatan Manajemen Moneter dan Pengembangan Pasar Keuangan
5
2. Apakah kebijakan “pelebaran koridor suku bunga PUAB Overnight” dapat membantu pendalaman pasar uang ?
YA. Pelebaran koridor mendorong perbankan untuk tidak tergantung pada BI dalam mengelola kelebihan lilkuiditas jangka pendek. Selama ini, volume transaksi di pasar uang antar bank (PUAB) sangat rendah karena perbankan sangat tergantung pada BI untuk menempatkan likuiditas jangka pendek. Ini tercermin dari tingginya volume harian FASBI dan FTK yang jauh diatas volume PUAB (Grafik 5)
Dengan menjarangkan lelang SBI menjadi bulanan dari sebelumnya mingguan serta dilebarkannya koridor suku bunga PUAB O/N akan mendorong bank untuk terlebih dahulu bertransaksi di pasar uang antar bank, sebelum menempatkan kelebihan likuiditas ke BI melalui standing deposit facilities (BI Rate ‐ 100 bps) atau meminjam dari BI melalui standing lending facilities (BI Rate + 100 bps).
Sebelumnya, spread yang relatif sempit antara rate FASBI dengan BI Rate (50 bps) menjadi penyebab utama bank‐bank memelihara dana hariannya dalam volume yang jauh diatas kebutuhan hariannya (tercermin dari volume harian FASBI dan FTK, sekitar Rp 30 – 50 triliun) sehingga kurang optimal menciptakan demand creation di pasar uang antar bank yang volume hariannya masih sekitar Rp 10 triliun.
Grafik 5: Vol Harian FASBI, FTK dan PUAB Grafik 6: Koridor dan Suku Bunga PUAB Overnight (O/N)
3. Apakah kebijakan pelebaran koridor merepresentasikan stance kebijakan moneter BI yang melonggar (penurunan suku bunga) ?
TIDAK. Dalam operasi moneter, BI akan tetap melakukan fine tuning untuk menjaga agar suku bunga PUAB O/N tetap bergerak disekitar BI rate sebagai ‘policy rate’.
4. Apakah penambahan instrument moneter SBI 9 dan 12 Bulan dapat mendorong pendalaman pasar keuangan dan meningkatkan efektivitas kebijakan moneter?
YA. Penerbitan SBI dengan tenor yang lebih panjang (9 dan 12 bulan) akan memberikan ruang yang lebih besar pada BI dalam memperkuat manajemen moneter khususnya dalam mengendalikan kelebihan likuiditas yang sifatnya lebih permanen (struktural). Kebijakan ini sebagai kelanjutan dari
‐
20
40
60
80
100
120
02/01/2008
22/01/2008
11/02/2008
28/02/2008
19/03/2008
09/04/2008
28/04/2008
16/05/2008
05/06/2008
24/06/2008
11/07/2008
31/07/2008
20/08/2008
08/09/2008
25/09/2008
20/10/2008
06/11/2008
25/11/2008
15/12/2008
07/01/2009
27/01/2009
13/02/2009
04/03/2009
24/03/2009
15/04/2009
04/05/2009
22/05/2009
10/06/2009
29/06/2009
17/07/2009
06/08/2009
26/08/2009
14/09/2009
06/10/2009
23/10/2009
11/11/2009
01/12/2009
21/12/2009
11/01/2010
28/01/2010
16/02/2010
08/03/2010
26/03/2010
15/04/2010
04/05/2010
24/05/2010
Rp Triliun
PUAB FASBI + FTK
0
9
18
27
36
45
Feb/
00M
ei/0
0Se
p/00
Jan/
01M
ei/0
1Ag
ust/0
1D
es/0
1Ap
r/02
Jul/0
2N
op/0
2M
ar/0
3Ju
l/03
Okt
/03
Feb/
04Ju
n/04
Okt
/04
Feb/
05Ju
n/05
Sep/
05Ja
n/06
Mei
/06
Sep/
06D
es/0
6Ap
r/07
Agus
t/07
Nop
/07
Mar
/08
Jul/0
8N
op/0
8M
ar/0
9Ju
n/09
Okt
/09
Feb/
10Ju
n/10
% PUAB O/N Rate BI Rate FASBI O/N Repo Rate O/N
6
perpanjangan profil jatuh tempo (maturity profile) SBI 3 dan 6 bulan yang mulai diterapkan secara penuh bulan Juni 2010. Dengan penerbitan SBI 9 dan 12 bulan tersebut maka struktur maturitas SBI menjadi lengkap sampai dengan 1 tahun sehingga mendukung pendalaman pasar uang domestik baik melalui ketersediaan instrumen, struktur maturitas maupun pembentukan struktur suku bunga jangka pendek.
