DEMOKRASI PENDIDIKANA. Pengertian Demokrasi PendidikanPendidikan
yang demokratik adalah pendidikan yang memberikan kesempatan yang
sama kepada setiap anak untuk mendapatkan pendidikan di sekolah
sesuai dengan kemampuannya. Pengertian demokratik di sini mencakup
arti baik secara horizontal maupun vertikal.Maksud demokrasi secara
horizontal adalah bahwa setiap anak, tidak ada kecualinya,
mendapatkan kesempatan yang sama untuk menikmati pendidikan
sekolah. Hal ini tercermin pada UUD 1945 pasal 31 ayat 1 yaitu :
Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran. Sementara itu,
demokrasi secara vertikal ialah bahwa setiap anak mendapat
kesempatan yang sama untuk mencapai tingkat pendidikan sekolah yang
setinggi-tingginya sesuai dengan kemampuannya.Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia, demokrasi diartikan sebagai gagasan atau
pandangan hidup yang mengutamakan persamaan hak dan kewajiban serta
perlakuan yang sama bagi semua warga negara. Dalam pendidikan,
demokrasi ditunjukkan dengan pemusatan perhatian serta usaha pada
si anak didik dalam keadaan sewajarnya (intelegensi, kesehatan,
keadaan sosial, dan sebagainya). Di kalangan Taman Siswa dianut
sikap tutwuri handayani, suatu sikap demokratis yang mengakui hak
si anak untuk tumbuh dan berkembang menurut kodratnya.Dengan
demikian, tampaknya demokrasi pendidikan merupakan pandangan hidup
yang mengutarakan persamaan hak dan kewajiban serta perlakuan yang
sama di dalam berlangsungnya proses pendidikan antara pendidik dan
anak didik, serta juga dengan pengelola pendidikan.Sedangkan
demokrasi pendidikan dalam pengertian yang luas mengandung tiga hal
yaitu :1. Rasa hormat terhadap harkat sesama manusiaDemokrasi pada
prinsip ini dianggap sebagai pilar pertama untuk menjamin
persaudaraan hak manusia dengan tidak memandang jenis kelamin,
umur, warna kulit, agama dan bangsa. Dalam pendidikan, nilai-nilai
inilah yang ditanamkan dengan memandang perbedaan antara satu
dengan yang lainnya baik hubungan antara sesama peserta didik atau
hubungan dengan gurunya yang saling menghargai dan menghormati.2.
Setiap manusia memiliki perubahan ke arah pikiran yang sehatDari
prinsip inilah timbul pandangan bahwa manusia itu harus dididik,
karena dengan pendidikan itu manusia akan berubah dan berkembang ke
arah yang lebih sehat, baik dan sempurna. Oleh karena itu, sekolah
sebagai lembaga pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kemampuan
anak didik untuk berpikir dan memecahkan persoalan-persoalannya
sendiri secara teratur, sistematis dan komprehensif serta kritis
sehingga anak didik memiliki wawasan, kemampuan dan kesempatan yang
luas.3. Rela berbakti untuk kepentingan dan kesejahteraan
bersamaDalam konteks ini, pengertian demokrasi tidaklah dibatasi
oleh kepentingan individu-individu lain. Dengan kata lain,
seseorang menjadi bebas karena orang lain menghormati
kepentingannya. Oleh sebab itu, tidak ada seseorang yang karena
kebebasannya berbuat sesuka hatinya sehingga merusak kebebasan
orang lain atau kebebasannya sendiri.Kesejahteraan dan kebahagiaan
hanya tercapai bila setiap warga negara atau anggota masyarakat
dapat mengembangkan tenaga atau pikirannya untuk memanjukan
kepentingan bersama karena kebersamaan dan kerjasama inilah pilar
penyangga demokrasi. Berkenaan dengan itulah maka bagi setiap warga
negara diperlukan hal-hal sebagai berikut :1. pengetahuan yang
cukup tentang masalah-masalah kewarganegaraan (civic),
ketatanegaraan, kemasyarakatan, soal-soal pemerintahan yang
penting;2. suatu keinsyafan dan kesanggupan semangat menjalankan
tugasnya dengan mendahulukan kepentingan negara atau masyarakat
daripada kepentingan sendiri;3. suatu keinsyafan dan kesanggupan
memberantas kecurangan-kecurangan dan perbuatan-perbuatan yang
menghalangi kemajuan dan kemakmuran masyarakat dan pemerintah.
B. Prinsip-prinsip demokrasi dalam pendidikanDalam setiap
pelaksanaan pendidikan selalu terkait dengan masalah-masalah antara
lain :1. Hak asasi setiap warga negara untuk memperoleh
pendidikan2. Kesempatan yang sama bagi warga negara untuk
memperoleh pendidikan3. Hak dan kesempatan atas dasar kemampuan
merekaDari prinsip-prinsip di atas dapat dipahami bahwa ide dan
nilai demokrasi pendidikan itu sangat banyak dipengaruhi oleh alam
pikiran, sifat dan jenis masyarakat dimana mereka berada, karena
dalam realitasnya bahwa pengembangan demokrasi pendidikan itu akan
banyak dipengaruhi oleh latar belakang kehidupan dan penghidupan
masyarakat. Misalnya masyarakat agraris akan berbeda dengan
masyarakat metropolitan dan modern, dan sebagainya.Apabila yang
dikemukakan tersebut dikaitkan dengan prinsip-prinsip demokrasi
pendidikan yang telah diungkapkan, tampaknya ada beberapa butir
penting yang harus diketahui dan diperhatikan,diantaranya :1.
Keadilan dalam pemerataan kesempatan belajar bagi semua warga
negara dengan cara adanya pembuktian kesetiaan dan konsisten pada
sistem politik yang ada;2. Dalam upaya pembentukan karakter bangsa
sebagai bangsa yang baik;3. Memiliki suatu ikatan yang erat dengan
cita-cita nasional.4. Dalam bidang pendidikan cita-cita demokrasi
yang akan dikembangkan dengan tidak meninggalkan cita-cita dan
kondisi masyarakat yang ada melalui proses vertikal dan
horizontal.Sedangkan pengembangan demokrasi pendidikan yang
berorientasi pada cita-cita dan nilai demokrasi, akan selalu
memperhatikan prinsip-prinsip berikut ini :1. Menjunjung tinggi
harkat dan martabat manusia sesuai dengan nilai-nilai luhurnya2.
