1/24 Rangkaian Magnetik Oleh: Sudaryatno Sudirham Rangkaian magnetik merupakan basis dari sebagian terbesar peralatan listrik di industri maupun rumah tangga. Motor dan generator dari yang bekemampuan kecil sampai sangat besar, berbasis pada medan magnetik yang memungkinkan terjadinya konversi energi listrik. Di bab ini kita akan melihat hukum-hukum dasar, perhitungan dalam rangkaian magnetik, rugi-rugi dan gaya magnetik, induktor dan induktansi bersama. Seperti halnya analisis rangkaian listrik yang dilandasi oleh beberapa hukum saja, yaitu hukum Ohm dan Hukum Kirchhoff, analisis rangkaian magnetik juga dilandasi oleh hanya beberapa hukum saja, yaitu hukum Faraday dan hukum Ampère. Pembahasan kita akan diawali oleh kedua hukum tersebut dan setelah itu kita akan melihat rangkaian magnetik, yang sudah barang tentu melibatkan material magnetik. Walaupun demikian, kita tidak akan membahas mengenai material magnetik itu sendiri, melainkan hanya akan melihat pada hal-hal yang kita perlukan dalam kaitannya dengan pembahasan peralatan listrik. Kita juga hanya akan melibatkan beberapa jenis material saja yang telah sejak lama digunakan walaupun material jenis baru telah dikembangkan. 1. Hukum-Hukum Hukum Faraday. Pada 1831 Faraday (1791-1867) menunjukkan bahwa gejala listrik dapat dibangkitkan dari magnet. Dari kumpulan catatan hasil percobaan yang dilakukan oleh Faraday, suatu formulasi matematis telah diturunkan untuk menyatakan hukum Faraday, yaitu : dt d e λ − = (1) dengan e menunjukkan tegangan induksi [volt] pada suatu kumparan, dan λ adalah fluksi lingkup yang dicakup oleh kumparan. Jika kumparan mempunyai lilitan dan setiap lilitan mencakup fluksi magnit sebesar φ [weber], maka fluksi lingkup adalah λ = φ [weber-lilitan] dan (1) menjadi dt d e φ − = (2)
24
Embed
Rangkaian Magnetik - eecafedotnet.files.wordpress.com · magnetik, rugi-rugi dan gaya magnetik, induktor dan induktansi bersama. Seperti halnya analisis rangkaian listrik yang dilandasi
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1/24
Rangkaian Magnetik Oleh: Sudaryatno Sudirham
Rangkaian magnetik merupakan basis dari sebagian terbesar peralatan
listrik di industri maupun rumah tangga. Motor dan generator dari yang
bekemampuan kecil sampai sangat besar, berbasis pada medan magnetik
yang memungkinkan terjadinya konversi energi listrik. Di bab ini kita
akan melihat hukum-hukum dasar, perhitungan dalam rangkaian
magnetik, rugi-rugi dan gaya magnetik, induktor dan induktansi bersama.
Seperti halnya analisis rangkaian listrik yang dilandasi oleh beberapa
hukum saja, yaitu hukum Ohm dan Hukum Kirchhoff, analisis rangkaian
magnetik juga dilandasi oleh hanya beberapa hukum saja, yaitu hukum
Faraday dan hukum Ampère. Pembahasan kita akan diawali oleh kedua
hukum tersebut dan setelah itu kita akan melihat rangkaian magnetik,
yang sudah barang tentu melibatkan material magnetik. Walaupun
demikian, kita tidak akan membahas mengenai material magnetik itu
sendiri, melainkan hanya akan melihat pada hal-hal yang kita perlukan
dalam kaitannya dengan pembahasan peralatan listrik. Kita juga hanya
akan melibatkan beberapa jenis material saja yang telah sejak lama
digunakan walaupun material jenis baru telah dikembangkan.
