Top Banner
Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-1 MODUL III DASAR RANGKAIAN LISTRIK DAN MAGNETIK 3.1 HUKUM-HUKUM DASAR RANGKAIAN LISTRIK Berdasarkan sifat dari sinyal listrik di dalam rangkaian, secara garis besar rangkaian listrik dapat dibedakan menjadi dua golongan besar yaitu rangkaian listrik arus searah dan rangkaian listrik arus bolak-balik. Dalam rangkaian listrik arus searah, sinyal-sinyal listrik di dalam rangkaian merupakan suatu besaran searah yaitu besaran listrik (arus, tegangan dan daya) yang memiliki nilai konstan sepanjang waktu. Sedangkan dalam suatu rangkaian listrik arus bolak- balik, sinyal-sinyal listrik rangkaian merupakan besaran- besaran yang berubah terhadap waktu, misalnya sinyal sinusoidal dan lain-lain. Untuk sinyal listrik bolak-balik yang bersifat periodik, sinyal-sinyal listriknya dapat dikarakterisasikan dengan dua besaran pokok yaitu perioda sinyal (T, dimana , dengan f adalah frekuensi sinyal) dan magnituda sinyal. Meskipun kita mengenal dua macam rangkaian listrik yang berbeda, namun dalam analisisnya hukum-hukum dasar rangkaian yang kita gunakan pada prinsipnya adalah sama. Terdapat tiga hukum dasar utama yang kita gunakan dalam analisis rangkaian listrik. Ketiga hokum dasar tersebut adalah: Hukum Ohm Hukum Kirchoff arus (KCL) Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin Generator Jurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung
25

Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik

Mar 15, 2023

Download

Documents

Taufiq Hidayat
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Dasar Rangkaian Listrik  dan Magnetik

Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-1

MODUL III

DASAR RANGKAIAN LISTRIK DAN MAGNETIK

3.1 HUKUM-HUKUM DASAR RANGKAIAN LISTRIK

Berdasarkan sifat dari sinyal listrik di dalam rangkaian,

secara garis besar rangkaian listrik dapat dibedakan menjadi

dua golongan besar yaitu rangkaian listrik arus searah dan

rangkaian listrik arus bolak-balik. Dalam rangkaian listrik

arus searah, sinyal-sinyal listrik di dalam rangkaian

merupakan suatu besaran searah yaitu besaran listrik (arus,

tegangan dan daya) yang memiliki nilai konstan sepanjang

waktu. Sedangkan dalam suatu rangkaian listrik arus bolak-

balik, sinyal-sinyal listrik rangkaian merupakan besaran-

besaran yang berubah terhadap waktu, misalnya sinyal

sinusoidal dan lain-lain. Untuk sinyal listrik bolak-balik

yang bersifat periodik, sinyal-sinyal listriknya dapat

dikarakterisasikan dengan dua besaran pokok yaitu perioda

sinyal (T, dimana , dengan f adalah frekuensi sinyal) dan

magnituda sinyal. Meskipun kita mengenal dua macam rangkaian

listrik yang berbeda, namun dalam analisisnya hukum-hukum

dasar rangkaian yang kita gunakan pada prinsipnya adalah sama.

Terdapat tiga hukum dasar utama yang kita gunakan dalam

analisis rangkaian listrik. Ketiga hokum dasar tersebut

adalah:

Hukum Ohm

Hukum Kirchoff arus (KCL)Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin GeneratorJurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung

Page 2: Dasar Rangkaian Listrik  dan Magnetik

Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-2

Hukum Kirchoof tegangan (KVL)

Hukum Ohm

Hukum Ohm secara umum dikenal sebagai karakterisasi

hubungan arus dan tegangan dari komponen rangkaian resistor.

Namun Hukum Ohm sendiri (diambil dari nama George Simon Ohm,

1787 – 1854) merupakan hasil analisis matematis dari rangkaian

Galvanik yang didasarkan pada analogy antara aliran listrik dan

aliran panas. Formulasi Fourier untuk aliran panas adalah :

dengan Q adalah kuantitas panas dan T adalah temperature.

Sedangkan k adalah konduktivitas panas, A luas penampang dan l

adalah tebal bidang.

Dengan mengikuti formulasi Fourier untuk persamaan

konduksi panas dan menganalogikan intensitas medan listrik

dengan gradien temperature, Goerge Simon Ohm menunjukkan bahwa

arus listrik yang mengalir pada konduktor dapat dinyatakan

dengan persamaan:

Dalam hal konduktor mempunyai luas penampang A yang

merata, maka persamaan arus itu menjadi:

, dengan

Dimana V adalah beda potensial pada konduktor sepanjang l

yang luas penampangnya A. adalah karakteristik material yang

dikenal sebagai resistivitas. Sedangkan R adalah resistansi

konduktor.Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin GeneratorJurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung

Page 3: Dasar Rangkaian Listrik  dan Magnetik

Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-3

Hukum Ohm diatas dapat juga ditulis sebagai:

, atau untuk tegangan yang berubah terhadap waktu

.