Wajib menghormati dan melindungi hak asasi manusia yang bermartabat
dan berbudi pekerti luhur3. Mengusahakan suatu pemenuhan hak setiap
warga negara untuk memperoleh pendidikan dan pengajaran nasional
dengan memanfaatkan kemampuan pribadinya, dalam rangka
mengembangkan kreasinya ke arah perkembangan dan kemajuan iptek
tanpa merugikan pihak lain.C. Demokrasi pendidikan di
IndonesiaSebenarnya bangsa Indonesia telah menganut dan
mengembangkan asas demokrasi dalam pendidikan sejak
diproklamasikannya kemerdekaan hingga sekarang. Hal ini terdapat
dalam :1. UUD 1945 pasal 31 ayat 1 dan 2.1. Tiap-tiap warga negara
berhak mendapatkan pengajaran.2. pemerintah mengusahakan dan
menyelenggarakan satu system pengajaran nasional yang diatur oleh
Undang-Undang2. Undang Undang Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 5, 6, 7 dan pasal 8 ayat
1, 2 dan ayat 3.Hak warga negara untuk memperoleh pendidikan
terdapat pada:
* Pasal 5: Setiap warga negara mempunyai hak yang sama untuk
memperoleh pendidikan* Pasal 6: Setiap warga negara berhak atas
kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengikuti pendidikan agar
memperoleh pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan yang
sekurang-kurangnya setara dengan pengetahuan dan keterampilan
tamatan pendidikan dasar.* Pasal 7: Penerimaan seseorang sebagai
peserta didik dalam suatu satuan pendidikan diselenggarakan dengan
tidak membedakan jenis kelamin, agama, suku, ras kedudukan social
dan tingkat kemampuan ekonomi.* Pasal 8: 1. Warga negara yang
mempunyai kelainan fisik dan mental berhak memperoleh pendidikan
yang luar biasa
2. Warga negara yang memiliki kemampuan dan kecerdasan yang luar
biasa berhak memperoleh perhatian khusus
3. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana yang dimagsud pada ayat (1)
dan ayat (2) ditetapkan dengan peraturan pemerintah3. Garis-garis
Besar Haluan Negara di Sektor Pendidikan.D. KONSEP DASAR
SENTRALISASI PENDIDIKANSentralisasi adalah seluruh wewenang
terpusat pada pemerintah pusat. Daerah tinggal menunggu instruksi
dari pusat untuk melaksanakan kebijakan-kebijakan yang telah
digariskan menurut UU. Menurut ekonomi manajemen sentralisasi
adalah memusatkan semua wewenang kepada sejumlah kecil manager atau
yang berada di suatu puncak pada sebuah struktur organisasi.
Sentralisasi banyak digunakan pemerintah sebelum otonomi daerah.
Kelemahan sistem sentralisasi adalah dimana sebuah kebijakan dan
keputusan pemerintah daerah dihasilkan oleh orang-orang yang berada
di pemerintah pusat sehingga waktu untuk memutuskan suatu hal
menjadi lebih lama.Dalam era reformasi deawasa ini, diberlakukan
kebijakan otonomi yang seluas-luasnya dalam bingkai Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Otonomi daerah merupakan distribusi
kekuasaan secara vertikal. Distribusi kekuasan itu dari pemerintah
pusat ke daerah, termasuk kekuasaan dalam bidang pendidikan. Dalam
pelaksanaan otonomi daerah di bidang pendidikan tampak masih
menghadapi berbagai masalah. Masalah itu diantaranya tampak pada
kebijakan pendidikan yang tidak sejalan dengan prinsip otonomi
daerah dan masalah kurang adanya koordinasi dan sinkronisasi.
Kondisi yang demikian dapat menghadirkan beberapa hal, seperti :
kesulitan pemerintah pusat untuk mengendalikan pendidikan di
daerah; daerah tidak dapat mengembangkan pendidikan yang sesuai
dengan potensinya. Apabila hal ini dibiarkan berbagai akibat yang
tidak diinginkan bisa muncul. Misalnya, kembali pada kebijakan
pendidikan yang sentralistis, tetapi sangat dimungkinkan juga
daerah membuat kebijakan pendidikan yang dianggapnya paling tepat
meskipun sebenarnya bersebrangan dengan kebijakan pusat.Kalau hal
ini terjadi maka konflik antara pemerintah pusat dan pemerintah
daerah sulit dihindari. Dalam sejarah konflik kepentingan pusat dan
daerah memicu terjadinya upaya upaya pemisahan diri yang tentunya
mengancam disintegrasi bangsa.Dengan perkataan lain apabila
kebijakan pendidikan dalam konteks otonomi daerah tidak dilakukan
upaya sinkronisasi dan koordinasi dengan baik, tidak mustahil
otonomi tersebut dapat mengarah pada disintegrasi bangsa. Dalam
kondisi demikian diperlukan cara bagaimana agar kebijakan
pendidikan di daerah dengan pusat ada sinkronisasi dan koordinasi.
Juga perlu diusahakan secara sistematis untuk membina generasi muda
untuk tetap memiliki komitmen yang kuat dibawah naungan NKRI.