1. Hukum-Hukum
Hukum Faraday. Pada 1831 Faraday (1791-1867) menunjukkan bahwa
gejala listrik dapat dibangkitkan dari magnet. Dari kumpulan catatan
hasil percobaan yang dilakukan oleh Faraday, suatu formulasi matematis
telah diturunkan untuk menyatakan hukum Faraday, yaitu :
dt
de
λ−= (1)
dengan e menunjukkan tegangan induksi [volt] pada suatu kumparan,
dan λ adalah fluksi lingkup yang dicakup oleh kumparan. Jika kumparan
mempunyai lilitan dan setiap lilitan mencakup fluksi magnit sebesar φ
[weber], maka fluksi lingkup adalah λ = φ [weber-lilitan] dan (1)
menjadi
dt
de
φ−= (2)
2/24
Tanda negatif pada (1) diberikan oleh Emil Lenz, yang setelah
melanjutkan percobaan Faraday menunjukkan bahwa arah arus induksi
selalu sedemikian rupa sehingga terjadi perlawanan terhadap aksi yang
menimbulkannya. Reaksi demikian ini disebut hukum Lenz.
Hukum Ampère. André Marie Ampère (1775 – 1836), melakukan
percobaan yang terkenal dalam kaitan kemagnitan, yaitu mengenai
timbulnya gaya mekanis antara dua kawat paralel yang dialiri arus listrik.
Besar gaya F dinyatakan secara matematis sebagai
2
21 II
r
lF
π
µ= (3)
dengan I1 dan I2 adalah arus di masing-masing konduktor, l adalah
panjang konduktor, dan r menunjukkan jarak antara sumbu kedua
konduktor dan besaran µ merupakan besaran yang ditentukan oleh
medium dimana kedua kawat tersebut berada.
Arus I2 dapat dipandang sebagai pembangkit suatu besaran medan magnit
di sekeliling kawat yang dialirinya, yang besarnya adalah
r
IB
2
2
π
µ= (4)
Hasil ini juga diamati oleh dua peneliti Perancis yaitu J.B. Biot dan F.
Savart. Dengan (4), maka (3) menjadi lebih sederhana yaitu
1BlIF = (5)
Persamaan (5) ini berlaku jika kedua kawat adalah sebidang. Jika kawat
ke-dua membentuk sudut θ dengan kawat pertama maka (5) menjadi
θ= sin1BlIF (6)
Secara umum (6) dapat ditulis
)( θ= fIBKF B (7)
dengan f(θ) adalah suatu fungsi sudut antara medan B dan arus I , dan KB
adalah suatu konstanta untuk memperhitungkan berbagai faktor, seperti
misalnya panjang kawat. Besaran B mempunyai satuan [weber/meter2];
hal ini dapat diturunkan sebagai berikut.
3/24
Menurut (5), satuan B adalah : ][][
][][
meteramp
newtonB
×=
sedangkan ][
]detik[ ][ ][
][
]detik].[[][
meter
ampvolt
meter
watt
panjang
energinewton ===
sehingga ][
][
][
]detik[ ][
][ ][
]detik[ [amp] ][][
222 meter
weber
meter
volt
meteramp
voltB === .
Jadi B menunjukkan kerapatan fluksi magnetik dengan satuan
[weber/m2] atau [tesla]. Arah B ditentukan sesuai dengan kaidah tangan
kanan yang menyatakan bahwa: jika kawat yang dialiri arus digenggam
dengan tangan kanan dengan ibujari mengarah sejajar aliran arus maka
arah B adalah sesuai dengan arah penunjukan jari-jari yang
menggenggam kawat tersebut.
Dalam persamaan (3), µ mewakili sifat medium tempat kedua konduktor
berada; besaran ini disebut permeabilitas. Untuk ruang hampa,
permeabilitas ini adalah
70 104 −×π=µ (8)
dengan satuan ][
][
meter
henry. Hal ini dapat diturunkan sebagai berikut.
][
][
][ ][
]detik[ ][
][ ][
]detik[ ][ ][
][
][][
220meter
henry
meteramp
volt
meteramp
ampvolt
amp
newton====µ
karena ][ ][
]detik[ ][henry
amp
volt= yaitu satuan induktansi.
Dalam hal mediumnya bukan vakum maka permeabilitasnya dinyatakan
sebagai
0µ×µ=µ r (9)
dengan µr adalah permeabilitas relatif, yang merupakan perbandingan
antara permeabilitas medium terhadap vakum.