Hukum Kirchoff Arus (KCL)

Hukum Kirchoff Arus ini menyatakan bahwa:

“Setiap saat, jumlah aljabar dari arus di satu titik simpul rangkaian adalah sama

dengan nol”

Disini kita harus memperhatikan tanda arus sesuai dengan

elemen bersangkutan. Bila arus menuju simpul ia bertanda

positif, bila arus meninggalkan simpul ia bertanda negatif.

Dengan konvensi ini KCL dapat dinyatakan juga sebagai:

“Jumlah arus yang masuk ke suatu simpul sama dengan jumlah arus yang

meninggalkan simpul “

Hukum Kirchoff Tegangan (KVL)

Hukum Kirchoff Tegangan ini menyatakan bahwa :

“ Setiap saat jumlah aljabar tegangan dalam suatu loop (rangkaian tertutup)

adalah sama dengan nol “

Disinipun kita harus memperhatikan tanda referensi

tegangan dalam menuliskan persamaan tegangan loop. Tegangan

diberi tanda positif jika kita bergerak dari “+” ke “-“ dan

diberi tanda negatif bila kita bergerak dari “-“ ke “+”.

3.2 KOMPONEN-KOMPONEN RANGKAIAN LISTRIK

Secara garis besar komponen rangkaian listrik dapat

dibagi menjadi dua yaitu komponen rangkaian aktif dan komponen

rangkaian pasif. Komponen rangkaian aktif merupakan komponen

yang memberikan daya kedalam rangkaian listrik (contohnya

adalah sumber tegangan dan sumber arus) sedangkan komponenPelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin GeneratorJurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung

Page 4: Dasar Rangkaian Listrik  dan Magnetik

Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-4

pasif merupakan komponen rangkaian yang menyerap daya. Kita

mengenal tiga jenis komponen rangkaian pasif yaitu resistansi,

induktansi dan kapasitansi. Komponen rangkaian pasif

induktansi dan kapasitansi dikenal pula sebagai reaktansi

(reaktansi induktif untuk komponen induktansi dan reaktansi

kapasitif untuk komponen kapasitansi).

Resistansi dan Reaktansi

Dalam setiap rangkaian listrik, resistansi didefinisikan

sebagai komponen yang bersifat menahan aliran arus listrik.

Dari hukum Ohm, resistansi dirumuskan oleh persamaan berikut:

()

Namun dalam suatu rangkaian listrik arus bolak-balik,

resistansi hanya merupakan salah satu bagian dari komponen

yang bersifat menahan aliran arus listrik. Induktansi dan

kapasitansi dalam suatu rangkaian listrik arus bolak-balik

juga merupakan komponen-komponen yang bersifat menahan aliran

arus listrik, yang dikenal juga dengan nama reaktansi.

Reaktansi induktif (XL) merupakan komponen yang bersifat

melawan arus listrik bolak-balik dalam suatu rangkaian

induktif. Reaktansi induktif ini menyebabkan arus rangkaian

yang terbelakang terhadap tegangannya seperti tampak pada

gambar 3.1. Reaktansi induktif ini dirumuskan oleh persamaan:

XL = 2 f L ()

Dimana

: konstanta sebesar 3,142

f : frekuensi suplai Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin GeneratorJurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung

Page 5: Dasar Rangkaian Listrik  dan Magnetik

Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-5

L : induktansi rangkaian

Atau

()

Reaktansi kapasitif (XC) merupakan komponen yang menahan

arus listrik bolak-balik dalam rangkaian kapasitif. Reaktasi

kapasitif ini mengakibatkan arus rangkaian yang mendahului

tegangannya, seperti tampak pada gambar 3.1. Reaktansi

kapasitif ini dirumuskan oleh persamaan:

()

Dimana

: konstanta sebesar 3,142

f : frekuensi suplai

C : kapasitansi rangkaian

Atau

()

Impedansi

Total dari komponen-komponen yang bersifat menahan arus

dari rangkaian listrik arus bolak-balik disebut dengan

impedansi yang disimbolkan dengan huruf Z. Jadi impedansi

merupakan kombinasi dari resistansi, reaktansi induktif dan

reaktansi kapasitif rangkaian yang dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan:

()

AtauPelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin GeneratorJurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung

Page 6: Dasar Rangkaian Listrik  dan Magnetik

Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-6

Z = VT / IT

Resistansi, Induktansi dan Kapasitansi dalam Rangkaian Arus

Bolak-Balik

Jika hanya komponen resistor yang dihubungkan pada suatu

rangkaian arus bolak-balik maka gelombang arus dan tegangan

akan mulai dan berakhir pada waktu yang bersamaan. Gelombang-

gelombang ini disebut dalam kondisi sefasa.