Masalah sinkronisasi dan koordinasi kebiajakan pendidikan dan upaya
membina generasi muda yang berorientasi memperkuat integrasi bangsa
menjadi fokus dalam makalahE. KEKUATAN DAN KELEMAHAN SENTRALISASI
PENDIDIKANIndonesia sebagai negara berkembang dengan berbagai
kesamaan ciri sosial budayanya, juga mengikuti sistem sentralistik
yang telah lama dikembangkan pada negara berkembang. Konsekuensinya
penyelenggaraan pendidikan di Indonesia serba seragam, seba
keputusan dari atas, seperti kurikulum yang seragam tanpa melihat
tingkat relevansinya bai kehidupan anak dan
lingkungannya.Konsekuensinya,posisi dan peran siswa cenderung
dijadikan sebagai objek agar yang memiliki peluang untuk
mengembangkan kreatifitas dan minatnya sesuai dengan talenta yang
dimilikinya. Dengan adanya sentralisasi pendidikan telah melahirkan
berbagai fenomena yang memperhatikan seperti :1. Totaliterisme
penyelenggaraan pendidikan2. Keseragaman manajemen, sejak dalam
aspek perencanaan, pengelolaan, evaluasi, hingga model pengembangan
sekolah dan pembelajaran.3. Keseragaman pola pembudayaan
masyarakat4. Melemahnya kebudayaan daerah5. Kualitas manusia yang
robotic, tanpa inisiatif dan kreatifitas.Dengan demikian, sebagai
dampak sistem pendidikan sentralistik, maka upaya mewujudkan
pendidikan yang dapat melahirkan sosok manusia yang memiliki
kebebasan berpikir, mampu memecahkan masalah secara mandiri,
bekerja dan hidup dalam kelompok kreatif penuh inisiatif dan
impati, memeliki keterampilan interpersonal yang memadai sebagai
bekal masyarakat menjadi sangat sulit untuk di wujudkan.F. KONSEP
DASAR DESENTRALISASI PENDIDIKANDesentralisasi di Indonesia sudah
ada cukup lama, dimulai sejak tahun 1973, yaitu sejak
diterbitkannya UU no. 5 tahun 1973 tentang pokok-pokok pemerintahan
daerah otonomi dan pokok-pokok penyelenggaraan pemerintahan yang
menjadi tugas pusat dan daerah. Dan terdapat pula pada PP No. 45
tahun 1992 dan dikuatkan lagi melalui PP No. 8 tahun 1995.Menurut
UU No.22, desentralisasi dikonsepsikan sebagai penyerahan wewenang
yang disertai tanggung jawab pemerintah oleh pemerintah pusat
kepada daerah otonom.Beberapa alasan yang mendasari perlunya
desentralisasi :1. Mendorong terjadinya partisipasi dari bawah
secara lebih luas.2. Mengakomodasi terwujudnya prinsip demokrasi.3.
Mengurangi biaya akibat alur birokrasi yang panjang sehinmgga dapat
meningkatkan efisiensi.4. Memberi peluang untuk memanfaatkan
potensi daerah secara optimal.5. Mengakomodasi kepentingan
poloitik.6. Mendorong peningkatan kualitas produk yang lebih
kompetitif.
Desentralisasi Community Based Education mengisyaratkan
terjadinya perubahan kewenangan dalam pemerintah antara lain :1.
Perubahan berkaitan dengan urusan yang tidak diatur oleh pemerintah
pusat, secara otomatis menjadi tangung jawab pemerintah daerah,
termasuk dalam pengelolaan pendidikan.2. Perubahan berkenaan dengan
desentralisasi pengelolaan pendidikan.dalam hal ini pelempahan
wewenang dalam pengelolaan pendidikandan pemerintah pusat kedaerah
otonom, yang menempatkan kabupaten / kota sebagai sentra
desentralisasi.Desentralisasi adalah pendelegasian wewenang dalam
membuat keputusan dan kebijakan kepada orang-orang pada level bawah
( daerah ). Pada sistem pendidikan yang terbaru tidak lagi
menerapkan sistem pendidikan sentralisasi, melainkan sistem otonomi
daerah atau otda yang memberikan wewenang kepada pemerintah daerah
untuk mengambil kebijakan yang tadinya diputuskan seluruhnya oleh
pemerintah pusat. Kelebihan sistem ini adalah sebagian keputusan
dan kebijakan yang ada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa
campur tangan pemerintah pusat. Namun kekurangan dari sistem ini
adalah pada daerah khusus, euforia yang berlebihan dimana wewenang
itu hanya menguntungkan pihak tertentu atau golongan serta
dipergunakan untuk mengeruk keuntungan para oknum atau pribadi.Hal
ini terjadi karena sulit dikontrol oleh pemerinah
pusat.Desentralisasi pendidikan suatu keharusan Rontoknya
nilai-nilai otokrasi Orde Baru telah melahirkan suatu visi yang
baru mengenai kehidupan masyrakat yang lebih sejahtera ialah
pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia, hak politik, dan hak
asasi masyarakat (civil rights). Kita ingin membangun suatu
masyarakat baru yaitu masyarakat demokrasi yang mengakui akan
kebebasan individu yang bertanggungjawab. Pada masa orde baru
hak-hak tersebut dirampas oleh pemerintah.Keadaan ini telah
melahirkan suatu pemerintah yang tersebut dan otoriter sehingga
tidak mengakui akan hak-hak daerah. Kekayaan nasional, kekayaan
daerah telah dieksploitasi untuk kepentingan segelintir elite
politik. Kejadian yang terjadi berpuluh tahun telah melahirkan
suatu rasa curiga dan sikap tidak percaya kepada pemerintah.
Lahirlah gerakan separtisme yang ingin memisahkan diri dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, desentralisasi atau
otonomi daerah merupakan salah satu tuntutan era reformasi.
Termasuk di dalam tuntutan otonomi daerah ialah desentralisasi
pendidikan nasional.Ada tiga hal yang berkaitan dengan urgensi
desentralisasi pendidikan yaitu pembangunan masyarakat demokrasi,
pengembangan sosial capital, dan peningkatan daya saing bangsa (
H.A.R Tialar, 2002).1. Masyarakat DemokrasiMasyarakat demokrasi
atau dalam khasanah bahasa kita namakan masyarakat madani (civil
society) adalah suatu masyarakat yang antara lain mengakui hak-hak
asasi manusia. Masyarakat madani adalah suatu masyarakat yang
terbuka dimana setiap anggotanya merupakan pribadi yang bebas dan
mempunyai tanggung jawab untuk membangun masyarakatnya sendiri.
Pemerintah dalam masyrakat madani adalah pemerintahan yang dipilih
oleh rakyat dan untuk kepentingan rakyat sendiri. Masyarakat
demokrasi memerlukan suatu pemerintah yang bersih (good and clean
governance).
2. Pengembangan Social Capital
Para ahli ekonomi seperti Amartya Sen, pemenang Nobel Ekonomi
tahun 1998, menekankan kepada nilai-nilai demokrasi sebagai bentuk
social capital yang menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi dan
kehidupan yang lebih manusiawi. Demokrasi sebagai social capital
hanya bias diraih dan dikembangkan melalui proses pendidikan yang
menghormati nilai-nilai demokrasi tersebut. Suatu proses belajar
yang tidak menghargai akan kebebassan berpikir kritis tidak mungkin
menghidupkan nilai-nilai demokrasi sebagai social capital suatu
bangsa.Sistem pendidikan yang sentralistik yang mematikan kemampuan
berinovasi tentunya tidak sesuai dengan pengembangan suatu
masyarakat demokrasi terbuka. Oleh sebab itu, desntralisasi
pendidikan berarti lebih mendekatkan proses pendidikan kepada
rakyat sebagai pemilik pendidikan itu sendiri. Rakyat harus
berpartisipasi di dalam pembentukan social capital tersebut. Ikut
sertanya rakyat di dalam penyelenggaraan pendidikan dalam suatu
masyarakat demokrasi berarti pula rakyat ikut membina lahirnya
social capital dari suatu bangsa.