4/24
Intensitas Medan Magnet. Dalam perhitungan-perhitungan rangkaian
magnetik, akan lebih mudah jika kita bekerja dengan besaran magnetik
yang tidak tergantung dari medium. Hal ini terutama kita temui pada
mesin-mesin listrik dimana fluksi magnetik menembus berbagai macam
medium. Oleh karena itu didefinisikan besaran yang disebut intensitas
medan magnetik , yaitu
µ≡
BH (10)
dengan satuan ][
][
]/[][
][ ]/[][][
2 meter
amp
ampnewton
meterampnewtonH == .
Dengan pendefinisian ini, H merupakan besaran yang tidak tergantung
dari medium. Secara umum satuan H adalah [lilitan amper]/[meter] dan
bukan [amp]/[meter] agar tercakup pembangkitan medan magnit oleh
belitan yang terdiri dari banyak lilitan.
Hukum Rangkaian Magnetik Ampère . Hukum rangkaian magnetik
Ampère menyatakan bahwa integral garis tertutup dari intensitas medan
magnit sama dengan jumlah arus (ampere turns) yang
membangkitkannya. Hukum ini dapat dituliskan sebagai
mFHdl =∫ (11)
Fm dipandang sebagai besaran pembangkit medan magnit dan disebut
magnetomotive force yang disingkat mmf. Besaran ini sama dengan
jumlah ampere-turn yang dilingkupi oleh garis fluksi magnit yang
tertutup.
Dari relasi di atas, diturunkan relasi-relasi yang sangat bermanfaat untuk
perhitungan rangkaian magnetik. Jika panjang total dari garis fluksi
magnit adalah L, maka total Fm yang diperlukan untuk membangkitkan
fluksi tersebut adalah
LL µ
==B
HFm (12)
Apabila kerapatan fluksi adalah B dan fluksi menembus bidang yang
luasnya A , maka fluksi magnetnya adalah
BA=φ (13)
5/24
dan jika (13) dimasukkan ke (12) akan diperoleh
µφ==
AHFm
LL (14)
Apa yang berada dalam tanda kurung pada (14) ini sangat menarik,
karena sangat mirip dengan formula resistansi dalam rangkaian listrik.
Persamaan (14) ini dapat kita tuliskan
ℜ=
µ=φ m
m
FF
A
L (15)
Pada (15) ini, Fm merupakan besaran yang menyebabkan timbulnya
fluksi magnit φ. Besar fluksi ini dibatasi oleh suatu besaran ℜ yang kita
sebut reluktansi dari rangkaian magnetik, dengan hubungan
Aµ=ℜ
L (16)
Persamaan (15) sering disebut sebagai hukum Ohm untuk rangkaian
magnetik. Namun kita tetap harus ingat bahwa penurunan relasi ini
dilakukan dengan pembatasan bahwa B adalah kostan dan A tertentu.
Satuan dari reluktansi tidak diberi nama khusus.
2. Perhitungan Pada Rangkaian Magnetik
Perhitungan-perhitungan pada rangkaian magnetik pada umumnya
melibatkan material ferromagnetik. Perhitungan ditujukan pada dua
kelompok permasalahan, yaitu mencari mmf jika fluksi ditentukan
(permasalahan ini kita jumpai pada perancangan) mencari fluksi φ
apabila geometri dari rangkaian magnetik serta mmf diketahui
(permasalahan ini kita jumpai dalam analisis, misalnya jika kita harus
mengetahui fluksi gabungan dari suatu rangkaian magnetik yang
dikendalikan oleh lebih dari satu belitan). Berikut ini kita akan melihat
perhitungan-perhitungan rangkaian magnetik melalui beberapa contoh.
6/24
COTOH-1 : Suatu toroid terdiri dari dua macam material
ferromagnetik dengan belitan pembangkit medan magnet yang
terdiri dari 100 lilitan, seperti terlihat pada gambar di samping ini.
Material a adalah besi nikel
(nickel iron) dengan panjang
rata-rata La = 0.4 m. Material b
adalah baja silikon (medium
silicon sheet steel) dengan
panjang rata-rata Lb = 0.2 m.
