DIAGNOSISPada bayi harus dipikirkan kemungkinan adanya penyakit
ricketsia bila ditemukan konvulsi, tetani, iritabilitas atau
gangguan perkembangan fisik dan mental pada bayi. Pada anak yang
sudah berjalan, penyakit ricketsia dipikirkan bila terdapat
deformitas pada anggota gerak bawah (seperti genu valgum, genu
varus, deformitas torsional) dan ukuran tubuh yang kecil (cebol).
Diangnosa riketsia didasarkan pada riwayat asupan vitamin D yang
tidak cukup pada pengamatan klinik, diperkuat secara kimia dan
pemeriksaan roentgenografi. kadar kalsium di bawah 4 mg/dl, dan
alkali pospatase serum naik. kadar urin AMP siklik naik dan kadar
25-hidroliksikole kalsiumkalsiverum serum menurun. Diagnosis
penyakit ditegakkan berdasarkan :1. Gambaran klinisTerdapat
pembengkakan pada lokasi lempeng epifisis khususnya bagian distal
radius dan sendi kostokondral yang dikenal sebagai rosary rachitis.
2. Perubahan RoentgenografiRoentgenografi pergelangan tangan paling
baik untuk diagnosis awal karena perubahan-perubahan khas ulna dan
radius terjadi pada stadium awal. Ujung distal tampak melebar,
konkaf (melengkung) dan berjumbai, berbeda dengan ujung agak
konveks yang secara normal berbatas tegas. Jarak dari ujung distal
ulna dan radius ke tulang metacarpal bertambah karena metafisis
ricketsia luas, yang tidak terkalsifikasi, tidak tampak pada
roentgenogram. Kepadatan pada batang mengurang, tetapi trabekula
secara luar biasa menojol.Penyembuhan awal ditunjukkan oleh
penampakkan garis persiapan kalsifikasi. Garis ini dipisah dari
ujung distal batang oleh daerah dengan kalsifikasi mengurang,
daerah jaringan osteoid. Ketika kemajuan penyembuhan dan jaringan
osteoid menjadi mengapur, batang tumbuh kearah garis persiapan
kalsifikasi sampai bersatu.Gambaran yang spesifik pada foto rontgen
adalah adanya gambaran radiolusen yang luas pada lempeng epifisis
(karena tidak terjadi kalsifikasi pada tulang rawan pra-ossesus)
dan juga terlihat rarefaksi tulang yang bersifat umum. Foto genu
dextra dan sinistra, AP dan lateral, kondisi cukup, hasil:Tampak
gambaran porotik pada sistema tulang dengan trabekulasi
tulangtampak kasar dan jarang. Tampak cortex tulang menipis.Tampak
pelebaran lempeng epifisis pada femur dan tibia bilateral.
Tampakmetafisis dengan gambaran cupping, fraying dan
splaying.Tampak fraktur dengan callus (+) di os fibula dextra pars
tertia media, cumangulationem.
3. Pemeriksaan TambahanPemeriksaan tambahan yang dapat dilakukan
adalah pemeriksaan kadar kalsium dan alkalin fosfatase dalam darah.
Dapat ditemukan bahwa kadar kalsium pada penderita ricketsia adalah
dibawah normal, sedangkan kadar alkalin fosfatase biasanya
meningkat.
Diagnosis banding Terdapat beberapa kelainan yang mempunyai
kemiripan dengan rickets berdasarkan gambaran radiologis. Diagnosis
banding rickets yang dibahas berikut ini adalah osteogenesis
imperfekta, non accidental injury, dan skurvi.1. Osteogenesis
imperfektaOsteogenesis imperfekta merupakan kelainan kongenital
yang relatif jarang, dan bermanifestasi sebagai peningkatan
fragilitas tulang dan osteoporosis, juga dengan kelainan gigi,
sendi serta kulit yang tipis. Kelainan ini terjadi karena
abnormalitas kolagen tipe I, sehingga terdapat kelainan pada
sklera, kornea, sendi dan kulit. Terdapat empat tipe osteogenesis
imperfekta yang didasarkan pada gangguan kolagen spesifik yang
terjadi.Tipe 1 merupakan tipe yang paling sering terjadi, dengan
pewarisan autosomal dominan. Tipe I ditandai dengan fraktur dengan
derajat keparahan yang bervariasi, namun fragilitas tulang
cenderung ringan dan tinggi badan sedikit berkurang. Tipe I ini
dibagi menjaditipe IA dan IB. Tipe IA mempunyai gambaran gigi yang
normal, dengan perubahan tulang ringan. Pada tipe IB terdapat
dentinogenesis imperfekta dan perubahan tulang yang lebih berat.
Osteoporosis terjadi dengan penipisan korteks dengan gambaran
tulang panjang yang melengkung, tipis dan langsing. Sebagian besar
fraktur terjadi dimasa kanak-kanak. Terdapat pula gambaran wormian
bones pada cranium. Tipe 1 ini terdiri dari kasus yang dahulu
diklasifikasikan sebagai osteogenesis imperfecta tarda. Tipe 2 dan
3 ditandai dengan keterlibatan tulang yang parah serta survival
yang rendah. Tipe ini kemungkinan dahulu diklasifikasikan sebagai
osteogenesis kongenita. Pasien dengan tipe 2 dan 3 ini mempunyai
sklera biru dan mengalami fraktur saat lahir atau dalam kandungan.