3. Pengembangan Daya SaingDi dalam suatu masyarakat demokratis
setiap anggotanya dituntut partisipasi yang optimal dalam
pengembangan kehidupan pribadi dan masyarakatnya. Di dalam
kehidupan bersama tersebut diperlukan kemampuan daya saing yang
tinggi di dalam kerja sama. Di dalam suatu masyarakat yang otoriter
dan statis, daya saing tidak mempunyai tempat. Oleh sebab itu,
masyarakat akan sangat lamban perkembangannya. Masyarakat bergerak
dengan komando dan oleh sebab itu sikap masa bodoh dan menunggu
merupakan ciri dari masyarakat otoriter.
Daya saing di dalam masyarakat bukanlah kemampuan untuk saling
membunuh dan saling menyingkirkan satu dengan yang lain tetapi di
dalam rangka kerjasama yang semakin lama semakin meningkat mutunya.
Dunia terbuka, dunia yang telah menjadi suatu kampung global
(global village) menuntut kemampuan daya saing dari setiap
individu, setiap masyarakat, bahkan setiap bangsa. Eksistensi suatu
masyarakat dan bangsa hanya dapat terjamin apabila dia
terus-menerus memperbaiki diri dan menibkatkan kemampuanya. Ada
empat faktor yang menentukan tingkat daya saing seseorang atau
suatu masysrakat. Faktor-fator tersebut adalah intelegensi,
informasi, ide baru, dan inovasi.G.KEKUATAN DAN KELEMAHAN
DESENTRALISASI PENDIDIKANDari beberapapengalaman di negara
lain,kegagalan disentralisasi di akibatkan oleh beberapa hal :1.
Masa transisi dari sistem sentralisasi ke desintralisasi ke
memungkinkan terjadinya perubahan secara gradual dan tidak memadai
serta jadwal pelaksanaan yang tergesa-gesa.2. Kurang jelasnya
pembatasan rinci kewenangan antara pemerintah pusat, propinsi dan
daerah.3. Kemampuan keuangan daerah yang terbatas.4. Sumber daya
manusia yang belum memadai.5. Kapasitas manajemen daerah yang belum
memadai.6. Restrukturisasi kelembagaan daerah yang belum matang.7.
Pemerintah pusat secara psikologis kurang siap untuk kehiulangan
otoritasnya.
Berdasarkan pengalaman, pelaksanaan disentralisasi yang tidak
matang juga melahirkan berbagai persoalan baru, diantaranya :1.
Meningkatnya kesenjangan anggaran pendidikan antara daerah,antar
sekolah antar individu warga masyarakat.2. Keterbatasan kemampuan
keuangan daerah dan masyarakat (orang tua) menjadikan jumlah
anggaran belanja sekolah akan menurundari waktu sebelumnya,sehingga
akan menurunkan motivasi dan kreatifitas tenaga kependidikan di
sekolahuntuk melakukan pembaruan.3. Biaya administrasi di sekolah
meningkat karena prioritas anggarandi alokasikan untuk menutup
biaya administrasi, dan sisanya baru didistribusikan ke sekolah.4.
Kebijakan pemerintah daerah yang tidak memperioritaskan pendidikan,
secara kumulatif berpotendsi akan menurunkan pendidikan.5.
Penggunaan otoritas masyarakat yang belum tentu memahamisepenuhnya
permasalahandan pengelolaan pendidikan yang pada akhirnya akan
menurunkan mutu pendidikan.6. Kesenjangan sumber daya pendidikan
yang tajam di karenakan perbedaan potensi daerah yang berbeda-beda.
Mengakibatkan kesenjangan mutu pendidikan serta melahirkan
kecemburuan sosial.7. Terjadinya pemindahan borok-borok pengelolaan
pendidikan dari pusat ke daerah.Untuk mengantisipasi munculnya
permasalahan tersebut di atas, disentralisasi pendidikan dalam
pelaksanaannya harus bersikap hati-hati. Ketepatan strategi yang
ditempuh sangat menentukan tingkat efektifitas implementasi
disentralisasi. Untuk mengantisipasi berbagai kemungkinan buruk
tersebut ada beberapa hal yang perlu di perhatikan :1. Adanya
jaminan dan keyakinan bahwa pendidikan akan tetap berfungsi sebagai
wahana pemersatu bangsa.2. Masa transisi benar-benar di gunakan
untuk menyiapkan berbagai halyang dilakukan secara garnual dan di
jadwalkan setepat mungkin.3. Adanya kometmen dari pemerintah daerah
terhadappendidikan, terutama dalam pendanaan pendidikan.4. Adanya
kesiapan sumber daya manusia dan sistem manajemen yang tepat yang
telah dipersiapkan dengan matang oleh daerah.5. Pemahaman
pemerintah daerah maupunDPRD terhadap keunikan dan keberagaman
sistem pengelolaan pendidikan, dimana sistem pengelolaan pendidikan
tidak sama dengan pengelolaan pendidikan daerah lainnya.6. Adanya
kesadaran dari semua pihak (pemerintah, DPRD, masyarakat) bahwa
pengelolaan tenaga kependidikan di sekolah, terutama guru tidak
sama dengan pengelolaan aparat birokrat lainnya.7. Adanya kesiapan
psikologis dari pemerintah pusat dari propinsi untuk melepas
kewenangannya pada pemerintah kabupaten / kota.Selain dampak
negatif tentu saja disentralisasi pendidikan juga telah membuktikan
keberhasilan antara lain :1. Mampu memenuhi tujuan politis, yaitu
melaksanakan demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan.2. Mampu
membangun partisifasi masyarakat sehingga melahirkan pendidikan
yang relevan, karena pendidikan benar0benar dari oleh dan untuk
masyarakat.3. Mampu menyelenggarakan pendidikan secara
menfasilitasi proses belajar mengajar yang kondusif, yang pada
gilirannya akan meningkatkan kualitas belajar siswa.