Kedua bagian itu mempunyai
luas penampang sama, yaitu 0.001 m2. a). Tentukan Fm yang
diperlukan untuk membangkitkan fluksi φ= 6×10−4
weber. b).
Hitung arus yang harus mengalir pada belitan agar nilai fluksi
tersebut tercapai.
Penyelesaian :
Untuk memperoleh Fm total yang diperlukan kita aplikasikan hukum
rangkaian Ampère pada rangkaian magnetik ini.
bbaabmamtotalm HHFFF LL +=+=
Fluksi yang diinginkan di kedua bagian toroid adalah 6×10−4
weber,
sedangkan kedua bagian itu mempunyai luas penampang sama. Jadi
kerapatan fluksi di kedua bagian itu juga sama yaitu
tesla6.0001.0
0006.0==
φ==
ABB ba
Untuk mencapai kerapatan fluksi tersebut, masing-masing material
memerlukan intensitas medan yang berbeda. Besarnya intensitas
medan yang diperlukan dapat dicari melalui kurva B-H dari masing-
masing material, yang dapat dilihat di buku acuan. Salah satu kurva
B-H yang dapat kita peroleh adalah seperti dikutip pada Gb.1 di
halaman berikut.
Dengan menggunakan kurva B-H ini, kita peroleh
AT/m 65 diperlukan tesla6.0untuk : Material
AT/m 10 diperlukan tesla6.0untuk : Material
==
==
bb
aa
HBb
HBa
Dengan demikian Fm total yang diperlukan adalah
AT 172.0654.010LL =×+×=+= bbaatotalm HHF
+
− E
R
Lb La
7/24
b). Karena jumlah lilitan adalah 100, maka besar arus yang harus
mengalir di belitan untuk memperoleh Fm total sebesar 17 AT adalah
A 17.0100
17==I
Gb.1. Kurva B − H beberapa material magnetik.
Pemahaman :
Dalam pemecahan persoalan di atas, karakteristik medium tidak
dinyatakan oleh permeabilitas medium, melainkan oleh karak-
teristik B-H dari masing-masing material. Kita lihat dari kutipan
kurva B-H Gb.1, bahwa hubungan antara B dan H adalah tidak
linier. Apabila kita menginginkan gambaran mengenai besarnya
permeabilitas masing-masing material, kita dapat menghitungnya
sebagai berikut.
Permeabilitas dari material a dan b masing-masing pada titik
operasi ini adalah
7340104
0092.0rhenry/mete 0092.0
65
6.0
47740104
06.0rhenry/mete 06.0
10
6.0
70
70
=×π
=µ
µ=µ→===µ
=×π
=µ
µ=µ→===µ
−
−
bbr
b
bb
aar
a
aa
H
B
H
B
0
0.25
0.5
0.75
1
1.25
1.5
1.75
0 50 100 150 200 250 300 350 400
Nickel-iron alloy , 47% Ni
Medium silicon sheet steel
Soft steel
Cast iron
H [ampre-turn / meter]
B [tes
la]
8/24
Reluktansi rangkaian magnetik pada bagian toroid dengan material a
dan b masing-masing dapat juga kita hitung, yaitu
21670001.06.0
13 ; 6670
001.06.0
4 ≈×
=φ
=ℜ≈×
=φ
=ℜ bmb
ama
FF
Jadi walaupun bagian b dari toroid lebih pendek dari bagian a,
reluktansinya jauh lebih besar. Kedua bagian rangkaian magnetik
yang terhubung seri ini mempunyai reluktansi total sebesar
28340216706670 =+≈ℜ+ℜ=ℜ batot .
Untuk meyakinkan, kita hitung balik besarnya fluksi magnet
weber10628340
17 4 −×==ℜ
=φtot
totalmF
dan ternyata hasilnya sesuai dengan apa yang diminta dalam
persoalan ini. Hasil ini menunjukkan bahwa reluktansi magnet yang
dihubungkan seri berperilaku seperti resistansi yang terhubung seri
pada rangkaian listrik; reluktansi total sama dengan jumlah
reluktansi yang diserikan.