5. Apakah penambahan SBI 12 bulan akan menciptakan ‘crowding‐out’ di pasar uang khususnya terhadap SPN ?
TIDAK. Penerbitan SBI 12 bulan tidak dimaksudkan untuk menciptakan crowding‐out di pasar uang namun untuk pengayaan instrumen tenor terpanjang, sehingga dapat lebih efisien dalam mekanisme pembentukan harga.
Posisi SPN per 15 Juni 2010 adalah Rp27 triliun atau sekitar 10% dari total posisi SBI. Penerbitan SBI 12 bulan dapat berfungsi membantu dalam pembentukan harga (price discovery) apabila dalam masa krisis SPN tidak dapat diterbitkan karena pertimbangan yield yang terlalu tinggi atau tidak wajar (Grafik 8).
Dengan penjarangan lelang SBI, pelebaran koridor, dan penyerapan kelebihan likuiditas yang lebih permanen melalui SBI 6 dan 12 bulan akan mendorong peningkatan ‘demand creation’ di pasar uang pada tenor jangka pendek. Ini akan menjadikan pasar uang lebih berkembang, yang pada gilirannya dapat meningkatkan peran pasar uang dalam transmisi kebijakan moneter.
Grafik 7 : Outstanding SBI dan SPN Grafik 8 : Rata‐rata Suku Bunga SBI dan SPN di Pasar Primer
6. Mengapa BI memperkenalkan instrument “term deposit” ?
Term Deposit adalah instrumen pengelolaan likuiditas oleh Bank Indonesia tanpa underlying surat berharga, tidak dapat dipindah tangankan, namun dapat dicairkan sebelum jatuh tempo (early redemption) dengan persyaratan tertentu.
Bagi bank‐bank, instrumen ini dapat dipergunakan untuk keperluan manajemen likuiditas jangka pendeknya, di samping instrumen moneter yang selama ini telah disediakan oleh Bank Indonesia seperti transaksi FASBI dan repo. Instrumen term‐deposit ini akan disediakan oleh Bank Indonesia melalui mekanisme lelang. Untuk tahap awal akan diperkenalkan term deposit berjangka waktu 1
0
50
100
150
200
250
300
350
400
Jan-
07
Mar
-07
May
-07
Jul-0
7
Sep-
07
Nov-
07
Jan-
08
Mar
-08
May
-08
Jul-0
8
Sep-
08
Nov-
08
Jan-
09
Mar
-09
May
-09
Jul-0
9
Sep-
09
Nov-
09
Jan-
10
Mar
-10
May
-10
Rp TriliunPosisi SBI dan SPN
SPN SBI
6
7
8
9
10
11
12
13
Jan-
08Fe
b-08
Mar
-08
Apr
-08
May
-08
Jun-
08Ju
l-08
Aug
-08
Sep
-08
Oct
-08
Nov
-08
Dec
-08
Jan-
09Fe
b-09
Mar
-09
Apr
-09
May
-09
Jun-
09Ju
l-09
Aug
-09
Sep
-09
Oct
-09
Nov
-09
Dec
-09
Jan-
10Fe
b-10
Mar
-10
Apr
-10
May
-10
% RRT Suku Bunga SBI & SPN di Pasar Primer
SBI 1 Bln
SBI 6 Bln
SPN 12 Bln
SBI 3 Bln
7
bulan. Dengan demikian, apabila sebelum jatuh tempo 1 bulan bank memerlukan likuiditas yang mendesak, bank dapat melakukan early redemption dengan beberapa persyaratan tertentu.