Jika suatu induktor murni dihubungkan pada rangkaian arus

bolak-balik maka gelombang arusnya akan tertinggal dengan

sudut fasa 90 dari gelombang tegangannya. Kondisi ini dikenal

dengan istilah arus terbelakang terhadap tegangan sebesar 90.

Sebaliknya jika sebuah kapasitor murni yang terhubung pada

rangkaian arus bolak-balik maka gelombang arusnya akan

mendahului gelombang tegangan dengan sudut fasa 90. Bermacam-

macam efek ini dapat diamati dengan menggunakan sebuah

osiloskop. Adapun diagram rangkaian, bentuk gelombang dan

diagram fasor dari masing-masing rangkaian ini dapat dilihat

pada gambar 3.1.

Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin GeneratorJurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung

Page 7: Dasar Rangkaian Listrik  dan Magnetik

Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-7

Gambar 3.1 Hubungan Tegangan dan Arus pada Rangkaian Resistif,

Induktif dan Kapasitif

Diagram Fasor

Diagram fasor dan rangkaian arus bolak-balik merupakan

kombinasi yang tidak dapat saling dipisahkan satu sama

lainnya. Diagram fasa memungkinkan kita untuk membuat suatu

model atau gambaran dari rangkaian yang ditinjau yang akan

membantu kita untuk memahami rangkaian tersebut. Sebuah fasor

merupakan suatu garis lurus yang memiliki panjang dan arah

tertentu yang merepresentasikan skala magnituda dan arah suatu

gelombang misalnya arus, tegangan ataupun impedansi.

Untuk menemukan efek kombinasi dari dua besaran maka kita

harus mengkombinasikan fasor-fasor dua besaran tersebut dengan

cara menjumlahkan titik awal dari fasor kedua pada titik akhir

dari fasor pertama. Efek kombinasi dari kedua besaran ini

ditunjukkan oleh resultan fasornya yang diukur dari titik nol

sampai ujung dari fasor terakhir.

Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin GeneratorJurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung

Page 8: Dasar Rangkaian Listrik  dan Magnetik

Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-8

Sudut Fasa

Dalam suatu rangkaian arus bolak-balik yang hanya

mengandung komponen resistansi, misalkan rangkaian pemanas

listrik, tegangan dan arusnya akan sefasa yang artinya

gelombang tegangan dan arus ini akan mencapai nilai puncak dan

nol masing-masing secara bersamaan seperti tampak pada gambar

3.2(a).

Dalam suatu rangkaian arus bolak-balik yang mengandung

komponen induktansi, misalnya rangkaian motor atau lampu

peluahan muatan, gelombang arusnya seringkali mencapai nilai

maksimum setelah gelombang tegangan yang artinya arus dan

tegangannya tidak sefasa seperti ditunjukkan oleh gambar 3.2

(b). Selisih fasa ini, diukur dalam selisih derajat antara

arus dan tegangan yang dikenal sebagai sudut fasa rangkaian

dan disimbolkan oleh .

Gambar 3.2 Hubungan Fasa untuk Gelombang Arus Bolak-Balik (a) V

dan I sefasa, sudut fasa = 0 dan faktor daya = cos = 1; (b)

V dan I tergeser 45, = 45 dan faktor daya = cos = 0,707;

(c) V dan I tergeser 90, = 90 dan faktor daya = cos = 0.

Untuk rangkaian-rangkaian yang mengandung dua atau lebih

komponen-komponen terpisah seperti RL, RC ataupun RLC, sudut

Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin GeneratorJurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung

Page 9: Dasar Rangkaian Listrik  dan Magnetik

Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-9

fasa diantara total tegangan dan total arusnya tidak akan

bernilai 0 atau 90 tetapi akan ditentukan oleh nilai relatif

dari resistansi dan reaktansi rangkaian. Pada gambar 3.3 sudut

fasa antara tegangan dan arus adalah sebesar .

