1 DAMPAK PERATURAN MENTERI NO. 2 TAHUN 2015 TENTANG LARANGAN PENGGUNAAN ALAT PENANGKAPAN IKAN PUKAT HELA DAN PUKAT TARIK TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT NELAYAN KOTA TANJUNGPINANG. (Studi Pada Kelurahan Senggarang) NASKAH PUBLIKASI Diajukan Sebagai Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Bidang Ilmu Pemerintahan Oleh : HENDRA SUMANTO NIM : 110565201169 PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI TANJUNGPINANG 2016
30
Embed
DAMPAK PERATURAN MENTERI NO. 2 TAHUN 2015 TENTANG LARANGAN PENGGUNAAN ALAT …jurnal.umrah.ac.id/wp-content/uploads/gravity_forms/1-ec... · alat tangkap, kemudian hidup dalam ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
DAMPAK PERATURAN MENTERI NO. 2 TAHUN 2015 TENTANG
LARANGAN PENGGUNAAN ALAT PENANGKAPAN IKAN PUKAT
HELA DAN PUKAT TARIK TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI
MASYARAKAT NELAYAN KOTA TANJUNGPINANG.
(Studi Pada Kelurahan Senggarang)
NASKAH PUBLIKASI
Diajukan Sebagai Syarat Untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Bidang Ilmu Pemerintahan
Oleh :
HENDRA SUMANTO
NIM : 110565201169
PROGRAM STUDI ILMU PEMERINTAHAN
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS MARITIM RAJA ALI HAJI
TANJUNGPINANG
2016
2
A B S T R A K
Permasalahan kelautan dan perikanan bukan hanya menyangkut investasi,
produktivitas maupun promosi, karena dimensinya bukan hanya sekedar ekonomi
tetapi juga sosial, budaya dan politik, sehingga diperlukan regulasi kebijakan
pengelolaan sumberdaya yang memungkinkan semua dimensi itu tersentuh agar
keseimbangan ekologis dan keadilan sosial ekonomi dapat tercapai. Salah satu
daerah di Kota Tanjungpinang yang di kelilingi oleh laut adalah Senggarang.
Senggarang adalah Kelurahan di Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota
Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Indonesia. Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan No. 2 tahun 2015 didasari oleh penurunan Sumber Daya Ikan (SDI)
yang mengancam kelestarian, sehingga demi keberlanjutannya perlu diberlakukan
pelarangan penggunaan alat penangkapan ikan Pukat Hela (trawls) dan Pukat
Tarik (seine nets). Sebelum adanya Peraturan menteri ini semua nelayan mampu
menghidupi keluarganya lebih dari cukup karena penghasilan mereka namun sejak
adanya pukat banyak nelayan yang menjadi pengangguran karena tidak memiliki
alat tangkap, kemudian hidup dalam kesusahan.
Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui dampak Peraturan Menteri
No. 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela
dan pukat tarik terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat nelayan kota
tanjungpinang pada Kelurahan Senggarang. Operasionalisasi konsep yang di
gunakan dalam penelitian ini mengacu kepada konsep Agustino (2006:191).
Informan dalam penelitian ini yaitu sebanyak 8 orang. Analisis data yang di
gunakan dalam penelitian ini adalah analisa data kualitatif.
Berdasarkan penelitian maka dapat disimpulkan bahwa Peraturan Menteri
No. 2 Tahun 2015 tentang larangan penggunaan alat penangkapan ikan pukat hela
dan pukat tarik membawa pengaruh terhadap banyak pihak khususnya nelayan.
Pengaruh paling dirasakan masyarakat nelayan adalah turunnya jumlah tangkapan
ikan yang berdampak pada jumlah pendapatan mereka. Dampak ekonomi,
terutama terjadi pada tingkat pendapatan keluarga sebelum adanya Peraturan
Menteri ini produksi ikan yang didapatkan nelayan 1 hari bisa mencapai 15
hingga 25 kg dengan pendapatan 300 hingga 500 ribu, namun setelah adanya
peraturan tersebut banyak nelayan yang akhirnya tidak dapat melaut lagi, produksi
ikan pun menurun.