Dengan tersedianya instrument term deposit, bank memiliki pilihan lain untuk menempatkan kelebihan likuiditas jangka pendek. Saat ini, komposisi instrumen moneter didominasi oleh instrumen SBI pada kisaran 80% (Grafik 9).
Grafik 9 : Komposisi Instrument Moneter : SBI dan Non‐SBI Grafik 10 : Yield Curve
7. Apa manfaat lain dengan beberapa instrument kebijakan tsb di atas ?
Suku bunga berdasarkan jangka waktu (term structure of interest rate) yang terbentuk melalui mekanisme pasar khususnya untuk tenor di bawah satu tahun akan semakin lengkap. Dalam konteks perumusan kebijakan moneter, ini akan memudahkan BI dalam menangkap perubahan ekspektasi pasar terhadap kondisi ekonomi dan inflasi ke depan. Pada gilirannya stance kebijakan moneter BI (keputusan BI Rate) juga dapat mempengaruhi ekspektasi inflasi dengan mencermati perubahan struktur suku bunga tsb (Grafik 10).
8. Apa tujuan BI memperkenalkan mekanisme “Triparty repo SBN” ?
Upaya pendalaman pasar keuangan sekaligus pengayaan instrument moneter juga akan ditempuh dengan mekanisme Triparty repo SBN. Selama ini, kepemilikan SBN oleh Dana Pensiun dan Asuransi sebagian besar dipegang hingga jatuh tempo. Tabel 1 memperlihatkan pangsa kepemilikan perusahaan asuransi dan dana pensiun dalam SBN masing‐masing mencapai 12.4% dan 6.0%, dengan pangsa volume transaksi (beli dan jual) sebesar 1.3% dan 0.9% dari total volume.”
Melalui mekanisme “Triparty Repo SBN” pengelolaan likuiditas oleh BI dilakukan melalui transaksi “reverse repo” dengan underlying asset SBN yang diperoleh dari pihak lain yang ditetapkan, antara lain Dana Pensiun dan Asuransi. Melalui mekanisme tsb, diharapkan peranan Lembaga Keuangan Bukan Bank (LKBB) dalam pasar Surat Berharga Negara (SBN) dapat meningkat sehingga mendukung pendalaman pasar keuangan domestik melalui perluasan basis investor domestic.
Grafik 11: Komposisi Total Transaksi Jual‐Beli SBN 1 Jan‐15 Jun 2010
Dalam rangka implementasi kebijakan ini, BI akan melakukan kerja sama dengan Pemerintah dan berbagai instansi/lembaga terkait untuk mempersiapkan berbagai ketentuan dan mekanisme yang diperlukan, dan diharapkan dapat mulai dilakukan pada tahun 2011
9. Mengapa BI menerapkan ketentuan “one month holding period” bagi pembeli SBI baik di pasar primer maupun pasar skunder?
Ketentuan ini akan memiliki beberapa manfaat dalam mendukung pendalaman pasar sekaligus memperkuat stabilitas makro :
a) Kepemilikan SBI maupun transaksinya di pasar sekunder dapat lebih berjangka panjang. b) Meningkatkan ketahanan kestabilan makro, karena dapat mencegah aliran modal yang keluar
secara tiba‐tiba dalam skala besar (large and sudden reversal) seperti pada saat krisis Oktober 2008 (Lehman Brorthers) dan Mei 2010 (Krisis Yunani) mengalami eskalasi (Grafik 12)
c) Mendukung pendalaman pasar keuangan secara keseluruhan, yaitu: ‐ Pendalaman pasar obligasi domestik melalui peningkatan porsi SBN dalam portofolio aset
individu perbankan, yang pada gilirannya akan meningkatkan volume transaksi di pasar sekunder SBN.