Gambar 3.3 Rangkaian RL Seri dan Diagram Fasornya

3.3 RANGKAIAN SERI ARUS BOLAK-BALIK

Untuk suatu rangkaian yang mengandung sebuah komponen

rangkaian resistor dan induktor yang terhubung seri seperti

tampak pada gambar 3.3, arus I akan mengalir melalui komponen

resistor dan induktor dan mengakibatkan terjadinya jatuh

tegangan VR pada resistor dan VL pada induktor. Jumlah dari

kedua tegangan ini akan sama dengan tegangan suplai, VT. Namun

karena rangkaian ini merupakan rangkaian arus bolak-balik maka

penjumlahan kedua tegangan ini merupakan penjumlahan fasor.

Hasil penjumlahan fasor ini terlihat pada gambar 3.3, dimana VR

digambarkan dengan skala tertentu dan sefasa dengan arus

sedangan VL digambarkan dengan skala yang sama namun mendahului

arus sebesar 90. Penjumlahan kedua fasor ini akan menghasilkan

magnituda dan arah dari tegangan VT, yang mendahului arus pada

sudut fasa tertentu sebesar .

Pada rangkaian yang mengandung komponen rangkaian berupa

resistor dan kapasitor yang terhubung seri seperti tampak pada

Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin GeneratorJurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung

Page 10: Dasar Rangkaian Listrik  dan Magnetik

Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-10

gambar 3.4, arus I akan mengalir melalui komponen resistor dan

kapasitor yang akan mengakibatkan jatuh tegangan VR dan VC.

Tegangan VR akan sefasa dengan arus sedangkan tegangan VC akan

terbelakang terhadap arus sebesar 90. Penjumlahan fasor

tegangan ini akan sama dengan VT, yang seperti tampak pada

gambar 3.4, tertinggal terhadap arus dengan sudut fasa .

Gambar 3.4 Rangkaian RC Seri dan Diagram Fasornya

Segitiga Impedansi

Sejauh ini kita telah membangun konsep umum mengenai

diagram fasor untuk rangkaian arus bolak-balik hubungan seri.

Gambar 3.3 dan 3.4 menunjukkan fasor-fasor tegangan masing-

masing rangkaian RL dan RC seri. Namun kita ketahui pula bahwa

VR = IR, VL = IXL, VC = IXC dan VT = IZT, dan oleh karenanya diagram fasor

(a) dan (b) dari gambar 3.5 haruslah sama dan ekivalen. Dari

gambar 3.5 (b), dengan menggunakan teorema Phytagoras

diperoleh:

(IZ)2 = (IR)2 + (IX)2

I2Z2 = I2R2 + I2X2

Jika kemudian masing-masing suku persamaan diatas kita bagi

dengan I2 maka akan diperoleh:

Z2 = R2 + X2 atau Z = (R2 + X2)

Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin GeneratorJurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung

Page 11: Dasar Rangkaian Listrik  dan Magnetik

Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-11

Diagram fasornya dengan demikian dapat disederhanakan menjadi

segitiga impedansi seperti tampak pada gambar 3.5 (c).

Gambar 3.5 Diagram Fasor dan Segitiga Impedansi

3.4 DAYA DAN FAKTOR DAYA

Faktor daya (p.f.) didefinisikan sebagai kosinus dari

sudut fasa antara arus dan tegangan:

p.f. = cos

Jika arus terbelakang terhadap tegangan seperti yang

diperlihatkan pada gambar 3.3, kita katakan bahwa faktor daya

terbelakang, dan jika arus mendahului tegangan seperti gambar

3.4 maka kita sebut faktor daya mendahului. Berdasarkan fungsi

trigonometri dari segitiga impedansi yang terlihat pada gambar

3.5, faktor daya akan sama juga dengan:

p.f. = cos = R / Z = VR / VT

Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin GeneratorJurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung

Page 12: Dasar Rangkaian Listrik  dan Magnetik

Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-12

Daya listrik dalam rangkaian merupakan perkalian dari nilai

sesaat tegangan dan arusnya. Gambar 3.6 menunjukkan gelombang

tegangan dan arus untuk induktor dan kapasitor murni.

Gelombang daya diperoleh dari perkalian antara tegangan dan

arus pada setiap titik siklus. Dapat dilihat bahwa gelombang

daya berbalik setiap seperempat siklus. Hal ini menandakan

bahwa energi disuplaikan secara bolak-balik ke dalam ataupun

ke luar dari induktor dan kapasitor. Untuk satu siklus

lengkap, jumlah bagian positif dan negatif dari gelombang daya

tersebut adalah sama besar, menunjukkan bahwa nilai rata-rata

daya yang dikonsumsi oleh induktor atau kapasitor murni adalah

sama dengan nol. Hal ini memperlihatkan bahwa induktor dan

kapasitor akan menyimpan energi selama satu bagian siklus

tegangan dan mengirimkannya kembali kepada suplai pada siklus

berikutnya. Induktor menyimpan energi dalam bentuk medan

magnet sedangkan kapasitor dalam bentuk medan listrik.