H.KONSEP DASAR DESENTRALISASI PENDIDIKANDesentralisasi di
Indonesia sudah ada cukup lama, dimulai sejak tahun 1973, yaitu
sejak diterbitkannya UU no. 5 tahun 1973 tentang pokok-pokok
pemerintahan daerah otonomi dan pokok-pokok penyelenggaraan
pemerintahan yang menjadi tugas pusat dan daerah. Dan terdapat pula
pada PP No. 45 tahun 1992 dan dikuatkan lagi melalui PP No. 8 tahun
1995.Menurut UU No.22, desentralisasi dikonsepsikan sebagai
penyerahan wewenang yang disertai tanggung jawab pemerintah oleh
pemerintah pusat kepada daerah otonom.Beberapa alasan yang
mendasari perlunya desentralisasi :1. Mendorong terjadinya
partisipasi dari bawah secara lebih luas.2. Mengakomodasi
terwujudnya prinsip demokrasi.3. Mengurangi biaya akibat alur
birokrasi yang panjang sehinmgga dapat meningkatkan efisiensi.4.
Memberi peluang untuk memanfaatkan potensi daerah secara optimal.5.
Mengakomodasi kepentingan poloitik.6. Mendorong peningkatan
kualitas produk yang lebih kompetitif.Desentralisasi Community
Based Education mengisyaratkan terjadinya perubahan kewenangan
dalam pemerintah antara lain :a.Perubahan berkaitan dengan urusan
yang tidak diatur oleh pemerintah pusat, secara otomatis menjadi
tangung jawab pemerintah daerah, termasuk dalam pengelolaan
pendidikan.b.Perubahan berkenaan dengan desentralisasi pengelolaan
pendidikan.dalam hal ini pelempahan wewenang dalam pengelolaan
pendidikandan pemerintah pusat kedaerah otonom, yang menempatkan
kabupaten / kota sebagai sentra desentralisasiDesentralisasi adalah
pendelegasian wewenang dalam membuat keputusan dan kebijakan kepada
orang-orang pada level bawah ( daerah ). Pada sistem pendidikan
yang terbaru tidak lagi menerapkan sistem pendidikan sentralisasi,
melainkan sistem otonomi daerah atau otda yang memberikan wewenang
kepada pemerintah daerah untuk mengambil kebijakan yang tadinya
diputuskan seluruhnya oleh pemerintah pusat. Kelebihan sistem ini
adalah sebagian keputusan dan kebijakan yang ada di daerah dapat
diputuskan di daerah tanpa campur tangan pemerintah pusat. Namun
kekurangan dari sistem ini adalah pada daerah khusus, euforia yang
berlebihan dimana wewenang itu hanya menguntungkan pihak tertentu
atau golongan serta dipergunakan untuk mengeruk keuntungan para
oknum atau pribadi.Hal ini terjadi karena sulit dikontrol oleh
pemerinah pusat.Desentralisasi pendidikan suatu keharusan rontoknya
nilai-nilai otokrasi Orde Baru telah melahirkan suatu visi yang
baru mengenai kehidupan masyrakat yang lebih sejahtera ialah
pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia, hak politik, dan hak
asasi masyarakat (civil rights). Kita ingin membangun suatu
masyarakat baru yaitu masyarakat demokrasi yang mengakui akan
kebebasan individu yang bertanggungjawab. Pada masa orde baru
hak-hak tersebut dirampas oleh pemerintah.Keadaan ini telah
melahirkan suatu pemerintah yang tersebut dan otoriter sehingga
tidak mengakui akan hak-hak daerah. Kekayaan nasional, kekayaan
daerah telah dieksploitasi untuk kepentingan segelintir elite
politik. Kejadian yang terjadi berpuluh tahun telah melahirkan
suatu rasa curiga dan sikap tidak percaya kepada pemerintah.
Lahirlah gerakan separtisme yang ingin memisahkan diri dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, desentralisasi atau
otonomi daerah merupakan salah satu tuntutan era reformasi.
Termasuk di dalam tuntutan otonomi daerah ialah desentralisasi
pendidikan nasional.Ada tiga hal yang berkaitan dengan urgensi
desentralisasi pendidikan yaitu pembangunan masyarakat demokrasi,
pengembangan sosial capital, dan peningkatan daya saing bangsa (
H.A.R Tialar, 2002).1. Masyarakat DemokrasiMasyarakat demokrasi
atau dalam khasanah bahasa kita namakan masyarakat madani (civil
society) adalah suatu masyarakat yang antara lain mengakui hak-hak
asasi manusia. Masyarakat madani adalah suatu masyarakat yang
terbuka dimana setiap anggotanya merupakan pribadi yang bebas dan
mempunyai tanggung jawab untuk membangun masyarakatnya sendiri.
Pemerintah dalam masyrakat madani adalah pemerintahan yang dipilih
oleh rakyat dan untuk kepentingan rakyat sendiri. Masyarakat
demokrasi memerlukan suatu pemerintah yang bersih (good and clean
governance).2. Pengembangan Social CapitalPara ahli ekonomi seperti
Amartya Sen, pemenang Nobel Ekonomi tahun 1998, menekankan kepada
nilai-nilai demokrasi sebagai bentuk social capital yang menjadi
pemicu pertumbuhan ekonomi dan kehidupan yang lebih manusiawi.
Demokrasi sebagai social capital hanya bias diraih dan dikembangkan
melalui proses pendidikan yang menghormati nilai-nilai demokrasi
tersebut. Suatu proses belajar yang tidak menghargai akan
kebebassan berpikir kritis tidak mungkin menghidupkan nilai-nilai
demokrasi sebagai social capital suatu bangsa.Sistem pendidikan
yang sentralistik yang mematikan kemampuan berinovasi tentunya
tidak sesuai dengan pengembangan suatu masyarakat demokrasi
terbuka. Oleh sebab itu, desntralisasi pendidikan berarti lebih
mendekatkan proses pendidikan kepada rakyat sebagai pemilik
pendidikan itu sendiri. Rakyat harus berpartisipasi di dalam
pembentukan social capital tersebut. Ikut sertanya rakyat di dalam
penyelenggaraan pendidikan dalam suatu masyarakat demokrasi berarti
pula rakyat ikut membina lahirnya social capital dari suatu
bangsa.