Kecenderungan shifting dari SBI ke SBN sudah terlihat dari yield SBN khususnya SPN (1 tahun) yang menurun tajam pada 23 Juni 2010 (Grafik 13)
‐ Mendorong pengembangan instrumen pasar uang (money market) lain, seperti Commercial Paper dan Promissory Notes yang perkembangannya sangat lambat dan ditengarai akibat begitu superiornya kedudukan SBI
Posisi Total Jual & Beli15‐Jun‐10 1 Jan ‐ 15 Jun'10
Komposisi Total Transaksi Jual dan Beli SBN1 Jan - 15 Jun 2010
9
Grafik 12 : Pelepasan SBI oleh investor Asing April‐Mei 2010
Grafik 13. Yield Curve
10. Bagaimana BI menyikapi arus modal portfolio asing, termasuk ke SBI?
BI perlu menyikapi lalu lintas modal portofolio asing secara cukup hati‐hati. Arus modal portfolio asing memiliki aspek positif dan negatif bagi perekonomian dan pasar keuangan domestik.
Apa aspek positifnya? Pertama, bagaimana pun arus modal portfolio termasuk yang ditanamkan ke SBI memiliki dampak positif. Misalnya, tidak selamanya pasokan dan permintaan devisa di dalam negeri berimbang. Dalam kondisi pasar mengalami kelebihan permintaan devisa karena meningkatnya kebutuhan impor (Grafik 14), pasokan devisa yang bersumber arus modal portfolio berperan menutup ekses permintaan devisa tsb (Grafik 15). Kedua, peningkatan arus masuk modal portofolio asing terutama sejak awal 2006 merepresentasikan “menguatnya persepsi positif internasional terhadap ekonomi Indonesia”.
Grafik 14. Impor Barang
Grafik 15 : Supply‐Deman Valas di Pasar
Apa aspek negatifnya? Terdapat bagian dari arus masuk modal portfolio tsb yang spekulatif (destabilizing) yang seringkali masuk dan keluar secara tiba‐tiba dalam skala besar (Grafik 12).
Oleh karenanya, BI berupaya menjaga agar aspek positif‐nya tetap terjaga, sementara meminimalkan aspek negatifnya.
TIDAK. Kebijakan ini mewajibkan pembeli SBI di pasar primer dan sekunder menahan SBI minimum 1 bulan dan dilarang menjual kembali SBI atau di‐repo (repurchase mechanism) kepihak lain sebelum satu bulan, berlaku baik bagi residen maupun non‐residen. Dengan demikian, tidak terdapat diskriminasi perlakuan antara residen dan non‐residen dalam hal kepemilikan SBI.
12. Bagaimana mekanisme transaksi pembelian SBI oleh pihak asing dan bagaimana ketentuan “one month minimum holding period” (MHP) diterapkan dalam mekanisme transaksi tsb ? BI akan mengeluarkan peraturan untuk “melarang” bank dan sub‐registry memfasilitasi transaksi yang bertentang dengan ketentuan one month minimum holding period. Dengan demikian, BI dapat menerapkan ketentuan baik terhadap setlement SBI (Ketentuan One Month Holding Period) maupun transfer rupiah (PBI No. 7/14/2005) atas transaksi yang dilakukan oleh non‐residen (Diagram 6) Diagram 6 : Contoh Mekanisme Transaksi Rupiah dan SBI : Non‐Residen dan Bank Domestik
Penjelasan Skema Transaksi :
a) Non‐Residen membeli SBI di pasar uang sekunder (money market) dari Bank Domestik B. b) Bank Domestik B melakukan settlement SBI dari Sub‐registri B ke Sub‐registri A
Non Residen
(NR)
Bank Domestik A
$
RP Economic Underlying ?
PBI : 7/14/2005
Vostro Acct NR
Bank Domestik B
Sub-Registry A
Buy SBI
Sell $ / Buy Rp
RP
ForexMarket
Money Market
Rekening NR di Bank Domestik A
SBI?