Kata Kunci : Pukat Hela dan Pukat Tarik,Permen-KP.
3
A B S T R A C T
Marine and fisheries issues not only concern investment, productivity as
well as promotion, because the dimensions are not merely economic but also
social, cultural and political, so that the necessary regulation of resource
management policy that allows all the dimensions of the ecological balance so
that it touched and economic social justice can be achieved. One of the areas in
the city of Tanjung Pinang which is surrounded by the sea is named Senggarang.
Named senggarang is subdistricts Tanjungpinang city, city of Tanjung Pinang,
Riau Islands province, Indonesia. Regulation of the Minister of marine and
fisheries No. 2 2015 based on the decline in Fish Resources (SDI) that threaten
the sustainability of, so for the sake of sustainability needs to be enacted to ban
the use of fishing Trawler Hela (trawls) and Trawl Pull (seine nets). Before the
existence of this ministerial regulation all fishermen are able to live out his family
more than enough because their income but since the existence of a trawl of many
fishermen who became unemployed due to not having the capture tool, then living
in distress.
The goal in this research is to know the impact of Ministerial Regulation
No. 2 2015 on the prohibition of the use of fishing trawl trawl and drag the hela
against socio-economic condition of the fishing communities of the town named
Senggarang Village in Tanjung Pinang. Operasionalisasi concepts in use in this
study refers to the concept of Agustino (2006:191). Informants in this study that is
as much as 8 people. The analysis of the data used in this study is the analysis of
qualitative data.
Based on research it can be concluded that the regulation of the Minister
no. 2 2015 on the prohibition of the use of fishing trawl trawl and drag the hela
brings influence on many parties particularly fisherman. The influence of
perceived most fishing communities is the fall in the number of catches that have
an impact on the amount of their income. The economic impact, particularly on
the level of family income before the existence of this ministerial regulation of the
production of fish derived fisherman 1 day could reach 15 to 25 kg with revenues
of 300 to 500 thousand, but the regulations after the many fishermen who
eventually can't sail anymore, any fish production is declining.
Keywords: Pukat Hela dan Pukat Tarik,Permen-KP.
4
DAMPAK PERATURAN MENTERI NO. 2 TAHUN 2015 TENTANG
LARANGAN PENGGUNAAN ALAT PENANGKAPAN IKAN PUKAT
HELA DAN PUKAT TARIK TERHADAP KONDISI SOSIAL EKONOMI
MASYARAKAT NELAYAN KOTA TANJUNGPINANG
(Studi Pada Kelurahan Senggarang)
A. Latar Belakang
Permasalahan kelautan dan perikanan bukan hanya menyangkut
investasi, produktivitas maupun promosi, karena dimensinya bukan hanya
sekedar ekonomi tetapi juga sosial, budaya dan politik, sehingga diperlukan
regulasi kebijakan pengelolaan sumberdaya yang memungkinkan semua
dimensi itu tersentuh agar keseimbangan ekologis dan keadilan sosial
ekonomi dapat tercapai. Oleh karena itu, keterlibatan nelayan dalam proses
perencanaan merupakan suatu hal yang mutlak untuk mendapatkan dukungan
yang kuat terhadap law enforcement setiap kebijakan pengelolaan. Hal
pertama yang harus dilakukan dalam mengatasi permasalahan ini adalah
penataan kembali sistem perikanan nasional dengan tindakan pengelolaan
sumberdaya ikan secara rasional (pembatasan hasil tangkapan, dan upaya
tangkapan).
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 2 tahun 2015 didasari
oleh penurunan Sumber Daya Ikan (SDI) yang mengancam kelestarian,
sehingga demi keberlanjutannya perlu diberlakukan pelarangan penggunaan
alat penangkapan ikan Pukat Hela (trawls) dan Pukat Tarik (seine nets), jadi
dapat ditegaskan bahwa tujuannya adalah kelestarian dan kemajuan sektor
5
perikanan dan bukan untuk mematikan mata pencaharian nelayan. Sebagai
informasi bahwa sebagian besar daerah penangkapan ikan (fishing ground)
yang dibagi ke dalam beberapa Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) di
wilayah Republik Indonesia sudah mengalami over fishing atau over
exploited. Indonesia memiliki potensi sumber daya perikanan yang sangat
besar baik dari segi kuantitas maupun keanekaragamannya. Total luas laut
Indonesia sekitar 3,544 juta km2 atau sekitar 70% dari wilayah Indonesia
(KKP, 2012).