3. Pengembangan Daya SaingDi dalam suatu masyarakat demokratis
setiap anggotanya dituntut partisipasi yang optimal dalam
pengembangan kehidupan pribadi dan masyarakatnya. Di dalam
kehidupan bersama tersebut diperlukan kemampuan daya saing yang
tinggi di dalam kerja sama. Di dalam suatu masyarakat yang otoriter
dan statis, daya saing tidak mempunyai tempat. Oleh sebab itu,
masyarakat akan sangat lamban perkembangannya. Masyarakat bergerak
dengan komando dan oleh sebab itu sikap masa bodoh dan menunggu
merupakan ciri dari masyarakat otoriter.Daya saing di dalam
masyarakat bukanlah kemampuan untuk saling membunuh dan saling
menyingkirkan satu dengan yang lain tetapi di dalam rangka
kerjasama yang semakin lama semakin meningkat mutunya. Dunia
terbuka, dunia yang telah menjadi suatu kampung global (global
village) menuntut kemampuan daya saing dari setiap individu, setiap
masyarakat, bahkan setiap bangsa. Eksistensi suatu masyarakat dan
bangsa hanya dapat terjamin apabila dia terus-menerus memperbaiki
diri dan menibkatkan kemampuanya. Ada empat faktor yang menentukan
tingkat daya saing seseorang atau suatu masysrakat. Faktor-fator
tersebut adalah intelegensi, informasi, ide baru, dan
inovasi.I.KEKUATAN DAN KELEMAHAN DESENTRALISASI PENDIDIKANDari
beberapa pengalaman di negara lain,kegagalan disentralisasi di
akibatkan oleh beberapa hal :1.Masa transisi dari sistem
sentralisasi ke desintralisasi ke memungkinkan terjadinya perubahan
secara gradual dan tidak memadai serta jadwal pelaksanaan yang
tergesa-gesa.2.Kurang jelasnya pembatasan rinci kewenangan antara
pemerintah pusat, propinsi dan daerah.3.Kemampuan keuangan daerah
yang terbatas.4.Sumber daya manusia yang belum memadai.5.Kapasitas
manajemen daerah yang belum memadai.6.Restrukturisasi kelembagaan
daerah yang belum matang.7.Pemerintah pusat secara psikologis
kurang siap untuk kehilangan otoritasnya.Berdasarkan pengalaman,
pelaksanaan disentralisasi yang tidak matang juga melahirkan
berbagai persoalan baru, diantaranya :1.Meningkatnya kesenjangan
anggaran pendidikan antara daerah,antar sekolah antar individu
warga masyarakat.2.Keterbatasan kemampuan keuangan daerah dan
masyarakat (orang tua) menjadikan jumlah anggaran belanja sekolah
akan menurundari waktu sebelumnya,sehingga akan menurunkan motivasi
dan kreatifitas tenaga kependidikan di sekolahuntuk melakukan
pembaruan.3.Biaya administrasi di sekolah meningkat karena
prioritas anggarandi alokasikan untuk menutup biaya administrasi,
dan sisanya baru didistribusikan ke sekolah.4. Kebijakan pemerintah
daerah yang tidak memperioritaskan pendidikan, secara kumulatif
berpotendsi akan menurunkan pendidikan.5.Penggunaan otoritas
masyarakat yang belum tentu memahamisepenuhnya permasalahandan
pengelolaan pendidikan yang pada akhirnya akan menurunkan mutu
pendidikan.6.Kesenjangan sumber daya pendidikan yang tajam di
karenakan perbedaan potensi daerah yang berbeda-beda. Mengakibatkan
kesenjangan mutu pendidikan serta melahirkan kecemburuan
sosial.7.Terjadinya pemindahan borok-borok pengelolaan pendidikan
dari pusat ke daerah.Untuk mengantisipasi munculnya permasalahan
tersebut di atas, disentralisasi pendidikan dalam pelaksanaannya
harus bersikap hati-hati. Ketepatan strategi yang ditempuh sangat
menentukan tingkat efektifitas implementasi disentralisasi. Untuk
mengantisipasi berbagai kemungkinan buruk tersebut ada beberapa hal
yang perlu di perhatikan :1.Adanya jaminan dan keyakinan bahwa
pendidikan akan tetap berfungsi sebagai wahana pemersatu
bangsa.2.Masa transisi benar-benar di gunakan untuk menyiapkan
berbagai halyang dilakukan secara garnual dan di jadwalkan setepat
mungkin.3. Adanya kometmen dari pemerintah daerah
terhadappendidikan, terutama dalam pendanaan pendidikan.4.Adanya
kesiapan sumber daya manusia dan sistem manajemen yang tepat yang
telah dipersiapkan dengan matang oleh daerah.5.Pemahaman pemerintah
daerah maupunDPRD terhadap keunikan dan keberagaman sistem
pengelolaan pendidikan, dimana sistem pengelolaan pendidikan tidak
sama dengan pengelolaan pendidikan daerah lainnya.6. Adanya
kesadaran dari semua pihak (pemerintah, DPRD, masyarakat) bahwa
pengelolaan tenaga kependidikan di sekolah, terutama guru tidak
sama dengan pengelolaan aparat birokrat lainnya.7. Adanya keiapan
psikologis dari pemerintah pusat dari propinsi untuk melepas
kewenangannya pada pemerintah kabupaten / kota.Selain dampak
negatif tentu saja disentralisasi pendidikan juga telah membuktikan
keberhasilan antara lain :1.Mampu memenuhi tujuan politis, yaitu
melaksanakan demokratisasi dalam pengelolaan pendidikan.2. Mampu
membangun partisifasi masyarakat sehingga melahirkan pendidikan
yang relevan, karena pendidikan benar0benar dari oleh dan untuk
masyarakat.3. Mampu menyelenggarakan pendidikan secara
menfasilitasi proses belajar mengajar yang kondusif, yang pada
gilirannya akan meningkatkan kualitas belajar siswa.
KEPEMIMPINAN DALAM MANAJEMEN PENDIDIKANA. Hakikat
PemimpinPemimpin pada hakikatnya adalah seorang yang mempunyai
kemampuan untuk memepengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya
dengan menggunakan kekuasaan.Dalam kegiatannya bahwa pemimpin
memiliki kekuasaan untuk mengerahkan dan mempengaruhi bawahannya
sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaksanakan. Pada tahap
pemberian tugas pemimpin harus memberikan suara arahan dan
bimbingan yang jelas, agar bawahan dalam melaksanakan tugasnya
dapat dengan mudah dan hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan yang
telah ditetapkan.Dengan demikian kepemimpinan mencakup distribusi
kekuasaan yang tidak sama di antara pemimpin dan anggotanya.