Sub-Registry BSBI
KetentuanMHP
KetentuanMHP
Rp
Rp
c
a
d
e
b
11
c) Non‐Residen (NR) menjual valas / membeli rupiah di pasar spot (forex market) ke bank Domestik A dengan ‘underlying’ SBI (PBI No. 7/14/2005 mengharuskan setiap transfer rupiah ke non‐residen disertai underlying)
d) Bank Domestik A membukukan rupiah pada rekening Vostro Account (Rp) untuk untung NR, harus dengan underlying (PBI No. 7/14/2005). Vostro account adalah rekening rupiah miliki NR di bank domestik
e) NR memerintahkan Bank A untuk melakukan transfer Rupiah dari Vostro Account ke Rekening Rupiah Bank Domestik B
13. Apakah bank yang memberli di pasar primer (lelang) dapat segera menjual ke non‐residen /
investor asing ? TIDAK. Bank domestik yang membeli SBI dari pasar primer harus menahan SBI selama 1 bulan, untuk selanjutnya dapat dijual ke pihak lain seperti non‐residen. Selanjutnya non‐residen harus menahan SBI yang diberli dari bank domestik tsb selama 1 bulan.
14. Apakah non‐residen dapat membeli SBI dengan transaksi forward (penyerahan) misalnya 1 bulan?
Non‐residen dapat membeli SBI dengan penyerahan forward misalnya 1 bulan, namun setelah tanggal penyerahan (forward) non‐residen harus menahan selama 1 bulan kemudian.
15. Apakah ketentuan “one month minimum holding period” (MHP) akan meminimalkan arus modal yang spekulatif?
YA. Dengan mewajibkan pembeli SBI menahan minimal 1 bulan (Diagram 7), maka investor asing yang memiliki perspektif sangat jangka pendek (spekulatif) terutama yang hanya mencari keuntungan dari fluktuasi nilai tukar (forex crarry trade) akan semakin berkurang. Dengan tertahannya modal pada SBI selama 1 bulan, maka investor asing harus memperhitungkan kerugian karena fluktuasi nilai tukar (Diagram 8).
Diagram 7 : One Month Minimum Holding Period
Diagram 8 : Minimum Holding : Aliran SBI dan Devisa
MinimumOne Month Holding
Minimum One Month Holding
1 2 30t
Entry Entry
Three Months SBI
PBI No. 7/14
Foreign Investor
SBI
SBI
One Month Locked‐in Period
Rp (+)
$(‐)
Spot
Rp (‐)
$(+)
Spot
DomesticBank
Rp
Rp
$
$
12
Grafik 16 : Komposisi Total Transaksi Jual dan Beli SBI 2009
Grafik 17 : Komposisi Total Transaksi Jual dan Beli SBI Jan‐Jun 2010
16. Bagaimana investor asing dapat melakukan lindung nilai dari risiko kurs (exchange rate risk) karena harus menahan SBI 1 bulan?
Pihak asing dilarang melakukan transaksi derivative untuk keperluan hedging atas pembelian SBI (lihat Penjelasan PBI N0. 7/14/2005 Pasal 12 Aayat 1)
17. Bagaimana BI dapat memastikan kepatuhan pelaku pasar terhadap kebijakan “one month minimum holding period”?
BI dapat mengawasi kepatuhan (compliancy) terhadap kebijakan ini karena memiliki seluruh data transaksi SBI baik di pasar primer (central registri) dan sekunder (sub‐registri). BI akan mengeluarkan peraturan untuk melarang bank dan sub‐registry untuk tidak bertransaksi dan memfasilitasi transaksi yang bertentangan dengan kebijakan 1 month holding period. Selain itu, BI melakukan on‐site supervision untuk memastikan kepatuhan pelaku pasar terhadap kebijakan ini. Jika terbukti melakukan pelanggaran, bank dan sub‐registry akan dikenakan sanksi sebagaimana yang akan diatur dalam ketentuan Bank Indonesia
(i) Tidak akan banyak berdampak kepada manajemen likuiditas perbankan domestic karena sekitar 97% posisi SBI milik perbankan adalah bersifat hold to maturity. Data menunjukkan sebagian besar pembelian SBI oleh perbankan domestik melalui pasar primer ditahan sampai jatuh tempo. Ini juga tercermin dari prilaku perbankan yang selalu me‐rollover SBI yang jatuh tempo (Grafik 18). Sementara itu, jumlah likuiditas yang diperlukan perbankan untuk berjaga‐jaga relatif kecil. Hal ini tercermin dari dari posisi FASBI yang jauh lebih kecil relatif dibandingkan posisi SBI (Grafik 19).