Maksud diterbitkannya Permen KP. No. 02 Tahun 2015 Tentang
Larangan Penggunaan Alat Penangkapan Ikan Pukat Hela dan Pukat Tarik
adalah untuk menghentikan sementara penggunaan alat penangkapan ikan
yang dianggap merusak lingkungan agar sumber daya ikan tidak punah.
Tujuannya adalah untuk memulihkan kembali sumberdaya ikan yang telah
berkurang/rusak sampai pada akhirnya dapat dimanfaatkan kembali secara
optimal.
Tanjungpinang adalah ibu kota Kepulauan Riau, Indonesia. Sebagian
wilayah Tanjungpinang merupakan dataran rendah, kawasan rawa bakau, dan
sebagian lain merupakan perbukitan sehingga lahan kota sangat bervariasi
dan berkontur. Adapun luas wilayahnya sebesar 252.601 Km2, di mana
sekitar 95% – nya merupakan lautan dan hanya sekitar 5% merupakan
wilayah darat. (Demografi Kota Tanjungpinang, 2016).
Kota Tanjungpinang merupakan penghasil atau produksi ikan yang
cukup banyak di wilayah Provinsi Kepulauan Riau. Salah satu daerah di
6
Kota Tanjungpinang yang di kelilingi oleh laut adalah Senggarang.
Senggarang adalah Kelurahan di Kecamatan Tanjungpinang Kota, Kota
Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Indonesia. Jumlah nelayan di Kota
Tanjungpinang tahun 2015 adalah 4.621. Nelayan di Kota Tanjungpinang
menggunakan alat tangkap yang beragam jumlahnya seperti jaring insang
mencapai 21%, pancing 25% dan jaring angkat 13%. Sedangkan pukat hela
dan pukat tarik dahulunya digunakan sebesar 29 % Sisanya adalah yang
menggunakan alat tangkap perangkap yang hanya mencapai 12% totalnya.
Nelayan Kota Tanjungpinang juga melakukan penangkapan ikan pelagis
kecil pelagis besar dan demersal serta karang. (Sumber : Dinas Kelautan dan
Perikanan Provinsi Kepulauan Riau, 2015)
Kelurahan Senggarang dengan luas wilayah 23,0 Km², Senggarang
merupakan desa kecil di Pulau Bintan, Senggarang adalah sebuah kawasan
pemukiman penduduk di Pulau Bintan, Kepulauan Riau (Kepri). Mata
pencaharian penduduk di sini cukup beraneka ragam. Banyak keluarga yang
menggantungkan hidupnya dengan laut misalnya menjadi nelayan, penarik
boat bahkan bekerja di kapal-kapal barang / pesiar. (Sumber : Kantor
Kelurahan Senggarang, 2016)
Selama ini nelayan mengalami kesulitan modal usaha dan kerja untuk
mengubah alat tangkap. Karena dengan berubahnya alat tangkap, maka
bentuk kapal, ukuran kapal, dan mesin kapal secara teknik juga harus
berubah. Pemerintah justru tidak perlu melarang kapal pukat untuk
beroperasi. Tetapi, harusnya diperkuat dengan pembinaan untuk dikaryakan
7
dalam rangka mengamankan laut Indonesia terhadap pencurian dari kapal
ikan asing.
Baru-baru ini Pemrintah Kota Tanjungpinang memberi bantuan alat
tangkap ramah lingkungan berupa jaring dan bubuh kepiting untuk Kelurahan
Senggarang sebanyak 54 kepala keluarga.Masing-masing kepala keluarga itu
menerima jaring sebanyak 10 unit dan bubuh kepiting sebanyak 50 unit
bantuan ini bertujuan agar nelayan dapat mencari nafkah dengan alat baru
selain pukat yang biasa mereka gunakan namun bantuan ini belum
sepenuhnya berdampak pada peningkatan pendapatan masyarakat.