COTOH-2 : Pada rangkaian magnetik dalam contoh-1. di atas,
berapakah fluksi magnet yang akan dibangkitkan bila arus pada
belitan dinaikkan menjadi 0.35 A ?
Penyelesaian :
Dengan arus 0.35 A, Fm total menjadi
Untuk menghitung besarnya fluksi yang terbangkit, kita perlu
mengetahui reluktansi total. Untuk itu perlu dihitung reluktansi dari
masing-masing bagian toroid. Hal ini tidak dapat dilakukan karena
untuk menghitung reluktansi tiap bagian perlu diketahui Fm dan B
untuk masing-masing bagian sedangkan untuk menghitungnya perlu
diketahui besarnya fluksi φ yang justru ditanyakan.
Dari apa yang diketahui, yaitu Fm total dan ukuran toroid, kita
dapatkan hubungan
4.0
2.035 352.04.0LL
bababbaatotalm
HHHHHHF
−=⇒=+=+=
Karena luas penampang di kedua bagian toroid sama, yaitu 0.001
m2, maka kerapatan fluksi B juga sama. Dengan batasan ini, kita
mencoba menyelesaikan persoalan dengan cara mengamati kurva B-
AT 3535.0100 =×=totalmF
9/24
H. Kita perkirakan suatu nilai Hb dan menghitung Ha, kemudian kita
mengamati lagi kurva B-H apakah untuk nilai Ha dan Hb ini terdapat
Ba = Bb . Jika tidak, kita koreksi nilai Hb dan dihitung lagi Ha dan
dilihat lagi apakah Ba = Bb. Jika tidak dilakukan koreksi lagi, dan
seterusnya sampai akhirnya diperoleh Ba ≈ Bb.
Kita mulai dengan Hb = 100 AT yang memberikan Ha = 37.5. Kedua
nilai ini terkait dengan Bb = 0.75 dan Ba = 0.9 tesla. Ternyata Ba ≠
Bb. Kita perbesar Hb agar Ha mengecil dan akan menyebabkan Bb
bertambah dan Ba berkurang. Pada nilai Hb = 110 AT, maka Ha =
32.5; dan terdapat Bb = 0.8 dan Ba = 0.85 tesla. Kita lakukan koreksi
lagi dan akan kita dapatkan Ba ≈ Bb ≈ 0.825 pada nilai Hb = 125 dan
Ha = 25 AT. Dengan nilai ini maka besar fluksi adalah
weber.1025.8001.0825.04−×=×=×=φ AB
Perhitungan secara grafis ini tentu mengandung ketidak-telitian. Jika
kesalahan yang terjadi adalah ± 5%, maka hasil perhitungan ini
dapat dianggap memadai.
Pemahaman :
Jika kita bandingkan hasil pada contoh-1. dan 2. maka akan terlihat
hal berikut.
Contoh-1 :
weber106 tesla6.0 A 17.04−×=φ→=→= BI
Contoh-2 :
weber1025.8 tesla825.0 A 35.0 4−×=φ→=→= BI
Menaikkan arus belitan menjadi dua kali lipat tidak menghasilkan
fluksi dua kali. Hal ini disebabkan oleh karakteristik magnetisasi
material yang tidak linier.
10/24
COTOH-3 : Pada rangkaian magnetik di bawah ini, tentukanlah mmf
yang diperlukan untuk membangkitkan fluksi sebesar 0.0014 weber
di “kaki” sebelah kanan. Rangkaian magnetik ini mempunyai luas
penampang sama yaitu 0.002 m2, kecuali “kaki” tengah yang
luasnya 0.0008 m2. Material yang digunakan adalah medium silicon
steel.
Penyelesaian :
Rangkaian magnetik ini mempunyai tiga cabang, yaitu
efab dengan reluktansi ℜ1;
be dengan reluktansi ℜ2 dan
bcde dengan reluktansi ℜ3.
Rangkaian ekivalen dari rangkaian magnetik ini dapat digambarkan
seperti di bawah ini.