Dalam suatu rangkaian listrik, daya yang diambil dari

suplai akan lebih besar daripada daya yang akan dikembalikan

karena sejumlah daya yang ditarik tersebut akan didisipasikan

sebagai panas oleh resistansi rangkaian:

P = I2R (W)

Untuk setiap rangkaian arus searah, besarnya daya yang

dikonsumsi diberikan oleh perkalian antara tegangan dan arus

karena dalam suatu rangkaian arus searah tegangan dan arusnya

adalah sefasa. Sedangkan untuk rangkaian arus bolak-balik daya

yang dikonsumsi diberikan oleh perkalian arus dan bagian

tegangan yang sefasa dengan arus. Komponen tegangan yangPelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin GeneratorJurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung

Page 13: Dasar Rangkaian Listrik  dan Magnetik

Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-13

sefasa ini dirumuskan oleh persamaan V cos dan oleh karenanya

daya yang dikonsumsi ini dapat dirumuskan melalui persamaan:

P = VI cos (W)

Gambar 3.6 Bentuk Gelombang Daya Arus Bolak-Balik pada

Rangkaian Induktif Murni dan Kapasitif Murni

3.5 SISTEM ARUS BOLAK-BALIK TIGA FASA

Tegangan bolak-balik tiga fasa dibangkitkan dengan cara

yang sama persis dengan tegangan bolak-balik satu fasa. Untuk

Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin GeneratorJurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung

Page 14: Dasar Rangkaian Listrik  dan Magnetik

Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-14

membangkitkan suatu tegangan tiga fasa, tiga belitan terpisah

yang masing-masing berjarak 120 diputar dalam suatu medan

magnet. Tegangan yang dibangkitkan akan berupa tiga buah

gelombang sinusoidal identik yang masing-masing berbeda fasa

sebesar 120 seperti tampak pada gambar 3.7.

Gambar 3.7 Pembangkitan Tegangan Tiga Fasa

Hubungan Bintang dan Delta

Belitan-belitan tiga fasa dapat dihubungkan secara

bintang ataupun delta seperti terlihat pada gambar 3.8. Pada

gambar ini juga terlihat hubungan antara arus fasa dan arus

saluran serta tegangan fasa dan tegangan saluran untuk masing-

masing hubungan belitan. Besaran 3 merupakan suatu konstanta

untuk rangkaian tiga fasa dengan nilai desimal 1,732. Hubungan

delta umumnya digunakan untuk keperluan transmisi daya listrik

karena hubungan ini hanya akan memerlukan tiga buah kawat

penghantar. Hubungan delta ini juga banyak digunakan untuk

menghubungkan belitan-belitan motor karena akan dapat

diperoleh belitan fasa yang benar-benar seimbang sehingga

tidak memerlukan kawat netral.

Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin GeneratorJurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung

Page 15: Dasar Rangkaian Listrik  dan Magnetik

Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-15

Hubungan bintang memiliki keuntungan yaitu tersedianya

dua macam tegangan masing-masing tegangan saluran diantara dua

fasa serta tegangan fasa ke netral yang dihubungkan pada titik

tengah hubungan bintang.

Dalam setiap sistem hubungan bintang arus akan mengalir

melalui saluran (IL), ke beban dan kembali ke sumber melalui

kawat netral di titik tengah hubungan bintang. Untuk sistem

tiga fasa seimbang semua arus akan memiliki nilai yang sama

besar dan jika fasor-fasornya saling dijumlahkan akan

menghasilkan arus resultan yang sama dengan nol. Dengan

demikian tidak akan ada arus yang mengalir pada kawat netral

dan titik tengah hubungan bintang memiliki tegangan nol volt.

Titik tengah hubungan bintang suatu transformator distribusi

biasanya ditanahkan karena tanah dipandang memiliki tegangan

yang sama dengan nol juga. Sistem yang dihubungkan dalam

hubungan bintang dikenal juga dengan nama sistem tiga fasa

empat kawat yang memungkinkan kita untuk menghubungkan beban-

beban satu fasa pada sistem tiga fasa.

Gambar 3.8 Hubungan Bintang dan Delta

Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin GeneratorJurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung

Page 16: Dasar Rangkaian Listrik  dan Magnetik

Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-16

Daya Tiga Fasa

Telah kita ketahui sebelumnya bahwa untuk sistem fasa

tunggal daya listrik dapat dihitung dengan menggunakan rumus:

(W)

Untuk setiap sistem tiga fasa seimbang, daya totalnya akan

sama dengan tiga kali daya masing-masing fasa.