Pemimpin mempunyai wewenang untuk mengarahkan anggota dan juga
dapat memberikan pengaruh, dengan kata lain para pemimpin tidak
hanya dapat memerintah bawahan apa yang harus dilakukan, tetapi
juga dapat mempengnaruhi bagaimana bawahan melaksanakan
perintahnya. Sehingga terjalin suatu hubungan sosial yang saling
berinteraksi antara pemimpin dengan bawahan, yang akhirnya tejadi
suatu hubungan timbal balik. Oleh sebab itu bahwa pemimpin
diharapakan memiliki kemampuan dalam menjalankan kepemimpinannya,
kareana apabila tidak memiliki kemampuan untuk memimpin, maka
tujuan yang ingin dicapai tidak akan dapat tercapai secara
maksimal.Istilah kepemimpinan pendidikan mengandung arti satu
kualitas kegiatan-kegiatan dan intergrasi di dalam situasi
pendidikan. Kepemimpinan pendidikan merupakan kemampuan untuk
menggerakan pelaksanaan pendidikan, sehingga tujuan pendidikan yang
telah ditetapkan dapat tercapai secara efektif dan efisien.(Emmy
Fakry, Tati Rosmiati, 2005: 172)
Tipe tipe kepemimpinanDalam setiap realitasnya bahwa pemimpin
dalam melaksanakan proses kepemimpinannya terjadi adanya suatu
permbedaan antara pemimpin yang satu dengan yang lainnya, hal
sebagaimana menurut G. R. Terry yang dikutif Maman Ukas, bahwa
pendapatnya membagi tipe-tipe kepemimpinan menjadi 6, yaitu :1.
Tipe kepemimpinan pribadi (personal leadership). Dalam system
kepemimpinan ini, segala sesuatu tindakan itu dilakukan dengan
mengadakan kontak pribadi. Petunjuk itu dilakukan secara lisan atau
langsung dilakukan secara pribadi oleh pemimpin yang
bersangkutan.2. Tipe kepemimpinan non pribadi (non personal
leadership). Segala sesuatu kebijaksanaan yang dilaksanakan melalui
bawahan-bawahan atau media non pribadi baik rencana atau perintah
juga pengawasan.3. Tipe kepemimpinan otoriter (autoritotian
leadership). Pemimpin otoriter biasanya bekerja keras,
sungguh-sungguh, teliti dan tertib. Ia bekerja menurut
peraturan-peraturan yang berlaku secara ketat dan
instruksi-instruksinya harus ditaati.4. Tipe kepemimpinan
demokratis (democratis leadership). Pemimpin yang demokratis
menganggap dirinya sebagai bagian dari kelompoknya dan bersama-sama
dengan kelompoknya berusaha bertanggung jawab tentang terlaksananya
tujuan bersama. Agar setiap anggota turut bertanggung jawab, maka
seluruh anggota ikut serta dalam segala kegiatan, perencanaan,
penyelenggaraan, pengawasan, dan penilaian. Setiap anggota dianggap
sebagai potensi yang berharga dalam usahan pencapaian tujuan.5.
Tipe kepemimpinan paternalistis (paternalistis leadership).
Kepemimpinan ini dicirikan oleh suatu pengaruh yang bersifat
kebapakan dalam hubungan pemimpin dan kelompok. Tujuannya adalah
untuk melindungi dan untuk memberikan arah seperti halnya seorang
bapak kepada anaknya.6. Tipe kepemimpinan menurut bakat
(indogenious leadership). Biasanya timbul dari kelompok orang-orang
yang informal di mana mungkin mereka berlatih dengan adanya system
kompetisi, sehingga bisa menimbulkan klik-klik dari kelompok yang
bersangkutan dan biasanya akan muncul pemimpin yang mempunyai
kelemahan di antara yang ada dalam kelempok tersebut menurut bidang
keahliannya di mana ia ikur berkecimpung.Selanjutnya menurut Kurt
Lewin yang dikutif oleh Maman Ukas mengemukakan tipe-tipe
kepemimpinan menjadi tiga bagian, yaitu :1. Otokratis, pemimpin
yang demikian bekerja kerang, sungguh-sungguh, teliti dan tertib.