Fluksi yang diminta di kaki kanan adalah φ3 = 0.0014 weber. Karena
dimensi kaki ini diketahui maka kerapatan fluksi dapat dihitung,
yaitu
tesla7.0002.0
0014.03 ==B .
Berdasarkan kurva B-H dari material yang dipakai, kerapatan fluksi
ini memerlukan H3 sebesar 80 AT/m. Jadi mmf yang diperlukan
adalah
0.15
m
0.15 m
0.1
5
m
a b c
d
e f
Fm
ℜ1
ℜ2 ℜ3
11/24
AT 36)15.03(80L33=××=×= bcdem HF
Rangkaian ekivalen memperlihatkan bahwa ℜ2 terhubung paralel
dengan ℜ3. Hal ini berarti bahwa Fm3 juga harus muncul pada ℜ2,
yaitu reluktansi kaki tengah, dengan kata lain Fm2 = Fm3. Dengan
demikian kita dapat menghitung H2.
AT/m 2400.15
36
L
F
L be
m322 ====
be
mFH
Melihat lagi kurva B-H, kita dapatkan untuk H2 ini
tesla125.12 =B .
Luas penampang kaki tengah adalah 0.0008 m2. Maka
weber0009.00008.0125.10008.022 =×=×=φ B
Fluksi total yang harus dibangkitkan di kaki kiri adalah
weber0023.00009.00014.0321 =+=φ+φ=φ
Luas penampang kaki kiri adalah 0.002 m2, sama dengan kaki
kanan. Kerapatan fluksinya adalah
tesla1.15002.0
0023.0
002.0
11 ==
φ=B
Dari kurva B-H, untuk B1 ini diperlukan AT/m 2401 =H , sehingga
AT 108)15.03(240L11=××=×= efabm HF
Jadi total mmf yang diperlukan untuk membangkitkan fluksi sebesar
0.0014 weber di kaki kanan adalah
AT 1803636108321=++=++= mmmmtot FFFF
12/24
COTOH-4 : Berapakah mmf yang diperlukan pada Contoh-3. jika kaki
tengah ditiadakan?
Penyelesaian :
Dengan meniadakan kaki tengah maka fluksi di seluruh rangkaian
magnetik sama dengan fluksi di kaki kanan, yaitu φ=φ3=0.0014
weber. Kerapatan fluksi di seluruh rangkaian magnetik juga sama
karena luas penampangnya sama, yaitu
tesla7.0002.0
0014.03 === BB
Dari kurva B-H diperoleh H = 80 AT/m, sehingga mmf yang
diperlukan adalah
AT 72)15.06(80L =××=×= abcdefam HF
Pemahaman :
Dengan menghilangkan kaki tengah, mmf yang diperlukan menjadi
lebih kecil. Bagaimanakah jika kaki tengah diperbesar luas
penampangnya ?
Memperbesar penampang kaki tengah tidak mempengaruhi
kerapatan fluksi di kaki ini sebab Fm3 tetap harus muncul di kaki
tengah. H2 tak berubah, yaitu H2 = Fm3/Lbe = 240 AT/m dan B2 juga
tetap 1.125 tesla. Jika penampang kaki tengah diperbesar, φ2 akan
bertambah sehingga φ1 juga bertambah. Hal ini menyebabkan naik-
nya B1 yang berarti naiknya H1 sehingga Fm1 akan bertambah pula.
Dengan demikian Fm total akan lebih besar. Penjelasan ini
menunjukkan seolah-olah kaki tengah berlaku sebagai “pembocor”
fluksi. Makin besar kebocoran, makin besar mmf yang diperlukan.
3. Rugi-Rugi Dalam Rangkaian Magnetik
Rugi Histerisis. Dalam rekayasa, material ferromagnetik sering dibebani
dengan medan magnit yang berubah secara periodik dengan batas positif
dan negatif yang sama. Pada pembebanan seperti ini terdapat
kecenderungan bahwa kerapatan fluksi, B, ketinggalan dari medan
magnetnya, H. Kecenderungan ini kita sebut histerisis dan kurva B-H
membentuk loop tertutup seperti terlihat pada Gb.2. dan kita sebut loop
histerisis. Hal ini telah kita pelajari dalam fisika. Di sini kita akan
membahas akibat dari karakteristik material seperti ini dalam rekayasa.