(W)

(1)

Untuk hubungan bintang,

dan (2)

Dengan mensubstitusi persamaan (2) ke dalam persamaan (1),

diperoleh

(W)

untuk hubungan delta,

dan (3)

Dengan mensubstitusi persamaan (3) ke persamaan (1) untuk

beban yang seimbang akan diperoleh:

(W)

3.6 MAGNETISME

Sebuah kawat penghantar yang dialiri arus akan

menimbulkan medan magnet di sekelilingnya yang besarnya

sebanding dengan besar arus yang mengalir. Jika medan magnet

ini berinteraksi dengan medan magnet yang lain maka akan

dihasilkan gaya. Konsep ini merupakan prinsip kerja dari

motor-motor listrik.Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin GeneratorJurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung

Page 17: Dasar Rangkaian Listrik  dan Magnetik

Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-17

Michael Faraday pada tanggal 29 Agustus 1831

mendemontrasikan suatu percobaan yang menunjukkan bahwa

listrik dapat dihasilkan dari medan magnet. Faraday menyatakan

bahwa “jika sebuah kawat penghantar memotong atau dipotong oleh medan

magnet, gaya gerak listrik akan terinduksi pada kawat penghantar tersebut.

Besarnya gaya gerak listrik yang diinduksikan adalah sebanding dengan kecepatan

medan magnet memotong kawat penghantar”. Prinsip ini menjadi dasar

dari hukum-hukum pembangkitan listrik di masa-masa sekarang

ini dimana medan magnetik yang kuat diputar didalam belitan

kawat penghantar untuk membangkitkan listrik.

Hukum ini dapat ditranslasikan menjadi formula sebagai

berikut:

Gaya gerak listrik (ggl) induksi = Blv (V)

dimana:

B : rapat fluksi magnetik (Tesla). Satuan tesla ini diambil

dari nama ilmuwan

Yugoslavia Nikola Tesla (1856 – 1943) yang

menemukan alternator dan motor 2

fasa dan 3 fasa.

l : panjang kawat penghantar di dalam medan magnetik (m)

v : kecepatan kawat penghantar dalam memotong medan

magnetik (m/detik)

Induktansi

Jika sebuah kawat kumparan dililitkan pada sebuah inti

besi seperti tampak pada gambar 3.9, medan mengetik akan

dibangkitkan di dalam inti besi tersebut jika terdapat arus

Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin GeneratorJurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung

Page 18: Dasar Rangkaian Listrik  dan Magnetik

Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-18

yang mengalir pada kumparan sebagai akibat dari proses

penutupan saklar.

Gambar 3.9 Kumparan Induktif

Jika kemudian arus listrik ini diputuskan dengan membuka

saklar maka fluksi magnetik yang dibangkitkan sebelumnya akan

gugur. Fluksi magnetik ini akan menginduksikan ggl pada

kumparan dan muncul sebagai tegangan di titik kontak saklar.

Efek ini dikenal sebagai induktansi diri atau singkatnya

induktansi yang merupakan salah satu sifat yang dimiliki oleh

kumparan. Unit satuan yang digunakan untuk mengukur induktansi

ini adalah henry (H), sebagai penghargaan atas jasa fisikawan

Amerika Joseph Henry (1797 – 1878). Suatu rangkaian dikatakan

memiliki induktansi 1 H jika ggl 1V terinduksi pada rangkaian

karena laju perubahan arus sebesar 1 A/detik.

Sebuah lampu fluoresen akan memiliki kumparan induktif

yang terhubung seri dengan tabung dan pengasut lampu. Saklar

pengasut lampu akan menutup dan membuka dengan cepat sehingga

mengakibatkan perubahan arus yang sangat cepat yang akan

menginduksikan tegangan yang sangat besar diantara elektroda-

elektroda tabung yang cukup untuk menimbulkan percikan bunga

api di dalam tabung.

Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin GeneratorJurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung

Page 19: Dasar Rangkaian Listrik  dan Magnetik

Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-19

Jika dua buah kawat kumparan terpisah diletakkan saling

berdekatan, seperti kumparan-kumparan dalam transformator,

arus yang mengalir pada salah satu kumparan akan membangkitkan

fluksi magnetik yang juga akan melingkupi kumparan kedua.

Fluksi magnetik ini akan menginduksikan tegangan pada kumparan

kedua. Ini merupakan prinsip dasar dari kerja transformator.