Ia bekerja menurut peraturan yang berlaku dengan ketat dan
instruksi-instruksinya harus ditaati.2. Demokratis, pemimpin yang
demokratis menganggap dirinya sebagai bagian dari kelompoknya dan
bersama-sama dengan kelompoknya berusaha bertanggung jawab tentang
pelaksanaan tujuannya. Agar setiap anggota turut serta dalam setiap
kegiatan-kegiatan, perencanaan, penyelenggaraan, pengawasan dan
penilaian. Setiap anggota dianggap sebagai potensi yang berharga
dalam usaha pencapaian tujuan yang diinginkan.3. Laissezfaire,
pemimpin yang bertipe demikian, segera setelah tujuan diterangkan
pada bawahannya, untuk menyerahkan sepenuhnya pada para bawahannya
untuk menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan yang menjadi tanggung
jawabnya. Ia hanya akan menerima laporan-laporan hasilnya dengan
tidak terlampau turut campur tangan atau tidak terlalu mau ambil
inisiatif, semua pekerjaan itu tergantung pada inisiatif dan
prakarsa dari para bawahannya, sehingga dengan demikian dianggap
cukup dapat memberikan kesempatan pada para bawahannya bekerja
bebas tanpa kekangan.Berdasarkan dari pendapat tersebut di atas,
bahwa pada kenyataannya tipe kepemimpinan yang otokratis,
demokratis, dan laissezfaire, banyak diterapkan oleh para
pemimpinnya di dalam berbagai macama organisasi, yang salah satunya
adalah dalam bidang pendidikan. Dengan melihat hal tersebut, maka
pemimpin di bidang pendidikan diharapkan memiliki tipe kepemimpinan
yang sesuai dengan harapan atau tujuan, baik itu harapan dari
bawahan, atau dari atasan yang lebih tinggi, posisinya, yang pada
akhirnya gaya atau tipe kepemimpinan yang dipakai oleh para
pemimpin, terutama dalam bidang pendidikan benar-benar mencerminkan
sebagai seorang pemimpinan yang profesional.Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Efektivitas Pemimpin Dalam Manajemen PendidikanDalam
melaksanakan aktivitasnya bahwa pemimpin dipengaruhi oleh berbagai
macam faktor. Faktor-faktor tersebut sebagaimana dikemukakan oleh
H. Jodeph Reitz (1981)1. Kepribadian (personality), pengalaman masa
lalu dan harapan pemimpin, hal ini mencakup nilai-nilai, latar
belakang dan pengalamannya akan mempengaruhi pilihan akan gaya
kepemimpinan.2. Harapan dan perilaku atasan.3. Karakteristik,
harapan dan perilaku bawahan mempengaruhi terhadap apa gaya
kepemimpinan.4. Kebutuhan tugas, setiap tugas bawahan juga akan
mempengaruhi gaya pemimpin.5. Iklim dan kebijakan organisasi
mempengaruhi harapan dan perilaku bawahan.6. Harapan dan perilaku
rekanBerdasarkan faktor-faktor tersebut, maka jelaslah bahwa
kesuksesan pemimpin dalam aktivitasnya dipengaruhi oleh
factor-faktor yang dapat menunjang untuk berhasilnya suatu
kepemimpinan, oleh sebab itu suatu tujuan akan tercapai apabila
terjadinya keharmonisan dalam hubungan atau interaksi yang baik
antara atasan dengan bawahan, di samping dipengaruhi oleh latar
belakang yang dimiliki pemimpin, seperti motivasi diri untuk
berprestasi, kedewasaan dan keleluasaan dalam hubungan social
dengan sikap-sikap hubungan manusiawi.Selanjutnya peranan seorang
pemimpin sebagaimana dikemukakan oleh M. Ngalim Purwanto, sebagai
berikut :1. Sebagai pelaksana (executive)2. Sebagai perencana
(planner)3. Sebagai seorangahli (expert)4. Sebagai mewakili
kelompok dalam tindakannya ke luar (external group
representative)5. Sebagai mengawasi hubungan antar anggota-anggota
kelompok (controller of internal relationship)6. Bertindak sebagai
pemberi gambaran/pujian atau hukuman (purveyor of rewards and
punishments)7. Bentindak sebagai wasit dan penengah (arbitrator and
mediator)8. Merupakan bagian dari kelompok (exemplar)9. Merupakan
lambang dari pada kelompok (symbol of the group)10. Pemegang
tanggung jawab para anggota kelompoknya (surrogate for individual
responsibility)11. Sebagai pencipta/memiliki cita-cita
(ideologist)12. Bertindak sebagai seorang aya (father figure)13.
Sebagai kambing hitam (scape goat)Berdasarkan dari peranan pemimpin
tersebut, jelaslah bahwa dalam suatu kepemimpinan harus memiliki
peranan-peranan yang dimaksud, di samping itu juga bahwa pemimpin
memiliki tugas yang embannya, sebagaimana menurut M. Ngalim
Purwanto, sebagai berikut :1. Menyelami kebutuhan-kebutuhan
kelompok dan keinginan kelompoknya.2. Dari keinginan itu dapat
dipetiknya kehendak-kehendak yang realistis dan yang benar-benar
dapat dicapai.3. Meyakinkan kelompoknya mengenai apa-apa yang
menjadi kehendak mereka, mana yang realistis dan mana yang
sebenarnya merupakan khayalanTugas pemimpin tersebut akan berhasil
dengan baik apabila setiap pemimpin memahami akan tugas yang harus
dilaksanaknya. Oleh sebab itu kepemimpinan akan tampak dalam proses
di mana seseorang mengarahkan, membimbing, mempengaruhi dan atau
menguasai pikiran-pikiran, perasaan-perasaan atau tingkah laku
orang lain.Untuk keberhasilan dalam pencapaian suatu tujuan
diperlukan seorang pemimpian yang profesional, di mana ia memahami
akan tugas dan kewajibannya sebagai seorang pemimpin, serta
melaksanakan peranannya sebagai seorang pemimpin. Di samping itu
pemimpin harus menjalin hubungan kerjasama yang baik dengan
bawahan, sehingga terciptanya suasana kerja yang membuat bawahan
merasa aman, tentram, dan memiliki suatu kebebsan dalam
mengembangkan gagasannya dalam rangka tercapai tujuan bersama yang
telah ditetapkan.Hal hal yang harus dimiliki oleh seorang
pemimpinMeskipun dikalangan para ahli persyaratan pemimpin belum
disepakati sepenuhnya namun ada sejumlah sifat-sifat kepribadian
yang perlu dimiliki para memimpin- Pendidikan umum yang luas-
Kematangan mental- Sifat ingin tahu- Kemampuan analitis- Memiliki
daya ingat yang kuat- Integrative. Seorang wirausaha harus memiliki
kepribadian terpadu tidak terpecah-pecah yang membuat dia
terombang-ambing- Keterampilan berkomunikasi- Keterampilan
mendidik. Seorang wirausaha harus mampu memberi petunjuk dan
mendidik para karyawan dalam beberapa hal yang berhubungan dengan
pekerjaan- Rasional dan objektif. Pemikiran-pemikiran, kesimpulan
dan keputusan yang diambil oleh seorang wirausaha harus
berlandaskan pada pemikiran-pemikiran sehat, rasional dan objektif,
tidak pilih kasih dan tidak emosional- Pragmatisme.
Keputusan-keputusan seorang wirausaha harus dibuat sesuai kemampuan
dan sumber daya yang tersedia- Ada naluri prioritas. Berhubungan
terbatasnya sumber daya yang tersedia maka seorang wirausaha harus
mampu menetapkan skala prioritas apa yang harus dikerjakan lebih
dulu- Pandai mengatur waktu. Seorang wirausaha harus mampu
bertindak cepat dan tepat dan mempertimbangkan waktu secara
efisien- Sifat keberanian- Kemampuan mendengar. Seorang wirausaha
harus mampu menggali .informasi dan mendengar apa ide dan keinginan
dari para karyawannya
DAFTAR
PUSTAKAhttp://antonilamini.wordpress.com/2008/05/18/sentralisasi-dan-desentralisasi-pendidikan/Drs.
Prasetya.1999.Filsafat Pendidikan.Bandung:Pustaka Setia