Pasien dengan tipe 4 mempunyai sklera yang normal dan temuan pada
tulang yang bervariasi. Pada keempat tipe osteogenesis imperfekta
ini, bowing pada tulang panjang disebabkan oleh osteoporosis dan
fraktur multipel. Sebagian besar fraktur pada tulang panjang
melibatkan diafisis atau regio metadiafisis. Pada kasus yang
jarang, dapat dijumpai fragmen metafisis kecil dengan pola corner
fracture. 2. Non accidental injury (NAI)Non accidental injury (NAI)
disebut juga sebagai Child abuse, battered child syndrome, shaken
baby syndrome dan sebagainya. Trauma tulang merupakan temuan yang
paling sering dijumpai pada studi pencitraan anak dengan NAI. Pola
trauma skeletal meliputi subperiosteal new bone formation, fraktur
metafisis atau classic metaphyseal lesion (CML), pemisahan
epifisis, dan fraktur pada diafisis.Temuan pada tulang yang paling
sering berhubungan dengan NAI yaitu classic metaphyseal lesion
(CML), yang disebut juga metaphyseal corner fracture dan bucket
handle fracture. CML terjadi pada sekitar 20% kasus fraktur akibat
NAI dan biasanya dijumpai multipel. Faktur ini lebih sering terjadi
pada ekstremitas bawah dan paling sering dijumpai di sekitar lutut.
Secara patologis fraktur meluas mendatar melalui spongiosa primer.
Fraktur dapat meluas parsial atau komplit menyeberangi metafisis.
Fraktur seperti ini paling sering terjadi pada femur distal, tibia
dan fibula proksimal dan distal, humerus proksimal, serta lebih
jarang dijumpai pada siku, pergelangan tangan, femur proksimal.
Fraktur terjadi dengan torsi dan traksi ekstremitas yang terjadi
karena bayi direbut di lengan atau kaki. Fraktur juga dapat terjadi
setelah akselerasi dan deselerasi ekstremitas yang tiba-tiba karena
bayi diguncangkan dengan hebat dan direbut di thorax. Fraktur
terjadi pada thorax bayi, terutama pada costa posterior.Terdapat
temuan-temuan pada NAI yang mempunyai spesifisitas tinggi, sedang
dan rendah, yang dapat membantu menyingkirkan adanya NAI. Temuan
dengan spesifisitas yang tinggi diantaranya adalah classic
metaphyseal lesion, fraktur costa terutama aspek posterior, fraktur
yang tidak biasa, misalnya pada vertebra, acromion. Temuan dengan
spesifisitas sedang diantaranya adalah fraktur multiple terutama
fraktur bilateral, fraktur multipel dengan waktu terbentuknya yang
berbeda-beda, fraktur pada jari terutama pada anak yang belum bisa
berjalan/merangkak, serta fraktur cranium kompleks. Sedangkan
temuan dengan spesifisitas yang rendah diantaranya adalah
subperiosteal new bone formation, fraktur clavicula, fraktur pada
corpus tulang panjang, dan fraktur cranium linear.
Gambaran non accidental injury. Gambar A dan B memperlihatkan
classicmetaphyseal lesions (CML), yang disertai gambaran
pembentukan periosteal tulang barudengan derajat maturitas yang
berbeda-beda, mencerminkan fraktur multipel denganumur yang berbeda
pula. Gambar C memperlihatkan fraktur costa posterior. Garis
frakturtidak terlihat, namun bentukan kalus mengindikasikan adanya
fraktur. Gambar Dmemperlihatkan fraktur cranium multipel.
3. SkurviSkurvi disebabkan oleh defisiensi vitamin C atau asam
askorbat, biasanya terkait diet. Pada kelainan ini terjadi gangguan
jaringan ikat untuk menghasilkan kolagen sehingga terdapat defek
produksi osteoid oleh osteoblas dan berkurangnya ossifikasi
endokhondral tulang. Kelainan ini banyak diderita secara khas pada
bayi berusia 6 bulan hingga 9 bulan dan jarang diderita pada bayi
berusia kurang dari 6 bulan karena masih terdapat cadangan vitamin
C pada bayi.Tulang pada kelainan skurvi biasanya tampak osteopenik
difus, dengan batas yang relatif hiperdens (white lines of scurvy)
dimana mineralisasi osteoid berlanjut. Secara radiografis terdapat
empat tanda karakteristik pada skurvi, yaitu: 1) epifisis tampak
kecil, dan dibatasidengan tegas oleh rim sklerotik atau Wimberger
sign; 2) zona kalsifikasi provisional pada metafisis yang bertumbuh
menjadi tampak opak, yang memberikan gambaran garis putih atau
Frankels line; 3) dibawah lesi tersebut terdapat zona lusen yang
disebabkan kekurangan mineralisasi osteoid yang disebut sebagai
Trumerfeld zone; 4) karena kelemahan pada area ini, maka akan
cenderung terjadi fraktur pada batas korteks, yang memberikan
gambaran Pelkans spur. Terdapat pula perdarahan subperiosteal yang
disebabkan fragilitas kapiler. Akibatnya terjadi gambaran
peninggian periosteal dan pembentukan tulang baru berikutnya.
Daftar pustaka Sjamsuhidayat, R, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar
Ilmu Bedah Edisi 2. Jakarta :
EGCAnonim:https://www.med.unc.edu/tarc/events/event-files/Osteomalacia%20and%20Rickets.pdf
diakses pada tanggal 19 maret
2015http://xa.yimg.com/kq/groups/81481944/1594391148/name/LAPSUS+RICKETS+TRIANA+DYAH.pdf
diakses pada tanggal 19 maret 2015