Kedua kumparan dalam kasus ini dikatakan memiliki induktansi

bersama atau induktansi mutual, seperti terlihat pada gambar

3.10. Induktansi mutual 1 H muncul diantara dua buah kumparan

ketika perubahan arus 1 A/detik di salah satu kumparan akan

menginduksikan ggl sebesar 1 volt pada kumparan lainnya.

Gambar 3.10 Induksi Mutual diantara Dua Kumparan

Ggl yang terinduksi pada sebuah kumparan seperti tampak

pada gambar 3.9 akan bergantung pada laju perubahan fluksi

magnetik dan jumlah lilitan kumparan. Nilai rata-rata dari ggl

yang terinduksi ini diberikan oleh persamaan:

Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin GeneratorJurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung

Page 20: Dasar Rangkaian Listrik  dan Magnetik

Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-20

(V)

dimana:

: fluksi magnetik (Weber, Wb). Satuan weber ini digunakan

sebagai penghargaan atas

jasa-jasa fisikawan Jerman, Wilhelm Weber (1804 –

1891).

t : waktu (detik)

N : jumlah lilitan

Perlu untuk diperhatikan bahwa tanda minus dalam

persamaan diatas menunjukkan bahwa ggl yang diinduksikan

merupakan ggl balik yang melawan laju perubahan arus dan

dikenal dengan nama Hukum Lenz’s.

Energi yang Tersimpan Dalam Medan Magnetik

Ketika kita membuka saklar dari rangkaian induktif,

misalnya rangkaian induktif yang terlihat pada gambar 3.9,

fluksi magnetiknya akan gugur dan mengakibatkan terjadinya

percikan api pada titik-titik kontak saklar. Percikan bunga

api ini muncul karena pelepasan energi magnetik yang

tersimpan. Energi magnetik yang tersimpan, dalam satuan Joule,

dirumuskan oleh persamaan:

(J)

dimana:

L : induktansi kumparan (H)

I : arus yang mengalir dalam kumparan (A)

Hysteresis Magnetik

Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin GeneratorJurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung

Page 21: Dasar Rangkaian Listrik  dan Magnetik

Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-21

Terdapat bermacam-macam jenis bahan magnetik yang masing-

masing memiliki responnya tersendiri yang berbeda satu sama

lainnya jika dimagnetisasi. Beberapa material mudah untuk

dimagnetisasi sementara beberapa yang lainnya sukar untuk

dimagnetisasi. Beberapa bahan memiliki kemampuan untuk

mempertahankan sifat magnetisasinya sementara beberapa yang

lain mudah untuk kehilangan sifat magnetisasinya. Sifat-sifat

magnetik dari suatu contoh bahan dapat diamati secara detil

jika kita melakukan pengukuran rapat fluksi (B) dari bahan

tersebut dengan cara meningkatkan dan menurunkan kuat medan

magnet (H). Hasil pengujian sifat magnetik suatu bahan akan

memiliki grafik yang kira-kira mirip dengan grafik yang

diperlihatkan pada gambar 3.11. Grafik pemagnetan seperti ini

dikenal dengan nama kurva lingkar hysterisis.

Gambar 3.11 Kurva Lingkar Hysterisis: (a) bahan

elektromagnetik; (b) bahan magnetik permanen.

Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin GeneratorJurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung

Page 22: Dasar Rangkaian Listrik  dan Magnetik

Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-22

Efek hysterisis ini akan mengakibatkan bahan-bahan

magnetik memiliki kemampuan untuk tetap mempertahankan sifat-

sifat magnetiknya setelah kuat medan magnetnya dihilangkan.

Rapat fluksinya (B) tetap ada meskipun nilai H dibuat bernilai

nol dan dikenal dengan nama rapat fluksi sisa. Rapat fluksi

sisa ini dapat dikurangi sampai menjadi nol dengan cara

memberikan nilai kuat medan magnetik negatif (-H). Gaya

demagnetisasi ini dikenal sebagai gaya koersif.

Apabila suatu bahan magnetik telah pernah digunakan untuk

melakukan kerja hingga mencapai kondisi saturasi magnetik

yaitu mencapai nilai Bmaksimum dan Hmaksimum maka rapat fluksi

sisanya disebut dengan istilah remanensi dan gaya koersifnya

disebut dengan istilah koersifitas. Nilai koersifitas ini

sangat bervariasi untuk berbagai bahan magnetik yang berbeda,

mulai dari 40.000 A/m untuk Alnico (campuran logam yang

terdiri atas besi, aluminium dan nikel sebagai bahan pembentuk

magnet permanen) hingga 3 A/m untuk bahan yang disebut dengan

Mumetal (campuran logam besi dan nikel).