(ii) Tidak akan banyak berdampak pada pasar repo di antara pelaku pasar dari sisi ketersediaan aset underlying, karena lebih dari 95% underlying transaksi repo tersebut adalah menggunakan
Bank53%
SR-Residen10%
SR-Non Residen
37%
Komposisi Total Transaksi Jual dan Beli SBI2009
Bank61%
SR-Residen3%
SR-Non Residen
36%
Komposisi Total Transaksi Jual dan Beli SBI1 Jan - 15 Jun 2010
13
SBN (Grafik 20). SBI cenderung dipergunakan oleh perbankan sebagai underlying repo pada transaksi repo dengan BI (Grafik 21).
Grafik 18. Profil Lelang SBI
Grafik 19. Perkembangan Posisi FASBI
Grafik 20 : Rata‐rata harian Volume Repo SBI dan SBN antar Pelaku Pasar
Grafik 21 : Rata‐rata harian Volume Repo SBI dan SBN antar Pelaku Pasar dan BI
.
19. Mengapa BI merevisi ketentuan Posisi Devisa Neto (PDN) Bank ?
Ketentuan posisi devisa neto (PDN) ON Balance Sheet yang sebelumnya dibatasi 20% dari modal dihapuskan, sementara PDN OVERALL (ON plus OFF Balance Sheet) tetap maksimal 20%.
Dengan dihapuskannya batasan ON Balance Sheet akan memberikan beberapa manfaat, antara lain:
a) Devisa milik perbankan yang bersumber dari simpanan Dana Pihak Ketiga (DPK Valas) dapat lebih dimanfaatkan di pasar keuangan dalam negeri. Bank selama ini lebih banyak menempatkan devisa khususnya dalam instrument call money di pasar uang luar negeri (Grafik 22)
Grafik 22: Perkembangan Foreign Asset Bank Grafik 23 : Volume Transaksi Valas Spot (IDR/USD)
Bank‐bank yang memiliki kelebihan valas namun kekurangan rupiah memiliki opsi dalam pendanaan (funding) rupiah, dengan masuk ke transaksi swap beli (sell $ spot, buy $ forward).
Bank‐bank yang memiliki kelebihan rupiah namun kekurangan valas dapat memiliki opsi untuk funding valas melalui transaksi swap jual (buy $ spot, sell $ forward) dengan ongkos yang lebih murah, yang selama ini tergantung pada DPK valas dengan bunga yang sangat tinggi.
b) Mendorong pengembangan instrument lindung nilai
Bank memiliki ruang gerak (dua arah) yang lebih besar untuk memfasilitas kebutuhan lindung nilai nasabah. (Lampiran : Contoh Perhitungan PDN terkait Trasaksi Lindung Nilai).
c) Menurunkan suku bunga valas di dalam negeri
Dengan semakin berkembangan transaksi swap sebagai sumber pendanaan valas dapat menurunkan suku bunga valas di dalam negeri, karena bank memiliki alternatif lain selain DPK Valas.
20. Dengan dihapuskannya batasan PDN ON Balance Sheet, apakah tidak dikhawatirkan akan memberikan peluang spekulasi di pasar valas ?
Penyempurnaan ketentuan PDN ini tetap mengedepankan aspek prudential. Batasan OVERALL Balance Sheet sebesar 20% diberlakukan setiap 30 menit, dan akan disertai dengan monitoring dan pengawasan (on/off site supervision) yang ketat terhadap transaksi devisa perbankan.
Lampiran :
Contoh Perhitungan PDN dalam rangka memfasilitas lindung nilai (hedging) investor asing