13/24
Loop histerisis ini menunjukkan bahwa untuk satu nilai H tertentu
terdapat dua kemungkinan nilai B. Dalam memecahkan persoalan
rangkaian magnetik pada contoh-contoh di sub-bab 2. kita menggunakan
kurva B-H yang kita sebut kurva B-H normal atau kurva magnetisasi
normal, dimana satu nilai H terkait dengan hanya satu nilai B, yaitu
kurva B-H pada Gb.1. Itulah sebabnya kesalahan perhitungan sebesar ± 5
% masih dapat kita terima jika kita menggunakan kurva B-H normal
karena sesungguhnya B tidak mempunyai nilai tunggal, melainkan
tergantung dari riwayat magnetisasi material.
Perhatikan integrasi :
bdcbHdBabdaHdBc
b
b
a
B
B
B
B bidang luas ; bidang luas == ∫∫
dan satuan dari HB :
332.][
meter
joule
meter
meternewto
meter
newton
meterampre
newton
meter
ampereHB =
⋅==×=
Jelaslah bahwa HB mempunyai satuan kerapatan energi. Jadi luas bidang
abda pada Gb.2. menyatakan kerapatan energi, yaitu energi magnetik.
Karena luas abda diperoleh dari integrasi ∫HdB pada waktu H dan B
naik, atau dengan kata lain medan magnetik bertambah, maka ia
menggambarkan kerapatan energi yang disimpan ke material. Luas
bidang bdcb yang diperoleh dari integrasi ∫HdB pada waktu medan
magnit berkurang, menggambarkan kerapatan energi yang dilepaskan.
H [AT/m]
B [tesla]
Gb.2. Loop histerisis.
a
b
c
d
e
0
14/24
Dari gambar loop histerisis jelas terlihat bahwa luas bdcb < luas abda.
Ini berarti bahwa kerapatan energi yang dilepaskan lebih kecil dari
kerapatan energi yang disimpan. Sisa energi yang tidak dapat dilepaskan
digambarkan oleh luas bidang abca, dan ini merupakan energi yang
diserap oleh material dan tidak keluar lagi (tidak termanfaatkan)
sehingga disebut rugi energi histerisis.
Analisis di atas hanya memperhatikan setengah siklus saja. Untuk satu
siklus penuh, kerapatan rugi energi histerisis adalah luas bidang dari
loop histerisis. Jika kerapatan rugi energi histerisis per siklus (= luas
loop histerisis) kita sebut wh , dan jumlah siklus per detik (frekuensi)
adalah f , maka untuk material dengan volume v m3 besar rugi energi
histerisis per detik atau rugi daya histerisis adalah
[watt] v ikdet
v fwjoule
fwP hhh =
= (17)
Untuk menghindari perhitungan luas loop histerisis, Steinmetz
memberikan formula empiris untuk rugi daya histerisis sebagai
)( v nmhh BKfP = (18)
dengan Bm adalah nilai maksimum kerapatan fluksi, n mempunyai nilai
antara 1,5 sampai 2,5 tergantung dari jenis material. Kh adalah konstanta
yang juga tergantung dari jenis material; untuk cast steel 0,025; silicon
sheet steel 0,001; permalloy 0,0001.
Rugi Arus Pusar. Jika medan magnetik berubah terhadap waktu, selain
rugi daya histerisis terdapat pula rugi daya yang disebut rugi arus pusar.
Arus pusar timbul sebagai reaksi terhadap perubahan medan magnet.
Jika material berbentuk balok pejal, resistansi material menjadi kecil dan
rugi arus pusar menjadi besar. Untuk memperbesar resistansi agar arus
pusar kecil, rangkaian magnetik disusun dari lembar-lembar material
magnetik yang tipis (antara 0,3 ÷ 0,6 mm). Formula empiris untuk rugi
arus pusar adalah
watt v 222e τ= me BfKP (19)
dengan Ke = konstanta yang tergantung dari jenis material; f = frekuensi