Bahan-bahan yang digunakan untuk membuat magnet permanen

umumnya memiliki nilai rapat fluksi sisa dan gaya koersif yang

tinggi sehingga kurva lingkar hysterisisnya akan tampak lebar

dan gemuk seperti diperlihatkan oleh gambar 3.11 (b).

Bahan untuk inti elektromagnet dipersyaratkan untuk mudah

dimagnetisasi dan didemagnetisasi. Sehingga bahan-bahan

magnetik yang cocok untuk digunakan ialah bahan-bahan yang

memiliki kurva lingkar hysterisis yang sempit dan ramping

Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin GeneratorJurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung

Page 23: Dasar Rangkaian Listrik  dan Magnetik

Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-23

dengan nilai rapat fluksi sisa dan gaya koersif yang rendah

seperti tampak pada gamar 3.11 (a).

Efek hysterisis ini akan mengakibatkan terjadinya rugi-

rugi energi yang diakibatkan oleh perubahan fluksi magnetik.

Rugi-rugi energi ini akan muncul sebagai panas dari inti

magnet. Besarnya rugi-rugi energi yang terjadi selama satu

siklus perubahan fluksi akan sama dengan luas daerah tertutup

dari kurva lingkar hysterisisnya.

Pada saat suatu inti besi dimagnetisasi secara bolak-

balik, misalnya pada suatu transformator, rugi-rugi energi

akan muncul pada setiap siklus sehingga akan mengakibatkan

kehilangan daya yang kontinyu. Oleh karena alasan ini, untuk

aplikasi seperti transformator ini dipilih bahan-bahan

magnetik yang memiliki kurva lingkar hysterisis yang ramping

dan sempit.

Aturan Tangan Kanan Fleming

Sejauh ini telah kita bahas dan lihat bahwa listrik dan

magnet saling dihubungkan satu sama lain berdasarkan hukum

Faraday mengenai induksi elektromagnetik yang menyatakan bahwa

suatu gaya akan dibangkitkan pada sebuah kawat penghantar yang

dialiri arus listrik yang diletakkan di dalam suatu medan

magnetik dan ggl induksi akan dibangkitkan jika suatu kawat

penghantar digerakkan di dalam medan magnetik. Hukum ini

diterapkan pada motor-motor listrik dan generator. Beberapa

tahun kemudian Fleming menemukan bahwa ibu jari, telunjuk dan

jari tengah tangan kanan dapat digunakan untuk memprediksi

arah ggl yang terinduksi. Selanjutnya Fleming memformulakanPelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin GeneratorJurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung

Page 24: Dasar Rangkaian Listrik  dan Magnetik

Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-24

aturan yang kemudian dikenal sebagai aturan tangan kanan

Fleming yang menyatakan bahwa dengan mengembangkan ibu jari,

telunjuk dan jari tengah tangan kanan sedemikian hingga

ketiganya relatif saling tegak lurus satu sama lain maka jika

jari telunjuk akan menunjukkan arah medan magnetik (utara ke

selatan) dan ibu jari menunjukkan arah gerakan kawat

penghantar relatif terhadap fluksi magnetik maka jari tengah

akan menunjukkan arah ggl induksi dan aliran arus. Aturan

tangan kanan ini ditunjukkan pada gambar 3.12 di bawah.

Gambar 3.12 Aturan Tangan Kanan Fleming

Hukum Lenz

Setelah diterbitkannya hasil-hasil pekerjaan dan

percobaan Michael Faraday mengenai pembangkitan listrik dari

medan magnet pada tahun 1831, ilmuwan-ilmuwan dari berbagai

negara banyak yang mengulang percobaan ini dan membangun

prinsip-prinsip dasar tambahan untuk penyempurnaan ilmu

pengetahuan ini.

Pada tahun 1834, seorang ilmuwan Rusia bernama Heinrich

Lenz berhasil menemukan hukum induksi elektromagnetik lain

yang menyatakan bahwa arah dari ggl induksi adalah sedemikian

Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin GeneratorJurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung

Page 25: Dasar Rangkaian Listrik  dan Magnetik

Dasar Rangkaian Listrik dan Magnetik, III-25

hingga akan selalu menghasilkan arus yang melawan penyebab

munculnya ggl induksi ini.

Hukum ini membawa kita kepada prinsip ggl balik yang

muncul pada motor-motor listrik dan menjadi alasan dari

penggunaan tanda minus pada rumus yang digunakan untuk

menghitung ggl induksi suatu kumparan seperti gambar 3.9.

Pelatihan Operasi dan Trouble Shooting Turbin GeneratorJurusan Teknik Energi Politeknik Negeri Bandung